Volume 15 No. 02 September 2016
Volume 15 No. 02 September 2016
ISSN 1693-9107
Jurnal Penelitian teknologi Pendidikan
Diterbitkan Oleh:
Program Studi Magister Teknologi Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
Volume 15 No. 02 September 2016
ISSN 1693-9107
Jurnal Penelitian teknologi Pendidikan Teknodika sebagai media komunikasi guna melaporkan hasil-hasil penelitian di bidang pendidikan yang diterbitkan secara berkala setiap semester.
dikelola:
Penanggungjawab
: Dekan FKIP UNS
Pemimpin Umum
: Prof. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd
Penyunting Ahli
: Prof. Dr. H. Soetarno, M.Pd (UNS) Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd (UNS) Prof. Dr. Yusuf Hadi Miarso, M.Sc (UNJ) Prof. Dr. I Nyoman Degeng, M.Pd (UNM) Prof. Dr. C. Asri Budiningsih, M.Pd (UNY)
Penyunting Pelaksana : Prof. Dr. Sri Anitah, M.Pd (Ketua) Dr. Suharno, M.Pd (Sekretaris) Dr. Sujarwo, M.Pd (Anggota) Suwardi, M.Pd (Anggota) Endang Retno Wulan, M.Pd (Anggota) Alamat Sekretariat
: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36 a Kentingan Surakarta 57126 Telp. (0271) 626994 Psw. 377, Fax. (0271) 646655, HP. 085647096663
Tulisan yang dimuat di
belum tentu merupakan cerminan sikap dan atau pendapat
penyuntingg pelaksana, penyunting, dan penyunting ahli. Tanggungjawab terhadap isi dan atau akibat dari tulisan tetap terletak pada penulis
Daftar Isi Perbedaan Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dan Team Games Tournament (TGT) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Jenis Kelamin Oleh: Christiana Sri Wahyuni Kustiasih, Sunardi, Sri Haryati………………………….
1
Pengaruh Problem Based Learning dan Group Investigation Terhadap Prestasi Belajar IPA Ditinjau dari Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas V SDN Sedabin Diponegoro Oleh: Ferawati L, Budiyono, Sri Yutmini…………………………………………………..
15
Pengaruh Media Pembelajaran Internet dan Media Konvensional terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) pada Mata Pelajaran Kewirausahaan Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan Oleh: Joko Susilo, Samsi Haryanto, Gunarhadi…………………………………………
27
Pengembangan Bahan Ajar Biologi Berbasis Sains, Technology, Environment, and Society (Stes) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Islam 1 Surakarta Oleh: Khotim Nurma Indah, Soetarno Joyoatmojo. Suharno…………………………..
35
Perbedaaan Pengaruh Pembelajaran Mata Pelajaran Kimia Model Problem Based Learning (PBL) Dan Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) terhadap Prestasi Belajar Siswa Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa SMA Negeri di Grobogan Oleh: Ria Rahmawati, Leo Agung S, Nunuk Suryani…………………………………….
49
Pencapaian Hasil Belajar Biologi dengan Model Problem Based Learning (PBL) dan Model Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) Ditinjau dari Minat Belajar Peserta Didik Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Grobogan Oleh: Ririk Niangkasawati, Mulyoto, Deny Tri Ardianto…………………………………
59
Pencapaian Hasil Belajar Biologi Dengan Problem Based Learning (PBL) dan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) Ditinjau dari Minat Belajar Peserta Didik Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Grobogan Oleh: Sigit Wirawan, Samsi Haryanto, Suharno…………………………………………
67
Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif pada Mata Pelajaran IPS di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah Program Unggulan Colomadu Karanganyar Oleh: Tri Astuti, Nunuk Suryani, Sunardi………………………………………………….
79
Pengaruh Penggunaan Media Berbasis Information Tecnologi pada Pembelajaran IPA Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Kemandirian Belajar Oleh: Endang Lestari, Sunardi, Nunuk Suryani…………………………………………..
91
Pengembangan Alat Permainan Edukatif Kartu Giling Huruf untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Usia Dini 4-6 Tahun Oleh: Sri Harti; Nunuk Suryani; Deny Tri Ardianto………………………………………
103
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Perbedaan Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dan Team Games Tournament (TGT) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Jenis Kelamin
1
2
3
Christiana Sri Wahyuni Kustiasih , Sunardi , Sri Haryati
[email protected]
Abstract: The purpose of this research is to find out (1) the difference of effect between the NHT, TGT, and Directive learning (DL) models on the mathematics learning achievement. (2) the difference of learning achievement on mathematics between boys and. (3) the interaction of effect between learning model and gender on mathematics learning achievement. This kind of research is a quantitative one which uses an experimental factorial design. The population of this research are all the 7th grade - 1st smester students of SMP 1 Sidoharjo, Sragen on The Academic Year Of 2015/2016. The sample is determined by taking 3 clsasses at random. The sampling technique uses the Cluster Random Sampling. The experimental group was treated by the NHT and TGT learning models. While the control group was subjected to the directive learning. For the teaching material is used the Algebraic design. The hypothesis testing uses the factorial design 3x2 with Two-Ways Analysis of Variance (Two Ways Anava) technique with different cells. Before, the trial test was conducted. Forth, for the balance testing was used the t-testing. For the reliability testing of the research instrument with internal consistency was used the Kuder Richardson (KR-20) formula, normality test used the lilliefors method, and the homogenity test used the Bartlet method. The result of the data analysis with significance level of 0.05 obtained: (1) FA = 3.641 and Ftable = 3.07, it mean FA > Ftable. The conclusion of HOA test was rejected and H1A was accepted, which means that there is a significant difference between the learning models to the mathematics achievement. (2) FB = 15.197 and Ftable = 3.92, it obtained FB > Ftable. HOB test was rejected and H1B was accepted. It means that there is a significant difference between boys and girls to the mathematics achievement. (3) FAB = 4.353, Ftable = 3.07, obtained FAB > Ftable. HOAB was rejected and H1AB was accepted, it means that there is a significant interaction of effect between gender and learning models to the mathematics achievement at the subject of Algebraic design. Keywords: Cooperative Learning Model, Numbered Head Together (NHT), Team Games Tournament (TGT), Gender, Mathematics Learning Achievement.
1
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 3 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 2
1
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika PENDAHULUAN
P
engajaran matematika di sekolah merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas manusia dalam hal penguasaan berpikir secara logika. Belajar matematika mengantar manusia ke dalam pemikiran yang jelas, tepat dan teliti. Oleh karena itu, penguasaan matematika secara tuntas oleh peserta didik sangat diperlukan. Namun kenyataan bahwa prestasi belajar matematika masih lebih rendah bila dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Faktor penyebab rendahnya hasil ulangan matematika salah satunya adalah pembelajaran yang kurang bervariasi. Guru kurang dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga peserta didik menjadi mudah bosan dan kurang aktif dalam mengikuti pelajaran matematika. Hal ini terutama karena kurangnya pemahaman tentang berbagai model pembelajaran. Untuk itu perlu diupayakan agar prestasi belajar matematika meningkat, baik bagi peserta didik laki-laki maupun perempuan. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut, adalah dengan penerapan model pembelajaran yang bervariasi, Model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan Team Games Tournament (TGT) dapat menjadi alternatif dalam mengurangi kejenuhan belajar matematika. Persamaan antara NHT dan TGT bahwa kedua model tersebut merupakan model pembelajaran kooperatif yang salah satu cirinya adalah bekerja dalam kelompok (Teamwork). 1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh antara model pembelajaran NHT, TGT dan DL terhadap prestasi belajar matematika peserta didik klas VII semester I SMP Negeri 1 Sidoharjo, Sragen. 2. Untuk mengetahui apakah teradapat perbedaan prestasi belajar matematika antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan peserta didik klas VII semester I SMP Negeri 1 Sidoharjo, Sragen. 3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi pengaruh antara model pembelajaran dan jenis kelamin terhadap prestasi belajar peserta didik klas VII semester I SMP Negeri 1 Sidoharjo, Sragen.
KAJIAN TEORI NHT atau model Penomoran Berpikir Bersama, menurut Jumanta Hamdayama (2014:175), “merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap sumber struktur klas tradisional”, di mana peserta didik dikelompokkan dengan diberi nomor. Teknik yang dikembangkan oleh Spencer Kagan ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Adapun ciri-ciri model pembelajaran tipe NHT menurut Abdul Madjid (2013:192) antara lain : a) Penomoran, b) Pengajuan pertanyaan, c) Berpikir bersama, dan d) Pemberian jawaban. Kelebihan dari model pembelajaran tipe NHT menurut Jumanta Hamdayama (2014:177) antara lain: a) melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain, b) melatih siswa untuk bisa menjadi tutor sebaya, c) memupuk rasa
2
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika kebersamaan, d) membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan. Kelemahan NHT adalah bahwa guru harus bisa memfasilitasi siswa karena siswa yang sudah terbiasa dengan cara DL akan sedikit kewalahan utamanya ketika ia harus berpikir untuk memberikan jawaban. Model Pembelajaran tipe Teams Games Tournament (TGT) yang pada mulanya dikembangkan oleh David De Vries dan Keith Edwards ini menggabungkan suatu kelompok belajar dan kompetisi tim. Model ini dapat digunakan untuk mengembangkan pelajaran macam-macam fakta, konsep, dan keahlian yang luas. TGT menurut Slavin (2005:6) menggunakan presentasi guru dan pembentukan kelompok. Turnamen diadakan di akhir kegiatan, di mana siswa berkelompok berkontribusi mengumpulkan nilai (point) bagi dirinya maupun bagi kelompok. Kegiatan tutor sebaya terlihat ketika peserta didik melaksanakan turnamen yaitu setelah masing-masing anggota kelompok membuat soal dan jawabannya, untuk selanjutnya saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama. Proses pembelajaran yang berlangsung dengan keaktifan dari peserta didik ini melatih peserta didik untuk bersosialisasi dengan orang lain. Hal ini meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. Kelemahan model TGT bagi guru adalah bahwa guru harus menyusun kelompok dengan kemampuan heterogen dari segi akademis dan harus menyediakan waktu lebih guna mempersiapkan turnamen. Sementara bagi peserta didik yang kurang terbiasa dengan pembelajaran tutor sebaya, meskipun berkemampuan akademis tinggi akan sulit memberikan penjelasan kepada temannya. Prestasi belajar menurut Oemar Hamalik (2001:28) bahwa, “Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar yaitu terjadinya tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti”. Hasil yang diperoleh dari belajar matematika dapat diketahui setelah dilakukan evaluasi. Moch Ag. Masykur, Fatani, dan Abdul Halim (2008: 56) mengemukakan bahwa, ”Evaluasi tidak hanya dilakukan untuk menilai hasil akhir dari proses belajarnya tetapi juga menilai bagaimana proses mendapatkan hasil tersebut, sehingga proses berpikir matematikanya dapat terlihat secara jelas dan obyektif”. Jenis kelamin merupakan perbedaan berdasarkan struktur biologis. Laki-laki dan perempuan memiliki anatomi tubuh yang berbeda termasuk salah satunya adalah struktur otak. Michael Guriaan dalam Moch. Ag Masykur, Fatani, dan Abdul Halim (2008:118) menjelaskan bahwa “Perbedaan antara otak laki-laki dan perempuan terletak pada ukuran bagian-bagian otak, yaitu bagaimana bagian itu berhubungan dan bagaimana cara kerjanya. Perbedaan mendasar itu antara lain : 1) Perbedaan Spasial, 2) Perbedaan Verbal, 3) Perbedaan Bahan Kimia, dan 4) Memori” Perbedaan tersebut tentu mempengaruhi pola tingkah laku, tingkat kecerdasan, perkembangan fisik maupun psikis, serta cara berpikir. Kelompok laki-laki akan cenderung menggunakan kemampuan spasial sementara perempuan akan cenderung menggunakan kemampuan verbalnya untuk menyelesaikan masalah.
3
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Sidoharjo, Kabupaten Sragen. Waktu penelitian pada semester ke 1(satu) tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan desain faktorial eksperimental, dengan populasi semua siswa-siswi SMP Negeri 1 Sidoharjo, Sragen klas VII semester ke 1(satu) tahun pelajaran 2015/2016 dan diambil tiga kelas sebagai sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel dengan Cluster random sampling. Teknik random sampling digunakan untuk memilih secara acak kelas yang akan dijadikan subyek penelitian. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes dan dokumenter. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang prestasi belajar Matematika dan metode dokumenter digunakan untuk mengetahui keadaan awal populasi. Materi ajar mengambil pokok bahasan Bentuk Aljabar. Langkah awal dilakukan uji coba tes. Teknik Uji keseimbangan menggunakan Uji-t dengan mengambil data nilai Ulangan Tengah Semester (UTS). Melalui uji keseimbangan diketahui bahwa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki kemampuan yang sama/ seimbang. Pengujian reliabilitas instrumen penelitian dengan Internal Consistency menggunakan rumus Kuder Richardson (KR-20), uji normalitas yang menggunakan metode lilliefors, dan uji homogenitas menggunakan metode bartlet. Uji hipotesis menggunakan rancangan desain faktorial 3x2 dengan teknik Analisis Varians Dua Jalan (Two Ways Anava) dengan sel tak sama. Selanjutnya jika terdapat interaksi maka akan dilakukan uji pasca ANAVA dengan uji Scheffe.
HASIL PENELITIAN Sebelum data diolah dengan menggunakan Anava Dua Jalan, data hasil penelitian disajikan pada tabel seperti di bawah ini : Tabel 1.Rangkuman Data Prestasi Belajar Matematika Model Pembel ajaran Jenis kelamin LAKI-LAKI PEREM PUAN NHT nij 14 18 ∑xij 864 1360 61,71 75,56 ∑x2ij 54848 105408 SD 10,84 12,49 Nmax 76 96 Nmin 44 48 TGT nij 14 18 ∑xij 1017 1296 72,64 72,00 ∑x2ij 74673 95456 SD 7,82 11,23 Nmax 84 92 Nmin 52 52 DL nij 14 18 ∑xij 800 1292
4
TOTAL 32 2224 69,50 160256 13,55 96 44 32 2313 72,28 170129 9,74 92 52 32 2092
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
TOTAL
57,14 47872 12,88 88 40 42 2520 60 157920 12,35 88 40
∑x2ij SD Nmax Nmin nij ∑xij ∑x2ij SD Nmax Nmin
71,778 95504 12,76 96 52 54 3952 73,185 297152 12,07 96 48
65,38 143376 14,60 96 40 96 6472 67,417 455072 12,98 96 40
Uji Kesimbangan Sebelum eksperimen dilaksanakan, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diuji keseimbangan rata-ratanya. Diharapkan hasil yang diperoleh berasal dari perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelompok bukan karena pengaruh lainnya. Teknik yang digunakan adalah mengunakan uji t dengan taraf signifikansi 0,05. Tabel 2. Rangkuman Hasil uji Keseimbangan Variabel
thitung
ttabel
Kesimpulan
Kontrol – Eksperi men 1 Kontrol – Eksperimen 2 Eksperimen 1 – Eksperimen 2
-1,3835 0,1653 1,7705
1,960 1,960 1,960
Seimbang Seimbang Seimbang
Tabel di atas menunjukkan hasil uji keseimbangan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yaitu bahwa thitung < ttabel sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga kelas memiliki kemampuan yang seimbang. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Penelitian ini menggunakan uji normalitas Lilliefors dengan taraf signifikansi 0,05. Tabel 3.Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Penelitian Vari abel
N
Lmaks
L tabel
Total
96
0,0834
0,0904
Normal
NHT
32
0,0913
0,1566
Normal
TGT
32
0,1523
0,1566
Normal
DL
32
0,1077
0,1566
Normal
Laki- Laki
42
0,0934
0,1367
Normal
Perem puan
54
0,0991
0,1206
Normal
5
KESIM PULAN
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Lhitung < Ltabel sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data dalam distribusi normal.
Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan varians antara dua kelompok yang dibandingkan. Dalam penelitian ini menggunakan uji Bartlett dengan taraf signifikansi 0,05. Tabel 4. Rangkuman Hasil uji Homogenitas Variabel
x
2 hitung
2 tabel
x
Kesim pulan
Model
5,193
5,991
Homogen
Jenis Kelamin
0,024
3,841
Homogen
Berdasarkan analisis uji Bartlett diperoleh nilai χ2 hitung < χ2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa variansi data penelitian homogen.
Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis mengunakan analisis variansi dua jalan sel tak sama. Tujuan analisis veriansi dua jalan ini adalah untuk menguji signifikansi interaksi kedua variabel bebas terhadap veriabel terikat yaitu dengan melihat perbedaan efek baris, efek kolom, dan efek interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat.
Tabel 5. Hasil Uji Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber
Jk
Dk
Rk
Fobs
Ftabel
Keputusan
974,55
2
487,277
3,641
3,07
Ditolak
Jenis Kelamin (B)
2033,573
1
2033,573
15,197
3,92
Ditolak
Interaksi (AB)
1165,055
2
582,527
4,353
3,07
Ditolak
Galat
12043,341
90
133,815
Total
16216,523
95
Model Pembelajaran (A)
Berdasarkan tabel di atas dengan taraf signifikan 0,05 dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Efek utama A menghasilkan FA= 3,641, Ftabel = 3,07 diperoleh FA > Ftabel. Sehingga keputusan uji H0A ditolak dan H1A diterima yang artinya terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika.
6
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Dengan kata lain bahwa kedua model pembelajaran memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar matematika pada pokok bahasan bentuk aljabar. 2. Efek utama B menghasilkan FB= 15,197 dan Ftabel=3,92, diperoleh FB > Ftabel . Keputusan uji H0B ditolak dan H1B diterima, artinya terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin siswa terhadap prestasi belajar matematika. Hal ini berarti jenis kelamin memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan Bentuk Aljabar. 3. Interaksi AB menghasilkan FAB = 4,353, Ftabel=3,07, diperoleh FAB > Ftabel . Keputusan uji H0AB ditolak dan H1AB diterima, artinya terdapat interaksi pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dan jenis kelamin terhadap prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan Bentuk Aljabar. Karena keputusan uji H0A, H0B, maupun H0AB ditolak maka perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Bentuk interaksinya disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 6. Rangkuman hasil Uji Lanjut Pasca ANAVA H0
Fhitung
F0,05;2;90
Kep. Uji
j.
1,62
6,14
Diterima
j
2,08
6,14
Diterima
7,39
6,14
Ditolak
H0
Fhitung
F0,05;1;90
Kep. Uji
3,97
Ditolak
F0,05;6;90
Kep Uji
11,275
13,5
Diterima
0,024
13,5
Diterima
12,605
13,5
Diterima
15,20 j H0
Fhitung
H0
Fhitung
F0,05;6;90
Kep. Uji
6,248
13,5
Diterima
1,093
13,5
Diterima
12,568
13,5
Diterima
0,850
13,5
Diterima
1,229
13,5
Diterima
0,003
13,5
Diterima
Dari tabel rangkuman hasil uji lanjut pasca anava tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
7
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika 1. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa yang menggunakan model TGT. 2. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa dengan model TGT dan prestasi belajar matematika pada siswa yang menggunakan model DL 3. Terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa yang menggunakan model DL 4. Terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan 5. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model NHT. 6. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model TGT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model TGT. 7. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model DL dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model DL 8. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki yang menggunakan model TGT. 9. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model TGT dan prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki yang menggunakan model DL. 10. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki yang menggunakan model DL 11. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa perempuan dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model TGT. 12. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa perempuan dengan model TGT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model DL. 13. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa perempuan dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model DL
PEMBAHASAN Pembahasan hasil analisis dan pengujian hipotesis tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Perbedaan Pengaruh antara Model Pembelajaran Tipe NHT, TGT, dan Directive Learning (DL) terhadap Prestasi Belajar
8
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Model Pembelajaran (A) dengan taraf siginifikansi 5% menghasilkan Fobs sebesar 3,641 yang lebih besar dari Ftabel yaitu 3,07. Dengan demikian H0A ditolak dan H1A diterima yang artinya terdapat pengaruh antara model NHT dan TGT terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dari analisis deskriptif menunjukkan nilai rata-rata prestasi belajar siswa yang menggunakan model TGT sebesar 72,28 lebih tinggi bila dibandingkan dengan prestasi belajar siswa yang mengunakan model NHT yaitu sebesar 69,50. Setelah dilakukan uji lanjut pasca anava pada komparasi antar baris diperoleh hasil keputusan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa yang menggunakan model TGT. Artinya model pembelajaran baik NHT maupun TGT tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi belajar matematika. Demikian juga tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa dengan model TGT dan prestasi belajar matematika pada siswa yang menggunakan model DL. Artinya model pembelajaran baik TGT maupun DL tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar matematika. Sementara antara prestasi belajar matematika pada siswa dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa yang menggunakan model DL terdapat perbedaan rerata yang signifikan. Model pembelajaran NHT lebih memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan prestasi belajar matematika dibandingkan model DL.
Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Prestasi Belajar Jenis kelamin (B) dengan taraf siginifikansi 5% menghasilkan Fobs sebesar 15,197 yang lebih besar dari Ftabel yaitu 3,92. Dengan demikian H0B ditolak dan H1B diterima, itu artinya terdapat pengaruh antara siswa laki-laki dan perempuan terhadap prestasi belajar matematika. Dari analisis deskriptif menunjukkan nilai rata-rata prestasi belajar siswa perempuan sebesar 73,11. Hasil ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan prestasi belajar siswa laki-laki yaitu sebesar 63,83. Keadaan tersebut diperkuat oleh hasil setelah dilakukan uji lanjut pasca anava. Pada komparasi antar kolom diperoleh Fhitung 15,20 yang lebih besar dari F0,05;1;90 yaitu 3,97. Dengan demikian hasil keputusan uji H 0B ditolak dan H1B diterima, artinya bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dan prestasi belajar matematika siswa perempuan. Ini menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa perempuan lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar matematika siswa laki-laki. Hal tersebut didukung oleh teori yang dikemukakan Michael Guriaan dalam Moch. Ag Masykur, Fatani, dan Abdul Halim (2008) bahwa pusat memori pada otak perempuan lebih besar ketimbang otak laki-laki, sehingga laki-laki lebih mudah lupa dan perempuan lebih bisa mengingat semuanya secara detail. Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan Nuyami (2014) dalam jurnalnya , antara lain disebutkan bahwa terdapat perbedaan self-efficacy siswa laki-laki dan kelompok siswa perempuan.
9
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Interaksi Pengaruh antara Model Pembelajaran dan Jenis Kelamin Terhadap Prestasi Belajar Interaksi antara Model pembelajaran dan jenis kelamin dengan taraf signifikansi 5%, menunjukkan FAB = 4,353, Ftabel=3,07, diperoleh FAB > Ftabel . Keputusan uji H0AB ditolak dan H1AB diterima, artinya terdapat interaksi pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dan jenis kelamin terhadap prestasi belajar matematika. Setelah dilakukan uji lanjut pasca anava berdasarkan komparasi ganda antar sel pada baris yang sama diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model NHT. Artinya model pembelajaran NHT tidak memberikan pengaruh positif, baik pada siswa laki-laki maupun siswa perempuan. Demikian juga halnya tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model TGT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model TGT. Artinya bahwa model pembelajaran TGT tidak memberikan pengaruh positif baik pada siswa laki-laki maupun siswa perempuan. Hal tersebut juga terjadi pada model pembelajaran DL yang hasilnya pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model DL dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model DL. Artinya bahwa model pembelajaran DL tidak memberikan pengaruh positif, baik pada siswa laki-laki maupun siswa perempuan. Uji lanjut pasca anava berdasarkan komparasi ganda antar sel pada kolom yang sama menunjukkan bahwa (1) tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki yang menggunakan model TGT. (2) Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model TGT dan prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki yang menggunakan model DL. (3) Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki yang menggunakan model DL. Itu berarti bahwa model pembelajaran NHT, TGT, maupun DL tidak mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa laki-laki. Penelitian ini juga memperoleh hasil bahwa (1) tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa perempuan dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model TGT. (2) Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa perempuan dengan model TGT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model DL. (3) Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa perempuan dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model DL. Itu berarti bahwa model pembelajaran NHT, TGT, maupun DL tidak mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa perempuan.
10
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran NHT, TGT, dan DL terhadap prestasi belajar matematika, artinya kedua model pembelajaran memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar matematika peserta didik klas VII SMP Negeri 1 Sidoharjo, Sragen tahun pelajaran 2015/2016, pada pokok bahasan bentuk aljabar. Dari analisis deskriptif menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran TGT lebih baik dibandingkan siswa yang dikenai model pembelajaran NHT 2. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini berarti jenis kelamin memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan Bentuk Aljabar. Dari analisis deskriptif menunjukkan prestasi belajar siswa perempuan lebih tinggi bila dibandingkan dengan prestasi belajar siswa laki-laki. Keadaan tersebut diperkuat oleh hasil setelah dilakukan uji lanjut pasca anava bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dan prestasi belajar matematika siswa perempuan. Ini menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa perempuan lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar matematika siswa laki-laki. 3. Terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan jenis kelamin terhadap prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan Bentuk Aljabar. Bentuk interaksi antara model pembelajaran dengan jenis kelamin antara lain seperti berikut: a. Terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan b. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model NHT. c. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model TGT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model TGT. d. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model DL dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model DL e. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki yang menggunakan model TGT.
11
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika f. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model TGT dan prestasi belajar matematika pada siswalaki-laki yang menggunakan model DL. g. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa laki-laki yang menggunakan model DL h. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa perempuan dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model TGT. i. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa perempuan dengan model TGT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model DL. j. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa perempuan dengan model NHT dan prestasi belajar matematika pada siswa perempuan yang menggunakan model DL
SARAN-SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut: Untuk guru : Hendaknya guru SMP Negeri 1 Sidoharjo, Sragen termotivasi untuk menerapkan model pembelajaran inovatif agar proses pembelajaran mampu mengoptimalkan prestasi belajar matematika. Alternatif model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan prestasi belajar matematika adalah TGT dan NHT. Metode pembelajaran kooperatif tipe TGT dan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT efektif karena itu disarankan agar menerapkanya dalam pembelajaran matematika pada materi yang lain. Dalam memilih model pembelajaran, hendaknya lebih memperhatikan karakteristik siswa dalam suatu kelas diantaranya adalah jenis kelamin. Hal ini dimaksudkan agar setiap siswa dapat terlibat aktif dalam mengkonstruksi pemahamannya terhadap suatu konsep yang sedang dipelajari. Selain itu disarankan agar dalam proses belajar mengajar matematika perlu memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar matematika Untuk siswa : Pembelajaran teman sebaya menjadi alternatif siswa untuk belajar lebih efektif. Disarankan agar siswa membiasakan diri melakukan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok untuk hasil prestasi yang lebih baik.. Untuk Sekolah : Sekolah dalam peningkatan keprofesionalan hendaknya memfasilitasi para guru dengan cara mengadakan atau mengikutsertakan guru dalam diklat, dan atau pelatihan; Menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh guru untuk menerapkan
12
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika model-model pembelajaran yang berbeda; Memberikan motivasi kepada guru agar dapat menerapkan model pembelajaran yang bervariasi untuk meningkatkan minat, motivasi, kemandirian serta prestasi belajar siswa.
REFERENSI Abdul Madjid. 2013. Strategi Pembelajaran”. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Jumanta Hamdayama. 2014. “Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter”. Bogor: Ghalia Indonesia Moch Ag Masykur, Fathani, Abdul Halim. 2008. ”Mathematical Intelligence: Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar”. Yogyakarta. Ar-Ruzz Media Nuyami, M. S; Suastra I.W; Sadia, I.W. 2014, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Terhadap Self-Efficacy Siswa SMP Ditinjau Dari Gender”, Jurnal vol.4, Program Studi Pendidikan IPA, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia. Oemar Hamalik. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Slavin, Robert E. 2005. “Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice”. USA: A Simon & Schuster Company
13
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
14
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Pengaruh Problem Based Learning dan Group Investigation Terhadap Prestasi Belajar IPA Ditinjau dari Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas V SDN Sedabin Diponegoro Ferawati L4, Budiyono5, Sri Yutmini6
[email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan pengaruh pembelajaran Problem Based Learning dan Group Investigation terhadap prestasi belajar IPA, (2) perbedaan pengaruh yang signifikan antara siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA, (3) interaksi pengaruh antara model pembelajaran dan kecerdasan interpersonal siswa terhadap prestasi belajar IPA. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Metode yang diguna-kan adalah eksperimen. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di SDN dabin Diponegoro Ngringo Jaten Karanganyar tahun pelajaran 2013/ 2014. Pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sam-pling, sampel dalam penelitian ini adalah SDN 04 Ngringo sebagai kelompok eksperimen dan SDN 07 Ngringo sebagai kelompok kontrol. Teknik pengumpulan data adalah tes prestasi belajar IPA dan angket kecerdasan interpersonal. Ujicoba instrumen tes meliputi validitas isi, ting-kat kesukaran, dan reliabilitas. Ujicoba intrumen angket meliputi validitas isi dan reliabilitas. Uji prasyarat meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kesetaraan. Uji hipotesis dengan uji anava dua jalan dengan sel tak sama. Hasil penelitian menunjukkan: (1) terdapat perbedaan pengaruh an-tara pembelajaran Problem Based Learning dan Group Investigation dalam menghasilkan prestasi belajar IPA. Hasil penelitian menunjukkan Fa=15.68 dengan Ftabel=7.31, keputusan uji H0A ditolak. (2) tidak terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi dan kecerdasan interpersonal rendah dalam menghasilkan prestasi belajar IPA. Hasil penelitian menunjukkan Fb=0.59 dengan Ftabel=7.31, keputusan uji H0B diterima. (3) tidak terdapat interaksi pengaruh antara model pem-belajaran dan kecerdasan interpersonal siswa terhadap prestasi belajar IPA. Hasil penelitian menunjukkan Fc=0.036 dengan Ftabel=7.31, keputusan uji H0AB diterima. Kata kunci: Problem Based Learning, Group Investigation, Prestasi belajar IPA, Kecerdasan interpersonal.
PENDAHULUAN
P
enelitian ini dilatarbelakangi oleh proses belajar sepanjang hayat. Dimana belajar merupakan proses yang terjadi pada diri setiap manusia sejak dia lahir sampai meninggal dunia. Konsep belajar sepanjang hayat menjadikan pe-serta didik harus dipersiapkan untuk menjadi pebelajar sepanjang hayat (life long learner). Menurut 4
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 6 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 5
15
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Anitah (2009: 70) dalam belajar tidak hanya peserta didik saja yang diharapkan dapat belajar sepanjang hayat tetapi gurupun dituntut hal yang demikian pula, agar ilmunya tidak tertinggal jauh dengan pe-serta didiknya. Adapun tujuan dari penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan pengaruh pembelajaran Problem Based Learning dan Group Investigation terhadap prestasi belajar IPA, (2) perbedaan pengaruh yang signifikan antara siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA, (3) interaksi pengaruh antara model pembelajaran dan kecerdasan interpersonal siswa terhadap prestasi belajar IPA. Azwar (1996: 164) menegaskan bahwasannya prestasi belajar atau keberhasilan belajar merupakan ha-sil belajar peserta didik yang dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator-indikator yang berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keber-hasilan, dan semacamnya. Prestasi belajar di sini dianggap sebagai keberha-silan belajar. Belajar sebagai perubahan perilaku yang diakibatkan pengalaman atau se-bagai hasil interaksi individu de-ngan lingkungannya. Azwar (1996: 164) menganggap karena sifat manusia bersifat dinamis dan terbuka terhadap berbagai bentuk perubahan yang dapat terjadi pada dirinya dan pada lingkungan se-kitarnya maka proses belajar akan selalu terjadi tanpa henti dalam kehidupan manusia. Dalam pandangan psikologi kognitif, proses belajar bahkan terjadi secara oto-matis tanpa memerlukan adanya motivasi. Menurut Winkel (Purwanto, 2009: 45) hasil belajar merupakan perubahan yang mengkibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Keberhasilan bela-jar pada diri peserta didik atau prestasi belajar ini dapat dinilai dari perubahan yang terjadi baik dari segi pengetahuan yang di-bangunnya setelah proses belajar itu sendiri, sebagai hasil perolehan peserta didik dalam belajar (kog-nitif), serta dapat dilihat dari sikap yang dibentuknya setelah proses belajar itu berlan-gsung (afektif), serta dari perubahan perilaku yang tercermin sebagai bentuk kemam-puan dan kecakapan diri peserta didik dalam penguatan ketrampilan baru yang dimilikinya (psikomotor). Jika prestasi merupakan keber-hasilan belajar, maka dapat di-artikan bahwa hasil belajar dan prestasi belajar itu merupakan hal yang sama. Gagne (Purwanto, 2009: 42) menegaskan bahwa hasil belajar merupakan terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Prestasi belajar IPA merupakan penilaian guru terhadap keber-hasilan belajar peserta didiknya dalam memperoleh pengalaman belajar mengenai kospep ilmu pengetahuan alam atau sains yang diwujudkan dalam simbol, baik yang berupa huruf atau angka yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tersusun dalam kurikulum, penilaian ini bertujuan untuk mengoptimalkan ke-mampuan peserta didik untuk belajar tentang alam dan sekitarnya, kemudian mengak-tualisasikan pengetahuannya ini untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Azwar (1996: 164) keberhasilan dalam belajar di-pengaruhi oleh banyak faktor yang bersumber dari dalam (internal) maupun faktor yang bersumber dari luar
16
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika (eksternal) pada diri peserta didik. Hal ini perlu diperhatikan guru dalam mengop-timalkan proses pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Pembelajaran yang optimal diha-rapkan mampu menciptakan keber-hasilan belajar bagi peserta didik yang optimal pula. Menurut Joyce (Sugiyanto: 2009) model pembelajaran meru-pakan perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran di-gunakan sebagai pedoman untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran baik buku-buku, film, komputer, maupun kurikulum dalam pencapaian tujuan pembe-lajaran. Menurut Trianto (2007: 6) model pembelajaran bermakna lebih luas daripada strategi, metode ataupun prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang akan membedakan dengan straregi, model atapun prosedur pembe-lajaran. Model pembelajaran me-miliki ciri meliputi: (1) rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengem-bangnya, (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik itu belajar, (3) tingkah laku mengajar yang dipperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, serta (4) ling-kungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tecapai. Menurut Trianto (2009: 6) model pembelajaran memiliki ciri-ciri khusus yang dapat membedakan antara strategi pembelajaran, me-tode pembelajaran, teknik pembelajaran, bahkan prosedur pembe-lajaran. Menurut Nieveen (Trianto: 2009), model pembelajaran dapat dikatakan baik apabila memenuhi berbagai macam kriteria berikut, yaitu: (1) shahih (valid); yakni apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang kuat dan apakah terdapat kon-sistensi internal, (2) praktis; yakni dipenuhi jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterima dan pada kenyataannya menunjukkan apa yang dikembangkan dapat diterapkan, (3) efektif; yakni berkaitan dengan ahli dan praktisi yang berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut dikatakan efektif dan secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Sugiyanto (2009: 152) Problem Based Learning atau PBL mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokus utama PBL tidk banyak pada apa yang sedang dikerjakan peserta didik (perilaku peserta didik), namun lebih menekankan kepada apa yang dipikirkan oleh peserta didik (tingkat kognisi peserta didik) selama melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning ini. Haris Mudjiman (2011: 59) berpendapat bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang melatih kemampuan memecahkan masalah melalui langkah-langkah sistematis. Siswa membentuk pengetahuan baru melalui langkah analisis terhadap pengetahuan-pengetahuan baru yang mereka kumpulkan. Siswa menganalisis sebuah masalah kemudian menkonstruksikannya menjadi pengalaman baru. Karakteristik dari model pem-belajaran Problem Based Learning mempunyai tiga tingkatan: (1) prinsip teori belajar terpusat, dimana yang menjadi pusat perhatian dalam model pem-belajaran PBL adalah peserta didik memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar mandiri, (2) spesifikasi model pembelajaran ini berbasis kepada peberian masalah, (3) praktik terpenting berpedoman pada model pembelajaran tradisional.
17
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Segers, dkk (2003: 316) merumuskan mengenai The Seven-Jump Procedure in Problem Based Learning: (1) understand all terms, (2) define the problem, (3) analyse the problem (Brainstorm: activate prior knowledge, discuss), (4) synthesize (arrange ideas), (5) define learning objectives, (5) self-study, (6) report back. Keuntungan pemanfaatan model pembelajaran Problem Based Learning menurut Anitah (2009: 71) antara lain: (1) memandu peserta didik dalam belajar, (2) memadukan materi pembelajaran sehingga pemahaman peserta didik akan lebih komprehensif, (3) mem-berikan perspektif yang berbeda pada tingkat pengetahuan peserta didik, serta (4) mengajarkan ke-trampilan memecahkan masalah. Menurut Sharan and Sharan (Slavin: 2005) merupakan sebuah model pembelajaran yang berawal dari perencanaan pengaturan kelas umum di mana para siswa bekerja dalam kelompok kecil meng-gunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta pe-rencanaan dan proyek kooperatif. Menurut Trianto (2007:59) model pembelajaran Group Investigation membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5-6 peserta didik yang heterogen, dimana pembagian peserta didik ini dibentuk berdasarkn pertimbangan keakraban persahabatan atau minat yang sama dengan topik tertentu. Kemudian peserta didik memilih topik untuk diselidiki dan melkukan penyelidikan yang mendlaam atas topik yang telah dipilih, lalu menyiapkan dan mempresentasikan laporannya ke-pada seluruh kelas. Menurut Muhammad Yaumi (Brainbridge: 2010) kecerdasan dianggap sebagai kemampuan mental umum untuk belajar dan menerapkan pengetahuan dalam memanipulasi lingkungan, serta kemampuan untuk berpikir abstrak. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwasannya kecer-dasan mencakup kemampuan ber-adaptasi dengan lingkungan baru atau perubahan lingkungan saat ini, kemampuan untuk mengevaluasi dan menilai, kemampuan untuk memahami ide-ide yang kompleks, kemampuan untuk berpikir pro-duktif, kemampuan untuk belajar dengan cepat, belajar dari pengalaman dan bahkan kemam-puan untuk memahami hunugan. Kecerdasan manusia dilihat dari tiga komponen (Muhammad Yaumi, 2012: 11) yakni: (1) kemampuan untuk mengarahkan pikiran dan tindakan, (2) kemampuan untuk mengubah arah pikiran atau tindakan, san (3) kemampuan untuk mengkritik pikiran dan tindakan sendiri. Gardner membagi kecer-dasan jamak itu menjadi delapan macam kecerdasan, yakni: (1) kecerdasan verbal-linguistik, (2) logis-matematis, (3) visualspasial, (4) berirama-musik, (5) jasmaniyah-kinestetik, (6) interpersonal, (7) intrapersonal, dan (8) naturalistik. Menurut Muhammad Yaumi (2012: 144) kecerdasan interper-sonal sangat berhubungan dengan konsep interaksi dengan orang lain di sekitar. Interaksi yang dimaksud bukan hanya sekedar berhubungan biasa saja seperti berdiskusi dan membagi suka dan duka, melainkan juga memahami pikiran, perasaan dan kemampuan untuk mem-berikan impati dan respon. Biasanya orang yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi ini memiliki sikap sangat sensitif terhadap suasana hati dan perasaan orang lain. Empat elemen penting menurut Muhammad Yaumi (Mork: 2011) dari kecerdasan interpersonal yang perlu digunakan dalam mem-bangun komunikasi, mencakup: (1)
18
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika membaca isyarat sosial, (2) memberikan empati, (3) mengontrol emosi, serta (4) mengekspresikan emosi pada tempatnya. Adapun hipotesis dalam pe-nelitian ini adalah: (1) terdapat perbedaan pengaruh yang signi-fikan antara model pembelajaran Problem Based Learning dan Group Investigation terhadap prestasi belajar IPA, (2) terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA, (3) terdapat interaksi pengaruh yang signifikan antara model pem-belajaran Problem Based Learningdan Group Investigation dan kecerdasan interpersonal tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, menurut Sugiyanto (2013: 107), penelitian eskperimen merupakan penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalamkondisi yang dikendalikan. Penelitian ini berlokasi di sekolah dasar negeri sedabin Diponegoro Ngringo Jaten Ka-ranganyar pada tahun pelajaran 2013/ 2014. Dengan waktu penelitian sejak bulan November 2013 s.d. Juli 2014. Adapun rancangan penelitian adalah dengan desain faktorial 2x2, dimana penelitian ini membandingakn dua model pembelajaran yakni model pembelajaran Problem Based Learning dan Group Investigation, dan dua kecerdasan interpersonal yakni kecerdasan interpersonal tinggi dan kecerdasan interpersonal rendah. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri sedabin Diponegoro tahun pelajaran 2013/ 2014. Selanjutnya teknik pengambilan sampel adalah dengan cluster random sampling, dimana sampel kelompok eksperimen adalah SDN 04 Ngringo dan kelompok kontrolnya adalah SDN 07 Ngringo. Sumber data dalam penelitian ini adalah prestasi belajar IPA siswa pada semester sebelumnya yang digunakan sebagai data awal dalam penelitian. Adapun teknik pengumpulan datanya adalah dengan metode tes dan metode angket. Instrumen penelitiannya terdiri dari: (1) instrumen tes prestasi belajar IPA, dan (2) instrumen angket kecerdasan interpersonal. Teknik analisis datanya dengan anava dua jalan dengan sel tak sama. Adapun uji prasyarat analisisnya terdiri dari tiga hal yakni uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kesetaraan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil uji anava dua jalan adalah sebagai berikut: Nilai Fa sebesar 15.68 dengan daerah kritis 7.31. Fa terletak pada daerah kritis sehingga H0 ditolak yang artinya terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran Problem Based Learning dan Group Investigation terhadap prestasi belajar IPA. Ditolaknya H0 mengindikasikan bahwa antara Problem Based Learning dan
19
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Group Investigation memberikan efek yang tidak sama dalam efektifitas terhadap prestasi belajar IPA. Dengan melihat rerata prestasi belajar IPA antara kedua model ini diketahui bahwa rerata model pembelajaran Problem Based Learning sebesar 84.36 dan rerata model pembelajaran Group Investigation sebesar 67.81, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning lebih efektif dibandingkan model pem-belajaran Group Investigation dalam menghasilkan prestasi belajar IPA. Nilai Fb sebesar 0.59 dengan daerah kritis 7.31. Fb tidak terletak pada daerah kritis sehingga H0A diterima. Diterimanya H0A meng-indikasikan bahwa diantara kecerdasan interpersonal tinggi dan kecerdasan interpersonal rendah memberikan efek yang tidak berbeda dalam menghasilkan pres-tasi belajar IPA. Hal ini berarti tidak ada pengaruh antara kecerdasan interpersonal tinggi dan rendah dalam menghasilkan prestasi belajar IPA. Nilai Fc sebesar 0.036 dengan daerah kritis 7.31. Fc tidak terletak pada daerah kritis sehingga H0B diterima. Diterimanya H0B meng-indikasikan bahwa diantara model pembelajaran baik model pem-belajaran Problem Based Learning maupun model pembelajaran Group Investigation dan kecerdasan interpersonal baik kecerdasan interpersonal tinggi maupun kecerdasan interpersonal rendah memberikan efek yang terhadap prestasi belajar IPA. Hal ini berarti tidak ada interaksi pengaruh antara model pembelajaran dan kecerdasan interpersonal dalam menghasilkan prestasi belajar IPA. Karena tidak ada interaksi pengaruh antara model pem-belajaran dan kecerdasan inter-personal maka perbandingan antara model pembelajaran Problem Based Learning dan Group Investigation untuk setiap kecerdasan interpersonal, baik kecerdasan interpersonal tinggi maupun kecerdasan interpersonal rendah mengikuti perbandingan marginalnya. Dengan memper-hatikan rerata masing-masing sel dan rerata marginalnya dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning lebih efektif diban-dingkan model pembelajaran Group Investigation baik pada kecerdasan interpersonal tinggi ataupun kecerdasan interpersonal rendah.
Pembahasan Secara rinci pembahasan hasil penelitian dan pengujian hipotesis altrnatif tersebut dapat diuraikan sebagai berikut ini: 1. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Group Investigation terhadap Prestasi Belajar IPA ditinjau dari Kecerdasan Interpersonal Berdasarkan kesimpulan hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama mengatakan bahwa H0 ditolak, sehingga hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima. Dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dan Group Investigation terhadap prestasi belajar IPA pada peserta didik kelas V SDN Ngringo sedabin Diponegoro Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar. Penelitian ini membuktikan bahwa dalam pembelajaran IPA di SD model pembelajaran Problem Based Learning dibandingkan dengan model pembelajaran
20
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Group Investigation dengan mem-perhatikan reratanya, maka model pembelajaran Problem Based Learning lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran Group Investigation. Perhitungan rerata menun-jukkan bahwa rerata model pembelajaran Problem Based Lear-ning sebesar 84.36 dan rerata model pembelajaran Group Investigation sebesar 67.81. Sejalan dengan diterimanya hipotesa pertama ini menurut Sugiyanto (2009: 152) Problem Based Learning mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokus utama Problem Based Learning tidak banyak pada apa yang sedang dikerjakan peserta didik (perilaku peserta didik), namun lebih menekankan kepada apa yang dipikirkan oleh peserta didik (tingkat kognisi peserta didik) selama melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning. Hal ini sangat erat kaitannya dengan konsep belajar berdasarkan pandangan teori konstruktivisme, dimana belajar pada peserta didik adalah ketik mereka mampu membangun pengetahuan mereka sendiri di dalam benaknya. Dalam pembelajarannya, menurut Sugiyanto (2009: 152) Problem Based Learning tidak banyak memfokuskan pada apa yang dikerjakan siswa (perilaku mereka) tetapi pada apa yang siswa pikirkan (kognisi mereka) selama mereka mengerjakan. Model pembelajaran Problem Based Learning merangsang peserta didik untuk menganalisis masalah, memper-kirakan jawaban-jawabannya, men-cari data, menganalisis data dan menyimpulkan jawaban terhadap masalah (Haris Mudjiman, 2011: 59). Semua proses tersebut terjadi dalam ranah kognisi peserta didik. Peserta didik diharapkan mampu mengoptimalkan kemampuan kognitifnya untuk dapat me-nyelesaikan masalah yang diberikan guru. Siswa membentukpenge-tahuannya melalui sebuah masalah yang disuguhkan padanya. Dalam pembelajaran Group Investigation menurut Nana Sudjana (2010: 50) model pembe-lajaran kooperatif Group Inves-tigation lebih menekankan pengembangan kemampuan me-mecah-kan permasalahan dalam sua-sana yang demokratis, dimana pengetahuan tidak diajarkan secara langsung kepada peserta didik, tetapi diperoleh melaui proses pemecahan masalah. Model pembelajaranGroup Investigation terdiri dari beberapa topik-topik kajian. Setiap kelompok yang akan melaksanakan pembelajaran ini berhak memilih salah satu topik yang telah disediakan oleh guru. Kemudian setiap ketua tim membagi topik-topik menjadi tugastugas pribadi anggota ke-lompoknya dan melakukan kegi-atan yang diperlukan untuk mempersiapkan laporan kelompok. Tiap anggota kelompok kemudian mempresentasikan penemuan me-reka di depan kelas. Model pem-belajaran ini sebenarnya lebih menarik perhatian peserta didik, di samping fokus kajian materi yang akan diselesaikan pada kegiatan in-vestigasi kelompok, mereka juga diberikan kesempatan lebih dalam pelaksanaan presentasi di depan kelas dalam suasana yang demokratis. Kedua model pembelajaran ini sama-sama menerapkan metode peme-cahan masalah. Hanya saja yang membedakan diantara keduanya adalah jika Problem Based Learning tidak membagi kajian materi yang perlu dipecahkan ke dalam unit-unit tertentu, sedangkan Group Investigation membagi ke dalam topik-topik tertentu sesuai dengan kajian materinya. Dengan begitu pada model pembelajaran Problem Based Learning lebih memberikan kesempatan yang lebih luas kepada peserta didik untuk mengak-tualisasikan ranah kognitifnya. Tidak menutup kemungkinan, pada model pembelajaran Group Inves-tigation memiliki keunggulan dalam fokus terhadap kajian per-masalahan yang dikaji dengan kegiatan investigasi kelompoknya.
21
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika 2. Pengaruh Kecerdasan Inter-personal Tinggi dan Rendah terhadap Prestasi Belajar IPA Berdasarkan kesimpulan hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama mengatakan bahwa H0A ditolak, sehingga hipotesis kedua dalam penelitian ini ditolak. Dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh antara kecerdasn interpersonal terhadap prestasi belajar IPA. Diterimanya H0A mengindikasikan bahwa baik kecerdasan intrepersonal tinggi maupun rendah tidak memberikan efek yang sama dalam menghasilkan prestasi belajar IPA. Menurut Muhammad Yaumi (2012: 144) kecerdasan interpersonal sangat berhubungan dengan konsep interaksi dengan orang lain di sekitar. Interaksi yang dimaksud bukan hanya sekedar berhubungan biasa saja seperti berdiskusi dan membagi suka dan duka, melainkan juga memahami pikiran, perasaan dan kemampuan untuk memberikan impati dan respon. Biasanya orang yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi ini memiliki sikap sangat sensitif terhadap suasana hati dan perasaan orang lain. Empat elemen penting menurut Muhammad Yaumi (Mork: 2011) dari kecer-dasan interpersonal yang perlu digunakan dalam membangun komu-nikasi, mencakup: (1) mem-baca isyarat sosial, (2) memberikan empati, (3) mengontrol emosi, serta (4) mengekspresikan emosi pada tempatnya. Berdasarkan definisi mengenai kecerdasan interpersonal di atas, pada pembelajaran IPA pada kelas eksperimen, peserta didik yang memiliki kecerdasan interpersonal rendah ternyata mampu meng-hasilkan prestasi belajar IPA yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi, baik pada model pembelajaran Problem Based Learning maupun model pembelajaran Group Investigation. 3. Pengaruh Interaksi antara Model Pembelajaran Interpersonal ter-hadap Prestasi Belajar IPA
dengan
Kecerdasan
Kesimpulan dari hipotesis yang ketiga adalah H0B diterima. Hal ini berarti tidak ada interaksi pe-ngaruh antara model pembelajaran baik model pembelajaran Problem Based Learning dan Group Inves-tigation maupun kecerdasan interpersonal baik tinggi maupun rendah terhadap prestasi belajar IPA.
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dan Group Investigation terh-adap prestasi belajar IPA siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri sedabin Diponegoro Ngringo Jaten Karanganyar tahun pelajaran 2013/ 2014. 2. Tidak terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi dan kecerdasan inter-personal rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri di Dabin Diponegoro Ngri-ngo Jaten Karanganyar ta-hun pelajaran 2013/2014. 3. Tidak terdapat interaksi pengaruh yang signifikan antara model pembe-lajaran Problem Based Learning maupun Group Investigation dan kecerdasan inter-
22
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika personal, baik kecerdasan interpersonal tinggi maupun kecerdasan interpersonal rendah dalam menghasilkan prestasi belajar IPA siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri di Dabin Diponegoro Ngringo Jaten Karanganyar tahun pelajaran 2013/2014. Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi di atas, maka ada beberapa saran yang dapat disampaikan diantaranya: 1.
Bagi Guru a. Guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran agar pembela-jaran berjalan secara optimal sehingga meng-hasilkan prestasi belajar yang baik. b. Peran serta guru dalam proses pembelajaran yang menggunakan sistem penyelesaian masalah merupa-kan peran yang cukup membantu peserta didik, bukan peran utama. Dalam hal ini peran guru sebagai motivator dan evaluator. 2. Bagi Peserta Didik a. Peserta didik sebaiknya mulai menumbuhkan ke-biasaan belajar mandiri, dimana kemandirian dalam belajar merupakan konsep awal munculnya model pembelajaran Problem Based Learning. b. Diharapkan peserta didik memiliki kemampuan membangun komunikasi efektif dalam pembelajaran yang bersifat membutuhkan penyelesaiajn secara berkelompok. 3. Bagi Sekolah a. Sekolah sebaiknya lebih memberikan dukungan ter-hadap kemajuan prestasi belajar peserta didik baik secara pemenuhan sarana dan prasarana. b. Sekolah diharapkan kesem-patan lebih dalam mem-berikan kesempatan guru dalam mengikuti pelatihan-pelatihan model pembela-jaran yang inovatif. 4. Bagi Peneliti Lain Bagi para peneliti lain diharapkan dapat mengem-bangkan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sejenis de-ngan materi pelajaran yang lain pula sehingga dapat dilak-sanakan secara luas.
REFERENSI Agus Suprijono. 2013. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Alex, dkk. 2006. Concept Maping in Problem Based Learning: a Cautionary Tale. Jurnal Centre for Science Education. Vol. 7 (2). Halaman 84-95. Amstrong, Thomas. 2009. MultipleIntelligencesIn TheClassroom. USA: ASCD. Anitah, Sri. 2009. Teknologi Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka. Arends I. Richard. 2008. Learning to Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi, dkk. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin. 2013. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ____________. 2013. Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
23
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika ____________. 2013. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. A Pribadi, Benny. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Budiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Bungin, Burhan. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana. Chumdari dan Sutijan. 2007. Bahan Ajar Pengembangan Kurikulum. Surakarta: FKIP UNS. Daniel Zingaro. 2008. Group Investigation: Theory and Practice. Toronto, Ontrai: Ontario Institute for Studies in Education. Elok Puspitasari. 2009. Efektivitas Permainan Aktif dalam Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Anak di SDN Merjosari I Malang. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Etin Solihatin dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara. Erik, dkk. 2003. Characteristics of Problem Based Learning. Int. J. engng D. Vol. 19. No 5. Halaman 657-662. Hal White. 2001. Problem Based Learning. Speaking of Teaching: Vol 11. No.1. Halaman 1-8. Haris Mudjiman. 2012. Belajar Mandiri Pembekalan dan Penerapan. Surakarta: UNS Press. Hobri dan Susanto. Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 7 No.2 2006. Penerapan Pendekatan Cooperative Learning Model Group Investigation untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas III SLTPN 8 Jember tentang Volume Tabung. Ibrahim, dkk. 2008. The Effect of Problem Based Learning Instruction on University Syudent’s Perfomance of Conceptual and Quantitative problems in Gas Concepts. Jurnal Eurasia. Vol: 17 Desember 2008. Halaman 153-164. Jacobs, et.al. 1997. “Cooperative Learning in The Thinking Classroom: Research and The Theoretical Perspectives”. Presented at The International Conference on Tthinking Singapore. June 1997. Janice Van Cleave’s. 2004. Teaching the fun of Science. Bandung: PT. Intan sejati. Muhammad Yaumi. 2012. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Munif Chatib dan Alamsyah Said. 2012. Sekolah Anak-Anak Juara: Berbasis kecerdasan Jamak dan Pendidikan Berkeadilan. Bandung: Kaifa. Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal Dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Della Press. Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Reinders Duit. 2001. “Science Education research Internationally: Conceptions, Research Methods, Domains of Research”. Eurasia Journal of Mathematis, Science, & Technology Education. Volume 3. No.1. pp.3-15. Richard M. Felder. “Effective Strategies for Cooperative Learning”. Journal Cooperative & Collaboration in College Teaching. Vol.10, No.2, pp.69-75. st
Rose, Colin dan Malcolm J Nicholl. 1997. Accelerated Learning for 21 Bandung: Penerbit Nuansa.
24
Century.
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Salevery. John R. 2006. Overview of Problem Based Learning: definitions and Distinctions. Jurnal Interdiscipllinary Journal of roblem Based learning,. Vol 1: Issue 1. Halaman 9-20. Samatowa, Usman. 2010. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Indeks. Samsi Haryanto. 1994. Pengantar Teori Pengukuran Kepribadian. Surakarta: UNS Press. Sardiman. 2012. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta: Rajawali Press. Segers, Men, dkk. 2003. Evaluating The Effects of Redesigning a Problem Based Learning Environment. Studies in Educational Evaluation. Vol.29. halaman 315334. Sudjana, Nana. 2010. Model-model mengajar CBSA. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo. Sharan and Hertz Lazarowitz. 1980. Group Investigation. Jurnal. Sibylle Reinfried. 2009. “Motivation To Learn Science and Cognitive Style”. Contempory Science education Research: Learning and Assesment. Leraning Science, ppart 1, pp. 135-144. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Cetakan Ke-5. Slavin. Robert. 2005. Cooperative Learning: theory, Research, and Practise. Bandung: Penerbit Nusa Media. __________ . 1996. “Research on Cooperative Learning and Achievement: what We Know, what we Need to Know. Research for The Future. Co.ntempory Educational Psychology. No 21. Pp.43-69 Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Soetarno Joyoatmojo. 2011. Pembelajaran Efektif: Pembelajaran yang Membelajarkan. Surakarta: UNS Press. Soli Abinanyu, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas. Strijbos and Martens. 2001. “Group based Learning: Dynamic Interaction in Groups”. Education University of The natherlands. Volume March. Pp. 22-24.
Sugiyanto. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS Surakarta. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R7D). Bandung: Alfabeta. Sukardjo. 2005. Ilmu Kealamiahan Dasar. Surakarta: UNS Press. Taufiq Amir, M. 2009. Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Tim Pengampu SBM. 2007. Bahan Ajar Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: FKIP UNS. Tim Rizky Grafis. 2008. Ensiklopedia Anak Jelajah Sains Seri Bumi dan Kehidupan. Jakarta: Rizky Grafis. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Warsono dan Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif Teori dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: Penerbit Andi.
25
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Peradaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wina, Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup. Yael Sharan and Shlomo Sharan. 1989. Group Investigation Expands Cooperative Learning. Association for Supervision and Curriculum Development. Yohanes Suryo. 2011. IPA Asyik, Mudah, dan Menyenangkan 5B. Tangerang: PT Kendel. Zainal Aqib. 2013. Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Penerbit Yrama Widya.
26
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Pengaruh Media Pembelajaran Internet dan Media Konvensional Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) pada Mata Pelajaran Kewirausahaan Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan (Studi Kasus diSMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan) Joko Susilo7, Samsi Haryanto8, Gunarhadi9
[email protected]
Abstak: Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) Perbedaan pengaruh penggunaan media pembelajaran internet dan media konvensional terhadap prestasi belajar siswa kelas XI Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan; (2) Perbedaan pengaruh antara motivasi belajar siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa kelas XI Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan; (3) Interaksi pengaruh antara penggunaan media pembelajaran dan motivasi terhadap prestasi belajar siswa kelas XI Teknik Komputer daan Jaringan (TKJ) Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan. Menurut jenisnya, model penelitian ini termasuk penelitian eksperimen. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan Angket dan Tes Hasil Belajar. Teknik analisis data menggunakan 3 cara yaitu dengan cara Uji Kesamaan rata-rata (Uji tahap Awal), Uji Normalitas dan uji homogenitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok dengan media pembelajaran internet dan media pembelajaran konvensional.hasilbelajar Kewirausahaan pada kelompok dengan media pembelajaran internet lebih baik dibandingkan dengan media pembelajaran konvensional. (2) Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah. Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi mempunyai hasil belajar Kewirausahaan yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah. (3) Terdapat interaksi pengaruh media pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar Kewirausahaan.Prestasi belajar Kewirausahaan pada kelompok media pembelajaran internet pada siswa dengan motivasi belajar tinggi mempunyai nilai tertinggi, sedangkan nilai terendah terjadi pada kelompok media pembelajaran konvensional pada siswa dengan motivasi belajar rendah. Kata Kunci :pembelajaran internet, media konvensional, hasil belajar, mata pelajaran kewirausahaan
7
SMK PangudiLuhur Karanganyung Grobogan Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 9 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 8
27
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika PENDAHULUAN
P
erkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi ciri abad-21dan milenium ketiga memberikan pengaruh terhadap seluruh tatanan kehidupan secara global.Perkembangan teknologi informasi saat ini telah menjalar dan memasuki setiap dimensi aspek kehidupan manusia.Teknolgi informasi saat ini memainkan peran yang besar didalam kegiatan bisnis, perubahan sturktur organisasi, dan manajemen organisasi. Kurangnya motivasi dan perhatian siswa serta rendahnya prestasi belajar tersebut menunjukkan bahwa terjadi hambatan dalam proses pembelajaran yang menimbulkan terganggunya informasi yang seharusnya diterima oleh siswa. Motivasi dalam belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan dan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seorang berkeinginan untuk melakukan aktifitas belajar yang lebih giat dan semangat (Uno, 2008: 23). Peseerta didik dalam proses belajar dibantu oleh tim guru, tugas guru ialah membantu, membimbing dan memfasilitasi peserta didik untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain, untuk membantu kelancaran proses belajar mengajar guru dapat menggunakan media bantu, media bantu dapat berupa model, buku teks, film, transparansi, kaset video, VCD/DVD, media berbasis komputer dan lainnya. Supriyanto (2007: 2) menyatakan bahwa internet di bidang pendidikan sangat berguna dalam proses belajar mengajar di sekolah, dimana para siswa dapat melengkapi ilmu pengetahuannya, sedangkan guru dapat mencari bahan ajar yang sesuai dan inovatif melalui internet. Selain internet, dalam kegiatan pembelajaran guru juga terkadang menggunakan media konvensional. Dalam penelitian ini media konvensional yang digunakan oleh guru adalah buku teks (textbook). Textbook mempunyai padanan kata buku pelajaran (Echols & Sadily, 2006: 584). Menurut Widodo dalam Muslich (2010: 15) menyatakan bahwa buku teks dalah buku yang disusun untuk tujuan pengajaran dari tingkat yang mudah ketingkat yang sukar dan biasanya disusun untuk dibaca. Menurut Smaldino (2005: 9) media adalah alat untuk komunikasi dan sumber informasi berasal dari bahasa latin artinya ”antara”. Istilah media memacu untuk sesuatu yang bisa menyampaikan informasi antara sumber informasi dan penerima informasi. Menurut Trianto (2010:17) Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan”. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup.Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarhkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan. Media pemebelajaran berarti sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan (Anitah, 2008: 1).Sedangkan menurut Sanaky (2009: 3) media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran.Pembelajaran adalah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar.
28
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran atau media tertentu. Untuk itu proses komunikasi harus diciptakan dan di wujudkan melalui kegiatan penyampaian pesan, tukar menukar pesan atau informasi dari setiap pengajar kepada pebelajar atau sebaliknya. Pemakaian media dalam proses pembelajaran akan dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan serta isi pelajaran saat itu. Internet merupakan singkatan dari Interconnection Networking. Internet berasal dari bahasa latin “inter” yang berarti antara. Menurut Munir (2008: 195), “internet adalah suatu jaringan komputer yang saling terkoneksi dengan jaringan komputer lainnya ke seluruh penjuru dunia. Bagi siswa internet sebenarnya lebih tepat dimanfaatkan sebagai sumber belajar.Association for Educational Communications Technology (AECT) mendefinisikan sumber belajar adalah berbagai atau semua sumber baik yang berupa data, orang, dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar baik secara terpisah maupun secara terkombinasi, sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan antara dapat melaksanakan dan mau melaksanakan.Namun motivasi lebih dekat pada mau melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong sesorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya (Uno, 2008: 24). Menurut Djamarah (2006: 19),”Prestasi adalah suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok.” Selanjutnya menurut Winkel (2008:53),“Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan. Suharsono Sagir dalam Buchari Alma (2005: 18), menuliskan bahwa wiraswasta adalah seorang yang modal utamanya adalah ketekunan yang dilandasi sikap optimis, kreatif dan melakukan usaha sebagai pendiri pertama disertai dengan ke-beranian menanggung resiko berdasarkan suatu perhitungan dan perencanaan yang tepat. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Perbedaan pengaruh penggunaan media pembelajaran internet dan media konvensional terhadap prestasi belajar siswa kelas XI TKJ Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan.(2) Perbedaan pengaruh antara motivasi belajar siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa kelas XI Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan. (3) Interaksi pengaruh antara penggunaan media pembelajaran dan motivasi terhadap prestasi belajar siswa kelas XI Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan.
29
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika METODE PENELITIAN Menurut jenisnya, model penelitian ini termasuk penelitian eksperimen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan rancangan faktorial 2X2. Desain atau rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperimen, metode eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono 2009: 72). Penelitian ini mengambil lokasi di di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu siswa kelas XI Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan dan sampel yang dimbil tidak secara diacak tetapi ditentukan sendiri oleh peneliti. Oleh karena itu peneliti mengambil sampel kelas XI Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan ini karena materi yang akan diteliti materi kelas XI. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan Angket dan Tes Hasil Belajar. Teknik analisis data menggunakan 3 cara yaitu dengan cara Uji Kesamaan rata-rata (Uji tahap Awal), Uji Normalitas dan uji homogenitas.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Perbedaan Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Internet dan Konvensional terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI TKJ Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan.Berdasarkan hasil perhitungan analisis Two-Way Anova diketahui terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok media pembelajaran internet dan media pembelajaran konvensional, dengan nilai F = 9,446 dan p < 0,05 ; dimana nilai rata-rata hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok media pembelajaran internet lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-rata hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok media pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran dengan media konvensioal dianggap kurang menarik, berbeda dengan media internet yang menarik dan dapat dengan mudah dan cepat mencari informasi sesuai apa yang dibutuhkan, sehigga lebih memacu siswa untuk belajar dan menggali lebih jauh informasi yang sedang dipelajari 2. Perbedaan Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Tinggi dan Rendah Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan Di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan. Berdasarkan hasil perhitungan analisis Two-Way Anova diketahui terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah,dengan nilai F = 10,655 dan p < 0,05 ; dimana nilai rata-rata hasil belajar Kewirausahaan pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi lebih Berdasarkan hasil penelitian tersebut motivasi belajar siswa mempengaruhi hasil belajar pada mata pelajaran
30
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Kewirausahaan, siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih baik dari siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. 3. Interaksi Pengaruh antara Penggunaan Media Pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) pada Mata Pelajaran Kewirausahaan di SMK Pengudhi Luhur Karangrayung Grobogan. Berdasarkan hasil perhitungan analisis Two-Way Anova diketahui terdapat interaksi pengaruh pedia pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar Kewirausahaan dengan nilai F = 4,277 dan p < 0,05 dimana nilai rata-rata hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok media pembelajaran internet pada siswa dengan motivasi belajar tinggi mempunyai nilai tertinggi. Sedangkan nilai rata-rata terendah terjadi pada kelompok media pembelajaran konvensional pada siswa dengan motivasi belajar rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang paling baik adalah apabila media pembelajaran internet diterapkan pada siswa memiliki motivasi belajar tinggi. 4. harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran IPA sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pembelajaran. dan hasil pembelajaran siswanya pun meningkat sesuai yang telah menjadi tujuan pembelajaran dengan model discovery. Dan sesuai dengan teori bahwa prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.Kendala yang dihadapi dari Pelaksanaan Penerapan Model Discovery pada Pembelajaran IPA Kelas V di SD Negeri 2 Karangbener Kecamatan Bae Kabupaten Kudus. Evaluasi pembelajaran IPA dengan model discovery dilakukan secara holistik yang tidak hanya menekankan pada hasil saja, namun juga proses pembelajaran. Guru melakukan kegiatan penilaian selama proses pembelajaran terutama untuk aktivitas belajar siswa dengan menggunakan teknik penilaian kinerja (performance), penilaian penugasan (proyek atau project), penilaian hasil kerja (produk atau product), penilaian tertulis (paper dan pen), penilaian portopolio, Checklist, dan penilaian sikap. Soal-soal evaluasi yang diberikan berkaitan dengan dunia nyata siswa dan hasil evaluasi dibuat laporan setiap tengah dan akhir semester.Tindak lanjut dari hasil evaluasi adalah penyelenggaraan kegiatan remedial dan juga pengayaan.Kemudian dari hasil evaluasi yang dilakukan dalam penerapan model discovery siswa kelas V SDN 2 Karangbener Kecamatan Bae Kabupaten Kudus ditemui kendala atau hambatan dalam pelaksanaannya. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pelaksanaan penerapan model discovery di kelas V SDN 2 Karangbener Kecamatan Bae Kabupaten Kudus adalah bahwa masih ada beberapa siswa yang kaget dengan penerapan model discovery ini, kemudian selain itu terkadang dalam pelaksanaan evaluasi akhir guru tidak sempat melakukan kegiatan penilaian sebab fokus pada penyampaian materi. 5. SIMPULAN DAN SARAN 1.
2.
Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok dengan media pembelajaran internet dan media pembelajaran konvensional.hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok dengan media pembelajaran internet lebih baik dibandingkan dengan media pembelajaran konvensional. Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dan siswa yang mempunyai motivasi
31
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika belajar rendah. Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi mempunyai hasil belajar Kewirausahaan yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah. 3. Terdapat interaksi pengaruh media pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar Kewirausahaan. Hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok media pembelajaran internet pada siswa dengan motivasi belajar tinggi mempunyai nilai tertinggi, sedangkan nilai terendah terjadi pada kelompok media pembelajaran konvensional pada siswa dengan motivasi belajar rendah. 4. Hasil uji Scheffe sebagai berikut: a. Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok dengan media pembelajaran internet antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan rendah b. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Kewirausahaan pada kelompok dengan media pembelajaran konvensional antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan rendah c. Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Kewirausahaan pada siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi antara kelompok dengan media pembelajaran internet dan media pembelajaran konvensional. d. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Kewirausahaan pada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah antara kelompok dengan media pembelajaran internet dan media pembelajaran konvensional. e. Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Kewirausahaan pada siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi pada media pembelajaran internet dan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada media pembelajaran konvensional. f. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Kewirausahaan pada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada media pembelajaran internet dan siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi pada media pembelajaran konvensionali Saran Bagi Siswa a. Agar siswa memahami dan menggunakan media pembelajaran internet untuk mata pelajaran Kewirausahaan, karena dari internet ditemukan banyak sekali informasi tentang kewirausahaan. b. Agar siswa bisa memiliki motivasi belajar yang tinggi supaya mampu meningkatkan prestasi belajarnya. 2. Bagi Guru a. Agar guru Kewirausahaan lebih cenderung menggunakan media pembelajaran internet sehingga hasil belajar siswa lebih baik.
32
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika b. Agar guru Kewirausahaan mampu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran kwirausahaan sehingga siswa lebih bersemangat dalam pembelajaran dan mampu memperoleh hasil belajar yang lebih baik. 3. Bagi Sekolah Pihak sekolah hendaknya mendukung dan memberikan fasilitas pada guru dan siswa dalam pembelajaran kewirausahaan dengan penggunaan media Pembelajaran internet. 4, Saran Bagi Peneliti Lain Bagi peneliti lain diharapkan dapat pengembangan metode pembelajaran yang lain agar hasil belajar siswa dapat lebih meningkat dengan dibarengi meningkatnya motivasi belajar siswa
DAFTAR PUSTAKA Anitah, Sri. 2008. Media Pembelajaran. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press). Buchori Alma. (2005). Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta. Echols, John M. dan Shadili¸ Hasan. 2006. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia Munir. 2008. Kurikulum Berbasis TIK. SPs Universitas Pendidikan Indonesia Muslih, Mansur. 2010. Textbook Writing Dasar-dasar Pemahaman, Penelitian, dan Pemakaian BukuTeks. Yogyakarta: ArRuzz Wacana Sanaky, Hujair. 2009. MediaPembelajaran, Yogyakarta:Safiria Insania Press Smaldino, E Sharon, dkk, 2006.. Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar, diterjemahkan oleh arif rahman dari Istrukturional TechnologyAnd Media For Learning, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Tindakan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &D. Bandung: Alfabeta. Supriyanto, Aji. 2007. Web dengan HTML dan XML. Yogyakarta: Graha Ilmu. Syaiful Bahri Djamarah. 2002. Psikoogi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta. Trianto. 2010. Model PembelajaranTerpadu. Jakarta: Bumi Aksara Uno, Hamzah.2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta: Bumi Aksara
33
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
34
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Pengembangan Bahan Ajar Biologi Berbasis Sains, Technology, Environment, and Society (Stes) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Islam 1 Surakarta Khotim Nurma Indah10, Soetarno Joyoatmojo11. Suharno12
[email protected]
Abstract: The objectives of this research are: 1) to know the condition of biology learning material on SMA Islam 1 Surakarta; 2) to know the procedure of developing the learning materialsfor Biology based on STESfor the students of SMA Islam 1 Surakarta;3) to know the effectiveness of the learning materials based on STESto improve the student’s critical thinking skills of SMA Islam 1 Surakarta. The research used the Research and Development (R&D) method, which referred to the model claim by Borg & Gall, and which was modified into nine phases, namely: 1) research and information collecting; 2) planning; 3) development preliminary form of product; 4) preliminary field testing; 5) main product revision; 6) main field testing; 7) operational product revision; 8) operational field testing; and 9) final product revision. The respondents of learning materials development included field testing respondents consisting 2 validators, limited-scale main field testing respondents consisting 10 students, and operational field testing respondents consisting of 23 students. The data of research were gathered through questionnaire, observation, in-depth interview, and test. They were analyzed by using the descriptive qualitative method. Meanwhile, the result of critical thinking skill was analyzed by using normalized N-gain and Paired Sample T test to investigate the effectiveness of the Biology’s learning materials based on STES to improve student’s critical thinking skills. The results of research are as follows: 1) Biology learning materials on SMA Islam 1 Surakarta has been used in learning process are less facility to improve critical thinking skills; 2) The development procedure began with first design, then continue with a media and material expert validation in order to show that learning material for Biology based on STES is appropriate for the trial;3) The results of the effectiveness of the developed Biology learning materials based on STES to improve crtitical thinking skills are indicated by the improvement of scores critical thinking skill that was analyzed by normalized N-Gain and Paired Sample T-Test, each result are 0,40 and 0,008. Based on the results of research a conclusion is drawn that Biology’s learning materials based on STES are effective to improve student’s critical thinking skills.
Keywords: learning materials, STES, Critical Thinking
10
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 12 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 11
35
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Pendahuluan
P
endidikan adalah merupakan sebuah kunci pokok dari kemajuan suatu bangsa dan negara. Indonesia adalah negara berkembang yang membutuhkan sebuah pembaharuan dalam setiap bidang, dan yang menjadi ujung tombak dari pembaharuan itu tidak lain adalah generasi muda yang dicetak melalui pendidikan yang bermutu. Peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan melalui proses belajar.Belajar menurut Gredler (1994), adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan dan keterampilan, dan sikap. Kemampuan untuk belajarlah yang membedakan manusia dari makhluk hidup lain. Sardiman (2011) berpenda- pat belajar adalah berubah, yaitu perubahan tingkah laku pada individu-individu yang belajar.Perubahantidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, penger- tian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Mendukung dari pernyataan Sardiman, Darmawan dan Permasih (2012) menyatakan, bahwa belajar merupakan aktivitas yang dise- ngaja dan dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri. Dengan belajar siswa yang dulu tidak bisa menjadi bisa, dan siswa yang dulu tidak terampil bisa menjadi terampil. Selain proses belajar ada hal lain yang perlu diperhatikan dalam pening- katan mutu pendidikan, yaitu berkenaan dengan kehidupan saat ini yang dinamis oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya mendatangkan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, tetapi ada juga dampak negatif. Dalam proses pembelajaran, tidak mungkin siswa hanya dibekali dengan aspek materi saja. Siswa juga harus dibekali dengan kecakapan untuk bertahan, dan kete- rampilan berpikir kritis untuk mencegah dampak negatif, yang ditimbulkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap masyarakat dan lingkungan (Stelee, 2013). Iakovos (2011) menyatakan bah- wa ilmu pengetahuan bergantung pada pemikiran dan semua pengetahuan yang ada di dunia ini ada dan berawal dari pemikiran kritis. Menurut Shakirova da- lam Snyder dan Snyder (2008) keteram- pilan berpikir sangat perlu dikembang- kan oleh siswa karenaketerampilan berpikir kritis memungkinkan siswa untuk menghubungkan sosial, ilmupengetahuan, dan kemampuan menye- lesaikan masalah dengan lebih efektif.Facione (2015) mengemukakan bahwa inti dari keterampilan berpikir kritis antara lain: 1) Interpretation, yaitu menginterpretasi masalah dari berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan, situ- asi, data, kejadian, keputusan, prose- dural atau criteria; 2) Analysis, yaitu menganalisis tujuan dan hubungan an-tara pernyataan, pertanyaan, gambaran; 3) Evaluation, yaitu mengevaluasi atau menilai keterpecayaan suatu pendapat, atau sumber yang digunakan untuk belajar; 4) Inference, yaitu mengambil kesimpulan dan melindungi elemen yang dibutuhkan untuk menggambarkan kesimpulan yang terpercaya; 5) Exp- lanation, mampu mempresentasikan atau menjelaskan secara menyakinkan dan logis alasan dari jawaban; 6) Self-regulation, secara sadar mampu meng- evaluasi aktifitas kognitif dirisendiri. Facione (2015) juga meng- ungkapkan lima tahap IDEAS untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, antara lain: 1) Identify, yaitu mengidentifikasi problem dan mengatur prioritas yang akan dilakukan; 2) Determine, yaitu menentukan informasi yang relevan dan bisa memberikan pen- dalaman pemahaman; 3) Enumerate, yaitu menghitung pilihan dan mengan- tisipasi konsekuensinya; 4) Assess, yaitu menilai situasi
36
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika dan membuat pre- liminary keputusan; 5) Scrutinize, yaitu cermat terhadap proses dan koreksi pribadi jika dibutuhkan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru Biologi kelas X SMA Islam 1 Surakarta, proses pembelajaran di kelas berjalan cukup baik, dalam setiap pembelajaran guru selalu berusaha untuk berinteraksi dengan siswa, dengan cara memberikan pertanyaan, menjawab pertanyaan sis- wa, dan memberi motivasi pada siswa. Akan tetapi guru masih sering menggu- nakan strategi ceramah dan tanya jawab kepada siswa, karena dinilai lebih efektif dan efisien. Untuk menunjang proses pembelajaran guru menggunakan bahan ajar berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikembangkan oleh Musya- warah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Biologi se-Surakarta, serta LKS dari penerbit yang memiliki hubungan kerja-sama dengan sekolah. Menurut siswa, LKS yang digunakan dalam pembela- jaran tidak menarik karena hanya menggunakan cetak hitam dan putih, sehingga gambar-gambar yang seharus- nya bisa digunakan membantu siswa memahami materi, tidak jarang malah membuat siswa menjadi bingung dan malas untuk membacanya. Sebagian besar siswa juga menyatakan bahwa LKS yang digunakan kurang menunjang proses pembelajaran, karena materi yang ada di LKS tidak lengkap. Berda- sarkan analisis kebutuhan maka perlu dibuatlah suatu bahan ajar Biologi yang menarik dan relevan, yang dapat menumbuhkan minat siswa untuk mem- baca dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran (Pannen dalam Belawati, 2003).Amri (2013) menyatakan, bahwa bahan ajar atau materi pelajaran adalah segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum baik itu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai oleh setiap siswa, sesuai dengan kompetensi dasar dalam rangka pencapaian standar kom- petensi setiap mata pelajaran dalam satuan pendidikan tertentu. Lestari (2012) berpendapat bahwa bagi guru bahan ajar digunakan untuk menga- rahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran sehingga pembalajaran bisa berjalan secara efektis. Bagi siswa bahan ajar akan menjadi pedoman da- lam proses pembelajaran dan meru- pakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari. Dengan adanya bahan ajar diharapkan guru dan siswa dapat terbantu dalam proses pembela- jaran, sehingga mutu pembelajaran bisa semakin baik. Produk pembelajaran yang diha- rapkan pada saat ini adalah siswa tidak hanya pandai secara materi saja, tetapi juga mampu menghadapi berbagai macam persoalan tantangan masa depan dengan segala perubahan yang berupa kemajuan dalam segala bidang baik teknologi, informasi, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Yoruk (2010) mengemukakan bahwa model pembela- jaran Science, Technology, Environ- ment, and Society(STES)bersumber dari kepercayaan bahwa hubungan antara siswa dengan dunia nyata harus diseimbangkan.Dengan demikian siswa bisa mengenali masalah dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan ma- salah yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.Model pembelajaran STES biasanya lebih memfokuskan pada real-world problem yang memiliki kompo- nen ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa dilihat dari perspective siswa, dan memungkinkan siswa untuk mene- liti, menganalisis, dan mengaplikasikan konsep yang diperoleh pada situasi yang nyata (Kumano, 2013; NSTA dalam Yager 2009; Monsour, 2009). Tujuan dari model pembelajaran STES antara lain: 1) Meningkatkan ketertarikan siswa dalam proses pem- belajaran dan membuat pelajaran yang membosankan dan
37
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika abstrak menjadi lebih menyenangkan; 2) Melatih siswa berpikir kritis dan kreatif, karena dengan berpikir kritis siswa selain mampu mengetahui manfaat dari kon- sep ilmu pengetahuan, juga memahami dampak positif maupun negatif penerapan teknologi terhadap lingku- ngan dan masyarakat (Poedjiadi, 2010); 3) Mendorong siswa membangun pema- haman terhadap materi pelajaran dengan jalan menggabungkan pengalaman yang siswa dapatkan sehari-hari dengan materi yang siswa dapatkan di sekolah; 4) Melatih siswa membuat keputusan dalam tanggung jawabnya pada lingkungan dan masyarakat (Aikenhead, 2003; Barrett & Pedretti, 2006; Yoruk, 2010; Pedretti dalam Stelee, 2013;) Menurut Binadja (2012) model pembelajaran STES memiliki tujuh komponen utama, yaitu: konstruk- tivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), ma- syarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflec- tion) dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).Sementara Predetti dalam Rosario (2009) membagi komponen model pembelajaran STES menjadi empat, yaitu: 1) Critical reconstruction, mengajak siswa untuk memahami dampak positif dan negatif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; 2) Decision making, mendorong siswa untuk memperoleh pemahaman tentang bagaimana meng- ambil keputusan yang tepat berkaitan dengan lingkungan (Ainkenhead dalam Rosario, 2009); 3) Action, menyiapkan siswa untuk turut serta bertanggung jawab terhadap perkembangan sains, teknologi, lingkungan, dan masyarakat; 4) Sustainability, membentuk karakter siswa untuk mampu menghormati hakikat nilai kehidupan lingkungan sebagai sumber dari literasi sains. Bahan ajar berbasis STES disusun berdasarkan teori belajar konstruk- tivistik yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Pendekatan konstruktivistik membawa siswa pada lingkungan yang mengha- ruskan siswa mengasah keterampilan berpikir dalam setiap proses pembelajaran seperti mengumpulan, merekam dan menganalisis data, memformu- lasikan dan menguji hipotesis, merefleksikan kembali pemahaman, dan membangun pemahaman pengetahuan mereka sendiri (Jonassen & Davidson, 1995). Seperti yang dinyatakan oleh Nejad (1995) bahwa lingkungan belajar yang disusun secara konstruktivistik dapat menambah rasa ingin tahu siswa, mereflesikan pengetahuan yang telah diperoleh, serta merangsang keteram- pilan berpikir kritis. Pengembangan bahan ajar Biologi berbasis STES diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa karena dalam bahan ajar Biologi berbasis STES siswa dituntut untuk dapat mengaitkan antar elemen STES, sehingga diperlukan pemikiran yang mendalam berupa identifikasi dan analisis tentang apa dan bagaimana konsep yang dipelajari. Kegiatan ini mendorong siswa untuk mengupgrade pengetahuan, sehingga siswa bisa mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Research And Development (R & D) mengacu pada model Borg &Gall yang telah dimodifikasi (Emzir, 2012) yaitu 9 tahap.Tahap penelitian dan pengembangan ini adalah: 1) Melakukan penelitian pendahuluan dan pengumpulan informasi (research and information collecting), 2) Merencana- kan (planning), 3) Mengembangkan produk awal (develop preliminary form of product), 4) Validasi produk (pre- liminary field testing), 5). Revisi produk awal (main product revision), 6) Uji coba lapangan terbatas (main field testing), 7) Revisi produk II
38
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika (opera- tional product revision), 8) Uji lapangan operasional (operational field testing), dan 9) Revisi produk akhir (final product revision). Sampel pengembangan meliputi sampel uji coba lapangan awal sejumlah 2 validator, sampel uji coba lapangan utama sejumlah 10 siswa dan sampel uji coba lapangan operasional sejumlah 23 siswa SMA Islam 1 Surakarta 2014/2015. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket untuk analisis kebutuhan, validasi ahli,uji skala terbatas, dan tanggapan siswa terhadap bahan ajar. Lembar observasi untukketerlaksanaan sintaks. Wawan- cara untuk analisis kebutuhan, tang- gapan siswa pada uji lapangan terbatas dan operasional. Tes untuk keterampi- lan berpikir kritis. Uji coba lapangan operasional menggunakan one group pretest-posttest design.Data keterampilan ber- pikir kritisdiuji dengan uji Independent Sample T-Test dan dihitung dengan gain ternormalisasi.
Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Science, Technology, Environment, and Society(STES) Tahap penelitian dan pengem- bangan bahan ajar berbasis Science, Technology, Environment, and Society(STES) adalah sebagai berikut: 1. Analisis Kebutuhan Hasil observasi dan wawan- cara yang telah dilakukan di SMA Islam 1 Surakarta, maka peneliti melakukan identifikasi terhadap: (1) Kondisi KBM, berpusat pada guru dan keterampilan berpikir kritis sis- wa kurang dikembangkan. (2) Bahan ajar yang digunakan pada saat pembelajaran hanya berupa LKS tidak berwarna. 2. Produk Awal Tahap desain produk pada pengembangan bahan ajar berbasis STES yang merupakan integrasi bahan ajar dengan sintaks model pembelajaran STES. Sintaks model pembelajaran STES terdiri dari: 1) Apersepsi atau Eksplorasi terhadap siswa; 2) Pembentukan konsep; 3) Aplikasi konsep; 4) Pemantapan kon- sep; dan 5) Penilaian. Tahapan selan- jutnya adalah membuat instrumen penilaian berupa lembar validasi validator materi dan validator media, lembar angket tanggapan pengguna, dan soal uji kompetensi. 3. Validasi Ahli Validasi ahli digunakan untuk menentukkan kelayakan bahan ajar dilihat dari segi ahli penyajian bahan ajar dan ahli materi. Dari hasil perhitungan didapatkan hasil seperti pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1.Hasil Validasi Ahli dan Praktisi Validator
Nilai
Kategori
Ahli Materi
3,47
Baik
Ahli Penyajian
3,75
Sangat Baik
39
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika a. Ahli Materi Validator ahli materi mem- berikan nilai 3,47 yang dari skala 4. Secara keseluruhan dinyatakan bah- an ajar berbasis STES ini berkate- gori baik dan layak diterapkan dalam proses pembelajaran dengan revisi sesuai dengan saran ahli materi. Hasil revisi dari pendapat ahli materi adalah sebagai berikut: 1) penggantian gambar yang tidak jelas; dan 2) penambahan materi ekosistem. a. Ahli Penyajian Bahan Ajar Analisis data oleh ahli penyajian bahan ajar mempunyai tujuan untuk mengetahui kelayakan bahan ajar berbasis STES. Berdasarkan hasil perhitungan maka didapatkan nilai 3,75 dari skala 4. Secara keseluruhan bahan ajar ber- basis STES dalam kategori sangat baik dan layak diterapkan dalam proses pembelajaran, akan tetapi masih harus dilakukan revisi. Hasil revisi dari pendapat ahli media sebagai berikut: 1) penambahan fransis; 2) penambahan indeks atau kata penting; dan 3) penggantian font pada standar kompetensi dan kompetensi dasar. 4. Uji Coba Lapangan Skala Kecil Uji coba lapangan skala kecil bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap tampilan desain bahan ajar berbasis STES. Sampel dalam uji coba lapangan terbatas adalah siswa kelas X.3 SMA Islam 1 Surakarta sejumlah 10 orang. Instrumen yang digunakan adalah bahan ajar berbasis STES dan angket tanggapan peserta didik. Dari hasil perhitungan didapatkan hasil seperti dalam tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Hasil Uji Lapangan Terbatas Penilian
Nilai
Kategori
Siswa
3,14
Baik
Hasil revisi dari siswa antara lain: 1) soal uji kompetensi yang susah dikurangi; 2) teks masih ada yang menutupi gambar; dan 3) font pada standar kompetensi dan kompetensi dasar diganti ukuran yang lebih besar. 5. Uji Coba Lapangan Skala Besar dan Produk Akhir Tahap uji coba lapangan skala luas diujikan pada 23 siswa dari kelas X.1 SMA Islam 1 Surakarta. Uji coba lapangan skala luas dilakukan untuk memperoleh data tanggapan siswa terhadap penerapan bahan ajar berbasis STES dalam pembelajaran dan data hasil postest ujian keterampilan berpikir kritis siswa pada materi lingkungan hidup. Data hasil tanggapan peserta didik yang berupa angket dianalisis dengan teknik deskriptif persentase.
B. Keefektifan Penggunaan BerbasisScience, Technology, Environment, and Society(STES) Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Uji lapangan operasional mem- peroleh data penilaian bahan ajar, dan nilai keterampilan berpikir kritis. Nilai keterampilan berpikir kritispretest dan posttest
40
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika dihitung kenaikkannya meng- gunakan rumus N-gain ternormalisasi. Deskripsi data hasil keterampilan ber- pikir kritis yang diperoleh dari nilai pretest dan posttest, disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3Deskripsi Data Hasil Keterampilan Berpikir KritisPretest dan Posttest Kelas Eksperimen No
Perbandingan Pretes
Postes
1
Nilai Maksimum
86
91
2
Nilai Minimum
40
65
3
Nilai rata-rata
68,18
75,61
4
Standar Deviasi
10,81
9,20
Nilai
Berdasarkan Tabel 3 nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa kelas eksperimen sebelum pembelajaranmenggunakan bahan ajar berbasisSTES adalah 68,18 dengan standar deviasi 10,81; nilai maksimum 86; dan nilai minimum 40. Sedangkan nilai keterampilan berpikir kritis siswa setelah diberi pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis STES rata-rata sebesar 75,61 dengan standar deviasi 9,20; nilai maksimum 91 dan nilai minimum 65. Perbandingan data keterampilan berpikir kritis pretest dan postest dapat dilihat dalam diagram 1 dibawah ini.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Nilai Maksimum Nilai Minimum Pretest
Nilai Rata-Rata
Postest
Hasil perhitungan N-gain ternor- malisasi pada kelas eksperimen dengan jumlah siswa 23disajikan pada Tabel 4.
41
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Tabel 4. Kenaikan Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Kelas
Kenaikan
Kategori
Eksperimen
0,40
Sedang
N-gain ternormalisasi adalah teknik analisis untuk mengetahui tingkat kenaikan nilai keterampilan berpikir kritis siswa. Berdasarkan tabel 4 hasil perhitungan N-gain ternormalisasi kenaikan keterampilan berpikir kritis mendapatkan nilai 0.40, sehingga bisa dikatakan bahwa kenaikan nilai keterampilan berpikir kritis masuk kedalam kategori sedang. Dari hasil perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan ajar berbasis STES dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. (Hake, 1998). Nilai keterampilan berpikir kritispretest dan posttest kemudian dihitung menggunakan independent sample t-test untuk mengetahui keefektifan bahan ajar Biologi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dengan menghitung perbedaan antara nilai keterampilan berpikir kritis sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis STES dengan menggunakan uji Independent Sampel T-Test. Data hasil analisis nilai keterampilan berpikir kritispretest dan posttest disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Data Hasil Analisis Nilai Keterampilan Berpikir KritisPretest dan Posttest Kelas
Uji
Jenis Uji
Hasil
Eksperimen
Normalitas
Kolgomorovsmirnov
Sig. Pretest= 0,645 Sig. Posttest = 0,520
Homogenit as
Levene’s test
Sig. = 0,552
Perbanding an
Independent Sample TTest
Sig. = 0,017
Keputus an H0 diterima
Kesimpulan Data normal Data normal
H0 diterima H0 diterima H0 ditolak
Data homogen Hasil tidak sama (ada beda)
Berdasarkan Tabel 5 analisis uji t nilai keterampilan berpikir kritis diketahui bahwa nilai Pretest dan Posttest kelas eksperimen dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorof-Smirnov, diperoleh taraf signifikansi 0,645 lebih besar dari α = 0,05 sehingga Ho diterima, hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai Pretest berdistribusi normal dan 0,520 lebih besar dari α = 0,05 sehingga Ho diterima, hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai Posttest berdistribusi normal. Uji homogenitasnilai Pretest dan Posttestkelas eksperimen diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,552 nilai
42
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga Ho diterima, hal ini dapat disimpulkan bahwa variasi setiap sampel sama (homogen).Data nilai Pretest dan Posttest diketahui bahwa terdistribusi normal dan homogen selanjutnya di- analisis dengan uji t parametrik dengan menggunakan Independent Sample T-Test. Berdasarkan perhitungan diperoleh thitung sebesar 0,017, nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak, hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara nilai keterampilan berpikir kritisPretest dan Posttest.Adanya kenaikan nilai keterampilan berpikir kritis dan adanya perbedaan nilai yang signifikan sebelum dan sesu- dah penggunaan bahan ajar Biologi berbasis STES, menunjukkan keefektif- an bahan ajar Biologi dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.Hal ini sesuai dengan pendapat Nugraha (2013) yang menya- takan bahwa bahan ajardapat digunakan untuk meningkatkan kete- rampilan berpikir kritis siswa. Setelah melalui tahapan-tahapan pengembangan, maka dihasilkan bahan ajar Biologi berbasis STES yang layak dan efektit digunakan selama proses pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi Lingkungan Hidup. Pengukuran keefektifan bahan ajar dilaksanakan pada tahapan uji coba lapangan opera- sional. Kelas X.1 SMA Islam 1 Surakarta dengan jumlah 23 siswa sebagai subjek uji coba lapangan operasional. Hasil nilai keterampilan berpikir kritis diperoleh melalui nilai pretest dan postest berupa tes uraian. Pemilihan tes uraian sebagai instrumen pengukuran keterampilan berpikir kritis siswa karena lebih mudah melihat kete- rampilan berpikir kritis lewat jawaban-jawaban tertulis siswa. Soal-soal yang digunakan untuk menilai keterampilan berpikir kritis disusun sesuai dengan taksonomi Bloom. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Bissell dan Lemons (2006) yang menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritits bisa diukur dengan menggunakan enam level dari kemampuan kognitif. Enam level kemampuan kognitif yaitu: 1) Remem- ber (mengingat); 2) Understand (mema- hami); 3) Apply (mengaplikasikan); 4) Analyze (menganalisis); 5) Evaluation (mengevaluasi); 6) Create (mencipta). Hasil pretest dan postest yang diperoleh kemudian di hitung dengan uji Independent Sample T-Testuntuk mengukur keefektifan bahan ajar Biologi berbasis STES dalam mening- katkan keterampilan berpikir kritis siswa. Hasil perhitungan menunjukkan ada beda yang signifikanantara keterampilan berpikir kritissiswa pada kelas eksperimensebelum mengguna- kan bahan ajar berbasis STES dan setelah menggunakan bahan ajar berbasis STES dengan signifikansi 0,017< 0,05 dengan kenaikan rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis 7,43. Adanya kenaikan nilai keterampilan berpikir kritis dan adanya perbedaan nilai yang signifikan sebelum dan sesudah penggunaan bahan ajar Biologi berbasis STES, menunjukkan keefek- tifan bahan ajar Biologi dalam mening- katkan keterampilan berpikir kritis siswa. Adanya peningkatan keterampil- an berpikir kritis siswa karena bahan ajar STES disusun dengan menginte- grasikan bahan ajar dan sintaks model pembelajaran Science, Technology, Environment, and Society (STES) yang terdiri dari: apersepsi atau eksplorasi terhadap siswa, pembentukan konsep, aplikasi konsep, pemantapan konsep, dan penilaian. Salah satu karakteristik dari model pembelajaran STES adalah menghubungkan antara teori yang dipelajari dengan penerapannya dalam bentuk teknologi dan dampaknya ter- hadap masyarakat dan
43
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika lingkungan. Hal ini merupakan suatu upaya untuk membentuk pembelajaran yang bersifat nyata dan konstektual, sehingga pembelajaran akan terasa lebih menyenangkan dan merangsang rasa ingin tahu siswa untuk mempelajari materi pelajaran. Ketertarikan siswa dalam proses pembelajaran menjadikan siswa bersikap aktif dan memberikan respon yang positif. Sejalan dengan pemikiran Dorun (2006) yang menyatakan bahwa peran aktif siswa dalam pembelajaran secara tidak langsung juga akan menyebabkan siswa untuk belajar berpikir kritis. Siswa dinyatakan memiliki keterampilan berpikir kritis jika memi- liki kemampuan yang dijabarkan oleh Facione (2015) seperti: 1) Inter- pretation, menginterpretasi masalah dari berbagai sudut pandang ilmu penge- tahuan, situasi, data, kejadian, keputus- an, prosedural atau kriteria; 2) Analysis, menganalisis tujuan dan hubungan antara pernyataan, pertanyaan, gambar- an; 3) Inference, mengidentifikasi atau menilai keterpecayaan suatu pendapat, mengambil kesimpulan dari bukti-bukti yang akurat; 4) Evaluation, menilai kredibilitas dari pernyataan atau gam- baran dari perspektif, pengalaman orang lain atau sumber yang digunakan untuk belajar; 5) Explanation, mampu mem- presentasikan atau menjelaskan secara menyakinkan dan logis dan teoritis alasan dari jawaban; 5) Self-regulation, mampu mengevaluasi diri-sendiri. Sintaks model pembelajaran STES membuka kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengembangkan keenam inti keterampilan berpikir kritis tersebut. Tahapan pertama dalam sintaks moedel pembelajaran STES adalah eksplorasi yang dituangkan dalam bahan ajar dalam sub bab Eksplorasi. Dalam tahap ini siswa didorong untuk mengekplorasi masalah dan isu yang disajikan dalam bahan ajar, aktivitas ekplorasi ini memfa- silitasi siswa mengembangkan kemam- puannya dalam mengintepretasi masa- lah. Baik itu kemampuan mengkategori- kan, memahami dan menjelaskan arti dari pengalaman, situasi, data, maupun peristiwa yang ada dalam isu atau masalah yang diberikan. Tahap kedua dan ketiga adalah pembentukan konsep dan aplikasi konsep yang dalam bahan ajar Biologi berbasis STES dituangkan dalam sub bab Aktivitas Sains. Aktivitas Sains disajikan dalam bentuk perencanaan, pelaksanaan praktikum dan presentasi. Pada saat siswa berkelompok meren- canakan, melaksanakan praktikum, dan presentasi siswa dirangsang untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dalam menganalisis, mengambil kesimpulan dan mempertahankan pendapat mereka dengan memberikan argumen yang logis. Siswa belajar menganalisis hubungan dari banyak hal, mulai tujuan pelaksanaan praktikum, alat dan bahan yang digunakan, mengatur cara kerja agar hipotesis yang mereka kemukakan terbukti kebenaran- nya, dan mengambil keputusan secara berkelompok. Tahapan setelah perenca- naan dan pelaksanaan praktikum siswa diminta untuk berdiskusi dan mempresentasikan hasil praktikum serta tugas yang telah diberikan. Ketika presentasi siswa harus siap dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh siswa lain, karena itulah siswa harus siap dengan sumber yang dapat dipercaya untuk menguatkan argumen selama presentasi berlangsung. Kegiat- an-kegiatan pada tahap kedua dan ketiga melibatkan banyak sekali ke- mampuan berpikir kritis mulai dari menganalisis, mengambil keputusan, dan mengevaluasi sumber yang kredibel dan argumen logis.
44
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Tahap pemantapan konsep dituangkan dalam sub bab Pengayaan Materi dan STES. Pada tahap ini guru bersama siswa meluruskan miskonsepsi yang terjadi selama proses tahap satu sampai tahap tiga. Selain itu untuk memantapkan konsep siswa juga di- minta untuk dapat mengaitkanantar elemen STES, sehingga diperlukan pe- mikiran yang mendalam dalam meng- ambil kesimpulan dan memberikan alasan yang tepat terkait tentang apa dan bagaimana mengaplikasikan konsep yang dipelajari. Kegiatan ini mendorong siswa untuk mengupgrade pengetahuan, sehingga siswa bisa mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Pada akhir pembelajaran siswa diarahkan untuk menilai diri sendiri sejauh mana nilai yang berhak didapatkan dari hasil kerja siswa. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Facione (2015) yang meng- ungkapkan bahwa ada lima tahapan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa yaitu: 1) belajar untuk mengidentifikasi masalah dan mengatur prioritas yang akan dilakukan; 2) belajar untuk menentukan informasi yang relevan; 3) belajar untuk meng- ambil keputusan dan siap menerima konsekuensi; 4) belajar untuk menilai situasi; 5) dan belajar untuk mengoreksi diri sendiri. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dengan meng- gunakan bahan ajar berbasis STES menunjukkan adanya respon positif antara siswa dan bahan ajar. Respon positif ditunjukkan dengan rasa tertarik siswa dan nyaman siswa terhadap bahan ajar yang digunakan ketika proses pembelajaran. Ketertarikan siswa terha- dap bahan ajar membuat siswa lebih fokus dan tidak cepat bosan dalam pembelajaran. Sejalan dengan pendapat Binadja (2002) yang menyatakan bahwa kesan positif yang ditimbulkan model pembelajaran STES berpengaruh positif terhadap hasil belajar yang dalam hal ini efektif digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan bahan ajar Biologi berbasis STES dapat disimpulkan:
1. Langkah-langkah pengembangan bahan ajar Biologi berbasis STES ini dilakukan dengan menggunakan desain pengembangan Borg & Gall yang telah dimodifikasi menjadi 9 tahapan. Prosedur ini meliputi: a) penelitian dan pengumpulan infor- masi, meliputi studi pustaka untuk pemilihan materi yang akan dikembangkan, observasi dan wa- wancara guru dan siswa; b) perencanaan, meliputi perencanaan konten, storyboard, dan layout; c) Pengembangan produk, pembuatan produk awal; d) uji coba produk awal, validasi bahan ajar pada ahli penyajian bahan ajar, dan ahli materi; e) revisi produk pertama, adalah perbaikan yang dilakukan pada bahan ajar sesuai dengan saran ahli penyajian bahan ajar, dan ahli materi; f) uji coba lapangan terbatas, dilakukan pada 10 orang siswa kelas X.3 SMA Islam 1 Surakarta; g) revisi produk kedua, perbaikan atas dasar saran dari subjek uji coba lapangan terbatas; h) uji coba lapangan operasional, dilakukan dengan subjek penelitian kelas X.1 SMA Islam 1 Surakarta dengan jumlah siswa 23 orang; i) revisi produk akhir, perbaikan produk bahan ajar sesuai dengan saran dari subjek uji coba lapangan opera- sional. Hasil akhir produk adalah sebuah bahan ajar Biologi berbasis STES dalam bentuk bahan ajar cetak.
45
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
2. Hasil perhitungan pretest dan postest keterampilan berpikir kritis dengan N-gain ternormalisasi menunjukkan hasil 0,40 sehingga bisa dinyatakan bahwa peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa masuk dalam kategori sedang. Perhitungan dengan menggunakan Independent Sample T-Test menun- jukkan bahwa signifikansi 0,017, sehingga dapat disimpulkan adanya perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah penggunaan bahan ajar Biologi berbasis STES. Dapat disimpulkan bahwa bahan ajar Biologi berbasis STES efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Implikasi Penelitian ini telah membukti- kan bahwa bahan ajar Biologi berbasis STES mampu meningkatkan keteram- pilan berpikir kritis siswa di SMA Islam 1 Surakarta. Berdasarkan hasil peneli- tian tersebut dapat dideskripsikan implikasi dari penelitian ini, sebagai berikut:
1. Langkah-langkah pengembangan bahan ajar berbasis STES dimulai dari penelitian dan pengumpulan informasi, perencanaan, pengem- bangan produk, uji coba produk awal, revisi produk pertama, uji coba lapangan terbatas, revisi produk kedua, uji coba lapangan operasional, revisi produk akhir. Dengan demikian setiap guru yang akan mengembangkan bahan ajar dengan model pengembangan Borg & Gall yang telah dimodifikasi menjadi 9 tahapan, harus melalui tahapan-tahapan tersebut sehingga menghasilkan bahan ajar yang layak dan memenuhi standar.
2. Memasukkan sintaks model pem- belajaran STES kedalam bahan ajar Biologi merupakan inovasi baru didalam pembuatan bahan ajar, tujuannya adalah untuk mem- buat/mendesain bahan ajar yang menarik, dan dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa.
3. Keefektifan bahan ajar Biologi berbasis STES menjadi landasan empiris bahwa guru dapat menyusun bahan ajar yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Saran-Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi diatas, maka peneliti mem- berikan saransaran antara lain: 1. Guru a. Bahan ajar berbasis STES digunakan pada kelas X semes- ter II pada materi Lingkungan Hidup. b. Penggunaan bahan ajar berbasis STES akan lebih efektif di- gunakan dengan alokasi waktu yang baik. 2. Sekolah a. Bila bahan ajar Biologi berbasis STES akan dimanfaatkan maka perlu adanya sosialisasi dan pelatihan bagi guru di SMA. 3. Peneliti Selanjutnya a. Bahan ajar ini tergolong masih sederhana, oleh karena itu bahan ajar ini akan lebih menarik jika dikembangkan lebih lanjut agar lebih sempurna.
46
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika b. Bahan ajar berbasis STES dapat diterapkan pada variabel yang lebih luas. Bahan ajar berbasis STES dapat diterapkan pada subjek yang lebih banyak.
Daftar Pustaka Aikenhead, G.S. 2003. STS Education: A Rose by Any Other Name. Saskatoon: University of Saskatcewan Amri, S. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Jakarta: PT.Prestasi Pustakarya Barrett, S. & Pedretti, E. 2006. Contrasting Orientation: STES for Social Reconstruction or Social Reproduction. School Science and Mathematic, 106(5): 21-31 Belawati, T. 2003. Pengembang- an Bahan Ajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka Binadja, A. 2002. Pendidikan SETS Implikasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Pada Pendidikan Dasae dan Menengah. Seminar Nasional Pendidikan Berorientasi Keteram- pilan Hidup dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Program Pascasarjana UNNES, 27 Februari 2002 _________. 2005. Pedoman pengembangan Bahan Pembelajaran Bervisi dan Berpendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and Society) atau (Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat). Laboratorium SETS: Program Pascasarjana UNNES _________. 2012. Profil Prof.Drs.Achmad Binadja, Apt, MS, Ph.D. http://www.unnes.ac.id diakses pada17/06/2015 Borg, W.R, Gall, M.D, & Gall, J.P. 1983. Education Research An Introduction:Eight Edition. New York & London: Longman Inc Choksy Darmawan, D. & Permasih. 2012.Konsep Dasar Pembelajaran. hlm. 123-143. dalam Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran (edt.). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada Douron, R. 2006. Critical Thinking Framework For Any Discipline. International Journal Of Teaching and Learning in Higher Education. 17 (2): 160-166 Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Facione, P. 2015. Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Hermosa Beach: Measured Reasons LLC Gredler, M. E B. 1994. Belajar dan Membelajarkan.Munandir (Alih Bahasa). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Hake, Richard R. 1998. Engagement Methods In Introductory Mechanics Courses. American Journal Of Physics 66(1), 64-74 Hodson, D. 1999. Going Beyond Cultural Pluralism: Science Education for Sociopolitical Action. Science Education. 83: 775-796 Iakovos, T. 2011. Critical and Creative Thinking in the English Language Classroom. International Journal of Humanities and Social Science, 1(8): 82-8 Jonassen, D. Davidson, M. Collins, M. Campbell, J. & Haag, B.B. 1995. Constructivism and Computer-Mediated Communication in Distance Education. American Journal of Distance Education, 9 (2): 7-26 Kumano, Y. 2013. The Systemic Reform of Science Education in Japan- Present and Future. Quality of Human Resources Journal, 2: 1-8
47
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Lestari, I. 2012. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Padang: Akademia Permata Mansour, N. 2009. Science-Technology-Society (STS): A new paradigm in Science Education. Bulletin of Science, Technology, and Society. 29(4), 287-297 Nugraha, D. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Reaksi Redoks Bervisi SETS, Berorientasi Konstruktivistik. Journal of Innovative Science Education. 2 (1): 27-34 Pedretti, E. 2003. Teaching Science, (STSE)Education. Boston: Kluwer
Technology,
Society,
Environment
Prastowo, A. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press Poedjiadi, A. 2010. Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya Rosario, B. 2009. Science, Technology, Society, and Environment (STSE) Approach in Environmental Science for Nonscience Students in a Local Culture. Liceo Journal of Higher Education Research, 6(1): 269-283 Sardiman, A.M.2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grafindo Persada Snyder, L, G. & Snyder, M, J. 2008. Teaching Critical Thingking and Problem Solving Skills. The Delta Pi Epsilon Journal, L(2): 90-99 Steele, A. 2013. Shifting Currents: Science Technology Society and Environment in Northern Ontario Schools. Brock Education Journal, 1: 18-24 Yager, R. Choi, A. & Akcay, H. 2009. A Comparison of Student Learning in STS vs Those in Directed Inquiry Classes. Electronic Journal of Science Education. 13(2): 186-208 Yoruk, N. 2010. The Effects Of Science, Technology, Society, Environment (STES) Interactions On Teaching Chemistry. Natural Science Journal, 2(12): 1417-1424 Tersedia: http://www.scirp.org/journal/NS/
48
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Perbedaaan Pengaruh Pembelajaran Mata Pelajaran Kimia Model Problem Based Learning (PBL) Dan Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) terhadap Prestasi Belajar Siswa Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa SMA Negeri di Grobogan Ria Rahmawati13, Leo Agung S14, Nunuk Suryani15
[email protected]
Abstrak: This study aimed to: (1) To determine the effect of differences in chemistry learning PBL models and models of SMT for high school student achievement in Grobogan. (2) To find out which is better student achievement with learning activity is high or low high school learning activities in Grobogan. (3) To understand the interaction model of learning by students' learning activities to the achievement of high school students studying chemistry in Grobogan. The research was conducted at several high schools in Grobogan including; SMA N 1Gabus, SMA N 1 Kradenan, SMA N 1 Wirosari. The model used in this research is experiment with 2X2 factorial design. The study design using experimental. The results showed that. (1) Differences Influence Model Model PBL with TPS on Learning Achievement in Chemistry. Results of Two-Way ANOVA analysis showed a significant difference in learning achievement chemical groups using PBL and group learning model TPS, with a value of F = 5.432, p <0.05 where student achievement in the subjects of Chemistry with PBL models better than the student who uses a model TPS. (2) Differences in Effects of High learning activities with learning activities Low toward achievement of learning chemistry. Results of Two-Way ANOVA analysis showed a significant difference in learning achievement Chemistry group of students with high learning activities and groups of students with low learning activity, with the value of F = 8.218, p <0.05 where learning achievement in the subjects of Chemistry students who have high learning activity is better than the students who have low learning activities . (3) Interaction Effect Model of learning and learning activities in relation to the achievement of learning chemistry. The result of the calculation of the Two-Way ANOVA analysis finds that there are interactions between the learning model with learning activities to learning achievement Chemistry with a value of F = 4.020, p <0.05 where the average value of learning achievement chemical group PBL models with high learning activity has the highest value of the interpretation of study with a mean of 84.41 while PBL model group with low learning activity have the lowest average value for 74.13.
Keywords: Learning ModelProblem Based Learning, Think Pair Share, Chemistry learnign achivement, Learningactivities.
13
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 15 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 14
49
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Pendahuluan
P
endidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan mengembangkan potensi dirinya serta membangun kepribadian yang baik dalam dirinya sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, bermutu dan bermartabat. Sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan pada siswa yang berlangsung sepanjang hayat. Salah satu proses menerapkan pendidikan adalah dengan melakukan kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran yang berlangsung harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang lingkup yang cukup bagi siswa (BSNP, 2007). Pada dasarnya semua mata pelajaran memerlukan proses tersebut agar tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satu mata pelajaran tersebut adalah mata pelajaran kimia. Kimia merupakan mata pelajaran yang harus dilaksanakan dengan pembelajaran yang dapat melibatkan keterampilan dan penalaran siswa, sehingga siswa memperoleh pengetahuan secara utuh melihat kimia sebagai proses (kerja ilmiah) dan produk (fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip) (BSNP, 2007). Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di SMA Negeri di Grobogan diperoleh sebagian besar siswa masih merasa kesulitan dalam belajar kimia, siswa lebih cenderung mempelajari kimia sebagai produk, menghafal konsep, teori dan hukum. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered). Guru merupakan sumber informasi utama bagi siswa. Guru merupakan subjek aktif yang tugasnya memberikan informasi dan ilmu pengetahuan, sedangkan siswa hanya pasif karena tugas mereka hanya menampung apa saja yang diberikan guru ke dalam pikirannya. Akibatnya, komunikasi hanya berlangsung satu arah saja yaitu hanya dari guru ke siswa. Siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran dan aktivitas siswa selama pembelajaran kurang terlihat. Pembelajaran kimia yang berlangsug belum menggunkan model/metode yang kurang bervariasi mengakibatkan proses pembelajaran yang terjadi cenderung monoton mengakibatkan siswa mengalami kejenuhan kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Mengingat beberapa materi kimia yang bersifat abstrak, sehingga siswa belajar kimia hanya dengan membayangkan. Kurangnya pemberian pengalaman langsung kepada siswa dalam proses pembelajaran meliputi mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, memecahkan masalah atau membuktikan teori sehingga siswa merasa kesulitan dalam menyerap pengetahuan materi kimia. Pembelajaran yang telah dilaksanakan guru belum melakukan variasi model/metode pembelajaran yang mengikutsertakan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Siswa juga belum diberi kesempatan untuk berpartisipasi membangun pengetahuannya sendiri melalui mengumpulkan informasi atau penyelidikan secara individu atau kelompok. Selama proses pembelajaran berlangsung para siswa hanya mendengarkan informasi dari guru mengakibatkan interaksi antara guru dengan
50
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika siswa dan antar siswa tidak berlangsung sehingga aktivitas belajar siswa belum tergali dan prestasi belajar kimia siswa belum tercapai dengan maksimal. Adanya berbagai permasalahan di atas, perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi siswa dengan guru. Salah satu perubahan paradigma tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada siswa (student centered). Satu inovasi yang menarik untuk mengubah paradigma tersebut adalah ditemukan dan diterapkannya model pembelajaran yang inovatif dan konstruktif atau lebih tepat dalam mengembangkan dan menggali pengetahuan siswa secara konkret dan mandiri serta dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan siswa baik kemampuan kognitif, psikomotor dan afektifnya. Siswa dituntut aktif selama pembelajaran berlangsung dan guru berperan sebagai fasilitator, sehingga siswa dengan sendirinya dapat membangun pengetahuannya secara aktif. siswa dapat meningkatkan kualitas dan aktivitas belajarnya karena semakin luas kesempatan untuk mencari pengetahuan sendiri dengan pengalamannya sendiri, bertanya dan berdiskusi dengan guru maupun siswa lainnya. Proses pembelajaran tersebut merupakan salah satu tujuan pembelajaran mata pelajaran kimia. Sehubungan dengan hal ini, para siswa membutuhkan motivasi yang lebih agar memiliki semangat yang tinggi dalam belajar. Untuk itu guru perlu menerapkan modelmodel pembelajaran yang inovatif untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga dapat mengetahui model-model pembelajaran yang paling efektif untuk digunakan dalam pembelajaran kimia. Model pembelajaran yang digunakan juga dapat membentuk rencana pembelajaran jangka panjang, merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas (Joyce & Weil, 1980). Dua model pembelajaran inovatif yang diduga dapat menjadi alternatif mengatasi permasalahan-permasalahan pembelajaran yang telah disebutkan di atas yaitu model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran PBL atau disebut juga model pembelajaran berbasis masalah. Model PBL adalah model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk memecahkan masalah yang nyata dikehidupan sehari-hari (Anitah, 2009). PBL merupakan pembelajaran berbasis penemuan yang mana siswa diberikan masalah nyata untuk diselidiki secara mendalam dari apa yang mereka butuhkan dan apa yang mereka tahu (Akcay, 2009). Pengaitan materi dengan kehidupan sehari-hari dapat membuat siswa merasa dalam belajar kimia mempelajari hal-hal yang riil ada disekitarnya, bukan melainkan hal yang berbentuk abstrak sehingga siswa terdorong untuk belajar kimia dan menganggap belajar kimia merupakan hal yang nyata dan menyenangkan. Dorongan rasa suka terhadap pelajaran dapat membuat siswa menjadi tertarik untuk mempelajarinya mengakibatkan interaksi di kelas akan terjalin antara guru dengan siswa, maupun siswa dengan siswa. Adanya interaksi yang sering berlangsung menunjukkan aktivitas siswa di kelas akan semakin tinggi. Melalui model PBL ini siswa dituntut berperan aktif dalam proses pembelajaran dikarenakan siswa harus menyelesaikan tugas dari guru untuk memecahkan suatu masalah secara mandiri ataupun kelompok melalui studi kasus atau penyelidikan. Masalah yang diberikan guru tentunya yang memberikan tantangan dan motivasi kepada siswa untuk menyelidiki lebih mendalam
51
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika suatu konsep (Duch, Allen & White, 2002). Pembelajaran kimia banyak melibatkan studi kasus seperti model PBL siswa akan diberikan masalah yang harus diselesaikan langsung oleh siswa mengakibatkan siswa terdorong mengumpulkan informasi dari berbagai sumber atau penyelidikan dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah diketahui tentang hal-hal kimia dengan pengetahuan yang baru bagi siswa dan fokus pembelajaran yang berlangsung dari berpusat pada guru menjadi berpusat pad siswa (Kelly & Finlayson, 2007; Akcay, 2009). Model PBL berdasar pada teori pembelajaran konstruktivis yang menyatakan melalui penyelidikan di lingkungan sekitar dan membangun pengetahuannya secara mandiri dari pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru (Arends, 1997). Keterkaitan pengetahuan yang lama tersimpan di otak dengan pengetahuan baru dapat membuat pembelajaran siswa menjadi lebih bermakna (Dahar, 1996). Semakin bermakna pengetahuan yang diperoleh oleh siswa semakin mudah siswa memahami materi kimia. Pada pembelajaran model PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami pengalaman langsung selama belajar kimia, seperti menggali informasi tentang materi kimia, melakukan penyelidikan dengan melakukan praktikum, mengolah data hasil praktikum, menarik kesimpulan dengan materi yang dipelajari sehingga siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya. Rangkaian kegiatan-kegiatan tersebut dapat mendorong pembelajaran yang multi interaksi, sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Meningkatnya aktivitas siswa maka semakin banyak pengetahuan yang diperoleh untuk membekali siswa dalam belajar kimia agar memperoleh prestasi yang ingin dicapai. Selain itu, model pembelajaran lain dengan model kooperatif. Pembelajaran dengan model ini siswa dilatih untuk bekerja sama atau bergotong royong dengan teman-temannya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Menurut Doymus (2008) Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa untuk belajar satu sama lain dengan membuat kelompok kecil dalam materi tertentu, menumbuhkan kepercayaan diri, mengembangkan skill komunikasi dan dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, berfikir kritis, serta siswa aktif selama proses pembelajaran. Model kooperatif menjadi salah satu pendekatan yang mengubah fokus pembelajaran yang didominasi guru menuju terpusat pada siswa (Oludipe & Awakoy, 2010). Salah satu model pembelajaran kooperatif yang menarik bagi siswa untuk belajar adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan sebuah model pembelajaran yang bertujuan untuk mengajarkan siswa agar lebih mandiri dalam menyelesaikan tugas secara berkelompok dan dapat membangkitkan rasa percaya diri siswa (slavin, 1995). Pengetahuan yang diperoleh dengan pemikirannya sendiri membuat siswa lebih mudah dalam belajar. Pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa melalui tiga tahapan yaitu waktu untuk berfikir, berbagi dengan pasangan, dan berbagi dengan pasangan lainnya (Bamiro, 2015). Tiga tahapan ini memberikan waktu kepada siswa untuk mengolah pengetahuan yang diperoleh untuk dibagi dengan teman pasangannya untuk lebih memahami materi yang diperoleh. Siswa menjadi lebih mudah mengolah pengetahuan yang diperoleh sesuai dengan apa yang dipemikirannya dan dipahaminya sehingga membuat siswa mudah dalam belajar kimia. Siswa diberi kesempatan untuk mencari informasi-informasi dari berbagai sumber untuk menyelesaikan tugasnya sehingga tercipta lingkungan belajar (Koc, Seda, & Bilge, 2013). Keadaan tersebut membuat pengetahuan akan
52
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika mudah diterima oleh siswa karena siswa menyelesaikan tugas dengan pemikirannya sendiri melalui diskusi dengan siswa lain. Proses pembelajaran tersebut dapat mengakibatkan aktivitas belajar siswa meningkat karena siswa lebih berani untuk mengeksplor pengetahuannya dengan temannya sendiri (Kagan, S, & Kagan, M, 2009).. Sugiato & Sumarsono (2014) mengungkapkan bahwa model koperatif tipe TPS membuat siswa lebih aktif selama proses pembelajaran dengan berdiskusi bersama temantemannya. Pembelajaran kooperatif yang melibatkan pembelajaran antara siswa satu dengan siswa lainya untuk kerja sama dengan menggabungkan banyak pemikiran akan memudakan dan menarik siswa dalam belajar kimia karena siswa merasa lebih mudah menerima penjelasan melalui teman sebayanya kemudian jika ada materi yang belum bisa dipahami siswa secara bersama-sama untuk menanyakan kepada guru. Kegitan ini dapat mengatasi kesulitan siswa dalam belajar kimia. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat membantu siswa dalam belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar kimia. Selain itu, model TPS ini juga mengajarkan siswa untuk bisa menerima perbedaan pendapat dan bekerja sama dengan orang lain. Model pembelajaran TPS dapat menjadi motivasi bagi siswa dalam belajar sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajarnya. Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Menurut Wijaya & Dwigatama (2010) aktivitas belajar merupakan keterlibatan intelektual dan emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar, asimilasi, dan akomodasi kognitif. Sardiman (2008) menyatakan bahwa siswa dikatakan belajar setelah melakukan aktivitas. Aktivitas dapat berupa aktivitas fisik maupun psikis. Siswa melakukan aktivitas selama pembelajaran memperlihatkan siswa merupakan manusia belajar aktif yang selalu ingin tahu (Dimyati & Mudjiono, 2009). Aktivitas belajar siswa antara lain: (a) Visual activities, (b) Oral activities, (c) Listening activities, (d) Writing activities, seperti: (c) Drawing activities, (d) Motor activities, (e) Mental activities, (f) Emosional activities, (Paul B. Diedrich dalam Sardiman, 2010). Tujuan penelitian iniuntuk mengetahui (1) perbedaan pengaruh pembelajaran kimia model Problem Based Learning dan model kooperatif tipe Think Pair Share terhadap Prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri di Grobogan; (2) perbedaan pengaruh aktivitas belajar tinggi dengan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi belajar kimia siswa kelas X SMA Negeridi Grobogan; (3) interaksi pengaruh model pembelajaran dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia siswa kelas X SMA Negeri di Grobogan. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Wirosari dan SMA Negeri 1 Gabus. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2X2 (Sugiyono, 2010). Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling. Populasi dalam penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri di Grobogan dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengambil dua kelas, yaitu untuk perlakuan penelitian dengan model pembelajaran PBL di kelas X IPA SMA N 1 Wirosari dan model kooperatif tipe TPS di kelas X IPA Gabus. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tes prestasi dan angket aktivitas belajar. Tes digunakan untuk memperoleh data hasil belajar sebanyak 37 butir soal dan angket sebanyak 24 item. Kedua instrumen tersebut sudah diuji dan layak untuk digunakan untuk penelitian. Tes hasil belajar secara konstruk diuji validitas tiap itemnya dengan bantuan micro CAT dengan iteman sedangkan angket aktivitas belajar diuji validitasnya tiap item dengan
53
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika product moment correlation dan diuji dengan cronbachs alpha. Data penelitian dianalisis dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1) uji prasyarat analisis, yang terdiri atas uji normalitas dan uji homogenitas variansi, 2) Uji hipotesis penelitian ini menggunakan uji Two-Way Anova dan uji lanjut scheffe test.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Sesuai dengan analisis Two-Way Anova berarti dalam penelitian ini akan menunjukkan pebedaan pengaruh antara model pembelajaran, aktivitas belajar, dan interaksi model pembelajran dengan akivitas belajar. penelitian ini juga mengunakan desain faktorial 2x2 yang menjadikan sampel terbagi menjadi empat kelompok kombinasi dari kedua faktor tersebut. deskriptif nilai-nilai dari maing-masing kelompok ditunjukkan dalam tabel 1. Prestasi belajar kelompok model PBL menunjukkan rata-rata sebesar 81,37 dan kelompok model kooperatif tipe TPS sebesar 74,89. Hasil ini menunjukkan bahwa kelompok model PBL mencapai prestasi lebih baik dari pada kelompok model TPS. Tabel 1. Deskriptif Prestasi Belajar siswa Sumber Statistik B
Tinggi
A
(B1) PBL (A1)
Model Pembelajaran
Aktivitas belajar
TPS (A2)
Total
Total
Rendah (B2)
N Minimum Maksimum Rerata
26 67,57 94,59 84,41
12 62,16 83,78 74,78
38 62,16 94,59 81,37
SD N Minimum Maksimum
7,73 17 62,16 91,89
7,04 21 54,05 89,19
8,70 38 54,05 91,89
Rerata
75,83
74,13
74,89
SD
9,32
9,77
8,88
43
33
Minimum Maksimum Rerata
62,16 94,59 81,02
54,05 89,19 74,37
SD
8,78
7,04
N
Rata-rata nilai siswa dikelompok aktivitas belajar tinggi sebesar 81,02, sedangkan dikelompok aktivitas elajar rendah sebesar 74,37. Hal ini menunjukan bahwa siswa dengan aktivitas belajar yang tinggi mencapai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan aktivitas belajarnya yang rendah. Terdapat empat kelompok dalam penelitian ini diantanranya kelompok model PBL dengan aktivitas belajar tinggi (A1B1), model PBL dengan aktivitas belajar rendah
54
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika (A1B2), model TPS dengan aktivitas belajar tinggi (A2B1), dan model TPS dengan aktivitas belajar rendah (A2B2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa model PBL dengan aktivitas belajar tinggi mendapatkan nilai rerata tertinggi sebesar 84,71. Hasil pengujian statistik menggunakan analisis Two Way Anova juga menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan hasil antara prestasi dengan ketiga sumber variasi. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat Pada Tabel 2. Tabel 2. Uji Hipotes Two Way Anova Sumber
JK
Dk
RK
F
P
ket
Model (A)
372,185
1
372,185
5,432
0,023
Sig
Aktivitas Belajar (B)
563,038
1
563,038
8,218
0,005
Sig
Interaksi AB
275,424
1
275,424
4,020
0,049
Sig
Galat
4933,006
72
Total
470436,752
76
Pengujian hipotesis dapat terlihat diperoleh tiga data yang pertama, bahwa terdapat perbedaan pengaruh antar model yang ditunjukkan dari hasil perhitungan diperoleh nilai p 0,023 < 0,05. Kedua, terdapat perbedaan pengaruh antar aktivitas dengan nilai p 0,005 < 0,05, ketiga, terdapat interaksi antar model pembelajara dan aktivitas belajar diperoleh nilai p sebesar 0,049 < 0,05. Hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan terdapat interaksi antara model pembelajaran dan aktivitas belajar siswa maka pengujian dilanjutkan dengan uji lanjut anava (Sceffe) diperoleh model PBL dengan aktivitas belajar tinggi terdapat perbedaan yang signifikan dengan model PBL dan aktivitas belajar rendah, model TPS dan aktivitas belajar tinggi, serta model TPS dan aktivitas belajar rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model PBL dengan aktivitas belajar tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap prestasi belajar kimia. Terlihat dari rata-rata nilai prestasi belajar siswa dikelompok model PBL dan aktivitas belajar tinggi juga menunjukkan rata-rata yang palig tinggi dari pada kelompok lain. Melalui model PBL siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran dikarenakan siswa harus menyelesaikan tugas dari guru untuk memecahkan suatu masalah secara mandiri ataupun kelompok melalui studi kasus atau penyelidikan. Sejalan dengan penelitian Suharta & Luthan (2013) bahwa menggunakan model PBL membuat siswa melakukan aktivitas selama proses pebelajaran berlangsung sehingga pembelajaran berpusat pada siswa dan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa tergali yang mengarahkan siswa semakin kreatif dan demokratif. Pembelajaran model PBL melibatkan tiga teori pembelajaran yaitu teori
55
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika kontekstal, metakognisi, dan konsruktivisme (Gijselaers dalam Graaff & Kolmos, 2003). Model ini akan menghubungkan pembelajaran dengan masalah di lingkungan sekitar sehingga lebih mudah untuk mempelajarinya karena disangkutkan dengan masalah nyata. Pemanfaatan lingkungan sekitar dapat meningkatkan motivasi, ketertarikan, dan efisiensi dalam belajar untuk memaksimalkan aktivitasnya selam proses pembelajaran berlangsung (Tsankov, 2012). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa mempengaruhi prestasi belajar pada mata pelajaran Kimia, siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi lebih baik dari siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Wasanowati & Redjeki (2014) yang menyatakan bahwa aktivitas belajar tinggi maka dapat meningkatkan efektifitas belajar siswa. efektifitas belajar akan emmbuat siswa mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak dari berbagai sumber. Dimyati & Mujiono (2009) juga berpendapat bahwa siswa yang melakukan aktivitas tinggi maka menumbuhkan rasa ingin tahu yang besar untuk mempelajari apa yang menjadi tugasnya. Dari semua hasil yang diperoleh maka dapat dikatakan bahwa untuk mencapai prestasi yang lebih baik maka diperluka model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa salah satunya model PBL. Model PBL dilaksanakan dari permasalahan yang nyata dapat membuat siswa ikut berpartisipasi langsung dalam proses pembelajaran dan menggugah rasa ingin tahu siswa untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber mengakibatkan siswa dengan sendirinya membagun pengetahuan secara mandiri.
Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa (1) terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan prestasi belajar Kimia pada kelompok dengan menggunakan model PBL dan model kooperatif tipe TPS di SMA Negeri di Grobogan. Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Kimia dengan model pembelajaran PBL lebih baik dari pada siswa yang menggunakan model pembelajaran TPS; (2) terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan prestasi belajar Kimia pada kelompok siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan kelompok siswa dengan aktivitas belajar rendah. Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Kimia yang memiliki aktivitas belajar tinggi lebih baik dari pada siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah; (3) terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar Kimia. Prestasi belajar pada mata pelajaran Kimia pada kelompok model PBL dengan aktivitas belajar tinggi mempunyai nilai rerata tertinggi, sedangkan kelompok model TPS dengan aktivitas belajar rendah mempunyai nilai rerata terendah.
Daftar Pustaka Anitah, S. 2009. Teknologi Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka. Akcay, B. 2009. Problem Based Learning in Science Education. Journal of Turkish Science Education. Vol. 6, no. 1, hlm. 26-36. Arends, R. I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGrow-Hill.
56
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Bamiro, A. O. 2015. Effects of Guided Discovery and Think-Pair-Share Strategies in Secondary School Students’ Achivement in Chemistry. SAGE Journal. Vol. 5, no. 1. BSNP. 2007. Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Dahar, R. W. 1996. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Dimyati & Mudjiono.2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: RinekaCipta. Duch, B. J., Allen, D. E & White, H. B. 2002. Problem Based Learning: Preparing Students to Succed in the 21st Century. Available at http://www.Pondnetwork.org. Doymus, K. 2008. Teaching Chemical onding Through Jigsaw Cooperative Learning. Research in Science & Technological Education. Vol. 26, no. 1, hlm. 47-57. Graaff, D. E & Kolmos, A. 2003. Characteristics of Problem Based Learning. Int. J. Engng Ed. Vol. 19, no. 5, hlm. 657-662. Joyce, B & Weil, M. 1980. Model of teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Kagan, S., dan Kagan, M. 2009. Kagan Cooperative Learning. San Clemcute, CA: Kagan Publising Available in http://www.kaganonline.com Kelly, O. C., & Finlayson, O. E. 2007. Provoding Solution Throught Problem Based Learning for Undergraduate 1st Chemistry Laboratory. Chemistry Education Reseach and Practice. Vol. 8, no. 3, hlm. 341-361. Koc, Y., Seda, O., & Bilge, O. 2013. Effect of Cooperative Learning Model on Science and Technology Laboratory Practices Lesson. International Journal on New Trend in Education and Their Implications. Vol. 4, no. 4, hlm. 42-57. Oludipe, D., & Awakoy, J. O. 2010. Effect of Cooperative Learning Teaching Strategi On The Reduction Of Students’ Anxiety For Learning Chemistry. Journal of Turkish Sctene Education. Vol. 7, no. 5, hlm. 30-36. Sardiman. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali. Slavin, R, E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research, and Practice Second Editions. USA: animon & Schusse Company. Sugiarto, D &Sumarsono, P. 2014. The Implementation of Think Pair Share Model to Improve Students Ability in Reading Narrative Texts.International Journal of English and Education ISSN: 2278-40.Vol. 3, no. 3. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharta & Luthan, L. A. 2013. Application of cooperative problem based learning Model to develop creativity and foster democracy, and improve student learning outcomes in chemistry in high school. Journal of education and practice. Vol. Tsankov, N. S. 2012. Students’ Motivation in The Process of Problem-Based Education in Chemistry and Environmental Sciences. Internatioanl Journal of Humanities and Social Sciences. Vol. 2, no. 21, hlm. 155-166. Wasonowati, R. R. 2004. Penerapan Problem Based LEARNING (PBL) pada Pelajaran Hukum-Hukum Dasar Kimia ditinjau dari Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA SMA N 2 Surakarta. Jurnal Pendidikan Kimia. Vol. 3, no. 3, hlm. 66-75. Wijaya, K & Dwitagama, D. 2010. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks.
57
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
58
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Pencapaian Hasil Belajar Biologi dengan Model Problem Based Learning (PBL) dan Model Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) Ditinjau dari Minat Belajar Peserta Didik Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Grobogan 16
17
18
Ririk Niangkasawati , Mulyoto , Deny Tri Ardianto
[email protected]
Abstract: The objectives of this research are to investigate: (1) the difference of effect between the PBL model and the cooperative learning model of the STAD type on the Biology learning outcome of the students of Senior Secondary Schools of Grobogan Regency; (2) the difference of effect between the high learning interest and the low learning interest on the Biology learning outcome of the students of Senior Secondary Schools of Grobogan Regency; (3) and the interaction of effect between the learning models and the learning interests on the Biology learning outcome of the students of Senior Secondary Schools of Grobogan Regency. This research used the experimental research method with the factorial design of 2x2. It was conducted at Senior Secondary Schools of Grobogan Regency. The results of this research are as follows: (1) there was a significant difference of effect between the PBL model and the cooperative learning model of the STAD type on the Biology learning outcome of the students of Senior Secondary Schools of Grobogan Regency where the former had a better effect on the Biology learning outcome than the latter as indicated by the result of the two-way analysis of variance (ANOVA) in which the F-value was 4.669 and the p-value was smaller than 0.05; (2) there was a significant difference of effect between the high learning interest and the low learning interest on the Biology learning outcome of the students of Senior Secondary Schools of Grobogan Regency where the former had a better effect on the Biology learning outcome than the latter as indicated by the result of the twoway analysis of variance (ANOVA) in which the F-value was 5.554 and the pvalue was smaller than 0.05; and (3) there was an interaction of effect between the learning models and the learning interests on the Biology learning outcome of the students of Senior Secondary Schools of Grobogan Regency as indicated by the result of the two-way analysis of variance (ANOVA) in which the F-value was 4.434, and the p-value was smaller than 0.05. The highest average score in Biology learning of the students with the PBL model and with the high leaning interest was 83.88, whereas the lowest score in Biology learning of the students with the PBL model and with the low learning interest was 74. 47. Keywords: The PBL model, the cooperative learning model of the STAD type, Biology learning outcome, learning interest
16
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 18 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 17
59
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika PENDAHULUAN
M
asalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran peserta didik didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas mengarahkan kemampuan anak untuk menghafal informasi, mengingat berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari (Sanjaya, 2006). Biologi sebagai salah satu bidang studi IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan suatu ilmu yang besar perannya dalam pendidikan. Belajar Biologi sangat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Begitu pentingnya peranan Biologi maka Pemerintah berupaya untuk meningkatkan mutu pengajaran mulai dari tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai ke Perguruan Tinggi. Kualitas pendidikan tidak terlepas dari pencapaian hasil atau prestasi belajar peserta didik, karena hasil belajar peserta didik dapat dijadikan tolok ukur untuk menilai apakah pendidikan disuatu sekolah berhasil atau tidak. Tujuan pembelajaran Biologi mengharapkan peserta didik dapat mengetahui,memahami,menyimpulkan, menganalisis, dapat memecahkan masalah dan mampu mengaplikasikan pemahaman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran Biologi ini seharusnya dapat dicapai seluruh peserta didik, jika dalam proses belajar guru mampu membuat perencanaan atau menggunakan model pembelajaran yang efisien, efektif untuk menumbuhkan minat peserta didik dalam belajar dan terjadinya interaksi antara guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik dengan cara melakukan presentasi pendapat dan tanya jawab, melakukan diskusi sesama peserta didik, memberikan pertanyaan dalam bentuk masalah yang dapat memacu minat belajar peserta didik sehingga pembelajaran di kelas akan membentuk peserta didik yang aktif dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004). Menurut Syah (2004), ”Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri peserta didik”. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi kearah yang lebih maju daripada keadaan sebelum. Biologi berasal dari bahasa Yunani, bios yang artinya hidup dan logos yang berarti ilmu. Jadi, biologi adalah cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains yang mempelajari khusus tentang seluk beluk kehidupan. Cakupan kajian biologi meliputi makhluk hidup, zat-zat penyusun tubuh makhluk hidup, zat, energi yang dibutuhkan makhluk hidup, dan segala hal yang berkaitan dengan kehidupan yang ada dipermukaan bumi (Prawirohartono, 2004). Biologi lahir dan berkembang melalui pengamatan dan eksperimen. Biologi dapat dikembangkan melalui cara yang teratur dengan menggunakan metode ilmiah. Metode ilmiah itu sendiri merupakan tahap – tahap pengembangan ilmu yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan logika. Metode ilmiah mengandung kejujuran secara mutlak baik dalam berpikir atau bertindak dan disiplin yaitu ketaatan dalam semua langkah kerja.
60
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Problem Based Learning Abbas (2000), menyatakan bahwa “Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran peserta didik pada masalah autentik, sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri dan keterampilan yang lebih tinggi, inkuiri, memandirikan peserta didik, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri”. Menurut Sanjaya, (2011) keunggulan Model Pembelajaran Problem Based Learning,yaitu: 1. PBL merupakan model pembelajaran yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, 2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasaan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik, 3. Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik, 4. Dapat membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, 5. Dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, 6. Dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya, 7. Dapat memperlihatkan kepada peserta didik bahwa setiap mata pelajaran (Matematika, IPA, Sejarah dan lain-lain) pada dasarnya memerlukan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh peserta didik, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku saja, 8. PBL dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik, 9. Dapat mengembangkan kemampuan peserta didik berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, 10. Dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata, dan dapat mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Kelemahan yang terdapat dalam Model Pembelajaran PBL yaitu 1. Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba, 2. keberhasilan strategi pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, 3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang seharusnya mereka pelajari” (Sanjaya, 2011).
61
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Model Kooperatif Tipe STAD Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) atau Pembagian Pencapaian Tim Peserta didik dikembangkan oleh Slavin. Menurut Slavin (2005) Student Team Achievement Devisions (STAD) adalah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara peserta didik untuk saling memotifasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran. Model ini menempatkan peserta didik dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku.
Minat Belajar Minat merupakan masalah yang paling penting di dalam pendidikan, apalagi bila dikaitkan dengan aktivitas seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Minat yang ada pada diri seseorang akan memberi gambaran dalam aktivitas untuk mencapai suatu tujuan.Minat merupakan suatu keinginan yang dimiliki oleh seseorang secara sadar. Menurut Sardiman (2001) “Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara suatu situasi yang dihubungkan dengan keinginan - keinginan atau kebutuhan – kebutuhannya sendiri. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktifitas akan memperhatikan aktifitas itu secara konsisten dengan rasa senang. Syah (2004) minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu Minat mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan belajar peserta didik. Peserta didik yang menaruh minat pada suatu bidang tertentu, maka akan berusaha lebih keras dalam menekuni bidang tersebut dibanding peserta didik yang tidak menaruh minat. Slameto (2010) berpendapat bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa peserta didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dilihat melalui partisipasi dalam suatu aktivitas
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui perbedaan pencapaian antara model Problem Based Learning dan model kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) terhadap hasil belajar peserta didik SMA Negeri di Kabupaten Grobogan, (2) untuk mengetahui perbedaan minat belajar tinggi atau minat belajar rendah terhadap pencapaian hasil belajar biologi peserta didik SMA Negeri di Kabupaten Grobogan, (3) untuk mengetahui interaksi model pembelajaran Problem Based Learning dan model kooperatif tipe STAD dengan minat belajar peserta didik terhadap pencapaian hasil belajar biologi SMA Negeri di Kabupaten Grobogan.
62
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Metode Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Wirosari dan SMA Negeri 1 Kradenan selama 3 bulan. Desain dan Sampel Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen dengan desain faktorial 2x2. Teknik pengambilan sampel adalah Multistage Cluster Random Sampling dengan langkahlangkah sebagai berikut: 1) Dari 11 SMA Negeri di Kabupaten Grobogan secara random dipilih 2 SMA Negeri yaitu SMA Negeri 1 Wirosari dan SMA Negeri 1 Kradenan, 2) Dari 2 SMA Negeri tersebut, secara random ditentukan SMA Negeri yang menjadi kelompok eksperimen satu yaitu SMA Negeri 1 Wirosari (belajar dengan model PBL) dan eksperimen dua yaitu SMA Negeri 1 Kradenan (belajar dengan model kooperatif tipe STAD), untuk pengujian instrumen dilakukan uji coba pada SMA Negeri 1 Gabus 3) Untuk kelas penelitian yaitu kelas X karena materi yang akan disampaikan adalah materi kelas X dan didasarkan pada pertimbangan bahwa fakta yang ditemui di lapangan bahwa model yang digunakan guru masih terpusat pada pembelajaran satu arah dan hasil belajar peserta didik yang diperoleh masih rendah .
Teknik Pengambilan Data Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini meliputi tes hasil belajar dan angket minat belajar. Tes digunakan untuk memperoleh data hasil belajar sebanyak 26 soal dan angket minat belajar sebanyak 23 item Kedua instrumen tersebut sudah diuji dan layak untuk digunakan untuk penelitian. Tes hasil belajar secara konstruk diuji validitas tiap itemnya dengan bantuan Micro Computer Adaptive Test (MicroCat) dan point biserial correlation sedangkan angket minat belajar diuji validitasnya tiap itemnya dengan Product moment correlation dan diuji reliabilitasnya dengan teknik cronbachs alpha.
Teknik Analisis Data Data penelitian dianalisis dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1) uji prasyarat analisis, yang terdiri atas uji normalitas dengan metode liliefors(kolmogorov-smirnovc), dan uji homogenitas variansi dengan teknik levene’s test, 2) uji hipotesis, yang terdiri atas analisis variansi dua jalan (two-way anova) dan uji lanjut dengan teknik scheffe test.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Sesuai dengan desain faktorial 2x2, sampel dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan model pembelajaran, menjadi 2 kelompok berdasarkan minat belajar, dan
63
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika menjadi 4 kelompok berdasarkan kombinasi kedua faktor tersebut. Nilai-nilai statistik deskriptif hasil belajar biologi pada tiap-tiap kelompok dapat dilihat pada tabel 1. Rata-rata nilai hasil belajar pada peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran PBL (A1) adalah sebesar 81,08 dan pada peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A2) adalah sebesar 74,62. Hal ini menunjukkan bahwa secara deskrip-tif hasil belajar peserta didik yang belajar dengan model PBL lebih baik dibandingkan hasil belajar siswa yang belajar dengan model kooperatif tipe STAD.
Tabel 1.
Deskripsi Data Hasil Belajar Biologi
B
Sumber Statisti k N Min Max Mean SD N Min Max Mean SD N Min Max Mean SD
A Model Pembelajaran
PBL (A1)
STAD (A2)
Total
Minat Belajar Tinggi Rendah (B2) (B1) 26 11 61,54 65,38 100,00 80,77 83,88 74,47 9,17 4,95 17 18 61,54 61,54 92,31 92,31 74,89 74,36 8,95 8,83 43 29 61,54 61,54 100,00 92,31 80,32 74,40 9,97 7,57
Total
37 61,54 100,00 81,08 9,17 35 61,54 92,31 74,62 8,76 72 61,54 100,00 77,94 9,49
Rata-rata nilai hasil belajar pada peserta didik yang memiliki minat belajar tinggi adalah sebesar 80,32 dan pada peserta didik yang memiliki minat belajar rendah adalah sebesar 74,40. Hal ini menunjukkan bahwa secara deskriptif hasil belajar peserta didik yang memiliki minat tinggi lebih baik dibandingkan hasil belajar siswa yang memiliki minat rendah. Terdapat 4 kelompok sampel ak-tual dalam eksperimen ini. Kelompok peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran PBL dan memiliki minat belajar tinggi (A1B1) meraih hasil belajar dengan rata-rata nilai tertinggi yaitu 83,88. Kelompok siswa yang juga memiliki minat belajar tinggi namun belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A2B1) meraih hasil belajar dengan rata-rata nilai tertinggi kedua yaitu 74,89. Kelompok peserta didik yang memiliki minat belajar rendah baik belajar dengan model pembelajaran PBL (A1B2) maupun tipe STAD (A2B2) meraih hasil belajar dengan rata-rata nilai terendah yaitu masing-masing 74,62 dan 74,40. Data sampel pada semua kelom-pok dinyatakan berdistribusi normal dan variansi data sampel antar ke-lompok dinyatakan homogen. Dengan demikian syarat penggunaan analisis variansi dua jalan dan scheffe test terpenuhi. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel 2.
64
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Hasil pengujian statistik dalam analisis variansi menunjukkan bahwa variasi atau perbedaan hasil belajar biologi yang disebabkan ketiga sumber variasi dinyatakan signifikan (p < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembe-lajaran dan minat belajar masing-masing berpengaruh signifikan terha-dap hasil belajar biologi. Selain itu disimpulkan juga bahwa kedua faktor tersebut memiliki interaksi dalam pengaruhnya terhadap hasil belajar.
Tabel 2.
Uji Hipotesis dengan Uji Two-Way Anova
Sumber
JK
Dk
RK
F
P
Keterangan
Model (A)
340,130
1
340,130
4,669
0,034
Signifikan
Minat Belajar (B)
404,561
1
404,561
5,554
0,021
Signifikan
Interaksi AB
322,987
1
322,987
4,434
0,039
Signifikan
Galat
4953,562
68
Total
443742,166
72
Pembahasan Pengujian pertama analisis variansi menunjukkan bahwa model pembe-lajaran berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar Biologi (p = 0,005). Penerapan model PBL (mean = 81,08) menghasilkan hasil belajar biologi lebih baik dibandingkan model kooperatif tipe STAD (mean = 74,62). Pengujian kedua analisis variansi menunjukkan bahwa minat belajar berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar Biologi (p = 0,000). Peserta Didik dengan minat belajar tinggi (mean = 80,32) memiliki hasil belajar biologi lebih baik dibandingkan peserta didik dengan minat belajar rendah (mean = 74,40). Pengujian ketiga analisis variansi menunjukkan bahwa terdapat interaksi model pembelajaran dan minat belajar dalam mempengaruhi hasil belajar biologi (p = 0,039). Penerapan model pembelajaran baik PBL maupun Kooperatif tipe STAD pada peserta didik dengan minat belajar rendah tidak akan memberikan pengaruh baik pada hasil belajar. Kedua model tepat diterapkan pada peserta didik dengan minat belajar tinggi di mana model PBL (mean=83,88) akan menghasilkan hasil belajar Biologi yang lebih baik dibandingkan model kooperatif tipe STAD (mean = 74,89).
Simpulan 1. Terdapat perbedaan pencapaian yang signifikan hasil belajar Biologi pada kelompok dengan menggunakan model PBL dan kelompok kooperatif tipe STAD. Hasil belajar peserta pada mata pelajaran Biologi dengan model PBL lebih baik dari pada peserta didik yang menggunakan model STAD.
65
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika 2. Terdapat perbedaan pencapaian yang signifikan hasil belajar Biologi pada kelompok peserta didik dengan minat belajar tinggi dan kelompok peserta didik dengan minat belajar rendah. Hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Biologi yang memiliki minat belajar tinggi lebih baik dari pada peserta didik yang memiliki minat belajar rendah. 3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan minat belajar terhadap pencapaian hasil belajar Biologi. Hasil belajar pada mata pelajaran Biologi pada kelompok model PBL dengan minat belajar tinggi mempunyai nilai rata-rata tertinggi, sedangkan kelompok model STAD dengan minat belajar rendah mempunyai nilai ratarata terendah
Daftar Pustaka Abbas, N. 2000.Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) dalam pembelajaran Matematika di SMU. (Online) tersedia : http://www.depdiknas.go.id/jurna;/S1/040429% 20-ed-20% nurhayatipenerapan%20% model%pemeblajaran.pdf. Prawirohartono, S & Hidayati, S. 2004. Sains Biologi 1 Untuk SMA Kelas X. Jakarta : PT.Bumi Aksara Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenda Media Group Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali. Sudjana,N. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Rosda karya Sugiyono. 2012. Model Penelitian Tindakan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Suryabrata,S. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta Slameto. 2010. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta Slavin. 2005. Cooperative Learning: Teori,Riset, dan Praktik. Bandung : Nusa Media Syah, M. 2004. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya
66
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Pencapaian Hasil Belajar Biologi Dengan Problem Based Learning (PBL) dan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) Ditinjau dari Minat Belajar Peserta Didik Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Grobogan
Sigit Wirawan19, Samsi Haryanto20, Suharno21
[email protected]
Abstract: The objective of research was to find out: (1) how the application of ASSURE learning design model can improve mathematic learning motivation and achievement in the 4𝑡ℎ grades of SD Negeri 01 Tlobo of Jatiyoso Sub District of Karanganyar Regency, (2) why the application of ASSURE learning design model can improve mathematic learning motivation and achievement in the 4𝑡ℎ grades of SD Negeri 01 Tlobo of Jatiyoso Sub District of Karanganyar Regency, (3) how the effectiveness of ASSURE learning design model can improve mathematic learning motivation and achievement in the 4𝑡ℎ grades of SD Negeri 01 Tlobo of Jatiyoso Sub District of Karanganyar Regency. This study was a classroom action research conducted in 3 cycles. Each of cycle consisted 0f 4 stages: planning, acting, observing, and reflecting. The subject of research was the 4𝑡ℎ grades of SD Negeri 01 Tlobo consisted of 23 students. Techniques of collecting data used were learning achievement test, motivation, observation, interview, and experiment. Technique of analizing data used was an interactive model of analysis encompassing: data reduction, data display, and conclusion drawing. The results of classroom action research were as follows: (1) the application of ASSURE learning design model formulated learning objective, explained the material and the way of working on the exercises not in a hurry, used discovery and expository method, used laptop, LCD and CD learning media, fold paper, and color marker, and the implementation of mathematic learning procedure appropriately in Elementary school could improve motivation by 91,30% and learning achievement by 95,65%, (2) the advantage of ASSURE learning design model application was that teh students were very interested in learning using laptop, LCD and CD learning media, fold paper, and color marker. The students were interested in and challenged in assigning task in tke learning procedure of undertanding concept. Its disadvantages were that the students demonstrated fold paper shyly in the fraction arithmatic operation, the students took more time to work on exercise, and the students had not been fluent in simplifying the fraction, (3) considering the result of calculation, it could be found: 𝑡𝑜𝑏𝑠 = 2,55, while 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒 = 2,020, so that 𝑡𝑜𝑏𝑠 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒 ; therefore: the aplication of ASSURE learning designed model was used effectively for improving the mathematic learning motivation and achievement in the 4𝑡ℎ grades of SD Negeri 01 Tlobo of Jatiyoso Sub District of Karanganyar Regency
Keywords: ASSURE learning designed model, motivation, and learning achievement.
19
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 21 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 20
67
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika PENDAHULUAN
P
embelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam upaya mem-peroleh pengetahuan, keterampil-an, dan nilai-nilai positif dengan memanfaatkan berbagai sumber untuk belajar (Susilana dan Riyana, 2011). Maka, dalam setiap pembelajaran yang dilakukan peserta didik diharapkan diperoleh prestasi belajar maksimal. Prestasi belajar yang dicapai peserta didik kadang sesuai harapan, tetapi kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Prestasi belajar ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern) (Hamdani, 2010). Prestasi belajar menurut Mulyasa (2013) merupakan hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar. Salah satu pelajaran yang diharapkan memperoleh prestasi belajar maksimal setelah menempuh kegiatan belajar adalah matematika. Matematika merupa-kan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif (Mulyono Abdurrahman, 2003). Artinya bahwa dalam mempelajari matematika dengan penggunaan cara bernalar deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Akan tetapi, pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman konsep diawali dengan pendekatan induktif, yaitu melalui pengalaman khusus yang dialami siswa. Hal ini dipengaruhi oleh aspek psikologis siswa, yaitu masih pada tingkat berpikir konkret. Pembelajaran yang dilaku-kan di SD Negeri 01 Tlobo adalah sebagian guru masih menggunakan metode konven-sional dalam penyampaian materi kepada siswa. Walaupun dalam pelaksanaan pembelajarannya guru telah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), tetapi dalam prakteknya proses pembelajaran tidak sejalan dengan apa yang telah direncanakan. Guru cenderung lebih dominan daripada muridnya, penggunaan LKS dalam setiap pembelajaran, serta kurangnya penggunaan media atau alat peraga dalam setiap pembelajaran. Sebagai dampak dari proses pembelajaran tersebut, terlihat adanya siswa sering tidak mengerjakan tugas sekolah/PR, pasif dalam setiap pembelajaran, kurangnya ketertarikan siswa terhadap pelajaran, daya ingat dan konsentrasi siswa kurang, siswa mudah berkeluh kesah apabila menerima tugas dari guru, dan siswa sering membuat kegaduhan di dalam kelas. Artinya bahwa dalam proses pembelajaran ada sejumlah siswa bermotivasi rendah. Pernyataan ini didukung oleh Muhammad Asrori (2011) menyatakan bahwa indikator siswa memiliki motivasi rendah, yaitu: (1) perhatian terhadap pelajaran kurang; (2) semangat juang rendah; (3) mengerjakan sesuatu merasa seperti diminta membawa beban berat; (4) sulit untuk bisa “jalan sendiri” ketika diberikan tugas; (5) memiliki ketergantungan kepada orang lain; (6) mereka bisa jalan kalau sudah “dipaksa”; (7) daya konsentrasi kurang; (8) mereka cenderung menjadi pembuat kegaduhan; dan, (9) mudah berkeluh kesah dan pesimis ketika menghadapi kesulitan. Motivasi inilah yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan; begitu juga untuk belajar. Menurut Lukmanul Hakiim (2011: 35), motivasi adalah sesuatu yang mendorong individu untuk berperilaku yang langsung menyebabkan munculnya perilaku. Dengan motivasi tersebut siswa dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Seorang siswa yang memiliki motivasi tinggi akan mampu meraih keberhasilan dalam proses maupun output pembelajaran (Muhammad Asrori, 2011: 184).
68
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Hasil observasi pendahulu-an yang dilakukan peneliti diketahui bahwa prestasi belajar Matematika pada nilai hasil ulangan harian ke-3 semester II siswa kelas IV mengalami prestasi rendah. Hasil observasi me-nunjukkan ada 1 siswa dari 23 anak mendapat nilai 85, 4 siswa mendapat nilai 75, 16 siswa mendapat nilai kurang dari 75 (batas KKM), bahkan ada 2 siswa mendapat 55 (nilai terendah). Untuk nilai batas kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada mata pelajaran Matematika di SDN 01 Tlobo adalah 75. Kriteria ketuntasan minimal ini berdasarkan nilai rata-rata dari 3 aspek yaitu: (1) kompleksitas indikator (kesulitan dan kerumitan), (2) daya dukung (sarana/prasarana, kemampuan guru, lingkungan dan biaya), dan (3) intake siswa (masukan kemampuan siswa) (Sosialisasi Permendiknas 22, 23, 24 tahun 2006 Kabupaten Karanganyar: 2007). Rendahnya motivasi dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV tersebut pada Kompetensi Dasar : 6.3 Menjumlahkan pecahan; 6.4 Mengurangkan pecahan; 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan. Adapun Standar Kompetensinya adalah: 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasarnya terdiri dari: 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya; 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan; 6.3 Menjumlahkan pecahan; 6.4 Mengurangkan pecahan; 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan. Kompetensi dasar ini diberikan saling berkaitan dari kelas IV sampai dengan kelas VI. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih memahami dan lebih menguasai secara penuh pada materi pecahan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih mendalam mengenai rendahnya motivasi dan prestasi belajar Matematika pada kompetensi dasar tersebut. Dengan alasan, apabila rendahnya motivasi dan prestasi belajar Matematika pada kompetensi dasar dengan materi pecahan di kelas IV tidak segera diatasi, maka besar kemungkinan akan mengganggu kegiatan pembelajaran di tingkat se-lanjutnya, khususnya di kelas VI. Dari data awal di lapangan, maka untuk mengatasi rendahnya motivasi dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo diperlukan suatu model desain pembelajaran yang memanfaatkan media dan metode untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang melibatkan siswa aktif agar dapat meningkatkan motivasi dan meningkatkan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran yang menyenangkan. Salah satu model desain pembelajaran tersebut adalah model desain pembelajaran ASSURE. “The ASSURE Model is a technical guide for planning and teaching that amalgamate technology and skills to produce a good learning outcome”. Artinya bahwa model ASSURE adalah panduan teknis untuk perencanaan dan pengajaran yang meng-gabungkan media dan metode untuk menghasilkan hasil belajar yang baik (Al Hassam, 2014). Pernyataan ini didukung oleh Benny Pribadi (2011) menyatakan bahwa model desain pembelajaran ASSURE sangat mudah diimplementasikan oleh guru dan perancang program pembelajaran untuk menjamin desain pem-belajaran yang mampu meningkat-kan hasil belajar, memotivasi proses belajar, meningkatkan daya ingat terhadap materi pelajaran atau retensi, dan mendorong siswa untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang sedang dipelajari. Tujuan pelaksanaan pe-nelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui bagaimana menerap-kan model desain pembelajaran ASSURE dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar. 2) Untuk mengetahui mengapa dengan menerapkan model desain pembelajaran ASSURE dapat meningkatkan motivasi
69
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar. 3) Untuk mengetahui bagaimana efektivitas model desain pembelajaran ASSURE dalam upaya meningkatkan motivasi dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar. Hipotesis dari penelitian tindakan kelas ini yaitu: Dengan menerapkan model desain pembelajaran ASSURE secara tepat dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah pada semester II tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini dijadwalkan selama 5 bulan. Dimulai sejak bulan Februari s/d Juni 2015. Penelitian ini berlangsung sejak penyusunan tesis hingga selesainya tesis. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 3 siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, obser-vasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo yang berjumlah 23 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Teknik pengumpulan data yaitu: tes prestasi belajar, angket motivasi, observasi, wawancara, dan eksperimen. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif yang mempunyai tiga buah komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data di atas meliputi: tes prestasi belajar, angket motivasi, observasi, wawancara, dan eksperimen. Tes prestasi belajar di ujicobakan dan dianalisisa dengan menggunakan program analisis aitem Iteman. Dari perhitungan tersebut diperoleh Alpha 0,712. Program analisis aitem Iteman memberikan hasil analisis tiap aitem dan memberikan informasi mengenai statistik tes secara keseluruhan. Hasil statistik tes diperoleh informasi tentang berbagai hal dari banyaknya aitem, skor terendah hingga tertinggi, means, varians validitas, tingkat kesukaran, daya beda (distraktor), sampai pada koefisisen reliabilitas. Angket motivasi belajar dianalisis validitas dengan menggunakan rumus product moment dan reliabilitas dengan menggunakan rumus alpha cronbach. Angket ini diujicobakan di SD Negeri 01 Tlobo tempat penelitian. Oleh sebab itu, ujicoba yang diterapkan adalah ujicoba terpakai. Hasil uji validitas butir angket motivasi diperoleh 16 angket motivasi yang valid, dimana 𝑟𝑥𝑦 > 𝑟𝑘𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 . Dari perhitungan tersebut diperoleh reliabilitas sebesar 0,8274. Angket ini digunakan untuk mengetahui peningkatan motivasi siswa sesudah penerapan model desain pembelajaran ASSURE. Bentuk observasi pada penelitian ini adalah partisipan dengan observasi terstruktur. Observasi ini dilakukan oleh kolaborator tentang bagaimana pelaksanaan tindakan (acting) sudah cermat atau belum, suasana proses belajar mengajar, dan bagaimanakah aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran. Dari observasi ini dapat diperoleh kesimpulan apakah tindakan (acting) sudah tepat atau belum, mana yang perlu perbaikan. Hasil observasi ini menjadi masukan dalam refleksi yaitu diskusi
70
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika antara kolaborator dengan peneliti. Teknik wawancara dalam penelitian ini dilaksanakan tidak terstruktur. Artinya bahwa responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya tanpa dibatasi oleh patokan-patokan atau pedoman yang telah ditetapkan oleh pewawancara. Wawancara ini dilaksanakan secara mendalam kepada siswa yang menonjol dan siswa yang tidak menonjol. Wawancara mendalam ini digunakan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari penerapan model desain pem-belajaran ASSURE dalam pelaksanaan PTK. Eksperimen pada penelitian ini dilakukan dengan mem-bandingkan kelompok eksperimen dengan model desain pembelajaran ASSURE dengan kelompok kontrol yang tetap menggunakan model pembelajaran konvensional. Adapun pengujian signifikansi efektivitas model desain pembelajaran ASSURE pada dua kelompok tersebut digunakan rumus Uji-t. Keefektifan dapat diketahui jika: 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Pada awal penelitian eksperimen dilakukan uji pra syarat. Setelah semua prasyarat terpenuhi kemudian dilakukan uji keseimbangan dengan mengguna-kan analisis Uji-t.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Penerapan model desain pembelajaran ASSURE untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar dengan penelitian tindakan kelas telah dilaksanakan dalam 3 siklus. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut: Untuk perkembangan motivasi siswa dapat terlihat adanya peningkatan motivasi siswa: siswa memiliki motivasi tinggi ≥ 85% dan untuk perkembangan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo dapat terlihat dari prestasi belajar siswa yaitu: ≥ 85% siswa berada di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hasil peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo dari pra Siklus, Siklus I, Siklus II, dan Siklus III dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel. 1 Rekapitulasi peningkat-an motivasi dan prestasi belajar dari pra Siklus, Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
Pra Siklus
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Motivasi tinggi
47,82%
52,17%
65,21%
91,30%
Prestasi belajar di atas KKM
21,73%
43,47%
78,26%
95,65%
Aspek
Perkembangan motivasi dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar dapat terlihat dengan adanya peningkatan prosentase, yaitu motivasi siswa: jika sebanyak ≥ 85% siswa memiliki motivasi tinggi dan prestasi belajar siswa: ≥ 85% siswa berada di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) seperti pada tabel. 1 Rekapitulasi peningkat-an motivasi dan prestasi belajar dari pra Siklus, Siklus I, Siklus II, dan Siklus III.
71
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Dari tabel. 1 tersebut dapat dilihat bahwa motivasi dan prestasi belajar matematika siswa sebelum diadakan tindakan atau pra siklus, siswa yang memiliki motivasi tinggi hanya 47,82% dari 23 siswa dan siswa yang memiliki prestasi belajar di atas Kriteria Ketuntasan Minimal hanya 21,73%. Setelah diberikan tindakan yaitu penerapan model desain pembelajaran assure dengan merumuskan tujuan pembelajaran, penggunaan metode penemuan dan metode ekspositori, penggunaan media LCD, media laptop, CD pembelajaran, media kertas lipat dengan melibatkan peran siswa dalam aktivitas pembelajaran yang dilaksana-kan memperlihatkan peningkat-an jumlah siswa yang memiliki motivasi tinggi sebesar 52,17% dan jumlah siswa yang memiliki prestasi belajar di atas Kriteria Ketuntasan Minimal sebesar 43,47%. Untuk penerapan model desain pembelajaran assure pada siklus II dengan penggunaan media laptop, media LCD dan CD pem-belajaran, guru (kolaborator) diharapkan tidak terlalu cepat atau tidak tergesa-gesa dalam menjelaskan materi maupun menjelaskan cara pengerjaan latihan soal, pemberian latihan soal cerita yang banyak kepada siswa, serta pembimbingan siswa dalam mengisi blangko angket motivasi sehingga waktu pembelajaran tidak berkurang memperlihatkan peningkatan motivasi dan prestasi belajar yang cukup tinggi. Dari tabel. 1 dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan siklus II, memperlihatkan peningkatan jumlah siswa yang motivasi tinggi sebesar 65,21% dan jumlah siswa yang memiliki prestasi belajar di atas Kriteria Ketuntasan Minimal sebesar 78,26%. Setelah dilaksanakan tindakan siklus III, penerapan model desain pembelajaran assure dengan pengoptimalan penggunaan teknologi dalam media pembelajaran yaitu penggunaan media laptop, media LCD dengan CD pembelajaran, penggunaan spidol warna, guru (kolaborator) diharapkan mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran matematika di SD secara tepat memperlihatkan peningkatan motivasi dan prestasi belajar yang tinggi. Dari tabel. 1 dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan siklus III, memperlihatkan peningkatan jumlah siswa yang motivasi tinggi sebesar 91,30% dan jumlah siswa yang memiliki prestasi belajar di atas Kriteria Ketuntasan Minimal sebesar 95,65%. Dari keseluruhan tindak-an atau siklus yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa penerapan model desain pembelajaran ASSURE yang tepat untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar yaitu: dengan merumuskan tujuan pembelajaran, tidak tergesa-gesa dalam menjelaskan materi maupun menjelaskan cara pengerjaan latihan soal, penggunaan metode penemuan dan metode ekspositori (metode ceramah, peragaan/ demons-trasi, tanya jawab, pemberian latihan dan drill), pemanfaatan media laptop, media LCD dan CD pembelajaran, pemanfaatan media kertas lipat dan spidol warna, serta pelaksanaan langkah pembelajaran matematika di SD yaitu: penanaman konsep, pemaham-an konsep dan pembinaan keterampilan secara tepat. Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Giarti (2012) dengan judul “Penerapan model pembelajaran assure untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri 2 Bengle kecamatan Wonosegoro Boyolali”. Dalam penelitian yang dilaksanakan Sri Giarti menunjukkan bahwa model pembelajaran assure meningkatkan minat belajar dan
72
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika ketuntasan KKM prestasi belajar IPA ≥ 70. Sebelum perbaikan pembelajaran, siswa yang tuntas KKM ≥ 70 hanya 5 siswa dari 20 siswa (25%) dengan minat belajar sebesar 33%. Pada pembelajaran siklus I siswa yang tuntas KKM hanya 18 siswa (83%) dengan minat belajar sebesar 50%. Pada pembelajaran siklus II siswa yang tuntas KKM menjadi 20 siswa (100%) dengan minat belajar sebesar 83%. Kemudian, hasil peneliti-an ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Yusuf Muhammad Amin (2011) yang berjudul “penerapan model pembelajaran assure pada mata pelajaran IPS untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Sukoharjo 2 Kota Malang. Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran assure pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Sukoharjo 2 Kota Malang. Hal ini terbukti pada pra tindakan rata-rata hasil belajar siswa 57,875 (kurang), siklus I ratarata hasil belajar siswa 70,77 (baik). Dapat dinyatakan bahwa 28 dari 40 siswa telah mencapai KKM atau sebesar 70% siswa telah mencapai ketuntasan klasikal. Penelitian yang dilakukan peneliti juga diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh Benny Pribadi (2011: 23) menyatakan bahwa “model desain pembelajaran ASSURE sangat mudah diimplementasi-kan oleh guru dan perancang program pembelajaran untuk menjamin desain pembelajaran yang mampu meningkatkan hasil belajar, memotivasi proses belajar, meningkatkan daya ingat terhadap materi pelajaran atau retensi, dan mendorong siswa untuk dapat meng-aplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang sedang dipelajari”. Dari kedua penelitian yang mendukung di atas dan pendapat yang dikemukakan oleh Benny Pribadi (2011), dapat disimpulkan bahwa penerapan model desain pembelajaran assure dapat meningkatkan motivasi sebesar 91,30% dan prestasi belajar matematika sebesar 95,65% siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar. 2. Kelebihan dan kelemahan penerapan model desain pembelajaran ASSURE untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: Kelebihan penerapan model desain pembelajaran ASSURE adalah siswa sangat tertarik pada pembelajaran dengan menggunakan media laptop, media LCD, dan CD pembelajaran tentang pecahan. Siswa tertarik dan tertantang dengan pemberian tugas dari guru pada langkah pembelajar-an pemahaman konsep, yaitu menguji benar atau salah pernyatan dari pemberian contoh soal, dimana siswa tertantang untuk membuktikan pilihan jawabannya. Sedangkan kelemahan penerapan model desain pembelajaran ASSURE adalah siswa malu untuk memperagakan operasi hitung pecahan, siswa membutuhkan waktu banyak dalam pengerjaan soal latihan dari guru, serta siswa belum mahir dalam melakukan penyederhanaan pecahan. 3. Efektivitas model desain pembelajaran ASSURE dalam upaya meningkatkan motivasi dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar digunakan rumus Uji-t. Keefektifan dapat diketahui dari nilai posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang berbeda dengan 𝒕𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 > 𝒕𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍. Sebelum diberi perlakuan pembelajaran, peneliti menguji kedua kelas dengan uji keseimbangan terlebih dahulu dengan data nilai ulangan tengah semester II yang diperoleh dari guru kelas IV SDN 01 TLOBO dan guru kelas IV SDN 03 Tlobo.
73
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Setelah itu diadakan uji kesetaraan (input siswa sama/tidak) kemampuan awal. Untuk mencari kesetaraan dengan rata-rata: 𝑥 =
𝑋 𝑛
. Untuk seimbang atau tidak dengan
cara 𝐻𝑜 (𝑈𝑗𝑖 𝐻𝑜 ). 𝐻𝑜 : 𝜇1 = 𝜇2 (kemampuan sama) 𝐻1 : 𝜇1 ≠ 𝜇2 (kemampuan tidak sama). Di bawah ini disajikan hasil perhitungan uji keseimbangan antara kelas ekperimen dan kelas kontrol: Tabel. 2 Hasil Perhitungan Uji-t Keseimbangan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kode SD Kelas IV A
Kelas IV B
𝑋
64,78
63,75
𝑆𝑖 2
121,54
144,40
23
20
n S
11,49
𝒕𝒐𝒃𝒔
0,298
Kriteria pengujian yang berlaku adalah 𝐻𝑜 diterima atau ditolak dilihat dari 𝑡𝑜𝑏𝑠 . Apabila 𝑡𝑜𝑏𝑠 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 ∝ 2
dengan menentukan 𝑑𝑘 = 𝑛1 + 𝑛2 − 2
, taraf signifikan
= 0,025, maka 𝐻𝑂 diterima, artinya kemampuan awal sama.
Dari perhitungan di-peroleh 𝑑𝑘 = 23 + 20 − 2 = 41, dengan ∝ = 0,025, sehingga diperoleh 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,327. Berdasarkan hasil di atas, 𝑡𝑜𝑏𝑠 = 0,298, maka tidak berada di daerah kritis; 𝐻𝑂 diterima, 𝐻𝑜 : 𝜇1 = 𝜇2 artinya kemampuan awal sama. Setelah kedua kelas dinyatakan seimbang, peneliti mulai memberi tindakan dengan Kompetensi Dasar : 6.3 Menjumlahkan pecahan; 6.4 Mengurangkan pecahan; 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan. Kelas eksperimen dengan penerapan model desain pembelajaran assure dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Setelah pem belajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol selesai dilaksanakan dan instrumen tes dinyatakan layak digunakan, maka langkah selanjutnya adalah pemberian posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai posttest kelas eksperimen diperoleh hasil nilai dari siklus I. Pengujian signifikansi efektivitas penerapan model desain pembelajaran ASSURE pada dua kelompok tersebut digunakan Rumus Uji-t. Keefektifan dapat diketahui jika 𝑡𝑜𝑏𝑠 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model desain pembelajaran ASSURE efektif digunakan untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SDN 01 TLOBO Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar secara signifikan.
74
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Tabel. 3 Hasil Perhitungan Uji-t Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
𝑋
71,09
62,25
𝑆𝑖 2
102,17
169,67
23
20
n S
11,55
𝒕𝒐𝒃𝒔
2,55
Dari hasil perhitungan diketahui: 𝑡𝑜𝑏𝑠 = 2,55 sedangkan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,020. Kriteria pengujian yang berlaku adalah Apabila 𝑡𝑜𝑏𝑠 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan menentukan 𝑑𝑘 = 𝑛1 + 𝑛2 − 2 , taraf signifikan ∝ = 0,05. Dari perhitungan diperoleh 𝑑𝑘 = 23 + 20 − 2 = 41, dengan ∝ = 0,05, sehingga diperoleh 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,020. Berdasarkan hasil di atas, 𝑡𝑜𝑏𝑠 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka, dapat disimpulkan bahwa penerapan model desain pembelajaran ASSURE efektif digunakan untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SDN 01 TLOBO Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam 3 siklus dengan penerapan model desain pembelajaran ASSURE untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SDN 01 TLOBO Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar, dapat diketahui bahwa: 1. Penerapan model desain pembelajaran ASSURE dengan merumuskan tujuan pem belajaran, tidak tergesa-gesa dalam menjelaskan materi maupun menjelaskan cara pengerjaan latihan soal, penggunaan metode pe nemuan dan metode eks-positori (metode ceramah, peragaan /demonstrasi, tanya jawab, pemberian latihan dan drill), pemanfaatan media laptop, media LCD dan CD pembelajaran pecahan, pemanfaatan media kertas lipat dan spidol warna, serta pelaksanaan langkah pembelajaran matematika di SD yaitu: penanaman konsep, pemahaman konsep dan pembinaan keterampilan secara tepat dapat me-ningkatkan motivasi sebesar 91,30% dan prestasi belajar matematika sebesar 95,65% siswa kelas IV SDN 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar. 2. Kelebihan dan kelemahan penerapan model desain pembelajaran ASSURE untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar matematika siswa kelas IV SDN 01 Tlobo Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: Kelebihan penerapan model desain pembelajaran ASSURE adalah siswa sangat tertarik pada pembelajaran dengan menggunakan media laptop, LCD, dan CD pembelajaran pecahan. Siswa tertarik dan tertantang dalam peragaan kertas lipat yang diarsir dalam kegiatan pembelajaran. Siswa sangat senang dengan pemberian tugas dari guru pada langkah pembelajaran pemahaman konsep, yaitu menguji
75
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
3.
benar atau salah pernyatan dari pemberian contoh soal, dimana siswa tertantang untuk membuktikan pilihan jawabannya. Sedangkan ke-lemahan penerapan model desain pembelajaran ASSURE adalah siswa malu dan takut salah untuk memperagakan operasi hitung pecahan, siswa membutuhkan waktu banyak dalam pengerjaan soal latihan dari guru, serta siswa belum bisa dalam melakukan penyederhanaan pecahan. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui: 𝑡𝑜𝑏𝑠 = 2,55 sedangkan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,020, sehingga 𝑡𝑜𝑏𝑠 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka penerapan model desain pembelajaran ASSURE efektif digunakan untuk meningkat kan motivasi dan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SDN 01 TLOBO Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar
SARAN-SARAN Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas di SDN 01 TLOBO, maka ada beberapa saran-saran yang dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Bagi sekolah Sekolah hendaknya meng-optimalkan metode pem-belajaran baru yang meningkatkan peran dan aktivitas siswa dalam pembelajaan, dapat me-ningkatkan motivasi belajar siswa yang nantinya akan berdampak terhadap pe-ningkatan prestasi belajar siswa, sebagai contoh dengan penerapan model desain pembelajaran ASSURE. Sekolah hendaknya mengupayakan pengadaan media pembelajar-an atau alat peraga pada mata pelajaran lainnya agar dapat menunjang keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah, khususnya mata pelajaran matematika. 2. Bagi guru Guru sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran di harapkan dapat merancang program pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik, sehingga setiap siswa dapat memperoleh layanan pembelajaran yang tepat. Serta diharapkan guru dapat mengoptimalkan penggunaan multi metode, media, penggunaan strategi pem belajaran yang bervariatif sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa baik dari segi pengetahuan, ke terampilan, dan sikap. 3. Bagi orangtua siswa Peran serta dan perhatian orangtua terhadap pendidikan anak sangat menentukan keberhasilan anak, sebab orangtua merupakan rumah pertama siswa selain sekolah. Untuk itu, kerjasama guru bersama sekolah dengan keluarga orangtua siswa harus selalu terjalin dan terbina baik. 4. Bagi peneliti yang lain Peneliti lain diharapkan dapat memperbaiki dan mengem bangkan penelitian ini menuju kesempurnaan serta penelitian ini dapat diterapkan pada mata pelajaran lainnya sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa serta meningkatkan kualitas pendidikan maupun pembelajaran di kelas.
Daftar Pustaka Benny. A. Pribadi, 2011. Model Assure untuk Mendesain Pembelajaran Sukses. Jakarta: Dian Rakyat.
76
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Esam Edris Kamtor Al Hassam, 2014. The Efficacy of Modern Teaching Methods of Arabic Language Course in Secondary Schools in Sudan: A Focus on the Assure Model. African Journal of Education and Technology, Volume 4 Number 2 ISSN-2046-6927(Print), ISSN 2046-6935 (Online). pp.35s.d43. Hamdani, 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Lukmanul Hakiim, 2011. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima. Muhammad Asrori, 2011. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima. Mulyasa, 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan. Jakarta: Rineka Cipta. Pemerintah Kabupaten Karanganyar. 2007. Pelatihan dan Sosialisasi Permendiknas 21, 22, 23 tahun 2006. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar. Sardiman AM, 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Susilana
dan Riyana, 2011. Media Pembelajaran; Hakikat, Pemanfaatan, dan Penilaian. Bandung: Wacana Prima.
77
Pengembangan,
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
78
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif pada Mata Pelajaran IPS di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah Program Unggulan Colomadu Karanganyar
Tri Astuti22, Nunuk Suryani23, Sunardi S24
[email protected]
Abstract: This research aimed to find out:how the needs of learning media for social studies class V in SD Muhammadiyah ProgramUnggulan Colomadu Karanganyar, How is the development of multimedia interactive learning in social studies class V in SD Muhammadiyah ProgramUnggulanColomadu Karanganyar, Effective development of multimedia interactive teaching in subjects IPS class V in SD Muhammadiyah ProgramUnggulanColomadu Karanganyar. The method used method of Research and Development (research and development), but more focused on process development using ADDIE. Stages of development in this study begins with (1) analyzing the needs needed in developing the Product, (2) designing prototypical product, (3) developing the product, (4) implementing the product in the field, and (5) evaluating product’s weaknesses. In addition, this study used totally 56 samples. 28 samples in experimental group (five graders in A class) and 28 samples in control group (five graders in B class). Furthermore, in collecting the data, the researcher used questionnaire and achievement test as the instruments and it was analyzed using Descriptive statistic methods and ttest. The results showed that the media developed has met the worthy and qualified to be used as a learning media. It is seen from the results of expert validation of material with an average of 4.4 and has very good category. Validation of experts media with an average of 4.91 is very good category. According to the students, this multimedia is very good with an average of 4, 60. In the test the learning effectiveness, it is known to the average point obtained by the experimental class is 88.39. The average point was higher than the control class 73.86.
Keywords: Development, Interactive Learning Multimedia, Social Sciences Subject
PENDAHULUAN
H
asil observasi awal dan wawancara dengan ibu Arum Dyah Ripdianti, S.Pd selaku kepala sekolah dan ibu Nunun Anggraeni, ST selaku wali kelas kelas 5A pada tanggal 23 September 2015 di SD Muhammadiyah Program Unggulan Colomadu Karanganyar, ditemukan bahwa masih terjadi permasalahan dalam
22
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 24 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 23
79
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika pembelajaran, diketahui bahwa ketika Guru menyampaikan materi pelajaran di dalam kelas ada beberapa mata pelajaran yang mengalami kesulitan dalam menyampaikan materinya di kelas. Mata pelajaran tersebut adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS menjadi nilai rata-rata siswa yang rendah bila di dibandingkan dengan nilai mata pelajaran yang lain. Kepala sekolah meminta peneliti untuk mengembangkan multimedia pembelajaran interaktif mata pelajaran IPS. Hal ini juga didasari atas hasil belajar siswa pada pokok bahasan Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia hal ini disebabkan karena materi yang banyak serta guru kesulitan dalam memberikan contoh-contoh keanekaragaman budaya di Indonesia yang sangat beragam, mulai dari kesenian daerah, pakaian adat, rumah adat, senjata tradisional, pertunjukan rakyat dan tradisi dan kepercayaan di masing-masing provinsi. Guru juga kesulitan membuat alat peraga atau media pembelajaran sehingga kesulitan dalam memberikan contoh visual kepada siswa. Selain itu guru di dalam kelas menerangkan materi, sehingga pelajaran tidak dapat diterima dengan baik. Siswa menjadi tidak suka terhadap mata pelajaran IPS dan mengganggap bahwa IPS itu pelajaran yang susah dan membosankan.Multimedia pembelajaran interaktif ini bisa di gunakan pada pembelajaran di SD Muhammadiyah Program Unggulan Colomadu Karanganyar karena terdapat sarana dan prasarana yang memadai seperti Proyektor LCD, komputer atau laptop serta kemudahan bagi guru dan siswa dalam mengoprasikan media pembelajaran interaktif ini. Multimedia pembelajaran interaktif merupakan suatu media yang dapat digunakan guru dalam mengajar yang memiliki kelengkapan media seperti suara, teks, gambar, animasi, video yang dapat menambah serta merangsang siswa dalam belajar. Kegunaan Multimedia Pembelajaran Interaktif (MPI) dalam proses pembelajaran yaitu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, memperjelas penyajian pesan, mencegah timbulnya verbalisme, mengatasi sikap pasif siswa, menjadikan lebih interaktif, kreatif dan aktif secara mandiri, mentransmisikan pesan-pesan pembelajran lebih konstruktif dan menarik. Diharapkan dengan memanfaatkan multimedia pembelajaran interaktif siswa dapat menguasai materi dengan baik dan dapat memiliki motivasi lebih dalam belajar sehingga hasil belajar dapat meningkat. Multimedia pembelajaran interaktif diharapkan dapat menjadi media pembelajaran baru di SD Muhammadiyah Program Unggulan Colomadu Karanganyar yang dapat mengurangi suasana statis dan menakutkan, sehingga dapat menciptakan proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Siswa juga akan lebih bersemangat, tidak takut dan tidak jenuh dalam pembelajaran karena materi pelajaran yang selama ini bersifat abstrak kini dapat divisualisasikan sehingga lebih mudah dipahami dengan multimedia pembelajaran interaktif, seluruh cara belajar tersebut dapat terakomodasi sehingga hampir 100% retensi belajar manusia termemori. Mulai dari membaca teks, mendengar, melihat, melihat dan mendengar. Karena melalui multimedia pembelajaran interaktif siswa belajar dengan melihat dan mendengar, materi pelajaran dan pesan yang terkandung di dalamnya akan lebih mudah dipahami siswa. Pengembangan multimedia pembelajaran interaktif menggunakan program Adobe Flash diharapkan media pembelajaran ini berfungsi mengatasi keterbatasan pengalaman siswa dan keterbatasan ruangan kelas, menanamkan konsep dasar yang benar, konkret dan realistis, menimbulkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi belajar siswa.
80
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Banyak sekali program komputer yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Namun program yang lebih baik digunakan yaitu program yang menyajikan multimedia yang interaktif. Unsur interaktif ini yang dapat mengajak siswa aktif dalam belajar. Program yang dipilih oleh peneliti yaitu Adobe Flash. Keistimewaan program ini yaitu menyajikan berbagai macam media yaitu suara, teks, animasi, gambar, serta video yang lebih luwes, bisa di desain sesuai dengan kebutuhan yang ada di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1). Bagaimana kebutuhan media pembelajaran bagi mata pelajaran IPS kelas V di SD Muhammadiyah Program Unggulan Colomadu Karanganyar? (2) Bagaimana pengembangan multimedia pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPS kelas V di SD Muhammadiyah Program Unggulan Colomadu Karanganyar? (3) Efektifkah pengembangan multimedia pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPS kelas V di SD Muhammadiyah Program Unggulan Colomadu Karanganyar?
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan diSekolah Dasar (SD) Muhammadyah Program Unggulan Colomadu Karanganyar yang bertempat di jalan Komplek Masjid Sabilul Huda RT04/RWV Gedongan Colomadu Karanganyar. Penelitian ini merupakan peneliti-an pengembangan (Research and Development). Menurut (Sugiyono, 2009:407) metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tertentu. Desain pengembangan media yang digunakan adalah desain pengembangan Instruksional ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation) yang berorientasi pada produk (Januszewski Alan and Michael Molenda, 2008:108).Pada pelaksanaan dan penerapannya, Model ADDIE adalah: (1) Analysis yang dapat diartikan sebagai analisis kebutuhan awal pada anak SD untuk menentukan atau mendesain awal materi pembelajaran dimana nantinya sebagai kebutuhan Pembuatan Program Multimedia Pembelajaran, (2) Design dapat diartikan sebagai desain awal produk berdasarkan analisis kebutuhan dalam materi pengukuran waktu dan sudut pada anak kelas V, (3) Development yang dapat diartikan sebagai mem-produksi program pembelajaran multimedia pembelajaran interaktif,(4) Implementation diartikan sebagai implementasi atau proses pengujian produk multimedia pembelajaran interaktif mata pelajaran IPS, (5) Evaluation yang diartikan sebagai Evaluasi program multimedia pembelajaraninteraktifmatapelajaran IPS, yang telah dihasil-kan dan di uji cobakan. Subjek uji coba dalam penelitian adalah 28 orang siswakelas. V A (kelaseksperimen) dan28 orang siswakelas VB (kelaskontrol) Instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu angket dan lembar observasi pengamatan. Angket digunakan untuk mengevaluasi terkait media yang diberikan kepada ahli media untukmengetahuipenilaianahli media terhadap media yang dikembangkan, dan angket terkait materi diberikan kepada ahli materi untuk mengetahui penilaian ahli materi terhadapmateri yang sudahdikembangkan. Lembar observasi pengamatan digunakan untuk menelusuri minat belajar siswa.
81
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis statistik deskriptif dan analisis uji t. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis dan mendeskripsikan data yang telah terkumpul berdasarkan lembar observasi pengamatan yang dilakukan oleh guru. Data kuantitatif dari hasil angket validasi kemudian diubah menjadi data kualitatif menggunakan skala lima, yaitu penskoran dari angka satu sampai dengan lima. Tabel 1. Konversi data kuantitatif ke dalam data kualitatif Interval Skor
Nilai
Kategori
X > 4.21
5
Sangat baik
3.40 < X ≤ 4.21
4
Baik
2.60 < X ≤ 3.40
3
Cukup
1.79 < X ≤ 2.60
2
Kurang
X ≤ 1.79
1
Sangat kurang
Uji-t digunakan untuk menghitung efektivitas produk yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana produk media pembelajaran berupa multimedia pembelajaran interaktif ini dapat meningkatkan minat belajar siswa. Data yang dianalisis dalam uji efektivitas ini yaitu nilai anak yang diperoleh dari Prettest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Nilai rata-rata kedua kelompok tersebut kemudian dianalisis menggunakan uji-t.
HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN Pengembangan Multimedia pembelajaran interaktifini mengikuti prosedur pengembangan ADDIE dari Molenda. Tahap pertama yaitu analisis. Tahap analisis diawali dengan studi pustaka dan studi lapangan, setelah dilanjutkan dengan analisis kebutuhan. Tahap kedua yaitu desain. Empat langkah yang dilakukan pada tahap desain yaitu menetapkan Kompetensi Dasar, merumuskan tujuan pembelajaran,membuat storyboard, dan validasi desain oleh ahli. Tahap ketiga yaitu pengembangan. Pada tahap pengembangan diawali dengan validasi produk oleh ahli materi 2 orang dengan aspekpembelajarandanmateri denganrata-rata 4,56 untukaspekpembelajarandan 4,32 untukaspekmateridengankatogisangatbaik.Ahli media 2 orang dengan 4 aspek yaituAspeknavigasidanAspekkemudahanmendapat rata-rata masing-masing 5 dengan katagori sangat baik. Tampilamendapatkan rata-rata 4,71 dengan katagori sangat baik. Aspekkualitasteknikdankeefektifanprodakdengan kategori sangat baikdengan rata-rata 4,75, setelah itu dilanjutkan dengan uji lapangan awal dengan jumlah sample 3 orang dengan tingkat tinggi, sedang dan rendah dilihat dari ujian Blok 1 memperoleh rata-rata 4,7 dengan kategori sangat baik dan uji lapangan utama jumlah sample 9 orang dengan tingkat tinggi 3 siswa, sedang 3 siswa dan rendah 3 siswa dilihat dari ujian Blok 1 memperoleh rata-rata 4,57 dengan kategori sangat baik. Tahap keempat yaitu implementasi. Tahap implementasi merupakan tahap uji coba kelompok besar dimana terdapat dua kelompok kelas (eksperimen dan kontrol). Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang menggunakan Multimedia pembelajaran interaktif , sedangkan
82
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika kelompok kontrol adalah siswa yang menggunakan buku paket (tidak menggunakan Multimedia pembelajaran interaktif). Tahap kelima yaitu evaluasi. Sebelum menjadi produk akhir, Multimedia pembelajaran interaktif pada mata pelajaran matematika siswa kelas V semester gasal terlebih dahalu dilakukan uji kelayakan dan efektivitas produk. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan produk yang layak dan berkualitas dari segi isi materi dan media itu sendiri. Setelah produk dinyatakan layak, maka media pembelajaran ini dapat digunakan dalam pembelajaran matematika, selanjutnya. Analisis kelayakan produk diperoleh dari data hasil pengisisan angket/lembar evaluasi dari ahli materi, ahli media, dan angket uji coba produk pada siswa, sedangkan efektivitas produk diperoleh dari hasil tes prestasi siswa. Berikut adalah beberapa contoh tampilan media pembelajaran yang berupa multimediapembelajaran interaktif
Gambar 1.Tampilan Opening
Gambar 2. Tampilanawalpanduanpenggunaan
Gambar 3. TampilandeskripsiKompetensiDasar
83
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Gambar 4. Tampilan Menu Awal
Gambar 5. Tampilan Menu Utama
Gambar 6. Tampilan Materi Utama
Gambar 7. Tampilan Materi SukuBangsa
Gambar 8. Tampilan Keseniandaerah
84
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Gambar 9. Tampilan LatihanSoal Uji efektivitas produk dilakukan dengan menggunakan uji t. Sebelum dilakukan perhitungan ujit, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat (uji normalitas dan uji homogenitas). Hasil pengujian normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki data yang berdistribusi normal dan homogen. Setelah dilakukan uji prasyarat analisis, dilakukan analisis uji t. Hasil Uji Efektivitas menunjukkan bahwa minat belajar siswa yang menggunakan Multimedia pembelajaran interaktif lebih baik dibandingkan dengan anak yang menggunakan buku teks. DK = {t | t < -1.706 atau t > 1,706} dan tobs = 5.011DK yang berarti keputusan uji adalah H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok memiliki prestasi yang tidak sama. Kelas eksperimen memiliki rata-rata 88,39, sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 73,86. Berdasarkan pada data hasil pengujian produk multimedia pembelajaran interaktif oleh beberapa ahli materi dikatakan valid dan bisa diujikan untuk menilai kelayakannya di dalam proses pembelajaran. Rata-rata penilaian ahli materi dari aspek pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran mendapat penilaian 4,56 kategori sangat baik. Hal ini diartikan bahwa program yang dibuat telah sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Ini sesuai dengan teori (Purnamawati dan Eldarni 2010) bahwa dalam pertimbangan dalam memilih media perlu melihat ketepatan dengan tujuan pembelajaran artinya media dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Sehingga dalam pemanfaatan media pembelajaran sejalan dengan tujuan atau standart kompetensi yang diharapkan. Aspek materi mendapat nilai rata-rata 4,32 dinyatakan dengan katagori sangat baik. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (Daryanto, 2010:56) bahwa materi pembelajaran yang terkandung didalamnya harus sesuai dengan kurikulum dan mengandung banyak manfaat. Ini dapat diartikan materi yang tersaji sudah jelas dan tepat sesuai dengan apa yang diajarkan oleh guru mata pelajaran. Kesesuaian soal dengan materi dinyatakan sangat baik sesuai dengan aspek desain pembelajaran pada komponen inti dalam pengembangan media pembelajaran yang dinyatakan (Pustekom, 2008:16) yaitu latihan, tes dan umpan balik yang korektif. Berdasarkan pada hasil pengujian prodak mulitmedia interaktif oleh ahli media, hasil nilai total rata-rata dikatakan valid. Aspek navigasi dengan nilai rata-rata total 5 dengan kriteria sangat baik.Hal ini sesuai dengan teori dari (Pustekom 2008) yang menyatakan bahwa kriteria multimedia pembelajaran interaktif yang baik harus memiliki navigasi (icon) yang familiar dan konsisten agar efektif dalam penggunaannya. Aspek kemudahan penggunaan multimedia pembelajaran mendapatkan nilai ratarata 5 dengan nilai sangat baik. Multimedia pembelajaran interaktif ini sesuai dengan
85
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika teori (Koesnandar 2005:1) yang menyatakan faktor-faktor memilih media yaitu media yang digunakan mudah dipakai. Senada dengan Koesnandar (Pusteokm:2008:10) mengatakan Menurut disiplin ilmu rekayasa perangkat lunak, multimedia pembelajaran yang baik memenuhi parameter mudah digunakan dan sederhana dalam pengoperasiannya (usabilitas). Diperkuat juga dengan pendapat Daryanto (2010:53) multimedia pembelajaran harus bersifat mandiri dalam pengertian memberi kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna biasa menggunakan tanpa bimbingan orang lain. Aspek tampilan program terdiri dari kesesuaian dengan karakter siswa mendapatkan nilai rata-rata 4,77 dinyatakan sangat baik sesuai dengan teori yang dinyatakan Sadiman (2011:10) bahwa dalam pengembangan media harus diperhatikan karekteristik pengguna dalam mengembangkan media karena dalam mengembangkan media untuk siswa SD berbeda dengan siswa SMP. Hal ini juga di perkuat dengan (Pustekom:2008) Komunikatifberartivisualisasimendukungmateri ajar agar mudahdicernasiswa, sederhanayaituvisualisasitidakrumit, agar tidakmengurangikejelasanisimateri ajar agar mudahdiingat, Unityyaitumenggunakanbahasa visual yang harmonis, utuh dan senada agar materi ajar dipresepsi secara utuh (komperhensif), Penggambaranobjekdalambentukimage yang representatif dan Pemilihanwarna yang sesuai, agar mendukungkesesuaian antara materikreatif dan topikterpilih. AspekKualitasTeknik, keefektifanProgrammendapatkannilai total rata-rata 4,86 dengankatagorisangatbaikdidukungdenganteori (Koesnandar 2005:1) pertimbangandalammemilih media yang Up to date. Di perkuatdengan (Pustekom 2008: 10) berdasarkandisiplinrekayasaperangkatlunak multimedia pembelajaran yang baikyaituKehandalan perangkat lunak (reliabilitas), dapat dipelihara (dikelola) dengan mudah (maintainabilitas), mudah digunakan dan sederhana dalam pengoperasiannya (usabilitas) dan multimedia pembelajaran dapat dijalankan di berbagai hardware, software, dan platform (kompatibilitas). Berdasarkan penilaian multimedia pembelajaran interaktif menurut siswa dari aspek motivasi memperoleh nilai total 4,6 dengan katagori sangat baik dan aspek kemenarikan dengan nilai rata-rata 4,61 dengan kata gori sangat baik. Teori pendukung hasil penenilitian ini adalah Menurut Miarso (2009: 458), media pembelajaran dapat diartikan segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan dan terkendali. Aspek kermudahan peserta belajar dalam belajar individual mendapat nilai ratarata 4,54. Sesuai dengan teori Daryanto (2010:53) mengenai fungsi multimedia pembelajaran yaitu mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengontrol laju kecepatan belajarnya sendiri. Berdasar deskripsi mengenai kalayakan program, program yang dibuat termasuk kedalam kategori baik dan bisa dikatakan layak untuk bisa digunakan di dalam proses pembelajaran. Aspek kemanfaatan dengan rata-rata total 4,66 katagori sangat baik, didukung kuat dengan teori program dapat dimanfaatkan kembali untuk mengembangakan multimedia pembelajaran lain (reusabilitas). (Pustekom 2008:10). Hasil dari perhitungan uji t bahwa DK = {t | t < -1.706 atau t > 1,706} dan tobs = 5.011DK yang berarti keputusan uji adalah H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan
86
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika bahwa kedua kelompok memiliki prestasi yang tidak sama. Kelas eksperimen memiliki rata-rata 88,39, sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 73,86. Berdasarkan data dan deskripsi diatas disimpulkan bahwa program multimedia pembelajaran interaktif macam-macam jaringan komputer efektif digunakan dalam proses pembelajaran karena setelah menggunakan media yang baru hasil belajar siswa meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sugiyono (2009:415) bahwa indikator keefektifan metode mengajar baru adalah kecepatan pemahaman murid pada pelajaran lebih tinggi, murid bertambah kreatif, dan hasil belajar meningkat. Diperkuat juga dengan teori menurut Arsyad (2011:26) yang mengemukakan bahwa media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar serta meningkatkan proses dan hasil belajar. Pengamatan dalam pembelajaran dilakukan untuk mengetahui bagaimana respon siswa sebagai objek dalam mempelajarai multimedia pembelajaran interaktif. Proses pengamatan dilakukan selama dua kali sebelum dan sesuadah menggunakan multimedia pembelajaran interaktif. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan sebelum menggunakan multimedia pembelajaran interaktif pembelajaran kurang kondusif dimana tidak adanya pemusatan perhatian siswa. Hal ini dilihat dari siswa yang banyak berbicara di kelas saat guru mengajar. Siswa malas atau tidak semangat dalam mengikuti pelajaran yang bersifat teori. Setelah menggunakan multimedia pembelajaran interaktif siswa semangat dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat (Sudjana dan Rifai, 2011:2) bahwa salah satu manfaat menggunakan multimedia pembelajaran yaitu pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Siswa tenang dan tidak berbicara dalam proses belajar menggunakan multimedia pembelajaran interaktif. Sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan perilaku siswa dalam belajar sebelum dan sesudah menggunakan multimedia pembelajaran interaktif. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan produk yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Hasil pengamatan terhadap pembelajaran IPS pada kelas V di SD Muhammadiyah Program UnggulanColomaduKaranganyar dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS masih menggunakan metode ceramah dan tidak menggunakan media pembelajaran penunjang dalam penyampaian materi, sehingga siswa menjadi bosandanmenganggap IPS pelajaran yang sulitdanmembosankan dan siswa membutuhkan media tambahan atau media penunjang untuk membantu siswa dalam mempelajari dan memahami materi pelajaran yang disajikan atau yang disampaikan guru di sekolah.SD Muhammadiyah Program UnggulanColomaduKaranganyaruntuk pengembangan multimedia pembelajaran ini karena sarana dan prasarana mendukung untuk pemnggunaan media pembelajaran berbasis teknologi informasi. SD Muhammadiyah Program UnggulanColomaduKaranganyarmengembangkan media pembelajaran namun jumlahnya masih terbatas sehingga perlu tambahan media salah satunya adalah multimedia pembelajaran ini. Produk multimedia pembelajaran interaktif yang baik hendaknya memenuhi kriteria efektivitas, efisiensi dan daya tarik tersendiri supaya bisa dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan minat belajar. Selain itu produk multimedia pembelajaran interaktif pembelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan kebutuhan anak
87
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika sehingga sangat perlu dilakukan tahapan analisis pendahuluan. Multimedia pembelajaran interaktif bisa dipakai oleh siswa secara mandiri ataupun dalam bimbingan orang yang lebih tua yang mampu menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Siswa diperbolehkan menggunakan secara mandiri selama siswa mampu mengoperasikan perangkat pembelajaran dengan baik dan aman.
Saran-Saran Beberapa hal yang peneliti sarankan sehubungan dengan pengembangan produk multimedia pembelajaran interaktif ini adalah: 1. Bagi siswa sebaiknya pada pemanfaatan multimedia pembelajaran interaktif ini bisa digunakankapan saja dimana sajaanak tetapi dalam pengawasan guru ataupun orang tua terutama dalam pengoperasian komputer. 2. Guru a. Bagi guru sebelum menggunakan multimedia sebaiknya guru membaca petunjuk penggunaannya b. Guru hendaknya mencoba sendiri terlebih dahulu sebelum dipraktikkan dalam kelas c. Guru sebaiknyamempersiapkan peralatan yang dibutuhkan sebelum melakukan pembelajaran 3. Sekolah. a. Bagi sekolah hendaknya memberikan workshop dan pelatihan kepada guru sebagai upaya untuk memfasilitasi guru mata pelajaran untuk dapat membuat multimedia flipbook sehingga siswa dapat mempelajari materi pelajaran lebih dalam b. melalui perangkat komputer/laptop kapan saja dan dimana saja. c. Bagi sekolah, multimedia ini bisa digandakan dalam jumlah besar untuk dipakai dikelas yang lain yang mempunyai materi yang sama 4. Bagi pengembang lain a. Penelitian ini terbatas pada satu sekolah sehingga perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan sampel yang lebih luas b. Media yang dikembangkan belum mencakup keseluruhan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa dalam satu semester, sehingga perlu pengembangan untuk pokok bahasan lain Daftar Pustaka Arsyad, Ashar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja GrafindoPersada. Daryanto, 2010.Media Pembelajaran.Yogyakarta: Gava Media. Januszewski Alan and Michael Molenda.2008.Educational Technology.New York: Lawrence Erlbaun Koesnandar.2005. Evaluasi Multimedia Pembelajaran. Jakarta: PustekkomDiknas Miarso, Yusufhadi. 2012. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. PurnamawatidanEldarni.2010. Media Pembelajaran . Jakarta: Alfabeta
88
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Pustekom (2008). 7 Langkah Muda Membuat Multimedia Pembelajaran. Diakses 8/25/2015. Sadiman, Arif S. dkk. (2011). Media Pendidikan, Pengertian, dan.Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada Sudjanadan Ahmad Rifa’i. SinarBaruAlgensindo
2007.
2010.
Media
Pengembangan,
Pengajaran.
Bandung:
Sugiyono, 2010.MetodePenelitianPendidikanPendekatanKuantitatif, Kualitatif, R &D.
89
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
90
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Pengaruh Penggunaan Media Berbasis Information Tecnologi pada Pembelajaran IPA Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Kemandirian Belajar Endang Lestari25, Sunardi26, Nunuk Suryani27
[email protected]
Abstrak: Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui; 1) Perbedaan pengaruh penggunaan media IT dan pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar IPA kelas V SD gugus Diponegoro. 2) Perbedaan pengaruh kemandirian belajar pada kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA peserta didik kelas V SD gugus Diponegoro. 3) Interaksi penggunaan media IT dan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar IPA peserta didik kelas V SD gugus Diponegoro. Jenis penelitian menggunakan metode eksperimen factorial 2x2. Populasi penelitian adalah seluruh peserta didik SD Negeri kelas V Gugus Diponegoro kecamatan Bae, Kudus. Sampel penelitian menggunakan cluster random sampling, terpilih SD 2 Dersalam dan SD 1 Dersalam. Teknik pengumpulan data menggunakan angket dan tes. Pengujian hipotesis menggunakan teknik ANAVA dua jalur. Hasil penelitian 1) terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan media pembelajaran IT dan pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar IPA (Fhitung 4,808 > Ftabel 4,000), 2) terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar IPA (Fhitung 4,770 > Ftabel 4,000), dan 3) terdapat interaksi pengaruh yang signifikan media pembelajaran dan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar IPA (Fhitung 4,402> Ftabel 4,000).
Kata Kunci: Media IT, Kemandirian Belajar dan Prestasi Belajar IPA
Pendahuluan
K
egiatan belajar mengajar IPA di Gugus Diponegoro UPT Pendidikan Kecamatan Bae Kudus pada umumnya masih kurang mandiri, hal ini dikarenakan peserta didik kurang aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas dan cenderung pasif. Hal ini dikarenakan peserta didik masih bergantung pada guru dan peranan guru di kelas masih dominan. Berdasarkan nilai Ujian Akhir Semester (UAS) semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 menerangkan masih ada 25% dari jumlah peserta didik yang belum tuntas dan nilai rata-rata kelas 72,5. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan bahwa batas ideal ketuntasan adalah 75. Jika KKM SD disesuaikan KTSP maka yang tidak lulus KKM ada 57% dan rata-ratanyapun tidak mencapai KKM ideal. Kondisi tersebut tidak 25
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 27 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 26
91
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika boleh dibiarkan berlarut-larut dan guru dituntut menjadi profesional yang harus dapat mengembangkan diri dan mengikuti perkembangan jaman. Berdasarkan fenomena yang ada di Gugus Diponegoro UPT Pendidikan Kecamatan Bae Kudus maka pemilihan metode, media, dan pendekatan dalam pembelajaran di kelas perlu dilakukan dalam upaya meningkatan kemandirian belajar peserta didik. Rendahnya hasil belajar peserta didik ini disebabkan antara lain pendekatan dalam pembelajaran yang masih didominasi oleh guru yang menempatkan peserta didik sebagai objek, sehingga peserta didik banyak bergantung pada gurunya dalam proses belajar. Masalah itu terjadi terus-menerus dalam proses pembelajaran di sekolah yang menyebabkan peserta didik tidak mandiri karena selalu bergantung dengan guru, oleh karena itu diperlukan upaya pembaharuan. Pembaharuan itu meliputi pembaharuan kurikulum, metode pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, penilaian, media pembelajaran. Mengingat hal tersebut, dirasa perlu bagi seorang guru untuk mempunyai pedoman dalam pembelajaran di kelas yang meliputi strategi-strategi mengajar sampai metode, pendekatan maupun media yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Teknikteknik mengajar seperti itu tergantung pada kemampuan guru dalam mengembangkannya, terlebih lagi saat ini banyak media yang dipilh oleh seorang guru sebagai alat bantu pembelajaran dikelas sehingga proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien. Kehadiran Teknologi Informasi (TI) dewasa ini mulai mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan, berbagai model pengembangan pembelajaran berbasis TI ini seakan-akan tengah menjadi idola dan booming. Pengajaran dengan menggunakan media berbasis teknologi informasi (TI) atau dalam bahasa Inggris Information Technology (IT) belum banyak diterapkan, apalagi dalam mata pelajaran IPA. Beberapa sekolah yang dijumpai telah menggunakan aplikasi-aplikasi komputer sebagai alat bantu mengajar, tetapi juga ada beberapa sekolah yang belum manfaatkan alat bantu tersebut. Beberapa guru beralasan diataranya: mengalami kesulitan dalam mengoperasikan, kesulitan dalam membuatnya, membutuh waktu lama untuk mempersiapkan, ada juga yang beralasan karena keterbatasan sarana dan prasarana. Berdasarkan hasil observasi, Gugus Diponegoro UPT Pendidikan Kecamatan Bae Kudus sudah memiliki peralatan komputer dan proyektor sebagai media pembelajaran tetapi jumlahnya sangat terbatas. Beberapa guru tidak mengetahui cara menggunakan komputer dan cenderung enggan menggunakannya. Zaman sekarang dimana teknologi berkembang sangat pesat menjadikan komputer sangat penting baik dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Sedangkan mata pelajaran TI belum dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, padahal mata pelajaran TI merupakan salah satu pelajaran yang mengajarkan teknologi yang berkembang saat ini. Sementara pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, masih dijumpai pembelajaran yang hanya menggunakan metode ceramah dan peserta didiknya hanya mendengarkan sehingga terkesan pembelajaran menjadi kurang interaktif dan komunikatif. Kondisi seperti itu menjadikan peserta didik menjadi mudah bosan, jenuh, dan peserta didik kurang tertarik.
92
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika UNESCO mengklasifikasikan tahap penggunaan TIK dalam pembelajaran ke dalam empat tahap sebagai berikut: 1) Tahap emerging, baru menyadari akan pentingnya TIK untuk pembelajaran dan belum berupaya untuk menerapkannya, 2) Tahap applying, satu langkah lebih maju dimana TIK telah dijadikan sebagai obyek untuk dipelajari (mata pelajaran), 3) Tahap integrating, TIK telah diintegrasikan ke dalam kurikulum (pembelajaran), 4) Tahap transforming merupakan tahap yang paling ideal dimana TIK telah menjadi katalis bagi perubahan/evolusi pendidikan. TIK diaplikasikan secara penuh baik untuk proses pembelajaran (instructional purpose) maupun untuk administrasi (administrational purpose) (Pitoyo Yuliatmojo, 2006: 497). Fryer (2001) mengatakan bahwa penggunaan TIK dalam pembelajaran bertujuan untuk melatih keterampilan menggunakan TIK dengan cara mengintegrasikannya ke dalam aktifitas pembelajaran, bukan mengajarkan TIK tersebut sebagai mata pelajaran yang terpisah. Jadi, sudah saatnya TIK diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran dan bukan hanya sekedar menjadi mata pelajaran yang terpisah. UNESCO (2002) menyatakan bahwa pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran memiliki tiga tujuan utama: 1) Untuk membangun ”knowledge-based society habits” seperti kemampuan memecahkan masalah (problem solving), kemampuan berkomunikasi, kemampuan mencari, mengolah/mengelola informasi, mengubahnya menjadi pengetahuan baru dan mengkomunikasikannya kepada orang lain; 2) Untuk mengembangkan keterampilan menggunakan TIK (ICT literacy); dan 3) Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran. Dari sisi pendekatan, Fryer (2001) menyarankan dua pendekatan yang dapat dilakukan pendidik ketika merencanakan pembelajaran yang mengintegrasikan TIK, yaitu: 1) pendekatan topik (theme-centered approach); dan 2) pendekatan software (software-centered approach). Selain pemanfataan media pembelajaran, untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik dituntut memiliki kemandirian belajar. Menurut Stephen Brookfield (dalam Desak Puti Budiarini; 2011:24) mengemukakan bahwa kemandirian belajar merupakan kesadaran diri, digerakkan oleh diri sendiri, kemampuan belajar untuk mencapai tujuannya. Menurut Sardiman dikutip oleh Ida Farida Achmad (2008:45) menyebutkan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar yaitu meliputi: 1)Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan bertindak atas kehendaknya sendiri 2) Memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan, 3) Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet dan tekun untuk mewujudkan harapan, 4) Mampu untuk berfikir dan bertindak secara kreatif, penuh inisiatif dan tidak sekedar meniru. 5) Memiliki kecenderungan untuk mencapai kemajuan, yaitu untuk meningkatkan prestasi belajar, 6) Mampu menemukan sendiri tentang sesuatu yang harus dilakukan tanpa mengharapkan bimbingan dan tanpa pengarahan orang lain. Menurut Muhammad Nur Syam (1999: 10), ada dua faktor yang mempengaruhi, kemandirian belajar yaitu sebagai berikut: Pertama, faktor internal dengan indikator tumbuhnya kemandirian belajar yang terpancar dalam fenomena antara lain: 1) Sikap bertanggung jawab untuk melaksanakan apa yang dipercayakan dan ditugaskan, 2) Kesadaran hak dan kewajiban peserta didik disiplin moral yaitu budi pekerti yang menjadi
93
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika tingkah laku, 3) Kedewasaan diri mulai konsep diri, motivasi sampai berkembangnya pikiran, karsa, cipta dan karya (secara berangsur), 4) Kesadaran mengembangkan kesehatan dan kekuatan jasmani, rohani dengan makanan yang sehat, kebersihan dan olahraga. 5) Disiplin diri dengan mematuhi tata tertib yang berlaku, sadar hak dan kewajiban, keselamatan lalu lintas, menghormati orang lain, dan melaksanakan kewajiban. Kedua, faktor eksternal sebagai pendorong kedewasaan dan kemandirian belajar meliputi: potensi jasmani rohani yaitu tubuh yang sehat dan kuat, lingkungan hidup, dan sumber daya alam, sosial ekonomi, keamanan dan ketertiban yang mandiri, kondisi dan suasana keharmonisan dalam dinamika positif atau negatif sebagai peluang dan tantangan meliputi tatanan budaya dan sebagainya secara komulatif. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan: 1) Apakah ada pengaruh penggunaan media berbasis IT pada pembelajaran IPA terhadap prestasi belajar di Gugus Diponegoro UPT Pendidikan Kecamatan Bae Kudus? 2) Apakah ada pengaruh kemandirian belajar terhadap prestasi belajar di Gugus Diponegoro UPT Pendidikan Kecamatan Bae Kudus? 3) Apakah ada interaksi antara penggunaan media berbasis IT pada pembelajaran IPA dan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar di Gugus Diponegoro UPT Pendidikan Kecamatan Bae Kudus? Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai: 1) Untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan media berbasis IT pada pembelajaran IPA terhadap prestasi belajar di Gugus Diponegoro UPT Pendidikan Kecamatan Bae Kudus. 2) Untuk mengetahui manakah yang lebih baik prestasi belajar peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi atau kemandirian belajar rendah di Gugus Diponegoro UPT Pendidikan Kecamatan Bae Kudus. 3) Untuk mengetahui interaksi penggunaan media berbasis IT pada pembelajaran IPA dan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar di Gugus Diponegoro UPT Pendidikan Kecamatan Bae Kudus.
Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kelas V pada dua SD Negeri di Gugus Diponegoro Kecamatan Bae Kudus, pada pembelajaran semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian ini dilaksanakan 5 bulan, mulai bulan Februari 2015 sampai dengan Juni 2015. Jenis penelitian ini adalah eksperimen menggunakan desain faktorial 2 x 2. Metode eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono 2011:72). Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa Kelas V di SD Negeri Gugus Diponegoro UPT Pendidikan kecamatan Dawe Kudus. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Cluster Random Sampling Dari 2 kelas yang terpilih secara random dipilih kelas eksperimen dan kelas kontrol secara random. (SD 2 Dersalam/ SD 1 Dersalam). Dalam penelitian ini ada 3 variabel, yaitu : 1) Variabel bebas (A) yaitu metode pembelajaran. 2) Variabel moderator (B) adalah kemandirian belajar siswa. 3) Variabel terikat adalah prestasi belajar IPA.
94
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara, yaitu: 1) tes kognitif mata pelajaran IPA 2) penyebaran angket untuk pengumpulan data kemandirian belajar peserta didik. Sebelum instrumen digunakan sebagai penjaring data, maka diujicobakan terlebih dahulu. Uji instrument ini meliputi: 1) Uji Validitas Angket kemandirian belajar Peserta didik dengan Product Moment Pearson. 2) Uji Reliabilitas Angket kemandirin Belajar Peserta didik dengan rumus Kuder Richardson (KR-20). 3) Uji validitas tes prestasi belajar IPA menggunakan rumus Product Moment, 4) Uji reliabilitas tes prestasi belajar dengan formula KR-20, 5) Uji daya beda tes prestasi belajar, 6) Uji tingkat kesukaran tes prestasi belajar. Adapun teknik analisis data menggunakan uji analisis variansi dua jalan (ANAVA).
Hasil Penelitian dan Pembahasan Deskripsi Data Deskripsi Data Kemandirian Belajar Jumlah responden (N) = 60, skor terendah = 66, skor tertinggi = 115, mean = 86,43 median = 86,50, modus = 79 standar deviasi = 9,28, standar error of mean (SE)= 1,19, kwartil 1 (Q1) = 80,25 yang artinya 75% dari responden memiliki skor > 80,25 kwartil 3 (Q3) = 92,00 yang artinya 25% dari responden memiliki skor > 92,00.
Deskripsi Data Prestasi Belajar IPA Jumlah responden (N) = 60, skor terendah = 53, skor tertinggi = 100, mean = 77,60 median = 76,00, modus = 82 standar deviasi = 12,51, standar error of mean (SE)= 1,62, kwartil 1 (Q1) = 65 yang artinya 75% dari responden memiliki skor > 65 kwartil 3 (Q3) = 88 yang artinya 25% dari responden memiliki skor > 88.
Deskripsi Data Prestasi Belajar IPA dengan Pembelajaran Berbasis IT bagi Peserta didik yang Mempunyai Kemandirian Belajar Rendah Jumlah responden (N) = 14, skor terendah = 59, skor tertinggi = 100, mean = 77,29 median = 76, modus = 71 standar deviasi = 11,30, standar error of mean (SE)= 3,02, kwartil 1 (Q1) = 69,5 yang artinya 75% dari responden memiliki skor > 69,5 kwartil 3 (Q3) = 88 yang artinya 25% dari responden memiliki skor > 88.
Deskripsi Data Prestasi Belajar IPA dengan Pembelajaran Berbasis IT bagi Peserta didik yang Mempunyai Kemandirian Belajar Tinggi Jumlah responden (N) = 16, skor terendah = 59, skor tertinggi = 100, mean = 80,81 median = 82 modus = 59 standar deviasi =15,60, standar error of mean (SE)=3,90, kwartil 1 (Q1) =5,00 yang artinya 75% dari responden memiliki skor > 65,00, kwartil 3 (Q3) = 97,00 yang artinya 25% dari responden memiliki skor > 94,00.
95
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Deskripsi Data Prestasi Belajar IPA dengan Pembelajaran Konvensional bagi Peserta didik yang Mempunyai Kemandirian Belajar Rendah Jumlah responden (N) = 16, skor terendah = 53, skor tertinggi = 100, mean = 75 median = 73,50, modus = 71 standar deviasi =11,07, standar error of mean (SE)= 2,77, kwartil 1 (Q1) = 66,5 yang artinya 75% dari responden memiliki skor > 66,5, kwartil 3 (Q3) = 82 yang artinya 25% dari responden memiliki skor > 82.
Deskripsi Data Prestasi Belajar IPA dengan Pembelajaran Konvensional bagi Peserta didik yang Mempunyai Kemandirian Belajar Tinggi Jumlah responden (N) = 14, skor terendah = 59, skor tertinggi = 94, mean = 77,21, median = 82, modus = 82, standar deviasi = 11,76, standar error of mean (SE)= 3,14, kwartil 1 (Q1) = 65,00 yang artinya 75% dari responden memiliki skor > 65,00, kwartil 3 (Q3) = 83,50 yang artinya 25% dari responden memiliki skor > 83,50.
Pengujian Persyaratan Analisis Pengujian Normalitas Data kemandirian belajar diperoleh nilai signifikansi p=0.721 (p>0,05) yang berarti data kemandirian belajar berdistribusi normal, data prestasi belajar IPA menunjukkan nilai p=0,345 (p>0,05), maka dapat dikatakan bahwa data prestasi belajar IPA pada peserta didik yang diajarkan melalui media konvensional maupun menggunakan media berbasis IT berdistribusi normal.
Pengujian Homogenitas Data prestasi belajar IPA menunjukkan nilai signifikasni p=0,180 (p>0,05), maka dapat dikatakan bahwa data prestasi belajar IPA pada peserta didik yang diajarkan melalui media konvensional maupun menggunakan media berbasis IT homogen. Artinya data variabel prestasi belajar IPA berdasarkan kemandirian belajar mempunyai varian yang sama.
Pengujian Hipotesis Analisis statistik dengan bantuan program computer SPSS dengan menggunakan teknik analisis varians (ANAVA) dua jalur dengan desain factorial 2 x 2. Hasil Uji Anava dapat diinterpretasikan sebagai berikut
Pengaruh Pembelajaran Menggunakan Media Berbasis IT dan Konvensioanl Terhadap Prestasi Belajar IPA Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 4,808 dengan nilai signifikasi p=0,037 (P<0,05), hasil Fhitung (4,806) lebih besar dari Ftabel (4,00). Dari
96
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika hasil perhitungan tersebut maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh penggunaan media pembelajaran berbasis IT terhadap prestasi belajar IPA terbukti kebenaranya. Artinya bahwa penggunaan media pembelajaran berbasis IT pada pembelajaran IPA terhadap prestasi belajar peserta didik memiliki perbedaan yang signifikan.
Pengaruh Kemandirian Belajar Terhadap Prestasi Belajar IPA Berdasarkan hasil ANAVA perhitungan diperoleh nilai signifikansi p=0,038 (p<0,05) dengan nilai Fhitung (4,770) lebih dari Ftabel (4,00). Dari hasil perhitungan tersebut maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh kemandirian belajar terhadap prestasi belajar IPA di gugus Diponegoro UPT Pendidikan Kecamatan Bae Kudus, terbukti kebenarannya. Dari kedua tingkat kemandirian menunjukkan peserta didik yang memiliki kemandirian tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan pada peserta didik yang memiliki kemandirian belajar kategori rendah.
Interaksi Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis IT dan Kemandirian Belajar Terhadap Prestasi Belajar IPA. Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA diperoleh nilai signifikansi p=0,024 (p<0,05) dengan nilai Fhitung = 4,402. Hasil perhitungan ini kemudian dikonsultasikan dengan tabel F dengan Dkpembilang 1 dan Dkpenyebut = 59 dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh Ftabel =4,00. Karena Fhitung > Ftabel atau 4,402 > 4,000, maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh interaksi penggunaan media pembelajaran berbasis IT dan kemandirian belajar peserta didik terhadap prestasi belajar IPA terbukti kebenaranya. Artinya ada interaksi pengaruh kemandirian belajar, pembelajaran menggunakan atau tidak menggunakan media pembelajaran berbasis IT dengan prestasi belajar IPA . Pembahasan Pembahasan mengenai hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan interpretasi data hasil tes belajar IPA sebagai berikut. Perbedaan pengaruh antara penggunaan media berbasis IT dan konvensional terhadap prestasi belajar IPA peserta didik Kelas V SD Negeri di Gugus Diponegoro Kecamatan Bae Kudus. Hasil pengujian dengan uji ANAVA diperoleh bahwa terdapat perbedaaan hasil belajar menggunakan media pembelajaran berbasis IT dengan pembelajaran konvensional, di mana nilai rata-rata hasil belajar dengan media berbasis IT lebih besar dibandinglan dengan pembelajaran konvensional. Pada pengujian pengaruh, ditemukan bahwa penggunaan media pembelajaran IT berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar IPA. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada perbedaan pengaruh antara penggunaan media berbasis IT dan konvensional terhadap prestasi belajar IPA terbukti.
97
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Hasil peneliti ini menguatkan pandangan Fryer (2001) bahwa penggunaan TIK dalam pembelajaran bertujuan untuk melatih keterampilan menggunakan TIK dengan cara mengintegrasikannya ke dalam aktifitas pembelajaran, bukan mengajarkan TIK tersebut sebagai mata pelajaran yang terpisah. Jadi, sudah saatnya TIK diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran dan bukan hanya sekedar menjadi mata pelajaran yang terpisah. UNESCO (2002) menyatakan bahwa pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran memiliki tiga tujuan utama: 1) Untuk membangun ”knowledge-based society habits” seperti kemampuan memecahkan masalah (problem solving), kemampuan berkomunikasi, kemampuan mencari, mengolah/mengelola informasi, mengubahnya menjadi pengetahuan baru dan mengkomunikasikannya kepada orang lain; 2) Untuk mengembangkan keterampilan menggunakan TIK (ICT literacy); dan 3) Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Muksin Wijaya (2012) penerapan model pembelajaran yang lebih baik dapat meningkatkan pemahaman peserta didik atas konsep-konsep materi pelajaran, sehingga pada saat diadakan evaluasi belajar diperoleh hasil belajar yang meningkat. Media pembelajaran yang baik mencakup aspek visual, auditif dan motorik akan memudahkan peserta didik dalam belajar dan menanamkan konsep. Semakin banyak indera peserta didik yang terlibat dalam proses belajar maka semakin mudah anak belajar dan semakin bermakna. Hasil penelitian ini juga diperkuat dari hasil penelitian Gina Ratna Juwita (2012), latar belakang dari penelitian ini adalah peserta didik memandang pelajaran matematika sebagai mata pelajaran yang paling sulit dan membosankan, sehingga peserta didik tidak memiliki minat untuk mempelajarinya dan hasil belajarpun menjadi rendah. Selain itu, rendahnya minat dan hasil belajar peserta didik diakibatkan karena selama ini pembelajaran yang dilakukan guru cenderung masih bersifat konvensional. Untuk mengentaskan permasalahan tersebut maka diterapkan penggunaan media Microsoft PowerPoint dalam pembelajaran sebagai upaya meningkatkan minat dan hasil belajar matematika peserta didik. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan dan pengaruh antara penggunaan Microsoft PowerPoint dengan minat dan hasil belajar. Keterkaitan tersebut didukung oleh pendapat Nana Sudjana (2011) bahwa nilai praktis media pembelajaran adalah media dapat memperbesar minat dan perhatian peserta didik untuk belajar serta media dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap. Berdasarkan hasil penelitian ini penggunaan media berbasis IT berpengaruh lebih baik daripada peserta didik yang belajar dengan media pembelajaran sederhana (konvensional). Peserta didik yang diajarkan dengan memanfaatkan media IT dapat menghasilkan lebih banyak jawaban kreatif terhadap pertanyaan yang diberikan guru.
Ada perbedaan pengaruh kemandirian belajar yang tinggi dan kemandrian belajar yang rendah terhadap prestasi belajar IPA peserta didik Kelas V SD Negeri di Gugus Diponegoro Kecamatan Bae Kudus. Hasil pengujian dengan uji ANAVA diperoleh bahwa terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik dengan tingkat kemandirian belajar tinggi dengan peserta didik
98
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika dengan tingkat kemandirian belajar rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengujian dengan ANAVA yang menunjukkan nilia signifikansi sebesar 0,009 < 0,05 dengan demikian hipotesi yang menyatakan ada perbedaan pengaruh kemandirian belajar yang tinggi dan kemandrian belajar yang rendah terhadap prestasi belajar IPA peserta didik Kelas V SD Negeri di Gugus Diponegoro Kecamatan Bae Kudus, terbukti. Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Ronaldi (2013), hasil penelitian menunjukkan bahwa kemandirian belajar berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar dengan tingkat pengaruhnya sebesar (43,4%). Hasil penelitian sesuai dengan pendapat Utari Sumarmo (2006: 5) dengan kemandirian, peserta didik cenderung belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien, akan mampu mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar mampu menganalisis permasalahan yang kompleks, mampu bekerja secara individual maupun bekerja sama dengan kelompok, dan berani mengemukakan gagasan. Menurut Hiemstra (1994) bahwa kemandirian adalah perilaku peserta didik dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain, dalam hal ini adalah peserta didik tersebut mampu melakukan belajar sendiri, dapat menentukan cara belajar yang efektif, mampu melaksanakan tugas-tugas belajar dengan baik dan mampu untuk melakukan aktivitas belajar secara mandiri.
Interaksi pengaruh antara media pembelajaran dan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar IPA peserta didik Kelas V SD Negeri di Gugus Diponegoro Kecamatan Bae Kudus. Hasil pengujian pengaruh bersama (interaksi) ditemukan bahwa penggunaan media pembelajaran dan kemandirian belajar peserta didik secara bersama-sama mempengaruhi hasil belajar. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji ANAVA menunjukkan nilai signifikansi p=0,024 (p<0,05), dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada interaksi pengaruh antara media pembelajaran dan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar IPA peserta didik Kelas V SD Negeri di Gugus Diponegoro Kecamatan Bae Kudus, terbukti. Adapun interaksi yang muncul sebagai berikut; a) Prestasi belajar IPA dengan menggunakan media pembelajaran berbasis IT antara peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi dan rendah. Peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi memperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA 82,50 sedangkan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah memperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA sebesar 82,13. Hal tersebut menunjukkan bahwa peserta didik yang diajarkan melalui media pembelajaran IT dengan kemandirian belajar rendah lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi. b) Prestasi belajar IPA dengan pembelajaran konvensional antara peserta didik yang memiliki kemandirian tinggi dan rendah. Peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi memperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA 79.42 sedangkan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah memperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA sebesar 78.22. c) Prestasi belajar IPA
99
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika dengan menggunakan media pembelajaran berbasis IT dan memiliki kemandirian belajar rendah dengan pembelajaran konvensional dan memiliki kemandirian belajar rendah. Peserta didik yang yang diajarkan menggunakan media IT dengan kemandirian belajar rendah memperoleh nilai rata-rata 82,50 sedangkan peserta didik yang diajarkan secara konvensional dengan kemandirian rendah memperoleh nilai rata-rata 78,22. d) Prestasi belajar IPA dengan menggunakan media pembelajaran IT dan memiliki kemandirian belajar tinggi dengan pembelajaran konvensional dan memiliki kemandirian belajar tinggi. Peserta didik yang diajarkan menggunakan media IT dan memiliki tingkat kemandirian belajar tinggi memperoleh nilai rata-rata 82,13 sedangkan peserta didik yang diajarkan secara konvensional dengan kemandirian belajar tinggi memperoleh nilai rata-rata 79,42. e) Prestasi belajar IPA dengan menggunakan media pembelajaran IT dan memiliki kemandirian belajar rendah dengan pembelajaran konvensional dan memiliki kemandirian belajar tinggi. Peserta didik yang diajarkan menggunakan media IT dengan kemandirian belajar rendah memperoleh nilai rata-rata 82,50 sedangkan peserta didik yang diajarkan secara konvensional dengan kemandirian belajar tinggi memperoleh nilai rata-rata 79,42. f) Prestasi belajar IPA dengan menggunakan media pembelajaran IT dan memiliki kemandirian belajar tinggi dengan pembelajaran secara konvensional dan memiliki kemandirian belajar rendah. Peserta didik didik yang diajarkan menggunakan media IT dengan kemandirian belajar tinggi memperoleh nilai rata-rata 82,13, sedangkan peserta didik yang diajarkan secara konvensional dengan kemandirian belajar rendah memperoleh nilai rata-rata 78,22. Kesimpulan bahwa penggunaan media pembelajaran berbasis IT didukung dengan kemandirian belajar peserta didik yang tinggi akan mampu meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut 1) Hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran IPA dengan menggunakan media berbasis IT lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar peserta didik yang diajarkan secara konvensional. 2) Hasil belajar peserta didik yang memiliki tingkat kemandirian belajar tinggi lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah. 3) Terdapat interaksi antara media pembelajaran yang digunakan dengan tingkat kemandirian belajar terhadap hasil belajar. a)Peserta didik yang diajarkan melalui media pembelajaran IT dengan kemandirian belajar rendah lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi. b) Peserta didik yang memiliki kemandirian belajar kategori tinggi hasilnya lebih baik dibandingkan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah. c) Peserta didik yang diajarkan menggunakan media IT dengan kemandirian belajar rendah, lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang diajarkan secara konvensional dengan kemandirian belajar rendah. d) Peserta didik yang diajarkan menggunakan media pembelajaran IT dengan kemandirian belajar tinggi hasilnya lebih baik dibandingkan peserta didik yang diajarkan secara konvensional dengan kemandirian belajar tinggi. e) Peserta didik yang diajarkan menggunakan media IT dengan kemandirian belajar rendah hasilnya lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang diajarkan secara konvensional dengan kemandirian belajar tinggi. f) Peserta didik yang diajarkan dengan
100
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika media pembelajaran IT dengan kemandirian belajar tinggi hasilnya lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang diajarkan secara konvensional dengan kemandirian rendah. Implikasi Implikasi Teoritis Dapat memberikan sumbangan keilmuan tentang pentingnya pemanfaatan media pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Implikasi Praktis Sebagai masukan pada peserta didik tentang pentingnya kemandirian belajar untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dan Sebagai masukan bagi guru untuk menerapkan media pembelajaran dalam pengelolaan pembelajaran terhadap peserta didik.
Saran Peserta didik untuk lebih giat lagi dalam belajar dengan menumbuhkan semangat kemandirian belajarnya. Guru dalam menyampaikan materi pembelajaran sebaiknya dengan media pembelajaran berbasis IT untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Peneliti lain diharapkan menindak lanjuti penelitian ini untuk dikembangkan lebih luas ruang lingkupnya.
Daftar Pustaka Desak Putu Budiarini. 2011. Penerapan Layanan Informasi Belajar Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Kelas VII SMPN 1 Sukasada. Jurnal Penelitian Bimbingan dan Konseling. Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Fryer, Wesley A.. 2001. Strategy for effective Elementary Technology Integration. (Online) Tersedia dalam http://www.wtvi.com/teks/ integrate/tcea2001/powerpointoutline.pdf Diunduh Tanggal 12 Mei 2015. Gina Ratna Juwita. 2012. Pengaruh Penggunaan Mcrosoft Power Point Terhadap Minat dan Hasil Belajar Matematika Peserta didik Didik Pada Materi Segitiga dan Segi Empat. Jurnal Penelitian Jurusan Tadris Matematika. Cirebon: IAIN Syekh Nurjati Hiemstra. (1994). Self-Directed Learning. In T. Husen & T. N. Postlewaite (Eds),The International Encyclopedia of Education (second edition) Oxford: Porgomon Press. http: //home.twcny.rr.com/hiemstra/sdlhdbk.html/ diakses pada tanggal 21 April 2015. Ida Farida Ahmad. 2008. Pengaruh Kemandirian Belajar dan Disiplin Belajar terhadap Prestasi Belajar Siklus Akuntansi Siswa Kelas X SMK Negeri 7 Yogyakarta Tahun Ajaran 2007/2008. Tesis. FE UNY. Muhammad Nur Syam. 1999. Metodologi Penelitian Dakwah. Solo: CV. Ramadhan. Muksin Wijaya. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran e-Learning Berbasis Web dengan Prinsip e-Pedagogy dalam Meningkatkan Hasil Belajar. Skripsi (Tidak diterbitkan). Bandung: BPK Penabur.
101
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Pitoyo Yuliatmojo. 2006. Mempersiapkan Guru Pada Strategi Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi Dan Komunikasi. Seminar Internasional, ISSN 1907-2066 Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia Ronaldi. 2013. Pengaruh Dukungan Orang Tua dan Kemandirian Belajar Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas XI IPS SMAN 6 Padang. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Padang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Slameto. 2006. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharsim Arikunto, 2005. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta. Suharsim Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Suharsim Arikunto. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Belajar. Jakarta: Bumi Aksara Sumadi Suryabrata. 2007. Psikologi pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sumadi Suryabrata. 2008. Metode Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suwardi. 2007. Manajemen Pembelajaran. Surakarta. STAIN Salatiga Press. Tilaar, H.A.R. 2006. Manajemen Pendidikan Nasional Kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tu'u Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Belajar Siswa, Jakarta: Grasindo Persada. Umar Tirtarahardja dan La Sulo. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta UNESCO Institute for Information Technologies in Education. 2002. Toward Policies for Integrating ICTs into Education. Hig-Level Seminar for Decision Makers and Policy-Makers, Moscow 2002. Utari
Sumarmo. 2004. Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Dikembangkan Pada Peserta Didik, Bandung: FPMIPA, UPI
Bagaimana
Wahyuni Ainun Fakhriyah, dkk. 2010. Pengembangan Multimedia Pembelajaran IPA Fisika Berbasis Multimultimedia Flash CS5 Pokok Bahasan Optika Geometri untuk meningkatkan Pemahaman Konsep Peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Winongan. Skripsi (Tidak diterbitkan). Bandung: Wiji Suwarno, 2008. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
102
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
Pengembangan Alat Permainan Edukatif Kartu Giling Huruf untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Usia Dini 4-6 Tahun 28
29
30
Sri Harti ; Nunuk Suryani ; Deny Tri Ardianto
[email protected]
Abstract: Rotating Letter Card (RLC), as a medium of reading learning, needs to be developed in the aspect of shape, size, color, and material in order to attract the children so that they will be more often to play it and get better understanding in learning letters and words shown in the RLC. The aim of the research is to develop RLC as a reading learning medium for 4-6 years old children. The sampling procedure in this development research is based on the development model of ADDIE (analysis, design, development, implementation, and evaluation), gradually held in Ar- Rohmah Kindergarten on the second semester, February – May, 2014/ 2015. The effectivity and test result show that the RLC, which is the result of the development, is ready to be used and produced in a broader scope.
Keywords: APE, Rotating Letter Card, Children
Pendahuluan
U
sia dini merupakan usia bermain yang sekaligus menjadi masa keemasan dan peka bagi anak untuk menerima berbagai stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya (Sujiono & Sujiono, 2013:20). Pada usia usia ini, bermain merupakan aktivitas penting karena melalui kegiatan bermain, daya pikir, emosi, sosial, dan fisik anak dapat terangsang dan berkembang. Semakin besar fantasi yang bisa dikembangkan oleh anak dari sebuah mainan, maka akan lebih lama mainan itu menarik bagi si anak. Oleh karena itu, sebelum merancang suatu permainan bagi anak usia dini, pendidik harus paham apa yang menjadi kebutuhan anak sehingga dapat menghasilkan rancangan kegiatan bermain yang menyenangkan dan bermanfaat untuk tumbuh-kembang anak. Dalam kondisi seperti inilah benar-benar dapat dibangun suasana bermain sambil belajar dalam diri anak usia dini. Untuk mewujudkan suasana bermain sambil belajar diperlukan peran pendidik atau pendamping yang dapat merancang permainan yang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan anak yang hendak dicapai. Oleh karena itu diperlukan strategi yang tepat dalam menangani pembelajaran bagi anak usia dini agar tidak meninggalkan prinsip pendidikan bagi anak usia dini yang menggunakan metode bermain sambil belajar untuk mengoptimalkan semua fungsi kognitif selanjutnya (Sujiono & Sujiono,2013: 34). 28
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 30 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakart. 29
103
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Salah satu strategi yang cocok digunakan oleh pendidik anak usia dini yaitu mengajar dengan alat permainan edukatif (APE) yang dapat memenuhi berbagai tujuan pembelajaran (Eggen dan Kauchak, 2012: 6). Dalam hal ini permainan dan alat bermain yang dimaksud bukanlah suatu yang harus bernilai ekonomi tinggi, namun dapat menunjang terselenggaranya kegiatan pembelajaran secara efektif dan menyenangkan sehingga dapat mengembangkan berbagai potensi anak secara optimal. APE yang digunakan dalam pembelajaran harus menyesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan tema yang disiapkan bagi peserta didik dengan mempertimbangkan kelaziman anak yang belajar karena adanya interaksi dengan orang lain dan keadaan di sekitanya melalui mendengar dan melihat. Ini berarti bahwa identifikasi suatu objek merupakan bagian penting dari proses belajar tersebut, termasuk pengenalan objek berupa huruf. Pemahaman bentuk huruf ini merupakan interaksi anak dengan cara melihat. Sementara pengenalan dan perkembangan kosa kata merupakan interaksi anak dengan cara mendengar. Dari kenyataan ini, bentuk huruf dan perkembangan kosa kata merupakan dua hal penting yang harus dikembangkan pada anak sejak usia dini. Namun demikian, pengembangan dua hal tersebut harus dilakukan dengan cara yang tepat, melalui pembelajaran tematik dan menyesuaikan dengan tumbuh kembang anak. Melalui bermain sambil belajar menggunakan APE sebagai media diharapkan anak dapat dengan mudah memahami bentuk huruf dan pengucapannya sebagai kata dengan alat permainan yang dia mainkan secara menyenangkan. Selanjutnya, anak akan mampu mengembangkan bahasanya sendiri untuk berlatih membaca. Membaca merupakan bagian sangat penting dari kegiatan mengembangkan kemampuan bahasa anak. Dari membaca anak akan memperoleh pengetahuan, bahkan sering dikatakan bahwa membaca merupakan pintu dan jendela untuk membuka wawasan anak. Oleh karena itu, anak usia dini dengan kemampuan menyerap informasi yang sangat besar perlu mulai diajari membaca dengan cara dan media yang sesuai dan menyenangkan (Hasan, 2009: 312). Lazimnya, pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) untuk usia 4-6 tahun tidak ada keharusan bagi peserta didik untuk belajar membaca karena belajar membaca lebih dimaknai sebagai ajang sosialisasi prasekolah. Namun demikian, tidak jarang Sekolah Dasar (SD), terutama SD favorit, mensyaratkan calon peserta didiknya harus sudah bisa membaca. Fakta ini menjadikan banyak TK yang memaksakan peserta didiknya belajar membaca agar bisa diterima di SD favorit setelah lepas dari pendidikan pra sekolah tersebut, walaupun metode dan media yang digunakan cenderung tidak sesuai dengan usia tumbuh kembang anak. Hal ini diperparah lagi dengan ambisi orang tua yang menuntut kemampuan anak untuk segera dapat membaca dengan cara memberikan materi tambahan belajar membaca dengan memanggil guru les atau memasukkan pada lembaga pendidikan non formal yang menyelenggarakan pembelajaran khusus membaca yang jelas-jelas mengabaikan prinsip bermain sambil belajar bagi anak usia dini. Maimunah Hasan (2009:312), berpendapat bahwa mengajarkan membaca pada usia TK tidak salah, namun caranya harus tetap memperhatikan prinsip bermain sambil belajar sehingga anak saat melakukan aktifitas belajar tersebut tetap dalam suasana menyenangkan dan tanpa beban. Pada konteks inilah pendidik dituntut untuk secara cerdas dapat memilih, bahkan membuat media pembelajaran yang berupa APE secara
104
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika tepat bagi peserta didiknya untuk belajar membaca, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para pendidik atau guru di TK Ar-Rohmah Jaten, Karanganyar yang telah membuat APE yang diberi nama Kartu Giling Huruf (KGH) sebagai media untuk mengajari anak membaca secara menyenangkan dalam bentuk permainan. APE ini dirancang sebagai media untuk memudahkan peserta didik belajar membaca dengan mengenali bentuk huruf seperti yang terdapat dalam KGH tersebut. Alat yang diciptakan ini merupakan media pembelajaran yang diharapkan memiliki nilai edukasi tinggi bagi anak usia dini dan sangat mudah digunakan untuk belajar membaca melalui bermain sesuai tema yang sudah ditentukan oleh guru sehingga diharapkan anak mempunyai penguasaan kemampuan membaca lebih cepat dengan cara yang menyenangkan dan merasa tertantang untuk terus belajar membaca. Anak usia dini akan lebih mudah memahami sesuatu secara langsung melalui melihat, mendengar, dan praktek langsung melalui bermain. Dengan bermain anak mempunyai kemampuan menerima pengetahuan lebih baik karena dalam bermain banyak hal yang anak dapatkan. Oleh karenanya, KGH sebagai salah satu media pembelajaran membaca perlu dikembangkan, baik dari segi bentuk, ukuran, warna, dan bahan agar lebih menarik perhatian anak sehingga anak akan lebih sering memainkan alat ini dan lebih mudah memahami huruf beserta kosa kata seperti yang terdapat dalam KGH. Pada titik inilah dipandang perlu untuk melakukan penelitian pengembangan alat Kartu Giling Huruf tersebut untuk dapat meningkatkan nilai edukasi dan lebih membangkitkan rasa senang anak sehingga anak tertantang untuk terus bermain sambil belajar membaca. Secara detail, penelitian pengembangan KGH ini memiliki tiga tujuan, sebagai berikut. 1. Mengetahui penggunaan Alat Permainan Edukatif/Media untuk meningkatkan kemampuan membaca di TK Ar-Rohmah Karanganyar. 2. Untuk menghasilkan Alat Permainan Edukatif yang dapat meningkatkan kemampuan membaca anak TK. 3. Untuk mengetahui efektifitas Alat Permainan Edukatif Kartu Giling Huruf (KGH) pada peningkatan kemampuan belajar membaca anak TK. Penelitian pengembangan APE untuk meningkatkan kemampuan membaca bagi anak usia dini ini bukanlah yang pertama dan satu-satunya, namun penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan alternatif yang diharapkan dapat melengkapi hasil penelitianpenelitian terdahulu. Misalnya, Bobbie Kabuto (2009), telah melakukan kajian mendalam tentang pengaruh warna dalam tanda terhadap daya serap siswa dalam menerima materi pembelajaran. Walaupun penelitian pengembangan media pembelajaran ini tidak ditujukan kepada anak usia dini, namun metode yang digunakan dapat diadopsi dan dikembangkan pada pengembangan APE Kartu Giling Huruf. Demetra Evangelou, dkk. (2010), menunjukkan bahwa lazimnya anak usia dini lebih mudah menerima materi pembelajaran dengan menggunakan media yang teraba atau tertangkap oleh indra untuk memahami suatu objek. Dari pustaka yang berupa jurnal hasil penelitian ini, setidaknya ada beberapa informasi yang dapat dijadikan sebagai data sekunder dari penelitian pengembangan Kartu Giling Huruf. Christine Wang, Tanya Christ, dan Ming Ming Chiu (2014), menunjukkan bahwa pembelajaran untuk pengenalan dan memperkaya perbendaharaan kata bagi anak usia
105
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika dini diperlukan strategi dan cara yang tepat, baik model dan/atau media pembelajarannya, yaitu model bermain sambil belajar dan media yang sesuai dengan usia tumbuh kembang anak. Membaca menggunakan media merupakan topik yang sama dibahas dalam penelitian yang dilakukan oleh Christine Wang, Tanya Christ, dan Ming Ming Chiu maupun penelitian pengembangan KGH, perbedaannya terletak pada tujuan penggunaan APE, dimana dalam penelitian yang dilakukan oleh Christine Wang, Tanya Christ, dan Ming Ming Chiu bertujuan untuk memperkaya bahasa, tetapi dalam penelitian pengembangan KGH untuk meningkatkan kemampuan membaca. Penelitian pengembangan ini dapat digunakan sebagai alternatif dan pelengkap dari penelitian pengembangan APE untuk meningkatkan kemampuan membaca anak usia dini, sehingga hasil penelitian pengembangan KGH ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu solusi untuk memperoleh APE yang tepat untuk meningkatkan kemampuan membaca anak usia dini 4-6 tahun.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada anak usia 4-6 tahun di TK. Masyithoh dan TK Ar-Rohmah . Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap. Waktu pelaksanaan pengamatan beserta pengembangan KGH pada semester 2, bulan Pebruari – Mei tahun pembelajaran 2014/2015. Penelitian pengembangan KGH ini dirancang dengan menggunakan modifikasi yang dilakukan pada bagian jumlah subjek ujicoba. Pada tahap uji coba ini peneliti melibatkan peserta didik Kelas A TK Masyithoh sebagai ujicoba individu dan ujicoba kelompok kecil yang berjumlah 11 anak. Sementara itu, untuk ujicoba lapangan peneliti melibatkan 49 anak dari TK Ar-Rohmah yang terbagi dalam dua kelas, yaitu kelas eksperimen (Kelompok Cempaka) berjumlah 26 anak , dan kelas kontrol (Kelompok Dahlia), berjumlah 23 anak. Model penelitian pengembangan yang meliputi 5 tahap.
ini mengikuti model desain instruksional ADDIE
Pertama, tahap analisis yang meliputi tiga kegiatan, yaitu: 1) studi pustaka yang dilakukan dengan ekplorasi teori dari berbagai pustaka yang relevan untuk memperoleh hasil produk yang baik dan sesuai dengan kebutuhan APE sebagai media belajar membaca bagi anak TK atau anak usia dini usia 4-6 tahun; 2) survey lapangan untuk memperoleh data riil yang ada di lapangan yang berkenaan dengan kegiatan belajar membaca bagi anak usia dini usia 4-6 tahun di TK-A Masyitoh dan TK Ar-Rohmah dengan menggunakan prototipe KGH; dan 3) analis kebutuhan, yaitu kegiatan untuk menyusun draft model pengembangan KGH yang dilakukan dengan mengacu hasil studi pustaka dan servey lapangan. Kedua, tahap desain yang terdiri dari dua kegiatan, yaitu: 1) menetapkan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dikembangkan dalam kaitannya dengan KGH; dan 2) merancang media pembelajaran berupa KGH yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan membaca anak usia 4-6 tahun. Ketiga, tahap pengembangan yang terdiri dari tiga kegiatan berikut. 1) Produk media, pembuatan produk KGH sesuai dengan desain dan rancangan awal.
106
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika 2) Validasi produk KGH yang terdiri dari dua kegiatan, yaitu: a) validasi ahli media untuk menilai desain KGH yang meliputi bentuk, warna, bahan, kemudahan memainkan dan kesesuaian dengan dunia anak yang dilakukan oleh ahli pengembang kurikulum TK Ar-Rohmah; dan b) validasi ahli materi dilakukan oleh guru senior yang bertugas menilai kelengkapan dan kesesuaian media dengan materi pembelajaran yang sesuai Kompternsi Inti dan Kompetensi Dasar. 3) Ujicoba produk KGH yang terdiri dari tiga kegiatan, yaitu: 1) ujicoba awal (one-to-one trying out) dengan melibatkan 1 – 3 anak; 2) ujicoba kelompok kecil (small group tryout); dan 3) ujicoba kelompok besar atau uji coba lapangan (field tryout) yang sering dikenal dengan istilah uji empiris karena dilakukan untuk menguji validitas produk hipotesis. Keempat, tahap implementasi /penerapan KGH dalam proses pembelajaran pada kelas eksperimen berguna untuk memperoleh data tentang efektifitas penggunaa KGH yang kemudian dianalisis dengan menggunakan uji-t. Uji efektifitas ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan membaca antara kelas eksperimen (Kelompok Cempaka) dan kelas kontrol (Kelompok Dahlia). Kelima, tahap evaluasi yang dilakukan dengan mengevaluasi pada tiap tahapan sesuai langkah pengembangan menggunakan model desain instruksional ADDIE. Hasil evaluasi dipakai sebagai acuan apakah APE KGH sudah tidak memerlukan revisi lagi dan layak untuk digunakan dalam skala luas dan bisa dikatakan produk akhir.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengguna dapat melihat secara langsung bentuk KGH dan menggunakannya untuk belajar membaca melalui bermain secara langsung. Sub tema pembelajaran yang akan diajarkan sudah terpasang pada tempat papan kata KGH, sehingga pengguna dalam hal ini peserta didik TK-A dapat berlatih memahami kata yang bisa digiling sesuai sub tema yang sudah terpasang dengan disertai gambar untuk lebih memudahkan anak dalam belajar membaca.
Gambar 1. Tampilan KGH. Penilaian dalam penelitian pengembangan ini menggunakan penilaian dengan skala 5 kategori, yaitu: sangat tidak baik, tidak baik, cukup baik, baik, sangat baik.
107
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Penilaian dari ahli media didapat melalui angket yang diberikan kepada ahli media. Aspek yang dinilai oleh ahli media meliputi: Tampilan dan unsur media yang terbagi dalam 11 indikator. Unsur tampilan ada 8 indikator meliputi: penampilan desain APE, Pemilihan warna huruf, Komposisi ukuran huruf dengan lubang huruf, penempatan huruf pokok/ sub tema, bahan yang digunakan, komposisi warna, kemenarikan, ketepatan kombinasi warna. Unsur media ada 3 indikator meliputi: kemudahan penggunaan, kemudahan memahami huruf , kejelasan gambar dan huruf sub tema. Hasil konvensi penilaian ahli media terhadap tampilan dan unsur media menunjukkan bahwa media APE KGH untuk meningkatkan kemampuan membaca anak TK-A yang dikembangkan berada pada kategori baik dengan skor rata-rata 4. Validasi dari ahli materi dilakukan di ruang sentra persiapan yang merupakan ruang untuk menempatkan alat-alat permainan bagi anak di TK Ar-Rohmah untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung. Ahli materi menggunakan produk KGH didampingi oleh pengembang, sehingga ahli materi dapat menanyakan langsung hal-hal yang berkaitan dengan produk yang dikembangkan, serta langsung dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran kepada pengembang yang digunakan sebagai pedoman untuk melakukan perbaikan terhadap produk KGH yang dikembangkan. Ahli materi menilai dari Aspek isi dan fungsi media. Aspek isi meliputi 5 indikator, yaitu: kesesuaian alat dengan tujuan pembelajaran, materi sesui dengan kompetensi inti, materi sesuai dengan kompetensi dasar, kedalaman materi yang disajikan , serta kemudahan memahami materi. Aspek fungsi ada 5 indikator, yaitu: penggunaan dengan cara sederhana dan mudah, dapat mengembangkan berbagai aspek kecerdasan, meperhatikan segi keamanan, menjadikan anak aktif serta sifatnya konstruktif. Dari penilaian yang dilakukan oleh dua orang ahli materi diperoleh jumlah skor 49 dari ahli materi I, sedangkan dari ahli materi II diperoleh jumlah skor 48. Hasil konvensi pada data yang divalidasi oleh kedua ahli materi menunjukkan bahwa APE KGH yang dikembangkan memiliki kategori sangat baik dengan skor rata-rata 4,85. Hasil konvensi dari hasil uji coba individu dan kelompok kecil serta ujicoba lapangan meliputi 3 aspek, yaitu tampilan terdiri dari 6 indikator: bentuk fisik menarik perhatian anak, menimbulkan keinginan anak untuk bermain, memungkinkan anak betah bermain (5-20 menit), tampilan huruf dan gambar, sub tema mudah dipahami, dan warna menarik perhatian anak .Aspek penyajian materi meliputi 3 kategori, yaitu: materi sesuai tema dan sub tema pembelajaran, penggunaan sangat mudah, kejelasan petunjuk pemakaian yang dijelaskan oleh guru dan kemudahan pemahaman untuk menyampaikan materi sesuai sub tema. Aspek pemanfaatan meliputi satu indikator, yaitu memudahkan anak untuk belajar membaca melalui bermain. Hasil konvensi penilaian 11 indikator yang ada dalam uji coba individu dan kelompok kecil menunjukkan bahwa media KGH yang dikembangkan memiliki kategori baik dengan total skor rata-rata 40.35. Sementara itu, Uji coba lapangan (field tryout) yang dilakukan pada TK-A TK Ar-Rohmah di kelompok Cempaka sebagai kelas eksperimen dengan jumlah peserta didik 26 anak menunjukkan bahwa nilai kemampuan anak membaca sebelum menggunakan APE KGH mempunyai skor rata-rata 30 dan setelah belajar membaca menggunakan KGH nilai rata-rata menjadi 41,92. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan membaca setelah peserta didik berlatih membaca menggunakan KGH.
108
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika Dari Uji efektifitas penggunaan APE KGH dengan uji-t didapatkan nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 41,92, sementara itu kelas kontrol hanya mendapat nilai ratarata 30,91 karena tidak menggunakan APE KGH dan hanya menggunakan huruf yang ditebali ketika belajar membaca. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan APE KGH dalam ujicoba lapangan sanagat efektif dan sudah memenuhi kategori sangat baik dan layak digunakan dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca anak TK-A di TK ArRohmah, Jaten, Karanganyar.
Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian pengembangan KGH yang dilakukan, dapat ditarik tiga simpulan sebagai berikut. 1. KGH sebagai salah satu media pembelajaran membaca sangat cocok dan menarik bagi anak usia dini, baik dari segi bentuk, ukuran, warna, dan bahan merangsang anak untuk lebih sering memainkan alat ini sehingga anak lebih mudah memahami huruf dan kosa kata seperti yang terdapat dalam KGH. 2. Penelitian pengembangan ini dilakukan melalui beberapa tahapan sesuai prosedur tahap penelitian pengembangan yang terdiri dari 5 tahap, yaitu: a) penelitian pendahuluan yang meliputi identifikasi kebutuhan pembelajaran; b) pembuatan desain APE KGH yang meliputi kompetensi inti dan kompetensi dasar serta tujuan pembelajaran, perumusan materi, penulisan indikator, dan pengembangan materi pembelajaran; c) pengembangan produk yang meliputi pembuatan APE dan melakukan validasi ahli media dan ahli materi; d) implementasi APE KGH dalam proses belajar membaca pada kelas eksperimen; dan e) tahap evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi KGH yang sudah dikembangkan dan diujicobakan untuk menuju produk final. 3. Hasil data validasi dari ahli materi I diperoleh rata-rata 4.9 dan dari ahli materi II diperoleh rata-rata 4.8, sedangkan dari ahli media diperoleh rata-rata 4. Hasil ujicoba tahapan individu (one-to-one trying out) dan uji coba kelompok kecil (small group tryout) diperoleh rata-rata 40,35, artinya APE KGH sudah masuk kategori sangat baik. Dari tahapan uji coba kelompok besar (field tryout) diperoleh total nilai rata-rata 41,92 setelah menggunakan APE KGH lebih besar daripada sebelum menggunakan APE KGH yang total nilai rata-ratanya hanya 30. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian ini terutama bagi TK ArRohmah sebagai berikut. 1. Bagi peserta didik, hendaknya dengan adanya KGH dapat belajar membaca dengan mudah dan cepat serta dapat memahami materi pembelajaran yang disampaikan pendidik dengan baik karena dalam KGH materi yang disampaikan sudah ada gambar yang tertera dan peserta didik dapat berdiskusi lebih banyak dengan pendidik tentang tema pembelajaran yang sedang dibahas lebih luas. 2. Bagi pendidik, mengingat anak dapat belajar efektif jika pembelajaran yang disampaikan sesuai dengan dunianya, yaitu belajar melalui bermain, maka pendidik harus kreatif menggunakan KGH untuk membahas materi atau tema pembelajaran yang lebih luas.
109
Volume 15 No.02 September 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika 3. Bagi sekolah, penggunaan KGH sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan membaca peserta didik sehingga sekolah perlu menyediakan APE KGH lebih banyak agar anak-anak tidak berebut ketika belajar menggunakan alat ini. 4. Bagi pengembang lain, penelitian ini terbatas pada dua sekolah sehinga perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan sampel yang lebih luas di samping media yang dikembangkan masih bersifat sederhana sehingga perlu pula memikirkan pengembangan lebih luas agar dapat digunakan sebagai alat bantu belajar membaca lebih cepat dan menyenangkan.
Daftar Pustaka Evangelou, Demetra dkk. 2010. Talking about Artifacts: Preschool Children’s Explorations with Sketches, Stories, and Tangible Objects. View in Chinese (PDF)Mirar esta página en español HomeJournal ContentsIssue Contents Volume 12 Number 2 (http://ecrp.uiuc.edu/v16n1/index.html; diakses 11 Februari 2014). Hasan, Maimunah. 2009. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Jogjakarta: Diva Press. Sujiono, Yuliani Nurani & Sujiono, Bambang. 2013. Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta: PT Indeks. Eggen, Paul & Kauchak,Don. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan Ketrampilan Berpikir. Jakarta: PT Indeks. Kabuto, Bobbie. 2009. Color as a Semiotic Resource in Early Sign-Making. Mirar esta página en español HomeJournal ContentsIssue Contents Volume 11 Number 2 (http://ecrp.uiuc.edu/v16n1/index.html; diakses 11 Februari 2014). Wang, Christine. Christ,Tanya & Chiu, Ming Ming. 2013. Exploring a Comprehensive Model for Early Childhood Vocabulary Instruction: a Design Experiment (www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/03004430.2013.843531; diakses 11 Februari 2014)
110
Volume 15 No.02 September 2016