JUDUL PENELITIAN 2: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS LOKAL PADI SAWAH YANG DITANAM DENGAN METODE SRI DI DESA PADANG MUTUNG KABUPATEN KAMPAR
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS LOKAL PADI SAWAH YANG DITANAM DENGAN METODE SRI DI DESA PADANG MUTUNG KABUPATEN KAMPAR Gro-wth and Prodaction Several Local Varieties Wet Rice {Oryza sativa. L) With SRI Method in the Padang Mutung village of Kampar District
Nurbaiti, Erlida Ariani and Ismail
ABSTRACT The aims this studies to determine the best growth and production of several local varieties wet rice with SRI method. This research has been conducted in the village Padang Mutung of Kampar District, Kampar regency, Riau Province, from February 2012 to October 2012. Experimental study was conducted using Completely Randomized Design consisting of 3 treatments and 6 replications. The treatment given was Sigudang varieties (VI), varieties Saiya (V2) and varieties Klupak Pandan (3). The results obtained by analysis of variance test followed by Duncan's New Multiple Range Test (DNMRT) at the level of 5%. The result showed that treatment of local rice varities with SRI method in general can increase the growth and rice production. Further treatment Klupak Pandan variety provide the highest yield compared to Sigudang and Saiya variety, the production of dry milled grain 1294.16 g/plot equivalent to a productivity of 5.91 tons/ha. Keywords: Wet rice varieties, SRI method, growth, production
PENDAHULUAN Padi (Oryza sativa L) merupakan salah satu tanaman pangan yang penting bagi penduduk Indonesia karena menghasilkan beras yang dikonsumsi tidak kurang dari 200 juta penduduk. Pertambahan penduduk setiap tahun menyebabkan meningkatnya kebutuhan beras, oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi beras dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Bada Pusat Statistik Indonesia (2010), produktivitas padi di Indonesia tahun 2009 4,99 ton/ha, sedangkan menurut 1
Badan Pusat Statistik Riau (2010) produktivitas padi di Riau sebesar 3,56 ton/ha, dan untuk Kabupaten Kampar produktivitas padi hanya mencapai 3,32 ton/ha, dan ini masih tergolong rendah. Penyebab rendahnya produksi padi di Kabupaten Kampar pada umumnya karena petani masih menggunakan budidaya secara konvensional yang hasil produksinya masih rendah dan masih banyak yang menggunakan varietas lokal. Kebiasaan petani ini yang cenderung menanam padi varietas lokal tentunya tidak mudah mengubah kebiasaan mereka agar mau menanam padi varietas unggul, maka untuk itu perlu adanya suatu teknik budidaya padi yang dapat meningkatkan produksi padi varietas lokal. Perkembangan teknologi budidaya padi sawah telah menemukan teknik pemanfaatan air secara optimal dan beberapa modifikasi budidaya secara khusus yang mampu meningkatkan produksi, salah satunya metode yang digunakan adalah metode the System of Rice Intensification (SRI). Menurut Berkelaar (2001), metode SRI mempunyai lima elemen penting yaitu, bibit padi dipindahkan ke lahan pada umur 7-14 hari, bibit ditanam satu batang per titik tanam, jarak tanam lebar, kondisi tanah tetap lembab (macak-macak), menggunakan pupuk organik. Budidaya padi secara SRI mempunyai kelebihan diantaranya: produksi tinggi, tanaman hemat air, hemat penggunaan benih padi, anakan produktif lebih banyak, dan bersifat berkelanjutan (ramah lingkungan).
.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Desa Padang Mutung, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar Provinsi Riau, berlangsung selama bulan Februari sampai bulan Oktober 2012. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi varietas Sigudang, varietas Klupak Pandan, varietas Saiya, pupuk kompos (merek dagang kuda laut), pupuk Urea, TSP, K C l dan insektisida Decis 250 EC. Alat yang digunakan terdiri dari traktor kura-kura, cangkul, parang, sabit, meteran, tali rapia, ember, hand sprayer, timbangan, jaring perangkap burung dan alat tulis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan, sehingga diperoleh 18 unit percobaan dalam bentuk plot. Setiap unit percobaan terdiri dari 35 tanaman/plot dan setiap ulangan
2
diambil 5 tanaman sampel. Adapun perlakuan diberikan adalah varietas lokal padi sawah (V) yang terdiri dari : varietas Sigudang (VI), varietas Saiya (V2) dan varietas Klupak Pandan (V3). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur keluar malai, umur panen, jumlah gabah permalai, persentase gabah bemas, berat 1000 biji gabah dan produksi gabah kering giling. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan's New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, umur keluar malai, umur panen, jumlah gabah per malai, persentase gabah bemas, berat 1000 biji gabah, produksi gabah kering giling, namun berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan produktif Hasil uji lanjut DNMRT pada taraf 5 % dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter pertumbuhan dan produksi varietas lokal padi sawah dengan metode SRI Perlakuan Parameter
Tinggi tanaman (cm) Jumlah Anakan Produktif (btng)
varietas
varietas
varietas
Saiva
sigudang
klupak pandan
111,78 c
132,42 b
140,53 a
16,76 a
16,16 ab
15,13 b
Umur Keluar Malai (hari)
107,83 a
109,33 b
111,67 c
Umur Panen (hari)
129,33 a
132,33 b
133,83 c
Jumlah Gabah Per malai (butir)
136,29 b
160,14 a
161,43 a
Persentase Gabah Bernas (%)
92,72 a
90,13 b
89,72 b
Berat 1000 Biji Gabah (g)
21,17 b
20,88 b
21,78 a
Prdks Gabah Kerins Oiling (e/plt) 1256.83 a
1152,00 b
1294.16 a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.
3
Tabel 1 menunjukkan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada varietas Klupak Pandan (V3) yaitu 140,53 cm yang berbeda nyata dengan varietas Sigudang (VI) dan varietas Saiya (V2). Demikian juga varietas Sigudang berbeda nyata dengan varietas Saiya. Hal ini dikarenakan masing-masing varietas mempunyai sifat genetik yang berbeda, sehingga varietas yang berbeda akan berbeda pula tinggi tanamannya. Kondisi lingkungan pada semua varietas mendapatkan perlakuan yang sama, sehingga faktor genetik lebih berperan dalam perbedaan tinggi pada varietas-varietas tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner, dkk (1991), yang menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Selanjutnya Surowinoto (1982), menyatakan bahwa tinggi tanaman padi merupakan sifat keturunan dari masing-masing varietas. Rerata jumlah anakan produktif tertinggi terdapat pada varietas Saiya (V2) yaitu 16,76 batang, berbeda tidak nyata dengan varietas Sigudang (VI) dan berbeda nyata dengan varietas Klupak Pandan (V3). Rerata jumlah anakan produktif yang paling rendah terdapat pada varietas Klupak Pandan. Perbedaan jumlah anakan produktif disebabkan oleh setiap varietas memiliki kemampuan dalam pembentukan jumlah anakan yang dipengaruhi faktor genetik yang terdapat pada masing-masing varietas. Menurut Arraudeau dan Vergara (1992), kemarapuan masing-masing varietas berbeda dalam menghasilkan anakan, hal ini disebabkan faktor genetik yang dimiliki dari masing-masing varietas juga berbeda. Selanjutnya menurut Rasyad (1997), jumlah anakan produktif merupakan anakan yang berkembang lebih lanjut dan menghasilkan malai. Semakin banyak jumlah anakan semakin banyak pula anakan produktif yang dihasilkan tanaman, hal ini memperlihatkan potensi yang cukup tinggi untuk peningkatan hasil gabah.
•
*
Umur keluar malai perlakuan varietas dengan metode SRI memberikan perbedaan pada masing-masing varietas. Umur keluar malai padi tercepat terlihat pada varietas Saiya (V2) yaitu 107,83 hari, berbeda nyata dengan varietas Sigudang (VI) dan varietas Klupak Pandan (V3). Umur keluar malai paling lambat terdapat pada varietas Sigudang. Perbedaan umur keluar malai ini disebabkan faktor genetik yang dimiliki masing-masing varietas, berdasarkan lamanya fase vegetatif masing-masing varietas. Tanaman padi yang memiliki fase vegetatif yang lebih singkat maka umur keluar malai
4
akan lebih cepat. Menurut Arraudeau dan Vergara (1992), perbedaan umur keluar malai disebabkan faktor genetik tanaman yakni umur tanaman. Umur panen tercepat pada varietas Saiya (V2) yaitu 129,33 hari, yang berbeda nyata dengan varietas Sigudang (VI) dan varietas Klupak Pandan (V3), sedangkan umur panen yang paling lama terdapat pada varietas Klupak Pandan. Perbedaan lama waktu umur panen lebih dominan dipengaruhi oleh faktor genetik, ini juga tidak lepas dari varietas apa yang ditanam. Berdasarkan data umur keluar malai, menunjukkan tanaman padi yang mengeluar malai lebih cepat, maka umur panennya akan lebih cepat. Menurut Maisura (2001), umur berbunga sangat erat hubungannya dengan umur panen, dimana pada umumnya apabila tanaman cepat mengeluarkan malai maka akan cepat mengalami panen. Perlakuan varietas dengan metode SRI memberikan perbedaan terhadap jumlah gabah per malai. Perlakuan varietas Klupak Pandan (V3) menghasilkan jumlah gabah per malai yang mencapai 161,43 butir, berbeda tidak nyata dengan varietas Sigudang (VI), dan berbeda nyata dengan varietas Saiya (V2). Perbedaan jumlah gabah per malai dari masing-masing varietas disebabkan oleh faktor genetik dan panjang malai varietas tersebut. Varietas Klupak Pandan dan Sigudang mempunyai malai yang lebih panjang dibandingkan varietas Saiya. Sutaryo dkk (2005), menyatakan bahwa panjang malai berkorelasi positif dan sangat nyata dengan hasil gabah. Varietas padi dengan malai yang panjang diharapkan mampu meningkatkan produksi dari tanaman padi terssebut. . Nilai persentase gabah bemas yang tertinggi terdapat pada varietas Saiya (V2) yaitu 92,72 %, yang berbeda nyata dengan varietas Sigudang (VI) dan varietas Klupak Pandan (V3), sedangkan varietas Sigudang berbeda tidak nyata dengan varietas Klupak Pandan. Tinggi atau rendah nilai persentase gabah bemas suatu varietas padi disebabkan banyak atau tidaknya gabah hampa yang dihasilkan. Varietas Saiya mempunyai jumlah gabah per malai paling sedikit dibandingkan varietas Klupak Pandan dan Sigudang, sehingga walaupun persentase gabah bemas varietas
Saiya tertinggi, namun
menghasilkan gabah paling sedikit. Tanaman padi yang menghasilkan jumlah gabah per malai yang banyak, maka pengisian bijinya tidak optimal karena alokasi fotosintatnya ke biji lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Daijanto dan Satifah (1984), yang menyatakan bahwa semakin banyak bunga yang terbentuk, maka penyerbukan dan pembuahan semakin banyak pula, sehingga alokasi fotosintat yang dibutuhkan untuk
5
pengisian biji juga akan semakin besar. Pada batang yang berbuah banyak, biasanya tidak dapat mengalokasikan fotosintat yang cukup banyak untuk pertumbuhan semua buah tersebut. Perlakuan varietas memberikan perbedaan terhadap berat 1000 biji. Hasil tertinggi diperoleh pada varietas Klupak Pandan (V3), yang berbeda nyata dengan varietas Saiya (V2) dan varietas Sigudang (VI). Namun perlakuan varietas Saiya berbeda tidak nyata dengan varietas Sigudang. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik mempengarahi berat 1000 biji karena berhubungan dengan bentuk dan ukuran biji, sehingga hasil berat 1000 biji ini sangat berpotensi cukup tinggi untuk meningkatkan hasil produksi gabah kering per plot. Bentuk dan ukuran biji varietas Klupak Pandan gemuk dan lebih panjang, sehingga menunjuk berat 1000 biji tertinggi. Varietas Saiya mempunyai bentuk biji gemuk dan ukuran biji sedang (pendek). Namun untuk varietas Sigudang bentuk biji ramping dan ukuran biji juga sedang (pendek), sehingga berat 1000 bijinya lebih ringan dari pada varietas Klupak Pandan, ini terlihat pada. Hal ini sesuai Menurat Aksi Agraris Kanisius (1990), bentuk gabah atau butir padi dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu ramping, panjang, sedang dan gemuk. Selanjutnya Mugnisyah dan Setiawan (1990), menyatakan bahwa rata-rata bobot biji cendemng menjadi ciri yang tetap dari setiap varietas yaitu bentuk dan ukuran biji. Produksi gabah kering giling varietas Klupak Pandan (V3) yaitu 1294,16 g/plot, berbeda tidak nyata dengan varietas Saiya (V2), dan berbeda nyata dengan varietas Sigudang (VI). Demikian juga untuk varietas Saiya berbeda nyata dengan varietas Sigudang. Tinggi atau rendah produksi gabah kering giling per plot dipengaruhi oleh komponen produksi diantaranya jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, persentase gabah bemas dan berat 1000 biji. Varietas Klupak Pandan dan Sigudang menghasilkan gabah per malai lebih banyak, dibandingkan varietas Saiya, namun jumlah gabah per malai yang banyak ini bukan merupakan potensi untuk meningkatkan hasil tanpa didukung oleh berat 1000 biji yang tinggi. Varietas Klupak Pandan mempunyai berat 1000 biji lebih tinggi
dibandingkan dengan varietas Saiya dan
Sigudang , sehingga produksi gabah kering giling per plotnya tinggi. Varietas Saiya walaupun memiliki jumlah gabah per malai lebih sedikit dari varietas Klupak Pandan
6
dan Sigudang, juga memililci berat 1000 biji lebih rendah dari varietas Klupak Pandan namun memiliki jumlah anakan produktif yang lebih banyak sehingga produksi gabah kering per plotnya tinggi dan berbeda tidak nyata dengan varietas Klupak Pandan. Menurut Kamil (1986), berat biji erat kaitannya dengan besamya hasil. Mutu biji tertinggi diperoleh pada saat masak fisiologis. Selanjutnya Surowinoto (1982), menyatakan bahwa produksi tanaman padi ditentukan oleh jumlah malai per tanaman, kepadatan malai, persentase gabah bemas dan berat gabah 1000 butir. Produksi gabah kering per plot unutuk varietas Klupak Pandan (V3) yang dikonversikan ke hektar menunjukkan yang tertinggi dengan produktivitas sebesar 5,91 ton/ha. Sedangkan untuk perlakuan varietas Saiya (V2) dan varietas Sigudang (VI) produktivitasnya mencapai 5,74 ton/ha dan 5,26 ton/ha. Penanaman varietas lokal padi sawah dengan metode SRI di Kabupaten Kampar dapat meningkatkan produktivitas padi yang sebelumnya hanya mencapai 3,32 ton/ha.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpuUcan bahwa perlakuan varietas padi lokal dengan metode SRI secara uraum dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi. Perlakuan varietas Klupak Pandan memberikan hasil produksi tertinggi dibandingkan dengan varietas Sigudang dan Saiya, yang mencapai 1294,16 g/plot setara dengan produktivitas 5,91 ton/ha. DAFTAR PUSTAKA Aliksa SRI Organic Consultant. 2009. Modul Pertanian Ramah Lingkungan Melalui Metode Sistem of Rice Intensification (SRI). Aksi Agraris Kanisius. 1985. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisius. Yogyakarta. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius. Yogyakarta. Arraudeu.M.A dan B.S. Vergara. 1992. Pedoman Budidaya Padi Gogo. BPTP Sukarami. Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Riau Dalam Angka. Produksi Tanaman Pangan. BPS. Pekanbaru. Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Produksi Tanaman Padi Seluruh Provinsi. BPS. Jakarta.
7
Berkelaar, D. 2001. System Intensifikasi Padi (The System of Rice IntensificationSRII : Sedikit Dapat Memberi Banyak. Terjemahan oleh Indro Surono, Staf ELSPPAT. Buleti ECHO Develoment Notes, Januari 2001, Issue 70, Halaman 1-6. Darjanto dan S. Satifah. 1984. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. PT. Gramedia. Jakarta. Gardner, P.F.,R.T. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh H. Sosilo. Universitas Indonesia Pressa. Jakarta. Kamil, J. 1986. Teknologi Benih. Angkasa Raya. Padang. Maisura. 2001. Perbaikan Varietas Padi Gogo Pada Lahan Kering Marjinal. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Mugnisyah, W.Q.dan Setiawan, A. 1990. Pengantar Produksi Benih. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rasyad. A. 1997. Keragaman Sifat Varietas Padi Gogo Lokal Di Kabupaten Kampar Riau. Lembaga Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. Sutaryo B, A. Purwantoro, dan Nasrullah. 2005. Seleksi Beberapa Kombinasi Untuk Ketahanan Terhadap Keracunan Aluminium. Jumal Ilmu Pertanian. Vol. 12 No. 1,2005 :20-31. Surowinoto, S.1982. Teknologi Produksi Padi Sawah dan Gogo. Insitut Pertanian Bogor.IPB. Bogor.
8