KAJIAN IMPLEMENTASI REGULASI PEMANIS BUATAN DI INDONESIA DAN STUDI KASUS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI WILAYAH DKI JAKARTA
DWI JARWATI
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Kajian Implementasi Regulasi Pemanis Buatan di Indonesia dan Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Wilayah DKI Jakarta adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Jakarta, Agustus 2009
Dwi Jarwati NRP F 252050105
ABSTRACT DWI JARWATI. Study on Implementation of Artificial Sweetener Regulation in Indonesia and Case Study on home food industry (IRTP) in Jakarta. Under the direction of C. HANNY WIJAYA and NURI ANDARWULAN. Artificial Sweetener is a food additive widely used by food industries especially in beverage industry. It can improve the taste, has low calorie and has stability at heating process. The aims of this study were to evaluate the data of BPOM registered foods using artificial sweetener during 1992 – 2007 and to conduct case study on implementation of artificial sweetener by home food industry (IRTP). Results of the study on registered foods showed that there was almost no change in the categories of food using artificial sweetener, before and after establishment of the regulation on artificial sweetener (Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan). However, it was increasing the number of food products that used artificial sweetener, for single artificial sweetener up to 116% and for combination increased 255%. Artificial sweetener is most widely used in powdered drinks, while sugar free candy used the most combination of artificial sweetener. Results of the case study on IRTP indicate that the understanding of the respondents about Good Manufacturing Practices (GMP) does not affect its implementation. The survey shows that 37,6% respondents are said to know and 52,4% knew the basic principles of food safety (GMP), but the results of observation in the field show less. Only 17% respondents got Good value, while 57% respondents got Fair value and 26% respondents got Poor value. Artificial sweetener used by 27% respondents consist of 23% using mix of sugar and artificial sweetener, and 4% using only artificial sweetener. Survey conducted in 7 chemical shops in East Jakarta and Central Jakarta showed that artificial sweetener was very easily obtained without distribution rules. The artificial sweetener that was sold freely in the market were sodium saccharin and sodium cyclamate, which were packed in sachet or bulk packaging.
RINGKASAN Penggunaan BTP khususnya pemanis buatan pada beragam produk pangan yang beredar di pasaran cenderung mengalami peningkatan. Adanya tuntutan konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya mendorong produsen makanan mengganti gula dengan pemanis buatan, karena selain dapat memberikan rasa manis pada makanan, pemanis buatan memiliki nilai kalori yang sangat kecil. Dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung pemanis buatan diharapkan asupan kalorinya dapat ditekan, sehingga berat badan dapat dikontrol. Adanya kecenderungan penggunaan pemanis buatan yang semakin meluas tersebut telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang penggunaan pemanis buatan pada produk pangan. Sebelum tahun 2004, regulasi pemanis buatan yang berlaku adalah Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan yang mengatur penggunaan 4 jenis pemanis buatan. Selain regulasi tersebut, Badan POM RI juga mengeluarkan izin khusus penggunaan pemanis buatan pada produk pangan. Selama periode tahun 1993 hingga 2000 telah dikeluarkan izin khusus sebanyak 7 jenis pemanis buatan yaitu maltitol, isomalt, asesulfam K, alitam, silitol, manitol dan sukralosa. Namun keberadaan izin khusus ini memang tidak diketahui oleh masyarakat luas, hanya diketahui industri pangan yang telah mengajukan izin khusus tersebut. Jadi, sebelum diberlakukan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, sebenarnya pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya pada produk pangan ada 11 jenis. Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan mengatur penggunaan 13 jenis pemanis buatan dan penambahan jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya pada berbagai produk pangan, yaitu laktitol dan neotam. Dengan diberlakukannya 13 jenis pemanis buatan tersebut, bagi masyarakat yang kontra telah menimbulkan gejolak, karena Badan POM RI dianggap membuat peraturan yang longgar tentang pemanis buatan. Oleh karena itu melalui pengkajian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam rangka proses manajemen risiko. Proses manajemen risiko merupakan salah satu komponen analisis risiko. Proses manajemen risiko terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu Evaluasi Risiko, Mengkaji Opsi Manajemen Risiko, Implementasi Keputusan Manajemen Risiko, Monitoring dan Review. Tahapan manajemen risiko yang dilakukan pada kajian ini adalah Monitoring dan Review. Monitoring dan review dilakukan terhadap pemberlakuan regulasi pemanis buatan oleh Badan POM RI. Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) melakukan kajian terhadap implementasi Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan yang dilakukan dengan membandingkan penggunaan pemanis buatan pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI sebelum dan sesudah pemberlakuan regulasi tersebut, meliputi: a) mengkaji jenis dan kadar pemanis buatan tunggal yang digunakan pada produk pangan yang terdaftar pada kurun waktu 1992-2003 (sebelum diberlakukan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan) dan 2004-2007 (sesudah diberlakukan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan), b) mengkaji jenis pemanis buatan kombinasi yang digunakan pada produk pangan yang
terdaftar pada kurun waktu 1992-2003 dan 2004-2007; 2) studi kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di wilayah Jakarta, meliputi: a) mengkaji penggunaan pemanis buatan oleh IRTP dan distribusi pemanis buatan di wilayah Jakarta, b) mengkaji persepsi pengusaha IRTP mengenai aspek-aspek Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) dan penerapannya. Kajian implementasi penggunaan pemanis buatan pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM dilaksanakan dengan inventarisasi data produk pangan yang menggunakan pemanis buatan yang terdaftar di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Badan POM RI antara tahun 1992 hingga 2007. Data yang dikumpulkan meliputi: (1) nomor file, (2) nomor persetujuan pendaftaran, (3) nama dan alamat produsen, (4) tahun persetujuan pendaftaran (5) jenis pangan (6) jenis pemanis buatan (7) kadar pemanis buatan (dalam satuan ppm). Data dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu yang terdaftar tahun 1992-2003 dan tahun 2004-2007. Data yang terkumpul dibuat matriks untuk membandingkan jumlah per jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan (tunggal atau kombinasi) selama tahun 1992-2003 dan 2004-2007, jenis pemanis buatan (tunggal atau kombinasi) yang digunakan pada produk pangan selama tahun 1992-2003 dan 2004-2007, kadar tiap-tiap pemanis buatan tunggal yang digunakan pada produk pangan selama tahun 1992-2003 dan 2004-2007. Studi kasus pada IRTP mencakup kegiatan penyusunan kuesioner, penetapan responden, pelaksanaan survei dan pengolahan data. Survei dilakukan untuk mengetahui implementasi penggunaan pemanis buatan oleh IRTP dan mengetahui persepsi IRTP tentang aspek-aspek CPPB serta penerapannya. Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada tahun 1992-2003 ada 5 jenis dari 11 jenis yang diizinkan (berdasarkan Permenkes 722 dan izin khusus) yaitu aspartam, sorbitol, asesulfam K, siklamat dan sakarin. jenis pemanis buatan yang paling banyak digunakan dalam pangan adalah sorbitol. Hal ini sesuai dengan regulasi pemanis buatan bahwa fungsi dari sorbitol tidak hanya sebagai pemanis, namun juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai perisa, bahan pengisi, penstabil, pengental, anti kempal, humektan, sekuestran dan bahan utama, sehingga industri banyak menggunakan sorbitol pada produknya. Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada kurun waktu 20042007 ada 8 jenis dari 13 jenis yang diizinkan berdasarkan SK Kepala BPOM yaitu aspartam, asesulfam K, isomalt, maltitol, sorbitol, siklamat, sakarin, dan sukralosa. Jenis pemanis buatan yang paling banyak digunakan dalam pangan adalah aspartam, karena sebagian besar pangan yang menggunakan pemanis buatan adalah minuman serbuk berperisa buah, sehingga penggunaan aspartam menguntungkan karena aspartam memiliki rasa manis seperti gula, tetapi tanpa rasa pahit atau metallic aftertaste, dan dapat memperbaiki cita rasa. Hasil kajian pada kadar pemanis buatan tunggal pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI tahun 2004-2007, terdapat penyimpangan yaitu ditemukannya 2 (dua) produk yang menggunakan pemanis buatan melebihi batas maksimum persyaratan yakni minuman beralkohol dan permen rendah kalori. Temuan ini merupakan human error, namun hasilnya tidak signifikan, karena hanya 2 dari 820 produk (0,2%). Hasil kajian pada jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi, baik sebelum maupun sesudah diberlakukannya regulasi pemanis buatan oleh Badan POM RI tahun 2004, ada peningkatan baik dari jumlah produk maupun jenis pangan terutama kelompok minuman. Ada 9 jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar pada tahun 1992-2003. Pada tahun 2004-2007 terjadi peningkatan jenis kombinasi pemanis buatan, tercatat ada 26 jenis kombinasi. Jenis
pangan yang paling banyak menggunakan pemanis buatan kombinasi adalah minuman serbuk, ada 116 produk yang terdaftar tahun 1992-2007. Jenis pangan yang cukup banyak menggunakan pemanis buatan kombinasi selain minuman serbuk adalah kembang gula. Ada 69 produk yang terdaftar selama tahun 19922007, dengan variasi kombinasi pemanis buatan yang paling banyak. Hingga tahun 2007, pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya, namun belum pernah digunakan dalam produk pangan baik secara tunggal maupun kombinasi adalah Laktitol. Hasil survei pada 30 IRTP menunjukkan bahwa responden yang menggunakan pemanis buatan pada produknya ada 27% yang terdiri dari 4% responden menggunakan pemanis buatan saja dan 23% responden menggunakan campuran gula dan pemanis buatan. Umumnya penggunaan pemanis buatan tersebut tidak sesuai dengan batas maksimum persyaratan, karena responden menggunakan pemanis buatan tersebut berdasarkan sensori saja. Hasil survei terbatas pada 7 toko kimia di Jakarta Timur dan Jakarta Pusat menunjukkan bahwa jenis pemanis buatan yang dijual secara bebas di pasaran ada 2 macam yaitu natrium siklamat dan natrium sakarin. Pemanis buatan tersebut dijual dalam kemasan rencengan (sachet) yang berlabel dengan merek Cap Nona, Cap Gentong, Cap Cangkir dan Cap Tiga T serta kemasan kiloan tanpa label. Tidak ada informasi takaran penggunaan pada label kemasan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah mengingat bahaya penggunaan pemanis buatan bila digunakan tanpa batas maksimum, sehingga distribusi dan perdagangannya perlu mendapatkan pengawasan. Persepsi responden tentang aspek-aspek dalam CPPB cukup baik, karena sebagian besar Sangat Tahu (rata-rata 37,6% responden) dan Tahu (rata-rata 52,4% responden) tentang aspek-aspek CPPB. Namun hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa hanya 17% IRTP yang mendapatkan nilai Baik, selebihnya 57% IRTP mendapat nilai Cukup dan 26% mendapat nilai Kurang, artinya 90% responden yang tahu aspek-aspek CPPB (52,4% responden Sangat Tahu + 37,6% responden Tahu), 16% diantaranya tidak menerapkan CPPB sama sekali dan 57% responden belum menerapkan CPPB secara menyeluruh. Hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah untuk dilakukan penyuluhan terus menerus agar kesadaran IRTP untuk menerapkan CPPB semakin meningkat, sehingga IRTP mampu menghasilkan pangan yang aman dan bermutu. Berdasarkan hasil kajian terhadap implementasi regulasi pemanis buatan pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI dapat disimpulkan bahwa jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan baik sebelum maupun sesudah diberlakukannya regulasi pemanis buatan oleh Badan POM RI tahun 2004, hampir tidak mengalami perubahan, walaupun ada peningkatan dari segi jumlah produk. Peningkatan jumlah produk kemungkinan berkaitan dengan adanya perkembangan industri baru atau pengembangan produk dari industri yang sudah ada (menambah varian produk), tidak terkait langsung dengan diberlakukannya regulasi tersebut. Berdasarkan studi kasus implementasi regulasi pemanis buatan pada IRTP menunjukkan bahwa IRTP belum menerapkan regulasi pemanis buatan dengan benar, karena IRTP menggunakan pemanis buatan tersebut tidak sesuai dengan batas maksimum persyaratan dan hanya berdasarkan sensori saja. Selain itu, IRTP juga belum sepenuhnya menerapkan CPPB, karena hasil penilaian terhadap praktek CPPB masih jauh dari harapan pemerintah.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KAJIAN IMPLEMENTASI REGULASI PEMANIS BUATAN DI INDONESIA DAN STUDI KASUS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI WILAYAH DKI JAKARTA
DWI JARWATI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tugas Akhir
: Kajian
Implementasi
Regulasi
Pemanis
Buatan
di
Indonesia dan Studi Kasus Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di wilayah DKI Jakarta Nama
: Dwi Jarwati
NRP
: F 252050105
Program Studi
: Teknologi Pangan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. DR. Ir. C Hanny Wijaya, M.Agr. (Ketua)
DR. Ir. Nuri Andarwulan, M.S. (Anggota)
Diketahui
Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
DR. Ir. Lilis Nuraida, MSc.
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal ujian: 09 Sep 2009
Tanggal lulus: 30 Sep 2009
PRAKATA Segala puji, hormat dan syukur kami panjatkan kepada TUHAN yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir berjudul Kajian Implementasi Regulasi Pemanis Buatan di Indonesia dan Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di wilayah DKI Jakarta disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Pangan. Selama proses penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.S., selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya selama proses penyusunan tugas akhir ini hingga selesai. 2. Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc., selaku dosen penguji yang telah memberi banyak masukan untuk perbaikan tugas akhir ini. 3. Badan Pengawas Obat dan Makanan yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana. 4. Dr. M. Hayatie Amal, MPH., selaku Direktur Penilaian Keamanan Pangan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana dan memberikan dukungan selama penyelesaian tugas akhir ini. 5. Dra. Kustiani Adisuparto, Apt., Dewi Sakti Murniati, S.IP., MAP., dan rekan-rekan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan yang selalu memberikan dukungan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Mbak Tika, sebagai asisten koordinator program studi pascasarjana teknologi pangan yang selalu membantu pelaksanaan sidang komisi dan memberikan dukungan semangat untuk penyelesaian tugas akhir ini. 7. Keluargaku tercinta: ibu, suami, mbak Endang, mas Kris, Juliana, dan anak-anak (Grace, Advent dan Hanna) yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta dorongan semangat dalam penyelesaian studi. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Jakarta, Agustus 2009 Dwi Jarwati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 17 Maret 1969 sebagai anak bungsu dari almarhum Bapak Drs. Suhardi dan Ibu Soemarmi. Tahun 1988, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Klaten dan pada tahun yang sama melanjutkan studi di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Penulis menyelesaikan program Sarjana Farmasi pada tahun 1993 dan melanjutkan pendidikan Profesi Apoteker pada perguruan tinggi yang sama dan lulus pada tahun 1994. Sejak tahun 1997, penulis bekerja di Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan yang pada tahun 2000 menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan. Untuk mendalami ilmu pangan, penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi Teknologi Pangan pada tahun 2006 melalui beasiswa yang diperoleh dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………………..... ix DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………. x DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ……………………………………….………………….. 1 Tujuan ……………………………………………………….……………. 5 Kegunaan …………………………………………………..……………. 5 TINJAUAN PUSTAKA Bahan Tambahan Pangan …………………………………………….. Pemanis Buatan …………………………………………………………. Regulasi Pemanis Buatan ………………………………….…………... Analisis Risiko ………………………………………………………….... Industri Rumah Tangga Pangan ………………………….……………
6 7 11 14 19
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ……………………………………….……………... 21 Bahan ……………………………………………………..……………… 21 Metode ……………………………………………………………………. 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Produk Pangan Terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 – 2007 …….. 26 Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) ……….... 44 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ………………………………….…………………………… 55 Saran …………………………….……………………………………….. 56 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………... 58 LAMPIRAN …………………………………….……………………………….
60
viii
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Hasil sampling pangan secara nasional …………………………….............
3
2
Hasil sampling PJAS secara nasional …………………………………........
4
3
Batas maksimum penggunaan pemanis buatan ……………………..........
12
4
Izin khusus penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan …..........
13
5
Jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya di Indonesia..........
14
6
Jenis dan jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 – 2007 …........ 27 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 – 2003 32
7 8
Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 2004 – 2007 33
9
Kadar pemanis buatan tunggal pad akelompok pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 – 2003 ……………………………………. 35
10 Kadar pemanis buatan tunggal pad akelompok pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 2004 – 2007 ……………………………………. 36 11 Produk pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi pada tahun 1992 – 2007 ………………………………………..…………….. 38 12 Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 – 2003 ……… 40 13 Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 2004 – 2007 ……… 41 14 Jenis-jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada minuman serbuk yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 – 2007 ………. 43 15 Jenis-jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada kembang gula yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 – 2007 ………. 44
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Komponen analisis risiko ……………………………….....……………….. 15
2
Proses manajemen risiko …………………………………....……….…….
3
Histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2003 dan 2004-2007 ………………………………..…..............…... 28
4
Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun 1992 – 2003 …………………………………………...…....…. 29
5
Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun 2004 – 2007 ……………………………………………...…..... 30
6
Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun 1992 – 2003 …………………………………........…. 31
7
Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun 2004 – 2007 ……………………………………....…. 32
8
Histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2003 dan 2004-2007 ……………………………………........ 39
9
Jenis produk pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 – 2007….................. 43
16
10 Proporsi jumlah responden menurut jenis produknya ……………….…
45
11 Status badan hukum responden …………………………………………..
46
12 Tingkat pendidikan responden ………………………………………….…
46
13 Distribusi frekuensi wilayah pemasaran produk ……………………….… 47 14 Penggunaan pemanis oleh responden …………………………………..
47
15 Persepsi responden tentang aspek-aspek CPPB …………………….…. 49 16 Hasil penilaian penerapan CPPB responden ……………………….……
50
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Lampiran Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang penggunaan pemanis uatan berdasarkan kategori pangan…………………………………..…………………………………......
60
2 Tiga belas pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya oleh Codex Alimentarius Commision dan di Indonesia ………………………………..
97
3 Kuesioner untuk mengetahui implementasi regulasi pemanis buatan oleh IRTP dan persepsi responden tentang aspek-aspek CPPB …..…..
133
4 Pedoman pemeriksaan sarana produksi pangan industri rumah tangga.
138
5 Formulir pemeriksaan sarana produksi industri rumah tangga pangan…
146
6 Kadar pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 19922007.........................................................................................................
147
xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan mendasar dan merupakan hak asasi setiap orang. Tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya mewujudkan insan yang berharkat dan bermartabat, serta sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk mendapatkan pangan yang aman, bermutu dan layak bagi konsumen merupakan
tanggung
jawab
produsen,
pemerintah
dan
konsumen
sendiri.
Pemerintah wajib mengupayakan agar pangan yang beredar aman, bermutu, bergizi, tersedia secara memadai dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Pemerintah mengatur dan mengawasi keamanan pangan yang beredar dengan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat dijadikan landasan hukum. Produsen harus berusaha menghasilkan produk pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan konsumen juga harus lebih selektif dalam memilih produk pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi.
Pada
kenyataannya,
belum
semua
orang
di
Indonesia
bisa
mendapatkan akses terhadap produk pangan yang aman. Sampai saat ini di Indonesia masih sering ditemukan adanya produk pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan keamanan, misalnya penggunaan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan (BTP) atau penggunaan BTP secara berlebihan sehingga melampaui ambang batas maksimal yang diperkenankan. Penggunaan BTP khususnya pemanis buatan pada beragam produk pangan yang beredar di pasaran cenderung mengalami peningkatan. Ada berbagai alasan penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan. Adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung menginginkan memiliki tubuh yang langsing membuat produsen makanan berusaha mengganti gula sebagai pemanis pada produknya dengan pemanis buatan, karena selain dapat memberikan rasa manis pada makanan, pemanis buatan memiliki nilai kalori yang sangat kecil.
Dengan
mengkonsumsi makanan yang mengandung pemanis buatan diharapkan asupan kalorinya dapat ditekan, sehingga berat badan dapat dikontrol. Adanya kecenderungan penggunaan pemanis buatan yang semakin meluas tersebut telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Kurangnya sosialisasi ke masyarakat kemungkinan menjadi pemicu adanya pertentangan penggunaan pemanis buatan ini. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang kontra
1
dengan penggunaan pemanis ini seringkali memberikan informasi yang kurang tepat kepada masyarakat. Apalagi setelah diberlakukannya regulasi pemanis buatan pada tahun 2004 yang mengizinkan penggunaan 13 jenis pemanis buatan. Bahkan Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) pada bulan Maret 2007 telah melakukan penelitian kandungan pemanis buatan pada beberapa produk pangan yang beredar. Hasilnya telah dipublikasikan ke media massa, sehingga menimbulkan kekhawatiran masyarakat untuk mengkonsumsi produk pangan yang mengandung pemanis buatan, karena menurut informasi yang disampaikan oleh LKJ tersebut bahwa dengan mengkonsumsi pemanis buatan dapat menyebabkan kanker. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (Badan POM RI) selaku pemerintah yang telah menetapkan kebijakan tersebut, seharusnya meredam gejolak di masyarakat dengan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat terkait dengan keamanan penggunaan pemanis buatan tersebut. Memang
tidak
bisa
dipungkiri
bahwa
di
Indonesia
masih
banyak
permasalahan terkait dengan penggunaan pemanis buatan. Meski sudah ada ketentuan batas maksimum penggunaan yang diizinkan, penggunaan pemanis buatan masih sering dilakukan melebihi batas maksimum yang diperbolehkan. Produk-produk yang melanggar ketentuan ini umumnya dibuat oleh para perajin dan pedagang makanan jajanan serta industri rumah tangga pangan yang belum mendapat pembinaan atau penyuluhan. Pemakaian pemanis buatan banyak dipakai pedagang kecil dan industri rumahan karena dapat menghemat biaya produksi. Harga pemanis buatan jauh lebih murah dibandingkan dengan gula asli. Pemanis buatan hanya sedikit ditambahkan untuk memperoleh rasa manis yang kuat. Dalam rangka pemantauan mutu dan keamanan produk pangan, Badan POM RI telah melakukan sampling baik pada sarana produksi maupun sarana distribusi guna dilakukan pengujian laboratorium. Sampling ini merupakan pengawasan rutin yang dilakukan Balai Besar/Balai POM. Pelaksanaan sampling dilakukan sesuai dengan Petunjuk Teknis Seri Sampling Produk Pangan dan Sampling Rutin Produk Pangan yang disusun oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. Penetapan jumlah dan lokasi sampling adalah √n dimana n adalah jumlah kabupaten/kota yang ada dalam cakupan wilayah Balai Besar/Balai POM, jika hasil dari √n berupa nilai pecahan, maka dilakukan pembulatan. Nilai di atas 0,5 dilakukan pembulatan ke atas. Khusus untuk kabupaten/kota pada periode sampling tahun sebelumnya dengan hasil uji produk pangan telah memenuhi syarat ≥ 90%, maka kabupaten/kota tersebut tidak dijadikan sasaran sampling tahun berikutnya. Jumlah
2
sampel pangan ditetapkan oleh masing-masing Balai Besar/Balai POM, karena hal ini bekaitan dengan anggaran/dana yang tersedia. Pengujian laboratorium dilakukan untuk parameter uji yang terkait langsung dengan aspek keamanan pangan dan klaim yang dicantumkan pada label. Pengujian cemaran mikroba terhadap produk yang sudah ada SNI-nya, maka parameter yang diuji mengacu pada SNI produk yang bersangkutan. Sedangkan produk yang belum mempunyai SNI, parameter uji mengikuti tabel prioritas dalam Petunjuk Teknis Seri Sampling Produk Pangan dan Sampling Rutin Produk Pangan yang disusun oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. Hasil sampling untuk periode tahun 2005 hingga 2007 secara nasional dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil sampling pangan secara nasional* No 1. 2. 3.
Uraian Jumlah sampel yang diuji Jumlah sampel memenuhi syarat Jumlah sampel tidak memenuhi syarat Jenis Pelanggaran: Menggunakan pemanis buatan bukan untuk makanan diet/rendah kalori Menggunakan pengawet melebihi batas maksimum yang diizinkan Menggunakan formalin pada makanan Menggunakan boraks pada makanan Menggunakan pewarna bukan untuk makanan Mengandung cemaran mikroba melebihi batas maksimum Lain-lain (kadar abu, kadar air, bobot tuntas, label, BTP belum diizinkan)
Tahun 2005 27.296 23.372 (85,62%) 3.924 (14,38%)
Tahun 2006 Tahun 2007 25.967 23.142 23.341 (89,89%) 19.874 (85,88%) 2.626 (10,11%) 3.268 (14,12%)
844 (3,09%)
620 (2,39%)
554 (2,39%)
216 (0,79%)
382 (1,47%)
205 (0,89%)
282 (1,03%)
198 (0,76%)
185 (0,80%)
307 (1,13%)
184 (0,71%)
169 (0,73%)
445 (1,63%)
351 (1,35%)
309 (1,34%)
225 (0,83%)
558 (2,15%)
362 (1,56%)
1605 (5,88%)
333 (1,28%)
1484 (6,41%)
*Laporan Inspeksi dan Sertifikasi Pangan tahun 2005 - 2007 Terdapat pelanggaran pada penggunaan pemanis buatan bukan untuk makanan diet atau makanan rendah kalori. Hasil sampling pada periode tahun 2005 hingga 2007 menunjukkan bahwa pelanggaran tersebut merupakan pelanggaran yang cukup tinggi dibanding pelanggaran yang lain, yaitu rata-rata 2,62% dari total sampel yang diuji. Jika dilihat dari regulasi pemanis buatan yang berlaku, sebenarnya penggunaan pemanis buatan bukan pada makanan diet/rendah kalori bukan merupakan pelanggaran, karena sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, penggunaan pemanis buatan tidak dikhususkan pada makanan diet/rendah kalori, seperti ditunjukkan pada Lampiran 1.
3
Badan POM RI juga melakukan monitoring terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS). Pelaksanaan sampling dilakukan sesuai dengan Petunjuk Teknis Sampling Produk Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang disusun oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. Sasaran sampling adalah sarana distribusi pangan meliputi warung, kios, dan pedagang di sekitar sekolah. Hasil sampling PJAS secara nasional untuk periode tahun 2005 hingga 2007 dapat dilihat pada Tabel 2. Pelanggaran pada penggunaan pemanis buatan (siklamat dan sakarin) yang melebihi batas maksimum persyaratan merupakan pelanggaran yang cukup tinggi dibanding pelanggaran yang lain, disamping pelanggaran kandungan cemaran mikroba yang melebihi batas maksimum. Tabel 2 Hasil sampling PJAS secara nasional* No. 1. 2. 3.
Uraian Tahun 2005 Jumlah sampel yang diuji 861 Jumlah sampel memenuhi syarat 517 (60,05%) Jumlah sampel tidak memenuhi syarat 344 (39,95%) Jenis Pelanggaran: Menggunakan pewarna dilarang 90 (10,45%) (Rhodamin B, Methanyl Yellow, Amaranth) Mengandung boraks 34 (3,95%) Mengandung formalin 7 (0,81%) Menggunakan siklamat melebihi batas 93 (10,80%) maksimum persyaratan Menggunakan sakarin melebihi batas 29 (3,37%) maksimum persyaratan Mengandung benzoat melebihi batas 10 (1,16%) maksimum persyaratan Mengandung sorbat melebihi batas maksimum persyaratan Mengandung cemaran mikroba 81 (9,41%) melebihi batas maksimum *Laporan Inspeksi dan Sertifikasi Pangan tahun 2005 – 2007
Tahun 2006 2.903 2.064 (71,10%) 839 (28,90%)
Tahun 2007 1.242 540 (43,48%) 702 (56,52%)
150 (5,17%)
60 (4,83%)
96 (3,31%) 40 (1,38%) 458 (15,78%)
47 (3,79%) 6 (0,48%) 191 (15,38%)
85 (2,92%)
66 (5,31%)
8 (0,27%)
20 (1,61%)
2 (0,07%)
-
-
312 (25,12%)
Sejauh ini pengawasan post market memang belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya, khususnya pengawasan terhadap pemanis buatan, karena keterbatasan anggaran, fasilitas dan sumber daya manusia. Terlebih kondisi laboratorium penguji di Balai maupun Balai Besar POM yang masih belum mampu menguji ke-13 jenis pemanis buatan yang telah diizinkan penggunaannya di Indonesia. Laboratorium penguji Badan POM RI yaitu Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional sampai saat ini baru mampu melakukan pengujian terhadap 4 (empat) jenis pemanis buatan yaitu aspartam, asesulfam K, sakarin dan siklamat. Sejauh ini sampling dan pengujian hanya dilakukan terhadap penggunaan sakarin dan siklamat, karena sakarin dan siklamat adalah pemanis buatan yang paling sering digunakan oleh produsen dengan alasan harganya yang murah.
4
Memperhatikan kasus di atas, melalui pengkajian ini akan digali dan dianalisis permasalahan dalam implementasi regulasi pemanis buatan pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI dan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di wilayah DKI Jakarta. Pengkajian ini merupakan proses manajemen risiko yang merupakan salah satu komponen analisis risiko. Proses manajemen risiko terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu Evaluasi Risiko, Mengkaji Opsi Manajemen Risiko, Implementasi Keputusan Manajemen Risiko, Monitoring dan Review. Tahapan manajemen risiko yang dilakukan pada kajian ini adalah Monitoring dan Review. Monitoring dan review dilakukan terhadap pemberlakuan regulasi pemanis buatan oleh Badan POM RI.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap implementasi Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, dengan membandingkan penggunaan pemanis buatan pada produk pangan terdaftar sebelum dan sesudah pemberlakuan regulasi tersebut, meliputi:
(1)
mengkaji jenis dan kadar pemanis buatan tunggal yang digunakan pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada kurun waktu 1992-2003 dan 20042007, (2) mengkaji jenis pemanis buatan kombinasi yang digunakan pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada kurun waktu 1992-2003 dan 20042007. Studi kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di wilayah Jakarta, meliputi: a) mengkaji penggunaan pemanis buatan oleh IRTP dan distribusi pemanis buatan di wilayah Jakarta, b) mengkaji persepsi pengusaha IRTP mengenai aspekaspek Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) dan penerapannya.
Kegunaan Hasil kajian diharapkan dapat digunakan oleh pihak Pemerintah sebagai (1) masukan dalam rangka pelaksanaan manajemen risiko terhadap Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, (2) masukan dalam rangka pengawasan pre market dan post market, (3) masukan dalam rangka penyusunan kebijakan untuk pembinaan keamanan pangan terhadap IRTP.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Tambahan Pangan CAC (2006) menguraikan definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP) sebagai komponen yang tidak biasa dikonsumsi sebagai pangan dan bukan merupakan ingridien pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan,
penyiapan,
perlakuan,
pengepakan,
pengemasan,
penyimpanan
dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung. Penggunaan BTP seharusnya menghasilkan produk pangan yang aman, sehat dan ekonomis dalam jumlah yang cukup. Dalam CAC (2006) dinyatakan bahwa penggunaan BTP dianjurkan bila mempunyai manfaat, tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan, tidak menyesatkan konsumen, dan memberikan fungsi secara teknologi. Tujuan penggunaan BTP harus memenuhi satu syarat atau lebih berikut ini: mempertahankan mutu gizi pangan, menyediakan ingridien yang dibutuhkan dalam memproduksi pangan untuk konsumen yang memerlukan diet khusus, meningkatkan mutu atau stabilitas pangan atau untuk meningkatkan sifat organoleptis dengan ketentuan bukan untuk menipu konsumen serta membantu proses pengolahan. BTP tidak boleh digunakan bila bertujuan untuk menutupi kesalahan atau kekurangan selama proses pengolahan, merahasiakan kecacatan, kerusakan atau kejelekan lainnya, menipu konsumen, menurunkan zat gizi yang diperlukan tubuh, efek yang dihasilkan dapat dicapai melalui penerapan Good Manufacturing Practices (GMP), dan untuk mencapai efek yang diinginkan dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Dziezak (1986) yang disitasi oleh Wirakartakusumah dan Syarief (2001) mengelompokkan BTP menjadi 2 (dua) yaitu: (1) bahan tambahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan memperbaiki nilai gizi, mempertahankan kesegaran,
sifat
organoleptik,
dan
membantu
pengolahan;
(2)
bahan
tambahan yang tidak sengaja ditambahkan. Berdasarkan asal bahannya, BTP dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu alami dan sintetik. BTP alami mempunyai sifat kurang pekat, mudah terpengaruh oleh panas dan kondisi lainnya serta memerlukan bahan dalam jumlah yang lebih banyak sehingga mahal. Sedangkan BTP sintetik bersifat lebih pekat, lebih stabil dan lebih
6
murah. Namun, BTP sintetik memiliki beberapa kelemahan, yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang membahayakan kesehatan dan seringkali bersifat karsinogenik yang merangsang terjadinya kanker pada manusia dan hewan (Winarno 1997). Indonesia mengatur penggunaan BTP dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, BTP yang diizinkan digunakan dalam pangan terdiri dari golongan antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pemantap, pengental, pengawet, pengeras, pewarna alam, pewarna sintetik, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, dan sekuestran.
Pemanis Buatan Pemanis Buatan adalah bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit mempunyai nilai gizi atau kalori, hanya boleh ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu (BPOM 2004). Ada 13 jenis pemanis buatan yang diizinkan ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu, yaitu alitam, asesulfam K, aspartam, isomalt, laktitol, maltitol, manitol, neotam, sakarin (dan garam natrium, kalium, kalsium), siklamat (asam siklamat dan garam natrium, kalium, kalsium), silitol, sorbitol, dan sukralosa (BPOM 2004).
1. Alitam Alitam atau L-α-aspartil-N-[2,2,4,4-tetrametil-3-trietanil]-D-alanin amida, hidrat dan merupakan senyawa yang disintesis dari asam amino L-asam aspartat, D-alanin, dan senyawa amida yang disintesis dari 2,2,4,4-tetrametiltienanilamin (Auerbach et al. 2001). Alitam memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 2000 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori 1,4 kkal/g atau setara dengan 5,85 kJ/g dan Acceptable Daily Intake (ADI) 0,34 mg/kg berat badan. Penggunaannya dengan pemanis buatan lainnya bersifat sinergis (Auerbach et al. 2001; BPOM 2004).
7
CAC (Codex Alimentarius Commission) dan Indonesia mengatur maksimum penggunaan alitam pada berbagai produk pangan berkisar antara
40 - 300 mg/kg
produk dan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) pada sediaan pemanis buatan (BPOM 2004; GSFA 2008).
2. Asesulfam K Asesulfam K atau garam
kalium dari 6-methyl-1,2,3-oxathiazin-4(3H)-one-
2,2-dioxide memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 200 kali tingkat kemanisan sukrosa tetapi tidak berkalori dan ADI 15 mg/kg berat badan. Kombinasi penggunaan asesulfam K dengan asam aspartat dan natrium siklamat bersifat sinergis dalam mempertegas rasa manis gula (Lipinski & Hanger 2001; BPOM 2004). CAC mengatur maksimum penggunaan asesulfam K pada berbagai produk pangan berkisar antara 110 - 5000 mg/kg produk dan CPPB pada sediaan pemanis buatan. Indonesia mengatur maksimum penggunaan asesulfam K pada berbagai produk pangan berkisar antara 110 - CPPB (BPOM 2004; GSFA 2008).
3. Aspartam Aspartam atau L-aspartil-fenilalanin metil ester memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 60 - 220 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 0,4 kkal/g atau setara dengan 1,67 kJ/g dan ADI 50 mg/kg berat badan (Butcho et al. 2001; BPOM 2004). CAC mengatur maksimum penggunaan aspartam pada berbagai produk pangan berkisar antara 300 - 10.000 mg/kg produk dan CPPB pada sediaan pemanis buatan. Indonesia mengatur maksimum penggunaan aspartam pada berbagai produk pangan berkisar antara 110 hingga CPPB (BPOM 2004; GSFA 2008).
4. Isomalt Isomalt merupakan campuran dari 6-α-D-glucopyranosyl-D-sorbitol (1,6-GPS) dan
1-o-α-glucopyranosyl-D-mannitol
dihydrate
(1,1-GPM
dihydrate).
Isomalt
berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,45 – 0,60 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori isomalt sebesar ≥ 2 kkal/g atau setara dengan ≥ 8,36 kJ/kg dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk Generally Recognized as Safe (GRAS) (Wijers & Strater 2001; BPOM 2004).
8
CAC dan Indonesia mengatur penggunaan isomalt pada berbagai produk pangan sebagai CPPB. Selain sebagai pemanis, isomalt berfungsi sebagai anti kempal, pengemulsi, bulking agent, dan glazing agent (BPOM 2004; GSFA 2008).
5. Laktitol Laktitol dengan rumus kimia C12H24O11 atau 4-o--D-galactopyranosil-Dglucitol, dihasilkan dengan cara mereduksi glukosa dari disakarida laktosa. Laktitol berasa manis seperti gula tanpa purna rasa (aftertaste), dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,4 kali kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/g dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk GRAS (Mesters et al. 2001; BPOM 2004). CAC dan Indonesia mengatur maksimum penggunaannya pada berbagai produk pangan sebagai CPPB. Selain sebagai pemanis, laktitol berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, dan bulking agent (BPOM 2004; GSFA 2008).
6. Maltitol Maltitol atau (1-4)-glucosylsorbitol termasuk golongan poliol yang dibuat dengan cara hidrogenasi maltosa yang diperoleh dari hirolisis pati. Maltitol berasa manis seperti gula dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,9 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2,1 kkal/g atau setara engan 8,78 kJ/g dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk GRAS (BPOM 2004; Kato & Moskowits 2001). CAC dan Indonesia mengatur maksimum penggunaannya pada berbagai produk pangan CPPB. Selain sebagai pemanis, maltitol berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, dan bulking agent (BPOM 2004; GSFA 2008).
7. Manitol Manitol dengan rumus kimia C6H14O6 merupakan monosakarida poliol. Manitol berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,5 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori manitol sebesar 1,6 kkal/g atau 6,69 kJ/g dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk GRAS (BPOM 2004; Le & Mulderrig 2001). CAC dan Indonesia mengatur maksimum penggunaannya pada berbagai produk pangan CPPB. Selain sebagai pemanis, maltitol berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, anti kempal dan bulking agent (BPOM 2004; GSFA 2008).
9
8. Neotam Neotam atau (N-[N-(3,3-dimethylbutyl)-L-α-aspartyl]-L-phenylalanine 1-methyl ester merupakan pemanis buatan dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 7.000 – 13.000 kali tingkat kemanisan sukrosa. Neotam termasuk pemanis non-nutritif yaitu tidak memiliki nilai kalori. Penggunaan neotam dalam produk pangan dapat secara tunggal maupun kombinasi dengan pemanis lain seperti aspartam, garam asesulfam, siklamat, sukralosa dan sakarin (Stargel et al. 2001). CAC mengatur penggunaan neotam dalam berbagai produk pangan berkisar antara 12-1000 mg/kg produk dan CPPB untuk sediaan pemanis buatan. Penggunaan neotam di Indonesia diatur berkisar antara 8 – 250 mg/kg produk dan CPPB untuk sediaan pemanis buatan (BPOM 2004; GSFA 2008).
9. Sakarin Sakarin sebagai pemanis buatan biasanya dalam bentuk garam berupa kalsium, kalium atau natrium sakarin. Natrium sakarin paling banyak digunakan karena memiliki kelarutan dan stabilitas yang tinggi serta sangat murah. Sakarin tidak mengandung kalori, tapi mempunyai tingkat kemanisan 300 kali lebih manis dari sukrosa, tetapi pada konsentrasi yang tinggi, sakarin mempunyai after taste pahit (Pearson 2001)). CAC mengatur penggunaan sakarin dalam berbagai produk pangan berkisar antara 80 - 2500 mg/kg produk dan CPPB untuk sediaan pemanis buatan. Penggunaan sakarin di Indonesia diatur berkisar antara 15 – 3.000 mg/kg produk dan 4.545 mg/kg produk untuk sediaan pemanis buatan (BPOM 2004; GSFA 2008).
10. Siklamat Asam siklamat, atau asam sikloheksilsulfamat mempunyai rumus kimia C6H13NO3S dan berat molekul 179,24. Siklamat memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 40 kali kemanisan sukrosa, tidak berkalori dan memiliki ADI 0-11 mg/kg berat badan (Bopp & Price 2001; BPOM 2004). CAC mengatur penggunaan siklamat dalam berbagai produk pangan berkisar antara 250 – 3.000 mg/kg produk dan CPPB untuk sediaan pemanis buatan. Penggunaan siklamat di Indonesia diatur berkisar antara 100 – 3.000 mg/kg produk dan CPPB untuk sediaan pemanis buatan (BPOM 2004; GSFA 2008).
10
11. Silitol Silitol adalah senyawa poliol dengan 5 atom karbon dengan tingkat kemanisan yang relatif sama dengan sukrosa. Secara alami terdapat dalam beberapa buah dan sayur. Nilai kalori silitol sebesar 2,4 kkal/g atau setara dengan 10,03 kJ/g dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk GRAS (BPOM 2004; Olinger & Pepper 2001). CAC dan Indonesia mengatur penggunaan silitol pada berbagai produk pangan sebagai CPPB, kecuali pada kategori pangan 09.2.5 sebesar 35.000 mg/kg produk (BPOM 2004; GSFA 2008).
12. Sorbitol Sorbitol merupakan monosakarida poliol dengan rumus kimia C6H14O6. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 0,6 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk GRAS (BPOM 2004; Le & Mulderrig 2001). CAC dan Indonesia mengatur maksimum penggunaan sorbitol pada berbagai produk pangan sebagai CPPB, kecuali pada kategori pangan 08.1.2 sebesar 5.000 mg/kg dan kategori pangan 09.2.5 sebesar 35.000 mg/kg (BPOM 2004; GSFA 2008).
13. Sukralosa Sukralosa
atau
1,6-dichloro-1,6-dideoxy--D-fructofuranosyl-4-chloro-4-
deoxy--D-galactopyranoside dengan rumus kimia C12H19Cl3O8. Sukralosa memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 600 kali tingkat kemanisan sukrosa tanpa nilai kalori dan ADI 0 – 15 mg/kg berat badan (BPOM 2004; Goldsmith & Merkel 2001). CAC mengatur maksimum penggunaan sukaralosa pada berbagai produk pangan berkisar antara 120 – 5.000 mg/kg produk, sedangkan Indonesia menetapkan antara 150 – 5.000 mg/kg produk dan CPPB untuk sediaan pemanis buatan (BPOM 2004; GSFA 2008).
Regulasi Pemanis Buatan Penggunaan pemanis buatan pada produk pangan diatur dalam Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Ada 4 jenis pemanis buatan yang diatur penggunaannya dalam produk pangan seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
11
Badan POM RI juga mengeluarkan izin khusus penggunaan pemanis buatan yang tidak ada dalam Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Selama periode tahun 1993 hingga 2000 telah dikeluarkan izin khusus sebanyak 7 jenis pemanis buatan yaitu maltitol, isomalt, asesulfam K, alitam, silitol, manitol dan sukralosa, seperti pada Tabel 4. Jadi, sebelum tahun 2004, pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan izin khusus ada 11 jenis yaitu aspartam, sakarin (dan garam natrium), siklamat (garam natrium dan garam kalsium), sorbitol, maltitol, isomalt, asesulfam K, alitam, silitol, manitol dan sukralosa. Pada tahun 2004 Badan POM RI menerbitkan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Ada 13 jenis pemanis buatan yang diizinkan ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu, yaitu alitam, asesulfam K, aspartam, isomalt, laktitol, maltitol, manitol, neotam, sakarin (dan garam natrium, kalium, kalsium), siklamat (asam siklamat dan garam natrium, kalium, kalsium), silitol, sorbitol, dan sukralosa (BPOM 2004). Tabel 3 Batas maksimum penggunaan pemanis buatan *) No. 1. 2.
3.
4.
Nama BTP Aspartam Sakarin (dan garam natrium)
Jenis/Bahan Pangan Hanya dalam bentuk sediaan Pangan Berkalori Rendah: a. Permen Karet b. Permen c. Saus d. Es Krim dan sejenisnya e. Es Lilin f. Jem dan Jeli g. Minuman ringan h. Minuman yogurt i. Minuman ringan fermentasi
50 mg/kg (Sakarin) 100 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 200 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 200 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 50 mg/kg (Sakarin)
Siklamat (garam natrium dan garam kalsium)
Pangan Berkalori Rendah:
Dihitung sebagai asam siklamat:
Sorbitol
a. b. c. d. e. f. g. h. i. a. b. c.
Permen Karet Permen Saus Es Krim dan sejenisnya Es Lilin Jem dan Jeli Minuman ringan Minuman yogurt Minuman ringan fermentasi Kismis Jem dan jeli; Roti Pangan lain
Batas Maksimum Penggunaan
500 mg/kg 1 g/kg 3 g/kg 2 g/kg 3 g/kg 2 g/kg 3 g/kg 3 g/kg 500 mg/kg 5 g/kg 300 g/kg 120 g/kg
*) Permenkes RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88
12
Jenis-jenis pemanis buatan yang dizinkan penggunaannya pada ke-3 regulasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Sebelum tahun 2004, ada 11 jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya pada berbagai produk pangan berdasarkan Permenkes RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan izin khusus. Jika dibandingkan sebelum dan sesudah tahun 2004, ada penambahan jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya pada berbagai produk pangan, yaitu laktitol dan neotam. Tabel 4 Izin khusus penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan* No.
Tanggal
Nama Pemanis Isomalt
1.
3-5-1993
2.
Maltitol
3.
14-7-1993 dan 30-5-1997 6-9-1993
4.
20-10-1995
Alitam
5.
30-10-1995 30-5-1997 30-5-1997 27-10-2000
Silitol
6. 7.
Asesulfam K
Manitol Sukralosa
Bahan Pangan
Kadar
Cokelat dan cokelat susu, kembang gula, permen karet, jam, selai, marmalad, es krim dan sejenisnya, yogurt, biskuit, produk panggang, cake, sereal sarapan, makanan ringan ekstrudat minuman ringan, jeli, kembang gula, permen karet, produk cokelat, susu dan hasil olahnya
Secukupnya
Minuman ringan, kembang gula, saos dan sejenisnya, produk roti, sari buah, susu dan hasil olahnya, pangan ringan, marmalad, jam dan jeli Minuman, tepung dan hasil olahnya, kembang gula, yogurt, es krim, jam, jeli - Kembang gula, permen karet - Sereal, jam, jeli, saus, mustard - Produk bakeri - Desert dengan dasar susu (es krim, es susu, puding) - Desert dengan dasar lemak - Desert dengan dasar buah-buahan - Kembang gula lunak dan keras - Roti dan produk bakeri - Table Top Sweetener - Pangan diet (pangan untuk bayi dan anak) - Pangan diet untuk mengurangi berat badan - Pangan diet (pangan suplemen untuk penggunaan dietary)
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya Secukupnya Secukupnya 400 mg/kg 250 mg/kg 1250 mg/kg 1500 mg/kg 750 mg/kg GMP 400 mg/kg 1250 mg/kg 800 mg/kg
*Kompilasi izin khusus Direktorat Standardisasi Produk Pangan CAC mengatur penggunaan pemanis buatan dalam Codex General Standard for Food Additives. Ada 24 jenis pemanis yang diizinkan penggunaannya dalam produk pangan yaitu asesulfam K, alitam, aspartam, garam aspartam-asesulfam, kalsium siklamat, kalsium sakarin, asam siklamat, eritritol, isomal (isomaltitol), laktitol, maltitol, sirup maltitol, manitol, neotam, sirup poliglisitol, kalium sakarin, sakarin, natrium siklamat, natrium sakarin, sorbitol, sirup sorbitol, sukralosa, thaumatin, dan silitol. Tiga belas jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya dalam GSFA tersebut sama dengan yang diizinkan di Indonesia, yaitu alitam, asesulfam K, aspartam, isomalt, laktitol, maltitol, manitol, neotam, sakarin (dan garam natrium,
13
kalium, kalsium), siklamat (asam siklamat dan garam natrium, kalium, kalsium), silitol, sorbitol, dan sukralosa, seperti pada Lampiran 2. Tabel 5 Jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya di Indonesia Sebelum Tahun 2004 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan Aspartam Sakarin Siklamat Sorbitol
Izin khusus Isomalt Maltitol Asesulfam K Alitam Silitol Manitol Sukralosa
Sesudah tahun 2004 Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan Alitam Asesulfam K Aspartam Isomalt Maltitol Manitol Sakarin Siklamat Sukralosa Silitol Sorbitol Laktitol Neotam
Analisis Risiko Analisis risiko merupakan ‘generasi ketiga’ dari sistem keamanan pangan. Ketiga generasi tersebut adalah: 1) Good Hygienic Practices dan pendekatan serupa dalam produksi dan penyiapan pangan untuk menurunkan prevalensi dan konsentrasi bahaya 2) HACCP dan pendekatan serupa yang secara pro-aktif mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya pada tahap-tahap proses dan menitikberatkan pada tindakan pencegahan 3) Analisis risiko yang secara sistematis memfokuskan pada penanggulangan kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan jika mengkonsumsi pangan yang mengandung bahaya dan terdapatnya bahaya pada seluruh rantai pangan. Melalui analisis risiko diharapkan dapat diperoleh suatu proses yang secara sistematis dan transparan; dapat mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi
ilmiah
maupun
non-ilmiah
yang
relevan
tentang
bahaya
kimia,
mikrobiologis maupun fisik yang mungkin terdapat dalam pangan, sebagai landasan pengambilan keputusan untuk memilih opsi terbaik dalam menangani risiko tersebut berdasarkan berbagai alternatif yang diidentifikasi (Rahayu & Kusumaningrum 2004).
14
Komponen Analisis Risiko Sebagai proses pengambilan keputusan yang terstruktur, menurut CAC yang dipakai sebagai acuan oleh Rahayu dan Kusumaningrum (2004), analisis risiko dibagi dalam 3 komponen, meliputi: kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko, seperti pada Gambar 1. Risiko yang dimaksud adalah kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan dan tingkat gangguan kesehatan sebagai akibat adanya bahaya (hazard) dalam pangan. Kajian
Risiko
adalah
suatu
proses
penentuan
tingkat
risiko
berlandaskan data-data ilmiah yang terdiri dari 4 (empat) tahapan, yakni:
yang i)
identifikasi bahaya; ii) karakterisasi bahaya; iii) kajian pemaparan; iv) karakterisasi risiko. Manajemen risiko secara prinsip adalah suatu proses yang terpisah dari kajian risiko yang meliputi
pembuatan dan penerapan kebijakan dengan
mempertimbangkan masukan dari pihak-pihak terkait mengenai kajian risiko dan faktor lain yang relevan untuk melindungi kesehatan konsumen dan mempromosikan perdagangan yang ‘fair’, dan jika diperlukan memilih opsi pencegahan dan pengendalian yang sesuai untuk menanggulangi risiko.
Kajian Risiko Landasan ilmiah
Manajemen Risiko Landasan kebijakan
Komunikasi Risiko Pertukaran informasi dan opini yang interaktif terus menerus
Gambar 1 Komponen analisis risiko Komunikasi Risiko adalah pertukaran informasi dan opini secara interaktif dalam pelaksanaan proses analisis risiko mengenai risiko, faktor yang berkaitan dengan risiko, dan persepsi risiko, antara pengkaji risiko, manajer risiko dan pihak
15
terkait lainnya, seperti pihak pemerintah, konsumen, industri dan akademisi informasi yang diberikan termasuk penjelasan tentang temuan-temuan dalam kajian risiko dan landasan keputusan manajemen risiko.
Manajemen Risiko Menurut Rahayu dan Kusumaningrum (2004), manajemen risiko merupakan bagian yang esensial dalam analisis risiko. Proses manajemen risiko terdiri dari tahapan-tahapan yang meliputi identifikasi dan evaluasi suatu risiko keamanan pangan, pengkajian semua opsi yang mungkin untuk mengendalikan risiko tersebut, pengambilan keputusan manajemen risiko, dan penjaminan bahwa keputusan yang diambil adalah keputusan yang terbaik, seperti terlihat pada Gambar 2.
Evaluasi Risiko - Identifikasi masalah - Pengembangan profil risiko - Pengurutan bahaya - Pembentukan komisi kajian risiko
Monitoring dan Review - Review hasil - Pengkajian keberhasilan tindakan yang diambil
Mengkaji Opsi Manajemen Risiko - Identifikasi opsi - Seleksi opsi - Pengambilan keputusan akhir manajemen
Implementasi Keputusan Manajemen Risiko - Pelaksanaan tindakan terbaik untuk menangani masalah
Gambar 2 Proses Manajemen Risiko Proses manajemen risiko merupakan proses yang berkesinambungan. Dengan demikian setiap model manajemen risiko harus fleksibel, sehingga memungkinkan untuk dilakukan review terhadap berbagai kegiatan, melakukan pengulangan dan melakukan modifikasi jika diperlukan. Tahapan dalam proses
16
manajemen risiko tidak harus selalu mempunyai urutan yang sama, yang penting adalah perhatian harus diberikan pada semua tahapan.
Evaluasi Risiko Evaluasi risiko adalah proses yang meliputi tahapan sebagai berikut: a. Identifikasi masalah keamanan pangan Identifikasi yang dimaksukan adalah menentukan masalah keamanan pangan yang akan dikaji. Informasi permasalahan dapat diperoleh berdasarkan pengalaman pada waktu inspeksi, uji toksisitas, data surveilan penyakit, keterbatasan aturan standar, serta studi laboratorium, klinis dan epidemiologi. b. Mengembangkan profil risiko Pengembangan profil adalah suatu analisis keadaan yang dapat memberikan informasi yang cukup tentang masalah keamanan pangan yang menggambarkan kapan dan bagaimana munculnya masalah tersebut dan kemungkinan cara pemecahan-pemecahannya, yang akan digunakan oleh manajer risiko untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan kajian risiko terhadap masalah tersebut. c. Mengurutkan bahaya untuk kajian risiko dan menetapkan prioritas untuk manajemen risiko Dalam menentukan urutan bahaya maupun prioritas perlu disusun terlebih dahulu tujuan dan kriteria untuk manajemen risiko. Tujuan tersebut misalnya: untuk menurunkan tingkat cemaran mikrobiologis pada produk pangan pada saat penjualan, menurunkan jumlah penyakit yang disebabkan patogen tertentu, dan sebagainya. d. Penetapan kebijakan kajian risiko Penetapan kebijakan kajian risiko merupakan tanggung jawab manajemen risiko yang dilakukan bersama-sama dengan pengkaji risiko. Kebijakan kajian risiko merupakan acuan yang terdokumentasi tentang pemilihan opsi-opsi dan penilaiannya untuk pengambilan keputusan dalam kajian risiko. Kebijakan tersebut harus memberikan pemahaman yang jelas tentang manfaat dan lingkup kajian risiko dan cara pelaksanaan kajian risiko.
17
e. Pembentukan komisi kajian risiko Komisi kajian risiko dibentuk sesudah ada keputusan diperlukannya kajian risiko,
dengan
melibatkan
keahlian
di
berbagai
bidang,
termasuk
ahli
mikrobiologi/kimia dan matematika/statistik.
f. Interpretasi hasil-hasil kajian risiko Interpretasi hasil-hasil kajian risiko dilakukan jika kajian risiko sudah selesai, untuk meninjau apakah hasil-hasil kajian risiko sudah dapat menjawab pertanyaan manajemen risiko ataupun mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengkajian Opsi-opsi Manajemen Risiko Pengkajian opsi-opsi manajemen dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Identifikasi opsi-opsi manajemen risiko yang tersedia Proses identifikasi opsi manajemen dapat dilakukan dengan membuat daftar semua kejadian, perubahan ataupun hal-hal lain yang dapat mempengaruhi tujuan manajemen risiko yang sudah ditentukan. b. Memilih opsi manajemen yang sesuai Pemilihan
opsi
manajemen
meliputi
suatu
analisis
yang
sistematis,
perbandingan dan evaluasi dampak yang mungkin terjadi dari berbagai opsi yang ada, untuk menurunkan atau mencegah terjadinya risiko. Manajer risiko dapat menggunakan
berbagai
cara
untuk
menentukan
pilihan,
misalnya
dengan
mempertimbangkan perlunya ‘zero risk’, ‘cost-benefit analysis’, dan sebagainya. c. Menentukan keputusan akhir manajemen Keputusan akhir manajemen harus diambil berdasarkan pada ketersediaan informasi ilmiah, teknis dan ekonomis serta informasi lain yang relevan. Prioritas harus lebih ditekankan pada pencegahan bahaya daripada pengendalian bahaya.
Implementasi Keputusan Manajemen Risiko Keputusan manajemen risiko dapat diimplementasikan oleh berbagai pihak, termasuk pejabat pemerintahan, industri pangan, dan konsumen. Jenis dan metode implementasi dapat berbeda-beda disesuaikan dengan pihak yang terkait, misalnya melalui inspeksi rutin oleh inspektor, penerapan GMP atau HACCP oleh industri pangan ataupun pendidikan konsumen.
18
Monitoring dan Review Keputusan manajemen risiko harus dipantau secara periodik. Berdasarkan pada perkembangan informasi ilmiah yang baru atau temuan-temuan selama monitoring, dimungkinkan untuk memperbaiki keputusan manajemen risiko yang ditetapkan ataupun tujuan manajemen risiko. Selama monitoring, manajer risiko dapat mengukur keberhasilan suatu proses atau prevalensi maupun tingkat bahaya tertentu pada bagian spesifik pada rantai pangan. Berdasarkan hasil monitoring ada kemungkinan diperlukan revisi dan pengulangan kajian risiko, pengambilan keputusan baru, dan implementasi keputusan, sehingga merupakan suatu proses yang berulang (iteratif). Perubahanperubahan tujuan umum yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, informasi maupun data baru, atau inovasi teknologi merupakan faktor-faktor yang menentukan perlu tidaknya peninjauan kembali opsi-opsi manajemen risiko dan memperbanyak proses analisis risiko.
Industri Rumah Tangga Pangan Industri
Rumah
Tangga
Pangan
(IRTP)
menurut
definisi
Peraturan
Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Namun demikian, Badan POM RI tidak memiliki batasan tentang berapa tenaga kerja dan modal bagi IRTP yang menjadi objek pengawasannya. Menurut UU No. 9 tahun 1995, usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-. Kriteria lainnya menurut UU tersebut adalah: milik WNI, berdiri sendiri, berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan hukum maupun tidak. IRTP sebagai produsen yang memproduksi pangan untuk dikonsumsi seyogyanya mendapat perhatian pemerintah. IRTP harus mampu menghasilkan pangan olahan yang bersih, higienis, dan bebas dari cemaran bakteri patogen dan bahan kimia berbahaya yang dapat membahayakan dan merugikan masyarakat. Untuk mewujudkan itu, adalah tugas pemerintah untuk melakukan pembinaan terhadap IRTP agar hasil produksinya aman untuk dikonsumsi dengan tetap membentuk jaring pengaman sosial dan memberdayakan serta mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Setidaknya, ketika program pembangunan kurang mampu
19
menyediakan
peluang
kerja
bagi
angkatan
kerja,
IRTP
dengan
segala
kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para pencari kerja. Oleh karena itu, disamping melakukan pengawasan terhadap IRTP agar mampu menghasilkan pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan kebijakan-kebijakan yang mendorong untuk mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Dalam upaya peningkatan mutu dan keamanan pangan, IRTP harus didukung oleh peningkatan pengetahuan dan ketrampilan SDM. Pengembangan dan peningkatan kualitas SDM ini dilakukan melalui berbagai pelatihan, yaitu pelatihan dasar dan lanjutan, serta bimbingan teknis bagi tenaga penyuluh keamanan pangan dan District Food Inspector kabupaten/kota. Pengawasan keamanan pangan harus melibatkan peran dan tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam satu jaringan yang bersinergi, yang mencakup 3 subsistem yaitu pengawasan oleh produsen/pelaku usaha, pengawasan oleh pemerintah dan pengawasan oleh masyarakat. Badan POM dalam melakukan pengawasan bekerja sama dengan berbagai pihak terutama pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota berupaya secara maksimal untuk mencegah, memantau dan mengawasi agar tidak terjadi penyalahgunaan BTP ilegal misalnya penggunaan formalin sebagai pengawet pangan atau penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan takaran penggunaannya.
20
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, selama 10 (sepuluh) bulan sejak bulan April 2008 sampai dengan bulan Januari 2009. Data sekunder berupa data pendaftaran produk pangan dalam negeri diperoleh dari Direktorat Penilaian Keamanan Pangan dan data hasil inspeksi / sampling pangan dan pangan jajanan anak sekolah diperoleh dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Badan POM RI. Data primer diperoleh melalui survei yang dilakukan pada IRTP dan toko kimia yang berada di wilayah Jakarta.
Bahan Bahan yang digunakan berupa data sekunder, meliputi: (1) data penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 – 2007, (2) data hasil sampling pangan dan PJAS nasional dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. Data primer diperoleh melalui survei pada IRTP dan 7 toko kimia di Jakarta, dengan alat bantu berupa: (1) kuesioner sebagai instrumen untuk mengetahui persepsi produsen tentang aspek-aspek CPPB dan implementasi penggunaan pemanis buatan dalam produknya, (2) pedoman pemeriksaan sarana produksi IRTP dan formulir pemeriksaan sarana produksi IRTP untuk mengetahui penerapan CPPB IRTP.
Metode Penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahapan kegiatan sesuai dengan tujuan penelitian dan hasil yang diharapkan yaitu: (1) Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Pangan yang Terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 - 2007 (2) Studi Kasus pada IRTP. Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Pangan yang Terdaftar di Badan POM RI meliputi (a) Kajian jenis dan kadar pemanis buatan tunggal yang digunakan pada produk pangan dan (b) kajian jenis pemanis buatan kombinasi yang digunakan pada produk pangan. Studi Kasus pada IRTP meliputi (a) kajian penggunaan pemanis buatan oleh IRTP didukung dengan data distribusi pemanis buatan di toko kimia di Jakarta (b) kajian terhadap persepsi pengusaha IRTP mengenai aspek-aspek CPPB dan penerapannya.
21
Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Produk Pangan Terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 - 2007
Penggunaan Pemanis Buatan Tunggal Pada Produk Pangan Kegiatan
diawali
dengan
inventarisasi
data
produk
pangan
yang
menggunakan pemanis buatan yang terdaftar di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Badan POM RI antara tahun 1992 hingga 2007. Data yang dikumpulkan meliputi: (1) nomor file, (2) nomor persetujuan pendaftaran, (3) nama dan alamat produsen, (4) tahun persetujuan pendaftaran (5) jenis pangan (6) jenis pemanis buatan (7) kadar pemanis buatan. Kadar pemanis buatan untuk tiap-tiap produk dihitung dengan mengkonversikan kadar pemanis buatan yang digunakan dalam produk pangan dari satuan % atau persajian menjadi satuan ppm. Kemudian, dibuat interval dari kadar terendah hingga kadar tertinggi. Dari interval tersebut dihitung rata-rata kadar pemanis buatan untuk tiap jenis pemanis pada masing-masing jenis produknya. Data yang terkumpul dibuat matriks yang membandingkan jumlah per jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan selama tahun 1992 – 2003 dan selama tahun 2004 - 2007, jenis pemanis buatan yang digunakan pada produk pangan selama tahun 1992 – 2003 dan selama tahun 2004 - 2007, kadar tiap-tiap pemanis buatan yang digunakan pada produk pangan selama tahun 1992 – 2003 dan selama tahun 2004 – 2007. Pengolahan data dilakukan untuk mengetahui kesesuaian implementasi penggunaan pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan terhadap regulasi pemanis buatan, meliputi jenis pemanis, jenis produk pangan dan kadarnya.
Penggunaan Pemanis Buatan Secara Kombinasi Pada Produk Pangan Kegiatan yang dilakukan sama dengan kegiatan kajian jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan yang terdaftar di BPOM antara tahun 1992 hingga 2007, perbedaannya adalah jenis pemanis buatan yang digunakan merupakan kombinasi. Dari data base Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, dikelompokkan tiap nomor file dan nomor persetujuan pendaftaran yang sama, sehingga dapat diketahui kombinasi pemanis buatan yang digunakan untuk produk tersebut. Data yang terkumpul dibuat matriks yang membandingkan jumlah per jenis pangan yang
22
menggunakan pemanis buatan kombinasi antara tahun 1992 – 2003 dan 2004 – 2007 serta kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada produk pangan antara tahun 1992 – 2003 dan 2004 – 2007. Pengolahan data dilakukan untuk mengetahui kesesuaian implementasi penggunaan pemanis buatan yang digunakan secara kombinasi pada produk pangan terhadap regulasi pemanis buatan, meliputi jenis pemanis dan jenis produk pangan.
Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan Penyusunan Kuesioner. Kuesioner merupakan salah satu instrumen untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk memperoleh data tentang pemahaman pengusaha industri rumah tangga pangan mengenai pengetahuan keamanan pangan. Kuesioner terdiri dari 3 (tiga) bagian meliputi identitas responden, persepsi produsen IRTP tentang aspek-aspek CPPB dan implementasi regulasi pemanis buatan oleh IRTP (Lampiran 3). Disamping kuesioner, penulis menggunakan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP (Lampiran 4) dan Formulir Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP untuk mengkaji penerapan CPPB yang telah dilakukan oleh IRTP (Lampiran 5). Identitas responden meliputi nama dan alamat perusahaan, jenis produk pangan, status badan hukum, nama pemilik/penanggungjawab, umur, pendidikan terakhir pengusaha, dan cakupan wilayah pemasaran produk. Persepsi produsen IRTP tentang aspek-aspek CPPB berisi 41 pernyataan yang terdiri dari 13 unsur CPPB yaitu: 1. Lingkungan Produksi 2. Bangunan dan Fasilitas 3. Peralatan Produksi 4. Suplai Air 5. Fasilitas Dan Kegiatan Higiene Dan Sanitasi 6. Pengendalian Hama 7. Kesehatan dan Higiene Karyawan 8. Pengendalian Proses 9. Label Pangan 10. Penyimpanan 11. Manajemen Pengawasan 12. Pencatatan Dan Dokumentasi 13. Pelatihan Karyawan
23
Data yang dihasilkan dari survei ini berupa jawaban pernyataan dengan alternatif jawaban: ST = Sangat Tahu, T = Tahu, R = Ragu-ragu, TT = Tidak Tahu, STT = Sangat Tidak Tahu. Penerapan CPPB pada IRTP dilakukan dengan melakukan pengamatan di lapang menggunakan Formulir Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP dan hasilnya dinilai berdasarkan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP yang disusun oleh Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI. Untuk mendukung hasil survei terhadap IRTP, dilakukan juga survei terbatas di 7 (tujuh) toko kimia yang menjual pemanis buatan di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Pusat, untuk mengetahui distribusi pemanis buatan di tingkat yang paling mudah diakses oleh masyarakat. Penetapan Kriteria dan Jumlah Responden. Responden dipilih dari IRTP yang ada di DKI Jakarta yang diduga menggunakan pemanis buatan pada produknya. Sesuai dengan data produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI, maka IRTP yang dipilih adalah IRTP yang memproduksi minuman baik minuman serbuk maupun minuman yang siap minum. Dengan menggunakan variabel estimasi proporsi populasi dengan tingkat kepercayaan 95% dihitung dengan menggunakan rumus (Nazir 2003) sebagai berikut: n = z α/22 pq E2 dengan: E = galat estimasi = error estimation p = proporsi populasi, 0.5 apabila tidak diketahui q=1–p α = taraf keterandalan 100 (1 – α)% = tingkat keyakinan Pada penelitian ini, diharapkan galat estimasi (tingkat kesalahan) tidak lebih dari 18% dengan tingkat keyakinan 95%. Dengan demikian, maka nilai α = 0.05, dan α/2 = 0.025, sehingga z0.025 = 1.96 (diperoleh dari tabel distribusi normal standar). Dengan nilai E = 0.18; p = 0.5; q = 0.5, maka diperoleh jumlah responden untuk penelitian ini adalah: n = 1.962 x 0.5 x 0.5 = 29 responden 0.182
24
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka ditetapkan jumlah responden sebanyak 30 (tiga puluh) IRTP. Pelaksanaan survei. Survei dilaksanakan melalui pengisian kuesioner dan wawancara. Responden merupakan pengusana IRTP, diminta mengisi kuesioner sesuai dengan persepsi mereka tentang aspek-aspek CPPB. Wawancara dilakukan untuk mengetahui bagaimana IRTP menggunakan pemanis buatan pada produknya. Disamping itu, dilakukan pengamatan terhadap kondisi IRTP menggunakan formulir pemeriksaan IRTP dan dinilai menggunakan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP. Survei terbatas ke 7 (tujuh) toko kimia di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Pusat dilakukan untuk mengetahui distribusi pemanis buatan di tingkat yang paling mudah diakses oleh masyarakat. Hal ini bermanfaat untuk mendukung hasil survei terhadap IRTP. Pengolahan data. Keluaran dari kajian ini berupa : (a) Profil responden meliputi jenis produk pangan yang diproduksi oleh IRTP, status badan hukum IRTP, pendidikan pengusaha, dan cakupan wilayah pemasaran produk (b) gambaran implementasi regulasi pemanis buatan. Dari ke-30 IRTP dihitung jumlah IRTP yang menggunakan pemanis berupa gula, gula dan pemanis buatan, serta yang menggunakan pemanis buatan saja; data didukung dengan hasil survei distribusi pemanis buatan di toko kimia. (c) gambaran persepsi pengusaha IRTP tentang aspek-aspek CPPB Tiap-tiap unsur CPPB yang ditanyakan kepada ke-30 reponden, dihitung jumlah dari masingmasing alternatif jawaban yaitu ST, T, R, TT, atau STT. Kemudian dihitung persentase untuk masing-masing alternatif jawaban tersebut.. (d) gambaran penerapan CPPB oleh IRTP. Dari ke-30 IRTP dilihat penerapan CPPBnya menggunakan formulir pemeriksaan sarana produksi IRTP, kemudian hasilnya dinilai menggunakan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP.
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Produk PanganTerdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 - 2007
Penggunaan Pemanis Buatan Tunggal Pada Produk Pangan Data produk pangan yang menggunakan pemanis buatan diperoleh dari database Direktorat Penilaian Keamanan Pangan selama tahun tahun 1992 hingga 2007, karena pada tahun 2008 entry data pendaftaran pangan sempat terhenti dikarenakan adanya uji coba sistem registrasi yang baru. Data dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal, yaitu yang terdaftar pada tahun tahun 1992 – 2003 dan yang terdaftar pada tahun tahun 2004 – 2007. Pengelompokan tersebut ditujukan untuk melihat kecenderungan industri pangan dalam menggunakan pemanis buatan pada produknya terkait dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Perbandingan kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun 1992 – 2003 dengan 2004 – 2007 dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan, ada pengurangan dan penambahan jenis pangan baru setelah dibelakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Pengurangan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal terdapat pada jenis pangan Ikan dan Hasil Olahnya, Lemak Hewani-nabati dan Minuman Gula Asam. Pengurangan jenis pangan tersebut sebenarnya tidak terkait dengan pemberlakuan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, namun kemungkinan disebabkan tidak adanya pendaftaran jenis pangan tersebut pada tahun 2004 hingga 2007. Karena menurut regulasi yang berlaku, pemanis buatan diizinkan penggunaannya pada jenis pangan tersebut. Penambahan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan pada tahun 2004 - 2007 dibandingkan pada tahun 1992 - 2003 terdapat pada jenis pangan: Penguat Rasa, Jam, Kue/Roti, Dekorasi (Pengisi Roti), Es Krim, Krimer Nabati, Minuman
Beralkohol,
Minuman
Beroksigen,
Minuman
Susu,
dan
Yogurt.
Berdasarkan regulasi pemanis buatan yang berlaku saat itu yaitu Permenkes RI No.
26
722/Menkes/Per/IX/88 dan izin khusus, terdapat penambahan 2 jenis pangan yaitu minuman beralkohol dan krimer nabati. Penambahan jenis pangan Penguat Rasa, Jam, Kue/Roti, Dekorasi (Pengisi Roti), Es Krim, Minuman Beroksigen, Minuman Susu, dan Yogurt lebih terkait dengan pengembangan produk oleh industri pangan, seperti minuman beroksigen yang baru ada pada sekitar tahun 2005. Tabel 6 Jenis dan jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2007 No. I
II
III
JENIS PRODUK PANGAN Bahan Tambahan Pangan 1. Bahan Pengembang 2. Perisa 3. Pengemulsi 4. Pewarna Makanan 5. Sediaan Pemanis Buatan 6. Penguat Rasa Makanan 1. Agar-agar / Jeli 2. Jam 3. Saus 4. Biskuit 5. Ikan dan Hasil Olahnya 6. Kecap 7. Kembang Gula 8. Lemak Hewani-Nabati 9. Makanan Ringan 10. Kue / Roti 11. Dekorasi (Pengisi Roti) Minuman 1. Sirup Berperisa 2. Susu Bubuk 3. Makanan Diet Khusus 4. Minuman Sari Buah 5. Minuman Gula Asam 6. Minuman Isotonik 7. Minuman Jeli 8. Minuman Berperisa 9. Minuman Serbuk 10.Minuman Teh 11.Es Krim 12.Krimer Nabati 13.Minuman Beralkohol 14.Minuman Beroksigen 15.Minuman Susu 16.Yogurt JUMLAH
JUMLAH PRODUK PANGAN 1992-2003 2004-2007 4 20 1 61 36 -
24 3 11 128 35 2
20 10 1 4 1 33 1 5 -
14 4 25 1 4 46 11 8 1
39 5 3 7 1 3 3 41 77 3 379
80 19 15 3 10 17 91 197 23 2 5 5 8 25 3 820
Selain penambahan jenis pangan, jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan pada tahun 2004 - 2007 mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu dari 379 produk pangan menjadi 820 produk pangan (meningkat 116%) dibanding tahun 1992 - 2003. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan industri pangan untuk menekan biaya produksi karena krisis ekonomi, adanya penambahan
27
varian baru pada jenis pangan yang sama dan adanya permintaan dari konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya, karena pemanis buatan tidak atau sangat kecil kandungan kalorinya. Gambar 3 menunjukkan histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2003 dan 2004-2007, untuk melihat sejauh mana penambahan jenis dan jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan.
Gambar 3 Histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2003 dan 2004-2007 Berdasarkan histogram di atas dapat dilihat bahwa pengurangan jenis pangan dan penambahan jenis pangan pada masing-masing kategori (BTP, Makanan, dan Minuman) pada tahun 1992 – 2003 dibanding tahun 2004 – 2007, ternyata sangat kecil. Artinya pada tahun 1992 – 2003 dan 2004 – 2007 jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan sebenarnya hampir sama. Proporsi jenis produk pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun 1992 – 2003 dapat dilihat pada Gambar 4. Pada tahun 1992 hingga tahun 2003 yakni sebelum diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, jenis pangan yang paling banyak menggunakan pemanis buatan adalah minuman serbuk, BTP (pewarna makanan, sediaan pemanis buatan,
28
essence), minuman ringan/ berkarbonasi, sirup beraroma, kembang gula, agar-agar dan jeli. Jenis pangan lain yang menggunakan pemanis buatan memiliki proporsi hanya sedikit. n = 379
Gambar 4 Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun 1992 - 2003 Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun 2004 - 2007 dapat dilihat pada Gambar 5. Sesudah diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, jenis pangan yang paling banyak menggunakan pemanis buatan tunggal ternyata hampir tidak ada perubahan dibanding tahun 1992-2003, yaitu minuman serbuk, BTP (pewarna makanan, sediaan pemanis buatan, bahan pengembang), minuman ringan/berkarbonasi, sirup beraroma, kembang gula, saus, minuman susu, dan minuman teh. Jenis pangan lain yang
menggunakan
pemanis
buatan
juga
memiliki
proporsi
yang
sedikit.
Penambahan jumlah produk pangan tersebut terdapat pada jenis pangan yang sama. Hal ini berkaitan dengan adanya perkembangan industri baru atau pengembangan produk (penambahan varian) dari industri yang sudah ada, tidak terkait langsung
29
dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan.
n = 820
Gambar 5 Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun 2004 - 2007 Berdasarkan jenisnya, pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun 1992 - 2003 dapat dilihat pada Gambar 6. Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun 1992 - 2003 ada 5 jenis yaitu aspartam, sorbitol, asesulfam K, siklamat dan sakarin. Jenis pemanis buatan yang paling banyak digunakan dalam pangan adalah sorbitol, diikuti siklamat, aspartam, sakarin dan asesulfam K. Hal ini sesuai regulasi pemanis buatan yang menyatakan bahwa fungsi dari sorbitol tidak hanya sebagai pemanis, namun juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai perisa, bahan pengisi, penstabil, pengental, anti kempal, humektan, sekuestran dan bahan utama. Data registrasi pada Direktorat Penilaian Keamanan Pangan memasukkan sorbitol ke dalam BTP Pemanis Buatan, karena sesuai regulasi pemanis buatan, sorbitol termasuk dalam golongan BTP pemanis buatan, walaupun sebenarnya fungsi sorbitol pada produk pangan tersebut bukan sebagai pemanis buatan, sehingga
30
diperoleh data bahwa penggunaan sorbitol paling banyak (123 produk dari 379 produk). n = 379
Gambar 6 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun 1992 - 2003 Jenis-jenis pangan yang menggunakan ke-5 jenis pemanis buatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Ada beberapa hal yang perlu dicermati yaitu adanya penyimpangan penggunaan pemanis buatan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam
regulasi
yang
berlaku
pada
saat
itu
yaitu
Permenkes
RI
No.
722/Menkes/Per/IX/88 dan izin khusus yang diterbitkan oleh Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman. Sebagai contoh, aspartam digunakan pada berbagai jenis pangan, sedangkan pada Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 aspartam hanya dapat digunakan sebagai sediaan. Alasan diizinkannya penggunaan aspartam pada saat itu adalah karena sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, aspartam dapat digunakan dalam berbagai produk pangan (Butcho et al. 2001). Menurut Schiffman (1984) yang diacu oleh Butchko et al. (2001), dari segi teknologi pangan, aspartam memiliki rasa manis seperti gula, tetapi tanpa rasa pahit atau metallic aftertaste seperti pada pemanis yang memiliki tingkat kemanisan yang tinggi. Tingkat kemanisan aspartam antara 160 hingga 220 kali kemanisan sukrosa, sehingga dengan menggunakan aspartam, dapat menekan penggunaan gula. Keuntungan lain dari penggunaan aspartam adalah dapat menguatkan rasa buahbuahan
dalam
produk
pangan,
terutama
rasa
asam,
sehingga
sangat
menguntungkan jika digunakan pada produk pangan yang menggunakan perisa buah, seperti minuman, kembang gula, jeli, sirup dan susu (Baldwin dan Korschgen 1979). Oleh karena itu industri pangan menggunakannya untuk berbagai jenis pangan, walaupun belum ditetapkan pada regulasi pemanis buatan. Dalam Codex
31
GSFA, aspartam diizinkan penggunaannya dalam berbagai produk pangan dengan batas maksimum antara 300 ppm hingga 10.000 ppm, dan GMP untuk Table Top Sweetener (GSFA 2008). Tabel 7 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2003
1
JENIS PEMANIS Aspartam
2
Asesulfam K
Minuman Buah / Sari Buah
1
3
Siklamat
Sediaan Pemanis Buatan Minuman Ringan / Berkarbonasi Sirup Beraroma Minuman Serbuk Saus Makanan Ringan Agar-agar dan Jelly Biskuit
23 10 26 31 2 4 16 1
4
Sakarin
Sediaan Pemanis Buatan Minuman Ringan / Berkarbonasi Sirup Beraroma Minuman Serbuk Saus Kecap Makanan Ringan
4 10 9 6 8 1 1
5
Sorbitol
Kembang Gula Essence Pewarna Makanan Pengemulsi Lemak Hewani - Nabati Bahan Pengembang Ikan dan hasil olahnya Sirup Beraroma Minuman Buah / Sari Buah Minuman Serbuk Kecap Makanan Ringan JUMLAH
24 19 61 1 1 4 4 2 6 1 1 1 379
NO.
JENIS PRODUK PANGAN Sediaan Pemanis Buatan Susu bubuk Kembang Gula Minuman Serbuk Minuman Isotonik Minuman Teh Minuman Ringan / Berkarbonasi Minuman Lidah Buaya Minuman Gula Asam Makanan Diet Khusus Sirup Beraroma Essence Agar-agar dan Jelly
JUMLAH PRODUK PANGAN 9 5 9 39 3 3 21 3 1 3 2 1 4
Penyimpangan yang lain terjadi pada penggunaan siklamat pada makanan ringan dan biskuit serta penggunaan sakarin pada kecap dan makanan ringan. Siklamat dan sakarin diizinkan penggunaannya pada berbagai produk pangan, namun penggunaan pada kategori pangan tersebut belum ada dalam peraturan.
32
Penggunaan sakarin dan siklamat pada jenis pangan tersebut sudah diatur pada Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Berdasarkan jenisnya, pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun 2004 - 2007 dapat dilihat pada Gambar 7. Ada 8 jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun 2004 – 2007 yaitu aspartam, asesulfam K, isomalt, maltitol, sorbitol, siklamat, sakarin, dan sukralosa.
n = 820
Gambar 7
Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun 2004-2007
Jenis pemanis buatan yang paling banyak digunakan dalam pangan adalah aspartam diikuti siklamat dan sorbitol. Jenis-jenis pangan yang menggunakan ke-8 jenis pemanis buatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 2004-2007 NO. 1.
JENIS PEMANIS Aspartam
JENIS PRODUK PANGAN Sediaan Pemanis Buatan Susu Bubuk Minuman Susu Minuman Ringan / Berkarbonasi Kembang Gula Minuman Serbuk Minuman Isotonik Minuman Teh
JUMLAH PRODUK PANGAN 6 17 19 24 11 141 3 3
33
Tabel 8 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 20042007 (lanjutan) NO.
JENIS PEMANIS
JENIS PRODUK PANGAN Minuman Beralkohol Makanan Diet Khusus Sirup Beraroma Agar-agar dan Jelly Makanan Ringan Saus
JUMLAH PRODUK PANGAN 1 6 12 5 6 2
2.
Asesulfam K
Minuman Ringan / Berkarbonasi Minuman Beroksigen Minuman Teh Makanan Diet Khusus Minuman Susu Minuman Serbuk Kembang Gula Minuman Isotonik Saus
7 8 4 3 5 13 1 3 2
3.
Isomalt
Kembang Gula
5
4.
Maltitol
Makanan Diet Khusus
1
5.
Siklamat
Sediaan Pemanis Buatan Minuman Ringan / Berkarbonasi Sirup Beraroma Minuman Serbuk Saus Kecap Makanan Ringan Agar-agar dan Jelly Minuman Lidah Buaya, Jelly & Nata de coco Es krim Minuman Teh Makanan Diet Khusus Yogurt Minuman Beralkohol Minuman Sari Buah Penguat Rasa Minuman Isotonik
18 52 68 43 1 4 1 9 17 2 13 2 3 2 3 1 1
6.
Sakarin
Sediaan Pemanis Buatan Saus Makanan Ringan Minuman Susu Minuman Ringan / Berkarbonasi Minuman Beralkohol
4 20 4 1 3 2
7.
Sorbitol
Kembang Gula Essence Pewarna Makanan Pengemulsi Bahan Pengembang Kue, Roti Minuman Isotonik Minuman Diet Khusus Jam Susu Bubuk Sediaan Pemanis Buatan Biskuit Krimer Nabati Dekorasi (Pasta, Pengisi Roti) Penguat Rasa
28 3 128 11 24 8 1 5 1 2 6 1 5 1 1
34
Tabel 8 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 20042007 (lanjutan) NO. 8.
JENIS PEMANIS
JUMLAH PRODUK PANGAN 3 2 1 1 2 3 1 820
JENIS PRODUK PANGAN
Sukralosa
Jam Minuman Ringan / Berkarbonasi Kembang Gula Sediaan Pemanis Buatan Minuman Isotonik Minuman Teh Makanan Diet Khusus JUMLAH
Kadar pemanis buatan tunggal yang digunakan pada produk pangan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10, dan untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Pencantuman kadar pemanis buatan pada label pangan, sesuai dengan
ketentuan
dalam
Keputusan
Kepala
Badan
POM
RI
No.
HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, belum sepenuhnya berdasarkan hasil analisa, karena keterbatasan kemampuan laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional yang baru mampu melakukan analisa terhadap 4 jenis pemanis (aspartam, asesulfam K, sakarin dan siklamat) dari 13 jenis pemanis yang diizinkan. Selain ke-4 jenis pemanis buatan tersebut, pencantuman kadar pemanis buatan pada label dihitung berdasarkan kadar pemanis buatan pada formulasi atau berdasarkan hasil analisa yang dilampirkan oleh industri pangan dari laboratorium lain. Tabel 9 Kadar pemanis buatan tunggal pada kelompok kategori pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2003
1.
Aspartam
KELOMPOK KATEGORI PANGAN BTP Makanan Minuman
2.
Asesulfam K
Minuman
1
300
300
3.
Siklamat
BTP Makanan Minuman
23 23 67
995.000-1.000.000
999.783 1.300 1.433
4.
Sakarin
BTP Makanan Minuman
4 10 25
1.000.000 100-700 100-400
1.000.000 306 243
No
5.
JENIS PEMANIS
Sorbitol
JUMLAH
INTERVAL KADAR min – maks (ppm)
10 13 80
500-48.000 100-60.000 100-4.000
RATA-RATA KADAR (ppm) 26.793 10.252 562
Batas Maksimum *)
Ket
Khusus sediaan CPPB CPPB 2.000-3.000 3.000 CPPB 300 300
TMS:2
BTP Makanan Minuman
85 17.000-975.000 618.992 120.000 29 150-994.500 411.892 120.000 9 25.000-92.000 75.333 120.000 Jumlah 379 *) Batas maksimum menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan izin khusus
35
Pada tahun 1992 – 2003 ada ketidaksesuaian penggunaan sorbitol pada pewarna makanan, pengemulsi dan kembang gula yang melebihi batas maksimum penggunaan. Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, batas maksimum penggunaan sorbitol pada ‘pangan lain’ adalah 120 g/kg. Definisi ‘pangan lain’ disini kurang jelas, apakah produk pangan yang siap dikonsumsi ataukah mencakup BTP yang di dalam penggunaannya hanya sedikit. Seperti penggunaan sorbitol pada pewarna makanan dan pengemulsi memang melebihi batas maksimum, namun karena pewarna makanan dan pengemulsi merupakan bahan tambahan pangan, maka bila pewarna makanan dan pengemulsi tersebut digunakan dalam produk pangan, kadar sorbitol pada produk pangan siap dikonsumsi diperkirakan akan lebih rendah dan tidak melebihi batas maksimum. Disamping itu, fungsi sorbitol pada bahan tambahan pangan tersebut (pewarna makanan dan pengemulsi) sebenarnya sebagai bahan pengisi, bukan sebagai pemanis buatan. Tabel 10 Kadar pemanis buatan tunggal pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI tahun 2004-2007 No 1.
JENIS PEMANIS Aspartam
KELOMPOK KATEGORI PANGAN BTP Makanan Minuman
JUMLAH
INTERVAL KADAR min – maks (ppm)
6 24 227
2.500-200.000 320-1.920 50-1.000
RATA-RATA KADAR (ppm) 45.883 846 245
Batas Maksimum *) CPPB 500-10.000 600 – CPPB
2.
Asesulfam K
Makanan Minuman
3 43
100-1.000 48-450
400 119
350-2.000 500-600
3.
Siklamat
BTP Makanan Minuman
18 15 207
800.000-1.000.000 100-1.620 10-1.750
987.647 710 532
CPPB 500-1.600 250-1.000
4.
Sakarin
BTP Makanan Minuman
4 24 5
1.000.000 98-500 58-200
1.000.000 300 124
5.
Sorbitol
BTP Makanan Minuman
173 39 13
10.000-990.000 190-990.000 6,5-850.000
756.032 535.456 87.962
CPPB CPPB CPPB
6.
Isomalt
Makanan
5
960.000-980.000
976.000
CPPB
7.
Maltitol
Minuman
1
2.000
2.000
CPPB
8.
Sukralosa
BTP Makanan Minuman
1 4 8 820
5.000 400-645.000 65-560
5.000 161.649 169
Jumlah
Ket
TMS: 1
CPPB 100-500 80-500
CPPB 1.250-5.000 250-800
TMS: 1
*) Batas maksimum menurut Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan
36
Penggunaan sorbitol dalam kembang gula menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, memang melebihi batas maksimum, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sorbitol atau gula alkohol telah dikembangkan sebagai bahan utama pembuatan kembang gula bebas gula (sugar free) untuk tujuan khusus yaitu mengurangi karies gigi. Dalam Codex GSFA, penggunaan sorbitol pada produk kembang gula juga diizinkan dengan takaran GMP. Penyimpangan juga terjadi pada penggunaan sakarin pada makanan ringan
dan
kecap
yang
belum
diatur
pada
Permenkes
RI
No.
722/Menkes/Per/IX/88 dan izin khusus, namun penggunaan sakarin pada makanan ringan dan kecap ini telah diatur pada Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Pada tahun 2004-2007, ada 2 (dua) produk yaitu minuman beralkohol dan permen rendah kalori yang menggunakan pemanis buatan melebihi batas maksimum persyaratan. Temuan ini merupakan human error, namun hasilnya tidak signifikan, karena hanya 2 dari 820 produk (0,2%).
Penggunaan Pemanis Buatan Secara Kombinasi Pada Produk Pangan Kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi ditunjukkan pada Tabel 11. Ada beberapa produk pangan yang mengalami peningkatan atau tetap dalam menggunakan pemanis buatan, dan ada pula pengurangan dan penambahan jenis pangan. Pengurangan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi pada tahun 2004 - 2007 dibandingkan pada tahun 1992 – 2003 hanya pada jenis pangan kecap. Pengurangan jenis pangan ini tidak terkait dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, namun kemungkinan karena pada kurun waktu 2004-2007 tidak ada industri pangan yang mendaftarkan produk kecap yang meggunakan pemanis buatan, karena sesuai regulasi tersebut kecap diizinkan menggunakan pemanis buatan. Penambahan jenis produk pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi pada tahun 2004 - 2007 dibandingkan pada tahun 1992 2003 terdapat pada jenis pangan: jam, saus, minuman sari buah, minuman gula asam, minuman lidah buaya, minuman ringan, minuman teh, minuman
37
beralkohol, minuman beroksigen, minuman susu, yogurt, dan minuman berenergi. Penambahan jenis pangan tersebut tidak berkaitan dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, karena jenis pangan tersebut sudah diatur pada Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88
dan
izin
khusus,
kecuali
minuman
beralkohol.
Penambahan jenis pangan kemungkinan adanya pengembangan produk oleh industri pangan seperti minuman beroksigen dan adanya permintaan dari konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya. Tabel 11 Produk pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi pada tahun 1992 – 2007 No. I
II
III
JUMLAH PRODUK PANGAN 1992-2003 2004-2007
JENIS PRODUK PANGAN Bahan Tambahan Pangan 1. Sediaan Pemanis Buatan
5
17
Makanan 1. Agar-agar / Jeli 2. Jam 3. Saus 4. Kecap 5. Kembang Gula
4 4 24
19 2 5 45
Minuman 1. Sirup Berperisa 2. Susu Bubuk 3. Makanan Diet Khusus 4. Minuman Sari Buah 5. Minuman Gula Asam 6. Minuman Lidah Buaya, Jeli & Nata de Coco 7. Minuman Ringan/Berkarbonasi 8. Minuman Serbuk 9. Minuman Teh 10. Minuman Beralkohol 11. Minuman Beroksigen 12. Minuman Susu 13. Yogurt 14. Minuman Berenergi JUMLAH
13 1 2 23 76
16 4 2 1 3 19 20 93 7 6 5 1 4 1 270
Selain
penambahan
jenis
pangan,
jumlah
produk
pangan
yang
menggunakan pemanis buatan kombinasi pada tahun 2004 - 2007 mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu dari 76 produk pangan menjadi 270 (meningkat 255%) dibanding pada tahun 1992 - 2003. Peningkatan jumlah produk
pangan
disebabkan
oleh
yang
menggunakan
adanya
pemanis
penambahan
buatan
industri
ini
pangan
kemungkinan baru
atau
pengembangan produk baru (penambahan varian baru), karena kalau dilihat dari
38
jenis pangannya hampir sama. Adanya permintaan dari konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya, karena pemanis buatan tidak atau sangat kecil kandungan kalorinya juga mendorong meningkatnya jumlah produk yang menggunakan pemanis buatan. Penggunaan pemanis buatan kombinasi menurut pakar teknologi pangan memiliki beberapa keuntungan, yaitu sifat kemanisannya lebih mendekati kemanisan sukrosa dan menghilangkan aftertaste yang kurang disukai konsumen seperti sakarin yang memiliki aftertaste pahit; lebih stabil, membuat rasa manis baru seperti halnya penggunaan perisa pada industri pangan dan juga lebih dapat menekan biaya produksi, karena beberapa pemanis bila dikombinasikan akan memiliki sifat saling menguatkan sehingga mengurangi penggunaannya (Bakal 2001). Gambar 8 menunjukkan histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2003 dan 2004-2007, untuk melihat sejauh mana penambahan jenis dan jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan.
Gambar 8 Histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2003 dan 2004-2007 Pengurangan dan penambahan jenis pangan pada masing-masing kategori (BTP, Makanan, dan Minuman) pada tahun 1992 – 2003 dibanding tahun 2004 – 2007, ternyata sangat kecil. Artinya pada tahun 1992 – 2003 dan 2004 – 2007 jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan sebenarnya
39
hampir sama. Pada kelompok Minuman, penambahan jenis dan jumlah pangan paling besar, namun hal ini tidak berkaitan dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, karena jenis minuman yang menggunakan kombinasi pemanis buatan pada tahun 2004-2007 sudah diatur pada Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan izin khusus. Penambahan jenis pangan ini disebabkan oleh pengembangan produk baru oleh industri pangan, misalnya minuman beroksigen, atau adanya permintaan dari konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya. Ada 9 jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar pada tahun 1992 - 2007, seperti ditunjukkan pada Tabel 12. Pemanis buatan yang paling banyak dikombinasikan dengan pemanis lain pada tahun 1992 – 2003 adalah aspartam. Aspartam banyak digunakan secara kombinasi baik dengan sorbitol maupun siklamat, karena aspartam dapat menguatkan rasa buah, dan dapat menutupi rasa pahit yang ditimbulkan oleh pemanis lain. Kombinasi tersebut banyak digunakan pada produk kembang gula dan minuman serbuk yang pada formulasinya seringkali ditambahkan perisa buah-buahan, sehingga dengan mengkombinasikan pemanis lain dengan aspartam, maka rasa buahnya semakin kuat. Tabel 12 Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 – 2003 NO. 1.
2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9.
JENIS KOMBINASI Aspartam & Sorbitol
JENIS PANGAN
Sediaan Pemanis Buatan Jelly Kembang Gula Minuman Serbuk Sirup Susu Bubuk Aspartam & Isomalt Makanan Diet Khusus Aspartam & Siklamat Kembang Gula Minuman Serbuk Makanan Diet Khusus Asesulfam & Isomalt Kembang Gula Siklamat & Sorbitol Sirup Siklamat & Sakarin Sirup Kecap Manis Sorbitol & Silitol Kembang Gula Aspartam - Isomalt - Silitol Kembang Gula Alitam - Isomalt - Silitol Kembang Gula JUMLAH
JUMLAH PRODUK PANGAN 5 4 12 1 4 1 1 1 22 1 2 1 8 4 2 5 2 76
40
Kombinasi siklamat dengan sakarin sering dijumpai pada produk pangan, karena tingkat kemanisan yang dihasilkan oleh kombinasi ke-2 pemanis tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan pemanis tersebut secara tunggal, karena kombinasi tersebut memilki sifat sinergis. Sebagai contoh, kombinasi 5 mg Sakarin dan 50 mg Siklamat pada Table Top Sweetener memiliki rasa manis yang sama dengan 125 mg Siklamat tunggal atau 12,5 mg Sakarin tunggal. Meskipun rasio Siklamat dengan Sakarin mungkin bervariasi untuk tiap-tiap produk, namun rasio yang paling sering digunakan adalah 10:1. Dengan kombinasi ini, setiap komponen menyumbang rasa manis yang setara karena Sakarin memiliki tingkat kemanisan 10 kali Siklamat (Bopp & Price 2001). Keuntungan bagi industri pangan yang menggunakan kombinasi siklamat dan sakarin ini adalah dapat menekan biaya produksi dan penggunaan siklamat dapat menutupi rasa pahit yang sering ditimbulkan dengan penggunaan sakarin. Pada tahun 2004 - 2007, jumlah produk pangan yang menggunakan kombinasi pemanis buatan mengalami peningkatan. Tercatat ada 26 kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada produk pangan, seperti ditunjukkan pada Tabel 13. Pemanis buatan aspartam adalah pemanis buatan yang paling banyak digunakan untuk dikombinasikan dengan pemanis buatan yang lain. Tabel 13 Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 2004 – 2007 NO.
JENIS KOMBINASI
1.
Aspartam & Sorbitol
2. 3.
Aspartam & Sakarin Aspartam & Asesulfam
4.
Aspartam & Siklamat
5. 6. 7.
Aspartam & Silitol Asesulfam & Maltitol Asesulfam & Isomalt
JENIS PANGAN Sediaan Pemanis Buatan Kembang Gula Susu Bubuk Minuman Serbuk Minuman Serbuk Sediaan Pemanis Buatan Minuman jelly Minuman Susu Minuman Teh Minuman Serbuk Diet Khusus Minuman Serbuk Minuman Beroksigen Yogurt Minuman Ringan / Berkarbonasi Minuman Berenergi Kembang Gula Minuman Ringan / Berkarbonasi Minuman Serbuk Jelly Minuman Jelly / Nata de Coco Minuman Gula Asam Minuman Teh Kembang Gula Makanan Diet Khusus Kembang Gula
JUMLAH PRODUK PANGAN 3 15 4 1 1 1 1 1 1 1 18 5 4 3 1 1 6 44 18 10 2 1 1 1 1
41
Tabel 13 Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 2004 – 2007 (lanjutan) NO.
JENIS KOMBINASI
8.
Asesulfam & Siklamat
9.
Asesulfam & Sorbitol
10.
Siklamat & Sakarin
11. 12. 13. 14. 15. 16.
Alitam & Silitol Sorbitol & Sukralosa Sorbitol & Silitol Aspartam - Asesulfam - Isomalt Aspartam - Asesulfam - Sorbitol Aspartam - Sakarin - Siklamat
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
JENIS PANGAN
Aspartam - Isomalt - Silitol Aspartam - Siklamat - Asesulfam Aspartam - Maltitol - Silitol Asesulfam - Maltitol - Sorbitol Asesulfam - Isomalt - Maltitol Sakarin - Siklamat - Sorbitol Sakarin - Siklamat - Neotam Aspartam - Asesulfam - Isomalt - Silitol Aspartam - Maltitol - Sorbitol - Silitol Aspartam - Maltitol - Sorbitol - Silitol Manitol JUMLAH
Sirup Beraroma Minuman Jelly Minuman Teh Minuman Ringan / Berkarbonasi Jam Kembang Gula Minuman Sari Buah Sediaan Pemanis Buatan Sirup Beraroma Jelly Minuman Ringan / Berkarbonasi Minuman Beralkohol Minuman Teh Minuman Jelly / Nata de Coco Minuman Gula Asam Saus Kembang Gula Sediaan Pemanis Buatan Kembang Gula Kembang Gula Minuman Serbuk Sediaan Pemanis Buatan Minuman Ringan / Berkarbonasi Kembang Gula Minuman Serbuk Kembang Gula Kembang Gula Kembang Gula Sediaan Pemanis Buatan Nata de Coco dg Jelly Kembang Gula Kembang Gula Kembang Gula
JUMLAH PRODUK PANGAN 7 4 4 5 2 1 1 4 9 1 4 6 1 2 1 5 1 3 5 1 1 5 2 5 28 7 1 1 1 2 1 2 2 270
Jenis pangan yang menggunakan kombinasi pemanis buatan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2007 dapat dilihat pada Gambar 9. Jenis pangan yang banyak menggunakan pemanis buatan kombinasi tersebut berturut-turut adalah minuman serbuk, kembang gula, sirup beraroma, agar-agar dan jeli, sediaan pemanis buatan, minuman ringan dan minuman jeli. Jenis pangan yang paling banyak menggunakan pemanis buatan kombinasi adalah minuman serbuk, ada 116 produk (33,5%) yang terdaftar dari tahun 1992 hingga tahun 2007. Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada minuman serbuk ada 6 jenis, seperti ditunjukkan pada Tabel 13. Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada minuman serbuk tersebut ada 6 jenis, seperti ditunjukkan pada Tabel 14.
42
n = 346
Gambar 9
Jenis produk pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2007
Tabel 14 Jenis-jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada minuman serbuk yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2007 No.
JENIS KOMBINASI PEMANIS
JUMLAH
1.
Aspartam & Sorbitol
2.
Aspartam & Sakarin
1
3.
Aspartam & Asesulfam
18
4.
Aspartam & Siklamat
66
5.
Aspartam - Asesulfam - Sorbitol
1
6.
Aspartam - Siklamat - Asesulfam JUMLAH
28
2
116
Kombinasi pemanis buatan yang digunakan dalam minuman serbuk menurut data sistem registrasi pangan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan selama tahun 1992 hingga 2007 selalu menggunakan aspartam yang dikombinasikan dengan pemanis lain. Hal ini sesuai dengan sifat aspartam yang memiliki stabilitas yang baik pada bentuk sediaan
43
serbuk. Selain itu aspartam memiliki rasa manis yang mirip dengan sukrosa, dapat berfungsi sebagai penguat rasa buah dan dapat menutupi rasa pahit yang ditimbulkan oleh pemanis lain. Jenis pangan yang paling banyak menggunakan variasi kombinasi pemanis buatan adalah kembang gula. Ada 69 produk yang terdaftar selama tahun 1992 hingga 2007 dengan 17 jenis kombinasi pemanis buatan, seperti ditunjukkan pada Tabel 15. Kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada kembang gula tersebut hampir selalu menggunakan gula alkohol (sorbitol, silitol, manitol dan maltitol) yang dikombinasikan dengan pemanis lain. Hal ini terkait dengan pengembangan produk kembang gula bebas gula (sugar free candy) yang menggunakan bahan utama gula alkohol sebagai pengganti gula. Penggunaan gula alkohol ini menguntungkan karena tidak menyebabkan karies gigi dan nilai kalorinya juga rendah. Hingga tahun 2007, pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya, namun belum pernah digunakan dalam produk pangan adalah Laktitol. Tabel 15 Jenis-jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada kembang gula yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2007 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
JENIS KOMBINASI PEMANIS Aspartam & Sorbitol Aspartam & Siklamat Asesulfam & Isomalt Sorbitol & Silitol Aspartam - Isomalt - Silitol Alitam - Isomalt - Silitol Aspartam & Asesulfam Aspartam & Silitol Asesulfam & Sorbitol Alitam & Silitol Aspartam - Asesulfam - Isomalt Aspartam - Maltitol - Silitol Asesulfam - Maltitol - Sorbitol Asesulfam - Isomalt - Maltitol Aspartam - Asesulfam - Isomalt - Silitol Aspartam - Maltitol - Sorbitol - Silitol Aspartam - Maltitol - Sorbitol - Silitol Manitol JUMLAH
JUMLAH 27 1 3 7 10 2 1 1 1 1 1 7 1 1 1 2 2 69
Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
Profil Responden Jumlah Responden Pengambilan data dilaksanakan melalui survei dan wawancara pada bulan November 2008 – Januari 2009 dengan jumlah responden 30 IRTP. Jumlah responden berdasarkan jenis produk yang diproduksi, yang terlibat pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10.
44
n = 30
Gambar 10 Proporsi jumlah responden menurut jenis produknya Responden yang sudah memiliki nomor izin edar (P-IRT) ada 18 (60%) responden, 7 (23%) responden memiliki nomor SP, dan sisanya 5 (17%) responden belum memiliki PIRT.
Badan Hukum IRTP merupakan perusahaan kecil, karena pada umumnya, pelaku kegiatan ekonomi ini adalah keluarga itu sendiri ataupun salah satu dari anggota keluarga yang berdomisili di tempat tinggalnya itu dengan mengajak beberapa orang di sekitarnya sebagai karyawannya. Menurut UU No. 9 tahun 1995, usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-. Kriteria lainnya menurut UU tersebut adalah: milik WNI, berdiri sendiri, berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan hukum maupun tidak. Profil responden berdasarkan status badan hukum seperti yang diperlihatkan pada Gambar 11. Sebagian besar responden tidak berbentuk badan hukum yaitu sebesar 63% sedangkan yang berbentuk badan hukum sebesar 37%. Menurut UU No. 9 tahun 1995 status IRTP yang tidak berbadan hukum tersebut tidak menyalahi aturan, karena IRT tidak harus berbadan hukum.
45
n = 30
Gambar 11 Satus badan hukum responden Semua responden yang berbadan hukum sudah memiliki nomor P-IRT, sedangkan responden yang belum berbadan hukum, ada 5 (17%) responden belum memiliki P-IRT, 7 (23%) responden memiliki P-IRT dan 7 (23%) responden memiliki nomor SP.
Pendidikan Pengusaha IRTP Profil responden berdasarkan tingkat pendidikan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 12. n = 30
Gambar 12 Tingkat pendidikan responden Pendidikan sebagian besar pengusaha IRTP adalah Sekolah Menengah Atas. Hal ini sesuai dengan jenis produk yang diproduksi oleh IRTP tersebut umumnya pangan yang sederhana dan tidak terlalu membutuhkan pendidikan formal. Namun tingkat pendidikan ini kemungkinan dapat mempengaruhi kesadaran IRTP dalam menerapkan CPPB.
Wilayah Pemasaran Hasil analisis data wilayah pemasaran produk IRTP menunjukkan bahwa 3 responden (10%) memasarkan produknya hanya satu kecamatan, 10 responden (33%) memasarkan produknya di satu kotamadya, 5 responden (17%) memasarkan produknya di seluruh wilayah Jakarta, 11 responden (37%) memasarkan produknya di wilayah
46
Jabodetabek dan 1 responden (3%) telah memasarkan produknya secara nasional. Diagram wilayah pemasaran IRTP dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Distribusi frekuensi wilayah pemasaran produk
Implementasi Regulasi Pemanis Buatan pada IRTP Data hasil survei terhadap 30 IRTP yang diduga menggunakan pemanis buatan dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap 30 responden, IRTP yang menggunakan pemanis buatan pada produknya hanya 4% responden dan 23% responden menggunakan gula dan pemanis buatan. Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa pemanis buatan yang digunakan oleh IRTP tersebut adalah natrium siklamat yang oleh responden sering disebut sebagai “sodium” atau “biang gula”.
n = 30
Gambar 14 Penggunaan pemanis oleh responden
47
Karena keterbatasan pengetahuan responden, umumnya takaran penggunaan dari pemanis buatan tersebut tidak sesuai dengan batas maksimum persyaratan, karena responden menggunakan pemanis buatan tersebut berdasarkan sensori saja. Berdasarkan wilayah pemasaran produk, responden yang menggunakan pemanis buatan tersebut memasarkan produknya:
satu kecamatan saja: 1 responden (3%)
satu kotamadya: 2 responden (7%)
seluruh wilayah DKI Jakarta: 3 responden (10%)
seluruh wilayah Jabodetabek: 2 responden (7%) Untuk mendukung penelitian implementasi regulasi pemanis buatan pada IRTP,
dilakukan survei terbatas ke toko kimia dan warung di pasar-pasar di Jakarta Timur dan Jakarta Pusat yang menjual bahan-bahan untuk keperluan pembuatan roti/kue. Hal ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana distribusi pemanis buatan di tingkat yang paling mudah diakses oleh masyarakat. Karena hasil wawancara dengan responden, ada 27% reponden yang menggunakan pemanis buatan, yang terdiri dari:
4% responden hanya
menggunakan pemanis buatan dan 23% responden yang menggunakan campuran gula dan pemanis buatan pada produknya. Sementara hasil sampling terhadap PJAS tahun 2007, lebih dari 20% PJAS yang menggunakan sakarin dan siklamat melebihi batas maksimum penggunaan. Artinya sebagian besar IRTP tersebut menggunakan pemanis buatan tidak dengan takaran yang benar. Hasil survei terbatas terhadap toko kimia dan warung di pasarpasar tersebut adalah:
Jenis pemanis buatan: natrium siklamat dan natrium sakarin
Merek: cap Nona, Cap Gentong, Cap Cangkir, cap Tiga T, tanpa merek
Jenis kemasan: sachet ukuran 25 g (bermerek), dan kemasan bulk (tanpa merek); kemasan bulk dijual minimal 500 gram.
Pelabelan: tidak mencantumkan takaran penggunaan. Karena tidak ada takaran penggunaan pada label, penjual hanya menginformasikan
bahwa penggunaannya berdasarkan rasa sensori saja. Mudahnya akses untuk mendapatkan pemanis buatan, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa responden kurang jujur dalam mengungkapkan penggunaan pemanis buatan pada produknya. Apalagi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia seringkali mengatakan di media mengenai dampak negatif dari penggunaan pemanis buatan, sehingga responden merasa takut bila diketahui menggunakan pemanis buatan pada produknya. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah mengingat bahaya penggunaan pemanis buatan yang digunakan tanpa batas maksimum yang jelas, sehingga distribusi dan perdagangannya perlu mendapatkan pengawasan. Di sisi lain, penyuluhan terhadap pengusaha IRTP juga perlu dilakukan terus menerus karena pendidikan
48
pengusaha IRTP yang rendah mempengaruhi kesadaran pengusaha tersebut dalam menggunakan bahan tambahan pangan dengan takaran yang benar.
Persepsi Responden tentang Aspek-aspek Cara Produksi Pangan yang Baik dan Penerapannya Hasil survei terhadap 30 IRTP yang berada di wilayah Jakarta mengenai persepsi responden (pengusaha IRTP) tentang aspek-aspek CPPB dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil survei menunjukkan bahwa persepsi pengusaha IRTP tentang aspek-aspek CPPB adalah cukup baik, karena ada 37,6% responden menjawab sangat tahu dan 52,4% responden menjawab tahu tentang aspek-aspek keamanan pangan (CPPB). Sedangkan responden yang menjawab Ragu-ragu, Tidak Tahu dan Sangat Tidak Tahu tentang aspekaspek CPPB sebanyak 10% dari responden.
Keterangan: Aspek-aspek CPPB: 1: Lingkungan Produksi; 2: Bangunan dan Fasilitas; 3: Peralatan Produksi; 4: Suplai Air; 5: Fasilitas Dan Kegiatan Higiene Dan Sanitasi; 6: Pengendalian Hama; 7: Kesehatan dan Higiene Karyawan; 8: Pengendalian Proses; 9: Label Pangan; 10: Penyimpanan; 11: Manajemen Pengawasan; 12: Pencatatan Dan Dokumentasi; 13: Pelatihan Karyawan
Gambar 15 Persepsi responden tentang aspek-aspek CPPB Pengamatan Pemeriksaan
penerapan
Sarana
CPPB
Produksi
di
IRTP,
lapang kemudian
dilakukan hasil
menggunakan penilaiannya
Formulir
disimpulkan
menggunakan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP. Kesimpulan hasil penilaian penerapan CPPB oleh IRTP tersebut seperti terlihat pada Gambar 16.
49
n = 30
Gambar 16 Hasil penilaian penerapan CPPB responden Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa praktek CPPB pada IRTP belum sesuai dengan harapan pemerintah, dimana sebagian besar IRTP (83%) nilainya “Cukup” dan “Kurang”, sedangkan nilai “Baik” masih rendah (17%). Walaupun sebagian responden (90% responden) menjawab sangat tahu dan tahu aspek-aspek CPPB, namun tidak mempengaruhi IRTP tersebut dalam menerapkan CPPB. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa IRTP yang mendapatkan nilai Kurang sebanyak 26% dan Cukup 57%, artinya 90% responden yang menjawab sangat tahu dan tahu aspek-aspek CPPB, ada 16% reponden tidak menerapkan CPPB tersebut sama sekali dan 57% responden belum menerapkannya secara menyeluruh. Hal ini berkaitan juga dengan fasilitas yang dimiliki oleh IRTP, ada yang bangunannya sudah tua dan lokasi IRTP juga masih banyak yang berada di lingkungan kumuh. Jumlah responden yang menggunaan pemanis buatan, baik dicampur dengan gula atau pemanis buatan saja ada 8 responden, dan dari ke-8 responden tersebut penerapan CPPB-nya yang mendapatkan nilai “Kurang” ada 2 responden dan yang mendapatkan nilai “Cukup” ada 6 responden. Berdasarkan izin edar (P-IRT), ada 4 (13,3%) responden yang belum memiliki izin edar dan 4 (13,3%) responden sudah memiliki izin edar. Untuk meredam penggunaan pemanis buatan yang tidak sesuai dengan batas maksimum persyaratan, maka seharusnya IRTP yang menggunakan pemanis buatan pada produknya harus memiliki izin edar (P-IRT). Analisis terhadap hasil pengamatan dari unsur-unsur CPPB yang seharusnya diterapkan oleh IRTP adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan Produksi Dalam menetapkan lokasi IRTP perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat menjadi sumber pencemaran dan mempertimbangkan
50
berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk dapat melindungi pangan yang diproduksinya. Lingkungan produksi IRTP harus bersih dan bebas dari pencemaran, sarang hama, semak belukar, tidak berada di sekitar pembuangan sampah dan tidak berada di daerah pemukiman penduduk yang kumuh. Data pengetahuan responden mengenai lingkungan produksi yang sesuai dengan CPPB tersebut cukup baik, karena 30% responden menjawab sangat tahu, 59% responden menjawab tahu, dan hanya 11% yang menjawab ragu-ragu. Data hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa 47% responden mendapatkan nilai “Baik”, 37% responden mendapatkan nilai “Cukup” dan 16% responden mendapatkan nilai “Kurang”.
2. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas IRTP dapat menjamin bahwa pangan yang diproses tidak tercemar oleh bahaya fisik, kimia dan biologis serta mudah dibersihkan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam bangunan dan fasilitas IRTP adalah: ruang produksi, kelengkapan fasilitas ruang produksi dan tempat penyimpanan bahan baku dan produk serta bahan bukan pangan. Data pengetahuan responden mengenai bangunan dan fasilitas IRTP menunjukkan bahwa 33% responden menjawab sangat tahu, 50% responden menjawab tahu, 10% responden menjawab ragu-ragu dan 7% responden menjawab tidak tahu. Namun demikian, pada kenyataannya hanya 30% reponden yang bangunan dan fasilitasnya mendapat nilai “Baik”, sementara 60% responden hanya mendapat nilai “Cukup” dan 10% responden mendapatkan nilai “Kurang”.
3. Peralatan Produksi Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat, mudah dibersihkan dan selalu dalam keadaan bersih. Hal ini untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. Data pengetahuan responden untuk kategori peralatan produksi menunjukkan bahwa 42% responden menjawab sangat tahu, 55% responden menjawab tahu dan hanya 3% yang menjawab ragu-ragu. Hasil pengamatan di lapang untuk kategori ini cukup baik, karena 87% responden mendapatkan nilai “Baik” dan hanya 13% responden yang mendapat nilai “Cukup”.
4. Suplai Air Air yang digunakan untuk proses produksi harus cukup dan harus memenuhi persyaratan air bersih atau air minum. Data pengetahuan responden terhadap suplai air ini menunjukkan 52% responden sangat tahu dan 48% responden tahu, bahwa untuk keperluan proses produksinya sumber
51
airnya harus sumber air bersih. Data pengamatan di lapang juga menunjukkan bahwa 90% responden mendapat nilai “Baik” karena menggunakan sumber air PDAM dan hanya 10% responden yang mendapat nilai “Kurang” karena menggunakan sumber air tanah yang belum diketahui apakah air tanah tersebut memenuhi persyaratan air bersih atau tidak.
5. Fasilitas dan kegiatan hygiene dan sanitasi Fasilitas dan kegiatan hygiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih serta mencegah terjadinya kontaminasi dari karyawan. Fasilitas dan kegiatan hygiene dan sanitasi meliputi: alat cuci/pembersih seperti sikat, pel, dan lain-lain; fasilitas higiene karyawan seperti tempat cuci tangan dan toilet serta adanya penanggungjawab kegiatan tersebut. Data pengetahuan responden mengenai kriteria ini menunjukkan 42% menjawab sangat tahu, 49% menjawab tahu dan 9% menjawab ragu-ragu. Namun data di lapang menunjukkan bahwa 20% responden mendapat nilai “Baik”, 60% responden mendapat nilai “Cukup” dan 20% responden mendapat nilai “Kurang”.
6. Pengendalian Hama Hewan peliharaan dan hama (tikus, serangga dan lain-lain) berpotensi membawa cemaran biologis yang dapat mencemari pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan. Data pengetahuan responden terhadap kategori ini cukup baik yaitu 31% menjawab sangat tahu, 58% menjawab tahu dan hanya 11% yang menjawab ragu-ragu. Data pengamatan di lapang juga cukup baik yaitu 53% responden mendapat nilai “Baik”, 44% responden mendapat nilai “Cukup” dan 3% responden yang mendapatkan nilai “Kurang”.
7. Kesehatan dan Higiene Karyawan Kesehatan dan hygiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. Kebersihan karyawan yang bekerja di ruang produksi harus selalu dijaga, juga kebiasaan karyawan. Karyawan tidak boleh mengunyah, makan, minum, merokok, bersin atau batuk sambil mengolah pangan. Karyawan yang bekerja di ruang produksi juga tidak boleh menggunakan perhiasan dan asesoris lainnya. Data pengetahuan responden terhadap kategori ini menunjukkan bahwa 27% menjawab sangat tahu, 61% menjawab tahu dan 12% menjawab ragu-ragu. Namun pengetahuan yang baik ini tidak diikuti dengan implementasi di lapang. Pada kenyataannya, sebagian besar karyawan di ruang produksi masih menggunakan perhiasan atau asesoris lainnya. Sehingga data pengamatan di lampang menunjukkan bahwa hanya 17% responden
52
yang mendapatkan nilai baik, sedangkan sebagian besar yaitu 60% responden mendapat nilai “Cukup” dan 23% responden mendapatkan nilai “Kurang”.
8. Pengendalian Proses Untuk menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu, proses produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi IRTP dapat dilakukan dengan menggunakan bahan pangan yang baik dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, menggunakan formula baku, menetapkan bagan alir baku, menetapkan kemasan sesuai dengan jenis pangan dan mencantumkan kode produksi serta tanggal kadaluwarsa pada label. Data pengetahuan responden menunjukkan bahwa 36% menjawab sangat tahu, 58% menjawab tahu dan 6% menjawab ragu-ragu. Data di lapang juga cukup baik untuk kategori ini yaitu: 57% mendapatkan nilai “Baik”, 40% mendapatkan nilai “Cukup” dan hanya 3% yang mendapat nilai “Kurang”.
9. Label Pangan Menurut PP no. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, label pangan adalah seluruh gambar, tulisan dan keterangan yang tercantum pada kemasan pangan. Data pengetahuan mengenai pelabelan pangan menunjukkan bahwa 23% responden menjawab sangat tahu, 63% responden menjawab tahu dan 14% responden menjawab ragu-ragu. Namun hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa dari 30 responden tidak ada satupun yang label pangannya memenuhi ketentuan dalam PP label dan iklan pangan tersebut. Bahkan untuk produk-produk minuman tradisional, pada labelnya mencantumkan klaim kesehatan yang mengarah kepada pengobatan.
10. Penyimpanan Penyimpanan yang baik dapat menjamin keamanan dan mutu produk pangan yang dihasilkan. Bahan pangan harus disimpan terpisah dari produk akhir. Bahan berbahaya harus disimpan tersendiri di ruang khusus dan diawasi penggunaannya. Kemasan dan peralatan juga harus disimpan yang baik dan selalu dalam keadaan bersih. Data pengetahuan responden untuk kegiatan penyimpanan ini menunjukkan bahwa 48% menjawab sangat tahu, 44% menjawab tahu dan 8% menjawab ragu-ragu. Praktek di lapang cukup bagus untuk kegiatan ini, karena bahan baku dan kemasan harganya mahal, sehingga responden selalu menyimpannya dengan baik. Data pengamatan di lapang menunjukkan bahwa 90% responden mendapat nilai “Baik” dan hanya 10% yang mendapat nilai “Cukup”.
53
11. Manajemen Pengawasan Kegiatan produksi pangan harus memiliki penanggung jawab produksi yang memahami proses produksi pangan. Pengawasan juga harus dilakukan secara rutin dan konsisten untuk menjamin pangan yang dihasilkan aman dan bermutu. Data pengetahuan responden untuk kegiatan ini menunjukkan bahwa 42% menjawab sangat tahu, 45% menjawab tahu dan 13% menjawab ragu-ragu. Praktek di lapang untuk kegiatan ini kurang memuaskan, karena responden yang mendapatkan nilai Baik hanya 10%, selebihnya 60% mendapat nilai Cukup dan 30% mendapat nilai Kurang. Hal ini dikarenakan penanggung jawab produksi biasanya dilakukan oleh pemilik IRTP yang sebagian besar hanya berpendidikan SMA.
12. Pencatatan dan Dokumentasi Penerimaan bahan pangan dan produk akhir harus dicatat dan didokumentasi. Pencatatan dan dokumentasi seharusnya selalu dilakukan oleh industri, pangan agar produk yang dihasilkan mampu telusur. Hal ini diperlukan apabila suatu saat terjadi kasus keracunan yang diakibatkan oleh produk tersebut, maka dapat dilacak penyebabnya. Data pengetahuan responden untuk kegiatan ini menunjukkan bahwa 32% menjawab sangat tahu, 48% menjawab tahu, 16% menjawab ragu-ragu, dan 3% menjawab sangat tidak tahu. Praktek di lapang untuk kegiatan ini kurang memuaskan, karena responden yang mendapatkan nilai Baik hanya 20%, selebihnya 47% mendapat nilai Cukup dan 33% mendapat nilai Kurang. Hal ini dikarenakan umumnya IRTP membuat catatan, namun catatan tersebut tidak disimpan/didokumentasikan atau catatannya tidak lengkap.
13. Pelatihan Karyawan Pemilik/penanggung jawab yang telah mengikuti penyuluhan CPPB-IRT seharusnya mengajarkannya kepada karyawan agar karyawan yang belum mengikuti penyuluhan tersebut juga mengetahui aspek-aspek CPPB-IRT. Data pengetahuan responden untuk kegiatan ini menunjukkan bahwa 50% menjawab sangat tahu, 43% menjawab tahu, dan 7% menjawab ragu-ragu. Praktek di lapang untuk kegiatan ini cukup memuaskan, karena responden yang mendapatkan nilai Baik hanya 93%, selebihnya 7% mendapat nilai Kurang.
54
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian penggunaan pemanis buatan baik secara tunggal maupun kombinasi pada produk pangan yang terdaftar pada tahun 1992 hingga 2003
(sebelum
diberlakukannya
Keputusan
Kepala
Badan
POM
RI
No.
HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan) dibandingkan tahun 2004 – 2007 (sesudah diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan) dapat disimpulkan bahwa jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan hampir tidak ada perubahan, namun jumlah produknya meningkat; untuk penggunaan tunggal meningkat 116% dan penggunaan kombinasi meningkat 255%. Adanya penambahan jumlah produk pangan tersebut tidak terkait dengan pemberlakuan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, tetapi disebabkan oleh penambahan industri pangan baru, pengembangan produk oleh industri pangan yang sudah ada (penambahan varian produk) dan adanya tuntutan konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya. Berdasarkan kadarnya, sesudah diberlakukan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, hampir semua produk pangan menggunakan pemanis buatan sesuai batas maksimum persyaratan, namun ada temuan 0,2% dari 820 produk terdaftar melebihi batas maksimum persyaratan yaitu minuman beralkohol dan permen pastiles rendah kalori. Berdasarkan jenisnya, penggunaan pemanis buatan tunggal meningkat dari 5 jenis (aspartam, sorbitol, asesulfam K, siklamat dan sakarin) dari 11 jenis yang diizinkan (berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan izin khusus) menjadi 8 jenis (aspartam, asesulfam K, isomalt, maltitol, sorbitol, siklamat, sakarin, dan sukralosa) dari 13 jenis yang diizinkan menurut Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Jenis kombinasi pemanis buatan meningkat dari 9 jenis menjadi 26 jenis kombinasi, dimana produk yang paling banyak menggunakan kombinasi pemanis buatan adalah minuman serbuk dan produk yang paling banyak menggunakan variasi kombinasi pemanis buatan adalah kembang gula. 55
Hingga tahun 2007, pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya, namun belum pernah digunakan dalam produk pangan adalah Laktitol. Berdasarkan hasil kajian implementasi penggunaan pemanis buatan pada IRTP, responden yang menyatakan menggunakan pemanis buatan pada produknya hanya 1 (4%) responden dan 7 (23%) responden menggunakan campuran gula dan pemanis buatan. Takaran penggunaan dari pemanis buatan tersebut juga tidak memperhatikan batas maksimum persyaratan, karena resonden menggunakan pemanis buatan tersebut berdasarkan sensori saja. Dari ke-8 responden yang menggunakan pemanis buatan, 2 responden mendapat nilai Kurang dan 6 responden mendapat nilai Cukup pada penerapan CPPB. Hasil pengamatan di pasaran ada 2 (dua) macam pemanis buatan yang dijual secara bebas tanpa aturan distribusi yaitu natrium siklamat dan natrium sakarin. Pemanis buatan tersebut dijual dalam kemasan rencengan (sachet) yang berlabel dan kiloan tanpa label. Pada label kemasan pemanis buatan tersebut juga tidak ada informasi takaran penggunaan. Pengetahuan pengusaha IRTP tentang keamanan pangan adalah cukup baik, yaitu 37,6% responden sangat tahu dan 52,4% tahu (total: 90% responden) dan yang belum tahu aspek-aspek CPPB sebanyak 10% responden. Namun demikian hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa hanya 17% IRTP yang mendapatkan nilai Baik, selebihnya 57% IRTP mendapat nilai Cukup dan 26% mendapat nilai Kurang, artinya dari 90% responden tahu aspek-aspek CPPB, ada 16% responden yang tidak menerapkan CPPB sama sekali dan 57% responden belum sepenuhnya menerapkan CPPB.
Saran 1. Kemampuan laboratorium penguji perlu ditingkatkan agar pengawasan post market dapat dilakukan terhadap seluruh jenis pemanis buatan yang sudah diatur regulasinya. 2. Pemerintah perlu meningkatkan pembinaan terhadap IRTP agar kesadaran IRTP dalam menerapkan CPPB meningkat 3. Pemerintah perlu menetapkan aturan distribusi pemanis buatan agar sasaran distribusinya tepat 4. Perlu dilakukan proses manajemen risiko terhadap implementasi bahan tambahan pangan yang lain 5. Industri pangan, terutama IRTP hendaknya lebih memperhatikan persyaratan penggunaan BTP, agar konsumen dapat memperoleh produk pangan yang aman dan bermutu 56
6. Konsumen perlu memperhatikan label agar dapat memilih pangan yang aman, bermutu, dan sesuai dengan kebutuhan tubuhnya.
57
DAFTAR PUSTAKA Auerbach MH, Loecke G, Hendrick ME. 2001. Alitame. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 31-40. Baldwin, RE. dan Korschgen, BM. 1979. Intensification of fruit-flavors by aspartame. J. Food Sci. Diacu oleh Butcho HH, Stargel WW, Comer CP, Mayhew DA, Andress SE. 2001. Aspartame. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 44 Butcho HH, Stargel WW, Comer CP, Mayhew DA, Andress SE. 2001. Aspartame. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 41-53 Bakal AI. 2001. Mixed Sweetener Functionality. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 463-479. Bopp BA, Price P. 2001 Cyclamate. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 63-81. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2004. Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.05.5.1.4547 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan. Jakarta: Badan POM RI [CAC] Codex Alimentarius Commsision. 2006. General Standard for Food Additives, Codex Stan 192-1995 (rev. 7-2006). Rome: CAC [CAC] Codex Alimentarius Commsision. 2008. General Standard for Food Additives, 31st Session Codex Alimentarius Commsision. Rome: CAC [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1988. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Depkes RI: Jakarta Goldsmith LA, Merkel CM. 2001. Sucralose. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 185-206. Kato K, Moskowitz AH. 2001. Maltitol. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 283-193 Le AS, Mulderrig KB, 2001. Sorbitol and Mannitol. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 317-333. Lipiski GWR, Hanger LY. 2001. Acesulfame K. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 13-27 Mesters PHJ, Velthuijsen JA, Brokx S. Lactitol. 2001. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 297-314. Nazir Moh. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Olinger PM, Pepper T. 2001. Xylitol. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 335-353. Pearson RL. 2001. Saccharin. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke3, New York. 2001. hlm 147-162.
58
Pemerintah RI. 1976. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia 329/.MEN.KES/PER/XII/76 tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta.
No.
Pemerintah RI. 1979. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia No.235/.MEN.KES/PER/VI/79 tentang Bahan Tambahan Makanan yang Diijinkan dan yang Dilarang. Jakarta. Pemerintah RI. 1985. Peraturan Menteri kesehatan Republik 208/.MEN.KES/IV/1985 tentang Pemanis Buatan. Jakarta.
Indonesia
No.
Pemerintah RI. 1988. Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Permenkes/88 tentang Bahan Tambahan Makanan: Badan POM RI. Jakarta. Pemerintah RI. 1995. Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Jakarta. Rahayu WP, Kusumaningrum HD. 2004. Prinsip-prinsip Analisis Risiko. Jakarta: BPOM RI. Schiffman, SS. 1984. Comparison of Taste Properties of Aspartame with Other Sweetener. Diacu oleh Butcho, HH., Stargel, WW., Comer, CP., Mayhew, DA., Andess, SE. 2001. Aspartame. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 42-44. Stargel WW, Mayhew DA, Comer CP, Andress SE, Butcho HH. 2001. Neotame. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 129-144. Wijers MC, Sträter PJ. 2001. Isomalt. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 265-279. Winarno FG. 1997. Keamanan Pangan (Naskah Akademis). IPB. Bogor Wirakartakusumah, M.A dan Syarief, H. 1986. Penggunaan Bahan Tambahan Kimiawi dalam Industri Pangan. Dalam Risalah Seminar Bahan Tambahan Kimiawi. Jakarta.
59
LAMPIRAN 1 KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.5.1.4547 TANGGAL : 21 Oktober 2004
PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN BERDASARKAN KATEGORI PANGAN
ALITAM Alitame
Nilai Kalori ADI No. Kat. Pangan 01.1.2
01.2 01.4 01.7
03.0 04.1.2.3 04.1.2.5 04.1.2.6
04.2.2.3
05.0
: 1,4 kkal/g atau setara dengan 5,85 kJ/g : 0,34 mg/kg berat badan
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya: susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim renin (tawar Krim (tawar) dan sejenisnya Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya: es susu, puding, buah atau yogurt beraroma) ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam Jem, jeli dan marmalad Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya: chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5 Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar KEMBANG GULA
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 100
60 100 100
100 40 100 300
40
300
60
No. Kat. Pangan 06.0
07.0 11.4 11.6
12.2
12.5 12.6 13.5
14.1.2 14.1.4
Kategori Pangan
SEREAL DAN PRODUK SEREAL TERMASUK TEPUNG DAN PATI DARI AKAR-AKARAN DAN UMBI-UMBIAN, KACANG-KACANGAN DAN POLONGPOLONGAN, SELAIN PRODUK BAKERI KATEGORI 07.0 PRODUK BAKERI Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings) Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya: campuran bumbu untuk mi instan) Sup dan kaldu Saus dan produk sejenisnya Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.113.4 Jus buah-buahan dan jus sayur-sayuran Minuman beraroma berbasis air, termasuk minuman olah raga atau minuman elektrolit dan particulated drinks
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg)
200
200 CPPB
CPPB
100 40 40 300
40 40
61
ASESULFAM - K
Acesulfame potassium
Nilai Kalori DI No. Kat. Pangan 01.1.2
01.2 01.3.1 01.3.2 01.4 01.5.1 01.6.1 01.7
02.3
02.4
03.0 04.1.2.1 04.1.2.2 04.1.2.3 04.1.2.4 04.1.2.5 04.1.2.6
04.1.2.7 04.1.2.8
: 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g : 15 mg/kg berat badan
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya: susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar) Susu kental (tawar) Krimer minuman (krimer bukan susu) Krim (tawar) dan sejenisnya Susu bubuk dan krim bubuk (tawar) Keju tanpa pemeraman (keju mentah) Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, pudding, buah atau yogurt beraroma) Emulsi lemak selain kategori 02.2, termasuk produk mix (campuran kering) dan/atau produk beraroma berbasis emulsi lemak Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering) ES TERMASUK SHERBET DAN SORBET
Buah beku Buah kering Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol Jem, jeli dan marmalad Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya : chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5 Buah bergula Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 500
500 500 CPPB CPPB CPPB CPPB 1000
CPPB
1000 800 500 500 200 500 1000 1000 500 1000
62
No. Kat. Pangan 04.1.2.9
04.1.2.10 04.1.2.11
04.1.2.12 04.2.2.3
04.2.2.4 04.2.2.5 04.2.2.6
04.2.2.7 05.1.1 05.1.2 05.1.3 05.1.4 05.1.5 05.2
05.3 05.4
06.3 06.4 06.5 07.1 07.2.1
Kategori Pangan
Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah Produk buah fermentasi Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree Buah yang dimasak atau digoreng Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch Puree dan produk oles sayuran, kacangkacangan, dan biji-bijian Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacangkacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5 Produk fermentasi sayuran Kakao campuran (bubuk) dan kakao mass/kue Kakao campuran (sirup) Produk oles kakao, termasuk bahan pengisi Kakao dan produk coklat Coklat imitasi, produk coklat pengganti Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4 Permen karet Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis Sereal untuk sarapan, termasuk gandum Pasta dan mi serta produk sejenisnya (misalnya : beras kertas, beras vermicelli) Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : pudding beras, pudding tapioka) Roti dan produk bakeri Kue, cookies dan pai (misalnya : yang diisi buah-buahan atau puding)
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 1000 CPPB 1000 500
200
350 2500
350 CPPB 2500 2500 2500 1000 2500 2000 5000 500 1200 200
350 CPPB 200
63
No. Kat. Pangan 07.2.2
07.2.3
09.3
09.4
10.4 11.4 11.6
12.2
12.3 12.4 12.5 12.6.1 12.6.2 12.6.3 12.6.4 12.7
13.3.1 13.4
Kategori Pangan
Produk fine bakery lainnya (misalnya : donut, roti gulung manis, scone dan muffin) Campuran untuk produk fine bakery (misalnya : campuran kue, campuran panekuk) Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi yang mengalami semipengawetan. Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air yang berkulit keras dan cumi-cumi yang diawetkan, dikalengkan atau difermentasi Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard) Gula dan sirup lainnya ( misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings) Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan) Cuka Mustards Sup dan kaldu Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad dressing) Saus non emulsi (misalnya : kecap, saus keju, saus krim, brown gravy) Campuran sup dan kaldu Saus encer (misalnya : kecap kedelai, kecap ikan) Salad (misalnya : makaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3 Makanan khusus untuk pengobatan bagi orang dewasa Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 2000
1000
600
CPPB
350 1000 CPPB
CPPB CPPB 350 110 1000 350 350 350
1000
450 450
64
No. Kat. Pangan
13.5
13.6 14.1.2.1 14.1.2.2 14.1.3.1 14.1.3.2 14.1.4
14.1.5
14.21 14.2.2 14.2.3 14.2.4 14.2.5 14.2.6 14.2.7
15.1
15.2
15.3
Kategori Pangan
Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.113.4 Suplemen makanan Jus buah-buahan yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi) Jus sayuran yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi) Nektar buah-buahan yang dikalengkan dan dibotolkan (pasteurisasi) Nektar sayur-sayuran yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi) Minuman beraroma berbasis air, termasuk minuman olah raga atau minuman elektrolit dan particulated drinks Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions, sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao Bir dan minuman dari gandum Cider dan perry Minuman anggur Wines (selain dari anggur) Mead Minuman beralkohol dengan kadar alcohol lebih dari 15% Minuman alkohol beraroma (misalnya : bir, wine dan spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers) Makanan ringan - berbasis kentang, sereal, tepung atau kanji (dari akar-akaran dan umbi-umbian, kacang-kacangan dan polongpolongan) Kacang olahan, termasuk kacang yang dilapis dan kacang campur (mis dengan : buah kering) Makanan ringan - berbasis ikan
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 500
2000 600 600 500 500
600
500 350 350 500 CPPB CPPB CPPB
350
1000
1000 350
65
ASPARTAM Aspartame
Nilai Kalori ADI No. Kat. Pangan 01.1.2
01.2 01.3.2 01.4.1 01.4.2 01.4.3 01.4.4 01.5.1 01.5.2 01.5.3 01.6.1 01.6.5 01.7
02.3
02.4
03.0 04.1.2.1 04.1.2.2 04.1.2.3 04.1.2.4
: 0,4 kkal/g atau setara dengan 1,67 kJ/g : 50 mg/kg berat badan
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim renin (tawar) Krimmer minuman (krimer bukan susu) Krim pasteurisasi Krim whipping atau whipped atau krim rendah lemak yang disterilkan, di UHT Krim yang digumpalkan Krim tiruan Susu bubuk dan krim bubuk (tawar) Susu dan krim bubuk tiruan Campuran susu dan krim bubuk tawar dan beraroma Keju tanpa pemeraman (keju mentah) Keju tiruan Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma) Emulsi lemak selain kategori 02.2, termasuk produk mix (campuran kering) dan/atau produk beraroma berbasis emulsi lemak Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering) ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET
Buah beku Buah kering Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 600
2000 CPPB CPPB CPPB CPPB 1000 CPPB 2000 CPPB CPPB 1000 3000
CPPB
3000 3000 CPPB 3000 300 1000
66
No. Kat. Pangan 04.1.2.5 04.1.2.6
04.1.2.7 04.1.2.8
04.1.2.9
04.1.2.10 04.1.2.11
04.1.2.12 04.2.2.1 04.2.2.2 04.2.2.3
04.2.2.4 04.2.2.5 04.2.2.6
04.2.2.7 04.2.2.8 05.1.1 05.1.2 05.1.3 05.1.4 05.1.5
Kategori Pangan
Jem, jeli dan marmalad Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya: chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5 Buah bergula Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah Produk buah fermentasi Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree Buah yang dimasak atau digoreng Sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian beku Sayuran, rumput laut, kacang-kacangan dan biji-bijian kering Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch Puree dan produk oles sayuran, kacangkacangan, dan biji-bijian Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5 Produk fermentasi sayuran Sayuran dan rumput laut yang dimasak atau digoreng Kakao campuran (bubuk) dan kakao mass/kue Kakao campuran (sirup) Produk oles kakao, termasuk bahan pengisi Kakao dan produk coklat coklat imitasi, produk coklat pengganti
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 1000 2000 2000 3000
3000 2000 3000 2000 1000 1000
300
1000 3000
1000
2500 1000 3000 3000 3000 2500 3000
67
No. Kat. Pangan 05.2
05.3 05.4
06.3 06.5 07.1 07.2 08.2 08.3 09.2
09.3
10.2.3 10.4 11.4 11.6
12.2
12.4 12.5 12.6.1 12.6.2 12.6.3 12.6.4
Kategori Pangan
Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4 Permen karet Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis Sereal untuk sarapan, termasuk gandum Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka) Roti dan produk bakeri Produk fine bakery (manis, asin, savoury) Produk olahan dari daging unggas, dan hewan buruan (utuh atau potongan) Produk olahan dari daging unggas dan hewan buruan yang dihancurkan Ikan olahan dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerang, hewan air berkulit keras dan cumicumi yang mengalami semi-pengawetan Produk telur kering dan/atau telur yang dikoagulasi dengan pemanasan Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard) Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings) Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan) Mustards Sup dan kaldu Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad dressing) Saus non emulasi (misalnya : kecap, saus keju, saus krim, brown gravy) Campuran sup dan kaldu Saus encer (misalnya : kecap kedelai, kecap ikan)
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 10000 10000 1000 5000 1000 4000 5000 300 300
300
300 1000 1000 3000
CPPB
2000 350 600 2000 2000 350 350
68
No. Kat. Pangan
12.7
13.3 13.4 13.5
13.6 14.1.2 14.1.3 14.1.4.1 14.1.4.2 14.1.4.2
14.2.1 14.2.2 14.2.3 14.2.4 14.2.5 14.2.6 15.0
Kategori Pangan
Salad (misalnya : makaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3 Makanan khusus untuk pengobatan Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.113.4 Suplemen makanan Jus buah-buahan dan jus sayur-sayuran Nektar buah-buahan dan nektar sayursayuran Minuman berkarbonasi Minuman non-karbonasi, termasuk punches dan ades Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions, sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao Bir dan minuan dari gandum Cider dan perry Minuman anggur Wines (selain dari anggur) Mead Minuman beralkohol dengan kadar alkohol lebih dari 15% MAKANAN RINGAN SIAP MAKAN
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg)
1000
800 800
2000
5500 2000 2000 600 600
CPPB 600 600 600 700 700 700 500
69
ISOMALT Isomalt Nilai Kalori ADI No. Kat. Pangan 01.1.2
01.2 01.3 01.4 01.5 01.6 02.4
03.0 04.1.1.2
04.1.2.2 04.1.2.5 04.1.2.7 04.1.2.9
04.1.2.11
04.2.1.2
05.0 06.3
:2kkal/g atau setara dengan8,36 kJ/g : Tidak dinyatakan karena termasuk Recognized as Safe (GRAS)
Generally Batas
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar) Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya Krim (tawar) dan sejenisnya Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk tiruan Keju dan keju tiruan (analog) Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering) ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET
Buah segar dengan permukaan yang disalut (dilapisi) glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran buah Buah kering Jem, jeli dan marmalad Buah bergula Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah Buah-buahan untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree Sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian segar yang permukaannya dilapisi glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran sayuran KEMBANG GULA
Sereal untuk sarapan, termasuk gandum
Penggunaan Maksimum (mg/kg) CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB
CPPB
CPPB CPPB
70
No. Kat. Pangan 06.4.2 06.5 07.2 08.1.1 08.1.2 09.1
09.2.1
09.2.2
09.2.3
09.2.4.1 09.2.4.2 09.2.4.3
09.2.5
10.4 11.4 12.2
12.4 12.6 13.4
Kategori Pangan
Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked atau kering) Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka) Produk fine bakery (manis, asin, savoury) Daging unggas dan hewan buruan (segar), utuh atau potongan Daging unggas dan hewan buruan (segar), yang dihancurkan Ikan segar dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi Ikan, potongan tipis ikan dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi; yang dilumuri adonan lalu dibekukan Produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dihancurkan, dibubuhi saus krim dan dibekukan Ikan dan produk ikan yang dimasak Kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dimasak Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang digoreng Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diasapi, dikeringkan, difermentasi dan/atau digarami Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard) Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings) Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan) Mustards Saus dan produk sejenisnya Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB
CPPB
CPPB
CPPB CPPB CPPB
CPPB
CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB
71
No. Kat. Pangan 13.5
Kategori Pangan
Makanan khusus (mis : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) CPPB
72
LAKTITOL Lactytol
Nilai Kalori ADI
No. Kat. Pangan 01.1.2
01.2 01.3 01.4.1 01.5 01.6 02.4
03.0 04.1.2.3 04.1.2.5 04.1.2.7 04.1.2.9
04.1.2.11
05.0 06.3 06.4.2 06.5 07.2
: 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/g : Tidak dinyatakan karena termasuk Recognized as Safe (GRAS)
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya: susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar) Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya Krim pasteurisasi Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk tiruan Keju dan keju tiruan (analog) Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering) ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET
Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam Jem, jeli dan marmalad Buah bergula Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree KEMBANG GULA Sereal untuk sarapan, termasuk gandum Pasta, mi dan produk sejenisnya (precooked atau kering) Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka) Produk fine bakery (manis, asin, sovoury)
Generally
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB
73
No. Kat. Pangan
09.2.1
10.4 12.4 12.6 13.4 13.5
Kategori Pangan
Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard) Mustards Saus dan produk sejenisnya Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan Makanan khusus (mis : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg)
CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB
74
MALTITOL Maltitol
Nilai Kalori ADI
No. Kat. Pangan 01.1.2
01.2 01.3 01.4.1 01.5 01.6 02.4
03.0 04.1.2.2 04.1.2.5 04.1.2.7 04.1.2.9
04.1.2.11
05.0 06.3 06.4.2 06.5 07.2
: 2,1 kkal/g atau setara dengan 8,78 kJ/g : Tidak dinyatakan karena termasuk Recognized as Safe (GRAS)
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar) Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya Krim pasteurisasi Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk tiruan Keju dan keju tiruan (analog) Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering) ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET
Buah kering Jem, jeli dan marmalad Buah bergula Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree KEMBANG GULA
Sereal untuk sarapan, termasuk gandum Pasta, mi dan produk sejenisnya (precooked atau kering) Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka) Produk fine bakery (manis, asin, sovoury)
Generally
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB
75
No. Kat. Pangan
09.2.1
10.4 12.4 12.6 13.4 13.5
Kategori Pangan
Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard) Mustards Saus dan produk sejenisnya Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan Makanan khusus (mis : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg)
CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB
76
MANITOL Mannitol
Nilai Kalori ADI
No. Kat. Pangan 01.1.2
01.2 01.3 01.4.1 01.5 01.6 02.2.1.1 02.4
03.0 04.1.2.2 04.1.2.5 04.1.2.7 04.1.2.9
04.1.2.11
05.0 06.3 06.4.2 06.5 07.2
: 1,6 kkal/g atau setara dengan 6,69 kJ/g : Tidak dinyatakan karena termasuk Recognized as Safe (GRAS)
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar) Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya Krim pasteurisasi Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk tiruan Keju dan keju tiruan (analog) Mentega dan konsentrat mentega Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering) ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET
Buah kering Jem, jeli dan marmalad Buah bergula Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree KEMBANG GULA
Sereal untuk sarapan, termasuk gandum Pasta, mi dan produk sejenisnya (precooked atau kering) Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka) Produk fine bakery (manis, asin, sovoury)
Generally
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB
77
No. Kat. Pangan
09.2.1
10.4 12.4 12.6 13.5
Kategori Pangan
Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard) Mustards Saus dan produk sejenisnya Makanan khusus (mis : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg)
CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB
78
NEOTAM Neotame
Nilai Kalori ADI No. Kat. Pangan 01.1.2
01.4.2 01.7
02.3
04.1.2.5 04.1.2.8
04.1.2.9
04.1.2.11
05.2
05.3 05.4
: 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g : 0 - 2 mg/kg berat badan
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Krim "whipping" atau "whipped" atau krim rendah lemak yang disterilkan, di UHT Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma) Yogurt (Strawberry) Pudding dessert Gelatin dessert Ice cream Frozen novelties (ices) Emulsi lemak selain kategori 02.2, termasuk produk mix (campuran kering) dan/atau produk beraroma berbasis emulsi lemak Jem, jeli dan marmalad Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4 Kembang gula keras Kembang gula lunak (karamel) Permen karet Dekorasi (misalnya: untuk fine bakery wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 15
25
15 45 19 20 20 25 100 100 19
30
60 28 250 50
79
No. Kat. Pangan 06.3 07.2.1
11.6
14.1.2.1 14.1.4.1 14.1.4.2
14.1.5
Kategori Pangan
Sereal untuk sarapan, termasuk gandum Kue, cookies dan pai (misalnya : yang diisi buah-buahan atau puding) Cookies Cake kuning Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi Jus buah-buahan yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi) Minuman berkarbonasi Minuman non-karbonasi, termasuk punches dan ades Minuman elektrolit Campuran minuman ringan (lemonade) Campuran minuman teh es Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions, sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 46
60 35 CPPB 25 17
15 16 12 8
80
SAKARIN (dan GARAM NATRIUM, KALIUM, KALSIUM) Saccharin (and Sodium, Potassium, Calcium Salts)
Nilai Kalori ADI No. Kat. Pangan 01.1.2
01.2.1 01.2.2 01.6.1 01.7
02.4
03.0 04.1.2.3 04.1.2.4 04.1.2.5 04.1.2.6
04.1.2.7 04.1.2.8
04.1.2.9
04.2.2.1 04.2.2.2
: 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g : 5 mg/kg berat badan
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Susu fermentasi (tawar) Susu yang digumpalkan dengan enzim rennin Keju tanpa pemeraman (keju mentah) Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma) Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering) ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET
Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol Jem, jeli dan marmalad Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya: chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5 Buah bergula Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah Sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian beku Sayuran, rumput laut, kacang-kacangan dan biji-bijian kering
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 400
200 CPPB 100 200
100 300 160 200 200 200 500 200
100 500 500
81
No. Kat. Pangan
04.2.2.3
04.2.2.4 04.2.2.5 04.2.2.6
04.2.2.7 04.2.2.8 05.1.1 05.2
05.3 05.4
06.3 06.5 07.1.3 07.2 08.2.1.1
08.2.2
08.3.2
09.2.4.1
Kategori Pangan
Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch Puree dan produk oles sayuran, kacangkacangan, dan biji-bijian Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5 Produk fermentasi sayuran Sayuran dan rumput laut yang dimasak atau digoreng Kakao campuran (bubuk) dan kakao mass/ kue Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4 Permen karet Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis Sereal untuk sarapan, termasuk gandum Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka) Produk bakeri lainnya (misalnya : bagel, pita, english muffins) Produk fine bakery (manis, asin, savoury) Produk olahan dari daging unggas dan hewan buruan yang telah diasapi dan digarami tanpa pemanasan dalam bentuk utuh ataupun potongan Produk olahan dari daging unggas dan hewan buruan yang dipanaskan dalam bentuk utuh ataupun potongan Produk olahan dari daging unggas dan hewan buruan yang dihancurkan dan mengalami pemanasan Ikan dan produk ikan yang dimasak
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg)
2000
500 500
500
500 500 500
3000 3000 500 100 100 15 2000 2000
500
500 500
82
No. Kat. Pangan 09.2.5
09.3.1
09.3.2
09.3.3 09.3.4
09.4
10.4 11.4 11.6
12.3 12.4 12.5 12.6.1 12.6.2 12.6.3 12.6.4 12.7
Kategori Pangan
Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diasapi, dikeringkan, difermentasi dan/atau digarami Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dibumbui dan/atau dalam jeli Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diacar dan/atau dalam air garam Pengganti telur salmon, caviar, dan produk telur ikan lainnya Ikan dan produk ikan semi-pengawetan, ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi (misalnya : fish paste) kecuali produk-produk pada kategori 09.3.1 - 09.3.3 Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi yang diawetkan, dikalengkan atau difermentasi Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard) Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings) Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi Cuka Mustards Sup dan kaldu Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad dressing) Saus non emulsi (misalnya : kecap, saus keju, saus krim, brown gravy) Campuran sup dan kaldu Saus encer (misalnya : kecap kedelai, kecap ikan) Salad (misalnya : makaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 1200
160
2000
160
1200
200
100 300
4545 300 320 110 500 160 300 500
200
83
No. Kat. Pangan 13.3 13.4 13.5
13.6 14.1.2.3 14.1.2.4 14.1.3.1 14.1.3.3 14.1.3.4 14.1.4.1 14.1.4.2 14.1.4.3 14.1.5
14.2.1 14.2.2 14.2.3 14.2.7
15.0 16.0
Kategori Pangan
Makanan khusus untuk pengobatan Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk pada kategori pangan 13.1-13.4 Suplemen makanan Konsentrat (cair atau padat) untuk jus buahbuahan Konsentrat (cair atau padat) untuk jus sayur-sayuran Nektar buah-buahan yang dikalengkan dan dibotolkan (pasteurisasi) Konsentrat nektar buah-buahan (cair atau padat) Konsentrat nektar sayur-sayuran (cair atau padat) Minuman berkarbonasi Minuman non-karbonasi, termasuk punches dan ades Konsentrat untuk minuman (cair atau padat) Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions, sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao Bir dan minuman dari gandum Cider dan perry Minuman anggur Minuman alkohol beraroma (misalnya : bir, wine dan spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers) MAKANAN RINGAN SIAP MAKAN COMPOSITEFOODS-MAKANAN-MAKANAN YANG TIDAKBISA DITEMPATKANPADA KATEGORI01-15
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 300 300
500 1200 300 300 80 300 300 500 500 2000 200 80 80 80 80 100 200
84
SIKLAMAT (ASAM SIKLAMAT DAN GARAM NATRIUM, KALIUM KALSIUM)
Cyclamates (Cyclamic Acid and Sodium, Potassium, and Calcium Salts)
(Dihitung sebagai asam siklamat) Nilai Kalori : 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g ADI : 0-11 mg/kg berat badan No. Kat. Pangan 01.1.2
01.2 01.7
02.4
03.0 04.1.2.4 04.1.2.5 04.1.2.6
04.1.2.7 04.1.2.8
04.1.2.9
04.2.2.4 04.2.2.6
05.1
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar) Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma) Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering) ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET
Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol Jem, jeli dan marmalad Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya : chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5 Buah bergula Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5 Produk kakao dan produk coklat imitasi dan coklat pengganti
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 400
CPPB 250
250 250 1000 1000 1000
500 250
250 100
250
500
85
No. Kat. Pangan 05.2
05.3 05.4
06.5 07.2.1 07.2.2
07.2.3
10.4 11.4 11.6
12.6.1 12.7
13.3 13.4 13.5
13.6 14.1.2.1 14.1.3.1 14.1.4.1
Kategori Pangan
Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4 Peremen karet Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka Kue, cookies dan pai (misalnya : yang diisi buah-buahan atau puding) Produk fine bakery lainnya (misalnya : donut, roti gulung manis, scone, dan muffin) Campuran untuk produk fine bakery (misalnya : campuran kue, campuran penekuk) Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard) Gula dan sirup lainnya (misalya : xylose, maple syrup, sugar toppings) Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad dressing) Salad (misalnya : macaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3 Makanan khusus untuk pengobatan Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.113.4 Suplemen makanan Jus buah-buahan yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi) Nektar buah-buahan yang dikalengkan dan dibotolkan (pasteurisasi) Minuman berkarbonasi
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 500 3000 500
250 1600
2000
1600 250 500
CPPB 500
500
1300 1300
1300
1250 1000 1000 1000
86
No. Kat. Pangan 14.1.4.2 14.2.1 14.2.2 14.2.3 14.2.7
Kategori Pangan
Minuman non-karbonasi, termasuk punches dan ades Bir dan minuman dari gandum Cider dan perry Minuman anggur Minuman alkohol beraroma (misalnya : bir, wine dan spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 1000 250 250 250 250
87
SILITOL Xylitol Nilai Kalori ADI
No. Kat. Pangan 01.1.2
01.2 01.3 01.4.1 01.5 01.6 02.4
03.0 04.1.1.2
04.1.2.2 04.1.2.5 04.1.2.7 04.1.2.9
04.1.2.11
04.2.1.12
05.0 06.3
: 2,4 kkal/g atau setara dengan 10,03 kJ/g : Tidak dinyatakan karena termasuk Recognized as Safe (GRAS)
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar) Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya Krim pasteurisasi Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk tiruan Keju dan keju tiruan (analog) Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering) ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET
Buah segar dengan permukaan yang disalut (dilapisi) glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran buah Buah kering Jem, jeli dan marmalad Buah bergula Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree Sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian segar yang permukaannya dilapisi glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran sayuran KEMBANG GULA
Sereal untuk sarapan, termasuk gandum
Generally
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB
CPPB
CPPB CPPB
88
No. Kat. Pangan 06.4.2 06.5 07.2 08.1.1 08.1.2 09.1
09.2.1
09.2.2
09.2.3
09.2.4.1 09.2.4.2 09.2.4.3
09.2.5
10.2.2 10.4 11.4 12.2
12.4 12.6
Kategori Pangan
Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked atau kering) Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka) Produk fine bakery (manis, asin, savoury) Daging unggas dan hewan buruan (segar), utuh atau potongan Daging unggas dan hewan buruan (segar), yang dihancurkan Ikan segar dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi Ikan, potongan tipis ikan dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi; yang dilumuri adonan lalu dibekukan Produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dihancurkan, dibubuhi saus krim dan dibekukan Ikan dan produk ikan yang dimasak Kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dimasak Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras, dan cumicumi yang digoreng Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras, dan cumicumi yang diasapi, dikeringkan, difermentasi dan/atau digarami Produk telur beku Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard) Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings) Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan) Mustards Saus dan produk sejenisnya
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB
CPPB
CPPB
CPPB
CPPB CPPB
CPPB
35000
CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB CPPB
89
No. Kat. Pangan 13.4 13.5
Kategori Pangan
Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.113.4
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) CPPB
CPPB
90
SORBITOL Sorbitol
Nilai Kalori ADI
No. Kat. Pangan 01.1.2
01.2 01.3 01.4.1 01.5 01.6 02.2.1.1 02.4
03.0 04.1.1.2
04.1.2.2 04.1.2.5 04.1.2.7 04.1.2.9
04.1.2.11
04.2.1.2
: 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g : Tidak dinyatakan karena termasuk Recognized as Safe (GRAS)
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar) Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya Krim pasteurisasi Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk tiruan Keju dan keju tiruan (analog) Mentega dan konsentrat mentega Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering) ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET
Buah segar dengan permukaan yang disalut (dilapisi) glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran buah Buah kering Jem, jeli dan marmalad Buah bergula Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree Sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian segar yang permukaannya dilapisi glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran sayuran
Generally
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB CPPB CPPB
CPPB
CPPB
91
No. Kat. Pangan 05.0 06.3 06.4.2 06.5 07.2 08.1.1 08.1.2 09.1
09.2.1
09.2.2
09.2.3
09.2.4.1 09.2.4.2 09.2.4.3
09.2.5
10.2.2 10.4 11.4 12.2
12.4
Kategori Pangan
KEMBANG GULA
Sereal untuk sarapan, termasuk gandum Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked atau kering) Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka) Produk fine bakery (manis, asin, savoury) Daging unggas dan hewan buruan (segar), utuh atau potongan Daging unggas dan hewan buruan (segar), yang dihancurkan Ikan segar dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi Ikan, potongan tipis ikan dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air kerkulit keras dan cumi-cumi; yang dilumuri adonan lalu dibekukan. Produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dihancurkan, dibubuhi saus krim dan dibekukan Ikan dan produk ikan yang dimasak Kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dimasak Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras, dan cumicumi yang digoreng Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diasapi, dikeringkan, difermentasi dan/atau digarami Produk telur beku Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard) Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings) Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi isntan) Mustards
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB CPPB 5000
CPPB
CPPB
CPPB
CPPB
CPPB CPPB
CPPB
35000
CPPB CPPB CPPB
CPPB CPPB
92
No. Kat. Pangan 12.6 13.4 13.5
Kategori Pangan
Saus dan produk sejenisnya Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.113.4
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) CPPB CPPB
CPPB
93
SUKRALOSA Sucralose Nilai Kalori ADI No. Kat. Pangan 01.1.2
01.2.1.2 01.7
02.4
03.0 04.1.2.1 04.1.2.2 04.1.2.3 04.1.2.4 04.1.2.5 04.1.2.6
04.1.2.7 04.1.2.8
04.1.2.9
04.1.2.10 04.1.2.11
04.1.2.12 04.2.2.1
: 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g : 0-15 mg/kg berat badan
Kategori Pangan
Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu Coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey) Produk susu fermentasi (tawar) yang diberi perlakuan panas setelah proses fermentasi Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma) Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering) ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET Buah beku Buah kering Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol Jem, jeli dan marmalad Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya : chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5 Buah bergula Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah Produk buah fermentasi Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree Buah yang dimasak atau digoreng Sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian beku
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 300
250 400
250 400 150 150 150 450 450 800 800 450 1250
150 250 150 150
94
No. Kat. Pangan 04.2.2.2 04.2.2.3
04.2.2.4 04.2.2.5 04.2.2.6
04.2.2.7 04.2.2.8 05.1 05.2
05.3 05.4 06.1 06.2 06.3 06.4.2 06.5 06.6 06.7 07.1 07.2.1 07.2.2
Kategori Pangan
Sayuran, rumput laut, kacang-kacangan, dan biji-bijian kering Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch Puree dan produk oles sayuran, kacangkacangan, dan biji-bijian Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5 Produk fermentasi sayuran Sayuran dan rumput laut yang dimasak atau digoreng Produk kakao dan produk coklat termasuk coklat imitasi dan coklat pengganti Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3,05.4 Permen karet Permen karet rendah kalori Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis Biji utuh, patah atau serpihan, termasuk beras Tepung dan pati Sereal untuk sarapan, termasuk gandum Pasta, mi dan produk sejenisnya (precooked atau kering) Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka) Adonan (misalnya : remasan roti atau adonan untuk melumuri ikan atau unggas) Kue beras (hanya tipe oriental) Roti dan produk bakeri Kue, cookies dan pai (misalnya : yang diisi buah-buahan atau puding) Produk fine bakery lainnya (misalnya : donut, roti gulung manis, scone, dan muffin)
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 150
450
150 1500
500
150 150 1500
1500 5000
1000 600 600 1000 600
1250 600 600 750 750
800
95
No. Kat. Pangan 07.2.3
09.3.1
09.3.2
10.4 11.1 11.4 11.6 12.2
12.4 12.5 12.6.1 12.6.2 12.6.3 12.6.4 12.7
13.3 13.4 13.5
14.1.2.1
Kategori Pangan Campuran untuk produk fine bakery (misalnya : campuran kue, campuran panekuk) Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dibumbui dan/atau dalam jeli Ikan dan produk ikan termasuk kerangkerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diacar dan/atau dalam air garam Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard) Gula murni dan gula pasir Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings) Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan) Mustards Sup dan kaldu Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad dressing) Saus non emulsi (misalnya : kecap, saus keju, saus krim, brown gravy) Campuran sup dan kaldu Saus encer (misalnya : kecap kedelai, kecap ikan) Salad (misalnya : macaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3 Makanan khusus untuk pengobatan Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.113.4 Jus buah-buahan yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi)
Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg) 750
450
450
250 1500 1500
CPPB 700 400 1250 1250 1250 450 450
1250
400 1250
800
250
96
Lampiran 2 Tiga belas jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya oleh Codex Alimenatrius Commision dan di Indonesia
Acesulfame potassium (950)
Synonym(s)
Acesulfame K
Functional Classes
Sweetener (sweetener)
Search JECFA Click the above link to search the JECFA database for the specifications of additive(s) with INS No. 950 GSFA Provisions for Acesulfame potassium Number
Food Category
Max Level
Notes
14.2.7
Aromatized alcoholic beverages (e.g., beer, wine and spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
350 mg/kg
01.3.2
Beverage whiteners
2,000 mg/kg
Note 161
07.1
Bread and ordinary bakery wares
1,000 mg/kg
Note 161
06.3
Breakfast cereals, including rolled oats
1,200 mg/kg
Note 161
04.1.2.7
Candied fruit
500 mg/kg
Note 161
04.1.2.4
Canned or bottled (pasteurized) fruit
350 mg/kg
Note 161
04.2.2.4
Canned or bottled (pasteurized) or retort pouch vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
350 mg/kg
Note 161
06.5
Cereal and starch based desserts (e.g., rice pudding, tapioca pudding)
350 mg/kg
Note 161
01.6.5
Cheese analogues
350 mg/kg
Note 161
05.3
Chewing gum
5,000 mg/kg
Note 161
05.1.4
Cocoa and chocolate products
500 mg/kg
Note 161
05.1.1
Cocoa mixes (powders) and cocoa mass/cake
350 mg/kg
Note 97
05.1.2
Cocoa mixes (syrups)
350 mg/kg
Note 97 Note 161
05.1.3
Cocoa-based spreads, including fillings
1,000 mg/kg
Note 161
14.1.5
Coffee, coffee substitutes, tea, herbal infusions, and other hot cereal and grain beverages, excluding cocoa
600 mg/kg
Note 161 Note 160
14.1.3.3
Concentrates for fruit nectar
350 mg/kg
Note 127
14.1.3.4
Concentrates for vegetable nectar
350 mg/kg
Note 127 Note 161
04.1.2.12
Cooked fruit
500 mg/kg
Note 161
01.4.4
Cream analogues
1,000 mg/kg
Note 161
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
350 mg/kg
Note 161
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, whey-
350 mg/kg
Note 161
97
Number
Food Category
Max Level
Notes
based drinks) 05.4
Decorations (e.g., for fine bakery wares), toppings (nonfruit) and sweet sauces
13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) 450 mg/kg excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 13.6
13.3
Dietetic foods intended for special medical purposes (excluding products of food category 13.1)
500 mg/kg
13.4
Dietetic formulae for slimming purposes and weight reduction
450 mg/kg
04.1.2.2
Dried fruit
500 mg/kg
Note 161
03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
800 mg/kg
Note 161
10.4
Egg-based desserts (e.g., custard)
350 mg/kg
Note 161
02.3
Fat emulsions mainly of type oil-in-water, including mixed 1,000 mg/kg and/or flavoured products based on fat emulsions
Note 161
02.4
Fat-based desserts excluding dairy-based dessert products of food category 01.7
350 mg/kg
Note 161
04.1.2.10
Fermented fruit products
350 mg/kg
Note 161
04.2.2.7
Fermented vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera) and seaweed products, excluding fermented soybean products of food categories 06.8.6, 06.8.7, 12.9.1, 12.9.2.1 and 12.9.2.3
1,000 mg/kg
07.2
Fine bakery wares (sweet, salty, savoury) and mixes
1,000 mg/kg
13.6
Food supplements
2,000 mg/kg
04.1.2.1
Frozen fruit
500 mg/kg
Note 161
04.1.2.11
Fruit fillings for pastries
350 mg/kg
Note 161
04.1.2.3
Fruit in vinegar, oil, or brine
200 mg/kg
Note 161
14.1.3.1
Fruit nectar
350 mg/kg
04.1.2.8
Fruit preparations, including pulp, purees, fruit toppings and coconut milk
350 mg/kg
Note 161
04.1.2.9
Fruit-based desserts, including fruit-flavoured waterbased desserts
350 mg/kg
Note 161
04.1.2.6
Fruit-based spreads (e.g., chutney) excluding products of 1,000 mg/kg food category 04.1.2.5
Note 161
09.4
Fully preserved, including canned or fermented fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
200 mg/kg
Note 144
05.2.1
Hard candy
500 mg/kg
Note 156 Note 161
12.2
Herbs, spices, seasonings and condiments (e.g., seasoning for instant noodles)
2,000 mg/kg
Note 161
500 mg/kg
Note 161
Note 165
05.1.5
Imitation chocolate, chocolate substitute products
500 mg/kg
Note 161
04.1.2.5
Jams, jellies, marmelades
1,000 mg/kg
Note 161
01.5.2
Milk and cream powder analogues
1,000 mg/kg
Note 161
12.4
Mustards
350 mg/kg
05.2.3
Nougats and marzipans
1,000 mg/kg
Note 161
11.4
Other sugars and syrups (e.g., xylose, maple syrup, sugar toppings)
1,000 mg/kg
Note 159
09.2
Processed fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
200 mg/kg
Note 144
15.0
Ready-to-eat savouries
350 mg/kg
12.7
Salads (e.g., macaroni salad, potato salad) and sandwich 350 mg/kg spreads excluding cocoa- and nut-based spreads of food
Note 161
98
Number
Food Category
Max Level
Notes
categories 04.2.2.5 and 05.1.3 12.6
Sauces and like products
1,000 mg/kg
09.3
Semi-preserved fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
200 mg/kg
Note 144
05.2.2
Soft candy
1,000 mg/kg
Note 161 Note 157
12.5
Soups and broths
110 mg/kg
Note 161
11.6
Table-top sweeteners, including those containing highintensity sweeteners
GMP
04.2.2.6
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed pulps and preparations (e.g., vegetable 350 mg/kg desserts and sauces, candied vegetables) other than food category 04.2.2.5
04.2.2.5
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed purees and spreads (e.g., peanut butter)
1,000 mg/kg
14.1.3.2
Vegetable nectar
350 mg/kg
Note 161
04.2.2.3
Vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds in vinegar, oil, brine, or soybean sauce
200 mg/kg
Note 144
12.3
Vinegars
2,000 mg/kg
Note 161
14.1.4
Water-based flavoured drinks, including "sport," "energy," 600 mg/kg or "electrolyte" drinks and particulated drinks
Note 161
Note 161
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
99
Alitame (956)
Functional Classes
Sweetener (sweetener)
Search JECFA Click the above link to search the JECFA database for the specifications of additive(s) with INS No. 956 GSFA Provisions for Alitame Number
Food Category
05.3
Chewing gum
05.1.4 05.1.2
Max Level
Notes
300 mg/kg
Note 161
Cocoa and chocolate products
300 mg/kg
Note 161
Cocoa mixes (syrups)
300 mg/kg
Note 161
05.1.3
Cocoa-based spreads, including fillings
300 mg/kg
Note 161
05.2
Confectionery including hard and soft candy, nougats, etc. other than food categories 05.1, 05.3 and 05.4
300 mg/kg
Note 161
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
100 mg/kg
Note 161
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, wheybased drinks)
100 mg/kg
Note 161
05.4
Decorations (e.g., for fine bakery wares), toppings (nonfruit) and sweet sauces
300 mg/kg
Note 161
13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 300 mg/kg 13.6
03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
100 mg/kg
Note 161
05.1.5
Imitation chocolate, chocolate substitute products
300 mg/kg
Note 161
04.1.2.5
Jams, jellies, marmelades
100 mg/kg
Note 161
11.4
Other sugars and syrups (e.g., xylose, maple syrup, sugar toppings)
200 mg/kg
Note 159
12.5
Soups and broths
40 mg/kg
Note 161
11.6
Table-top sweeteners, including those containing highintensity sweeteners
GMP
14.1.4
Water-based flavoured drinks, including "sport," "energy," 40 mg/kg or "electrolyte" drinks and particulated drinks
Note 161
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
100
Aspartame (951)
Synonym(s)
APM Aspartyl phenylalanine methyl ester
Functional Classes
Flavour enhancer (flavour enhancer) Sweetener (sweetener)
Search JECFA Click the above link to search the JECFA database for the specifications of additive(s) with INS No. 951 GSFA Provisions for Aspartame Number
Food Category
Max Level
Notes
14.2.7
Aromatized alcoholic beverages (e.g., beer, wine and spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
600 mg/kg
01.3.2
Beverage whiteners
6,000 mg/kg
Note 161
07.1
Bread and ordinary bakery wares
4,000 mg/kg
Note 161
06.3
Breakfast cereals, including rolled oats
1,000 mg/kg
Note 161
04.1.2.7
Candied fruit
2,000 mg/kg
Note 161
04.1.2.4
Canned or bottled (pasteurized) fruit
1,000 mg/kg
Note 161
04.2.2.4
Canned or bottled (pasteurized) or retort pouch vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
1,000 mg/kg
Note 161
06.5
Cereal and starch based desserts (e.g., rice pudding, tapioca pudding)
1,000 mg/kg
Note 161
01.6.5
Cheese analogues
1,000 mg/kg
Note 161
05.3
Chewing gum
10,000 mg/kg
Note 161
05.1.4
Cocoa and chocolate products
3,000 mg/kg
Note 161
05.1.1
Cocoa mixes (powders) and cocoa mass/cake
3,000 mg/kg
Note 97
05.1.2
Cocoa mixes (syrups)
1,000 mg/kg
Note 161
05.1.3
Cocoa-based spreads, including fillings
3,000 mg/kg
Note 161
14.1.5
Coffee, coffee substitutes, tea, herbal infusions, and other hot cereal and grain beverages, excluding cocoa
600 mg/kg
Note 161 Note 160
14.1.3.3
Concentrates for fruit nectar
600 mg/kg
Note 127
14.1.3.4
Concentrates for vegetable nectar
600 mg/kg
Note 161 Note 127
04.1.2.12
Cooked fruit
1,000 mg/kg
Note 161
04.2.2.8
Cooked or fried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
1,000 mg/kg
Note 161
01.4.4
Cream analogues
1,000 mg/kg
Note 161
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
1,000 mg/kg
Note 161
101
Number
Food Category
Max Level
Notes
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, wheybased drinks)
600 mg/kg
Note 161
05.4
Decorations (e.g., for fine bakery wares), toppings (nonfruit) and sweet sauces
1,000 mg/kg
Note 161
13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 1,000 mg/kg 13.6
13.3
Dietetic foods intended for special medical purposes (excluding products of food category 13.1)
1,000 mg/kg
13.4
Dietetic formulae for slimming purposes and weight reduction
800 mg/kg
04.1.2.2
Dried fruit
2,000 mg/kg
Note 161
04.2.2.2
Dried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
1,000 mg/kg
Note 161
03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
1,000 mg/kg
Note 161
10.4
Egg-based desserts (e.g., custard)
1,000 mg/kg
Note 161
02.3
Fat emulsions mainly of type oil-in-water, including mixed 1,000 mg/kg and/or flavoured products based on fat emulsions
Note 161
02.4
Fat-based desserts excluding dairy-based dessert products of food category 01.7
1,000 mg/kg
Note 161
04.1.2.10
Fermented fruit products
1,000 mg/kg
Note 161
04.2.2.7
Fermented vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera) and seaweed products, excluding fermented soybean products of food categories 06.8.6, 06.8.7, 12.9.1, 12.9.2.1 and 12.9.2.3
2,500 mg/kg
Note 161
07.2
Fine bakery wares (sweet, salty, savoury) and mixes
1,700 mg/kg
Note 165
13.6
Food supplements
5,500 mg/kg
04.1.2.1
Frozen fruit
2,000 mg/kg
Note 161
04.2.2.1
Frozen vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
1,000 mg/kg
Note 161
04.1.2.11
Fruit fillings for pastries
1,000 mg/kg
Note 161
04.1.2.3
Fruit in vinegar, oil, or brine
300 mg/kg
Note 144
14.1.3.1
Fruit nectar
600 mg/kg
04.1.2.8
Fruit preparations, including pulp, purees, fruit toppings and coconut milk
1,000 mg/kg
Note 161
04.1.2.9
Fruit-based desserts, including fruit-flavoured waterbased desserts
1,000 mg/kg
Note 161
04.1.2.6
Fruit-based spreads (e.g., chutney) excluding products of 1,000 mg/kg food category 04.1.2.5
Note 161
09.4
Fully preserved, including canned or fermented fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
300 mg/kg
Note 144
05.2.1
Hard candy
3,000 mg/kg
Note 161 Note 148
05.1.5
Imitation chocolate, chocolate substitute products
3,000 mg/kg
Note 161
04.1.2.5
Jams, jellies, marmelades
1,000 mg/kg
Note 161
01.5.2
Milk and cream powder analogues
2,000 mg/kg
Note 161
12.4
Mustards
350 mg/kg
05.2.3
Nougats and marzipans
3,000 mg/kg
Note 161
11.4
Other sugars and syrups (e.g., xylose, maple syrup, sugar toppings)
3,000 mg/kg
Note 159
102
Number
Food Category
Max Level
Notes
09.2
Processed fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
300 mg/kg
15.0
Ready-to-eat savouries
500 mg/kg
12.7
Salads (e.g., macaroni salad, potato salad) and sandwich spreads excluding cocoa- and nut-based spreads of food 350 mg/kg categories 04.2.2.5 and 05.1.3
12.6
Sauces and like products
350 mg/kg
12.2.2
Seasonings and condiments
2,000 mg/kg
Note 161
09.3
Semi-preserved fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
300 mg/kg
Note 144
05.2.2
Soft candy
3,000 mg/kg
Note 161 Note 148
11.6
Table-top sweeteners, including those containing highintensity sweeteners
GMP
01.6.1
Unripened cheese
1,000 mg/kg
Note 161
04.2.2.6
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed pulps and preparations (e.g., vegetable 1,000 mg/kg desserts and sauces, candied vegetables) other than food category 04.2.2.5
Note 161
04.2.2.5
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed purees and spreads (e.g., peanut butter)
1,000 mg/kg
Note 161
14.1.3.2
Vegetable nectar
600 mg/kg
Note 161
04.2.2.3
Vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds in vinegar, oil, brine, or soybean sauce
300 mg/kg
Note 144
12.3
Vinegars
3,000 mg/kg
Note 161
14.1.4
Water-based flavoured drinks, including "sport," "energy," 600 mg/kg or "electrolyte" drinks and particulated drinks
Note 144
Note 161 Note 166
Note 161
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
103
Isomalt (Isomaltitol) (953)
Synonym(s)
Hydrogenated Isomaltulose Isomaltitol
Functional Classes
Anticaking agent Bulking agent (bulking agent) Emulsifier (emulsifier) Glazing agent Sweetener (sweetener)
Search JECFA Click the above link to search the JECFA database for the specifications of additive(s) with INS No. 953 GSFA Table 3 Provisions Isomalt (Isomaltitol) is a food additive that is included in Table 3, and as such may be used in the following foods under the conditions of good manufacturing practices (GMP) as outlined in the Preamble of the Codex GSFA. Note that food categories listed in the Annex to Table 3 were excluded accordingly. Number
Food Category
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, whey-based drinks)
01.3
Condensed milk and analogues (plain)
01.4.3
Clotted cream (plain)
01.4.4
Cream analogues
01.5
Milk powder and cream powder and powder analogues (plain)
01.6.1
Unripened cheese
01.6.2
Ripened cheese
01.6.4
Processed cheese
01.6.5
Cheese analogues
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
01.8.1
Liquid whey and whey products, excluding whey cheeses
02.2.2
Fat spreads, dairy fat spreads and blended spreads
02.3
Fat emulsions mainly of type oil-in-water, including mixed and/or flavoured products based on fat emulsions
02.4
Fat-based desserts excluding dairy-based dessert products of food category 01.7
03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
04.1.2
Processed fruit
04.2.2.2
Dried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
04.2.2.3
Vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds in vinegar, oil, brine, or soybean sauce
04.2.2.4
Canned or bottled (pasteurized) or retort pouch vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
04.2.2.5
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera),
104
Number
Food Category seaweed, and nut and seed purees and spreads (e.g., peanut butter)
04.2.2.6
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed pulps and preparations (e.g., vegetable desserts and sauces, candied vegetables) other than food category 04.2.2.5
04.2.2.8
Cooked or fried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
05.0
Confectionery
06.3
Breakfast cereals, including rolled oats
06.4.3
Pre-cooked pastas and noodles and like products
06.5
Cereal and starch based desserts (e.g., rice pudding, tapioca pudding)
06.6
Batters (e.g., for breading or batters for fish or poultry)
06.7
Pre-cooked or processed rice products, including rice cakes (Oriental type only)
06.8
Soybean products (excluding soybean-based seasonings and condiments of food category 12.9)
07.0
Bakery wares
08.2
Processed meat, poultry, and game products in whole pieces or cuts
08.3
Processed comminuted meat, poultry, and game products
08.4
Edible casings (e.g., sausage casings)
09.3
Semi-preserved fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
09.4
Fully preserved, including canned or fermented fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
10.2.3
Dried and/or heat coagulated egg products
10.3
Preserved eggs, including alkaline, salted, and canned eggs
10.4
Egg-based desserts (e.g., custard)
11.6
Table-top sweeteners, including those containing high-intensity sweeteners
12.2.2
Seasonings and condiments
12.3
Vinegars
12.4
Mustards
12.5
Soups and broths
12.6
Sauces and like products
12.7
Salads (e.g., macaroni salad, potato salad) and sandwich spreads excluding cocoa- and nut-based spreads of food categories 04.2.2.5 and 05.1.3
12.8
Yeast and like products
12.9
Soybean-based seasonings and condiments
12.10
Protein products other than from soybeans
13.3
Dietetic foods intended for special medical purposes (excluding products of food category 13.1)
13.4
Dietetic formulae for slimming purposes and weight reduction
13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 13.6
13.6
Food supplements
14.1.4
Water-based flavoured drinks, including "sport," "energy," or "electrolyte" drinks and particulated drinks
14.2.1
Beer and malt beverages
14.2.2
Cider and perry
14.2.4
Wines (other than grape)
14.2.5
Mead
14.2.6
Distilled spirituous beverages containing more than 15% alcohol
105
Number
Food Category
14.2.7
Aromatized alcoholic beverages (e.g., beer, wine and spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
15.0
Ready-to-eat savouries
16.0
Composite foods - foods that could not be placed in categories 01 - 15
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
106
Lactitol (966)
Synonym(s)
Lactit Lactobiosit Lactositol
Functional Classes
Bulking agent (bulking agent) Emulsifier (emulsifier) Stabilizer Sweetener (sweetener) Thickener
Search JECFA Click the above link to search the JECFA database for the specifications of additive(s) with INS No. 966 GSFA Table 3 Provisions Lactitol is a food additive that is included in Table 3, and as such may be used in the following foods under the conditions of good manufacturing practices (GMP) as outlined in the Preamble of the Codex GSFA. Note that food categories listed in the Annex to Table 3 were excluded accordingly. Number
Food Category
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, whey-based drinks)
01.3
Condensed milk and analogues (plain)
01.4.3
Clotted cream (plain)
01.4.4
Cream analogues
01.5
Milk powder and cream powder and powder analogues (plain)
01.6.1
Unripened cheese
01.6.2
Ripened cheese
01.6.4
Processed cheese
01.6.5
Cheese analogues
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
01.8.1
Liquid whey and whey products, excluding whey cheeses
02.2.2
Fat spreads, dairy fat spreads and blended spreads
02.3
Fat emulsions mainly of type oil-in-water, including mixed and/or flavoured products based on fat emulsions
02.4
Fat-based desserts excluding dairy-based dessert products of food category 01.7
03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
04.1.2
Processed fruit
04.2.2.2
Dried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
04.2.2.3
Vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds in vinegar, oil, brine, or soybean sauce
107
Number
Food Category
04.2.2.4
Canned or bottled (pasteurized) or retort pouch vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
04.2.2.5
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed purees and spreads (e.g., peanut butter)
04.2.2.6
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed pulps and preparations (e.g., vegetable desserts and sauces, candied vegetables) other than food category 04.2.2.5
04.2.2.8
Cooked or fried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
05.0
Confectionery
06.3
Breakfast cereals, including rolled oats
06.4.3
Pre-cooked pastas and noodles and like products
06.5
Cereal and starch based desserts (e.g., rice pudding, tapioca pudding)
06.6
Batters (e.g., for breading or batters for fish or poultry)
06.7
Pre-cooked or processed rice products, including rice cakes (Oriental type only)
06.8
Soybean products (excluding soybean-based seasonings and condiments of food category 12.9)
07.0
Bakery wares
08.2
Processed meat, poultry, and game products in whole pieces or cuts
08.3
Processed comminuted meat, poultry, and game products
08.4
Edible casings (e.g., sausage casings)
09.3
Semi-preserved fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
09.4
Fully preserved, including canned or fermented fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
10.2.3
Dried and/or heat coagulated egg products
10.3
Preserved eggs, including alkaline, salted, and canned eggs
10.4
Egg-based desserts (e.g., custard)
11.6
Table-top sweeteners, including those containing high-intensity sweeteners
12.2.2
Seasonings and condiments
12.3
Vinegars
12.4
Mustards
12.5
Soups and broths
12.6
Sauces and like products
12.7
Salads (e.g., macaroni salad, potato salad) and sandwich spreads excluding cocoa- and nut-based spreads of food categories 04.2.2.5 and 05.1.3
12.8
Yeast and like products
12.9
Soybean-based seasonings and condiments
12.10
Protein products other than from soybeans
13.3
Dietetic foods intended for special medical purposes (excluding products of food category 13.1)
13.4
Dietetic formulae for slimming purposes and weight reduction
13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 13.6
13.6
Food supplements
14.1.4
Water-based flavoured drinks, including "sport," "energy," or "electrolyte" drinks and particulated drinks
14.2.1
Beer and malt beverages
14.2.2
Cider and perry
14.2.4
Wines (other than grape)
108
Number
Food Category
14.2.5
Mead
14.2.6
Distilled spirituous beverages containing more than 15% alcohol
14.2.7
Aromatized alcoholic beverages (e.g., beer, wine and spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
15.0
Ready-to-eat savouries
16.0
Composite foods - foods that could not be placed in categories 01 - 15
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
109
Maltitol (965(i))
Synonym(s)
D-Maltitol Dried Maltitol Syrup Hydrogenated Glucose Syrup Hydrogenated High Maltose-Content Glucose Syrup Hydrogenated Maltose Maltitol Syrup Powder
Functional Classes
Bulking agent (bulking agent) Emulsifier (emulsifier) Stabilizer Sweetener (sweetener) Thickener
Search JECFA Click the above link to search the JECFA database for the specifications of additive(s) with INS No. 965(i) GSFA Table 3 Provisions Maltitol is a food additive that is included in Table 3, and as such may be used in the following foods under the conditions of good manufacturing practices (GMP) as outlined in the Preamble of the Codex GSFA. Note that food categories listed in the Annex to Table 3 were excluded accordingly. Number
Food Category
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, whey-based drinks)
01.3
Condensed milk and analogues (plain)
01.4.3
Clotted cream (plain)
01.4.4
Cream analogues
01.5
Milk powder and cream powder and powder analogues (plain)
01.6.1
Unripened cheese
01.6.2
Ripened cheese
01.6.4
Processed cheese
01.6.5
Cheese analogues
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
01.8.1
Liquid whey and whey products, excluding whey cheeses
02.2.2
Fat spreads, dairy fat spreads and blended spreads
02.3
Fat emulsions mainly of type oil-in-water, including mixed and/or flavoured products based on fat emulsions
02.4
Fat-based desserts excluding dairy-based dessert products of food category 01.7
03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
04.1.2
Processed fruit
110
Number
Food Category
04.2.2.2
Dried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
04.2.2.3
Vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds in vinegar, oil, brine, or soybean sauce
04.2.2.4
Canned or bottled (pasteurized) or retort pouch vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
04.2.2.5
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed purees and spreads (e.g., peanut butter)
04.2.2.6
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed pulps and preparations (e.g., vegetable desserts and sauces, candied vegetables) other than food category 04.2.2.5
04.2.2.8
Cooked or fried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
05.0
Confectionery
06.3
Breakfast cereals, including rolled oats
06.4.3
Pre-cooked pastas and noodles and like products
06.5
Cereal and starch based desserts (e.g., rice pudding, tapioca pudding)
06.6
Batters (e.g., for breading or batters for fish or poultry)
06.7
Pre-cooked or processed rice products, including rice cakes (Oriental type only)
06.8
Soybean products (excluding soybean-based seasonings and condiments of food category 12.9)
07.0
Bakery wares
08.2
Processed meat, poultry, and game products in whole pieces or cuts
08.3
Processed comminuted meat, poultry, and game products
08.4
Edible casings (e.g., sausage casings)
09.3
Semi-preserved fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
09.4
Fully preserved, including canned or fermented fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
10.2.3
Dried and/or heat coagulated egg products
10.3
Preserved eggs, including alkaline, salted, and canned eggs
10.4
Egg-based desserts (e.g., custard)
11.6
Table-top sweeteners, including those containing high-intensity sweeteners
12.2.2
Seasonings and condiments
12.3
Vinegars
12.4
Mustards
12.5
Soups and broths
12.6
Sauces and like products
12.7
Salads (e.g., macaroni salad, potato salad) and sandwich spreads excluding cocoa- and nut-based spreads of food categories 04.2.2.5 and 05.1.3
12.8
Yeast and like products
12.9
Soybean-based seasonings and condiments
12.10
Protein products other than from soybeans
13.3
Dietetic foods intended for special medical purposes (excluding products of food category 13.1)
13.4
Dietetic formulae for slimming purposes and weight reduction
13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 13.6
13.6
Food supplements
14.1.4
Water-based flavoured drinks, including "sport," "energy," or "electrolyte" drinks and particulated drinks
14.2.1
Beer and malt beverages
111
Number
Food Category
14.2.2
Cider and perry
14.2.4
Wines (other than grape)
14.2.5
Mead
14.2.6
Distilled spirituous beverages containing more than 15% alcohol
14.2.7
Aromatized alcoholic beverages (e.g., beer, wine and spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
15.0
Ready-to-eat savouries
16.0
Composite foods - foods that could not be placed in categories 01 - 15
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
112
Mannitol (421)
Synonym(s)
Mannite D-Mannitol
Functional Classes
Anticaking agent Bulking agent (bulking agent) Emulsifier (emulsifier) Stabilizer Sweetener (sweetener) Thickener
Search JECFA Click the above link to search the JECFA database for the specifications of additive(s) with INS No. 421 GSFA Table 3 Provisions Mannitol is a food additive that is included in Table 3, and as such may be used in the following foods under the conditions of good manufacturing practices (GMP) as outlined in the Preamble of the Codex GSFA. Note that food categories listed in the Annex to Table 3 were excluded accordingly. Number
Food Category
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, whey-based drinks)
01.3
Condensed milk and analogues (plain)
01.4.3
Clotted cream (plain)
01.4.4
Cream analogues
01.5
Milk powder and cream powder and powder analogues (plain)
01.6.1
Unripened cheese
01.6.2
Ripened cheese
01.6.4
Processed cheese
01.6.5
Cheese analogues
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
01.8.1
Liquid whey and whey products, excluding whey cheeses
02.2.2
Fat spreads, dairy fat spreads and blended spreads
02.3
Fat emulsions mainly of type oil-in-water, including mixed and/or flavoured products based on fat emulsions
02.4
Fat-based desserts excluding dairy-based dessert products of food category 01.7
03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
04.1.2
Processed fruit
04.2.2.2
Dried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
04.2.2.3
Vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds in vinegar, oil, brine, or soybean sauce
113
Number
Food Category
04.2.2.4
Canned or bottled (pasteurized) or retort pouch vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
04.2.2.5
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed purees and spreads (e.g., peanut butter)
04.2.2.6
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed pulps and preparations (e.g., vegetable desserts and sauces, candied vegetables) other than food category 04.2.2.5
04.2.2.8
Cooked or fried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
05.0
Confectionery
06.3
Breakfast cereals, including rolled oats
06.4.3
Pre-cooked pastas and noodles and like products
06.5
Cereal and starch based desserts (e.g., rice pudding, tapioca pudding)
06.6
Batters (e.g., for breading or batters for fish or poultry)
06.7
Pre-cooked or processed rice products, including rice cakes (Oriental type only)
06.8
Soybean products (excluding soybean-based seasonings and condiments of food category 12.9)
07.0
Bakery wares
08.2
Processed meat, poultry, and game products in whole pieces or cuts
08.3
Processed comminuted meat, poultry, and game products
08.4
Edible casings (e.g., sausage casings)
09.3
Semi-preserved fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
09.4
Fully preserved, including canned or fermented fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
10.2.3
Dried and/or heat coagulated egg products
10.3
Preserved eggs, including alkaline, salted, and canned eggs
10.4
Egg-based desserts (e.g., custard)
11.6
Table-top sweeteners, including those containing high-intensity sweeteners
12.2.2
Seasonings and condiments
12.3
Vinegars
12.4
Mustards
12.5
Soups and broths
12.6
Sauces and like products
12.7
Salads (e.g., macaroni salad, potato salad) and sandwich spreads excluding cocoa- and nut-based spreads of food categories 04.2.2.5 and 05.1.3
12.8
Yeast and like products
12.9
Soybean-based seasonings and condiments
12.10
Protein products other than from soybeans
13.3
Dietetic foods intended for special medical purposes (excluding products of food category 13.1)
13.4
Dietetic formulae for slimming purposes and weight reduction
13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 13.6
13.6
Food supplements
14.1.4
Water-based flavoured drinks, including "sport," "energy," or "electrolyte" drinks and particulated drinks
14.2.1
Beer and malt beverages
14.2.2
Cider and perry
14.2.4
Wines (other than grape)
114
Number
Food Category
14.2.5
Mead
14.2.6
Distilled spirituous beverages containing more than 15% alcohol
14.2.7
Aromatized alcoholic beverages (e.g., beer, wine and spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
15.0
Ready-to-eat savouries
16.0
Composite foods - foods that could not be placed in categories 01 - 15
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
115
Neotame (961)
Functional Classes
Flavour enhancer Sweetener
Search JECFA Click the above link to search the JECFA database for the specifications of additive(s) with INS No. 961 GSFA Provisions for Neotame Number
Food Category
Max Level
Notes
14.2.7
Aromatized alcoholic beverages (e.g., beer, wine and spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
33 mg/kg
01.3.2
Beverage whiteners
65 mg/kg
Note 161
07.1
Bread and ordinary bakery wares
70 mg/kg
Note 161
06.3
Breakfast cereals, including rolled oats
160 mg/kg
Note 161
04.1.2.7
Candied fruit
65 mg/kg
Note 161
04.1.2.4
Canned or bottled (pasteurized) fruit
33 mg/kg
Note 161
04.2.2.4
Canned or bottled (pasteurized) or retort pouch vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
33 mg/kg
Note 161
06.5
Cereal and starch based desserts (e.g., rice pudding, tapioca pudding)
33 mg/kg
Note 161
01.6.5
Cheese analogues
33 mg/kg
Note 161
05.3
Chewing gum
1,000 mg/kg
Note 161
12.6.4
Clear sauces (e.g., fish sauce)
12 mg/kg
05.1.4
Cocoa and chocolate products
80 mg/kg
Note 161
05.1.2
Cocoa mixes (syrups)
33 mg/kg
Note 97 Note 161
05.1.3
Cocoa-based spreads, including fillings
100 mg/kg
Note 161
14.1.5
Coffee, coffee substitutes, tea, herbal infusions, and other hot cereal and grain beverages, excluding cocoa
50 mg/kg
Note 160
14.1.3.4
Concentrates for vegetable nectar
65 mg/kg
Note 127 Note 161
05.2
Confectionery including hard and soft candy, nougats, etc. other than food categories 05.1, 05.3 and 05.4
330 mg/kg
Note 161 Note 158
04.1.2.12
Cooked fruit
65 mg/kg
Note 161
04.2.2.8
Cooked or fried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
33 mg/kg
Note 161
01.4.4
Cream analogues
33 mg/kg
Note 161
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
100 mg/kg
Note 161
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, wheybased drinks)
20 mg/kg
Note 161
05.4
Decorations (e.g., for fine bakery wares), toppings (non-
100 mg/kg
Note 161
116
Number
Food Category
Max Level
Notes
fruit) and sweet sauces 13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 65 mg/kg 13.6
13.3
Dietetic foods intended for special medical purposes (excluding products of food category 13.1)
33 mg/kg
13.4
Dietetic formulae for slimming purposes and weight reduction
33 mg/kg
04.1.2.2
Dried fruit
100 mg/kg
Note 161
04.2.2.2
Dried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
33 mg/kg
Note 161
03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
100 mg/kg
Note 161
10.4
Egg-based desserts (e.g., custard)
100 mg/kg
Note 161
12.6.1
Emulsified sauces (e.g., mayonnaise, salad dressing)
65 mg/kg
02.3
Fat emulsions mainly of type oil-in-water, including mixed 10 mg/kg and/or flavoured products based on fat emulsions
Note 161
02.4
Fat-based desserts excluding dairy-based dessert products of food category 01.7
100 mg/kg
Note 161
04.1.2.10
Fermented fruit products
65 mg/kg
Note 161
04.2.2.7
Fermented vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera) and seaweed products, excluding fermented soybean products of food categories 06.8.6, 06.8.7, 12.9.1, 12.9.2.1 and 12.9.2.3
33 mg/kg
Note 161
07.2
Fine bakery wares (sweet, salty, savoury) and mixes
80 mg/kg
Note 165 Note 161
13.6
Food supplements
90 mg/kg
04.1.2.1
Frozen fruit
100 mg/kg
Note 161
04.2.2.1
Frozen vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
33 mg/kg
Note 161
04.1.2.11
Fruit fillings for pastries
100 mg/kg
Note 161
04.1.2.3
Fruit in vinegar, oil, or brine
100 mg/kg
Note 161
04.1.2.8
Fruit preparations, including pulp, purees, fruit toppings and coconut milk
100 mg/kg
Note 161
04.1.2.9
Fruit-based desserts, including fruit-flavoured waterbased desserts
100 mg/kg
Note 161
04.1.2.6
Fruit-based spreads (e.g., chutney) excluding products of 70 mg/kg food category 04.1.2.5
Note 161
09.4
Fully preserved, including canned or fermented fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
10 mg/kg
Note 161
12.2
Herbs, spices, seasonings and condiments (e.g., seasoning for instant noodles)
32 mg/kg
Note 161
05.1.5
Imitation chocolate, chocolate substitute products
100 mg/kg
Note 161
04.1.2.5
Jams, jellies, marmelades
70 mg/kg
Note 161
01.5.2
Milk and cream powder analogues
65 mg/kg
Note 161
12.6.3
Mixes for sauces and gravies
12 mg/kg
12.4
Mustards
12 mg/kg
12.6.2
Non-emulsified sauces (e.g., ketchup, cheese sauce, cream sauce, brown gravy)
70 mg/kg
11.4
Other sugars and syrups (e.g., xylose, maple syrup, sugar toppings)
70 mg/kg
15.0
Ready-to-eat savouries
32 mg/kg
Note 159
117
Number
Food Category
Max Level
Notes
12.7
Salads (e.g., macaroni salad, potato salad) and sandwich spreads excluding cocoa- and nut-based spreads of food 33 mg/kg categories 04.2.2.5 and 05.1.3
Note 166 Note 161
09.3
Semi-preserved fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
10 mg/kg
Note 161
12.5
Soups and broths
20 mg/kg
Note 161
11.6
Table-top sweeteners, including those containing highintensity sweeteners
GMP
04.2.2.6
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed pulps and preparations (e.g., vegetable 33 mg/kg desserts and sauces, candied vegetables) other than food category 04.2.2.5
Note 161
04.2.2.5
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed purees and spreads (e.g., peanut butter)
33 mg/kg
Note 161
14.1.3.2
Vegetable nectar
65 mg/kg
Note 161
04.2.2.3
Vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds in vinegar, oil, brine, or soybean sauce
10 mg/kg
Note 144
12.3
Vinegars
12 mg/kg
Note 161
14.1.4
Water-based flavoured drinks, including "sport," "energy," 33 mg/kg or "electrolyte" drinks and particulated drinks
Note 161
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
118
SACCHARINS
The provisions that follow are defined at the additive group level, and thus apply to the total content of the additives participating in this group. Additives that make up this group are provided for reference only. Participating Additive(s) INS No. Additive Name 954(ii) 954(iii) 954(i) 954(iv)
Calcium saccharin Potassium saccharin Saccharin Sodium saccharin
GSFA Provisions for SACCHARINS Number
Food Category
Max Level
Notes
14.2.7
Aromatized alcoholic beverages (e.g., beer, wine and spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
80 mg/kg
06.3
Breakfast cereals, including rolled oats
100 mg/kg
Note 161
04.1.2.4
Canned or bottled (pasteurized) fruit
200 mg/kg
Note 161
04.2.2.4
Canned or bottled (pasteurized) or retort pouch vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
160 mg/kg
Note 161 Note 144
14.1.4.1
Carbonated water-based flavoured drinks
300 mg/kg
Note 161
06.5
Cereal and starch based desserts (e.g., rice pudding, tapioca pudding)
100 mg/kg
Note 161
01.6.5
Cheese analogues
100 mg/kg
Note 161
05.3
Chewing gum
2,500 mg/kg
Note 161
05.1.4
Cocoa and chocolate products
500 mg/kg
Note 161
05.1.1
Cocoa mixes (powders) and cocoa mass/cake
100 mg/kg
Note 161 Note 97
05.1.2
Cocoa mixes (syrups)
80 mg/kg
Note 161
05.1.3
Cocoa-based spreads, including fillings
200 mg/kg
Note 161
14.1.5
Coffee, coffee substitutes, tea, herbal infusions, and other hot cereal and grain beverages, excluding cocoa
200 mg/kg
Note 160
14.1.4.3
Concentrates (liquid or solid) for water-based flavoured drinks
300 mg/kg
Note 161 Note 127
14.1.3.3
Concentrates for fruit nectar
80 mg/kg
Note 127
05.2
Confectionery including hard and soft candy, nougats, etc. other than food categories 05.1, 05.3 and 05.4
500 mg/kg
Note 161 Note 163
09.2.4.1
Cooked fish and fish products
500 mg/kg
Note 161
04.2.2.8
Cooked or fried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
160 mg/kg
Note 161 Note 144
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
100 mg/kg
Note 161
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, whey-
80 mg/kg
Note 161
119
Number
Food Category
Max Level
Notes
based drinks) 05.4
Decorations (e.g., for fine bakery wares), toppings (nonfruit) and sweet sauces
13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) 200 mg/kg excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 13.6
13.3
Dietetic foods intended for special medical purposes (excluding products of food category 13.1)
200 mg/kg
13.4
Dietetic formulae for slimming purposes and weight reduction
300 mg/kg
04.2.2.2
Dried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
500 mg/kg
Note 161
03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
100 mg/kg
Note 161
10.4
Egg-based desserts (e.g., custard)
100 mg/kg
Note 144
02.4
Fat-based desserts excluding dairy-based dessert products of food category 01.7
100 mg/kg
Note 161
04.1.2.10
Fermented fruit products
160 mg/kg
Note 161
04.2.2.7
Fermented vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera) and seaweed products, excluding fermented soybean products of food categories 06.8.6, 06.8.7, 12.9.1, 12.9.2.1 and 12.9.2.3
200 mg/kg
Note 161
07.2
Fine bakery wares (sweet, salty, savoury) and mixes
170 mg/kg
Note 165
09.3.1
Fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms, marinated and/or in jelly
160 mg/kg
Note 144
09.3.2
Fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms, pickled and/or in brine
160 mg/kg
Note 144
13.6
Food supplements
1,200 mg/kg
04.2.2.1
Frozen vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
500 mg/kg
Note 161
04.1.2.3
Fruit in vinegar, oil, or brine
160 mg/kg
Note 144
14.1.3.1
Fruit nectar
80 mg/kg
04.1.2.8
Fruit preparations, including pulp, purees, fruit toppings and coconut milk
200 mg/kg
Note 161
04.1.2.9
Fruit-based desserts, including fruit-flavoured waterbased desserts
100 mg/kg
Note 161
04.1.2.6
Fruit-based spreads (e.g., chutney) excluding products of 200 mg/kg food category 04.1.2.5
Note 161
09.4
Fully preserved, including canned or fermented fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
200 mg/kg
Note 144
08.3.2
Heat-treated processed comminuted meat, poultry, and game products
500 mg/kg
Note 161
08.2.2
Heat-treated processed meat, poultry, and game products in whole pieces or cuts
500 mg/kg
Note 161
500 mg/kg
Note 161
05.1.5
Imitation chocolate, chocolate substitute products
500 mg/kg
Note 161
04.1.2.5
Jams, jellies, marmelades
200 mg/kg
Note 161
12.4
Mustards
320 mg/kg
14.1.4.2
Non-carbonated water-based flavoured drinks, including punches and ades
300 mg/kg
Note 161
11.4
Other sugars and syrups (e.g., xylose, maple syrup, sugar toppings)
300 mg/kg
Note 159
15.0
Ready-to-eat savouries
100 mg/kg
12.6
Sauces and like products
160 mg/kg
120
Number
Food Category
Max Level
Notes
12.2.2
Seasonings and condiments
1,500 mg/kg
Note 161
09.3.4
Semi-preserved fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms (e.g., fish paste), excluding products of food categories 09.3.1 09.3.3
160 mg/kg
Note 144
12.5
Soups and broths
110 mg/kg
Note 161
11.6
Table-top sweeteners, including those containing highintensity sweeteners
GMP
04.2.2.6
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed pulps and preparations (e.g., vegetable 200 mg/kg desserts and sauces, candied vegetables) other than food category 04.2.2.5
Note 161
04.2.2.5
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed purees and spreads (e.g., peanut butter)
160 mg/kg
Note 161
14.1.3.2
Vegetable nectar
80 mg/kg
Note 161
04.2.2.3
Vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds in vinegar, oil, brine, or soybean sauce
160 mg/kg
Note 144
12.3
Vinegars
300 mg/kg
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
121
CYCLAMATES
The provisions that follow are defined at the additive group level, and thus apply to the total content of the additives participating in this group. Additives that make up this group are provided for reference only. Participating Additive(s) INS No. Additive Name 952(ii) 952(i) 952(iv)
Calcium cyclamate Cyclamic acid Sodium cyclamate
GSFA Provisions for CYCLAMATES Number
Food Category
Max Level
Notes
14.2.7
Aromatized alcoholic beverages (e.g., beer, wine and spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
250 mg/kg
Note 17
04.1.2.4
Canned or bottled (pasteurized) fruit
1,000 mg/kg
Note 161 Note 17
06.5
Cereal and starch based desserts (e.g., rice pudding, tapioca pudding)
250 mg/kg
Note 161 Note 17
05.3
Chewing gum
3,000 mg/kg
Note 161 Note 17
05.1.4
Cocoa and chocolate products
500 mg/kg
Note 161 Note 17
05.1.2
Cocoa mixes (syrups)
250 mg/kg
Note 161 Note 127 Note 17
05.1.3
Cocoa-based spreads, including fillings
500 mg/kg
Note 161 Note 17
14.1.3.3
Concentrates for fruit nectar
400 mg/kg
Note 122 Note 127 Note 17
14.1.3.4
Concentrates for vegetable nectar
400 mg/kg
Note 161 Note 127 Note 17
05.2
Confectionery including hard and soft candy, nougats, etc. other than food categories 05.1, 05.3 and 05.4
500 mg/kg
Note 161 Note 156 Note 17
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
250 mg/kg
Note 161 Note 17
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, wheybased drinks)
250 mg/kg
Note 161 Note 17
05.4
Decorations (e.g., for fine bakery wares), toppings (nonfruit) and sweet sauces
500 mg/kg
Note 161 Note 17
13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 400 mg/kg 13.6
Note 17
13.3
Dietetic foods intended for special medical purposes (excluding products of food category 13.1)
400 mg/kg
Note 17
13.4
Dietetic formulae for slimming purposes and weight
400 mg/kg
Note 17
122
Number
Food Category
Max Level
Notes
reduction 03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
250 mg/kg
Note 161 Note 17
10.4
Egg-based desserts (e.g., custard)
250 mg/kg
Note 161 Note 17
12.6.1
Emulsified sauces (e.g., mayonnaise, salad dressing)
500 mg/kg
Note 161 Note 17
02.4
Fat-based desserts excluding dairy-based dessert products of food category 01.7
250 mg/kg
Note 161 Note 17
07.2
Fine bakery wares (sweet, salty, savoury) and mixes
1,600 mg/kg
Note 17 Note 165
13.6
Food supplements
1,250 mg/kg
Note 17
14.1.3.1
Fruit nectar
400 mg/kg
Note 122 Note 17
04.1.2.8
Fruit preparations, including pulp, purees, fruit toppings and coconut milk
250 mg/kg
Note 161 Note 17
04.1.2.9
Fruit-based desserts, including fruit-flavoured waterbased desserts
250 mg/kg
Note 161 Note 17
04.1.2.6
Fruit-based spreads (e.g., chutney) excluding products of 2,000 mg/kg food category 04.1.2.5
Note 161 Note 17
05.1.5
Imitation chocolate, chocolate substitute products
500 mg/kg
Note 161 Note 17
04.1.2.5
Jams, jellies, marmelades
1,000 mg/kg
Note 161 Note 17
11.4
Other sugars and syrups (e.g., xylose, maple syrup, sugar toppings)
500 mg/kg
Note 159 Note 17
12.7
Salads (e.g., macaroni salad, potato salad) and sandwich spreads excluding cocoa- and nut-based spreads of food 500 mg/kg categories 04.2.2.5 and 05.1.3
Note 161 Note 17
11.6
Table-top sweeteners, including those containing highintensity sweeteners
Note 17
04.2.2.6
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed pulps and preparations (e.g., vegetable 250 mg/kg desserts and sauces, candied vegetables) other than food category 04.2.2.5
Note 161 Note 17
14.1.3.2
Vegetable nectar
Note 161 Note 17
GMP
400 mg/kg
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
123
Sorbitol (420(i))
Synonym(s)
D-Glucitol, D-Glucitol syrup Sorbit D-sorbitol Sorbol
Functional Classes
Bulking agent Emulsifying salt (sequestrant) Humectant Stabilizer Sweetener (sweetener)
Search JECFA Click the above link to search the JECFA database for the specifications of additive(s) with INS No. 420(i) GSFA Table 3 Provisions Sorbitol is a food additive that is included in Table 3, and as such may be used in the following foods under the conditions of good manufacturing practices (GMP) as outlined in the Preamble of the Codex GSFA. Note that food categories listed in the Annex to Table 3 were excluded accordingly. Number
Food Category
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, whey-based drinks)
01.3
Condensed milk and analogues (plain)
01.4.3
Clotted cream (plain)
01.4.4
Cream analogues
01.5
Milk powder and cream powder and powder analogues (plain)
01.6.1
Unripened cheese
01.6.2
Ripened cheese
01.6.4
Processed cheese
01.6.5
Cheese analogues
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
01.8.1
Liquid whey and whey products, excluding whey cheeses
02.2.2
Fat spreads, dairy fat spreads and blended spreads
02.3
Fat emulsions mainly of type oil-in-water, including mixed and/or flavoured products based on fat emulsions
02.4
Fat-based desserts excluding dairy-based dessert products of food category 01.7
03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
04.1.2
Processed fruit
04.2.2.2
Dried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
124
Number
Food Category
04.2.2.3
Vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds in vinegar, oil, brine, or soybean sauce
04.2.2.4
Canned or bottled (pasteurized) or retort pouch vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
04.2.2.5
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed purees and spreads (e.g., peanut butter)
04.2.2.6
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed pulps and preparations (e.g., vegetable desserts and sauces, candied vegetables) other than food category 04.2.2.5
04.2.2.8
Cooked or fried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
05.0
Confectionery
06.3
Breakfast cereals, including rolled oats
06.4.3
Pre-cooked pastas and noodles and like products
06.5
Cereal and starch based desserts (e.g., rice pudding, tapioca pudding)
06.6
Batters (e.g., for breading or batters for fish or poultry)
06.7
Pre-cooked or processed rice products, including rice cakes (Oriental type only)
06.8
Soybean products (excluding soybean-based seasonings and condiments of food category 12.9)
07.0
Bakery wares
08.2
Processed meat, poultry, and game products in whole pieces or cuts
08.3
Processed comminuted meat, poultry, and game products
08.4
Edible casings (e.g., sausage casings)
09.3
Semi-preserved fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
09.4
Fully preserved, including canned or fermented fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
10.2.3
Dried and/or heat coagulated egg products
10.3
Preserved eggs, including alkaline, salted, and canned eggs
10.4
Egg-based desserts (e.g., custard)
11.6
Table-top sweeteners, including those containing high-intensity sweeteners
12.2.2
Seasonings and condiments
12.3
Vinegars
12.4
Mustards
12.5
Soups and broths
12.6
Sauces and like products
12.7
Salads (e.g., macaroni salad, potato salad) and sandwich spreads excluding cocoa- and nut-based spreads of food categories 04.2.2.5 and 05.1.3
12.8
Yeast and like products
12.9
Soybean-based seasonings and condiments
12.10
Protein products other than from soybeans
13.3
Dietetic foods intended for special medical purposes (excluding products of food category 13.1)
13.4
Dietetic formulae for slimming purposes and weight reduction
13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 13.6
13.6
Food supplements
14.1.4
Water-based flavoured drinks, including "sport," "energy," or "electrolyte" drinks and particulated drinks
14.2.1
Beer and malt beverages
14.2.2
Cider and perry
125
Number
Food Category
14.2.4
Wines (other than grape)
14.2.5
Mead
14.2.6
Distilled spirituous beverages containing more than 15% alcohol
14.2.7
Aromatized alcoholic beverages (e.g., beer, wine and spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
15.0
Ready-to-eat savouries
16.0
Composite foods - foods that could not be placed in categories 01 - 15
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
126
Sucralose (Trichlorogalactosucrose) (955)
Synonym(s)
4,1',6'-trichlorogalactosucrose
Functional Classes
Sweetener (sweetener)
Search JECFA Click the above link to search the JECFA database for the specifications of additive(s) with INS No. 955 GSFA Provisions for Sucralose (Trichlorogalactosucrose) Number
Food Category
Max Level
Notes
14.2.7
Aromatized alcoholic beverages (e.g., beer, wine and spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
700 mg/kg
Note 161
01.3.2
Beverage whiteners
580 mg/kg
Note 161
07.1
Bread and ordinary bakery wares
650 mg/kg
Note 161
06.3
Breakfast cereals, including rolled oats
1,000 mg/kg
Note 161
04.1.2.7
Candied fruit
800 mg/kg
Note 161
04.1.2.4
Canned or bottled (pasteurized) fruit
400 mg/kg
Note 161
04.2.2.4
Canned or bottled (pasteurized) or retort pouch vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
580 mg/kg
Note 161
06.5
Cereal and starch based desserts (e.g., rice pudding, tapioca pudding)
400 mg/kg
Note 161
01.6.5
Cheese analogues
500 mg/kg
Note 161
05.3
Chewing gum
5,000 mg/kg
Note 161
05.1.4
Cocoa and chocolate products
800 mg/kg
Note 161
05.1.1
Cocoa mixes (powders) and cocoa mass/cake
580 mg/kg
Note 97
05.1.2
Cocoa mixes (syrups)
400 mg/kg
Note 97 Note 161
05.1.3
Cocoa-based spreads, including fillings
400 mg/kg
Note 161 Note 169
14.1.5
Coffee, coffee substitutes, tea, herbal infusions, and other hot cereal and grain beverages, excluding cocoa
300 mg/kg
Note 161 Note 160
14.1.3.3
Concentrates for fruit nectar
300 mg/kg
Note 127
14.1.3.4
Concentrates for vegetable nectar
300 mg/kg
Note 161 Note 127
05.2
Confectionery including hard and soft candy, nougats, etc. other than food categories 05.1, 05.3 and 05.4
1,800 mg/kg
Note 164 Note 161
04.1.2.12
Cooked fruit
150 mg/kg
Note 161
04.2.2.8
Cooked or fried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
150 mg/kg
Note 161 Note 144
01.4.4
Cream analogues
580 mg/kg
Note 161
127
Number
Food Category
Max Level
Notes
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
400 mg/kg
Note 161
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, wheybased drinks)
300 mg/kg
Note 161
05.4
Decorations (e.g., for fine bakery wares), toppings (nonfruit) and sweet sauces
1,000 mg/kg
Note 161
13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 400 mg/kg 13.6
13.3
Dietetic foods intended for special medical purposes (excluding products of food category 13.1)
400 mg/kg
13.4
Dietetic formulae for slimming purposes and weight reduction
320 mg/kg
04.1.2.2
Dried fruit
1,500 mg/kg
Note 161
04.2.2.2
Dried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
580 mg/kg
Note 161
03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
320 mg/kg
Note 161
10.4
Egg-based desserts (e.g., custard)
400 mg/kg
Note 161
02.4
Fat-based desserts excluding dairy-based dessert products of food category 01.7
400 mg/kg
Note 161
04.1.2.10
Fermented fruit products
150 mg/kg
Note 161
04.2.2.7
Fermented vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera) and seaweed products, excluding fermented soybean products of food categories 06.8.6, 06.8.7, 12.9.1, 12.9.2.1 and 12.9.2.3
580 mg/kg
Note 161
07.2
Fine bakery wares (sweet, salty, savoury) and mixes
700 mg/kg
Note 161 Note 165
13.6
Food supplements
2,400 mg/kg
04.1.2.1
Frozen fruit
400 mg/kg
Note 161
04.2.2.1
Frozen vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
150 mg/kg
Note 161
04.1.2.11
Fruit fillings for pastries
400 mg/kg
Note 161
04.1.2.3
Fruit in vinegar, oil, or brine
180 mg/kg
Note 144
14.1.3.1
Fruit nectar
300 mg/kg
04.1.2.8
Fruit preparations, including pulp, purees, fruit toppings and coconut milk
400 mg/kg
Note 161
04.1.2.9
Fruit-based desserts, including fruit-flavoured waterbased desserts
400 mg/kg
Note 161
04.1.2.6
Fruit-based spreads (e.g., chutney) excluding products of 400 mg/kg food category 04.1.2.5
Note 161
09.4
Fully preserved, including canned or fermented fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
120 mg/kg
Note 144
12.2.1
Herbs and spices
400 mg/kg
Note 161
05.1.5
Imitation chocolate, chocolate substitute products
800 mg/kg
Note 161
04.1.2.5
Jams, jellies, marmelades
400 mg/kg
Note 161
12.4
Mustards
140 mg/kg
11.4
Other sugars and syrups (e.g., xylose, maple syrup, sugar toppings)
1,500 mg/kg
Note 161 Note 159
06.7
Pre-cooked or processed rice products, including rice cakes (Oriental type only)
200 mg/kg
Note 72
128
Number
Food Category
Max Level
Notes
15.0
Ready-to-eat savouries
1,000 mg/kg
Note 161
12.7
Salads (e.g., macaroni salad, potato salad) and sandwich spreads excluding cocoa- and nut-based spreads of food 1,250 mg/kg categories 04.2.2.5 and 05.1.3
Note 161 Note 169
12.6
Sauces and like products
450 mg/kg
Note 127
12.2.2
Seasonings and condiments
700 mg/kg
Note 161
09.3
Semi-preserved fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
120 mg/kg
Note 144
12.5
Soups and broths
600 mg/kg
Note 161
11.6
Table-top sweeteners, including those containing highintensity sweeteners
GMP
04.2.2.6
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed pulps and preparations (e.g., vegetable 400 mg/kg desserts and sauces, candied vegetables) other than food category 04.2.2.5
Note 161
04.2.2.5
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed purees and spreads (e.g., peanut butter)
400 mg/kg
Note 161 Note 169
14.1.3.2
Vegetable nectar
300 mg/kg
Note 161
04.2.2.3
Vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds in vinegar, oil, brine, or soybean sauce
400 mg/kg
12.3
Vinegars
400 mg/kg
Note 161
14.1.4
Water-based flavoured drinks, including "sport," "energy," 300 mg/kg or "electrolyte" drinks and particulated drinks
Note 161 Note 127
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
129
Xylitol (967)
Functional Classes
Bulking agent (bulking agent) Emulsifier (emulsifier) Humectant Stabilizer Sweetener (sweetener) Thickener
Search JECFA Click the above link to search the JECFA database for the specifications of additive(s) with INS No. 967 GSFA Table 3 Provisions Xylitol is a food additive that is included in Table 3, and as such may be used in the following foods under the conditions of good manufacturing practices (GMP) as outlined in the Preamble of the Codex GSFA. Note that food categories listed in the Annex to Table 3 were excluded accordingly. Number
Food Category
01.1.2
Dairy-based drinks, flavoured and/or fermented (e.g., chocolate milk, cocoa, eggnog, drinking yoghurt, whey-based drinks)
01.3
Condensed milk and analogues (plain)
01.4.3
Clotted cream (plain)
01.4.4
Cream analogues
01.5
Milk powder and cream powder and powder analogues (plain)
01.6.1
Unripened cheese
01.6.2
Ripened cheese
01.6.4
Processed cheese
01.6.5
Cheese analogues
01.7
Dairy-based desserts (e.g., pudding, fruit or flavoured yoghurt)
01.8.1
Liquid whey and whey products, excluding whey cheeses
02.2.2
Fat spreads, dairy fat spreads and blended spreads
02.3
Fat emulsions mainly of type oil-in-water, including mixed and/or flavoured products based on fat emulsions
02.4
Fat-based desserts excluding dairy-based dessert products of food category 01.7
03.0
Edible ices, including sherbet and sorbet
04.1.2
Processed fruit
04.2.2.2
Dried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweeds, and nuts and seeds
04.2.2.3
Vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds in vinegar, oil, brine, or soybean sauce
04.2.2.4
Canned or bottled (pasteurized) or retort pouch vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
04.2.2.5
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed purees and spreads (e.g., peanut butter)
04.2.2.6
Vegetable (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), seaweed, and nut and seed pulps and preparations (e.g., vegetable desserts and sauces, candied vegetables) other than food category 04.2.2.5
130
Number
Food Category
04.2.2.8
Cooked or fried vegetables (including mushrooms and fungi, roots and tubers, pulses and legumes, and aloe vera), and seaweeds
05.0
Confectionery
06.3
Breakfast cereals, including rolled oats
06.4.3
Pre-cooked pastas and noodles and like products
06.5
Cereal and starch based desserts (e.g., rice pudding, tapioca pudding)
06.6
Batters (e.g., for breading or batters for fish or poultry)
06.7
Pre-cooked or processed rice products, including rice cakes (Oriental type only)
06.8
Soybean products (excluding soybean-based seasonings and condiments of food category 12.9)
07.0
Bakery wares
08.2
Processed meat, poultry, and game products in whole pieces or cuts
08.3
Processed comminuted meat, poultry, and game products
08.4
Edible casings (e.g., sausage casings)
09.3
Semi-preserved fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
09.4
Fully preserved, including canned or fermented fish and fish products, including mollusks, crustaceans, and echinoderms
10.2.3
Dried and/or heat coagulated egg products
10.3
Preserved eggs, including alkaline, salted, and canned eggs
10.4
Egg-based desserts (e.g., custard)
11.6
Table-top sweeteners, including those containing high-intensity sweeteners
12.2.2
Seasonings and condiments
12.3
Vinegars
12.4
Mustards
12.5
Soups and broths
12.6
Sauces and like products
12.7
Salads (e.g., macaroni salad, potato salad) and sandwich spreads excluding cocoa- and nut-based spreads of food categories 04.2.2.5 and 05.1.3
12.8
Yeast and like products
12.9
Soybean-based seasonings and condiments
12.10
Protein products other than from soybeans
13.3
Dietetic foods intended for special medical purposes (excluding products of food category 13.1)
13.4
Dietetic formulae for slimming purposes and weight reduction
13.5
Dietetic foods (e.g., supplementary foods for dietary use) excluding products of food categories 13.1 - 13.4 and 13.6
13.6
Food supplements
14.1.4
Water-based flavoured drinks, including "sport," "energy," or "electrolyte" drinks and particulated drinks
14.2.1
Beer and malt beverages
14.2.2
Cider and perry
14.2.4
Wines (other than grape)
14.2.5
Mead
14.2.6
Distilled spirituous beverages containing more than 15% alcohol
14.2.7
Aromatized alcoholic beverages (e.g., beer, wine and spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)
15.0
Ready-to-eat savouries
16.0
Composite foods - foods that could not be placed in categories 01 - 15
131
Note: Unless otherwise specified, food additive provisions apply to the food category indicated (e.g. Dairy), as well as to all subcategories of that category (e.g. Cheese, Ripened Cheese, etc.).
132
Lampiran 3 Kuesioner untuk mengetahui implementasi regulasi pemanis buatan oleh Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan persepsi responden tentang aspek-aspek CPPB Kepada Yth.: Bapak/Ibu Pemilik Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga Di tempat Salam Sejahtera dan Salam Hormat, Saat ini kami sedang melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir pada Magister Profesi Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu kurang lebih 15 menit untuk menjawab beberapa pertanyaan dalam kuesioner ini. Kami mengharapkan dapat memperoleh informasi mengenai penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan industri rumah tangga. Informasi apapun yang Bapak/Ibu sampaikan, akan sangat bermanfaat untuk menunjang penelitian kami. Kerahasiaan identitas Bapak/Ibu akan kami jaga dan tidak mengakibatkan implikasi apapun. Kuesioner ini hanya semata-mata untuk penelitian. Atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu dalam mengisi kuesioner ini, kami mengucapkan terima kasih. Hormat kami, Dwi Jarwati, S.Si. Apt. Mahasiswa Pascasarjana IPB.
133
KUESIONER PENELITIAN
I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Perusahaan
: ...................................................................
2. Status badan hukum (jika ada) : ................................................................... 3. Alamat Perusahaan 4.
: ...................................................................
Pemilik/Penanggungjawab
Nama
: ...................................................................
Umur
: ...................................................................
Pendidikan terakhir
: ...................................................................
Mengikuti penyuluhan keamanan pangan
: pernah / belum pernah *
Frekuensi mengikuti penyuluhan
: ............ kali
5. Nomor P-IRT yang sudah dimiliki : No.
Nama produk
No. P-IRT
134
II. PENGETAHUAN PRODUSEN TENTANG KEAMANAN PANGAN Isilah dengan tanda (√) untuk ST = Sangat Tahu, T = Tahu, R = Ragu-ragu, TT = Tidak Tahu, STT = Sangat Tidak Tahu) No.
Pernyataan
Alternatif Jawaban ST
1.
Lingkungan Produksi
1.1
1.4
Bebas dari pencemaran, semak belukar dan genangan air Bebas dari sarang hama, khususnya serangga dan tikus Memiliki tempat sampah dengan jumlah yang cukup dan selalu tertutup Tidak berada di daerah pemukiman kumuh
1.5
Memiliki selokan yang berfungsi baik
2.
Bangunan dan Fasilitas
2.1
2.5
Ruang produksi dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, dan mudah dibersihkan Ruang produksi selalu dalam keadaan bersih dan terang Pintu, jendela, dan lubang angin dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah pecah, rata, halus, berwarna terang, dapat dibuka tutup dengan baik, dilengkapi kasa yang dapat dilepas, sehingga mudah dibersihkan Pintu, jendela, dan lubang angin selalu dalam keadaan bersih Memiliki tempat cuci tangan dan perlengkapan PPPK
3.
Peralatan Produksi
3.1 3.2
Terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat dan mudah dibersihkan Peralatan produksi selalu dalam keadaan bersih
4.
Suplai Air
4.1
Menggunakan air dari sumber yang bersih dan dalam jumlah yang cukup Menggunakan air yang memenuhi persyaratan air bersih
1.2 1.3
2.2 2.3
2.4
4.2
5.
Fasilitas Dan Kegiatan Higiene Dan Sanitasi
5.1
Tersedia alat cuci/pembersih seperti sikat, pel, dll
5.2
Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi sabun dan lap bersih Tersedia toilet yang bersih, pintu selalu tertutup dan dalam jumlah yang cukup Ada penanggungjawab kegiatan higiene dan sanitasi serta dilakukan pengawasan secara rutin
5.3 5.4
6.
T
R
TT
STT
Pengendalian Hama
135
No.
Pernyataan
Alternatif Jawaban ST
6.1 6.2 6.3
7.
Kesehatan dan Higiene Karyawan
7.1
Pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara berkala Karyawan yang bekerja di pengolahan pangan dalam keadaan sehat Semua karyawan selalu menjaga kebersihan badan dan pakaian/perlengkapan kerja selalu dalam keadaan bersih Semua karyawan tidak ada yang mengunyah, makan, minum, dan sebagainya sambil mengolah pangan Semua karyawan yang bekerja di pengolahan pangan tidak memakai perhiasan dan asesoris lainnya
7.2 7.3 7.4 7.5
8.
Pengendalian Proses
8.1
Menggunakan bahan pangan yang baik dan menggunakan bahan tambahan pangan yang diizinkan sesuai persyaratan Menggunakan komposisi bahan dan komposisi formula baku Proses produksi sesuai bagan alir produksi yang baku
8.2 8.3 8.4
Penetapan bahan kemasan pangan yang diproduksi
9.
Label Pangan
9.1
Tanggal kadaluarsa dicantumkan pada label
10.
Penyimpanan
10.1
Bahan pangan disimpan terpisah dengan produk akhir
10.2
Bahan pangan/produk yang lebih dahulu masuk/diproduksi, digunakan/diedarkan terlebih dahulu Bahan berbahaya disimpan di ruang khusus dan diawasi penggunaannya Kemasan dan peralatan disimpan dengan baik di tempat bersih
10.3 10.4
T
R
TT
STT
Hewan peliharaan tidak boleh berkeliaran di sarana produksi Ada upaya mencegah masuknya hama dan tidak terlihat indikasi adanya hama Ada upaya memberantas hama, namun tidak mencemari pangan
dan
sesuai dengan jenis
kode
produksi
11.
Manajemen Pengawasan
11.1 11.2
Ada penanggungjawab yang memahami proses produksi Pengawasan dilakukan secara rutin dan konsisten
12.
Pencatatan Dan Dokumentasi
136
No.
Pernyataan
Alternatif Jawaban ST
12.1
T
R
TT
STT
Penerimaan bahan pangan dan produk akhir dicatat dan didokumentasi Catatan atau dokumen disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk pangan yang dihasilkan
12.2
13.
Pelatihan Karyawan
13.1
Pemilik/penanggungjawab telah mengikuti penyuluhan CPPB-IRT dan mengajarkannya kepada karyawan
III. IMPLEMENTASI REGULASI PEMANIS BUATAN 1. Sebutkan jenis pangan yang Anda produksi ! Jenis pangan yang diproduksi : .................................................................................... 2. Diantara bahan baku/bahan penyusun, apakah Anda menggunakan pemanis ? a. Ya
b. Tidak
3. Bolehkan Anda tunjukkan pemanis yang Anda gunakan atau sebutkan merek pemanis yang Anda gunakan ! Jenis/merek pemanis yang digunakan: ......................................................................... 4. Kira-kira seberapa banyak Anda menggunakan pemanis dalam produk Anda untuk setiap kali produksi? Berat adonan: ..............kg Banyaknya pemanis: ........kg/ons/g atau ............bungkus (Catatan: bobot 1 bungkus: ................. g) 5. Seberapa luas wilayah pemasaran produk Anda? a. Satu kecamatan saja b. Satu kotamadya c.
Seluruh wilayah DKI Jakarta
d. Seluruh wilayah Jabodetabek e. Nasional
137
Lampiran 4 Pedoman pemeriksaan sarana produksi pangan industri rumah tangga I.
KRITERIA PENILAIAN MASING-MASING UNSUR GRUP A : LINGKUNGAN PRODUKSI 1. Semak : B : bebas dari semak belukar/rumput liar di dalam maupun di luar halaman. C : bebas dari semak-belukar/rumput liar di dalam halaman. K : terlihat semak belukar/rumput liar di dalam maupun di luar halaman. 2.
Tempat sampah B : jumlahnya cukup dan selalu tertutup. C : jumlahnya cukup tetapi sebagian terbuka. K : jumlah kurang dan selalu terbuka.
3.
Sampah : B : bebas dari sampah di dalam maupun di luar sarana produksi. C : bebas dari sampah di dalam sarana produksi. K : terlihat sampah di dalam maupun di luar sarana produksi.
4.
Selokan : B : ada selokan dan berfungsi dengan baik. C : ada selokan dan tidak berfungsi dengan baik. K : tidak ada selokan.
GRUP B : BANGUNAN DAN FASILITAS B.1. Ruang produksi 1.
Konstruksi lantai: B : kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, dibuat miring sehingga mudah dibersihkan. C : tidak seluruhnya seperti (B) tetapi mudah dibersihkan. K : tidak sesuai persyaratan dan sulit dibersihkan.
2.
Kebersihaan lantai : B : lantai selalu dalam keadaan bersih. C : lantai dalam keadaan kurang bersih. K : lantai dalam keadaan kotor.
3.
Konstruksi dinding : B : kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, dan kuat sehingga mudah dibersihkan. C : tidak seluruhnya seperti (B) tetapi mudah dibersihkan. K : tidak sesuai persyaratan dan sulit dibersihkan.
4.
Kebersihan dinding B : dinding selalu dalam keadaan bersih. C : dinding dalam keadaan kurang bersih. K : dinding dalam keadaan kotor.
5.
Konstruksi langit-langit: B : terbuat dari bahan tahan lama, tidak bocor, tidak berlubang-lubang, dan tidak mudah mengelupas sehingga mudah dibersihkan. C : tidak seluruhnya seperti (B) tetapi mudah dibersihkan. K : tidak sesuai persyaratan dan sulit dibersihkan..
138
6.
Kebersihan langit-langit: B : langit-langit selalu dalam keadaan bersih. C : langit-langit dalam keadaan kurang bersih. K : langit-langit dalam keadaan kotor.
7. Konstruksi pintu, jendela, dan lubang angin : B : dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah pecah, rata, halus, berwarna terang, dapat dibuka tutup dengan baik, dilengkapi kasa yang dapat dilepas sehingga mudah dibersihkan. C : tidak seluruhnya seperti (B) tetapi mudah dibersihkan. K : tidak sesuai persyaratan dan sulit dibersihkan. 8.
Kebersihan pintu, jendela, dan lubang angin : B : pintu, jendela, dan lubang angin selalu dalam keadaan bersih. C : pintu, jendela, dan lubang angin dalam keadaan kurang bersih. K : pintu, jendela, dan lubang angin dalam keadaan kotor.
B.2. Kelengkapan ruang produksi 1.
2.
Penerangan: B : ruang produksi cukup terang. K : ruang produksi kurang terang. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K” Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K): B : ada perlengkapan P3K yang memadai. C : ada perlengkapan P3K tetapi tidak memadai. K : tidak ada perlengkapan P3K.
B.3. Tempat penyimpanan 1.
2.
Tempat penyimpanan bahan dan produk : B : tempat penyimpanan bahan pangan dengan produk akhir terpisah dan selalu dalam keadaan bersih. C : tersedia tempat penyimpanan seperti (B) tetapi tidak teratur dan kurang bersih. K : tempat penyimpanan tidak terpisah. Tempat penyimpanan bahan bukan pangan B : tempat penyimpanan bahan bukan pangan terpisah dengan bahan pangan dan produk akhir serta selalu dalam keadaan bersih. K : tidak ada tempat penyimpanan terpisah untuk bahan bukan pangan. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
GRUP C : PERALATAN PRODUKSI 1. Konstruksi : B : terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat, mudah dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan. K : peralatan kotor, bocor, serta permukan yang kontak langsung dengan pangan bercelah, mengelupas, dan menyerap air. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". 2.
Tata letak : B : diletakkan sesuai urutan proses produksi.
139
C : diletakkan kurang sesuai urutan proses produksi K : diletakkan tidak sesuai urutan proses produksi 3.
Kebersihan : B
: semua peralatan produksi berfungsi dengan baik dan selalu dalam
C K
keadaan bersih : sebagian peralatan produksi dalam keadaan kurang bersih : peralatan produksi dalam keadaan kotor.
GRUP D : SUPLAI AIR 1.
Sumber air : B : air berasal dari sumber yang bersih dan dalam jumlah yang cukup. K : air berasal dari sumber yang kotor. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
2.
Penggunaan air B : air untuk pengolahan pangan dan untuk keperluan lain memenuhi persyaratan air bersih. K : air untuk pengolahan pangan dan untuk keperluan lain tidak memenuhi persyaratan air bersih. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
3.
Air yang kontak langsung dengan pangan : B : memenuhi persyaratan air minum. K : tidak memenuhi persyaratan air minum Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
GRUP E : FASILITAS DAN KEGIATAN HIGIENE DAN SANITASI E.1. Alat cuci/pembersih 1. Ketersediaan alat B : tersedia alat cuci/pembersih dan selalu dalam keadaan bersih. K : tersedia alat cuci/pembersih dalam keadaan kotor. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". E.2. Fasilitas higiene karyawan 1.
Tempat cuci tangan : B : ada tempat cuci tangan lengkap dengan sabun dan lap bersih. C : ada tempat cuci tangan tetapi tidak dilengkapi sabun dan lap bersih. K : tempat cuci tangan kotor dan atau tidak ada tempat cuci tangan.
2. Jamban/toilet : B : jumlahnya cukup, pintu selalu tertutup dan dalam keadaan bersih. C : jumlahnya cukup, pintu terbuka langsung ke ruang produksi K : jumlahnya kurang dan kotor E.3. Kegiatan higiene dan sanitasi Penanggung jawab B : ada penanggung jawab kegiatan dan pengawasan dilakukan secara
140
rutin. C : ada penanggung jawab kegiatan tetapi pengawasan tidak dilakukan secara rutin. K : tidak ditunjuk penanggung jawab kegiatan.
Penggunaan deterjen dan disinfektan B : sesuai dengan petunjuk yang dianjurkan. K : tidak sesuai dengan petunjuk yang dianjurkan. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “ K”.
GRUP F : PENGENDALIAN HAMA 1.
Hewan peliharaan : B : hewan peliharaan tidak berkeliaran di sarana produksi. K : hewan peliharaan berkeliaran di sarana produksi. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
2.
Pencegahan masuknya hama : B : ada upaya mencegah masuknya hama dan tidak terlihat indikasi adanya hama. C : ada upaya mencegah masuknya hama tetapi masih terlihat indikasi adanya hama. K : tidak ada upaya mencegah masuknya hama..
3.
Pemberantasan hama : B : upaya memberantas hama tidak mencemari pangan. K : tidak ada upaya memberantas hama. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”.
GRUP G : KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN G.1. Kesehatan karyawan 1. Pemeriksaan kesehatan : B : pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara berkala. K : pemeriksaan kesehatan karyawan tidak dilakukan. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. 2. Kesehatan karyawan : B : karyawan yang bekerja di pengolahan pangan dalam keadaan sehat. K : ada karyawan yang bekerja di pengolahan pangan dalam keadaan sakit atau menunjukkan gejala sakit. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. G.2. Kebersihan karyawan
1. Kebersihan badan : B : semua karyawan selalu menjaga kebersihan badan. K : ada karyawan yang kurang menjaga kebersihan badan. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". 2. Kebersihan pakaian/perlengkapan kerja : B : pakaian/perlengkapan kerja selalu dalam keadaan bersih.. K : pakaian/perlengkapan kerja kurang bersih atau kotor. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
141
3. Kebersihan tangan : B : semua karyawan mencuci tangan dengan benar dan tepat. K : hanya sebagian karyawan mencuci tangan dengan benar dan tepat. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". 4. Perawatan luka : B : luka dibalut dengan perban atau plester berwarna terang. K : luka dibiarkan terbuka. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". G.3. Kebiasaan karyawan 1.
Perilaku karyawan: B : semua karyawan tidak ada yang mengunyah, makan, minum, dan sebagainya sambil mengolah pangan. K : sebagian karyawan mengunyah, makan, minum, dan sebagainya sambil mengolah pangan. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
2.
Perhiasan dan asesoris lainnya : B : semua karyawan yang bekerja di pengolahan pangan tidak memakai perhiasan dan asesoris lainnya. K : ada karyawan yang bekerja di pengolahan pangan memakai perhiasan dan asesoris lainnya. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
GRUP H : PENGENDALIAN PROSES 1. Penetapan spesifikasi bahan baku B : menggunakan bahan pangan yang baik dan menggunakan BTP yang diizinkan sesuai persyaratan. K : menggunakan BTP tidak sesuai persyaratan. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. 2.
Penetapan komposisi dan formulasi bahan B : menggunakan komposisi bahan dan komposisi formula baku. K : komposisi bahan dan komposisi formula tidak konsisten. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”.
3. Penetapan cara produksi yang baku B : proses produksi sesuai bagan alir produksi yang baku. K : tidak ditetapkan bagan alir produksi. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. 3.
Penetapan spesifikasi kemasan B : bahan kemasan sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi. K : bahan kemasan tidak sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”.
4.
Penetapan tanggal kadaluarsa dan kode produksi B : tanggal kadaluarsa dan kode produksi dicantumkan pada label. C : tanggal kadaluarsa atau kode produksi dicantumkan pada label K : tidak ditetapkan tanggal kadaluarsa dan kode produksi.
142
GRUP I : LABEL PANGAN 1.
Persyaratan label : B : sesuai PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan K : tidak sesuai PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
GRUP J : PENYIMPANAN 1.
Penyimpanan bahan dan produk : B : bahan pangan disimpan terpisah dengan produk akhir. K : tidak ada pemisahan dalam penyimpanan. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
2.
Tata cara penyimpanan : B : bahan pangan/produk yang lebih dahulu masuk/diproduksi digunakan/ diedarkan terlebih dahulu. K : penggunaan/pengedaran bahan pangan/produk tidak seperti (B). Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
3. Penyimpanan bahan berbahaya B : bahan berbahaya disimpan di ruang khusus dan diawasi penggunaannya K : bahan berbahaya disimpan sembarangan. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. 4. Penyimpanan label dan kemasan B : kemasan dan label disimpan secara rapih dan teratur. K : kemasan dan label disimpan sembarangan. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. 5. Penyimpanan peralatan B : peralatan disimpan dengan baik di tempat bersih. K : peralatan disimpan sembarangan. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”.
GRUP K : MANAJEMEN PENGAWASAN 1.
Penanggungjawab : B : ada penanggungjawab yang memahami proses produksi. C : penanggung jawab kurang memahami proses produksi. K : tidak ada penanggungjawab.
2.
Pengawasan : B : pengawasan dilakukan secara rutin dan konsisten. C : pengawasan dilakukan tidak secara rutin. K : tidak dilakukan pengawasan.
GRUP L : PENCATATAN DAN DOKUMENTASI 1.
Pencatatan dan dokumentasi : B : penerimaan bahan pangan dan produk akhir dicatat dan didokumentasi. C : ada catatan atau dokumen seperti (B) tetapi tidak lengkap K : tidak ada catatan atau dokumen.
143
2.
Penyimpanan catatan dan dokumentasi : B : catatan atau dokumen disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk pangan yang dihasilkan. K : catatan atau dokumen disimpan kurang dari (B) dan sulit dicari. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
GRUP M : PELATIHAN KARYAWAN 1.
II.
Pengetahuan karyawan : B : pemilik/penanggung jawab telah mengikuti penyuluhan CPPB-IRT dan mengajarkannya kepada karyawan. C : pemilik/penanggung jawab belum mengajarkan pengetahuan dan ketrampilannya kepada karyawan yang lain meskipun telah mengikuti penyuluhan CPPB-IRT. K : tidak ada karyawan yang mengikuti penyuluhan CPPB-IRT.
CARA PENILAIAN HASIL PEMERIKSAAN 1. Penilaian masing-masing unsur Nilai diberikan dalam bentuk kode, yaitu B (Baik), C (Cukup), dan K (Kurang). Nilai B, C dan K diisikan pada kolom di sebelah kiri masing-masing unsur. Bobot penilaian didasarkan pada sejauh mana kondisi yang dinilai memenuhi pesyaratan yang telah ditetapkan. 2. Penilaian masing-masing kelompok Masing-masing kelompok diberikan penilaian sendiri-sendiri, hasil penilaian diisikan pada kotak sebelah kanan bawah grup tersebut. Penilaian masing-masing grup pada prinsipnya merupakan rata-rata dari nilai masing-masing unsur, dengan memberikan skor 3, 2 dan 1 masing-masing untuk B, C dan K. Bulatkan hasil rata-ratanya ke atas atau ke bawah untuk mendapatkan hasil penilaian. Contoh : GRUP A : LINGKUNGAN PRODUKSI 1 B Semak 2 C Tempat sampah 3 K Sampah 4 B Selokan
C
Pada contoh di atas, hasil penilaian rata-rata dari empat butir yang diperiksa dengan nilai masing-masing B, C, K dan B adalah : (3 + 2 + 1 + 3 ) 2,3 (dibulatkan menjadi 2) 4 Dengan demikian, hasil penilaian Bagian A- Lingkungan produksi adalah C (Cukup).
3. Skala penilaian
144
Diantara ketiga belas grup yang perlu mendapatkan perhatian, ada 4 (empat) grup yang dianggap lebih penting dibandingkan dengan 9 (sembilan) grup lainnya. Keempat bagian ini dikategorikan sebagai Kelompok Utama dalam pemeriksaan, yang terdiri dari : a.
Grup D – SUPLAI AIR
b.
Grup F – PENGENDALIAN HAMA
c.
Grup G – KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN
d.
Grup H – PENGENDALIAN PROSES
4. Penilaian mutu sarana PP-IRT Penilaian mutu didasarkan atas hasil penilaian ketiga belas grup yang tercantum pada formulir pemeriksaan. Cara perhitungan dalam penilaian mutu adalah sebagai berikut:
BAIK
:
Jika 4 (empat) grup utama, yaitu Grup D – SUPLAI AIR; Grup F – PENGENDALIAN HAMA ; Grup G – KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN ; Grup H – PENGENDALIAN PROSES, semuanya mendapat nilai Baik dan grup lainnya maksimal 2 (dua) yang mendapat nilai Kurang.
CUKUP
:
Jika 4 (empat) grup utama mendapat nilai Baik atau Cukup dan grup lainnya maksimal 4 (empat) yang mendapat nilai Kurang.
KURANG :
Jika tidak memenuhi kriteria Cukup.
Hasil penilaian mutu yang diperoleh dari perhitungan di atas dicantumkan pada pada kolom Penilaian saat ini.
145
Lampiran 5 Formulir Pemeriksaan Sarana Produksi Industri Rumah Tangga Pangan Nama dan Alamat Perusahaan:
Nama Pemilik / Penanggung Jawab:
Jenis Pangan:
Nomor Izin:
Kode: B : Baik GRUP A – LINGKUNGAN PRODUKSI 1 Semak 2 Tempat Sampah 3 Sampah
C : Cukup 2 Penggunaan Air 3 Air yang Kontak Langsung dengan Pangan
4
GRUP E – FASILITAS DAN KEGIATAN HIGIENE DAN SANITASI E.1 Alat Cuci/Pembersih 1 Ketersediaan Alat
Selokan
GRUP B – BANGUNAN DAN FASILITAS B.1 Ruang Produksi 1 Konstruksi Lantai 2 Kebersihan Lantai 3 Konstruksi Dinding 4 Kebersihan Dinding 5 Konstruksi Langit-langit 6 Kebersihan Langit-langit 7 Konstruksi Pintu, Jendela dan Lubang Angin 8 Konstruksi Pintu, Jendela dan Lubang Angin B. 2 Kelengkapan Ruang Produksi 1 Penerangan 2 PPPK B.3 Tempat Penyimpanan 1 2
Tempat Penyimpanan Bahan dan Produk Tempat Penyimpanan Bahan Bukan Pangan
GRUP C – PERALATAN PRODUKSI 1 Konstruksi 2 Tata Letak 3 Kebersihan GRUP D – SUPLAI AIR 1 Sumber Air
Jumlah Karyawan: Umur Bangunan: K : Kurang 2 Perhiasan dan Asesoris Lainnya GRUP H – PENGENDALIAN PROSES 1 Penetapan Persyaratan Bahan Baku Penetapan Komposisi dan 2 Formulasi Bahan 3 Penetapan Cara Produksi yg Baku 4 Penetapan Tanggal Kadaluwarsa dan Kode Produksi
E. 2 Fasilitas Higiene dan Sanitasi 1 Tempat Cuci Tangan 2 Jamban/Toilet
GRUP I – LABEL PANGAN 1 Persyaratan Label
E. 3 Kegiatan Higiene dan Sanitasi 1 Penganggung Jawab
GRUP J – PENYIMPANAN 1 Penyimpanan Bahan dan Produk
2
Penggunaan Deterjen dan Disinfeksi 2
GRUP F – PENGENDALIAN HAMA 1 Hewan Peliharaan 2 Pencegahan Masuknya Hama 3 Pemberantasan Hama GRUP G – KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN G.1 Kesehatan Karyawan 1
Pemeriksaan Karyawan
2
Kesehatan Karyawan
G. 2 Kebersihan Karyawan 1 Kebersihan Badan 2 Kebersihan Pakaian/Perlengkapan Kerja 3 Kebersihan Tangan 4 Perawatan Luka
3 4 5
Tata Cara Penyimpanan Penyimpanan Bahan Berbahaya Penyimpanan Label dan Kemasan Penyimpanan Peralatan
GRUP K – MANAJEMEN PENGAWASAN Penanggung Jawab 1 2
Pengawasan
GRUP L – PENCATATAN DAN DOKUMENTASI 1 Pencatatan dan dokumentasi 2
Penyimpanan Catatan dan Dokumentasi
GRUP M – PELATIHAN KARYAWAN 1 Pengetahuan Karyawan
G. 3 Kebiasaan Karyawan 1 Perilaku Karyawan TINDAKAN YANG DILAKUKAN Tidak ada Pembinaan Surat Peringatan Pencabutan Nomor SP Pemusnahan Produk KETERANGAN : (diisi kesimpulan dan atau saran/tindak lanjut) Tanggal Pemeriksaan
Tanda Tangan Pemilik / Penanggung Jawab
Tanda Tangan Petugas
146
Lampiran 6 Kadar pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 - 2007 Tahun 1992 - 2003 NO.
1.
JENIS PEMANIS
Aspartam
KATEGORI PANGAN
interval kadar (ppm)
n
rata-rata kadar (ppm)
Batas Maksimum Permenkes No.722/Menkes/Per/IX/88
Tahun 2004 - 2007
Batas Maksimum
n
interval kadar (ppm)
rata-rata kadar (ppm)
6
2.500 - 200.000
45.883
-
-
dan izin khusus Khusus sediaan
Bahan Tambahan Pangan
Kep Ka BPOM RI No. HK.00.05.5.1.4547 Th 2004
Sediaan Pemanis Buatan
9
20.000 - 48.000
29,714
Essence
1
500
500
Agar-agar dan Jelly
4
6.000 - 7.100
6.825
5
606 - 1.217
977
1.000 ppm
Kembang Gula
9
100 - 60.000
11,775
11
500 - 1.920
954
10.000 ppm 2.000 ppm
-
CPPB -
Makanan
Saus
-
-
-
2
1500
1.500
Makanan Ringan
-
-
-
6
320
320
500 ppm
Minuman Sirup Beraroma
2
1.970 - 4.000
3,662
12
50 - 246
135
600 ppm
Susu bubuk
5
375 - 600
460
17
310 - 800
445
CPPB
Makanan Diet Khusus
3
480 - 550
516
6
100 - 357
258
2000 ppm
Minuman Gula Asam
1
455
455
-
-
Minuman Isotonik Minuman Lidah Buaya, Jelly & Nata de coco Minuman Ringan / Berkarbonasi
3
195 - 370
312
350 - 400
375
3
100 - 133
111
-
-
21
100 - 2.145
852
24
72 - 572
239
600 ppm
Minuman Serbuk
39
125 - 500
333
141
50 - 668
246
600 ppm
3 -
600 ppm
viii
Minuman Teh
Asesulfam K
375 - 455
402
3
250 - 500
375
600 ppm
Minuman Susu
-
-
-
20
50 - 131
62
600 ppm
Minuman Beralkohol
-
-
-
1
1000
1.000
700 ppm
350 ppm
JUMLAH 2.
3
103
257
Makanan Saus
0
0
0
2
100
100
Kembang Gula
0
0
0
1
1000
1.000
2.000 ppm
Minuman
3.
Isomalt
Makanan Diet Khusus
-
-
-
3
48 - 70
59
500 ppm
Minuman Isotonik Minuman Ringan / Berkarbonasi
-
-
-
3
160
160
600 ppm
-
-
-
7
50 - 100
71
600 ppm
Minuman Serbuk
-
-
-
13
50 - 450
142
600 ppm
Minuman Teh
-
-
-
4
233 - 300
275
500 ppm
Minuman Susu
-
-
-
5
50
50
500 ppm
Minuman Beroksigen
-
-
-
8
93
93
600 ppm
960.000 980.000
976.000
Minuman Sari Mengkudu
1
JUMLAH
1
Kembang Gula
-
JUMLAH
-
300
300
CPPB 46
-
-
5
CPPB
5
ix
4.
5.
Maltitol
Siklamat
Makanan Diet Khusus
-
JUMLAH
-
-
-
1
2000
2.000
CPPB
CPPB
1
Bahan Tambahan Pangan 23
995.000 1.000.000
999.783
-
18
800.000 1.000.000
987.647
Agar-agar dan Jelly
16
1.000 - 1.750
1.547
2000 ppm
9
600 - 1620
973
1000 ppm
Saus
2
1.600 - 2.150
1.875
3000 ppm
1
450
450
500 ppm
4
200
200
500 ppm
1
100
100
250 ppm
Sediaan Pemanis Buatan Makanan
Kecap
-
-
-
Makanan Ringan
4
100 - 300
150
-
Biskuit
1
800
800
-
26
100 - 5.600
1.304
3000 ppm
-
-
-
1600 ppm
Minuman Sirup Beraroma Minuman Isotonik Minuman Lidah Buaya, Jelly & Nata de coco Minuman Ringan / Berkarbonasi
10
2.000 - 3.000
2.333
Minuman Serbuk
31
400 - 1700
1.250
68
100 - 700
500
1000 ppm
-
-
-
1
190
190
1000 ppm
-
-
-
17
200 - 1.000
329
1000 ppm
3000 ppm
55
230 - 1.000
532
1000 ppm
3000 ppm
43
300 - 1.750
752
1000 ppm
Minuman Teh
-
-
-
13
230 - 700
559
1000 ppm
Minuman Beralkohol
-
-
-
2
49
49
250 ppm
Minuman Sari Buah
-
-
3
10 - 20
13
1000 ppm
x
Es Krim
-
-
-
2
80 - 100
90
250 ppm
Yogurt
-
-
-
3
370 - 390
373
400 ppm
JUMLAH
6.
Sakarin
113
240
Bahan Tambahan Pangan Sediaan Pemanis Buatan
4
1.000.000
1.000.000
-
4
1.000.000
1.000.000
CPPB
Saus
8
250 - 300
283
300 ppm
20
250 - 500
340
Kecap
1
700
700
-
Makanan Ringan
1
100
100
-
4
98 - 100
98.5
100 ppm
Minuman Minuman Ringan / Berkarbonasi
10
100 - 400
178
300 ppm
3
150 - 200
168
500 ppm
Sirup Beraroma/Buah
9
200 - 400
289
300 ppm
-
-
-
Minuman Serbuk
6
250 - 300
283
300 ppm
-
-
-
Makanan
Minuman Beralkohol JUMLAH
7.
Sorbitol
-
-
-
-
2
39
-
500 ppm -
58
58
80 ppm
200.000 930.000
417.986
CPPB
33
Bahan Tambahan Pangan Bahan Pengembang
4
20.000 260.000
80.000
120.000 ppm
24
xi
17.000
120.000 ppm
3
61
17.000 750.000 975.000
847.727
120.000 ppm
128
Pengemulsi
1
260.000
260.000
120.000 ppm
11
Sediaan Pemanis Buatan
-
-
-
6
10.000 200.000 500.000 990.000 50.000 960.000 891.000 991.500
Penguat Rasa
-
-
-
1
Kembang Gula
24
2.300 - 994.500
497.164
120.000 ppm
28
Ikan dan hasil olahnya
4
150 - 9.600
2.480
120.000 ppm
-
-
-
Lemak Hewani - Nabati
1
3.000
3.000
120.000 ppm
-
-
-
Kue, Roti
-
-
-
8
190 - 20.000
8.653
CPPB
Jam
-
-
-
1
670000
670.000
CPPB
Biskuit Dekorasi (Pasta, Pengisi Roti)
-
-
-
1
440000
440.000
CPPB
-
-
-
1
242300
242.300
CPPB
Sirup Beraroma/Buah
2
90.000 - 92.000
91.000
120.000 ppm
-
-
-
Minuman Serbuk
1
25.000
25.000
120.000 ppm
5
6.5 - 7.35
6,78
CPPB
Susu Bubuk
-
-
-
2
8.000 - 17.200
14.467
CPPB
Minuman Buah / Sari Buah
6
33.000 -90.000
78.500
-
-
-
Minuman Isotonik
1
8000
8.000
CPPB
Minuman Diet Khusus
5
8.150 - 850.000
221.308
CPPB
Essence
19
Pewarna Makanan
136.667
CPPB
855.608
CPPB
413.120
CPPB
953.717
CPPB
567500
567.500
CPPB
7.960 - 971.000
695.045
CPPB
Makanan
Minuman
JUMLAH
123
120.000 ppm
-
-
225
xii
8.
Sukralosa
Bahan Tambahan Pangan Sediaan Pemanis Buatan
-
-
-
1
5000
5.000
CPPB
Kembang Gula
-
-
-
1
645.000
645.000
1500 ppm
Jam
-
-
-
3
400 - 600
533
1.250 ppm
Minuman Minuman Ringan / Berkarbonasi
-
-
-
2
100
100
600 ppm
Minuman Isotonik
-
-
-
2
100 - 560
330
600 ppm
Minuman Diet Khusus
-
-
-
1
296
296
800 ppm
Minuman Teh
-
-
-
3
65
65
250 ppm
Makanan
JUMLAH Total Produk
-
13
379
820
xiii
viii