Issue Gender & gerakan Feminisme Rudy Wawolumaja
Feminsisme
Kaum feminis berpandangan bahwa sejarah ditulis dari sudut pandang pria dan tidak menyuarakan peran wanita dalam membuat sejarah dan membentuk struktur masyarakat. Sejarah yang ditulis kaum pria telah menciptakan bias dalam konsep kodrat manusia, potensi & kemampuan gender, dan dalam pengaturan masyarakat. Bahasa, logika dan struktur hukum diciptakan oleh kaum pria dan memperkuat nilai ke pria-an.
Feminisme Dengan menyatakan ke- pria-an sebagai norma, maka ke wanita an adalah deviasi dari norma dan hal ini merupakan hegomoni dalam konsep dan penguatan hukum dan kekuasaan patriakal.
Feminisme : gerakan perlawanan & emansipatoris Kaum Feminists menantang dan membongkar kepercayaan atau mitos bahwa pria dan wanita begitu berbeda, sehingga perilaku tertentu bisa dibedakan atas dasar perbedaan gender. Gender menurut kaum feminist diciptakan atau dibentuk secara sosial bukan secara biologis. Sex menentukan penampilan fisik, kapasitas reproduksi, tetapi tidak menentukan ciri-ciri psikologis, moral atau sosial.
• • •
• •
Dalam dokumen yang dikeluarkan Australian Law Reform Commission. (ALRC) dalam Equality before the Law di identifikasi bagaimana terjadi ketidaksetaraan gender (gender inequality), yaitu : Kontribusi wanita dalam komunitas yang kurang dihargai (Women's contribution to the community is undervalued) Wanita mempunyai akses ke sumber keuangan yang lebih sedikit dibandingkan pria (Women have less access to financial resources than men) Kaum wanita menderita diskriminasi di tempat kerja. (Women suffer inequality in the workplace). Pembatasan peran wanita di lembaga hukum dan politik (Women are restricted in contributing to legal and political institutions) Kaum wanita mendapat perlakuan kekerasan (Women experience violence)
Perjuangan lewat hukum : Feminist legal theory Feminist legal theory atau Feminist jurisprudence atau Pendekatan Hukum ber perspektif wanita adalah sebuah falsafah hukum yang didasarkan pada kesetaraan gender dibidang politik, ekonomi dan sosial. Feminist Legal Theory didasarkan pada pandangan gerakan feminist bahwa dalam sejarah, hukum merupakan instrumen untuk melanggengkan posisi wanita dibawah subordinasi kaum pria.(1) Feminist legal theory, biasa disebut juga feminist jurisprudence, mempelajari hukum dari sudut pandang teori-teori feminist.
Proyek garapan : 2 agenda Feminist legal theory Agenda yang pertama adalah membongkar dan menjelaskan bagaimana hukum memainkan peran untuk melegalkan status wanita dalam posisi subordinasi pria, dengan kata lain hukum menjadi sarana untuk me lestarikan status quo yaitu dominasi pria atas kaum wanita.
Proyek garapan : 2 agenda Feminist legal theory Agenda kedua adalah melakukan perubahan / transformasi merubah status kaum wanita dengan merubah hukum dan pendekatannya dan pandangannya terhadap issue gender menjadi lebih adil dan berimbang. Ini adalah proyek emansipatoris kaum wanita dibidang hukum.
Bidang & issue yang dipengaruhi ”Feminist jurisprudence”: • Feminist jurisprudence mempengaruhi pemikiran hukum dalam setiap bidang hukum, diantaranya hubungan rumah tangga (domestic relations) seperti perkawinan, perceraian dan keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, pekerjaan, pelecehan sexual, hak-hak sipil, perpajakan, hak asasi manusia dan hak-hak reproduksi.
Mazhab-mazhab pemikiran feminist juriprudence : • Walaupun kaum feminis mempunyai komitment yang sama yaitu kesetaraan antara pria dan wanita, pendekatan perjuangan dalam jurisprudensi feminis tidak seragam. Terdapat setidaknya 3 mazhab pemikiran besar dalam jurisprudensi feminis: (3)
1. Mazhab tradisional atau liberal 1. Mazhab pemikiran tradisional atau liberal, yang berpandangan bahwa rasionalitas wanita adalah sama dengan kaum pria, sehingga mereka seharusnya mempunyai kesempatan yang sama untuk menentukan pilihannya. Liberal feminist menantang dan mempertanyakan asumsi otoritas kaum pria dan memperjuangkan untuk menghapus perbedaan yang didasarkan pada perbedaan gender yang terdapat dalam hukum sehingga kaum wanita lebih diberdayakan untuk bersaing dalam persaingan di masyarakat.
2. Mazhab cultural feminist 1.
Mazhab pemikiran kedua adalah cultural feminist, yang mem fokuskan diri pada perbedaan antara kaum pria dan wanita dan merayakan perbedaan tersebut. Mendasarkan pemikiran pada hasil riset psikolog Carol Gilligan, yang menyatakan bahwa kaum wanita mementingkan hubungan (relationship), context dan rekonsiliasi antar pribadi yang berkonflik, sedangkan kaum pria menekankan pada prinsipprinsip abstrak tentang hak-hak dan logika. Sasaran dari mazhab pemikiran ini adalah untuk memberikan pengakuan yang setara pada suara moral kaum wanita dalam nilai-nilai kepedulian dan komunal (caring and communal values).
3. Mazhab radikal atau dominant. 1.
Mazhab ketiga disebut mazhab radikal atau Dominant feminism. Yang menyatakan bahwa kaum pria sebagai suatu kelas dalam masyarakat, telah mendominasi kelas kaum wanita, sehingga menciptakan ketidak setaraan gender. Bagi radical feminist, masalah gender adalah masalah kekuasaan. Radical feminist menolak pendekatan tradisional, yang mengambil titik referensi ke pria-an. Mereka bersikeras bahwa kesetaraan gender harus di konstruksi atas dasar perbedaan wanita dari pria dan tidak hanya mengakomodir perbedaan tersebut.
• Issue dan ciri mazhab Feminisme liberal adalah ketimpangan gender, • pada feminisme kultural adalah perbedaan gender,
• dan pada feminisme radikal adalah penindasan gender.
Proyek emansipatoris kaum wanita dibidang hukum di Indonesia : Usaha usaha melakukan perubahan kearah kesetaraan gender di Indonesia telah mulai terasa dengan segala polemiknya. Usaha pembuatan Rancangan UndangUndang seperti perlindungan kekerasan rumah tangga, perlindungan pekerja wanita migran, perlindungan anakanak sudah di mulai. Dengan tumbuhnya LSM-LSM proses penyadaran atas adanya struktur dominasi kaum pria yang tertanam pikiran, struktur dan budaya dengan melakukan dengan melakukan kajian kritis terhadap berbagai produk kebijakan yang merugikan perempuan serta melakukan berbagai upaya untuk mengkampanyekan usulan-usulan perubahan kebijakannya dalam berbagai bentuk, seperti lokakarya, dialog publik, talkshow, seminar dan lain-lain.
Membongkar hukum yang mengsubordinasi kaum wanita (kasus Indonesia) : • Di Indonesia terdapat kasus kasus yang menarik dalam kacamata pendekatan hukum berperspektif wanita atau Feminist jurisprudence. Dalam kasus Rancangan Undang undang Anti Pornografi dan Porno Aksi, terjadi polemik yang cukup keras antara pendukung RUU tersebut dengan penentang RUU tersebut. Yang menarik pendukung kuat dan penentang kuat RUU tersebut bagian besarnya adalah dari kalangan wanita sendiri .
• Umumnya para pendukung RUU tersebut adalah dari kalangan agamis tradisional yang melihat Undang-undang tersebut sebagai sarana perlindungan martabat kaum wanita, • dipihak lain bagi penentang, RUU tersebut justru banyak merugikan kaum wanita, dalam hampir semua penerapannya yang menjadi korban atau mendapat getah nya selalu kaum wanita, sehingga tidaklah berlebihan bila mereka meng klaim, bahwa RUU ini justru melanggengkan hegomini dan dominasi kaum pria atas wanita.
• Rupanya di Indonesia sikap kritis akan adanya dominasi gender yang kemungkinan terselip dalam konsep keagamaan masih sangat tabu untuk di ungkapkan. • Penyadaran dan pembongkaran atas struktur dominasi dalam pikiran yang ditanamkan melalui budaya, pendidikan, agama masih perlu dilakukan dengan sangat hati-hati. (4)