Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
KAJIAN IMPLEMENTASI CORPORATE CITIZENSHIP DAN CORPORATE SHARED VALUE MELALUI SUDUT PANDANG TRIPLE BOTTOM LINE Gogor Arif Handiwibowo Program Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Korporasi adalah sebuah entitas bisnis. Sehingga tujuan utama didirikannya korporasi adalah mendapatkan keuntungan ekonomi. Tetapi kajian terbaru memberikan gambaran bahwa korporasi juga harus melakukan tanggung jawab sosial untuk membentuk atmosfir bisnis yang berkelanjutan. Aktifitas dari korporasi dalam kegiatan sosial dikenal dengan istilah tanggung jawab sosial korporasi (Corporate Social Responsibility). Lebih jauh, aktifitas sosial korporasi dilihat dari sudut pandang korporasi menjadi salah satu alat untuk melaksanakan visi sustainability development pada masa mendatang. Korporasi kemudian melakukan pengukuran terhadap tingkat keberhasilan dari kegiatan sosialnya. Salah satu tolak ukur dari kegiatan CSR suatu korporasi adalah dengan sudut pandang Triple Bottom Line. Pada paper ini akan disajikan perbandingan dua konsep kegiatan sosial korporasi yang saat ini banyak diimplementasikan di dunia bisnis yaitu Corporate Citizenship (CC) dan Corporate Shared Value (CSV) yang dilihat melalui sudut pandang Triple Bottom Line. Kata kunci: Corporate Social Responsibility, Triple Bottom Line, Corporate Citizenship, Corporate Shared Value.
PENDAHULUAN Suatu aktifitas korporasi tidak akan lepas dari lingkungan yang ada di sekitarnya. Dengan adanya keterikatan korporasi dengan lingkungan di sekitarnya, mau tidak mau korporasi harus bisa melakukan interaksi dengan lingkungan di sekitarnya tersebut. Melalui interaksi ini, korporasi bisa melakukan komunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Dengan adanya komunikasi inilah korporasi dapat menyampaikan hak dan juga sekaligus kewajiban yang melekat padanya untuk di-sharing-kan dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang dimaksud adalah orang, alam sekitar, kelompok masyarakat, pemerintah dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kinerja dari korporasi. Kajian selanjutnya memberikan hasil bahwa suatu aktifitas korporasi dapat memberikan dampak positif sekaligus dampak negatif pada lingkungan sekitarnya. Ketika dampak positif muncul, maka kepuasan lingkungan sekitar akan muncul. Sebaliknya jika dampak negatif muncul, maka ketidak puasan lingkungan sekitar akan muncul dan akan sangat berpengaruh pada kinerja korporasi. Kasus-kasus aktifitas korporasi yang menimbulkan ketidakpuasan pada lingkungan sekitarnya antara lain seperti pencemaran lingkungan hidup, perilaku tidak adil pada karyawan, rekrutmen karyawan yang tidak memprioritaskan penduduk sekitar, penyalah gunaan wewenang, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, turunya tingkat kesehatan penduduk sekitar karena polusi, kualitas produk yang semakin menurun dan lain-lain.
ISBN: 978-602-70604-2-5 A-1-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
Fenomena penurunan tingkat kepuasan lingkungan inilah yang dianggap menjadi salah satu faktor menurunnya pembangunan keberlanjutan (sustainability development) dari korporasi. Adapun pembangunan berkelanjutan ini adalah salah satu titik tekan visi dari banyak korporasi agar mampu bersaing dimasa mendatang tanpa mengorbankan aspek lingkungan dan sosial yang ada. KAJIAN PUSTAKA Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility (CSR) adalah bentuk dari kegiatan tanggung jawab korporasi pada stakeholder yang dimilikinya. Menurut UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 butir 3, definisi dari CSR adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat umumnya. Undang-undang tersebut diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2012, yang mengatur soal kewajiban pengembangan program tanggung jawab sosial dan lingkungan terhadap korporasi berbadan Perseroan Terbatas. CSR dapat didifinisikan pula sebagai tugas dari bisnis untuk mengejar kebijakan untuk membuat keputusan atau untuk mengikuti arah aksi yang dapat diterima dalam bentuk objektif dan nilai dari masyarakat (Bowen, 1953). Dapat dijabarkan bahwa CSR adalah rangkaian aksi dari korporasi untuk membuat keputusan dan melakukan kegiatan yang searah dengan tujuan dan nilai masyarakat. Adapun masyarakat dalam hal ini adalah lingkungan sekitar dari korporasi. Batasan sekitar disini dapat dijabarkan sebagai lingkungan dimana korporasi berada. Batasan menjadi sempit jika hanya dijabarkan sebagai lingkungan dimana korporasi bertempat tinggal. Artinya dimana keberadaan atau tempat dimana korporasi berada adalah lingkungan korporasi. Tetapi batasan bisa menjadi lebih luas jika lingkungan dijabarkan sebagai dimana korporasi melaksanakan segala aktifitas bisnisnya atau wilayah jangkauan bisnisnya. Artinya adalah dimana korporasi melakukan semua aktifitas bisnisnya dan setiap hal yang mempunyai dampak terhadap aktifitas bisnisnya adalah lingkungan korporasi. Dalam perjalanannya, koseptual CSR dapat dibedakan menjadi 4 model (Carroll, 1979). Konsep tersebut adalah tanggung jawab ekonomi karena mampu bernilai profit, tanggung jawab legal terkait hukum yang dapat diterima masyarakat, tanggung jawab etika terkait kesetaraan dan keadilan serta tanggung jawab kedermawanan untuk berkontribusi pada bidang sosial, pendidikan dan budaya. Keempat konsep inilah yang dikembangkan oleh beberapa korporasi untuk menjadi kegiatan CSR-nya dengan berbagai macam titik berat dan fokusnya. Jika dilihat dari kacamata pemasaran, setidaknya ada 6 opsi untuk “berbuat kebaikan” (Six options for Doing Good) sebagai inisiatif sosial korporasi yang dapat ditempuh dalam rangka implementasi CSR (Kotler dan Lee, 2005), yaitu: 1. Cause Promotions Dimana suatu korporasi membuat suatu kegiatan dimana atau berkontribusi pada suatu acara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas suatu isu sosial tertentu yang krusial yang berhubungan dengan korporasi yang bersangkutan. 2. Cause-Related Marketing Dimana suatu korporasi berkomitmen untuk memberikan kontribusi atas sebagian dari hasil penjualan suatu produk tertentu untuk mendukung suatu isu sosial tertentu yang biasanya berhubungan dengan produk tersebut.
ISBN: 978-602-70604-2-5 A-1-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
3. Corporate Social Marketing Dimana suatu korporasi berkomitmen untuk melakukan suatu kampanye tertentu yang mencoba untuk merubah paradigma hingga pola perilaku tertentu dari masyarakat yang dirasa kurang baik di bidang kesehatan, keamanan, lingkungan hingga kesejahteraan masyarakat untuk menjadi lebih baik. 4. Corporate Philanthropy Dimana suatu korporasi memberikan sumbangan baik dalam bentuk uang tunai maupun barang pada kalangan tertentu dari masyarakat tanpa ada tendensi apapun sebagai bentuk implementasi langsung dari tanggung jawab sosial yang paling mudah dilakukan. 5. Community Volunteering Dimana suatu korporasi mendorong atau mendukung lingkungan yang ada disekitarnya (mulai dari karyawan hingga mitra usahanya) untuk mendukung suatu aktifitas sosial atau organisasi kemasyarakatan yang ada. 6. Socially Responsible Business Practices Dimana suatu korporasi membagi kemampuan bisnisnya kepada lingkungannya untuk meningkatkan kelayakan masyarakat (community well-being) dan juga alam sekitarnya. Triple Bottom Line Dalam perjalanannya, tujuan ekonomi dan tujuan sosial suatu korporasi sering kali dianggap tidak sejalan dan bertentangan (Elkington. 1997). Pandangan ini adalah pandangan umum yang ternyata salah. Korporasi pada dasarnya tidak berfungsi secara terpisah dari masyarakat sekitarnya. Korporasi tidak dapat melepaskan diri dari fungsi lingkungan yang ada disekitarnya, baik berupa manusia (masyarakat) maupun alam (makhluk hidup dan sumber daya alam yang ada didalamnya). Oleh sebab itu performa korporasi tidak hanya diukur dari faktor finansial saja, tetapi juga dari faktor sosial dan lingkungan (Elkington. 1997). Lebih lanjut konsep ini dikenal dengan sustainable corporate performace dimana kinerja korporasi akan sempurna jika tidak hanya menjadikan finansial (profit) sebagai ukuran utama, tetapi bagaimana korporasi mempunyai kontribusi terhadap masyarakat (people) dan juga lingkungan (planet). Elemen ini yang dikenal sebagai 3P (profit, people dan planet) pada Triple Bottom Line (TBL). TBL saat ini menjadi salah satu tools untuk melakukan evaluasi kegiatan CSR suatu korporasi. Bagaimana dan sebesar apa kegiatan CSR suatu korporasi dapat memberikan dampak pada masyarakat (people) dan lingkungannya (planet) selain mendapatkan keuntungan sebagai konsekwensi usahanya (profit). Corporate Citizenship Corporate Citizenship adalah salah satu konsep CSR yang awalnya dikenal secara meluas pada tahun 2002. Saat dilangsungkannya World Economy Forum di New York pada Januari 2002 dicetuskanlah pernyataan bersama (joint statement) oleh Direktur Utama (CEO) dari 34 korporasi multinasional terbesar didunia terkait “Global Corporate Citizenship”. Akan tetapi konsep Corporate Citizenship sendiri telah mulai dikenal pada tahun 1980an melalui literatur manajemen terkait pemikiran pentingnya peran sosial dari aktifitas bisnis (Matten & Crane, 2003). Pengertian dominan dari citizenship pada dunia industri adalah satu set hak individual yaitu hak sipil, hak sosial dan hak politik pada suatu tatanan masyarakat (Matten & Crane, 2003). Hak sipil adalah kebebasan atas tekanan dan interfensi dari penguasa. Hak sipil antara lain adalah hak mempunyai property dan hak kebebasan berbicara. Hak sosial adalah hak berpartisipasi untuk bermasyarakat. Hak sosial antara lain hak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan serta aspek untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Kedua hak ini ISBN: 978-602-70604-2-5 A-1-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
dikatakan sebagai hak pasif dimana yang aktif memberikan fasilitasi adalah pemerintah. Sedangkan hak politik adalah hak yang aktif. Artinya hak politik ini adalah hak untuk memberikan suara pada penentuan kebijakan atas suatu masyarakat tertentu dan menentukan kontrol atas pemerintahan yang ada. Hak ini antara lain hak untuk memberikan suara pada pemilihan umum lembaga legislatif hingga lembaga eksekutif. Sedangkan Corporate Citizenship sendiri dapat diterjemahkan sebagai fungsi dari korporasi untuk melakukan pengawasan, pengelolaan, pendistribusi, penyalur hingga penjagaan atas hak warga masyarakat (Matten & Crane, 2003). Konsep Corporate Citizenship (CC) menegaskan bahwa korporasi berfungsi sebagai penyedia (corporate as provider) pada hak sosial, fungsi sebagai pengada (corporate as enabler) pada hak sipil dan fungsi sebagai penyambung (corporate as channel) pada hak politik. Di lain sisi, korporasi sendiri adalah warga masyarakat pula. Korporasi juga mempunyai hak atas dirinya (sebagai individu masyarakat). Korporasi juga berusaha untuk mendapatkan hak atas dirinya sebagai salah satu individu dari warga masyarakat. Disinilah fungsi dari konsep CC adalah sebagai penyambung hak warga masyarakat dimana korporasi sebagai salah satu anggota masyarakat dan sekaligus memperjuangkan hak atas aktifitas korporasinya. Dengan demikian, hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban akan muncul dari masing-masing pihak baik dari pihak korporasi maupun masyarakat dan Negara. Dalam konsep CC, fokus kewajiban tanggung jawab sosial korporasi (CSR) ditujukan kepada masyarakat yang ada diwilayah jangkauan korporasi. Titik tekan konsep Corporate Citizenship adalah pemenuhan hak hidup dari masyarakat yang ada di wilayah jangkauan korporasi. Dengan melakukan pemenuhan hak hidup masyarakat, korporasi berasumsi akan mendapatkan timbal balik hak hidup pula di tengah masyarkat yang ada dalam jangkauan korporasinya. Corporate Shared Value Corporate Shared Value (CSV) adalah satu konsep pendekatan terbaru “berbuat baik (doing good)” kepada masyarakat yang mulai dikenal di tahun 2011. Konsep ini berawal dari kebingungan konsep “tanggung jawab sosial” yang hanya berusaha menyentuh kegiatan sosial sebagai bentuk tanggung jawab tanpa melihat sebagai suatu kegiatan yang akan berdampak pada peningkatan nilai ekonomi (Porter & Kramer, 2011). Kajian manajemen strategic menjadi dasar implementasi dari CSV karena konsep CSR yang ada selama ini tidak mampu memberikan ukuran kesuksesan yang mampu diukur dari kinerja ekonomi. Artinya derajat skala kompetitif kepada korporasi dari konsep CSR yang sudah diimplementasikan selama ini dirasa kurang signifikan. Konsep berbagi nilai (shared value) disini mempunyai penekanan bahwa peningkatan nilai ekonomi korporasi adalah jalan untuk meningkatkan nilai dari masyarakat berdasarkan analisa kebutuhan dan peluang. Bentuk dari berbagi nilai disini dapat berupa kebijakan dan bahkan proses operasi dimana mampu meningkatkan skala kompetitif dari korporasi dan secara simultan mampu meningkatkan ekonomi dan kondisi sosial masyarakat dimana korporasi beroperasi. Berbagi nilai disini bukanlah bentuk tanggung jawab sosial, kebaikan korporasi atau bahkan kesinambungan ekonomi, tetapi sebagai jalan baru untuk meraih kesuksesan ekonomi (Porter & Kramer, 2011). Nilai yang didapatkan tidak hanya berdasarkan benefit belaka tetapi tetap relatif terhadap biaya yang telah dikeluarkan. Pada hal yang mendasar, skala kompetitif korporasi dan tingkat “kesehatan” masyarakat dimana korporasi berada adalah hal sangat saling menunjang. Bisnis membutuhkan masyarakat yang sehat bukan hanya karena membutuhkan pasar atas produk yang dihasilkan, tetapi juga karena masyarakat yang proaktif dan produktif akan membuat pasar yang atraktif dan kompetitif. Disisi lain, masyarakat juga membutuhkan lingkungan ISBN: 978-602-70604-2-5 A-1-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
bisnis yang baik untuk menyediakan produk yang dibutuhkan dan lapangan pekerjaan yang cukup. Hubungan interdependensi ini terjadi dan saling menguatkan diantara korporasi dan masyarakat. Korporasi dapat menciptakan nilai ekonomi dari menciptakan nilai sosial (Porter & Kramer, 2011). Terdapat tiga cara untuk melakukan hal ini: dengan mendefinisikan ulang produk dan pasar, dengan mendefinisikan ulang produktifitas dalam rantai nilai dan membangun kluster support industry pada lokasi perusahaan. Dengan meningkatnya hubungan korporasi dengan masyarkaat akan membuka berbagai jalan untuk melayani kebutuhan pasar baru, meningkatkan efisiensi, menciptakan diferensiasi dan melebarkan pasar. PEMBAHASAN Corporate Citizenship dan Triple Bottom Line Tujuan utama dari kegiatan bisnis adalah meraih keuntungan yang saat ini ditambahkan faktor berkelanjutan/berkesinambungan. Sedangkan aksi suatu korporasi adalah bentuk dari kegiatan bisnis. Sehingga setiap kegiatan korporasi selalu mempunyai fokus untuk meraih keuntungan (profit) dan aktifitas bisnis yang berkelanjutan/berkesinambungan. Dalam konsep CC melalui sudut pandang TBL, keuntungan (profit) dari aktifitas bisnis inilah yang digunakan untuk melakukan pembiayaan atas kegiatan sosial yang dilakukan korporasi. Kegiatan sosial korporasi dalam konsep CC adalah wahana dari korporasi untuk mendapatkan hak sebagai salah satu warga masyarakat. Hak tersebut meliputi hak sipil, hak sosial dan hak politik. Sedangkan dalam kegiatan yang mempunyai kontribusi pada masyarakat (people) bersifat tidak berkorelasi langsung dengan peningkatan keuntungan dari korporasi. Artinya pemilihan dan pelaksanaan kegiatan sosial yang dilangsungkan di suatu komunitas masyarakat, tidak mempunyai ukuran kinerja untuk peningkatan keuntungan dari korporasi. Korporasi hanya mempertimbangkan pemilihan kegiatan sosial hanya berdasarkan kebutuhan hak-hak sipil, sosial dan politik untuk masyarakat yang ada dalam jangkauan bisnisnya. Pada saat tertentu, kegiatan sosial tersebut bersimbiosis atau bermitra dengan pelaku di masyarakat. Pelaku tersebut bisa berupa lembaga masyarakat, NGO (Non-Government Organization) dan lain-lain. Saat kegiatan sosial tersebut bersimbiosis dengan pelaku di masyarakat, simbiosis tersebut tidak ada hubungan langsung dengan peningkatan keuntungan korporasi. Artinya pemilihan mitra simbiosis kegiatan sosial di masyarakat tidak ada indikasi ukuran kinerja khusus untuk meningkatkan keuntungan korporasi. Dalam memilih mitra simbisosis, korporasi hanya berdasarkan kapasitas kemampuan mitra untuk bersimbiosis melaksanakan kegiatan sosial saja. Yang cukup menarik adalah saat korporasi bermitra dengan lembaga pemerintahan untuk melaksanakan suatu program sosial korporasi. Fenomena korporasi yang bermitra dengan lembaga pemerintah akan memberikan kesempatan bagi korporasi untuk membuka ruang komunikasi dengan pemerintah. Jika dilihat dari sudut pandang CC, posisi strategis dari korporasi dapat menjadi posisi untuk mampu mempengaruhi kebijakan (policy) dari pemerintah. Posisi strategis korporasi tersebut dapat digunakan oleh korporasi untuk memperjuangkan hak-hal sipil, sosial dan politik masyarakat sekaligus hak-hak sipil, sosial dan politik dari korporasi itu sendiri. Adapun sudut pandang lingkungan (planet) pada kegiatan sosial CC adalah suatu konsekwensi dari hak sipil dari masyarakat dalam bentuk kebutuhan akan tempat tinggal yang selaras dengan kelestarian alam yang dipenuhi oleh korporasi. Saat hak sipil tersebut dibutuhkan masyarakat yang ada di wilayah kerja korporasi, maka korporasi akan berusaha ISBN: 978-602-70604-2-5 A-1-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
untuk memenuhi hak tersebut dalam bentuk seperti penanaman pohon penghijauan, reklamasi pantai yang telah rusak, reboisasi hutan yang telah gundul, keseriusan di bidang energi terbarukan dan lain-lain. Kegiatan sosial yang berorientasi pelestarian lingkugan hidup tidak berkorelasi langsung dengan peningkatan keuntungan dari korporasi. Artinya pemilihan dan pelaksanaan kegiatan pelestarian lingkungan hidup yang dilangsungkan di suatu komunitas masyarakat, tidak mempunyai ukuran kinerja untuk peningkatan keuntungan dari korporasi. Korporasi mempertimbangkan pemilihan kegiatan pelestarian lingkungan hidup hanya berdasarkan kebutuhan hak-hak sipil untuk masyarakat yang ada dalam jangkauan bisnisnya. Tetapi yang cukup menarik adalah saat korporasi telah memberikan kegiatan sosial dalam rangka pelestarian lingkungan hidup, kegiatan tersebut bisa dijadikan alat tawar (bargain point) terhadap hak korporasi. Alat tawar tersebut dapat ditawarkan kepada masyarakat maupun pemerintah bila sesuai dengan legalitas hukum yang ada. Dengan alat tawar tersebut korporasi diharapkan mendapatkan posisi tawar yang cukup untuk memperoleh hak-hak warga masyarakat secara adil. Contoh kegiatan sosial yang mempunyai visi CC dilakukan oleh PT. Semen Indonesia Group (Tbk.) yang aktif dalam program penanaman 1 milyar pohon bersama Kementrian Kehutanan di sekitar area pabrik di plan Tuban. Selain karena telah dibatasi oleh UU dan Peraturan Pemerintah terkait BUMN, Semen Indonesia melakukan program sosial tersebut karena telah mempunyai sertifikasi ISO 26000 yang menempatkan CSR sebagai bagian proses bisnis yang berkelanjutan. Dengan berpartisipasi dalam program penanaman 1 milyar pohon dan program CSR lainnya, Semen Indonesia mendapatkan berbagai penghargaan di bidang CSR. Prestasi tersebut baik langsung maupun tidak langsung akan menaikkan brand value dari Semen Indonesia yang sekaligus akan meningkatkan skala-skala keuangan korporasi. Contoh lain selain BUMN di Indonesia adalah program Green & Clean yang diselenggarakan oleh PT. Unilever yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surabaya beserta beberapa media massa. Program Green & Clean adalah program kebersihan dan kesehatan kampung. Dimana setiap kampung (tingkat RT) di Surabaya dikompetisikan untuk kebersihan dan kesehatan kampung. Kerja sama pelaksanaan program Green & Clean tersebut telah berjalan selama beberapa tahun terakhir dan mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat. Dengan program Green & Clean tersebut PT. Unilever mampu menggarap sisi people dan planet sekaligus mendapatkan posisi tawar yang cukup kuat di mata pemerintah Kota Surabaya dan serta mempunyai image yang sangat baik di masyarakat Kota Surabaya. Corporate Shared Value dan Triple Bottom Line Seperti juga CC, peningkatan keuntungan perusahaan dan keberlanjutan bisnis juga menjadi fokus utama konsep CSV karena aktifitas korporasi adalah aktifitas bisnis yang berfaham kapitalisme. Tetapi yang membedakan adalah aktifitas sosial yang dilakukan dengan konsep CSV memberikan ruang kepada korporasi untuk sekaligus meningkatkan daya saingnya (degree of competitiveness). Sehingga nilai kegiatan sosial yang dilakukan tetap mempunyai pertimbangan dan skala kinerja dari korporasi untuk meningkatkan daya saingnya dan sebagai bentuk berbagi nilai dengan pihak masyarakat. Jika ditilik terkait pemilihan mitra yang dijadikan mitra bersama kegiatan sosial, sebenarnya adalah bentuk sinergi untuk menciptakan nilai tambah dan peningkatan daya saing yang berhubungan langsung dengan peningkatan keuntungan korporasi. Mitra yang bisa dipilih bisanya adalah supplier bahan baku, masyarakat sekitar pabrik yang rencana akan direkrut menjadi tenaga kerja dan lain-lain yang biasanya berhubungan erat dengan unit bisnis dari korporasi. Hasil simbiosis ini secara masing-masing akan meningkatkan kapasitas dan ISBN: 978-602-70604-2-5 A-1-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
daya saing masing-masing pihak dan akan berujung pada peningkatan keuntungan. Jika mitra yang tersedia tidak berhubungan langsung dengan unit bisnis korporasi, maka korporasi akan berusaha melakukan analisa mitra tertinggi mana yang mempunyai potensi peningkatan nilai daya saing kepada korporasi. Kasus tertentu saat korporasi karena regulasi hukum harus melakukan suatu kegiatan sosial, maka kegiatan tersebut hanya akan menjadi objek dari regulasi hukum. Artinya kegiatan tersebut hanya akan bersifat philanthropy karena adanya batasan regulasi. Tetapi tetap korporasi akan berusaha untuk mengaitkan kegiatan sosialnya tersebut dengan orientasi keuntungan korporasi. Kegiatan pelestarian alam dalam konsep CSV biasanya tidak terlalu mendapat perhatian. Korporasi akan memberikan perhatian hanya jika kegiatan pelestarian alam tersebut mempunyai dampak pada keuntungan korporasi. Bentuk perhatian tersebut baru akan diberikan apabila sumber daya alam tersebut mempunyai dampak pada proses penciptaan nilai tambah (value creation) yang berujung pada keuntungan korporasi. Contoh kegiatan sosial yang mempunyai filosofi CSV adalah yang dilakukan oleh Nestle kepada peternak sapi, komunitas peternak sapi dan koperasi air susu sapi di Kota Batu dan sekitarnya. Peternak sapi, komunitas peternak sapi dan koperasi air susu sapi di Kota Batu dan sekitarnya adalah supplier produk susu sapi yang akan diolah menjadi produk susu sapi berbagai kemasan dari Nestle. Nestle melakukan pembinaan kepada peternak sapi, komunitas peternak sapi dan koperasi susu sapi tidak hanya berfokus pada segala hal tentang susu sapi, terapi juga melakukan pendampingan terkait kesehatan, ekonomi bisnis, pendidikan dan lain sebagainya. Ujung dari program tersebut untuk meningkatkan taraf hidup peternak sapi, komunitas peternak sapi dan koperasi air susu sapi di Kota Batu dan sekitarnya. Dengan meningkatnya taraf hidup peternak sapi, komunitas peternak sapi dan koperasi air susu sapi di Kota Batu dan sekitarnya secara langsung juga akan meningkatkan kualitas rantai pasok bahan baku susu sapi yang akan diolah menjadi produk susu sapi Nestle. Tabel 1. Aplikasi Kosep Corporate Citizenship dan Corporate Shared Value melalui sudut pandang Triple Bottom Line Corporate Citizenship (CC)
Profit
-
Triple People Bottom Line Planet -
As company main purpose for economy success Share for social activity to get citizenship right Indirect correlation to profit gain Indirect symbiotic with society to profit gain Can be a direct correlation to policy maker and opportunity to influence it One of the consideration related to civil right Indirect correlation to profit gain As a bargain to get citizenship right
ISBN: 978-602-70604-2-5 A-1-7
Corporate Shared Value (CSV) As company main purpose in the capitalism philosophy Corporate competitiveness as the consideration to share As value creation source for share As partner for value creation Direct correlation to profit gain Direct symbiotic with society to profit gain As object of policy if any correlation on it Usually not a consideration for value creation Concern if any direction to profit gain Only as object if the value creation involve natural resources
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang bisa diambil bahwa baik konsep CC maupun CSV bahwa mempunyai perhatian utama di bidang profit karena sebagai sebuah entitas bisnis. Sedangkan perbedaan akan mulai nampak pada kajian bidang people. Dimana CC akan mempunyai perhatian pada pemenuhan hak-hak sebagai warga masyarakat untuk mendapatkan respon balik hak korporasi sebagai warga masyarakat pula. Sedangkan CSV menempatkan kinerja kegiatan sosial pada peningkatan daya saing korporasi saat melakukan kegiatan. Untuk kegiatan yang melibatkan pelestarian alam sekitar (planet) CC menempatkan kegiatan tersebut sebagai hak sipil yang diberikan korporasi kepada masyarakat sejauh jangkauan wilayah korporasi. Adapun konsep CSV menekankan bahwa kegiatan pelestarian lingkungan hidup yang dilakukan harus mempunyai implikasi pada peningkatan daya saing perusahaan. Saran yang bisa diberikan adalah bahwa kedua konsep ini masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Suatu korporasi tidak harus menerapkan suatu kegiatan sosial yang dilakukan berdasarkan salah satu konsep. Tetapi perlu dipertimbangkan untuk melakukan kombinsi konsep berdasar atas permasalahan yang dihadapi korporasi. DAFTAR PUSTAKA Bowen H. R. (1953). Social responsibilities of the businessman. Harper and Row: New York. Carroll, A. B. (1979). A Three Dimensional Conceptual Model of Corporate Social Responsibility. Academic Review. Efendi, M. A. (2008). Good Corporate Citizenship Sebagai Implementasi CSR. Harian Bisnis Indonesia. Jakarta. Elkington, J. (1977). Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business. Capstone Publishing Limited. Oxford. UK Kotler, Philip and Lee, Nancy (2005). Corporate Social Responsibility: Doing the Most Dood for Your Company and Your Cause. John Willey & Sons, Inc. Matten, Dirk and Crane, Andrew (2003). Corporate Citizenship: Toward an extended theoretical conceptualization. ICCSR. Porter, Michael E and Kramer, Mark R. (2006). Strategy & Society: The Link between Competitive Advantage and Corporate Social Responsibility. Harvard Business Review. Porter, Michael E and Kramer, Mark R. (2011). Creating Shared Value: Redefining Capitalism and the Role of the Corporation in Society. Harvard Business Review. Smith, Richard E. (2011). Defining Corporate Social Responsibility: A System Approach For Socially Responsible Capitalism. Master Thesis, University of Pennsylvania. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
ISBN: 978-602-70604-2-5 A-1-8