Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Manajemen Sumber Daya Lingkungan (Udara) Studi Kasus Kawasan Malioboro, Kridosono, dan UGM Yogyakarta (Berdasarkan Jurnal “Profil Pencemaran Udara Kawasan Perkotaan Yogyakarta: Studi Kasus di Kawasan Malioboro, Kridosono, dan UGM Yogyakarta”, Suparwoko dan Feris Firdaus, 2007)
Izzati Winda Murti Cesaria Wahyu Lukita Praditya Sigit Ardisty Sitogasa Arie Ikhwan Saputra
Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2013 1
PENDAHULUAN Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah daerah istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah dan berbatasan dengan Provinsi Jawa tengah dan Samudera Hindia.
Secara astronomis, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta terletak antara 70° 33' LS - 8° 12' LS dan 110° 00' BT - 110° 50' BT. Daerah istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kota dan empat kabupaten dengan jumlah penduduk 3.452.390 jiwa pada sensus tahun 2010. Kepadatan penduduk DIY mencapai 1.084 jiwa per km2. Tingginya kepadatan penduduk di DIY mendorong pemerintah daerah setempat untuk melakukan pembangunan guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Gejala pembangunan kota pada masa kini mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan juga menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan bertumbuhan banyak dialih-fungsikan menjadi pertokoan, pemukiman, tempat rekreasi, industri dan lain-lain Ternyata dengan semakin tidak harmonisnya hubungan manusia dengan alam tetumbuhan mengakibatkan keadaan lingkungan di perkotaan menjadi hanya maju secara ekonomi namun mundur secara ekologi. Padahal kestabilan kota secara ekologi sangat penting, sama pentingnya dengan nilai kestabilannya secara ekonomi. Oleh karena terganggunya kestabilan ekosistem perkotaan, maka alam menunjukkan reaksinya berupa: meningkatnya suhu udara di perkotaan, penurunan air tanah, banjir, penurunan permukaan tanah, intrusi air laut, abrasi pantai, pencemaran air berupa air minum berbau, mengandung logam berat, pencemaran udara seperti meningkatnya kadar karbon monoksida (CO), ozon (O3), karbon dioksida (CO2), oksida nitrogen (NO2) dan belerang dioksida (SO2), timbal/timah hitam (Pb), debu, suasana yang gersang, monoton, bising dan kotor (Firdaus, 2005).
Sebagai provinsi yang di dalamnya terdapat beberapa Perguruan Tinggi Terkemuka di Pulau Jawa dan Indonesia, antara lain Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Negeri (UII) Sunan Kalijaga, Akademi Angkatan Udara (AAU) dan beberapa Universitas terkemuka lan, DIY menjadi salah satu daerah tersibuk di Pulau Jawa. Di wilayah perkotaan, dengan kondisi kendaraan bermotor yang semakin meningkat (rata-rata tumbuh 13% per tahun)
2
sedangkan kondisi jalan terbatas, maka telah mengakibatkan terjadinya kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas dan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang terus meningkat setiap tahun.
Selain menyebabkan kepadatan dan peningkatan resiko kecelakaan, meningkatnya jumlah pengguna kedaraan bermotor juga mengakibatkan peningkatan polusi udara. Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit. Walaupun gas buang kendaraan bermotor terdiri dari senyawa yang tidak berbahaya seperti nitrogen, karbon dioksida dan upa air, tetapi didalamnya terkandung juga senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar yang dapat menjadikan gas buang membahayakan kesehatan maupun lingkungan. Bahan pencemar yang terutama terdapat didalam gas buang kendaraan bermotor adalah karbonmonoksida (CO), berbagai senyawa hindrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx), dan partikulat debu termasuk timbal (PB).
Bahan bakar tertentu seperti hidrokarbon dan timbal organik, dilepaskan ke udara karena adanya penguapan dari sistem bahan bakar. Lalu lintas kendaraan bermotor, juga dapat meningkatkan kadar partikular debu yang berasal dari permukaan jalan, komponen ban dan rem. Setelah berada di udara, beberapa senyawa yang terkandung dalam gas buang kendaraan bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan sinar matahari dan uap air, atau juga antara senyawa-senyawa tersebut satu sama lain.
Tidak semua senyawa yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor diketahui dampaknya terhadap lingkungan selain manusia. Beberapa senyawa yang dihasilkan dari pembakaran sempurna seperti CO2 yang tidak beracun, belakangan ini menjadi perhatian orang. Senyawa CO2 sebenarnya merupakan komponen yang secara alamiah banyak terdapat di udara. Oleh karena itu CO2 dahulunya tidak menepati urutan pencemaran udara yang menjadi perhatian lebih dari normalnya akibat penggunaan bahan bakar yang berlebihan setiap tahunnya. Pengaruh CO2 disebut efek rumah kaca dimana CO2 diatmosfer dapat menyerap energi panas dan menghalangi jalanya energi panas tersebut dari atmosfer ke permukaan yang lebih tinggi. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya suhu rata-rata di permukaan bumi dan dapat mengakibatkan meningginya permukaan air laut akibat melelehnya gunung-gunung es, yang pada akhirnya akan mengubah berbagai sirklus alamiah. Pengaruh pencemaran SO2 terhadap lingkungan telah banyak diketahui. Pada tumbuhan, daun 3
adalah bagian yang paling peka terhadap pencemaran SO2, dimana akan terdapat bercak atau noda putih atau coklat merah pada permukaan daun.
Dalam beberapa hal, kerusakan pada tumbuhan dan bangunan disebabkan karena SO2 dan SO3 di udara, yang masing-masing membentuk asam sulfit dan asam sulfat. Suspensi asam di udara ini dapat terbawa turun ke tanah bersama air hujan dan mengakibatkan air hujan bersifat asam. Sifat asam dari air hujan ini dapat menyebabkan korosif pada logam-logam dan rangka -rangka bangunan, merusak bahan pakian dan tumbuhan. Oksida nitrogen, NO dan NO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Pengaruh NO yang utama terhadap lingkungan adalah dalam pembentukan smog. NO dan NO2 dapat memudarkan warna dari serat-serat rayon dan menyebabkan warna bahan putih menjadi kekuning-kuningan.
PERMASALAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Gubernur DI.Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, tingkat pencemaran udara di wilayah Jateng dan Yogyakarta makin tinggi, kalau boleh dikatakan sudah memasuki nilai ambang batas, sehingga semua pihak diminta waspada dan berhati-hati. Sehubungaan dengan itu, perlu diambil langkah-langkah untuk menghindari kemungkinan hujan asam yang efeknya merugikan manusia. Secara umum, meski dari hasil penelitian belumdapat disimpulkan ada tren naik atau menurun dalam hal gas polutan yang dilepas ke udara, mengingat dari hasil pemantauan beberapa parameter menunjukkan angka fluktuatif, sesungguhnya pula harus diakui kualitas udara menurun. Bahkan beberapa pakar berpendapat, kualitas udara Yogyakarta sudah memasuki nilai ambang batas dan perlu diwaspadai. Karena itu perlu segera diambil langkah-langkah guna menghindari kemungkinan terjadi hujan asam. Sekarang di jalan raya makin banyak para pengendara sepeda motor yang mengenakan masker meskipun seadanya. Sebab, mereka menyadari bahwa tingkat pencemaran udara makin tinggi (Sri Sultan HB X, 2002).
Dalam catatan sejarah dinyatakan bahwa taman kerajaan milik bangsawan, taman rumah milik pedagang kaya raya, alun-alun dengan pohon beringin yang indah merupakan cerminan kehidupan manusia sejak jaman dulu sangat membutuhkan tumbuhan sebagai manivestasi dari eco-garden city. Pada kenyataan selanjutnya dengan meningkatnya taraf hidup, kemampuan dan kebutuhan manusia, maka sejak tahun 1950-an sampai dengan 1970-an ruang terbuka hijau (RTH) banyak dialihfungsikan menjadi pemukiman, bandar udara, 4
industri, jalan raya, bangunan perbelanjaan dan lain-lain. Dengan semakin meningkatnya kemampuan dan kesejahteraan masyarakat, pembangunan fisik kota terus melaju dengan pesat, di lain pihak korbannya antara lain menyusutnya luasan lahan bervegetasi dan tanaman hutan kota (THK). Baru setelah manusia menyadari akan kekeliruannya selama ini, yakni terjadinya kekurang-akraban manusia dengan tumbuhan/ hutan, khususnya di perkotaan, bahkan ada kecenderungan untuk memusnahkannya, maka hubungan yang kurang baik tersebut ingin diperbaiki kembali.
PENELITIAN YANG DILAKUKAN
Metode penelitian menggunakan desain penelitian lapangan dan laboratorium dengan pendekatan eksperimen (true experimental research). Pengambilan sampel dilakukan di kawasan tumbuh cepat perkotaan Yogyakarta. Sampel diambil dari 3 titik paling rawan pencemaran udara, yakni kawasan malioboro mewakili pusat kota, kridosono mewakili wilayah pemukiman dan UGM Yogyakarta mewakili wilayah kampus kota. Bahan dan alat yang diperlukan dalam proses sampling dan analisis sampel adalah sampel udara sebanyak 9 sampel yang diambil di setiap titik sampel yang berjumlah 3 titik. Selain itu seperangkat alat teknis sampel berupa HVAS, Termometer, RH-meter, Anemometer, Midget impinger, Colorimeter, Gravimetri, AAS diperlukan untuk sampling dan analisis sampel di laboratorium.
HASIL PENELITIAN Tabel 1 No
Parameter
Kondisi Fisikokimia di ke tiga titik sampling Satuan
FISIKA 1 Suhu Udara 2 Kelembaban Udara 3 Kecepatan Angin 4 Keadaan Cuaca KIMIA 1 2 3 4
Timbal (Pb) Sulfur Dioksida (SO2) Nitrogen Dioksida (NO2) Partikulat (debu)
Hasil Pengujian Malioboro Kridosono UGM
Baku Mutu
Metode/Alat Termometer RH-Meter Anemometer Visual
⁰C % m/s -
36 42 0,8 cerah
28 49 1,3 cerah
35 51,5 1,7 cerah
-
µg/m³
68,24
46,97
46,75
60
mg/L
1,168
1,006
1,112
0,3
mg/L
0,81
0,16
0,1
0,2
µg/m³
0,296
0,215
0,216
230
HVAS, Destruksi, AAS Midget Impinger, Colorimeter Midget Impinger, Colorimeter HVAS, Gravimeter
Sumber: Suparwoko, 2007 5
Tampak dalam Tabel 1 tersebut bahwa secara kimia, parameter logam berat Pb di udara pada titik sampling Malioboro menunjukkan angka yang lebih besar dibanding baku mutunya dimana baku mutu udara ambien untuk Pb di udara adalah 60 μg/m3. Adapun parameter kimia lainnya seperti SO2dan NO2 di ke tiga titik sampling juga menunjukkan angka yang jauh lebih besar dibanding bakumutunya. Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai parameter kimia yang diteliti adalah kadar Pb di udara, dalam daun tanaman, dan dalam air cucian (leaching) daun tanaman sampel. Tetapi data tentang kadar SO2 dan NO2 di lokasi sampling yang ternyata sudah jauh di atas ambang batas baku mutunya sangat penting dijadikan sebagai profil untuk memperluas variabel/parameter yang diteliti untuk penelitian selanjutnya sehingga tidak hanya Pb. Secara fisik, parameter suhu udara di ke tiga lokasi sangat tinggi yakni mencapai rata-rata 33 oC padahal suhu normal untuk daerah tropis seperti Indonesia umumnya berkisar 27 oC, jadi peningkatan panasnya adalah 6 oC. Peningkatan suhu ruang yang besar menyebabkan penurunan kadar air di udara sehingga kelembaban udaranya menjadi rendah yakni rata-rata 47,5 %.
LANGKAH STRATEGIS
Untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan diperlukan tahapan-tahapan manajemen penyelesaian suatu permasalahan. Tahapan tersebut harus dimulai dengan mengidentifikasi jenis kegiatan yang menyebabkan timbulnya permasalahan atau yang menjadi akar permasalahan yang sebenarnya dalam hal ini yang menjadi permasalahan adalah polusi udara. Dengan mengetahui akar permasalahan maka dapat ditentukan tujuan dari manajemen lingkungan dan metode apa yang akan digunakan. Satu hal yang tidak kalah penting dalam upaya manajemen adalah evaluasi, tanpa adanya proses evaluasi terhadap metode yang dipilih maka tidak dapat diketahui apakah metode tersebut efektif dalam menyelesaikan permasalahn polusi udara yang sedang dihadapi.
Dalam kasus ini diketahui bahwa akar permasalahan polusi udara di kawasan-kawasan padat Yogyakarta adalah semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang diiringi dengan semakin sempitnya RTH maupun lahan bervegetasi dan THK. Selama ini mtode pemecahan masalah kepadatan di beberapa kota di Indonesia termasuk Yogyakarta masih berkisar pada penambahan atau pelebaran jalan. Solusi tersebut memang salah satu solusi yang tercepat yang dapat dilakukan. Namun dalam hal pencemaran udara, langkah tersebut justru memperparah kedaaan. Pelebaran jalan apabila menembus jalur hijau sama dengan 6
mengurangi jumlah vegetasi dan RTH yang justru berfungsi untuk menyerap polutan di udara.
Untuk menyikapi hal tersebut dapat dipilih beberapa alternatif pemecahan masalah yakni: 1.
Penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pepohonan merupakan filter alami untuk polusi udara. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin berkurangnya ruang terbuka hijau di kota-kota besar di Indonesia berdampak secara signifikan pada kehaikan suhu udara. Namun untuk mewujudkan upaya ini diperlukan integrasi antara kesadaran masyarakat, investor dan dukungan dari pemerintah daerah setempat melalui regulasi dan RTRW.
2.
Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Upaya untuk memperbaiki udara dan cuaca global salah satunya adalah dengan memakai sumber energi yang ramah lingkungan yang hasil pembakarannya tidak berpengaruh buruk terhadap lingkungan. Beberapa jenis bahan bakar alternatif yang saat ini sedang dikembangkan seperti “sel bahan bakar” yang mampu mengkonversi bahan bakar menjadi listrik secara kimiawi, mirip baterai. Model mutakhirnya mampu mencapai efisiensi sekitar 40% lebih dari dua kali lipat tingkat efisiensi kendaraan pada umumnya. Karena sel-sel tersebut beroperasi dengan gas alam maka emisi yang dikeluarkan cenderung lebih aman. Saat ini upaya konversi bahan bakar ini mulai diterapkan di beberapa daerah untuk mobil dinas aparat pemerintahan.
3.
Perubahan Kultur Kerja Masyarakat Strategi ini dilatarbelakangi identifikasi terhadap waktu-waktu utama terjadinya kepadatan lalu lintas, yaitu pada pagi hari saat anak sekolah dan para pekerja berangkat, dan pada sore hari saat mereka pulang. Secara sistematis dapat diatur perbedaan jam kerja terhadap perusahaan-perusahaan di DIY. Misalnya memulai jam sekolah atau jam kerja satu atau dua jam lebih awal atau lebih lambat dan mengakhirinya lebih awal atau lebih lambat pula. Cara lain adalah dengan memberdayakan kemajuan teknologi telekomunikasi yakni dengan sistem kerja jarak jauh (telecommuting). Sistem ini mengizinkan karyawan bekerja di rumah dengan menggunakan telepon dan komputer (internet) sehingga dapat meminimalisir jumlah perjalanan yang harus mereka lakukan. Secara otomatis hal ini juga mengurangi adanya kepadatan.
4.
Manajemen Lalu Lintas
7
Manajemen lalu lintas ini merupakan salah satu upaya yang telah ditempuh oleh beberapa kota padat di Indonesia, salah satunya di Jakarta. Terdapat dua bentuk manajmen lalu lintas yang dapat dilakukan seperti terlihat pada Gambar 1.
Manajemen Lalu-Lintas
Manajemen Yang mempengaruhi Arus Lalu-Lintas
Pembatasan Kendaraan Pribadi Melewati Jalan Tertentu pada Jam tertentu
Larangan Parkir di Jalan Tertentu
Gambar 1
Manajemen yang Mempengaruhi Moda Transportasi
Three In One
Peningkatan Mutu, Jumlah Transportasi Umum
Kembali KeTransportasi bebas Polusi "Bike to Work"
Bentuk Manajemen Lalu Lintas
Beberapa alternatif manajemen permasalahan polusi udara akibat kepadatan kendaraan bermotor ini tentu saja harus disesuaikan dengan kondisi kota dan kultur budaya masyarakat. Karena tanpa dukungan masyarakat sebagai obyek dari manajemen maka tingkat efektifitas dari metode-metode ini akan kurang maksimal.
Daftar Pustaka Anonim. 2013a. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. http://www.pemdadiy.go.id. Tugaswati, A. Tri. 2013. Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Dan Dampaknya Terhadap kesehatan. Suparwoko, dan Feris Firdaus. 2007. Profil Pencemaran Udara Kawasan Perkotaan Yogyakarta: Studi Kasus di Kawasan Malioboro, Kridosono, dan UGM Yogyakarta”. Logika Vol 4, No. 2, Juli 2007. ISSN: 1410-2315: Yogyakarta. Kusumaningrum, Nanny. 2007. Pencmaran Udara dan Manajemen Lalu Lintas. http://ilunkalone.blogspot.com 8