JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Studi Ekperimental Sistem Refrigerasi Cascade Menggunakan Refrigeran Musicool 22 di High Stage dan R-404A di Low Stage dengan Variasi beban Pendinginan Hanif Badarus S, Ary Bachtiar K. P Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Sepuluh Nopember, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Dalam aplikasinya terutama di bidang industri, sistem refrigerasi tunggal tidak akan mampu mengatasi perbedaan yang cukup besar antara kalor yang diserap dengan kalor yang akan dibuang, namun tidak demikian dengan sistem cascade. Pada penelitian terdahulu pada sistem cascade menggunakan refrigeran alami telah menawarkan peluang yang baik. Penelitian ini dijalankan dengan merancang alat sistem pendingin cascade sesuai dengan dasar penunjang teori dan penelitian terdahulu.Menggunakan refrigeran musicool 22 di high stage dan R-404A di low stage. Setelah perancangan alat selesai, dilakukan eksperimen pada sistem tersebut dengan variasi heater sebesar 0, 140, 270, 410 watt.Pada sistem cascade tersebut dipasang termokopel dan pressure gauge di 8 titik pengamatan. Diberikan juga ducting pada kondensor untuk mengetahui mass flow refrigeran menggunakan teori balance energy. Dimana untuk pengujian, pertama-tama di high stage dijalankan hingga steady kemudian di low stage. Setelah melakukan studi eksperimen , dapat mengetahui karakteristik alat yang baik dengan mendapatkan temperatur evaporasi yang rendah sebesar -21,3°C, kapasitas pendinginan maks (Q evap ) = 1,475 kJ/s, dan COP = 0,603. Dapat disimpulkan kemampuan evaporator menyerap kalor berpengaruh terhadap performansi sistem refrigerasi cascade. Sistem cascade menggunakan refrigeran hidrokarbon memiliki karakteristik kurang lebih sama dengan refrigeran CFC yang menunjukan performa sistem pendingin bekerja dengan baik. Kata kunci :
musicool 22, R-404A, variasi beban pendinginan.
I. PENDAHULUAN Refrigerasi merupakan proses penyerapan kalor dari ruangan bertemperatur, dan memindahkan kalor tersebut ke suatu medium tertentu yang memiliki temperatur lebih rendah serta menjaga kondisi tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan.Pada umumnya efek refrigerasi ini dimanfaatkan untuk mengkondisikan keadaan udara suatu ruangan.Kondisi yang ada dimanfaatkan untuk menunjang kenyamanan para pekerja di suatu ruang perkantoran dan industri ataupun dimanfaatkan untuk mendukung dan menjaga kualitas hasil produksi. Kegiatan pengobatan dan penelitian biomedis membutuhkan cold storage untuk menyimpan sampel biomedis yang mencapai temperatur hingga -80°C. Penggunaan sistem refrigerasi siklus tunggal hanya mampu mencapai suhu pendinginan efektif sekitar -40ºC, dan efisiensinya memburuk di bawah -35ºC karena turunnya tekanan evaporasi. Sehingga, untuk dapat menjangkau temperatur yang lebih rendah, digunakan sistem refrigerasi cascade.Sistem refrigerasi cascade minimal terdiri dari 2 sistem refrigerasi yang bekerja secara mandiri.Dua sistem refrigerasi ini dihubungkan penukar kalor cascade di mana
kalor yang dilepaskan condenser di sirkuit temperatur rendah diserap evaporator sirkuit temperatur tinggi. Kisaran temperatur yang sangat rendah itu dapat dipenuhi oleh sistem refrigerasi satu tingkat yang menggunakan satu kompresor, sistem bertekanan banyak menggunakan lebih dari satu kompresor seperti yang terdapat pada sistem refrigerasi bertingkat (multistage) dan kombinasi dua atau lebih sistem refrigerasi tunggal (cascade) dimana satu sistem sebagai high-stage (HS) dan lainnya sebagai low-stage (LS). Namun peningkatan performa unjuk kerja (COP) dan penghematan daya menjadi faktor seleksi bagi penerapannya dalam industri. Diantara ketiganya, sistem refrigerasi cascade merupakan cara yang terbaik untuk mendapatkan penghematan daya dan COP. Pada industri besar penghematan daya juga seringkali akan menentukan biaya peralatan ekstra. Sebagai solusi untuk menghasilkan kondisi bertemperatur rendah dan hemat daya, keunggulan sistem refrigerasi cascade masih dapat diperbesar. Salah satunya dengan menggunakan refrigeran alternatif yang dapat digunakan untuk memperoleh temperatur evaporasi yang sangat rendah (-50°C), ramah lingkungan, dan menghasilkan nilai COP tinggi. Pada penelitian kali ini saya akan mencoba menggunakan refrigeran hidrokarbon musicool 22 di high state dan R-404A di low state dengan variasi beban pendinginan menggunakan heater. Pemilihan refrijeran hidrokarbon adalah salah satu alternatif untuk menggantikan refrijeran R-22 karena hidrokarbon selain rendah terhadap ODP (Ozone Depletion Potentials) juga rendah terhadap GWP (Global Warming Potentials).Pada pemilihan refrigeran kali ini didasarkan karakteristik yang dimiliki tiap refrigeran, pada sistem HS digunakan MC-22 karena memiliki titik didih tinggi sehingga bagus digunakan pada sistem tekanan yang tinggi.Sedangkan untuk R-404 memiliki titik didih yang rendah sehingga bagus digunakan pada sistem tekanan rendah yang bisa menghasilkan temperatur evaporasi sangat rendah. Sistem refrigerasi yang ada saat ini masih banyak yang menggunakan sistem tunggal, dalam penilitian kali ini dirancang suatu sistem refrigerasi gabungan dua siklus tunggal (cascade) yang dapat menghasilkan temperatur sangat rendah dengan menggunakan refrigeran musicool 22 (MC-22) pada HS dan R-404A pada LS dengan heat exchanger menggunakangabungan dua air cooled condenser. Untuk memastikan bahwa panas yang dilepas pada kondensor LS dan panas yang diserap evaporator HS bisa tercapai, yaitu dengan memasukan heat exchanger ini ke dalam box yang diisi air garam agar perpindahan panas menjadi maksimal.karena air garam merupakan penghantar yang baik sehingga dimanfaatkan untuk proses penukar
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 kalor dibandingkan perpindahan panas melalui udara secara langsung. Studi eksperimental ini mengkaji unjuk kerja perangkat sistem refrigerasi cascade dengan refrigeran MC22 pada HS dan R-404A pada LS. Karena refrijeran R-12 akan segera berakhir penggunaanya maka hidrokarbon adalah salah satu alternatif penggantinya,. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana unjuk kerja perangkat sistem refrijerasi apabila digunakan refrijeran hidrokarbon dalam hal ini hidrokarbon yang digunakan adalah produk dari pertamina dengan merek dagang musicool 22 (MC-22) pada HS serta pengaruh aplikasi heater sebagai pengatur beban pendingan terhadap kinerja perangkat sistem refrijerasi. II. URAIAN PENELITIAN A. Refrigerasi dan Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan proses penyerapan kalor dari ruangan bertemperatur tinggi, dan memindahkan kalor tersebut ke suatu medium tertentu yang memiliki temperatur lebih rendah serta menjaga kondisi tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan. Pada sistem ini sebuah kompresor akan mengkompresi refrigeran sehingga tekanan dan temperaturnya meningkat. Refrigeran yang telah terkompres kemudian dikondensasikan dengan kondenser menjadi cairan dengan melepaskan kalor latennya memasuki alat ekspansi, cairan tersebut diturunkan tekanannya sehingga temperaturnya menurun dan kemudian dilanjutkan kedalam evaporator menghasilkan efek refrigerasi dengan menyerap kalor dari suatu ruangan. Sistem refrigerasi adalah suatu sistem yang terdiri dari minimal atas kondenser, alat ekspansi, dan evaporator yang terhubung satu dengan lainnya dengan sistem perpipaan tertentu yang didukung oleh alat bantu lainnya jika dibutuhkan. Performa suatu sistem dapat diidentifikasi dari beberapa nilai diantaranya COP, kapasitas pendinginan volumetrik, kapasitas pendinginan, kapasitas kondenser, daya kompresor, temperatur discharge, rasio tekanan dan laju aliran massa refrigeran. 1. Kompresor Kompresor berfungsi untuk mengkompresi refrijeran uap agar mempunyai tekanan yang tinggiuntuk memasuki kondensor. Komponen ini bekerja secara isentropic, yaitukompresor bekerja tanpa ada energi panas yang keluar ataupun energi panas masuk. Unjuk kerja kompresor dapat diketahui dari kerja yang diberikan terhadap kompresor dengan rumus:
W c = m (h2 − h1 ) (1) 2.
Kondensor Kondensor merupakan salah satu komponen yang berada pada daerah tekanan tinggi dari sistem. Kondensor berfungsi sebagai pembuang panas (heat rejection) dari dalam sistem ke luar sistem. Pada saat refrijeran memasuki kondensor, maka refrijeran akan mengalami perubahan fase dari gas menjadi cair (terkondensasi). Perubahan ini mengakibatkan pengecilan entalpi refrijeran.Dengan adanya perbedaan entalphy pada sisi inlet dan outlet kondensor, maka dapat diketahui besarnya panas yang berhasil dilepas oleh refrijeran. Unjuk kerja kondensor dinyatakan dengan dengan rumus:
2
(2) 3.
𝑄𝑄̇𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑚𝑚̇(ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 − ℎ𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂 )
Expansiondevice Expansion device menjadi komponen penentu dalam sistem pendinginan udara. Komponen ini fungsinya menurunkan tekanan serta mengatur laju aliran massa refrijeran. Terdapat berbagai macam type dan jenis dari expansion device, beberapa diantaranya adalah : i. Pipa Kapiler Pipa kapiler merupakan pipa berdiameter kecil, yang ditempatkan antara bagian sistem bertekanan tinggi dan bagian sistem bertekanan rendah.Fungsinya adalah untuk menurunkantekanan refrijeran sehingga terjadi penurunan temperatur di evaporator. Pipa kapiler biasanya digunakan pada sistem yang kecil, dimana beban pendinginannya tidak banyak berubah, seperti kulkas rumah tangga.Ciri khas dari sistem yang menggunakanpipa kapiler adalah jumlah refrijeran didalam sistem dibatasi, dengan demikian liquid receiver dan akumulator harus diisolir dari aliran.Pengisian refrijeran pada sistem ini dilakukan secara bertahap, apabila isi refrijeran tetap cukup, maka refrijeran pada saat meninggalkan evaporator telah berubah menjadi uap jenuh.Hal ini ditandai dengan terbentuknya salju pada permukaan evaporator. Bila pembentukan salju terlalu jauh sampai mendekati kompresor maka berarti jumlah refrijeran didalam sistem terlalu sedikit dan bila tidak seluruh permukaan evaporator terliputi oleh salju berarti jumlah refrijeran didalam sistem terlalu banyak. ii. Thermostatic expansion valve (katup ekspansi thermostatis) Katup ekspansi thermostatik (TXV) digunakan pada sistem pendingin komplek, katup ini terdiri atas elemen (sensor), bola kecil yang di isi cairan khusus dengan ukuran yang tepat, elemen tersebut dihubungkan ke bodi melalui pipa kapiler, bodi dibuat dari kuningan , menjadi tempat pertemuan pipa cairan dan pipa evaporator, jarum dan dudukan (seat) terletak dalam bodi, jarum dihubungkan dengan balon metal yang fleksibel atau diafragma, balon tersebut di buat bergerak oleh batang yang dihubungkan pada sisi lain pada balon yang diberi seat atau diafragma (elemen power) yang dihubungkan dengan bola sensor melalui pipa kapiler. 4. Evaporator Komponen ini berfungsi untuk menyerap panas dari ruangan.Panas tersebut diserap dan dialirkan melalu heat exchanger kemudian dipindahkan ke refrijeran. Pada saat refrijeran menyerap panas, maka enthalphy refrijeran akan meningkat. Semakin banyak kenaikan entalpi pada refrijeran selama di evaporator maka semakin baik pula kinerja perangkat pendinginan udara yang terpasang.
Q e = m (h1 − h4 ) (3) B. Sistem Refrigerasi Cascade Penggunaan refrigeran tunggal dalam siklus kompresi uap sederhana untuk produksi atau menghasilkan temperatur rendah mempunyai keterbatasan-keterbatasan, diantaranya : • Temperatur solidifikasi refrigeran. • Tekanan yang sangat rendah di evaporator, dan volume suction yang besar/luas (large suction
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 volume) jika dipilih refrigeran dengan titik didih tinggi (high boiling refrigerant). • Tekanan yang sangat tinggi di kondensor jika refrigeran dengan titik didih rendah (low boiling refrigerant) dipilih. • Rasio tekanan yang sangat tinggi, dan oleh karenanya koefisien performansinya rendah Sistem kompresi multi-stage digunakan ketika evaporator rendah diperlukan, dan ketika rasio tekanan tinggi.Jika sistem kompresi uap (vapour compression system) digunakan untuk menghasilkan temperatur rendah, alternatif dari multistage compression adalah cascade system (sistem bertingkat). Sistem refrigerasi cascade terdiri dari dua siste m refrigerasi siklus tunggal yang akan diseri dengan tiaptiap refrigerannya. Sistem pertama disebut high-stage dan sistem kedua disebut low-stage. Pada prinsipnya efek refrigerasi yang dihasilkan oleh evaporator high-stage dimanfaatkan untuk menyerap kalor yang dilepas oleh kondenser low-stage sehingga didapatkan temperatur yang sangat rendah pada evaporator low-stage. Pada cascade temperatur tinggi (HS) menghasilkan refrigerasi pada temperatur rendah tertentu. Cascade
3 tal didapat dengan menjumlahkan kerja kompresor pada sistem HS dan LS. ̇ = 𝑚𝑚̇𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝐻𝐻𝐻𝐻 (ℎ2 − ℎ1 ) 𝑊𝑊𝐻𝐻𝐻𝐻 (4) dan ̇ = 𝑚𝑚̇𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝐿𝐿𝐿𝐿 (ℎ6 − ℎ5 ) 𝑊𝑊𝐿𝐿𝐿𝐿 (5) sehingga : 𝑊𝑊̇𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 𝑊𝑊̇𝐿𝐿𝐿𝐿 + 𝑊𝑊̇𝐻𝐻𝐻𝐻 (6) Dan niai koefisien kinerja (COP) didapat dengan : 𝑄𝑄̇𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒
𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑊𝑊̇
𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
(7)
2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu tentang penggantian refrigeran sebagai fluida kerja udara maupun penggunaan inverter pada kompresor dalam perangkat pendinginan udara adalah sebagai berikut : Tzong-Shing Lee tahun 2006, Thermodynamic analysis of optimal condensing temperature of cascade-condenser in CO2/NH3 cascade refrigeration systems
Gambar 2Tc vs COP menunjukan tren grafik yang turun, semakin tinggi temperatur kondensor maka semakin turun
Gambar.2. Siklus refrigerasi cascade dan T-s diagram. Gambar. 1. Siklus refrigerasi cascade dan T-s diagram.
temperatur rendah (LS) menghasilkan refrigerasi temperatur lebih rendah dibandingkan HS. Dengan menggunakan efek refrigerasi pada cascade temperatur tinggi yang mana untuk temperatur evaporator HS digunakan untuk membuang kalor dikondensor LS.Dan perlu diperhatikan setiap cascade mempunyai refrigeran yang berbeda.Setiap refrigeran dapat dipilih seperti halnya refrigeran beroperasi dengan baik dalam batas kisaran temperatur yang diperlukan.High temperature cascade menggunakan refrigeran dengan titik didih tinggi (high boiling refrigerant) seperti NH3 atau R-22 dimana untuk low temperature cascade menggunakan refrigeran temperatur rendah seperti CO 2 , ethane, propane, methane, dan lain-lain tergantung kebutuhan. Sistem seperti ini, meskipun akan menghasilkan temperatur yang sangat rendah, namun dapat berdampak pada tingginya daya kompresor yang digunakan karena sistem cascade menggunakan dua buah kompresor. Akibatnya, COP yang dihasilkan dapat menjadi rendah.Untuk itu diperlukan optimasi supaya daya kompresor yang dibutuhkan rendah, tanpa mengorbankan tujuan awal yaitu mencapai temperatur evaporasi yang rendah. Pada sistem refigerasi cascade, Pada sistem refigerasi cascade, besarnya kerja kompresor to
nilai COP. Berbeda dengan grafik Te vs COP menunjukan tren grafik yang naik maka semakin tinggi temperatur evaporator semakin tinggi pula COP.[5] .
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Peralatan Pengujian dan Komponen Sistem cascade yang digunakan dalam pengujian ini terdapat di Laboratorium Pendingin dan Pengkondisian Udara dengan menggunakan refrigeran MC-22 pada sistem HS dan R404A pada sistem LS.Untuk melakukan pengujian ini maka dilakukan beberapa modifikasi. Modifikasi yang dilakukan meliputi komponen kompresor, fan kondenser, alat ukur (pressure gage dan termometer digital), filter dryer, akumulator dan oil separator. Pengukuran yang dilakukan di setiap titik antara lain : • Titik 1, 2, 3, 4 dilakukan pengukuran temperatur dan tekanan refrigeran di LS
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
• •
Titik 5, 6, 7, 8 dilakukan pengukuran temperatur dan tekanan refrigeran di HS Titik 10 dan 11 dilakukan pengukuran tegangan, dan arus listrik Titik 9 dilakukan pengukuran temperatur dan kecepatan udara.
B. Prinsip Pengujian Pengujian dilakukan dengan sistem refrigerasi cascade menggunakan refrigeran musicool 22 di high stage dan R-404A di low stage, dan memvariasikan heater dengan daya 0, 140, 270, dan 410 Watt. Pengambilan data pada mesin pendingin dilakukan sampai kondisi steady state di high stage dan low stage.Kondisi yang dimaksud adalah temperatur didalam sistem tidak menunjukkan perubahan (konstan). Apabila temperatur sistem sudah menunjukkan kondisi yang konstan berarti semua panas yang dihasilkan oleh heater diserap secara keseluruhan oleh evaporator.
IV.
HASIL DAN ANALISA
Dalam studi eksperimen ini ketika menjalankan sistem pertama kali, dibutuhkan waktu agar sistem berjalan stabil. Karena data yang diambil ketika sistem belum stabil berakibat data belum valid karena masih terjadi perubahan
125
Steady State Temperatur HS dan LS ev Tanpa Heater
ap ora tor HS
Temperatur (celcius)
•
4
75
suc tio n HS
25
-25 0 5 10 15 20(menit) 25 30 35 40 45 Time Gambar.4. Grafik temperatur terhadap waktu
yang signifikan pada sistem.Sedangkan sistem yang stabil yaitu ketika sistem mengindikasikan angka yang ditunjukan pada alat ukur, yaitu temperatur dan tekanan tidak berubah atau hanya sedikit mengalami perubahan dan masih bisa ditoleransi.Berikut contoh percobaan mencari sistem yang steady dengan mengambil satu contoh pada beban pendingin 0 watt atau tanpa heater.Pengukuran Temperatur di HS dan LS, maupun Tekanan di HS dan LS.Untuk. percobaan mengetahui steady ini, pertama dilakukan pada sistem HS dengan menggunakan musicool 22 terlebih dhulu, agar kalor yang dibuang kondensor pada sistem LS dapat diserap oleh evaporator HS. Selanjutnya baru menjalankan sistem di LS.
Gambar.3. Skema peralatan sistem refrigerasi cascade
Sistem cascade yang digunakan dalam pengujian ini terdapat di Laboratorium Pendingin dan Pengkondisian Udara dengan menggunakan refrigeran MC-22 pada sistem HS dan R404A pada sistem LS. Untuk melakukan pengujian ini maka digunakanlah alat ukur antara lain : - Thermocouple type J untuk mengukur temperatur di setiap titik. - Pressure gageuntuk mengukur tekanan. - Thermometer ruangan untuk mengukur temperature ruangan - Anemometer untuk mengukur kecepatan angina keluar condenser. Data Percobaan Dari percobaan yang dilakukan akan didapat data percobaan yang berupa tekanan (P), temperatur (T), Kecepatan udara keluar kondensor (ν ud ), Tegangan kompresor ( V ), Arus kompresor ( I ).
Gambar 4 menunjukan perubahan temperatur yang diukur pada 4 titik yaitu evaporator, suction, discharge, dan kondensor.Berdasarkan grafik diatas terjadi perubahan yang signifikan hingga 20 menit pertama sejak sistem dijalankan.Setelah itu sistem dapat dikatakan cenderung lebih stabil, terlihat dari perubahan temperatur yang tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan karena untuk menurunkan temperatur evaporator dari temperatur cold box membutuhkan kerja kompresor yang besar dan mengakibatkan kenaikan temperatur pada discharge line. Kenaikan temperatur discharge line berpengaruh terhadap kenaikan temperatur kondensor, sedangkan penurunan temperatur evaporator berpengaruh pada suction line. Dan bisa dilihat sistem mulai steady ketika sistem sudah berjalan hampir 40 menit.Bisa dikatakan bahwa pengukuran data bisa dilakukan.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
0 -5 0
100 200 300 400 500
Tevap LS -10 (Celcius) -15 -20 -25
Beban Pendinginan (watt)
Gambar.5. Grafik beban pendinginan terhadap waktu
Pada gambar 5 menunjukan pada beban 0 watt nilainya sebesar -21,3°C dan pada beban yang paling besar yaitu 410 watt temperatur evaporator menjadi 10°C . Bisa dikatakan kecenderungan temperatur evaporator pada low stage akan naik seiring dengan bertambahnya beban pendinginan pada cold box, hal ini disebabkan oleh meningkatnya suhu evaporator yang diakibatkan oleh heater sehingga mass flow rate yang masuk ke evaporator lebih banyak akibat katup TXV juga semakin terbuka sehinggacairan refrigeran menyerap kalor juga lebih banyak.
beban vs COP total
0,6 0,4 0,2 0
COP
Wcomp LS (Kj/s)
Beban Pendinginan vs Wcomp LS
sehingga terjadi kenaikan temperaturyang diakibatkan oleh bertambahnya beban pendinginan. Sehingga mass flow rat e Beban Pendinginan vs Q evap ya ng LS ma 2 su 1,5 k 1 ju ga 0,5 se 0 ma 0 100 200 300 400 500 ki n Beban Pendinginan (watt) ba ny Gambar.7. Grafik beban pendinginan terhadap kapasitas ak evaporator LS aki bat bukaan TXV semakin terbuka. Sehingga cairan refrigeran juga menyerap kalor yang lebih banyak dari ruangan. Dengan bertambahnya beban pendingin maka efek refrigerasi semakin besar. Hal ini terjadi karena persamaan efek refrigerasi adalah selisih antara entalpi 1 dengan entalpi 4.Dengan semakin besar entalpi 1 maka dampak refrigerasinya semakin besar pula.Dalam hal ini, entalpi 1 (keluar evaporator) yang menentukan dalam besar kecilnya efek refrigerasi. Pada gambar 8menunjukan tren grafik yang naik seiring dengan bertambahnya beban pendinginan yang berpengaruh terhadap kapasitas refrigerasi yang semakin Q evap LS (kJ/s)
Beban Pendinginan vs Tevaporator LS
5
0
100
200
300
400
500
Beban Pendinginan (watt)
0
Gambar.6. Grafik beban pendinginan terhadap daya kompresor LS
Pada gambar 6terlihat bahwa daya yang dibutuhkan kompresor mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan beban pendingin. Pada kasus ini debit yang masuk pada kompresor tidak berubah karena rasio kompresi tetap tetapi yang berubah yaitu variabel laju alir massa yang diakibatkan oleh densitas yang semakin besar akibat beban pendingin bertambah. Daya kompresor diperoleh dari perkalian massa refrigeran LS dengan kerja yang dilakukan kompresor LS. Pada beban pendingin 0 watt daya yang di butuhkan kerja kompresor 0,185 kJ/s dan pada beban pendingin 140 watt daya kompresor yang dibutuhkan sebesar 0,26 kJ/s, begitu juga beban pendinginan 270, 410 watt. Dapat dikatakan bahwa semakin besar beban pendingin maka daya yang dibutuhkan kompresor juga semakin besar. Dari gambar7 terlihat bahwa pada beban pendingin 0 watt efek refrigerasinya sebesar 0,673 Dan pada beban pendingin 140 watt efek refrigerasinya sebesar 0,931,
0,61 0,6 0,59 0,58 0,57 0,56 200
400
600
beban pendinginan (watt) Gambar.8. Grafik beban pendinginan terhadap COP
besar.Dan disebabkan pembagi kenaikan kerja kompresor tidak sesignifikan daripada kapasitas pendinginan. Dan dapat ditunjukan pada beban pendingin 410 dengan nilai 0,605 merupakan nilai cop terbesar karena kapasitas refrigerasi lebih besar akibat beban pendingin yang bertambah pula. Nilai dari COP sebanding dengan dampak refrigerasi dan berbanding terbalik dengan kerja kompresinya.Besarnya nilai COP menjadi acuan bahwa refrigeran yang digunakan pada sistem pendingin memiliki prestasi/kemampuan pendingin yang baik. V. KESIMPULAN/RINGKASAN 1.
Data data performasi maksimum sistem refrigerasi cascade adalah :
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Laju aliran massa refrigerant(𝑚𝑚̇ ref) pada high stage = 0,1 kg/s low stage = 0,01 kg/s b. Kapasitas refrigerasi (Q evaporator LS ) = 1,475 KJ/s c. Coefisien of Performance (COP) cascade = 0.603 d. Temperatur evaporator minimum = -21.3 Kemampuan evaporator low stage menyerap panas memiliki pengaruh yang besar terhadap performasi sistem refrigerasi cascade. Sistem cascade menggunakan refrigeran musicool 22 menunjukan performansi tidak jauh berbeda menggunakan refrigeran R-22. Hal ini menunjukan cocok digunakan sebagai refrigeran alternatif. Pada beban pendinginan yang semakin bertambah maka nilai COP juga semakin tinggi yang menunjukan sistem pendinginan bekerja dengan baik. a.
2.
3.
4.
R
VI. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5] [6]
Christian. (2008). Pengujian sistem refrigerasi cascade dengan menggunakan R-22-R404A Dengan Variasi Tekanan Discharge pada High-Stage. Jakarta: FT Universitas Indonesia. Dedeng. (2008). Pengujian sistem refrigerasi cascade dengan menggunakan Refrigeran Campuran Alami R170/R744 Pada Aplikasi Temperatur Rendah. Jakarta: FT Universitas Indonesia. Donni. (2008). Pengujian sistem refrigerasi cascade dengan menggunakan R-22-R404A Dengan Variasi Tekanan pada LowStage. Jakarta: FT Universitas Indonesia. Nurambyah, R. H. (2011). Studi Ekperimental Perbandingan refrijeran R-12 Dengan Hydrocarbon MC-12 Pada Sistem Pendingin Dengan Variasi Putaran Kompresor. Surabaya: ITS. Stoecker,& Supratman. (1982). Refrigerasi dan Pengkondisian Udara edisi kedua (Alih Bahasa). Bandung: Erlangga. Tzong-Shing Lee, Cheng-Hao Liu, Tung-Wei Chen. (2006). Thermodinamic analysis of optimal condensing temperature of cascade-condenser in CO2/NH# cascade refrigeration system. International Journal of Refrigeration, 1101-1108.
6