KAJIAN PARAMETER ESKALASI KONTRAK KONSTRUKSI PROYEK PEMERINTAH Didi Fahdiansyah1 dan Yohanes LD. Adianto2 1
Mahasiswa Program Magister Teknik Sipil Universitas katolik Parahyangan Bandung Email:
[email protected] 2 Dosen Program Magister Teknik Sipil Universitas katolik Parahyangan Bandung Email:
[email protected]
ABSTRAK Kebijakan eskalasi proyek pemerintah dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah hanya diperuntukkan bagi kontrak multi years dan kontrak harga satuan. Penelitian untuk mendapatkan persepsi penyedia jasa usaha kecil dan menengah terhadap persyaratan diberlakukan kebijakan eskalasi untuk proyek tahun tunggal. Kontraktor kualifikasi kecil dan menengah adalah kelompok mayoritas. Statistik penelitian adalah “mean” dalam Indeks Kepentingan (IK) untuk mengetahui penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan pekerjaan. Setelah diidentifikasi terdapat 7 (tujuh) persyaratan diberlakukan kebijakan eskalasi nasional dan 14 (empat belas) penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan. Persepsi pengguna jasa dan penyedia jasa kurang setuju terhadap kebijakan eskalasi yang diperuntukkan hanya untuk kontrak multi years. Untuk parameter eskalasi, pengguna jasa dan penyedia jasa menyatakan setuju diberlakukan kebijakan eskalasi dengan meninjau penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan pekerjaan. Berdasarkan hasil perhitungan Indeks kepentingan terhadap persepsi penyedia jasa, 5 (lima) peringkat teratas penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan adalah kenaikan harga BBM, tingginya permintaan pasar (ketersediaan material/langka), perubahan nilai mata uang, kenaikan bunga pinjaman Bank dan bencana alam pada tempat lain. Pemerintah harus melindungi penyedia jasa usaha kecil dari kerugian yang terjadi akibat perubahan harga dalam masa pelaksanaan. Solusinya dengan perbaikan terhadap ketentuan penyesuaian harga (termasuk eskalasi).
Kata Kunci: Eskalasi, Kontrak Tahun Tunggal, dan Perubahan Harga. 1.
PENDAHULUAN
Dalam pasar bebas, fluktuasi ekonomi mudah terjadi, lebih khususnya di negara berkembang. Terkadang inflasi cukup signifikan sehingga dapat mengganggu sendi perekonomian pada berbagai sektor pembangunan. Sektor pembangunan yang cukup memberi kontribusi dalam pembangunan nasional adalah industri jasa konstruksi. Pemerintah terus melakukan pembenahan terhadap ketentuan dan peraturan pelaksanaan jasa konstruksi. Hal ini sesuai dengan tugas pemerintah dalam rangka fungsi pembinaan terhadap badan usaha jasa konstruksi dan memajukan industri jasa konstruksi. Dalam Undang-undang (UU) No. 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi, jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Salah satu tujuan pengaturan jasa konstruksi adalah mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin keseteraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Diharapkan, tidak ada perlakuan yang tidak adil dalam perikatan tersebut yang berujung pada perselisihan. Tidak terpenuhinya keseimbangan, dalam konteks kesetaraan, bukan semata menegaskan fakta dan keadaan, melainkan lebih dari itu pengaruh terhadap kekuatan yuridikal perjanjian tersebut (Budiono, H, 2006). Dalam industri konstruksi, penyedia jasa bekerja pada lingkungan risiko dan ketidakpastian yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi seperti fluktuasi biaya tenaga kerja dan material. Menurut soekirno, dkk, 2006, ketidakpastian sudah merupakan risiko dalam suatu proyek konstruksi, tidak semua hal secara detail dapat ditentukan dengan baik selama proses perencanaan sehingga para pihak yang terlibat harus menyelesaikannya setelah masa pelaksanaan dimulai. Secara normatif, pengguna jasa dan penyedia jasa, akan memperhitungkan risiko pelaksanaan pekerjaan. Namun, adakalanya risiko dalam masa pelaksanaan proyek terjadi justru diluar perkiraan baik pengguna jasa maupun penyedia jasa. Kondisi seperti ini dibutuhkan ketentuan yang adil bagi pengguna dan penyedia jasa. ketentuan tersebut berfungsi sebagai acuan dalam penyusunan dokumen lelang dan kontrak konstruksi, sehingga menjadi landasan kuat dan memberikan jaminan rasa aman dalam pelaksanaan pekerjaan. Disamping itu perlu
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
MK-123
Manajemen Konstruksi
ditetapkan siapa yang harus menanggung risiko dalam pelaksanaan pekerjaan. Hal ini berarti bahwa terdapat batas kemampuan yang direkomendasikan dalam risiko pelaksanaan pekerjaan tersebut. Eskalasi dalam Perpres No. 54 Tahun 2010, merupakan bagian dari klausul penyesuaian harga. Kebijakan Eskalasi telah memberikan batasan yang sangat jelas. Persyaratan diberlakukan eskalasi yaitu, terhadap kontrak multi years dan kontrak harga satuan, diperhitungkan sebagai harga satuan pelaksanaan pekerjaan pada bulan ke 13 (tiga belas). Dengan persyaratan diberlakukan eskalasi tersebut, berarti bahwa tidak ada kompensasi bagi kontrak tahun tunggal dan kontrak lumpsum. Walaupun dalam satu Tahun Anggaran terjadi kenaikan harga diluar perkiraan yang dilakukan oleh pengguna jasa maupun penyedia jasa. Sementara proyek tahun tunggal milik pemerintah biasanya dikerjakan oleh penyedia jasa dengan kualifikasi usaha kecil dan menengah yang merupakan mayoritas dari penyedia jasa (99,13% dari 13.630 jumlah total penyedia jasa konstruksi di Indonesia, data olahan LPJK, 2010). Kenyataan ini memberi gambaran bahwa regulasi eskalasi tidak berpihak kepada penyedia jasa kelompok mayoritas. Tujuan penelitian adalah mendapatkan persepsi terhadap persyaratan diberlakukannya kebijakan eskalasi proyek pemerintah, mengidentifikasi dan mencari peringkat penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan pekerjaan. Responden terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa kualifikasi kecil dan menengah di Kota Bima dan Kabupaten Bima. Responden pengguna jasa diharapkan 25 responden dengan pengembalian sebanyak 21, sedangkan responden penyedia jasa usaha kecil dan menengah diharapkan 90 dengan pengembalian sebanyak 83. Data yang diperoleh dalam penelitian bersifat kualitatif dengan alternatif jawaban yang disediakan berdasarkan skala likert. Untuk mendapatkan persepsi persyaratan diberlakukan kebijakan eskalasi proyek pemerintah, statistik penelitian dipergunakan statistik deskriptif. Responden terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Sedangkan untuk mendapatkan penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan pekerjaan mempergunakan Indeks Kepentingan (IK), responden penyedia jasa, dengan formula sebagai berikut:
(1.1)
dengan: IK = Indeks Kepentingan a = Bobot tiap penilaian n = Jumlah responden yang memilih setiap penilaian N = Jumlah responden Nilai interpretasi skor masing-masing item instrumen dirata-ratakan untuk mencari nilai akhir interpretasi bobot. Nilai rata-rata interpretasi ini akan dipergunakan untuk menentukan tingkatan/ukuran pengaruh dengan Skala Likert seperti terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Interpretasi Skala Pengaruh Likert No. 1 2 3 4 5
Score / Nilai 0% - 20% 21% - 40% 41% - 60% 61% - 80% 81% - 100%
Pengaruh Sangat Lemah Lemah Cukup Kuat Sangat Kuat
Sumber: Riduwan, (2007) Instrumen Penelitian yang dipergunakan yang untuk persyaratan diberlakukan kebijakan eskalasi adalah hasil perbandingan kebijakan eskalasi nasional dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 dengan kebijakan eskalasi pemerintah Philippines dan di Mumbai-India. Hasil perbandingan kebijakan eskalasi nasional dengan Negara lain menghasilkan identifikasi persyaratan eskalasi nasional. Instrumen penelitian persyaratan diberlakukan kebijakan eskalasi nasional yang diajukan kepada responden berupa pernyataan pada Tabel 2. Tabel 2. Instrumen Penelitian Persepsi terhadap Kebijakan Eskalasi Nasional No. 1 2 3 4 5 6 7
Persyaratan/Parameter Kebijakan Eskalasi Nasional Eskalasi Hanya diberikan kepada kontrak multi years Eskalasi diberikan hanya untuk kontrak harga satuan Penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan kontrak tahun tunggal sebagai dasar evaluasi untuk kebijakan eskalasi Eskalasi pada kontrak multi years sebagai dasar harga untuk pekerjaan selanjutnya Eskalasi diberikan sebagai kompensasi perubahan harga pasar untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan Dasar perhitungan eskalasi adalah indeks dari BPS Untuk kontrak harga satuan, Penyedia jasa telah memperhitungkan biaya risiko pelaksanaan pekerjaan
Sumber: Data Olahan
MK-124
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Manajemen Konstruksi
Responden memilih salah satu jawaban sebagai persepsi terhadap pernyataan dalam instrumen penelitian. Alternatif jawaban yang disediakan adalah sangat setuju (5), setuju (4), netral (3), kurang setuju (2) dan sangat tidak setuju (1). Berdasarkan Jones, (1981), penyebab yang mempengaruhi biaya selama masa konstruksi adalah, kondisi pasar, perubahan teknologi, kebijakan pemerintah, dan Inflasi umum. Sementara Morris dan Willson, (2006) faktor yang menyebabkan eskalasi menjadi 3 (tiga) yaitu: pertama, Faktor penyebab tambahan biaya (bencana alam dan keadaan kahar lainnya, peningkatan harga material dan upah tenaga kerja, perubahan kode dan praktik). Kedua, faktor risiko (ketidakpastian pasar dan ketidakterampilan tenaga kerja). Ketiga, faktor pasar konstruksi. Arifin, (2005) dalam Makaryanawati dan Ulum, (2009), mendefinisikan Investasi merupakan kegiatan menunda konsumsi untuk mendapatkan nilai yang lebih besar di masa yang akan datang. Dalam industri jasa konstruksi bisa tergolong sebagai kegiatan investasi oleh penyedia jasa. Warsono, (2001) mengutip Downes dan Goodman, (1991), investasi yang akan dilakukan terdapat dua faktor yang paling dipertimbangkan, yaitu pengembalian/hasil yang diharapkan dan risiko investasi. Pengembalian (return) merupakan laba atas suatu sekuritas atau investasi modal. Jones, (1996), menguraikan sumber risiko sebuah investasi yang harus diperhitungkan menjadi beban biaya tambahan, terdiri dari, risiko tingkat suku bunga, risiko pasar, risiko inflasi, risiko bisnis, risiko finansial, risiko liquiditas, risiko nilai tukar, dan risiko kondisi Negara. Setelah diidentifikasi berdasarkan Jones, (1981), Morris dan Willson (2006) dan Jones, (1996), penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan pekerjaan konstruksi terlihat pada Tabel 3. Selanjutnya dipergunakan sebagai instrumen penelitian untuk mencari peringkat penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan pekerjaan. Tabel 3. Instrumen Penelitian Penyebab Perubahan Harga Dalam Masa Pelaksanaan Pekerjaan No. I 1 2 3 II 1 2 3 III 1 2 IV 1 2 3 4 V 1 2
Penyebab Perubahan harga pada masa pelaksanaan pekerjaan Kondisi Pasar Perbedaan harga antar toko Perbedaan biaya tidak langsung toko (upah angkut, keuntungan penjualan toko, dll) Tingginya permintaan pasar (ketersediaan material/langka) Perubahan Teknologi Biaya pemasaran teknologi baru Biaya penyesuaian di lapangan Biaya operasi pabrik Kebijakan Pemerintah Perintah perubahan item pekerjaan Kenaikan harga BBM Inflasi Kenaikan bunga pinjaman bank Perubahan nilai uang terhadap waktu Penyebaran uang yang tidak terkendali Perubahan nilai mata uang Risiko Pelaksanaan Proyek Bencana alam pada tempat lain Tingkat persaingan pasar konstruksi
Sumber: Data Olahan Responden memilih salah satu jawaban sebagai persepsi terhadap pernyataan dalam instrumen penelitian. Alternatif jawaban yang disediakan adalah sangat berpengaruh (5), berpengaruh (4), cukup berpengaruh (3), berpengaruh kecil (2) dan sangat tidak berpengaruh (1).
2.
PERSYARATAN KEBIJAKAN ESKALASI PROYEK PEMERINTAH
Untuk instrumen persyaratan diberlakukan kebijakan eskalasi proyek pemerintah, penelitian hanya melihat kecenderungan persepsi terbesar saja, terhadap persyaratan kebijakan eskalasi nasional. Pernyataan pertama adalah “Eskalasi hanya diberikan kepada kontrak multi years”, distribusi jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 4. Responden terbanyak menjawab kurang setuju yaitu, pengguna jasa (47,62%) dan penyedia jasa (61,45%). Tabel 4. Persepsi terhadap eskalasi hanya diberikan kepada kontrak multi years No
Responden
1
2
1
Pengguna Jasa
Jumlah responden 3 21
Sangat Setuju 4 3 14,29%
Eskalasi hanya diberikan kepada kontrak multi years Setuju Netral Kurang Setuju Sangat Tidak Setuju 5 6 7 8 5 3 10 0 23,81% 14,29% 47,62% 0,00%
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
MK-125
Manajemen Konstruksi
83
Penyedia Jasa
2
104
Jumlah
3 3,61% 7 6,73%
4 4,82% 9 8,65%
10 12,05% 16 15,38%
51 61,45% 58 55,77%
15 18,07% 23 22,12%
Sumber: Perhitungan Pernyataan kedua adalah “Eskalasi diberikan hanya untuk kontrak harga satuan”, distribusi jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 5. Antara responden pengguna jasa dan penyedia jasa tidak sepakat dengan pernyataan tersebut. Hal ini terlihat dari jawaban yang terbanyak yaitu pengguna jasa setuju (57,14%) sementara penyedia jasa (40,96%). Tabel 5. Persepsi terhadap eskalasi diberikan hanya untuk kontrak harga satuan No
Responden
1
2
1
Pengguna Jasa
2
Penyedia Jasa
Jumlah responden 3 21 83 104
Jumlah
Sangat Setuju 4 0 0,00% 6 7,23% 6 5,77%
Eskalasi diberikan hanya untuk kontrak harga satuan Setuju Netral Kurang Setuju Sangat Tidak Setuju 5 6 7 8 12 5 4 0 57,14% 23,81% 19,05% 0,00% 17 21 34 5 20,48% 25,30% 40,96% 6,02% 29 26 38 5 27,88% 25,00% 36,54% 4,81%
Sumber: Perhitungan Dari jawaban pengguna jasa dapat diartikan bahwa didalam kontrak harga satuan, penyedia jasa tidak akan menanggung risiko, sehingga eskalasi mestinya diberikan jika terjadi perubahan harga dalam masa pelaksanaan pekerjaan. Sementara penyedia jasa memahami bahwa perlu ada pemilahan risiko yang harus ditanggung oleh para pihak dalam kontrak konstruksi. Wibowo, 2009 menjelaskan, dalam jenis kontrak lumpsum dan kontrak harga satuan menempatkan penyedia jasa yang harus menanggung semua risiko dalam masa pelaksanaan pekerjaan, namun diperlemah oleh argumentasi bahwa tanggung jawab risiko hanya terjadi dibawah kondisi normal. Sementara dalam peraturan dan kontrak konstruksi proyek pemerintah tidak didefinisikan dengan jelas tentang risiko. Pernyataan ketiga adalah “Penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan kontrak tahun tunggal sebagai dasar evaluasi untuk kebijakan eskalasi”, distribusi jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 6. Terjadi kesepakatan antara pengguna jasa (61,90%) dan penyedia jasa (59,04%) terhadap pernyataan tersebut. Baik pengguna jasa maupun penyedia jasa terbanyak menjawab setuju. Tabel 6. Persepsi terhadap Penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan kontrak Tahun tunggal sebagai dasar evaluasi untuk kebijakan eskalasi No
Responden
1
2
1
Pengguna Jasa
2
Penyedia Jasa
Jumlah responden 3 21 83 104
Jumlah
Penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan kontrak tahun tunggal sebagai dasar evaluasi untuk kebijakan eskalasi Sangat Setuju Setuju Netral Kurang Setuju Sangat Tidak Setuju 4 5 6 7 8 3 13 2 3 0 14,29% 61,90% 9,52% 14,29% 0,00% 31 49 3 0 0 37,35% 59,04% 3,61% 0,00% 0,00% 34 62 5 3 0 32,69% 59,62% 4,81% 2,88% 0,00%
Sumber: Perhitungan Pernyataan keempat adalah “Eskalasi pada kontrak multi years sebagai dasar harga untuk pekerjaan selanjutnya”, distribusi jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 7. Responden pengguna jasa, terbanyak menjawab netral (38,10%) dan cenderung setuju (33,33%). Sedangkan penyedia jasa terbanyak menjawab kurang setuju (59,04%). Tabel 7. Persepsi terhadap Eskalasi pada kontrak multi years sebagai dasar harga untuk pekerjaan selanjutnya No.
Responden
1 1
2 Pengguna Jasa
MK-126
Jumlah responden 3 21
Eskalasi pada kontrak multi years sebagai dasar harga untuk pekerjaan selanjutnya Setuju Netral Kurang Setuju Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju 4 5 6 7 8 2 7 8 4 0
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Manajemen Konstruksi
2
Penyedia Jasa
83 104
Jumlah
9,52% 10 12,05% 12 11,54%
33,33% 4 4,82% 11 10,58%
38,10% 13 15,66% 21 20,19%
19,05% 49 59,04% 53 50,96%
0,00% 7 8,43% 7 6,73%
Sumber: Perhitungan Pernyataan kelima adalah “Eskalasi diberikan sebagai kompensasi perubahan harga pasar untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan”, distribusi jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 8. Terhadap pernyataan Eskalasi diberikan. Tabel 8. Persepsi terhadap Eskalasi diberikan sebagai kompensasi perubahan harga pasar untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan No.
Responden
1
2
1
Pengguna Jasa
2
Penyedia Jasa
Jumlah responden 3 21 83 104
Jumlah
Eskalasi diberikan sebagai kompensasi perubahan harga pasar untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan Sangat Setuju Setuju Netral Kurang Setuju Sangat Tidak Setuju 4 5 6 7 8 2 10 4 5 0 9,52% 47,62% 19,05% 23,81% 0,00% 25 51 7 0 0 30,12% 61,45% 8,43% 0,00% 0,00% 27 61 11 5 0 25,96% 58,65% 10,58% 4,81% 0,00%
Sumber: Perhitungan Sebagai kompensasi perubahan harga pasar untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan, responden pengguna jasa (47,62%) dan penyedia jasa (61,45%) sepakat bahwa ada kompensasi terhadap perubahan harga dalam masa pelaksanaan. Hal ini disebabkan jika terjadi perubahan harga yang cukup signifikan dalam masa pelaksanaan pekerjaan. Berikut ilustrasi pemahaman kompensasi harga terhadap even terjadinya perubahan harga dalam masa pelaksanaan (lihat Gambar 1 dan 2).
Gambar 1. Skema harga pada kebijakan eskalasi nasional dalam satu tahun anggaran Sumber: Olahan Perpres No. 54 Tahun 2010 Dalam Gambar 1, terlihat durasi proyek secara keseluruhan adalah n bulan, kondisi normal A dalam durasi proyek n-x bulan. Kemudian terjadi kenaikan harga B dari durasi proyek n-x bulan sampai akhir durasi proyek, namun harga kontrak ditetapkan Rp. a, tidak berubah sampai akhir pelaksanaan proyek. Harga Rp. a, merupakan penawaran yang disepakati menjadi harga kontrak berdasarkan kondisi A, tanpa diperhitungkan penyebab kenaikan harga pada kondisi B. Berdasarkan persepsi pengguna jasa dan penyedia jasa menginginkan kompensasi terhadap penyebab kenaikan harga. Hal ini sama dengan hasil survel persepsi yang dilakukan oleh penelitian terdahulu (Wibowo, 2009). Berikut Gambar 2 sebagai alternatif. Pada Gambar 2 Harga Rp. a, hanya diberlakukan untuk kondisi normal A. Namun, jika terjadi kenaikan harga kondisi B, maka harga Rp. a tidak berlaku dan harga disesuaikan menjadi Rp. b. Penyesuaian diperuntukan bagi pekerjaan yang belum dilaksanakan. Hal ini terlihat lebih adil bagi penyedia jasa. Sebaliknya, pengguna jasa diuntungkan dengan formula penyesuaian harga nasional jika perubahan harga menurun secara otomatis harga kontrak menjadi berkurang. Pengaturan kebijakan penyesuaian harga sesuai dengan formula eskalasi nasional, perlu diterapkan pada kontrak tahun tunggal. Keuntungan penerapan tersebut tidak saja didapatkan oleh penyedia jasa namun juga oleh pengguna jasa.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
MK-127
Manajemen Konstruksi
Gambar 2. Alternatif kebijakan kompensasi harga terhadap penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan proyek Hal yang paling penting adalah tidak tertundanya pekerjaan konstruksi infrastruktur yang menyebabkan terhambatnya kegiatan masyarakat. Pernyataan keenam adalah “Dasar perhitungan eskalasi adalah indeks dari BPS”, distribusi jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 9. Responden pengguna jasa dan penyedia jasa cenderung untuk sepakat terhadap pernyataan tersebut dengan jawaban setuju. Jawaban reponden pengguna jasa setuju (52,38%), sedangkan penyedia jasa terbanyak netral (46,99%) namun jawaban kedua adalah setuju (39,76%). Tabel 9. Persepsi terhadap “Dasar perhitungan eskalasi adalah indeks dari BPS”. No.
Responden
1
2 Pengguna Jasa Penyedia Jasa
1 2
Jumlah responden 3 21
Jumlah
83 104
Sangat Setuju 4 2 9,52% 8 9,64% 10 9,62%
Dasar perhitungan eskalasi adalah indeks BPS Setuju Netral Kurang Setuju Sangat Tidak Setuju 5 6 7 8 11 5 3 0 52,38% 23,81% 14,29% 0,00% 33 39 3 0 39,76% 46,99% 3,61% 0,00% 44 44 6 0 42,31% 42,31% 5,77% 0,00%
Sumber: Perhitungan Baik responden pengguna jasa maupun penyedia jasa lebih cenderung netral dan kearah sangat setuju penggunaan indeks BPS sebagai dasar perhitungan eskalasi. Sementara untuk jawaban sangat tidak setuju tidak terdapat responden yang memilih. Perbedaan yang signifikan terjadi pada jawaban kurang setuju yaitu responden pengguna jasa sebanyak 14,29% sementara responden penyedia jasa 3,61%. Morris and Willson, 2006, menawarkan cara mengukur indeks biaya yang dipergunakan untuk mengukur eskalasi. Terdapat 6 (enam) cara pengukuran yaitu, indeks kelompok barang (kecil), indeks kelompok barang (besar), indeks kelompok barang proyek spesifik, indeks survey pengalaman, indeks harga tender, dan indeks evaluasi harga tender. Sementara di Indonesia indeks resmi BPS, adalah indeks yang paling lazim digunakan untuk penyesuaian harga. Namun terdapat beberapa kelemahan dari indeks tersebut, antara lain adalah masih bersifat umum dan kurang spesifik serta belum memperhitungkan bunga Bank. Indeks BPS, sangat baik untuk dipergunakan jika memperlakukan perhitungan yang spesifik dan kebijakan bunga Bank yang diterbitkan oleh pemerintah dilakukan pada awal atau akhir tahun anggaran proyek. Pernyataan ketujuh adalah “Untuk kontrak harga satuan, Penyedia jasa telah memperhitungkan biaya risiko pelaksanaan pekerjaan”, distribusi jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 10. Tidak terjadi kesepakatan jawaban antara responden pengguna jasa dan penyedia jasa. Responden pengguna jasa, jawaban terbanyak adalah setuju (42,86%), sedangkan responden penyedia jasa terbanyak menjawab kurang setuju (45,78%). Tabel 10. Persepsi terhadap “Untuk Kontrak Harga Satuan, Penyedia Jasa telah Memperhitungkan Biaya Risiko Pelaksanaan Pekerjaan”. No.
Responden
Jumlah responden
1 1
2 Pengguna Jasa
3 21
MK-128
Untuk kontrak harga satuan, Penyedia jasa telah memperhitungkan biaya risiko pelaksanaan pekerjaan Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju Setuju Netral Kurang Setuju 4 5 6 7 8 0 9 4 8 0
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Manajemen Konstruksi
2
Penyedia Jasa
83 104
Jumlah
0,00% 7 8,43% 7 6,73%
42,86% 6 7,23% 15 14,42%
19,05% 6 7,23% 10 9,62%
38,10% 38 45,78% 46 44,23%
0,00% 26 31,33% 26 25,00%
Sumber: Perhitungan Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010, Paragraf keenam, Penentuan Jenis Kontrak, pasal 51, kontrak lumpsum tidak dimungkinkan penyesuaian harga karena semua risiko ditanggung oleh penyedia jasa. Sementara untuk kontrak harga satuan tidak dijelaskan pihak mana yang menanggung risiko, berapa besar risiko dan risiko apa saja yang harus ditanggung oleh para pihak dalam kontrak konstruksi.
3.
PENYEBAB PERUBAHAN HARGA DALAM MASA PELAKSANAAN
Peringkat penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan disajikan dari gabungan responden penyedia jasa dan tidak dilakukan pemisahan karena jumlah penyedia jasa usaha menengah yang ada di Kota Bima dan Kabupaten Bima tidak seimbang dengan jumlah penyedia jasa usaha kecil. Tabel 11, memperlihatkan peringkat berdasarkan pengaruh sub variabel dalam instrumen penelitian sebagai penyebab perubahan dalam masa pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi menurut persepsi gabungan penyedia jasa sebanyak 83 (delapan puluh tiga) responden. Penentuan peringkat dari nilai Indeks Kepentingan (IK) dari tiap sub variabel instrumen penelitian dengan perhitungan mempergunakan formula (1.1). Contoh perhitungan sebagai berikut: Sub variabel A1 (Perbedaan harga antar toko), dengan data sebagai berikut: 8 responden menjawab “sangat berpengaruh” (bobot 5) 57 responden menjawab “ berpengaruh” (bobot 4) 14 responden menjawab “cukup berpengaruh” (bobot 3) 3 responden menjawab “kurang berpengaruh” (bobot 2) 1 responden menjawab “tidak berpengaruh” (bobot 1) Formula (1.1):
IK =
= IK = 3,8193
Tabel 11. Peringkat Penyebab Perubahan Harga dalam masa Pelaksanaan berdasarkan gabungan penyedia jasa No 1 A 1
Variabel dan Sub Variabel 2 KONDISI PASAR Perbedaan harga antar toko
Kode 3
IK 4
Peringkat 5
A1
3,8193
6
Tabel 11. Peringkat Penyebab Perubahan Harga dalam masa Pelaksanaan berdasarkan gabungan penyedia jasa (lanjutan) No 1 2 3 B 4 5 6 C 7 8
Variabel dan Sub Variabel 2 Perbedaan biaya tidak langsung toko (upah angkut, keuntungan penjualan toko, dll) Tingginya permintaan pasar (ketersediaan material/langka) PERUBAHAN TEKNOLOGI Biaya pemasaran teknologi baru Biaya penyesuaian di lapangan Biaya operasi pabrik KEBIJAKAN PEMERINTAH Perintah perubahan item pekerjaan Kenaikan BBM
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Kode 3 A2
IK 4 2,5181
Peringkat 5 10
A3
4,8795
2
B1 B2 B3
2,7349 3,8193 1,9880
9 6 12
C1 C2
3,8193 4,9518
6 1
MK-129
Manajemen Konstruksi
D INFLASI Kenaikan bunga pinjaman Bank 9 10 Perubahan nilai uang terhadap waktu Penyebaran uang yang tidak terkendali 11 Perubahan nilai mata uang 12 E RISIKO PELAKSANAAN PROYEK Bencana alam pada tempat lain 13 14 Tingkat persaingan pasar konstruksi Sumber: Perhitungan
D1 D2 D3 D4
4,1566 3,0482 2,9036 4,6265
4 7 8 3
E1 E2
4,0482 2,3614
5 11
Terlihat pada Tabel 11, peringkat lima teratas persepsi penyedia jasa terhadap penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan pekerjaan konstruksi berdasarkan gabungan kualifikasi penyedia jasa (83 responden), adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Kenaikan BBM (C2), dengan IK 4,9518; Tingginya permintaan pasar (ketersediaan material/langka) (A3), dengan IK 4,8795; Perubahan nilai mata uang (D4), dengan IK 4,6265; Kenaikan bunga pinjaman Bank (D1), dengan IK 4,1566, dan Bencana alam pada tempat lain (E1), dengan IK 4,0482.
Sementara peringkat lima terbawah, adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
Biaya operasi pabrik (B3), dengan IK 1,9880; Tingkat persaingan pasar konstruksi (E2), dengan IK 2,3614; Perbedaan biaya tidak langsung toko (upah angkut, keuntungan penjualan toko, dll) (A2), dengan IK 2,5181; Biaya pemasaran teknologi baru (B1), dengan IK 2,7349, dan Penyebaran uang yang tidak terkendali (D3), dengan IK 2,9036.
Dalam penelitian ini, menentukan tingkatan pengaruh tiap sub variabel penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan pekerjaan konstruksi mempergunakan skala Likert berdasarkan jawaban responden menurut gabungan penyedia kualifikasi usaha kecil dan menengah (83 responden). Sebagai contoh perhitungan sub variabel A1 (Perbedaan harga antar toko), dengan data persepsi responden sebagai berikut: · · · · ·
8 responden menjawab “sangat berpengaruh” (bobot 5) 57 responden menjawab “ berpengaruh” (bobot 4) 14 responden menjawab “cukup berpengaruh” (bobot 3) 3 responden menjawab “kurang berpengaruh” (bobot 2) 1 responden menjawab “tidak berpengaruh” (bobot 1)
Perhitungan pengaruh dianalisis berdasarkan jumlah skor sub variabel terhadap skor maksimal: · · · · · · · ·
Skor Maksimal 83 x 5 = 415 Skor Minimal 83 x 1 = 83 Skor sub variabel A1 : skor sangat berpengaruh =8x5 = 40 skor berpengaruh = 57 x 4 = 228 skor cukup berpengaruh = 14 x 3 = 42 skor kurang berpengaruh =3x2 = 6 skor sangat tidak berpengaruh = 1 x 1 = 1 (+) Jumlah = 317 Nilai interpretasi skor jawaban responden adalah (317/415) x 100% = 76,39%, tergolong kuat. Gambar 3 memperlihatkan interpretasi dalam skala likert sub variabel A1.
Gambar 3 Skala Likert Untuk Skor Pengaruh
MK-130
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Manajemen Konstruksi
Hasil perhitungan dari nilai tingkatan pengaruh tersebut, dapat ditentukan distribusi frekuensi dari gambaran tiap faktor terhadap penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan proyek konstruksi, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 12. Dari 14 sub variabel penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan terdapat distribusi tingkatan pengaruh terbanyak adalah kategori pengaruh cukup dengan prosentase 35,71% atau frekuensi 5 sub variabel. Kategori pengaruh kuat dan sangat kuat dengan prosentase pengaruh dan frekuensi yang sama yaitu 28,57% atau frekuensi 4. Kategori pengaruh lemah dengan prosentase 7,14% atau frekuensi 1. Sementara tidak terdapat sub variabel yang dikategorikan pengaruh sangat lemah (lihat Gambar 4). Tabel 12. Distribusi Frekuensi Pengaruh Tiap Sub Variabel Penyebab Perubahan Harga dalam Masa Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi No. 1 2 3 4 5
Kategori Pengaruh Sangat Lemah Lemah Cukup Kuat Sangat Kuat Jumlah
Nilai 0% s/d 20% 21% s/d 40% 41% s/d 60% 61% s/d 80% 81% s/d 100%
Frekuensi 0 1 5 4 4 14
Prosentase 0,00 7,14 35,71 28,57 28,57 100,00
Sumber: Perhitungan Gambar 4 menunjukkan sub variabel penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan secara keseluruhan memiliki tingkat pengaruh terbanyak adalah cukup (41-60%) dengan distribusi sebesar 35,71%. Sub variabel tersebut adalah A2 (Perbedaan biaya tidak langsung toko (upah angkut, keuntungan penjualan toko, dll)) dengan prosentase 50,36%, B1
Gambar 4 Grafik Skor Tingkatan Pengaruh Sub Variabel Penyebab perubahan Harga dalam Masa Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi (Biaya pemasaran teknologi baru) dengan prosentase 54,70%, D2 (Perubahan nilai uang terhadap waktu) dengan prosentase 60,96%, D3 (Penyebaran uang yang tidak terkendali) dengan prosentase 58,07% dan E2 (Tingkat Persaingan Pasar Konstruksi) dengan prosentase 47,23%. Sedangkan sub variabel penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan yang memiliki tingkat pengaruh lemah (21-40%) terdistribusi sebanyak 7,14% dengan frekuensi 1 (satu) sub variabel yaitu B3 (Biaya Operasi pabrik) dengan prosentase 39,76%. Sementara tidak terdapat sub variabel yang memiliki tingkat pengaruh lemah (0-20%).
4.
ANALISA DAN DISKUSI
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis persepsi responden terhadap persepsi persyaratan dasar diberlakukan kebijakan eskalasi nasional dan penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan, maka rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. 2.
3. 4.
Pemerintah perlu mempertimbangkan eskalasi dapat diperoleh bagi kontrak tahun tunggal. Formula penyesuaian harga dalam Perpres no. 54 Tahun 2010, cukup fleksibel, dalam arti bahwa jika terjadi kenaikan harga maka penyedia jasa mendapatkan eskalasi harga kontrak dan begitu juga sebaliknya jika terjadi penurunan harga maka diberlakukan pengurangan harga kontrak (de-eskalasi). Hal ini sesuai dengan prinsip estimasi biaya dalam siklus hidup proyek yang dilakukan sampai berakhirnya proyek. Sehingga bisa dibuat ketentuan yang terintegrasi antara penyesuaian harga berdasarkan tahap estimasi dalam siklus hidup proyek. Penyebab perubahan harga bisa dijadikan acuan sebagai dasar evaluasi estimasi penyesuaian harga (termasuk eskalasi) untuk kontrak tahun tunggal. Untuk menghindari kecurangan terjadinya penyisipan premi risiko kedalam harga satuan pekerjaan, sebaiknya dibuatkan item khusus dalam perhitungan RAB, sehingga terdapat transparansi dalam evaluasi estimasi untuk
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
MK-131
Manajemen Konstruksi
pembayaran item pekerjaan tersebut. Selanjutnya rule of tumb domain risiko diperlukan untuk menghindari proses negosiasi terhadap besar risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak dalam ikatan kontrak. Referensi yang dipergunakan untuk rule of tumb domain risiko adalah besar inflasi atau deflasi yang diterbitkan oleh Bank Indonesia atau BPS. Contoh yang baik telah diterapkan oleh Pemerintah Philippines dengan mentetapkan domain risiko penyedia jasa sebesar 95% sampai dengan 105% dari nilai kontrak. Manfaat dari pengaturan secara khusus kebijakan eskalasi sebagaimana rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
5.
Menjamin rasa aman bekerja bagi penyedia jasa dalam pelaksanaan pekerjaan. Transparan dan adil bagi pengguna dan penyedia jasa dalam perikatan kontrak konstruksi. Menghindari terjadinya penyelewengan terhadap mutu pekerjaan yang ditetapkan dalam spesifikasi sebagai dampak terjadinya kenaikan harga dalam masa pelaksanaan. Menghindari keterlambatan akibat tertundanya kesepakatan penyesuaian harga dalam masa pelaksanaan yang berdampak pada biaya proyek.
KESIMPULAN
Berdasarkan data dan setelah melakukan analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan persepsi responden terhadap kebijakan eskalasi proyek pemerintah sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
5.
Setelah diidentifikasi dan dibandingkan dengan kebijakan eskalasi di Negara lain, terdapat 7 (tujuh) pernyataan tentang persyaratan untuk eskalasi harga proyek pemerintah yang dipergunakan sebagai instrument penelitian, yaitu: eskalasi hanya diberikan kepada kontrak multi years, eskalasi hanya diberikan kepada kontrak harga satuan, Penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan kontrak tahun tunggal sebagai dasar evaluasi untuk kebijakan eskalasi, eskalasi pada kontrak multi years sebagai dasar harga untuk pekerjaan selanjutnya, eskalasi diberikan sebagai kompensasi perubahan harga pasar untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan, dasar perhitungan eskalasi adalah indeks dari BPS, dan untuk kontrak harga satuan, penyedia jasa telah memperhitungkan biaya risiko pelaksanaan pekerjaan. Persepsi pengguna jasa dan penyedia jasa terhadap dasar diberlakukan eskalasi dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 adalah sebagai berikut, untuk pernyataan eskalasi hanya diberikan kepada kontrak multi years, pengguna jasa maupun penyedia jasa kurang setuju. Hal ini berarti bahwa diharapkan eskalasi juga diberikan kepada kontrak single year. Untuk pernyataan eskalasi hanya diberikan kepada kontrak harga satuan tidak ada kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa karena memiliki persepsi berbeda. Pengguna jasa setuju dengan pernyataan tersebut, sementara penyedia jasa kurang setuju. Untuk pernyataan penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan kontrak tahun tunggal sebagai dasar evaluasi untuk kebijakan eskalasi, baik pengguna jasa maupun penyedia jasa menyatakan setuju. Hal ini perlu diatur dan ditinjau kembali penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan pekerjaan, yang akan dijadikan parameter eskalasi. Sementara untuk pernyataan eskalasi pada kontrak multi years sebagai dasar harga untuk pekerjaan selanjutnya, tidak tercapai kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa setuju dan netral terhadap pernyataan tersebut, sementara penyedia jasa kurang setuju. Untuk pernyataan eskalasi diberikan sebagai kompensasi perubahan harga pasar untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan, baik pengguna jasa maupun penyedia jasa menyatakan setuju. Untuk pernyataan dasar perhitungan eskalasi adalah indeks dari BPS, pengguna jasa menyatakan setuju sedangkan penyedia jasa berada pada posisi netral. Serta pernyataan untuk kontrak harga satuan, penyedia jasa telah memperhitungkan biaya risiko pelaksanaan pekerjaan, tidak tercapai kesepakatan pada pernyataan tersebut. Pengguna menyatakan setuju sementara penyedia jasa kurang setuju. Hasil identifikasi terdapat 14 (empat belas) penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi, yaitu: Perbedaan harga antar toko, Perbedaan biaya tidak langsung toko (upah angkut, keuntungan penjualan toko, dll), Tingginya permintaan pasar (ketersediaan material/langka), Biaya pemasaran teknologi baru, Biaya penyesuaian di lapangan, Biaya operasi pabrik, Perintah perubahan item pekerjaan, Kenaikan harga BBM, Kenaikan bunga pinjaman Bank, Perubahan nilai uang terhadap waktu, Penyebaran uang yang tidak terkendali, Perubahan nilai mata uang, Bencana alam pada tempat lain, dan Tingkat persaingan pasar konstruksi. Berdasarkan persepsi penyedia jasa usaha kecil dan menengah di Kota Bima dan Kabupaten Bima, 5 (lima) peringkat teratas penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan adalah sebagai berikut: Kenaikan harga BBM, Tingginya permintaan pasar (ketersediaan material/langka), Perubahan nilai mata uang, Kenaikan bunga pinjaman Bank dan Bencana alam pada tempat lain. Persyaratan diberlakukan kebijakan eskalasi pada proyek pemerintah perlu mempertimbangkan kontrak tahun tunggal. Hal ini sesuai dengan persepsi penyedia jasa dan dengan alasan yang mengerjakan proyek kontrak tahun tunggal adalah penyedia usaha kecil dan menengah yang merupakan mayoritas penyedia jasa di Indonesia.
MK-132
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Manajemen Konstruksi
6. 7.
Penyebab perubahan harga dalam masa pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi dapat menjadi parameter untuk melakukan evaluasi terhadap persyaratan diberlakukannya eskalasi bagi kontrak tahun tunggal. Perlu diatur secara terintegrasi antara kebijakan persyaratan eskalasi pada proyek pemerintah dengan menetapkan konstanta risiko dalam Rencana Anggaran Biaya, hal ini berfungsi untuk menghindari disisipkannya premi risiko perubahan harga dalam masa pelaksanaan kedalam harga satuan oleh penyedia jasa. Disamping itu harga pasar mudah diidentifikasi, agar terdapat transparansi dalam estimasi dalam tahap evaluasi pembayaran yang diajukan oleh penyedia jasa.
DAFTAR PUSTAKA Budiono, Herlien. (2006), Asas KeseimbanganBagi Hukum Perjanjian Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. Soekirno, P, Wirahadikusumah, Reini D.,Abduh, Muhamad, (2006), Sengketa dalam Penyelenggaraan Konstruksi di Indonesia: Penyebab dan Penyelesaiannya; [jurnal] Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Jones, Charles P., (1996), Investments Analisis and Management, Fifth Edition, John Wiley & Sons, Inc, USA. Makaryanawati dan Ulum, Misbachul, (2009), Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Likuiditas Perusahaan terhadap Risiko Investasi Saham yang Terdaftar pada Jakarta Islamic Index, “Jurnal Ekonomi Bisnis Universitas Negeri Malang”, hal 49-60, Tahun 14, Nomor 1, Maret 2009, ISSN: 0853-7283. Morris, P. and Willson, W.F., (2006) Measuring and Managing Cost Escalation, “Jurnal AACE International”, USA. CSC.06.1 – CSC.06.7 Padrnos, James V, (1981), The Many Facets Of Escalation, “AACE International Journal”, E.3.1-E.3.4. Riduwan, (2007), Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Cetakan Kelima, Alfabeta, Bandung. Santoso, Budi, (2008), Manajemen Proyek–Konsep dan Implementasi, Graha Ilmu, Yogyakarta; Soeharto. Iman, (1995), Manajemen Proyek; dari Konseptual Sampai Operasional; cetakan ketiga; Erlangga, Jakarta; Warsono, (2001). Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, UM Press, Malang Wibowo, A. (2009), Rumusan Eskalasi Biaya pada Proyek Pemerintah, “Seminar Nasional Teknik Sipil V”, 11 Pebruari 2009, Institut Sepuluh Nopember Surabaya, 43-52; , (1992), Skills and Knowledge of Cost Engineering 3rd edition, AACE, PMI, USA. , (1999) Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999, tentang Jasa Konstrsuksi; , (2003), Keputusan Presiden RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Lingkup Pemerintahan beserta perubahannya; , (2004), Government Procurement Reform Act No. 9184, Appendiks A Government Procurement Policy Board (GPPB) Resolution tertanggal 22 Juli 2004; , (2004), Project Management Body of Knowledge (PMBOK), an American National Standard ANSI/PMI 99-001-2004; , (2010), Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan;
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
MK-133
Manajemen Konstruksi
MK-134
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011