ISOLASI, SELEKSI, DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL EKSOPOLISAKARIDA Pendahuluan Peran mikroorganisme tanah terhadap pembentukan, kemantapan, dan juga degradasi agregat telah diteliti (Drazkiewicz 1994; Amellal et al. 1998; CaesarTonThat & Cochran 2001). Akumulasi sel dan pembentukan koloni bakteri yang melapisi butir partikel primer dan sekunder (agregat) memiliki pengaruh penting di dalam struktur tanah (Tisdall 1994). Mekanisme yang terjadi adalah dalam kondisi
alami,
bakteri
tanah
menghasilkan
senyawa
organik
berupa
eksopolisakarida (EPS). Eksopolisakarida bakteri dapat berinteraksi dengan partikel tanah melalui pembentukan jembatan polimer sehingga memiliki peran dalam pembentukan mikroagregat dan yang lebih utama adalah kemampuan eksopolisakarida tersebut dalam memantapkan agregat tanah. Lynch & Elliot (1983) berpendapat bahwa jumlah partikel tanah yang tererosi tergantung pada jenis dan populasi mikroorganisme yang ditambahkan. Pendapat tersebut disimpulkan dari percobaan penambahan sejumlah bakteri (Azotobacter chroococcum dan Pseudomonas sp.) dan ragi (Lypomyces starkeyi) yang ternyata meningkatkan kemantapan agregat terhadap kekuatan air. Selain bahan organik tanah asal tumbuh-tumbuhan, eksopolisakarida bakteri mendapat perhatian yang cukup besar dalam meningkatkan kemantapan agregat. Eksopolisakarida dihasilkan oleh bakteri Gram negatif dan Gram positif. Lebih lanjut Wingender et al. (1999) mengatakan bahwa eksopolisakarida sering ditemukan di sekeliling struktur membran sel luar, baik pada eukariota maupun pada prokariota. Struktur fisik eksopolisakarida berupa kapsul sampai dengan dinding sel slime masif yang terbentuk di luar membran sel bakteri (Steinmetz et al. 1995). Beberapa bakteri penghasil eksopolisakarida telah banyak dilaporkan antara lain Pseudomonas aeruginosa, Erwinia, Ralstonia, dan Azotobacter vinelandii. Eksopolisakarida melindungi bakteri dari berbagai macam cekaman lingkungan (Iqbal et al. 2002), melindungi sel dari senyawa antimikrob, antibodi, dan bakteriofage, ataupun untuk pelekatan dengan bakteri lainnya, binatang, dan jaringan tanaman (Wingender et al. 1999; Patter & Glick 2002). Bakteri
16
Pseudomonas sp. meningkatkan produksi EPS pada habitat tanah tekstur berpasir selama musim kering untuk melindungi sel. Dengan memproduksi EPS memungkinkan untuk meningkatkan retensi air sehingga dapat mengatur difusi sumber karbon seperti glukosa ke dalam sel bakteri (Roberson & Firestone 1992). Eksopolisakarida yang dihasilkan oleh Rhizobium merupakan salah satu signal untuk menandakan kesesuaian terhadap inang spesifik selama tahap awal infeksi rambut akar serta membantu dalam memfiksasi N 2 melalui pencegahan terhadap tekanan oksigen yang tinggi (Neeraj et al. 2009). Peningkatan kemantapan agregat tanah di daerah sekitar perakaran dengan penambahan inokulan bakteri penghasil EPS dilaporkan oleh Alami et al. (2000); Amellal et al. (1998); dan Bezzate et al. (2000) masing – masing adalah Rhizobium yang diisolasi dari rizosfer bunga matahari, Pantoea agglomerans dan Paenibacillus polymyxa dari rizosfer gandum. Eksopolisakarida yang dihasilkan dapat meningkatkan pelekatan akar pada tanah dan secara mekanik dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah di rizosfer (Chenu & Guerif 1991). Potensi bakteri penghasil eksopolisakarida (BPE) untuk membantu mengurangi cekaman lingkungan pada tanaman yang tumbuh pada lingkungan bersalinitas tinggi dilaporkan oleh Ashraf et al. (2004); Han & Lee (2005); dan Khodair et al. (2008). Mekanisme yang terjadi adalah EPS dapat mengikat kation termasuk Na+ yang berada di rizosfer. Peningkatan kepadatan populasi bakteri di daerah perakaran akan menurunkan kandungan Na+ yang tersedia bagi tanaman. Hasil penelitian Yi et al. (2008) menunjukkan bahwa eksopolisakarida dari Enterobacter sp, Arthrobacter sp, dan Azotobacter sp dapat membantu kelarutan trikalsium fosfat di dalam medium pertumbuhan. Kemampuan eksopolisakarida dalam memegang fosfor mungkin merupakan faktor penting dalam membantu kelarutan trikalsium fosfat selain asam organik. Azotobacter beijerinckii WDN-01 menghasilkan eksopolisakarida larut air. Rhizobium tropici mengakumulasikan poly-3-hidroksibutirat [P(3HB)], eksopolisakarida dan glikogen sebagai sumber energi dan karbon. Katabolisme penyimpanan karbon intraselular ini merupakan strategi yang diadopsi oleh beberapa spesies bakteri untuk bertahan dalam kondisi nutrisi yang sub-optimal (Povolo & Casella 2004).
17
Bakteri memiliki sel yang sangat kecil berkisar 0.5 - 2 µm, sehingga dapat tumbuh dan berkembang di dalam mikroagregat yang berukuran < 250 µm. Keragaman jenis bakteri penghasil eksopolisakarida di dalam tanah sangat tinggi oleh karena itu dapat dikembangkan sebagai agens pembentuk agregat tanah. Jumlah bakteri Gram negatif penghasil eksopolisakarida lebih banyak dijumpai jika dibandingkan dengan Gram positif. Kelompok Gram negatif ini meliputi genus Caulobacter, Acinetobacter, Agrobacterium, Alcaligenes, Arcobacter, Cytophaga, Flavobacterium, Pseudomonas, Rhizobium. Sementara itu untuk bakteri Gram positif yang telah dilaporkan adalah Leuconostoc mesenteroides dan bakteri pendegradasi selulosa Cellulomonas flavigena (Ivanov & Chu 2008). Menurut Sutherland (2001a) polisakarida bakteri telah banyak diproduksi dalam skala industri. Penggunaan polisakarida bakteri untuk industri makanan, kosmetik, farmasi dan tambang minyak ini memiliki keunikan dalam hal karakteristiknya dan mudah dihasilkan dalam skala besar. Terkait dengan penggunaan eksopolisakarida untuk agregasi tanah, maka teknologi augmentasi dengan menambahkan bakteri penghasil eksopolisakarida potensial yang sesuai dengan lingkungan setempat merupakan teknologi yang paling efisien dan dapat diaplikasikan dalam skala luas. Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terutama di pulau Kalimantan dan Sulawesi telah masuk wilayah dengan kondisi lahan yang kurang produktif. Wilayah ini didominasi oleh tanah tekstur berpasir dan gambut serta memiliki pH tanah rendah-sangat rendah. Khusus untuk tanah tekstur berpasir, tingkat agregasi yang rendah merupakan faktor pembatas dalam mencapai produktivitas tanaman secara optimal. Informasi mengenai mekanisme interaksi mikroorganisme tanah dengan tanah tekstur berpasir yang berhubungan dengan kemantapan agregat dan penyediaan unsur hara bagi tanaman pertanian dan perkebunan di Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena itu, pemanfaatan bakteri penghasil eksopolisakarida untuk pemantap agregat tanah tekstur berpasir perlu dikembangkan. Struktur tanah dengan agregat yang stabil akan meningkatkan porositas, kesuburan tanah, dan produktivitas tanaman, serta menurunkan erodibilitas. Eksplorasi bakteri indigenous yang dapat tumbuh pada pH rendah-sangat rendah
18
serta berpotensi dalam menghasilkan eksopolisakarida merupakan tahap awal untuk
mengembangkan
pengetahuan
mengenai
peran
bakteri
penghasil
eksopolisakarida dalam agregasi tanah tekstur berpasir.
Tujuan Tujuan penelitian tahap pertama ini adalah: (i) memperoleh bakteri potensial penghasil eksopolisakarida (ii) seleksi kemampuan tumbuh bakteri potensial pada medium dengan pH 3-5, dan (iii) menguji kemampuan menghasilkan eksopolisakarida bakteri potensial di dalam medium cair yang mengandung bahan tanah tekstur berpasir dan gambut.
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Pelaksanaan pengambilan bahan tanah tekstur liat (≤ 25% pasir), pasir (≥ 40-80% pasir), dan gambut untuk isolasi bakteri penghasil eksopolisakarida dilakukan di kebun PT Gunung Sejahtera Ibu Pertiwi (PT GSIP) dan PT Gunung Sejahtera Dua Indah (PT GSDI), PT Astra Agro Lestari, Kalimantan Tengah. Rangkaian kegiatan isolasi, seleksi dan identifikasi bakteri potensial penghasil eksopolisakarida dilaksanakan di laboratorium Mikroba dan Bioproses, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Bogor pada bulan Maret-Juni 2009.
Isolasi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida Bakteri penghasil eksopolisakarida (BPE) diisolasi dari rizosfer kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) TM, Kalimantan Tengah. Bahan tanah diambil dari kedalaman 0-20 cm. Sebanyak satu gram bahan tanah secara aseptik disuspensikan ke dalam larutan garam fisiologi (0,85%) lalu dibuat seri pengenceran sampai 10-6, dan diinkubasi dalam medium ATCC no. 14 (per liter medium): 0.2 g KH 2 PO 4 ; 0.8 g K 2 HPO 4 ; 0.2 g MgSO 4 .7H 2 O; 0.1 g CaSO 4 .2H 2 O; 2.0 mg FeCl 3 ; Na 2 MoO 4 .2H 2 O (trace); 0.5 g ekstrak kamir; 20 g sukrosa; dan 15 g bakto agar dengan pH 7.2 serta medium MacConkey selama tujuh hari pada temperatur 28oC (Remel 2005; Santi et al. 2008). Koloni bakteri yang membentuk slime tebal (mucoid) selanjutnya dipilih (Tallgren et al. 1999)
19
dan dimurnikan. Seleksi bakteri potensial penghasil eksopolisakarida dilakukan melalui penetapan bobot kering eksopolisakarida yang dihasilkan bakteri sesuai dengan metode yang dikemukakan oleh Emtiazi et al. (2004).
Seleksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida Seleksi bakteri potensial penghasil eksopolisakarida dilakukan melalui penetapan bobot kering eksopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri di dalam medium cair ATCC no. 14 dengan menggunakan sumber karbon sukrosa sebagaimana metode yang dikemukakan oleh Emtiazi et al. (2004). Koloni bakteri yang membentuk slime tebal (mucoid) pada medium padat ATCC no.14 ditumbuhkan dalam 50 ml medium cair ATCC no. 14 dan diinkubasi pada temperatur 28 0C selama tiga hari di atas mesin pengocok dengan putaran 200 rpm. Pada akhir inkubasi, sel dipanen dengan cara menambahkan 1 mM EDTA sebanyak 500 µl, kemudian dikocok sampai homogen lalu disentrifugasi dengan kecepatan 9 000 g selama 10 menit. Supernatan bakteri yang telah terpisah dari endapan sel diambil, ditambah dengan larutan aseton dingin dengan perbandingan 1:3. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi kembali dengan kecepatan 15 000 g selama 2 kali 30 menit. Endapan biomassa berupa eksopolisakarida selanjutnya dicuci dengan akuades dan dikeringkan pada temperatur 60oC selama 24 jam atau sampai diperoleh bobot kering yang tetap.
Uji Kemampuan Tumbuh di dalam Medium Ber-pH 3-5 dan Medium dengan Bahan Tanah Tekstur Berpasir dan Gambut Bakteri potensial penghasil eksopolisakarida masing-masing ditumbuhkan di dalam 50 ml medium kaldu nutrien (NB, Oxoid CM0001) dalam kondisi pH 3, 4, dan 5. Selain itu pula, masing-masing bakteri ditumbuhkan juga di dalam 50 ml medium ATCC no. 14 yang mengandung 10 g bahan tanah tekstur berpasir atau gambut steril. Inkubasi dilakukan pada temperatur 28oC selama 72 jam di atas mesin pengocok 200 rpm. Peubah yang diamati meliputi: (i) populasi bakteri (CFU/ml) dan (ii) bobot kering eksopolisakarida yang dihasilkan (mg/ml).
20
Identifikasi Bakteri Potensial Penghasil Eksopolisakarida Identifikasi bakteri potensial penghasil eksopolisakarida dilakukan dengan analisis sekuensing 16S rRNA. Isolasi DNA dilakukan berdasarkan metode lisis alkali. Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan dua pasangan primer universal untuk bakteri yaitu: (i) 16F dan 1387R, dan (ii) 27F dan 42R. Sekuensing dilakukan dengan menggunakan ABI-Prism 3100-Avant Genetic Analyzer.
Hasil
sekuensing
selanjutnya
dianalisis
tingkat
kesamaannya
menggunakan program dari European Bioinformatics Institute (EMBL-EBI) (http://www.ebi.ac.uk/serve/fasta atau http://www.ebi.ac.uk/serve/blast). Hasil Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida Sebanyak 71 isolat bakteri berhasil diperoleh dari bahan tanah yang berasal dari Provinsi Kalimantan Tengah (Tabel 1). Pertumbuhan bakteri tersebut di dalam medium agar MacConkey (medium selektif untuk bakteri Gram negatif) dikatagorikan dalam tingkat kurang (+) sampai sangat baik (++++). Dari jumlah tersebut, tiga puluh isolat bakteri memiliki potensi dalam menghasilkan eksopolisakarida. Potensi tersebut ditandai dengan kemampuan membentuk slime tebal di dalam medium padat ATCC no. 14 (Gambar 2).
Gambar 2 Pembentukan slime tebal (tanda panah) pada bakteri penghasil eksopolisakarida di dalam medium padat ATCC no. 14.
21
Tabel 1
Isolasi bakteri penghasil eksopolisakarida dari bahan tanah asal Kalimantan Tengah
Pertumbuhan Pertumbuhan Warna koloni dalam medium Kode Warna koloni dalam medium dalam medium padat MacConkay isolat dalam medium padat MacConkay MacConkay selama 7 hari MacConkay selama 7 hari 1.1 trans-m. muda ++ 9.2 transparan + 1.2 merah muda ++ 9.3 merah +++ 2.1 trans-m.muda ++ 9.4 transparan ++ 2.2 trans-m.muda ++ 10.1 transparan ++ 2.3 trans-m.muda +++ 10.2 transparan +++ 2.4 trans-m.muda ++ 10.3 merah ++++ 2.5 trans-m.muda ++ 11.1 trans-m.muda +++ 2.6 trans-m.muda ++ 11.2 transparan +++ 2.7 trans-m.muda + 12.1 merah muda ++++ 2.8 trans-m.muda +++ 12.2 merah muda ++++ 3.1 transparan + 12.3 trans-m muda ++ 3.2 transparan ++ 12.4 merah muda +++ 3.3 transparan ++ 12.5 trans-putih +++ 4.1 merah muda ++ 12.6 trans-m muda +++ 4.2 transparan + 12.7 trans-m muda +++ 5.1 trans-m.muda +++ 12.8 transparan + 5.2 trans-m.muda +++ 13.1 trans-merah +++ 5.3 transparan ++ 14.1 merah +++ 5.4 transparan +++ 14.2 transparan ++ 5.5 trans-merah ++++ 15.1 merah muda ++ 5.6 trans paran +++ 15.2 merah muda ++ 5.7 trans-merah ++ 16.1 merah ++++ 5.8 trans-merah +++ 16.2 merah muda ++ 5.9 trans-merah ++ 16.3 merah muda +++ 6.1 merah ++++ 16.4 merah muda ++++ 6.2 merah ++++ 17.1 transparan + 6.3 merah +++ 17.2 trans- m muda ++ 6.4 transparan ++ 17.3 coklat-m tua +++ 6.5 transparan ++ 18.1 merah muda +++ 7.1 transparan ++ 18.2 trans-m muda ++ 7.2 merah-muda ++++ 18.3 trans-m muda +++ 7.3 transparan ++ 18.4 merah muda +++ 8.1 transparan +++ 18.5 transparan ++ 8.2 transparan +++ 18.6 transparan ++ 8.3 transparan ++ 18.7 merah muda +++ 9.1 transparan + Keterangan sumber isolasi: kode angka awal 1,2,3,5,8 = FPR, kode angka awal 4 dan 13 = gambut, kode angka awal 6, 9, 10,11, 14-18 = FPS, kode angka awal 7 dan 12 = FPT
Kode *) isolat
*)
Berdasarkan hasil pengukuran bobot kering eksopolisakarida (mg/ml) bakteri seperti yang disajikan pada Tabel 2 diketahui bahwa bakteri dengan kode 2.6, 3.3, dan 5.5 mempunyai potensi yang lebih baik apabila dibandingkan dengan isolat lainnya. Bobot kering eksopolisakarida yang dihasilkan dari tiga bakteri potensial tersebut masing-masing 4.83, 5.03, dan 5.45 mg/ml medium.
22
Tabel 2 Bobot kering eksopolisakarida bakteri dalam medium ATCC no. 14 selama 72 jam inkubasi Kode isolat 2.6 2.8 3.3 5.1 5.2 5.5 6.1 6.2 6.3 6.5 7.1 7.2 8.2 9.1 9.3
Bobot kering eksopolisakarida (mg/ml) 4.83 3.50 5.03 0.46 1.25 5.45 2.10 0.80 2.42 1.04 1.04 1.69 1.10 0.66 0.72
Kode isolat 9.4 10.4 11.2 12.1 12.2 12.5 12.6 13.1 14.1 16.1 16.2 16.4 17.3 18.4 18.6
Bobot kering eksopolisakarida (mg/ml) 1.33 0.85 0.48 1.09 0.87 2.03 0.87 1.49 0.99 1.67 0.42 2.07 3.72 1.14 1.71
Untuk menetapkan kemampuan tumbuh bakteri di dalam lingkungan tanah berpH masam, maka tiga bakteri potensial tersebut ditumbuhkan dalam 100 ml medium kaldu nutrien (NB) masing-masing dengan pH 3, 4, dan 5. Kemampuan tumbuh bakteri di dalam medium dengan perlakuan pH yang diberikan merupakan salah satu kriteria penetapan bakteri potensial untuk pengujian selanjutnya. Hasil pengujian viabilitas bakteri terpilih terhadap perlakuan pH disajikan pada Tabel 3. Isolat bakteri dengan kode 2.6 dan 3.3, dapat tumbuh baik pada rentang pH 3 sampai dengan pH 5. Ketahanan bakteri 3.3 pada medium NB dengan pH 35 lebih baik jika dibandingkan dengan bakteri 2.6 dan 5.5. Populasi bakteri 3.3 di dalam medium NB dengan pH 3 masih cukup tinggi yaitu 105 -106 CFU/ml. Sebaliknya bakteri 5.5 tidak dapat tumbuh pada pH 3. Selain kemampuan tumbuh di dalam medium dengan kisaran pH 3-5, tiga bakteri potensial penghasil eksopolisakarida diuji lebih lanjut kemampuan produksi eksopolisakarida di dalam medium ATCC no. 14 dengan menggunakan gambut dan bahan tanah dengan kadar fraksi pasir sedang sampai tinggi (FPS dan FPT). Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 3 dan 4, maka bakteri dengan kode 3.3 digunakan untuk pengujian lebih lanjut.
23
Tabel
3
Kemampuan tumbuh tiga isolat bakteri potensial penghasil eksopolisakarida dalam medium Nutrient Broth (NB) dengan pH 3, 4, dan 5 selama 72 jam inkubasi Kode isolat 2.6
pH 3 4 5
3.3
3 4 5
5.5
3 4 5
*)
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Total Mikrob (CFU/ml) 1.2 x 104 1.3 x 104 5.4 x 107 3.4 x 107 1.1 x 108 1.5 x 108 6.5 x 105 1.4 x 106 1.1 x 108 1.4 x 108 8.4 x 109 1.2 x 1010 -*) 1.3 x 106 1.0 x 106 6.0 x 109 7.8 x 109
tidak ada pertumbuhan bakteri 5.5.
Tabel 4 Bobot kering eksopolisakarida (mg/ml) dalam medium cair dengan penambahan 20% (b/v) gambut, fraksi pasir sedang (FPS) dan fraksi pasir tinggi (FPT)
Kode Isolat 2.6 3.3 5.5 2.6 3.3 5.5 2.6 3.3 5.5
Bahan yang ditambahkan (20% b/v) Gambut Gambut Gambut FPS FPS FPS FPT FPT FPT
Bobot kering eksopolisakarida (mg/ml) 3.69 4.14 3.30 3.91 4.26 3.93 4.34 5.79 5.25
24
Identifikasi Bakteri Potensial Penghasil Eksopolisakarida Bakteri penghasil eksopolisakarida potensial diidentifikasi menggunakan metode
sekuensing
dengan
primer
forward
dan
reverse.
Metode
ini
memungkinkan untuk melakukan sekuensing terhadap 750-800 basa dalam satu kali running. Dalam penelitian ini sekuensing dilakukan menggunakan primer 16F-1387R dan 27F-42R. Tingkat kesamaan yang dihasilkan dari urutan basa dengan menggunakan kedua jenis primer tersebut yang dibandingkan dengan data base masing-masing mencapai 99.8 (fasta) dan 99% (blast) untuk pasangan primer pertama serta 99% (fasta) untuk pasangan primer kedua. Hasil sekuensing menunjukkan bahwa bakteri dengan kode 3.3 adalah Burkholderia cenocepacia. Hasil analisis sekuensing disajikan dalam Lampiran 1. Untuk selanjutnya karena bakteri ini diperoleh dari Kalimantan Tengah, maka diberi kode strain KTG.
Pembahasan Di dalam tanah, bakteri selalu berasosiasi dengan liat dan polisakarida lain hasil dekomposisi atau ekskresi tumbuhan. Asosiasi ini umumnya terjadi di dalam mikroagregat yang terdapat di zona perakaran. Lupwayi et al. (2001) berpendapat bahwa rasio bakteri : fungi di dalam makroagregat lebih rendah apabila dibandingkan dengan di dalam mikroagregat. Hal ini disebabkan aktivitas bakteri banyak terjadi di dalam mikroagregat sedangkan aktivitas fungi lebih banyak terjadi di dalam makroagregat. Isolasi bakteri penghasil eksopolisakarida dilakukan di rizosfer kelapa sawit yang terdapat dalam matriks tanah. Matrik tanah merupakan tempat perkembangan akar tanaman, produksi eksudat akar hasil metabolik internal tumbuhan yang umumnya banyak mengandung senyawa karbon, dan tempat pertumbuhan makro dan mikro biota tanah. Oleh karena itu, dengan mengambil bahan tanah di sekitar perakaran, diharapkan diperoleh bakteri tanah dengan keragaman yang cukup tinggi. Sebagaimana dikemukakan oleh Bertin et al. (2003) bahwa eksudat akar mengandung beberapa senyawa organik dengan berat molekul rendah seperti gula dan polisakarida sederhana (arabinosa, fruktosa, glukosa, maltosa, manosa), oligosakarida, asam amino (arginin, asparagin, aspartat, sisteina, sistin, glutamin), asam organik (asetat, askorbik,
25
benzoat, dan malat) serta senyawa fenolik. Beberapa dari senyawa tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme tanah. Kegiatan isolasi bakteri penghasil eksopolisakarida dilakukan pada bahan tanah dengan fraksi pasir rendah (FPR), sedang (FPS), tinggi (FPT), dan gambut. Populasi bakteri (CFU/g bahan tanah) yang diperoleh dari FPR lebih banyak jika dibandingkan dari FPS, FPT dan gambut. Hal ini menunjukkan bahwa kelimpahan bakteri di rizosfer pada FPR lebih tinggi jika dibandingkan dengan FPS, FPT, dan gambut. Diasumsikan bahwa perkembangan akar tanaman pada rizosfer sangat dipengaruhi oleh struktur dan ukuran partikel tanah, kandungan air di dalam tanah dan kapasitas bufer. Akar tanaman merupakan sumber karbon untuk energi dan makanan mikroorganisme tanah. Perkembangan akar yang baik pada FPR akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme tanah dan interaksinya dengan akar tanaman. Penelitian Hassink et al. (1993) menunjukkan bahwa sel bakteri lebih banyak dijumpai pada tanah berliat dan lempung yang didominasi oleh ruang pori yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tekstur pasir.
Pada mikroagregat
(2-20 µm) yang diambil dari kedalaman lapisan liat berstruktur masif dan kurang porous mengandung biomassa bakteri lebih rendah jika dibandingkan dengan lapisan liat yang sama tetapi berstruktur granular. Sessitsch et al. (2001) menyatakan bahwa di permukaan partikel liat dengan ukuran lebih kecil daripada 2 µm merupakan niche bagi bakteri aerobik dan anaerobik, sedangkan pada ukuran partikel yang lebih besar didominasi oleh bakteri aerobik. Tiga bakteri potensial penghasil eksopolisakarida yang diisolasi dengan menggunakan medium selektif MacConkey diperoleh dari FPR. Tiga bakteri tersebut masing-masing dengan kode 2.6, 3.3., dan 5.5 dapat menghasilkan bobot kering eksopolisakarida 4.83-5.45 mg/ml medium. Pengujian lebih lanjut terhadap tiga bakteri potensial tersebut dilakukan di dalam medium ATCC no.14 menggunakan FPS, FPT, dan gambut, sebagai upaya memperoleh konfirmasi mengenai potensi bakteri dalam menghasilkan eksopolisakarida dari bahan tanah yang berbeda. Hasil penimbangan bobot kering eksopolisakarida menunjukkan bahwa bakteri dengan kode 3.3 dapat menghasilkan bobot kering yang lebih tinggi daripada bakteri dengan kode 2.6 dan 5.5 baik pada gambut, FPS maupun FPT. Populasi bakteri di dalam medium ATCC no.14 dengan bahan FPS, FPT dan
26 gambut rata-rata mencapai 107-108 CFU/ml medium.
Di antara tiga bakteri
potensial penghasil eksopolisakarida tersebut, maka bakteri dengan kode 3.3 memiliki kemampuan yang lebih unggul jika dibandingkan dengan dua bakteri lainnya dalam hal kemampuan menghasilkan eksopolisakarida dan dapat beradaptasi dengan baik dalam pH 3-5. Hasil sekuensing menunjukkan bahwa bakteri dengan kode 3.3 adalah Burkholderia cenocepacia. Genus Burkholderia banyak ditemukan di dalam tanah, air, dan berasosiasi dengan tanaman. Deskripsi mengenai B. cenocepacia yang dikemukakan oleh Miao et al. (2007) adalah bakteri ini berbentuk batang, motil dengan flagella multitrikus dan pili yang dapat digunakan untuk tempat penempelan pada inang, bersifat aerobik, menghasilkan asam, reaksi oksidase lemah, Gram negatif, dengan ukuran sel 0.6–0.9 x 1.0–2.0 µm. Di dalam medium NA bakteri ini berbentuk sirkular dengan diameter koloni 0.8-1.0 mm, dan berwarna putih kekuningan. Potensi enzim ekstrasellular yang dimiliki oleh B. cenocepacia adalah protease, lipase, kitinase, dan fosfolipase (Vial et al. 2007). Kelimpahan bakteri Gram negatif di dalam mikroagregat telah dilaporkan oleh Hattori (1988) yang menyatakan bahwa sebagian besar bakteri pemantap agregat terutama bakteri Gram negatif ditemukan tersebar di dalam pori kapiler yang memiliki diameter kurang dari 250 µm. Beberapa spesies Burkholderia telah digunakan secara komersial sebagai agens biokontrol, bioremediasi, dan memacu pertumbuhan tanaman (Reis et al. 2004; Sijam & Dikin 2005; Salles et al. 2006). Lebih lanjut dikatakan bahwa B. cenocepacia memiliki potensi sebagai agens biokontrol untuk mengendalikan Pythium dan Rhizoctonia (Miao et al. 2007). Namun demikian, khusus spesies yang terrmasuk dalam kelompok Burkhoderia cepacia kompleks (Tabel 5) memerlukan studi lanjut untuk pengembangannya dalam skala luas atas dasar pedoman yang disusun oleh FAO (1997).
27
Tabel 5 Taksonomi Burkholderia cepacia kompleks: status genomovar dan nama spesies (Vial et al. 2007; Miao et al. 2007) Spesies Burkholderia cepacia Burkholderia multivorans Burkholderia cenocepacia Burkholderia stabilis Burkholderia vietnamiensis Burkholderia dolosa Burkholderia ambifaria Burkholderia anthina Burkholderia pyrrocinia
Genomovar I II III IV V VI VII VIII IX
Hasil analisis reduksi asitilen (ARA) terhadap B. cenocepacia strain KTG yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut memiliki kemampuan dalam memfiksasi N2 dengan nilai ARA 0.73 µmol/g dan berpotensi menghasilkan hormon pertumbuhan dengan nilai indole acetic acid (IAA) sebesar 78.9 ppm. Oleh karena melihat potensi yang ada dari bakteri ini dalam menghasilkan eksopolisakarida di dalam bahan tanah tekstur berpasir, maka tahap penelitian berikutnya difokuskan terhadap optimalisasi produksi dan karakterisasi eksopolisakarida B. cenocepacia strain KTG.
Kesimpulan Kegiatan penelitian ini berhasil mengisolasi Burkholderia cenocepacia strain KTG yang memiliki keunggulan dalam menghasilkan eksopolisakarida dan dapat tumbuh pada lingkungan pH masam-sangat masam. B. cenocepacia strain KTG dapat menghasilkan eksopolisakarida dalam medium ATCC no. 14 yang mengandung bahan tanah dengan kadar fraksi sedang dan tinggi. Sifat fisiologi atas dasar pengujian di dalam medium dengan beberapa sumber karbon memberikan gambaran awal mengenai kemampuan B. cenocepacia strain KTG menggunakan berbagai macam sumber karbon untuk sumber energi dan pertumbuhan selnya.