J. Solum Vol IX No.2 Juli 2012: 34-
ISSN:1829-7994
EFEK SISA APLIKASI BAHAN HUMAT DARI EKSTRAK BATU BARA MUDA (SUBBITUMINUS) UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMUPUKAN P DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L) PANEN KE-2 PADA OXISOL M. Harianti, Herviyanti, I.Darfis ABSTRACT Penelitian tentang efeksisa aplikasi bahan humat dari ekstrak batubara muda (Subbituminus) dan pemberian pupuk P bertujuan untuk membuktikan bahwa efeksisa bahan humat dari batubara muda (Subbituminus) masih memberikan peningkatan efisiensi pemupukan P dan produksi tanaman jagung panen ke-2 pada Oxisol. Penelitian ini telah dilakukan dengan percobaan pot di Rumah Kaca yang menggunakan tanah bekas penanaman jagung yang telah diberi perlakuan bahan humat dari ekstrak batubara muda (Subbituminus) dengan takaran (0, 400, 800, 1200 ppm) dan pada penanaman ke-2 di beri pemupukan P dengan takaran (100, 75, 50, 25 % rekomendasi pupuk P). Percobaan ini dirancang dengan Rancangan Faktorial dalam RAL). Adapun hasil percobaan menunjukkan bahwa efeksisa pemberian bahan humat pada Panen ke-2 masih memberikan sumbangan C-organik tanah yang tinggi. Efisiensi pupuk P dapat dicapai sampai 75 % dengan takaran bahan humat 1200 ppm. Batubara muda (Subbituminus) berpotensi besar dijadikan sumber bahan organik pada Oxisol dimana dapat meningkatkan kadar bahan organic tanah sampai pada panen ke-2 tanaman jagung. Selanjutnya potensi ini harus dimanfaatkan dengan diiringi penambahan pupuk yang berimbang untuk mendukung peningkatan produksi jagung. Keyword : bahan humat, batubara muda (Subbituminus), pupuk P, C-organik, Oxisol PENDAHULUAN Ordo tanah Oxisol adalah tanah yang telah mengalami pelapukan yang lebih lanjut, dimana ditandai dengan kandungan liat yang hampir seragam pada profil dari atas ke bawah sampai kedalaman Oxisol yang kemungkinan adanya mineral liat dan kandungan oksida besi bebas yang tinggi. Kemudian ada pengaruh sementasi pada partikel liat yang menuju pada perkembangan agregat tinggi (struktur tanah yang stabil). Karakteristik kimia Oxisol, mempunyai pH yang masam, berkisar antara 5,5 sampai 6,5. Sebagian Oxisol yang berwarna merah bereaksi sangat masam. Kandungan bahan organik tanah beragam mulai dari yang sedang sampai rendah dimana Oxisol yang terdapat pada iklim basah mempunyai kandungan Corganik yang berkisar 2,1 sampai 2,6 % pada horizon permukaan. Namun tidak terdapat kandungan bahan organik yang tinggi pada Oxisol yang berwarna merah hanya berkisar 0,8 sampai 2,1 % (Tan, 2008). Kandungan N total pada horizon permukaan pada Oxisol merah < 0,09 %. Kejenuhan basa relatif rendah pada Oxisol (< 70 %). KTK Oxisol relatif rendah, karena didominasi oleh sesquioksida dan liat amorf atau nonkristalin disamping adanya kaolinit yang mempengaruhi sifat kimia Oxisol. Tingginya muatan variabel yang terkandung pada Oxisol menyebabkan KTA tanah juga tinggi disebabkan adanya sesquioksida (Tan, 2008). Pada keadaan pH tanah yang relatif rendah maka Al dan Fe menjadi sangat larut yang mengakibatkan P menjadi lebih banyak terfiksasi daripada tersedia bagi tanaman. Menurut Brady dan Weil (1999) tanah bisa memindahkan lebih dari 350 mg P/Kg tanah ( kapasitas fiksasi P sekitar 700 Kg P/Ha) dari larutan yang menjadikan tingkat fiksasi P tanah tinggi. Tanah-tanah mineral masam yang mempunyai pH rendah (< 6) dengan oksida-oksida Fe yang bermuatan positif akan menjerap anion. Reaksi ini disebut reaksi non spesifik yang tergantung pada muatan ion. Tetapi anion-anion tertentu dapat dijerap dengan kuat pada permukaan oksida-oksida Fe (Hingston et al., 1968; Atkinson et al., 1974; Bowden et al., 1977; Taylor dan Elis., 1978 dalam Siradz., 2000). Muatan positif berperan dalam adsorpsi dan
1
Efek Sisa Aplikasi Bahan Humat (M. Haryanti et al, 2012): 34-
ISSN: 1829-7994
pertukaran anion pada patahan mineral. Ion H2PO4- adalah ion yang paling banyak dijerap dan ditahan partikel tanah melalui reaksi adsorpsi (Brady dan Weil, 1999). Fosfor (P) dalam tanah sering diikat dalam bentuk yang tidak tersedia pada tanah-tanah masam, dimana Al dan Fe bereaksi dengan fosfat, dan pada tanah alkali Ca yang bereaksi dengan P, sehingga P menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Oxisol adalah salah satu tanah bereaksi masam yang mengandung banyak sekali mineral P sekunder, seperti Al-P, Fe-P, dan oksida –hidroksida Fe/ Al karena tanah ini telah mengalami pelapukan lanjut. pH tanah Oxisol termasuk rendah sehingga muatan positif mendominasi muatan koloid tanah. Muatan positif berperan dalam adsorpsi dan pertukaran anion pada patahan mineral (Brady dan Weil, 1999). Pemupukan P dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur P, karena kandungan P dalam tanah sangat rendah yaitu antara 0,005 sampai 0,15 % dan tidak langsung bisa tersedia bagi tanaman. Pupuk P yang ditambahkan ke dalam tanah akan berpeluang terjerap oleh permukaan mineral dan diendapkan oleh mineral P sekunder seperti Al-P, Fe-P dan Ca-P serta permukaan senyawa oksida dan hidroksida Fe /Al dan mineral liat (Havlin et al, 1999). Pupuk P dibutuhkan dalam jumlah yang relatif banyak untuk memenuhi ketersediaan P bagi tanaman pada Oxisol. Pemupukan yang berat pada Oxisol menjadi masalah utama dalam mengelola tanah ini untuk produksi tanaman pangan. Kandungan bahan organik Oxisol sangat rendah dan menjadi masalah yang memicu terjadinya sorpsi P yang lebih besar serta keracunan Al. Oleh karena itu penambahan bahan organik pada pengelolaan Oxisol perlu dilakukan. Salah satu bentuk bahan organik yang cepat bereaksi dengan tanah dan dianggap mampu membuat penyelimut oksida Fe /Al yang menyusun matrik Oxisol adalah bahan humat. Tan (2005) menjelaskan bahwa, deposit bahan humat terdapat pada tanah (biasa disebut humus) seperti pada Andisol (Al-humat dan alofan), Mollisol (Ca-humat dan Ca-fulvat), Spodosol, Histosol (gambut). Selain itu bahan humat juga terdapat sebagai deposit geologi seperti lignit, batu bara, dan minyak bumi. Marsi (1997 cit Herviyanti et al., 2007) menyatakan bahwa kemampuan bahan humat yang berasal dari jerami padi dalam menjerap logam Al yang sangat tinggi, yakni sebanyak 10 dan 20 % KTK dapat dijerap seluruhnya oleh bahan humat maupun bahan humat yang dicampur dengan liat. Selanjutnya dilaporkan bahwa bahan humat asal limbah organik jerami padi memiliki komponen muatan negatif yang tinggi (rerata 127,83 me/100g), gugus karboksilat (rerata 4,27 me/g), gugus fenolik (rerata 10,59 me/g); serta mengandung 20,49 % C-organik dan 1,743 % N. Pembentukan kompleks logam dengan senyawa humat dapat mengatasi fiksasi P dan K. Tan (1998) telah menunjukkan bahwa asam humat dapat melepaskan K yang terfiksasi dalam ruang antar misel lempung. Pengkhelatan atau pembentukan kompleks juga dapat menyebabkan P anorganik yang tidak larut menjadi larut seperti AlPO4 , FePO4, atau Ca3(PO4)2. Bahan humat mempunyai peranan yang sangat banyak dalam perbaikan kesuburan tanah, maka perlu didapatkan sumber bahan humat yang diperoleh dengan mudah dan jumlah yang banyak. Salah satu sumber bahan humat yang tersedia dan belum dimamfaatkan adalah batu bara muda (Subbituminus). Subbituminus merupakan batubara muda dengan tingkat pembatubaraan rendah, strukturnya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, mempunyai kadar air yang relatif tinggi dan kadar karbon yang lebih rendah, sehingga kandungan energinya rendah, sehingga dapat dimamfaatkan sebagai sumber bahan humat (Tirasonjaya, 2006). Rezki (2007) memperoleh bahan humat dari batubara muda Kabupaten Pasaman 31,5 % dan batu bara Kota Sawah lunto 15,4 % yang diekstrak dari 0,5 N NaOH. Penelitian yang menggunakan kedua ekstrak bahan humat yang berasal dari ekstrak batubara muda yang diaplikasikan pada Oxisol dan ditanami Jagung (Zeamays L) telah dilakukan sebelumnya untuk melihat pengaruh interaksi pemberian bahan humat dan pupuk P terhadap produksi jagung. Reaksi bahan humat pada panen pertama dilihat dari kandungan Corganik tanah dimana C-organik tanah pada panen pertama termasuk kriteria sangat tinggi dengan kisaran 5-15 % (Oxisol ditambah bahan humat dari ekstrak batubara muda). Oleh karena bahan humat dari kedua sumber tersebut mampu menyumbangkan kadar C-organik yang lebih
J. Solum Vol IX No.2 Juli 2012: 34-
ISSN:1829-7994
besar pada tanah, maka perlu dikaji efeksisa bahan humat pada panen ke-2, namun masih dengan penambahan pupuk P sampai seperempat (25 %) rekomendasi. Hal ini didukung dengan pernyataan bahwa bahan humat mampu bertahan / resisten dalam tanah karena bahan humat mempunyai sifat yang tidak mudah terdegradasi ketika telah tercampur dengan tanah. Brady dan Weil (1999) menjelaskan bahwa bahan humat mempunyai karakteristik struktur cincin aromatik seperti polyphenol dan sebanding dengan polyquinon yang lebih komplek, dan berupa substansi amorf, berwarna gelap, mempunyai berat molekul bervariasi antara 2000 sampai 300.000 g/mol, dan karena kompleksitasnya maka bahan humat lebih resisten terhadap serangan mikrobia tanah. Selanjutnya, fraksi humat berupa bahan humat yang tersusun dari asam humat, asam fulvat, dan humin yang lebih stabil dalam tanah tergantung lingkungannya dimana asam fulvat stabil sampai 10-50 tahun, dan asam humat stabil sampai berabad-abad. Oleh karena sifat resisten bahan humat diatas maka aplikasi pupuk secara bertahap dapat dikurangi, dan usaha pertanian menjadi lebih bernilai ekonomis. Masalah aplikasi bahan organik yang relatif sulit dan mahal selama ini dapat diatasi, selain itu input pupuk buatan dapat dikurangi secara bertahap. Sehingga perlu kajian efeksisa bahan humat yang telah diaplikasikan pada Oxisol yang notabene adalah lahan marjinal dimana produktifitasnya perlu ditingkatkan. Tanaman Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu tanaman pangan, bahkan menjadi makanan pokok bagi sebagian penduduk di daerah indonesia bahagian timur. Produksi jagung nasional mencapai 11,4 juta ton per tahunnya, namun hasil ini masih belum cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini dapat di lihat dari masih besarnya impor jagung nasional yakni 400 ribu ton pada tahun 2005. (Tempo Interaktif Bisnis, 2009). Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan ekstensifikasi tanaman jagung demi mengurangi impor jagung nasional bahkan agar mampu berswasembada jagung nantinya. Pemanfaatan lahan Oxisol menjadi prioritas untuk dikembangkan menjadi lahan yang produktif untuk tanaman jagung. Berdasarkan stabilitas bahan humat didalam tanah seperti yang dikemukakan diatas maka peneliti telah melakukan penelitian dengan judul ”Efek Sisa Aplikasi Bahan Humat dari Ekstrak Batu Bara Muda (Subbituminus) untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan P dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L) Panen ke-2 pada Oxisol”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa efek sisa bahan humat dari batubara muda (Subbituminus) masih memberikan peningkatan efisiensi pemupukan P dan produksi tanaman jagung panen ke-2 pada Oxisol. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas dan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Maret sampai Oktober 2010. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tanah bekas ditanami jagung, yang berasal dari ordo Oxisol yang berasal Padang Siantah Kecamatan Luhak Kabupaten 50 Kota Propinsi Sumatera Barat. Bahan humat diperoleh dari batubara muda (Subbituminus) yang diekstrak dengan 0,5 N NaOH diambil di Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman. Kemudian digunakan benih jagung varietas BISI 2 sebagai tanaman indicator. Pot yang digunakan adalah ember dengan volume 10 Kg tanah setara kering angin. Pupuk buatan yang digunakan adalah SP-36 sebagai perlakuan serta Urea dan KCl sebagai pupuk dasar. Untuk mencegah penyakit bulai akan digunakan Rhidomil 35 SP. Penelitian ini menggunakan metoda percobaan pot di rumah kaca dengan tanaman jagung varietas BISI 2 sebagai tanaman indikator. Parameter pengamatan Analisis Tanah lengkap meliputi (Kadar C-organik tanah, P-tersedia, N-total, KTK tanah, Al-dapat dipertukarkan, pH H2O dan pH KCl) setelah panen pertama. Analisis tanah dilakukan pada saat sebelum tanam ke2, untuk melihat ketersediaan hara tanah dan kandungan C-organik tanah. Kemudian dilakukan analisis kadar hara tanaman pada saat vegetatif maksimum dengan mengambil beberapa sampel
3
Efek Sisa Aplikasi Bahan Humat (M. Haryanti et al, 2012): 34-
ISSN: 1829-7994
tanaman. Lalu pada panen terakhir dilakukan analisis serapan hara tanaman untuk melihat angkutan hara setelah panen. Produksi tanaman jagung dihitung berdasarkan produksi biji kering/ha. Penelitian ini berupa percobaan pot menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam bentuk faktorial 4 x 4 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah efeksisa takaran bahan humat (A) yang terdiri atas 4 taraf dan faktor yang kedua adalah takaran pupuk P (B) yang terdiri atas 4 taraf. Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan uji F pada taraf 5%. Jika hasil pengujian dengan uji F berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjutan DNMRT taraf nyata 5%. Pelaksanaan Penelitian Persiapan Tanah Sebelum Tanam Tanah bekas ditanami jagung panen pertama dibersihkan terlebih dahulu dari sisa-sisa panen, kemudian tanah digemburkan atau diaduk dalam ember agar tanah tidak memadat dan pori-pori makro tanah menjadi lebih tersedia, seperti melakukan pengolahan tanah dilapangan. Kemudian diambil sampel tanah untuk analisis tanah setelah panen pertama, sampel tanah diambil per pot tanah. Lalu tanah disiram sampai tanah menjadi lembab dengan kadar air kapasitas lapang dan siap di tanami. Pemberian Perlakuan pupuk P (TSP) dan pupuk dasar N (Urea), dan K (KCl) Pemberian perlakuan pupuk P sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan seperti pada Lampiran 4. Pemberian pupuk N dan K sesuai dengan rekomendasi masing-masing pupuk untuk tanaman jagung yaitu 300 kg urea dan 250 kg KCl ha- dilakukan pada saat tanam. Pupuk tersebut ditebarkan secara merata ke tanah per pot pada kedalaman 5 cm dibawah permukaan tanah dengan cara mengeluarkan tanah sedalam 5 cm dan ditutup kembali setelah pupuk ditebarkan. Setelah itu benih jagung terlebih dahulu dilumasi rhidomil sebelum tanam, setelah itu baru ditanam dengan cara ditugal. Benih jagung ditugalkan ke dalam tanah sebanyak 3 biji dengan kedalaman 5 cm. Seminggu setelah penanaman tanaman diseleksi dan ditinggalkan 2 tanaman yang terbaik untuk setiap pot. Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi pengendalian hama dan penyakit serta penyiraman dilakukan setiap sore hari sampai kapasitas lapang. Prosedur kapasitas lapang dapat dilihat pada lampiran 5. Untuk perlindungan tanaman dari serangan hama tanaman disemprot dengan Dursban 200 ec setelah tanaman berumur 30 hari. Panen Panen dilakukan pada saat tanaman berumur ± 95-100 HST (80 % dari populasi telah memenuhi criteria panen (Lampiran 8) dengan tanda-tanda kelobot sudah berwarna kuning, bijinya sudah cukup keras dan mengkilap, dipangkal biji sudah ada garis hitam, ada apabila ditusuk dengan kuku ibu jari maka tidak akan meninggalkan bekas. Panen akan dilakukan dengan memetik jagung berkelobot. Kelobot dikupas, tongkol berbiji dijemur hingga kering, kemudian biji dipipil lalu ditimbang bobot keringnya. Pengamatan Analisis Tanah Analisis kimia tanah akan dilakukan pada awal penelitian sebelum diberi perlakuan P dan dilakukan pada setiap satuan percobaan atau per pot. Analisis kimia tanah awal dilakukan di laboratorium meliputi pengukuran pH tanah (pH H2O dan KCl) dengan metode elektrometrik, pengukuran C-organik dengan metode Walkley and Black, P-tersedia dengan metode Bray II, N-total dengan metode Kjeldhal, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dengan metode Leaching, K-
J. Solum Vol IX No.2 Juli 2012: 34-
ISSN:1829-7994
dd, Ca-dd, Mg-dd, Na-dd, dengan metode ekstraksi 1 N ammonium asetat pH 7 serta diukur dengan Atomic Absorption Spectrometer (AAS), Al-dd diukur dengan metoda 1 N KCl. Hasil analisis kimia tanah sebelum ditanami akan dibandingkan dengan analisis kimia tanah setelah inkubasi bahan humat dan pupuk P pada panen pertama. 2. Analisis Tanaman Kadar hara P Cara pengambilan contoh tanaman untuk analisis kadar hara yaitu dilakukan pada saat tanaman mencapai pertumbuhan vegetatif maksimum yakni ketika berumur 6 minggu. Contoh tanaman yang diambil untuk analisa adalah daun ke 3 atau 4 dari atas. Menurut Donahue 1977 (cit.Hardjowigeno.1987) bagian tanaman yang diambil adalah daun pertama dari atas yang telah terbuka penuh. Dalam penentuan kadar hara tanaman sampel daun yang telah diambil dimasukkan ke dalam kantong kertas yang telah dilubangi, lalu dikeringkan dalam oven selama 2 x 24 jam pada suhu 650C sampai bobotnya tetap. Setelah diovenkan kemudian ditimbang bobot keringnya. Selanjutnya dihaluskan dan digrinder untuk analisis P tanaman. Prosedur P tanaman dapat dilihat pada Lampiran 9. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik. Tinggi tanaman (cm) Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari atas permukaan tanah sampai ujung daun, untuk memudahkan pengukuran digunakan ajir. Pengukuran dimulai saat tanaman berumur 2 minggu dengan interval waktu 1 kali seminggu sampai panen (masa fase generatif berakhir). 2.2 Bobot kering tanaman bagian atas Berat kering tanaman bagian atas didapatkan dengan menimbang bagian atas tanaman. Kemudian dimasukkan kedalam kantong kertas yang telah dilubangi, lalu dimasukkan ke dalam oven sampai beratnya tetap, sekitar 2x24 jam pada suhu 650C, lalu ditimbang. 2.3 Berat segar tongkol berkelobot. Takaran pupuk P (Rekomendasi) Berat segar tongkol berkelobot didapatkan Takara n dengan cara menimbang tongkol berkelobot yang 100 75 50 % 25 Ratadiambil pada waktu panen buah matang. Berat Bahan % % % rata segar tongkol berkelobot didapat dengan cara Humat (ppm) menimbang tongkol berkelobot yang diambil pada waktu panen buah matang. 0 5.686 2.03 2.274 2.94 3.324 8 0 ab 400 3.031 8.12 3.787 7.89 5.709 a 2.5 Berat tongkol berbiji Berat tongkol berbiji segar didapat dengan 5 4 cara menimbang tongkol berbiji setelah panen. 800 1.122 3.63 1.536 1.13 1.947 6 0 2.6 Berat 100 biji kering (g) b Berat 100 biji didapatkan dengan 1200 2.051 2.95 4.392 5.39 3.698 menimbang biji yang diambil secara acak sebanyak 4 6 ab 100 buah. Kemudian dimasukkan kedalam kantong Rata- 2.972 4.27 2.997 4.33 kertas yang telah dilubangi, lalu dimasukkan ke rata 9A 9A A A dalam oven sampai beratnya tetap, sekitar 2x24 jam pada suhu 650C, lalu ditimbang. 2.7 Produksi biji kering/ha Produksi biji kering/ha didapat dengan cara menghitung berat biji pipilan kering pertanaman lalu dikalikan dengan jumlah populasi tanaman jagung/ha. Populasi tanaman jagung/ha dengan jarak tanam 75cm x 25cm adalah 53,333 batang/ha. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengamatan Tanah Setelah Panen Pertama
5
Efek Sisa Aplikasi Bahan Humat (M. Haryanti et al, 2012): 34-
ISSN: 1829-7994
Hasil analisis tanah setelah panen pertama dilakukan untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah dan status C-organik tanah Oxisol sebagai efek sisa pemberian bahan humat dari batu bara muda (Subbituminus) dan pemupukan P. Adapun hasil analisis tanah disajikan pada Tabel dibawah ini. Tabel 1 . Hasil analisis C-Organik Oxisol (%) Berdasarkan data pada Tabel 1, hasil analisis C-organik dengan efeksisa pemberian beberapa takaran bahan humat dan pupuk P, memperlihatkan tidak adanya interaksi dari taraf perlakuan yang diberikan. Hal ini disebabkan karena efek sisa penambahan bahan humat setelah panen pertama masih memberikan sumbangan bahan organik yang tinggi pada Oxisol namun tidak berpengaruh dengan penambahan pupuk P sampai 25 % rekomendasi. Penambahan P sampai 25 % rekomendasi tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap C-organik tanah Oxisol sedangkan efeksisa penambahan bahan humat juga hampir sama pada setiap taraf pemberian bahan humat. Nilai C-organik tertinggi terdapat pada takaran bahan humat 400 ppm dan takaran pupuk P 25 % rekomendasi. Pupuk P yang diberikan pada saat tanam pertama telah diserap maksimal oleh tanaman sehingga pengaruhnya pada saat tanam kedua jadi tidak kelihatan atau hampir sama. Oxisol mempunyai kandungan bahan organik yang rendah, dengan penambahan bahan humat dari batubara muda (Subbituminus) dapat meningkatkan kandungan bahan organik Oxisol sampai kriteria sangat tinggi seperti hasil pengamatan pada panen pertama dan efek sisa bahan humat untuk tanam kedua masih memperlihatkan kandungan bahan organic yang tinggi. Tabel 2. Hasil analisis P-tersedia Oxisol (ppm) Takaran Bahan Humat (ppm) 0
Takaran pupuk P (Rekomendasi) 100 75 % 50 % 25 Rata-rata % % 0.919
0.528
0.771
400
1.152
0.628
0.566
800
1.947
0.761
0.395
1200
0.876
1.133
0.642
Ratarata
1.223 A
0.762 AB
0.593 B
0.32 8 0.42 3 0.59 5 0.61 8 0.49 1B
0.636 a 0.692 a 0.924 a 0.817 a
Hasil analisis P tersedia tanah sesudah panen pertama dari Oxisol dapat dilihat pada Tabel 2, dimana efeksisa peningkatan pemberian bahan humat dan pengurangan pemberian pupuk P dari 100 % sampai 25 % rekomendasi tidak memperlihatkan adanya interaksi. Pengaruh bahan humat tidak berbeda nyata sedangkan pengaruh pemberian pupuk P berbeda nyata pada takaran 100 % dan 75 % rekomendasi. Namun secara umum, kandungan P-tersedia tanah menjadi sangat rendah karena memang P yang diberikan melalui pupuk telah terserap tanaman pada panen pertama, disamping itu fosfor yang diberikan melalui pupuk juga kemungkinan telah disorpsi oleh komponen tanah Oxisol sehingga P-tersedia tanah pada saat tanam pertama termasuk kriteria rendah sampai sangat tinggi, sedangkan P-tersedia setelah panen pertama pada semua taraf perlakuan termasuk kriteria sangat rendah. Nilai P- tersedia
J. Solum Vol IX No.2 Juli 2012: 34-
ISSN:1829-7994
tertinggi menurut takaran bahan humat dan pupuk P adalah pada takaran 800 ppm bahan humat dan 100% rekomendasi P. Dan nilai P-tersedia ini sangat rendah dibandingkan P-tersedia pada saat tanam pertama yaitu menurun sampai 33.15 ppm (94 %). Tabel 3. Hasil analisis KTK Oxisol (me/100 g) Takar an Bahan Huma t (ppm) 0
Takaran pupuk P (Rekomendasi) 100 75 50 25 % Rata% % % rata
3.206
400
1.706
800
2.991
1200
3.514
Ratarata
2.606 A
0.94 7 3.23 1 9.14 2 1.79 1 3.53 0A
2.69 2 1.66 3 5.11 3 8.30 0 4.16 7A
3.241 2.147 4.266 3.972
2.240 a 1.939 a 5.141 a 4.144 a
3.160 A
Pada Tabel 3, dapat dilihat hasil analisis KTK Oxisol dengan efeksisa pemberian beberapa takaran bahan humat dan pengurangan takaran pupuk P tidak ada interaksi dari perlakuan tersebut. Dan dari masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata baik dengan peningkatan takaran bahan humat dan pengurangan takaran pupuk P berdasarkan rekomendasi. Hal ini disebabkan karena setelah panen pertama kandungan kation basa menjadi sangat rendah sehingga KTK tanah juga rendah. Dibandingkan saat tanam pertama nilai KTK termasuk kriteria rendah sampai sedang, jumlah ini menurun setelah panen pertama menjadi sangat rendah. Penurunan ini mencapai 20 % dari nilai KTK saat tanam pertama. Nilai KTK tertinggi terdapat pada takaran bahan humat 800 ppm dan 50 % rekomendasi P. KTK tanah juga dipengaruhi jenis mineral liat yang terkandung dalam tanah, dimana Oxisol didominasi oleh kaolinit yang mempunyai KTK rendah (1-10 me/100 g) (Havlin, 1999). Nilai KTK Oxisol berkisar 1-5 me/100 g, sehingga nilai KTK ini mencerminkan KTK Oxisol.
Takara
Takara
n
n
Bahan
pupuk
Humat
P
(ppm)
(Rekom
Analisis Kadar Hara Tanah pH H2O
pH KCl
N- Total Ca-dd (%)
Mg-dd K-dd (me/100 gr)
Na-dd
Kej. Al (%)
100 %
6.693 n
5.857
0.055
0.076
0.129 sr
0.099 sr
0.220 r
87.149
75 %
6.407 am
am
sr
sr
0.169 sr
0.079 sr
0.258 r
st
endasi) 0
7
Efek Sisa Aplikasi Bahan Humat (M. Haryanti et al, 2012): 34-
400
50 %
6.640 n
5.387 m
0.057
25 %
6.207 am
5.347 m
sr
5.013
0.114 r
0.086
73.572
am
0.141 r
sr
st
0.099
73.749
sr
st
100 %
6.150 am
5.553 m
0.048
75 %
6.287 am
5.233 m
sr
50 %
6.417 am
5.253 m
25 %
6.490 am
5.487 m
0.099 sr
0.251 r
78.336
sr
0.164 sr
0.106 r
0.205 r
st
0.077 sr
0.177 r
73.054
sr
0.174 sr
0.098 sr
0.207 r
st
0.138 r
0.097
0.171 sr
0.191 r
0.364 r
71.119
0.105 r
sr
0.139 sr
0.099 sr
0.205 r
st
100 %
5.950
5.337 m
0.049
75 %
am
5.150 m
sr
50 %
6.353 am
5.337 m
0.063
25 %
5.947 am
5.047 m
sr 0.032 sr 0.101 r
1200
0.143 sr
0.141 sr
sr
5.760 am
0.107
0.083
0.046
800
ISSN: 1829-7994
100 %
6.373 am
5.663
0.043
75 %
5.983 am
am
sr
50 %
5.923 am
5.403
0.027
25 %
6.157 am
am
sr
5.360
0.096
am
sr
5.607
0.050
am
sr
0.107
72.685
sr
st
0.087
72.077
sr
st
0.106
0.173 sr
0.120 r
0.277 r
68.156
sr
0.160 sr
0.140 r
0.280 r
st
0.097
0.159 sr
0.103 r
0.227 r
66.632
sr
0.185 sr
0.106 r
0.229 r
st
0.084
73.779
sr
st
0.117
73.049
sr
st
0.106
0.182 sr
0.089 sr
0.224 r
68.197
sr
0.165 sr
0.148 r
0.328 r
st
0.096
0.228 sr
0.189 r
0.422 s
62.447
sr
0.193 sr
0.152 r
0.326 r
st
0.138
61.840
sr
st
0.107
67.900
sr
st
Keterangan : n= netral, am = agak masam, m= masam, sr = sangat rendah, r= rendah, st= sangat tinggi Tabel 4. Hasil analisis hara utama Oxisol
J. Solum Vol IX No.2 Juli 2012: 34-
ISSN:1829-7994
Pada Tabel 4 disajikan hasil analisis pH H2O, pH KCl, status N, (Ca, Mg, K, Na, % Kejenuhan Al). pH Oxisol (pH H2O dan pH KCl) setelah panen pertama berkisar antara netral , agak masam dan masam. Bila dibandingkan dengan pH tanah pada saat tanam pertama hanya berkisar kriteria agak masam sampai masam. Adanya peningkatan nilai pH tanah disebabkan kandungan C-organik yang tinggi sebagai hasil efek sisa penambahan bahan humat yang diberikan pada panen pertama. Kisaran pH ini sesuai untuk tanaman jagung yaitu pH 5.5 sampai 7 (Havlin, 1999). Kandungan N-total tanah berada pada kriteria sangat rendah sampai rendah. Pada Tabel 4 dapat dilihat semakin besar takaran efeksisa bahan humat diberikan pada Oxisol maka kandungan N-total jadi semakin rendah. Hal ini disebabkan Nitrogen yang diberikan melalui pupuk (Urea) diserap lebih tinggi oleh tanaman jagung. Tanaman jagung membutuhkan Nitrogen jauh lebih besar dari pada tanaman lain. Sedangkan bahan humat dari batubara sangat sedikit sekali mengandung unsur Nitrogen. Sebagaimana dalam proses pembentukan batubara dimana proses terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Tahap penggambutan (peatfication) adalah tahap sisa tumbuhan dan terakumulasi dan tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem draenase yang buruk dan selalu tergenang air dengan kedalaman 0,5 sampai 10 meter. Material yang membusuk ini melepaskan H, N, O,dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 dalam proses menjadi gambut (Stach ; 1982 dalam Susilawati, 1992 dalam Tirasonjaya, 2006). Sehingga bahan humat dari batubara muda sangat tidak mungkin mengandung N, dan sumbangan N dari bahan humat batubara muda sangat kecil untuk bisa disebut sebagai hara tanaman. Kandungan Ca-dd dan Mg-dd termasuk kriteria sangat rendah (Tabel 4), selain Oxisol tidak mengandung mineral yang menghasilkan Ca dan Mg, karena mineral yang mendominasi adalah mineral tipe 1:1 seperti kaolinit, gibsit, gootit dll, Oxisol juga mempunyai KTK yang rendah serta Al-dd yang tinggi. Sumber Ca dan Mg dari tanah ini sangat minim sekali sehingga ketersediaan Ca dan Mg menjadi sangat rendah. Bila dibandingkan dengan Oxisol sebelum diberikan perlakuan, status Ca-dd menurun 0.03 me/100 g dan Mg-dd meningkat sampai 0,06 me/100 g pada efeksisa pemberian bahan humat takaran 1200 ppm dan 50 % rekomendasi P. Pada Tabel 4 juga terlihat kandungan K-dd dan Na-dd Oxisol setelah panen pertama termasuk kriteria rendah sampai sangat rendah. Untuk nilai K-dd menurun 0.6 me/100 g pada efeksisa pemberian bahan humat 400 ppm dan takaran pupuk 50 %. Dan nilai Na-dd meningkat 0.18 me/100 g pada efeksisa takaran bahan humat 1200 ppm dan pupuk P 50 % rekomendasi bila dibandingkan sebelum diberi perlakuan bahan humat dan pupuk P. Nilai Al-dd semakin menurun dengan efeksisa penambahan bahan humat (pada Tabel 4), takaran bahan humat 800 dan 1200 ppm bahan humat dengan pengurangan takaran pupuk P sampai 25 % rekomendasi maka Al-dd semakin meningkat. Namun masih dapat ditekan dengan penambahan bahan humat. Bila dibandingkan dengan kejenuhan Al pada tanah yang belum diberi perlakuan bahan humat, nilai kejenuhan Al pada tanam kedua menurun sampai 27.11 % pada penambahan bahan humat 1200 ppm dan takaran pupuk P 50 % rekomendasi . Oxisol yang digunakan sebagai media tanam jagung pada penelitian ini memang sudah mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, daya sorpsi P yang tinggi, kejenuhan Al yang tinggi dan didominasi oleh mineral tipe 1:1 sehingga mempunyai KTK yang rendah. Efeksisa penambahan bahan humat sampai 1200 ppm dan pengurangan pupuk P sampai 50 % rekomendasi cukup memberikan perbaikan tingkat kesuburan tanah pada tanam pertama dan untuk tanam jagung kedua penambahan pupuk P sebaiknya diberikan sampai 100 % rekomendasi, karena ketersediaan P tanah sangat tergantung pada penambahan pupuk P. Dapat dilihat pada Tabel 2, pada tanam kedua penurunan nilai P-tersedia tanah sampai 94 % dibandingkan P-tersedia saat tanam pertama. 2.
Analisis Kadar Hara dan Pertumbuhan Tanaman
9
Efek Sisa Aplikasi Bahan Humat (M. Haryanti et al, 2012): 34-
ISSN: 1829-7994
Hasil analisis kadar hara meliputi kadar hara P dan pertumbuhan tanaman berupa tinggi tanaman, bobot tanaman bagian atas, berat segar tongkol berkelobot, berat tong, berat tongkol berbiji, berat kering 100 biji, dan produksi tanaman jagung. 1. Kadar P tanaman Tabel 5. Kadar hara P Tanaman Jagung (%) Takar an Bahan Huma t (ppm) 0
400
800
1200
Ratarata
Takaran pupuk P (Rekomendasi) 100 % 75 % 50 25 Rata% % rata
0.173
0.028
0.038
0.037
0.069 A
0.058
0.007
0.011
0.016
0.015 A
0.02
0.09
8
0
0.05
0.01
8
1
0.04
0.05
8
9
0.04
0.00
9
8
0.04 6A
0.04 2A
0.08 a
0.026 b 0.039 a b 0.027 b
Kadar hara P tanaman jagung pada panen kedua menunjukkan tidak ada interaksi dengan efeksisa penambahan bahan humat dan pupuk P. Efeksisa penambahan bahan humat dan penambahan pupuk P memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata. Kadar hara P tanaman yang tinggi terdapat pada takaran pupuk 100 % dan tanpa pemberian bahan humat. Efeksisa bahan humat tidak memberikan pengaruh terhadap serapan P tanaman. Kadar P yang rendah disebabkan P-tersedia tanah yang sangat rendah pada Oxisol, dan juga pada tanaman juga telah memperlihatkan gejala kekurangan P pada saat tanaman berumur 1,5 bulan (seperti pada Gambar dibawah ini)
J. Solum Vol IX No.2 Juli 2012: 34-
ISSN:1829-7994
Gambar 1. Penampilan tanaman jagung yang memperlihatkan gejala kekurangan P yaitu daun berwarna ungu sepanjang tulang daun dan pangkal daun serta pertumbuhan tanaman terhambat. Kadar hara P tanaman jagung termasuk pada kriteria sangat rendah, pada Gambar 1 terlihat gejala terdapat pada efeksisa penambahan takaran bahan humat 800 ppm dan takaran pupuk P 25 % (A3B4) dan 100 % rekomendasi (A3B1). Pada umumnya untuk pemberian pupuk 25 % rekomendasi (B4) memperlihatkan gejala kekurangan P dan pertumbuhan tanaman terhambat seperti pada Gambar 2.
100 % P
75 % P
50 % P
25 % P
Takaran 0 ppm Bahan Humat
100 % P
75 % P
50 % P
25 % P
Takaran 400 ppm Bahan Humat
100 % P
75 % P
50 % P
25 % P
11
Efek Sisa Aplikasi Bahan Humat (M. Haryanti et al, 2012): 34-
ISSN: 1829-7994
Takaran 800 ppm Bahan Humat
100 % P
75 % P
50 % P
25 % P
Takaran 1200 ppm Bahan Humat Gambar 2. Pertumbuhan tanaman jagung
setelah panen vegetatif.
Pada Gambar 2, dapat dilihat pertumbuhan tanaman jagung dengan takaran pupuk P 25 % rekomendasi terhambat dan memperlihatkan gejala kekurangan P dimana daun berwarna ungu pada helaian daun. Dengan efeksisa peningkatan takaran bahan humat tidak menunjukkan pengaruh yang berarti terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga penambahan pupuk P sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman jagung pada panen kedua. Pertumbuhan yang paling baik ditunjukkan pada efek sisa penambahan bahan humat 1200 ppm dan takaran pupuk P 75 % rekomendasi (Gambar 2).
2. Tinggi Tanaman Tinggi tanaman jagung disajikan pada Gambar 3 dalam bentuk grafik pertumbuhan, sebagai berikut:
Tinggi Tanaman (cm)
200.0 150.0
100.0 50.0
0 ppm Bhmt 400 ppm Bhmt 800 ppm Bhmt 1200 ppm Bhmt
0.0 1 2 3 4 Takaran P (1) 100 %, (2) 75 %, (3) 50 %, (4) 25 % Rekomendasi
Gambar 3. Grafik tinggi tanaman jagung pada saat vegetatif maksimum. Pada Gambar 3, dapat dilihat tinggi tanaman jagung cenderung menurun dengan efek sisa penambahan takaran bahan humat dan pengurangan pupuk P sampai 25 % rekomendasi. Hal ini sejalan dengan kadar hara P tanaman yang cenderung menurun dengan takaran pupuk P. Tinggi tanaman maksimum terdapat pada takaran bahan humat 1200 ppm dengan penambahan
J. Solum Vol IX No.2 Juli 2012: 34-
ISSN:1829-7994
pupuk P 75 % rekomendasi. Pada Gambar 2, juga diperlihatkan penampilan tinggi tanaman tertinggi pada takaran bahan humat 1200 ppm dan takaran pupuk P 75 % rekomendasi. Dan pada semua takaran bahan humat dengan penambahan pupuk P 25 % rekomendasi tinggi tanaman cenderung menurun. Seiring dengan itu, tinggi tanaman pada panen ke-2 ini tidak mencapai tinggi tanaman standar yang terdapat pada deskripsi tanaman yaitu 205 cm. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan tanaman pada panen ke-2 sangat terhambat karena faktor kesuburan tanah dimana hara tanah yang tidak mencukupi bagi pertumbuhan tanaman terutama P dan hara makro lainnya. 3. Bobot Tanaman Bagian Atas Bobot Kering bagian atas tanaman (Gram)
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00
0 ppm Bhmt 400 ppm Bhmt 800 ppm Bhmt 1200 ppm Bhmt
0.00 1 2 3 4 Takaran P (1) 100 %, (2) 75 %, (3) 50 %, (4) 25 % Rekomendasi
Gambar 4. Bobot kering tanaman bagian atas panen ke-2 (gram) Pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa terdapat penurunan bobot kering tanaman dengan pengurangan takaran pupuk P sampai 25 % rekomendasi. Bobot kering tanaman jagung yang paling besar terdapat pada efek sisa penambahan takaran 1200 ppm bahan humat dan pupuk P 75 %. Terdapat peningkatan bobot kering tanaman dari penambahan pupuk P 100 % rekomendasi ke penambahan pupuk P 75 % rekomendasi dan menurun drastis dengan penambahan pupuk P 50 dan 25 % rekomendasi pada takaran bahan humat 0, 800, 1200 ppm. Sedangkan untuk efeksisa penambahan takaran bahan humat 400 ppm, bobot kering tanaman paling besar terdapat pada penambahan pupuk P 100 % rekomendasi lalu menurun pada takaran pupuk P 75 % rekomendasi dan meningkat lagi pada takaran 50 dan 25 % rekomendasi. Namun peningkatannya tidak sebesar penambahan pupuk P 100 % rekomendasi. Jadi efek sisa bahan humat 1200 ppm dengan penambahan pupuk P 75 % rekomendasi masih memberikan pertumbuhan yang baik bagi tanaman jagung. 4. Berat segar tongkol berkelobot tanaman jagung
13
Bobot Basah tobgko berkelobot (Gram)
Efek Sisa Aplikasi Bahan Humat (M. Haryanti et al, 2012): 34-
ISSN: 1829-7994
70 0 ppm BHmt
60 50
400 ppm BHmt 800 ppm BHmt 1200 ppm BHmt
40 30 20 10 0
1 2 3 4 Takaran P (1) 100 %, (2) 75 %, (3) 50 %, (4) 25 % Rekomendasi
Gambar 5. Berat segar tongkol berkelobot dari tanaman jagung (gram) Berat segar tongkol berkelobot tanaman jagung panen ke-2 yang ditunjukkan oleh Gambar 5, dimana efek sisa penambahan 400 ppm bahan humat dengan takaran pupuk P 100 % rekomendasi menunjukkan bobot yang paling besar. Kemudian menurun dengan pengurangan takaran pupuk P sampai 25 % rekomendasi. Begitu juga untuk efeksisa bahan humat 0 dan 800 ppm berat segar tongkol berkelobot lebih besar pada takaran pupuk P 100 % rekomendasi. Lalu menurun pada takaran pupuk P 75 % dan meningkat sedikit pada takaran 50 % rekomendasi. dan sebaliknya untuk efeksisa takaran bahan humat 400 dan 1200 ppm menunjukkan penurunan drastis sampai takaran pupuk P 25 % rekomendasi. Pada Gambar 5, dapat dilihat efeksisa bahan humat 400 ppm lebih stabil mempertahankan perkembangan tanaman dengan penambahan takaran pupuk P sampai 25 % rekomendasi.
5. Berat tongkol berbiji tanaman jagung
Bobot Basah tongkol berbiji (Gram)
70 60 50
0 ppm BHmt 400 ppm BHmt 800 ppm BHmt 1200 ppm BHmt
Gambar 6. Berat tongkol berbiji panen ke-2 (gram)
Berat tongkol berbiji yang ditunjukkan oleh Gambar 6 memperlihatkan kecendrungan yang hampir sama dengan 30 berat tongkol berkelobot. Kecuali untuk efeksisa takaran bahan humat 0 ppm bahan 20 humat terdapat penurunan bobot tongkol 10 berbiji dari 100 % rekomendasi pupuk P 0 sampai 25 % rekomendasi. Berat tongkol berbiji paling besar adalah pada efeksisa 1 2 3 4 bahan humat 400 ppm dan takaran pupuk P Takaran P (1)100 % , 2)75 %, 3)50 %, 4) 25 100 % rekomendasi. Oleh karena itu, % rekomendasi) penambahan pupuk P sampai 100 % rekomendasi sangat dianjurkan untuk meningkatkan produksi tanaman jagung panen ke-2 pada Oxisol. Penambahan bahan humat sampai 1200 ppm untuk panen kedua belum memperlihatkan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung tanpa penambahan pupuk P sampai 100 % rekomendasi. 40
J. Solum Vol IX No.2 Juli 2012: 34-
ISSN:1829-7994
6. Berat 100 biji kering (gram)
Bobot Kering 100 Biji (Gram)
30.00
0 ppm Bhmt
25.00
400 ppm Bhmt 800 ppm Bhmt 1200 ppm Bhmt
20.00
15.00 10.00 5.00 0.00
1 2 3 4 Takaran P (1) 100 %, (2) 75 %, (3) 50 %, (4) 25 % Rekomendasi
Gambar 7. Berat 100 biji kering tanaman
jagung panen ke-2 (gram) Berat kering 100 biji tanaman jagung yang teringgi terdapat pada efeksisa pemberian bahan humat 400 dan 1200 ppm, dengan takaran pupuk P 100 % rekomendasi. Lalu dengan penambahan takaran pupuk P 75 %, 50 %, 25 % rekomendasi, berat 100 biji menurun. Demikian juga efeksisa pemberian bahan humat 800 ppm meningkat pada takaran P 50 % rekomendasi lalu menurun pada takaran 25 % rekomendasi, sedangkan pada efeksisa tanpa pemberian bahan humat berat kering 100 biji meningkat pada takaran pupuk 50 % rekomendasi dan kembali menurun tapi tidak sedrastis penurunan dengan pemberian takaran bahan humat. Hal ini sejalan dengan kandungan P-tersedia tanah, dimana P-tersedia pada tanpa pemberian bahan humat lebih tinggi pada takaran pupuk P 50 % rekomendasi. Berat kering 100 biji sangat tergantung pada ketersediaan P dalam tanah. Sehingga untuk Oxisol efeksisa pemberian bahan humat harus diiringi dengan penambahan pupuk P secara proporsional, dimana makin besar takaran bahan humat yang diberikan pengurangan takaran P minimal 75 % rekomendasi pupuk P. 7. Produksi Tanaman Panen Ke-2
15
Efek Sisa Aplikasi Bahan Humat (M. Haryanti et al, 2012): 34-
Produksi tanaman (Kg/Ha)
10.00
ISSN: 1829-7994
0 ppm Bhmt 400 ppm Bhmt 800 ppm Bhmt 1200 ppm Bhmt
8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
1
2 3 4 Takaran P (1) 100 %, (2) 75 %, (3) 50 %, (4) 25 % Rekomendasi
Gambar 8.
Produksi tanaman jagung
(Kg/Ha) Pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa produksi jagung tertinggi terdapat pada efeksisa pemberian bahan humat 400 ppm dengan takaran pupuk P 100 dan 75 % rekomendasi dan untuk efeksisa pemberian bahan humat 1200 ppm memberikan produksi jagung yang tinggi dengan penambahan takaran pupuk P 75 % rekomendasi. dan pada Gambar terlihat tanpa pemberian bahan humat produksi tanaman hampir sama dan yang tertinggi adalah pada takaran pupuk 75 % rekomendasi. Pada takaran pupuk 25 % rekomendasi terdapat penurunan produksi jagung untuk semua takaran bahan humat. Jadi untuk mempertahankan produksi tanaman jagung batas minimum pengurangan pupuk (efisiensi pupuk P) cukup 75 % rekomendasi dengan pemberian bahan humat sampai 1200 ppm. Penanaman jagung pada Oxisol harus mempertimbangkan ketersediaan hara makro terutama P, dengan pemberian bahan humat sampai 1200 ppm produksi tanaman jagung dapat dipertahankan dengan penambahan hara makro terutama N, P, K, Ca, Mg, Na yang cukup. Tingkat kesuburan Oxisol dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan humat yang ternyata dapat bertahan dalam meningkatkan kadar bahan organik tanah, namun harus disertai dengan penambahan pupuk yang berimbang baik yang mengandung unsur hara makro maupun mikro agar produksi tanaman dapat ditingkatkan. Batubara muda (Subbituminus) berpotensi besar dijadikan sumber bahan organic yang dapat meningkatkan kadar bahan organic tanah yang rendah seperti pada Oxisol, dalam jumlah yang tidak begitu besar karena kandungan Corganiknya yang tinggi. Selanjutnya potensi ini harus dimanfaatkan dengan diiringi penambahan pupuk yang berimbang. KESIMPULAN Efeksisa pemberian bahan humat dari batubara muda (Subbituminus) dan penambahan P pada Oxisol dengan berbagai takaran telah diteliti dan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Oxisol mempunyai kandungan bahan organik yang sangat rendah, maka dengan pemberian bahan humat dari batubara muda (Subbituminus) kandungan bahan organik tanah dapat ditingkatkan dari kriteria sangat rendah menjadi tinggi bahkan sangat tinggi. Pada panen kedua untuk tanaman jagung bahan humat dari batubara muda masih memberikan kandungan bahan organik yang tinggi bagi tanah dan dapat menekan kejenuhan Al sampai 27,11 % dibandingkan Oxisol sebelum diberi bahan humat.
J. Solum Vol IX No.2 Juli 2012: 34-
ISSN:1829-7994
2. Penambahan pupuk P pada Oxisol dan efeksisa pemberian bahan humat pada panen kedua belum memberikan kandungan P-tersedia yang tinggi bagi tanah dan suplai yang cukup bagi tanaman sehingga pada tanaman muncul gejala kekurangan P. 3. Efeksisa penambahan bahan humat dan penambahan pupuk P belum memberikan pengaruh terhadap KTK tanah, N-total tanah, status hara Ca, Mg, K, Na-dd karena pada panen kedua masih pada kriteria rendah sampai sangat rendah. 4. Pertumbuhan tanaman jagung pada panen kedua masih tertekan, baik tinggi tanaman, bobot tanaman dan produksi panen ke-2 yang masih rendah karena kandungan hara tanah yang rendah. SARAN Efeksisa penambahan bahan humat pada Oxisol pada panen kedua harus diikuti dengan penambahan pupuk yang cukup dan berimbang untuk memenuhi kebutuhan hara makro tanaman terutama N, P, K, Ca, Mg, Na. Efisiensi pemupukan P dapat dicapai sampai 75 % rekomendasi, namun dengan penambahan hara makro yang cukup. UCAPAN TERIMAKASIH Penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Lembaga Penelitian Unand yang telah bersedia membiayai seluruh penelitian ini melalui DANA DIPA Unand. Selanjutnya rasa terima kasih juga diberikan kepada Ibu Dr. Ir. Herviyanti, MS yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam penelitian ini. Dan kepada anggota peneliti yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini.
Daftar Pustaka Brady, N.C., R.R. Weil. 1999. The nature and properties of soils. Twelfth Edition Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey. 07458, 881 p. Borling, K. 2003. Phosphorus sorption, accumulation, and leaching- Effects of longterm inorganic fertilization of cultivated soils. Department of Soil Science Uppasala Doctoral Thesis. Swedish University of Agricultural Sciences Uppasala. ISSN 1401-6249. ISBN 91-576-6466-8. 39 p. Emirbas Ahyan, Yakub Kar, Huseyin Deveci, 2006. Humic substances and nitrogen- containing compounds from low rank brown coals. Selcuk University, Konya, Turkey. Energy Sourrces Journal. Havlin, J., J.D. Beaton, S.L Tisdale, W.L Nelson. 1999. Soil fertility and fertilizer. An Introduction to Nutrient Management. Sixth Edition. Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey, 499 p. Herviyanti. 2007. Upaya pengendalian keracunan besi (Fe) dengan asam humat dan pengelolaan air untuk meningkatkan produktifitas tanah sawah bukaan baru. Disertasi Doktor. Pasca Sarjana Universitas Andalas. Padang. 176 hal. Mikkuta, Christian. 2006. Controls of the phosphate sorption and desorption kinetics of organic matter – goethite associations. Dissertation of Doctoral. Berlin University. 160 p. Pusat penelitian dan pengembangan tanah dan agroklimat. 2004. Sumber daya Lahan Indonesia dan pengelolaannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 242 hal. Puslittan. 2000. Inovasi teknologi tanaman pangan. Pusat Penelitian Tanaman. Bogor. Raswa. E. 2007. Impor jagung dihentikan 2007. Tempo Interaktif. Jakarta. Selasa 28 Maret 2006. Rosmarkam. A dan N. W. Yuwono, 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. Rezki, D. 2007. Ekstraksi Bahan Humat dari Batubara (Subbituminus) dengan menggunakan 10 Jenis Pelarut. Skripsi Fakultas pertanian. Universitas andalas. Padang. 63 hal.
17
Efek Sisa Aplikasi Bahan Humat (M. Haryanti et al, 2012): 34-
ISSN: 1829-7994
Siradz, S.A. 2000. Mineralogy and chemistry of red soils of Indonesia : Phosphorus sorption characteristics of soil, kaolin, and iron oxide concentrates. Soil Science, Faculty of Agriculture, Gadjah Mada University, Yogyakarta. 23 p. Tan, K.H. 2003. Humic matter in soil and environment. Principles and controversies. University of Georgia. Athens, Georgia. USA. 386 p. Tan, KH. 2008. Soil In The Humic Tropics and Moonson Region of Indonesia. University of Georgia. Athens, Georgia. USA. 555 p. Tan, K.H. 1998 Kimia Tanah. Goenadi, D.H., penerjemah; Radjagukguk, B., penyunting. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1993. Petunjuk teknis evaluasi lahan. Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Bogor. Tirasonjaya, Fariz. 2006. Batubara. Kuliah umum, teknologi dan penelitian. wordPress.com. 7 Oktober. 16 halaman.