KAJIAN WAKTU TANAM DAN POPULASI KACANG TANAH TERHADAP HASIL JAGUNG DAN KACANG TANAH DALAM SISTEM TUMPANGSARI JAGUNG/KACANG TANAH Oleh Terkelin Pinem1, Zulfadly Syarif2, dan Irawati Chaniago3 1
Mahasiswa PS Agronomi Program Pascasarjana Unand, Padang, 2 ,3 Staf Pengajar, Fakultas Pertanian Unand, Padang.
ABSTRACT Studies of intercropping maize-peanut conducted to determine the effect of planting time and population of peanuts on the growth and yield of corn (Zea mays L) and peanut (Arachis hypogaea L). Peanut was seeded in one row between two maize rows. The control treatments were sole cropping maize and sole cropping peanut at about 71,428 and 125,000 plants per hectare respectively. The trial layout was completely randomized block design with three replicates. Treatments include time of planting peanuts 0, 7, and 14 days after planting maize, and population of peanuts 190.476, 95.238, and 63.492 plants per hectare respectively. The study was conducted at the experimental field of Agricultural Faculty of Andalas University in Padang from February 2011 to June 2011. Grain yield of maize and peanut was reduced 14.50% and 60.13% respectively compared to sole cropped maize and peanut. LER and ATER was greater than one, indicating that this cropping system is profitable in terms of land utilization. It was concluded that maize is a dominant component crop in maize and peanuts intercropping system and that it is advantageous to intercrop. Key words : intercropping, maize, peanut, LER, ATER.
ABSTRAK Kajian tumpangsari jagung/kacang tanah dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu tanam dan populasi kacang tanah terhadap pertumbuhan dan hasil jagung (Zea mays L) dan kacang tanah (Arachis hypogaea L). Kacang tanah ditanam satu baris di antara dua baris jagung. Sebagai kontrol, ditanam jagung dan kacang tanah secara tunggal, sekitar 71.428 dan 125.000 tanaman per hektar masing-masing. Percobaan adalah rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Perlakuan meliputi waktu tanam kacang 0 hst, 7 hst, dan 14 hst jagung, dan populasi kacang tanah berturut-turut 190.476, 95.238, dan 63.492 tanaman per hektar. Penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang dari Februari 2011 hingga Juni 2011. Hasil rata-rata biji jagung dan kacang tanah pada tumpangsari berkurang berturut-turut 14.50% dan 60.13% dibandingkan dengan tanaman tunggal jagung dan kacang tanah. Rata-rata nilai NKL dan ATER lebih besar dari satu, menunjukkan bahwa sistem tanam ini menguntungkan dalam hal pemanfaatan lahan. Disimpulkan bahwa jagung merupakan komponen tanaman dominan dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah dan kedua jenis tanaman menguntungkan untuk ditumpangsarikan. Kata kunci : tumpangsari, jagung, kacang tanah, NKL, ATER.
PENDAHULUAN Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50° LU dan 50° LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al. 1996). Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomis cukup tinggi dan merupakan salah satu sumber protein dalam pola pangan penduduk Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ketahun terus meningkat, sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan gizi masyarakat, kapasitas industri pakan dan makanan Indonesia (Fachruddin, 2000). Pola tanam berganda merupakan sistem pengelolaan lahan pertanian dengan mengkombinasikan intensifikasi dan diversifikasi tanaman (Francis,1989). Pada umumnya sistem tumpangsari lebih menguntungkan dibandingkan sistem monokultur karena produktivitas lahan menjadi lebih tinggi, jenis komoditas yang dihasilkan beragam, hemat dalam pemakaian sarana produksi dan resiko kegagalan dapat diperkecil (Beets, 1982). Keuntungan secara agronomis dari pelaksanaan sistem tumpangsari dapat dievaluasi dengan cara menghitung Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL). Nilai ini menggambarkan efisiensi lahan, yaitu jika nilainya > 1 berarti menguntungkan. (Beets,1982). Sistem tumpangsari dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian jika jenis jenis tanaman yang dikombinasikan dalam sistem ini membentuk interaksi saling menguntungkan (Vandermeer,1989). Penanaman tumpangsari menciptakan agroekosistem pertanaman yang komplek, yang mencakup interaksi antara tanaman sejenis maupun berbeda jenis. Persaingan terjadi apabila masing-masing dua atau lebih spesies tanaman memerlukan kebutuhan hidup yang sama (Haryadi, 1996). Menurut Odum (1997) kompetisi menunjukkan adanya upaya tanaman untuk memperoleh
sumberdaya yang sama. Pada tingkat ekologi, kompetisi menjadi penting ketika dua organisme berjuang memperoleh sumberdaya yang sama yang jumlahnya tidak cukup untuk keduanya. Tanaman berkompetisi dalam memperoleh cahaya dan nutrisi. Penurunan hasil pada salah satu atau kedua tanaman dalam sistem tumpangsari dapat disebabkan pengaruh penaungan dari salah satu tanaman oleh tanaman lainnya (Willey, 1979a). Potensi hasil pada sistem tumpangsari legum/non legum tergantung pada pola pertumbuhan, kubutuhan hara, dan kesesuaian dari tanaman yang terlibat (Willey, 1979a,1979b). Kompetisi antar tanaman terjadi untuk memperoleh air, hara, dan cahaya (Donald, 1963; Rhodes, 1970).
BAHAN DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan pada Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, dan Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Universitas Andalas, Padang, provinsi Sumatera Barat. Lokasi penelitian berada pada posisi 0o55’ LS 100o27’ BT, dengan elevasi sekitar 176 meter di atas permukan laut, yang secara umum termasuk daerah beriklim tropis yang memiliki temperatur 230C–320C di siang hari dan 220C–280C di malam hari yang sangat dipengaruhi oleh angin musim dan angin laut yang menyebabkan curah hujan yang tinggi, yaitu 405.88 mm/bulan. Bahan utama yang digunakan terdiri dari benih jagung hibrida kultivar Nusantara, benih kacang tanah unggul varietas Kelinci, sedangkan sarana produksi pertanian (saprotan) yang digunakan terdiri atas : (1) pupuk untuk tanaman jagung dengan dosis aplikasi , yaitu Urea (43%N) 100 kg.ha-1, SP36 (36%P2O5) 150 kg.Ha-1, KCl (49.80% K20) 100 kg.ha-1, serta pestisida yaitu insektisida (Sevin dan furadan 3G), fungisida (Dithane M-45 dan Rhidomil Gold); (2) komponen pupuk tanaman kacang tanah unggul ‘Kelinci’ yaitu Urea 90 kg.ha-1, SP-36 90 kg.ha-1, dan KCl 50 kg.ha-1 Alat-alat utama yang digunakan mencakup alat pengering (oven listrik), alat pengukur kadar
air (Grain moisture tester): alat luas daun (leaf area meter), timabangan analitis, dan alat bantu lainnya yang diperlukan. Percobaan tumpangsari kacang tanah/jagung dilaksanakan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 3 dengan tiga ulangan perlakuan, perlakuan merupakan kombinasi lengkap dua faktor yaitu : Faktor pertama adalah waktu tanam kacang tanah (W), yang terdiri dari 3 taraf, yaitu : W1= waktu tanam bersamaan dengan jagung, W2=7 hari setelah tanam jagung, W3=14 hari setelah tanam jagung. Faktor kedua adalah populasi kacang tanah (P), yang terdiri dari 3 taraf, yaitu : P1=populasi 90,476 rumpun.ha-1 (jarak tanam dalam baris 10 cm), P2=populasi 95,238 rumpun.ha-1 (jarak tanam dalam baris 20 cm), P3=populasi 63,492 rumpun.ha-1 (jarak tanam dalam baris 30 cm). Untuk menganalisis kompetisi diantara tanaman ditambahkan unit penanaman kacang tanah dan jagung (1 butir benih per lubang) secara tunggal dengan jarak tanam 70cm x 20cm (populasi 71,428 batang.ha-1) untuk jagung dan untuk kacang tanah 40cm x 20cm (populasi 125,000 rumpun). Sistem tumpangsari pada percobaan ini adalah bentuk tumpangsari row (baris) dengan menyisipkan satu baris kacang tanah diantara baris tanaman jagung. Variabel respon yang diamati meliputi tinggi tanaman, indeks luas daun, berat kering, laju tumbuh rata-rata tanaman, laju asimilasi bersih rata-rata tanaman, jumlah klorofil daun kacang tanah, hasil dan variabel hasil tanaman jagung dan kacang tanah. Untuk mengukur keuntungan sistem tumpangsari dari aspek pemanfaatan lahan maka dilakukan perhitungan nilai NKL menurut persamaan oleh Mead dan Willey (1980) dan ATER menurut persamaan Hiebsch & McCollum (1987), yaitu : NKL = Yab/Yaa + Yba/Ybb; dan ATER = (Yab/Yaa)xTa/T + (Yba/Ybb)/Tb/T, dimana Yab=hasil tanaman a dalam sistem tumpangsari a dan b ; Yba=hasil tanaman b dalam sistem tumpangsari a dan b ; Yaa=hasil monokultur tanaman a ; Ybb=hasil monokultur tanaman b. Nilai kompetisi (CR) masing-masing tanaman penyusun tumpangsari di hitung dengan persamaan menurut Langat M.C., et
al. (2006) yaitu : CRa=Yab/Yaa x Zab + Yba/Ybb x Zba, dan CRb=(Yba/Ybb) x Yba +(Yab/Yaa) x Zab, dimana : Zab= luas area untuk jagung dalam tumpangsari, dan Zba= luas area untuk kacang tanah dalam tumpangsari. Untuk mengetahui pengaruh dari seluruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan hasil, maka data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan sidik ragam, dilanjutkan dengan uji beda jarak berganda duncan (duncan’s multiple range test/DNMRT) pada taraf α = 5% dengan menggunakan software microsoft Excel dan SPSS 18. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan komponen hasil tanaman jagung Waktu tanam dan populasi kacang tanah pada sistem tumpangsari jagung / kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap berat tongkol, berat biji per tongkol, hasil per hektar dan indeks panen. Berat ratarata tongkol jagung tertinggi diperoleh pada tumpangsari dengan waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1 (210.09 g), berat rata-rata biji per tongkol tertinggi diperoleh pada tumpangsari dengan waktu tanam bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1 (116.62 g), berat rata-rata 100 biji jagung tertinggi diperoleh pada tumpangsari dengan waktu tanam kacang tanah 7 hari setelah jagung dan populasi kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (25.73 g), hasil rata-rata tanaman jagung tertinggi diperoleh pada tumpangsari dengan waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1 (7.933 ton.ha-1), sedangkan hasil rata-rata per hektar diperoleh sebesar 7.325 ton atau menurun sekitar 15.50% dari rata-rata hasil jagung yang ditanam secara tunggal (8.57 ton.ha-1). Indeks panen rata-rata tanaman jagung tertinggi diperoleh pada tumpangsari dengan waktu tanam kacang tanah 14 hari setelah jagung dan populasi kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (210.09 g).
Hasil dan komponen hasil kacang tanah Dalam sistem tumpangsari jagung/kacang, waktu tanam kacang tanah berpengaruh sangat nyata pada berat polong dan berat biji kacang tanah, berat polong tertinggi diperoleh pada sistem tumpangsari dengan waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1 (19.34 g), dan berat biji kacang tanah tertinggi per tanaman diperoleh pada populasi kacang tanah 63.492 rumpun.ha-1 (11.25 g). Pada sistem tumpangsari, interaksi waktu tanam dan populasi kacang tanah berpengaruh nyata terhadap hasil rata-rata kacang tanah per hektar, hasil rata-rata kacang tanah tertinggi diperoleh pada interaksi waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (1.590 ton.ha-1), sedangkan hasil rata-rata tertinggi kacang tanah diperoleh sebesar 0.89 ton.ha-1, atau menurun sekitar 60.13% dari hasil ratarata kacang tanah yang ditanam secara tunggal (2.23 ton.ha-1) NKL, ATER dan rasio Kompetisi Waktu tanam dan populasi kacang tanah dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah berpengaruh sangat nyata terhadap nilai NKL dan ATER, nilai NKL tertinggi diperoleh pada sistem tumpangsari dengan waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (1.62 dan 1.58). Populasi kacang tanah berpengaruh sangat nyata terhadap rasio kompetisi tanaman jagung dalam Rasio nilai ATER tertinggi diperoleh padasistem tumpangsari jagung/kacang tanah, nilai rasio kompetisi tanaman jagung tertinggi diperoleh pada sistem tumpangsari waktu tanam kacang tanah 14 hari setelah jagung (4.74), populasi kacang tanah berpengaruh sangat nyata terhadap rasio kompetisi tanaman kacang tanah dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah, rasio kompetisi tanaman kacang tanah tertinggi diperoleh pada interaksi waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (1.63).
KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan tumpangsari jagung dan kacang tanah dengan perlakuan waktu tanam dan jarak tanam kacang tanah terhadap pertumbuhan dan hasil adalah sebagai berikut : 1. Pada sistem tumpangsari jagung/kacang tanah hasil rata-rata jagung dan kacang tanah menurun berturut-turut sekitar 14.50% dan 60.13% dibandingkan pada tanaman tunggal, yaitu 7.33 ton.ha-1 dan 0.89 ton.ha-1. 2. Diperoleh rata-rata berat hasil jagung tertinggi sebesar 7.933 ton.ha-1 pada perlakuan waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1, sedangkan berat hasil rata-rata tertinggi kacang tanah sebesar 1.590 ton.ha-1, diperoleh pada tanaman kacang tanah dengan perlakuan waktu tanam bersamaan dengan jagung dan populasi 190,476 rumpun.ha-1. 3. Peningkatan jumlah populasi kacang tanah dari 63,238 rumpun.ha-1 pada perlakuan W3, menjadi 95.238 rumpun.ha-1 atau meningkat sebesar 50%, diperoleh peningkatan hasil sebesar 39.76%, sedangkan pada peningkatan jumlah populasi hingga 190,476 rumpun.ha-1 atau meningkat hingga 100%, pada perlakuan P2 ke P1, hanya diperoleh peningkatan hasil kacang tanah sebesar 44.32%. 4. Nilai rata-rata NKL dan ATER tertinggi yaitu 1.62 dan 1.58 diperoleh pada perlakuan waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 190,476 rumpun.ha-1. 5. Pada percobaan sistem tumpangsari ini, tanaman jagung secara umum lebih kompetitif dibanding dengan kacang tanah dengan nilai rasio kompetisi 2.66 : 0.64. 6. Perlakuan waktu tanam kacang tanah kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 190,476 rumpun.ha-1 memberikan hasil terbaik yaitu diperoleh hasil jagung sebesar 7.722 ton.ha-1 dan kacang tanah sebesar 1.590 ton.ha-1.
Tabel 1. Varibel respon hasil dan komponen hasil tanaman jagung dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah Perlakuan waktu tanam kacang tanah (W) dan populasi kacang tanah (P) Rata-rata kombinasi W x P bersamaan dengan 190.476 (P1) jagung (W1) 95.238 (P2) 63.492 (P3)
Berat tongkol (g)
Berat biji per tanaman (g)
Berat 100 biji (g)
Hasil (ton.ha1)
IP (%)
158.24ab 210.09ab 182.47ab
113.51ab 116.62ab 112.85ab
22.92ab 24.94ab 22.27ab
7.722ab 7.933ab 7.677ab
38.732ab 38.377ab 37.539ab
+7 hari setelah tanam jagung (W2)
190.476 (P1) 95.238 (P2) 63.492 (P3)
207.37ab 180.96ab 180.54ab
114.44ab 113.58ab 100.25ab
25.73ab 23.83ab 23.97ab
7.785ab 7.726ab 6.819ab
37.144ab 37.056ab 36.160ab
+14 hari setelah jagung (W3)
190.476 (P1) 95.238 (P2) 63.492 (P3)
173.21ab 161.78ab 159.54ab
107.96ab 91.78ab 98.16ab
24.53ab 22.30ab 20.51ab
7.344ab 6.234ab 6.678ab
38.825ab 34.754ab 37.617ab
183.60a 189.62a 164.84a 179.61b 184.28b 174.18b
114.33a 109.42a 99.30a 111.97b 107.32b 103.75b
23.38a 24.51a 22.45a 24.39b 23.69b 22.25b
7.777a 7.444a 6.755a 7.617b 7.301b 7.058b
38.216a 36.787a 37.065a 38.234b 36.729b 37.105b
Rata-rata pada W dan P W1 W2 W3 P1 P2 P3 Keterangan :
Dalam tiap kolom, nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α = 0.05 menurut Duncan′s Multiple Range test.
Tabel 2. Varibel respon hasil dan komponen hasil tanaman kacang tanah dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah Perlakuan Rata-rata kombinasi W x P bersamaan dengan 190.476 (P1) jagung (W1) 95.238 (P2) 63.492 (P3)
Berat polong (g)
Berat biji per tanaman (g)
Berat 100 biji (g)
Hasil (ton.ha1)
IP (%)
15.86ac 19.34ac 17.80ac
9.17ac 9.27ac 11.25ac
40.12ab 41.92ab 41.69ab
1.590ad 0.967ae 0.645af
16.25ab 15.12ab 16.48ab
+7 hari setelah tanam jagung (W2)
190.476 (P1) 95.238 (P2) 63.492 (P3)
8.78bc 13.43bc 13.99bc
5.96abc 9.46abc 7.63abc
38.49ab 40.96ab 42.72ab
1.398bd 0.979be 0.589bf
14.62ab 18.35ab 13.36ab
+14 hari setelah jagung (W3)
190.476 (P1) 95.238 (P2) 63.492 (P3)
9.54bc 10.29bc 10.57bc
6.40bc 5.16bc 5.67bc
40.17ab 36.39ab 36.20ab
0.661cd 0.583ce 0.574cf
24.04ab 12.64ab 17.30ab
17.67a 12.07a 10.14b 11.39c 14.36c 14.12c
9.90a 7.68ab 5.74b 7.18c 7.96c 8.18c
41.24a 40.72a 37.59a 39.60b 39.76b 40.20b
1.067a 0.989b 0.606c 1.216d 0.843e 0.603f
19.95a 15.44a 17.99a 18.30b 15.37b 15.71b
Rata-rata pada W dan P bersamaan dengan jagung (W1) +7 hari setelah tanam jagung (W2) +14 hari setelah tanam jagung (W3) 190.476 tanaman.ha-1 (P1) 95.238 tanaman.ha-1(P2) 63.492 tanaman.ha-1 (P3) Keterangan :
Dalam tiap kolom, nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α = 0.05 menurut Duncan′s Multiple Range test.
Tabel 3. Nilai NKL, ATER dan Rasio Kompetisi tanaman dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah Perlakuan Rata-rata kombinasi W x P bersamaan dengan 190.476 (P1) jagung (W1) 95.238 (P2) 63.492 (P3)
NKL
ATER
Rasio kompetisi jagung
Rasio kompetisi Kacang tanah
1.62ac 1.36ad 1.19ae
1.58ad 1.33ae 1.15af
0.69ab 2.18ac 4.68ad
1.63ac 0.47ad 0.22ad
190.476 (P1) 95.238 (P2) 63.492 (P3)
1.54ac 1.34ad 1.06ae
1.41bd 1.23be 0.97bf
0.73ab 2.07ac 4.57ad
1.39ac 0.49ad 0.23ad
+14 hari setelah 190.476 (P1) tanam jagung 95.238 (P2) (W3) 63.492 (P3) Rata-rata pada W dan P bersamaan dengan jagung (W1) +7 hari setelah tanam jagung (W2) +14 hari setelah tanam jagung (W3) 190.476 tanaman.ha-1 (P1) 95.238 tanaman.ha-1(P2) 63.492 tanaman.ha-1 (P3)
1.15bc 0.99bd 1.04be
1.00cd 0.86ce 0.90cf
1.48ab 2.77ac 4.74ad
0.74bc 0.36bd 0.23bd
1.39a 1.31a 1.06b 1.44c 1.23d 1.09e
1.35a 1.20b 0.92c 1.33d 1.14e 1.01f
2.52a 2.46a 3.00a 0.97b 2.34c 4.66d
0.77a 0.70a 0.45b 1.26c 0.44d 0.22d
+7 hari setelah tanam jagung (W2)
Keterangan :
Dalam tiap kolom, nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α = 0.05 menurut Duncan′s Multiple Range test.
Daftar Pustaka Beets, W.C. 1982. Plant interrelationship and competition. In: Multiple Cropping and Tropical Farming Systems. Westerview Press. 178p.
Hiebsch, C.K. and McCollum, R.E. 1987. Area-xtime equivalency ratio: A method for evaluating the productivity of intercrops. Agronomy Journal 79:15 -22.
Beets, W.C., 1982. Multiple Cropping and Tropical Farming System. Gower Publ. Co., Chicago. 304 p
Langat, M.C. et al., 2006. The effect of intercropping groundnut (Arachis hypogeae L.) with sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) on yield and cash income. Agricultura Tropica et Subtropica Vol. 39(2).
Donald, C. M. 1963. Competition among crop and pasture plants. Adv. Agron. 15:1-118. Dowswell, C.R., R.L. Paliwal, and R.P. Cantrell, 1996. Maize in the Third World. Winrock Development - Orientated Literature Studies. Boulder, Colorado: Westview Press. Francis, C.A., 1989. Biological Efficiencies in Multiple Cropping System. In Advances in Agronomy. Vol. 42. Acad Press. New York. Gunasena, H. P. M., F. F. Campos, and S. Ahmed. 1978. Studies on intercropping and utilization of organic residues: A review of UNPUTS Trial III. PP. 99-122. In S. Ahmed and H. P. M. Gunasena (eds.) Second Review Meeting INPUTS Project. East-West Center, Honolulu. Haryadi. S.S., 1996. Pengantar Agronomi, PT. Gramedias Pustaka Utama. Jakarta. 1997.
Mead, R. and R.W. Willey. 1980. The concept of a land equivalent ratio and advantages in yields for intercropping. Exp. Agric. 16: 217- 228. Odum, E.P., 1997, Ecology: A Bridge Between Science and Society, Sinauer Associates, Inc. Publ. Suderland, Massachusetts, USA. 331p. Rhodes, I. 1970. Competition between herbage grasses. Herbage Abst. 40(2):115-121. Vandermeer, J., 1989. The Ecology on Intercropping, Cambridge University. Press. New York. Willey, R. W. 1979a. Intercropping – it’s importance and research needs. Part I. Competition and yield advantages. Field Crop Abst. 32:1-10. __________. 1979b. Intercropping – it’s importance and research needs. Part II. Agronomy and research approaches. Field crop Abst. 32:73-85.