JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA
e-ISSN : 2407-795X p-ISSN : 2460-2582
http://jppipa.unram.ac.id/index.php/jppipa
Vol 3, No, 1 Januari 2017
IDENTIFIKASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER PADA HASIL FRAKSINASI EKSTRAK Phaseolus vulgaris L. DENGAN METODE GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROSCOPY (GC-MS) Khurriyatul Khair1, Yayuk Andayani2, Aliefman Hakim3 Program Studi Magister Pendidikan IPA, Program Pascasarjana Universitas Mataram123 Email:
[email protected]
Key Words
Abstract
P.vulgaris L extract, fractionatio n, VLC, GC-MS
This research was aimed to identify some classes of secondary metabolite compound on the fractionation results of green bean extract (P. vulgaris L.) using Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) method. Green bean was extracted by methanol solvent. Fractionation of methanol extract used Vacuum Liquid Chromatography (VLC) with some variation of eluents such as n-hexane 100%; n-hexane: ethyl acetate (9 : 1 to 1 : 9); and ethyl acetate 100%, produced 11 major fractions. Based on Thin Layer Chromatography (TLC) analysis using DCM: MeOH (9.5: 0.5) as mobile phases, these 11 major fractions were classified based on their polarity such as non-polar, semi-polar and polar fraction. The results of identification by GC-MS spectrometer showed the presence of secondary metabolites such as monoterpenes in non-polar fraction; in semi-polar fraction was found terpenoids and steroids; in polar fraction was found monoterpenes, phenolic and steroid as the lowest percent area, that is less than 2%.
Kata Kunci
Abstrak
Ekstrak P.vulgaris L, fraksinasi, KCV, GCMS
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi golongan senyawa metabolit sekunder pada hasil fraksinasi ekstrak buah buncis (P. vulgaris L.) dengan metode Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS). Buah buncis diekstraksi dengan pelarut metanol. Fraksinasi ekstrak metanol dengan kromatografi cair vakum (KCV) dengan variasi eluen n-heksan 100 %; n-heksan : etil asetat = 9:1 sampai 1:9; dan etil asetat 100%, menghasilkan 11 fraksi utama. Berdasarkan uji kromatografi lapis tipis (KLT) dengan eluen DCM:MeOH (9,5:0,5), 11 fraksi utama hasil KCV digolongkan berdasarkan kepolarannya yaitu fraksi nonpolar, semipolar dan polar. Hasil identifikasi dengan spektrometer GC-MS menujukkan adanya senyawa metabolit sekunder golongan monoterpen pada fraksi nonpolar; pada fraksi semipolar ditemukan terpenoid dan steroid; dan pada fraksi polar ditemukan monoterpen, fenolik dan steroid dengan % area terandah yaitu kurang dari 2%.
21
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017
(2013) menemukan adanya kandungan
PENDAHULUAN Buncis
merupakan
satu
senyawa golongan triterpenoid dalam
tanaman yang berkhasiat meluruhkan
fraksi partisi metanol dari ekstrak air
kencing (diuretik) dan menurunkan
buah buncis dan Risnafiani (2015)
kadar
melaporkan kandungan fitokimia dari
glukosa
salah
darah
(sebagai
antihiperglikemik), diduga karena peran
daun
senyawa
dan
senyawa golongan steroid, alkaloid,
stigmasterol (Andayani, 2003). Karena
kuinon, tannin, flavonoid, polifenol,
khasiatnya tersebut, maka ekstrak buah
monoterpen dan seskuiterpen. Atchibri,
buncis telah diproduksi dalam bentuk
et al. (2010) melaporkan aktivitas
sediaan serbuk yang dikemas dalam
antidiabetes dan kandungan fitokimia
bentuk kapsul. Kemampuan aktivitas
dari biji P. vulgaris L. yang terdiri atas
antioksidan
dari ekstrak Phaseolus
alkaloid, antrakuinon, catechic tannins,
vulgaris L. telah dilaporkan oleh Kurnia
flavonoid, gallic tannins, glikosida,
(2013), sedangkan Nugrahani (2015)
polifenol,
saponin,
melaporkan bahwa serbuk ekstrak buah
terpenoid.
Walaupun
buncis memiliki aktivitas antioksidan,
dilakukan penelitian mengenai profil
diduga karena mengandung senyawa
fitokimia dari tanaman ini, identifikasi
golongan flavonoid. Penelitian yang
golongan senyawa metabolit sekunder
dilakukan Lam (2010) menyebutkan
pada hasil fraksinasi kromatografi cair
bahwa biji buncis dapat bertindak
vakum (KCV) dari buah buncis dengan
sebagai antitumor, antijamur dan anti-
spektrometer GC-MS belum pernah
HIV-1 reverse transcriptase.
dilaporkan. Berdasarkan uraian di atas
aktif
β-sitosterol
buncis
diantaranya
steroid telah
adalah
dan banyak
Buncis (P. vulgaris L.) dikonsumsi
maka dipandang perlu mengidentifikasi
secara luas oleh masyarakat sebagai
dan membandingkan senyawa-senyawa
sayuran.
mengenai
metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman
hasil fraksinasi ekstrak metanol buah
kandungan
Penelitian fitokimia
dari
buncis ini telah dilakukan, diantaranya
buncis.
Jannah (2013) melaporkan hasil uji
Penelitian ini diharapkan dapat
Kromatografi Lapis Tipis menunjukkan
digunakan sebagai sumber informasi
adanya kandungan senyawa fitosterol
ilmiah
dalam ekstrak buah buncis, Balafif
metabolit sekunder dari buah buncis
22
mengenai
senyawa-senyawa
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017
yang tergolong dalam fraksi polar,
impreknasi. Alat yang digunakan dalam
semipolar dan nonpolar yang berguna
penelitian ini lampu UV λ254 dan λ366,
untuk pengembangan ilmu kimia bahan
corong pisah, erlenmeyer, gelas kimia,
alam dan memberikan peluang untuk
gelas ukur, pipa kapiler, pipet tetes,
dilakukannya penelitian lanjutan untuk
spatula, bejana pengembang (chamber),
mengetahui bioaktivitas dari senyawa
neraca analitik, dan botol kaca 150 mL,
metabolit sekunder dari buncis ini.
peralatan destilasi (rotary evaporator) dan peralatan kromatografi cair vakum (KCV). Pada tahap identifikasi senyawa
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam
metabolit
sekunder
digunakan
penelitian ini adalah metode penelitian
spektrometer GC-MS.
deskriptif-eksploratif
Ekstraksi Buah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Ekstraksi buah buncis dilakukan dengan
menganalisis
untuk
senyawa
metabolit
sekunder hasil fraksinasi ekstrak buah
cara
buncis yang dilakukan melalui tahapan
perendaman
ekstraksi, fraksinasi dengan metode kromatografi analisis
cair
hasil
vakum
fraksinasi
yang
laboratorium Universitas
Kimia
dengan
Mataram
Kemudian
di
Dasar
FMIPA
dan
analisis
Bahan
lain.
60
G
dan
silika
Remaserasi dilakukan dengan
setelah 24 jam, kemudian mencampur maserat A dan B. Remaserasi dilakukan
pro-
kembali selama 1 x 24 jam hingga diperoleh maserat C dengan 1000 mL
silika gel 60 F254 berlapis alumunium, gel
A)
dibiarkan 24 jam. Maserat B dipisahkan
analysis, etil asetat teknis, plat KLT silika
(maserat
(ampas),dan dilakukan pengocokan, lalu
teknis, metanol pro-analysis, n-heksan (DCM)
maserat
pengocokan.
ke dalam bejana yang berisi residu
yang
kg serbuk kering buah buncis, metanol diklorometana
sekali-kali
memasukan pelarut sebanyak 2000 ml
digunakan dalam penelitian ini adalah 1
teknis,
kering
maserasi dan ditampung dalam bejana
dilaksanakan di LAboratorium Kimia Udayana.
buncis
buah
dipisahkan dari ampas setelah 24 jam
dengan metode spektroskopi GC-MS Universitas
yaitu
sebanyak 3000 ml selama 1 x 24 jam
dilakukan
dilaksanakan
bertingkat
sebanyak 1000 gram pelarut metanol
(KCV),
dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT)
maserasi
metanol. Maserat A, B, C dicampur dan
gel
dilakukan 23
evaporasi
dengan
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017
menggunakan alat rotary evaporator
mencapai batas yang telah ditentukan.
hingga diperoleh ekstrak metanol pekat.
Spot-spot yang muncul pada plat KLT
Fraksinasi Ekstrak Metanol Buah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) dengan Metode Kromatografi Cair Vakum (KCV) Ekstrak hasil evaporasi (ekstrak metanol
diamati dengan menggunakan lampu UV 254 dan 366.
asetat = 9:1 sampai 1:9; dan etil asetat
Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Fraksi Nonpolar, Semipolar dan Nonpolar Ekstrak Metanol P. vulgaris L. dengan spektrometer GCMS Identifikasi kandungan senyawa
100%) dengan fase diam silika gel 60
metabolit sekunder dilakukan dengan
G. Fraksi-fraksi yang keluar dari kolom
menggunakan Spektrometer GC-MS.
ditampung ke dalam botol kaca 150 mL
Fraksi nonpolar, semipolar dan polar
dan dimonitoring dengan kromatorafi
masing-masing diinjeksikan ke dalam
lapis tipis (KLT). Fraksi-fraksi yang
alat GC-MS. Kondisi running GC-MS
memiliki spot dengan Rf yang sama
QP-2010
atau mirip pada plat KLT dijadikan satu
temperatur oven kolom sebesar 70°C-
fraksi besar/utama dan digolongkan
270°C, sedangkan temperatur injeksi
berdasarkan kepolarannya.
250°C. Gas pembawa yang digunakan
Identifikasi Kepolaran Fraksi-Fraksi Hasil KCV Ekstrak Metanol P. vulgaris L. dengan Metode KLT Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
adalah gas helium dengan tekanan
buah buncis) difraksinasi dengan KCV (eluen n-heksan 100 %; n-heksan : etil
Ultra
dilakukan
pada
sebesar 76,1 kPa dan laju alir 1,19 mL/menit.
dilakukan terhadap ekstrak dan hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN
fraksinasi ekstrak metanol buah buncis.
Ekstraksi dilakukan dengan cara
Langkah analisis KLT adalah sebagai
maserasi
berikut: chamber kromatografi diisi
menghasilkan
maserat
sebanyak 5,25 L diuapkan dengan alat
dengan eluen DCM : MeOH (9,5:0,5),
rotary evaporator pada suhu 42°C -
ditotolkan ekstrak dan fraksi-fraksi hasil
45°C menghasilkan 100 mL ekstrak
kromatografi cair vakum (KCV) pada
kental buah buncis dan terbentuk 3
bagian plat KLT yang telah diberi tanda
lapisan dimana lapisan ketiga memiliki
sebelumnya, dimasukkan plat KLT ke
hasil terbaik berdasarkan uji KLT.
dalam chamber yang berisi eluen, dan
Fraksinasi 10 gram lapisan ketiga
diangkat plat KLT jika eluen telah
24
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017
ekstrak
metanol
buncis
berdasarkan uji KLT pada tiap fraksi
menghasilkan 11 fraksi utama dimana
dengan eluen DCM:MeOH (9,5:0,5).
fraksi
mirip
Gambar 1 menunjukkan hasil uji KLT
disatukan. Hasil fraksinasi dengan KCV
fraksi-fraksi hasil KCV dan Tabel 1
dikelompokkan
merupakan penggolongan fraksi-fraksi
dengan
spot
buah yang
menjadi
kelompok
fraksi nonpolar, semipolar dan polar
berdasarkan
kepolarannya.
(b) (a) sinar UV λ254 sinar UV λ366 Gambar 1. Kromatogram KLT fraksi-fraksi KCV dengan eluen DCM: MeOH (9,5:0,5) Tabel 1. Tabel penggolongan kepolaran hasil fraksinasi KCV ekstrak metanol buah buncis. Fraksi Eluen Nilai Rf Spot ke Pengelompokan 1 2 3 4 5 1 n-heksan 100% Nonpolar 2 n-heksan : EtOAc 9:1 Nonpolar 3 n-heksan : EtOAc 8:2 1 Nonpolar 4 n-heksan : EtOAc 7:3 1 0,72 Nonpolar 5A n-heksan : EtOAc 6:4 1 0,72 0,27 0,15 Semipolar 5B n-heksan : EtOAc 6:4 0,96 0,38 0,22 0,17 0,12 Semipolar 6A n-heksan : EtOAc 1:1 0,26 0,19 0,12 Semipolar 6B n-heksan : EtOAc 1:1 0,27 0,19 0,12 Semipolar 7A n-heksan : EtOAc 4:6 0,17 0,12 Semipolar 7B n-heksan : EtOAc 4:6 0,20 0,12 0,05 Semipolar 8 n-heksan : EtOAc 3:7 0,12 0,05 Polar 9 n-heksan : EtOAc 2:8 0,13 0,07 Polar 10 n-heksan : EtOAc 1:9 0,13 0,07 Polar 11 EtOAc 100% 0,07 Polar Penggolongan fraksi-fraksi hasil
KCV yaitu fraksi 1 sampai dengan 11
KCV didasarkan pada kepolarannya,
menghasilkan noda dengan berbagai
mulai dari nonpolar, semipolar dan
variasi Rf dan terdapat juga spot yang
polar. Kromatogram hasil fraksinasi
mirip. Hasil KLT menunjukkan belum
25
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017
adanya senyawa yang terfraksinasi pada
dibandingkan dengan jumlah etil asetat
fraksi 1 dan 2, sedangkan pada fraksi 3
sehingga akan melarutkan senyawa-
dan 4, tampak spot/noda dengan nilai Rf
senyawa
yang
yang
dengan KCV, sedangkan fraksi 5-7
dihasilkan terelusi jauh mendekati jarak
memiliki perbandingan eluen dengan
tempuh eluen. Kepolaran suatu senyawa
jumlah n-heksan dan etil asetat yang
dari hasil uji KLT ditentukan oleh
hampir sama sehingga dapat melarutkan
sejauh mana senyawa terelusi oleh
senyawa-senyawa
yang
bersifat
eluen yang digunakan. Semakin jauh
semipolar.
8-11
memiliki
terelusi maka semakin nonpolar sifat
perbandingan
eluen
KCV
dengan
dari fraksi tersebut, atau semakin besar
jumlah
asetat
lebih
banyak
nilai Rf maka semakin nonpolar sifat
dibandingkan dengan jumlah n-heksan,
dari suatu senyawa. Hal ini dapat
sehingga dapat melarutkan senyawa-
dipahami karena pada fasa diam, plat
senyawa polar. Dengan demikian pada
KLT bersifat polar, sedangkan eluen
analisis KLT senyawa-senyawa yang
KLT yang digunakan harus memiliki
teridentifikasi
kepolaran yang lebih rendah daripada
digolongkan dalam kelompok senyawa
plat KLT, sehingga hanya senyawa-
yang bersifat
senyawa dengan sifat polar yang dapat
bersifat semipolar dan fraksi 8-11
tertinggal pada fasa diam (plat KLT),
bersifat polar.
besar
atau
spot-spot
sedangkan senyawa-senyawa nonpolar
nonpolar
Fraksi
etil
Hasil
pada
pada
fraksinasi
fraksi
1-4
nonpolar, fraksi 5-7
identifikasi
senyawa-
akan terelusi jauh oleh fasa gerak
senyawa metabolit sekunder pada fraksi
(eluen)
meninggalkan
diam.
nonpolar, semipolar dan polar dari hasil
Dengan
demikian,
berdasarkan
fraksinasi ekstrak metanol buah buncis
fasa
kromatogram KLT hasil fraksinasi KCV
dengan
ekstrak metanol buah buncis, fraksi 1-4
running pada temperatur oven kolom
digolongkan ke dalam fraksi nonpolar,
70°C - 270°C, temperatur injeksi 250°C
fraksi 5-7 merupakan fraksi semipolar
dengan gas pembawa helium pada
dan fraksi 8-11 merupakan fraksi polar.
tekanan 76,1 kPa dan laju alir 1,19
Fraksi perbandingan jumlah
1-4 eluen
n-heksan
KCV lebih
spektrometer
GC-MS
yang
memiliki
mL/menit, dapat dilihat pada Tabel 2.
dengan
Identifikasi dengan GC-MS menujukkan
banyak
adanya senyawa metabolit sekunder
26
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017
golongan
monoterpen
nonpolar;
golongan
pada
fraksi
dan flavonoid bersifat semipolar dan
dan
nonpolar bergantung pada gugus fungsi
steroid pada fraksi semipolar; golongan
yang diikat oleh kerangka utamanya,
monoterpen, fenol dan steroid pada
dengan demikian pada fraksi polar %
fraksi polar dengan % area terandah
area dari senyawa-senyawa metabolit
yaitu kurang dari 2%. Hal ini dapat
sekunder memiliki nilai yang paling
dipahami karena umumnya senyawa
rendah dibandingkan dengan nilai %
metabolit sekunder golongan steroid
area fraksi yang lainnya.
terpenoid
Tabel 2. Hasil Analisis GC-MS Senyawa Metabolit Sekunder pada Tingkat Fraksi Fraksi Nonpolar
Peak
R. Time
% Area
4
3,869
5,06
6
4,780
5,00
Nama Senyawa Metabolit Sekunder & Strukturnya 3,3-dimethyl-2hexanone
Golongan Senyawa Monoterpen
Monoterpen 1-acetyl-1,2-epoxycyclopentane
Semipolar
3
15,982
5,38
4-hydroxy-3,5,5trimethyl-4-(3-oxo-1butenyl)-2-cyclohexen1-one
Terpenoid
5
17,600
4,71
1,2,2,6,8-pentamethyl-7oxabicyclo[4,3,1]dec-8en-10-one
Terpenoid
27
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017
Polar
15
26,866
8,77
Stigmast-5-en-3.beta.-ol
Steroid
12
4,768
1,81
1-acetyl-1,2-epoxycyclopentane
Monoterpen
22
7,429
0,31
Pulegone
Monoterpen
38
12,664
1,75
2,4-bis(1,1dimethylethyl)-phenol
Fenol
45
27,172
0,03
Gamma-sitosterol
Steroid
Hasil analisis GC-MS pada fraksi nonpolar
dua
10. Penelitian yang dilakukan oleh Balafif,
dalam
dkk (2013) menemukan adanya kandungan
3,3-dimethyl-2-
triterpenoid pada ekstrak metanol hasil
hexanone dengan % area 5,06% dan 1-
partisi ekstrak air buah buncis dengan %
acetyl-1,2-epoxy-cyclopentane dengan %
area 4,66%. Triterpenoid terdiri atas 6 unit
area 5,00%. Monoterpen
isoprena dengan jumlah atom C sebanyak
senyawa monoterpen
menunjukkan yang yaitu
terdapat
isoprena dengan jumlah atom C sebanyak
tergolong
merupakan
senyawa yang disusun oleh dua unit
30.
28
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017
Hasil analisis dengan GC-MS pada
Metabolit sekunder golongan fenol yang
fraksi semipolar menunjukkan terdapat dua
teridentifikasi
senyawa golongan terpenoid yaitu 4-
dimethylethyl)-phenol dengan
hydroxy-3,5,5-trimethyl-4-(3-oxo-1-
1,75%.
butenyl)-2-cyclohexen-1-one dengan
%
adalah
Golongan
teridentifikasi
pada
2,4-bis(1,1%
steroid fraksi
area yang
ini adalah
area 5,38% dan 1,2,2,6,8-pentamethyl-7-
gamma-sitosterol dengan % area 0,03%.
oxabicyclo[4,3,1]dec-8-en-10-one dengan
Senyawa metabolit sekunder golongan
% area 4,71%. Metabolit sekunder lain
fenol hanya ditemukan pada fraksi polar,
yang
golongan
walaupun dengan persentase area yang
stigmast-5-en-3.beta.-ol
rendah yaitu 1,75 %. Hal ini menunjukkan
dengan % area 8,77. Penelitian yang
bahwa fenolik yang terkandung dalam
dilakukan
buah buncis bersifat polar.
teridentifikasi
steroid
yaitu oleh
menemukan
adalah
Jannah,
dkk
kandungan
(2013) senyawa
Tidak teridentifikasinya senyawa
stigmasterol dengan % area 2,48% pada
metabolit sekunder yang lain pada fraksi-
ekstrak kasar yaitu ekstrak etanol buah
fraksi hasil fraksinasi ekstrak metanol buah
buncis.
buncis
Hal
ini menunjukkan bahwa
diduga
karena
keterbatasan
jumlah stigmasterol yang teridentifikasi
senyawa-senyawa standar yang terdapat
pada fraksi semipolar ekstra metanol lebih
pada library spektrometer GC-MS.
banyak
dibandingkan
dengan
ekstrak
etanol buah buncis. Metanol sebagai
KESIMPULAN
pelarut memiliki ukuran molekul yang
Hasil
identifikasi
dengan
Gas
lebih kecil dibandingkan dengan etanol
Chromatography Mass Spectrometer (GC-
sehingga
MS)
dapat
mengkstrak
senyawa
metabolit sekunder lebih banyak.
menujukkan
adanya
senyawa
metabolit sekunder golongan monoterpen;
Hasil analisis GC-MS pada fraksi
golongan terpenoid dan steroid pada fraksi
polar menunjukkan terdapat dua senyawa
semipolar; golongan monoterpen, fenol
golongan monoterpen yaitu 1-acetyl-1,2-
dan steroid pada fraksi polar dengan %
epoxy-cyclopentane dengan % area 1,81%
area terandah yaitu kurang dari 2%.
dan pulegon dengan % area 0,31%. vulgaris
DAFTAR PUSTAKA Andayani,
Y. Aktivitas
2003.
Mekanisme
Diabetes
Antihiperglikemik
L.) dan
pada
Tikus
Identifikasi
Komponen Aktif. Disertasi S3. Institut Pertanian Bogor.
Ekstrak Buncis (Pheseolus 29
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017
Atchibri, A.L. Ocho Anin., Brou., Kouakou.,
Kouadlo
Buncis (Pheseolus vulgaria
dan
L.). Tasis S2. Universitas
Gnakri. 2010. Screening for Antidiabetic
Activity
Phytochemical
Mataram.
and
Lam,
Constituents
Isolation
and
of Common Bean (Phaseolus
Bean
vulgaris L.) Seeds. Journal of
Antitumor, Antifungal and
Medicinal Plant Research,
Anti-HIV-1
Vol. 4(17), pp. 1757-1761.
Transcriptase Activities and
Gunawan,
E.R. dari
with
Reverse
Phytomedicine, 17, 457-462.
Senyawa
Triterpenoid
Hemagglutinin
an Exceptionally High Yield.
2013.
Analisis
Nugrahani, R. 2015. Analisis Potensi
Hasil
Serbuk
Ekstrak
Buncis
Fraksinasi Ekstrak Air Buncis
Pheseolus vulgaris L.). Tesis
(Pheseolus
S2. Universitas Mataram.
vulgaris
L.).
Chemical Program Vol. 6
Risnafiani, A.R., Rismawati, E. dan
No.2, hal 56-61. H.,
Sudarma
Hilda A. 2015. Karakterisasi I
M.,
dan
Daun
Buncis
(Phaseolus
Andayani, Y. 2013. Analisis
vulgaris L.) dan Identifikasi
Senyawa
dalam
Kandungan Senyawa Steroid
Buncis
dengan Metode Kromatografi
L.).
Lapis Tipis dan Kromatografi
Fitosterol
Ekstrak (Pheseolus
Kurnia,
2010.
Characterization of a French
Balafif, R.A.R., Andayani, Y., dan
Jannah,
S.K.
Buah vulgaris
Chemical Program Vol. 6
Cair
No. 2, hal 71-75.
Prosiding Penelitian SPeSIA
N.
2013.
Uji
Aktivitas
Kinerja
Unisba 2015.
Antioksidan Ekstrak Air Buah
30
Tinggi.