JADILAH KAU LAKSANA ORANG ASING Oleh Syaikh Prof. Dr. Khalid Al-Muslih
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, aku memuji-Nya, menyanjung-Nya atas seluruh nikmat-Nya, aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali hanya Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia-lah Ilah untuk seluruh makhluk sedari awal hingga akhir. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasulullah-Nya, pilihan-Nya, kekasih-Nya, hamba-Nya yang terbaik, pembawa petunjuk dan agama yang haq, pemberi kabar gembira dan peringatan, mengajak manusia untuk mengikuti agama-Nya, pembawa obor penerang, beliau telah menyampaikan risalah kenabian dan melaksanakan amanah-Nya, telah menasihati ummat, berjihad fii sabilillah dengan sebenarnya dengan ilmu, penjelasan, senjata, dan lisannya hingga akhir hayatnya. Semoga shalawat dan salam tercurah kepadanya, keluarganya, dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti petunjuk dan sunnahnya hingga akhir zaman, amma ba‘du…. Maka, aku memuji Allah subhanahu wa ta‟alaa dengan kebaikan dan keberkahan, aku memuji-Nya dari awal hingg akhir, lahir dan batin atas semua nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita secara terus-menerus. Wahai saudaraku, ketahuilah bahwa diantara nikmat Allah yang paling agung adalah manusia mendapatkan taufiq ilmu yang bermanfaat, menghadiri halaqah dzikir yang dengannya hiduplah hati, bersemangatlah jiwa untuk beramal shalih. Maka, diantara nikmat Allah azza wa jalla kepada seorang hamba adalah ia mendapatkan taufiq untuk mentaatiNya, mencari ilmu, dan menghadiri halaqah ilmu. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
((من يرد اهلل بو خريا يفقهو يف الدين)) متفق عليو Siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka dijadikannya faqih/faham dalam agama. HR. Muttafaq ‗alaih Dan seorang hamba yang faham dalam agama, sebagaimana yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebutkan, menunjukkan kebaikan dari Allah kepadanya. Faham dalam agama maksudnya adalah ia mengetahui firman Allah dan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, karena kandungan ilmu adalah firman Allah, sabda-sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan perkataan para sahabat, mereka adalah pemilih pengetahuan --semoga Allah meridhai mereka semuanya.
Maka, setiap orang yang menyibukkan diri dengan ilmu, baik seluruh waktu hidupnya ataupun sebagiannya, maka itu adalah kebaikan yang agung. Dan ini adalah bukti bahwa Allah menginginkan kebaikan pada seorang hamba. Maka, pujilah Allah wahai para saudaraku, bersyukurlah karenanya, dan bersemangatlah untuk menggapainya. Karena halaqah dzikir akan meninggikan derajat dan meningkatkan iman, memperbaiki keadaan hamba, memberikan semangat dalam ibadahnya. Dengan ilmu, ia mengetahui hak Allah atasnya, mengetahui sebab-sebab dan solusi dari segala masalah dan kegelapan menuju cahaya. Aku memohon kepada Allah agar menjadikan kita semua sebagai ulama yang mengamalkan ilmu, mendakwahnya, menghadap kepadanya, dan bangga dengannya. Wahai saudara-saudaraku yang mulia, inilah pelajaran pertama dari serangkaian petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dan petunjuk beliau adalah petunjuk yang paling lengkap, dan inilah sumber kebahagiaan jika seorang hamba diberi taufiq oleh Allah untuk menjalaninya. Maka, sesungguhnya Allah jalla wa „alaa berfirman:
ِ ً﴿فَمن َكا َن ي رجوا لَِقاء ربِِّو فَ ْلي عمل عمال ِ ِ ِِ ٔٔٓ :َحداً﴾ الكهف َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ُ َْ َ صاِلاً َوال يُ ْش ِرْك بعبَ َادة َربِّو أ َْ Artinya: Maka, siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia beramal shalih dan tidak musyrik dalam ibadahnya. Q.S. Al-Kahf: 110. Maka, tidaklah mungkin sebuah amalan menjadi shalih kecuali jika sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Maka, wajib hukumnya atas setiap orang yang ingin amalannya diterima, yang ingin menggapai kebahagiaan, hendaklah ia menempuh jalan, dan menerima petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam, baik secara ilmu, amal, dan mau mencarinya, karena dengannya tergapailah kebahagiaan jiwa. Dan jawaban atas hal ini adalah jelas sekali, karena Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling berbahagia, tidak ada orang yang lebih berbahagia di dunia dan di akhirat selain beliau. Allah ta‟alaa telah memuliakannya dengan kebahagiaan yang banyak di dunia dan akhirat. Maka, siapa yang menginginkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, keberuntungan di dunia dan akhirat, hendaklah ia bergegas untuk menempuh jalan nabi shallalahu alaihi wa sallam. Sesunguhnya apa yang akan kita kaji dalam pelajaran ini, insya Allah, adalah terkait dengan aspek petunjuk beliau shallalahu alaihi wa sallam. Dengan mengkaji ilmu dan petunjuk beliau shallallahu alaihi wa sallam, kita mengingatkan diri kita. Karena Allah telah menjadikan beliau sebagai uswah hasanah (suri-tauladan yang baik) bagi kita, imam kita, dan pemimpin kita. Maka, sesuai dengan kadar semangat kita dalam mengikuti sunnah beliau, menerima, dan meneladaninya, begitu pula akan berpengaruh sepadan dengan kadar kedekatan dengan beliau ketika di padang mahsyar kelak. Kajian kita kali ini adalah tentang bagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam memandang dunia. Tentang ini ada sebuah hadits dakan shahih Imam Al-Bukhari dari ibnu Umar semoga Allah meridhainya, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menarik sikutku dan bersabda:
))((كن يف الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل
“Jadilah kau di dunia ini laksana orang asing atau orang yang menempuh perjalanan.” Sikap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menarik sikut Ibnu Umar dan mengajarinya, menunjukkan perhatian yang tinggi, kelembutan, dan semangat beliau dalam menyampaikan kebaikan kepadanya. Karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengutamakan Ibnu Umar, pemuda yang pada saat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat, beliau baru berusia 20 tahun atau mungkin bahkan belum sampai 20 tahun. Karena pada saat perang khandaq, beliau baru berusia 14 atau 15 tahun namun kedewasaan Ibnu Umar yang begitu kentara telah menjadikan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan wasiat yang sangat berharga. Dan wasiat ini merupakan penjelasan tentang hakikat dunia. Beliau bersabda: “Jadilah kau di dunia ini laksana orang asing atau orang yang menempuh perjalanan.” Dua kata yang Rasulullah perintahkan kepada Ibnu Umar adalah ―jadilah kau di dunia‖, maksudnya hendaklah perangaimu di dalam kehidupan dunia:
Laksana orang asing, Atau laksana orang yang sedang dalam perjalanan.
Keduanya satu makna, yaitu perjalanan, sebab ―orang asing‖ adalah musafir dan ―orang yang sedang dalam perjalanan‖ adalah juga musafir. Maka, secara umum hadits ini menunjukkan bahwa selayaknya seorang mukmin dan setiap orang hendaknya berusaha menggapai makna ini dalam kehidupannya, yaitu setiap saat merasa dirinya ada dalam perjalanan. Berapa banyak orang yang lupa akan hakikat ini. Mayoritas kita merasa ada di rumah, tenang, nyaman, tentram, langgeng, tidak ada perubahan kecuali setelah berlalu waktu yang lama dan kemudian menjadi lanjut usia, hingga Allah akhirnya melaksanakan apa yang Dia kehendaki-Nya. Namun, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan wasiat ini bukan kepada lansia yang sudah mendekati alam kubur, akan tetapi kepada seorang pemuda belia yang baru memasuki usia muda, yang boleh jadi baru beberapa tahun melewati masa baligh atau mendekati usia 20 tahun. Beliau bersabda kepada Ibnu Umar: “Jadilah kau di dunia laksana seorang yang asing atau sedang dalam perjalanan.” Kedua kata itu, sebagaimana sudah kami sebutkan, adalah satu makna, yaitu perjalanan. Maka, bagaimana keadaan musafir? Biasanya, orang musafir itu sibuk dalam perjalanannya, berusaha menempuh jalan tercepat untuk sampai ke tujuannya. Inilah keadaan musafir. Oleh karena itu, beliau bersabda: “Jadilah kau di dunia laksana seorang yang asing atau sedang dalam perjalanan.” Ini adalah tahapan pertama yang selayaknya dilaksanakan oleh setiap manusia. Tahapan kedua adalah bersungguh-sungguh dalam menggapai tujuan ―orang yang dalam perjalanan‖. Karena, orang asing terkadang sibuk dalam keterasingannya sebagaimana orang yang mukim juga asyik dengan rumahnya, makanannya, minumannya, ataupun halhal lain. Namun, hendaklah kita tidak menyibukkan diri dengan semua itu hingga terlena seakan-akan kita akan kekal selamanya di sini, karena kita masih dalam perjalanan, kita akan meneruskan perjalanan untuk kembali ke rumah. Dan rumah yang akan kita tuju dalam perjalanan hidup ini adalah kehidupan akhirat.
Sesungguhnya perjalanan kita, wahai saudara-saudaraku, berawal sejak kita ada di tulang sulbi orang tua kita, lalu masuk di rahim ibu kita, lalu kita terlahir ke dunia ini untuk menjalani kehidupan, bisa jadi kita mengalami keberuntungan, dan bisa jadi pula kita mengalami kerugian atau bahkan kebinasaan. Diantara kita ada yang berumur pendek dan ada pula yang berumur panjang, seluruhnya sama, musafir. Setiap kita hanya berkunjung sebenar di dunia ini, tidak lama, untuk kemudian pindah ke alam barzakh. Allah berfirman:
.ٕ-ٔ :﴿ أَ ْْلَا ُك ُم التَّ َكاثُُر َح ََّّت ُزْرُُتُ الْ َم َقابَِر ﴾ التكاثر Artinya: Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, hingga engkau masuk ke liang kubur. Q.S. Al-Takatsur: 1 – 2. Ketika Allah menyebutkan alam kubur, meski ia adalah tujuan dan akhir kehidupan, namun mayoritas manusia tidak menjadikannya sebagai rumah terakhirnya, tapi sekedar persinggahan semata. Kemudian kunjungan di alam barzakh ini, baik lama ataupun sebentar, maka bagi seorang mukmin merupakan waktu yang pendek, tidak lama, demikian juga bagi orang kafir. Bahkan orang kafir ingin agar alam barzakh itu lama agar tidak di hisab di neraka, padahal tidak demikian. Ia mengatakan: ―Wahai Rabb, jangan sampai terjadi hari kiamat, jangan sampai terjadi hari kiamat.‖ Namun, kiamat tetap terjadi pada saatnya. Lalu Allah membangkitkan seluruh manusia dari kuburnya untuk menghadap-Nya, persis sebagaimana ia dahulu dilahirkan ke dunia, yaitu telanjang, tidak berkhitan, dan tanpa alas kaki, lalu menuju padang mahsyar. Hari itu demikian mengerikan hingga menjadikan rambut anak muda berubah menjadi uban. Allah berfirman:
ٍ ِ ِ ِ الس ض ُع ُك ُّل َ َت َوت ْ ض َع َ يم يَ ْوَم تَ َرْونَ َها تَ ْذ َى ُل ُك ُّل ُم ْرض َعة َع َّما أ َْر َ َّ ََّاس اتَّ ُقوا َربَّ ُك ْم إِ َّن َزلَْزلَة ٌ اعة َش ْيءٌ َعظ ُ ﴿ يَا أَيُّ َها الن ِ ِ ِ .ٕ-ٔ : اِلج.﴾ اب اللَّ ِو َش ِدي ٌد َ َّاس ُس َك َارى َوَما ُى ْم ب ُس َك َارى َولَك َّن َع َذ َ ذَات َحَْ ٍل َحَْلَ َها َوتَ َرى الن Artinya: Wahai manusia, bertaqwalah kalian kepada Rabb kalian, sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah begitu dahsyat, pada hari itu lalailah perempuan dari anak yang disusuinya, dan gugurlah kandungan perempuan yang sedang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk padahal mereka tidak mabuk, akan tetapi adzab Allah sangat pedih. Q.S. Al-Hajj: 1 -2. Itulah kedahsyatan yang nyata hingga menyebabkan berbagai hal, kelalaian, kegoncangan, dan manusia dalam keadaan mabuk. Siapa yang pernah melihat orang yang mabuk, maka ia tahu bagaimana keadaan orang yang sedang mabuk. Inilah keadaan semua orang pada saat itu. Setelah itu semua terjadi, berikutnya adalah datangnya azab Allah yang sangat dahsyat, dan bagi orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya maka janji Allah adalah sangat pedih, lalainya akal, gocangnya hati, ketakutan jiwa. Semua ini menjadikan kita termotivasi untuk melaksanakan berbagai amal shalih agar tidak mengalami semua itu. Allah berfirman:
ِ ْ ت ِيف ِ ِِ ِ ِ ِ﴿ ي ثَبِّت اللَّو الَّ ِذين آمنُوا بِالْ َقوِل الثَّاب ﴾ ُ َ َويَ ْف َع ُل اللَّوُ َما يَ َشاء َ اِلَيَاة الدُّنْيَا َوِيف ْاْلخَرِة َويُض ُّل اللَّوُ الظَّالم َ َ ُ ُ ُ ْ
.ٕ2 :إبراىيم
Artinya: Allah mengokohkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang kokoh pada kehidupan dunia dan akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim, dan Allah berbuat sekehendak-Nya.” Q.S. Ibrahim: 27. Semoga Allah menjadikan kita semua, wahai saudaraku, termasuk golongan orang-orang yang aman yang tidak ada ketakutan dan tidak pula bersedih hati, yaitu orang-orang yang dikokohkan di atas al-haq dan petunjuk di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah Pemilik Semua itu dan Maha Mampu untuk melakukannya. Wahai saudara-saudaraku, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan di dalam hadits di atas 2 tahapan, selayaknya seorang mukmin untuk bersemangat untuk menempuh salah satu dari kedua tahapan tersebut. Termasuk salah dan mendzalimi diri sendiri orang yang keluar dari kedua tahapan ini:
Tahapan pertama, hendaklah ia di dunia laksana orang asing, yang bersiap-siap untuk pergi, menunggu waktu untuk pergi jauh, menuju rumahnya, sebab dunia yang kini ia tempati bukanlah tempat tinggal abadi, akan tetapi surga atau neraka itulah negeri keabadian. Allah berfirman: ―Sebagian kalian masuk surga, dan sebagian lagi masuk neraka‖. Inilah akhir dari perjalanan manusia, sebagian masuk surga dan sebagian lagi sengsara di neraka. Semoga Allah azza wa jalla menjadikan kita semua penduduk surga. Maka seyogyanya seorang mukmin untuk merasa sebagai orang yang asing di dunia ini, selalu waspada, dan tidak lalai dengan berbagai kemegahan dan kenikmatan dunia ini, karena semua itu akan menipumu dan menghalangimu dari tercapainya tujuan perjalanan hidupmu. Tahapan ke dua yang harus diperhatikan oleh setiap mukmin adalah hendaklah ia laksana orang yang sedang dalam perjalanan. Maksudnya, hendaklah keadaannya, dan segala persiapannya adalah untuk akhirat. Demikianlah keadaan orang yang sedang dalam perjalanan, ia hanya sekedar berteduh di bawah pohon lalu bergegas pergi dan meninggalkan pohon tersebut.
Wahai saudara-saudaraku, sesungguhnya ―orang yang sedang lewat‖ keadaannya lebih ringan daripada orang asing. Mungkin ia tinggal dan menetap beberapa saat, sibuk dengan sesuatu urusan sebagaimana orang yang mukim, akan tetapi sekedar lewat; nuansa safar dan lelah jelas terlihat, hatinya juga focus pada perjalanannya, tidak mempedulikan orangorang yang dijumpainya, bahkan konsentrasi dan kesibukannya tercurah penuh pada bagaimana mencapai tujuan utamanya. Setiap kita berjalan dan sibuk untuk bagaimana menggapai rahmat Allah azza wa jalla, surga-Nya yang luasnya seluas langit dan bumi. Maka, wajib atas setiap orang untuk menyibukkan diri dengan tujuan ini dan bergegas untuk menggapainya. Allah berfirman:
ِْ ﴿وما خلَ ْقت ِ اْلنْس إَِّال لِي عب ُد .65 :ون﴾ الذاريات ُ َ ََ ُ ْ َ َ ِْ اْل َّن َو
Artinya: Dan tiadalah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku. Q.S. Al-Dzariyat: 56. Inilah tujuan yang nyata, inilah maksud dari penciptaan langit dan bumi, manusia dan jin, laki-laki dan perempuan, yaitu untuk menggapai ubudiyah kepada Allah subhanahu wa ta‟alaa. Kini, kita bertanya kepada diri kita masing-masing, apakah selama ini kita sibuk dengan tujuan yang ingin kita capai tersebut ataukah kita lalai hingga akhirnya kita kehilangan kebaikan yang agung, yaitu surga-Nya yang Ia janjikan kepada hamba-hambaNya yang bertaqwa. Sesungguhnya tahapan kedua ini adalah tahapan penyempurna, akan tetapi untuk menjalankannya:
Membutuhkan dedikasi yang tinggi, Hati yang selalu bersemangat, Muraqabah yang kontinyu, Selalu mengevaluasi diri agar tidak lalai,
karena seorang musafir terkadang tersibukkan oleh sesuatu urusan yang ia sukai hingga melalaikannya dari rencana semula yang menghambat pencapaian tujuannya. Maka, semestinyalah ia selalu cermat dan selalu muraqabah, menjaga hati, jiwa, dan perjalanan hidup dan tujuannya, apakah ia ia komitmen dengan tujuan semula ataukah melenceng, apakah bersemangat untuk menggapai tujuannya ataukah malas. Wahai saudara-saudaraku, sesungguhnya para sahabat Nabi semoga Allah meridhai mereka semuanya adalah sangat istimewa, karena mereka adalah generasi ummat terbaik. Hal itu karena mereka sangat bersemangat untuk memenuhi panggilan Allah dan RasulNya. Mereka saling berlomba untuk menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. Bukti-bukti tentang hal ini teramat banyak, saya tidak akan menyebutkan kesemuanya di sini, kecuali hadits ini saja, karena Ibnu Umar yang menerima wasiat Nabi ini menyebutkan bagaimana caranya bersikap sebagai seorang yang asing atau orang yang dalam perjalanan. Beliau berkata tersebut:
--disebutkan di dalam Shahih Bukhari--
setelah menyebutkan hadits
))((فإذا أمسيت فال تنتظر الصباح وإذا أصبحت فال تنتظر املساء وخذ من صحتك ملرضك ومن حياتك ملوتك “Jika kau sedang di sore hari maka janganlah menunggu datangnya pagi, dan jika di pagi hari maka janganlah menunggu sore, jadikan sehatmu untuk memperbanyak amal sebelum sakit dan jadikan hidupmu untuk banyak beramal sebelum datang kematianmu.” Inilah perkataan Ibnu Umar yang menjelaskan bagaimana menggapai wasiat Nabi tersebut. Karena seorang musafir yang sedang lewat, pada umumnya terkadang butuh tinggal di salah satu tempat yang dilaluinya untuk beristirahat dan mengumpulkan tenaga untuk kemudian melanjutkan perjalanannya, akan tetapi barang sebentar saja. Jika sedang di pagi hari tidak akan menunggu datangnya waktu sore, namun ia berjalan dan melanjutkan perjalanannya. Demikian pula jika ia di waktu sore hari, maka tidak akan menunggu datangnya waktu pagi, bahkan ia akan melanjutkan perjalannya, memanfaatkan waktu yang ada, usia dan tenaganya untuk mencapai maksud dan tujuannya.
Inilah maksud dari apa yang disampaikan oleh Ibnu Umar: “Jika kau sedang di sore hari maka janganlah menunggu datangnya pagi, dan jika di pagi hari maka janganlah menunggu sore, jadikan sehatmu untuk memperbanyak amal sebelum sakit dan jadikan hidupmu untuk banyak beramal sebelum datang kematianmu.” Diantara hal yang membantu kita --wahai saudaraku—untuk menggapai hal itu adalah memahami dan mencermati hadits nabi ini. Karena sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendapatkan wahyu Al-Qur‘an dari Allah ta‟alaa agar beliau menjelaskannya kepada manusia. Maka, perbuatan beliau shallallahu alaihi wa sallam dan pentunjuknya adalah penjelasan atas Al-Qur‘an. Perbuatan beliau adalah penjelasan atas perintah Allah. Maka, beliau menyuruh kita untuk berlomba dalam kebaikan. Tidak ada satu pun perintah Allah, kecuali beliaulah orang yang bersegera melaksanakannya, dan tidak ada satu larangan pun kecuali beliaulah orang pertama yang meninggalkannya. Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam kepadanya. Bagaimana sikap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang dunia? Imam Ahmad dalam musnad-nya, Imam Tirmidzi dalam sunan-nya, Ibnu Majah dalam sunan-nya meriwayatkan:
أن عبد اهلل بن مسعود رضي اهلل عنو دخل على رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم يوماً من األيام فكان رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم متكئاً على حصري فلما قام رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم بدا أثر اِلصري يف جنبو فقال ىال أمرتنا فنصنع لك مكاناً أو نعمل لك؟ فقال رسول اهلل صلى: ابن مسعود لرسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم .)) ((مايل وللدنيا: اهلل عليو وسلم Bahwa Abdullah bin Mas‟ud suatu hari masuk ke rumah Rasulullah, dan beliau sedang bertelekan di atas tikar dari pelepah kurma. Maka, tatkala beliau bangkit daripadanya, terlihat bekas guratan di badannya, maka berkatalah Ibnu Mas‟ud: “Wahai Rasulullah, suruhlah kami untuk membuatkan tempat tidur yang nyaman untuk engkau?” Beliau menjawab: “Biarkanlah aku begini terhadap dunia”. Maksudnya biarkanlah aku untuk tidak tergantung dengan dunia. Kemudian, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan petunjuknya, sifatnya, dan caranya, lalu bersabda:
))((إمنا أنا كراكب استظل “Aku tiada lain kecuali seperti orang yang sedang mengendarai kendaraan kemudian berteduh sebentar” Maksudnya kedudukanku seperti seorang yang sedang berkendara untuk menempuh perjalanan dan menuju suatu tempat. Lalu beliau bersabda:
))(( يف ظل شجرة ويف رواية استظل مث راح وتركها
“Berteduh di bawah pohon untuk beristirahat kemudian pergi dan melanjutkan perjalanan.” Inilah keadaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam menyikapi dunia. Dan hadits ini menjelaskan kepada kita dengan jelas dan gamblang bahwa kehidupan dunia, bagaimanapun bahagianya, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana sudah saya jelaskan di depan, beliau adalah orang yang paling berbahagia, makhluk yang paling berbahagia, anak cucu Adam yang paling berbahagia, dan pada saat yang sama beliau menganggap dunia hanyalah sekedar berteduh di bawah pohon bagi orang yang dalam perjalanan, lalu bangkit dan pergi lagi untuk melanjutkan perjalanan. Hal ini menjelaskan kepada kita --wahai saudaraku-- bahwa dunia dengan segala gemerlapnya adalah akan pergi begitu cepat, akan hilang begitu cepat, ia adalah tempat yang ditempati sejenak. Maka, wajib atas setiap orang yang ingin menjaga dirinya untuk bersungguh-sungguh menggapai keridhaan Allah, bersungguh-sungguh menggapai ubudiyah kepada-Nya, mengeluarkan segala daya dan upaya untuk melaksanakan sunnah Nabi-Nya dan petunjuknya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan keadaan dunia beserta isinya -bagaimanapun megah, gemerlap, dan lezatnya dunia— dalam Shahih Imam Muslim dari Mustaurad bin Syaddad, beliau bersabda:
))((واهلل ما الدنيا يف اْلخرة إال مثل ما جيعل أحدكم إصبعو يف اليم فلينظر َمب يرجع Demi Allah, dunia ini jika dibandingkan dengan akhirat adalah tidak lebih dari seperti seseorang yang mencelupkan jari telunjuknya ke dalam lautan, lalu perhatikanlah berapa banyak air yang menetes dari jarimu.” Inilah dunia beserta kelezatan dan kenikmatannya dibandingkan dengan akhirat, tidak lebih dari beberapa tetes air, teramat sedikit. Inilah gambaran yang bisa dijelaskan kepada manusia tentang dunia beserta kenikmatannya jika dibandingkan dengan akhirat, jika ia termasuk orang-orang yang menikmati kelezatan dunia. Sangat kecil dibandingkan akhirat. Wahai saudaraku yang mulia, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan petunjuknya adalah penjelasan bagi Al-Qur‘an, penjelasan terhadap kitabullah azza wa jalla. Allah berfirman:
ِ ِّ ﴿وأَنْزلْنا إِلَيك ِ َ لِلن .44 :َّاس َما نُِّزَل إِلَْي ِه ْم َولَ َعلَّ ُه ْم يَتَ َف َّك ُرو َن﴾ النحل َ ْ ََ َ َ ِّ َالذ ْكَر لتُب Artinya: Dan kami turunkan kepadamu al-dzikra agar kamu menjelaskannya kepada manusia tentang apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka memikirkannya. Q.S. An-Nahl: 44. Maka, Allah ta‟alaa menurunkan Al-Qur‘an kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam agar beliau menjelaskan kepada manusia agar mereka berfikir dan ingat. Apabila kita perhatikan sirah Nabi shallallahu alaihi wa sallam ini, maka kita tidak akan heran jika kita mengetahui bagaimana Al-Qur‘an memotivasi kita untuk zuhud terhadap dunia dan menjelaskan bagaimana hina dan remehnya dunia ini. Dunia adalah sesuatu yang remeh, mudah pudar dan punah, sedangkan akhirat adalah negeri keabadian, tempat tinggal terakhir setiap hamba. Maka, perhatikanlah firman Allah ta‘alaa:
ِ ِ ٍ ِ ِ َّار ْ ﴿اعلَ ُموا أََّمنَا ْ ُ ب َوَْلٌْو َوِزينَةٌ َوتَ َف ٌ اِلَيَاةُ الدُّنْيَا لَع َ ب الْ ُكف َ اخٌر بَْي نَ ُك ْم َوتَ َكاثٌُر يف ْاأل َْم َوال َو ْاأل َْوالد َك َمثَ ِل َغْيث أ َْع َج ِ ِ ِ ِ اِلَيَاةُ الدُّنْيَا إَِّال ْ ض َوا ٌن َوَما ْ اب َشدي ٌد َوَم ْغفَرةٌ ِم َن اللَّ ِو َوِر ْ يج فَتَ َراهُ ُم ٌ ص َفّراً ُمثَّ يَ ُكو ُن ُحطَاماً َوِيف ْاْلخَرِة َع َذ ُ نَبَاتُوُ ُمثَّ يَه
.ٕٓ :َمتَاعُ الْغُُروِر﴾ اِلديد
Artinya: Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia tiada lain kecuali permainan, sendagurau, perhiasan, saling berbangga dengan banyaknya harta dan keturunan; ia laksana hujan yang membuat petani bangga dengan tanamannya, kemudian ia tumbuh dan berkembang hingga akhirnya menguning dan mati, dan di akhirat ada adzab yang pedih dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya, dan dunia tiada lain kecuali kesenangan yang menipu.” Q.S. Al-Hadid: 20. Menipu maksudnya memperdayaimu karena hakikat dunia adalah nisbi, kesenangan palsu, nampaknya menyenangkan, membahagiakan, meninggikan derajat, dan menentramkan, padahal hati kosong dari semua itu. Setelah Allah ta‟alaa menjelaskan rendahnya dunia, lalu Allah memberi solusi pada ayat berikutnya. Allah ta‟alaa berfirman:
ٍ ِ ِ ِ الس َم ِاء َو ْاأل َْر ِ ض َها َك َع ْر ٕٔ :اِلديد.﴾ض َّ ض ُ ﴿سابُِقوا إىل َم ْغفَرةٍ م ْن َربِّ ُك ْم َو َجنَّة َع ْر َ Artinya: Dan bersegeralah untuk menggapai ampunan Allah dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” Q.S. Al-Hadid: 21. Oleh karena itu, jalan keselamatan dari tipuan dunia adalah:
Bergegas dan bersemangat untuk beribadah, menggunakan seluruh usianya dengan ketaatan, dan mengharap kemuliaan dari Allah subhanahu wa ta‟alaa, Tidak menyibukkan diri dengan urusan dunia, terlalu focus kepadanya, dan menjadikan dunia sebagai segala-galanya.
Ini tidak berarti bahwa kita memutuskan diri dari dunia, tidak. Sebab segala urusan juga butuh akan dunia. Akan tetapi, maksud saya adalah jangan jadikan dunia ini memenuhi hatimu, merasuk dalam relung jiwamu, tapi hendaklah kita sibuk dengan berbagai ketaatan kepada Allah, mengamalkan segala hal yang diridhai-Nya, mengeluarkan daya dan upaya menggapai keridhaan-Nya. Jika sudah demikian, maka tidak mengapa kalian sibuk dengan dunia, mencari nafkah dan meningkatkan kesejahteraan kalian. Aku tidak mengajak kalian untuk mengikuti gaya zuhudnya orang sufiyah, dimana mereka mengatakan: ―Lemparkanlah dunia, tinggalkanlah ia.‖ Tidak. Sebab Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak demikian. Bahkan beliau, dalam riwayat kitab Shahih, disebutkan pernah menyimpan gandum dan menimbunnya selama setahun untuk keluarganya. Adalah beliau memberi janji kepada manusia, mendudukan untuk mereka, dan mempersiapkan untuk mereka berbagai ketaatan kepada Allah ta‟alaa dan berbagai bekal dunia yang menopang ibadah tersebut. Akan tetapi yang diwanti-wanti oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah janganlah kita terlalu menyibukkan diri dengan dunia sehingga kita
mengalahkan akhirat, seluruh perhatian kita habiskan untuk urusan dunia, akhirat diabaikan, mencintai dan membenci orang lain karena dunia. Apabila perhatian dan focus kita sudah tertuju kepada akhirat, kita bisa menjaga dan memelihara diri dan masyarakat kita, maka kita telah mendapatkan kebaikan yang banyak. Sesungguhnya diantara hal yang bisa membantu kita dalam melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits itu, adalah dengan memperhatikan bahwa dunia itu cepat berubah dan punah. Dunia itu --wahai saudaraku-- sangat cepat berubah dari satu tahapan ke tahapan berikutnya. Apabila manusia tidak mengetahui hakikat ini, maka ia telah lalai, dan jika ia lalai maka ia kehilangan banyak kebaikan, hilanglah kesempatan dalam usiamu, kesempatan untuk menggapai ampunan Allah, keridhaan dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Maka, bersemangatlah kalian dalam semua rentang kehidupanmu. Ketahuilah bahwa malam dan siang adalah tahapan kehidupan, berjalan dan berlalu. Hari kemarin merupakan saksi atasmu, hari ini adalah kesempatanmu untuk beramal, dan hari esok adalah boleh jadi tidak akan kau alami, karena kau tidak tahu apakah besok masih hidup ataukah tiada. Maka, beramallah dengan sungguh-sungguh pada semua waktu dalam ibadah kepada Allah. Ketahuilah bahwa semua tahapan kehidupan telah berjalan dan kau tidak menyadarinya. Apabila kita ingin mengembalikan ingatan dan fikiran kita ke masa beberapa tahun yang lalu maka kita kehilangan banyak kesempatan, dan kita baru menyadari bahwa betapa cepat waktu berlalu, malam dan siang silih berganti. Akan tetapi penyesalan ini tiada guna jika kita tidak cepat bergegas untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah, memperbaiki berbagai kekeliruan kita selama ini dan menambah kebaikan kita untuk masa mendatang. Perjalanan usia kita telah berlalu dan terus berjalan, dan sangat menherankan jika kalian memperhatikannya maka kau akan melihat bahwa waktu terus berjalan dan sang musafir masih duduk. Inilah keadaan dunia, malam dan siang adalah perputaran kehidupan yang terus berjalan, dan sang musafir, saya, kalian, dan kita semua masih duduk tiada menyadari hakikat perjalanan ini. Dan diantara hal yang mengherankan dan menakjubkan adalah bahwa Allah ta‟alaa telah menjadikan malam dan siang sebagai makhluk bagi siapapun yang ingin selalu ingat ataupun bersyukur. Faktanya, malam dan siang silih-berganti begitu saja tanpa makna bagi mayoritas manusia, ia melalaikan waktu siang hingga datang malam hari, dan menyia-yiakan waktu malam hingga datang waktu siang. Akhirnya, jadilah pergantian waktu malam dan siang menjadi fitnah baginya, tanpa ada peringatan dan ibrah bagi kehidupan. Semoga Allah menganugerahi kita semua ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, menjadikan kita semua sebagai hamba-Nya yang bertaqwa, yang mengindahkan perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam secara umum, dan melaksanakan hadits ini secara khusus. Saya cukupkan hingga di sini penjelasan ini, berikutnya kita akan buka sesi tanyajawab. Saya memohon kepada Allah agar menganugerahi kita komitmen dalam kebenaran. Sumber: (i) http://almosleh.com/ar/index.php?go=library&more=20; (ii) Penerjemah: Heru Sunoto ibn Shadiq Al-Indonesiy Bandung, 27 November 2013