ISSN 2088 – 026X Vol. 36 No.2 Oktober 2014
JURNAL KIMIA DAN KEMASAN (JOURNAL OF CHEMICAL AND PACKAGING) Terakreditasi Nomor : 526/AU1/P2MI-LIPI/04/2013 Jurnal Kimia dan Kemasan memuat hasil penelitian dan telaah ilmiah bidang kimia dan kemasan yang belum pernah dipublikasikan. Jurnal Kimia dan Kemasan terbit dua nomor dalam setahun (April dan Oktober) Penanggungjawab Officially incharge
Kepala Balai Besar Kimia dan Kemasan Head of Center for Chemical and Packaging
Ketua Dewan Redaksi Chief Editor
DR. Rahyani Ermawati (Biokimia/Biochemistry)
Dewan Redaksi Editorial board
Ir. Emmy Ratnawati (Kimia lingkungan/Environmental chemistry)
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
DR. Dwinna Rahmi (Kimia/Chemistry) Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK
Dra. Yemirta, M.Si (Kimia/Chemistry) Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Retno Yunilawati, SSi, MSi (Kimia/Chemistry) Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Arie Listyarini, SSi, MSi (Polimer/Polymer) Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Prof. DR. Slamet, MT (Kimia/Chemistry)
Mitra Bestari Peer Reviewer
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424. email :
[email protected] (h-index : 3 scopus)
Drs. Sudirman, MSc, APU (Kimia/Chemistry) Gedung 71-Batan, Kawasan Puspiptek, Serpong . email :
[email protected] (h-index : 1 scopus)
DR. Etik Mardliyati (Biokimia/Biochemistry) BPPT Gd II Lt 16, Jl MH Thamrin 8 Jakarta. email :
[email protected]
DR. Rike Yudianti (Polimer/Polymer) Pusat Penelitian Fisika LIPI, Jalan Cisitu No.21/154D Bandung. email :
[email protected] (h-index : 4)
DR. Mochamad Chalid, S.Si, M. Sc,Eng (Polimer/Polymer) Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok email :
[email protected] (h-index : 3)
Redaksi Pelaksana
Silvie Ardhanie Aviandharie, ST, MT Agustina Arianita Cahyaningtyas, ST Bumiarto Nugroho Jati, ST.MT Novi Nur Aidha, ST Anna Fitrina, ST
Alamat (Address) Balai Besar Kimia dan Kemasan Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri, Kementerian Perindustrian Jl. Balai Kimia No. 1, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur Telepon : (021) 8717438, Fax : (021) 8714928, Email :
[email protected] Isi Jurnal Kimia dan Kemasan dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya (Citation is permitted with acknowledgement of the source)
ISSN 2088 – 026X Vol. 36 No.2 Oktober 2014
JURNAL KIMIA DAN KEMASAN (JOURNAL OF CHEMICAL AND PACKAGING) Terakreditasi Nomor : 526/AU1/P2MI-LIPI/04/2013
Daftar Isi Peningkatan Aktivitas Anti Aging Pada Krim Nanopartikel Dengan Penambahan Bahan Aktif Alam .........................................................................
215 – 224
Dwinna Rahmi, Emmy Ratnawati, Retno Yunilawati, dan Novi Nur Aidha Degradasi Zat Warna Pada Limbah Cair Industri Tekstil Dengan Metode Fotokatalitik Menggunakan Nanokomposit TiO 2 – Zeolit …………………………….......
225 – 236
Siti Naimah, Silvie Ardhanie A., Bumiarto Nugroho Jati, Novi Nur Aidha, dan Agustina Arianita C Analisis Penambahan Fe Terhadap Sifat Listrik Dan Magnet Komposit MWCNT-Fe ..
237 – 244
P. Purwanto dan Salim Mustofa Pembuatan Bioetanol Dari Lignoselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Perlakuan Awal Iradiasi Berkas Elektron Dan NaOH ..........................
245 – 252
Darsono dan Made Sumarti Pengaruh Konsentrasi Inisiator Dan Komposisi Styrene Dan Maleic Anhydride Terhadap Berat Molekul Pada Sintesis Kopolimer Poly (Styrene-Maleic Anhydride)..
253 – 258
Bambang Afrinaldi dan Jayatin Sifat Mekanik Membran Berbasis Paduan Kitosan Suksinat - Kitosan Terinsersi Litium ………………………...……………………………………………………...……………
259 – 264
L.O.A.N Ramadhan, S. H. Sabarwati, Amiruddin, Harniati, dan Susanti Sintesis Poli N-Isopropilakrilamida (PNIPA)/Polityrosin (PTYR) Interpenetrating Polymer Networks (IPNs) Bertanda Iodium-125 …………….……………......…….…….
265 – 270
Indra Saptiama, Herlina, Endang Sarmini, Karyadi, Abidin, Triani Widyaningrum, dan Rohadi Awaludin Pengaruh Ekstrak Bawang Putih Terenkapsulasi Terhadap Karakteristik Kemasan Antimikroba ...................................................................................................……………..
271 – 280
E.S. Iriani, S.M. Widayanti, Miskiyah, dan Juniawati Indeks Kata Kunci ………………………………………………………….…......………….....
281
Indeks Pengarang ……………………………………………………………………………….
282
Kata Pengantar Jurnal Kimia dan Kemasan Volume 36 Nomor 2 Oktober 2014 ini terbit dengan delapan Karya Tulis Ilmiah hasil penelitian yang merupakan terbitan kedua di Tahun 2014. Materi untuk terbitan kali ini memuat artikel penelitian di bidang kimia dan kemasan. Di bidang kimia terdapat tujuh artikel, dua artikel membahas teknologi nano di bidang pembuatan krim yang mempunyai sifat anti aging dan di bidang pengolahan limbah, yaitu artikel pertama membahas tentang Peningkatan Aktivitas Anti Aging Pada Krim Nanopartikel Dengan Penambahan Bahan Aktif Alam, artikel kedua membahas tentang Degradasi Zat Warna Pada Limbah Cair Industri Tekstil Dengan Metode Fotokatalitik Menggunakan Nanokomposit TiO2 – Zeolit. Masih mengenai komposit, artikel ketiga bidang kimia membahas tentang Analisis Penambahan Fe Terhadap Sifat Listrik dan Magnet Komposit MWCNT - Fe serta artikel keempat bidang kimia membahas tentang Pembuatan Bioetanol Dari Lignoselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Perlakuan Awal Iradiasi Berkas Elektron Dan NaoH. Disamping empat artikel bidang kimia diatas masih ada tiga artikel lagi untuk bidang kimia yang membahas tentang polimer yaitu artikel kelima membahas tentang Pengaruh Konsentrasi Inisiator Dan Komposisi Styrene Dan Maleic Anhydride Terhadap Berat Molekul Pada Sintesis Kopolimer Poly (styrene Maleic Anhydride), artikel keenam membahas tentang Sifat Mekanik Membran Berbasis Paduan Kitosan Suksinat – Kitosan Terinsersi Litium dan artikel ketujuh membahas tentang Sintesis Poli N-Isopropilakrilamida (PNIPA) Poli Tirosin (PTYR) Interpenetrating Polymer Network (IPNs) Bertanda Iodium-125. Di bidang kemasan artikel tentang hasil penelitian yang disajikan adalah mengenai pembuatan kemasan aktif antimikroba dengan judul Pengaruh Ekstrak Bawang Putih Terenkapsulasi Terhadap Karakteristik Kemasan Antimikroba. Kedelapan topik bahasan dalam terbitan ini semoga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi para pembaca sekalian. Akhir kata redaksi sangat bersyukur atas artikel penelitian yang masuk dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Seiring dengan bertambahnya waktu, redaksi berharap akan semakin banyak dan beragam Karya Tulis Ilmiah yang masuk untuk dapat diterbitkan dalam Jurnal Kimia dan Kemasan ini. Kritik dan saran untuk peningkatan kualitas penerbitan jurnal ini sangat kami harapkan.
DEWAN REDAKSI
PENINGKATAN AKTIVITAS ANTI AGING PADA KRIM NANOPARTIKEL DENGAN PENAMBAHAN BAHAN AKTIF ALAM (IMPROVEMENT OF ANTI AGING ACTIVITIES IN CREAM NANOPARTICLES WITH THE ADDITIONAL NATURAL ACTIVE INGREDIENTS)
Dwinna Rahmi, Emmy Ratnawati, Retno Yunilawati, dan Novi Nur Aidha Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RI Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur E-mail :
[email protected],
[email protected] Received : 19 September 2014 ; revised : 3 Oktober 2014 ; accepted :7 Oktober 2014
ABSTRAK Penambahan bahan aktif metil sinamat atau β-glukan yang berasal dari bahan alam dapat lebih meningkatkan aktivitas anti aging dalam krim nanopartikel berbasis kelapa sawit. Metil sinamat yang dipakai berasal dari minyak laja gowah Indonesia yang diekstraksi dan difraksinasi menghasilkan metil sinamat dengan kemurnian 99%. β-glukan yang digunakan berasal dari produk Korea. Pada penelitian ini proses sonikasi pada pembuatan krim nanopartikel tidak mempengaruhi jumlah kandungan bahan aktif di dalam krim. Aktivitas anti aging meningkat, dengan selisih skor kerutan antara krim nanopartikel murni dan krim nanopartikel dengan penambahan bahan aktif yaitu sebesar < 0,001 untuk metil sinamat dan < 0,05 untuk β-glukan. Selain itu, stabilitas emulsi krim tetap sekitar 99% setelah dibiarkan selama 7 bulan di ruang terbuka dan suhu ruang. Kata kunci : Metil sinamat, β-glukan, Krim nanopartikel, Aktivitas anti aging , Stabilitas emulsi
ABSTRACT The additional natural active ingredient of methyl cinnamic or β-glucan can increase anti aging activities in cream nanoparticle based palm oil. Methyl cinnamic used in this research is Indonesian methyl cinnamic after extracted and fractionated of laja gowah oil with purity about 99%. β-glukan used comes from Korean products. In this research sonication process in making a cream nanoparticle was not affecting the amount of active ingredient in the cream. Anti aging activities increase with a score of wrinkles between pure cream nanoparticle and cream nanoparticle with active ingredient is <0,001 for methyl cinnamic and <0.05 for β-glucan. Meanwhile, the stability of the cream remains around 99% after seven months in open room and room temperature. Key words : Methyl cinnamic, β-glucan, Cream nanoparticle, Anti aging activities, Emulsion stability
PENDAHULUAN Aging merupakan perubahan manusia yang diakibatkan oleh faktor usia, psikologi, dan sosial. Pada umumnya aging diartikan sebagai perubahan fisik manusia. Perubahan fisik dapat dihambat dengan salah satunya menggunakan anti aging seperti obat atau kosmetik (Rahmi et al. 2013). Salah satu anti aging untuk kulit adalah berupa krim yang biasanya dibuat dengan menggunakan asam lemak (fatty acid) dan turunannya. Krim dengan tingkat resiko terendah adalah terbuat dari asam lemak alam (Fohlenkamp et al. 1961). Untuk meningkatkan aktivitas anti aging dalam krim banyak industri menambahkan bahan aktif. Armand (2010) telah
mendesain formula unik yang terbuat dari pencampuran bahan dengan berat molekul tinggi Hyaluroic Acid (HA) dan bahan dengan berat molekul rendah HA oligosaccharides. Sebelumnya Muller (2007) menemukan Alpha Hydroxy Acids (AHAs) sebagai anti aging dalam krim yang diproduksinya. Indonesia dengan keanekaragaman hayati merupakan penghasil anti aging alami seperti asam lemak dari kelapa sawit, minyak atsiri, dan lain sebagainya. Asam lemak dari turunan kelapa sawit yang diolah menjadi krim nanopartikel telah diketahui dapat menaikkan aktivitas anti aging (Rahmi et al. 2013). Menurut Gutierrez et al. (2008)
Peningkatan Aktivitas Anti Aging………………Dwinna Rahmi dkk
215
penerapan nanoteknologi di bidang kosmetik dan farmasi dimulai dengan sistem koloid (colloidal system) termasuk nanoemulsi, nanosuspensi, dan nanopartikel. Nanoemulsi merupakan efisiensi homogenisasi penyebaran dua bahan cair yang tidak saling larut. Krim nanopartikel yang dibuat dari turunan kelapa sawit sudah terbukti dapat meningkatkan stabilitas emulsi krim yang dapat mempertahankan kelembaban kulit. Penggunaan krim nanopartikel yang berukuran kurang dari 300 nm, maka kelembaban kulit akan meningkat sebanyak 5% dibanding krim biasa dengan ukuran partikel di atas 1000 nm (Rahmi et al. 2013). Anti aging dapat berupa polimer dari beberapa bahan asam lemak, propilen glikol, phospholipids, phenoxy ethanol, hydrolyzed animal protein, dan lain-lain (Armenakas 2013). Bahan alam Indonesia yang mengandung bahan aktif tabir surya tinggi yaitu metil sinamat dari minyak laja gowah dan β-glukan yang masih diimpor dari negara lain tetapi berpotensi diproduksi di Indonesia. Metil sinamat merupakan metil ester sinamat yang berwarna putih atau transparan dengan bau aromatik yang kuat. Metil sinamat dapat ditemukan secara alami di berbagai tanaman termasuk buah-buahan dan rempahrempah (Viña and Murillo 2003). Indonesia dikenal dengan sumber daya alam yang beragam diantaranya adalah laja gowah yang merupakan salah satu rempah-rempah yang mengandung metil sinamat. Laja gowah (Alpinia Malaccensis) merupakan tanaman yang tumbuh di sekitar Ambon dan Jawa. Secara empiris, laja gowah baik dari batang, daun, buah, ataupun rimpangnya telah digunakan masyarakat sebagai obat anti muntah, sedangkan di Ambon, rimpangnya dikunyah untuk kesegaran mulut dan memperhalus suara. Wangi dari minyak rimpang laja gowah digunakan untuk rambut. Semua bagian tumbuhan Alpinia Malaccensis berbau harum dan mengandung minyak atsiri. Laja gowah mengandung berbagai komponen minyak atsiri, namun komponen utamanya adalah metil sinamat. Rimpang basah dan rimpang kering masing-masing mengandung minyak atsiri dengan rendemen sebesar 0,25% untuk rimpang basah dan 1,33% untuk rimpang kering. Komponen minyak atsiri rimpang laja gowah yang paling banyak ditemukan baik dari rimpang basah maupun rimpang kering adalah metil sinamat yaitu sebesar 60%. Untuk mengidentifikasi metil sinamat dari minyak atsiri tumbuhan laja gowah dan untuk mengetahui perbedaan kandungan metil sinamat dari setiap
bagian tumbuhan laja gowah, maka diperiksa kandungan metil sinamat dari minyak atsiri yang diperoleh dari daun, batang, dan rimpang tumbuhan laja gowah. Metil sinamat merupakan komponen minyak atsiri yang berbau seperti stroberi dan balsamic. Dalam bidang kesehatan biasa digunakan sebagai antelmintik. Kegunaan lainnya adalah sebagai penambah rasa, pemberi aroma pedas, dan antiseptik. Metil sinamat merupakan senyawa yang mudah menguap sehingga untuk dapat menganalisisnya digunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS). GC-MS merupakan instrumentasi yang sering digunakan dalam analisis komponen minyak atsiri dikarenakan komponen minyak merupakan komponen yang mudah menguap. Gas Chromatography sebenarnya merupakan teknik separasi bukan identifikasi, namun bila dikombinasikan dengan MS yang menyajikan hasil spesifik, maka GCMS merupakan hubungan yang saling melengkapi sehingga diperoleh parameter waktu retensi dan spektra massa (Muchtaridi 2004; Yan Li et al. 2014). β-glukan merupakan biopolimer yang terdiri dari monomer-monomer D-glukosa dan terhubung oleh ikatan glikosida tipe β. Jenis βglukan sangat beragam tergantung pada sumbernya dan sangat mempengaruhi sifat-sifat fisika, kimia, maupun fungsi biologinya karena memiliki perbedaan komposisi penyusun gula, struktur cabang, berat molekul, maupun struktur tiga dimensinya. Sumber-sumber β-glucan berasal dari dinding sel bakteri, jamur, yeast (Saccharomyces cerevisiae) atau dari beberapa jenis biji-bijian seperti oat dan barley. β-glukan yang diekstrak dari jamur mempunyai kemampuan menjaga kelembaban, menghambat kemampuan pembentukan melanin, dan kemampuan menyaring sinar ultraviolet sehingga dapat digabungkan dalam komposisi kosmetik sebagai pencerah kulit maupun anti oksidan kulit. Jenis β-glukan tergantung pada jenis jamur yang menghasilkannya antara lain lentinan (jamur Shiitake/Lentinus edodes), schizophyllan (jamur Schizophyllan/Schizophyllum commune), dan pleuran (jamur Oyster/Pleurotus ostreatus). Schizophyllum commune menghasilkan polisakarida beta 1,3 dan 1,6 glukan yang mempunyai komposisi homogen yang dihasilkan secara ekstraselular dengan kultur cair (Kwang and Shik Yun 2006; Hendritomo 2010). Pada penelitian ini, krim nanopartikel akan ditingkatkan aktivitas anti agingnya dengan penambahan bahan alam yang mengandung bahan aktif tabir surya tinggi yaitu metil sinamat
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 :215-224
216
dari minyak laja gowah dan dibandingkan dengan β-glukan. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan utama untuk membuat krim pada penelitian ini adalah asam stearat, cetyl alcohol, cetyl stearyl alcohol, dan gliserin dari Ecogreen Oleochemicals. Air demineral dari Bratachem. Bahan tambahan olive oil diperoleh dari Ecogreen Oleochemicals dan emulsifier dari Bratachem. Metil sinamat diperoleh dari pemurnian minyak laja gowah di BBKK dan βglukan yang dipakai pada penelitian adalah produk dari Korea. Peralatan yang digunakan adalah mixer merek Labortechnik dan alat ultrasonikasi dengan merek SONICS model Vibra Cell dipakai sebagai reaktor untuk menghasilkan krim nanopartikel. Metode Krim nanopartikel disiapkan dengan homogenisasi asam stearat, cetyl alcohol, dan cetyl stearyl alcohol dengan alat mixer dan ultrasonikasi. Penambahan bahan aktif metil sinamat dan β-glukan dilakukan dengan dua cara yaitu sebelum ultrasonikasi dan sesudah ultrasonikasi. Selanjutnya produk krim ini diuji kandungan bahan aktifnya apakah ada pengaruh penambahan sebelum dan sesudah terhadap kandungannya dalam krim. Lalu ukuran partikel dianalisis dengan menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) dan anti kerut (anti aging) dianalisis menggunakan tikus Wistar di laboratorium Sekolah Farmasi ITB. Analisis Produk Particle Size Analyzer (PSA) digunakan untuk mengetahui ukuran partikel krim. Untuk menguji bahan aktif di dalam krim, dianalisis menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS). Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar kandungan metil sinamat di dalam krim Solid Lipid Nanoparticle (SLN). Pengujian stabilitas emulsi dilakukan di laboratorium uji Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) dengan prosedur sebagai berikut, sampel dimasukkan ke dalam wadah dan ditimbang beratnya. Wadah dan bahan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 45⁰ C selama 1 jam, kemudian dimasukkan ke dalam
pendingin bersuhu 0°C selama 1 jam, dan dikembalikan lagi ke dalam oven bersuhu 45°C selama 1 jam. Pengamatan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya pemisahan air dari emulsi. Bila terjadi pemisahan, emulsi dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan persentase fasa terpisahkan terhadap emulsi keseluruhan. Stabilitas emulsi dihitung berdasarkan rumus berikut : Stabilitas Emulsi (SE) (%) = (berat fase yang tersisa/berat total bahan emulsi) x 100%.........(1) Pengujian aktivitas anti aging dilakukan pada bagian yang tidak berbulu dari kaki belakang bagian posterior tikus yang disinari dengan sinar UV B. Penyinaran dilakukan setiap hari selama 15 menit, 5 hari seminggu selama 2 minggu. Tikus Wistar betina sehat dengan bobot sekitar 200 g dipilih sebagai tikus percobaan pada pegujian ini. Krim uji diaplikasikan pada salah satu kaki setiap setelah penyinaran. Hasil menunjukkan adanya perlindungan terhadap terbentuknya kerutan kasar pada kulit kaki yang diberi krim uji. Pelaksanaan uji anti aging dilakukan sebagai berikut : tikus diimobilisasi sedemikian rupa sehingga bagian posterior dari kaki belakang yang tidak berbulu menghadap ke atas, lampu UV B (Philips) dengan intensitas 2 iradiasi 10 mW/cm ditempatkan sekitar 10 cm tepat di atas kulit kaki, penyinaran dilakukan 5 hari seminggu selama 2 minggu (dengan lama penyinaran 17 menit setiap harinya), setelah penyinaran, krim uji diaplikasikan pada kaki kanan tikus, sedangkan kaki kiri tidak mendapat perlakuan, dan menjadi kontrol. Krim uji dibiarkan berkontak pada kaki selama 5 menit. Pada akhir minggu kedua, diamati kerutan pada bagian kaki yang terpapar UV B, kerutan kemudian diberikan skor menurut kriteria pengamatan berikut : 0 = tidak ada kerutan kasar, 1 = sedikit kerutan kasar dangkal, 2 = beberapa kerutan kasar, dan 3 = beberapa kerutan kasar dalam. Skor kerutan dibandingkan diantara kaki yang hanya terpapar UV B dengan kaki yang diberi krim uji setelah paparan UV B. Rata-rata dari selisih skor kedua kaki kemudian dihitung. Rata-rata dari skor pada kaki yang diberi krim uji dibandingkan diantara kelompok perlakuan. Pada bagian akhir dari percobaan, tikus dikorbankan dan kulit kaki diambil pengamatan dengan menggunakan mikroskopik elektron yaitu Scanning Electron Microscope (SEM).
Peningkatan Aktivitas Anti Aging………………Dwinna Rahmi dkk
217
HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran Partikel Krim Dengan menggunakan ultrasonic merek SONICS model Vibra Cell menghasilkan produk dengan ukuran partikel seperti disimpulkan pada Tabel 1 dan kromatogram hasil analisis ukuran partikel untuk tiga kali pengulangan dapat dilihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1. peak yang berwarna merah merupakan hasil uji 1, peak yang berwarna hijau hasil uji 2, dan peak yang berwarna biru adalah hasil uji 3. Terlihat bahwa pada hasil uji tiga peak lebih tajam, ini menandakan bahwa deviasi ukuran lebih kecil. Dari hasil uji diketahui bahwa ukuran partikel produk krim berada pada 144 nm sampai dengan 492 nm. Ukuran partikel rata-rata produk dari tiga kali pengulangan adalah 315,1 nm dengan rata-rata deviasi ukuran partikel cukup besar yaitu 158,1 nm. Diketahui beberapa pengertian nanopartikel pada SLN yaitu menurut Rachmawati (2011), nanopartikel pada lemak padat adalah dengan ukuran partikel 1 nm sampai dengan 300 nm. Sedangkan Pardeike et al. (2009) menyatakan bahwa efektivitas aktivitas krim naik signifikan dibandingkan mikromolekul setelah ukuran krim diperkecil 15 kali menjadi 400 nm. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ukuran partikel rata-rata produk yang dihasilkan sudah termasuk SLN walaupun sebagian kecil masih berukuran diatas 400 nm. Dalam pembuatan SLN, jenis alat berpengaruh terhadap kondisi operasional untuk menghasilkan ukuran partikel krim yang diinginkan. Krim dengan ukuran partikel 54,6 nm dapat dihasilkan dengan formulasi dan perlakuan awal yang sama ketika proses dilakukan dengan menggunakan Ultrasonic Processor merek Crom Tech (Rahmi et al. 2013) Tabel 1. Hasil analisis ukuran partikel dengan PSA No
Ukuran Partikel (nm)
Maksimum dan Minimum (nm)
1.
317,6 ± 173,6
Maksimum 491,2 Minimum 244,0
2.
302,5 ± 168,2
Maksimum 470,7 Minimum 134,3
3.
325,2 ± 132,6
Maksimum 457,8 Minimum 192,6
Gambar 1. Kompilasi hasil analisis ukuran partikel dimana ukuran maksimum 491,2 nm dan ukuran minimum 344,3 nm.
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 :215-224
218
Bahan Aktif Penambahan bahan aktif di dalam krim dilakukan sebelum proses sonikasi dan sesudah proses sonikasi. Penambahan bahan aktif sebelum sonikasi dimaksudkan agar bahan aktif terikat secara sempurna dan merata di setiap permukaan partikel pada krim. Sedangkan penambahan bahan aktif sesudah sonikasi dimaksudkan agar bahan aktif yang ditambahkan tidak terevaporasi selama proses sonikasi karena proses ini bersifat eksotermis. Untuk mengetahui apakah kandungan bahan aktif terpengaruh oleh proses sonikasi, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan GCMS. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2. dan kromatogramnya pada Gambar 2. Pada Gambar 2a. diperlihatkan bahwa metil sinamat yang dimasukkan adalah metil sinamat yang sudah dimurnikan menjadi 99,35% sebanyak 1%. Kandungan metil sinamat yang ditambahkan sebelum proses sonikasi adalah sebanyak 0,44% (Gambar 2b), sedangkan kandungan metil sinamat yang ditambahkan setelah proses sonikasi adalah 0,42%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa proses sonikasi yang bersifat eksotermis tidak berpengaruh signifikan terhadap kandungan metil sinamat di dalam krim. Diketahui bahwa titik didih metil sinamat yang tinggi yaitu sekitar 261°C sampai dengan 262 °C, sedangkan panas selama proses sonikasi sekitar 80 °C. Sedikit perbedaan kandungan metil sinamat dalam krim membuktikan bahwa selain meningkatkan pemerataan penyebaran bahan aktif, proses sonikasi juga dapat memperkuat ikatan metil sinamat dengan permukaan partikel pada krim. Stabilitas Emulsi Stabilitas emulsi menunjukkan kestabilan suatu bahan, dimana emulsi yang terdapat dalam bahan tidak mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lain dan membentuk lapisan yang terpisah. Emulsi yang diinginkan adalah memiliki sifat tidak berubah menjadi lapisan-lapisan, tidak berubah warna, dan tidak berubah konsistensinya selama penyimpanan. Menurut Suryani et al. (2000), emulsi yang tidak stabil dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain komposisi bahan yang tidak tepat, tidak sesuainya rasio antara fase terdispersi dan fase pendispersi, pemanasan dan penguapan yang berlebihan, jumlah dan pemilihan emulsifier yang tidak tepat,
pembekuan, guncangan mekanik atau getaran, ketidak seimbangan densitas, reaksi antara dua atau lebih komponen dalam sistem, dan penambahan asam atau senyawa elektrolit. Uji stabilitas emulsi krim nanopartikel dilakukan setiap 2 bulan, dimana krim disimpan di dalam botol yang sudah dibuka dan ditutup kembali setelah diambil, disimpan di ruang terbuka pada suhu ruang. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. Stabilitas emulsi krim terlihat normal atau tidak terjadi perubahan setelah tujuh bulan pemeriksaan. Begitu juga ketiga sampel yaitu krim nanopartikel murni, krim yang ditambahkan metil sinamat sebelum sonikasi, dan krim yang ditambahkan metil sinamat sesudah sonikasi terlihat sama tanpa perbedaan yang signifikan. Penambahan bahan aktif metil sinamat sebelum dan sesudah sonikasi juga tidak mempengaruhi stabilitas emulsi krim. Pada bulan November hasil pengukuran menunjukkan angka sekitar 99%. Stabilitas emulsi krim dipengaruhi oleh tegangan antar muka campuran fase lemak dan fase cair. Penambahan emulsifier disertai pengecilan ukuran partikel dapat memperkecil tegangan antar muka (Heffernan et al. 2011). Dalam hal ini gaya adhesi lebih tinggi daripada gaya kohesi dari campuran kedua fase yang selanjutnya dapat menaikkan persentase kestabilan emulsi krim. Adhesi adalah fenomena fisik yang disebabkan oleh dua atau lebih bahan yang saling melekat dan hal yang sangat diperhatikan untuk kualitas krim. Aktivitas Anti Aging Aktivitas anti aging dihitung dari banyaknya kerutan yang diakibatkan oleh paparan sinar UV pada kulit. Semakin banyak kerutan yang ditimbulkan menunjukkan bahwa krim tidak berfungsi dengan baik pada kulit, hal ini menandakan bahwa aktivitas anti aging rendah (Armand 2010). Ada lima sampel yang diuji pada penelitian ini, yaitu krim SLN murni sebagai standar, krim SLN dengan penambahan bahan aktif (metil sinamat dan β-glukan) sebelum dan sesudah sonikasi. Pengaruh paparan UV B dapat dilihat pada Gambar 3. Dari Gambar 3. dapat dilihat kerutan pada kaki yang diolesi krim nanopartikel murni lebih banyak dibandingkan kaki yang diolesi dengan krim yang ditambah dengan bahan aktif (lihat anak panah).
Peningkatan Aktivitas Anti Aging………………Dwinna Rahmi dkk
219
Tabel 2. Hasil analisis kandungan metil sinamat di dalam krim No
Nama
43082,3
Kandungan (%) 99,35
Penambahan sebelum sonikasi (MS-sebelum)
189,5
0,44
Penambahan sesudah sonikasi (MS-sesudah)
180,8
0,42
1
Standar
2 3
Luas area
a)
b)
c)
Gambar 2. Kromatogram hasil pengujian dengan GC-MS a) Standar metil sinamat b) Metil sinamat sebelum proses sonikasi c) Metil sinamat setelah proses sonikasi
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 :215-224
220
Tabel 3. Stabilitas emulsi krim nanopartikel Waktu (bulan)
No Nama krim 2
4
6
8
96,70 %
98,98 %
94,36 %
99,47%
*
97,10 %
99,23 %
94,94 %
98,49 %
*
96,61 %
98,97 %
94,07 %
98,91 %
1
Nanopartikel murni
2
MS -sebelum
3
MS -sesudah
Catatan : *Metil Sinamat
a)
b)
c)
d)
e)
Gambar 3. Efek paparan UV B serta pengaruh krim terhadap kulit bagian posterior kaki belakang tikus a) Krim nanopartiel murni, b) Penambahan β-glukan sebelum sonikasi, c) Penambahan β-glukan sesudah sonikasi, d) Penambahan metil sinamat sebelum sonikasi, e) Penambahan metil sinamat sesudah sonikasi
Hasil pengamatan selanjutnya dihitung dan dibuat grafiknya (Gambar 4). Dari Gambar 4a. menunjukkan skor kerutan dimana penambahan β-glukan sebelum sonikasi sebesar < 0,001 sedangkan krim lainnya yaitu penambahan β-glukan sesudah sonikasi, penambahan metil sinamat sebelum sonikasi, dan penambahan metil sinamat sesudah sonikasi sebesar < 0,0001. Gambar 4b. menunjukkan selisih skor dibandingkan pemakaian krim nanopartikel murni. Dihasilkan bahwa untuk penambahan bahan aktif β-glukan selisih skor sebesar < 0,05 sedangkan untuk
penambahan bahan aktif metil sinamat selisih skor sebesar < 0,001. Dari hasil pengamatan ini, diketahui bahwa penambahan bahan aktif berpengaruh signifikan terhadap aktivitas anti aging. Diketahui bahwa β-glukan yang merupakan turunan polisakarida merupakan salah satu anti aging (Yea et al. 2011). Selanjutnya untuk dapat melihat secara jelas kerutan antara satu dengan yang lain, maka pada kulit kaki tikus dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop elektron (Scanning Electron Microscopy/SEM).
Peningkatan Aktivitas Anti Aging………………Dwinna Rahmi dkk
221
a)
< 0,0001 < 0,001 < 0,0001 < 0,0001 Keterangan : sln : krim nanopartikel murni bg1 : β-glukan sebelum sonikasi bg2 : β-glukan sesudah sonikasi ms1: metil sinamat sebelum sonikasi ms2: metil sinamat sesudah sonikasi
< 0.001
< 0.05
b)
Selisih Skor
< 0.05
Gambar 4. Pengaruh pemberian krim terhadap skor visual kerutan setelah paparan sinar UV B a) Skor kerutan, b) Selisih skor dibandingkan krim nanopartikel murni
Hasil pengamatan dengan menggunakan SEM dapat dilihat pada Gambar 5. Dari hasil SEM dapat dilihat bahwa kulit normal mempunyai komponen elastik normal (EN) disertai lapisan terorganisasi (LT) atau tersusun rapi (Gambar 5a). Pada kulit yang diberi krim SLN dan paparan UV B mengalami lapisan disorganisasi (LD) atau lapisan yang tidak beraturan disertai curling (keriting) pada komponen elastiknya (EC). Sedikit terlihat komponen elastik curling pada kulit yang diberi krim β-glukan sebelum sonikasi dan sesudah sonikasi (Gambar 5c dan 5d). Selanjutnya pada
kulit yang diberi metil sinamat sebelum sonikasi dan sesudah sonikasi tidak terlihat EC dan LD. Apabila dibandingkan dengan kulit normal terlihat bahwa penambahan metil sinamat dapat mengurangi lapisan sehingga terlihat halus (Gambar 5e dan 5f). Aktivitas antioksidan dan sifat lipophilicity (kemampuan larut dalam lemak) yang optimal dari metil sinamat dipengaruhi oleh adanya ikatan rangkap antara gugus karboksil dan gugus aromatik. Dengan optimalnya aktivitas anti aging dan sifat lipophilicity meningkatkan rantai penghubung (Yan Li et al. 2014).
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 :215-224
222
Aa)
B b)
Cc)
D d)
E e)
f)F
Gambar 5. Hasil SEM efek paparan UV B serta pengaruh krim terhadap kulit bagian posterior kaki belakang tikus a) Kulit normal, b) Hanya paparan UV B, c) Paparan UV B dengan penambahan β-glukan sebelum sonikasi, d) Paparan UV B dengan penambahan β-glukan sesudah sonikasi, e) Paparan UV B dengan penambahan metil sinamat sebelum sonikasi, dan f) Paparan UV B dengan penambahan metil sinamat sesudah sonikasi. EN adalah komponen Elastik Normal, EC adalah komponen Elastik Curling, LT adalah Lapisan Terorganisasi, dan LD adalah Lapisan Disorganisasi.
KESIMPULAN Penambahan bahan aktif metil sinamat atau β-glukan dapat meningkatkan aktivitas anti aging dalam krim berbasis kelapa sawit. Proses penambahan bahan aktif β-glukan dan metil sinamat tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas anti aging pada krim nanopartiel. Stabilitas krim yang ditambahkan bahan aktif tidak mengalami penurunan setelah dibiarkan selama 7 bulan di ruang terbuka dan suhu ruang yaitu tetap sekitar 99%. Dengan penambahan bahan aktif pada krim, aktivitas anti aging menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan krim nanopartikel saja. Hal ini terlihat pada perbandingan jumlah kerutan pada hewan percobaan antara krim nanopartikel murni dan krim nanopartikel dengan bahan aktif yaitu
selisih skor < 0,001 untuk penambahan metil sinamat dan <0,05 untuk penambahan βglukan. DAFTAR PUSTAKA Armand, G. 2010. Topical anti-wrinkle and antiaging moisturizing cream. US patent application publication. Pub.No : 2010/0098794 A1 Armenakas, M.A. 2013. Multi active microtargeted anti-aging skin care cream polymer technology. US patent. US20130078294A1 Fohlenkamp, K.R., Geneisberg, and Westphalia. 1961. Cosmetic cream. US patent office. 2.987.446
Peningkatan Aktivitas Anti Aging………………Dwinna Rahmi dkk
223
Gutierrez, J.M., C. Gonzalez, A. Maestro, I. Sole, C.M. Pey, and J. Nolla. 2008. Nano-emulsions: new applications and optimization of their preparation. Current opinion in colloid & interface science 13 (4) : 245-251. Heffernan, S.P., A.L. Kelly, D.M. Mulvihill, U. Lambrich, and H.P. Schuchmann. 2011. Efficiency of a range of homogenisation technologies in the emulsification and stabilization of cream liqueurs. Innovative food science & emerging technologies 12 (4) : 628–634. Hendritomo, H.I. 2010. Jamur konsumsi berkhasiat obat. Yogyakarta : Lily Publisher. Kwang, S.K. and H. Shik Yun. 2006. Production of soluble β-glucan from the cell wall of saccaromyces cerevisiae. Enzym and microbial technology 39 (3) : 496-500. Li, Y., F.Dai, X.L. Jin, M.M. Ma, Y.H. Wang. 2014. An effective strategy to develop active cinnamic acid directed antioxidants based on elogating the conjugated chains. Food chemical 158 (1): 41-47. Muchtaridi. 2004. Characterization of essential oil of Laja Gowah rhizome (alpinia malaccensis rosc.). Journal of bionatura 6 (4) : 34-40. Muller, R.H., R.D. Petersen, A. Hommoss, and J. Pardeike. 2007. Nanostructured lipid carriers (NLC) in cosmetic dermal products. Advanced drug delivery reviews 59: 522 – 530.
Pardeike, J., H. Aiman, and H.M. Rainer. 2009. Lipid nanoparticles (SLN, NLC) in cosmetic and pharmaceutical dermal products. International journal of pharmaceutics 366 : 170–184. Rachmawati, H. 2011. Training on monothematic lecture in nanopharmaceuticals and advanced research. School of Pharmay ITB, Bandung. Indonesia Rahmi, D., R. Yunilawati, dan E. Ratnawati. 2013. Pengaruh nano partikel terhadap aktivitas anti aging pada krim. Jurnal sains material Indonesia 4 (3) : 235238. Rahmi, D., R. Yunilawati, dan E. Ratnawati. 2013. Peningkatan stabilitas emulsi krim nanopartikel untuk mempertahankan kelembaban kulit. Jurnal kimia dan kemasan 35 (1) : 3036. Suryani, A., I. Sailah, dan E. Hambali. 2000. Teknologi emulsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Indonesia Viña, A. and E. Murillo. 2003. Essential oil composition from twelve varieties of Basil (Ocimum spp) grown in Colombia. Journal of the Brazilian chemical society 14 (5) : 744-751. Yea, M., W.Chena, T. Qiua, R. Yuana, Y. Yea, and J. Caib. 2011. Structural characterisation and anti-aging activity of extracellular polysaccharide from a strain of lachnum sp. Food chemistry. 132(1) : 338–343.
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 :215-224
224
DEGRADASI ZAT WARNA PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE FOTOKATALITIK MENGGUNAKAN NANOKOMPOSIT TiO2 – ZEOLIT (COLOR DEGRADATION IN TEXTILE INDUSTRIAL WASTEWATER WITH PHOTOCATALYTIC METHOD USING NANOCOMPOSITE TIO2-ZEOLITE) Siti Naimah, Silvie Ardhanie A., Bumiarto Nugroho Jati, Novi Nur Aidha dan Agustina Arianita C. Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RI Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur E-mail :
[email protected] Received : 1 Oktober 2014 ; revised : 7 Oktober 2014 ; accepted : 15 Oktober 2014
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian degradasi zat warna pada limbah cair industri tekstil menggunakan metode fotokatalitik dengan penambahan nanokomposit TiO2 - zeolit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas kemampuan nanokomposit dalam mendegradasi zat warna serta parameter-parameter yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Zeolit alam diaktivasi terlebih dahulu sebelum dikompositkan dengan TiO2. Perbandingan TiO2 : zeolit yang digunakan pada pembuatan nanokomposit adalah 100:0, 20:80, 40:60, 50:50, 60:40, dan 0:100. Percobaan pendahuluan dilakukan dengan menggunakan limbah cair tekstil buatan yang dibuat dari pewarna Synolon yellow S-G6LS (untuk warna kuning) dan B/Blue R 150% special (untuk warna biru), sedangkan limbah cair industri tekstil diambil dari salah satu industri di Bogor. Waktu degradasi zat warna dilakukan dalam reaktor fotokatalitik selama 180 menit. Pada perbandingan TiO2 : zeolit 40:60 didapatkan degradasi zat warna tekstil buatan berwarna kuning maksimal adalah 99,9 % dan zat warna tekstil buatan berwarna biru maksimal 99,8%. Analisis warna menggunakan spektrofotometer dan HPLC. Nanokomposit TiO2 : zeolit 40 : 60 merupakan perbandingan optimal sehingga digunakan pada uji coba limbah cair industri tekstil. Degradasi maksimal warna kuning dengan pengolahan fotokatalitik yang ditambahkan nanokomposit pada limbah cair industri tekstil sebesar 98,4%, sedangkan untuk parameter uji zat organik, TSS, TDS, BOD, COD, dan lemak/minyak diperoleh nilai di bawah baku mutu yang dipersyaratkan. Kata kunci : Reaksi fotokatalitik, Limbah cair tekstil, Nanokomposit, TiO2, Zeolit
ABSTRACT Research has been done on the color degradation of textile industrial wastewater using photocatalytic method by adding nanocomposite TiO2 : zeolite. The purpose of this study to determine the effectiveness of nanocomposite ability to degrade the color as well as the parameters in line with Government Regulation Number 82, 2001 on water quality management and water pollution control. Zeolites is firstly activated before made the nanocomposite. The ratio between nanocomposite TiO2 : zeolite is 100:0, 20:80, 40:60, 50:50, 60:40, and 0: 100. Preliminary experiments using artificial textile effluent made from color Synolon yellow S-G6LS (yellow color) and B/Blue R 150% special (blue color), while the textile industry wastewater taken from textile industry in Bogor. Color degradation time in the photocatalytic reactor for 180 minutes. In comparison nanocomposite TiO2:zeolite 40:60 obtained artificial textile color degradation yellow maximum 99,9% and artificial textile color degradation blue maximum 99,8%. Color analysis using spectrophotometer and HPLC. Nanocomposite TiO 2: zeolite 40: 60 is the optimal ratio to be used in trials of textile industrial wastewater. The maximum degradation of yellow color by photocatalytic nanocomposite processing in the textile industrial wastewater is 98.4% while for organic substances, TSS, TDS, BOD, COD, and fat/oil parameters values obtained under the required quality standard. Keywords: Photocatalytic reaction, Textile waste water, Nanocomposite, TiO2, Zeolite
Degradasi Zat Warna Dalam Limbah Cair ......................Siti Naimah dkk
225
PENDAHULUAN Industri tekstil di Indonesia mengalami peningkatan yang semakin pesat guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan sandang. Jumlah Industri tekstil yang ada di Indonesia mencapai 2.251 pada tahun 2011 (bps.go.id). Namun besarnya jumlah industri tekstil di Indonesia ini tidak diimbangi dengan pengolahan limbah cair dengan baik dan benar. Perkiraan beban pencemaran limbah cair dari industri tekstil skala menengah dan besar di lingkungan DKI Jakarta pada 2012 untuk kadar BOD mencapai 10.516,72 ton/tahun, kadar COD 5. 421,09 ton/tahun, kadar padatan tersuspensi (SS) adalah 4.943,49 ton/tahun, dan Total Dissolved Solid (TDS) sebesar 12.305,29 ton/tahun (bplhd.go.id). Sebagian besar industri tekstil tersebut menggunakan pewarna sintetis dengan alasan murah, tahan lama, mudah diperoleh, dan mudah dalam penggunaan. Penggunaan pewarna tekstil sintetis menimbulkan masalah, yakni limbah yang dihasilkan masih berwarna dan sulit terdegradasi. Limbah pewarna tekstil harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran air. Ini disebabkan karena sekitar 10% hingga15% zat pewarna yang sudah dipakai, tidak dapat digunakan ulang dan harus dibuang (Ruzicka dkk 2014). Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya, serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen. Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna (Manurung dkk 2004). Beberapa cara pengolahan limbah cair tekstil secara konvensional telah banyak dikembangkan oleh para peneliti antara lain klorinasi, ozonisasi, dan biodegradasi. Beberapa kelemahan dari metode tersebut antara lain biaya operasional tinggi dan relatif sulit diterapkan di Indonesia. Proses adsorpsi yang saat ini banyak digunakan kurang efektif, karena limbah organik yang teradsorpsi masih terakumulasi di dalam adsorben yang pada suatu saat nanti akan menimbulkan masalah baru bagi lingkungan (Utubira et al. 2006). Salah satu alternatif pengolahan limbah tekstil adalah dengan menggunakan prinsip fotokatalitik (Alinsafi et al. 2006). Fotokatalitik merupakan kombinasi antara proses fotokimia J.Kimia Kemasan, Vol.36 Oktober 2014: 225-236
dan katalis. Pada proses fotokatalitik diawali dengan terbentuknya pasangan electron hole + positif (e , h ) dalam partikel semikonduktor. Pasangan electron hole positif mengalami reaksi reduksi oksidasi menghasilkan radikal hidroksil (.OH) yang diduga dapat mendegradasi polutan organik berbahaya (Sakti et al. 2013). Proses fotokatalitik terjadi pada fase teradsorpsi (Fogler 1992), hal ini menimbulkan masalah baru dalam proses fotodegradasi karena semikonduktor yang digunakan memiliki daya adsorpsi yang lemah. Penambahan suatu adsorben yang dapat menopang semikonduktor dapat mengurangi kekurangan tersebut (ElMaazawi 2000). Penggabungan fotokatalitik dan adsorben dilakukan dengan harapan kontak fotokatalitik dengan polutan menjadi lebih optimal. Selain itu, adsorben yang digunakan tidak perlu digenerasi karena polutan yang menempel pada adsorben akan didegradasi secara insitu oleh fotokatalis sehingga kejenuhan adsorben dapat dihindari (Matsuoka and Anpo 2003, Slamet et al. 2008). Kelebihan proses fotokatalitik dibandingkan dengan metode konvensional lain adalah hasil limbah tidak berbahaya dan lebih hemat dalam pemakaian bahan kimia serta energi. Fotokatalitik juga merupakan metode yang potensial dan efektif dalam mengolah limbah-limbah senyawa organik dan non organik karena mempunyai kemampuan sebagai reduktor dan oksidator (Parent and Blake 1996, Slamet 2004). Penelitian menggunakan metode fotokatalitik untuk degradasi limbah cair industri tekstil telah banyak dilakukan, antara lain penelitian pengolahan limbah cair tekstil batik dengan menggunakan metode fotokatalitik TiO2dopan-N (campuran TiO2:urea) menggunakan sinar matahari selama 5 jam oleh Riyani et al. (2012) dimana penambahan urea berfungsi untuk meningkatkan aktivitas fotokatalitik dan penelitian dengan menggunakan metode fotokatalitik TiO2-zeolit dengan bantuan sinar UV untuk degradasi limbah tekstil di Jogja oleh Utubira dkk (2006). Penelitian menggunakan metode fotokatalitik untuk degradasi limbah cair tekstil buatan antara lain penelitian penurunan zat warna sintetis C. I acid blue 40 untuk tekstil menggunakan kitosan bipolimer dan TiO2 dengan lampu UV, penurunan warna dilakukan dengan mengukur absorbansinya menggunakan alat spektrometer UV-VIS (Chen et al. 2010). Saleh (2005) juga telah melakukan penelitian 226
pengujian warna tekstil sintetis menggunakan HPLC, dengan menggunakan pewarna sintetis berupa direct red 81, direct blue 15, direct black 22, dan direct orange 34. TiO2 merupakan bahan semikonduktor paling sering digunakan sebagai fotokatalis dalam aplikasi reaksi fotokatalitik khususnya pengolahan limbah. Beberapa keunggulan TiO2 dibandingkan fotokatalisis semikonduktor yang lain yaitu TiO2 mempunyai energi gap relatif besar (3,2 eV) yang cocok digunakan untuk fotokatalis, tidak beracun, harganya terjangkau, melimpah di alam, memiliki stabilitas kimia tinggi pada kisaran pH yang besar, katalis dan bahan kimia berbiaya rendah, tidak ada atau berhambatan rendah dengan keberadaan ion yang umumnya berada di air, memerlukan kondisi reaksi yang relatif ringan dan berhasil mendekomposisi beberapa polutan beracun dan sulit terurai (Andari dan Wardhani 2014, Bayarri et al. 2005) Penggunaan TiO2 akan lebih efektif jika menggunakan adsorben. Adsorben yang digunakan adalah zeolit. Penelitian penggunaan zeolit sebagai bahan adsorben pada oksida logam TiO2 telah banyak dilakukan. Pemanfaatan zeolit sebagai matriks untuk sintesis oksida-oksida logam disebabkan karena zeolit mempunyai pori-pori yang berdimensi nanometer sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pembatas pertumbuhan partikel. Zeolit berfungsi untuk meningkatkan aktivitas fotokatalisis. Dengan mendispersikan bahan TiO2 ke dalam pori-pori zeolit, maka penggunaan bahan menjadi lebih irit dan juga lebih mudah menanganinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas kemampuan nanokomposit TiO2 : zeolit dalam mendegradasi zat warna dan zat organik pada limbah cair industri tekstil supaya sesuai dengan baku mutu lingkungan. Pada penelitian ini zeolit alam diaktivasi terlebih dahulu sebelum dikompositkan dengan TiO2. Dibuat nanokomposit TiO2 dan zeolit dengan perbandingan tertentu. Percobaan pendahuluan dilakukan dengan menggunakan limbah cair tekstil buatan yang dibuat dari pewarna Synolon yellow S-G6LS (untuk warna kuning) dan B/Blue R 150% special (untuk warna biru), sedangkan limbah cair industri tekstil diambil dari salah satu industri di Bogor. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain synolon yellow S-G6LS, B/Blue R 150% special, limbah industri tekstil diambil dari
industri di Bogor, HCl pekat, HF pekat, NH4Cl 0.1M, zeolit alam Lampung, serbuk TiO2 Grade Degussa P-25, TEOS (tetraethylorthosilicate), aquadest, KMnO4, H2SO4, ethanol, dan dicloromethane for HPLC. Peralatan penelitian yang digunakan yaitu spektrofotometer DR/2000, sonikator, hot plate, reaktor fotokatalitik, ayakan 180 µm, stirrer, oven dan neraca analitik. Metode Aktivasi Zeolit Sebagai Adsorben Sebelum zeolit digunakan sebagai nanokomposit, dilakukan aktivasi terlebih dahulu. Zeolit alam Lampung (50 gram) dicuci menggunakan aquadest sebanyak 2 kali, kemudian disaring dan dikeringkan di dalam oven (120°C selama 2 jam). Setelah dikeringkan, zeolit dilarutkan dengan HF 1% sebanyak 200 mL, lalu dilakukan sentrifugasi selama 10 menit. Tahapan setelah sentrifugasi adalah pencucian bebas asam dengan menggunakan aquadest sampai larutan atas menjadi jernih tidak berwarna dan dilanjutkan dengan penyaringan zeolit. Sebanyak 200 mL HCL 6M ditambahkan, kemudian dilakukan refluks pada suhu 90°C selama 30 menit, lalu dilakukan pencucian bebas Cl dengan menggunakan aquadest sampai larutan atas menjadi jernih tidak berwarna. Zeolit kemudian disaring, diambil endapan, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, dan ditambahkan NH4Cl 0,1 M sebanyak 200 mL. Endapan direndam selama 24 jam. Setelah direndam, dilakukan refluks terhadap endapan tersebut selama 180 menit/hari selama 5 hari berturut-turut, kemudian dibilas dengan menggunakan aquadest, disaring, dan dimasukkan ke dalam cawan untuk dikalsinasi di tanur pada suhu 500°C selama 5 jam. Pembuatan Nanokomposit TiO2 - Zeolit TiO2 dan zeolit ditimbang secara terpisah dengan perbandingan (100:0, 20:80; 40:60; 50:50; 60:40; dan 0:100) dengan berat total 5 gram. TiO2 yang telah ditimbang kemudian dilarutkan dengan 100 mL aquadest, lalu disonikasi selama 30 menit. Setelah disonikasi, ditambahkan TEOS (Tetraethylenorthosilicate) sebanyak 0,10 mL (2 tetes), disonikasi kembali selama 2 menit, kemudian ditambahkan adsorben yang telah ditimbang, diaduk sampai homogen, dan disonikasi selama 30 menit. Tahap berikutnya nanokomposit dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80°C hingga 90°C dengan pengadukan hingga air menjadi kurang lebih 20 mL - 30 mL, kemudian dikalsinasi dalam tanur pada suhu 300°C selama 2 jam,
Degradasi Zat Warna Dalam Limbah Cair ......................Siti Naimah dkk
227
didinginkan, dan terakhir menggunakan lumpang.
dihaluskan
Pengolahan Limbah Dengan Metode Fotokatalitik Menggunakan Zeolit, TiO2 dan Nanokomposit (TiO2 : Zeolit) Sampel limbah cair tekstil 300 mL ditambahkan zeolit 3 gram (untuk zeolit 100%) atau 3 gram TiO2 (untuk TiO2 100%) atau ditambahkan nanokomposit TiO2 : zeolit (dengan perbandingan 20 : 80, 40 : 60, 50 : 50, dan 60 : 40) yang telah ditimbang terlebih dahulu sebanyak 3 gram. Setelah zeolit atau TiO2 atau nanokomposit TiO2 : zeolit ditambahkan, lalu dimasukkan ke dalam reaktor fotokatalitik. Waktu yang digunakan pada pengolahan limbah cair tekstil dengan metode fotokatalitik adalah 180 menit. Hal ini berdasarkan pada kekuatan intensitas sinar matahari yang merupakan sumber sinar UV di alam pada kisaran pukul 11:40 hingga 14:00, yaitu 180 menit. Penelitian ini menggunakan lampu UV sebagai sumber sinar UV. Sampling dilakukan setiap 10 menit selama 180 menit dan dimasukkan ke dalam tube. Analisis Warna Limbah Cair Tekstil Buatan dan Limbah Cair Industri Tekstil Dengan Spektrofotometer Larutan standar dipersiapkan terlebih dahulu, untuk limbah cair berwarna kuning dibuat dengan konsentrasi 60 mg/L dan deret pengencerannya, sedangkan larutan standar untuk limbah cair berwarna biru dibuat dengan konsentrasi 40 mg/L dan deret pengencerannya. Larutan standar disiapkan dalam tube 20 mL. Untuk sampel limbah cair tekstil yang ada dalam test tube, disaring menggunakan siring injection dengan menggunakan kertas saring 0,45 µm. Sampel dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm untuk sampel berwarna kuning dan 700 nm untuk sampel berwarna biru. Preparasi analisis spektrofotometer untuk sampel berwarna kuning ditambahkan methanol dengan perbandingan 4:3. Analisis Warna pada Limbah Cair Industri Tekstil dengan HPLC Sampel limbah cair industri tekstil 300 mL yang telah dipreparasi dimasukkan ke dalam wadah. Ditambahkan nanokomposit TiO2 : zeolit 3 gram dengan perbandingan 40 : 60, setelah itu dimasukkan dalam reaktor fotokatalitik dan sampling sebanyak 40 mL dilakukan selama 40 menit dan 170 menit. Sampel limbah cair industri tekstil yang berada dalam tabung erlenmeyer dipindahkan ke dalam corong pemisah dan J.Kimia Kemasan, Vol.36 Oktober 2014: 225-236
ditambah methanol 4 : 3. Ditambahkan 20 mL dichloromethane kemudian diekstrak sebanyak dua kali. Setelah didapat hasil ekstrak, dipisahkan dari limbah dimasukkan ke labu evaporasi kemudian diuapkan dengan menggunakan alat evaporasi sampai tersisa 1 sampai dengan 2 mL. Setelah itu diuji dengan menggunakan HPLC. Analisis Zat Organik, TSS, TDS, BOD, COD dan Lemak/Minyak Sesuai Baku Mutu Lingkungan Analisis zat organik, TSS, TDS, BOD, COD dan minyak lemak dilakukan untuk membandingkan hasil yang telah diperoleh dengan ambang batas baku mutu lingkungan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Analisis zat organik dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri permanganatometri, analisis TSS dilakukan sesuai dengan SNI 06-6989.3-2004, analisis TDS dilakukan sesuai dengan SNI 066989.27-2005, analisis BOD sesuai dengan SNI 6989.72-2009, analisis COD sesuai dengan SNI 6989.2-2009, dan analisis minyak lemak sesuai SNI 06.6989.10-2004. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada analisis yang telah dilakukan dapat diketahui efektifitas penggunaan perbandingan TiO2:Zeolit dalam mendegradasi zat warna tekstil buatan kuning dan biru yang maksimal. Perbandingan nanokomposit yang optimal pada degradasi tersebut digunakan untuk proses degradasi limbah tekstil industri. Hasil Analisis Warna Limbah Cair Tekstil Buatan Dengan Menggunakan Spektrofotometer Hasil analisis penambahan adsorben zeolit 100% pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru B/Blue R (35 mg/L) dan limbah cair tekstil buatan berwarna kuning synolon yellow S-G6LS (50 mg/L) yang diproses menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit, menunjukkan hasil degradasi warna seperti pada Gambar 1. Analisis degradasi limbah buatan warna kuning dan biru dilakukan menggunakan alat spektrofotometer UV-VIS, sedangkan analisis degradasi limbah industri menggunakan HPLC. Gambar 1. menunjukkan bahwa uji efektifitas penggunaan adsorben zeolit 100% terhadap degradasi warna limbah cair tekstil buatan berwarna kuning dengan konsentrasi awal sebesar 50 mg/L. Degradasi maksimal 228
terjadi pada menit ke 160 yaitu 47%. Meskipun waktu iradasi diperpanjang sampai dengan 180 menit, namun tidak terjadi degradasi warna. Begitu juga dengan limbah cair tekstil buatan berwarna biru dengan konsentrasi awal 35 mg/L, Pada menit ke 160 terjadi degradasi maksimal yaitu sebesar 57,14%. Percobaan dengan menggunakan adsorben zeolit 100% mendapatkan hasil degradasi warna dengan persentase yang rendah. Degradasi zat warna setiap 10 menit tidak signifikan, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai persentase degradasi yang
diinginkan. Hal ini disebabkan tidak ada katalis yang berperan utama dalam penurunan zat warna. Penggunaan sinar UV tanpa menggunakan katalis dapat mendegradasi zat warna meskipun persentase yang diperoleh sangat kecil. Hal ini disebabkan ikatan-ikatan rangkap pada senyawa zat warna tereduksi dengan bantuan hv, namun senyawa zat warna tidak dapat tereduksi dengan baik terlihat dari nilai absorbansi yang cukup besar sehingga nilai persen degradasi yang didapat sangat kecil (Amrinah 2011)
Gambar 1. Degradasi warna limbah cair tekstil buatan dengan menggunakan adsorben zeolit 100%
Gambar 2. Degradasi warna limbah cair tekstil buatan dengan menggunakan katalis TiO2 100%
Degradasi Zat Warna Dalam Limbah Cair ......................Siti Naimah dkk
229
Pada analisis menggunakan spektrofotometer ditunjukkan bahwa penambahan katalis TiO2 100% pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru (35 mg/L) dan limbah cair tekstil buatan berwarna kuning (50 mg/L) menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit, menunjukkan hasil degradasi warna seperti pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan uji efektifitas dengan menggunakan katalis TiO2 100% terhadap degradasi warna limbah cair tekstil buatan berwarna kuning dengan konsentrasi awal 50 mg/L. Degradasi maksimal terjadi pada menit ke 170 yaitu 60,4%. Meskipun waktu iradasi diperpanjang sampai dengan 180 menit, tidak terjadi degradasi warna. Pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru dengan konsentrasi awal 35 mg/L menunjukkan degradasi maksimal sebesar 65% pada menit ke 160. Kemampuan penggunaan katalis TiO2 100% terhadap degradasi zat warna pada limbah cair tekstil buatan mengalami peningkatan dibandingkan zeolit 100%. Hal ini disebabkan oleh, reaksi karena pengaruh cahaya dan katalisis berlangsung secara bersamaan pada metode fotokatalitik. Katalis ini dapat mempercepat fotoreaksi melalui interaksinya dengan substrat baik dalam keadaan dasar maupun keadaan tereksitasinya, atau dengan fotoproduk utama yang bergantung pada mekanisme fotoreaksi tersebut. Umumnya katalis yang digunakan merupakan semikonduktor yang baik seperti katalis TiO2. Pada reaksi fotokatalitik, semikonduktor dapat berperan sebagai pengaktivasi/katalis reaksi redoks cahaya dikarenakan pita valensi yang penuh berisi elektron dan pita konduksi yang kosong, dengan energi celah diantara kedua pita tidak terlalu besar (Riswiyanto et al. 2010). Hasil analisis menggunakan spektrofotometer menunjukkan hasil degradasi warna akibat penambahan nanokomposit TiO2 zeolit dengan perbandingan 20 : 80 pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru (35 mg/L) dan limbah cair tekstil buatan berwarna kuning (50 mg/L) yang diproses dengan menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit (Gambar 3). Gambar 3 menunjukkan bahwa uji efektifitas penggunaan perbandingan 20 : 80 nanokomposit TiO2 : zeolit dengan terhadap degradasi warna limbah tekstil buatan berwarna kuning dengan konsentrasi awal 50 mg/L, degradasi maksimal terjadi pada menit ke 160 yaitu 97,6%. Begitu juga dengan limbah tekstil
J.Kimia Kemasan, Vol.36 Oktober 2014: 225-236
buatan berwarna biru dengan konsentrasi awal 35 mg/L menunjukkan bahwa terjadi degradasi maksimal yaitu 97,7% pada menit ke 170. Iridasi dilanjutkan sampai dengan 180 menit, namun degradasi warna tidak terjadi lagi. Pada penggunaan nanokomposit TiO2 : zeolit, terjadi peningkatan degradasi warna apabila dibandingkan dengan hanya menggunakan katalis 100 % maupun adsorben 100%. Hal ini disebabkan karena aktivitas fotokatalitik TiO2 dapat ditingkatkan melalui pengembanan pada material pendukung, seperti adsorben. Salah satu yang dapat digunakan untuk kepentingan tersebut adalah zeolit alam. yang mempunyai pori dan luas permukaan yang relatif besar. Material TiO2 terhempas pada zeolit alam akan menghasilkan adsorben yang dapat menjerap sekaligus mampu menguraikan zat warna menjadi senyawa yang aman di lingkungan (Fatimah dan Wijaya 2005). Hasil analisis menggunakan spektrofotometer ditunjukkan bahwa penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru (35 mg/L) dan limbah cair tekstil buatan berwarna kuning (50 mg/L) menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit, menunjukkan hasil degradasi warna pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan uji efektifitas penggunaan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 terhadap degradasi zat warna limbah cair tekstil buatan berwarna kuning dengan konsentrasi awal 50 mg/L yang menghasilkan degradasi maksimal sebesar 99,9% pada menit ke 170. Pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru dengan konsentrasi awal 35 mg/L, dengan penambahan waktu iradasi pada menit ke 150 terjadi degradasi maksimal sebesar 99,8%. Iradiasi dilanjutkan hingga 180 menit, namun degradasi warna tidak terjadi lagi. Persentase degradasi warna dengan menggunakan nanokomposit TiO2 : zeolit = 40 : 60 lebih besar daripada menggunakan nanokomposit TiO2 : zeolit = 20 : 80, hal ini disebabkan karena bertambahnya konsentrasi TiO2 pada nanokomposit akan meningkatkan sisi aktif fotokatalis. Peningkatan sisi aktif menyebabkan banyak ion yang terserap pada permukaan TiO2 yang memiliki hole bermuatan positif. Hole pada TiO2 ini akan bereaksi dengan molekul H2O atau ion OH dan memproduksi radikal hidroksil (-OH) semakin banyak yang berperan dalam mendegradasi warna (Damayanti et al. 2014).
230
. Gambar 3. Degradasi warna limbah cair tekstil buatan dengan perbandingan nanokomposit TiO2 : zeolit = 20 : 80
Gambar 4. Degradasi warna limbah cair tekstil buatan dengan perbandingan nanokomposit TiO2 : zeolit = 40 : 60
Gambar 5. Degradasi warna limbah cair tekstil buatan dengan perbandingan nanokomposit TiO2 : zeolit = 50: 50
Degradasi Zat Warna Dalam Limbah Cair ......................Siti Naimah dkk
231
Pada hasil analisis menggunakan spektrofotometer ditunjukkan bahwa penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 50 : 50 pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru (35 mg/L) dan limbah cair tekstil buatan berwarna kuning (50 mg/L) yang diproses dengan menggunakan 2 reaktor fotokatalitik selama 180 menit, menunjukkan hasil degradasi warna seperti pada Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan uji efektifitas penggunaan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 50 : 50 terhadap degradasi zat warna limbah cair tekstil buatan berwarna kuning dengan konsentrasi awal 50 mg/L. Degradasi maksimal terjadi pada menit ke 170 sebesar 98,8%. Begitu juga limbah cair tekstil buatan berwarna biru dengan konsentrasi awal 35 mg/L, dengan bertambahnya waktu iradasi pada menit ke 170 terjadi degradasi maksimal sebesar 99,1%. Jika dibandingkan dengan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60, hasil degradasi nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 50 : 50 lebi rendah. Hal ini disebabkan karena perbandingan komposisi TiO2 dengan zeolit sama besar. Molekul-molekul TiO2 akan berdesak-desakan dengan molekul zeolit sehingga dapat menurunkan aktivitas fotokatalitiknya (Qodri, 2011). Hasil analisis penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 60 : 40 pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru (35 mg/L) dan limbah cair tekstil buatan berwarna kuning (50 mg/L) yang diproses dengan menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit, menunjukkan hasil degradasi warna seperti pada Gambar 6. Analisis ini dilakukan menggunakan spektrofotometer. Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa uji efektifitas penggunaan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 60 : 40 untuk mendegradasi zat warna limbah cair tekstil buatan berwarna kuning dengan konsentrasi awal 50 mg/L, degradasi maksimal terjadi pada menit ke 160 yaitu sebesar 99,99% (100%). Sama halnya dengan limbah tekstil buatan berwarna kuning, limbah cair tekstil buatan berwarna biru dengan konsentrasi awal sebesar 35 mg/L, dengan bertambahnya waktu iradasi pada menit ke 150 terjadi degradasi maksimal yaitu sebesar 99,99% (100%). Perbandingan
J.Kimia Kemasan, Vol.36 Oktober 2014: 225-236
komposit TiO2 : zeolit 60 : 40 mengalami degradasi zat warna yang sempurna, hal ini dikarenakan pada perbandingan komposit tersebut terdapat jumLah katalis TiO2 yang lebih banyak sehingga proses fotokatalitik berjalan dengan efektif. Dasar reaksi fotodegradasi atau reaksi penguraian senyawa organik merupakan reaksi oksidasi yang diinduksi oleh cahaya ultra violet. Reaksi tersebut dapat berlangsung apabila didalam suatu sistem terdapat sumber cahaya (foton), substrat organik, oksigen dan fotokatalis. Degradasi limbah cair tekstil menggunakan fotokatalis TiO2-zeolit secara umum terjadi melalui proses adsorpsi limbah cair tersebut ke permukaan fotokatalis yang disertai dengan proses oksidasi katalitik terhadap limbah cair tersebut. Pada saat fotokatalis tersebut terkena radiasi sinar ultra violet yang memiliki energi yang bersesuaian atau bahkan melebihi energi celah pita dari oksida titan tersebut, maka elektron-elektron dalam pita valensi dari fotokatalis tersebut akan tereksitasi ke pita konduksi yang akan menghasilkan ecb dan kekosongan atau hole (hvb) yang berperan sebagai muatan positif. Selanjutnya hvb akan bereaksi dengan hidroksida logam yaitu hidroksida oksida titan yang terdapat dalam larutan membentuk radikal hidroksida logam yang merupakan oksidator kuat untuk mengoksidasi senyawa – senyawa yang terdapat dalam limbah cair tersebut. Untuk elektron yang ada pada permukaan semikonduktor akan terjebak dalam hidroksida logam dan dapat bereaksi dengan H2O atau O2 yang ada dalam larutan membentuk radikal hidroksi (-OH) atau superoksida (-O) yang akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang terdapat dalam limbah cair tersebut. Radikal-radikal ini akan terbentuk terus-menerus selama TiO2-zeolit masih dikenai radiasi sinar ultra violet dan akan menyerang senyawa-senyawa yang terdapat dalam limbah cair tersebut yang berada di permukaan katalis sehingga akan mengalami degradasi menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak berbahaya. Jadi semakin banyak fotokatalis yang ditambahkan maka sisi aktif yang akan menghasilkan (-OH) semakin banyak (Linsebigler, 1995).
232
Gambar 6. Degradasi warna limbah cair tekstil buatan dengan perbandingan nanokomposit TiO2 : zeolit = 60 : 40
Hasil Analisis Warna Limbah Cair Industri Tekstil Dengan Menggunakan Spektrofotometer Setelah dilakukan analisis degradasi warna penambahan TiO2 100%, zeolit 100%, maupun nanokomposit TiO2 : zeolit dengan berbagai perbandingan konsentrasi terhadap limbah cair industri tekstil buatan, maka penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit sebesar 40 : 60 dipilih untuk dianalisis efektivitasnya dalam mendegradasi limbah tekstil berwarna kuning pada limbah cair industri tekstil. Perbandingan nanokomposit TiO2 : zeolit sebesar 40 : 60 ini dipilih berdasarkan pertimbangan efektivitas waktu TiO2 mengendap dan pertimbangan ekonomis (harga TiO2 yang lebih mahal daripada zeolit). Hasil analisis menggunakan spektrofotometer penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 pada limbah cair industri tekstil yang diproses dengan menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit, menunjukkan hasil degradasi warna seperti pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan bahwa uji efektifitas dengan menggunakan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 terhadap degradasi zat warna kuning limbah cair industri tekstil dengan konsentrasi awal sebesar 50 mg/L, degradasi maksimal terjadi pada menit ke 170 yaitu sebesar 98,4%.
Hasil Analisis Zat Organik, TSS, TDS, BOD, COD, dan Lemak/Minyak Pada Limbah Cair Industri Tekstil Selain uji efektifitas dengan menggunakan spektrofotometer penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit (40 : 60) untuk mendegradasi warna kuning pada limbah cair industri tekstil, dilakukan pula analisis zat organik, TSS, TDS, BOD, COD, dan lemak/minyak supaya sesuai dengan baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi degradasi pada setiap parameter uji dari limbah cair industri tekstil. Hasil analisis parameter pada limbah cair industri tekstil awal seperti yang terlihat pada Tabel 1 cukup tinggi, kemudian dilakukan penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 yang disampling pada menit terakhir yaitu pada menit 180. Hasil limbah cair industri tekstil yang diperoleh tersebut kemudian digunakan untuk mengetahui TSS, TDS, BOD, COD, dan lemak/minyak selain konsentrasi zat warna yang sudah dianalisis. Penurunan hasil yang didapat sudah memenuhi syarat baku mutu. Untuk zat organik sendiri dapat terlihat degradasi dari 238 ppm (sebelum penambahan nanokomposit) menjadi 52 ppm atau sebesar 78% (perlakuan fotokatalitik pada menit 180). Penurunan kadar
Degradasi Zat Warna Dalam Limbah Cair ......................Siti Naimah dkk
233
TSS, COD, dan BOD berturut-turut adalah sebesar 93,75%; 51,39%; dan 46,42%. Utubira dkk (2013) berhasil menurunkan kadar COD sebesar 57,85% menggunakan proses fotokatalis TiO2-Zeolit pada limbah tekstil di
Yogyakarta. Perbedaan penurunan kadar COD dikarenakan karakteristik limbah yang berbeda, komposisi pencampuran antara nanokomposit dengan limbah, serta proses pembuatan nanokomposit yang berbeda.
Gambar 7. Degradasi warna limbah cair industri tekstil dengan perbandingan nanokomposit TiO2 : zeolit = 40 : 60
Tabel 1. Hasil analisis parameter uji pada limbah air industri tekstil Parameter
Konsentrasi limbah cair industri tekstil awal (mg/L)
Konsentrasi limbah cair industri tekstil akhir (mg/L)
Baku mutu (mg/L)
TSS
400
25
50
BOD
140
75
75
COD
216
105
100
-
-
0.5
Phenol Lemak/Minyak
7.6
1
3
Zat Organik
238
52
85
pH
10
7
6-9
Tabel 2. Hasil analisis degradasi warna limbah cair industri tekstil dengan penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 menggunakan HPLC
No
Waktu sampling (menit)
Bobot contoh (mL)
Volume pengenceran (mL)
Volume injeksi (uL)
Waktu referensi (menit)
Area contoh
Hasil analisis warna (mg/L)
1
40
40
500
20
7,9
42,2
31,1
2
170
40
5
20
7,9
130,7
0,9
J.Kimia Kemasan, Vol.36 Oktober 2014: 225-236
234
Hasil Analisis Warna pada Limbah Cair Industri Tekstil dengan Metode HPLC Selain dilakukan uji efektifitas nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 agar hasil yang diperoleh sesuai dengan baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, dilakukan pula pengujian dengan menggunakan HPLC untuk mengetahui komponen penurunan warna. Hasil analisis degradasi warna limbah cair industri tekstil dengan penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 menggunakan HPLC ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa sampel nomor 1 merupakan limbah yang telah dilakukan proses fotokatalitik selama 40 menit, sedangkan sampel nomor 2 merupakan limbah yang telah dilakukan proses fotokatalitik selama 170 menit, yang kemudian kedua sampel diuji dengan menggunakan HPLC. Hasil yang diperoleh terlihat bahwa terjadi degradasi warna dari konsentrasi 31,1 mg/L (37,8%) menjadi 0,9 mg/L (98,2%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa nanokomposit TiO2 : zeolit sebesar 40 : 60 yang ditambahkan dalam limbah cair industri tekstil dapat menghasilkan degradasi zat warna yang sempurna.
KESIMPULAN Penggunaan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan metode fotokatalitik mampu mendegradasi zat warna pada limbah cair industri tekstil. Berdasarkan pertimbangan efektivitas waktu TiO2 mengendap, pertimbangan ekonomis, serta dari hasil percobaan pendahuluan terhadap limbah cair tekstil buatan, maka digunakan perbandingan nanokomposit TiO2 : zeolit = 40 : 60 untuk mendegradasi warna limbah cair industri tekstil. Uji efektivitas penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit = 40 : 60 terhadap degradasi zat warna kuning limbah cair industri tekstil menggunakan spektrofotometer menunjukkan degradasi maksimal pada menit ke 170 sebesar 98,4%. Hasil analisis zat organik, TSS, TDS, BOD, COD, dan lemak/minyak terhadap penggunaan nanokomposit TiO2 : zeolit = 40 : 60 dengan metode fotokatalitik menunjukkan nilai parameter uji dibawah baku mutu lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
DAFTAR PUSTAKA Alinsafi, A., F. Evenou, E.M. Abdulkarim, M.N. Pons, O. Zahraa, A. Benhammou, A.Nejmeddine.2007. Treatment of textille of Industry Waste Water by Supported Photocatalysis. Dyes and pigments-Dye Pigment.74(2) : 439445. Amrinah, I. 2011. Effect of chitosan biopolymer and UV/TiO2 method for the decoloration of acid blue 40 simulated textile wastewater. Skripsi. Universitas Indonesia, Depok. Indonesia. Andari, N.D. dan Sri Wardani. 2014. Fotokatalis TiO2-zeolit untuk degradasi metilen biru. Chem. Prog 7 (1) : 9 – 14. Bayarri, B., J. Giménez, D. Curcó, and S. Esplugas. 2005. Photocatalytic degradation of 2,4-dichlorophenol by TiO2/UV: kinetics, actiometries and models. Catalysis Today 101 : 227236. Chen, S. M., M. Shien Yen, and Y. Hwei Shen. 2010. Effect of chitosan biopolymer and UV/TiO2 method for the decoloration of acid blue 40 simulated textile wastewater. African Journal of Biotechnology 9 (34) : 5575 – 5580. Damayanti, C. A., S. Wardhani, dan D. Purwonugroho. 2014. Pengaruh konsentrasi TiO2 dalam zeolit terhadap degradasi methylene blue secara fotokatalitik. Kimia Student Journal 1 (1) : 8 – 14. El-Maazawi, M.S., A.N.Finken, A.B. Nair, A.V. Grassian.2000. Adsorption and Photocatalytic Oxidation of Acetone on TiO2 : An In Situ Transmission FTIR Study. Journal of catalysis. 191(1):138146. Fatimah, I. dan K. Wijaya. 2005. Sintesis TiO2/zeolit sebagai fotokatalis pada pengolahan limbah cair industri tapioka secara adsorpsi-fotodegradasi. TEKNOIN 10 (4) 257 – 267. Fogler,H.S. 1992. Element of chemical reaction Engineering Second Ed. USA: Prentice Hall, Inc. 185-191. http://bplhd.jakarta.go.id/slhd2012/Docs/pdf/Buk u%20II/Tabel%20SP-9.pdf. Perkiraan Beban Pencemaran Limbah Cair Dari Industri Skala Menengah Dan Besar DKI Jakarta 2012. (diakses pada 20 Oktober 2014). http://www.bps.go.id/tab_sub/view . JumLah Perusahaan Industri Besar Sedang
Degradasi Zat Warna Dalam Limbah Cair ......................Siti Naimah dkk
235
Menurut SubSektor , 2008-2013. (diakses pada 20 Oktober 2014). Linsebliger, A.L, L. Guangquan, and J.T. Yates.Jr. 1995. Photocatalysis on TiO2 Surfaces : Principles, Mechanism, and Selected Results, Chem. Rev. 95: 735758. Manurung, R., R. Hasibuan, dan Irvan. 2004. Perombakan zat warna azo secara anaerob – aerob. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan. Indonesia. Matsuoka, M. and M. Anpo. 2003. Local Structures, Excited States and Photocatalytic Reactivities of Highly Within Zeolites. J. Photochem. and Photobiol. C : Photochem.Rev., 3: 225252. Parent, Y., D. Blake. 1996. Solar Photocatalytic Process for the Purification of Water: State of Development and Barriers to Commercialization. Solar Energy., 56: 429-437. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Qodri, A. A., 2011, Fotodegradasi zat Warna Remazol Yellow FG dengan Fotokatalis Komposit TiO2/SiO2, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Riswiyanto, S., R. Bakri, and A. Titis. 2010. Degradasi fotokatalitik zat warna direct yellow dan direct violet dengan katalis tio2/agi - sinar UV. Valensi 2 (1) : 319 – 324. Riyani, K, T. Setyaningtyas dan D. Windy Dwiasih.2012. Pengolahan Limbah Cair Batik menggunakan Fotokatalis TiO Dopan-N dengan Bantuan Sinar Matahari, Valensi 2:581-587.
J.Kimia Kemasan, Vol.36 Oktober 2014: 225-236
Ruzicka, O. dan L. Safira. 2014. Aplikasi Fotokatalis Tio2 Pada Degradasi Limbah Cair Zat Warna Tekstil, Lomba Karya Ilmiah Sumber Daya Air Tahun 2014 Sakti, R.B., A. Subagio dan H. Sutanto. 2013. Sintesis Lapisan Tipis Nanokomposit TiO2/CNT Menggunakan Metode SolGel dan Aplikasinya untuk Fotodegradasi Zat Warna Azo Orange 3R. Youngster Physics journal. Vol 1(3) : 41-48. Saleh, S.M. A. A. 2005. HPLC Determination of Four Textile Dyes and Studying Their Degradation Using Spectrophotometric Technique. Faculty of Graduate Studies, An-Najah National University, Nablus.Palestine Slamet, M. Ellyana, dan S. Bismo. 2008. Modifikasi Zeolit Alam Lampung Dengan Fotokatalis TiO2 Melalui Metode Sol Gel dan Aplikasinya Untuk Penyisihan Fenol. Jurnal Teknologi, 1: 59-68. Slamet. 2004. Laporan pelaksanaan Riset Unggulan Terpadu XI Pengolahan Limbah Logam Jamak (Logam Berat, Organik dan Asam) Secara Simultan dengan Fotoreaktor Berenergi Surya. Utubira, Y. K. Wijaya, Triyono and E. Sugiharto. 2006. Preparation and Characterization Of TiO2-Zeolite and Its Application To Degrade Textille Wastewater By Photochatalytic Method. Indo J. Chem. 6(3) : 231-237. Yaacoubi, A. Nejmeddine. 2007. Tretament Of Textille Industry waste Water By Supported Photocatalysis. Dyes and Pigments-Dye Pigment. 74(2) : 439 445.
236
ANALISIS PENAMBAHAN Fe TERHADAP SIFAT LISTRIK DAN MAGNET KOMPOSIT MWCNT-Fe (ANALYSIS OF THE INCREASEMENT OF Fe ON THE ELECTRICAL AND MAGNETIC PROPERTIES OF MWCNT-Fe COMPOSITE)
P. Purwanto dan Salim Mustofa Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir – BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang -15314 Email:
[email protected] Received : 30 September 2014 ; revised : 10 Oktober 2014 ; accepted : 20 Oktober 2014
ABSTRAK Bahan komposit MWCNT-Fe dibuat dengan mencampurkan serbuk MWCNT (Multi-Wallet Carbon Nanotube) dan Fe dengan variasi kandungan Fe mulai dari 1% sampai 5%. Selanjutnya bahan komposit diproses milling selama 3 jam memakai teknik High Energy Milling (HEM). Hasil pola difraksi sinar-x komposit MWCNT-Fe menunjukkan adanya puncak MWCNT dan Fe dengan pola yang sama. Spektroskopi Raman menunjukkan -1 -1 puncak D band muncul pada 1310 cm sampai dengan 1320 cm , puncak harmonik kedua G band (G’ band) -1 -1 muncul pada Raman shift 1605 cm sampai dengan 1615 cm , dan puncak tangensial G band muncul pada -1 -1 1580 cm sampai dengan 1595 cm . Hasil pengukuran konduktivitas MWCNT-Fe dengan alat ukur LCR meter, menunjukkan bahwa nilai konduktivitas mengalami kenaikan sebanding dengan kenaikan berat Fe. Hasil parameter magnetik dengan metode VSM (Vibrating Sample Magnetometer) menunjukkan Magnetik Rimanen (Mr), Magnetik Jenuh (Ms) mengalami kenaikan, sedangkan Medan Koersif (Hc) mengalami penurunan sebanding dengan kenaikan berat Fe. Kata Kunci: Karbon MWCNT, Difraksi sinar-X, Spektroskopi raman, Konduktivitas
ABSTRACT The composite of MWCNT –Fe were made by mixing MWCNT (Multi-Wallet Carbon Nanotube) and Fe powder with the variance of Fe starting from 1% until 5% weight. Then the sample was milling for 3 hours by using High Energy Milling (HEM). The pattern of X-Ray Diffraction of MWCNT-Fe composite indicates the same pattern of -1 -1 MWCNT and Fe. Spectroscopy Raman indicated that D band vissible at wave number 1310 cm to 1320 cm , -1 -1 peak of second harmonic (G’ band ) at wave number 1605 cm to 1615 cm was Raman shift, and peak of -1 -1 tangensial G band at wave number 1580 cm to 1995 cm . The result of electrical parameter measured by using LCR instrument indicated that conductivities value of MWCNT –Fe was increased with the the increasing of concentration Fe (weight percent). The result of magnetic parameter with VSM (Vibrating Sample Magnetometer) method shows that the remanent magnetic (Mr) and saturation magnetic (Ms) increased, and the coesive magnetic (Hc) decreased with the increasing weight percent of Fe. Keywords: Carbon MWCNT, X-Ray diffraction, Raman spectroscopy, Conductivity.
PENDAHULUAN Carbon nanotube (CNT) memiliki berbagai macam tipe diantaranya adalah Single Walled Nanotube (SWCNT), yang merupakan gulungan lembaran grafit dengan ukuran lebih pendek, yang memiliki struktur satu dimensi. Bentuk lain dari CNT adalah Multi walled Carbon Nanotube (MWCNT) yang memiliki struktur lebih dari satu
dimensi dan ukurannya pendek (Shanov et al. 2006) . Bahan konduktor padat mempunyai sifat konduktivitas tergantung pada frekuensi dan suhu, dimana pada suhu tertentu suatu bahan konduktor padat dapat mengalamai cacat atau transisi fasa (Yulkifli et al. 2009; Blanton et al.
Analisis Penambahan Fe …………P.Purwanto dan Salim Mustofa
237
2011). Nilai resitivitas listrik untuk SWCNT -6 adalah sekitar 10 ohm.cm, sedangkan untuk -5 MWCNT 3x10 ohm.cm. Hal ini menunjukkan bahwa CNT adalah konduktor yang memiliki nilai resistiviti lebih baik dari metal seperti Cu pada suhu ruang. Adanya cacat atau pengotor yang terbentuk selama penumbuhan CNT menunjukkan nilai konduktivitas CNT lebih rendah dari pada CNT yang berstruktur bebas cacat ( Qingwen et al. 2007; Harris 2007). Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap bahan komposit MWCNT-Fe hasil milling menggunakan difraksi sinar-x dan spektroskopi Raman serta dilakukan pengujian sifat listrik dan sifat magnet terhadap bahan tersebut. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya dalam rangka pengaplikasian bahan nanokomposit berbasis karbon untuk sensor dan untuk biomedik (Purwanto et al. 2012; Sinha et al. 2005).
di Bidang Karakterisasi dan Analsisis Nuklir (BKAN), PTBIN-BATAN. Kemudian campuran serbuk hasil proses milling kemudian dikarakterisasi dengan difraksi sinar-x dan Raman spektroskopi serta sifat listrik diuji dengan LCR-meter dan sifat magnet VSM (Vibrating Sample Magnetiser). HASIL DAN PEMBAHASAN Difraksi Sinar-X Hasil identifikasi dengan difraksi sinar-X menunjukkan bahwa bahan komposit CNT-Fe yang dibuat melalui proses metalurgi serbuk (milling) adalah berfasa tunggal dengan struktur MWCNT seperti terlihat pada Gambar 1. Komposit telah mengalami deformasi kristal, yang ditunjukkan oleh menurunnya puncak difraksi. Sedangkan pelebaran puncak difraksi dapat dikaitkan dengan ukuran partikel, dimana puncak yang melebar menunjukkan kehalusan butir atau sebaliknya setelah mengalami proses metalurgi serbuk (Williamson and Hall 2006). Proses deformasi dan masuknya partikel Fe kedalam CNT tentunya akan sangat berpengaruh pada sifat listrik komposit MWCNTFe. Kenaikan sifat listrik bahan akibat adanya cacat kristal ini sangat diharapkan terjadi pada setiap bidang kristal agar gerakan ion-ion mudah bergerak dengan energi aktivasi yang kecil. Dari pola difraksi ada bidang kristal yang mengalami cacat, sehingga konduktivitas bahan diperkirakan dapat meningkat. Peningkatan konduktivitas ini disebabkan adanya penambahan Fe ke dalam fasa MWCNT yang menyebabkan cacat pada kristal. Menurut P. R. Bandaaru, 2007), cacat pada kristal akan menimbulkan mobilisasi ion di dalam kristal dan dapat meningkatkan konduktivitas bahan.
BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk Multi Walled Carbon Nanotube (MWCNT) buatan Merck, dan serbuk besi (Fe) produk Aldrich yang memiliki tingkat kemurnian 99,9%. Serbuk Fe dan MWCNT ditimbang dengan komposisi sebagai berikut: Fe(1%)MWCNT (99%), Fe(3%)- MWCNT (97%) dan Fe(5%)- MWCNT (95%). Metode Berat total masing-masing campuran serbuk adalah 2 gram. Campuran serbuk ini kemudian diproses milling selama 3 jam menggunakan High Energy Milling (HEM), merk SPEX CertiPrep 8000M Mixer/Mill yang tersedia 900
Intensitas (a.u)
700 Fe5% 500 Fe3% 300 Fe1% 100 10
20
30
40
50
60
70
2Theta (degree)
Gambar 1. Pola difraksi pada komposit MWCNT-Fe
J. Kimia Kemasan, Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 : 237-244
238
Tabel 1a. Hasil analisis puncak-puncak difraksi komposit MWCNT-Fe. MWCNT-1%Fe
MWCNT-3%Fe
MWCNT-5%Fe
2θ
FWHM
2θ
FWHM
2θ
FWHM
25,6793
0,8393
25,7115
0,8066
25,8875
0,7570
44,4744
0,0567
44,4884
0,0319
44,6272
0,0235
52,8621
8,6615
52,9713
5,8229
53,1709
4,2893
Tabel 1b. Ukuran Kristal MWCNT-Fe Sampel
Ukuran Kristal (Å)
MWCNT-1%Fe
0,2418
MWCNT-3%Fe
0,4090
MWCNT-5%Fe
0,6302
Pola difraksi sinar-X dari komposit MWCNT-Fe, memperlihatkan adanya perubahan pada intensitas yang menurun seiring dengan naiknya kandungan Fe serta adanya pergeseran pada sudut difraksi dari bahan komposit tersebut. Untuk mengetahui pergeseran sudut difraksi, maka dilakukan analisis puncak difraksi sinar-X komposit MWCNT-Fe menggunakan program Igor. Dari analisis tersebut diperoleh identifikasi fasa seperti ditunjukkan Tabel 1. Dari Gambar 1, dilakukan analisis dengan program Igor untuk menghitung sudut 2 theta dan lebar setengah puncak β (FWHM), yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 1. Analisa dilakukan memakai persamaan Williamson and Hall (Rehani et all. 2006 ) (β.cos ) = 0,9. /D + (2..sin )
(1)
dimana: β adalah lebar setengah puncak difraksi o (FWHM) dalam (rad), sudut Bragg ( ), o panjang gelombang sinar-x ( A), D adalah o ukuran kristalit ( A) dan regangan kristal. Dari data pada Tabel 1a, dengan menggunakan persamaan 1 dapat dihitung regangan kristal
pada bahan MWCNT-Fe. Dari kurva (β.cos ) terhadap (sin ), kita dapat menentukan ukuran kristalit dan nilai regangan. Hasil perhitungan ditunjukkan pada Tabel 1b, dimana tampak terlihat bahwa ukuran kristal naik seiring dengan naiknya Fe. Hal ini menunjukkan telah terjadi difusi Fe ke dalam MWCNT. Terjadinya difusi pada komposit MWCNT-Fe ditunjukkan juga dengan turunnya intensitas difraksi dan lebar puncak difraksi pada komposit MWCNT-Fe. Raman Spektroskopi Gambar 2, menunjukkan spketrum Raman pada komposit MWCNT-Fe dan hasil analisis intensitas ditunjukkan pada Tabel 2. Gambar 2 diatas menunjukkan spektra Raman yang diperoleh dari laser dengan panjang gelombang 780 nm, yang dikumpulkan dari sampel MWNT murni dan campuran MWNT dengan serbuk Fe (persen berat 3% dan 5%). Karakter penting dari hasil analisis spektra Raman diatas adalah diperolehnya spektra yang tipikal muncul dari sampel MWNT yaitu munculnya puncak utama D band dan G band ( Reich et al. 2004).
Analisis Penambahan Fe …………P.Purwanto dan Salim Mustofa
239
Tabel 2. Intensitas Raman bahan MWCNT-Fe Fe (%)
ID
IG
ID/IG
1
0,017330
0,009328
1,857847
3
0,011067
0,006567
1,685244
5
0,008829
0,005804
1,521192
Gambar 2. Raman Spektroskopi dari komposit MWCNT - Fe.
Puncak D band muncul pada 1310-1320 -1 cm , puncak harmonik kedua G band (G’ band) -1 muncul pada Raman shift 1605 cm sampai -1 dengan 1615 cm , dan puncak tangensial G -1 band muncul pada 1580 cm sampai dengan -1 1595 cm . Munculnya 2 buah puncak G dan G’ adalah berkaitan dengan mode tangensial grafit aktif E2g Raman di mana dua atom dalam sel unit graphene yang bergetar tangensial satu terhadap yang lain. D band diaktifkan pada urutan yang pertama dari proses hamburan karbon sp2 melalui keberadaannya di dalam vacancies, di batas butiran serbuk, atau cacat (defect) lainnya, yang kesemuanya menurunkan kesimetrian kisi kristal (Antunes et al. 2007). Maksudnya adalah puncak D band berasal dari gangguan di dalam sp2 karbon dan dapat juga muncul karena disebabkan adanya pengotor (impurities) dan atau distorsi kisi pada MWNT. Oleh karena itu keberadaan puncak D band menunjukkan gangguan (kekacauan) di dalam
kerangka heksagonal MWNT (Thomsen et al. 2004) dalam hal ini adalah gangguan dari dicampurkannya serbuk katalis Fe ke dalam MWNT. Nilai intensitas Raman mengalami penurunan seiring dengan semakin besarnya nilai persen berat Fe di dalam MWNT, atau dengan kata lain semakin besar kandungan pengotor yang menimbulkan kekacauan atau distorsi kisi pada kerangka heksagonal MWNT. Keberadaan puncak G band sendiri adalah berhubungan dengan modus E2g (Bakobza et al. 2012) dari grafit berorientasi tinggi dan menunjukkan adanya karbon kristal pada sampel MWNT. Nilai intensitas Raman dari puncak G band juga menurun seiring dengan penurunan persen berat Fe di dalam MWNT. Perbandingan nilai intensitas puncak D band dan puncak G band (ID/IG) yang ditampilkan pada Tabel 2 di dalam gambar hasil Raman menunjukkan adanya penurunan seiring dengan bertambahnya persen berat Fe di dalam MWNT.
J. Kimia Kemasan, Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 : 237-244
240
Hasil ini mengindikasikan turunnya derajat kristalinitas di dalam sampel MWNT dan naiknya tingkat pengotor di dalam MWNT. Konduktivitas Listrik. Pengukuran konduktivitas listrik dilakukan dengan menggunakan LCR meter HITESTER3522-5 HIOKI. Perhitungan konduktivitas listrik MWCNT-Fe dilakukan memakai persamaan berikut : R = p.L/A
(2)
dan = l/ p
(3)
Persamaan 2 dan 3 dapat digabungkan, sehingga diperoleh persamaan berikut ini: R = L/(A. ) atau = L/(A.R)
= G.(L/A)
(4)
dimana R adalah tahanan listrik, L adalah panjang atau tebal sampel, adalah resistivitas bahan, A adalah luas permukaan, adalah konduktivitas, dan G =1/R adalah konduktansi. Pada Gambar 3, menunjukkan nilai konduktivitas listrik pada bahan MWCNT - Fe naik seiring dengan naiknya konsentrasi Fe. Pada umumnya konduktivitas suatu bahan akan
meningkat bila bahan tersebut ditambahkan suatu bahan yang bersifat konduktor dan akan meningkat juga bila bahan mengalami suatu defect Frenkel atau Shoctky (Bandaru et al. 2007). Perhitungan konduktivitas komposit MWCNT-Fe dilakukan dengan menggunakan persamaan (2). Hasil perhitungan konduktivitas ditunjukkan pada Tabel 3, dimana terlihat bahwa konduktivitas komposit naik seiring dengan bertambahnya Fe ke dalam fasa MWCNT. Naiknya konduktivitas dikarenakan adanya difusi Fe ke dalam MWCNT yang menyebabkan bertambahnya jumlah pembawa muatan. Adanya difusi Fe ke dalam MWCNT akan menurunkan energi aktifasinya yang diperlukan partikel untuk bergerak dari satu kisi ke kisi yang lain, sehingga pada akhirnya meningkatkan mobilitas ion positip sehingga konduktivitas akan meningkat (Kumar and Yasonath 2006). Peneliti lain telah melakukan penelitian tentang sifat konduktivitas yang tergantung frekuensi, suhu, dan komposisi serta transformasi fasa, dimana pada suhu tertentu suatu bahan mengalamai cacat atau transformasi fasa (Qingwen et al. 2007; Harris 2004; Purwanto et al. 2012; Kumar and Yasonath 2006), sehingga memberi pengaruh peningkatan sifat listrik seperti konduktansi dan lainnya.
-2,0E-01 G0 G3
log G ( S )
-4,0E-01
G1 G5
-6,0E-01 -8,0E-01 -1,0E+00 -1,2E+00 -2,0E+00
0,0E+00
2,0E+00
4,0E+00
6,0E+00
log f ( Hz ) Gambar 3. Konduktivitas komposit MWCNT - Fe dengan variasi Fe.
Analisis Penambahan Fe …………P.Purwanto dan Salim Mustofa
241
Tabel 3. Konduktivitas dan Kapasitansi komposit MWCNT –Fe Konsentrasi Fe Konduktivitas σo (%) ( S/cm ) 0 0,1065 1
0,2274
3
0,2812
5
0,3271
Sifat Magnetik. Gambar 4, menunjukkan hubungan antara momen magnet dengan kuat medan magnet pada bahan MWCNT-Fe dengan variasi konsentrasi Fe, dimana tampak bahwa moment magnetik jenuh (Ms) dan momen magnet rimanen (Mr) pada bahan MWCNT-Fe naik seiring dengan naiknya konsentrasi Fe. Sedangkan kuat medan Hc pada bahan MWCNT-Fe naik seiring dengan naiknya konsentrasi Fe. Parameter momen magnetik ditunjukkan pada Tabel 4. Momen magnet jenuh (Ms) menunjukkan kemampuan bahan komposit MWCNT-Fe untuk menerima kuat medan magnet bertambah dengan naiknya Fe,
sehingga Fe memperkuat spin pada campuran bahan MWCNT-Fe. Sedangkan momen magnet remanen (Mr) menunjukkan sifat bahan masih bersifat magnet bila tanpa adanya medan magnet. Dari hasil percobaan tampak bahwa momen magnet remanen naik seiring dengan naiknya Fe, yang berarti Fe berperan dalam pembuatan bahan magnet. Kuat medan magnet koersif (Hc) menunjukkan apakah bahan bersifat isotropi atau non isotropi bila dikenakan medan magnet tersebut. Dari hasil percobaan menunjukkan kuat medan koersif (Hc) naik terhadap penambahan konsentrasi Fe.
12,0 9,0
5%Fe
Momen Magnet ( emu/gr )
6,0
3%Fe 3,0
1%Fe 0,0 -1,2
-0,9
-0,6
-0,3
0,0
0,3
0,6
0,9
1,2
-3,0 -6,0 -9,0 -12,0 Fie ld ( te s la )
Gambar 4.Kurva hubungan antara kuat medan dan momen magnet MWCNT-Fe
J. Kimia Kemasan, Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 : 237-244
242
Tabel 4. Parameter magnetik bahan MWCNT-Fe Fe (%)
Ms (emu/g )
Mr ( emu/g )
Hc (Tesla )
1
2,9981
0,3134
1,03.E-02
3
6,6639
0,4531
1,28.E-02
5
10,5286
0,7779
1,51.E-02
KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pola difraksi sinar-X pada komposit MWCNT-Fe dengan konsentrasi Fe berbeda, menunjukkan puncak MWCNT dengan pola yang sama. Ukuran kristal komposit naik seiring dengan naiknya berat Fe. Spektra Raman menunjukkan bahwa D band muncul pada 1310-1 1320 cm , puncak harmonic kedua G band -1 muncul pada Raman shift 1605-1615 cm , dan puncak tangensial G band muncul pada 1581-1 1595 cm .Konduktivitas MWCNT-Fe naik sebanding dengan naiknya konsentrasi Fe. Karakteristik sifat magnetik, menunjukkan bahwa moment magnetik jenuh (Ms) dan momen magnet rimanen (Mr) pada bahan MWCNT-Fe naik seiring dengan naiknya konsentrasi Fe. Sedangkan kuat medan Hc pada bahan MWCNT-Fe naik seiring dengan naiknya konsentrasi Fe UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih telah diperkenankan menggunakan peralatan yang ada di BKAN-PTBIN BATAN serta kepada staf BKAN yaitu Ibu Trea Madesa yang telah membantu dalam pembuatan cuplikan dan staf BKAN yang lain. Peneliti mengucapkan terima kasih atas kerja sama proyek DIPA ”Penelitian dan Pengembangan Bahan GMR untuk Biosensor” sampai selesai penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Thomsen, C., S. Reich, and J. Maultzsch. Resonant Raman Spectrocopy of Nanotubes. 2004. Philosophical Transaction of Royal Society 362 : 2337. Antunes, E.F., A.O. Lobo, E.J. Corat, V.J. Trava Airoldi. 2007. Influence of Diameter in the Raman Spectra of Aligned
MMCNT. Journal of Carbon 45 : 913921. Rehani, K.N.R., P.B. Joshi, K.N. Lad and A. Pratap. 2006. Crystallite Size Estimation of Elemental and Composite Silver Nano Powder Using XRD Principle. Indian Journal of Pure Physics 44 : 157-161. Bokobza, L. and J. Zhang. 2012. Raman Spectroscopy Characterization of Multiwall Carbon Nanotube and of composite. Polymer letter 6 : 601-608. Sinha, N., T.W. John, Yeow. 2005. Carbon Nanotube for Biomedical Application. Transaction on Nanobio science 4 : 116. Padma Kumar P. and S. Yashonath. 2006. Ionic Conduction in The Solid State. Journal of Chemistry Science 118(1): 134-154. Purwanto, P., Mashadi dan Saeful Yusuf. 2012. Karakterisasi magnetik dan Sifat Listrik Bahan karbon Hasil Milling menggunakan Fe Prekursor. Seminar Fisika Nasional, Pusat Penelitian Fisika-LIPI, Serpong, 4-5 Juli. Harris, P.J.F. 2004. Carbon Nanotube Composite. International Material 49 : 31-43. Bandaru, P.R. 2007. Electrical Properties and Application of Carbon Nanotubes. Journal of Nanoscience Nanotechnology 7 : 1-29. Qingwen Li, Yuan Li, Xiefei Zhang, et al. 2007. Structure Dependent Electrical Properties of Carbon Nanotube Fibers. Advanced Material 19 (20) : 33583363. Reich, S.and C. Thomsen. 2004. Raman Spectroscopy of Graphite. Philosophical Transaction of Royal Society 362 : 2271-2288. Blanton, T., S. Misture, N. Dontula and S. Zdzieszynski. 2011. In situ high temperature X-ray diffraction characterization of silver sulfide Ag2S
Analisis Penambahan Fe …………P.Purwanto dan Salim Mustofa
243
Journal Powder Diffraction 26 : 114118. Shanov, V., Y. Heung Yun, M.J. Schulz. 2006. Synthesis and Characterization of Carbon Nanotube Materials., Journal of the University Of Chemical Technology and Metalurgy 41 : 377390.
Yulkifli, K.J. Parwanta, Ramli dan M. Djamal. 2009. Pengukuan Magnetoresistansi Film Tipis dan Hubungannya Dengan Ketebalan Lapisan Tipis Feromagnetik/Non magnetik, Jurnal Sains Materi Indonesia, Edisi Khusus Desember : 161-166.
J. Kimia Kemasan, Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 : 237-244
244
PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIGNOSELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN PERLAKUAN AWAL IRADIASI BERKAS ELEKTRON DAN NaOH (PREPARATION OF BIOETHANOL FROM OIL PALM EMPTY FRUIT BUNCH LIGNOSELLULOSE USING ELECTRON BEAM IRRADIATION AND NaOH PRETREATMENT) Darsono dan Made Sumarti Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi - BATAN Jl. Lebak Bulus Raya No. 49, Jakarta Selatan E-mail :
[email protected] Received : 6 Juni 2014 2014 ; revised : 22 Agutus 2014 ; accepted : 1 Oktober 2014
ABSTRAK Proses pembuatan bioetanol dari serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dilakukan menggunakan dua metode. Pada metode pertama, perlakuan pendahuluan diawali dengan iradiasi TKKS menggunakan berkas elektron pada dosis 100 kGy, 200 kGy, 300 kGy, dan 400 kGy, kemudian proses kimia (NaOH), dilanjutkan dengan proses Simultaneous Saccharification Fermentation (SSF). Metode kedua, perlakuan pendahuluan menggunakan NaOH dan iradiasi kemudian dilanjutkan dengan proses SSF. Proses sakarifikasi dilakukan menggunakan enzim selulase dan selubiose, sedangkan proses fermentasi dilakukan menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae. Perlakuan dosis radiasi, konsentrasi NaOH, dan aktivitas enzim dipakai untuk menentukan konsentrasi etanol yang dihasilkan. Penggunaan serat TKKS dengan perlakuan NaOH 6% dan iradiasi berkas elektron dengan dosis 200 kGy menghasilkan kadar etanol maksimum 6,55 g/L dengan rendemen 12,36%. Kata kunci : Iradiasi, Berkas elektron, Simultaneous saccharification fermentation, Etanol, Glukosa
ABSTRACT Research on preparation of bioethanol from oil palm empty fruit bunches (OPEFB) was carried out in two methods. In the first method, pretreatment was conducted by electron beam irradiation of OPEFB at the doses of 100 kGy, 200 kGy, 300 kGy, and 400 kGy, and then chemical process (NaOH) followed by the simultaneous saccharification fermentation (SSF). For the second method, pretreatment was done using NaOH and irradiation, followed by SSF process. Saccharification was done using the cellulase and celubiase enzymes, while fermentation was done using Saccharomyces cerevisiae yeast. Treatment of radiation dose, concentration of NaOH, and enzyme activity were used to determine the concentration of ethanol produced. The use of OPEFB fiber with 6% NaOH treatment and electron beam irradiation at the dose of 200 kGy resulted in a maximum ethanol content of 6.55 g/L with a yield of 12.36%. Key words : Irradiation, Electron beam, Simultaneous saccharification fermentation, Ethanol, Glucose
PENDAHULUAN Penggunaan sumber energi terbarukan berupa bahan bakar nabati (BBN) perlu ditingkatkan. Mengingat sumber bahan bakar yang berasal dari fosil terbatas dan bahan bakar tersebut mahal, mendorong berbagai penelitian dan pengembangan untuk mendapatkan bahan bakar yang lebih murah, ramah lingkungan, dan
dari bahan alam yang sifatnya terbarukan. Bahan bakar tersebut adalah biodiesel dan bioetanol. Pada umumnya, bioetanol dibuat dari glukosa melalui konversi kimia atau fermentasi. Selain dari karbohidrat, bioetanol dapat dibuat dari bahan berbasis selulosa dengan hidrolisis menggunakan asam organik atau enzim, dilanjutkan dengan proses fermentasi. Alternatif bahan non pangan yang cukup potensial untuk
Pembuatan Bioetanol Dari Lignoselulosa ……………….Darsono dan Made Sumarti
245
dikembangkan sebagai sumber bahan bakar nabati adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS yang merupakan limbah industri sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan sering menimbulkan pencemaran lingkungan. Saat ini, pemanfaatan TKKS terbatas dan hanya dipakai sebagai pupuk, bahan baku matras, dan media tumbuh tanaman jamur (Irawati 2006). Oleh karena itu, perlu diupayakan agar limbah TKKS dapat menjadi produk yang lebih bermanfaat. TKKS merupakan limbah terbesar pada industri kelapa sawit, yaitu mencapai 22% sampai dengan 25% dari bobot buah segar (Purwantana dkk. 2011; Subiyanto dkk. 2004). Menurut Syafina et al. (2002), TKKS mengandung selulosa 41,3% sampai dengan 46,5%; hemiselulosa 25,3% sampai dengan 33,8%; dan lignin 27,6% sampai dengan 32,5%. Kandungan selulosa dan hemiselulosa dalam TKKS berpotensi dapat digunakan sebagai sumber gula pereduksi melalui proses kimiawi atau enzimatis. Larutan gula yang dihasilkan dapat dikonversi menjadi beberapa produk seperti alkohol, aseton, butanol, dan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Darnoko 2001). Kendala yang dihadapi dalam hidrolisis dan fermentasi adalah adanya kandungan lignin dalam serbuk, bobot molekul yang tinggi, ikatan hidrogen, dan struktur kristalin (Della et al. 1982). Faktor-faktor penghambat tersebut perlu dihilangkan atau dikurangi dengan perlakuan pendahuluan. Perlakuan pendahuluan dapat menjadi proses yang sangat penting dan berpotensi membutuhkan biaya yang mahal (Shin et al. 2008). Salah satu perlakuan tersebut adalah dengan radiasi energi tinggi untuk mendegradasi lignoselulosa (Wasikiewicz et al. 2005). Sebagai contoh, penggunaan radiasi berkas elektron dapat memecah rantai (degradasi) dan mengubah struktur mikro serat nenas (Cannabis sativa L) sehingga meningkatkan hidrolisis enzimatik (Shin et al. 2008). Selain itu, perlakuan berkas elektron dan penggilingan menyebabkan jerami lebih mudah terhidrolisis oleh enzim (Kojima et al.1983). Penggunaan radiasi berkas elektron pada perlakuan awal TKKS untuk proses degradasi dapat memecah ikatan hidrogen pada selulosa, sedangkan penggilingan menurunkan bobot molekul dan kristalinitas (Sugiarto et al. 2012). Perlakuan awal dengan NaOH encer menyebabkan pemekaran selulosa. Pemekaran selulosa akan meningkatkan luas permukaan lignoselulosa, menurunkan derajat polimerisasi, mengurangi area kristalinitas, terjadi pemisahan ikatan lignin dan karbohidrat, atau menurunkan kadar lignin di dalam lignoselulosa. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Millet et al. (1999)
menyatakan bahwa perlakuan NaOH pada kayu keras dapat meningkatkan daya cerna enzim terhadap selulosa dari 14% menjadi 55%, diikuti pengurangan kadar lignin dari kisaran 24% sampai dengan 55% menjadi 20%. Pada penelian sebelumnya yang dilakukan oleh Darsono et al. (2013) dengan judul pengaruh radiasi berkas elektron dan kimia pada pembuatan glukosa dari TKKS, hasil percobaan perlakuan awal dengan iradiasi dan NaOH menghasilkan glukosa lebih tinggi apabila dibandingkan dengan perlakuan dengan asam. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah TKKS sebagai bahan baku untuk pembuatan bioetanol dengan perlakuan pendahuluan iradiasi dan kimia (NaOH). Parameter yang diukur meliputi kadar bioetanol dan kadar glukosa menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat TKKS diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII (Pandeglang, Banten), Potato Dextrose Agar (PDA), glukosa, khamir, NaOH, KH2PO4, MgSO4.7H2O, (NH4)2PO4, (NH4)2SO4, natrium sitrat, dan selulase dengan nama dagang Meilase (produksi PT Meiji), selubiose, dan S. cerevisiae. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mesin berkas elektron (2 MeV,10 mA), penggiling, ayakan, otoklaf, water bath yang dilengkapi dengan shaker, inkubator, dan HPLC Waters 87 (dengan detektor RI). Metode Perlakuan Awal Perlakuan awal pada pembuatan bioetanol dilakukan dengan dua metode. Serat TKKS dicuci, dipotong dengan ukuran 1 cm sampai dengan 2 cm kemudian dikeringkan. Metode pertama, potongan dikemas dalam plastik kemudian diiradiasi berkas elektron pada dosis 100 kGy, 200 kGy, 300 kGy, dan 400 kGy. Sampel hasil iradiasi kemudian digiling, lalu diayak sehingga diperoleh TKKS dengan kehalusan 40/60 mesh. Sebagian sampel dimasukkan ke dalam botol Schott, kemudian ditambahkan larutan NaOH 4%, setelah itu dipanaskan menggunakan autoclave pada suhu 121°C selama 60 menit. Sampel tersebut kemudian dicuci dengan air panas sehingga pH netral, dikeringkan pada suhu 105°C, dan ditimbang sampai bobot tetap. Setelah itu, sampel disakarifikasi fermentasi simultan (SSF). Metode pertama dilakukan untuk menentukan dosis iradiasi berdasarkan data hasil bioethanol
J. Kimia Kemasan, Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 : 245-252
246
yang tinggi, yang selanjutnya dipakai pada metode kedua. Metode kedua, sampel direndam dalam NaOH dengan konsentrasi 2%, 4%, 6%, dan 8%, kemudian diiradiasi menggunakan berkas elektron dengan dosis optimum yang diperoleh dari metode pertama. Setelah itu, dilakukan proses sakarifikasi fermentasi simultan. Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan (SSF) Penumbuhan khamir S. Cerevisiae dilakukan menggunakan PDA, sedangkan inokulum khamir dibuat dari glukosa, khamir, dan campuran KH2PO4, MgSO4.7H20, (NH4)SO4. Nutrien medium dibuat dari campuran natrium sitrat buffer MgSO4.7H2O, (NH4)SO4, dan ekstrak khamir. Pada proses SSF, ditimbang serat TKKS sebanyak 1 gram, dimasukkan ke dalam botol Schott, ditambahkan larutan buffer sitrat pH 5,5 sebanyak 3,427 mL dan nutrien medium sebanyak 10 mL, kemudian disterilkan menggunakan otoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Setelah dingin, ditambahkan enzim selulase 1,33 mL (80 FPU), selubiose 0,54 mL (100 CBU), dan inokulum 1,7 mL. Campuran tersebut ditempatkan dalam inkubator yang dilengkapi dengan shaker pada suhu 32°C dan shaker digerakkan dengan kecepatan 120 rpm. Waktu inkubasi selama 72 jam. Analisis Produk Produk yang dihasilkan setelah proses SSF, terutama berupa etanol dan glukosa dianalisis menggunakan HPLC Waters 87 dengan detektor RI. Kecepatan alir sampel ke HPLC 0,6 mL/m dengan menggunakan eluen 0,005 M H2SO4. HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa hasil pengukuran HPLC setelah proses sakarifikasi dan fermentasi terdapat pada Gambar 1 (larutan standar), Gambar 2 (TKKS dosis 100 kGy, perlakuan NaOH 4%), Gambar 3 (TKKS perlakuan NaOH 6% dengan dosis iradiasi 100 kGy), dan Gambar 4 (TKKS perlakuan NaOH 6% dengan dosis iradiasi 200 kGy). Hasil pengukuran secara kualitatif didasarkan pada waktu retensi. Waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan komponen dari mulai diinjeksikan sampai sampel terbaca oleh detektor. Pada Gambar 1 dapat dilihat peak
glukosa, asam asetat, dan etanol yang masingmasing muncul berturut-turut pada waktu retensi 9 menit sampai dengan 10,5 menit, 15 menit sampai dengan 16 menit, dan 22 menit sampai dengan 23,5 menit, dengan luas area 9,516; 15,468; dan 22.582. Sedangkan pengukuran secara kuantitatif dapat dihitung dengan menggunakan luas area. Luas area yang dihasilkan berhubungan atau erat kaitan dengan konsentrasi komponen yang dianalisis. Semakin besar konsentrasi, semakin besar pula luas area. Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4 menunjukkan ada peak etanol, glukosa, dan asam asetat, dengan waktu retensi hampir sama dengan munculnya peak larutan standar glukosa, asam asetat, dan etanol yang tertera pada Gambar 1. Tinggi rendahnya kadar etanol, glukosa, dan asam asetat ditunjukkan oleh bilangan yang terdapat pada gambar tersebut. Nilai luas area glukosa, etanol, dan asam asetat pada Gambar 2 berturut-turut adalah 9,631; 20,017; dan 15,621. Sedangkan TKKS dengan perlakuan awal NaOH 6% dan iradiasi 200 kGy yang tertera pada Gambar 4, kandungan glukosa, etanol, dan asam asetat ditunjukkan pada waktu retensi yang sama seperti pada larutan standar, perbedaannya terlihat pada luas areanya. Luas area glukosa, etanol, dan asam asetat tersebut berturut-turut adalah 9,906; 19,984; dan 15,957. Nilai bilangan pada area ini dipakai sebagai dasar untuk perhitungan kadar bahan-bahan yang terdapat dalam sampel. Konsentrasi glukosa, etanol, dan asam asetat ditentukan menggunakan rumus :
..................(1) Keterangan : [Glu] g/L = kadar glukosa (g/L) [Glu] std = glukosa standar (g/L) [Area std] = ruas area standar [Area spl] = ruas area sampel Dari hasil perhitungan tersebut, dapat diketahui konsentrasi bahan yang terdapat dalam larutan setelah proses SSF, dan hasil disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Perhitungan berdasarkan pada kondisi sebagai berikut, konsentrasi standar glukosa = 50,003 g/L, etanol = 25,907 g/L, dan asam asetat = 5,156 g/L.
Pembuatan Bioetanol Dari Lignoselulosa ……………….Darsono dan Made Sumarti
247
Glu - 9.516
600.00 500.00
200.00 100.00
Eth - 22.582
Gly - 13.968
300.00
Ace - 15.469
MV
400.00
0.00 2.00
4.00
6.00
8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 26.00 28.00 30.00 Minutes Gambar 1. Larutan standar glukosa,etanol, dan asam asetat
8.250
200.00 180.00
40.00 20.00
Eth - 20.017
60.00
11.197
6.447 6.897 7.424 7.933
80.00
Ace - 15.621
100.00
Gly - 13.394
MV
120.00
12.202
140.00
10.298
Glu - 9.631
160.00
0.00 2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00 16.00 Minutes
18.00
20.00
22.00
24.00
26.00
28.00
30.00
Glu - 9.516
Gambar 2. TKKS dengan perlakuan iradiasi 100 kGy dan NaOH 4
600.00 500.00
100.00
Eth - 22.582
200.00
Ace - 15.469
300.00
Gly - 13.968
MV
400.00
0.00 2.00
4.00
6.00
8.00
10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 26.00 28.00 30.00 Minutes
Gambar 3. TKKS dengan perlakuan awal NaOH6% dan iradiasi dosis 100 kGy
J. Kimia Kemasan, Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 : 245-252
248
8.223
180.00 160.00
20.00
18.410
40.00
Ace - 15.597
6.426 6.899 7.423
60.00
Gly - 13.373
80.00
10.272
100.00
11.175
Glu - 9.606
MV
120.00
Eth - 19.984
140.00
0.00 2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00 16.00 Minutes
18.00
20.00
22.00
24.00
26.00
28.00
30.00
Gambar 4. TKKS dengan perlakuan awal NaOH 6% dan iradiasi dosis 200 kGy
Pada penelitian sebelumnya (Darsono et al. 2013), sakarifikasi enzimatik TKKS menggunakan enzim selulase (Meiji) dan selubiose dengan perlakuan awal iradiasi dan NaOH 4%, menghasilkan glukosa yang optimal. Apabila biomassa dilakukan treatment dengan NaOH encer, luas permukaan internal bahan meningkat dan membesar. Pembesaran luas permukaan menyebabkan penurunan derajat polimerisasi, pemisahan ikatan struktur antara lignin dan karbohidrat, dan merusak struktur lignin (Fan et al. 1987). Berdasarkan penelitian tersebut, maka percobaan ini dilakukan dengan kombinasi perlakuan awal iradiasi dan kimia. Pada percobaan metode 1, sakarifikasi fermentasi simultan lignoselulosa TKKS dilakukan dengan perlakuan awal iradiasi berkas elektron dilanjutkan dengan perlakuan NaOH 4%. Sebagai blangko, dilakukan proses SSF terhadap TKKS tanpa perlakuan awal. Tabel 1 terlihat bahwa TKKS dengan perlakuan awal iradiasi 100 kGy dan 200 kGy dengan perendaman NaOH 4% menghasilkan kandungan bioetanol masing-masing sebesar 2,21 g/L dan 1,95 g/L, lebih tinggi apabila dibandingkan dengan TKKS tanpa perlakuan awal (kontrol) maupun TKKS dengan perlakuan awal NaOH 4% saja tanpa iradiasi, yaitu berturut turut kandungan etanol adalah 0,821 g/L dan 1,87 g/L (NaOH 4%). Hal tersebut disebabkan TKKS tanpa perlakuan awal masih belum mengalami degradasi dan mengandung hemiselulosa serta lignin yang menutupi selulosa, sehingga selulosa sukar untuk mengabsorpsi enzim pada saat sakarifikasi dan fermentasi sehingga etanol yang dihasilkan tidak maksimal. Tabel 1 tersebut juga menunjukkan
bahwa perlakuan iradiasi 100 kGy dan 200 kGy pada metode pertama, etanol yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan iradiasi pada dosis 300 kGy dan 400 kGy, yaitu berturut-turut adalah 0,94 g/L dan 0,97 g/L. Hal ini disebabkan pada dosis yang lebih tinggi, selulosa dan hemiselulosa mudah larut dalam NaOH, sehingga glukosa yang dihasilkan lebih sedikit dan mengakibatkan hasil bioetanol yang diperoleh lebih rendah. Dengan demikian, dosis iradiasi 100 kGy dan 200 kGy merupakan dosis yang menghasilkan etanol tinggi, sehingga digunakan pada proses selanjutnya (metode kedua). Berdasarkan penelitian terdahulu, radiasi dapat menyebabkan berkurangnya berat molekul selulosa. Semakin tinggi dosis radiasi berkas elektron, semakin rendah berat molekul selulosa (Charlesby 1995). Perlakuan awal dengan iradiasi berkas elektron meningkatkan efisiensi energi dan lebih ramah lingkungan untuk mengurangi berat molekul, kristalinitas dari selulosa, dan meningkatkan luas permukaan dari selulosa (Sugiarto et al. 2012). Metode kedua, TKKS direndam dalam larutan NaOH 2%, 4%, 6%, dan 8% selama 60 menit pada suhu 121°C menggunakan otoklaf. Setelah dicuci, dikeringkan, dan dikemas, baru kemudian diiradiasi. Selanjutnya, dilakukan proses SSF menggunakan enzim selulase, selubiose, dan khamir S. Cerevisiae. Proses SSF TKKS tersebut ternyata menghasilkan bioetanol lebih tinggi apabila dibandingkan dengan metode pertama. Kadar bioetanol, glukosa, dan asam asetat disajikan pada Tabel 2. Kadar etanol maksimum sebesar 6,152 g/L pada konsentrasi NaOH 6% dan dosis 100 kGy, sedangkan pada konsentrasi NaOH yang sama dengan dosis
Pembuatan Bioetanol Dari Lignoselulosa ……………….Darsono dan Made Sumarti
249
200kGy diperoleh sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 6,55 g/L dengan rendemen 12,36%. Dengan demikian disimpulkan bahwa, sintesis bioetanol dari TKKS yang diproses secara SSF diperoleh kondisi optimum dengan perlakuan awal NaOH 6% dan iradiasi 200 kGy. Dengan demikian diduga bahwa, perlakuan NaOH pada proses metode kedua, perlakuan awal yang dikombinasikan dengan iradiasi dapat meningkatkan kelarutan TKKS, sehingga dapat melarutkan sebagian hemiselulosa dan menurunkan kandungan lignin. Dalam hal ini, iradiasi lebih efektif karena dapat mempermudah adsorpsi enzim selulase ke permukaan selulosa mengakibatkan proses degradasi selulosa menjadi gula yang dapat difermentasi lebih optimal. Penggunaan 90 kW, 3 MeV Dynamitron menyebabkan berat molekul dari selulosa berkurang dari 82000 Da menjadi 5000 Da dengan dosis 100 kGy (Driscoll et al. 2009). 1 kGy diartikan sebagai penyerapan energi 1 Joule per gram biomassa.
Pada penelitian lain (Triwahyuni et al. 2013) menggunakan TKKS yang diiradiasi dengan berkas elektron pada dosis 100 kGy sampai dengan 500 kGy kemudian dihidrolisis dengan enzim C-tec2, selanjutnya glukosa yang dihasilkan difermentasi dengan ragi. Penelitian tersebut menghasilkan etanol 2,3% b/b diperoleh menggunakan substrat TKKS iradiasi dosis 500 kGy, sedangkan TKKS tanpa radiasi (kontrol) menghasilkan etanol 1,21 % b/b. Pada penelitian ini, hanya terjadi konversi glukosa menjadi etanol dengan menggunakan S. cerevisiae sehingga diduga xilosa masih ada di dalam produk fermentasi. Selain etanol, larutan tersebut masih mengandung asam asetat maksimum 0,636 g/L atau sekitar 1,82% dan glukosa sebesar 0,4 g/L sampai dengan 11,76 g/L atau maksimum 22% terhadap berat serat TKKS. Hal ini diduga bahwa proses fermentasi berlangsung kurang sempurna atau S. cerevisiae aktivitasnya telah menurun sebelum proses berakhir.
Tabel 1. Kandungan bioetanol, glukosa, dan asam asetat hasil SSF dengan perlakuan awal iradiasi dan NaOH serta tanpa perlakuan awal Perlakuan awal TKKS Bioetanol Glukosa Asam asetat Dosis iradiasi, Konsentrasi Kadar, Yield, Kadar, Yield, Kadar, Yield, % kGy NaOH, g/L (%) g/L (%) g/L 1,872 3,58 1,62 0 4% 3,10 0,124 0,22 100
4%
2,211
4,23
4,53
8,67
0,192
0,38
200
4%
1,951
3,73
4,71
9,02
0,527
0,79
300
4%
0,942
1,79
3,14
6,00
0,136
1,18
400
4%
0,973
1,85
3,19
6,10
0,268
0,87
0,821
1,62
4,51
8,60
0,104
0,20
TKKS tanpa perlakuan awal
Tabel 2. Kadar bioetanol, glukosa, dan asam asetat dari TKKS menggunakan proses sakarifikasi fermentasi simultan dengan perlakuan awal NaOH dilanjutkan dengan iradiasi berkas elektron. Perlakuan awal Bioetanol Glukosa Asam asetat Konsentrasi NaOH, (%)
Dosis iradiasi, kGy
Kadar, g/L
Yield, (%)
Kadar, g/L
Yield, (%)
Kadar, g/L
Yield, %
0
100
1,76
3,37
0,504
0,94
0,114
0,21
2
100
3,255
5,14
0,401
0,50
0,292
0,38
4
100
3,803
7,18
13,13
24,54
0,427
0,79
6
100
6,152
11,61
8,773
16,40
0,636
1,182
8
100
3,716
4,68
10,843
20,27
0,468
0,87
0
200
2,476
8,12
2,564
4,79
0,352
0,35
2
200
3,796
7,16
11,765
13,54
0,606
1,13
4
200
3,256
6,14
9,229
10,62
0,284
0,53
6
200
6,550
12,36
5,744
6,64
0,166
0,31
8
200
3,385
7,32
8,378
9,69
0,374
0,70
J. Kimia Kemasan, Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 : 245-252
250
KESIMPULAN Iradiasi berkas elektron pada dosis iradiasi antara 100 kGy sampai dengan 200 kGy meningkatkan kadar etanol yang dihasilkan. Metode kedua, perlakuan awal NaOH 6% dan iradiasi lebih baik dibandingkan metode pertama, dilihat dari perolehan bioetanol pertama dengan perlakuan awal iradiasi dan perendaman NaOH 4%. Hasil yang diperoleh menggunakan metode kedua, perlakuan awal dengan NaOH 6% dan dilanjutkan iradiasi 200 kGy setelah proses SSF menghasilkan kadar etanol maksimum 6,55 g/L dengan rendemen 12,36 %. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Meiji Indonesia, yang telah memberikan enzim meilase. Juga kepada Prof. Ir. Sugiarto dan Drs. Harsojo, atas saran dan kerjasama yang baik dalam penelitian ini. Serta kepada Santoso P. dan Akhmad Rasyid S. yang telah membantu penyiapan bahan penelitian dan kepada seluruh staf dan operator mesin berkas elektron GJ-2, Balai Instalasi Fasilitas Iradiasi, PAIR-BATAN, yang telah memberikan layanan iradiasi. DAFTAR PUSTAKA Charlesby, A. 1995. Degradation of cellulose by ionizing radiation. J. Polym. Sci. 15 : 263-270. Darnoko. 2001. Teknologi produksi biodiesel dan prospek pengembangan di Indonesia. WARTA PPKS 9 (1) : 1727. Darsono, S. Danu, M.S. Kardha, dan Harsojo. 2013. Pengaruh radiasi berkas elektron pada pembuatan glukosa dari tandan kosong sawit. Jurnal Kimia dan Kemasan 35 (1) : 52-57. Della Rosa, A.M., A.S.D. Mines, R.B. Banzon, and Z.F.S. Nuguid. 1982. Radiation pretreatment of cellulose for energy production. Radiat. Phys. Chem. 22 (35) : 901-906. Driscoll, A., A. Stipanovic, W. Witer, K. Cheng, M. Manning, J. Spiese, R.A. Galloway, and M.R. Cleland. 2009. Electron beam irradiation of cellulose. Radiat. Phys. Chem.78 : 539-542. Fan, L.T., M.M.Gharpuray, and Y.H. Lee. 1987. Design and economics evaluation of cellulose hydrolysis processes. New York : Springer-Verlag.
Himpunan Kimia Indonesia. 2013. Pengaruh perlakuan awal iradiasi berkas elektron terhadap proses hidrolisis enzimatis pada pembuatan bioetanol dari tandan kelapa sawit. Dalam : Triwahyuni, E., Muryanto, I. Fitriani, dan Y. Sudiyani. Prosiding Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia. Bandung : Pusat Penelitian Kimia LIPI : 73-78. Irawati, D. 2006. Pemanfaatan serbuk kayu untuk pembuatan etanol. Thesis. Institut Pertanian Bogor Fakultas MIPA, Bogor. Indonesia. Kojima, A., S. Miyake, and I. Uda. 1983. Effect of irradiation as a pretreatment in enzimatic hydrolysis of celullose materials. Radiat. Phys. Chem. 22 (35) : 901-906. Millet, M.A., A.J. Baker, and L.D. Scetter. 1999. Physical and chemical pretreatment for enhancing cellulose saccharification. Biotech Bioeng Symp 6 : 125-153. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2011. Gratifikasi tandan kosong kelapa sawit : konversi limbah tandan kosong kelapa sawit untuk sumber energi terbarukan. Dalam : Purwantana, B. dan B. Prastowo. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Perkebunan. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan : 197-205 Shin, S.J. and Y.J. Sung. 2008. Improving enzymatic hydrolysis of industrial hemp (Cannabis sativa L.) by electron beam irradiation. Radiat. Phys. Chem. 77(9) : 1034-1038. Subiyanto, B., B. Subiyakto, Sudiyono, M. Gopar, dan S.S. Munawar. 2004. Pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit dari industri pengolahan kelapa sawit untuk papan partikel dengan perekat penol formadehida. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 2 (2) : 99-102. Sugiarto, D., Harsoyo, Darsono, K.M. Sumarti, Marsongko, dan Oktoviani. 2012. Electron beam degradation of oil palm empty fruit bunch. International Journal of Environment and Bioenergy 3(3) : 168-179. Syafina, Y., T. Honda, M. Watanabe, and Kumahara. 2002. Pretreatment of Oil Palm Empty Bunch by White Rot Fungi for Enzymatic Saccharification. Wood. Res. 89 :19-20. Wasikiewicz, J.M., F. Yossi, N. Nagasawa, R.A. Wach, and H. Mitomo. 2005.
Pembuatan Bioetanol Dari Lignoselulosa ……………….Darsono dan Made Sumarti
251
Degradation of chitosan and sodium alginate by gamma radiation,chemical
J. Kimia Kemasan, Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 : 245-252
and ultra violet methods. Radiat. Phys. Chem. 73 : 287-289
252
PENGARUH KONSENTRASI INISIATOR DAN KOMPOSISI STYRENE DAN MALEIC ANHYDRIDE TERHADAP BERAT MOLEKUL PADA SINTESIS KOPOLIMER POLY (STYRENE-MALEIC ANHYDRIDE) (EFFECT OF INITIATIOR CONCENTRATION AND STYRENE AND MALEIC ANHYDRIDE COMPOSITION ON MOLECULAR WEIGHT OF COPOLYMER POLY (STYRENE-MALEIC ANHYDRIDE).
Bambang Afrinaldi dan Jayatin Balai Pengkajian Teknologi Polimer - BPPT Gedung 460 Kawasan PUSPIPTEK, Tangerang Selatan, 15314 E-mail :
[email protected] Received : 30 september 2014 ; Revised : 07 oktober 2014 ; Accepted : 13 oktober 2014
ABSTRAK Pada pencampuran antara dua jenis polimer dibutuhkan kompatibilitas yang cukup baik supaya diperoleh hasil yang bagus. Fungsi polimer adalah salah satu cara untuk meningkatkan kompatibilitas dengan memberikan gugus fungsi pada suatu polimer. Studi ini mempelajari pengaruh inisiator dan komposisi monomer styrene dan maleic anhydride terhadap berat molekul pada sintesis poly (Styrene-Maleic Anhydride) (PSMA). Polimerisasi ° dilakukan pada temperatur 90 C dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Pada analisis Fourier Transform Infra cm-1 cm-1 Red (FTIR) terlihat adanya puncak pada bilangan gelombang 1844,4 dan 1778,2 yang merupakan ikatan C=O pada struktur siklik anhidrat. Berat molekul tertinggi dari PSMA yang dihasilkan adalah sebesar 26208 g/mol yaitu pada penggunaan inisiator sebanyak 0,21 mmol. Bilangan asam PSMA relatif stabil dan mulai mengalami penurunan pada perbandingan styrene : maleic anhydride = 2 : 1. Analisis Differential Scanning ° Calorimeter (DSC) menunjukkan bahwa PSMA memiliki nilai Tg sekitar 135 C. Kata kunci: Styrene, Maleic Anhydride, Poly (Styrene-Maleic Anhydride)
ABSTRACT In the mixing between the two types of polymers are quite good compatibility needed in order to obtain good results. Function of polymers is one way to improve the compatibility to provide functional groups on a polymer. This study review the effect of initiator and styrene monomer composition and molecular weight of Maleic Anhydride on the synthesis of poly (Styrene-Maleic Anhydride) (PSMA). Polymerization carried out at a temperature of 90°C with the initiator benzoyl peroxide (BPO). In the analysis of Fourier Transform Infra Red cm-1 cm-1 (FTIR) shown at the peak of wave number 1844.4 and 1778.2 which is a C = O bond in the cyclic structure of the anhydrous. The highest molecular weight of PSMA generated is equal to 26208 g/mol is the use of as much as 0.21 mmol initiator. PSMA acid number remained stable and start declining in the ratio of styrene : Maleic Anhydride = 2 : 1 Analysis of differential scanning calorimeter (DSC) showed that PSMA has a Tg value of ° about 135 C. Keywords: Styrene, Maleic anhydride, Poly (Styrene-Maleic Anhydride)
PENDAHULUAN Pencampuran antara dua jenis polimer yang berbeda cukup banyak dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat polimer agar dapat digunakan pada aplikasi tertentu. Penggunaan filler seperti sebuk kayu (Simonsen, et al. 1998) dan clay (Lebaron, et al. 1999 ; Nguyen 2006)
juga cukup banyak digunakan untuk meningkatkan kekuatan dari polimer. Supaya diperoleh campuran polimer yang lebih kuat maka diperlukan material lain yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara
Pengaruh Konsentrasi Inisiator.................Bambang Afrinaldi dan Jayatin
253
kedua polimer tersebut (O’shaughnessy 1996). Fungsionalisasi polimer dapat dilakukan dengan menambahkan gugus fungsi tertentu ke dalam rantai polimer. Pada penelitian terdahulu telah dilakukan pembuatan komposit clay-PP (Chung 2002), organoclay-HDPE (Mcclain 2004),dan nanoclay-PS (Park, et al. 2000). Pada pembuatan komposit tersebut digunakan coupling agent untuk meningkatkan adhesi antara polimer dengan filler. Coupling agent yang digunakan pada pembuatan komposit tersebut adalah PP-g-MA, PE-g-MA, dan PS-gMA. Peningkatan adhesi antara polimer dengan filler akan memperbaiki sifat-sifat mekanik produk komposit. Maleic anhydride (MA) merupakan monomer yang cukup menarik karena memperbaiki hidrokfilitas suatu polimer (Atici 2001). Poliolefin yang dimodifikasi dengan MA merupakan polimer fungsional yang paling banyak digunakan secara komersial. Ikatan rangkap pada MA sangat reaktif terhadap radikal bebas dan memiliki kecenderungan yang rendah untuk membentuk homopolimer karena alasan sterik (Turi 1997; Mcclain 2004). Berat molekul merupakan salah satu parameter yang penting pada suatu polimer. Pengontrolan berat molekul perlu dilakukan agar sesuai dengan aplikasi yang dibutuhkan. Pada polimerisasi PSMA, dilakukan dengan menggunakan inisiator radikal bebas menggunakan peroksida organik yaitu benzoil peroksida (BPO). Oleh karena itu, pada penelitian ini dipelajari pengaruh konsentrasi inisiator dan komposisi styrene dan maleic anhydride terhadap berat molekul kopolimer PSMA. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah monomer styrene, maleic anhydride (MA), benzoil peroksida (BPO), NaOH, toluen, aseton, H2SO4 dan akuades. Peralatan yang digunakan adalah reaktor gelas, vakum oven, Differential Scanning Calorimeter (DSC) merk Mettler Toledo tipe DSC821, Fourier Transform Infra Red (FTIR) merk Shimadzu tipe 8300, viskometer Ubbelohde, dan alat-alat gelas lainnya. Metode Sintesis PSMA Sebelum digunakan, monomer styrene dimurnikan terlebih dahulu dengan cara mengekstrak inhibitor yang terdapat pada
monomer styrene dengan menggunakan larutan NaOH 10%. dan setelah itu dicuci dengan menggunakan akuades. Proses selanjutnya adalah dengan mendistilasi monomer styrene ° yang telah dicuci pada temperatur 80 C. Sintesis PSMA dilakukan dengan tahapan yaitu MA dan BPO dimasukkan ke dalam reaktor gelas dan kemudian ditambahkan 100 mL toluen. Selanjutnya campuran tersebut diaduk pada temperatur ruang selama 30 menit dan dilanjutkan dengan pemanasan pada ° temperatur 90 C pada atmosfer gas N2 selama 30 menit. Kemudian ke dalam campuran tersebut ditambahkan monomer styrene tetes demi tetes dan pemanasan dilanjutkan selama 30 menit. Endapan PSMA yang dihasilkan disaring lalu dikeringkan dalam vakum oven ° pada temperatur 50 C selama 24 jam. Pada sintesis PSMA, dilakukan variasi komposisi styrene dan MA dengan perbandingan mol yaitu 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 serta variasi konsentrasi BPO yaitu 0,21 mmol; 0,42 mmol; 0,63 mmol; 0,84 mmol, dan 1,05 mmol. Analisa PSMA Analisa terhadap PSMA yang dihasilkan dilakukan meliputi pengukuran berat molekul dengan menggunakan viscometer Ubbelohde, pengukuran bilangan asam dengan teknik titrimetri, analisa dengan menggunakan FTIR, serta analisa sifat termal dengan menggunakan DSC. Analisa Berat Molekul Pengukuran berat molekul dilakukan dengan mengukur viskositas larutan PSMA dengan menggunakan viscometer Ubbelohde. Larutan PSMA dengan konsentrasi 1 gram/100 mL aseton diukur viskositasnya pada temperatur ° 25 C. Berat molekul PSMA dihitung dengan menggunakan persamaan (Atici, et al. 2001) : 1
0,74 M n 5 8,69 10
sp 1 0,28 sp
(1)
(2)
Dengan Mn adalah berat molekul, ǀηǀ adalah viskositas intrinsik, dan ηsp adalah viskositas spesifik. Analisa Bilangan Asam Banyaknya MA yang bereaksi membentuk PSMA dapat diketahui dari semakin tingginya bilangan asam dari PSMA.
J. Kimia Kemasan, Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 : 253-258
254
Pengukuran bilangan asam dilakukan dengan metode titrimetri. Sebanyak 0,1 gram sampel dilarutkan dalam 100 mL aseton. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan 5 tetes indikator fenolftalein. Larutan tersebut dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1N sampai terjadi perubahan warna pada larutan sampel. Setelah itu, sebanyak 2 mL larutan NaOH 0,1N ditambahkan dan dibiarkan selama 10 menit. Volume NaOH yang dibutuhkan kemudian dicatat. Titrasi balik dilakukan dengan menggunakan larutan H2SO4 0,1N sampai larutan menjadi tidak berwarna. Volume H2SO4 yang dibutuhkan kemudian dicatat. Hal yang sama dilakukan pada blanko namun dengan komposisi 100 mL aseton dan 5 mL akuades. Bilangan asam dari sampel dihitung dengan persamaan :
.....(3)
Sintesis PSMA Polimerisasi PSMA dapat terjadi dengan mekanisme radikal bebas. Polimerisasi radikal bebas diawali dengan terbentuknya radikal pada inisiator dan selanjutnya terjadi adisi radikal inisiator ke monomer. Gambar 1 menunjukkan reaksi polimerisasi styrene dengan maleic anhydride. Dari hasil analisa dengan menggunakan FTIR terlihat adanya puncak pada bilangan -1 -1 gelombang 1855,4 cm dan 1778,2 cm . Puncak ini merupakan puncak yang berasal dari ikatan C=O pada siklik anhydride. Adanya puncak tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi antara monomer styrene dengan MA. Selain itu, pada spektrum PSMA yang dihasilkan juga terlihat adanya serapan vibrasi -1 stretching C=O pada 1708,8 cm , vibrasi -1 bending pada 1220,9 cm , dan bandwidth pada -1 -1 3000 cm sampai dengan 2500 cm . Puncakpuncak ini menunjukkan bahwa sebagian PSMA telah mengalami hidrosilis (Gambar .2).
....(4)
HASIL DAN PEMBAHASAN
O
+ O
O
BPO 80oC
* O
n
O
*
O
Gambar 1. Reaksi polimerisasi PSMA
Gambar 2. Spektra FTIR dari PSMA
Pengaruh Konsentrasi Inisiator.................Bambang Afrinaldi dan Jayatin
255
Analisa Berat Molekul Pada penelitian ini, pengukuran berat molekul dilakukan dengan mengukur viskositas larutan PSMA dalam aseton. Dari hasil perhitungan berat molekul terlihat bahwa berat molekul PSMA semakin tinggi seiiring dengan semakin tingginya perbandingan monomer styrene dengan MA seperti yang terlihat pada Gambar 3. Peningkatan berat molekul ini terutama disebabkan karena semakin panjangnya rantai PSMA yang terbentuk sebagai akibat bertambahnya molekul styrene. Pada penelitian ini, berat molekul tertinggi diperoleh pada perbandingan styrene dengan MA sebesar 1 : 1. Pada Gambar 4 menunjukkan pengaruh konsentrasi inisiator BPO yang digunakan terhadap berat molekul PSMA. Dari hasil penelitian ini, berat molekul PSMA tertinggi diperoleh dengan menggunakan inisiator sebanyak 0,21 mmol. Peningkatan konsentasi inisiator menyebabkan terjadinya penurunan berat molekul PSMA. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi inisiator yang tinggi terjadi terminasi yang melibatkan kombinasi radikal inisiator dengan radikal ujung rantai. Terminasi ini hanya terjadi pada konsentrasi inisiator yang relatif tinggi. Akibat dari terminasi ini adalah rantai polimer yang terbentuk menjadi pendek namun jumlah molekulnya semakin banyak. Analisa Bilangan Asam Bilangan asam pada PSMA menunjukkan banyaknya MA yang terdapat pada rantai PSMA. Adanya MA dapat memperbaiki hidrokfilitas dari PSMA. Hal ini akan berguna pada proses pencampuran atau pembuatan komposit karena dapat meningkatkan sifat adhesi antara dua material sehingga kekuatan mekanik menjadi meningkat. Gambar 5 menunjukkan hubungan antara bilangan asam dengan komposisi styrene dan MA. Bilangan asam PSMA relatif stabil pada perbandingan styrene dan MA sampai sebesar 1,5:1. Namun penurunan bilangan asam mulai terjadi pada perbandingan styrene dan MA sebesar 2:1. Hal ini menunjukkan bahwa MA yang terikat pada PSMA menjadi lebih sedikit atau hanya berikatan pada ujung rantai PSMA. Analisa Termal Temperatur transisi gelas (Tg) merupakan suatu fenomena dimana suatu polimer mulai melepaskan sifat-sifat gelasnya dan mulai melunak. Pada saat itu, gerakan
molekul dengan daerah yang lebih panjang terjadi sehingga terjadi pertambahan volume spesifik. Salah satu faktor yang menentukan nilai Tg suatu polimer adalah struktur kimianya. Pada Gambar 6 terlihat nilai Tg dari ° PSMA sebesar 135,30 C. Bila dibandingkan dengan polystyrene (PS) maka telah terjadi peningkatan nilai Tg. Bila dilihat dari struktur molekulnya maka struktur dari PSMA lebih kaku dibandingkan PS yang disebabkan karena adanya gugus MA pada rantai polimernya. Perubahan struktur ini menyebabkan kebebasan rotasi dari molekul PSMA menjadi lebih rendah sehingga dibutuhkan energi yang lebih tinggi untuk dapat menggerakkan molekul PSMA tersebut. Peningkatan energi tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya nilai Tg.
Gambar 3. Pengaruh komposisi styrene dan MA terhadap berat molekul PSMA
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi BPO terhadap berat molekul PSMA
J. Kimia Kemasan, Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 : 253-258
256
Gambar 5. Hasil pengukuran bilangan asam PSMA
Gambar 6. Termograf PSMA
KESIMPULAN Peningkatan konsentrasi inisiator menyebabkan berat molekul PSMA yang dihasilkan menjadi semakin rendah. Komposisi monomer yang memberikan berat molekul tertinggi adalah pada perbandingan styrene : maleic anhydride = 1:1. PSMA yang dihasilkan ° memiliki nilai Tg sebesar 135 C. DAFTAR PUSTAKA Atici, O.G., A. Akar, A. Rahimian. 2001. Modification of poly (maleic anhydrideco-styrene) with hydroxyl containing compounds. Turkish Journal of Chemistry 25 : 259-266.
Chung, T. C. 2002. Functionalization of Poly olefins. California : Academic Press Lebaron, P.C., Z.Wang and T.J. Pinnavaia. 1999. Polymer-layered silicate nano composites : An overview. Applied Clay Science 15 : 11-29. Mcclain, A.R. and Y.L Hsieh. 2004. Synthesis and metal complexation of dihydroxyphosphino-functionalized crosslinked styrene/maleic anhydride copolymers. Journal of Polymer Science : Part A : Polymer Chemistry 42 : 92-101. Nguyen, Q.T. and D.G. Baird. 2006. Preparation of polymer– clay nanocomposites and their properties. Advances in Polymer Technology 25 : 270-285.
Pengaruh Konsentrasi Inisiator.................Bambang Afrinaldi dan Jayatin
257
O’shaughnessy,B. and U.Sawhney. 1996. Polymer Reaction Kinetics at Interfaces. Physical Review Letters 76 (18) : 3444-3447. Park. E. S., M.N. Kim, I.M. Lee, H.S. Lee, J.S. Yoon. 2000. Living radical copolymerization of styrene/maleic anhydride. Journal of Polymer Science: Polymer 38 (part A) : 2239-2244. Retno, A. 2010. Pengaruh Penambahan Organoclay Terhadap Sifat Mekanik dan Thermal Pada High Density Polyethylene–Organoclay Nano Komposit. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok. Rohman, S. 2009. Fabrikasi Nanokomposit Nanoclay-Polipropilen Menggunakan Mesin Pencampur Twin Screw Extruder. Tesis .Universitas Indonesia. Depok.
Sari, E.P., S. Rohman dan Aziz, l. 2013. Optimasi pembuatan komposit dari nanoclay polistiren. Valensi 3 (2) : 122128. Simonsen. R., R. Jacobson and R. Rowell. 1998. Properties of styrene-maleic anhydride copolymers containing wood-based fillers. Forest Products Journal 48 : 89-92. Turi, E.A,. 1997. Thermal Characterization of Polymeric Materials. Vol. 1. California : Academic Press Wongthong, P., C. Nakason, Q. Pan, Q.Rempel, L. S. Kiatkamjornwong. 2013. Modification of deproteinized natural rubber via grafting polymerization with maleic anhydride. European Polymer Journal 49 (12) : 4035-4046.
J. Kimia Kemasan, Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 : 253-258
258
SIFAT MEKANIK MEMBRAN BERBASIS PADUAN KITOSAN SUKSINAT-KITOSAN TERINSERSI LITIUM (MECHANICAL PROPERTIES OF MEMBRANE BASED ON POLYBLEND OF CHITOSAN SUCCINATE-CHITOSAN OBTAINED BY INSERTION LITHIUM) L.O.A.N Ramadhan,, S. H. Sabarwati, Amiruddin, Harniati dan Susanti Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo, Kendari Kampus Hijau Bumi Tri Dharma Anduonohu, Kendari, 93231 E-mail :
[email protected] Received : 30 September 2014 ; revised : 5 Oktober 2014 ; accepted : 16 Oktober 2014
ABSTRAK Sifat mekanik merupakan salah satu karakter yang penting dalam pengembangan material polimer fungsional seperti membran elektrolit yang berpotensi untuk penghantar litium. Dalam penelitian yang telah dilakukan, membran elektrolit disintesis dengan bahan dasar kitosan suksinat dan kitosan, serta litium. Membran dipreparasi melalui metode inversi fasa dengan variasi komposisi fraksi massa kitosan suksinat dan kitosan. Selanjutnya dilakukan uji sifat mekanik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan fraksi massa kitosan suksinat sampai dengan 60 % (b/b) cenderung meningkatkan kekuatan tarik dan perpanjangan, serta menurunkan Modulus Young. Pada fraksi massa kitosan suksinat 70 % sampai dengan 80 % (b/b), kekuatan tarik dan perpanjangan cenderung menurun, serta Modulus Young meningkat. Nilai maksimum kekuatan tarik, perpanjangan, dan Modulus Young masing-masing adalah 0,18 MPa, 112 %, dan 14,31 MPa. Berdasarkan hasil analisis sifat mekaniknya, membran paduan kitosan suksinat-kitosan terinsersi litium memiliki stabilitas mekanik yang cukup baik. Kata kunci: Paduan, Kitosan suksinat, Kitosan, Litium, Sifat mekanik
ABSTRACT Mechanical properties is one of the important character in the development of functional materials such as polymer electrolyte membrane that potential for lithium conductor. In this research, electrolyte membrane based on chitosan succinate and chitosan, as well as lithium was synthesized. The membranes were prepared by phase inversion method with a variation of the composition of the mass fraction of chitosan succinate and chitosan, then testing in the mechanical properties. Results of study showed that the increase in mass fraction of chitosan succinate up to 60 % (w/ w) tends to increase the tensile strength and elongation, and decrease the Young's modulus. At the mass fraction of chitosan succinate 70 % to 80 % (w/w), tensile strength and elongation tend to decrease, and the Young's modulus increases. The maximum value of tensile strength, elongation, and Young's modulus of each is 0.18 MPa, 112 %, and 14.31 MPa. Based on the results of mechanical properties analysis, polyblend membrane of chitosan succinate-chitosan obtained by insertion lithium has a good mechanical stability. Keywords: Blend, Chitosan succinate, Chitosan, Lithium, Mechanical properties.
PENDAHULUAN Kebutuhan akan sumber energi yang terus meningkat sebagai akibat semakin menipisnya cadangan minyak bumi yang menyebabkan terjadinya krisis energi khususnya energi listrik. Energi listrik merupakan energi yang sangat diperlukan bagi manusia, bahkan sebagian besar aktivitas manusia ditunjang dengan sebuah peralatan dan teknologi yang J. Kimia Kemasan Vol. 36 Oktober :259-264
menggunakan listrik sebagai sumber energi. Salah satu sumber energi alternatif yaitu baterai. Baterai merupakan sumber energi yang paling murah dan praktis dan merupakan suatu rangkaian sel elektrokimia yang tersusun dari katoda, anoda dan elektrolit yang mampu menghasilkan energi listrik dengan potensial tertentu. Baterai yang umum dijumpai pada alat259
alat portable masa kini adalah baterai litium (Winter and Brood, 2004). Awalnya baterai litium menggunakan elektrolit dalam bentuk larutan. Namun, hal tersebut menimbulkan berbagai kerugian seperti kurang praktis, mudah bocor dan mudah terkorosi. Maka elektrolit dalam bentuk cairan mulai ditinggalkan dan beralih pada elektrolit bermatriks padatan polimer sebagai penghantar ion. Baterai litium dengan elektrolit padatan polimer disebut baterai polimer litium. Baterai polimer litium menggunakan elektrolit polimer kering yang berbentuk seperti lapisan film tipis. Lapisan film ini disusun berlapis-lapis diantara anoda dan katoda yang mangakibatkan pertukaran ion (Meyer, 1998). Jenis polimer yang telah digunakan sebagai matriks adalah kitosan-litium (Mohammed et al., 1995), PMM (Polymethyl methacrylate) dan PVDF (Polyvinyl diflouride) (Xiao et al., 2008). Banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari membran elektrolit alami yang memiliki kemampuan setara dengan PMM dan PVDF dengan biaya produksi yang murah. Salah satu senyawa polimer alam yang dapat digunakan sebagai membran polimer elektrolit bermatriks padatan penghantar proton yaitu kitosan (Wan et al, 2003). Kitosan memiliki sisi aktif berupa gugus amina (-NH2) dan hidroksil (-OH) yang memberikan karakteristik sebagai penukar ion (Rinaudo, 2006, Wan et al, 2003,). Namun demikian dalam keadaan normal, kitosan memiliki konduktivitas listrik yang rendah karena kitosan tidak dapat diimobilisasi di bawah pengaruh medan listrik untuk menghasilkan konduktor proton (Mukoma et al., 2004). Selain itu, kerapatan energi membran kitosan masih relatif rendah dan hidrofilisitasnya yang masih tinggi sehingga nilai konduktivitasnya masih relatif rendah untuk diaplikasikan dalam baterai polimer litium. Sementara itu, modifikasi kitosan dengan anhidrida suksinat akan meningkatkan kerapatan muatan, dapat menghasilkan senyawa kitosan suksinat yang tidak mudah larut dengan derajat subtitusi yang tinggi, dengan gugus -COOH rantai ujung yang mudah terionisasi sehingga berpotensi menjadi penghantar ion (Ramadhan et al, 2012). Dengan potensinya sebagai penghantar ion, material tersebut perlu dimodifikasi dan dimanfaatkan sebagai material alternatif seperti penghantar ion litium pada rangkaian membran elektroda dalam baterai polimer litium dan memperbaiki sifat mekanik membran. Sifat mekanik merupakan salah satu karakter yang penting dalam pengembangan material polimer fungsional seperti membran elektrolit yang berpotensi untuk penghantar ion J. Kimia Kemasan Vol. 36 Oktober :259-264
litium. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui sifat mekanik membran elektrolit berbasis kitosan suksinat-kitosan terinsersi litium. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan (massa molekul 305 kDa), anhidrida suksinat, metanol, etanol, aseton, NaOH teknis, NaOH p.a, asam asetat, aseton, akuades, LiNO3, dimetyhylformamide, HCl, H2SO4, asam oksalat. Metode Pembuatan membran kitosan suksinatkitosan litium diawali dengan melarutkan kitosan dengan asam asetat 2% sebanyak 50 mL, diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam. Kitosan suksinat hasil sintesis berdasarkan metode Noerati et al, 2007, dilarutkan dalam 50 mL asam asetat 2% dan diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam. Larutan campuran kitosan suksinat-kitosan ditambahkan masing-masing LiN03 0,8 g, serta diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai homogen. Larutan dope kitosan suksinat-kitosan litium dicetat dalam cetakan poliakrilat kemudian didiamkan pada suhu ruang sampai diperoleh membran paduan yang siap dikarakterisasi. Tabel 1. Komposisi variasi massa membrane paduan kitosan suksinat-kitosa litium dengan berat total 2,5 g Membran (%) KS-K (80:20) KS-K (70:30) KS-K (60:40) KS-K (50:50) KS-K (40:60) KS-K (30:70) KS-K (20:80) KS-K (10:90)
Massa Kitosan Suksinat, g 2,00 1,75 1,50 1,25 1,00 0,75 0,50 0,25
Massa Kitosan ,g 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75 2,00 2,25
Massa LiNO3, g 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80
Karakterisasi. Untuk menganalisis kekuatan mekanik dari membran berbasis paduan kitosan suksinatkitosan litium dikarakterisasi melalui uji tarik. Selain itu, dilakukan analisis daya serap air. Uji Tarik. Pengukuran kuat tarik (tensile strength), perpanjangan (elongation), dan Modulus Young dilakukan dengan menggunakan alat uji tarik merk Shimadzu AGx 690, sensitivitas 1/1000, beban maksimum 1 ton, kecepatan minimum 10 260
mm/s dan kecepatan maksimum 25 mm/s. Membran hasil sintesis yang telah disimpan dalam wadah kedap udara yang berisi silika gel dipotong menyerupai dumbbell seperti pada Gambar 1. Membran diuji kekuatan tarik dengan kecepatan tarik 10 mm/menit. Kedua ujung sampel dijepit pada alat uji tarik, lalu sampel ditarik sampai putus. Besarnya gaya tarik yang diberikan (kgF) dan perpanjangan membran (∆l) dicatat.
Gambar 1. Bentuk sampel untuk uji tarik
Membran Kitosan -Li
Membran KS-K(60:40)
Membran KS-K(30:70)
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Membran Kitosan SuksinanatKitosan Terinsersi Litium Pembuatan membran kitosan suksinatkitosan litium dilakukan dengan inversi fasa, yaitu proses transformasi polimer dari fasa cair ke fasa padat dengan penguapan pelarut (Mulder, 1996), tahapannya yaitu dengan membuat larutan kitosan suksinat dan larutan kitosan yang homogen, kemudian kedua larutan tersebut dicampur dan ditambahkan litium nitrat. Selanjutnya dilakukan pencetakan larutan kitosan suksinat-kitosan litium pada cetakan poliakrilat, serta penguapan pelarut. Membran kitosan suksinat-kitosan terinsersi litium terlihat pada Gambar 2. Membran kitosan suksinat-kitosan yang terinsersi litium diperoleh membran dengan ketebalan berkisar 0,0130-0,017 cm. Penampakan secara visual, membran yang dihasilkan bersifat transparan.
Membran KS-K(80:20)
Membran KS-K(50:50)
Membran KS-K(20:80)
Membran KS-K(70:30)
Membran KS-K(40:60)
Membran KS-K(10:90)
Gambar 2. Membran kitosan suksinat-kitosan dengan berbagai variasi massa dalam % (b/b)
Sifat Mekanik Membran…………………………Ramadhan dkk
261
Karakteristik Membran Berbasis Kitosan Suksinat-Kitosan Terinsersi Litium Kekuatan tarik erat kaitannya dengan sifat mekanik membran. Parameter ini penting karena menjadi pertimbangan dalam pemilihan membran dalam beberapa aplikasi seperti baterai polimer litium/LiPo. Sifat mekanik membran ini meliputi kekuatan, kekerasan, kekakuan dan elastisitas. Kekuatan mekanik membran kitosan suksinat-kitosan litium ditentukan melalui alat uji tarik Shimadzu, dengan kecepatan tarik 10 mm/menit, pada temparatur ruang. Selain itu, untuk menganalisis hubungan daya serap air terhadap sifat mekanik membran juga dilakukan penentuan daya serap air. Profil daya serap air membran berbasis paduan kitosan suksinat-kitosan terlihat pada Gambar 3. Pada peningkatan fraksi massa kitosan suksinat sampai dengan 60% (b/b) pada membran menunjukkan penurunan daya serap air. Berdasarkan sifat mekanik membran berbasis paduan kitosan suksinat-kitosan, semakin kecil daya serap air terlihat kecenderungan pada peningkatan kuat tarik dan perpanjangan. Daya serap air pada membran berbasis paduan kitosan suksinat-kitosan terinsersi litium dengan fraksi massa kitosan
suksinat hingga 70 dan 80% (b/b) memiliki daya serap air yang terendah. Sehingga pada kondisi tersebut terlihat kecenderungan penurunan sifat mekanik berupa penurunan kuat putus dan perpanjangan serta meningkatnya Modulus Young. Hal ini diduga + adanya interaksi kuat antara ion Li dengan gugus –COOH pada kitosan suksinat dengan gugus –NH2 dari kitosan, sehingga membran menjadi lebih kaku. Profil kekuatan mekanik membran berbasis paduan kitosan suksinatkitosan terinsersi litium terlihat pada Gambar 4. Gambar tersebut menunjukkan bahwa peningkatan fraksi massa kitosan suksinat sampai dengan 60 % (b/b) cenderung meningkatkan kekuatan tarik dan perpanjangan, serta menurunkan Modulus Young. Perpanjangan sebesar 112,0%, kuat putus 0,180 MPa dan Modulus Young sebesar 14,31 MPa. Namun demikian, pada fraksi massa kitosan suksinat 70 dan 80% (b/b), kekuatan tarik dan perpanjangan cenderung menurun,serta Modulus Young meningkat secara fisik membran dengan massa kitosan suksinat 80 dan 70% (b/b) hasilnya kurang baik, mudah sobek dan kaku. Hal ini didukung oleh data daya serap air.
Gambar 3. Profil daya serap air membran berbasis kitosan suksinat-kitosan terinsersi litium
J. Kimia Kemasan Vol. 36 Oktober :259-264
262
0,75 120
Kuat putus (MPa) Modulus Young (MPa) Perpanjangan (%)
0,70
0,65 80 0,60 60 0,55 40 0,50
Kuat putus (MPa)
Modulus Young (MPa) Perpanjangan (%)
100
20 0,45 0 0,40 -10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Fraksi massa kitosan suksinat dalam membran (%, b/b) Gambar 4. Profil sifat mekanik membrane berbasis paduan kitosan suksinat- kitosan terinsersi litium
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis sifat mekanik, membran berbasis kitosan suksinat-kitosan terinsersi litium memiliki sifat mekanik yang cukup baik dan memiliki kekuatan tarik dan perpanjangan yang cenderung meningkat dan Modulus Young yang menurun.
UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada pihak Universitas Halu Oleo dan Dirjen DIKTI atas dana Hibah Bersaing sesuai kontrak No. 0633/PPK/UHO/2014.
DAFTAR PUSTAKA Meyer, W. H. 1998. Polymer Electrolytes for Lithium-Ion Batteries, Max-Planck Institut fur Polymerforschung Ackermannweg 10. D-55128 Mainz Germany Mohammed, N.S., R. H. Subban, And A.K. Arof. 1995. Polymer Batteries Febricated from Lithium Complexed Acetylated Chitosan. Journal Of Power Source 56: 153-156. Mukoma, P., B. R. Jooste., H. C. M. And Vosloo. 2004. Synthesis and Characterization of Cross-Linked Chitosan Membranes for
Application as Alternative Proton Exchange Membrane Materials in Fuel Cells. Journal of Power Sources 136 : 1623. Noerati, Cynthia, L. R., Saadijah, A., Dan Bambang, A. 2007. Sintesis Kitosan Suksinat Larut Air. Akta Kimindo 2 (2) : 113-116. Ramadhan, L.O.A.N., Radiman, V. Suendo, D. Wahyuningrum, And S. Valiyaveettill. 2012. Syntesis and Characterization of Polyelectrolite Complex N-Succinyl chitosan-chitosan for Proton Exchange Membrane. Procedia Chemistry 4 : 144122. Rinaudo, M. 2006. Chitin And Chitosan: Properties and applications. Progress in Polymer Science 31: 603-632. Wan Y., K.A.M. Creber, B. Peppley B, V.T. Bui. 2003. Ionic conductivity and related properties of crosslinked chitosan membranes. Journal of Applied Polymer Science 89: 306-317. Wan Y., K.A.M. Creber, B. Peppley B, V.T. Bui, 2003. Synthesis, characterization, ionic conductive properties of phosphorilated chitosan membranes. Macromolecular Chemistry and Physics 204: 306-317. Winter, M., And J.R. Brood. 2004. What are batteries, fuel cells, and supercapasitors?. Chemical Reviews 104: 4245-4269.
Sifat Mekanik Membran…………………………Ramadhan dkk
263
Xiao, Q., Zhaohui, Li, Deshu, Gao., Zhang H., A. 2009. Novel Sandwiched Membrane as Polymer Electrolyte for Application in
J. Kimia Kemasan Vol. 36 Oktober :259-264
Lithium-Ion Battery. Journal of Membrane Science 326:260-264
264
SINTESIS POLI N-ISOPROPILAKRILAMIDA (PNIPA)/POLITYROSIN (PTYR) INTERPENETRATING POLYMER NETWORKS (IPNs) BERTANDA IODIUM-125 (SYNTHESIS OF POLY (N-ISOPROPYLACRYLAMIDE) (PNIPA)/POLYTYROSINE (PTYR) INTERPENETRATING POLYMER NETWORKS (IPNs) LABELLED I-125)
Indra Saptiama, Herlina, Endang Sarmini, Karyadi, Abidin, Triani Widyaningrum, dan Rohadi Awaludin Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka Gd. 11 Puspiptek, Serpong, 15314 E-mail :
[email protected]
Received : 30 September 2014 ;revised : 6 Oktober 2014; accepted: 14 Oktober 2014 ABSTRAK Saat ini perkembangan polimer telah semakin maju, berbagai aplikasi polimer telah dikembangkan baik di sektor energi, pangan maupun kesehatan. PNIPA/PTYR IPNs bertanda iodium-125 dapat dimanfaatkan sebagai sumber terapi kanker. PNIPA/PTYR merupakan polimer peka temperatur. Tujuan dari penelitian ini adalah sintesis PNIPA/PTYR IPNs bertanda iodium-125. Polityrosin ditandai dengan iodium-125 kemudian secara simultan direaksikan dengan monomer N-isopropilakrilamida melalui polimerisasi radikal bebas dengan inisiator amonium persulfat (APS) dan tetrametiletilenediamin (TEMED) untuk memperoleh PNIPA/PTYR IPNs bertanda iodium-125. Kemurnian radiokimia PNIPA/PTYR IPNs bertanda iodium-125 diukur dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fasa gerak 2 propanol: 1 butanol: 0,2 M NH 4OH. Selain Itu, stabilitas PNIPA/PTYR IPNs bertanda iodium-125 di uji pada media air. PNIPA/PTYR IPNs telah berhasil ditandai dengan iodium-125 dengan rendemen penandaan sebesar 37,6 ± 4,2 % (n = 3). Hasil pengamatan visual, ditunjukkan bahwa polimer o o mengalami perubahan sifat pada temperatur 32 C sampai dengan 34 C. Hasil H-NMR hanya menunjukkan spektrum dari polimer PNIPA. Berdasarkan pemeriksaan KLT, kemurnian radiokimia PNIPA/PTYR IPNs bertanda iodium-125 adalah 95,93 %. Pengujian stabilitas polimer bertanda iodum-125 pada media air pada T= o 37 C selama 2 minggu menunjukkan bahwa iodium-125 yang masih tertahan pada polimer adalah 71,3 ± 6,2% Kata kunci: N-isopropilakrilamida, Tyrosin, Iodium-125, KLT
ABSTRACT Currently, development of advanced polymer has been increased, a variety of polymer based applications have been developed both in the sectors of energy, food, and health. PNIPA/PTYR IPNs labeled iodine-125 can be used as a cancer therapy source. PNIPA/PTYR IPNs is a thermoresponsive polymer. The purpose of this research is synthesis of PNIPA/PTYR IPNs labeled iodine-125. Polytyrosine was labelled by iodine-125 then it was reacted by N-isopropilacrilamide monomers through free radical polymerization with ammonium persulfate (APS initiator and tetramethylenediamine (TEMED). Then, PNIPA/PTYR IPNs labelled iodine-125 was checked radiochemical purity by Thin Layer Chromatography (TLC) with 2 propanol: 1 butanol: 0.2 M NH4OH mixed as mobile phase. In addition, PNIPA/PTYR IPNs labelled iodine-125 was conducted the stability test in aqueous media. PNIPA/PTYR IPNs has been succeSSFully labelled by iodine-125 with a yield of labelling 37.6 ± 4.2% o (n=30). Based on visual observations, it was knew that polymer undergo its properties at 32-34 C. H-NMR result just showed spectrum of PNIPA polymer. Radiochemical purity of the PNIPA/PTYR IPNs polymer labelled iodine-125 was 95.93% based Thin Layer Chromatography (TLC) test. Stability test of polymer labelled iodineo 125 in aqueous media at T =37 C were attached on the polymer were 71.3± 6.2%. Keywords : N-isopropilacrilamide, Tyrosine, Iodine-125, TLC
Sintesis Poli N-Isopropilakrilamida…………………………Indra Saptiama
265
PENDAHULUAN Penemuan unsur radioaktif oleh Marie Curie dan Pierre Curie telah memberikan pemahaman baru terhadap pengaruh biologis. Salah satunya adalah pemahaman terhadap aplikasi radioisotop di dunia medis. Produksi radioisotop merupakan aspek yang penting dalam dunia kedokteran medis. Penemuan siklotron pada tahun 1930 dan pembangunan reaktor nuklir pada tahun 1940 membuka jalan bagi produksi radioisotop buatan. Berbagai 3 14 macam radioisotop buatan diantaranya H, C, 35 32 51 60 125 131 197 198 S, P, Cr, Co, I, I, Hg dan Au (Chakravarty 2011; Ramamoorhy 2007). Salah satu radioisotop yang digunakan 125 dalam dunia medis adalah iodium-125 ( I). 125 Radioisotop I merupakan pemancar gamma dengan energi 0,0354 MeV ( 6,68 %) dan waktu 125 paruh 59,408 hari (IAEA 2003). Pembuatan I 124 diperoleh dari bahan sasaran gas Xe menjadi 125 125 Xe dan meluruh menjadi I melalui reaksi : Xe + n Xe I + ϒ I telah dapat diproduksi di reaktor G.A Siwabessy Serpong oleh Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR)-BATAN. 125 Penggunaan I untuk pengobatan kanker prostat melalui metode terapi jarak dekat 125 atau brakiterapi (Matzkin, et al. 2003). I diletakkan pada kawat paladium yang dimasukkan ke dalam kapsul titanium (seed titanium) yang berukuran sebesar bijih beras kemudian dimasukkan menggunakan aplikator ke dalam jaringan kanker yang ada dalam tubuh. 125 Radiasi yang dipancarkan I akan mematikan jaringan kanker dalam tubuh tanpa mengenai 125 jaringan normal lainnya. Selain itu, seed I digunakan untuk terapi tumor payudara (Riet, et al. 2010). Metode terapi jarak dekat (brakiterapi) 125 menggunakan seed I memiliki kelemahan dalam aplikasinya yakni menggunakan aplikator yang cukup mahal dan tidak efisien. Salah satu alternatif yang saat ini sedang dikembangkan adalah mengganti seed titanium yang digunakan 125 untuk membawa I dengan bahan lain diantaranya dengan gel polimer, film polimer nanopartikel, nanorods, dan polipeptida (Wolinsky, Colson dan Grinstaff 2012; Liu, et al. 2010; Hruby, et al. 2011). Poli-N-Isopropilakrilamida (PNIPA) merupakan salah satu bahan polimer pembuat hidrogel dan juga sebagai bahan biokompetibel. Polimer PNIPA memiliki kepekaan terhadap temperatur. Kelarutan polimer PNIPA bergantung terhadap stimulus temperatur sekitar. PNIPA memiliki temperatur transisi ° sekitar 32-33 C mendekati temperatur tubuh ( ° 37 C). Ketika temperatur lingkungan berada di 124
125
125
125
atas temperatur transisi, kelarutan polimer menurun dan membentuk gel. Sebaliknya ketika temperatur lingkungan berada di bawah temperatur transisi, kelarutan polimer meningkat dan gel polimer terbentuk kembali membentuk larutan (Fu dan Soboyejo 2010; Jeong dan Gutowska 2002) Saat ini, hidrogel berbasis bahan polimer PNIPA dan turunannya telah banyak dikaji sebagai drug delevery, cell encapsulation dan untuk permukaan kultur sel (Klouda dan Mikos 2008). Selain itu, PNIPA dapat digunakan sebagai matriks pembawa radioisotop yang diinjeksikan ke dalam tubuh untuk sumber terapi radiasi (Hruby, et al. 2011). Akan tetapi PNIPA tidak dapat mengikat secara 125 langsung radioisotop seperti I sehingga memerlukan bahan lain. Salah satu bahan yang 125 sering digunakan dalam penandaan I adalah polityrosin. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan membuat poli N-isopropilakrilamida(PNIPA)/ polityrosin (PTYR) interpenetrating polymer networks (IPNs) bertanda iodium-125. Polimer PNIPA/PTYR IPNs diperoleh dari reaksi polimerisasi antara monomer Nisopropilakrilamida dengan polityrosin menggunakan inisiator redoks. Polimer dianalisa menggunakan H-NMR untuk mengetahui spektrum hidrogen. Selain itu, kemurnian radiokimia dari polimer PNIPA/PTYR IPNs 125 bertanda I diperiksa dengan kromatografi lapis tipis (KLT). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah monomer Nisopropilakrilamida (NIPA), inisiator amonium persulfat (APS) dan N, N, N, N Tetra methyl-1, 2-diamino etana (TEMED), kloramin-T, dan polityrosin yang diperoleh dari Sigma Aldrich. NaH2PO4.H2O dan Na2HPO4.2H2O untuk larutan penyangga pH 7,4 , Na2S2O3, NaOH dan HCl sebgaai bahan pendukung diperoleh dari Merck. 125 Radioisotop I diperoleh dari Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR)-BATAN Serpong. Peralatan yang digunakan adalah stirring hot plate (Health Magnetic Sirrer), Isotherm Laboratory Incubator dari Esco, dan timbangan analitik (Acculab ALC – 110.4). Pengkuran radioaktivitas I-125 menggunakan dose calibrator (Atomlab 100 Plus). Selain itu, Proses pengadukkan diabantu dengan vortex dan pemisahan menggunakan microsenrifuge Peralatan gelas yang digunakan dalam
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 : 265-270
266
penelitian ini seluruhnya dari pyrex. Analisis struktur menggunakan H-NMR (JEOL type JNM ECA 500 MDN) menggunakan frekuensi sebesar 500 MHz pada temperatur ruang. Metode Sintesis polityrosin bertanda I-125 Sebanyak 50 μL polityrosin (3 mg/ml) ditambahkan dengan buffer phospat pH 7,4 sebanyak 50 μL dan ditambah 50 μL HCl 1 M rpm. Setelah disentrifugasi, larutan ditambahkan 50 μL Na2S2O3 (10 mg/mL) dan diamkan selama 5 menit dalam temperatur ruang. Cairan dipisahkan dari endapan dengan dekantasi. Kemudian larutan dan endapan diukur 125 radioaktivitas I. Endapan polityrosin bertanda 125 I dilarutkan dengan NaOH 0,1 M. Larutan 125 polityrosin bertanda I telah diperoleh. Sintesis Polimer PNIPA/PTYR IPNs bertanda 125 I Sebanyak 5% (v/v) monomer Nisopropilakrilamida dilarutkan dalam aquabides dan ditambahkan dengan 0,008 g amonum persulfat (APS), 15 μL N, N, N, N Tetra methyl1, 2-diamino etana (TEMED) dan larutan 125 polityrosin bertanda I. Setelah itu, larutan diinkubasi selama 3 jam pada temperatur ruang. Kemudian larutan disentrifugasi selama 45 menit O pada temperatur 37 C dengan kecepatan 10.000 rpm. Endapan/gel yang terbentuk di dasar larutan dipisahkan dengan dekantasi. 125 Larutan dan endapan diukur radioaktivitas I serta dihitung penandaannya. Penentuan Kemurnian Radiokimia 125 PNIPA/PTYR IPNs bertanda I Endapan polimer dilarutkan dengan aqubides. Kemurnian radiokimia larutan polimer 125 PNIPA/PTYR IPNs bertanda I (1 μL ) dengan kromatografi kertas. Fasa gerak menggunakan campuran larutan 2 propanol : 1 butanol : 0,2 M NH4OH dengan perbandingan 2:1:1. Pengujian kemurnian radiokimia dimaksudkan untuk melihat jumlah pengotor radiokimia. 125
Uji Stabilitas PNIPA/PTYR IPNs bertanda I dengan Media Air 125 PNIPA/PTYR IPNs bertanda I (1 mL) dimasukkan ke dalam tabung gelas dan ditambahkan dengan 5 mL aquabides. 125 PNIPA/PTYR IPNs bertanda I diinkubasi di ° dalam inkubator pada temperatur 37 C selama 7 hari. Secara bertahap dilakukan pengamatan dan pengukuran radioaktivitas dalam cairan 125 untuk mengetahui lepasan I dari polimer. 125 Lepasan I dihitung berdasarkan persamaan (1) :
dalam micro tube. Larutan tersebut diaduk dengan vortex hingga homogen. Selanjutnya, 125 larutan ditambah dengan 10 μL Na I ( 18,5 MBq/μL) dan 50 μL kloramin-T. Larutan didiamkan selama 5 menit pada temperatur ruang. Larutan membentuk endapan putih. Setelah itu,endapan dalam larutan dipisahkan dengan disentrifugasi selama 15 menit pada o temperatur 20 C dengan kecepatan 10.000 % Lepasan iodium-125 = A/B x 100 % (1) di mana: 125 A = radioaktivitas I akhir 125 B = radioaktivitas I awal HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis polimer PNIPA/PTYR IPNs 125 bertanda I dibagi 2 tahap, dilihat pada 125 Gambar 2. Tahap (1) yakni penandaan I pada polityrosin dan tahap (2), polityrosin bertanda 125 I direaksikan secara simultan dengan monomer N-isopropilakrilamida (NIPA) melalui polimerisasi radikal bebas menjadi PNIPA/PTYR 125 125 IPNs bertanda I. Penandaan I pada polityrosin disintesis melalui metode subtitusi elektrofilik (SE) pada gugus cincin aromatis dibantu dengan oksidator kloramin-T. Dari skema reaksi Gambar 1, reaksi diawali pembentukan reagen elektrofik dengan + mengoksidasi iodida (I ) menjadi I oleh + oksidator kloramin-T. I sebagai elektrofilik akan bertabrakan dengan elektron-elektron awan pi aromatik dengan menggantikan salah satu hidrogen pada cincin aromatis polityrosin. Adanya gugus hidroksil (-OH) pada polityrosin + mempengaruhi posisi I pada reaksi subtitusi elektrofilik pada cincin aromatik polityrosin. Gugus hidroksil pada cincin aromatik polityrosin merupakan gugus pengaktivasi elektron yang + mendorong elektrofilik (I ) berada pada posisi ortho atau para dari gugus hidroksil, akan tetapi pada posisi para dari cincin aromatik tyrosin sudah terdapat gugus lainnya sehingga + elektrofilik (I ) menempati posisi para. 125 Polityrosin bertanda I akan bereaksi dengan polimer PNIPA, dengan adanya interaksi elektrostatik seperti ion-dipole, dipole-dipole, dan ikatan hidrogen pada kedua rantai polimer sehingga membentuk Interpenetrating Polimer Network (IPNs). PNIPA/PTYR IPNs terikat tidak secara kovalen tetapi terjadi interlasi pada kedua polimer. Ikatan pada PNIPA/PTYR IPNs tidak mudah terpisah kecuali ikatan kimia yang terjadi rusak (Shivashankar dan Mandal 2012) . Skema pembentukan PNIPA/PTYR IPNs 125 bertanda I dapat dilihat pada Gambar 2.
Sintesis Poli N-Isopropilakrilamida…………………………Indra Saptiama
267
H N
O
H N +
125
Gambar 1. Skema penandaan
O
I pada polityrosin
NaI125
I125 OH
OH
+
(1)
(2)
Polityrosin
Polityrosin bertanda I-125
I-125
PNIPA
Gambar 2. Skema pembentukan PNIPA/PTYR IPNs bertanda
Padatan polimer
Termometer
Gambar 3. Polimer PNIPA/PTYR IPNs bertanda
125
I
Berdasarkan hasil pengamatan, polimer 125 PNIPA/PTYR IPNs bertanda I mengalami ° perubahan fasa pada temperatur 32-34 C seperti Gambar 3. Temperatur tersebut ° mendekati temperatur tubuh yakni 37 C sehingga polimer dapat mengendap ketika berada dalam jaringan kanker di dalam tubuh. Hasil karakterisasi H-NMR pada PNIPA/PTYR IPNs ditunjukkan pada Gambar 4. Lima puncak menunjukkan lima tipe proton. Kelima puncak tersebut adalah puncak A ( 1,1 ppm) singlet yang menunjukkan H dari metilen PNIPA. Puncak B ( 1,5 ppm) menunjukkan H dari vinil PNIPA, puncak C ( 2,0 ppm) menunjukkan H dari vinil PNIPA, puncak D ( 3,8 ppm) menunjukkan H dari –CH PNIPA, dan puncak E ( 5,4 ppm) menunjukkan salah satu H dari vinil monomer NIPA. Tidak terlihatnya spektra H-NMR dari polityrosin menunjukkan PNIPA lebih dominan. Munculnya puncak E yang dimiliki NIPA menunjukkan masih adanya sisa reaktan pada hasil sintesis PNIPA/PTYR IPNs. Hal ini menunjukkan pemurnian yang telah dilakukan belum maksimal sehingga perlu
125
I
dilakukan pemurnian lebih lanjut pada polimer PNIPA/PTYR IPNs untuk dapat menghilangkan sisa-sisa zat pereaksi. Sisa-sisa zat pereaksi diduga terperangkap saat terjadi reaksi polimerisasi dan dapat mempengaruhi proses 125 penandaan I. Dari sintesa yang dilakukan telah 125 diperoleh rendemen penandaan I yang terlihat pada Tabel. 1 yakni sebesar 37,6 ± 4,2 %. Hasil tersebut masih rendah, banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah 125 kondisi penandaan I pada polityrosin baik kondisi temperatur reaksi, lama reaksi dan pH larutan. Kondisi tersebut masih perlu dioptimalkan. Radiokromatogram dari penentuan 125 kemurnian radiokimia bulk Na I sebagai standar dan PNIPA/PTYR IPNs bertanda Iodium-125 menggunakan KLT dapat dilihat pada Gambar 5. Dari Gambar 5 (a) terdapat radiokromatogram dengan 2 puncak. Puncak yang lebih tinggi dengan RF = 0,9 sebesar 97,44 % merupakan spesi kimia I sedangkan puncak lain yang lebih rendah merupakan spesi kimia selain I diantaranya IO3 dan IO4 . Gambar 5 (b) dapat dilihat radiokromatogram 1 puncak 125 dengan spesi PNIPA/PTYR IPNs bertanda I pada RF = 0,1 sebesar 95,93 %. Hal ini menunjukkan polimer PNIPA/PTYR IPNs 125 bertanda I memiliki kemurnian radiokimia yang cukup tinggi dengan kemurnian sebesar 95,93% dimana kemurnian radiokimia lebih tinggi dari persyaratan US Pharmacope sebagai sediaan radiofarmaka yakni 90 % (Purwoko, et al. 2013). Kemudian polimer PNIPA/PTYR IPNs 125 bertanda I dilakukan uji stabilitas pada media ° air dengan temperatur 37 C untuk mengetahui 125 kestabilan I yang melekat pada polimer.
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 : 265-270
268
Temperatur tersebut biasa dilakukan untuk mewakili kondisi yang mirip dengan kondisi tubuh manusia. Pada Gambar 6 menunjukkan 125 prosentase lepasan radioaktivitas I dari 125 polimer. Pada hari ke-1 I yang terlepas dari polimer sekitar 20 % dari aktivitas awal, pada 125 hari berikutnya I terlepas hanya sedikit dan 125 tersisa sebesar 71,3± 6.2 %. Diduga lepasan I
125
yang terjadi merupakan I dalam bentuk bebas 125 dan sisa-sisa polityrosin bertanda I yang tidak terikat pada PNIPA dan hanya menempel secara fisik sehingga mudah terlepas. Uji stabilitas tersebut masih perlu dilanjutkan dengan uji yang lebih spesifik baik uji pada media serum darah maupun uji in vivo pada hewan coba mencit.
Gambar 4. Spektrum H-NMR PNIPA/PTYR IPNs
Tabel 1. Rendemen Sintesis PNIPA/PTYR IPNs bertanda
125
I
No
Radioaktivitas I125 (MBq)
1
59,9
Radioaktivitas PNIPA/PTYR IPNs bertanda I-125 (MBq) 19,6
2
67,7
26,7
39,4
3
66,5
26,9
40,5
Rata-rata
Rendemen penandaan (%) 32,7
37,6 ± 4,2
(a)
(b)
Gambar 5. (a) Bulk Na
125
I (b) PNIPA/PTYR IPNs bertanda
Sintesis Poli N-Isopropilakrilamida…………………………Indra Saptiama
125
I
269
Gambar 6. Uji Stabilitas PNIPA/PTYR IPNs 125 bertanda I pada Media Air
KESIMPULAN Telah diperoleh produk senyawa 125 PNIPA/PTYR IPNs bertanda I yang memiliki ° temperatur transisi sekitar 32-34 C,dengan 125 rendemen penandaan I sebesar 37,6 ± 4,2 %. Kemurnian radiokimia PNIPA/PTYR IPNs 125 bertanda I adalah 95,93%. Hasil karakterisasi H-NMR memperlihatkan hanya ada spektrum dari polimer PNIPA dan sisa reaktan monomer 125 NIPA. Uji stabilitas PNIPA/PTYR bertanda I selama 7 hari pada media air menunjukkan 125 sebanyak 71,3± 6.2 % I yang masih terikat pada polimer. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya ditujukan kepada Kepala Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka Ibu Dra. Siti Darwati, MSc, Kepala Bidang Radioisotop Bapak Hotman Lubis, serta tim 125 produksi I yang dipimpin oleh Bapak Daya Agung Sarwono yang secara langsung maupun tidak langsung membantu kelancaran penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Chakravarty, Rubel. Development of radionuclide generator for biomedical applications. PhD Thesis, india: Homi bhabha national institute, 2011. Fu, G, and W.O Soboyejo. "Swelling and diffusion characteristic of modified poly (Nisopropylacrylamide) hydrogels." Material science and engineering C, 2010: 8-13. Hruby, Martin, Pavla Pouckova, Marie Zadinova, Jan Kucka, and ondrej Lebeda. "Thermoresponsive polymeric radionuclide delivery systemAn injectable
brachytherapy." European Journal of Pharmaceutical Sciences, 2011: 484-488. IAEA. Manual for reactor produced radioisotopes. Vienna: IAEA, 2003. Jeong, Byeongmoon, and Anna Gutowska. "Lesson from nature : stimuli responsive polymer and their biomedical applications." Journal trends in biotechnology, 2002: 305-311. Klouda, Leda, and Antonios G Mikos. "Thermoresponsive hydrogel in biomedical applications." European journal of phamaceuticals and biopharmaceutics, 2008: 34-45. Liu, Wenge, Andrew MacKay, Matthew Dreher, Mengnan Chen, Jonathan McDaniel, and Andrew Simnick. "Injectable intratumoral depot of thermally responsive polypeptideradionuclide conjugates delays tumor progression in a mouse model." Journal of controlled Release, 2010: 2-9. Matzkin, Haim, Issac Kaver, Amira Stenger, Ruben Agai, Noam Esna, and Juza Chen. "Iodine-125 brachytherapy for localized prostate cancer and urinary morbidity: a prospective comparison of two seed implant methods-preplanning and intraoperative planning ." Adult urology, 2003: 497-502. Purwoko, Maskur, Chaeruman, and Yono Sugiarto. "Sintesa dan penandaan senyawa 5’-O-(4,4’-Dimetoksitritil)-2,3Anhidrotimidin untuk preparasi radiofarmaka [18F] FLT." Jurnal radioisotop dan radiofarmaka, 2013: 1121. Ramamoorhy. Discovery of artificial radioactivity by I.curie and F.Joliot. Buletin, India: IANCAS, 2007. Riet, van, A.J.G Maaskant, G.J Creemers, van Warmerdam, F.H Jansen, and van de Velde. "Identification of residual breast tumour localization after neo-adjUVant chemotherapy using a radioactive 125 iodine seed." the journal of cancer surgery, 2010: 164-169. Shivashankar, Murugesh, and Badal Kumar Mandal. "A review on interpenetrating polymer network." International journal of pharmacy and pharmaceutical science, 2012: 1-7. Wolinsky, Jesse, Yolonda Colson, and Mark Grinstaff. "Local drug delivery strategies for cancer treatment : Gels, nanoparticles, polymeric films, rods, and wafers." Journal of controlled release, 2012: 14-26.
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 : 265-270
270
PENGARUH EKSTRAK BAWANG PUTIH TERENKAPSULASI TERHADAP KARAKTERISTIK KEMASAN ANTIMIKROBA (GARLIC EXTRACT EFFECT ON CHARACTERISTICS ENCAPSULATED ANTIMICROBIAL ACTIVE PACKAGING)
E.S. Iriani, S.M. Widayanti, Miskiyah dan Juniawati Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jalan Tentara Pelajar No. 12 A, Bogor 16114 E-mail:
[email protected] Received : 29 September 2014 ; Revised : 08 Oktober 2014 ; Accepted : 14 Oktober 2014
ABSTRAK Kontaminasi mikroba merupakan salah satu faktor yang menentukan penurunan kualitas pangan dan umur simpan produk. Pertumbuhan mikroba pada produk daging segar dapat menimbulkan terjadinya pembusukan yang akan mendorong terjadinya penurunan keamanan pangan, perubahan warna, tekstur dan flavour. Penggunaan kemasan aktif antimikroba dapat menjadi alternatif untuk memperpanjang umur simpan produk daging. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh kemasan aktif antimikroba dengan bahan aktif ekstrak bawang putih dalam mempertahankan kesegaran produk daging segar. Pembuatan kemasan aktif antimikroba dilakukan dengan penambahan ekstrak bawang putih yang diperoleh dari tiga metode ekstraksi yaitu ekstrak segar, pelarut air dan pelarut etanol. Ekstrak kemudian dienkapsulasi menggunakan spray dryer dengan menggunakan bahan pengisi maltodextrin. Ekstrak bawang putih terenkapsulasi selanjutnya dicampurkan ke dalam matriks polimer Low Density Poly Ethylene (LDPE) dengan menggunakan ekstruder yang dilengkapi ° ° ° dengan blown film pada kondisi proses 120 C, 150 C dan 170 C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan bahan aktif terenkapsulasi akan berpengaruh terhadap karakteristik fisik dengan meningkatkan densitas dan menurunkan tingkat kecerahan warna plastik yang dihasilkan. Adanya ekstrak bawang putih juga cenderung meningkatkan suhu degradasi dan menurunkan sifat mekanis dari kemasan aktif. Kandungan bahan 7 aktif alisin yang ada pada ekstrak bawang putih mampu menurunkan nilai TPC dari 2,6x10 menjadi 2,2-7,5 x 4 10 . Kata kunci: Kemasan anti mikroba, Ekstrak bawang putih, Mikroenkapsulasi
ABSTRACT Microbial contamination is one of the factors that determine food quality decreasing and shelf life of the product. Microbial growth on fresh meat products can cause decay which leads to a decrease of food safety, changes in color, texture and flavor. The use of antimicrobial active packaging can be an alternative to extend the shelf life of meat products. This study aimed to evaluate the effect of antimicrobial active packaging with the active ingredient of garlic extract in maintaining the freshness of fresh meat products. Preparation of antimicrobial active packaging is done with the addition of garlic extract obtained from the three methods of extracting the fresh extract, the solvent water and ethanol solvent. Extract then encapsulated using a spray dryer using fillers maltodextrin. Encapsulated garlic extract mixed into the polymer matrix by using LDPE extruder equipped with a ° ° ° blown film at process conditions 120 C,150 C and 170 C. The results shown that the addition of encapsulated active ingredients will affect the physical characteristics by increasing density and lowering the brightness level of the resulting plastic. The presence of garlic extract also tends to increase the temperature and decrease the degradation of the mechanical properties of active packaging. Alicin active ingredients that exist in garlic extract 7 4 can lower TPC values from 2.6 x 10 to 2.2- 7.5 x 10 . Keywords: Antimicrobial packaging, Garlic extract, Meat preservation, Microencapsulation
PENDAHULUAN Daging merupakan salah satu sumber protein, lemak dan asam amino serta asam lemak esensial yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan. Daging juga mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan untuk metabolisme dan meningkatkan daya tahan tubuh. Namun
Pengaruh Ekstrak Bawang Putih …........................ E.S. Iriani, dkk
271
demikian, konsumsi daging sapi per kapita masyarakat Indonesia saat ini baru mencapai 1,87 kg per tahunnya. Angka ini termasuk rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap umur simpan dan kesegaran produk daging, diantaranya suhu, kadar oksigen, enzim endogenus, kelembaban, cahaya dan faktor mikroorganisme. Produk daging segar memiliki kandungan protein dan lemak yang tinggi sehingga menyebabkan daging mudah rusak karena merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme pembusuk seperti Pseudomonas, Acinetobacter, Lactobacillus, Brochothrix thermosphacta (Kotula and Kotula, 2000) dan mikroorganisme patogen seperti Escherichia coli, Salmonella sp, Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus. Sumber utama kontaminasi mikroorganisme adalah kulit yang tersisa, isi perut, lantai, meja kerja, peralatan, dan perlengkapan pekerja (Davis and Board, 1998) Beberapa hasil penelitian menyebutkan upaya menekan pertumbuhan mikroorganisme pada produk daging segar dapat dilakukan antara lain menggunakan teknik pendinginan, pembekuan, penggunaan bahan pengawet, iradiasi, penggunaan tekanan tinggi serta pengemasan (Zhou et al. 2010). Umumnya metode penghambatan pertumbuhan mikroorganisme dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu dengan melakukan kontrol suhu, kelembaban dan pertumbuhan mikroba (bakterisida, bakteriostatik dan pengemasan) (Lawrie and Ledward 2006). Upaya memperpanjang umur simpan produk daging umumnya dilakukan dengan menggunakan bahan pengawet kimia, namun demikian, timbulnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan mendorong berkembangnya pengetahuan mengenai penggunaan pengawet alami. Beberapa peneliti telah mengungkap kemampuan antimikroba dari bahan alami yang umumnya bersumber dari tanaman rempah atau bumbu seperti cengkeh (Matan et al. 2006), kayumanis (Guynot et al. 2003), lada (Careaga et al. 2003), ekstrak jeruk (Fernandez-Lopez et al. 2005), dan basil (Suppakul et al. 2006). Tanaman rempah potensial lainnya sebagai bahan aktif antimikroba adalah bawang putih (Pranoto et al. 2005). Namun demikian, ekstrak bawang putih mempunyai beberapa kelemahan salah satunya tidak stabil terutama senyawa alisin yang terkandung dalam ekstrak tersebut (Sung et al. 2014). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
dengan proses mikroenkapsulasi menggunakan metode semprot kering (Balasubramani et al. 2005). Metode semprot kering merupakan metode yang sederhana dan mudah untuk mengkapsulasi suatu bahan karena larutan suspensi yang dimikroenkapsulasi cukup dimasukkan ke dalam alat semprot kering dan dihasilkan serbuk mikropartikel (Saenz et al. 2009). Umumnya bahan penyalut yang digunakan pada proses mikroenkapsulasi adalah maltodextrin, karena menurut Balasubramani et al. (2005) mempunyai beberapa kelebihan yaitu mudah larut dalam air, dapat melindungi zat yang dienkapsulasi dari oksidasi, viskositas rendah sehingga mampu mengurangi masalah ketebalan dan penggumpalan selama penyimpanan sehingga meningkatkan stabilitas produk, bersifat tidak manis, berwarna putih, dan tidak berbau sehingga dapat digunakan dalam berbagai aplikasi produk yang luas. Penambahan pengawet alami langsung ke dalam bahan pangan umumnya memiliki kelemahan lain yaitu dapat mempengaruhi warna, aroma dan citarasa dari produk pangan tersebut (Suppakul et al. 2006). Penambahan langsung pada permukaan produk pangan juga kurang efektif karena mudah hilang, sehingga harus ditambahkan dalam jumlah banyak serta kemampuan antimikrobanya tidak bertahan lama (Suppakul et al. 2003). Untuk mengatasi berbagai kelemahan tersebut, beberapa penelitian mencoba mengembangkan kemasan aktif yang tidak saja berfungsi untuk melindungi produk yang dikemasnya sekaligus juga mampu menghambat pertumbuhan mikroba pada produk tersebut. Kemasan anti mikroba merupakan sebuah sistem yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba sehingga dapat memperpanjang umur simpan dari produk serta menjamin keamanannya (Han 2000). Pembuatan kemasan aktif dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya melalui proses ekstrusi ( Yuliani et al. 2007 ; Han 2000) melarutkan bahan aktif ke dalam pelarut ( Han and Floros 1997); ditambahkan pada bahan edible coating ( Nam et al. 2007; An et al. 2000); atau dicampurkan ke dalam bahan pengisi pada pembuatan kertas atau karton (Rodriguez and Han 2000). Upaya pembuatan kemasan aktif yang telah dilakukan antara lain dengan menyisipkan bahan aktif tersebut langsung ke dalam matriks LDPE seperti yang dilakukan Suppakul et al.(2006) dan Sung et al. (2014). Bentuk lain penambahan bahan aktif adalah dengan
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 : 271-280
272
menggunakan sachet yang dapat mengeluarkan bahan aktif tersebut dalam bentuk senyawa volatil. Bentuk lainnya adalah dalam bentuk aplikasi coating pada permukaan kemasan (Rodriguez et al. 2004). Cara ini lebih efektif dibandingkan melapisi pada permukaan produk pangan (Nadarajah et al 2002). Proses penambahan bahan antimikroba ke dalam matriks polimer seperti plastik dapat dilakukan menggunakan teknik ekstrusi maupun dengan metode casting (Sung et al. 2014). Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap pengaruh kemasan aktif antimikroba berbahan baku ekstrak bawang putih dalam mempertahankan kesegaran produk daging segar. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penambahan bahan aktif berupa ekstrak bawang putih yang dienkapsulasi ke dalam matriks polimer LDPE melalui proses ekstrusi yang dilanjutkan dengan pengamatan terhadap karakteristik kemasan aktif yang dihasillkan serta pengamatan terhadap pertumbuhan mikroba. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang putih yang dibeli dari pasar local, etanol (merck), maltodextrin (sigmaaldrich), resin LDPE , Tween-80 (teknis), dan white oil (teknis) diperoleh dari toko kimia Brataco, daging sapi dan bahan kimia untuk analisis. Adapun peralatan yang digunakan meliputi rotavapor (Buchi), spray dryer (Buchi), single screw extruder (Haake) yang dilengkapi dengan die untuk blown fim (Haake) dan peralatan analisis. Penelitian dilakukan di Laboratorium BB Pascapanen, Cimanggu, Bogor dan Laboratorium Biomassa Terpadu, Universitas Lampung pada bulan MaretNovember 2013. Penelitian diawali dengan isolasi ekstrak bawang putih dengan menggunakan 3 metode yaitu ekstrak segar, ekstraksi menggunakan pelarut air serta ekstraksi menggunakan pelarut etanol. Ekstrak bawang putih yang diperoleh pada tahapan penelitian sebelumnya harus dihilangkan bahan pelarut yang masih ada dengan bantuan peralatan rotavapor hingga diperoleh ekstrak kental. Selanjutnya ekstrak kental tersebut dicampurkan dengan larutan maltodextrin yang telah dipersiapkan sebelumnya. Proses pembuatan larutan maltodextrin dilakukan dengan menimbang maltodextrin sebanyak 200 g lalu dilarutkan dalam 1 liter akuades. Campuran tersebut selanjutnya dihomogenisasi selama 5 menit.
Setelah seluruh maltodextrin ini larut, maka larutan direhidrasi dalam coldroom dengan suhu ° ° 10 C sampai dengan12 C selama 18 jam. Ekstrak bawang putih kental kemudian ditimbang sebesar 50 g kemudian dilarutkan ke dalam larutan maltodextrin yang telah direhidrasi. Lalu larutan dihomogenisasi selama 5 menit dan ditambahkan sedikit demi sedikit Tween-80 sebanyak 5 g. Setelah larutan homogen kemudian baru dimulai proses enkapsulasinya dengan menggunakan alat spray dryer. Hasil yang diperoleh berupa serbuk kemudian ditimbang, serta dikarakterisasi kemudian disimpan hingga siap diproses sebagai bahan antimikroba. Antimikroba yang digunakan dalam tahapan penelitian ini adalah beberapa perlakuan terpilih yang diperoleh pada tahapan sebelumnya. Selanjutnya bahan aktif tersebut akan disisipkan ke dalam bahan kemasan yaitu resin LDPE melalui proses ekstrusi. Adapun bahan antimikroba yang ditambahkan ada 3 jenis yaitu: ekstrak bawang putih segar, ekstrak bawang putih pelarut air dan ekstrak bawang putih pelarut etanol. Adapun konsentrasi bahan aktif yang ditambahkan ada 2 level yaitu 2,5% dan 5%. Sebagai kontrol digunakan kemasan plastik LDPE tanpa penambahan ekstrak bawang putih sebagai bahan antimikroba. Metode Proses Ekstrusi Kemasan Aktif Anti Mikroba Resin LDPE sebanyak 200 gr ditambahkan dengan bahan aktif ekstrak bawang putih dengan perbandingan 2,5% dan 5% serta penambahan white oil untuk meningkatkan kompatibilitas antara bahan aktif dan resin LDPE. Campuran tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam hopper ° extruder blown film dengan kondisi suhu 120 C, ° ° 150 C, dan 170 C, sedangkan kecepatan ulir 30 rpm. Plastik film yang dihasilkan selanjutnya dianalisis untuk mengetahui karakteristiknya. Analisis yang dilakukan terhadap karakteristik film antimikroba meliputi sifat fisik (warna (Chromameter), ketebalan (micrometer sekrup) , densitas, mekanis (kuat tarik, elongasi menggunakan UTM Instron), sifat termal (TGA, DSC Mettler Toledo), struktur morfologi, Scanning Electron Microscope (SEM-CarlZeiss), kristalinitas (XRD-Bruker), serta sifat fungsionalnya (kemampuan antimikroba). HASIL DAN PEMBAHASAN Mikroenkapsulasi Ekstrak Bawang Putih Perubahan bentuk ekstrak kental menjadi serbuk akan memudahkan penanganannya dan
Pengaruh Ekstrak Bawang Putih …........................ E.S. Iriani, dkk
273
dapat meningkatkan stabilitas serta lebih mudah pengaplikasiannya. Mikroenkapsulasi ini menggunakan teknik semprot kering atau spray drying. Suhu inlet dan laju alir umpan yang ° digunakan yaitu 160 C dan 15 ml/menit. Bahan penyalut yang digunakan yaitu maltodextrin.
(a) (b) Gambar 1. Hasil SEM Mikroenkapsulasi Ekstrak Bawang Putih menggunakan (a) Pelarut Air (b) Pelarut etanol dengan perbesaran 5000x
Pengamatan terhadap struktur morfologi permukaan dari enkapsulasi ekstrak bawang putih dilakukan menggunakan SEM. Pengamatan ini penting dilakukan karena struktur morfologi ini dapat mempengaruhi karakteristik mikrokapsul seperti laju pelepasan bahan aktif, surface oil, retensi dan lain-lain (Yuliani et al. 2007). Hasil pengamatan seperti terdapat pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa ukuran mikrokapsul yang dihasilkan berkisar 26 µm sampai dengan 88 µm. Kemala et al. (2012) menyatakan bahwa ukuran mikrokapsul yang baik tidak lebih dari 250 µm. Obeidat (2009) juga menyatakan bahwa umumnya ukuran produk mikroenkapsulasi berkisar antara 1-1000 µm, sedangkan mikropartikel komersial berkisar antara 3 µm sampai dengan 800 µm. Selanjutnya bila dilihat dari bentuk granula dari ekstrak bawang putih hasil SEM terlihat bahwa granula ekstrak bawang putih dengan pelarut air memiliki bentuk lebih bulat dan mulus dibandingkan dengan pelarut etanol, hal ini
menunjukkan bahwa proses enkapsulasi ekstrak bawang putih dengan pelarut air lebih baik dibandingkan enkapsulasi untuk ekstrak bawang putih dengan pelarut etanol. proses enkapsulasi yang baik menghasilkan granula yang berbentuk bulat dengan permukaan yang mulus. Karakteristik Fisik Plastik Kemasan Anti Mikroba Pada penelitian ini, proses pembuatan kemasan antimikroba dilakukan dengan menyisipkan bahan aktif berupa ekstrak bawang putih yang sudah terenkapsulasi ke dalam matriks polimer LDPE melalui proses ekstrusi menggunakan single screw extruder. Pada Tabel 1 terlihat bahwa penambahan enkapsulasi bahan aktif antimikroba berpengaruh terhadap karakteristik fisik plastik kemasan tersebut. Penambahan bahan aktif dapat meningkatkan ketebalan plastik film yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena adanya bahan aktif tersebut akan menghambat proses pengembangan (blowing) sehingga menyebabkan plastik tidak mengembang sempurna dan berpengaruh terhadap ketebalan film yang dihasilkan. Perbedaan ketebalan ini juga akan berpengaruh terhadap densitas plastik kemasan. Semakin tebal maka densitasnya juga cenderung semakin besar. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ekstrak segar cenderung memberikan hasil plastik yang lebih tipis dengan densitas yang lebih rendah dibandingkan ekstrak air maupun ekstrak etanol (Tabel 1). Penambahan bahan aktif juga berpengaruh terhadap warna dari plastik film. Semakin banyak konsentrasi bahan aktif yang ditambahkan maka warna akan cenderung kemerahan. Hal ini disebabkan karena proses browning pada bahan aktif tersebut karena suhu ekstrusi yang cukup tinggi. Enkapsulan yang berupa maltodextrin akan mengalami reaksi maylard yang mengakibatkan warna kecoklatan yang berpengaruh terhadap warna plastik.
Tabel 1.Karakteristik Fisik Plastik Film Antimikroba dengan Bahan Aktif Ekstrak Bawang Putih Perlakuan Konsentrasi Ketebalan Kadar Air L a b (mm) (%) Kontrol Segar Air Etanol
Densitas 3 (g/cm )
2,5%
0,08 0,09
1,89 2,16
61,05 56,62
1,87 1,30
1,19 1,06
0,91 0,95
5% 2,5%
0,12 0,09
3,76 3,33
52,29 51,84
1,34 1,63
0,23 0,43
0,99 0,95
5% 2,5%
0,17 0,11
3,52 3,25
46,53 51,38
1,78 1,47
0,16 0,49
1,07 0,97
5%
0,12
2,67
51,24
1,63
0,43
1,16
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 : 271-280
274
Karakteristik Sifat Mekanis Plastik Kemasan Anti Mikroba Selain berpengaruh terhadap sifat fisik, penambahan bahan aktif antimikroba juga berpengaruh terhadap sifat mekanis plastik antimikroba yang dihasilkan. Tingkat ketebalan plastik film antimikroba yang dihasilkan berpengaruh terhadap sifat mekanis dari plastik tersebut. Pada tabel 2 terlihat bahwa pada plastik dengan bahan aktif menggunakan pelarut air memiliki kuat tarik dan elongasi terendah. Hal ini sejalan dengan ketebalannya yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain. Ketebalan yang tinggi tersebut menyebabkan plastik menjadi kaku sehingga memiliki nilai elongasinya maupun kuat tariknya rendah. Umumnya LDPE memiliki tingkat kristalinitas yang cukup tinggi berkisar 40% (Munaro and Akcelrud, 2008) Penambahan aditif seperti ekstrak bawang putih terenkapsulasi yang cenderung bersifat amorf akan merusak struktur kristalin dari LDPE sehingga akan berpengaruh terhadap kuat tariknya. Selain itu, molekul bahan aktif yang cenderung rigid juga akan mempengaruhi penurunan elongasi karena berkurangnya mobilitas polimer akibat adanya bahan aktif ekstrak bawang putih (Park et al. 2010). Karakteristik Sifat Thermal Plastik Kemasan Anti Mikroba Penambahan bahan aktif berupa ekstrak bawang putih tidak hanya berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanis tetapi juga berpengaruh
terhadap sifat termal plastik antimikroba yang dihasilkan. Pada tabel 3 terlihat bahwa, perbedaan jenis dan konsentrasi bahan aktif yang ditambahkan akan berpengaruh terhadap besarnya energi yang dibutuhkan untuk proses melting. Pada tabel 3 tersebut juga terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan aktif maka energi yang dibutuhkan untuk proses melting juga semakin besar, sedangkan jenis bahan aktif yang membutuhkan energi cukup besar adalah yang tanpa menggunakan pelarut atau ekstrak segar. Hal ini disebabkan karena komponen bahan aktif tersebut masih cukup tinggi kadarnya dibandingkan yang menggunakan pelarut. Karakteristik sifat termal lain yang juga diamati adalah TGA yang menggambarkan penurunan massa bahan akibat proses pemanasan. Pada Tabel 3 tersebut terlihat bahwa konsentrasi dan jenis pelarut berpengaruh terhadap sifat termal yang ditandai dengan suhu degradasi polimer. Ekstrak bawang putih segar memiliki nilai titik degradasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut air dan etanol. Seperti halnya pada pengukuran melting point, tingginya titik degradasi pada ekstrak segar disebabkan karena komponen aktif pada ekstrak segar lebih tinggi dibanding pelarut lain. Untuk pelarut air dan etanol tampaknya tidak berbeda nyata. Peningkatan konsentrasi bahan aktif juga akan berpengaruh pada peningkatan titik atau suhu degradasi seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Karakteristik mekanis plastik antimikroba dengan bahan aktif ekstrak bawang putih
Perlakuan
Konsentrasi
Kuat Tarik (MPa)
Elongasi (mm)
10,26
100
2,5%
18,95
80
5%
13,66
80
2,5%
2,46
95
5%
0,1
40
2,5%
6,07
70
5%
14,22
80
Kontrol
Segar
Air
Etanol
Pengaruh Ekstrak Bawang Putih …........................ E.S. Iriani, dkk
275
Tabel 3. Melting Point (Tm) dan Entalphy (ΔH)
Perlakuan
Segar Air Etanol
Konsentrasi
0
Tm ( C)
Ä H (mJ/mg)
Suhu Degradasi
0
1
2
1
2
( C)
2,5%
107,4
204,7
86,0
0,83
346,7
5% 2,5%
107,9 102,8
241,2
90,7 48,4
2,89 42,6
406,6 213,5
5% 2,5%
107,7 107,8
222,4
96,7 2,72
166
392,7 213,9
5%
108,2
89,8
-
380,2
Derajat Kristalinitas Analisa derajat kristalinitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari penambahan aktif terhadap derajat kristalinitas plastik. Derajat kristalinitas menggambarkan banyaknya gugus kristalin terhadap gugus amorf pada sebuah polimer. Derajat kristalinitas akan berpengaruh terhadap sifat mekanis dari polimer seperti kekerasan, modulus, tensile, stiffness (kekakuan) dan melting point (Shankar et al.2005). Dari Gambar 3 terlihat bahwa pada kemasan aktif dengan bahan aktif menggunakan
pelarut air memiliki derajat kristalinitas lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak segar maupun ekstrak dengan pelarut etanol. Pada kemasan dengan bahan aktif bawang putih segar dan pelarut etanol, hasil XRD menunjukkan bahwa polimer tersebut dominan ° bersifat amorf dengan puncak pada kisaran 15 ° ° dan 20 . Puncak pada kisaran 20 Kemasan dengan bahan aktif bawang putih dengan pelarut air memiliki puncak kristalin pada kisaran ° 22 .
2 Theta (coupled two theta/theta)/ WL=1.54060 (a)
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 : 271-280
276
2 Theta (coupled two theta/theta)/ WL=1.54060
(b)
2 Theta (coupled two theta/theta)/ WL=1.54060
(c) Gambar 3. Kristalinitas Plastik Antimikroba a). Pelarut etanol 5% b). Pelarut air 5% c). Rendemen segar 5%
Uji Kemampuan Antimikroba Plastik Berbahan Aktif Ekstrak Bawang Putih Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan antimikroba dari kemasan aktif adalah dengan meletakkan spesimen plastik pada petridish berisi agar yang sudah diinokulasikan dengan beberapa jenis mikroba yaitu E.coli dan S. Aureus. Adapun
hasil pengamatan menunjukkan bahwa adanya bahan aktif dapat menghambat pertumbuhan bakteri, hal ini terlihat dari permukaan agar yang ditambahkan dengan plastik antimikroba, pertumbuhan bakterinya berkurang dibandingkan yang ditambahkan plastik LDPE saja.
Pengaruh Ekstrak Bawang Putih …........................ E.S. Iriani, dkk
277
Tabel 4. Populasi mikroba pada produk daging yang disimpan selama 4 hari dengan berbagai jenis kemasan antimikroba No
Jenis Kemasan
TPC
1
Kontrol (LDPE)
2,6 x 10
7
2
LDPE + 2,5% ekstrak segar
3,2 x 10
4
3
LDPE + 5,0% ekstrak segar
2,2 x 10
4
4
LDPE + 2,5% ekstrak air
7,5 x 10
4
5
LDPE + 5,0% ekstrak air
2,2 x 10
4
6
LDPE + 2,5% ekstrak etanol
6,5 x 10
4
7
LDPE + 5,0% ekstrak etanol
**
** data tidak tersedia karena plastik tidak dapat dibentuk menjadi kantong
Aplikasi kemasan antimikroba dilakukan dengan mengemas produk daging segar dalam kantong kemasan plastik antimikroba selama 4 ° hari pada suhu freezer -4°C sampai dengan 0 C. Adapun hasil uji aplikasi tersebut sebagaimana terdapat pada tabel 4. Pada table 4 terlihat bahwa perlakuan terbaik adalah pada perlakuan dengan menggunakan kemasan antimikroba yang terbuat dari LDPE dan ditambahkan bahan aktif berupa ekstrak segar bawang putih sebesar 5,0% atau dengan ekstrak dengan pelarut air sebesar 5%.
KESIMPULAN Penambahan ekstrak bawang putih terenkapsulasi berpengaruh terhadap peningkatkan densitas dan perubahan warna plastik yang dihasilkan. Konsentrasi dan jenis pelarut yang digunakan untuk mengekstrak bawang putih juga berpengaruh terhadap sifat termal dan sifat mekanis dari kemasan aktif. Kandungan bahan aktif alicin yang ada pada ekstrak bawang putih mampu menurunkan nilai 7 TPC dari 2,6x10 pada plastik kontrol (LDPE) 4 menjadi 2,2-7,5 x 10 . Bawang putih yang diekstrak segar dengan konsentrasi 5% memberikan perlakuan yang terbaik. DAFTAR PUSTAKA An, D., Y. Kim, S. Lee, H. Paik And D. Lee. 2000. Antimicrobial low density polyethylene film coated with
bacteriocins in binder medium. Food Science Biotechnology 9(1):14-20. Appendini, P., and J.H. Hotchkiss. 2002. Review of antimicrobial food packaging. Innovative Food Science and Emerging Technologies 3(2): 113126. Balasubramani, P., P.T. Palaniswamy, R. Visvanathan, V. Thirupathi, A. Subbarayan,and J. P. Maran. 2005. Microencapsulation of garlic oleoresin using maltodextrin as wall material by spray drying technology. International Journal of Biological Macromolecules 72 (2005) 210–217. Careaga, M., E. Fernandez, L.Dorantes, L. Mota, M.E. Jaramillo and H. Hernandez-Sanchez. 2003. Antibacterial activity of Capsicum extract against Salmonella typhimurium and Pseudomonas aeruginosa inoculated in raw beef meat. International Journal Food Microbiology 83:331–335. Davis, A and R. Board (Eds.). 1998. The Microbiology of Meat and Poultry. London : Blackie Academic Professional. Fernandez-Lopez, J., N. Zhi, L. AlesonCarbonell, J.A. Perez-Alvarez, and V. Kuri. 2005. Antioxidant and antibacterial activities of natural extracts. Application in beef meatballs. Meat Science 69: 371–380. Guynot, M.E., A.J. Ramos, L. Seto, P. Purroy, V. Sanchis and S. Martin. 2003. Antifungal activity of volatile
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 : 271-280
278
compounds generated by essential oils against fungi commonly causing deterioration of bakery products. Journal of Application Microbiology 94(4) : 665−674. Han J. H. And J.D. Floros. 1997. Casting antimicrobial packaging films and measuring their physical properties and antimicrobial activity. Journal of Plastic Film Sheet 13:287-298. Han J.H. 2000. Antimicrobial food packaging. Food Technology 54:56-65. Kemala, T, E. Budianto and B. Soegiyono. 2012. Preparation and characterization of microspheres based on blend of poly(lactic acid) and poly(ε-caprolactone) with poly(vinyl alcohol) as emulsifier. Arabian Journal of Chemistry Volume 5 (1):103-108. Kotula, K.L. and A.W. Kotula. 2000. Microbial ecology of different types of food – fresh red meats. In Lund, B.M., T.C. Baird-Parker And G.W. Gould (Eds). The Microbiological Safety and Quality of Food. Gaithersburg, MD : Aspen Publisher Inc, pp 359-388. Lawrie, R.A. and D.A. Ledward. 2006. Lawrie's th Meat Science. 7 English, ed. Cambridge England: Woodhead Publishing Limited. Matan, N., H. Rimkeeree, A.J. Mawson, P. Chompreeda, V. Haruthaithanasan and M. Parker. 2006. Antimicrobial activity of cinnamon and clove oils under modified atmosphere conditions. International Journal of Food Microbiology 107 (2):180-185 Munaro, M., and L. Akcelrud. 2008. Correlation between composition and crystallinity of LDPE/HDPE blends. Journal of Polymer Research 15 (1): 83-88 Nadarajah, D.; Han, J.H.; Holley, R.A. 2005. Inactivation of Escherichia coli O157:H7 in package ground beef by allyl isothiocyanate. International Journal Food Microbiology. 99 (3): 269-279. Nam, S. M.G. Scanlon, J.H. Han and M.S. Izydorczyk. 2007. Extrusion of pea starch containing lysozyme and determination of antimicrobial activity. Journal Food Science 72:477–484. Obeidat, W.M. 2009. Recent patent review in microencapsulation of pharmaceuticals using the emulsion solvent removal methods In: Recent Patents on Drug Delivery and Formulation, 3(3): 178192(15).
Park, S.I., S. K. Marsh and P. Dawson. 2010. Application of chitosan incorporated LDPE film to sliced fresh red meats for shelf life extension. Meat Science 85:493–499. Pranoto, Y., V.M. Salokhe, and S.K. Rakshit. 2005. Physical and Antibacterial Properties of Alginate-Based Edible Film Incorporated with Garlic Oil. Journal Food Research International 38: 267-272. Rodrigues, E.T. and J.H. Han. 2000. Antimicrobial whey protein films against spoilage and pathogenic bacteria. Book Of Abstract IFT Annual Meeting.191. Chicago :Institute Of Food Technologist. Rodriguez, E.T., J. Seguer, X. Rocabayera, and A. Manresa. 2004. Cellular effects of monohydrochloride of l-arginine, Nlauroyl ethylester (LAE) on exposure to Salmonella typhimurium and Staphylococcus aureus. Journal Application Microbiology 96:903–912. Saenz, C., S. Tapia, J. Chavez, and P. Roberts. 2009. Microencapsulation by spray drying of Bioactive compounds from cactus pear (Opuntia ficus-indica). Food Chemistry 14:616-622 Shankar, S., J.P. Reddya, J.W. Rhima and H.Y. Kim. 2005. Preparation, characterization, and antimicrobial activity of chitinnanofibrils reinforced carrageenan nanocomposite films. Carbohydrate Polymers 117 : 68–475 Sung, S.Y., T.S. Lee, T.T. Tee, S.T. Bee, A.R. Rahmat and W.A.W.A. Rahman. 2014. Control of bacteria growth on ready-to-eat beef loaves by antimicrobial plastic packaging incorporated with garlic oil. Food Control 39 : 214-221 Suppakul, P., J. Miltz, K. Sonneveld and S.W. Bigger. 2006. Characterization of antimicrobial films containing basil extracts. Packaging Technology Science 19:259-268 Suppakul, P., J. Miltz, K. Sonneveld, and S.W. Bigger. 2003. Active packaging technologies with an emphasis on antimicrobial packaging and its applications. Journal of Food Science 68: 408–420. Yuliani, S., Desmawarni and N. Harimurti. 2007. Pengaruh Laju Alir Umpan dan Suhu Inlet Spray Drying pada Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe. Jurnal Pascapanen 4:18-26.
Pengaruh Ekstrak Bawang Putih …........................ E.S. Iriani, dkk
279
Zeller, B.L., F.Z. Saleeb and R. Ludescher. 1999. Trends in development of porous carbohydrate food ingredients for use in flavor encapsulation. Trends Food Science Technology 9:389-394.
Zhou, G.H.; X.L. Xu, Y. Liu. 2010. Preservation technologies for Fresh Meat-A Review. Meat Science 86:119-129.
J. Kimia dan Kemasan, Vol 36 No. 2 Oktober 2014 : 271-280
280
Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 ISSN 2088 – 026X
JURNAL KIMIA DAN KEMASAN
PEDOMAN PENULISAN KTI JURNAL KIMIA DAN KEMASAN 1. Sistematika Penulisan 1.1. Naskah dalam bentuk Makalah Lengkap (full paper) atau Original Research meliputi unsurunsur sebagai berikut: 1.1.1. Judul 1.1.2. Nama, alamat penulis, dan email 1.1.3. Abstrak (memuat latar belakang secara ringkas, tujuan, metode, hasil serta kesimpulan) 1.1.4. Kata kunci 1.1.5. Pendahuluan (antara lain latar belakang, perumusan masalah, tujuan, teori, ruang lingkup penelitian, dan hipotesis [opsional]). 1.1.6. Bahan dan metode (waktu dan tempat, bahan dan alat, metode/cara pengumpulan data, metode analisis data) 1.1.7. Hasil dan pembahasan (memuat data atau fakta yang diperoleh dari penelitian dan ulasan tentang hasil, termasuk tabel dan gambar) 1.1.8. Kesimpulan 1.1.9. Saran (optional) 1.1.10. Ucapan terima kasih (optional) 1.1.11. Daftar pustaka (minimal 10 daftar pustaka, 80% acuan primer/jurnal, referensi kemutakhiran 5-10 tahun terakhir) 1.2. Naskah dalam bentuk Ulasan (review) meliputi unsur-unsur sebagai berikut: 1.2.1. Judul 1.2.2. Nama, alamat penulis, dan email 1.2.3. Abstrak 1.2.4. Kata kunci 1.2.5. Pendahuluan 1.2.6. Pembahasan 1.2.7. Kesimpulan 1.2.8. Ucapan terima kasih (optional) 1.2.9. Daftar pustaka (minimal 25 daftar pustaka, 80% acuan primer/jurnal, referensi kemutakhiran 5-10 tahun terakhir) 2. Standar Umum Penulisan 2.1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris 2.2. Judul, abstrak, da kata kunci harus ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris). 2.3. Ditulis menggunakan MS Word pada kertas ukuran A4, font Arial ukuran 10, spasi 1, batas atas 3 cm, batas bawah 2 cm, batas kiri 3 cm, batas kanan 2.1 cm, multiple pages mirror margin, section start continous, header&footer different odd & even, header 2 cm, dan footer 2 cm. 2.4. Judul, abstrak, dan kata kunci ditulis dalam format satu kolom. Sedangkan bagian-bagian naskah selanjutnya ditulis dalam dua kolom dengan format justified, first line indent 1 cm, arial 10, spasi 1, dan jarak antar kolom 0.6 cm. 2.5. Penyebutan istilah diluar bahasa Indonesia atau Inggris ditulis dengan huruf cetak miring (italic). 2.6. Jumlah halaman maksimal 10 halaman.
3. Cara Penulisan Judul 3.1. Judul mencerminkan inti tulisan, diketik dengan huruf capital cetak tebal (bold), diletakkan ditengah-tengah (centered) dengan menggunakan font Arial 14, spasi 1. 3.2. Apabila judul ditulis dalam bahasa Indonesia, maka dibawahnya ditulis ulang dalam bahasa Inggris, dan sebaliknya. Diketik dengan huruf capital cetak tebal (bold), diletakkan ditengahtengah (centered) dengan menggunakan font Arial 11, spasi 1. 3.3. Apabila KTI menggunakan bahasa Indonesia, maka judul dalam bahasa Inggris ditulis dengan huruf cetak miring (italic), sedangkan judul dalam bahasa Indonesia ditulis tidak dengan huruf cetak miring, dan sebaliknya. 4. Cara Penulisan Nama, Alamat, dan Email 4.1. Nama penulis diketik di bawah judul, ditulis lengkap tanpa menyebutkan gelar, diletakkan di tengah-tengah (centered), diketik dengan huruf regular, menggunakan font Arial 12, spasi 1. 4.2. Alamat penulis (nama dan alamat instansi tempat bekerja) ditulis lengkap di bawah nama penulis, diletakkan di tengah-tengah (centered), diketik dengan huruf regular, menggunakan font Arial 10, spasi 1. 4.3. Alamat Pos-el (e-mail) ditulis di bawah alamat penulis, diletakkan di tengah-tengah (centered), diketik dengan huruf regular, menggunakan font Arial 10, spasi 1. 4.4. Jika penulis terdiri lebih dari satu orang, maka harus ditambahkan kata penghubung “dan” (bukan lambang “&”). 4.5. Jika penulis lebih dari satu orang dan berbeda instansi maka dituliskan angka superscript di belakang nama berdasar angka urutan instansi 4.6. Jika alamat penulis lebih dari satu, maka harus diberi tanda angka superscript dan diikuti alamat sekarang. 5. Cara Penulisan Abstrak dan Kata Kunci 5.1. Abstrak ditulis dalam satu paragraf, ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris), menggunakan font Arial 9, spasi 1, format justified. 5.2. Abstrak dalam bahasa Indonesia paling banyak 250 kata, sedangkan abstract dalam bahasa Inggris paling banyak 200 kata. 5.3. Penempatan abstrak disesuaikan dengan bahasa yang digunakan dalam KTI. Apabila KTI menggunakan bahasa Indonesia, maka abstrak didahulukan dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf cetak regular (tidak dengan huruf cetak miring), sedangkan abstract dalam bahasa Inggris ditulis dengan huruf cetak miring (italic), dan sebaliknya. 5.4. Kata abstrak (abstract) ditulis dengan huruf kapital cetak tebal (bold), menggunakan font Arial 10. 5.5. Abstrak dalam bahasa Indonesia diikuti kata kunci dalam bahasa Indonesia, sedangkan abstract dalam bahasa Inggris diikuti keywords dalam bahasa Inggris. 5.6. Kata kunci ditulis menggunakan font Arial 9. 5.7. Kata kunci terdiri dari minimal tiga kata. 6. Cara Penulisan Bab (heading) 6.1. Bab, ditulis dengan format huruf kapital, rata kiri, bold, font Arial 10, spasi 1. 6.2. Sub Bab (Jika ada) ditulis dengan format huruf capitalize each word, rata kiri, bold, font Arial 10, spasi 1. 7. Cara Penyajian Tabel 7.1. Judul tabel ditampilkan di bagian atas tabel, rata kiri halaman, menggunakan font Arial 9. 7.2. Tulisan “Tabel”, “Nomor”, dan judul tabel ditulis dengan format huruf sentence case. 7.3. Gunakan angka Arab (1,2,3,dst) untuk penomoran judul tabel. 7.4. Tabel ditampilkan rata kiri halaman. 7.5. Jenis dan ukuran font untuk isi tabel menggunakan Arial ukuran 8-9 dengan spasi 1. 7.6 Tabel yang dicantumkan tanpa menggunakan vertical line, hanya menggunakan horizontal line pada bagian judul dan bagian bawah tabel. 7.7. Pencantuman sumber atau keterangan diletakkan di bawah tabel, rata kiri, italic, menggunakan font Arial 8.
8. Cara Penulisan Gambar 8.1. Gambar dapat dalam bentuk grafik, matriks, foto, diagram, dan sejenisnya ditampilkan di tengah halaman (centered). 8.2. Judul gambar ditulis di bawah gambar, menggunakan font Arial 9, ditempatkan rata kiri gambar. 8.3. Tulisan “Gambar”, “Nomor”, dan judul tabel ditulis dengan format huruf sentence case. 8.4. Gunakan angka Arab (1,2,3,dst) untuk penomoran judul gambar. 8.5. Pencantuman sumber atau keterangan diletakkan di bawah judul gambar, rata kiri, italic, menggunakan font Arial 8. 9. Cara dan Contoh Penulisan Kutipan (Sitasi) 9.1. Penulisan kutipan (Sitasi) menggunakan metode Chicago Style 9.1.1. Nama belakang atau nama keluarga pengarang pertama, kedua dan ketiga. Untuk karya yang ditulis oleh lebih dari 3 (tiga) orang pengarang, gunakan "et al." atau “dkk” setelah nama belakang pengarang pertama (hanya pengarang pertama yang disebutkan). 9.1.2. Tahun terbit. Antara nama pengarang atau badan korporasi dengan tahun terbit hanya dibatasi dengan satu spasi (tanpa tanda baca lainnya). 9.1.3. Jika dalam satu paragraph/kalimat menggunakan lebih dari 1(satu) kutipan/sitasi maka digunakan tanda penghubung berupa (;) Contoh : a. Menurut Catur (2012), penambahan pelarut berpengaruh kepada …. b. ……….. akan berpengaruh kepada kecepatan reaksi (Catur 2012). c. ………..akan berpengaruh kepada kecepatan reaksi (Catur 2012; Winarno 2009; Raffi et al. 2007)) 10. Cara dan Contoh Penulisan Daftar Pustaka 10.1. Urutan dalam daftar pustaka ditulis sesuai dengan urutan huruf abjad nama penulis yang dikutip dalam naskah (berdasarkan alfabetis). 10.2. Daftar pustaka ditulis sesuai dengan metode Chicago Style. 10.3. Berikut adalah contoh cara penulisan daftar pustaka dari berbagai sumber yang berbeda. 10.2.1. Jurnal dengan volume dan nomor Pengarang. Tahun. Judul naskah. Nama jurnal. Volume (nomor) : Halaman Setiap huruf awal nama jurnal ditulis dengan huruf kapital. Contoh : Obaidat, I.M., B. Issa, and Y. Haik. 2011. The role of aggregation of ferrite nanoparticles on their magnetic properties. Journal of nanoscience and nanotechnology 11 (5) : 3882-3888. 10.2.2. Buku (satu orang pengarang) Pengarang. Tahun. Judul buku. Edisi. Kota : Penerbit Contoh : Suprapto, H. 2004. Petani bangkit: napak tilas perjuangan kaum tani Indonesia. Jakarta : Kuntum Satuhu. 10.2.3. Buku (dua atau tiga orang pengarang) Pengarang. Tahun. Judul buku. Edisi. Kota : Penerbit Contoh : Domsch, K.H., W. Garns, and T.H. Anderson. 1980. Compendium of soil fungi. Vol. 1. London : Academic Press. 10.2.4. Buku (lebih dari tiga orang pengarang) Pengarang. Tahun. Judul buku. Edisi. Kota : Penerbit Contoh : Lim, M.S., Y.D. Yun, C.W. Lee, S.C. Kim, S.K. Lee, and G.S. Chung. 1991. Research status and prospects of direct seeded rice in Korea. Los Banos: IRRI. 10.2.5. Skripsi, Tesis, dan Disertasi Pengarang. Tahun. Judul skripsi/tesis/disertasi. Skripsi/tesis/disertasi. Nama perguruan tinggi, Kota. Negara. Contoh : Raffi, M. 2007. Synthesis and characterization of metal nanoparticles. PhD Dissertation. Pakistan Institute of Eng. And Applied Sciences, Islamabad. Pakistan
10.2.6. Artikel dalam Prosiding Pengarang. Tahun. Judul artikel. Dalam : Penulis. Judul buku/prosiding. Kota : Penerbit : Halaman Contoh : Afifah, N. dan E. Sholichah. 2009. Pemanfaatan virgin coconut oil (VCO) dalam sediaan hand BODy lotion dan uji stabilitasnya. Dalam : Prosiding seminar nasional Teknik Kimia Universitas Parahyangan : 178 – 184. 10.2.7. Website Pengarang. Tahun. Judul artikel. URL yang terdiri dari protocol/site/path/file. Tanggal akses Contoh : Wolman, David. 2008. Fossil feces is earliest evidence of an America humans. http://news.nationalgeographic.com/news/2008/04/080403first-americans.html. (Accessed April 4, 2008) Pranamuda, H. 2001. Pengembangan plastik biodegradable berbahan baku pati tropis. http://bersihplanet.multiply.com/journal. (diakses pada 21 Desember 2010)
Redaksi akan memberikan cetak cuplik kepada penulis sebanyak lima (5) eksemplar
PEDOMAN PENULISAN NASKAH 21 cm
Header 2 cm
Top 3 cm
SINTESIS NANOPARTIKEL PERAK (Arial, 14 pt, Bold) Arial, 14 pt, 1 baris
(SYNTHESIS OF SILVER NANOPARTICLE) (Arial, 11 pt, Bold, Italic) Arial, 14 pt, 1 baris
Rahyani Ermawati dan Siti Naimah (Arial, 12 pt) Arial, 12 pt, 1 baris
Left 3 cm
Right 2,1 cm
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Departeman Perindustrian RI Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur Arial, 10 pt, 1 baris
E-mail:
[email protected] 2 baris (10 pt)
ABSTRAK (Arial, 10 pt, Bold) (1 baris, 9 pt) Indonesia berpeluang untuk mengembangkan nanoteknologi dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam ………(justify, Arial, 9 pt, spasi single)……………………………………….………. (1 baris, 9 pt) Kata kunci : Nanopartikel, Bottom-up, Reduksi kimia, Particle Size Analyzer (PSA), Scanning Electron Microscope (SEM) (1 baris, 9 pt) ABSTRACT (Arial, 10 pt, Bold) (1 baris, 9 pt) Indonesia has a chance in develop the nanotechnology using the natural resources and it will give added value in high price……………… (justify, Arial, 9 pt, spasi single)……………..……………... (1 baris, 9 pt) Key words : Nanoparticles, Bottom-up, Chemical reduction…………………………………
2 baris (9 pt) PENDAHULUAN (1 baris, 10 pt)
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan Ms Word dan jumlah halaman maksimal 10 halaman. Naskah disusun dalam 5 subjudul, yaitu PENDAHULUAN, BAHAN DAN METODE, HASIL DAN PEMBAHASAN, KESIMPULAN dan DAFTAR PUSTAKA. Penulisan kutipan di dalam teks menggunakan nama penulis, bukan nomor, dan nama penulis atau korporasi yang dikutip harus tercantum di dalam daftar pustaka. Judul Judul harus singkat, jelas dan menggambarkan isi naskah. Judul ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak atau Kata Kunci Abstrak memuat latar belakang secara ringkas, tujuan, metode, hasil serta kesimpulan suatu penelitian. Footer 2 cm
Abstrak berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia dan di bawah dicantumkan kata kunci paling banyak 5 (lima) kata terpenting dalam naskah. Pendahuluan Pendahuluan mencakup latar belakang, tujuan, ruang lingkup penelitian, temuan terdahulu yang akan dikembangkan, disanggah, hipotesis dan pendekatan umum. BAHAN DAN METODE Berisi penjelasan ringkas tetapi rinci tentang bahan, metode, rancangan percobaan dan rancangan analisis data, waktu dan tempat penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Memuat data atau fakta yang diperoleh dari penelitian. Data atau fakta penting yang tidak dapat 0,6 dinarasikan dengan jelas dapat disajikan dalam cm bentuk tabel, gambar ataupun ilustrasi lain. Pembahasan merupakan ulasan tentang hasil, menjelaskan makna hasil penelitian, kesesuaian dengan hasil atau penelitian terdahulu dan peran hasil tersebut terhadap pemecahan masalah yang disebutkan dalam pendahuluan. Simbol Matematis Simbol atau persamaan dikemukakan secara jelas.
Bottom 2 cm
matematis
harus
29,7 cm
Awal paragraf menjorok ke dalam 1 cm. Semua kalimat ditulis dengan huruf Arial 10 pt, jarak baris 1 spasi. Format penulisan terdiri dari 2 kolom dengan jarak kolom 0,6 cm. Kertas : A4 Multiple pages : Mirror margin Top : 3 cm Bottom : 2 cm Left (Inside) : 3 cm Right (Outside) : 2,1 cm Section start : Continous Header & Footer : Different Odd & Even Header : 2 cm Footer : 2 cm
Tabel Tabel diberi nomor urut sesuai dengan keterangan di dalam teks. Setiap tabel diberi judul yang singkat dan jelas diletakkan di atas tabel, sehingga setiap tabel dapat dipandang berdiri sendiri sedangkan untuk gambar atau grafik judulnya diletakkan di bawah gambar/ grafik. Singkatan kata perlu diberi catatan kaki atau keterangan. Keterangan tabel diletakkan di bawah tabel. Pengolahan Naskah Redaksi melakukan penilaian, koreksi dan perbaikan. Kriteria penilaian meliputi : kebenaran isi, tingkat keaslian, kejelasan uraian dan kesesuaian dengan misi publikasi. Redaksi akan mengembalikan naskah kepada penulis untuk diperbaiki sesuai dengan saran redaksi dan naskah yang tidak dapat diterbitkan akan diberitahukan. Ulasan dan tinjauan ilmiah Ulasan sebaiknya merupakan tinjauan mengenai masalah yang terkini (up to date) dari industri kimia, kemasan, cemaran, rancang bangun dan perekayasaan. KESIMPULAN Ditulis dengan ringkas hasil-hasil yang didapat. DAFTAR PUSTAKA Daftar Pustaka disusun menurut abjad dan ditulis sesuai penulisan daftar pustaka dengan metode Chicago Style.
Vol. 36 No. 2 Oktober 2014 ISSN 2088 – 026X
Dwinna Rahmi, Emmy Ratnawati, Retno Yunilawati, dan Novi Nur Aidha Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RI Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur E-mail :
[email protected],
[email protected] Peningkatan Aktivitas Anti Aging Pada Krim Nanopartikel Dengan Penambahan Bahan Aktif Alam J. Kimia Kemasan Oktober 2014, Vol. 36 No. 2 : 215 -224 Penambahan bahan aktif metil sinamat atau β-glukan yang berasal dari bahan alam dapat lebih meningkatkan aktivitas anti aging dalam krim nanopartikel berbasis kelapa sawit. Metil sinamat yang dipakai berasal dari minyak laja gowah Indonesia yang diekstraksi dan difraksinasi menghasilkan metil sinamat dengan kemurnian 99%. β-glukan yang digunakan berasal dari produk Korea. Pada penelitian ini proses sonikasi pada pembuatan krim nanopartikel tidak mempengaruhi jumlah kandungan bahan aktif di dalam krim. Aktivitas anti aging meningkat, dengan selisih skor kerutan antara krim nanopartikel murni dan krim nanopartikel dengan penambahan bahan aktif yaitu sebesar < 0,001 untuk metil sinamat dan < 0,05 untuk β-glukan. Selain itu, stabilitas emulsi krim tetap sekitar 99% setelah dibiarkan selama 7 bulan di ruang terbuka dan suhu ruang. Kata kunci : Metil sinamat, β-glukan, Krim nanopartikel, Aktivitas anti aging, Stabilitas emulsi
Siti Naimah, Silvie Ardhanie A., Bumiarto Nugroho Jati, Novi Nur Aidha, Agustina Arianita C. Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RI Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur E-mail :
[email protected] Degradasi Zat Warna Pada Limbah Cair Industri Tekstil Dengan Metode Fotokatalitik Menggunakan Nanokomposit Tio2 – Zeolit J. Kimia Kemasan Oktober 2014, Vol. 36 No. 2 : 225-236 Telah dilakukan penelitian degradasi zat warna pada limbah cair industri tekstil menggunakan metode fotokatalitik dengan penambahan nanokomposit TiO2 zeolit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas kemampuan nanokomposit dalam mendegradasi zat warna serta parameter-parameter yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Zeolit alam diaktivasi terlebih dahulu sebelum dikompositkan dengan TiO2. Perbandingan TiO2 : zeolit yang digunakan pada pembuatan nanokomposit adalah 100:0, 20:80, 40:60, 50:50, 60:40, dan 0:100. Percobaan pendahuluan dilakukan dengan menggunakan limbah cair tekstil buatan yang dibuat dari pewarna Synolon yellow SG6LS (untuk warna kuning) dan B/Blue R 150% special (untuk warna biru), sedangkan limbah cair industri tekstil diambil dari salah satu industri di Bogor. Waktu degradasi zat warna dilakukan dalam reaktor fotokatalitik selama 180 menit. Pada perbandingan TiO2 : zeolit 40:60 didapatkan degradasi zat warna tekstil buatan berwarna
JURNAL KIMIA DAN KEMASAN
LEMBAR ABSTRAK kuning maksimal adalah 99,9 % dan zat warna tekstil buatan berwarna biru maksimal 99,8%. Analisis warna menggunakan spektrofotometer dan HPLC. Nanokomposit TiO2 : zeolit 40 : 60 merupakan perbandingan optimal sehingga digunakan pada uji coba limbah cair industri tekstil. Degradasi maksimal warna kuning dengan pengolahan fotokatalitik yang ditambahkan nanokomposit pada limbah cair industri tekstil sebesar 98,4%, sedangkan untuk parameter uji zat organik, TSS, TDS, BOD, COD, dan lemak/minyak diperoleh nilai di bawah baku mutu yang dipersyaratkan. Kata kunci : Reaksi fotokatalitik, Limbah tekstil cair, Nanokomposit, TiO2, Zeolit
P. Purwanto dan Salim Mustofa Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir – BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang -15314 E-mail :
[email protected] Analisis Penambahan Fe Terhadap Magnet Komposit Mwcnt-Fe
Sifat Listrik Dan
J. Kimia Kemasan Oktober 2014, Vol. 36 No. 2 : 237-244 Bahan komposit MWCNT-Fe dibuat dengan mencampurkan serbuk MWCNT dan Fe dengan variasi kandungan Fe mulai dari 1% sampai 5%. Selanjutnya bahan komposit diproses milling selama 3 jam memakai teknik High Energy Milling (HEM). Hasil pola difraksi sinarx komposit MWCNT-Fe menunjukkan adanya puncak MWCNT dan Fe dengan pola yang sama. Spektroskopi Raman menunjukkan puncak D band muncul pada 13101320 cm-1, puncak harmonik kedua G band (G’ band) muncul pada Raman shift 1605 cm-1 sampai dengan 1615 cm-1, dan puncak tangensial G band muncul pada 1580 cm-1 sampai dengan 1595 cm-1. Hasil pengukuran konduktivitas MWCNT-Fe dengan alat ukur LCR, menunjukkan bahwa nilai konduktivitas mengalami kenaikan sebanding dengan kenaikan berat Fe. Hasil parameter magnetik dengan metode VSM (Vibrating Sample Magnetometer) menunjukkan Magnetik Rimanen (Mr), Magnetik Jenuh (Ms) mengalami kenaikan, sedangkan Medan Koersif (Hc) mengalami penurunan sebanding dengan kenaikan berat Fe. Kata
kunci
:
Karbon MWCNT, Difraksi Sinar-X, Spektroskopi Raman, Konduktivitas
Darsono dan Made Sumarti Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi - BATAN Jl. Lebak Bulus Raya No. 49, Jakarta Selatan E-mail :
[email protected] Pembuatan Bioetanol Dari Lignoselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Perlakuan Awal Iradiasi Berkas Elektron Dan NaOH J. Kimia Kemasan Oktober 2014, Vol. 36 No. 2 : 245-252 Proses pembuatan bioetanol dari serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dilakukan menggunakan dua metode. Pada metode pertama, perlakuan pendahuluan diawali dengan iradiasi TKKS menggunakan berkas
elektron pada dosis 100 kGy, 200 kGy, 300 kGy, dan 400 kGy, kemudian proses kimia (NaOH), dilanjutkan dengan proses Simultaneous Saccharification Fermentation (SSF). Metode kedua, perlakuan pendahuluan menggunakan NaOH dan iradiasi kemudian dilanjutkan dengan proses SSF. Proses sakarifikasi dilakukan menggunakan enzim selulase dan selubiose, sedangkan proses fermentasi dilakukan menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae. Perlakuan dosis radiasi, konsentrasi NaOH, dan aktivitas enzim dipakai untuk menentukan konsentrasi etanol yang dihasilkan. Penggunaan serat TKKS dengan perlakuan NaOH 6% dan iradiasi berkas elektron dengan dosis 200 kGy menghasilkan kadar etanol maksimum 6,55 g/L dengan rendemen 12,36%. Kata kunci : Iradiasi, Berkas elektron, Simultaneous saccharafication fermentation, Etanol, Glukosa
Bambang Afrinaldi dan Jayatin Balai Pengkajian Teknologi Polimer - BPPT Gedung 460 Kawasan PUSPIPTEK, Tangerang Selatan, 15314 E-mail :
[email protected] Pengaruh Konsentrasi Inisiator Dan Komposisi Styrene Dan Maleic Anhydride Terhadap Berat Molekul Pada Sintesis Kopolimer Poly (Styrene-Maleic Anhydride) J. Kimia Kemasan Oktober 2014, Vol. 36 No. 2 :253 -258 Pada pencampuran antara dua jenis polimer dibutuhkan kompatibilitas yang cukup baik supaya diperoleh hasil yang bagus. Fungsi polimer adalah salah satu cara untuk meningkatkan kompatibilitas dengan memberikan gugus fungsi pada suatu polimer. Studi ini mempelajari pengaruh inisiator dan komposisi monomer styrene dan maleic anhydride terhadap berat molekul pada sintesis Poly (Styrene-Maleic Anhydride) (PSMA). Polimerisasi dilakukan pada temperatur 90°C dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Pada analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) terlihat adanya puncak pada bilangan gelombang 1844,4 cm-1 dan 1778,2 cm-1 yang merupakan ikatan C=O pada struktur siklik anhidrat. Berat molekul tertinggi dari PSMA yang dihasilkan adalah sebesar 26208 g/mol yaitu pada penggunaan inisiator sebanyak 0,21 mmol. Bilangan asam PSMA relatif stabil dan mulai mengalami penurunan pada perbandingan styrene : maleic anhydride = 2 : 1. Analisis Differential Scanning Calorimeter (DSC) menunjukkan bahwa PSMA memiliki nilai Tg sekitar 135°C. Kata kunci : Styrene, Maleic anhydride, Poly (styrenemaleic anhydride)
L.O.A.N Ramadhan, S. H. Sabarwati, Amiruddin, Harniati, dan Susanti Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo, Kendari Kampus Hijau Bumi Tri Dharma Anduonohu, Kendari, 93231 E-mail :
[email protected] Sifat Mekanik Membran Berbasis Suksinat-Kitosan Terinsersi Litium
Paduan
seperti membran elektrolit yang berpotensi untuk penghantar litium. Dalam penelitian yang telah dilakukan, membran elektrolit disintesis dengan bahan dasar kitosan suksinat dan kitosan, serta litium. Membran dipreparasi melalui metode inversi fasa dengan variasi komposisi fraksi massa kitosan suksinat dan kitosan. Selanjutnya dilakukan uji sifat mekanik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan fraksi massa kitosan suksinat sampai dengan 60% (b/b) cenderung meningkatkan kekuatan tarik dan perpanjangan, serta menurunkan Modulus Young. Pada fraksi massa kitosan suksinat 70% (b/b) sampai dengan 80% (b/b), kekuatan tarik dan perpanjangan cenderung menurun, serta Modulus Young meningkat. Nilai maksimum kekuatan tarik, perpanjangan, dan Modulus Young masing-masing adalah 0,18 MPa, 112 %, dan 14,31 MPa. Berdasarkan hasil analisis sifat mekaniknya, membran paduan kitosan suksinat-kitosan terinsersi litium memiliki stabilitas mekanik yang cukup baik. Kata kunci : Paduan, Kitosan suksinat, Kitosan, Litium, Sifat mekanik
Indra Saptiama, Herlina, Endang Sarmini, Karyadi, Abidin, Triani Widyaningrum, dan Rohadi Awaludin Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka Gd. 11 Puspiptek, Serpong, 15314 E-mail :
[email protected] Sintesis Poli N-Isopropilakrilamida (PNIPA)/Polityrosin (PTYR) Interpenetrating Polymer Networks (IPNs) Bertanda Iodium-125 J. Kimia Kemasan Oktober 2014, Vol. 36 No. 2 :265 -270 Saat ini perkembangan polimer telah semakin maju, berbagai aplikasi polimer telah dikembangkan baik di sektor energi, pangan maupun kesehatan. PNIPA/PTYR IPNs bertanda iodium-125 dapat dimanfaatkan sebagai sumber terapi kanker. PNIPA/PTYR merupakan polimer peka temperatur. Tujuan dari penelitian ini adalah sintesis PNIPA/PTYR IPNs bertanda iodium-125. Polityrosin ditandai dengan iodium-125 kemudian secara simultan direaksikan dengan monomer N-isopropilakrilamida melalui polimerisasi radikal bebas dengan inisiator amonium persulfat (APS) dan tetrametiletilenediamin (TEMED) untuk memperoleh PNIPA/PTYR IPNs bertanda iodium-125. Kemurnian radiokimia PNIPA/PTYR IPNs bertanda iodium-125 diukur dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fasa gerak 2 propanol: 1 butanol: 0,2 M NH4OH. Selain Itu, stabilitas PNIPA/PTYR IPNs bertanda iodium-125 diuji pada media air. PNIPA/PTYR IPNs telah berhasil ditandai dengan iodium-125 dengan rendemen penandaan sebesar 37,6 ± 4,2 % (n = 3). Hasil pengamatan visual, ditunjukkan bahwa polimer mengalami perubahan sifat pada temperatur 32 oC sampai ° dengan 34 C. Hasil H-NMR hanya menunjukkan spektrum dari polimer PNIPA. Berdasarkan pemeriksaan KLT, kemurnian radiokimia PNIPA/PTYR IPNs bertanda iodium-125 adalah 95,93%. Pengujian stabilitas polimer bertanda iodum-125 pada media air pada T = 37°C selama 2 minggu menunjukkan bahwa iodium-125 yang masih tertahan pada polimer adalah 71,3 ± 6,2 %. Kata kunci : N-isopropilakrilamida, Tyrosin, Iodium-125, KLT
Kitosan
J. Kimia Kemasan Oktober 2014, Vol. 36 No. 2 : 259-264 Sifat mekanik merupakan salah satu karakter yang penting dalam pengembangan material polimer fungsional
E.S. Iriani, S.M. Widayanti, Miskiyah dan Juniawati Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Jalan Tentara Pelajar No. 12 A, Bogor 16114 E-mail :
[email protected] Pengaruh Ekstrak Bawang Putih Terenkapsulasi Terhadap Karakteristik Kemasan Antimikroba J. Kimia Kemasan Oktober 2014, Vol. 36 No. 2 :271 -280 Kontaminasi mikroba merupakan salah satu faktor yang menentukan penurunan kualitas pangan dan umur simpan produk. Pertumbuhan mikroba pada produk daging segar dapat menimbulkan terjadinya pembusukan yang akan mendorong terjadinya penurunan keamanan pangan, perubahan warna, tekstur dan flavour. Penggunaan kemasan aktif antimikroba dapat menjadi alternatif untuk memperpanjang umur simpan produk daging. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh kemasan aktif antimikroba dengan bahan aktif ekstrak bawang putih dalam mempertahankan kesegaran produk daging segar. Pembuatan kemasan aktif antimikroba dilakukan dengan penambahan ekstrak bawang putih yang diperoleh dari tiga metode ekstraksi yaitu ekstrak segar, pelarut air dan pelarut etanol. Ekstrak kemudian dienkapsulasi
menggunakan spray dryer dengan menggunakan bahan pengisi maltodextrin. Ekstrak bawang putih terenkapsulasi selanjutnya dicampurkan ke dalam matriks polimer Low Density Poly Ethylene (LDPE) dengan menggunakan ekstruder yang dilengkapi dengan blown film pada kondisi proses 120°C, 150°C dan 170°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan bahan aktif terenkapsulasi akan berpengaruh terhadap karakteristik fisik dengan meningkatkan densitas dan menurunkan tingkat kecerahan warna plastik yang dihasilkan. Adanya ekstrak bawang putih juga cenderung meningkatkan suhu degradasi dan menurunkan sifat mekanis dari kemasan aktif. Kandungan bahan aktif alicin yang ada pada ekstrak bawang putih mampu menurunkan nilai TPC dari 2,6x107 menjadi 2,2-7,5 x 104. Kata kunci: Kemasan anti mikroba, Ekstrak bawang putih, Mikroenkapsulasi
Indeks Kata Kunci Jurnal Kimia dan Kemasan Vol.36, No.1 dan No.2, 2014 A Absorben, 155 Adsorpsi,163 Aktivitas anti aging, 215 Antosianin, 191 Asam akrilat,183 B Bagas, 155 Berkas elektron, 245 Besi oksida,173 Β-Glukan, 215 D Difraksi Sinar-X, 237 E Ekstrak bawang putih, 271 Ekstraksi seng, 147 Etanol, 245 F Fasa, 173 Fotodegdradasi, 207 G Glukosa, 245 H HDPE, 197 Hot Press, 197 J Jati, 191 I Industri pelapisan logam, 147 Iodium-125, 265 Iradiasi, 173, 245 Iradiasi sinar gamma, 197 K Karbon MWCNT, 237 Kemasan anti mikroba, 271 Kitosan, 183, 259 Kitosan suksinat, 259 KLT, 265 Konduktivitas, 237 Kopolimerisasi,183 Koprespitasi, 163 Krim nanopartikel, 215 L
Lignin, 163 Limbah tekstil cair, 225 Litium, 259 M Maleic anhydride, 253 Mesin berkas elektron, 155 Metil sinamat, 215 Mikroenkapsulasi, 271 N Nano, 191 Nanokomposit, 225 Nanopartikel magnetik, 173 N-Isopropilakrilamida, 265 O Oklusi,163 P Paduan, 259 Perolehan kembali seng, 147 Pigmen, 191 Plastik oxo-degdradable, 207 Polietilena, 207 Poly (Styrene – Maleic Anhydride), 253 R Radiasi, 183 Reaksi fotokatalitik, 225 S Simultaneous saccharification fermentation,245 Seng asetat,147 Seng dross, 147 Sifat fisik, 207 Sifat magnetik, 173 Sifat mekanik, 259 Spektroskopi Raman, 237 Stabilitas emulsi, 215 Styrene, 253 T Tibial tray,197 TiO2, Tyrosin, 265 U UHMWPE, 197 UV chamber ATLAS,207 Z Zeolit,225 281
Indeks Pengarang Jurnal Kimia dan Kemasan Vol.36, No.1 dan No.2, 2014 A Abidin, 265 Agustina Arianita C, 225 Akhmad Rasyid Syahputra, 147 Amiruddin, 259 Arie Listyarni, 207 Armi Wulanawati, 197 Atikah,163 B Bambang Afrinaldi, 253 Bumiarto Nugroho Jati, 225
C Chandrawati Cahyani, 163 D Darsono, 155, 245 Deswita, 197 Dwinna Rahmi, 215 E Emmy Ratnawati,215 Endang Sarmini, 265 E.S. Iriani, 271 Etik Mardliyati, 191 G Gatot Trimulyadi Rekso, 183 H Harniati, 259 Herlina, 265
Miskiyah, 271 N Nastiti Siswi Indrasti,147 Novi Nur Aidha, 215 , 225 Nurul Taufiqu Rochman,147 Nurwenda Novan Maulana, 191 P P Purwanto, 237 R Radyum Ikono, 191 Retno Yunilawati, 215 Riahna br kembaren, 191 Rohadi Awaludin, 265 S Saeful Yusuf, 173 Salim Mustofa, 237 Sesotya Putriliar, 191 S.H. Sabarwati, 259 Silvie Ardhanie A, 225 Siti Agustina,147 Siti Naimah, 225 S.M. Widayanti, 271 Sudirman, 197 Sulistio Giat S, 197 Suprihatin, 147 Susanti, 259 T Triani Widyaningrum, 265
I Indra Saptiama, 265
W Wildan Z.L, 173 Wiwik Pudjiastuti, 207
J Jayatin, 253 Juniawati, 271
Y Yosef Sarwanto, 173 Yuris, 163
K Karyadi, 265 Kiki Yulianto, 191 L L.O.A.N Ramadhan, 259
M Made Sumarti, 245 282
UCAPAN TERIMA KASIH
Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari sebagai reviewer yang telah menelaah dan memberi masukan serta rekomendasi dalam rangka menjaga mutu jurnal ini sesuai kaidah-kaidah karya tulis ilmiah. Adapun namanama mitra bestari sebagai berikut :
NO
NAMA
1
Drs. Sudirman, MSc, APU
2
DR. Rike Yudianti
3
Prof. DR. Slamet, MT
4
DR. Etik Mardliyati
5
DR. Mochamad Chalid, S.Si,M. Sc, Eng
INSTANSI BATAN LIPI UI BPPT UI