Volume 14 No. 01 Maret 2016
ISSN 1693-9107
Jurnal Penelitian teknologi Pendidikan
Diterbitkan Oleh:
Program Studi Magister Teknologi Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
Volume 14 No. 01 Maret 2016
ISSN 1693-9107
Jurnal Penelitian teknologi Pendidikan Teknodika sebagai media komunikasi guna melaporkan hasil-hasil penelitian di bidang pendidikan yang diterbitkan secara berkala setiap semester.
dikelola:
Penanggungjawab
: Dekan FKIP UNS
Pemimpin Umum
: Prof. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd
Penyunting Ahli
: Prof. Dr. H. Soetarno, M.Pd (UNS) Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd (UNS) Prof. Dr. I Nyoman Degeng, M.Pd (UNM) Prof. Dr. C. Asri Budiningsih, M.Pd (UNY)
Penyunting Pelaksana : Prof. Dr. Sri Anitah, M.Pd (Ketua) Dr. Suharno, M.Pd (Sekretaris) Dr. Sujarwo, M.Pd (Anggota) Suwardi, M.Pd (Anggota) Endang Retno Wulan, M.Pd (Anggota) Alamat Sekretariat
: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36 a Kentingan Surakarta 57126 Telp. (0271) 626994 Psw. 377, Fax. (0271) 646655, HP. 085647096663
Tulisan yang dimuat di
belum tentu merupakan cerminan sikap dan atau pendapat
penyuntingg pelaksana, penyunting, dan penyunting ahli. Tanggungjawab terhadap isi dan atau akibat dari tulisan tetap terletak pada penulis
Daftar Isi Pola Kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah Gani Tirtoasri Tirtomoyo Wonogiri Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Oleh: Shohib Budiono, Muhammad Akhyar, Siti Sutarmi Fadhilah……………
1
Pengembangan Multimedia Pembelajaran Berbasis Adobe Flash PADA Mata Pelajaran PAI Kelas V di SDIT Al-Hasna Klaten Oleh: Nanang Gesang Wahyudi, Sri Anitah, Muhammad Akhyar……………………………….
11
Penerapan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Materi Struktur Organ Tubuh Manusia dan Fungsinya Oleh: Dinar Arena Tiari, Nunuk Suryani, Suharno………………………………………………..
25
Pengaruh Kecerdasan Intrapersonal Siswa pada Pembelajaran Matematika Berbasis Kurikulum 2013 Oleh: Henry Suryo Bintoro………………………………………………………………………….
33
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Melalui Problem Based Learning “What’s Another Way” dan Discovery Learning Oleh: Jayanti Putri Purwaningrum………………………………………………………………….
43
Matematika dalam Multimedia Flipbook: Kreatifitas Guru dalam Pengembangan Media Pembelajaran dalam Meningkatkan Minat Siswa Oleh: Wendha Adha Juliasnyah, Nunuk Suryani, Leo Agung S…………………………………
57
Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Inggris Berbasis Kompetensi Kerja untuk Mempersiapkan Peserta Didik Menempuh On The Job Training di Bagian Front Office Hotel Oleh: Andreas Aris Eko Mulyono, Suharno, Ahmad Arif Musadad……………………………..
67
Penerapan Strategi Pembelajaran Point-Counterpoint Bervariasi untuk Meningkatkan Daya Kritis dan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran PKn Topik Usaha Pembelaan Negara bagi Siswa Kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo Oleh: Suwadi…………………………………………………………………………………………..
77
Pengembangan ‘Cyeber’ Berbasis Website Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Dasar Oleh: Tangsi Sasmito…………………………………………………………………………………
93
Penerapan Model Pembelajaran Latihan Penelitian untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep IPA di SD 1 Gondoharum Kudus Oleh: Yuni Ratnasari…………………………………………………………………………………
109
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Pola Kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah Gani Tirtoasri Tirtomoyo Wonogiri Dalam Meningkatkan Kinerja Guru (Penelitian di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo Wonogiri Tahun Pelajaran 2014/2015)
1
2
3
Shohib Budiono , Muhammad Akhyar , Siti Sutarmi Fadhilah
[email protected]
Abstrak: This study aims at: (1) Acquiring principal leadership pattern executed in MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo Wonogiri in the 2014/2015 academic year. (2) Obtaining the efforts being made to improve the performance of teachers in MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo Wonogiri in the 2014/2015 academic year. (3) Obtaining the constraints experienced during the principal leadership in the 2014/2015 academic year. (4) Obtaining the results that have been achieved over the principal leadership in the 2014/2015 academic year. This study was conducted in MA GaniTirtoasri Tirtomoyo, MA Gani Tirtoasri have a good school achievement in academic and non-academic. MA Gani Tirtoasri is the oldest Madrasah established in the district of Wonogiri that becomethe establishment embryo of another madrasah. Type of this research is descriptive qualitative research, the research seeks to tell that there is now based on the data, this study also presents the data, analyze, and interpret. The informants are Principals, Madrasah Committee, vice principal of curriculum division, Vice Principals of Infrastructure Division, vice principal of students affairs, Parents, and Students. Data were collected through interviews, observation and documentation. In examining the validity of the data or check the veracity of the data used by extending the duration of the study, the continuous observation, triangulation, either triangulation of data sources and the triangulation of data collection techniques. Data analysis was performed three stages include: data reduction, data presentation and conclusion / verification. The study concluded that: (1) Principal leadership patternapplied in MA Gani Tirtoasri lead to a democratic leadership pattern. (2) Principals has made various efforts to improve teacher performance MA Gani Tirtoasri includes: (a) curriculum development: (b) the development of teaching and learning; (c) human resource development; (d) the development of curricular and extracurricular; (e) the development of links with education stakeholders. (3) The problem faced Principals in the lead MA Gani Tirtoasri in the 2014/2015 academic yearthe main is difficult to change the mindset of teachers becomes a teacher who constantly want to develop in accordance with the demands of the times. (4) The results achieved by the Principals in the lead MA Gani Tirtoasri is achieved various accomplishments championships with both academic and non-academic. Keywords: Leadership, Principals, Teachers Performance.
1
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 3 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 2
1
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika PENDAHULUAN
M
emasuki abad XXI pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Pertama, sebagai akibat dari multi krisis yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997, dan pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era globalisasi, dan pendidikan juga dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional, sehingga harus dapat mewujudkan proses pendidikan yang jauh lebih demokratis, memperhatikan keragaman potensi, kebutuhan daerah, peserta didik dan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Pada jaman sekarang ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Pendidikan memberikan pengaruh yang kuat terhadap tingkat perekonomian dan penghidupan seseorang pada masa yang akan datang. Dengan pendidikan yang sesuai perkembangan jaman, maka seseorang akan mendapatkan eksistensina didalam mengarungi kehidupan. Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan masyarakat modern. Menurut William H. Newman (1968) dalam Miftah Thoha (2003 : 262) kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perlaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Dan satu hal yang perlu diingat bahwa kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata krama birokrasi. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan seseorang dapat menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu. Pemimpin yang memiliki karakteristik selalu memiliki upaya untuk menciptakan hal yang baru (selalu berinovasi). Gagasan-gagasan yang dimiliki oleh pemimpin merupakan gagasan sendiri tidak hanya meniru ataupun menjiplak. Pemimpin selalu berupaya untuk mengembangkan apa yang ia lakukan. Ia percaya pada bawahan, dan selalu menyalakan api kepercayaannya pada setiap anggota organisasi. Gagasannya memiliki prespektif jangka panjang. Ia bertanya pada bawahannya dengan pertanyaan apa dan mengapa?. Ia menentang status quo, ia tidak puas dengan apa yang ada. Ia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh bawahannya, dan ia mengerjakan yang benar (Armanu Thoyib, 2005). Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Kepemimpinan adalah aktifitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar semua perangkat dalam organisasi mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1983 : 123). Gaya kepemimpinan yang tepat berorientasi pada terciptanya kepuasan kerja. Dengan gaya kepemimpinan yang tepat maka karyawan akan respek dalam bekerja dan bersedia memberikan kontribusi yang terbaik. Dengan adanya kepuasan kerja, maka bawahan akan menyikapi berbabagi sisi seputar pekerjaannya dengan serba menyenangkan dan hal itu merupakan hakekat kepuasan kerja (Heru Purnomo dan Muhammad Cholil, 2010). Sedangkan menurut Robbins (2002 : 163) Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sedangkan Kepemimpinan menurut Ngalim Purwanto (1991 : 26), Kepemimpinan adalah sekumpulan dari beberapa rangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan
2
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka untuk meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, rasa penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa. Faktor kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru juga dipengaruhi oleh keaktifan guru dalam mengikuti musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Berbagai problematika yang dihadapi oleh guru dapat dibicarakan dan dicarikan solusinya melalui forum ini. Keaktifan guru dalam mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan oleh MGMP juga akan mampu meningkatkan kinerja guru karena forum ini menyediakan berbagai macam pelatihan yang sangat bermanfaat (Ida Saroh dan Lyna Latifah, 2014). Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan sesuatu, khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan berbagai bentuk aktifitas tertentu untuk mencapai satu atau beberapa tujuan (Kartini Kartono, 1994 : 181). Hornby AS. (1990: 294) mengatakan bahwa manajer berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan harus sesuai yang diinginkannya. Manajer dengan gaya kepemimpinan seperti ini lebih memperhatikan proses pelaksanaan pekerjaan dari pada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan manajer berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memperhatikan proses pelaksanaan pekerjaan dari pada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Manajer akan mendorong para anggota kelompok tersebut untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan–hubungan yang saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok. Kepala Sekolah memiliki tanggungjawab sebagai pemimpin dibidang pengajaran dan pengembangan dalam kurikulum, administrasi, serta berbagai personalia, administrasi personalia staf, hubungan masyarakat, “school Plant” serta berbagai perlengkapan organisasi di sekolah (Dirlanudin, 2014). Kepala sekolah adalah orang yang bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah dan melakukan berbagai kegiatan dalam usaha mempengaruhi orang lain yang ada di lingkungan pada situasi tertentu agar orang lain dapat bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Kepala sekolah adalah orang yang berada di depan guru, karyawan, dan siswa sekolahnya (Yusnidar, 2014). Kepala sekolah berasal dari dua kata yaitu “Kepala” dan “Sekolah” kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang sekolah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Jadi secara umum kepala sekolah dapat diartikan pemimpin sekolah atau suatu lembaga di mana tempat menerima dan memberi pelajaran (Carudin, 2011). Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi yang sangat berpengaruh dan menentukan kemajuan sekolah harus memiliki kemampuan administrasi, memiliki komitmen tinggi, dan luwes dalam melaksanakan berbagai tugasnya. Kepemimpinan kepala sekolah yang baik harus dapat mengupayakan peningkatan kinerja guru melalui program pembinaan kemampuan tenaga kependidikan. Oleh karena itu kepala sekolah harus mempunyai kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuan serta keterampilan
3
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika keterampilan untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan. Dalam perannya sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah harus dapat memperhatikan kebutuhan dan perasaan orang-orang yang bekerja sehingga kinerja guru selalu terjaga (Mukhamad Sulistiya, 2013).
TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk memperoleh data tentang pola kepemimpinan Kepala Madrasah yang dijalankan di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2014/2015. (2) Untuk memperoleh informasi tentang usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru di MA Gani Tirtoasri Tahun Pelajaran 2014/2015. (3) Untuk memperoleh informasi tentang kendala atau hambatan-hambatan yang dialami selama kepemimpinan Kepala Madrasah Tahun Pelajaran 2014/2015 dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo. (4) Untuk memperoleh hasil yang telah dicapai selama kepemimpinan Kepala Madrasah Tahun Pelajaran 2014/2015.
METODE PENELITIAN Metode atau bentuk dari penelitian ini adalah penelitian kualitatif naturalistik, yang mana pada penelitian ini menggambarkan dan menjelaskan tentang pola kepemimpinan Kepala Madrasah dalam meningkatkan kinerja guru di MA Gani Tirtoasri Tahun 2014-2015, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah secara murni/apa adanya dalam usahanya untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya di MA Gani Tirtoasri. Sumber data dalam penelitian ini adalah ilustrasi tentang pelaksanaan peningkatan kinerja guru meliputi : 1. Peristiwa yaitu pelaksanaan peningkatan kinerja guru di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah. 2. Informasi yaitu pemberi yang dianggap terkait dengan masalah yang diangkat tersebut, seperti : a. Kepala Madrasah, karena yang memimpin madrasah tersebut secara otomatis mengetahui segala sesuatu yang terkait dengan madrasah melalui programprogramnya. b. Pendidik, karena beliaulah para pelaku dalam KBM. c. Peserta Didik Madrasah, karena merekalah sasaran KBM. d. Orang Tua Peserta Didik, karena mereka yang secara tidak langsung berperan dalam usaha untuk pengembangan madrasah. e. Komite Madrasah, karena merekalah salah satu partner pengembangan madrasah. 3. Dokumen Madrasah, meliputi kurikulum pelajaran, data jumlah Pendidk, jumlah Peserta Didik, penerimaan peserta didik baru, hasil evaluasi dan dokumen terkait lainnya.
4
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Sesuai dengan sumber datanya, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Pengamatan/Observasi Pengamatan atau Observasi dilakukan untuk sumber data peristiwa yaitu dengan melakukan observasi tentang pelaksanaan peningkatan kinerja guru melalui KBM yang dilakukan di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah. 2. Wawancara Dilakukan untuk sumber data responden yaitu dengan melakukan wawancara dengan orang-orang yang terlibat secara langsung maupun tidak, terkait dengan pelaksanaan peningkatan kinerja guru di MA Gani Tirtoasri Tirtomyo Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah. Seperti Kepala Madrasah, guru, murid, orang tua peserta didik, komite madrasah, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kemenag Kabupaten Wonogiri. 3. Analisis Dokumen Dilakukan untuk sumber data dokumen yaitu dengan melakukan analisa dari dokumen-dokumen yang dimiliki oleh MA Gani Tirtoasri, seperti kurikulum pelajaran, data jumlah guru dan murid, struktur organisasi madrasah, hasil evaluasi, penerimaan peserta didik baru, Kurikulum KTSP MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo dan Rencana Kerja Madrasah (RKM) MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo. Untuk validitas data yang dikumpulkan oleh peneliti, agar data yang diperolah benar-benar dapat dipertanggungjawabkan bagi para pembaca dengan mengambil teknik-teknik antara lain : 1. Perpanjangan keikutsertaan cukup/belum memadai.
apabila
data
yang
diperlukan
dianggap
belum
2. Triangulasi Dilakukan dengan mengecek data-data yang diperoleh/ dikumpulkan peneliti dengan sumber datanya. Dengan triangulasi antar informan dan triangulasi antar metode (antara wawancara dan pengamatan). 3. Rekan Tanya Jawab (Peer Debriefing) Melakukan wawancara atau konsultasi dengan orang lain dari pihak yang tidak terkait dengan masalah peningkatan kinerja guru di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri. Misalnya Komite dan wali murid. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban yang lebih obyektif tentang bagaimana pelaksanaan peningkatan kinerja guru di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo. 4. Kecukupan Referensi Kecukupan referensi yang dimiliki peneliti sebagai landasan teori untuk menjelaskan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang dilakukan teknik analisis data model interaktif dan triangulasi, yaitu dengan melakukan : 1. Pengumpulan data
5
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Pengumpulan data dari lapangan baik hasil pengamatan, wawancara maupun dokumen yang dilakukan secara fungsional sehingga diperoleh data mentah penelitian yang dituangkan dalam catatan lapangan/field notes dan dari masing-masing catatan lapangan memuat : a. Identitas catatan lapangan : pengamatan, wawancara dan analisis dokumen. b. Bagian deskripsi : yang berisi pengamatan dan wawancara seperti apa adanya/verbatim dari data yang diperolah di lapangan. c. Bagian refleksi : yang berisi analisis dan kesimpulan sementara dari peneliti tentang data yang telah diperoleh. 2. Reduksi data Pemotongan terhadap permasalahan yang diangkat.
data-data
yang
dianggap
tidak
terkait
dengan
3. Penyajian Penyajian data-data yang telah diperoleh selama penelitian. 4. Penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan akhir data-data yang telah disajikan di atas untuk dituangkan dalam hasil penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kepala MA Gani Tirtoasri Bapak Rooyani, S.Pd.I dalam memimpin MA Gani Tirtoasri cenderung menggunakan sistem demokrasi. Hal ini dibuktikan dengan membuat program kerja melalui rapat bersama semua guru dan karyawan. Hal ini dibuktikan dengan Pengembangan sumber daya manusia, dalam hal ini adalah guru juga dilakukan oleh Kepala Madrasah. Apabila setiap gurunya berkembang kemampuannya, baik dari segi ilmu maupun metode mengajarnya hal itu tentunya akan menghasilkan ouput yang lebih baik juga. Diantara yang dilakukan pihak luar yang kompeten dibidang pendidikan. Disamping itu, diperlukan struktur kurikulum yang relevan, karena struktur kurikulum, merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum tiap mata pelajaran dituangkan ke dalam bentuk kompetensi (standar kompetensi dan kompetensi dasar) yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi Lulusan (SKL). Kegiatan Pembelajaran yang dilakukan setiap jam pelajarannya alokasinya 45 menit. Adapun pendekatan pembelajaran yang dilakukan untuk kelas X sampai dengan XI menggunkan pendekatan tematik. Sedangkan untuk kelas XII menggunakan pendekatan mata pelajaran. Untuk kelas X dan XI menggunakan team teaching. Guna mencapai hasil belajar dan prestasi yang diharapkan, MA Gani Tirtoasri mengatur kegiatan Kokurikuler dan Ekstrakurikuler.
6
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika MA Gani Tirtoasri merupakan madrasah yang bernaung dibawah Kementerian Agama Republik Indonesia. Segala hal pelaporan kegiatan baik peserta didik dan murid dilaporkan kepada Kemenag Kabupaten Wonogiri. MA Gani Tirtoasri adalah satker dibawah Kemenag Kabupaten Wonogiri. Artinya MA Gani Tirtoasri tidak memiliki DIPA sendiri sehingga system penggajian pegawai dan dana dari pemerintah untuk pos pengelolaan pendidikan tidak didapat secara langsung, tetapi melalui Kemenag Kabupaten. Peraturan pendidikan yang berlaku di MA Gani Tirtoasri adalah menggunakan dua peraturan yaitu peraturan yang diterbitkan bagian kependidikan Islam Kemenag RI dan peraturan yang dikeluarkan oleh dinas pendidikan. MA Gani Tirtoasri selalu menjalin informasi dan komunikasi dengan baik kepada Kemenag Kabupaten Wonogiri dan Diknas Kabupaten Wonogiri, dengan menyampaikan laporan kegiatan secara rutin, sehingga kegiatan KBM di MA Gani Tirtoasri terpantau oleh pemerintah. Hubungan dengan wali murid dan masyarakat selalu terjalin dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan mengirimkan guru dan peserta didik untuk melayat tetangga madrasah yang meninggal dunia, ikut menengok orang sakit dan kegiatan kemasyarakat lainnya. Berdasarkan analisis penulis, bahwa Kepala Madrasah memiliki peran yang penting dalam menentukan keberhasilan suatu madrasah. Kepala Madrasah telah melakukan tugasnya sebagai pemimpin dalam suatu organisasi sekolah. Kepala MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo telah mampu mempengaruhi dan mengajak guru dan karyawan MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo untuk melakukan kegiatan pembelajaran menuju visi dan misi yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Kartini Kartono ( 1994 : 181 ) yang menjelaskan bahwa Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan – kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama – sama melakukan aktifitas tertentu untuk pencapaian satu atau beberapa tujuan. Kepala MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo melakukan pendekatan yang manusiawi dalam setiap pengambilan keputusan. Kepala Madrasah selalu mendahulukan musyawarah dengan para guru, komite atau wali murid sesuai dengan subyek yang akan dibicarakan. Kepala Madrasah perlu membentuk Wakil Kepala Madrasah sesuai kebutuhan madrasah seperti kurikulum, kesiswaan. Selain itu untuk membantu tugas Wakil Kepala Madrasah, maka Kepala Madrasah membentuk Koordinator sarana dan prasarana, ketatausahaan, UKS, perpustakaan, koperasi, kokurikuler, ekstrakurikuler dan laboratorium Komputer. Kepala MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo mampu mengoptimalkan dan memberdayakan guru dan karyawan yang dimiliki sesuai kemampuan masing-masing. Hal ini sejalan dengan penjelasan Hornby (1990 : 296 ) bahwa manajer berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para aggota kelompok.
7
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Kepala MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo mengarahkan kepada guru dan karyawan agar senantiasa meningkatkan kemampuan mereka sesuai dengan tuntutan zaman. Kepala Madrasah mengadakan pembinaan, supervisi, monitoring dan evaluasi secara berkala kepada para guru, komite dan wali murid dalam rangka menyelesaikan suatu masalah. Gaya kepemimpinan yang diterapkan kepala madrasah adalah gaya kepemimpinan demokratis yaitu gaya kepemimpinan yang memberikan keluasan setiap anggota organisasi untuk berperan aktif dan memanusiakan anggota. Gaya kepemimpinan yang menjadikan sebagai subyek yang senantiasa diajak berkembang dan berpikir merupakan salah satu ciri gaya kepemimpinan demokratis. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh Kartini Kartono (1994 : 187 ) bahwasannya gaya kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap organisasi. Gaya kepemimpinan kepala madrasah yang demokratis diwujudkan dengan adanya dominasi perilaku sebagai pelindung, penyelamat dan perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan organisasi. Proses kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi setiap anggota organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi itu disesuaikan dengan jabatan masing-masing, di samping memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota organisasi. Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing. Setiap komponen madrasah merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama. Aktivitas dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi, yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan madrasah secara keseluruhan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Pola kepemimpinan Kepala Madrasah yang diterapkan di MA Gani Tirtoasri adalah pola kepemimpinan yang bersifat demokratis. Kepala Madrasah senantiasa melibatkan berbagai pihak yang terkait dalam mengambil berbagai keputusan, sehingga kebijakan yang diambil merupakan hasil musyawarah. (2) Kendala yang dialami Kepala Madrasah dalam memimpin MA Gani Tirtoasri tahun pelajaran 2014/2015 yang paling utama adalah sulitnya merubah mindset atau pola pikir guru yang senantiasa mau berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. (3) Kepala Madrasah telah melakukan usaha dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang ada di MA Gani Tirtoasri yaitu : (a) pengembangan kurikulum; (b) pengembangan KBM; (c) pengembangan sumber daya manusia; (d) pengembangan kokurikuler dan ekstrakurikuler; (e) pengembangan hubungan dengan instansi Kemenag, Diknas, komite dan wali murid. (4) Hasil yang capai oleh Kepala Madrasah dalam memimpin MA Gani Tirtoasri adalah dengan diraihnya prestasi kejuaraan baik dibidang akademis maupun non akademis, baik di tingkat Kabupaten maupun sampai tingkat provinsi. Diantara yang menonjol adalah di bidang kepramukaan.
8
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika SARAN-SARAN Berdasarkan analisis terhadap tingkat keberhasilan MA Gani Tirtoasri dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, dapat disarankan sebagai berikut: (1) Hendaknya diperbanyak pelatihan kepada guru-guru tentang model-model pembelajaran, agar kegiatan belajar mengajar lebih kreatif dan inovatif. (2) Kepala Madrasah perlu mengadakan Standar Operasional Pelaksanaan bagi guru- guru MA Gani Tirtoasri agar lebih terarah dan memberikan hasil optimal bagi peserta didik. (3) Perlu diperbanyak kegiatan MGMP guru bidang studi, bisa kerjasama dengan pihak luar yang kompeten di bidangnya. (4) Kepala Madrasah perlu mengadakan Monitoring dan evaluasi secara rutin dan dibahas dalam forum rapat untuk ditindak lanjuti. (5) Kepala Madrasah perlu menyiapkan media pembelajaran agar kegiatan KBM berjalan dengan lancar dan sesuai dengan target.
DAFTAR PUSTAKA Carudin, (2011). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Iklim Kerja Sekolah Terhadap Kinerja Guru (Studi Deskriptif Analitik pada Guru SMK Negeri seKabupaten Indramayu) http://jurnal.upi.edu/penelitianpendidikan/view/3422/pengaruh-kepemimpinan-kepala-sekolahdan-iklim-kerjasekolah-terhadapkinerja-guru--studi-deskriptif-analitik-pada-guru-smk-negeri-se-kabupaten-indramayu--.html. (Accessed, 19 Januari 2016) Dirlanudin, (2014). Kepala Sekolah Sebagai Sosok Teladan Bagi Komunitas Di Sekolah dan Masyarakat.http://www.medukasi.web.id/2013/09/kepala-sekolahsebagaipemimpin.html. (Accessed, 19 Januari 2016) Hornby. AS. 1990. Oxford Edvanced Dictionary Of English. London: Oxford University Press. Kartini, Kartono. 1994. Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah Kepemimpinan Abnormal itu? . Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Purnomo, Heru dan Muhammad Cholil, (2010). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Berdasarkan Motivasi Kerja Pada Karyawan Administratif Di Universitas Sebelas Maret Surakarta. https://eprints.uns.ac.id/12033/1/Publikasi_Jurnal_(31).pdf. (Accessed, 19 Januari 2016) Purwanto, Ngalim. 1991. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Robbins, S. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga. Saroh, Ida dan Lyna Latifah, (2014). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Keaktifan Guru Dalam Mengikuti MGMP Terhadap Kinerja Guru https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chromeinstant&ion=1&espv=2&ie=UTF8#q=Jurnal+ilmiah+PENGARUH+KEPEMIMPINAN+KEPALA+SEKOLAH+DAN++ KEAKTIFAN+GURU+DALAM+MENGIKUTI+MGMP+TERHADAP+KINERJA+GUR U. (Accessed, 19 Januari 2016) Sulistiya, Mukhamad, (2013). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=251635&val=6770&title=Peng aruh%20Kepemimpinan%20Kepala%20Sekolah%20Terhadap%20Kinerja%20Gur u. (Accessed, 19 Januari 2016)
9
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Thoha, Miftah. 1983. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Press Thoyib, Armanu, (2005). Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Strategi, dan Kinerja: Pendekatan Konsep. http://puslit2.petra.ac.id/gudangpaper/files/1942.pdf. (Accessed, 19 Januari 2016) Yusnidar, (2014). Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Pada Man Model Banda Aceh. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, 14 (2), 320-349. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=267297&val=7083&title=KEPE MIMPINAN%20KEPALA%20MADRASAH%20DALAM%20MENINGKATKAN%20K INERJA%20GURU%20PADA%20MAN%20MODEL%20BANDA%20ACEH. (Accessed, 19 Januari 2016)
10
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Pengembangan Multimedia Pembelajaran Berbasis Adobe Flash PADA Mata Pelajaran PAI Kelas V di SDIT Al-Hasna Klaten Nanang Gesang Wahyudi4, Sri Anitah5, Muhammad Akhyar6
[email protected]
Abstract: This research aimed to find out: how process of learning in class V SDIT AlHasna Klaten, How is the procedure of development learning multimedia subject of Islamic Education class V in SDIT Al-Hasna Klaten, How to effective development of learning multimedia teaching in subjects Islamic education class V in SDIT Al-Hasna Klaten. The method used method of Research and Development (research and development), process development using modification model ADDIE with Borg and gall development model. Stages of development in this study begins with (1) analyzing the needs needed in developing the Product, (2) designing prototypical product, (3) developing the product, (4) implementing the product in the field, and (5) evaluating product‟s weaknesses. This reesearch used 15 samples in experimental group (five graders in A class) and 16 samples in control group (five graders in B class). Furthermore, in collecting the data, the researcher used questionnaire and achievement test as the instruments and it was analyzed using Descriptive statistic methods and t-test. The results showed that the media developed has met the worthy and qualified to be used as a learning media. It is seen from the results of expert validation of material with an average of 4.46 and has very good category. Validation of experts media with an average of 4.33 is very good category. According to the students, this multimedia is very good with an average of 4,30. In the test the learning effectiveness, it is known to the average point obtained by the experimental class is 94,66. The average point was higher than the control class 72,81. Keywords: Development, Learning Multimedia Base On Adobe Flash, Islamic Education Subject
PENDAHULUAN endidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan agama Islam diharapkan siswa dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah Islam dan nilainilai serta norma yang ada dalam masyarakat norma. Dasar ajaran Islam adalah berpedoman pada Al-Qur‟an dan Hadist Nabi Muhammad SAW.Di dalam Al Qur‟an dan Hadist sebagian besar berisi tentang kisahkisah masa lalu yang diajarkan kepada umat manusia. Dari kisah masa lalu itu terdapat nilai-nilai yang dapat diambil guna menghadapi kehidupan saat ini dan masa depan.
P 4
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Alumni Universitas Sebelas Maret Surakarta 6 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 5
11
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bernafaskan sejarah masih perlu ditingkatkan di sekolah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, BAB VII (Sarana dan Prasarana) Pasal 42 Butir 1 disebutkan bahwa: ”Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan”. Peraturan pemerintah tersebut menunjukkan media pembelajaran adalah salah satu sarana yang penting untuk menunjang proses pembelajaran. Persoalan penting yang dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran salah satunya adalah memilih atau menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi.Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan bahan ajar juga merupakan masalah. Pemanfaatan yang dimaksud adalah bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru, dan cara mempelajarinya ditinjau dari pihak murid. Masalah lain yang berkenaan dengan bahan ajar adalah memilih sumber di mana bahan ajar itu didapatkan. Ada kecenderungan sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku.Padahal banyak sumber bahan ajar selain buku yang dapat digunakan. Menurut Ibnu Sina dalam Abuddin Nata (2001: 67) bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti, selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya. Syamsu Yusuf (2001: 178) menyatakan bahwa pendidikan agama di sekolah dasar, merupakan dasar bagi pembinaan sikap positif terhadap agama dan berhasil membentuk pribadi dan akhlak anak, dengan tujuan untuk pegangan atau dalam menghadapi berbagai kegoncangan yang biasa terjadi pada masa remaja. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, BAB VII (Sarana dan Prasarana) Pasal 42 Butir 1 disebutkan bahwa: ”Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan”. Peraturan pemerintah tersebut menunjukkan media pembelajaran adalah salah satu sarana yang penting untuk menunjang proses pembelajaran. Smaldino, Lowther, & Russell (2007: 6) menyatakan bahwa media adalah bentuk jamak dari perantara (medium), merupakan sarana komunikasi. Istilah ini merujuk pada apa saja yang dapat membawa informasi dari sumber ke penerima. Sedangakan menurut Sri Pudjiastuti (1999: 2) media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar. Dapat diartikan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian, serta kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
12
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Menurut Hackbarth (1996: 229) bahwa multimedia diartikan sebagai suatu penggunaan gabungan beberapa media dalam menyampaikan informasi yang berupa teks, grafis atau animasi grafis, movie, video dan audio.Multimedia yang berbasis komputer meliputi hypermedia dan hypertext.Hypermedia yaitu suatu penggunaan format presentasi multimedia yang meliputi teks, grafis diam atau animasi, bentuk movie dan audio. Hypertext yaitu bentuk teks, diagram statis, gambar dan table yang ditayangkan dan disusun secara tidak linear (urut atau segaris). Rob Philip (1997: 8) menyatakan multimedia adalah gabungan dari teks, gambar, suara, animasi dan video; beberapa komponen tersebut atau seluruh komponen tersebut dimasukkan ke dalam program yang koheren.Sedangkan Munir (2008: 234) menyatakan bahwa sajian multimedia dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer sebagai media yang menampilakan teks, suara, grafik, video, animasi dalam sebuah tampilan yang terintegrasi dan interaktif. Dari berbagai pendapat para ahli multimedia pembelajaran di atas, bahwa multimedia pembelajaran adalah teknologi yang mengoptimalkan peran komputer denganpenggunaan gabungan beberapa media dalam menyampaikan informasi,yaitu berupa teks, animasi, grafis, movie, video dan audio dalam satu penyajian yang terintegrasi dan interaktif yang mengajak pebelajar untuk mengikuti proses pembelajaran dengan memilih dan mengendalikan layar diantara jendela informasi dalam penyajian media. Multimedia yang akan dihasilkan dalam penelitian ini yaitu multimedia pembelajaran berbasis Adobe Flash. Adobe Flash adalah salah satu produk/software dari Adobe yang dahulu bernama Macromedia sebelum dibeli oleh perusahaan Adobe. Menurut Fathur (2015) menjelaskan bahwa Adobe Flash digunakan untuk proses membuat dan mengolah animasi atau gambar yang menggunakan vektor untuk skala ukuran kecil. Dahulu Software ini penggunaanya ditujukan untuk membuat animasi atau aplikasi yang bersifat online(menggunakan koneksi internet) , namun seiring dengan perkembanganya Adobe Flash digunakan untuk membuat animasi atau aplikasi yang bersifat offline (tidak menggunakan koneksi internet). File yang dihasilkan dari software ini menggunakan ekstension .swf serta dapat di play atau diputar melalui Browser /Web dengan syarat sudah terinstall plugin Adobe Flash. Manfaat penggunaan multimedia menurutVaughan,(2008: 6 yaitu: siswa yang pandai akan lebih terasah kemampuannya dibandingkan jika menggunakan metode konvensional, perubahan dari passive–learner menjadi pembelajaran pengalaman yang membuat siswa menjadi active learner, peran guru lebih pada pemandu atau fasilitator dalam pembelajaran dan siswa menjadi pusat utama dalam kegiatan pembelajaran (student centered). Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2009: 139) menyebut beberapa macam model multimedia pembelajaran, diantaranya model tutorial, model praktik dan latihan, model simulasi dan model permainan. Dari keempat model tersebut , model pengembangan pembelajaran dalam penelitian ini menggungakan model tutorial. Model dimana informasi atau materi mata pelajaran disajikan dalam unit-unit kecil, kemudia disusul dengan pertanyaan.Model penyajian dilengakapi dengan gambar, animasi dan video dengan tujuan menarik siswa dalam mempelajari materi pelajaran. Berdasarkan pengamatan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al-Hasna Klaten pada tanggal 11 Februari, pendekatan yang digunakan dalam pembalajaran PAI
13
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika masih cenderung teacher centered. Pembelajaran melalui ceramah guru sedangkan peserta didik sebagai pendengar, atau menggunakan metode penghafalan cerita, tokoh, dan waktu. Padahal dalam pembelajaran PAI yang bernafaskan sejarah, peserta didik dituntut untuk bisa menggali nilai yang terdapat dalam sejarah dan peserta didik mampu mengambil contoh dari sejarah, bahkan menjadi pelajaran berharga dalam setiap aktifitasnya. Selain itu, data nilai Ujian Tengah Semester tahun pelajaran 2015/2016 menunjukkan 13 siswa (41%) dari 31 siswa belum mencapai Kriteria Kentuntasan Minimal (KKM) yaitu di bawah 75. Apabila guru tidak memanfaatkan media pembelajaran maka pembelajaran akan cenderung monoton dan siswa merasa bosan, sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif dan berdampak pada hasil prestasi siswa kurang. Oleh karena itu guru harus kreatif dan bisa memvisualisikan materi Pendidikan agama Islam itu dengan baik untuk merangsang imajinasinya.Salah satu strategi yang diambil adalah dengan memanfaatkan media pembelajaran yang bisa membantu mevisualisasikan isi materi dengan efektif. Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan adanya pengembangan media pembelajaran yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta menciptakan pola pembelajaran student centered, interaktif dan berbasis multimedia di dalam kelas, yaitu berupa multimedia pembelajaran dengan menggunakan Adobe Flash pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas V SDIT Al-Hasna Klaten yang dapat digunakan guru sebagai multimedia pembelajaran. Asumsi dari penelitian pengembangan yang dilaksanakan di SDIT Al-Hasna Klaten , antara lain: (1) Multimedia pembelajaran ini di desain sekreatif mungkin, sehingga guru dapat memanfaatkannya dalam pembelajaran PAI yang aktif, kreatif dan menyenangkan. (2) Multimedia pembelajaran ini digunakan sebagai salah satu sumber belajar siswa dapat digunakan di rumah apabila siswa memiliki komputer atau laptop, sehingga siswa dapat belajar secara mandiri. Selain asumsi di atas, terdapat pula keterbatasan pengembangan Multimedia pembelajarn berbasis Adobe Flash ini antara lain: (1) Multimedia yang dikembangkan terbatas pada materi Kisah Sahabat Nabi(Abu Bakar Ashidiq dan Umar Bin Khatab). (2) Multimedia pembelajaran yang output berbentuk softfile ini hanya bisa ditayangkan di perangkat komputer atau laptop. Penelitian seperti ini akan lebih memfokuskan tujuan untuk mengembangkan, menghasilkan, dan memvalidasi produk yang layak digunakan dan relevan dengan kebutuhan multimedia pembelajaran untuk mata pelajaran PAI.
METODE Penelitian ini diklasifikasikan sebagai penelitian pengembangan (Research and Development).penelitian pengembangan digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Dalam Penelitian ini, desain pengembangan adalah memadukan desain pengembangan ADDIE dan model pengembangan Borg and Gall. Tahap pertama yaitu Analisis kebutuhan meliputi observasi dan wawancara.Observasi dan wawancara dilakukan untuk memperoleh data kondisi awal sekolah dan pembelajaran PAI di dalam kelas, menganalisis karakteristik siswa dan
14
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika melihat faktor pendukung diterapkannya produk multimedia di sekolah. Kemudian dilanjutkan dengan studi pustaka, yakni proses mengkaji teori dan hasil penelitian yang relevan. Tahap kedua adalahdesain multimedia pembelajaran ini meliputi kegiatan menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dikembangkan untuk dijadikan multimedia pembelajaran. Langkah selanjutnya yaitu mendesain materi.Pada tahap ini materi dirancang berdasarkan pada batasan materi dan urutan penyajiannya. Selanjutnya, menyusun desain produk multimedia PAI dengan cara membuat flow chart dan story board. Tahap ketiga yaitu Dalam tahap pengembangan ini meliputi: produksi multimedia, validasi produk dan uji coba produk .Penilaian terhadap multimedia pembelajran dilakukan oleh ahli materi dan ahli media.Kemudian dilanjutkan ke tahap implementasi.Tahap terakhir terakhir dari model pengembangan ini adalah evaluasi.Evaluasi dilakukan perhitungan uji t, bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar dan prestasi belajar yang dicapai antara kelas kontrol menggunakan buku teks serta media Power Point dan kelas eksperimen setelah menggunakan multimedia pembelajaran berbasis Adobe Flash. Datayangdiperolehdalampenelitianiniberupadatakualitatifdan kuantitatif sehinggaadadua macam teknikanalisis datayangdilakukan,yaitu teknik analisis data analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan dan memaknai data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Sebelum dianalisis, dilakukan proses kuantifikasi data dari kuesioner selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Untuk data hasil wawancara, dan dokumentasi dianalisis dengan analisis kualitatif. Analisis yang juga dilakukan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif.Data kuantitatif dari hasil angket kemudian diubah menjadi data kualitatif menggunakan skala lima, yaitu penskoran dari angka satu sampai dengan lima. Pedoman mengkonversi skor ke nilai standar berskala lima beserta pedoman mengubah data kuantitatif menjadi kualitatif yang digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Konversi data kuantitatif ke dalam data kualitatif Interval Skor
Nilai
Kategori
X > 4.21
5
Sangat baik
3.40 < X ≤ 4.21
4
Baik
2.60 < X ≤ 3.40
3
Cukup
1.79 < X ≤ 2.60
2
Kurang
X ≤ 1.79
1
Sangat kurang
(Sumber: Sudijono, 2007:329) Dalam pengembangan ditetapkan nilai kelayakan produk minimal “Baik”, sebagai hasil penilaian baik dari ahli materi, ahli media, maupun siswa.Jika hasil akhir keseluruhan aspek dengan nilai minimal “Baik”, maka produk hasil pengembangan tersebut sudah dianggap layak digunakan sebagai media atau sumber belajar.
15
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Dalam pengembangan ditetapkan nilai kelayakan produk minimal “Baik”, sebagai hasil penilaian baik dari ahli materi, ahli media, maupun siswa.Jika hasil akhir keseluruhan aspek dengan nilai minimal “Baik”, maka produk hasil pengembangan tersebut sudah dianggap layak digunakan sebagai media atau sumber belajar. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisis kebutuhan yang dilakukan bahwa ketika guru menyampaikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas, metode pembelajaran yang dipakai belum variatif.Pada pokok bahasan Kisah Sahabat Nabi guru juga kesulitan membuat media pembelajaran sehingga kesulitan dalam memberikan contoh visual kepada siswa.Oleh karena itu perlu diberikan solusi untuk mengembangkan multimedia pembelajaran PAI yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik untuk digunakan pada pembelajaran di SDIT Al Hasna Klaten.Pengembangan ini didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai seperti Proyektor LCD, komputer atau laptop yang telah tersedia di sekolah tersebut. Pengembangan ini diawali merancang desain awal multimedia, yaitu dengan mengumpulkan bahan dilanjutkan membuat flow chart dan story board. Multimedia pembelajaran diproduksi dengan menggunakan software Adobe Flash.Hasil multimedia pembelajaran dibuat dalam bentuk aplikasi, sehingga dapat dijalankan dengan mudah semua jenis komputer. Adapun gambaran tampilan dari produk multimedia adalah sebagai berikut: Tampilan Opening
Gambar 4.1.Tampilan opening
Tampilan Menu Utama
Gambar 4.2.Tampilan Menu Utama
16
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Gambar 4.3.Tampilan Panduan
Gambar 4.4.Tampilan Pengembang
Gambar 4.5.Tampilan Tujuan
Gambar 4.6.Tampilan Menu Materi Abu Bakar
17
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Gambar 4.7.Tampilan Animasi Peluasan Wilayah Penakuklan
Gambar 4.8.Tampilan Animasi Peluasan Wilayah Penakuklan
Gambar 4.9.Tampilan Silsilah Umar
Gambar 4.10.Tampilan Film Abu Bakar
18
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Tampilan Evaluasi
Gambar 4.11.Tampilan Pengisian Identitas
Gambar 4.12.Tampilan Soal Uji Coba
Gambar 4.13.Tampilan Umpan Balik
Pasca Produksi, Tahap selanjutnya yaitu validasi produk yang dilakukan sebelum dilaksanakan uji coba, yaitu oleh ahli media dan ahli materi. Berguna untuk
19
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika memvalidasi bahwa desain tampilan multimedia dan materi yang disajikan sudah layak untuk diujicobakan. .
Hasil validasi ahli materi sebagai berikut: 6
Kegiatan Pembelajara n
4 2
Ketepatan Materi
0
Diagram 4.1 Hasil Validasi Ahli Materi Berdasarkan hasil angket validasi ahli materi di atas diperoleh rata-rata 4,62 untuk aspek kegiatan pembelajaran. Sedangkan untuk aspek ketepatan materi diperoleh ratarata 4,30. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa hasil validasi ahli materi memiliki ratarata 4,46 yang berarti sangat baik, dapat dikatakan juga bahwa materi pembelajaran Multimedia Pembelajaran berbasis Adobe Flash pada mata pelajaran PAI dikategorikan sangat baik. Ahli Media dalam penelititan ini dilakukan oleh 3 dosen yang expert dalam bidang media pembelajaran dari program studi Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Sebelas Maret dan Universitas Veteran Surakarta.Validasi ahli media meliputi aspek navigasi, kepraktisan, tampilan program dan kualitas program.Diperoleh hasil sebagai berikut 6 4 2 0
Navigasi
Kepraktisan Ahli Ahli Ahli Media Media Media 1 2 3
Tampilan Program
Diagram 4.2 Hasil Validasi Ahli Media Berdasarkan data di atas dapat diartikan bahwa ahli media memberikan penilaian dari aspek navigasi memiliki rata-rata sangat baik dengan 4,22. Dari aspek kepraktisan dengan 4,50 berkategori sangat baik. Dari aspek Tampilan Program dengan 4,50 berkategori sangat baik. Sedangkan aspek mengenai kualitas program dinyatakan sangat baik dengan 4,33. Kesimpulan dari data di atas bahwa multimedia pembelajaran berbasis Adobe Flash pada mata pelajaran PAI dikatakan sangat baik dengan rata-rata 4,33 sehingga multimedia pembelajaran berbasi Adobe Flash pada mata pelajaran PAI dinyatakan layak untuk dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Hasil uji lapangan awal terhadap multimedia pembelajaran PAIdari aspek motivasi memiliki katagori sangat baik dengan 4,24 dan aspek kemenarikan memiliki
20
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika katagori baik dengan 4,13. Sehingga dapat disimpulkan bahwa multimedia pembelajaran pada produk yang dikembangkan layak untuk digunakan. Melalui uji coba lapangan utama menyebutkan bahwa multimedia pembelajaran PAI dari aspek motivasi memiliki kategori sangat baik dengan 4,27, aspek kemenarikan dengan 4,31 berkategori sangat baik. Aspek kemudahan mendapatkan 4,58 berkategori sangat baik. Berdasarkan data perhitungan pada uji coba lapangan operasionaldapat disimpulkan bahwa berdasarkan aspek motivasi mendapatkan rata-rata 4,54 pada katagori sangat baik. Aspek kemenarikan dengan 4,20 dengan katagori baik. Aspek kemudahan memperoleh rata-rata 4,49 dengan kategori sangat baik dan aspek kemanfaatan rata-rata 4,50 masing-masing memperoleh katagori sangat baik. Tabel 4.1 Hasil kelayakan N o. 1.
Responden Ahli Materi
Penilai an 4,46
2.
Ahli Media
4,33
3.
Siswa
4,30
Katagori Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
Hasil penilaian kelayakan multimedia pembelajaran berbasis adobe flash pada mata pelajaran PAI menurut penilaian ahli materi termasuk pada katagori sangat baik atau layak digunakan. Sedangkan hasil penilaian ahli media termasuk dalam katagori sangat baik atau sangat layak digunakan, di samping itu uji coba pada siswa termasuk dalam katagori sangat baik atau layak digunakan. Melalui penilaian dari ahli materi, ahli media dan siswa tersebut dapat disimpulkan bahwa multimedia pembelajaran berbasis adobe flash pada mata pelajaran PAI pada pokok bahasan kisah sahabat nabi ini layak digunakan sebagai media pembelajaran mata pelajaran PAI di SDIT Al Hasna Klaten. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai rata-rata posttest kelas kontrol yang tidak menggunakan multimedia pembelajaran dalam pembelajaran melainkan hanya menggunakan buku paket danpowerpoint memiliki rata-rata 72,81, sedangkan nilai rata-rata kelas eksperimen yang menggunakan multimedia pembelajaran berbasis Adobe Flashmemiliki rata-rata 94,66. Hasil uji-t posttest antara kelompok eksperimen dan kontrol Hasil dari perhitungan uji t, sig yang dihasilkan adalah 0.000 sehingga sig <α. Oleh karena itu, Ho ditolak dengan konsekuensi Ha diterima.Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen dengan menggunakan Multimedia Pembelajaran PAI dan kelompok kontrol tanpa menggunakan Multimedia Pembelajaran PAI. Berdasarkan data dan deskripsikan diatas disimpulkan bahwa program multimedia pembelajaran PAI efektif digunakan dalam proses pembelajaran karena setelah menggunakan media yang baru hasil belajar siswa meningkat. KESIMPULAN, IMPILKASI, SARAN
21
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan produk yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil pengamatan terhadap pembelajaran PAI pada kelas V di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al Hasna Klaten dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PAI masih menggunakan metode ceramah, bertumpu pada buku paket dan sesekali menggunakan media gambar, sehingga siswa kurang tertarik. Siswa membutuhkan media tambahan atau media penunjang untuk membantu dalam mempelajari dan memahami materi pelajaran yang yang disampaikan guru di sekolah. Penelitian pengembangan ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: a. melakukan penelitian pendahuluan; b. pembuatan desain multimedia pembelajaran; c. pengembangan produk awal; d. implementasi; e. evaluasi produk final. Penelitian pendahuluan meliputi identifikasi kebutuhan pembelajaran. Pembutan desain media meliputi pemilihan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta tujuan pembelajaran, perumusan materi, penulisan indikator, pengembangan materi pembelajaran, pemuatan flow chart dan story board. Tahap pengembangan meliputi pembuatan media dan melakukan validasi ahli materi dan ahli media. Tahap implementasi, diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Tahap evaluasi, diisi dengan mengevaluasi media yang sudah dikembangkan dan diujocobakan. Hasil data validasi dari ahli media diperoleh rata-rata 4,46 dan hasil data dari validasi materi diperoleh rata-rata 4,33. Sedangkan dari uji pada tahap preliminary field test test rata-rata 4,19, main field test rata-rata 4,29 dan Oprational test memperoleh rata-rata 4, 43 artinya Multimedia Pembelajaran ini juga sudah berada dalam kategori sangat baik. Sedangkan pada tahap evaluasi, diketahui bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa setelah menggunakan Multimedia Pembelajaran PAI meningkat (94,66) dibandingkan dengan sebelum menggunakan Multimedia Pembelajaran PAI (72,81). Pada uji efektifitas pembelajaran, diketahui nilai rata-rata yang diperoleh oleh kelas eksperimen yaitu 94,66 nilai rata-rata ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan Multimedia Pembelajaran PAI dalam pembelajaran melainkan hanya menggunakan buku teks PAI dan Power Point . Rata-rata yang dicapai oleh kelas kontrol adalah 72,81. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Multimedia Pembelajaran dalam uji coba lapangan sudah memenuhi kategori sangat baik dan layak digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada kelas V di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al Hasna Klaten. Secara teoritis, implikasi dalam penelitian ini adalah: (1) Produk multimedia pembelajaran yang baik hendaknya memenuhi kriteria efektivitas, efisiensi dan daya tarik tersendiri supaya bisa dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan minat belajar. (2) Produk multimedia pembelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan kebutuhan anak sehingga sangat perlu dilakukan tahapan analisis pendahuluan.Sedangkan secara praktis, implikasi dari penelitian ini adalah: (1) Multimedia pembelajaran bisa dipakai oleh siswa secara mandiri ataupun dalam bimbingan orang yang lebih tua yang mampu menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian tersebut, maka peneliti dapat memberi saran sebagai berikut: (1) Bagi siswa sebaiknya pada pemanfaatan multimedia pembelajaran ini bisa digunakan kapan saja dimana saja,tetapi dalam pengawasan guru
22
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika ataupun orang tua terutama dalam pengoperasian komputer.(2) Bagi guru sebelum menggunakan multimedia sebaiknya guru membaca petunjuk penggunaannya, guru hendaknya mencoba sendiri terlebih dahulu sebelum dipraktikkan dalam kelas,guru sebaiknya mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan sebelum melakukan pembelajaran. (3) Bagi sekolah hendaknya memberikan workshop dan pelatihan kepada guru sebagai upaya untuk memfasilitasi guru mata pelajaran untuk dapat membuat multimedia pembelajaran sehingga siswa dapat mempelajari materi pelajaran lebih dalam melalui perangkat komputer/laptop kapan saja dan dimana saja. Multimedia ini bisa digandakan dalam jumlah besar untuk dipakai dikelas yang lain yang mempunyai materi yang sama. (4)Bagi pengembang lainPenelitian ini terbatas pada satu sekolah sehingga perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan sampel yang lebih luas. Multimedia yang dikembangkan belum mencakup keseluruhan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa dalam satu semester, sehingga perlu pengembangan untuk pokok bahasan lain
DAFTAR RUJUKAN Abuddin Nata. (2001). Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo. .Hacbarth, S. (1996).The educational technology handbook. New Jersey: Educational Technology Publications Inc.. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun (2005). Phillips, R. (1997). The developer‟s handbook to interactive multimedia: A practical guide for educational applications. London: Kogan Page. Sharon E. Smaldino, dkk. (2011). Instructional technology & media for learning. Jakarta: Kencana. Sri Poedjiastoeti. (1999) Media Pembelajaran. Surabaya: Unipres Unesa. Syamsu Yusuf LN. (2001). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Munir.(2013). Multimedia Konsep dan Aplikasi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Nana Sudjana & Ahmad Rivai.(2009). Teknologi Pembelajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
23
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
24
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Penerapan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Materi Struktur Organ Tubuh Manusia dan Fungsinya (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Brubuh 2 Kabupaten Ngawi Tahun Ajaran 2015/2016) Dinar Arena Tiari7, Nunuk Suryani8, Suharno9
[email protected]
Abstract: The purpose of this study was to : (1) Improving student motivation through the application of interactive multimedia in science for fourth grade at Brubuh 2 Elementary School; (2) Improving student learning outcomes through the application of interactive multimedia in science for fourth grade at Brubuh 2 Elementary School. This type of research is a classroom action research (PTK), the research subjects were 21 students of fourth grade at Brubuh 2 Elementary School. The research was conducted in two cycles, each cycle consisting of planning, action, observation, and reflection. Data collection techniques using the test (to measure student learning outcomes), the questionnaire (to measure student motivation), observation, interviews, and documentation. The validity of the data using triangulation techniques and data sources triangulation method . While the criteria for the success of this research if at least 80% of students had reached KKM (minimum completeness criteria) ≥ 70, and the percentage of learners' motivation towards science learning using interactive multimedia by 80%. The results showed that an increase in student learning outcomes, including an increase in the average grade of 60.38% pre-cycle into 72.41 % in the first cycle and 83.09% in the second cycle. The lowest value increased from pre cycles 50 to 60 in the first cycle and 65 in the second cycle. The highest value increase of pre cycles 76 to 90 in the first cycle and 100 in the second cycle. The number of students who reach KKM ≥ 70 also increased from 38.1% pre-cycle to 66.7% in the first cycle and 90.47% in the second cycle. The percentage of student motivation toward science learning by using interactive multimedia application amounted to 67.43% in the first cycle and increased to 84.23% in the second cycle. The second variable of this class action research has qualified research success criteria, that is motivation and completeness learning outcomes of students reached 80 %. Keywords: Classroom Action Research, Interactive Multimedia, Science, Motivation, Learning Outcomes.
PENDAHULUAN
P
endidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang Sistem Pendidikan no. 20 tahun 2003). Tujuan dari diselenggarakannya pendidikan adalah peserta didik
7
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 9 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 8
25
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika secara aktif dapat mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya sehingga menjadi manusia berkualitas. Menciptakan sumber daya manusia berkualitas merupakan cita-cita seluruh bangsa dan negara di dunia. Sumber daya manusia berkualitas adalah produk lembaga pendidikan berkualitas. Pendidikan dikatakan berkualitas apabila dalam pendidikan itu terlaksana kegiatan pembelajaran yang terencana, terprogram serta menggunakan model pembelajaran yang inovatif, variatif, dan evaluasi yang tepat serta menggunakan media yang relevan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Hal ini seperti yang tertuang pada Standar Isi dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mem-bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sri Sulistyorini, 2007:39). Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mem-pelajari IPA sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan atau melakukan dan membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih mendalam (Depdiknas dalam Suyitno, 2002:7). Tujuan utama pembelajaran IPA adalah agar peserta didik memahami konsep-konsep IPA secara sederhana dan mampu meng-gunakan metode ilmiah untuk meme-cahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan pencipta alam. Agar tujuan tersebut tercapai, maka IPA perlu diajarkan dengan cara yang tepat dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar menuntut peserta didik untuk mempunyai wawasan, keterampilan, dan sikap ilmiah sejak dini. Pembelajaran IPA dikatakan berhasil apabila semua tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai, yang terungkap dalam hasil belajar IPA. Namun dalam kenyataannya, masih ada sekolah-sekolah yang memiliki hasil belajar IPA yang rendah karena belum mencapai standar ketuntasan yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil observasi awal di SD Negeri Brubuh 2, hasil belajar IPA masih rendah. Pada saat kondisi awal, rata-rata nilai ulangan harian IPA siswa kelas IV yaitu 60,38%, padahal batas kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah 70. Berdasarkan kenyataan tersebut, dari 21 siswa kelas IV yang mampu mencapai nilai di atas KKM hanya 8 siswa (38,1%), sedangkan sisanya 13 siswa memperoleh nilai di bawah KKM tersebut. Hal ini dikarenakan hampir 61,9% siswa kurang memahami dan menguasai materi pembelajaran. Dari hasil wawancara guru dan siswa kelas IV SD Negeri Brubuh 2 tersebut diketahui bahwa rendahnya hasil belajar IPA disebabkan karena beberapa faktor yang mempengaruhi selama proses pembelajaran berlangsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran IPA diantaranya adalah metode pembelajaran yang digu-nakan guru masih bersifat konven-sional (teacher centered), antusias siswa dalam belajar IPA rendah, dan belum ada penggunaan media pembelajaran. Selama proses pembelajaran IPA berlangsung, sumber belajar yang digunakan adalah buku paket dan LKS saja. Belum ada media pembelajaran yang digunakan ketika pembelajaran berlangsung. Se-hingga
26
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika kegiatan siswa hanya menulis, membaca, dan mendengarkan ceramah dari guru. Akibatnya, siswa menjadi kurang tertarik terhadap pembelajaran dan motivasi belajar siswa rendah. Permasalahan-permasalahan di atas harus segera diatasi dan dicarikan solusi yang tepat. Guru harus melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah dengan meng-gunakan media pembelajaran. Dalam hal ini Dick & Carey (dalam Lamudji, 2005: 34) menyatakan bahwa salah satu keputusan yang paling penting dalam merancang pembelajaran ialah dengan menggunakan media yang sesuai dalam rangka penyampaian pesan-pesan pembe-lajaran. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian informasi pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Indriana (2011:47) bahwa media berfungsi mengarahkan siswa untuk memperoleh berbagai pengalaman belajar (learning experience). Pengalaman belajar tergan-tung pada interaksi siswa dengan media, dan media yang tepat dan sesuai dengan tujuan belajar akan mampu meningkatkan pengalaman belajar sehingga anak didik bisa mempertinggi hasil belajar. Media pembelajaran bermanfaat untuk melengkapi, memelihara dan bahkan meningkatkan kualitas dan proses pembe-lajaran yang sedang berlangsung, peng-gunaan media dalam pembelajaran akan meningkatkan hasil belajar, meningkatkan aktivitas siswa, meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi (Arsyad, 2013). Jadi, dengan hadirnya media pembelajaran tersebut dapat menghasilkan proses pem-belajaran menyenangkan, kreatif, inovatif dan tidak membosankan yang akan menjadi pilihan tepat bagi para pendidik. Dalam hal ini, guru dapat memilih salah satu alternatif yang digunakan dalam pembelajaran yaitu pemanfaatan teknologi multimedia yang sering disebut media pembelajaran multimedia interaktif. Ala-san pemilihan media ini karena multimedia interaktif dapat merangsang siswa agar lebih aktif dalam memahami suatu pembe-lajaran dengan gambar-gambar, suara dan video yang atraktif dan menarik sehingga perhatian siswa dapat terfokus dalam pembelajaran. Alasan pemilihan tersebut sejalan dengan hasil penelitian tentang pembelajaran menggunakan multimedia interaktif yang dilakukan oleh Somatkar (2012), yaitu media pembelajaran yang interaktif tidak hanya berkontribusi pada guru tetapi berpusat pada siswa yang mendukung pembelajarannya, dan me-mungkinkan pemahaman, berkonsentrasi, merangsang belajar serta meningkatkan motivasi, kepercayaan diri, perhatian dan minat siswa. Pemilihan media ini dapat membantu siswa melaksanakan pembe-lajaran mandiri, dengan menu-menu yang didesain sedemikian rupa sehingga memberi kebebasan kepada siswa untuk memilih materi yang hendak dipelajari khususnya dalam pelajaran IPA materi struktur organ tubuh manusia dan fungsinya. Multimedia interaktif ini dapat menjadi media pembelajaran yang melibatkan keseluruhan sisi kognitif, afektif dan psikomotor anak. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Meningkatkan motivasi belajar siswa melalui penerapan multimedia interaktif dalam pembelajaran IPA kelas IV SD Negeri Brubuh. 2) Meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan multimedia interaktif dalam pembelajaran IPA kelas IV SD Negeri Brubuh 2.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action re-search). Penelitian dilakukan dengan merancang, melaksanakan, merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan
27
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika partisipasi bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran di kelas melalui suatu tindakan dalam suatu siklus. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV semester I tahun ajaran 2015/2016, dengan jumlah subjek sebanyak 21 peserta didik. Adapun yang dijadikan sebagai objek adalah motivasi belajar dan hasil belajar peserta didik pada pelajaran IPA materi struktur organ tubuh manusia dan fungsinya. Prosedur penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk siklus berulang-ulang, setiap siklus terdapat empat tahapan, yaitu: perencanaan (planning), pelaksanaan (act-ing), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting) (Iskandar, 2011:113). Metode pengumpulan data yang digunakan berupa tes dan non-tes. Metode tes digunakan untuk memperoleh data mengenai hasil belajar. Instrumen pada metode ini berupa tes hasil belajar tiap-tiap siklus, baik pre-test dan post-test. Pre-test digunakan untuk mengetahui penguasaan awal terhadap materi kom-petensi membaca cermat, sedangkan post-test digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan setelah diberikan tindakan. Metode non-tes berupa kuisioner/angket, observasi, dan wawancara mendalam. Angket digunakan untuk mengetahui motivasi siswa terhadap pembelajaran IPA sebelum dan sesudah mengikuti pembe-lajaran dengan penerapan multimedia interaktif. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan melakukan penilaian terhadap aktivitas siswa terhadap pembe-lajaran dan kinerja guru kelas. Wawancara dilakukan kepada peserta didik yang menonjol. Hasil wawancara ini digunakan untuk memperkuat data yang telah diperoleh melalui metode pengumpulan data lainnya. Teknik analisis data yang diguna-kan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif (Miles dan Huberman dalam Kunandar, 2010:102). Menurut Iskandar (2011:75) dalam proses analisis data interaktif terdapat tiga langkah yang harus dilakukan oleh peneliti, yaitu: (1) reduksi data, (2) display atau penyajian data, dan (3) mengambil kesimpulan atau verifikasi. Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data adalah tri-angulasi. Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi data dan triangulasi metode. Adapun yang dimaksud kedua hal tersebut adalah: a) Triangulasi Sumber Data. Pada penelitian ini, peneliti memperoleh data dari beberapa sumber, yaitu : guru kelas IV SD Negeri Brubuh 2 dan siswa kelas IV, hasil observasi pembelajaran IPA dengan penerapan multimedia interaktif, data nilai pra siklus, data post-test dan pre-test pada masing-masing siklus. b) Triangulasi metode. Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian berupa observasi terhadap kinerja guru dan aktivitas siswa kelas IV SD Negeri Brubuh 2.
HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil refleksi siklus II dan rata-rata nilai siswa pada siklus II, maka dapat disimpulkan bahwa pembe-lajaran IPA materi struktur organ tubuh manusia dan fungsinya pada siklus II berhasil mencapai target indikator kinerja, yaitu motivasi dan hasil belajar siswa mencapai lebih dari 80%. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa, diantaranya peningkatan rata-rata kelas dari kondisi awal 60,38 menjadi 72,14 pada siklus I dan menjadi 83,09 pada siklus II. Nilai terendah meningkat dari kondisi awal 50 menjadi 60 pada siklus I dan 65 pada siklus II. Nilai tertinggi meningkat dari kondisi awal 76 menjadi 90 pada siklus I dan 100 pada siklus II. Selain itu persentase ketuntasan belajar klasikal atau jumlah siswa yang mencapai KKM ≥ 70 juga mengalami peningkatan dari kondisi awal 38,1% menjadi 66,7% pada
28
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika siklus I dan 90,47% di siklus II. Persentase motivasi siswa terhadap pembelajaran IPA dengan memanfaatkan penerapan multimedia interaktif juga mengalami peningkatan dari 67,43% pada siklus I dan 84,23% di siklus II. Dengan demikian peneliti tidak perlu melanjutkan penelitian pada siklus berikutnya, dan dapat disimpulkan bahwa penerapan multimedia interaktif dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Brubuh 2. Rangkuman hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel dan histogram sebagai berikut:
Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Tindakan Kriteria
Pra Siklus
Siklus I
Siklus II
Rata-rata
60,38
72,14
83,09
Nilai Terendah
50
60
65
Nilai Tertinggi
76
90
100
Ketuntasan Belajar
38,1%
66,7%
90,47%
Motivasi Siswa
0%
67,43%
84,23%
PEMBAHASAN Hasil analisis data penelitian menun-jukkan bahwa media pembelajaran berpengaruh terhadap motivasi dan hasil belajar siswa. Secara lebih spesifik, hasil belajar IPA yang menerapkan media pembelajaran multimedia interaktif lebih baik daripada hasil belajar IPA yang masih menerapkan pembelajaran konvensional (berpusat pada guru). Hal tersebut karena hasil belajar adalah hasil dari suatu inter-aksi tindak belajar mengajar (Nasution, 2006:36). Hasil interaksi tindak belajar mengajar dapat berupa penggunaan media pembelajaran, pemilihan metode pembe-lajaran, dan lain sebagainya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Baharuddin dan Wahyuni (2008, 19-28) bahwa terdapat faktor-faktor eksternal lingkungan non-sosial yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu lingkungan alamiah, faktor instru-mental, faktor materi pelajaran yang diajarkan ke siswa.
29
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Penerapan multimedia interaktif untuk pembelajaran struktur organ tubuh manusia dan fungsinya sudah tepat dan sesuai dengan tujuan belajar yang nantinya akan mampu meningkatkanpengalaman belajar sehingga anak didik bisa memper-tinggi hasil belajar, hal ini sesuai dengan pendapat dari Indriana (2011:47). Dengan digunakannya media pembelajaran multi-media interaktif telah mampu memberikan hasil belajar IPA yang sangat memuaskan. Multimedia interaktif pada pembelajaran IPA Kelas IV SD yang diterapkan peneliti merupakan salah satu multimedia pembel-ajaran yang cukup sederhana dalam pengoperasiannya, tetapi cukup mudah dipahami dan cukup lengkap informasi yang disajikan, sehingga merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan oleh sekolah untuk mengadakan proses per-baikan terhadap pembelajaran IPA Kelas IV SD Negeri Brubuh 2. Multimedia interaktif ini sesuai dengan definisi multimedia yang dikemukakan oleh Munir (2012) bahwa multimedia merupakan perantara atau sesuatu yang dipakai untuk menghantarkan, menyampaikan atau mem-bawa sesuatu. Hal yang disampaikan dalam multimedia interaktif ini adalah materi pelajaran IPA untuk siswa kelas IV. Multimedia interaktif yang diterap-kan mampu menarik minat dan motivasi siswa untuk belajar, dan materi yang ada di dalamnya membuat siswa menjadi mudah untuk memahami materi tersebut. Hal ini sesuai dengan pengertian multi-media yang diungkapkan oleh Arsyad (2002) bahwa multimedia bertujuan untuk menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik, mudah dime-ngerti, dan jelas. Selain itu multimedia ini dilengkapi dengan teks, audio, gambar, animasi, interaktivitas dan berbasis TIK. Hal ini sesuai dengan definisi multimedia menurut Constantinesceu (2007:2) bahwa multimedia merujuk kepada sistem ber-basis komputer yang menggunakan ber-bagai jenis isi seperti teks, audio, video, grafik, animasi dan interaktifitas. Hasil yang sama juga telah ditunjukkan oleh Salter et, al. (2012) bahwa sebuah media pembelajaran inter-aktif yang dibuat secara kreatif yang dirancang untuk mempengaruhi dan memotivasi siswa secara bersamaan mening-katkan hasil belajar, dan merupakan sarana yang valid dan berharga dalam portofolio pembelajaran dan sumber belajar, terutama untuk masa awal tahun pertama di suatu sekolah. Hasil dari penelitian ini, sesuai dengan hasil penelitian dari Pratiwi Rahmah Hakim (2014) yang berjudul, “Pengaruh Penggunaan Multimedia Inter-aktif Dan Video Terhadap Prestasi Belajar Ipa Kelas V Ditinjau Dari Motivasi Belajar”, yaitu peserta didik yang mema-kai multimedia pembelajaran mengalami peningkatan prestasi belajar dari pada siswa yang tidak memakai multimedia. Kemudian, hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vonny (2015) yang berjudul, “Pengaruh Media Pembelajaran Multi-media Interaktif Terhadap Hasil Belajar Hakikat Geografi Ditinjau Dari Motivasi Belajar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi peserta didik yang menggunakan multimedia interaktif lebih tinggi daripada peserta didik yang tidak menggunakan multimedia yang mengaki-batkan hasil belajar Geografi meningkat. Dari kedua penelitian tersebut, hasil yang diperoleh sesuai dengan hasil dari penelitian ini, yaitu setelah dilakukan penelitian tindakan kelas dengan penerapan multimedia interaktif dalam pembelajaran IPA materi struktur organ tubuh manusia dan fungsinya maka pemahaman/hasil belajar peserta didik meningkat, dan motivasi belajar peserta didik terhadap pembelajaran IPA pun meningkat. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan motivasi belajar siswa. Persentase motivasi siswa terhadap pembelajaran IPA dengan memanfaatkan penerapan multimedia interaktif adalah sebesar 67,43% pada siklus I dan meningkat menjadi 84,23% pada siklus II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa, diantaranya peningkatan rata-rata kelas dari kondisi awal 60,38 menjadi 72,41 pada siklus I dan 83,09 pada siklus II. Nilai terendah meningkat
30
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika dari kondisi awal 50 menjadi 60 pada siklus I dan 65 pada siklus II. Nilai tertinggi meningkat dari kondisi awal 76 menjadi 90 pada siklus I dan 100 pada siklus II. Jumlah siswa yang mencapai KKM ≥ 70 juga mengalami peningkatan dari kondisi awal 38,1% menjadi 66,7% pada siklus I dan 90,47% di siklus II. Kedua variabel penelitian tindakan kelas ini telah memenuhi syarat kriteria keberhasilan penelitian, yaitu motivasi dan ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 80%. Motivasi dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi struktur organ tubuh manusia dan fungsinya meningkat dikarenakan adanya perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peneliti selama dua siklus dalam 4 kali tindakan dan 4 kali pertemuan. Selain itu multimedia interaktif dapat mempermudah siswa dalam belajar untuk memperoleh informasi edukatif yang autentik dimana saja dan kapan saja serta sesuai dengan tujuan pembelajaran. Siswa didorong untuk menyelami informasi tersebut secara mandiri dalam memahami dan menarik kesimpulan pembelajaran. Pada multimedia interaktif juga telah disediakan konten materi, kuis, dan permainan yang edukatif, animatif, dan menarik sehingga dapat mempermudah pemahaman materi siswa dan meningkatkan motivasi siswa terhadap pembelajaran tersebut yang berdampak pada peningkatan hasil belajar yang telah diharapkan sebelumnya, yaitu 80% siswa tuntas mencapai nilai KKM ≥ 70. IMPLIKASI Berdasarkan kesimpulan diatas diketahui bahwa motivasi dan hasil belajar siswa meningkat setelah dilakukan penerapan multimedia interaktif pada pembelajaran IPA, maka penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Secara tidak langsung, hal ini juga berimplikasi pada guru dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam ke-giatan pembelajaran guru dituntut untuk mampu memilih media pembelajaran yang tepat, dan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Pemilihan media pembelajaran yang tepat dengan memanfaatkan sumber daya secara maksimal dan melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, akan mampu mendukung pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal. Dalam penelitian ini telah terbukti bahwa dengan penerapan multimedia interaktif dalam pembelajaran IPA dapat berpengaruh terhadap peningkatan mo-tivasi dan hasil belajar siswa.
SARAN Bagi Siswa SD Negeri Brubuh 2. Sebagai seorang siswa harus selalu menghormati dan menghargai guru. Siswa harus mampu mempertahankan keaktifan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu dengan berani menyampaikan pendapat, berani bertanya kepada guru terhadap materi pembelajaran yang belum dipahami, dan berani menanggapi jawaban dari teman yang kurang tepat. Selain itu, siswa harus meningkatkan perhatian ketika guru menyampaikan materi pembelajaran, meningkatkan kerjasama dalam diskusi kelompok, meningkatkan ketekunan dan tanggung jawab selama pembelajaran berlangsung. Bagi Guru di SD Negeri Brubuh 2. Dari hasil penelitian ini, peneliti merekomendasikan multimedia interaktif kepada guru kelas dan guru lainnya sebagai salah satu solusi atau sarana untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Guru dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya dengan berupaya melakukan variasi-variasi penggunaan media pembelajaran atau model pembelajaran. Ketepatan pemilihan media pembelajaran sangat menentukan tercapainya tujuan pembelajaran. Seperti pada penelitian ini yang memilih multimedia interaktif sebagai media pembelajaran, dan terbukti mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
31
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Bagi Sekolah. Berdasarkan keber-hasilan penelitian ini, maka pihak sekolah melalui Kepala Sekolah dapat menya-rankan penerapan media pembelajaran yang tepat, dan memotivasi guru kelas untuk melakukan inovasi media pembe-lajaran untuk meningkatkan kualitas, mutu, dan hasil pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Amin Suyitno. 2002. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Bogor : Ghalia Indonesia. Anitah W, Sri, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Arsyad, A. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Depdiknas. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006 .Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta : BNSP Indriana. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Jogjakarta : Diva Pers. Iskandar. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Gaung Persada. Kunandar, 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Rajawali Pers Pratiwi Rahmah Hakim. 2014. Pengaruh Penggunaan Multimedia Interaktif Dan Video Terhadap Prestasi Belajar Ipa Kelas V Ditinjau Dari Motivasi Belajar. Tesis. Surakarta : PPs UNS Somatkar, B.W. 2012. Aims and Objectives of Teaching English in India. India : Indian Streams Research Journal Suharsimi Arikunto. 2010. Penelitian Tindakan : Untuk Guru, Kepala Sekolah,& Pengawas. Yogyakarta: Aditya Media. Sulistyorini, Sri. 2007. Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan Penerapannya dalam KSTP. Yogyakarta: Tiara Wacana. Vonny. 2015. Pengaruh Media Pembelajaran Multimedia Interaktif Terhadap Hasil Belajar Hakikat Geografi Ditinjau Dari Tingkat Motivasi Belajar Geografi. Tesis. Surakarta : PPs UNS
32
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Pengaruh Kecerdasan Intrapersonal Siswa pada Pembelajaran Matematika Berbasis Kurikulum 2013 10
Henry Suryo Bintoro
[email protected]
Abstract: The specific objective of this research is to know which are on mathematics learning achievement better, between students who have high intrapersonal intelligence, medium, and low. This study is a quasi-experimental research. The study population was fifth grade students of SD Negeri Kudus District. The sampling technique was conducted stratified cluster random sampling. The sample in this study were students of class V SD 1 Muhammadiyah Kudus and fifth grade students of SD 1 Gondangmanis Kudus. The instrument used to collect data is intrapersonal intelligence student questionnaires. Questionnaires tested before it is used for data retrieval. The validity of questionnaires carried out by the validator, the reliability of the test is tested with the formula KR-20 and reliability of the questionnaire was tested with Alpha formula. Test instruments carried at SD 2 Holy Honggosoco. Analysis of the data used is two-way analysis of variance. Factors used to test the significance of differences in students' intrapersonal intelligence level of learning achievement. Test prerequisite Lillifors Variance Analysis method to test for normality and homogeneity test methods to Barlett. With α = 0.05. Scheffe method 'used for further analysis of variance test if the hypothesis is rejected.
Keywords: Curriculum 2013, intrapersonal intelligence.
PENDAHULUAN
P
erkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dewasa ini mengakibatkan suatu perubahan di berbagai bidang, tak terkecuali bidang pendidikan.Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, lembaga pendidikan dituntut untuk berperan aktif dalam mengembangkan intelektual dan emosional bangsa secara optimal sehingga dapat meningkatkan kualitas, harkat, dan martabat bangsa.Untuk itu, inovasi dibidang pendidikan sangat diperlukan agar kualitas pendidikan terus meningkat dan hasilnya sesuai dengan kemajuan masyarakat dan tuntutan jaman. Usaha pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan telah dimulai sejak menjelang akhir Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri, yaitu melalui skenario progresif terhadap anggaran pendidikan untuk memenuhi 20% APBN tahun 2009. Pada Pemerintahan Presiden sekarang, Susilo Bambang Yudoyono, kenaikan anggaran tersebut dilaksanakan secara bertahap dan diharapkan dapat memenuhi apa yang selama ini diharapkan. 10
Dosen Universitas Muria Kudus
33
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatkan pendidikan matematika.Matematika dirasa sebagian besar siswa sebagai mata pelajaran yang sulit. Hal ini dikarenakan matematika menuntut berfikir keras dan cenderung bersifat abstrak sehingga siswa merasa sulit untuk memahaminya. Konsep dasar matematika merupakan hal yang prinsip dan penting untuk menunjang pengembangan hasil belajar selanjutnya. Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan karakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. Konsep kurikulum 2013 yang mengutamakan ketiga aspek prestasi belajar, yaitu aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kecerdasan intrapersonal siswa ikut mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa. Kecerdasan intrapersonal berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan diri sendiri. Siswa yang mempunyai kesadaran dan pengetahuan diri sendiri yang kurang, diharapakan dengan menggunakan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif dengan komputer prestasi belajar matematika mereka menjadi lebih baik.Kecerdasan intrapersonal mempunyai 3 aspek, adapun 3 aspek dalam kecerdasan intrapersonal adalah sebagai berikut: (1) Mengenali diri sendiri, (2) Mengetahui apa yang diinginkan, dan (3) Mengetahui apa yang penting. (Harry Alder, 2001: 79 - 97). Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik, antara siswasiswa yang mempunyai kecerdasan intrapersonal tinggi, sedang, dan rendah. Pengertian matematika sangat sulit didefinisikan secara akurat. Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung. Menurut Jhonson dan Myklebust (dalam Rosma, 2010: 11) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan pemikiran. Ruseffendi (dalam Heruman, 2012: 1) menyatakan bahwa matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang polaketeraturan dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan. Secara filosofis, pengertian tentang pengajaran matematika berbeda dengan pembelajaran matematika sesungguhnya berbeda. Oleh karena itu, paradigma pengajaran matematika harus diubah, yaitu dari teachercentered menjadi learnercentered, dari contentbased menjadi competencybased, dari productoflearning menjadi processoflearning, dan dari summativeevaluation menjadi formativeevaluation (Ibrahim, 2012: 49).Pembelajaran matematika adalah kegiatan pendidikan yang menggunakan matematika sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Soedjadi, 2000: 6).
34
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Tujuan akhir pembelajaran matematika di SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari (Heruman, 2012: 2). Untuk dapat memperoleh keterampilan tersebut, maka diperlukan adanya latihan secara terus menerus dalam mengaplikasikan konsep matematika di kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini guru memegang peranan penting untuk menghadirkan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Menurut Gagne dalam Anitah W (2007: 1.3) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Pengalaman belajar akan diperoleh apabila terjadi proses interaksi dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini adalah guru, teman, narasumber, kondisi nyata, lingkungan alami, lingkungan buatan maupun hal-hal lain yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar siswa. Belajar berarti membentuk makna atau menemukan informasi bermakna dimana aktivitas tersebut menghasilkan sesuatu yang baru. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami, yang dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 895), Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya. prestasi belajar adalah hasil usaha yang dicapai siswa dalam membentuk makna, penguasaan pengetahuan, serta keterampilan berkat pengalaman dan latihan dalam proses belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, maupun simbol yang mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam periode tertentu. Prestasi belajar matematika adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses belajar matematika yang menghasilkan perubahan pada diri siswa yang disebabkan oleh latihan yang terarah dan hasil dari pengalaman serta proses interaksi dari individu, perubahan tersebut berupa pembentukan makna, penguasaan pengetahuan, dan keterampilan yang hasilnya dinyatakan dengan simbol, angka, atau huruf sebagai nilai. Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan karakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. Kurikulum 2013 mengutamakan prestasi belajar dari tiga aspek dan ketiga aspek tersebut mempunyai tingkat yang sama dalam pembelajarannya, baik proses pembelajarannya maupun penilaiannya. Ketiga aspek tersebut yaitu pertama, aspek pengetahuan. Pengetahuan dalam kurikulum 2013 sama seperti kurikulum-kurikulum sebelumnya, yaitu penekanan pada tingkat pemahaman siswa dalam pelajaran. Nilai dari aspek pengetahuan bisa didapat dari Ulangan Harian, Ujian Tengah/Akhir Semester, dan Ujian Kenaikan Kelas. Pada kurikulum 2013, pengetahuan bukan aspek utama seperti pada kurikulum-kurikulum sebelumnya.
35
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Kedua aspek keterampilan. Keterampilan merupakan aspek baru dalam kurikulum di Indonesia. Keterampilan merupakan penekanan pada skill atau kemampuan. misalnya adalah kemampuan untuk mengemukakan pendapat, berdiksusi/bermusyawarah, membuat laporan, serta berpresentasi. Aspek keterampilan merupakan salah satu aspek penting karena hanya dengan pengetahuan, siswa tidak dapat menyalurkan pengetahuan tersebut sehingga hanya menjadi teori semata. Ketiga aspek sikap. Aspek sikap merupakan aspek tersulit untuk dinilai. Sikap meliputi sopan santun, adab dalam belajar, absensi, sosial, dan agama. Kesulitan penilaian dalam aspek ini karena guru tidak setiap saat mengawasi siswa-siswinya. Sehingga penilaian tidak begitu efektif. Titik tekan pengembangan kurikulum 2013 adalah penyempurnaan pola pikir, penguatan tata kelola kurikulum, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses pembelajaran, dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan (Kemdikbud: 2013: iii). Kurikulum 2013 sebagai bagian dari intervensi peningkatan mutu pendidikan, tentu tidak bisa bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, Standar Kompetensi Lulusan (SKL) menjadi rujukan ketika Kurikulum 2013 diterapkan, termasuk tujuh standar nasional pendidikan lainnya. Demikian juga dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tetap menjadi bagian Kurikulum 2013. Satuan pendidikan tetap mempunyai kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sendiri yang sesuai dengan kondisi satuan pendidikan tersebut. Di samping itu, Kurikulum 2013 tetap merupakan kurikulum berbasis kompetensi. MenurutHoward Gardner yang dikutip oleh Adi W. Gunawan (2003: 218), kecerdasan adalah potensi yang dapat atau tidak dapat diaktifkan, tergantung pada nilai suatu kebudayaan tertentu dan keputusan yang dibuat oleh pribadi atau keluarga, guru sekolah dan lain sebagainya. Ngalim Purwanto (2006: 52) mengemukakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah potensi yang dibawa manusia sejak lahir, yang dapat dikembangkan ataupun tidak, tergantung pada nilai dari suatu kebudayaan tertentu dan keputusan yang dibuat oleh lingkungan. Gunawan (2003: 238) mengemukakan bahwa kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan diri sendiri. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk secara akurat dan realistis menciptakan gambaran mengenai diri sendiri (kekuatan dan kelemahan), kesadaran akanmood atau kondisi emosi dan mental diri sendiri, kesadaran akan tujuan, motivasi, keinginan, proses berfikir dan kemampuan melakukan disiplin diri, mengerti diri sendiri dan harga diri. Agus Efendi (2005: 156) mengemukakan bahwa kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan yang bergerak kedalam; acces to one‟s own feeling life (akses kepada kehidupan perasaan diri sendiri); kecerdasan dalam membedakan perasaanperasaan secara instan. Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kesadaran dan
36
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika pengetahuan diri sendiri. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk secara akurat dan realistis menciptakan gambaran mengenai diri sendiri.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi-experimental research).Hal ini dikarenakan peneliti tidak memungkinkan untuk mengendalikan dan memanipulasi semua variabel yang relevan.Seperti yang dikemukakan Budiyono (2003: 82-83) bahwa, “Tujuan penelitian eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasikan semua variabel yang relevan”. Pada penelitian ini yang dilakukan adalah membandingkan prestasi belajar matematika dilihat dari kecerdasan intrapersonal siswa tinggi, sedang, dan rendah.Tempat Penelitian ini adalah di SD 1Muhammadiyah Kudus dan SD 1 Gondangmanis Kudus dengan subyek penelitian adalah siswa kelas V. Untuk uji coba angket dilaksanakan di SD 2 Honggosoco Kudus. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) metode dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui mengetahui daftar nama dan nomor absen siswa.(2) Metode Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket berbentuk pilihan ganda dengan 4 alternatif jawaban.Metode angket ini digunakan untuk mengetahui kecerdasan intrapersonalsiswa. Untuk memperoleh angket yang baik perlu dilakukan uji sebagai berikut: 1.
Analisis Instrumen a. Uji Validitas Isi
Untuk menilai apakah instrumen angket kecerdasan intrapersonal tersebut mempunyai validitas isi, penilaian ini dilakukan oleh para pakar atau validator (experts judgement) dan semua kriteria disetujui (ada salah satu yang tidak disetujui maka instrumen tersebut belum valid, artinya butir yang tidak disetujui tersebut harus direvisi atau dibuang). b. Uji Reliabilitas Dalam penelitian ini, untuk uji reliabilitas digunakan rumus Alpha, sebab skor butir angket bukan 0 dan 1.hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (2002: 192) yang menyatakan bahwa, “Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian”. 2.
Analisis Butir Instrumen a. Konsistensi Internal
Untuk mengetahui productmomen Karl Pearson
korelasi butir soal angket digunakan rumus korelasi
37
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika HASIL DAN PEMBAHASAN Data dalam penelitian ini meliputi data hasil uji coba instrumen, data prsetasi belajar matematika, dan data kecerdasan intrapersonal siswa. Berikut ini diberikan uraian tentang data-data tersebut: Instrumen yang diujicobakan dalam penelitian ini berupa angket untuk mengungkapkan data mengenai kecerdasan intrapersonal siswa.Angket kecerdasan intrapersonal siswaterdiri dari 25 butir.Melalui dua orang validator, yaitu guru SD 1 Muhammadiyah Kudus dan guru SD 1 Gondangmanis diperoleh bahwa 25 butir angket dinyatakan valid karena telah memenuhi kriteria yang diberikan.Dengan menggunakan rumus KR-20 diperoleh r11> 0,70, maka angket dikatakan reliabel. Angket yang diuji cobakan terdiri dari 25 butir. Dari hasil uji konsistensi internal dengan menggunakan rumus korelasi product moment diperoleh 25 butir yang konsisten sebab rxy dari 25 butir tersebut lebih besar dari 0,3. Setelah dilakukan analisis terhadap 25 butir soal uji coba angket kecerdasan intrapersonal siswadiperoleh bahwa 25 butir soal tersebut dapat digunakan untuk penelitian. Data tentang kecerdasan intrapersonal siswa diperoleh dari angket tentang kecerdasan intrapersonalsiswa, selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam tiga kategori berdasarkan rata-rata gabungan (
X gab ) dan standar deviasi gabungan (Sgab).
Dari hasil perhitungan kedua kelompok, diperoleh
X gab = 76 dan Sgab = 5,8.
1 X gab s gab , 2 1 1 1 X gab s gab X X gab s gab , rendah jika X X gab s gab , 2 2 2
Penentuan kategorinya adalah sebagai berikut: tinggi jika X sedang jika
sehingga untuk skor yang kurang dari atau sama dengan 73,1 dikategorikan sebagai kecerdasan intrapersonal rendah, skor antara 73,1 dan 78,9 dikategorikan sebagai kecerdasan intrapersonalsedang, dan skor lebih dari 78,9 dikategorikan sebagai kecerdasan intrapersonaltinggi. Berdasarkan data yang telah terkumpul, dalam kelas eksperimen terdapat 15 siswa yang termasuk kategori kecerdasan intrapersonal tinggi, 12 siswa yang termasuk kategori kecerdasan intrapersonal sedang dan 8 siswa yang termasuk kategori kecerdasan intrapersonalrendah. Sedangkan untuk kelas kontrol terdapat 2 siswa yang termasuk kategori kecerdasan intrapersonaltinggi, 9 siswa yang termasuk kategori kecerdasan intrapersonalsedang, dan 10 siswa yang termasuk kategori kecerdasan intrapersonalrendah.
38
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Tabel 1 Deskripsi Data Kecerdasan IntrapersonalSiswa Jumlah Siswa Kategori
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Tinggi
15
2
Sedang
12
9
Rendah
8
10
Uji normalitas masing-masing sampel dilakukan dengan menggunakan metode Liliefors dan uji homogenitas menggunakan metode Barlett. Berdasarkan uji yang telah dilakukan diperoleh harga statistik uji untuk taraf signifikansi 0,05 pada masing-masing sampel. Berdasarkanperhitungan untuk masing-masing sampel H0 tidak ditolak.Ini Berarti masing-masing sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen. Hasil perhitungan analisis variansi dua jalan sel tak sama disajikan pada tabel berikut : Tabel 2 Rangkuman Analisis Variansi Dua
Kecerdasan Intrapersonal
Fobs
Ftabel
Keputusan
32,66
3,00
H0 ditolak
Tabel di atas menunjukkan bahwa H0 ditolak.Hal ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa dengan kecerdasan intrapersonal tinggi, sedang, dan rendah. Ujikomparasi ganda antar kolom perlu dilakukan karena dari anava dua jalan sel tak sama diperoleh bahwa H0ditolak. Dari hasil uji komparasi ganda diperoleh bahwa siswa dengan kecerdasan intrapersonal tinggi prestasi belajarnya lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan intrapersonalrendah, siswa dengan kecerdasan intrapersonaltinggi prestasi belajarnya lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan intrapersonal sedang, dan siswa dengan kecerdasan intrapersonalsedang prestasi belajarnya lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan intrapersonal rendah. Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh Fobs = 32,66> 3,00 = Ftabel, sehingga F obs daerah kritik maka H0B ditolak. Hal ini berarti masing-masing tingkat kecerdasan intrapersonal siswa memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar matematika. Setelah dilakukan uji Scheffe‟ dapat disimpulkan bahwa siswa yang memilki kecerdasan intrapersonal tinggi prestasi belajarnya berbeda dengan siswa yang memiliki kecerdasan intrapersonal rendah. Dari rataan marginalnya (b 1 = 86,65>64,56 = b 3 ) menunjukkan bahwa siswa yang memilki kecerdasan intrapersonal tinggi prestasi belajarnya lebih baik dibandingkan siswa yang memilki kecerdasan intrapersonal rendah.
39
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Siswa yang memilki kecerdasan intrapersonal sedang prestasi belajarnya berbeda dengan siswa yang memiliki kecerdasan intrapersonal rendah. Dari rataan marginalnya (b 2 = 73,76> 64,56 = b 3 ) menunjukkan bahwa siswa yang memilki kecerdasan intrapersonal sedang prestasi belajarnya lebih baik dibandingkan siswa yang memilki kecerdasan intrapersonal rendah. Sedangkan siswa yang memilki kecerdasan intrapersonal tinggi prestasi belajarnya berbeda dengan siswa yang memiliki kecerdasan intrapersonal sedang. Dari rataan marginalnya (b 1 = 86,65>73,76 = b 2 ) menunjukkan bahwa siswa yang memilki kecerdasan intrapersonaltinggi prestasi belajarnya lebih baik dibandingkan siswa yang memilki kecerdasan intrapersonal sedang.
KESIMPULAN Berdasarkan landasan teori dan disertai dengan hasil analisis yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan intrapersonalyang lebih tinggi menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada kecerdasan intrapersonal yang lebih rendah.Saran dalam penelitian ini ditujukan pada guru, calon guru, dan peneliti, yaitu dalam penelitian ini pembelajaran matematika ditinjau dari kecerdasan intrapersonal siswa. Bagi para calon peneliti yang lain mungkin dapat melakukan tinjauan yang lain, misalnya aktivitas, motivasi, karakteristik cara berpikir, gaya belajar, minat siswa, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Anitah W, Sri, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: UT. Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pengajaran Matematika. Surakarta: UNS Press. ________. 2004. Statistika Dasar Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ditjet MPDM Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Multimedia Pembelajaran, Jakarta: Depdiknas. Efendi, Agus. 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21: Kritik MI, EI, SQ, AQ dan Succesful Intelligence atas IQ. Bandung: Alfabeta. Gunawan. 2013. Kurikulum 2013 Merupakan Instrumen Strategis Bagi Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan. Malang: PPPPTK. Gunawan, Adi W. 2003. Born to be a Genius (Kunci Mengangkat Harta Karun dalam Diri Anak Anda). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Harry, Alder. 2001. Pacu IQ dan EQ anda. Jakarta: Erlangga
40
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Heruman. 2012. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ibrahim dan Suparni. 2012. Pembelajaran Matematika Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Suka Press. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. Purwanto. Ngalim. 2006. Ilmu Pendidikan Teorotis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rosma,Hartiny. 2010. Model Penelitian Tindakan Kelas Teknik Bermain Konstruktif untuk Peningkatan Hasil Belajar Matematika. Yogyakarta: Sukses Offse. Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (konstatasi keadaan masa kini menuju harapan masa depan). Depdiknas : Jakarta.
41
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
42
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Melalui Problem Based Learning “What’s Another Way” dan Discovery Learning
Jayanti Putri Purwaningrum11
[email protected]
Abstract: The students‟ mathematical creative thinking ability which were not optimal became the reason for conducting this study. It was a quasi-experimental research through problem-basedlearning “what‟s another way” and discovery learning. In this case, the population of the study were all seven grade students in a junior high schools in Pekalongan regency with two classes as the sample.The data were gathered by employing three research instruments such as mathematics creative thinking ability test, teaching materials, and observation sheet.The results of the study indicated that there was no difference between the achievement and the enhancement of the students‟ mathematical creative thinking ability in two experimental classes. Besides, the overall students‟ activities in both the class employing problembasedlearning “what‟s another way” and the class employing discovery learning had been very good. Keywords:Problem-Based Learning “What‟s Another Way”, Discovery Learning, and MathematicsCreative Thinking Ability.
Pendahuluan
P
erkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa ini sangatlah pesat. Segala aspek kehidupan menjadi lebih mudah dengan adanya perkembangan tersebut. Matematika memiliki peranan penting baik dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi maupun kehidupan sehari-hari. Aspek kehidupan manusia memafaatkan matematika sebagai ilmu pendukung. Pendidikan matematika adalah bagian dari pendidikan nasional yang diwajibkan bagi semua siswa yang menempuh pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat sarjana. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah, Kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Kurikulum tersebut juga menyebutkan bahwa salah satu kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang harus dimiliki oleh siswa yaitu memiliki kemampuan berpikir kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sejenis. Dengan demikian, kurikulum mengisyaratkan pentingnya mengembangkan kreativitas siswa agar mereka dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan 11
Dosen FKIP PGSD Universitas Muria Kudus
43
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kreativitas siswa salah satunya yaitu melalui pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan melalui pembelajaran matematika, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, analisis dan produktif. Kreativitas dalam matematika dapat dipandang sebagai produk dari berpikir kreatif sedangkan aktivitas kreatif merupakan kegiatan dalam pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong atau memunculkan kreativitas siswa (Siswono, 2008). Namun, pada kenyataannya pengembangan kreativitas dalam pembelajaran matematika tersebut belum optimal. Berdasarkan penelitian Moma (2014) di kelas VIII salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Yogyakarta, menunjukkan bahwa pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran generatif lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Namun, secara kualitas, kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan menggunakan pembelajaran generatif masih termasuk dalam kategori level rendah. Penelitian Huda (2014) di kelas VIII salah satu SMP di Kota Bandung, menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran open-ended dengan setting kooperatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Artinya, perlakuan yang diberikan terhadap kedua kelas memberikan kontribusi terhadap kemampuan berpikir kreatif matematisnya. Akan tetapi, hasil yang dicapai siswa belum maksimal sehingga masih perlu ditingkatkan. Hal tersebut dikarenakan siswa belum terbiasa mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematisnya, yang diperkuat dengan adanya keluhan siswa pada saat diminta memunculkan berbagai alternatif jawaban.Huda (2014) menjelaskan lebih lanjut bahwa hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis yang diperoleh siswa belum maksimal sebab tidak semua siswa di kelas membuka diri dengan pendekatan yang dilakukan. Terkadang siswa malas untuk berpikir, mencari ide lain atau solusi alternatif dari masalah yang diberikan. Penyebab lainnya yaitu siswa terbiasa dengan soal rutin dan tidak dibiasakan untuk mencari sendiri penyelesaian masalah dengan cara yang berbeda dengan temannya. Menurut Munandar (2009), perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kreatif anak akan berkembang atas prakarsanya sendiri bila suasana pembelajaran tidak otoriter dan anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat serta kebutuhannya. Hal ini dikarenakan guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru. Sumarmo (2005) menyarankan pembelajaran matematika yang mendorong berpikir kreatif dan berpikir tingkat tinggi antara lain dapat dilakukan melalui belajar dalam kelompok kecil, menyajikan tugas non rutin, dan tugas yang menuntut strategi kognitif dan metakognitif siswa. Pembelajaran dalam matematika yang memenuhi kiteria tersebut antara lain yaitu problem-based learning “what‟s another way”dan discovery learning. Arends (Putra, 2013) menyatakan bahwa model problembased learning merupakan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran pada masalah yang autentik dengan maksud siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, serta mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Dengan demikian, pada penelitian ini siswa diharapkan
44
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis melalui problem-based learning. Proses yang dapat memfasilitasi peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis diantaranya yaitu ”what‟s another way“ (Siswono, 2007). What‟s another way menuntut siswa untuk memecahkan masalah dengan menggunakan lebih dari satu cara dan tidak menutup kemungkinan siswa akan memperoleh jawaban yang beragam dan berbeda. Oleh karena itu, model problem-based learning “what‟s another way” ini dapat mendorong dan melatih kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Selain problem-based learning “what‟s another way”, discovery learning juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Bruner (Kemendikbud, 2014) menjelaskan bahwa pada discovery learning, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan, yakni menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, dan mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulankesimpulan. Bruner (Kemendikbud, 2014) juga menambahkan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif, jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, atau aturan. Dengan demikian, melalui discovery learning, diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematisnya. Uraian di atas memberi inspirasi kepada penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Melalui Problem Based Learning “What‟s Another Way” dan Discovery Learning Siswa SMP”.Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
2. 3. 1.
2. 3. 1. 2. 3.
4.
Apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang belajar melalui problem-based learning “what‟s another way” dengan siswa yang belajar melalui discovery learning? Bagaimanakah aktivitas siswa selama proses pembelajaran problem-based learning “what‟s another way”? Bagaimanakah aktivitas siswa selama proses pembelajaran discovery learning? Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. Mengkaji perbedaan pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang belajar melalui problem-based learning “what‟s another way” dengan siswa yang belajar melalui discovery learning. Mengkaji siswa selama proses pembelajaran problem-based learning “what‟s another way”. Mengkaji siswa selama proses pembelajarandiscovery learning. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. Siswa dapat menggali dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis. Melatih siswa dalam bekerja sama, mengeluarkan pendapat atau ide dan memecahkan masalah. Problem-based learning ”what‟s another way” dan discovery learning dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga membuat siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Guru yang terlibat dalam penelitian ini dapat memperoleh pengalaman dalam menerapkan problem-based learning “what‟s another way” dan discovery learning pada saat kegiatan belajar mengajar.
45
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Tinjauan Pustaka 1.
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Munandar (1999) mengartikan berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktek pemecahan masalah, pemikiran divergen menghasilkan banyak ide. Hal ini berguna dalam menemukan penyelesaiannya. Oleh karena itu, kemampuan berpikir divergen merupakan indikator dari kreativitas. Berpikir kreatif menurut Krulik (Siswono, 2005) berada dalam tingkatan tertinggi berpikir secara nalar yang tingkatnya diatas berpikir mengingat (recall). Pada penalaran terdapat berpikir dasar (basic), berpikir kritis (critical), dan berpikir kreatif. Keberadaan tingkat berpikir kreatif bersifat umum dan tidak dengan tegas memperlihatkan karakteristik berpikir kreatif dalam matematika, artinya kategori tersebut tidak diskrit dan sulit sekali untuk mendefinisikan dengan tepat (Siswono, 2004). Berpikir kreatif dapat juga dipandang sebagai suatu proses yang digunakan ketika seorang individu mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Ide baru tersebut merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan (Infinite Innivation Ltd, 2001). Pengertian ini lebih memfokuskan pada proses individu untuk memunculkan ide baru yang merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan atau masih dalam pemikiran. Pengertian berpikir kreatif ini ditandai dengan adanya ide baru yang dimunculkan sebagai hasil dari proses berpikir tersebut. Filsaime (Fauziah, 2011) menjelaskan lebih lanjut bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah proses berpikir yang memiliki ciri-ciri kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian atau originalitas (originality) dan merinci atau elaborasi (elaboration). Kelancaran adalah kemampuan mengeluarkan ide atau gagasan yang benar sebanyak mungkin secara jelas. Keluwesan adalah kemampuan untuk mengeluarkan banyak ide atau gagasan yang beragam dan tidak monoton dengan melihat dari berbagai sudut pandang. Originalitas adalah kemampuan untuk mengeluarkan ide atau gagasan yang unik dan tidak biasanya, misalnya yang berbeda dari yang ada di buku atau berbeda dari pendapat orang lain. Elaborasi adalah kemampuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi dan menambah detail dari ide atau gagasannya sehingga lebih bernilai. Kemampuan berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian kemampuan berpikir kreatif secara umum. Haylock (1997) mengatakan bahwa berpikir kreatif hampir dianggap selalu melibatkan fleksibilitas. Bahkan Krutetskii (Siswono, 2007) mengidentifikasi bahwa fleksibilitas berasal dari proses mental yang menjadi suatu komponen kunci kemampuan kreatif matematis siswa. Haylock (1997) juga menunjukkan bahwa produk berpikir kreatif, yaitu: (1) Kelancaran artinya banyaknya respons (tanggapan) yang dapat diterima atau sesuai; (2) Fleksibilitas, artinya banyaknya jenis respons yang berbeda; dan (3) Keaslian artinya kejarangan tanggapan (respons) dalam kaitannya dengan kelompok pasangannya. Silver (1997) menjelaskan bahwa tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas adalah kelancaran (fluency), fleksibilitas dan kebaruan (novelty). Kelancaran mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespons sebuah perintah. Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespons perintah. Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat
46
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika dalam merespons perintah. Pada masing-masing komponen, apabila respons perintah disyaratkan harus sesuai, tepat atau berguna dengan perintah yang diinginkan, maka indikator kelayakan, kegunaan atau bernilai berpikir kreatif sudah dipenuhi. Indikator keaslian dapat ditunjukkan atau merupakan bagian dari kebaruan.
2.
Problem-Based Learning “What’s Another Way” (PBL “WAW”)
Problem-based learning secara umum terdiri dari menyajikan situasi kepada siswa, berupa situasi masalah yang autentik dan bermakna sehingga memberi kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (Trianto, 2007). Penyelidikan yang dimaksud adalah penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Menurut Dewey (Trianto, 2007), belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, yang merupakan hubungan antara dua arah, yaitu belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan dijadikan sebagai bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta dijadikan pedoman dan tujuan belajaranya. Terdapat beberapa langkah utama dalam melaksanakan model problem-based learning. Adapun langkah-langkah tersebut yaitu: (1) Mengorientasikan siswa pada masalah; (2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; dan (5) Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah (Putra, 2013). What‟s anotherway merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif sekaligus berpikir kritis dengan memberikan masalah-masalah melalui jawaban-jawaban yang diperolehnya (Siswono, 2007). Krulik dan Rudnick (Siswono, 2007) menyebutkan bahwa “The problem should never end just because the answer has been found” yang artinya masalah tidak seharusnya selesai hanya karena jawaban telah ditemukan. Dengan demikian, problembased learning “what‟s another way” menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah atau situasi kehidupan autentik dengan berbagai macam solusi dalam penyelesaian masalah atau situasi tersebut. Dengan demikian, masalah pada problem-based learning“what‟s another way” memiliki jawaban atau strategi penyelesaian yang mendorong keingintahuan siswa untuk mengidentifikasi strategi-strategi dan solusi-solusi tersebut. Pada problem-based learning, ”what‟s another way” terletak pada tahap menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Salah satu kegiatan yang dilakukan guru pada tahap tersebut yaitu membantu siswa untuk mengkaji ulang hasil pemecahan masalah. Pada saat itu, guru dapat mengajukan pertanyaan “Bagaimana cara lain untuk memecahkan masalah tersebut? Apakah kamu menemukan jawaban lain?”, dan sebagainya. Pertanyaan ini mendorong siswa untuk menemukan strategi atau pola lain dalam memecahkan masalah. Siswa dalam hal ini dipaksa untuk memikirkan cara-cara lain untuk menjawab masalah. Dengan demikian, pada penelitian ini pembelajaran melalui problem-based learning “what‟s another way” diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
47
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika 3.
Discovery Learning (DL)
Menurut Kemendikbud (2014), discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini. Discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui dan pada discovery, masalah yang diajukan kepada siswa merupakan masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Bruner (Arends, 2008) menjelaskan bahwa discovery learning adalah sebuah model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal discovery (penemuan pribadi). Bruner (Arends, 2008) menjelaskan lebih lanjut bahwa tujuan pendidikan pada dasarnya bukan hanya untuk memperluas pengetahuan siswa tetapi juga untuk menciptakan berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan) dan discovery (penemuan). Dengan kata lain, pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam discovery learning menurut Bruner (Kemendikbud, 2014) adalah guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika sehingga melalui kegiatan tersebut, mereka akan menguasai, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. Kemendikbud (2014) menambahkan bahwa prinsip belajar yang nampak jelas dalam discovery learning adalah materi atau bahan ajar yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final tetapi siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui, kemudian dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri dengan melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir (membuat kesimpulan). Syah (Kemendikbud, 2014) menjelaskan bahwa terdapat beberapa tahapan dan prosedur pelaksanaan discovery learning yaitu: (1) Stimulation (stimulasi atau pemberian rangsangan); (2) Problem statement (pernyataan atau identifikasi masalah); (3) Data collection (pengumpulan data); (4) Data processing (pengolahan data); (5) Verification (pembuktian); (6) Generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi).
Metode Penelitian Penelitian kuantitatif yang dilakukanadalah penelitian kuasi eksperimen. Penelitian yang dilakukan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan. Pada penelitian kuasi eksperimen, subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti mengambil sampel pada kelompok-kelompok yang sudah ada. Kelompok-kelompok tersebut adalah kelas-kelas di sekolah dimana penelitian ini dilakukan. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen. Secara ringkas, Ruseffendi (2010) menggambarkan desain tersebut adalah sebagai berikut.
48
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika O
X1
O
O
X2
O
Keterangan: O
= Pretest dan posttest kemampuan berpikir kreatif matematis
X1
= Pembelajaran matematika menggunakan problem-based learning “what‟s another way”
X2
= Pembelajaran matematika menggunakan discovery learning
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIIdi salah satu Sekolah MenengahPertama di Kabupaten Pekalongan. Dari populasi yang ada kemudian dipilih dua kelas sebagai sampel dengan teknik purposive sampling. Kelas yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah kelas VII C (kelas problem-based learning “what‟s another way”) dengan jumlah siswa 32 orang dan kelas VII G (discovery learning) dengan jumlah siswa 33 orang. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir kreatif matematis dan lembar observasi.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Apabila dilihat secara keseluruhan, rata-rata perolehan skor pretest kelas problem-based learning “what‟s another way” yaitu 32,29. Sedangkan rata-rata perolehan skor pretest kelas discovery learning yaitu 30,30. Dengan demikian, rata-rata skor pretest kelas problem-based learning “what‟s another way” lebih tinggi dari rata-rata perolehan skor pretest kelas discovery learning, dengan selisihnya adalah 2,09. Walaupun terdapat perbedaan selisih skor pretest tetapi hasil analisis data skor pretest terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis antara kelas problem-based learning “what‟s another way”dan kelas discovery learning, menunjukkan bahwa perbedaan tersebut tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji kesamaan rata-rata skor pretest antara kelas problem-based learning “what‟s another way”dengan kelas discovery learningdengan taraf 𝛼 = 0,05pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Skor Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis thitung
df
Sig.(2-tailed)
Keterangan
0,718
63
0,476
H0 diterima
Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretest kemampuan berpikir kreatif matematis matematis siswa yang belajar melalui problem-based learning “what‟s another way”dengan siswa yang belajar melalui discovery learning. Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara skor pretest kemampuan berpikir kreatif matematis matematis siswa yang belajar melalui
49
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika problem-based learning “what‟s another way”dengan siswa yang belajar melalui discovery learningmenunjukkan bahwa kedua kelas tesebut memiliki karakteristik yang sama sebelum diberikan perlakuan. Setelah pembelajaran dilakukan, apabila dilihat secara keseluruhan, rata-rata skor posttest siswa kelas problem-based learning “what‟s another way”mencapai 78,52 dengan pencapaian skor posttest sebesar 78,52%, sedangkan rata-rata skor posttest siswa kelas discovery learning yang mencapai 77,78 dengan pencapaian skor posttest sebesar 77,78%. Dengan demikian, rata-rata skor posttest siswa kelas problem-based learning “what‟s another way” lebih tinggi dari rata-rata skor posttest siswa kelas discovery learning, dengan selisihnya adalah 0,74.Setelah dilakukan uji perbedaan ratarata skor posttest (pengujian hipotesis 1), diperoleh hasil bahwa pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang belajar melalui problem-based learning “what‟s another way” tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang belajar melalui discovery learning. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan uji perbedaan peringkat skor posttest kemampuan berpikir kreatif matematis dengan taraf 𝛼 = 0,05pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Hasil Uji Perbedaan Peringkat Skor Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Rata-rata Kelas Problem-Based Learning “What‟s Another Way” Discovery Learning
Rank
Posttest
32,28
78,52
33,70
Sig. Mann-Whitney U (2-tailed)
Keterangan
0,762
Ho diterima
77,78
Dari hasil pengujian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan pencapaiankemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara kelas problem-based learning “what‟s another way”dengan siswa kelas discovery learning. Walaupun pada akhirnya hasil posttest juga tidak berbeda secara signifikan, tetapi perlakuan berbeda yang diberikan pada kedua kelas tersebut dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa problem-based learning “what‟s another way”dan discovery learning memberikan pengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Hal itu dikuatkan dengan pendapat Ruseffendi (Mustafa, 2014) yang mengemukakan bahwa kreativitas siswa akan tumbuh apabila dilatih melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan dan memecahkan masalah. Tidak adanya perbedaan diantara kedua kelas eksperimen dimungkinan terjadi karena kedua kelas tersebut dalam proses pembelajarannya sama-sama menggunakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik lebih melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Selain itu, kedua pembelajaran juga menitikberatkan pada siswa (student centered). Dari awal pembelajaran, baik siswa kelas problem-based
50
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika learning “what‟s another way” maupun kelas discovery learning sudah diarahkan untuk dapat berpikir kreatif serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran sehingga dapat menemukan konsep, prosedur, dan prinsip matematika secara individu maupun secara kelompok. Jadi, sangat memungkinkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa akan meningkat melalui kedua pembelajaran tersebut. Hal ini sejalan dengan laporan penelitian Ratnaningsih (2007), Istianah (2011), Ambarwati (2011 dalam Daswa), Daswa (2014), Hidayat (2014), Moma (2014), Nasution (2014) bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan menggunakan pembelajaran inovatif lebih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional. Faktor lain yang mempengaruhi tidak terdapat perbedaan pencapaian secara signifikan kelas yang memperoleh pembelajaran dengan problem-based learning “what‟s another way” dengan kelas yang memperoleh pembelajaran dengan discovery learning adalah pembelajaran tersebut memilki dasar teori yang sama yaitu teori konstruktivismeyang menuntut siswa menemukan sendiri pemecahan suatu masalah yang dihadapinya. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan yang ada di pikirannya. Teori konstruktivisme beranggapan bahwa tugas guru yaitu memberikan kemudahan untuk proses pembangunan pengetahuan dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Pada proses tersebut, guru dapat memberi anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut (Nur dalam Trianto, 2007). Dengan demikian, adanya pengkonstrukan konsep materi secara mandiri memberikan dampak pada peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis pada kedua kelas penelitian. Apabila dilihat dari hasil observasi,aktivitas siswa secara keseluruhan baik pada kelas problem-based learning “what‟s another way” maupun kelas discovery learning sudah sangat baik. Hal ini ditandai dengan persentase aktivitas siswa yang mencapai di atas 80%. Meski tetap dalam pelaksanaan menemui beberapa kendala, seperti pada pertemuan pertama yaitu awal penelitian yang merupakan aktivitas terendah. Hal ini disebabkan pada pertemuan tersebut, guru dan siswa pertama kali terlibat dalam proses belajar mengajar sehingga belum terbiasa dengan situasi dan kondisi yang ada. Akan tetapi, kondisi pada pertemuan pertama dapat diperbaiki pada pertemuan selanjutnya. Pada pertemuan berikutnya, guru dan siswa sudah dapat menyesuaikan satu sama lain. Hal ini sangat memberikan dampak positif dalam proses belajar mengajar. Adapun grafik rekapitulasi hasil pengamatan siswa selama proses pembelajaran melalui problem-based learning “what‟s another way” dan discovery learning dalam penelitian ini dapat dilihat berturut-turut pada Gambar 1 dan Gambar 2 berikut.
51
Volume 14 No.01 Maret 2016
Persentase
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika 100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
Observer 1 Observer 2
1
2
3
4
5
6
Gambar 1 Grafik Rekapitulasi Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa melalui
Persentase
Problem-Based Learning “What’s Another Way” 100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
Observer 1 Observer 2
1
2
3
4
5
6
Gambar 2 Grafik Rekapitulasi Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa melalui Discovery Learning
Secara umum, siswa menunjukkan sikap positif terhadap penerapan problembased learning “what‟s another way” dan discovery learning. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme siswa selama mengikuti pelajaran. Sebagian besar siswa menunjukkan sikap positif mereka dalam mengajukan diri untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok baik di depan kelas maupun ketika diminta untuk membaca dari bangku tempat duduknya. Selain itu, siswa juga terdorong untuk melakukan percobaan terhadap berbagai jenis kemungkinan yang ada. Oleh karena itu, mereka menjadi lebih gigih, ulet, imajinatif dan terbuka ketika menyelesaikan masalah. Hal ini mendorong berkembangnya kemampuan berpikir kreatif matematis yang dimilikinya. Sikap positif siswa juga terlihat dari kemandirian belajar. Proses pembelajaran yang kondusif mengakibatkan mayoritas siswa lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Siswa memasuki ruang kelas dengan tepat waktu dan menyelesaikan pekerjaan rumah yang diberikan. Sebagian besar siswa berani menghadapi persoalan yang sulit dan berani pula memanfaatkan kesempatan yang diberikan guru untuk bertanya dan memberikan ide terhadap suatu permasalahan
52
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Penutup 4.
Kesimpulan
Berdasarkanhasil penelitian, temuan penelitian dan pembahasan yang sudah diungkapkan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut. a.
Tidak terdapat perbedaan pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang belajar melalui problem-based learning “what‟s another way” dengan siswa yang belajar melalui discovery learning.
b.
Aktivitas siswa secara keseluruhan pada kelas problem-based learning “what‟s another way” sudah sangat baik.
c.
Aktivitas siswa secara keseluruhan pada kelas discovery learning sudah sangat baik.
5.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dan temuan hasil penelitian, selanjutnya dikemukakan saran-saran sebagai berikut: a.
Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, belajar melalui problem-based learning “what‟s another way” maupun discovery learning memberikan pengaruh yang lebih baik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Oleh karena itu kedua pembelajaran tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran dalam tujuan meningkatkan prestasi siswa baik dalam aspek kognitif maupun afektif.
b.
Pembelajaran dengan menggunakan problem-based learning “what‟s another way” maupun discovery learning diperlukan persiapan yang matang agar proses pembelajaran dapat berjalan lancer.
c.
Pengaturan waktu yang seefisien mungkin agar proses pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Karena problem-based learning “what‟s another way” maupun discovery learning pada dasarnya membutuhkan waktu yang cukup banyak sehingga perlu manajemen waktu yang baik. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajarannya, siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah tanpa terlebih dahulu diberikan konsepnya. Bagi siswa yang terbiasa dengan pembelajaran ekspositori, hal ini akan membutuhkan penyesuaian waktu dan kadang membutuhkan usaha ekstra dari guru dalam mendorong siswa agar terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Daftar Pustaka Arends, R. I. (2008). Learning to teach (belajar untuk mengajar). Yogyakarta: Pustaka Belajar. Daswa. (2013). Penerapan model pembelajaran sinektik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa Madrasah Tsanawiyah. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
53
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Fauziah, Y. N. (2011). Analisis kemampuan guru dalam mengembangkan keterampilan berpikir kreatif siswa Sekolah Dasar V pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. [Online]. Tersedia di http://jurnal.upi.edu/file/11-Yuli_Nurul-Edit.pdf. Diakses 10 Oktober 2013. Haylock, D. (1997). Recognising mathematical creativity in schoolchildren. [Online].Tersedia di http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a2.pdf. Diakses 10 Oktober 2013. Hidayat, R. (2014). Model pembelajaran ASSURE berbantuan software autograph untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self-concept matematis siswa SMP. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia Huda, U. (2014). Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan habits of thinking independently (HTI) siswa melalui pendekatan open-ended dengan setting kooperatif. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. Infinite Innovation Ltd. (2001). Creativity and Creative Thinking. [Online].Tersedia di http://www.brainstorming.co.uk/tutorials/tutorialcontents.html. Diakses 10 Oktober 2013. Istianah, E. (2011). Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik dengan pendekatan model eliciting activities (meas) pada siswa SMA. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia Kemendikbud. (2014). Materi pelatihan guru implementasi Kurikulum 2013 tahun ajaran 2013/2014. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan Moma, L. (2014). Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy dan soft skills siswa SMP melalui pembelajaran generatif. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. Munandar, S. C. U. (1999). Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: PT Rineka Cipta. Munandar, S. C. U. (2009). Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: PT Rineka Cipta. Nasution, E. Y. P., (2014). Meningkatkan kemampuan disposisi berpikir kreatif siswa melalui pendekatam open-ended. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah. Putra, S. R. (2013). Desain belajar mengajar kreatif berbasis sains. Jogjakarta: Diva Press. Ratnaningsih. (2007). Pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik serta kemandirian belajar siswa Sekolah Menengah Atas Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
54
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Ruseffendi, E. T. (2010). Dasar-dasar penelitian pendidikan & bidang non-eksakta lainnya. Bandung: Tarsito Silver, E. A. (1997). Fostering creativity through instruction rich in mathematical problem solving and problem posing. [Online]. Tersedia di http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a3.pdf. Diakses 10 Oktober 2013. Siswono, T. Y. E. (2005). Penerapan model wallas untuk mengidentifikasi proses berpikir kreatif siswa dalam pengajuan masalah matematika dengan informasi berupa gambar. [Online]. Tersedia di http://tatatgyes.wordpress.com/karya-tulis/. Diakses 10 Oktober 2013 Siswono, T. Y. E. (2007). Penjenjangan kemampuan berpikir kreatif dan identifikasi tahap berpikir kreatif siswa dan memecahkan dan mengajukan masalah matematika. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. Siswono, T. Y. E. (2007). Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif melalui pemecahan masalah tipe what‟s another way. [Online]. Tersedia di http://tatatgyes.wordpress.com/karya-tulis/. Diakses 10 Oktober 2013. Siswono, T. Y. E. (2008). Model pembelajaran matematika berbasis pengajuan dan pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Surabaya: Unesa University Press. Sumarmo, U. (2005). Pengembangan berpikir matematis tingkat tinggi siswa SLTP dan SMU serta mahasiswa strata satu melalui berbagai pendekatan pembelajaran. Lemlit UPI: Laporan Penelitian. Trianto. (2007). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik (konsep, landasan teoritis-praktis dan implementasinya). Prestasi Pustaka. Jakarta.
55
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
56
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Matematika dalam Multimedia Flipbook: Kreatifitas Guru dalam Pengembangan Media Pembelajaran dalam Meningkatkan Minat Siswa Wendha Adha Juliasnyah12, Nunuk Suryani13, Leo Agung S14
[email protected]
Abstract: This research aimed to find out: (1) how was the condition of instructional process in mathematics in five grade of SD Muhmmadiyah 1 Ngawi, (2) the suitable developmental procedure of Flipbook as a multimedia for mathematics in SD Muhammadiyah 1 Ngawi, (3) the effectiveness of Flipbook in increasing students‟ motivation. This research designed in Research and Development study design corridor with procedures; (1) analyzing the needs needed in developing the Product, (2) designing prototypical product, (3) developing the product, (4) implementing the product in the field, and (5) evaluating product‟s weaknesses. In addition, this study used totally 52 samples. 26 samples in experimental group (five graders in Billal Bin Robbah class) and 26 samples in control group (five graders in Khadijah Binti Kubro class). Furthermore, in collecting the data, the researcher used questionnaire and achievement test as the instruments and it was analyzed using Descriptive statistic methods and t-test. After Administering the data analyses, it was found that: (1) the category of the product was good based on the means of points given by Content Expert4, 74; (2) the category of the product was good based on the means of points given by Media Experts-4, 66), (3) the product considered very good based on first field test with means of 4, 67 or 78% ; (4) the product also considered very good based on second field test with means of 4, 57 or 91%; (5) H1 was accepted, means that achievement of the two groups was different shown by the means (Experimental Group-72,38 and Control Group-63.83). The result of the t-test was interpreted based on parameter; t DK= {𝑡 𝑡 < −1.706 𝑜𝑟 𝑡 > 1.706} and t obs =8.048 Ɇ DK. In other word Ho Keywords: Mathematics, Multimedia, Flipbook, ADDIE. Instructional Media, Motivation.
PENDAHULUAN
B
anyak siswa yang menganggap., bahwa matematika itu adalah mata pelajaran yang membosankan dan bahkan ada yang sampai membenci. Hal ini, disebabkan kesulitan siswa dalam memahami apa yang disampaikan oleh guru, walaupun pada waktu proses pembelajaran siswa sudah berusaha keras untuk memperhatikan, tentu saja hal itu sangat menyulitkan para guru untuk mengajar. Sekuat 12 13 14
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta
57
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika apa pun guru berusaha menjelaskan., tetap saja pada umumnya siswa belum mampu untuk mencapai kompetensi dari tujuan pembelajaran yang ditetapkan, karena sudah dari awal para siswa kurang meminati matematika karena sulitnya materi yang perlu dipahami. Peran matematika sangat penting bagi para siswa., Hal ini sesuai pernyataan Suherman (2001: 58) bahwa, ”Matematika di sekolah berperan dalam melatih siswa berpikir logis, kritis dan praktis, serta bersikap positif dan berjiwa kreatif”. Menyikapi hal tersebut maka seorang guru yang profesional haruslah kreatif dalam proses pembelajaran dikelas, agar mata pelajaran matematika yang selama ini dibenci atau kurang diminat itu dapat menjadi mata pelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka proses pembelajaran pada satuan pendidikan haruslah diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa (Peraturan Pemerintah No.19, 2005:Bab IV pasal 19 ayat 1). Dalam era perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) yang sekarang sudah sangat maju, profesionalisme guru dalam menyampaikan informasi (transfer knowledge) kepada siswa tidaklah cukup hanya dengan cara berbicara atau berceramah didepan kelas, tetapi guru sebaiknya harus mampu mengemas bentuk informasi itu ke dalam bentuk yang lebih menarik agar minat belajar siswa dapat lebih ditingkatkan. Pemanfaatan teknologi dalam pendidikan saat ini memiliki peran dan posisi penting dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Januszweski & Molenda (2008: 1) mendefinisikan teknologi pendidikan sebagai suatu kajian ilmu dan praktek etis yang memfasilitasi belajar, meningkatkan kinerja dengan menciptakan, menggunakan dan mengelola proses-proses serta sumber teknologi yang sesuai. Hal ini mengindikasikan tujuan utama teknologi pendidikan (membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran). Sejalan dengan hal tersebut, maka pendidikan yang sekarang ini haruslah mengarah pada pemanfaatan teknologi., salah satu perwujudannya dengan memanfaatkan media pembelajaran berbasis teknologi atau pembelajaran berbantuan komputer (CAI). Dalam proses pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media yang tepat diharapkan dapat berpengaruh terhadap pembelajaran yang dialami siswa dalam tujuan tercapainya kompetensi yang diharapkan dari siswa. Salah satu media pembelajaran yang diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang menarik dan kondusif yaitu, dengan penggunaan bahan ajar teknologi audio visual atau salah satunya buku digital atau Buku Sekolah Elektronik (BSE)/e-book, tapi kali ini peneliti akan mengembangkan BSE tersebut dengan mengintegrasikan konten multimedia ke dalam BSE tersebut, dengan istilah multimedia Flipbook. Multimedia Flipbook merupakan bentuk penyajian bahan belajar mandiri yang disusun secara sistematis ke dalam unit pem-belajaran terkecil, untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu yang disajikan ke dalam format digital yang didalamnya terdapat unsur multimedia, dan navigasi yang membuat pengguna lebih interaktif dengan media. Dengan adanya buku elektronik yang bersifat Flipbook, dimana dalam proses
58
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika penyampaian informasinya melibatkan tampilan audio visual seperti teks, audio, video, grafis dan animasi, serta program tersebut pemakaiannya mudah dipahami dan diharapkan dapat dijadikan media pembelajaran yang baik. Sebagai tambahan, penggunaan multimedia Flipbook juga dapat meningkatkan minat belajar siswa dan juga dapat mem-pengaruhi prestasi atau hasil belajar siswa (Ramdania, 2013) dan meningkatkan pemahaman dan meningkatkan pencapaian hasil belajar (Nazeri, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pembelajaran Matematika di SD (2) Prosedur pengembangan produk multimedia Flipbook untuk mata pelajaran Matematika di SD (3) efektivitas peng-gunaan multimedia Flipbookdalam meningkatkan minat pada mata pelajaran Matematika di SD. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan diSekolahdasarMuhammadiyah 1 Ngawiberalamat di Jalan BasukiRahmat No.077 Kabupaten. Ngawi Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and Development). Penelitian pengembangan digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2013). Desain pengembangan media yang digunakan adalah desain pengembangan Instruksional ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation) yang berorientasi pada produk (Molenda, 2008).Pada pelaksanaan dan penerapannya, Model ADDIE adalah: (1) Analysis yang dapat diartikan sebagai analisis kebutuhan awal pada anak SD untuk menentukan atau mendesain awal materi pembelajaran dimana nantinya sebagai kebutuhan Pembuatan Program Multimedia Pembelajaran, (2) Design dapat diartikan sebagai desain awal produk berdasarkan analisis kebutuhan dalam materi pengukuran waktu dan sudut pada anak kelas V, (3) Development yang dapat diartikan sebagai mem-produksi program pembelajaran multimedia flipbook, (4) Implementation diartikan sebagai implementasi atau proses pengujian produk media pembelajaran multimedia flipbook, (5) Evaluation yang diartikan sebagai Evaluasi program Mutimedia Flipbook pembelajaran yang telah dihasil-kan dan di uji cobakan. Subjek uji coba dalam penelitian adalah 26 orang siswakelas. V Billal Bin Robbah (kelaseksperimen) dan26 orang siswakelas V Khadijah Binti Kubro (kelaskontrol) Instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu angket dan lembar observasi pengamatan. Angket digunakan untuk mengevaluasi terkait media yang diberikan kepada ahli media untukmengetahuipenilaianahli media terhadap media yang dikembangkan, dan angket terkait materi diberikan kepada ahli materi untuk mengetahui penilaian ahli materi terhadap materi yang sudah dikembangkan. Lembar observasi pengamatan digunakan untuk menelusuri minat belajar siswa. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis statistik deskriptif dan analisis uji t. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis dan mendeskripsikan data yang telah terkumpul berdasarkan lembar observasi pengamatan yang dilakukan oleh guru. Data kuantitatif dari hasil angket validasi kemudian diubah menjadi data kualitatif menggunakan skala lima, yaitu penskoran dari angka satu sampai dengan lima. Tabel 1. Konversi data kuantitatif ke dalam data kualitatif
59
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Interval Skor
Nilai
Kategori
X > 4.21
5
Sangat baik
3.40 < X ≤ 4.21
4
Baik
2.60 < X ≤ 3.40
3
Cukup
1.79 < X ≤ 2.60
2
Kurang
X ≤ 1.79
1
Sangat kurang
Uji-t digunakan untuk menghitung efektivitas produk yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana produk media pembelajaran berupa multimedia flipbook ini dapat meningkatkan minat belajar siswa. Data yang dianalisis dalam uji efektivitas ini yaitu nilai anak yang diperoleh dari Prettest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Nilai rata-rata kedua kelompok tersebut kemudian dianalisis menggunakan uji-t. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Multimedia Flipbookini mengikuti prosedur pengembangan ADDIE dari Molenda. Tahap pertama yaitu analisis. Tahap analisis diawali dengan studi pustaka dan studi lapangan, setelah dilanjutkan dengan analisis kebutuhan. Tahap kedua yaitu desain. Empat langkah yang dilakukan pada tahap desain yaitu menetapkan Kompetensi Dasar, merumuskan tujuan pembelajaran, membuat storyboard, dan validasi desain oleh ahli. Tahap ketiga yaitu pengembangan. Pada tahap pengembangan diawali dengan validasi produk oleh ahli materi 2 orang dengan 10 aspek dengan jumlah keseluruhan 18 butir instrumen yang dimana rata-rata ahli materi pertama 4,82 dengan kategori sangat baik dan ahli materi kedua 4,65 dengan kategori sangat baik dan ahli media 2 orang dengan 2 aspek yaitu tampilan 10 item dan penyajian 7 item dengan jumlah keseluruhan 17 butir instrumen yang dimana rata-rata ahli materi pertama 4,71 dengan kategori sangat baik dan ahli materi kedua 4,61 dengan kategori sangat baik, setelah itu dilanjutkan dengan uji lapangan awal dengan jumlah sample 3 orang dengan tingkat tinggi, sedang dan rendah dilihat dari ujian Blok 1 memperoleh rata-rata 4,67 dengan kategori sangat baik dan uji lapangan utama jumlah sample 9 orang dengan tingkat tinggi 3 siswa, sedang 3 siswa dan rendah 3 siswa dilihat dari ujian Blok 1 memperoleh ratarata 4,57 dengan kategori sangat baik. Tahap keempat yaitu implementasi. Tahap implementasi merupakan tahap uji coba kelompok besar dimana terdapat dua kelompok kelas (eksperimen dan kontrol). Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang menggunakan Multimedia Flipbook, sedangkan kelompok kontrol adalah siswa yang menggunakan buku paket (tidak menggunakan Multimedia Flipbook). Tahap kelima yaitu evaluasi. Sebelum menjadi produk akhir, Multimedia Flipbook pada mata pelajaran matematika siswa kelas V semester gasal terlebih dahalu dilakukan uji kelayakan dan efektivitas produk. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan produk yang layak dan berkualitas dari segi isi materi dan media itu sendiri. Setelah produk dinyatakan layak, maka media pembelajaran ini dapat digunakan dalam pembelajaran matematika, selanjutnya. Analisis kelayakan produk diperoleh dari data hasil pengisisan angket/lembar evaluasi dari ahli materi, ahli media, dan angket uji coba produk pada siswa, sedangkan efektivitas produk diperoleh dari hasil tes prestasi siswa.
60
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Berikut adalah beberapa contoh tampilan media pembelajaran yang berupa multimedia flipbook
Gambar 1. Tampilan Cover
Gambar 2. Tampilan Kata Pengantar dan Petunjuk
Gambar 3. Tampilan Daftar Isi dan SK/KD
Gambar 4. Tampilan Tujuan Pembelajaran dan Peta Konsep
61
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Gambar 5. Tampilan Materi Waktu
Gambar 5. Tampilan Materi Sudut
Gambar 5. Tampilan Video dan Latihan Uji efektivitas produk dilakukan dengan menggunakan uji t. Sebelum dilakukan perhitungan ujit, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat (uji normalitas dan uji homogenitas). Hasil pengujian normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki data yang berdistribusi normal dan homogen. Setelah dilakukan uji prasyarat analisis, dilakukan analisis uji t. Hasil Uji Efektivitas menunjukkan bahwa minat belajar siswa yang menggunakan Multimedia Flipbook lebih baik dibandingkan dengan anak yang menggunakan buku teks. Hasil ini ditunjukkan dari perhitungan Uji t, dimana DK = {t | t < -1.706 atau t > 1.706} dan tobs = 8.048 DK. Keputusan uji adalah H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok memiliki prestasi yang tidak sama. Kelompok eksperimen memiliki rata-rata 72. Sedangkan kelompok kontrol memiliki rata-rata 63,38.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil dari studi lapangan dan tahap analisis menunjukkan bahwa peran guru masih sangat mendominasi selama pembelajaran matematika berlangsung. Metode pembelajaran yang digunakan terbatas pada ceramah dan tanya jawab saja. Siswa tidak
62
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika memiliki kesempatan untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Aktivitas siswa hanya mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Media pembelajaran yang digunakan guru juga hanya buku paket matematika atau LKS. Hal ini lah yang pada akhirnya membuat sebagian besar siswa menjadi pasif dan cepat merasa bosan saat proses pembelajaran berlangsung. Untuk menciptakan suasana kegiatan belajar yang baru, inovatif dan dapat memotivasi anak untuk mudah memahami apa yang disampaikan khususnya untuk meningkatkan kemampuan membaca anak, perlu adanya penggunaan teknologi komputer yang ada, karena teknologi komputer ini sebenarnya dapat memberikan kontribusi yang sangat efektif untuk pembelajaran, seperti yang dikemukakan oleh Smaldino dkk.(2005) mengatakan bahwa media adalah suatu alat komunikasi dan sumber informasi. Maka dalam penggunaan media ini sangat amat efektif digunakan dalam pembelajaran agar dalam penyampaian pesan dan informasi tersebut dapat diterima dengan baik. Karakteristik siswa yang aktif seharusnya dapat difasilitasi oleh guru dengan menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Matematika di sekolah berperan dalam melatih siswa berpikir logis, kritis dan praktis, serta bersikap positif dan berjiwa kreatif (Suherman, 2001: 58).Menurut Dimyati (2006: 22), Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Salah satunya yaitu dengan menggunakan media pembelajaran yang menarik dan memiliki interaksi langsung dengan siswa. Media pembelajaran yang dapat diakses melalui perangkat komputer/laptop adalah alternatif media pembelajaran yang menarik bagi siswa karena dapat dioperasikan kapan dan dimana saja. Media yang berarti perantara, penyalur, sarana sehingga posisi media ini bukanlah pengganti guru sepenuhnya di kelas. Asyar (2012:4) media merupakan alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan dan informasi dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Sehingga ketika dikaitkan dengan proses pembelajaran pengertian media pembelajaran menjadi sarana, perantara yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kata multimedia ini mengisyaratkan bahwa dalam penggunaannya melalui banyak (multi) sarana berarti juga melibatkan beberapa indera, yaitu indera penglihatan, pendengaran melalui teks, visual diam, gerak, dan audio dan media interaktif yang bisa memberikan kesan pembelajaran 2 arah. Multimedia pembelajaraan yang dikembangkan peneliti berusaha unntuk menampilkan asperk-aspek tersebut, yaitu dengan menampilkan animasi gambar, audio, baik yang melalui teks, visual gambar ataupun visual gerak. Selaras dengan pendapat Haris dalam Wang (2008: 44) yang menyebutkan bahwa penggunaan multimedia yang meliputi pengenalan dan penguatan aspek visual dalam presentasi dapat menciptakan lingkungan belajar yang aktif, meningkatkan perfoma siswa, membantu perkembangan tingkah laku yang positif melalui pembelajaran konsep yang kompleks, meningkatkan komunikasi serta dapat diadaptasi dalam semua model dan tingkat pembelajaran. Oleh karena itu penggunaan media haruslah efektif dan memenuhi prinsip-prinsip yang ada terutama prinsip interaktivitas, karena prinsip interaktivitas ini dipandang sebagai salah satu aspek penting yang akan menetukan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran nantinya. Dalam hal ini penulis juga berpendapat hal yang sama dengan
63
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Vaughan (2008: 7) yang menyebutkan bahwa multimedia yang digunakan harus menyatukan antara siswa dengan materi pelajaran yang diberikan yang bearti multimedia flipbook yang di kembangkan telah dapat mengatasi rasa kebosanan siswa. Jika siswa tertarik dengan apa yang mereka kerjakan, mereka akan menikmati proses pembelajaran dan memahami materi yang diberikan guru. Hal terpenting bahwa multimedia flipbook mampu meningkatkan minat belajar dan prestasi belajar siswa Dengan dikembangkan media pembelajaran multimedia flipbook dalam pembelajaran matematika di kelas 5 SD dalam meningkatkan minat belajar siswa maka guru harus mengembangkan kreativitas dalam mengelola materi bahan ajar agar siswa dapat lebih mudah memahami materi baik itu didalam kelas maupun di luar kelas. melihat pentingnya pemanfaatan media pembelajaran sebagai upaya menciptakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa, maka peneliti tertarik mengembangkan Multimedia Flipbookpada mata pelajaran matematika siswa kelas V semester gasal. Produk media pembelajaran multmedia flipbook pada mata pelajaran matematika kelas 5 semester gasal sebelum menjadi produk akhir terlebih dahulu dilakukan pengujian kelayakan produk. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan berkualitas dilihat dari segi isi materi maupun media itu sendiri. Setelah produk dinyatakan layak, maka produk ini dapat digunakan dalam pembelajaran matematika.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan produk yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil pengamatan terhadap pembelajaran matematika pada kelas V di SD Muhammadiyah 1 Ngawi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika masih menggunakan metode ceramah dan tidak menggunakan media pembelajaran penunjang dalam penyampaian materi, sehingga siswa menjadi bosan mengikuti pembelajaran, dan siswa membutuhkan media tambahan atau media penunjang untuk membantu siswa dalam mempelajari dan memahami materi pelajaran yang disajikan atau yang disampaikan guru di sekolah. SD Muhammadiyah 1 Ngawi berpotensi untuk pengembangan multimedia pembelajaran ini karena sarana dan prasarana mendukung untuk pemnggunaan media pembelajaran berbasis teknologi informasi. SD Muhammadiyah 1 Ngawi sudah mengembangkan media pembelajaran namun jumlahnya masih terbatas sehingga perlu tambahan media salah satunya adalah multimedia pembelajaran ini. Produk multimedia flipbook yang baik hendaknya memenuhi kriteria efektivitas, efisiensi dan daya tarik tersendiri supaya bisa dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan minat belajar. Selain itu produk multimedia flipbook ppembelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan kebutuhan anak sehingga sangat perlu dilakukan tahapan analisis pendahuluan. Multimedia pembelajaran multimedia flipbook bisa dipakai oleh siswa secara mandiri ataupun dalam bimbingan orang yang lebih tua yang mampu menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Siswa diperbolehkan menggunakan secara mandiri selama siswa mampu mengoperasikan perangkat pembelajaran dengan baik dan aman.
64
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika SARAN Beberapa hal yang peneliti sarankan sehubungan dengan pengembangan produk multimedia flipbook ini adalah: 1. Bagi siswa sebaiknya pada pemanfaatan multimedia flipbook ini bisa dibaca kapan saja dimana saja anak tetapi dalam pengawasan guru ataupun orang tua terutama dalam pengoperasian komputer. 2. Guru a. Bagi guru sebelum menggunakan multimedia sebaiknya guru membaca petunjuk penggunaannya dan mencoba sendiri terlebih dahulu sebelum dipraktikkan dalam kelas b. Guru sebaiknya mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan sebelum melakukan pembelajaran 3. Sekolah. a. Bagi sekolah hendaknya memberikan workshop dan pelatihan kepada guru sebagai upaya untuk memfasilitasi guru mata pelajaran untuk dapat membuat multimedia flipbook sehingga siswa dapat mempelajari materi pelajaran lebih dalam melalui perangkat komputer/laptop kapan saja dan dimana saja. b. Bagi sekolah, multimedia ini bisa digandakan dalam jumlah besar untuk dipakai dikelas yang lain yang mempunyai materi yang sama 4. Bagi pengembang lain a. Penelitian ini terbatas pada satu sekolah sehingga perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan sampel yang lebih luas b. Media yang dikembangkan belum mencakup keseluruhan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa dalam satu semester, sehingga perlu pengembangan untuk pokok bahasan lain. Daftar Pustaka Anitah, Sri. 2009. Teknologi Pembelajaran. Surakarta : Yuma Pustaka. Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran Edisi Revisi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Cumaoglu, Sacici, & Torun, Kerem. 2013. “E-book versus Printed Matherials: Preferences of University Students”. International journal of Contemporary Educational Technology.Vol. 4. No. 2, hlm 121-135. Budiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian Edisi ke-2. Surakarta : UNS Press. Dimyati dan Mudjiono 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Gall, Gall, and Borg. 2007. Educational Research. New York : Pearson. Ismail, Roesnita dan A.N, Zainab. 2005. The Pattern Of E-Book Use Amongst Undergraduates in Malaysia: A Case of To Know is To Use. Vol.10, no.2, hlm 1-23. Januszwenski dan Molenda. 2008. Educational Technology. US : Taylor & Francis Group. Miarso, Yusufhadi. 2005. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Putra, Prakoso Bhairawa. 2014. E-book dan Pasar Perbukuan Kini. Diunduh dari http://www.ristek.go.id
65
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Rusman. 2012. Belajar dan pembelajaran Berbasis komputer (mengembangkan profesionalisme guru abad 21). Bandung: Alfabeta Rudi Susilana dan Cepi Riyana. 2008. Media Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima Suryani, Nunuk, dan Agung, Leo. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta:Ombak. Smaldino et al. 2011. Instructional Technology & Media for Learning Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar Edisi Kesembilan. Jakarta : Kencana. Erman Suherman dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: FMIPA UPI Tim Penyusun. 2013. Buku Sumber Simulasi Digital. Jakarta: SEAMOLEC.
66
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Inggris Berbasis Kompetensi Kerja untuk Mempersiapkan Peserta Didik Menempuh On The Job Training di Bagian Front Office Hotel (Studi Pengembangan di International Hotel Management School) 15
16
Andreas Aris Eko Mulyono , Suharno , Ahmad Arif Musadad
17
[email protected]
Abstrak: Kebutuhan pembelajaran Bahasa Inggris profesi untuk peserta didik International Hotel Management School (IHS) teridentifikasi setelah hasil evaluasi bersama program On the Job Training (OJT) menunjukkan bahwa unjuk kerja yang diharapkan dari peserta IHS yang menempuh OJT di bagian Front Office hotel, tidak sesuai dengan apa yang ditunjukkan di lapangan. Berdasarkan hasil analisa terhadap kurikulum pendidikan IHS, didapati bahwa program-program pembelajaran Bahasa Inggris di IHS dikembangkan berdasarkan situasi atau keadaan di mana peserta didik membutuhkan kerampilan berkomunikasi dalam Bahasa Inggris sebagai bagian dari tuntutan pekerjaan mereka. Oleh karena itu analisis kebutuhan pembelajaran (Need Analysis), yaitu tahap peserta didik mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran, menjadi tahap yang paling menentukan di dalam proses pengembangan bahan ajar. Penelitian ini bertujuan untuk: mengembangkan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja untuk mempersiapkan peserta didik IHS menempuh OJT di bagian Front Office hotel, dan mengetahui efektifitas bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja dalam meningkatkan kompetensi kecakapan Berbahasa Inggris peserta didik/i IHS. Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dihasilkan di dalam penelitian ini dikaji dari dua aspek, yaitu: aspek efektivitas penggunaan bahan ajar, serta aspek kelayakan bahan ajar, yang meliputi kelayakan isi, kelayakan kebahasaan, kelayakan penyajian, dan kelayakan unsur dekoratif bahan ajar.
Kata Kunci: Pengembangan, Bahan Ajar, Bahasa Inggris untuk Kebutuhan Profesi,
PENDAHULUAN ebagai salah satu bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi internasional, Bahasa Inggris berkembang seiring dengan pertumbuhan industri pariwisata global. Hal ini membawa dampak langsung terhadap pengelolaan kegiatan pendidikan dan latihan di institusi pendidikan vokasi perhotelan dan pariwisata. Kegiatan pendidikan dan latihan tidak bisa lagi didominasi dengan program-program yang diarahkan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kekuatan fisik, namun juga
S 15
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 17 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 16
67
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika membekali peserta didik dengan ketrampilan dan kompetensi, yang biasanya tidak dipelajari secara langsung di sekolah, yaitu kompetensi dalam membina komunikasi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, yang salah satunya dibuktikan dengan kecakapan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, termasuk dengan menggunakan bahasa asing yang paling tinggi digunakan di sektor industri jasa perhotelan, yaitu Bahasa Inggris. M Atwi Suparman (2012) menyatakan bahwa kebutuhan adalah kesenjangan antara keadaan saat ini dibandingkan keadaan yang seharusnya. Setiap keadaan yang kurang dari yang semestinya, menunjukkan kebutuhan. Sementara itu, Morrison (2007:32) menyatakan bahwa kebutuhan adalah kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Kebutuhan dan kesenjangan ini selanjutnya akan menciptakan kebutuhan pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja untuk mempersiapkan peserta didik IHS menempuh OJT di bagian Front Office hotel. Dasar pengembangan bahan ajar ini adalah prestasi unjuk kerja trainee peserta didik IHS, khususnya mereka yang menempuh OJT di bagian Front Office hotel, yang dianggap belum bisa mengimbangi perkembangan dunia industri. Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dikembangkan di dalam penelitian ini memiliki karakteristik pengembangan sebagai berikut: (1) mengadopsi model pengembangan Dick and Carey (2009), (2) produk yang dihasilkan merupakan program English for Occupational Purposes (EOP), yang akan memfasilitasi kebutuhan pembelajaran Bahasa Inggris untuk profesi staff Front Office hotel, dan (3) merujuk pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dikembangkan di dalam penelitian ini mengadopsi model pengembangan Dick and Carey. Model pengembangan Dick and Carey diadopsi karena: (a) dianggap sebagai model pengembangan yang cocok untuk mengembangkan bahan ajar training dan pelatihan; (b) memiliki kejelasan di setiap langkah-langkahnya, sehingga mudah diikuti, khususnya bagi mereka yang belum berpengalaman dalam mengembangkan bahan ajar; (b) terdiri dari tahap-tahap yang teratur, terperinci, serta efektif dan efisien dalam pelaksanaan; (c) dianggap luwes atau fleksibel karena memiliki ruang untuk dilakukannya revisi, termasuk revisi pada tahap awal proses pengembangan; (d) memiliki komponen yang mencakup semua aspek yang dibutuhkan dalam suatu perencanaan pembelajaran. Di ranah ilmu lingistik dan pendidikan Bahasa Inggris, bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dikembangkan di dalam penelitian ini termasuk di dalam program English for Occupational Purposes (EOP), salah satu cabang dari English for Specific Purposes (ESP). Hutchinson & Waters (1987) dalam Bojovic (2006) menyatakan bahwa program ESP adalah sebuah fenomena di dunia pendidikan Bahasa Inggris. Perkembangan program ESP ini lebih dikarenakan tiga karena faktor utama, yaitu (1) Berkembangnya kebutuhan pembelajaran Bahasa Inggris profesi di negaranegara tujuan investasi dan ekspansi teknologi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat, pada era industrialisasi pasca perang dunia kedua, (2) Perkembangan ilmu linguistik, yang membawa perubahan mendasar terhadap kerangka pengembangan program pembelajaran Bahasa Inggris. Dalam hal ini, pembelajaran Bahasa Inggris difokuskan pada bagaimana Bahasa Inggris digunakan di dalam komunikasi. Sehingga program
68
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika pembelajaran Bahasa Inggris dirancang sesuai dengan konteks di mana Bahasa Inggris akan digunakan; (3) Perkembangan metode pembelajaran Bahasa Inggris, yang memperhatikan aspek psikolinguistik seseorang, ketika mempelajari bahasa baru. Implikasinya, pembelajaran Bahasa Inggris untuk peserta didik dewasa, tidak lagi difokuskan pada bagaimana penyajian materi di kelas, namun ditekankan pada bagaimana peserta didik menguasai Bahasa Inggris. Lebih jauh, Hutchinson and Waters (1987) dalam Bojovic (2006) menyebutkan bahwa ada dua hal yang perlu ditekankan dari sebuah program ESP, adalah: (1) program ESP adalah sebuah pendekatan, dan (2) dasar pengembangan program ESP adalah alasan mengapa peserta didik perlu mempelajari Bahasa Inggris. Lebih jauh, DudleyEvans (2001) dalam Chang (2006) merumuskan karakteristik absolut program ESP, yaitu: (1) program ESP memenuhi kebutuhan khusus peserta didik; (2) program ESP disusun berdasarkan metodologi dan konteks komunikasi khusus; dan (3) program ESP difokuskan pada pemahaman tata bahasa serta ungkapan kebahasaan, ketrampilan, konteks kebahasaan, dan genre yang sesuai dengan kegiatan kebahasaan. Lebih jauh, Dudley-Evans (2001) dalam Chang (2006) merumuskan pula karakteristik variabel program ESP, yaitu: (1) program ESP berhubungan dan didesain untuk kebutuhan disiplin ilmu tertentu; (2) program ESP bisa menerapkan metodologi yang berbeda dengan metodologi yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris umum; (3) program ESP dikembangkan untuk peserta didik dewasa; (4) program ESP pada umumnya didesain untuk peserta didik dengan ketrampilan berbahasa Inggris menengah atau lanjut; dan (5) Program ESP membutuhkan pengetahuan dasar para peserta didik. Hutchinson & Waters (1987) dalam Tahir (2012), membagi program ESP menjadi tiga kelompok berdasarkan disiplin ilmu dan wilayah profesional peserta didiknya, yaitu: (1) Bahasa Inggris untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (English for Science and Technology); (2) Bahasa Inggris untuk Ekonomi dan Bisnis (English for Business and Economics); dan (3) Bahasa Inggris untu Ilmu Sosial (English for Social Studies). Masing-masing wilayah kajian tersebut selanjutnya dibagi menjadi dua cabang lagi, yaitu; EAP dan EOP. Program ESP dikembangkan berdasarkan kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu, Needs Analysis atau analisis kebutuhan pembelajaran menjadi tahap paling awal sekaligus menentukan di dalam proses pengembangan bahan ajar ESP. Pakar linguistik dan praktisi pembelajaran Bahasa Inggris sepakat bahwa Need Analysis adalah inti dari pengembangan bahan ajar ESP. Iwai et.al (1999) dalam Songhori (2008) menyatakan bahwa istilah Need Analysis mengacu pada kegiatan mengumpulkan informasi yang akan digunakan sebagai dasar pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Selain mengumpulkan dan menganalisa informasi dan data, Dickinson (1991) dalam Kusumoto (2008) mengungkapkan bahwa Need Analysis merupakan tahap mengidentifikasi dan merumuskan; (1) Needs (Kebutuhan), yaitu ketrampilan yang seharusnya dikuasai oleh peserta didik sesuai dengan apa yang dibutuhkan; (2) Wants (Keinginan), yaitu ketrampilan yang akan dijadikan prioritas utama bagi peserta didik jika mendapat kesempatan dan waktu; dan (3) Lack (Kesenjangan), yaitu perbedaan antara
69
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika apa yang telah diterima, apa yang dikuasai saat ini, dan apa yang peserta didik harapkan untuk bisa mereka kuasai. Program ESP dikembangkan untuk peserta didik dewasa. Oleh karena itu, motivasi peserta didik akan menentukan keberhasilan sebuah pembelajaran program ESP. Hal ini sesuai Knowles (1999) dalam Tylor (2009) yang menguraikan enam asumsi mengenai peserta didik dewasa, yang selanjutnya menjadi dasar dalam merancang program pembelajaran untuk peserta didik dewasa. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut: (1) Peserta didik dewasa melihat diri mereka sebagai pribadi yang memiliki kebebasan, khususnya untuk mengambil keputusan-keputusan pribadi dalam hidup mereka, termasuk keputusan untuk mengikuti program pembelajaran; (2) Peserta didik dewasa selalu menggunakan latar belakang pengalaman hidup ke dalam proses pembelajaran yang mereka jalankan. Bahan ajar ESP semestinya mampu merefleksikan pengalaman yang akan diperoleh peserta didik, serta memberikan kesempatan kepada mereke untuk membandingkan aspek-aspek pembelajaran ESP dengan pengalamanpengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya; (3) Peserta didik dewasa bersedia belajar ketika mereka merasakan adanya kebutuhan mengetahui dan memiliki kemampuan atau ketrampilan tertentu agar mampu melakukan unjuk kerja secara lebih efektif dan memuaskan, (4) Peserta didik dewasa memasuki tahap belajar berbasis problem solving dan pengalaman hidup. Untuk itulah materi otentik dipilih dalam mengembangkan program ESP, (6) Peserta didik dewasa termotivasi untuk belajar karena adanya motivasi. Bahan ajar program ESP seharusnya dikembangkan berdasarkan konsep pengembangan atau penguatan motivasi intrinsik peserta didik, artinya mampu memperlihatkan bahwa bahan ajar program ESP tersebut akan memberi manfaat bagi peserta didik ketika mengimplementasikannya di lingkungan akademik atau tempat kerja mereka, and (7) Peserta didik dewasa cenderung mempertimbangkan manfaat yang bisa dan tidak akan mereka peroleh ketika memutuskan untuk mengikuti sebuah proses pembelajaran. Oleh karena itu, program ESP harus mampu mendefinisikan dengan jelas dan tegas bentuk konkret penetahuan dan kerampilan baru, yang bisa diperoleh oleh peserta didik dari proses pembelajaran yang mereka ikuti. Burdová (2007) menyatakan bahwa mereka yang belajar EOP sebenarnya tidak tertarik mempelajari Bahasa Inggris, mereka menempuh pembelajaran Bahasa Inggris untuk bisa menyelesaikan tugas atau pekerjaan tertentu dengan menggunakan Bahasa Inggris. Bisa disimpulkan di sini, bahwa peserta didik program EOP adalah peserta didik dewasa, yang pernah menempuh pembelajaran Bahasa Inggris sebelumnya. Implikasinya adalah keberhasilan peserta didik dalam menempuh program pembelajaran EOP ini akan sangat dipengaruhi oleh motivasi belajar peserta didik. Dengan demikian, aspek motivasi peserta didik menjadi bahan pertimbangan di dalam pengembangan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja. Hal ini diwujudkan didalam implementasi pendekatan ARCS (Attention-Relevance-Confidence-Satisfaction). Bahan ajar Bahasa Inggris yang dikembangkan di dalam penelitian ini mengacu pada standard kompetensi kerja seperti yang tertuang di dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). SKKNI adalah uraian kemampuan yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang untuk menduduki jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. SKKNI dirumuskan dan dikembangkan oleh Badan Nasional Sertifikasi
70
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Profesi (BNSP), yang dibentuk oleh presiden berdasarkan PP No. 23 tahun 2004. BNSP telah menyelesaikan SKKNI Pariwisata subsektor Hotel dan Restoran dan telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor KEP.239/MEN/X/2004. Penyusunan SKKNI Pariwisata subsektor Hotel dan Restoran ini bertujuan untuk; (1) memberikan informasi untuk pengembangan program kurikulum, dan berfunsgi sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan, serta penilaian dan sertifikasi; (2) menjadi rujukan yang membantu dalam rekruitmen tenaga kerja, membantu penilaian unjuk kerja, mengembangkan program pelatihan bagi karyawan berdasarkan kebutuhan, serta membuat uraian jabatan; (3) menjadi acuan dalam merumuskan paket-paket program sertifikasi sesuai dengan kualifikasi dan levelnya, dan dalam penyelenggaraan pelatihan, penilaian dan sertifikasi.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian dan pengembangan atau research and development (R&D), dengan tujuan mengembangkan produk berupa paket bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja untuk mempersiapkan peserta didik menempuh OJT di bagian Front Office hotel. Metode penelitian pengembangan ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) Studi Pendahuluan, yang terdiri dari tahap-tahap: (a) mengidentifikasi tujuan pembelajaran, (b) melakukan analisis pembelajaran, dan (c) menganalisis karakteristik peserta didik dan konteks pembelajaran; (2) Pengembangan Model, yang terdiri dari: (a) Desain produk, (b) Uji Validasi produk, dan (c) Revisi produk; (3) Uji coba efektivitas desain dan Evaluasi sumatif produk. Penelitian pengembangan ini dilaksanakan di International Hotel Management School (IHS) Surakarta. Jenis data yang diperoleh di tahap studi pendahuluan adalah data kualiatif. Data kualitatif ini merupakan hasil analisis kebutuhan pembelajaran serta analisis profil peserta didik yang akan menggunakan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dikembangkan. Data yang digunakan di tahap studi pendahuluan diperoleh dengan mengunakan instrumen interview dan studi dokumen. Di tahap studi pendahuluan ini, interview dilakukan terhadap staff Akademik IHS yang mengelola OJT. Sementara itu, studi dokumentasi difokuskan pada kajian terhadap data dan laporan pelaksanaan program OJT di IHS. Jenis data yang diperoleh di tahap pengembangan model adalah data kualitatif. Data kualitatif ini merupakan data hasil validasi tim pakar/ahli pengembangan kurikulum dan bahan ajar, dan pakar pengembangan program ESP, hasil uji coba perorangan, dan uji kelompok kecil. Data yang digunakan di tahap pengembangan model diperoleh dengan mengunakan instrumen kuisioner. Data yang dikumpulkan dengan intrumen kuisioner tersebut berupa penilaian dan evaluasi, serta masukan dan saran terhadap hasil pengembangan bahan ajar. Selanjutnya data ini akan digunakan sebagai dasar dilakukannya revisi atau perbaikan terhadap bahan ajar tersebut agar menjadi produk akhir yang layak untuk dijadikan bahan ajar untuk kegiatan pembelajaran di IHS. Jenis data yang diperoleh di tahap Uji efektifitas desain adalah data kuantitatif. Data kuantitatif ini berupa data hasil uji coba implementasi bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang telah dikembangkan, untuk mengukur efektfitas bahan
71
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika ajar tersebut. Data yang dikumpulkan adalah data nilai pretest dan posttest peserta didik dari kelas eksperimen, yaitu kelompok peserta didik yang menempuh pembelajaran dengan bahan ajar baru, dan kelompok peserta didik dari kelas kontrol, yaitu kelompok peserta didik yang menempuh pembelajaran dengan bahan ajar lama, English for Hotel Operation. Teknik analisa data yang digunakan adalah uji t berpasangan.
HASIL PENGEMBANGAN Produk pengembangan penelitian berupa Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja ini terdiri dari 13 unit materi, yang merujuk pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Pariwisata subsektor Hotel dan Restoran, bidang kompetensi English Proficiency dan bidang kecakapan Front Office. Bidang kompetensi English Proficiency menjadi pedoman dalam menetapkan aspek dan ruang lingkup ketrampilan berbahasa yang menjadi fokus pengembangan bahan ajar, sementara bidang kecakapan Front Office menjadi pedoman dalam menentukan konteks situasional di mana komunikasi dalam Bahasa Inggris akan dilakukan dan terjadi. Struktur penyajian bahan ajar tersebut adalah: (1) Judul Unit, yang menggunakan ungkapan kebahasaan yang muncul di unit bersangkutan; (2) Kegiatan Pra Pembelajaran, meliputi: (a) bagian yang mendeskripsikan cakupan materi dan tujuan pembelajaran, yang diberi judul Snapshot! dan (b) bagian dengan ilustrasi foto, kosa kata baru, dan daftar pertanyaan sebagai bahan diskusi awal, sebelum masuk ke materi inti. Bagian ini diberi judul, Let‟s Start; (3) Kegiatan Pembelajaran, yang meliputi: (a) Conversation, berisi contoh-contoh percakapan; (b) Language Focus, berisi pembahasan mengenai ungkapan kebahasaan dan konstruksi kalimat, sesuai dengan topik bahasan, disertai rangkaian latihan-latihan terpandu; (c) Reading, berisi teks bacaan serta latihanlatihan and (d) Word Power, berisi kegiatan latihan yang bertujuan untuk meningkatkan perbendaharaan kosa kata peserta didik; dan (4) Kegiatan evaluasi pembelajaran, yang diberi judul Work Out! Selain unit-unit materi, bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja juga memiliki lima unit evaluasi, yang disisipkan diantara unit-unit materi inti. Unit-unit evaluasi ini terdiri dari lima bagian, dengan struktur penyajian sebagai berikut; (1) Latihan penggunaan ungkapan kebahasaan diberi judul What do you say? (2) Latihan tata bahasa diberi judul Grammar Point, (3) Latihan kosa kata diberi judul Word Chest, (4) Latihan percakapan terpandu diberi judul Act It Out, dan (5) Latihan percakapan dengan pengembangan diberi judul Follow Up Activities. Selain itu, bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja ini juga memiliki 1 unit tambahan yang berisi daftar ungkapan-ungkapan kebahasaan dasar yang digunakan di dalam komunikasi sehari-hari, yang akan muncul secara berulang di dalam bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja. Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dikembangkan di dalam penelitian ini melalui rangakaian uji validitas dan uji coba sesuai dengan tahapantahapan dalam model pengembangan Dick and Carey, yaitu Uji/Validitas Pakar, Uji Coba kelompok Perorangan/Satu-satu, Uji Coba Kelompok Kecil. Rangkaian uji validitas dan uji coba ini dilaksanakan untuk mengevaluasi dari semua aspek pengembangan bahan ajar, sebelum dilakukan uji efektifitas, di kelas yang sesungguhnya.
72
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Berdasarkan hasil uji/validasi pakar, produk bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dihasilkan di dalam penelitian ini dinilai telah memenuhi seluruh aspek teoritis pengembangan bahan ajar program pembelajaran ESP/EOP. Sementara itu, hasil Uji Coba Perorangan/Satu-satu, dan Uji Coba Kelompok Kecil, menunjukkan adanya temuan-temuan yang sebagian diantaranya perlu ditindaklanjuti dengan proses revisi terhadap bahan ajar yang dihasilkan. Beberapa temuan tidak ditindaklanjuti dengan tahapan revisi oleh karena temuan tersebut tidak bersifat substansial, yang akan memberi pengaruh signifikan terhadap kualitas bahan ajar yang dihasilkan. Di dalam tahap uji efektifitas desain, masih terdapat temuan-temuan yang perlu dipertimbangkan sebagai materi revisi akhir sebelum bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja didesiminasikan. Berdasarkan hasil uji efektifitas desain ini, diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Terdapat perbedaan signifikan antara nilai Pretest dan Post Tests peserta didik, yang menempuh pembelajaran Bahasa Inggris dengan bahan ajar baru, pada uji ketrampilan berbahasa Inggris di bidang profesi Front Office Hotel; (2) Perbandingan rata-rata (Mean) nilai Posttest kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen, yaitu 75,43 untuk kelompok kontrol dan 76,63, untuk kelompok eksperimen, dan (3) Terdapat perbedaan signifikan antara nilai Pretest dan nilai Posttest pada uji ketrampilan berbahasa Inggris di bidang profesi Front Office Hotel pada kelompok eksperimen terhadap kelompok kontrol. Berdasarkan hasil Uji kelayakan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja, berdasarkan penilaian pada 4 komponen uji kelayakan, diperoleh hasil sebagai berikut: (1) isi 82%, (2) kebahasaan 87%, (3) penyajian 78%, (4) unsur-unsur dekoratif 75%, dan rata-rata keempat komponen ini adalah 80,5%. Artinya, bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dihasilkan di dalam penelitian ini layak untuk digunakan sebagai bahan ajar untuk mempersiapkan peserta didik IHS menempuh OJT di bagian Front Office Hotel di International Hotel Management School (IHS).
PEMBAHASAN Langkah pengembangan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja, yang dihasilkan di dalam penelitian ini mengadopsi 10 (sepuluh) langkah pengembangan model Dick and Carey (2009), dengan tujuan agar produk yang dihasilkan bisa menunjang proses pembelajaran yang efektif, yaitu proses pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik mempelajari dan melatih pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan Raiser dan Dick (1996) dalam Aytekin Isman (2011) yang menyatakan bahwa semua faktor di dalam proses pebelajaran harus ditetapkan dengan baik, agar menghasilkan sebuah program pembelajaran yang efektif akan memotivasi peserta didik. Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dikembangkan di dalam adalah sebuah program pembelajaran English for Occupational Purposes (EOP). Artinya, Bahasa Inggris yang dipelajari hanya akan berfungsi secara efektif di dalam konteks komunikasi di bidang profesi atau pekerjaan sebagai staff Front Office Hotel. Konsep kebermanfaatan yang terbatas sebuah proses pembelajaran Bahasa Inggris ini sesuai dengan Mackay and Mountford (1988) dalam Tahir (2013) yang menyatakan bahwa peserta didik program pembelajaran EOP ini relatif akan mengalami kesulitan
73
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika untuk melakukan komunikasi secara efektif di luar konteks dan lingkungan komunikasi di mana bahasa tersebut dipergunakan. Untuk mengetahui batasan-batasan kebahasaan tersebut, maka pengembangan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja di dalam penelitian ini diawali dengan tahap Need Analysis atau analisis kebutuhan pembelajaran. Need Analysis ini secara khusus bertujuan untuk mengidentifikasi ruang lingkup materi yang akan dipelajari. Brown (1995) dalam Kusumoto (2008) menjabarkan ruang lingkup materi ini meliputi rumusan daftar tujuan pembelajaran, rancangan kegiatan pembelajaran di kelas, dan strategi evaluasi. Untuk memastikan bahwa tujuan pengembangan program pembelajaran sesuai dengan kurikulum, silabus, dan bahan ajar yang dihasilkan, maka Need Nalysis harus mempertimbangkan dengan cermat subyek Needs Analysis ini. Di dalam penelitian ini, subyek dari Need Analysis adalah peserta didik IHS, yang akan menggunakan produk yang dihasilkan. Peserta didik IHS diharapkan mampu mengidentifikasi kapan, apa, dan bagaimana mereka akan belajar. Hal ini sesuai dengan Carver (1983) dalam Bojovic (2006) yang menyatakan bahwa untuk bisa memenuhi fungsi dan kebutuhan, Need Analysis harus mengedepankan kebebasan calon peserta didik Pengembangan dan penyajian program pembelajaran Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja di IHS, tidak bisa didasarkan pada analisis kebutuhan pembelajaran yang melibatkan peserta didik. Hal ini karena peserta didik IHS tidak kompeten dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar mereka. Dalam hal ini, peserta didik IHS tidak memiliki pengetahuan yang memadahi mengenai kebutuhan kecakapan berkomunikasi dalam Bahasa Inggris yang akan menjadi bagian dari tuntutan pekerjaan mereka. Berdasarkan profil calon peserta didik, Need Analysis adalah tahap mengumpulkan data dan informasi yang relevan, untuk dijadikan rujukan dalam mengidentifikasi dan merumuskan kebutuhan pembelajaran, yang menjadi dasar pengembangan bahan ajar yang dibutuhkan peserta didik. Hal ini sesuai dengan Iwai et.al (1999) dalam Songhori (2008) menyatakan bahwa Need Analysis merujuk pada kegiatan mengumpulkan informsi yang akan digunakan sebagai dasar pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Oleh karena keikutsertaan dan keberhasilan peserta didik IHS di dalam menempuh program pembelajaran Bahasa Inggris akan menentukan tahap OJT, maka dasar pengembangan program pembelajaran Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja adalah standar kecakapan berkomunikasi Bahasa Inggris yang merujuk pada norma atau standar kompetensi kerja, yang ditetapkan oleh institusi atau lembaga yang memiliki otoritas untuk menyusun dan menetapkan standar kompetensi kerja tersebut. Merujuk pada norma dan standar kompetensi kerja di dalam pengembangan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja telah selaras dengan Kepmen No. 239/MEN/X/2004 tentang SKKNI Pariwisata subsektor Hotel dan Restauran. Dengan merujuk pada standar kompetensi kerja (SKKNI), program pembelajaran Bahasa Inggris yang dikembangkan akan relevan dan benar-benar mendukung persiapan peserta didik memasuki dunia kerja, sesuai dengan pilihan profesi yang ingin mereka tekuni. Selain itu, kurikulum, silabus, dan bahan ajar yang dihasilkan akan benarbenar membekali peserta didik IHS dengan kecakapan berkomunikasi dalam Bahasa
74
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Inggris sesuai dengan kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk bisa berada di posisi dan jabatan tertentu di hotel, serta melaksanakan suatu tugas sesuai dengan posisi atau jabatan itu.
SIMPULAN DAN SARAN Program pembelajaran Bahasa Inggris yang dikembagkan untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran khusus disebut English for Specific Purposes (ESP). Adapun program pembelajaran Bahasa Inggris yang digunakan di IHS termasuk program English for Occupational Purposes (EOP), karena karena dikembangkan berdasarkan situasi atau keadaan di mana peserta didik membutuhkan kerampilan berkomunikasi dalam Bahasa Inggris sebagai bagian tuntutan pekerjaan mereka. Program ESP/EOP dikembangkan berdasarkan kebutuhan peserta didik. Sehingga, Needs Analysis menjadi tahap paling awal sekaligus menentukan di dalam proses pengembangan bahan ajar ESP/EOP. Namun, karena peserta didik IHS tidak cukup kompeten dalam mengidentifikasi dan merumuskan kebutuhan pembelajaran mereka, maka pengembangan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja di dalam penelitian ini adalah standar kompetensi kerja yang saat ini ada dan berlaku di Indonesia, yaitu sistem standarisasi kompetensi kerja yang ditetapkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), yaitu Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), maka dasar pengembangan program pembelajaran Bahasa Inggris di IHS adalah Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) subsektor Hotel dan Restoran, khususnya bidang kompetensi English Profeciency dan Front Office. Model pengembangan Dick and Carey diadopsi sebagai instrumen konseptual untuk menganalisa, merancang, serta mengevaluasi bahan ajar yang dikembangkan. Produk akhir dari penelitian pengembangan ini adalah bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja, yang ditujukan untuk mempersiapkan peserta didik IHS untuk menempuh OJT di bagian Front Office hotel. Hasil uji efektifitas produk bahan ajar dengan instrumen Uji – T menunjukkan bahwa bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja, terbukti efektif. Sementara itu, hasil uji kelayakan produk, yang meliputi kelayakan isi, kelayakan kebahasaan, kelayakan penyajian, dan kelayakan unsur dekoratif bahan ajar, bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dihasilkan dianggap layak untuk digunakan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disarankan: (1) Untuk Insternational Hotel Management School, (a) Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang sudah disusun agar bisa digunakan dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris di IHS untuk mempersiapkan peserta didik IHS menempuh On the Job Traning di bagian Front Office Hotel; (b) Bagian kurikulum dan perencanaan program di IHS diharapkan melakukan evaluasi secara berkala terhadap implementasi bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja ini, untuk kebutuhan penyempurnaan terhadap bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja ini; (c) Bagian kurikulum dan perencanaan program di IHS perlu mempertimbangkan untuk melakukan pengembangan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja untuk bidang profesi lain di sektor industri perhotelan. Selain itu, perlu juga melakukan peninjauan dan pembenahan secukupnya terhadap terhadap bahan ajar diimplementasikan di IHS, untuk memastikan bahwa
75
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika pijakan teoritis pengembangan bahan ajar tersebut sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai melalui proses pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar yang dihasilkan. Akhirnya, (2) perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan dan merumuskan strategi baru dalam mengembangakan bahan ajar berbasis kompetensi kerja dengan model yang lebih bervariasi karena pengembangan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dihasilkan di dalam penelitian ini merupakan sebuah produk yang dihasilkan oleh salah satu dari sekian banyak model pengembangan bahan ajar.
Daftar Pustaka Atwi Suparman. 2012. Desain Intruksional Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga. Aytekin Isman. 2011. Instructional Design in Education: New Model. The Turkish Online Journal of Educational Technology. Vol.10 issue I. Januari 2011. Bojovic, Milevica M.A., 2006. Teaching Foreign Language for Specific Purposes: Teacher Development. hlm 489 – 493 dalam Mateja Brejc (edt.) disampaikan pada 31st Annual ATEE Conference, 21 – 25 Oktober 2006. Chang, Nan-Yu. 2009. A Need Analysisof Applying an ESP Program for Hotel Employees. Yu Da Academic Journal Vo. 21 December 2009 hlm. 1 – 10. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2004. Lampiran Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor KEP.239/MEN/X/2004 tentang Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Pariwisata subsektor Hotel dan Restoran. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dick, Walter, Lou Carey, & James O. Carey. 2009. The Systematic Design of Instruction. 2009 Upper Saddle River, NJ. Morrison, Gary; Steven Ross; Jarold Kemp. 2007. Designing Effective Indtruction: 5th Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Robert Bogdan & Steven J Taylor. 1975. Introduction to Qualitative Research Method. A Wiley-Interscience Publication John Wiley & Son Tahir Mohammed Mizel. English for Specific Puroses (ESP) and Syllaus Design. Diunduh pada tanggal 21 Oktober 2014 dari: http://www.iasj.net/iasj?func=fulltext&aId=45953 Songhori, Mehdi Haseli. 2007. Introduction to Need Analysis. English for Specific Purposes World Issue 4, hlm. 1 – 25.
76
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Penerapan Strategi Pembelajaran Point-Counterpoint Bervariasi untuk Meningkatkan Daya Kritis dan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran PKn Topik Usaha Pembelaan Negara bagi Siswa Kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo Suwadi 18
[email protected]
Abstract:
The objective of this research “The application of Point- Counterpoint Variety” is to increase the students‟ creativity capable and the outcome of Pkn subject with “Pembelaan Negara” topic for the students of IX E SMPN 1 Mojosongo the first semester academic year 2013/ 2014. This research using qualitative method with descriptive feature, describe the data and interprise the data. The kind of this research is action research (PTK) that was done by the researcher directly. The setting of this reseach is IXE class SMP N 1 Mojosongo the first semester academic year 2013/2014 which has low capable from one of the sevent classses paralel. The technic of collecting the data are test and non test. For collecting the data using the observation and the items of test. To know the efectiveness the process of learning using the strategy “Point-CounterPoint Variety”, the researcher and the collaborator have done the observation in the process of learning. While the validity of the data using content validity and triangulasi. The analysis of the data using the analysis descriptive comparative and qualitative. Indicators which be hope in this research are : 1) Increase the students‟ critical capacity from 13,33% (before treatment) become 26,00 % in the 1st cycle, and 35,00 % in 2nd cycle; 2) Increase the students‟ average 71,90 (before tretment) in the 1St cycle to 80,00 in the 1nd cycle and 85,00 in the 2 nd cycle. After the process of collected and analised the data, the result of the research is significant. This result show that the strategy of learning Pointcounterpoint variety can improve :1) The students‟s critical capacity 13,33% ( before treatment) to 28,57% in the 1st cycle, and 41,90% in the 2nd cycle. 2) The students‟ average 71,90 (before treatment) to 86,67 in the 1st cycle, and 92,14 in the 2rd cycle. Increase the critical capacity and the outcome for “Pendidikan Kewarganegaraan” with topic “Usaha Pembelaan Negara” for the students IXE class SMP Negeri 1 Mojosongo the first semester academic year 2013/2014.
Key word: Point-Counterpoint variety learning, The students‟ creativity capable and the outcome.
18
Guru SMP Negeri 1 Mojosongo Boyolali
77
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika PENDAHULUAN
K
egiatan pembelajaran yang bermakna adalah proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa secara optimal. Kegiatan pembelajaran tersebut terjadi interaksi aktif anatara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa. Untuk menciptakan interaksi tersebut, guru memegang peranan yang sangat penting. Guru harus bisa menciptakan suasana yang kondusif, menyenangkan, dan membangkitkan siswa agar mampu berfikir kritis. Dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dibutuhkan kualifikasi dan kompetensi seorang guru yang memadai, karena Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) tidak bersifat statis, akan tetapi selalu dinamis dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan. Amandemen UUD 1945 membuat perubahan yang mendasar terhadap kebijakan dalam bidang pendidikan. Muatan kurikulum pasca amandemen UUD 1945, mengalami perubahan isi yang menyangkut aspek hukum, HAM, dan politik. Adanya perubahan tersebut, menuntut siswa untuk lebih berfikir secara kritis. Guru memiliki peran yang sangat strategis untuk meningkatkan daya kritis siswa di dalam proses pembelajaran. Tingkat daya kritis yang tinggi akan mempengaruhi pencapaian hasil belajar siswa. Seperti yang terjadi pada saat peneliti melakukan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014, ketika menyampaikan materi tentang Usaha Pembelaan Negara (Kompetensi Dasar 1.1. Menejelaskan pentingnya usaha pembelaan negara), sebagian besar siswa malas berfikir secara kritis dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan dalam kegiatan pembelajaran kondisi awal (pra penelitian). Dari pengamatan proses pembelajaran pada pra penelitian diperoleh data yang memiliki respon terhadap daya kritis siswa adalah: (1) Kemampuan siswa menemukan ide baru terdiri 2 orang (9,52%), (2) Kemampuan siswa menyampaikan argument terdiri 2 orang (9,52%), (3) Kemampuan siswa menganalisa sebab dan akibat terdiri 1 orang (4,76%), (4) Kemampuan siswa memecahkan masalah terdiri 2 orang (9,52%), (5) Kemampuan siswa membuat kesimpulan/keputusan terdiri 7 orang (33,33%) Rata-rata 13,33% dari 21 jumlah siswa dalam satu kelas menunjukkan rendahnya daya kritis dalam proses pembelajaran. Kurangnya kemauan siswa berfikir kritis ini diduga terletak pada metode pembelajaran yang diterapkan tidak tepat, peneliti masih menerapkan pola pembelajaran yang bersifat konfensional. yaitu kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengembangkan potensinya. Kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada guru, sehingga siswa tidak punya kesempatan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Akibat rendahnya daya kritis siswa memiliki dampak negative terhadap siswa, akibatnya prestasi atau hasil belajar siswa rendah, rata-rata berada di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Dari hasil evaluasi diperoleh data bahwa prestasi belajar siswa kelas IXE hanya mencapai rata-rata 71,90 dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75.00. Sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal hanya mencapai 57,14%, yang seharusnya lebih dari sama dengan 85%. Data prestasi atau hasil belajar siswa yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran pada kondisi awal sebagai berikut: Mencermati hasil nilai siswa yang berada di bawah KKM yang telah ditentukan,
78
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika peneliti selanjutnya melakukan analisis pembelajaran yang diperkirakan faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh rendahnya daya kritis siswa yang ditandai dengan kurangnya kemauan siswa berfikir dalam mengikuti pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dari hasil analisa tersebut peneliti melakukan refleksi yang akhirnya muncullah gagasan untuk mencari sebuah solusi. Sebagai upaya penyelesainnya adalah guru harus membangun proses pembelajaran supaya lebih bermakna. Kelas menjadi lebih interaktif, siswa lebih bersifat aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran dan senantiasa meningkatkan sikap berfikir kritis, penalaran logis , dan pemecahan masalah. Langkah yang diambil peneliti di sini adalah menerapkan pola pembelajaran yang kontruktivistik, yaitu memilih strategi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan siswa, sehingga siswa tersebut berpartisipasi aktif dan bisa mengembangkan dirinya secara optimal. Tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti adalah membangun proses pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi. Strategi pembelajaran ini sangat baik untuk menciptakan suasana yang menantang dan memacu siswa untuk berfikir kritis. Karena ada unsur bersaing dalam bentuk debat pendapat atau adu argumentasi. Melalui strategi Point-Counterpoint, peneliti mempredikasi akan mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di kelas IXE semester 1 tahun pelajaran 2013/2014. Berdasar latar belakang tersebut, rumusan masalah yang ingin dicari jawabanya adalah: (1) Apakah melalui penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi dapat meningkatkan daya kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan topik usaha pembelaan negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014? (2) Apakah melalui penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan topik usaha pembelaan Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014? (3) Apakah melalui penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi dapat meningkatkan daya kritis dan hasil belajar pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan topik usaha pembelaan negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014?. Strategi pembelajaran Point-Counterpoint yaitu strategi yang sangat baik dipakai untuk melibatkan siswa dalam mendiskusikan issu-issu komplek secara mendalam. Strategi ini mirip dengan debat, hanya saja dikemas dalam suasana yang tidak terlalu formal. (Zaini et al, 2004: 42). Langkah-langkah strategi pembelajaran debat pendapat (Point-Counterpoint) adalah sebagai berikut: (1). Pilihlah issu-issu yang mempunyai beberapa perspektif; (2). Bagilah siswa ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan jumlah perspektif yang telah anda tentukan; (3) Minta masing-masing kelompok untuk menyiapkan argument-argument sesuai dengan pandangan kelompok yang diwakili. Dalam aktifitas ini, pisahlah tempat duduk masing-masing kelompok; (4) Kumpulkan kembali semua siswa dengan catatan, siswa duduk berdekatan dengan teman-teman satu kelompok; (5) Mulai debat dengan mempersilahkan kelompok mana saja yang akan memulaai; (6) Setelah salah seorang siswa menyampaikan satu argument sesuai dengan pandangan kelompoknya, bantahan atau koreksi dari kelompok yang lain perihal issu yang sama; (7) Lanjutkan proses ini sampai waktu yang memungkinkan; (8) Rangkum
79
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika debat yang baru saja dilaksanakan dengan menggarisbawahi atau mungkin mencari titik temu dari argumen-argumen yang muncul. Delapan langkah strategi pembelajaran Point-Counterpoint tersebut merupakan design pembelajaran yang agresif untuk membangkitkan daya kritis siswa. Dasim Budimansyah (2003: 3) menjelaskan bahwa “Daya kritis adalah kemampuan berfikir secara tajam dalam penganalisaan terhadap suatu hal, mencermati dengan seksama, tidak lekas percaya dengan hal itu, sehingga ada rasa ingin tahu yang besar dan tidak cepat puas atas jawaban yang telah ada” Tingkat daya kritis siswa akan memiliki dampak yang besar terhadap hasil belajar siswa. Hasil belajar, merupakan sesuatu yang dimiliki oleh siswa setelah melalui kegiatan pembelajaran. Seorang siswa dikatakan telah berhasil dalam mengikuti pelajaran, apabila telah menyelesaikan semua materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dalam arti telah menguasai kompetensi di atas kriteria ketuntasan yang telah ditentukan. Untuk mengetahui keberhasilan pencapaian indikator dan tujuan pembelajaran dilakukan melalui penilaian, yang disebut ulangan harian. Melalui penilaian akan diketahui hasil kompetensi siswa, apakah sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal (KKM) apa belum. Kemampuan siswa dalam menguasai kompetensi tersebut disebut dengan hasil belajar.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo pada semester 1 tahun pelajaran 2013/2014. Sumber data yang digunakan terdiri dari dua macam yaitu : (1) Sumber data primer, yaitu data diperoleh peneliti mulai dari kondisi awal penelitian sampai pelaksanaan tindakan dilakukan. Pada kondisi awal diperoleh data nilai siswa setelah melakukan pembelajaran menyampaikan kompetensi dasar 1.1. Menjelaskan pentingnya usaha bela negara. Pada tindakan siklus I dan II diperoleh nilai hasil belajar siswa setelah peneliti melaksanakan pembelajaran/ menyampaikan kompetensi dasar 1.2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk usaha pembelaan negara, dan 1.3. Menampilkan peran serta dalam usaha bela negara. (2) Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh peneliti dari hasil pengamatan bersama kolaborator. Pengumpulan data menggunakan 2 macam teknik, yaitu: (1) Teknis tes, yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dengan melaksanakan test tertulis pada saat setelah selesai pembelajaran, baik pada kondisis awal, siklus I maupun siklus II. (2) Teknis non tes, yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti pada saat melakukan pengamatan proses pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan supaya diperoleh data yang valid, yaitu melalui dokumentasi dan observasi. Untuk memperoleh data yang lengkap dalam penelitian tindakan kelas ini, Peneliti menggunakan alat pengumpulan data yang berupa : (1) Butir-butir soal tes, yaitu soalsoal tes yang digunakan untuk mengukur kemajuan atau tingkat keberhasilan siswa dalam menerima/menyerap materi pembelajaran yang disajikan oleh guru atau peneliti. Sehingga hasil belajar siswa bisa diketahui secara jelas. Melalui soal-soal tes tersebut dapat diketahui peningkatan hasil belajar siswa mulai dari pra penelitian, tindakan siklus
80
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika I, dan tindakan siklus II. (2) Lembar observasi, yaitu lembar pengamatan yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data dalam proses pembelajaran/tindakan. Sehingga dapat dketahui sejauh mana tingkat keterlibatan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan mengetahui kondisi ketika proses pembelajaran berlangsung, akan diketahui segala kekurangan dan kelebihan yang dapat dijadikan sebagai bahan refleksi. Supaya data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini bisa lebih valid baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, maka divalidasi dengan menggunakan : (1) Content validity, yaitu untuk memvalidasi data yang bersifat kuantitatif (berupa angka). Melalui content validiti ini data tersebut secara teoritik lebih operasional, spesifik, dan dapat mengukur indikator yang diharapkan. (2) Triangulasi sumber, digunakan untuk memvalidasi data yang bersifat kualitatif, yang diperoleh oleh Peneliti bersama kolaborator melalui pengamatan dalam proses pembelajaran/tindakan. Sehingga data tersebut lebih akurat digunakan dalam penelitian tindakan kelas. Untuk menganalisis data yang diperoleh pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II, dalam penelitian tindakan kelas ini digunakan analisis data adalah: (1) Analisis diskriptif komparatif yaitu untuk membandingkan hasil belajar kondisi awal, siklus I, dan siklus II. Dengan menggunakan analisis diskriptif tersebut, peneliti dapat membandingkan hasil belajar siswa pada kondisi awal dengan hasil belajar siswa setelah melalui tindakan pada siklus I maupun siklus II. Selanjutnya peneliti dapat mengetahui peningkatan hasil belajar siswa. Kemudian dari hasil analisis data tersebut peneliti melakukan refleksi untuk menentukan langkah atau tindakan berikutnya. (2) Analisis diskriptif kualitatif yaitu untuk membandingkan hasil pengamatan peneliti tentang proses pembelajaran dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Dimaksudkan supaya diketahui peningkatan proses pembelajaran dari tahap ke tahap, yaitu dari kondisi awal sampai dengan tindakan siklus I maupun siklus II. Selanjutnya peneliti dapat menentukan atau membuat simpulan akhir. Indikator yang ingin dicapai oleh peneliti adalah: (1) Daya kritis siswa yang ratarata 13,33 % pada kondisi awal meningkat menjadi rata-rata 26,00 %. (2) Nilai hasil belajar siswa yang rata-rata 71,90 pada kondisi awal, meningkat menjadi 80,00 pada siklus I. (3) Daya kritis siswa yang rata-rata 26% pada siklus I, meningkat menjadi ratarata 35%. (4) Nilai hasil belajar siswa yang rata-rata 80,00 pada siklus I, meningkat menjadi 85.00 pada siklus II. Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari 4 (empat) tahapan, antara lain : (1). Perencanaan (Planning), (2). Tindakan (Acting), (3) Observasi (Observing), dan (4). Refleksi (Reflecting).
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kondisisi Awal Ketika peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan materi usaha pembelaan negara (Kompetensi Dasar 1.1. Menjelaskan pentingnya usaha pembelaan negara), sekaligus secara partisipan mengamati proses pembelajaran terhadap siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran
81
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika 2013/2014. Berdasarkan pengamatan tersebut tampak sebagian besar siswa tidak memiliki daya kritis dalam mengikuti pembelajaran. Rendahnya daya kritis tersebut sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Akhirnya setelah dilakukan eavaluasi pembelajaran diperoleh hasil nilai siswa dengan rata-rata kelas 71,90. Rata-rata nilai tersebut masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75. Deskripsi Siklus I Pada pelaksanaan tindakan siklus I peneliti melakukan kegiatan yang terbagi dalam empat tahap, yaitu: 1. Panning (Perencanaan tindakan) Pada tahap, peneliti menyusun perencanaan tindakan yang terdiri dari: (a) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menyajikan kompetensi dasar: 1.2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk usaha pembelaan negara. (b) Menyiapkan materi ajar dan bahan diskusi berupa materi/topik permasalahan yang dipakai untuk point-counterpoint. (c) Menyusun lembar observasi yang berupa lembar pengamatan (d) Menyusun alat penilaian yang berbentuk kisi-kisi dan soal-soal tes. 2. Acting (Pelaksanaan Tindakan) Pada saat pelaksanaan tindakan siklus I, peneliti Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran point-counterpoint bervariasi yang terdiri dari: Pendahuluan, yang meliputi: (1) Memberikan apersepsi, (2) Memberikan pretes kepada siswa. Kegiatan inti, dengan langkah-langkah strategi pembelajaran point-counterpoint bervariasi sebagai berikut: (1) Memilih issu-issu tentang bentuk-bentuk usaha pembelaan Negara yang mempunyai 5 perspektif; (2) Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan jumlah perspektif yang telah anda tentukan, yaitu kelas dibagi ke dalam 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 dan 5 orang; (3) Meminta masing-masing kelompok untuk menyiapkan argument-argument sesuai dengan pandangan kelompok yang diwakili. Dalam aktifitas ini, dipisahkan tempat duduk masing-masing kelompok; (5) Mengumpulkan kembali semua siswa dengan catatan, siswa duduk berdekatan dengan teman-teeman satu kelompok; (6) Mulai debat dengan mempersilahkan salah satu kelompok untuk memulai; (7) Setelah salah seorang siswa menyampaikan satu argument sesuai dengan pandangan kelompoknya, bantahan atau koreksi dari kelompok yang lain perihal issu yang sama; (8) Melanjutkan proses ini sampai waktu yang memungkinkan; (9) Membuat rangkuman debat yang baru saja dilaksanakan dengan menggarisbawahi atau mungkin mencari titik temu dari argument-argumen yang muncul. Penutup: (1) Melaksanakan post tes (2) Pemberian tugas 3. Observing (Pengamatan) Selama pelaksanaan pembelajaran pada siklus I, peneliti bersama kolaborator melakukan pengamatan jalannya proses pembelajaran berlangsung. Aspek-aspek dalam pengamatan meliputi: (a) Kemampuan siswa menemukan ide baru; (b) Kemampuan siswa dalam memberi argumen terhadap ide yang muncul; (c) Kemampuan siswa dalam menganalisa sebab dan akibat dari ide yang muncul; (d) Kemampuan siswa dalam
82
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika memecahkan munculnya ide; (e) Kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan/keputusan terhadap ide sesuai dengan norma atau kaidah yang berlaku. 4. Reflecting (Refleksi) Tahap ini peneliti mengevaluasi penggunaan strategi pembelajaran pointcounterpoint bervariasi dari perencanaan pembelajaran sampai dengan penilaian akhir pembelajaran. Temuan-temuan yang ada dalam pembelajaran ini akan dijadikan input untuk memperbaiki proses pembelajaran berikutnya. Misalnya pada siklus I ditemukan kelemahan-kelemahan dalam strategi pembelajaran point-counterpoint bervariasi, maka kelemahan-kelemahan tersebut diperbaiki pada siklus II. Deskripsi Siklus II Pada prinsipnya kegiatan pada siklus II ini hampir sama dengan kegiatan pada siklus I. Pelaksanaan tindakan pada siklus II terdiri dari empat tahap, antara lain: 1. Planning (Perencanaan Tindakan) Kegiatan yang dilakukan meliputi: (a) Mendesain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menyajikan kompetensi dasar: 1.3.Menampilkan peran serta dalam usaha pembelaan negara. (b) Menyiapkan materi ajar dan permasalahan untuk disajikan sebagai bahan point-counterpoint atau debat pendapat bagi masingmasing kelompok. (c) Menyiapkan media pembelajaran berupa power point. (d) Menyusun lembar observasi catatan aktivitas siswa ketika mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran point-counterpoint bervariasi. (e) Menyusun alat penilaian yang berbentuk kisi-kisi dan soal-soal tes. 2. Acting (Pelaksanaan Tindakan) Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini ada sedikit perubahan, yaitu pelaksanaan point-counterpoint bervariasi dengan setting tempat duduk yang berbeda. Jika pada siklus I tempat duduk siswa diseting dengan posisi searah, namun pada siklus II ini diseting dengan variasi berhadap-hadapan antara kelompok satu dengan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar siswa memiliki daya kompetisi yang tinggi dalam melakukan pointcounterpoint atau debat pendapat. Langkah-langkah pelaksanaan tindakan pembelajaran dilakukan sebagai berikut: Pendahuluan: (1) Melakukan pre tes. (2) Melakukan apersepsi. (3) Menyampaikan indikator pembelajaran. Kegiatan inti, yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut: (1) Memilih issu-issu tentang peran serta dalam usaha pembelaan Negara yang mempunyai 5 perspektif; (2) Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan jumlah perspektif yang telah anda tentukan, yaitu kelas dibagi ke dalam 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 dan 5 orang; (3) Meminta masing-masing kelompok untuk menyiapkan argumentargument sesuai dengan pandangan kelompok yang diwakili. Dalam aktifitas ini, pisahlah tempat duduk masing-masing kelompok; (4) Mengumpulkan kembali semua siswa dengan catatan, siswa duduk berdekatan dengan teman-teman satu kelompok; (5) Mulai debat dengan mempersilahkan salah satu kelompok untuk memulai; (6) Setelah salah seorang siswa menyampaikan satu argument sesuai dengan pandangan kelompoknya, bantahan atau koreksi dari kelompok yang lain perihal issu yang sama; (7) Melanjutkan proses ini sampai waktu yang memungkinkan; (8) Membuat rangkuman debat yang baru saja dilaksanakan dengan menggarisbawahi atau mungkin mencari titik temu dari argument-argumen yang muncul.
83
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Penutup, diakhiri dengan kegiatan: (1) Peneliti yang sekaligus sebagai guru memberi penguatan berupa kesimpulan; (2) Mengadakan penilaian akhir pelajaran 3. Observing (Pengamatan) Melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran point-counterpoint bervariasi yang merupakan pengembangan dari siklus I. Dalam pengamatan di sini, ingin mengetahui efektifitas strategi pembelajaran point-counterpoint bervartasi apakah mampu meningkatkan daya kritis dan hasil belajar siswa. Teknik yang digunakan dalam pengamatan, peneliti dan kolaborator menggunakan lembar observasi catatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Kemudian hasil observasi dimanfaatkan untuk memberi kesimpulan. 4. Reflecting (Refleksi) Peneliti merefleksikan temuan-temuan yang ada pada tindakan siklus II untuk dijadikan acuan dalam pembelajaran berikutnya. Jika strategi pembelajaran pointcounterpoint bervariasi ini efektif atau bagus diterapkan dalam pembelajaran, khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, maka strategi pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk menyampaikan materi yang lain dalam pembelajaran PKn. Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus Pembahasan Siklus I Pelaksanaan tindakan pada siklus I berjalan sangat kondusif, siswa nampak antusias dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini tampak ketika siswa melakukan diskusi, mereka benar-benar semangat kerjasamanya dalam membahas materi. Lebih-lebih ketika melakukan debat pendapat atau point-counterpoint, siswa tampak dalam kesungguhannya dengan memperlihatkan tanggung jawabnya melaksanakan tugas. Secara garis besar diperoleh catatan selama pengamatan dalam proses pembelajaran dengan strategi pembelajaran point-counterpoint bervariasi sebagai berikut: (1) Siswa tampak ambisi melakukan debat pendapat di depan kelas, dan kelihatan berkeinginan tinggi menjadi kelompok yang terbaik. (2) Kegiatan belajar mengajar tampak hidup, siswa berpartisipasi aktif, interaksi sosial terjalin dengan baik, kehidupan demokratis tampak ketika melakukan diskusi kelompok dan melakukan debat pendapat. Dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran siklus I, peneliti bersama kolaborator memperoleh data sebagai berikut: (1) Kemampuan siswa menemukan ide baru sebanyak 8 siswa (38%). (2) Kemampuan siswa dalam memberi argumen terhadap ide yang muncul sebanyak 5 siswa atau (24%) dari 21 siswa. (3) Kemampuan siswa dalam menganalisa sebab dan akibat dari ide yang muncul terdapat 3 siswa atau (14%) dari 21 siswa. (4) Kemampuan siswa dalam memecahkan munculnya ide terdapat 5 siswa (24%). (5) Kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan terhadap ide terdapat 8 siswa atau (38%).
84
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Tabel 4 Hasil Pengamatan Tindakan Siklus I No
Indikator Ketercapaian Daya Kritis dalam Pembelajaran Point-Counterpoint Bervariasi.
Banyaknya Siswa yang Merespon Ya
Tidak
8 (38%)
13 (62%)
argument
5 (24%)
16 (76%)
3
Kemampuan siswa dalam menganalisa sebab dan akibat dari ide yang muncul.
3 (14%)
18 (86%)
4
Kemampuan siswa dalam memecahkan munculnya ide.
5 (24%)
16 (76%)
Kemampuan siswa dalam kesimpulan/keputusan terhadap ide
8 (38%)
13 (62%)
6 (28,57%)
15
1
Kemampuan siswa menemukan ide baru.
2
Kemampuan siswa dalam terhadap ide yang muncul.
5
memberi
membuat
RATA-RATA
(71,42%)
Penerapan model pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi pada siklus I dapat disimpulkan bahwa rata-rata daya kritis siswa dalam menerima pelajaran menunjukkan 28,57%. Ada peningkatan daya kritis siswa sebanyak 114,32% dari kondisi awal yang hanya rata-rata hanya 13,33%. Meningkatnya daya kritis siswa yang lebih dari 100% ini menunjukkan kenaikan yang sangat signifikan. Setelah selesai tindakan pada siklus I kemudian dilaksanakan evaluasi belajar. Hasil evaluasi diperoleh data sebagai berikut: Tabel 5 Analisis Hasil Belajar Siswa Kelas IXE pada Siklus I No
Rentang Nilai
Jumlah Siswa
Prosentase
Kategori
1
90-100
8
38,095
Tinggi
2
75-90
10
47,619
Sedang
3
< 75
3
14,286
Rendah
21
100
Jumlah
Nilai Tertinggi
100
Nilai Terendah
65
Rata-rata
86,67
85
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Dari data tersebut diperoleh nilai hasil belajar siswa dengan rata-rata kelas 86,67. Rata-rata tersebut sudah melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus dicapai pada kompetensi dasar adalah 75.00. Dapat dikatakan ada peningkatan hasil belajar jika dibandingkan dengan kondisi awal yang hanya rata-rata nilai hasil belajar 71,90. Sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal dari perolehan data tersebut di atas mencapai 85,71%. Dengan dicapainya ketuntasan belajar 85,71%, maka secara klasikal dinyatakan tuntas belajar. Dari pembahasan tersebut di atas, maka kegiatan pada siklus I ini dapat diambil kesimpulan bahwa: (a) Ada peningkatan daya kriris siswa kelas IXE sebesar 114,32%, dari kondisi awal 13,33% menjadi 28,57%. (b) Ada peningkatan hasil belajar siswa sebesar 20,54%, dari kondisi awal rata-rata nilai hasil belajar 71,90 menjadi 86,67 pada siklius I. Perbandingan daya kritis dan hasil belajar siswa dapat disusun dalam tabel sebagai berikut: Tabel 6 Perbandingan Daya Kritis dan Hasil Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan Siklus I
NO
Ranah
Rata-rata Kondisi Awal
Rata-rata Siklus I
Keterangan
1 2
Respon Daya Kritis Siswa Nilai Hasil Belajar Siswa
13,33 71,90
28,57 86,67
Daya kritir siswa meningkat 114,32%Nilai hasil belajar siswa meningkat 20,54%.
1.
Pembahasan Siklus II Pada siklus II ini, siswa semakin tertarik pada strategi pembelajaran pointcounterpoint bervariasi. Ketertarikan siswa terletak pada modifikasi strategi pembelajaran point-counterpoint yang sudah diterapkan pada siklus I. Pada siklus I dilaksanakan dengan seting tempat duduk searah, sedangkan pada siklus II dilaksanakan dengan setting tempat duduk melingkar berhadap-hadapan. Teknik ini siswa merasa tertantang untuk melakukan eksplorasi melalui debat pendapat, pembelajaran semakin efektif, sebab siswa semakin kritis dalam menanggapi masalah. Hasil pengamatan diperoleh sebagai berikut: (a) Siswa tampak antusias sekali, baik ketika diskusi maupun melakukan debat pendapat di depan kelas. Siswa kelihatan berkeinginan tinggi untuk menjadi kelompok yang terbaik. (b) Kegiatan pembelajaran menyenangkan, siswa melibatkan diri secara aktif, interaksi sosial terjalin dengan baik, kehidupan demokratis tampak ketika melakukan diskusi kelompok dan melakukan debat pendapat. Hasil pengamatan pembelajaran siklus II, diperoleh data: (1) Kemampuan siswa menemukan ide baru ada 11 siswa (52%), (2) Kemampuan siswa dalam memberi argumen terhadap ide yang muncul ada 11 siswa (52%) (3) Kemampuan siswa dalam
86
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika menganalisa sebab dan akibat dari ide yang muncul terdapat 5 siswa (24%), (4) Kemampuan siswa dalam memecahkan munculnya ide menunjukkan 9 siswa (43%), (5) Kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan/keputusan terhadap ide terdapat 8 siswa (38%). Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh peneliti dan kolabolator tersebut di atas, dapat disusun dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Pengamatan Daya Kritis Siswa pada Siklus II No
Indikator Ketercapaian Daya Kritis dalam Pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi.
1 2
Kemampuan siswa menemukan ide baru. Kemampuan siswa dalam memberi argument terhadap ide yang muncul. Kemampuan siswa dalam menganalisa sebab dan akibat dari ide yang muncul. Kemampuan siswa dalam memecahkan munculnya ide. Kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan/keputusan terhadap ide
3 4 5
RATA-RATA
Banyaknya Siswa yang Merespon Ya Tidak 11 (52%) 11 (52%)
10 (48%) 10 (48%)
5 (24%)
16 (66%)
9 (43%)
12 (57%)
8 (38%)
13 (62%)
9 41,90%)
12 (58,09%)
Data pengamatan tersebut menunjukkan adanya peningkatan daya kritis siswa dari siklus I ke siklus II. Daya kritis siswa pada siklus I, respon siswa rata-rata 28,57% atau sebanyak 6 orang dari jumlah siswa dalam kelas 21 orang. Pada siklus II daya kritis siswa menunjukkan angka rata-rata 41,90% atau sebanyak 8 dari 21 oorang siswa. Ada peningkatan daya kritis siswa sebesar 46,65%. Setelah selesai pembelajaran pada siklus II kemudian dilaksanakan penilaian untuk mengetahui hasil belajar siswa. Hasil belajar pada siklus II ini setelah dianalisa diperoleh data sebagai berikut: Tabel 8 Analisis Hasil Belajar Siswa Kelas IXE pada Siklus I No 1 2 3
Rentang Nilai
Jumlah Siswa 90-100 14 75-90 6 < 75 1 Jumlah 21 Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata
Prosentase
Kategori
66,667 28,571 4,762 100
Tinggi Sedang Rendah 100 65 92,14
87
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Dari data tersebut diperoleh nilai hasil belajar siswa dengan rata-rata kelas 92,14. Terdapat peningkatan nilai hasil belajar dari siklus I dengan rata-rata nilai hasil belajar 86,67 menjadi 92,14 pada siklus II. Ada kenaikan sebesar 6,31%. Sedangkan rata-rata ketuntasan belajar secara klasikal meningkat menjadi tinggi, dari 85,71% pada siklus I menjadi 95,24% pada siklus II. Dengan dicapainya ketuntasan belajar 95,24%, maka secara klasikal dinyatakan tuntas belajar. Dari pembahasan siklus II tersebut dapat disimpulkan bahwa: a. Ada peningkatan daya kriris siswa kelas IXE dari siklus I 28,57% menjadi 41,90% pada siklus II. Peningkatan daya kritis tetersebut mencapai 46,65%. b. Ada peningkatan hasil belajar siswa sebesar 6,31%, dari kondisi awal rata-rata nilai hasil belajar 86,67 menjadi 92,14 pada siklius II. Prosentase ketuntasan belajar klasikal meningkat tinggi menjadi 95,24%. Perbandingan daya kritis dan hasil belajar siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 Tahun pelajaran 2013/2014 padasiklus I dengan siklus II dapat disusun dalam table sebagai berikut: Tabel 9 Perbandingan Daya Kritis dan Hasil Belajar Siswa pada Siklus I dengan Siklus I No
Ranah
Rata-rata Siklus I
Rata-rata Siklus II
Keterangan
1
Respon Daya Kritis Siswa Nilai Hasil Belajar Siswa
28,57
41,90
86,67
92,14
Daya kritir siswa meningkat 46,65%Hasil belajar siswa meningkat 6,31%.
2
2.
Pembahasan Antar Siklus Pada kondisi awal penelitian, pembelajaran dilakukan dengan model pembelajaran yang masih konvensional, yaitu dengan metode ceramah. Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa hanya pasif, tidak terjadi interaksi timbal balik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Sehingga tidak ada aktivitas siswa selama pembelajaran, siswa hanya mendengarkan ceramah guru dan kadang-kadang diselingi mencatat. Kondisi seperti ini menyebabkan siswa tidak termotivasi untuk berfikir secara kritis dalam mengikuti pembelajaran. Setelah dilakukan pengamatan, daya kritis siswa hanya rata-rata 13,33. Dampak terhadap hasil belajar siswa adalah rendah. Setelah diadakan penilaian akhir pelajaran, hasil belajar siswa hanya mencapai rata-rata kelas sebesar 71,90. Nilai tersebut berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75.00 (hasil belajar siswa rendah). Rendahnya hasil belajar, menjadi permasalahan yang harus diselesaikan oleh guru. Maka Peneliti yang juga sebagai guru mencari alternatif lain untuk memecahkan masalah. Alternatif pilihan yang diambil adalah memilih strategi pembelajaran yang bisa meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran pointcounterpoint bervariasi. Strategi ini dilaksanakan pada tindakan siklus I dan II.
88
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Kegiatan pembelajaran siklus I peneliti sudah menerapkan strategi pembelajaran point-counterpoint bervariasi. Selama proses pembelajaran dengan strategi pointcounterpoint berlangsung, siswa aktif dan kreatif. Siswa terlibat secara langsung sehingga bisa mengembangkan potensinya secara optimal. Terjadi interaksi aktif timbal balik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa. Pada saat melakukan debat pendapat siswa begitu antusias dan penuh tanggung jawab terhadap tugasnya. Tingkat daya kritis siswa dalam pengamatan selama proses pembelajaran pada siklus I meningkat dari rata-rata 13,33% pada kondisi awal menjadi 28,57 pada siklus I. Dengan meningkatnya daya kritis siswa tersebut, memiliki dampak positif terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan khususnya pada topic usaha pembelaan negara. Setelah selesai kegiatan pembelajaran, peneliti melaksanakan evaluasi belajar. Hasil evaluasi belajar yang dilakukan pada siklus I diperoleh nilai dengan rata-rata kelas 86,67. Naik sebesar 20,54% dari kondisi awal yang hanya ratarata kelas 71,90. Kenaikan daya kritis dan hasil belajar siswa yang didapat dari siklus I, menurut peneliti masih perlu dinaikkan lagi supaya hasil semakin optimal. Maka peneliti melakukan tindakan selanjutnya pada siklus II. Pada siklus II, peneliti melakukan perubahan strategi pembelajaran pointcounterpoint bervariasi supaya siswa lebih berkompetisi dalam melakukan debat pendapat. Debat pendapat yang semula pada siklus I dengan posisi duduk yang searah, kemudian pada siklus II seting tempat duduk berhadap-hadapan secara melingkar. Strategi seperti ini siswa semakin tinggi daya saing dan lebih kritis melakukan debat pendapat. Dengan meningkatnya daya kritis diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar. Terjadi peningkatan daya kritis dan hasil belajar siswa. Terbukti ketika dilakukan pengamatan daya kritis siswa mencapai 41,90%. Setelah diadakan penilaian akhir pelajaran hasil nilai siswa kelas IXE rata-rata adalah 92,14. Jika bandingkan dengan siklus I, maka hasil nilai siswa pada siklus II ini mengalami kenaikan sebesar 6,31%. Dari uraian tersebut di atas, maka dalam pembahasan antar siklus ini dapat disimpulkan bahwa: (a) Ada kenaikan daya kritis siswa dari kondisi awal 13,33% menjadi 28,57 pada siklus I, dan 41,90% pada siklus II. Dari kondisi awal ke siklus I naik secara signifikan sebesar 114,32%, kemudian siklus I ke siklus II naik sebesar 46,65%. (b) Ada kenaikan hasil belajar yang signifikan dari kondisi awal dengan rata-rata 71,90 menjadi 86,67 pada siklus I, dan 92,14 pada siklus II Kenaikan nilai hasil belajar sebesar 20,54% dari kondisi awal ke siklus I, dan 6,31% dari siklus I ke siklus II. Berdasarkan data tersebut di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus I dan siklus II dapat meningkatkan daya kritis dan hasil belajar siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014 dari kondisi awal secara signifikan. Dari Tingkat kemajuan atau perkembangan pembelajaran dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut:
89
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Grafik 1. Perbandingan Daya Kritis dan Hasil Belajar Siswa pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
Daya Kritis Siswa Hasil Belajar Siswa
Hasil Penelitian Berdasarkan kajian teori dan data empirik, penelitian tindakan kelas ini telah mampu menjawab hipotesa: (1) Melalui penerapan strategi pembelajaran PointCounterpoint bervariasi dapat meningkatkan daya kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan topi upaya pembelaan Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014. (2) Melalui penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan topik upaya pembelaan Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014. (3) Melalui penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi dapat meningkatkan daya kritis dan hasil belajar pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan topik upaya pembelaan Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014.
SIMPULAN 1. Penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint daya kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan pembelaan Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri pelajaran 2013/2014. 2. Penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan pembelaan Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri pelajaran 2013/2014. 3. Penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint
90
bervariasi dapat meningkatkan Kewarganegaraan topi usaha 1 Mojosongo semester 1 tahun bervariasi dapat meningkatkan Kewarganegaraan topik usaha 1 Mojosongo semester 1 tahun bervariasi dapat meningkatkan
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika daya kritis dan hasil belajar pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan topik usaha pembelaan Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014. DAFTAR PUSTAKA Dasim Budimansyah. 2003. Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio. Bandung: PT. Granesindo Diny Handayani, dan Sadiah Kusumahwati. 2009. Perencanaan Desain Pembelajaran Bahan Ajar untuk Diklat e-Training PPPPTK TK dan PLB. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak dan Pendidikan Luar Biasa. Elin Rosalin. 2008. Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT. Karsa Mandiri Persada. E.Mulyasa. 2009. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hendy Herwawan. 2010. Teori Belajar dan Motivasi. Bandung: CV. Citra Praya. Margaret E. Bell Gredler, 1991: 436. Belajar dan Membelajarkan Seri Pustaka Teknologi Pendidikan No.11. Jakarta: CV. Rajawali. Radno Harsanto. 2005. Melatih Anak Berfikir Analistis, Kritis, dan Kreatif. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Sri Hartati. 2007. Model Pembelajaran Inovatif. Semarang: Dinas Diknas.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Jakarta: Fokus Media. Zaini, Hisyam, Munthe, Bermawy, dan Aryani Sekar Ayu. 2004. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD (Center for Teaching Staff Development) Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga. Zaleha Izhab. 2005. Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis. Bandung: Nuansa
91
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
92
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Pengembangan ‘Cyeber’ Berbasis Website Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Dasar 19
Tangsi Sasmito
Abstract: Developing Instructional Basic Website „Cyeber‟ for Sains Studies Instruction of Elementary Schools. 2013. The aims of this research are: (1) to develope instructional multimedia for sains instruction for the grade six students of elementary schools; (2) to investigate aspects the quality of the developed instructional basic website „Cyeber‟ for sains instruction. The respondents of the try-out in this research consisted of one media specialist, one subject matter specialist, three students for one-to-one try-out, 12 students for the small-group try-out, and 30 students for the field try-out. The data collected in this research included the evaluation data from the subject matter expert, the evaluation data from the media specialist, and data from the students on the aspects of content, instruction, and media. The data were collected using an evaluation sheet for the media specialist and the subject matter expert, questionnaire for the one-to-one try-out, the small group try-out, and the field try-out, pretest and postest to reveal the effectiveness of the product implementation. The data were analyzed using the statistic descriptive technique. The findings suggest that: (1) the product of the development of the instructional basic website „Cyeber‟ for sains instruction in the grade six of elementary schools is interactif; (2) the model was developed through steps consisting of analysis, design, production, and evaluation stages; (3) viewed from the content, instruction, and media aspects the quality of the developed instructional basic website „Cyeber‟ was very good with average score of “4.40” for the content, “4.39” for the instruction aspect, and “4.48” for the media aspect. The effeciveness of the developed instruction multimedia was indicated by difference in the students‟ average scores in the pretest (M=45.30) and the postest (M=73.19). The percentage of students who master the learning material after using the developed instructional multimedia was 85.11%. Keyword: Developing„Cyeber‟, basic Website, Sains studies Instruction
19
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta 93
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika PENDAHULUAN Latar belakang
P
embelajaran merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan karena pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar, agar terjadi interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar, diperlukan fasilitas yang memungkinkan peserta didik melakukan interaksi secara terarah dan efektif. Pembelajaran yang berpusat pada siswa merupakan paradigma baru dalam pendidikan, tugas guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan peserta didik belajar dengan kehadirannya maupun tanpa kehadirannya (Heni Safitri, 2006 : 17). Pandangan teori behavioristik tentang proses belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dengan respon, seseorang dianggap belajar jika mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Sedangkan pandangan teori kognitif tentang belajar lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar, pandangan kognitif menyatakan bahwa belajar tidak hanya melibatkan stimulus dan respon saja tetapi merupakan bentuk teori belajar yang disebut model perseptual (Asri Budiningsih, 2003). Pembelajaran di sekolah saat ini banyak yang berlangsung secara monoton dan berpusat pada guru sehingga siswa kurang mengetahui kompetensi pembelajaran yang harus dikuasai. Indikator dari fenomena tersebut adalah kurangnya perencanaan pembelajaran yang mengaktifkan siswa, kurangnya pengetahuan para pendidik tentang penggunaan dan pengembangan media maupun multimedia pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang belum kontektual dan kurangnya tindak lanjut serta umpan balik dari proses pembelajaran. Pemanfaatan dan pengembangan multimedia saat ini sangat relevan dengan paradigma di atas bahwa dalam pembelajaran memerlukan suatu alat atau media yang membantu siswa dalam memperoleh pengalaman langsung melalui animasi, gambar, foto, teks maupun film. Kenyataan sekarang banyak sekolah-sekolah khususnya sekolah dasar (SD) yang memiliki komputer bahkan laboratorium komputer yang bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran tetapi sedikit guru yang mampu memanfaatkannya dalam pembelajaran karena kurangnya informasi dan kemampuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan multimedia pembelajaran. Pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) SD diberikan kepada siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Mempelajari IPA khususnya kelas VI SD berarti mempelajari kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan yang hidup berdampingan dengan mahkluk lain dan alam sekitar. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia melalui pemecahan masalah yang dapat diidentifikasi (Depdiknas,2006:484). Pembelajaran dengan pendekatan “cyeber” merupakan alternatif untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa karena cyeber berarti cara yang efektif dalam belajar dengan berbantuan komputer. Jadi pembelajaran dengan pendekatan cyeber mempunyai maksud pembelajaran dengan cara yang paling efektif didukung pemanfaatan komputer menggunakan perangkat multimedia berbasis web pembelajaran yang off-line, khususnya mata pelajaran IPA.
94
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah menghasilkan produk pengembangan berupa multimedia berbasis web pembelajaran IPA SD kelas VI yang interaktif, mampu memberikan latihan dan umpan balik secara langsung kepada siswa dan menggunakannya dalam pembelajaran dengan pendekatan „cyeber‟ khususnya materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (SD) kelas VI pokok bahasan Bumi dan Alam Semesta. Agar pembahasan lebih spesifik perlu disampaikan lingkup pembahasan, yaitu: a. Pengembangan produk pembelajaran yaitu membuat produk dengan mengadopsi pada penelitian dan pengembangan model Borg dan Gall melalui tahapan uji coba dan revisi b. Pembelajaran Cyeber adalah bentuk cara yang efektif dalam belajar dengan berbantuan komputer berbasis web (off line)
Tujuan dan Manfaat Pengembangan a. Tujuan penelitian ini adalah : 1) Mengembangkan produk multimedia pembelajaran IPA SD kelas VI dengan penelitian dan pengembangan 2) Mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah menggunakan multimedia web dalam pembelajaran „cyeber‟ b. Manfaat penelitian ini adalah : 1) Upaya meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kualitas media dan pemanfaatan web pembelajaran pada mata pelajaran IPA. 2) Pendekatan yang dilakukan adalah memanfaatkan komputer di sekolah atau di rumah sehingga mampu memotivasi siswa belajar 3) Paradigma baru bahwa guru bukan sebagai satu-satunya sumber ilmu.
Definisi Istilah Agar memperoleh gambaran yang lebih operasional dari penelitian maka dijelaskan beberapa istilah berikut: a. Pengembangan multimedia pembelajaran merupakan kegiatan mendesain, memproduksi dan mengevaluasi suatu software multimedia berbantuan komputer untuk pengembangan media pembelajaran IPA. b. IPA adalah ilmu pengetahuan alam sebagai mata pelajaran yang mengkaji tentang kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan yang hidup berdampingan dengan makhluk lain dan alam sekitarnya.
95
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika c. Cyeber dimaksudkan sebagai cara yang efektif dalam belajar dengan berbantuan komputer memanfaatkan web pembelajaran khususnya IPA SD kelas VI
LAPORAN KEGIATAN 1. Prosedur Penelitian Tahap-tahap penelitian mengadopsi model Borg & Gall (1983) meliputi: (1) pemilihan jenis/model produk, (2) kajian literatur, (3) perencanaan, (4) pengembangan bentuk awal produk dan revisi produk, kegiatan untuk mewujudkan produk yang direncanakan; (5) uji lapangan awal dan revisi produk, (6) uji lapangan utama dan revisi produk; (7) uji lapangan operasional dan revisi produk, (8) diseminasi dan implementasi produk. PENDAHULUAN STUDI PUSTAKA -teori
PENGEMBANGAN
UJI LAPANGAN
DISEMINASI
Preliminary Field Test
-Tujuan -Kemampuan
-hasil penelitian
peneliti
yang relevan
-Partisipan
Sosialisasi dan Diseminasi
Main Field Test
-Prosedur
STUDI LAPANGAN Profil sasaran kekuatan dan kelemahan
Operational Field Test
-Uji kelayakan terbatas Desian
Hipotetik Desian Hipotetik
Gambar 1 Prosedur Pengembangan Multimedia 2. Langkah-Langkah Pembuatan Program Web Pembelajaran a. Menyusun desain instruksional Pada tahap desain instruksional ini terdapat beberapa tahapan yaitu: 1) Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan standar kompetensi 2) Menganalisis pembelajaran yang akan dibuat web pembelajaran 3) Mengidentifikasi karakteristik dan perilaku awal siswa 4) Menuliskan kompetensi dasar dan indikator 5) Menentukan kriteri dan tes acuan patokan 6) Menyusun strategi pembelajaran sesuai silabus 7) Mengembangkan bahan pembelajaran Secara umum pada tahap desain web pembelajaran terkait instruksional perlu memperhatikan jadwal pembelajaran, komponen pengguna, spesifikasi media 96
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika yang akan dibuat, model pembelajaran, dan model kontrol serta bagaimana web pembelajaran dikelola/dimanfaatkan. Selain memperhatikan desain instruksional tersebut pembuat web harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Perencanaan Tujuan-tujuan ini adalah termasuk antisipasi dan memutuskan target untuk pengguna, tujuan dan sasaran dari informasi. Perencanaan juga dilakukan untuk informasi domain dengan sebuah proses pendefinisian, spesifikasi informasi pendukung yang harus dikumpulkan, bagaimana informasi dikumpulkan dan bagaimana informasi tersebut di up date. Perencana web juga harus mengetahui lebih dulu sumber lain yang dibutuhkan untuk mendukung operasi dan pengembangan web. 2) Analisis Proses mengumpulkan dan membandingkan informasi tentang web dan pengoperasiannya dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas web secara keseluruhan. Analisa dari perancang web, seperti isi dari web kompetitor, harus dipertimbangkan. Seorang analis mempunyai banyak alternatif dan mengumpulkan informasi untuk membantu proses perencanaan, perancangan, implementasi dan pengembangan. 3) Perancangan Sebuah proses yang dilakukan oleh perancang web, mengerjakan spesifikasi web, membuat keputusan tentang bagaimana komponen web diaktualisasikan. Proses ini menyangkut tujuan web tersebut, pengguna, objek, dan informasi domain. b. Langkah pengembangan prototype web pembelajaran 1) Memilih software program a)
Adobe photoshop integrasi flash
b)
Dreamweaver
c)
Frontpage
d)
Microsoft Publisher
e)
Wordpress/Blog
f)
SJ Namo Editor
2) Membuat flowchart Flowchart adalah skema/alur dari program bahan ajar yang akan dikembangkan, flowchart ini disusun dengan alur tertentu meliputi : a) Menu utama atau disebut Home, yang terdiri : i. Pendahuluan berisi petunjuk dan prasarat yang dibutuhkan ii. Standar kompetensi dan Kompetensi dasar serta indikator
97
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika iii. Materi pembelajaran iv. Tes umum untuk latihan dengan umpan baik/ feedback v. Evaluasi pembelajaran dengan feedback dan penilaian vi. Hiburan : Informasi ringan, game, atau foto-foto vii. Referensi : pustaka, alat dan bahan serta profil pengembang b) Sub menu , terdiri dari : i. Pendahuluan untuk sub menu ii. Materi sub menu iii. Latihan-latihan dan feedback iv. Tes/evaluasi materi pada sub menu 3) Membuat skrip/ story board Story board merupakan kumpulan lembaran-lembaran desain tampilan bahan ajar yang akan dikembangkan, lembaran tersebut berisi desain tampilan meliputi pendahuluan, tampilan menu dengan navigasi, tampilan isi dengan navigasi, tampilan tes atau evaluasi dengan navigasi, dll. Secara umum pembuatan storyboard meliputi : a) Membuat bagan site yang diperlukan untuk menyusun link dari Home, menu, sub menu, materi, latihan , evaluasi, dan lain-lain b) Membuat ilustrasi dan import informasi yang diperlukan (teks, gambar, foto, animasi dan video) yang memuat : i.
Bagan
ii.
Gambar
iii.
Grafik
c) Memilih deskripsi verbal atau kebahasaan untuk informasi/petunjuk serta soal-soal dengan memperhatikan : i.
Pemilihan kata yang benar
ii.
Kalimat, menggunakan kalimat yang efektif dan baku
penyampai
4) Menuangkan flowchart dan skrip dalam format komputer, untuk tampilan dalam komputer dengan memperhatikan :
Slide layout
Slide design
Slide transition
SD color scheme
Animation scheme
98
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
c.
Sound
Design template
Auto content wizard
From exiting presentation
Memformat hasil pengembangan dalam web on-line maupun off-line : 1) Upload untuk disajikan secara online dengan sofware publish yang mendukung program/ desain web (Web on-line) bersangkutan 2) Mengkopi dalam bentuk VCD dengan fasilitas software burning nero atau nero expres (untuk web pembelajaran off-line) 3) Mengkopi dalam flash disk menggunakan fasilitas USB 4) Mengkopi dalam hard disk menggunakan system file komputer Proses dibangunnya web menggunakan Hyper Text Markup Language (HTML) lebih mirip dengan pengembangan software multimedia sebab menggunakan syntax yang spesifik untuk link dari struktur web dalam sebuah bahasa formasi dalam file komputer.
d. Langkah validasi/evaluasi Setelah desain dibuat dan kembangkan dalam bentuk online atau offline diujicobakan kepada pengguna/siswa untuk mengetahui kualitas web pembelajaran secara teoritis maupun empiris, ujicoba bertujuan menggali informasi untuk menjadi dasar pengambilan keputusan tentang web pembelajaran yang dikembangkan. Uji coba dilakukan dengan serangkaian uji coba produk dengan memberikan halaman khusus untuk komentar dan memberi masukan bagi pengguna/ahli materi maupun media atau melalui angket observasi. Hasil uji coba digunakan sebagai bahan masukan pengguna untuk pertimbangan dalam melakukan perbaikan (evaluasi dan revisi ). Hal yang perlu diperhatikan dalam tahap evaluasi dan validasi, diantaranya : 1) Kecapatan dan ketepatan saat akses pada menu dan sub menu web 2) Dokumen web mudah ditemukan saat akses (link ) 3) Web mudah mengkonversi dengan web site yang lain saat on-line 4) Dapat memberikan kemudahan dan layanan khusus bagi pengguna yang mengalami ketunaan indera atau cacat fisik lainnya 5) Substansi web pembelajaran menarik, bermanfaat dan menghindari unsur SARA, etika dan estetika dari pengguna/siswa 6) Sistem operasi sederhana, mudah terbaca dan mudah ditelusuri 7) Untuk web offline disertakan petunjuk penggunaan dan kejelasan perintah
99
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika 3. Uji coba Produk a. Desain Uji Coba Produk tahap awal perlu divalidasi oleh ahli materi dan ahli media, tinjauan ahli materi adalah untuk mengetahui kaidah-kaidah penyusunan materi sedangkan tinjauan ahli media untuk mengetahui kelayakan produk sebelum digunakan. Pelaksanaan uji coba dilakukan secara bertahap meliputi: (1) uji caba perorangan, (2) uji coba kelompok, dan (3) uji coba lapangan di sekolah. b. Subjek Uji Coba Subjek uji coba produk ini adalah siswa kelas VI yang diambil sampel secara acak 3 siswa untuk uji coba satu-satu dan 12 siswa untuk uji coba kelompok kecil serta 30 siswa untuk uji coba kelompok besar c. Teknik analisis data 1) Teknik analisis data kuisioner Skala penilaian yang cocok digunakan untuk jumlah subjek sedikit adalah skala 5, seperti dalam tabel konfersi berikut; Tabel 1 Konversi Skor pada Skala 5 NILAI A B
INTERVAL
KATEGORI Sangat baik
X > X i + 1, 80 SBi
Baik
C
X i + 0, 60 SBi < X ≤ X i + 1, 80 SBi X i - 0, 60 SBi < X ≤ X i + 0, 60 SBi
Cukup
D
X i - 1, 80 SBi < X ≤ X i - 0, 60 SBi
Tidak baik
E
X ≤ X i - 1, 80 SBi
Sangat tidak baik
Keterangan : X : skor rata-rata data empiris Xi : rerata ideal =
1 ( skor maks. ideal + skor min ideal) 2
Sbi : simpangan baku ideal =
1 ( skor maks. ideal-skor min.ideal) 6
Berdasarkan rumus konversi pada Tabel 1 di atas, dapat diperoleh gambaran yang jelas dalam mengubah data kuantitatif menjadi data kualitatif. Pedoman pengubahan data kuantitatif menjadi data kualitatif dipaparkan dalam Tabel 2 di bawah ini: Tabel 2 Pedoman Pengubahan Data Kuantitatif Menjadi Data Kualitatif Interval Skor
Nilai
Kategori
100
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika X > 4,21
A
Sangat Baik
3,40< X ≤ 4,21
B
Baik
2,60< X ≤ 3,40
C
Cukup Baik
1,79 < X ≤ 2,60
D
Kurang Baik
X ≤ 1,79
E
Sangat Kurang Baik
Keterangan : Skor maksimal = 5
X
Skor minimal
=1
SBi =
X
= Skor aktual
i
=
1 (5 + 1) = 3 2 1 (5-1) = 0,67 6
2) Analisis kelayakan produk Produk multimedia dikategorikan layak untuk digunakan jika memenuhi beberapa persyaratan meliputi kriteria pendidikan (educational criteria), tampilan program (cosmetics), dan kualitas teknik (technical quality) dengan skala 5 dikonversikan dalam skor tabel 3 :
Tabel 3 Konversi Skor ke Nilai pada Skala 5 Interval skor
Nilai
Kategori
X > X i + 1, 80 SBi
A
Sangat Baik
X i + 0, 60 SBi < X ≤ X i + 1, 80 SBi
B
Baik
X i - 0, 60 SBi < X ≤ X i + 0, 60 SBi
C
Cukup Baik
X i - 1, 80 SBi < X ≤ X i - 0, 60 SBi
D
Kurang Baik
E
Sangat Kurang Baik
X≤ X
i
- 1, 80 SBi
Keterangan :
X
i
= Rerata ideal =
1 (skor maksimal ideal + skor minimal ideal) 2 101
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika SBi = Simpangan baku ideal =
1 (skor maksimal ideal–skor min. ideal) 6
X = Skor siswa hasil uji coba
3) Teknik analisis data dari pretest dan postest Teknik untuk menentukan skor dan nilai rata-rata dari pretest dan postest dalam penelitian ini menggunakan rumus berikut:
X
X n
Keterangan :
X
= Rata-rata skor
X
= Jumlah skor
n
= Banyaknya responden
A. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN 1. Spesifikasi Produk Hasil Pengembangan Produk multimedia dapat dioperasionalkan untuk semua jenis komputer dengan spesifikasi minimal processor setara Pentium III, memory 32 MB, setting monitor 800 x 600 pixel dan hardisk 120 MB dianjurkan ada CD-ROM. Sampel tampilan menu atau sajian materi yang dikembangkan dalam CD pembelajaran dengan berbasis web pembelajaran sebagai berikut:
Gambar 2
102
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Tampilan Halaman Menu Utama
Gambar 3 Tampilan Halaman Materi
103
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Gambar 4 Tampilan Halaman Menu Latihan
Gambar 5 Tampilan Halaman Evaluasi
2. Analisis Data Hasil Penilaian Ahli Materi Ahli materi memberikan penilaian pada aspek pembelajaran dengan nilai rata-rata keseluruhan 4,80 termasuk kriteria ”sangat baik” dan aspek materi dengan nilai rata-rata keseluruhan 4,71 termasuk kriteria ”sangat baik”. Rata-rata skor keseluruhan dari aspek pembelajaran dan aspek materi yaitu 4,75 setelah dikonversikan ke skala 5 termasuk kriteria ”sangat baik”.
3. Analisis Data Hasil Penilaian Ahli Media Skor total untuk aspek media 39 dan skor rata-ratanya 4,88 setelah dikonversikan ke skala 5 termasuk kategori ”sangat baik”. Dari data penilaian pembelajaran persentase baik 12,5% dan persentase sangat baik 87,5%. Revisi produk telah dilakukan sesuai saran ahli media, disimpulkan bahwa produk multimedia pembelajaran IPA hasil pengembangan dinyatakan layak.
4. Analisis Data Hasil Uji Coba Satu Lawan Satu Ada tiga aspek yang dianalisis dalam uji coba satu lawan satu, yaitu aspek pembelajaran, aspek materi, dan aspek media. hasil tanggapan terhadap produk dalam uji coba digambarkan dalam diagram berikut:
104
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
5
4,71
4,64
4,33
PEMBELAJARAN
MATERI
PERSENTASE 4 3
2
0
MEDIA
Gambar 6 Diagram Batang tentang Persentase
Skor rata-rata untuk aspek pada pembelajaran 4,64 dengan yang Diperoleh Uji Coba Satu Lawan Satu kategori sangat baik, skor rata-rata untuk aspek materi 4,33 dengan kategori sangat baik dan skor rata-rata untuk aspek media 4,71 dengan kategori sangat baik. Jumlah skor keseluruhan untuk aspek pembelajaran, aspek materi dan aspek media adalah 91,74 dan rata-rata keseluruhan 4,59 termasuk dalam kategori ”sangat baik” (hasil selengkapnya pada lampiran).
5. Analisis Data Hasil Uji Coba Kelompok Kecil Dari data uji coba dijelaskan bahwa skor rata-rata keseluruhan untuk aspek pembelajaran 4,71 setelah dikonversikan pada skala 5 berarti termasuk kategori ”sangat baik”. Skor rata-rata keseluruhan untuk aspek materi 4,67 setelah dikonversikan pada skala 5 berarti termasuk kategori ”sangat baik”, dan skor rata-rata keseluruhan aspek media 4,54 setelah dikonversikan pada skala 5 berarti termasuk kategori ”sangat baik”. Jumlah skor keseluruhan aspek pembelajaran, aspek materi, dan aspek media adalah 92,66 dan skor rata-rata keseluruhan 4,63 setelah dikonversikan pada skala 5 berarti termasuk kategori ”sangat baik” Hasil uji coba secara keseluruhan ditampilkan dalam diagram berikut: 5
4,71
4,67
4,54
4
3
PERSENTASE 2
1
PEMBELAJARAN
MATERI
MEDIA
Gambar 7 105 Volume Diagram Batang tentang Persentase yang Diperoleh pada Uji Coba Kelompok Kecil
14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
6. Analisis Data pada Kelompok Besar (Kelompok Responden) Jumlah skor aspek Pembelajaran persentase tanggapan siswa terhadap multimedia aspek pembelajaran yaitu siswa merespon kurang baik berjumlah 0%; 8,1% siswa memberikan respon cukup; 44,3% siswa memberikan respon baik; dan 47,6% siswa memberikan respon sangat baik. Respon siswa terhadap produk aspek pembelajaran digambar dalam diagram berikut (gambar 8) : PERSENTASE ASPEK PEMBELAJARAN
47,6
50
44,3
45 PERSENTASE
40 35 30 25 20 15 10
8,1
5
0
0 SANGAT
0 KURANG
CUKUP
BAIK
Gambar 8
KURANG
SANGAT BAIK
Diagram Batang tentang Persentase Aspek Pembelajaran yang materi Diperoleh pada dan Uji Coba kelompok Besar Jumlah skor aspek 21,96 rata-rata skor keseluruhan 4,39 dengan kategori sangat baik, persentase tanggapan siswa merespon kurang baik ada 0%; siswa merespon cukup 7,3%; siswa merespon baik 45,9% dan siswa merespon sangat baik 46,8%. (lihat gambar 9) PERSENTASE ASPEK MATERI 50
45,9
46,8
45 40 PERSENTASE
35 30 25 20 15 10 5
0
7,3 0 SANGAT
0 KURANG
CUKUP
KURANG
BAIK
SANGAT BAIK
Gambar 9 Diagram Batang tentang Persentase Aspek Materi yang Diperoleh pada Uji Coba kelompok Besar
106
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Jumlah skor keseluruhan untuk aspek media 35,84 dan rata-rata skor keseluruhan 4,48 dengan kategori sangat baik, sedangkan persentase tanggapan siswa terhadap aspek media yaitu 0% siswa memberikan merespon kurang baik; 5,8% siswa merespon cukup; 42,5% siswa merespon baik, dan 51,7 % siswa merespon sangat baik (gambar 10)
51,7
55 50
PERSENTASE
42,5
45 40
5,8 5
0
0
SANGAT KURANG
0 KURANG
CUKUP
BAIK
SANGAT
Gambar 10
BAIK
Diagram Batang tentang Persentase Aspek Media
7. Langkah Cara Efektif Belajar Dengan Komputer yang Diperoleh padaBerbantuan Uji Coba kelompok Besar (cyeber) Beberapa langkah pembelajaran guru dalam mata pelajaran IPA kelas VI berbantuan komputer dengan web pembelajaran sebagai berikut : a. Tahap awal (10 menit) Siswa diajak menyanyikan lagu “Bintang Kecil” Siswa mendeskripsikan berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya tentang bintang dan benda langit lainnya Siswa mempersiapkan diri untuk kegiatan pretest b. Tahap inti (40 menit) Siswa mengerjakan pretest tentang Bumi dan Alam Semesta Siswa mendiskusikan hal-hal yang belum diketahui terkait soal, setelah kegiatan pretest dilaksanakan Siswa membuka web pembelajaran untuk menemukan informasi-informasi yang dibutuhkan terkait materi/pokok bahasan Siswa mengerjakan latihan-latihan/tugas di dalam web dengan bimbingan guru Siswa membahas informasi-informasi yang belum jelas dengan bimbingan guru atau menggunakan referensi lain Siswa mengerjakan evaluasi (postest) c. Tahap akhir (10 menit) Siswa dan guru merefleksi pelaksanaan pembelajaran dan penggunaan web pembelajaran
107
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Siswa dibimbing membuat kesimpulan singkat tentang materi pelajaran dalam bentuk catatan atau resume
Langkah pembelajaran untuk materi yang lain dapat mengadopsi model pembelajaran di atas karena web pembelajaran yang dikembangkan mampu menyimpan file/informasi yang banyak terkait pokok bahasan Bumi dan Alam Semesta, guru tinggal membimbing siswa untuk mengakses menu yang akan diajarkan dalam pembelajaran yang bersangkutan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan web pembelajaran ini adalah kemampuan dan spesifikasi komputer serta software yang mendukung sehingga web pembelajaran dapat diakses siswa dengan mudah dan lancar, aapun spesifikasi yang diharapkan untuk mengopersionalkan web pembelajaran ini adalah komputer pentium III pada resolusi minimal 800 X 600 ppi dengan didukung windows 2000 atau 2007 atau vista serta ada software macromedia flash maupun SJ Namo
8. Hasil Pembelajaran dengan pendekatan Cyeber Setelah multimedia pembelajaran digunakan dalam proses pembelajaran maka terjadi peningkatan prestasi yang dapat dilihat dari peningkatan skor tes melalui pretest maupun postest. Subjek responden mengambil siswa kelas VI SD Negeri Nglempong Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman dengan jumlah siswa 47 anak, instrument evaluasi menggunakan soal berjumlah 20 butir soal dengan hasil sebagai berikut: No. Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
KKM 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61
Skor PRETEST POSTEST 6 10 6 13 6 13 6 15 7 13 7 13 7 13 7 14 7 14 7 15 7 19 8 13 8 13 8 14 8 14 8 17 8 18 8 19 9 12 9 12 9 12
108
PRETES 30 30 30 30 35 35 35 35 35 35 35 40 40 40 40 40 40 40 45 45 45
Nilai POSTEST 50 65 65 75 65 65 65 70 70 75 85 65 65 70 70 85 90 95 60 60 60
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 Jumlah Rata2
61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61
9 9 9 9 9 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 11 11 12 12 12 12 12 13 426 9.06
15 15 15 16 19 11 13 13 13 13 14 14 15 15 16 16 16 18 15 17 13 16 18 20 20 18 700 14.85
45 45 45 45 45 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 55 55 60 60 60 60 60 65 2130 45.32
75 75 75 80 95 55 65 65 65 65 70 70 75 75 80 80 80 90 75 85 65 80 90 100 100 90 3490 74.25
Menggunakan multimedia IPA hasil pengembangan dalam pembelajaran kelompok responden mampu mencapai tingkat ketuntasan belajar siswa 85,11% dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 61, rata-rata skor keseluruhan 73,19 yang berarti produk multimedia berbasis web pembelajaran ini sudah layak untuk diimplementasikan.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Produk multimedia hasil penelitian dan pengembangan telah digunakan dalam tahapan uji coba dan revisi. Data uji coba produk dianalisis menggunakan statistik deskriptif, hasil analisis data disimpulkan sebagai berikut: a. Pengembangan produk menggunakan kaidah-kaidah pengembangan yang mengadopsi model Borg dan Gall melalui tahapan analisis kebutuhan, desain, produksi, validasi, uji coba, revisi, dan distribusi. b. Setelah diujicobakan dalam kelas responden yang terdiri 47 anak maka diperoleh data ketuntasan belajar dengan KKM di atas ”61” sebanyak 85,11% rata-rata nilai
109
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika keseluruhan 73,19 sehingga produk multimedia web pembelajaran hasil pengembangan ini layak digunakan dalam pembelajaran IPA SD kelas VI.
2. Saran-Saran a. Produk hasil pengembangan dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran secara klasikal maupun individu b. Pengembangan web pembelajaran ini tidak sampai uji efektifitas dan tahap distribusi hanya dibatasi pada sosialisasi di tingkat gugus atau KKG
DAFTAR PUSTAKA Borg,W. & V Gall, M.D. (2003). Educational research an introduction, 4 Education, Inc.
th
ed. New York:: Pearson
Budiningsih, Asri. (2003). Belajar dan pembelajaran. Yogyakarta: FIP UNY Depdiknas. (2006). Kurikulum tingkat satuan pendidikan. Jakarta: Depdiknas Indrawati. (2008). Hakekat IPA dan pendidikan IPA. Bandung: P4TK IPA Mukminan. (1998). Belajar dan pembelajaran. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta Poerwanti, Endang. (2008). Asesmen pembelajaran SD. Jakarta: Depdiknas Pujiantoro. (2005). Desain grafis komputer. Yogyakarta: Andi Offset Safitri, Heni. (2006). Pengantar pendidikan jarak jauh (PJJ). Jakarta: Depdiknas Setijadi. (1994). Pemilihan dan pengembangan multimedia untuk pembelajaran. Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada Suparman, M. Atwi. (2001). Desain instruksional. Jakarta : Universitas Terbuka
110
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Penerapan Model Pembelajaran Latihan Penelitian untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep IPA di SD 1 Gondoharum Kudus 20
Yuni Ratnasari
[email protected]
Abstract: This study aims to 1) determine the effect of the application of research practice learning model to improve the mastery of science concepts in SD 1 Gondoharum Kudus. 2) determine the effectiveness of the application of research practice learning model to improve the mastery of science concepts in SD 1 Gondoharum Kudus. Model research practice has five stages: the first confronts the problem, both searching and reviewing the data, analyzing the data and experimentation third, fourth and fifth stage of formulating the problem to analyze the research process. IPA concept mastery is the ability of teachers to address the basic concepts in cognitive, affective and psikomotor science. This research uses a quasi-experimental research design one group pretest posttest equipped with descriptive analysis. This research subject is class IVA and IVB SDN 1 Gondoharum Jekulo Kudus. Techniques of collecting data in the form of data pre test, post test, observation, worksheets, and documentation. Analysis of data obtained from the mastery of concepts pretest and posttest. Pretest and posttest scores were tested with descriptive statistics include mean, median, standard devisasi, sknewness and persentiles. The next test as a condition of normality and homogeneity test t test. T-test using paired samples t -test. The success of this research can be seen from the effect of the application of learning exercise science research on mastery of concepts is shown t-test results sig. ( 2 - tailed) 0.35 < 0.05, there are differences in the data concluded graders post test experimental and control classes . That difference shows that the mastery of science concepts experimental class is better than the control class . The effective application of research to improve the practice of learning the mastery of science concepts seen in the value of the average pretest to post-test increases 13.7.
Keywords : Research Training Model , quasi-experimental one group pretest posttest, IPA Concept Mastery.
PENDAHULUAN
P
enerapan kurikulum 2013 menuntut siswa untuk selalu aktif dalam proses pembelajaran, menuntut guru untuk kreatif dalam mengembangkan pembelajaran, menuntut sekolah untuk mampu menyediakan sarana dan prasarana, serta menuntut orang tua dapat mendampingi belajar anak dirumah. Perubahan kurikulum selalu di ikuti dengan perkembangan tingkat penguasaan konsep oleh siswa. Contoh dengan kurikulum 2013, diharapkan siswa mampu menguasai ranah
20
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta 111
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika kognitif, afektif dan psikomotorik. Kurikulum 2013 menonjolkan kedudukan ranah afektif dan psikomotorik menjadi tujuan yang utama, baru di ikuti ranah kognitif. Berdasarkan hasil observasi di SD 1 Gondoharum Kudus menunjukkan bahwa pada penerapan kurikulum KTSP belum menonjolkan ranah afektif dan psikomotorik. Guru mengutamakan ranah kognitif, karena dituntut untuk dapat nilai bagus, naik kelas, bahkan lulus sekolah. Ujian nasional menjadi standar utama sehingga melupakan ranah yang lainnya. Kondisi lain yang terlihat adalah guru selalu memberikan drill soal-soal, tanpa menumbuhkan sikap dan keterampilan siswa untuk mampu menguasai konsep materi sendiri. Penguasaan konsep tidak di anggap penting, penyelesaian soal dan jawaban betul menjadi tonggak utama. Hal tersebut membuat guru melupakan model pembelajaran yang inovatif. KTSP menjelaskan bahwa Ranah kognitif, afektif dan psikomotorik merupakan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Ketiga ranah tersebut menuntut guru untuk dapat memberikan model pembelajaran yang inovatif sehingga siswa dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Pembelajaran yang inovatif dapat menggiring pemahaman pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa dalam menguasai konsep dari materi pembelajaran. Solusi yang diterapkan di SD 1 Gondoharum Kudus adalah dengan menerapkan model latihan penelitian dalam pembelajaran. Latihan penelitian merupakan sebuah model dimana pembelajaran diawali dengan permasalahan. Masalah tersebut akan memancing rasa ingin tau yang tinggi dari siswa. Selanjutnya siswa harus menyelesaikan permasalahan dengan melakukan sebuah percobaan. Percobaan di awali dengan merangkai peralatan, kemudian menemukan data, menuliskan data, dan mengkaji data. Selanjutnya berdasarkan data percobaan, siswa dapat mengorganisasikan, merumuskan pembahasan, dan menjelaskan data. Di akhir siswa harus mampu memberikan kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan. Model latihan penelitian yang dierapkan dalam penelitian ini sejalan dengan Joyce dan Weil (dalam Udin S. Winataputra, 2001:17) ada lima tahapan yaitu Tahap Pertama Menghadapkan Masalah, Tahap Kedua Mencari dan Mengkaji Data, Tahap Ketiga Mengkaji Data dan Eksperimentasi, Tahap Keempat Mengorganisasikan, Merumuskan dan Menjelaskan dan Tahap Kelima Menganalisis Proses Penelitian. Model latihan penelitian dilaksanakan dengan memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk dapat menyelsaikan permasalahan sendiri, menemukan sendiri, sehingga mampu mengerti dan memahami konsep sesuai dengan temuannya. Pembelajaran ini mampu menggugah semangat siswa untuk dapat memahami konsep sebuah materi, terutama materi mata pelajaran IPA. Konsep IPA akan selalu mudah di ingat, dipahami, dan di aplikasikan apabila siswa mengalami langsung. Penguasaan konsep IPA adalah kemampuan guru untuk dapat mananamkan konsep dasar IPA pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif sesuai klasifikasi Bloom yaitu Tingkatan pengetahuan (knowledge), Tingkatan pemahaman (comprehension), Tingkat penerapan (application), Tingkat analisis (analysis), Tingkat sintesis (synthesis), Tingkat evaluasi (evaluation). Menurut Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku
112
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Uraian taksonomi Bloom dan Nana Sudjana dapat disimpulkan bahwa hasil belajar meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik, dimana penguasaan konsep IPA merupakan rangkaian dari ketiga ranah tersebut. Seorang siswa dikatakan mampu menguasai konsep IPA apabila siswa tersebut dapat mengikuti pembelajaran dengan aktif, melakukan sendiri, memiliki sikap ilmiah yang tinggi dan akhirnya siswa mampu memecahkan masalah. Jadi ketiga ranah tersebut tidak dapat dipisahkan, atau harus mampu dikuasai oleh siswa secara menyeluruh. Berdasarkan uraian permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah 1) Mengetahui pengaruh penerapan Model Pembelajaran Latihan Penelitian untuk meningkatkan penguasaan konsep IPA siswa di SD 1 Gondoharum Kudus, 2) Untuk mengetahui efektifitas Model Pembelajaran Latihan Penelitian untuk meningkatkan penguasaan konsep IPA siswa di SD 1 Gondoharum Kudus.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasi experiment one group pretest posttest yang dilengkapi dengan analisis deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan pretest dan posttest, observasi, dan lembar kerja siswa. Sebelum diberikan perlakuan siswa diberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Pada penelitian ini peneliti memberikan perlakuan kepada subjek peneliti berupa pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran latihan penelitian. Setelah perlakuan diberikan, kemudian diadakan posttest. Soal pretest dan posttest terdiri dari 19 soal pilihan ganda. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV di SDN 1 Gondoharum Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus tahun pelajaran 2014/2015. Jumlah siswa kelas IV di SDN 1 Gondoharum ada 3 kelas sebagai populasi. Sampel penelitian ini ada 2 kelas yaitu IVA sebagai kelas eksperimen dan IVB sebagai kelas kontrol masing-masing sebanyak 23 siswa. Prosedur penelitian quasi experiment one group pretest posttest yang dilengkapi dengan analisis deskriptif. Berikut prosedur penelitian ditunjukkan oleh diagram 1.1.
Diagram 1.1 Prosedur Penelitian
113
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Uji validitas isi dilakukan untuk instrument tes penguasaan konsep IPA. Selanjutnya data penelitian di analisis hasil pretest dan posttest. Pengujian validasi soal kepada pakar ahli sains. Soal yang valid digunakan sebagai pretest dan posttest. Skor pretest dan posttest diuji dengan statistik deskriptif frekuensi. Statistik deskristif ini meliputi mean, median, standart devisasi, sknewness dan persentiles. Berikutnya dilakukan uji normalitas dan homogenitas sebagai syarat Uji t-test. Uji t-test digunakan untuk menentukan perbedaan antara pretest dan posttest. Penelitian ini menggunakan uji paired sample t-test. Hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: H0 = H1, maka H1 diterima yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh model latihan penelitian terhadap peningkatan penguasaan konsep IPA siswa kelas IV di SD 1 Gondoharum Kudus. H0 = H1, jika H0 diterima maka H1 ditolak yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh model latihan penelitian terhadap peningkatan penguasaan konsep IPA siswa kelas IV di SD 1 Gondoharum Kudus.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian quasi eksperimen one group pre test post test dilaksanakan dengan menerapkan model latihan penelitian Joyce dan Weil (dalam Udin S. Winataputra, 2001:17), dimana terdapat lima tahapan yaitu tahap pertama menghadapkan masalah, tahap kedua mencari dan mengkaji data, tahap ketiga mengkaji data dan eksperimentasi, tahap ke empat merumuskan masalah dan tahap kelima menganalisis proses penelitian. Tahapan tersebut dilaksanakan dengan mengawali pre test untuk mendapatkan nilai awal dimana kelas eksperimen sebesar 67,32 dan kelas kontrol sebesar 67,59. Kedua kelas memiliki karakteristik yang sama. Tahap pertama diawali dengan membentuk siswa menjadi 5 kelompok, dimana masing-masing kelompok beranggotakan 4 dan 5 orang. Selanjutnya siswa dijelaskan tentang alat dan bahan. Siswa diberikan permasalahan, dimana guru menunjukkan sebuah gambar serta tanya jawab. Tahap kedua siswa keluar kelas untuk melakukan penelitian, yaitu tentang bentuk daun dari berbagai tumbuhan. siswa menuliskan hasil pengamatannya serta menggambarnya. Tahap ketiga siswa kembali masuk kelas untuk mengolah data serta menyusun hipotesis. Dilanjutkan tahap ke empat yaitu siswa mempresentasikan hasil pengamatan, kemudian tanya jawab seputar hasil tersebut. Guru memberikan penguatan dari jawaban serta meluruskan jawaban yang kurang tepat. Di akhiri tahap kelima yaitu guru bersama siswa menganalisis hasil pengamatan, kemudian berdiskusi solusi untuk permasalah yang masih ada. Pada akhir pembelajaran dilaksanakan post test di dapatkan hasil untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai berikut:
114
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Tabel 1.1 Hasil Nilai Post Test
Berdasarkan tabel 1.1 di dapatkan hasil nilai rata-rata untuk kelas eksperimen sebesar 80,39 dan kelas kontrol nilai rata-rata sebesar 73,95. Data nilai tersebut di uji normalitas diperoleh nilai signifikansi kelas eksperimen sebesar 0,187, sedangkan kelas kontrol yaitu 0, 092. Nilai signifikansi kelas eksperimen dan kontrol > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data post test terdistribusi normal. hasil uji homogenitas data post test diperoleh nilai signifikansi kelas eksperimen berdasarkan variabel kelas kontrol sebesar 0,358, Nilai signifikansi > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data post test memiliki varian yang sama. Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Selaras dengan penelitian ini bahwa perubahan tingkah laku kognitif siswa ditunjukkan dengan adanya perubahan dari nilai pre test ke nilai post test, dimana untuk kelas eksperimen rata-rata meningkat 13,7 sedangkan untuk kelas kontrol hanya meningkat 6,36. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan perlakuan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data post test telah teruji normal dan memiliki varian yang sama selanjutkan dilaksanakan uji T-Test dengan SPSS. Berikut hasil uji T-test ditunjukkan pada tabel 1.2. Tabel 1.2 Uji T-Test
Berdasar tabel 1.2 menunjukkan bahwa nilai sig.(2-tailed) sebesar 0,35 < 0,05, disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat perbedaan data post test 115
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa penguasaan konsep IPA kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Hasil tersebut selaras dengan penelitian Tati Setiawati dkk (2012) dan Zaidatul Inaiyah dkk (2014) yaitu bahwa model inquiry training dapat meningkatkan hasil belajar dan penguasaan konsep IPA akan meningkat dengan melakukan praktikum. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelas eksperimen layanan penguasaan konten IPA lebih baik dari pada kelas kontrol. Penyebab keadaan tersebut adalah dikelas eksperimen diberikan model pembelajaran latihan penelitian dimana siswa diberikan bimbingan aktif dalam melaksanakan penelitian. Siswa aktif melakukan langsung, menemukan, menuliskan data, menemukan sesuatu yang baru serta menganalisis data yang di dapatkan. Kelas kontrol siswa hanya mendengarkan, menulis dan menghafal, disini siswa tidak aktif. Jadi penerapan pembelajaran latihan penelitian berpengaruh terhadap penguasaan konsep IPA dilihat dari Uji-t. Model pembelajaran latihan penelitian sangat efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep IPA dilihat dari perubahan nilai pre test ke post test siswa.
Daftar Pustaka Betty Marisi Tunip. Penguasaan Konsep IPA dan Pajanannya Dalam Interaksi Kelas Di SD Negeri Kotamadya Medan. Jurnal Pendidikan. Medan, 2000. h.173. Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standasrt Isi Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Depdiknas. 2013. Permendiknas Nomor 63 Tahun 2013 Tentang Kurikulum 2013. Jakarta: Depdiknas. Edogogia. Pengaruh Umpan Balik Evaluasi Formatif. 2004. Vol.1. No. 1. h. 23. Muhibin Syah. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet.3. h. 23. Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Press (Hlm.254). Saripudin W., Udin, (1989). Konsep dan Masalah Pengajaran Ilmu Sosial Di Sekolah Menengah. Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti. Sutarto. Buku Ajar Fisika (BAF) Dengan Tugas Analisis Foto Kejadian Fisika (AFKF) Sebagai Alat Bantu Penguasaan Konsep Fisika. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Mei, 2005. No. 054. h. 237. Tati Setiawati, dkk. Penerapan Model Pembelajaran Inquiri Training Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Kuliah Praktek Industri Pada Program Studi Pendidikan Tata Boga. Jurnal Penelitian Pendidikan. UPI. Bandung. Vol.13. No. 1, April 2012. Zaidatul Inayah, dkk. 2014. Penerapan Pembelajaran Learning Cycle 5E Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Pada Materi Kalor siswa Di SMAN 9 Malang. Jurnal Pendidikan Fisika. Universitas Negeri Malang. Vol.2. No. 1. 2014. ______. 2000. Teori-teori Belajar. Bandung: Erlangga. h.81-82.
116
Volume 14 No.01 Maret 2016