KAJIAN EVALUATIF TINDAK PIDANA (PERSPEKTIF SOSIOLOGIS) DI WILAYAH HUKUM POLRES PEMALANG
OLEH : TIM UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
KEPOLISIAN RESORT PEMALANG 2008
SUSUNAN TIM PENELITI
KAJIAN EVALUATIF TINDAK PIDANA (PERSPEKTIF SOSIOLOGIS) DI WILAYAH HUKUM POLRES PEMALANG
1. SISWANTO, S.H., M.H. (Ketua) 2. DRS. GUNISTIYO, M.Si. (Anggota) 3. HAMIDAH ABDURAHMAN, S.H., M.H. (Anggota) 4. DRS. SANA PRABOWO, M.Si. (Anggota) 5. AGUS SETYO WIDODO, S.Sos, M.Si. (Anggota)
ABSTRAK
Kegiatan kajian ini bertujuan untuk: mengetahui latar belakang, akar permasalahan dan sebab-sebab terjadinya Kejahatan konvensional dan untuk mengetahui latar belakang, akar permasalahan dan sebab-sebab terjadinya Kejahatan berimplikasi kontijensi (perkelahian antar kampung). Adapun, ruang lingkup materi kajian ini meliputi aspek-aspek: (1) dasar dan instrumen kebijakan kepolisian; (2) permasalahan yang muncul dalam penanganan gangguan kamtibmas, (3) efektivitas implementasi kebijakan POLRES Pemalang dan (4) proyeksi tren gangguan Kamtibmas di wilayah POLRES Pemalang. Ruang lingkup wilayah kajian ini terdiri atas dua area di Kabupaten Pemalang, yaitu: (1) wilayah pantura; (2) wilayah punggung (pegunungan). Temuan yang diperoleh dari kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindak kejahatan konvensional curat (pencurian dengan pemberatan) di wilayah hukum Polres Pemalang sebagian besar adalah faktor ekonomi dan sebagian lagi adalah sosial budaya, dan struktur birokrasi. Untuk kejahatan penganiayaan sebagian besar yang melatarbelakangi adalah faktor kesalahpahaman. Sedangkan yang melatarbelakangi terjadinya tindak kejahatan kontijensi secara umum adalah faktor sosial budaya dan politik. 2. Sebab-sebab terjadinya tindak kejahatan konvensional curat di wilayah hukum Polres Pemalang sebagian besar adalah tidak memiliki pekerjaan tetap dan sebagian lagi disebabkan karena tidak memiliki keterampilan, mempunyai beban/tanggungjawab kebutuhan keluarga, menambah penghasilan keluarga, cara cepat memperoleh uang,untuk membiayai pernikahan. Untuk terjadinya tindak kejahatan konvensional penganiayaan di wilayah hukum Polres Pemalang sebagian besar disebabkan sebagian besar disebabkan Solidaritas teman. Sedangkan sebagian lagi disebabkan tersinggung/ emosional, mabukmabukan/miras, salah paham dan ikut-ikutan (terprovokasi). Adapun sebab-sebab terjadinya tindak kejahatan kontijensi secara umum adalah perubahan perilaku atau sikap seseorang dari kota dibawa ke desa. 3. Akar permasalahan terjadinya tindak kejahatan konvensional curat di wilayah hukum Polres Pemalang sebagian besar adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Sedangkan Akar permasalahan terjadinya tindak kejahatan konvensional penganiayaan di wilayah hukum Polres Pemalang sebagian besar adalah prasangka sosial (social prejudice) adat negative thingking. Untuk kejahatan kontijensi akar permasalahannya secara umum adalah adanya degradasi sistem kekerabatan (sosioblitas). 4. Faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi turunnya tindak kejahatan konvensional dan kontijensi adalah Kinerja Kepolisian. 5. Variabel yang menentukan turunnya kejahatan berikutnya adalah variabel kesadaran hukum (0,75) maka kinreja kepolisian yang sangat diperlukan dalam rangka penurunan tingkat tindak pidana kejahatan adalah tindakan pre-emtif (tindakan penyadaran hukum) antara lain berupa pemberian penyuluhan-penyuluhan hukum, pembinaan-pembinaan masyarakat dan upaya penyadaran hukum yang lain. Adapun rekomendasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1. Optimalisasi peran BABINKAMTIBMAS dan POLMAS dalam rangka resosialisasi.
2. Polmas perlu lebih diintensifkan lagi dengan cara-cara door to door ke seluruh lapisan masyarakat, jangan hanya pada tataran elit desa. 3. Penegakan hukum yang lebih konsisten dan adil tanpa kecuali oleh kepolisian. 4. Pelayanan yang lebih adil oleh kepolisian. 5. Konsolidasi/koordinasi dalam penanganan perkara. 6. Meningkatkan kerjasama dengan aparat pemerintah sipil dan tokoh masyarakat/agama/pemuda terutama guna melakukan deteksi dini atas segala kemungkinan terulangnya kejahatan kontijensi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah atas karunianya sehingga tersusunlah Laporan Akhir penelitian yang berjudul “Kajian Evaluatif Tindak Pidana (Perspektif Sosiologis) Di Wilayah Hukum Polres Pemalang”. Penelitian ini bertujuan untuk megetahui latar belakang, akar permasalahan dan sebab-sebab terjadinya kejahatan konvensional dan kejahatan berimplikasi kontijensi (perkelahian antar kampung). Diharapkan Laporan Akhir penelitian ini hasilnya akan merupakan sumbangan pemikiran yang berguna bagi kinerja Kepolisian. Dan khususnya bagi POLRES Pemalang dapat merupakan sumbangan yang berarti dalam mengambil keputusan dalam pelaksanaan tugas-tugas Kepolisian di Wilayah Hukum POLRES Pemalang. Kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan Laporan Akhir ini, tetapi karena berbagai kendala yang kami hadapi, masih dirasakan adanya beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan selanjutnya. Akhirnya kami berharap agar Laporan Akhir penelitian ini dapat diterima dan beranfaat bagi semua pihak.
Tegal,
Maret 2008
Ketua Tim Peneliti,
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .........................................................................................
ii
DAFTAR ISI
iii
..................................................................................................
DAFTAR TABEL ................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................
1
A. Latar Belakang .............................................................................
1
B. Tujuan ...........................................................................................
2
C. Hasil Yang Diharapkan ................................................................
2
D. Sistematika Laporan.......................................................................
3
DASAR TEORITIK DAN METODE PENELITIAN ........................
4
A. Dasar Teoritik Konseptual .............................................................
4
1. Pendekatan Hukum ..................................................................
4
2. Tindak Pidana Kejahatan ........................................................
7
B. Metode Penelitian .........................................................................
9
1. Jenis dan Sumber Data ............................................................
9
2. Kategori Data Lapangan .........................................................
9
3. Populasi dan Sampel Penelitian ...............................................
10
4. Instrumen Pengumpulan Data..................................................
10
5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .....................................
11
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ...................................................
15
BAB II
BAB III
BAB IV
A. Deskripsi Wilayah .........................................................................
15
1. Keadaan Umum Kabupaten Pemalang ....................................
15
2. Keadaan Penduduk...................................................................
16
B. Deskripsi KAMTIBMAS di Wilayah POLRES Pemalang ..........
17
C. Deskripsi Responden .....................................................................
20
1. Responden dari Kalangan POLRI............................................
20
2. Responden dari Kalangan Tokoh Masyarakat .........................
22
3. Responden dari Kalangan Narapidana/Mantan Narapidana ....
24
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................
27
A. Latar Belakang, Sebab-sebab dan Akar Permasalahan Terjadinya Tindak Pidana Kejahatan .............................................................
27
B. Korelat-korelat Turunnya Tindak Kejahatan Konvensional dan Non Konvensional ........................................................................
32
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...........................................
34
A. Kesimpulan ...................................................................................
34
B. Rekomendasi .................................................................................
35
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
36
BAB V
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1
Angka Kejadian Kejahatan di wilayah POLRES Pemalang tahun 2007/2008..........................................................................
20
Tabel 3.2
Responden POLRI berdasarkan Jenis Kelamin ..........................
21
Tabel 3.3
Responden POLRI berdasarkan Tingkat Pendidikan ...............
21
Tabel 3.4
Responden POLRI berdasarkan Domisili ...................................
22
Tabel 3.5
Responden Tokoh Masyarakat berdasarkan Jenis Kelamin........
22
Tabel 3.6
Responden Tokoh Masyarakat berdasarkan Tingkat Pendidikan
23
Tabel 3.7
Responden Tokoh Masyarakat berdasarkan Pekerjaan...............
23
Tabel 3.8
Responden Napi/mantan Napi berdasarkan Jenis Kelamin ........
24
Tabel 3.9
Responden Napi/mantan Napi berdasarkan Tingkat Pendidikan
24
Tabel 3.10
Responden Napi/mantan Napi berdasarkan Pekerjaan ...............
25
Tabel 3.11
Responden Napi/mantan Napi berdasarkan Domisili .................
25
Tabel 4.1
Korelat-korelat turunnya Tingkat Tindak Kejahatan ..................
32
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Pergeseran paradigma pengabdian Polri yang sebelumnya cenderung digunakan sebagai alat
Penguasa kearah mengabdi bagi kepentingan masyarakat telah membawa berbagai implikasi perubahan yang mendasar. Salah satu perubahan itu adalah perumusan kembali perannya sesuai Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 yang menetapkan Polri berperan selaku pemelihara Kamtibmas, penegak hukum, serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Arah kebijakan strategi Polri yang mendahulukan tampilan selaku pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dimaksud bahwa, dalam setiap kiprah pengabdian anggota Polri baik sebagai pemelihara Kamtibmas maupun sebagai penegak hukum haruslah dijiwai oleh tampilan perilakunya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, sejalan dengan paradigma barunya yang mengabdi bagi kepentingan masyarakat. Menjelang PEMILU tahun 2009, diperkirakan tren gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat akan meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai gangguan kamtibmas seperti aksi terorisme, kegiatan mimbar bebas, aksi unjuk rasa, penculikan,perampokan, peyalahgunaan narkoba dan lain-lain. Bahkan muncul pula konflik baik horizontal maupun vertical di daerah-daerah. Berbagai bentuk gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat terakumulasi secara tajam yang dapat menganggu sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai pengemban fungsi kepolisian dan fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, kepolisian harus senantiasa mengedepankan tindakan prenventif dan reprensif dengan harapan dapat mengurangi setiap bentuk gangguan kamtibmas sehingga tercipta situasi keamanan yang kondusif.
B.
TUJUAN
Kegiatan kajian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui latar belakang, akar permasalahan dan sebab-sebab terjadinya Kejahatan konvensional 2. Untuk mengetahui latar belakang, akar permasalahan dan sebab-sebab terjadinya Kejahatan berimplikasi kontijensi (perkelahian antar kampung) C.
DASAR DAN RUANG LINGKUP KAJIAN
Kegiatan kajian ini diadasarkan pada: a. Undang – undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. b. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia c. Undang-Undang No. 12 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Adapun, ruang lingkup materi kajian ini meliputi aspek-aspek: (1) dasar dan instrumen kebijakan kepolisian; (2) permasalahan yang muncul dalam penanganan gangguan kamtibmas, (3) efektivitas implementasi kebijakan POLRES Pemalang dan (4) proyeksi tren gangguan Kamtibmas di wilayah POLRES Pemalang. Ruang lingkup wilayah kajian ini terdiri atas dua area di Kabupaten Pemalang, yaitu: (1) wilayah pantura; (2) wilayah punggung (pegunungan)
D.
HASIL YANG DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan kajian terhadap program pendidikan dasar gratis ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui latar belakang, akar permasalahan dan sebab-sebab terjadinya Kejahatan konvensional 2. Untuk mengetahui latar belakang, akar permasalahan dan sebab-sebab terjadinya Kejahatan berimplikasi kontijensi (perkelahian antar kampung) D.
SISTEMATIKA LAPORAN Laporan ini disusun dengan sistematika berikut ini. Bab pertama, pendahuluan yang memuat
latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup, hasil yang diharapkan, dan sistematika laporan. Bab kedua pendekatan dan metode kajian, yang mengetengahkan aspek-aspek kerangka pikir, populasi dan sampel, instrumen pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab ketiga, hasil penelitian. Bab ini dibagi tiga, yaitu: (1) deskripsi singkat wilayah kajian,; (2) deskripsi kamtibmas Pemalang; (3) deskripsi responden Bab keempat, Hasil dan Pembahasasan. Bab ini dibagi dua, yaitu: (1) Latar belakang, Sebabsebab dan Akar Permasalahan terjadinya Tindak Pidana,; (2) Faktor-Faktor yang mempengaruhi Turunnya Tingkat Tindak Pidana di Polres Pemalang (konvensional, transnasional, terorganisir); (2) analisis hasil penelitian, merupakan kajian terhadap tren gangguan kamtibmas (frekuensi, penyebaran, komunitas), dan pemetaan gangguan kamtibmas di wilayah hukum POLRES Pemalang. Bab kelima, kesimpulan dan rekomendasi (pre-ventif, reventif, kuratif).
BAB II DASAR TEORITIK DAN METODE PENELITIAN
A.
DASAR TEORETIK KONSEPTUAL 1. Pendekatan Hukum Dalam pengkajian hukum positif masih mendominasi studi hukum pada Fakultas Hukum, yang cenderung untuk menjadi suatu lembaga yang mendidik mahasiswa untuk menguasai teknologi hukum, yaitu menguasai hukumnya bagi sesuatu persoalan tertentu yang terjadi serta bagaimana melaksanakan atau menerapkan peraturan-peraturan hukum. Hal ini dapat disebut pengkajian hukum melalaui pendekatan yuridis normative. Dan selain pendekatan tersebut dalam pengkajian hukum ada sisi lain yaitu hukum dalam kenyataannya didalam kehidupan social kemasyarakatan, bukan kenyataan dalam bentuk pasal-pasal dalam perundang-undangan, melainkan sebagaimana hukum dioperasikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pendidikan hukum yang bersifat sociological model yang terdiri dari 1. social structure, 2.behavior,3. variable, 4 observer, 5.scientific dan 6.explanation akan menjadikan ilmu hukum itu reponsif terhadap perkembangan dan perubahan dalam masyarakat. Untuk membanding hal tersebut diatas, maka pendekatan kenyataan hukum dalam masyarakat dengan pendekatan yuridis normative, maka perlu menguraikan lebih dahulu dimaksud pendekatan yuridis empiris atau ilmu kenyataan hukum dan penjelasannya sebagai berikut : a. Sosilogi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya secara empiris analistis. Contoh : apakah seorang bermaksud lebih dari seorang isteri terdapat dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 40. b. Antropologi hukum adalah ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa dan bagaimana penyelesaiannya pada masyarakat sederhana dan pada masyarakat modern. Contoh : pada masyarakat sederhana ada dewam masyarakat adat sedangkan pada masyarakat modern adalah Putusan Hakim.
c. Psikologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari perwujudan dari jiwa manusia. Contoh: diatatinya atau dilanggarnya hukum yang berlaku dalam masyarakat. d. Sejarah Hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum positif pada masa lampau/Hindia Belanda sampai dengan sekarang. Contoh : Monumen ordinantie ( HIR/Rbg). e. Perbandingan Hukum adalah ilmu yang membandingkan sistem-sistem hukum yang ada didalam suatu Negara atau antar Negara. Contoh Hukum adat Batak dengan hukum adat jawa atau hukum singapura dengan hukum Negara Indonesia. Pendekatan yuridis empiris atau pendekatan kenyataan hukum dalam masyarakat yang dilengkapi dengan contoh diatas, dapat dipahami bahwa berbeda dengan pendekatan yuridis normative/pendekatan doktrin hukum. Hukum Sebagai Sosial Kontrol; Dimana setiap kelompok masyarakat selalu ada problem sebagai akibat adanya perbedaan antara yang ideal dan yang aktual, antara yang standard dan yang parktis. Penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat dapat dicontohkan : pencurian, perzinahan hutang, membunuh dan lain-lain. Semua contoh ini adalah bentuk prilaku yang menyimpang yang menimbulkan persoalan didalam masyarakat, baik pada masyarakat yang sederhana maupun pada masyarakat yang modern. Dalam situasi yang demikian itu, kelompok itu berhadapan dengan problem untuk menjamin ketertiban bila kelompok itu menginginkan, mempertahankan eksistensinya. Fungsi Hukum dalam kelompok masyarakat adalah menerapkan mekanisme control sosial yang akan membersihkan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat yang tidak dikehendaki, sehingga hukum mempunyai suatu fungsi untuk mempertahankan eksistensi kelompok masyarakat tersebut. Hukum yang berfungsi demikian adalah merupakan instrument pengendalian social. Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat; Hukum sebagai sosial control, juga hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau biasa disebut social enginnering, Alat pengubah masyarakat adalah analogikan sebagai suatu proses mekanik. Terlkihat
akibat
perkembangan
Industri
dan
transaksi-transaksi
bisnis
yang
memperkenalkan nilai-nilai baru. Metode Pendekatan Sosiologi Hukum sangat dipengaruhi oleh factor internal yang hidup didalam masyarakat, seperti dalam pengkajian hukum positif terhadap studi
hukum yang cenderung untuk melembaga yang mendidik mahasiswa untuk menguasai teknologi hukum, yaitu menguasai hukumnya bagi sesuatu persoalan tertentu yang terjadi serta bagaimana melaksanakan atau menerapakan peraturan-peraturan hukum. Hal ini dapat disebut pengkajian hukum melalaui pendekatan yuridis normative, dan selain pendekatan tersebut dalam pengkajian hukum ada sisi lain yaitu hukum dalam kenyataannya didalam kehidupan sosial kemasyarakatan, bukan kenyataan dalam bentuk pasal-pasal dalam perundang-undangan, melainkan sebagaimana hukum dioperasikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pendidikan hukum yang bersifat sociological model yang terdiri dari 1. social structure, 2.behavior,3. variable, 4 observer, 5.specientific dan 6.explanation akan menjadikan ilmu hukum itu reponsif terhadap perkembangan dan perubahan dalam masyarakat. Secara analisa factor internal bahwa metode pendekatan tersebut dipengaruhi kebijakan dasar yaitu Dewan Hukum Adat pada masyarakat sederhana, sedangkan pada masyarakat modern adalah putusan hakim. Juga dipengaruhi kebijakan pemberlakuan, akibat pengaruh kebijakan dasar tersebut dengan upaya untuk mematuhi keputusan kebijakan dasar dan apabila tidak melaksanakan maka akan terkena sanksi kebijakan pemberlakuan, pada masyarakat sederhana keputusan dewan kepala adat harus dilaksanakan dengan ketentuan musyarakat dewan adat, sedangkan pada masyarakat modern, keputusan Hakim adalah merupakan kebijakan dasar sedangkan kebijakan pemberlakukan adalah apabila tidak melaksanakan putusan tersebut akan mendapat sanksi yang ditentukan oleh undang-undang yang berlaku. Metode Pendekatan Sosiologi Hukum sangat dipengaruhi juga oleh faktor eksternal yang hidup diluar masyarakat, seperti dalam pengkajian hukum positif terhadap studi hukum yang cenderung untuk melembaga yang mendidik mahasiswa untuk menguasai teknologi hukum, yaitu menguasai hukumnya bagi sesuatu persoalan tertentu yang terjadi serta bagaimana melaksanakan atau menerapakan peraturan-peraturan hukum. Hal ini dapat disebut pengkajian hukum melalaui pendekatan yuridis normative, dan selain pendekatan tersebut dalam pengkajian hukum ada sisi lain yaitu hukum dalam kenyataannya didalam kehidupan sosial kemasyarakatan, buka kenyataan dalam bentuk pasal-pasal dalam perundang-undangan, melainkan sebagaimana hukum dioperasikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.Dengan demikian pendidikan hukum yang bersifat sociological model yang terdiri dari 1. social structure, 2.behavior,3. variable, 4 observer, 5.specientific dan 6.explanation akan menjadikan ilmu hukum itu reponsif terhadap perkembangan dan perubahan dalam masyarakat. Secara analisa faktor eksternal
mempengaruhi metode pendekatan tersebut, terhadap kebijakan dasar eksternal yaitu peraturan nasional yang menaungi keamaan dan ketentraman masyarakat sederhana tersebut, seperti pemberlakuan hak penguasan tanah adat (Hak Ulayat), sedangkan pada masyarakat modern adalah peraturan perundangan-undangan pertanahan (Hukum Agraria) yang melindungi masyarakat modern didalam hal penguasaan tanah. Sangat jelas terlihat bahwa kebijakan pemberlakuan, sebagai akibat dipengaruh kebijakan dasar tersebut, dengan upaya untuk mematuhi keputusan kebijakan dasar yang berupa peraturan perundang-undang dan apabila tidak melaksanakan ketentuan tersebut, maka akan hilang hak penguasaan tanah tersebut yaitu kebijakan pemberlakuan pada masyarakat modern.
2. Tindak Pidana Kejahatan Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Pengertian tersebut bersumber dari alam nilai. Maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu. Jadi apa yang disebut kejahatan oleh seseorang belum tentu diakui oleh pihak lain sebagai kejahatan pula. Kalaupun, misalnya semua golongan dapat menerima sesuatu itu merupakan kejahatan, tapi berat ringannya perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat. Kejahatan ditinjau dari segi yuridis adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Sedangkan apabila ditinjau dari segi sosiologis merupakan perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. Adapun menurut penggunaannya, pengertian kejahatan dibagi kedalam:
a. Pengertian Secara Praktis. Kita mengenal adanya beberapa jenis norma dalam masyarakat antara lain norma agama, kebiasaan, kesusilaan dan norma yang timbulnya reaksi baik berupa hukuman, cemoohan atau pengucilan. Norma itu merupakan suatu garis untuk membedakan perbuatan terpuji atau perbuatan yang wajar pada suatu pihak, sedang pada pihak lain adalah suatu perbuatan tercela. Perbuatan yang wajar pada sisi garis disebut dengan kebaikan dan kebalikannya yang diseberang garis disebut dengan kejahatan.
b. Pengertian Secara Religius Mengidentikkan arti kejahatan dengan dosa, setiap dosa diancam dengan hukuman api neraka terhadap jiwa yang berdosa. c. Pengertian Dalam Arti Yuridis Peristiwa-peristiwa yang berlawanan atau bertentangan dengan asas-asas hukum yang hidup dalam keyakinan manusia dan terlepas dari undang-undang. Contoh: pembunuhan dan pencurian, walaupun perbuatan itu belum diatur dalam suatu undang-undang, namun perbuatan itu sangat bertentangan dengan hati nurani manusia sehingga dianggap sebagai suatu kejahatan. Menurut Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, kejahatan dikelompokan kedalam:
a. Kejahatan Konvensional, yaitu kejahatan dengan dimensi baru yang ditiru dari berbagai informasi yang didapat dan kejahatan yang menggunakan kekerasan dengan modus operandi tradisional dan kejahatannya sering terjadi. b. Kejahatan Yang Berimplikasi Kontijensi, yaitu kerusuhan massa yang melibatkan antar kelompok, konflik horizontal yang bernuansa agama, suku dan ras. c. Kejahatan Transnasional, yaitu suatu kasus kejahatan yang melibatkan dua kelompok atau lebih dengan berbagai kebangsaan/warga negara, yang disepakati oleh dua atau lebih negara untuk ditangani secara bersama-sama. Contoh: kejahatan terorisme, kejahatan narkoba, penyelundupan senjata, kejahatan teknologi komputer dan perdagangan manusia. d. Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Negara, yaitu merupakan kejahatan yang bersifat massal dan menggunakan teknologi. Contoh: pencurian ikan, pencurian kayu, penyelundupan BBM keluar negeri dan kejahatan terhadap lingkungan hidup.
B.
METODE PENELITIAN 1. Jenis Dan Sumber Data Data yang dibutuhkan dalam kajian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui keterangan langsung dari informan pejabat kepolisian, tokoh masyarakat, dan pelaku tindak pidana. Sedangkan data sekunder merupakan keterangan penguat dan hasil pendalaman atas data primer. Data sekunder diperoleh dari rekapitulasi angka kriminalitas di wilayah kajian. Responden yang menjadi sumber data kajian ini terdiri dari aparat kepolisian (mewakili populasi kepolisian), tokoh masyarakat (mewakili populasi masyarakat), pelaku tindak kriminal (mewakili populasi strategi kriminal).
2. Kategori Data Lapangan a. Data Sekunder 1) Dokumen data kondisi wilayah Kabupaten Pemalang 2) Dokumen data kondisi KAMTIBMAS Kabupaten Pemalang 3) Dokumen peraturan/landasan kebijakan penangangan gangguan KAMTIBMAS POLRES Pemalang
b. Data Primer 1) Dokumen Rencana Operasional POLRES Pemalang (sampel) 2) Dokumen Anggaran POLRES Pemalang (sampel) 3) Wawancara ketersediaan biaya PAM (pengamanan) berbanding kebutuhan riil PAM (pengamanan) (kabagops sampel) 4) Wawancara permasalahan yang muncul di masyarakat sehubungan dengan penganganan gangguan KAMTIBMAS
3. Populasi Dan Sampel Penelitian Populasi kajian ini adalah seluruh masyarakat, aparat kepolisian serta para narapidana dan mantan narapidana di wilayah POLRES Pemalang. Dari populasi tersebut selanjutnya dipilih sampel berdasarkan prosedur cluster random sampling sesuai dengan karakteristik wilayah (pantura dan pegunungan) sebesar 10% dari masing-masing subpopulasi di seluruh POLSEK.
4. Instrumen Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data primer, dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pengamatan untuk mengetahui pelaksanaan KAMTIBMAS b. Angket untuk responden kepolisian, tokoh masyarakat dan pelaku kejahatan. c. Wawancara mendalam dengan responden pejabat kepolisan POLRES Pemalang Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara perekaman data/dokumentasi yang meliputi: a. Deskripsi POLRES Pemalang. b. Rencana dan pendayagunaan sumberdaya kepolisian c. Laporan prestasi KAMTIBMAS d. Data lain yang relevan dengan evaluasi kegiatan ini.
5. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data Teknik pengolahan data yang dipergunakan untuk kajian bersifat kualitatif dan kuantitatif. Teknik kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan data yang bersifat kualitatif, terutama untuk analisis kebijakan program serta hasil-hasil wawancara mendalam. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan cara editing, coding dan tabulating. Analisis data bertaraf deskriptif, ditujukan kepada aspek-aspek: latar belakang, sebab-sebab dan akar permasalahan terjadinya tindak pidana kejahatan konvensional dan kejahatan yang berimplikasi kontijensi di wilayah hukum Polres Pemalang. Untuk menganalisis data yang sudah diperoleh melalui kuisioner, agar sesuai dengan tujuan penelitian ini maka data dianalisis secara kualitatif untuk mengukur tingkat pengaruh antara data yang diperoleh dengan menggunakan alat bantu Komputer program SPSS-PC 10.01 dan selanjutnya dianalisis menggunakan uji statistik. a. Analisis Regresi Berganda Untuk mengukur pengaruh antara variabel X1, X2, dan X3 terhadap variabel Y, digunakan analisis statistik Regresi Berganda Karena Variabel X terdiri dari tiga Sub variabel. Adapun rumus Regresi Berganda menurut Algifari (2000 : 64) adalah : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4
Dimana : Y = Tindak Pidana a
= Intersep (titik potong kurva terhadap sumbu Y)
b1 = Kemiringan kurva liniear yang berhubungan dengan Sub variabel X1 b2 =
Kemiringan kurva liniear yang berhubungan dengan Sub variabel X2
b3 =
Kemiringan kurva liniear yang berhubungan dengan Sub variabel X3
X1 = Kesadaran Hukum X2 = Kinerja Polres X3 = Resosialisasi Karena jawaban responden adalah data ordinal maka sebelum dimasukan kedalam perhitungan regresi, maka terlebih dahulu data tersebut diubah kedalam data interval. Adapun cara yang digunakan adalah melalui Method of Successive Interval ( Al Rasyid 1993 : 131 ). Hal tersebut bertujuan untuk merubah skala yang ada kedalam skala pengukuran yang tingkatnya lebih tinggi, yaitu dari skala ordinal menjadi skala interval sehingga dihasilkan data yang memenuhi asumsi yang dituntut dalam perhitungan statistik parametrika. Langkah-langkah transformasi tersebut adalah sebagai berikut : 1) Didasarkan hasil jawaban responden untuk setiap pertanyaan dihitung frekuensi setiap pilihan jawaban. 2) Berdasarkan frekuensi yang diperoleh untuk setiap jawaban. 3) Berdasarkan proporsi tersebut untuk setiap pertanyaan dihitung proporsi komulatif untuk setiap jawaban. 4) Untuk setiap pertanyaan, ditentukan nilai batas z untuk setiap pilihan jawaban. 5) Menghitung scale value (nilai interval rata-rata) untuk setiap pilihan jawaban dengan persamaan : kepadatan batas bawah - kepadatan batas bawah Scale = Daerah dibawah batas atas–daerah dibawah batas bawah
6) Menghitung score (nilai hasil transformasi ) untuk setiap pilihan jawaban dengan persamaan : Score = Scale value = Scale valueMin1 b. Uji Koefesien regresi (Uji parsial) Uji Parsial atau Uji t-statistik digunakan untuk menguji kebeartian koefisien regresi secara parsial, dengan menggunakan rumus hipotesis sebagai berikut : Ho :
bi = 0
Ha :
bi 0
b1 = b2 = b3
Pengujian melalui uji t atau dengan membandingkan t hitung (observasi) ( t h ) dengan t tabel ( tt ) pada = 0,05. apabila hasil pengujian menunjukan : 1) th tt maka Ho ditolak, Ha diterima Artinya : - Variabel independent dapat menerangkan variabel dependent - Ada pengaruh diantara dua variabel yang diuji. 2) th tt maka Ho diterima, Ha ditolak Artinya : - Variabel independent tidak dapat menerangkan variabel dependent - Tidak ada pengaruh diantara dua variabel yang diuji. c. Uji pengaruh semua variabel independen di dalam model terhadap nilai variabel dependen (uji simultan). Uji Simultan atau Uji f-statistik adalah untuk menguji keberartian koefisien regresi secara keseluruhan, dengan rumus hipotesis sebagai berikut : Ho
: b1 = b2 = b3 = 0
Ha
: b 1 b2 b3 0
Pengujian melalui uji F atau variansinya adalah dengan membandingkan F hitung ( observasi / Fh ) dengan F table ( Ft ) pada a = 0,05. apabila hasil perhitungan menunjukan :
1) Fh Ft maka Ha diterima Artinya, variasi dari model regresi berhasil menerangkan variasi variabel independent secara keseluruhan, sejauh mana pengaruhnya terhadap variabel dependentnya. 2) Fh Ft maka Ho diterima, Ha ditolak Artinya, variasi dari model regresi tidak berhasil menerangkan variasi variabel independent secara keseluruhan, sejauh mana pengaruhnya terhadap variabel independennya. d. Persentase pengaruh semua variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap nilai variabel dependen. Pengukuran ini berguna untuk melihat kemampuan variabel independent dalam menerangkan variabel dependent dapat diketahui dari besarnya koefisien determinasi berganda (R2). Jika R2 yang diperoleh dari hasil perhitungan semakin besar (mendekati satu), maka dapat dikatakan bahwa sumbangan variabel independent terhadap variasi variabel dependen semakin besar. Sebaliknya jika R2 semakin kecil (mendekati nol), maka dapat dikatakan bahwa sumbangan variabel independen terhadap variasi nilai variabel dependen semakin kecil. Hal ini berarti model yang digunakan semakin lemah untuk menerangkan variasi variabel independent. Secara umum dikatakan bahwa besarnya koefisien determinasi berganda ( R2 ) berada antara 0 dan 1 atau 0 R2 1. Untuk mengetahui pengaruh yang paling besar diantara fasilitas dan pelayanan terhadap kepuasan konsumen digunakan rumus sebagai berikut:
Ej Bj
Xj Y
Keterangan : Ej
=
Elastisitas ke-j
Bj
=
Koefisien regresi ke-j
Xj
=
Rata-rata variabel independen ke-j
Y
=
Rata-rata variabel dependen
Pengaruh yang paling dominan ditunjukan oleh nilai Ej yang paling besar.
Hasil analisis dijadikan dasar pengajuan rekomendasi dan usulan penyempurnaan kebijakan program untuk tahun-tahun yang akan datang, terutama dari sisi kebijakan program dan implementasi di lapangan.
BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A.
Deskripsi Wilayah 1. Keadaan Umum Kabupaten Pemalang Kabupaten Pemalang merupakan salah satu dari 35 Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di kawasan pantai utara Pulau Jawa. Secara geografis Kabupaten Pemalang berada pada 1090 17’ 30” - 1090 40’ 30” Bujur Timur dan 80 52’ 30” - 70 20’ 11” Lintang Selatan dan mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara
:
Laut Jawa
b. Sebelah Selatan
:
Kabupaten Purbalingga
c. Sebelah Timur
:
Kabupaten Pekalongan
d. Sebelah Barat
:
Kabupaten Tegal
Secara administratif, Kabupaten Pemalang terbagi atas 14 Kecamatan dan 222 desa/kelurahan. Sedangkan luas secara keseluruhan Kabupaten Pemalang adalah 111.530 Ha yang sebagian besar berupa lahan kering seluas 72.836 Ha (65,31 persen) dan lahan persawahan seluas 38.694 Ha (34,69 persen). Kabupaten Pemalang kondisi topografi yang bervariasi, mulai dari wilayah pantai dengan rata-rata ketinggian 1 – 5 meter di atas permukaan laut dan dataran rendah dengan rata-rata ketinggian 6 – 15 meter di atas permukaan laut di bagian utara. Wilayah dataran tinggi dengan rata-rata ketinggian 16 – 212 meter di atas permukaan laut terletak di bagian tengah dan selatan. Sedangkan wilayah pegunungan dengan ratarata ketinggian 212 - 925 meter di atas permukaan laut terletak di bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Tegal. Pemanfaatan tanah sebagian besar untuk pertanian tanaman pangan, perkebunan dan perikanan yakni seluas 59.105,032 Ha atau 51,26 persen dari luas wilayah. Sedangkan seluas 29.972,88 Ha (26 persen) merupakan areal hutan Negara dan hutan rakyat serta sisanya seluas
24.881,74 Ha (22,74 persen) digunakan untuk bangunan perumahan serta pekarangan, padang rumput dan lain-lain. Berdasarkan jenis tanah, Kabupaten Pemalang terdiri atas tanah alluvial yang pada umumnya terdapat di dataran rendah, regosol batu-batuan pasir dan intermedier yang terdapat terutama di daerah perbukitan sampai pegunungan. Tanah letosol yang terdiri dari batu bekuan pasir banyak terdapat di daerah perbukitan dan wilayah pegunungan. Sumber daya yang ada di Kabupaten Pemalang meliputi padi, sayur-sayuran, minyak astiri, melati emprit, perikanan tangkap dan budi daya, teh dan obyek wisata alam yang meliputi pantai, telaga, pemandian umum dan pegunungan. Selain sumber daya alam tersebut terdapat industri tekstil, tenun dan konveksi, di samping itu lokasi yang dihimpit 2 (dua) Kabupaten yang bergerak di sektor industri (Tegal dan Pekalongan) memberikan peluang bagi pengembangan sektor ekonomi di Kabupaten Pemalang. Wilayah Kabupaten Pemalang beriklim tropis, dengan suhu udara rata-rata 260 - 280 Celcius. Curah hujan tercatat rata-rata sekitar 3.572 mm dalam setahun, dengan jumlah haru hujan 164 hari dalam setahun. Curah hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari hingga April dan Nopember hingga Desember dengan rata-rata hari hujan sebanyak 20 hari sebulan. Sedangkan kelembaban udara terendah tercatat pada bulan September yaitu sebesar 76 persen dan tertinggi pada bulan Oktober sebesar 84 persen.
2. Keadaan Penduduk Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Pemalang dari tahun ke tahun meningkat, dengan rata-rata peningkatan 0,41 persen. Sedangkan jumlah penduduk di Kabupaten Pemalang pada tahun 2008 sebanyak 1.302.838 jiwa yang terdiri dari 643.489 orang laki-laki dan 659.349 orang perempuan (Data BPS Kabupaten Pemalang, 2008).
Memperhatikan data tersebut di atas, dapat diketahui bahwa penduduk usia produktif setiap tahunnya rata-rata sebesar 58 persen dari jumlah penduduk (asumsi usia produktif 15 – 59 tahun), dengan jumlah penduduk usia produktif rata-rata sebesar 58 persen tersebut diharapkan akan memberikan kontribusi positif dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pemalang khususnya Pajak Daerah. B.
Deskripsi KAMTIBMAS di Wilayah POLRES Pemalang Wilayah hukum Polres Pemalang terdiri dari empat belas kecamatan yang berada dibawah tugas pengamanan dari seluruh jajaran sektor (POLSEK). Kantor Polres Pemalang berada di jalan Jenderal Soedirman 54 Pemalang. Polsek-polsek yang masuk dalam jajaran Polres Pemalang terdiri dari Polsek Pemalang, Polsek Taman, Polsek Petarukan, Polsek Ampelgading, Polsek Comal, Polsek Ulujami, Polsek Bodeh, Polsek Bantarbolang, Polsek Randudongkal, Polsek Moga, Polsek Belik, Polsek Watukumpul dan Polsek Warungpring. Apabila dilihat dari struktur komando maka terlihat hierarki Kapolres Pemalang selaku pimpinan tertinggi terhadap jajaran dibawahnya. KAPOLRES bertugas Memimpin, membina dan mengawasi/mengendalikan satuan-satuan organisasi dalam lingkungan Polres serta memberikan saran pertimbangan dan melaksanakan tugas lain sesuai perintah Kapolda. WAKA POLRESTA bertugas membantu Kapolres dalam melaksanakan tugasnya dengan mengendalikan pelaksanaan tugas-tugas staf seluruh satuan organisasi dalam jajaran Polres dan dalam batas kewenangannya memimpin Polres dalam hal Kapolres berhalangan serta melaksanakan tugas lain sesuai perintah Kapolres. BAG OPS bertugas menyelenggarakan administrasi dan pengawasan operasional, perencanaan dan pengendalian operasi kepolisian, pelayanan fasilitas dan perawatan tahanan dan pelayanan atas permintaan perlindungan saksi/korban kejahatan dan permintaan bantuan pengamanan proses peradilan dan pengamanan khusus lainnya.
BAG
BINAMITRA
bertugas
mengatur
penyelenggaraan
dan
mengawasi/mengarahkan pelaksanaan penyuluhan masyarakat dan pembinaan bentukbentuk pengamanan swakarsa oleh satuan-satuan fungsi yang berkompeten, membina hubungan kerja sama dengan organisasi/lembaga/tokoh sosial/kemasyarakatan dan instansi pemerintah, khususnya instansi Polsus/PPNS dan pemerintah daerah dalam kerangka otonomi daerah, dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan warga masyarakat
pada
hukum
dan
peraturan
perundang-undangan,
pengembangan
pengamanan swakarsa dan pembinaan hubungan Polri – Masyarakat yang kondusif bagi pelaksanaan tugas Polri. BAG MIN bertugas menyelenggarakan penyusunan rencana/program kerja dan anggaran, pembinaan dan administrasi personel, pelatihan serta pembinaan dan administrasi logistik. UR TELEMATIKA bertugas menyelenggarakan pelayanan telekomunikasi, pengumpulan dan pengolahan data serta penyajian informasi termasuk informasi kriminal dan pelayanan multimedia. UNIT P3D bertugas menyelenggarakan pelayanan pengaduan masyarakat tentang penyimpangan perilaku dan tindakan anggota Polri dan pembinaan disiplin dan tata tertib, termasuk pengamanan internal, dalam rangka penegakan hukum dan pemuliaan profesi. TAUD bertugas melaksanakan ketatausahaan dan urusan dalam meliputi korespondensi, ketatausahaan perkantoran, kearsipan, dokumentasi, penyelenggaraan rapat, apel/upacara, kebersihan dan ketertiban serta urusan perbengkelan/pemeliharaan kendaraan roda 2 (dua) maupun roda 4 (empat) dan urusan persenjataan. SPK bertugas memberikan pelayanan kepolisian kepada warga masyarakat yang
membutuhkan,
dalam
bentuk
penerimaan
dan
penanganan
pertama
laporan/pengaduan, pelayanan permintaan bantuan/pertolongan kepolisian, penjagaan markas termasuk penjagaan tahanan dan pengamanan barang bukti yang berada di Mapolres dan penyelesaian perkara ringan/perselisihan antar warga, sesuai ketentuan hukum dan peraturan/kebijakan dalam organisasi Polri.
SAT INTELKAM bertugas menyelenggarakan/membina fungsi Intelijen bidang keamanan, termasuk persandian, dan pemberian pelayanan dalam bentuk surat izin/keterangan yang menyangkut orang asing, senjata api dan bahan peledak, kegiatan sosial/politik masyarakat dan surat keterangan rekaman kejahatan (SKRK)/Criminal Record)
kepada
warga
masyarakat
yang
membutuhkan
serta
melakukan
pengawasan/pengamanan atas pelaksanaannya. SAT RESKRIM bertugas menyelenggarakan/membina fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, dengan memberikan pelayanan/perlindungan khusus kepada korban/pelaku, remaja, anak dan wanita, serta menyelenggarakan fungi identifikasi, baik untuk kepentingan penyidikan maupun pelayanan umum, dan menyelenggarakan koordinasi & pengawasan operasional dan administrasi PPNS, sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan. SAT SAMAPTA bertugas menyelenggarakan/membina fungsi kesamaptaan kepolisian/tugas polisi umum dan pengamanan obyek khusus, termasuk pengambilan tidakan pertama di tempat kejadian perkara dan penanganan tindak pidana ringan, pengendalian
massa
dan
pemberdayan
bentuk-bentuk
pengamanan
swakarsa
masyarakat dalam rangka pemeliharaan keamaan dan ketertiban masyarakat. SAT LANTAS bertugas menyelenggarakan/membina fungsi lalulintas kepolisian yang meliputi penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalulintas, registrasi dan identifikasi pengemudi/kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalulintas dan penegakan hukum dalam bidang lalulintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalulintas. POLSEKTA pemeliharaan
bertugas
keamanan
dan
menyelenggarakan ketertiban
tugas
masyarakat,
pokok
penegakan
polri hukum
dalam dan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta tugas-tugas Polri lain dalam wilayah hukumnya, sesuai ketentuan hukum dan peraturan/kebijakan yang berlaku dalam organisasi Polri. Dalam hal situasi Kamtibmas di wilayah hukum Polres Pemalang sepanjang tahun 2008 secara umum berada dalam kondisi aman terkendali. Apabila dikategorikan
dalam dua kelompok tindak kejahatan, yaitu tindak kejahatan konvensional dan tindak kejahatan kontijensi, ternyata di wilayah hukum Polres Pemalang sepanjang tahun 2008 lebih didominasi kejahatan konvensional. Tabel 3.1 Angka Kejadian Kejahatan di wilayah POLRES Pemalang tahun 2007/2008 Tahun 2007 L 55 2 33 4 0 1 8 2 105 126 8
S 49 2 4 7 0 1 8 1 72 128 8
239 208 Sumber: Satreskrim, 2008
JENIS KEJADIAN CURAT CURAS CURANMOR NARKOBA PBK/KBK PEMBUNUHAN PENGANIAYAAN UANG PALSU KENAKALAN REMAJA PERKOSAAN JML.TP.MENONJO L LAKA-LANTAS TP.LAIN TIPIRING JUMLAH KEJ/PEL
Tahun 2008 L S 55 63 5 2 38 20 1 1 2 12 11 1 2 1 115 99 136 132 23 23
274
254
Mencermati data sebagaimana di atas terlihat adanya kecenderungan meningkat dalam tindak kejahatan konvensional. Jenis kejahatan konvensional yang dominan tersebut umumnya berasal dari curat (pencurian dengan pemberatan) dan curanmor (pencurian kendaraan bermotor). Rangkaian kasus yang dilaporkan itu (L) itu lebih banyak terselesaikan (S) pada tahun 2008 daripada tahun 2007. Adapun tindak kejahatan kontijensi tidak terlalu menonjol. C.
Deskripsi Responden Penelitian Kajian Evaluatif Tindak kejahatan Konvensional dan Kejahatan Berdimensi Kontijensi di wilayah hukum Polres Pemalang ini memiliki responden dari
tiga kalangan, yaitu aparat POLRI, Tokoh Masyarakat dan Narapidana/Mantan Narapidana. Ketiga kategori responden itu mewakili dua karakteristik wilayah geografis di kabupaten Pemalang, yaitu karakteristik masyarakat pantai, dan masyarakat pegunungan. 1. Responden dari kalangan POLRI Responden yang berasal dari kalangan POLRI didapat dari personilpersonli polsisi yang ertugas di seluruh wilayah polsek di Polres pemalang. Jumlah total responden POLRI adalah 80 orang. Selain itu informasi juga didapat dari responden Kejaksaan negeri dan pengadilan Negeri Pemalang sebagai pelengkap. a. Responden POLRI berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 3.2 Responden POLRI berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber: Data Primer Yang Diolah
Jumlah 80 80
Prosentase 100 100
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa seluruh responden dari kalangan POLRI berasal dari kelompok laki-laki. Dalam kenyataannya proporsi personil POLRI berjenis kelamin laki-laki lebih besar daripada personil POLRI berjenis kelamin perempuan.
b. Responden POLRI berdasarkan Pendidikan Tabel 3.3 Responden POLRI berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan Jumlah SD 5 SMP 25 SMA/SMK 45 D3 S1 5 Jumlah 80 Sumber: Data Primer Yang Diolah
Prosentase 6,25 31,25 56,25 6,25 100,00
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa sebagian besar responden dari kalangan POLRI berpendidikan SMA/SMK sebanyak 56,25%. Sebagian responden POLRI berasal dari jenjang pendidikan SMP sebanyak 31,25%. Sedangkan sebagian kecil responden Polri berpendidikan SD dan jenjang S1, yaitu sebesar 6,25%. c. Responden POLRI berdasarkan Domisili Tabel 3.4 Responden POLRI berdasarkan Domisili Kecamatan Jumlah Randudongkal 8 Watukumpul 4 Belik 7 Pemalang 10 Moga 6 Pulosari 2 Taman 19 Petarukan 6 Comal 8 Ulujami 7 Ampelgading 2 Bodeh 1 Jumlah 80 Sumber: Data Primer Yang Diolah
Prosentase 10,00 5,00 8,75 12,50 7,50 2,50 23,75 7,59 10,00 8,75 2,50 1,25 100,00
Mangacu pada data di atas terlihat bahwa sebagian besar responden dari kalangan POLRI berdomisili di kecamatan Taman yaitu sebanyak 19 orang (23,75%). Sisanya sebagian responden POLRI itu berasal dari kecamatan Pemalang sebanyak
10 orang (12,50%). Jumalh responden Polri dari wilayah-
wilayah kecamatan lain lebih kecil. Hal ini dimungkinkan karena posisi kecamatan Taman dan Pemalang sebagai puast pemerintahan dan kegiatan ekonomi di kabupaten Pemalang.
2. Responden Dari Kalangan Tokoh Masyarakat Responden yang berasal dari kalangan Tokoh Masyarakat didapat dari tokoh masyarakat dari seluruh wilayah di kabupaten Pemalang. Jumlah total responden Tokoh Masyarakat adalah 80 orang. Responden ini mewakili tokoh masyarakat dari kalangan pemuda, pemuka agama, dan pamongpraja. a. Responden Tokoh Masyarakat berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 3.5 Responden Tokoh Masyarakat berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah
Prosentase
Laki-laki
80
100
Perempuan
-
-
Jumlah
80
100
Sumber: Data Primer Yang Diolah Berdasarkan data di atas terlihat bahwa seluruh responden dari kalangan tokoh masyarakat berasal dari kelompok laki-laki. Kondisi ini menggambarkan figur laki-laki sebagai panutan masyarakat. b. Responden Tokoh Masyarakat berdasarkan Pendidikan Tabel 3.6 Responden Tokoh Masyarakat berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan Jumlah SD 5 SMP 10 SMA/SMK 40 D3 10 S1 15 Jumlah 80 Sumber: Data Primer Yang Diolah
Prosentase 6,25 12,50 50,00 12,50 18,75 100,00
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa sebagian besar responden dari kalangan tokoh masyarakat berpendidikan SMA/SMK sebanyak 50%. Sisanya sebagian responden tokoh masyarakat itu berasal dari jenjang pendidikan S1 sebanyak 18,75%. Kondisi ini menggambarkan tingkat pendidikan responden dari tokoh masyarakat relatif baik.
c. Responden Tokoh Masyarakat berdasarkan Pekerjaan Tabel 3.7 Responden Tokoh Masyarakat berdasarkan Pekerjaan Kecamatan Wiraswasta Perangkat Desa Pensiunan PNS/BUMN Rohaniawan Guru PNS Swasta Anggota DPRD Dagang Jumlah Sumber: Data Primer Yang Diolah
Jumlah 30 20 5 5 5 5 5 1 4 80
Prosentase 37,50 25,00 6,25 6,25 6,25 6,25 6,25 1,25 5,00 100,00
Mangacu pada data di atas terlihat bahwa sebagian besar responden dari kalangan tokoh masyarakat memiliki mata pencaharian atau pekerjaan sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 37,50%. Sisanya sebagian responden tokoh masyarakat itu memiliki pekerjaan sebagai perangkat desa, yaitu sebanyak 25%. Jumlah responden dari kelompok pekerjaan yang lain lebih kecil.. 3. Responden dari kalangan Narapidana/Mantan Narapidana Responden yang berasal dari kalangan Napi/Mantan Napi didapat dari mereka yang pernah mendapat putusan pengadilan atas tindak kejahatan pidana yang dilakukan, baik konvensional maupun kontijensi. Para mantan napi ini didapat dari lingkungan masyarakat di semua kecamatan. Sedangkan para napi didapat dari lingkungan Lembaga pemsyarakatan kabupaten Pemalang. Jumlah total responden napi/mantan napi seluruhnya adalah 80 orang. a. Responden Napi/mantan Napi berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 3.8 Responden Napi/mantan Napi berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki 78 Perempuan 2 Jumlah 80 Sumber: Data Primer Yang Diolah
Prosentase 97,5 2,5 100
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa mayoritas responden dari kalangan napi/mantan napi
berasal dari kelompok laki-laki yaitu sebesar 97,50%.
Adapun dari kelompok perempuan terdapat 2,5%. Responden perempuan ini masih berstatus napi di lembaga pemasyarakatan kabupaten Pemalang. b. Responden Napi/mantan Napi berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 3.9 Responden Napi/mantan Napi berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan Jumlah Tidak Sekolah 6 Tidak tamat SD 2 SD 35 SMP 10 SMA/SMK 12 D3 S1 Jumlah 80 Sumber: Data Primer Yang Diolah
Prosentase 7,50 2,50 43,75 12,25 15,00 100,00
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa sebagian besar responden dari Napi/mantan Napi berpendidikan SD sebanyak 43,75%. Sisanya sebagian responden Napi/mantan Napi itu berasal dari jenjang pendidikan SMA sebanyak 15,00%. Kondisi ini menggambarkan rendahnya tingkat pendidikan responden dari para napi/Mantan Napi. c. Responden Napi/mantan Napi berdasarkan Pekerjaan Tabel 3.10 Responden Napi/mantan Napi berdasarkan Pekerjaan Kecamatan Jumlah Pengangguran 12 Wiraswasta 7 Buruh Tani 10 Ojek 1 Sopir 4 Tukang Becak 2 Swasta 9 Buruh 23 Dagang 11 Jumlah 80 Sumber: Data Primer Yang Diolah
Prosentase 15,00 8,75 12,50 1,25 5,00 2,50 11,25 28,75 13,75 100,00
Mangacu pada data di atas terlihat bahwa sebagian besar responden dari kalangan napi/mantan napi memiliki mata pencaharian atau pekerjaan sebagai buruh yaitu sebanyak 28,75%. Sisanya sebagian responden napi/mantan napi itu tercatat sebagai pengangguran, yaitu sebanyak 15%. Jumalh responden dari kelompok pekerjaan yang lain lebih kecil. d. Responden Napi/mantan Napi berdasarkan Domisili Tabel 3.11 Responden Napi/mantan Napi berdasarkan Domisili Kecamatan Randudongkal Watukumpul Belik Pemalang Moga Pulosari Taman Petarukan Comal Ulujami Ampelgading Bodeh Luar daerah kab. Pemalang Jumlah Sumber: Data Primer Yang Diolah
Jumlah 4 2 1 12 1 3 17 6 7 18 4 2 3 80
Prosentase 5,00 2,50 1,25 15,00 1,25 3,75 21,25 7,50 8,75 22,50 5,00 2,50 3,75 100,00
Mangacu pada data di atas terlihat bahwa sebagian besar responden dari kalangan napi/mantan napi berdomisili di tiga wilayah kecamatan kota (pantura) yaitu kecamatan Ulujami (22,50%), kecamatan Taman (21,25%) dan kecamatan Pemalang (15,00%). Sisanya sebagian responden napi/mantan napi itu berdomisili di kecamatan-kecamatan lain.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Latar Belakang, Sebab-sebab dan Akar Permasalahan Terjadinya Tindak Pidana Kejahatan Dalam usaha mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, tanggung jawab pemerintah Republik Indonesia tidaklah semudah yang kita duga. Banyaknya gangguan yang melanda kehidupan masyarakat. Berbagai ragam kejahatan yang dapat terjadi dan ditemui di masyarakat pada setiap saat maupun pada semua tempat. Para pelaku kejahatan selalu berusaha memanfaatkan waktu yang luang dan tempat yang memungkinkan untuk menjalankan aksinya. Tujuan yang ingin mereka capai hanya satu yaitu memperoleh benda atau uang yang diinginkan dengan kejahatannya. Tindak pidana dan kejahatan yang semakin pelik dan rumit dengan dampak yang luas, dewasa ini menuntut penegak hukum oleh aparat yang
berwenang
menerapkan sanksi hukum dan kebijakan penegkalan yang tepat guna, sesuai hukum yang berlaku yang dampaknya diharapkan dapat mengurangi sampai batas minimum tindak pidana dan pelanggaran hukum. Penegakan hukum terhadap ketentuan undangundang hukum pidana tujuannya untuk mendukung kesejahteraan masyarakat dengan menekan semaksimal mungkin adanya pelanggaran hukum dan tindak pidana yang merugikan masyarakat, baik moril maupun materiil bahkan jiwa seseorang. Faktor-faktor yang melatarbelakangi Kejahatan , menurut Mulyana W. Kusumah (1991) pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam 4 (empat) golonga n faktor, yaitu: 1. Faktor dasar atau faktor sosio-struktural, yamg secara umum mencakup aspek budaya serta aspek pola hubungan penting didalam masyarakat. 2. Faktor interaksi sosial, yang meliputi segenap aspek dinamik dan prosesual didalam masyarakat, yang mempunyai cara berfikir, bersikap dan bertindak individu dalam hubungan dengan kejahatan
3. Faktor pencetus (precipitating factors), yang menyangkut aspek individu serta situasional yang berkaitan langsung dengan dilakukannya kejahatan 4. Faktor reaksi sosial yang dalam ruang lingkupnya mencangkup keseluruhan respons dalam bentuk sikap, tindakan dan kebijaksanaan yang dilakukan secara melembaga oleh unsur-unsur sistem peradilan pidana khususnya dan variasi respons, yang secara “informal” diperlihatkan oleh warga masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan metode wawancara mendalam (indepth interview) terhadap responden (anggota POLRI, tokoh masyarakat, dan Napi/amantan Napi) dengan substansi : sebab, latarbelakang dan akar masalah pelaku tindak pidana, juga kinerja kepolisian di wilayah hukum Polres Pemalang diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari sisi Anggota Polri Wawancara dilakukan terhadap anggota Polres yang berada di polres dan polsek seluruh wilayah hukum Polres Pemalang, khususnya pada saat dilakukan penyelidikan dan penyidikan diperoleh hasil atau temuan lapangan untuk tindak pidana konvensional pencurian yang menjadi latar belakang pelaku melakukan tindak pidana pencurian (pencurian pemberatan) adalah masalah ekonomi lebioh jauh faktor ekonomi ini disebabkan karena pelaku: a. tidak memiliki pekerjaan tetap b. tidak memiliki keterampilan c. mempunyai beban/tanggungjawab kebutuhan keluarga d. menambah penghasilan keluarga e. cara cepat memperoleh uang f. untuk membiayai pernikahan Sedangkan untuk tindak pidana penganiayaan banyak faktor yang menyebabkan antara lain: a. kesalahpahaman b. solidaritas teman c. diawali miras d. ketersinggungan pribadi (emosional)
e. ikut-ikutan Dari faktor itu diurai lebih lanjut pelaku melakukan tindak pidana penganiayaan tidak bisa berpikir positif (negative thingking) dan emosional. Dalam tindak pidana kontijensi, ada faktor penentu/pemicu tindak pidana kontijen si adalah adanya perubahan perilaku masyarakat desa yang mencari nafkah
di kota dan dalam
pelaksanaannya diawali minuman keras, dan pelaku memiliki fanatisme / solidaritas teman, emosional dan ketersinggungan anak muda. Kejahatan
kontijensi
secara
umum
dilakukan
pada
saat
terjadinya
keramaian/kelompok orang dalam jumlah besar. Interview yang dilakukan peneliti terhadap anggota POLRI berkaitan dengan kinerja POLRI diperoleh gambaran: a. Jumlah personil yang terbatas, tetapi tiap desa sudah memiliki babinkamtibmas. Rasio personil Polisi 1: 1.800. b. Protap setiap fungsi /unit sudah ada dan berjalan, baik yang ada di polres maupun polsek. c. Indeks pengungkapan kejahatan/perkara sudah ada, dan dirasa cukup sekalipun di implementasinya ada beberapa kekurangan d. sarana prasarana yang tersedia cukup, hanya ada beberapa yang diupayakan sendiri baik di tingkat polres maupun polsek, misalnya komputer. e. fasilitas operasional cukup dan masih bisa dibiayai oleh Polres maupun Polsek, misalnya bensin dan tunjab. Harapan anggota: a. Implmenetasi indeks penguinbgkapan perkara lebih proporsional b. beban kamtibmas polsi yang dijalankan membawa konsekuensi logis terhadap biaya karenanya perlu operasional tambahan dari institusi. 2. Dari sisi Tokoh Masyarakat/Tokoh Agama Hasil wawancara terhadap tokoh masyarakat/tokoh agama / tokoh pemuda untuk melihat langsung kondisi pelaku tindak pidana di wilayahnya diperoleh gambaran A.
tindak pidana pencurian adalah sebagai berikut; pelaku tindak pidana karena kondisi ekonomi yang memprihatinkan dikeranakan: a. Tidak memiliki pekerjaan tetap b. Tidak memiliki keterampilan yang memadai c. Beban/tanggungjawab keluarga yang harus dipenuhi. d. Untuk menambah penghasilan. Tindak Penganiayaan: a. perselisihan warga karena salah paham b. solidaritas teman/ saudara c. emosional/ ketersinggungan pribadi d. ikut-ikutan e. miras Tindak Pidana Kontijensi: a. Miras b. Fanatisme Teman c. Perubahan sikap/Budaya kota ke desa d. Kesalahpahaman Dari sisi sosial kemasyarakatan: a. Sosiobilitas rendah dari pelaku b. Kurang Inovatif c. Kurang peka lingkungan/cuek d. Cenderung Emosional Terhadap Kinerja POLISI: kinerja Polisi secara umum sudah baik dan ada beberapa saran yang perlu perbaikan. a. Perlunya keberadaan keadilan dalam proses penegakan hukum yang tidak pandang bulu atau tanpa kecuali b. Perkunya kontinyuitas (sustainability) dalam sosialisasi yang terus menerus tidak hanya di tingkat elit desa tetapi juga seluruh elemen masyarakat. c. Perlunya pemberdayaan Polmas.
d. Masih ada stigma terhadap pelaku tindak pidana khususnya pencurian tetapi yang penganiayaan dan kontijensi masih bisa diterima. 3. Dari sisi Mantan Napi Berdasarkan hasil interview terhadap mantan napi dan napi yang dilakukan dalam penelitian diperoleh hasil sebagai berikut: a. Alasan melakukan tindak pidana (pencurian) karena alasan utama ekonomi sebagian besar adalah: 1) Tidak memiliki ketrampilan 2) Tidak mempunyai pekerjaan tetap 3) Untuk menambah penghasilan 4) Untuk memperoleh uang dengan cepat 5) Tanggung jawab terhadap keluarga 6) Untuk biaya nikah b. Penganiayaan: 1) Solidaritas teman 2) Fanatisme Politik 3) Tersinggung/ emosional 4) Mabuk-mabukan/miras 5) Salah paham 6) Ikut-ikutan (terprovokasi) c. Kontijensi: 1) Perilaku budaya kota ke desa 2) Perselisihan karena salah paham 3) Tersinggung pribadi/ emosional Harapan Napi berkaitan dengan fakta empiris: a. Karena para napi tidak memiliki ketrampilan, maka diharapkan di LP tersedia sarana dan prasarana untuk menunjang pelatihan tersebut. b. Masih ada stigma dari masyarakat. c. Dalam kepengurusan SKCK, masih ada hambatan.
4. Dari sisi Aparat Pengadilan Negeri Berdasarkan hasil interview dengan aparat penegak hukum dari Pengadilan Negeri Pemalang didapat informasi bahwa sebagian besar besar tindak pidana pencurian dilatar belakangi faktor ekonomi. Sedangkan penganiayaan disebabkan rendahnya pengetahuan dan emosionalisme. 5. Dari sisi Kejaksaan Negeri Berdasarkan hasil interview dengan aparat penegak hukum dari Kejaksaan Negeri Pemalang didapat informasi bahwa sebagian besar besar tindak pidana pencurian dilatar belakangi ekonomi lemah dan tidak memiliki pekerjaan tetap, serta berpendidikan rendah sehingga tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Pelaku ratarata berada dalam usia produktif (20 tahun ke atas). Sedangkan penganiayaan disebabkan rendahnya pengetahuan dan emosionalisme.
B. Korelat-Korelat Turunnya Tindak Kejahatan Konvensional Dan Non Konvensional Mendasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan bantuan SPSS for windows versi 11 diperoleh hasil korelasi parsial kinerja kepolisian yang tinggi, kesadaran hukum yang tinggi dan resosialisasi terhadap turunnya tingkat tindak kejahatan adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Korelat-korelat turunnya Tingkat Tindak Kejahatan Variabel
Koefisien Korelasi
KINERJA KEPOLISIAN YANG TINGGI
0.84
KESADARAN HUKUM YANG TINGGI
0.75
RESOSIALISASI YANG BERHASIL
0.54
Sumber: Data primer yang diolah. Hasil perhitungan tersebut di atas bermakna bahwa korelasi antara Kinerja Kepolisian dengan turunnya tingkat tindak kejahatan adalah sangat kuat (koefisien korelasi 0,84), korelasi antara kesadaran hukum dengan turunnya tingkat
tindak
kejahatan adalah kuat (koefisien korelasi 0,75), dan resosialisasi dengan turunnya tingkat tindak kejahatan adalah cukup kuat (Koefisien korelasi 0,54). Analisis statistik juga menyimpulkan bahwa faktor yang paling dominan yang mempengaruhi turunnya tindak kejahatan konvensional dan non konvensional di wilayah hukum POLRES Pemalang ternyata sumbangan terbesar justru muncul dari aspek KINERJA KEPOLISIAN (X2). Temuan statistik ini sesuai dengan hasil indepth interview bahwa: 1. Karena para napi tidak memiliki ketrampilan, maka begitu keluar dari LP cenderung mengulang tindak kejahatan yang sama atau lebih tinggi 2. Masih ada stigma dari masyarakat yang diskriminatif thd mantan NAPI 3. Dalam kepengurusan SKCK oleh mantan NAPI, masih ada hambatan. Kinerja POLRI dapat dilcermati dari tiga aspek, di antaranya: 1. Pre-emtif: pencegahan dini 2. Preventif: patroli 3. Represif: penegakan hukum Variabel yang menentukan turunnya kejahatan berikutnya adalah variabel kesadaran hukum (0,75) maka kinreja kepolisian yang sangat diperlukan dalam rangka penurunan tingkat tindak pidana kejahatan adalah tindakan pre-emtif (tindakan penyadaran hukum) antara lain berupa pemberian penyuluhan-penyuluhan, pembinaanpembinaan masyarakat dan upaya penyadaran hukum yang lain. Berdasarkan data yang tersedia ternyata didapat gambaran bahwa sebagian besar pemicu tindak pidana konvensional adalah karena tidak memiliki pekerjaan tetap. Sisanya disebabkan karena faktor tidak adanya keterampilan, dan sebagian lainnya karena ingin menambah penghasilan serta tanggungan keluarga dan biaya nikah. Gambaran kondisi ini dirinci sebagai berikut: 1. Tidak memiliki pekerjaan tetap: 40% 2. Tidak memiliki keterampilan: 30% 3. Menambah Penghasilan: 15
4. Tanggung jawab keluarga: 10% 5. Biaya Nikah: 5% Adapun latar belakang tindak pidana kontijensi secara umum disebabkan karena minuman keras, fanatisme teman, ikut-ikutan dan karakterisitik kota yang dibawa ke desa. Gambaran hal ini sebagai berikut: 1. Miras : 46% 2. Fanatisme Teman : 28% 3. Perubahan sikap/Budaya kota ke desa: 10 4. Kesalahpahaman: 26% 5. Karakteristik masyarakat untuk melakukan kekerasan: 10%
Memperhatikan hal-hal di atas berarti terdapat potensi cukup besar untuk terjadinya tindak pidana konvensional dan kontijensi di kabupaten Pemalang. Kondisi ini memerlukan perhatian serius menjelang pemilihan umum tahun 2009.
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
B. Kesimpulan 1. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindak kejahatan konvensional curat (pencurian dengan pemberatan) di wilayah hukum Polres Pemalang sebagian besar adalah faktor ekonomi dan sebagian lagi adalah sosial budaya, dan struktur birokrasi. Untuk kejahatan penganiayaan sebagian besar yang melatarbelakangi adalah faktor kesalahpahaman. Sedangkan yang melatarbelakangi terjadinya tindak kejahatan kontijensi secara umum adalah faktor sosial budaya dan politik. 2. Sebab-sebab terjadinya tindak kejahatan konvensional curat di wilayah hukum Polres Pemalang sebagian besar adalah tidak memiliki pekerjaan tetap dan sebagian lagi disebabkan karena tidak memiliki keterampilan, mempunyai beban/tanggungjawab kebutuhan keluarga, menambah penghasilan keluarga, cara cepat memperoleh uang,untuk membiayai pernikahan. Untuk terjadinya tindak kejahatan konvensional penganiayaan
di wilayah hukum Polres Pemalang sebagian besar disebabkan
sebagian besar disebabkan Solidaritas teman. Sedangkan sebagian lagi disebabkan tersinggung/ emosional, mabuk-mabukan/miras, salah paham dan ikut-ikutan (terprovokasi). Adapun sebab-sebab terjadinya tindak kejahatan kontijensi secara umum adalah perubahan perilaku atau sikap seseorang dari kota dibawa ke desa. 3. Akar permasalahan terjadinya tindak kejahatan konvensional curat di wilayah hukum Polres Pemalang sebagian besar adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Sedangkan Akar permasalahan terjadinya tindak kejahatan konvensional penganiayaan di wilayah hukum Polres Pemalang sebagian besar adalah prasangka sosial (social prejudice) adat negative thingking. Untuk kejahatan kontijensi akar permasalahannya secara umum adalah adanya degradasi sistem kekerabatan (sosioblitas). 4. Faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi turunnya tindak kejahatan konvensional dan kontijensi adalah Kinerja Kepolisian. 5. Variabel yang menentukan turunnya kejahatan berikutnya adalah variabel kesadaran hukum (0,75) maka kinreja kepolisian yang sangat diperlukan dalam rangka
penurunan tingkat tindak pidana kejahatan adalah tindakan pre-emtif (tindakan penyadaran hukum) antara lain berupa pemberian penyuluhan-penyuluhan hukum, pembinaan-pembinaan masyarakat dan upaya penyadaran hukum yang lain.
C. Rekomendasi 7. Optimalisasi peran BABINKAMTIBMAS dan POLMAS dalam rangka resosialisasi. 8. Polmas perlu lebih diintensifkan lagi dengan cara-cara door to door ke seluruh lapisan masyarakat, jangan hanya pada tataran elit desa. 9. Penegakan hukum yang lebih konsisten dan adil tanpa kecuali oleh kepolisian. 10. Pelayanan yang lebih adil oleh kepolisian. 11. Konsolidasi/koordinasi dalam penanganan perkara. 12. Meningkatkan kerjasama dengan aparat pemerintah sipil dan tokoh masyarakat/agama/pemuda terutama guna melakukan deteksi dini atas segala kemungkinan terulangnya kejahatan kontijensi
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Barda Nawawi, 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti. Atmasasmita, Romli, 1996. Sistem Peradilan Pidana, Bandung: Bina Cipta. Beentham, David, penerjemah Sahat Simamora, 1990. Birokrasi, Jakarta: Bumi Aksara. Blau, Peter, M & Marshal W Meyer, 1996. Birokrasi dalam Masyarakat Modern, Jakarta: UI Press. …….., 1998. “Profesionalisme dan Kemandirian Polisi”, Lokakarya Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia dengan Forum Komunikasi Kriminologi dan Ikatan Penasehat Hukum Indonesia, Bandung. I.S.Susanto, 1993 a. “Kajian Sosiologis Terhadap Polisi”, Makalah Simposium Nasional Polisi Indonesia, Semarang. ……., 1993 b. “Masalah-masalah Mendasar dalam Penyelenggaraan Kepolisian di Indonesia”, Makalah Simposium Nasional Polisi Indonesia oleh Pusat Studi Kepolisian Fakultas Hukum UNDIP. Kunarto dan Anton Tabah, 1995. Polisi, Harapan & Kenyataan, Klaten: CV Sahabat. Rahardjo, Satjipto, 1993. Keadaan dan Permasalahan Penegakan Hukum Dewasa Ini, Majalah Masalah-Masalah Hukum, UNDIP, No.4 Tahun XIII,. ……., 1995. Manfaat Telaah Sosial Terhadap Hukum, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap, Dalam Kumpulan Pidato Pengukuhan Guru Besar Fak.Hukum UNDIP, Semarang: Badan Penerbit UNDIP …….., 1995. “Polisi dan Perubahan Sosial”, Makalah Seminar Nasional Polisi I, Diselenggarakan oleh Pusat Studi Kepolisian Fakultas Hukum UNDIP. …….., 1988. Citra Polisi, Jakarta :Yayasan Obor Indonesia. …….., 1999. “Membangun Polisi Indonesia Baru”, Makalah Seminar Nasional Polisi Indonesia III, Pusat Studi Kepolisian Fakultas Hukum UNDIP. Rudini, 1998. “Pengaruh Kebijaksanaan Pemerintah Pusat, Praktek Mekanisme Penyusunan Perundang-undangan dan Hubungan Birokratik di antara Lembaga dan Departemen Negara Terhadap Usaha Pemisahan Polri dari ABRI untuk menjadi Sipil dan Mandiri”, Makalah Seminar Nasional Polisi Indonesia III, Pusat Studi Kepolisian Fakultas Hukum UNDIP. Sudijono, 1999. “Urgensi Pemisahan Polri-ABRI”, Harian Suara Merdeka, tanggal 1 April 1999. Tabah, Anton, 1998. Reformasi Kepolisian, Klaten: CV. Sahabat. Tose, Henry L., et.al, 1990, Managing Organizational Behaviour, 2-nd Edition, New York: Harper Collins Publisher.
Instruksi Presiden RI No.2 Tahun 1999 tentang Langkah-langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Kepolisian dari ABRI. Keputusan Menhankam Pangab No. Kep/.05/III/1999 tentang Pelimpahan Wewenang Penyelenggaraan Pembinaan Kepolisian RI.