ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI LIMBAH BIODIESEL PENGHASIL BIO-ENERGI DAN BIO-MATERIAL Mahyudin Abdul Rachman Pusat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lantai 15 Gedung II, Jl. MH Thamrin 8, Jakarta Telp : 021-3169520, Fax : 021-3169510 E-mail:
[email protected] Abstract Glycerol from the waste of biodiesel can be utilized to 1,3-propanediol (PDO) and hydrogen gas (H2) with biotransformation processing. The product of PDO will be used as raw material for polymer, polyurethane and polyester and H2 will be converted to electrical energy by using Fuel-cell. The anaerobe or aerobe bacterium which has ability to degrade biodiesel waste for environmental friendly such as genus Enterobacter, Klebsiella, Clostridium, Bacillus, Citrobacter, etc. The direct screening of bacteria for isolation from biodiesel waste in order to obtain the bacteria which has highest conversion of glycerol to PDO and H2. We have found that 28 species from liquid and 7 from solid biodiesel waste and by using IMVIC testing, 7 species of bacteria was Klebsiella or Enterobacter which can be predicted to convert glycerol for PDO and H2. The highest yield product was species TH3 from biodiesel waste. Moreover, the microbiology identification indicated that the strain TH3 was Klebsiella sp. strain 23 with 98 % similarity. Key words : Waste of biodiesel, Glycerol, PDO, H2and bacteria. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dengan semakin menipisnya cadangan sumber energi yang berasal dari fosil, maka tengah diupayakan untuk mencari dan mengembangkan penggunaan energi alternatif . Salah satu jenis energi aternatif yang sedang marak dikembangkan yaitu bioenergi yang merupakan suatu bentuk energi yang diperoleh dari pengolahan biomassa menjadi biodiesel, bioethanol, dll. Kebijakan pemerintah mendukung penggunaan biodiesel sebagai pengganti minyak diesel maka produksi limbah mengandung senyawa gliserol dan asam lemak lainnya akan meningkat. Tentunya secara alami maka berbagai mikroorganismepun akan banyak diketemukan. Tahun 1999 produk gliserol dari biodiesel tercatat dipasaran internasional sekitar 7 % dan tumbuh menjadi 19 % di 2004 khususnya di eropa. Hal ini mengakibatkan terjadi produk berlebihan dipasaran dan industri baru yakni oleokimia sebagaimana halnya industri biodiesel. Tahun 2006, diharapkan kapasitas produk berlebihan
mencapai lebih dari 500.000 kubik ton dan tentunya kondisi ini sama halnya akan terjadi di Indonesia (Frost and Sullivan, 2006). Tahun 2007 di Indonesia telah terdapat 4 perusahaan besar untuk memproduksi biodiesel yang produksinya rata-rata mencapai 620.000 ton per tahun (Asia Times, 2007). Produksi biodiesel dari minyak nabati diperoleh dengan metode transesterifikasi dengan katalisator basa, karena merupakan proses yang ekonomis dan hanya memerlukan suhu dan tekanan rendah. Proses transesterifikasi merupakan reaksi dari trigliserin (lemak/lemak) dengan bioalkohol (metanol/etanol) sehingga membentuk campuran ester lemak (biodiesel) dan produk samping berupa gliserol (Gambar 1). Gliserol ini dapat diolah menjadi berbagai produk lain yang memiliki nilai ekonomis tinggi Diantara produk olahan dari gliserol kasar (crude glycerol) yang berasal dari hasil samping produksi biodiesel yaitu PDO dan H2. senyawa ini merupakan senyawa organik sederhana (monomer) yang dapat digunakan untuk berbagai reaksi sintesis. Sebagai monomer, PDO digunakan untuk
polikondensasi pada produksi poliester, polieter dan poliuretan (Biebl, 1999). Konversi gliserol menjadi PDO dan H2 dapat dilakukan dengan biotransformasi proses yakni ditempuh melalui fermentasi gliserol oleh bakteri, dalam hal ini gliserol merupakan sumber karbon bagi bakteri. Hanya bakteri dari golongan tertentu yang memiliki kemampuan untuk mengkonversi gliserol menjadi PDO, meliputi bakteri golongan enterobacteria. Bakteri tersebut diantaranya Klebsiella pneumonia, Citrobacter freundii, Enterobacter agglomerans, Lactobacillus brevis, Lactobacillus buchneri, Clostridium butyricum, Clostridium pasteurianum (Gambar 2) (Nakas et al 1983; Schutz and Radler 1984; Forsberg 1987; Homman et al 1990; Dabrock 1992; Barbirato et al 1995) Pada umumnya bakteri-bakteri tersebut menghasilkan PDO melalui proses metabolisme secara fermentatif melalui rangkaian reaksi enzimatik. Proses sintesis PDO terjadi dalam dua tahap. Pada tahap pertama katalis enzim gliserol dehidratase mengubah gliserol menjadi 3hidroksipropionaldehid (3-HPA) dan air. Pada tahap kedua, HPA direduksi menjadi PDO oleh enzim 1,3-propanadiol dehidrogenase. (Gambar 3). I.2. Tujuan Penelitian. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bakteri dari limbah biodiesel dengan kemampuan untuk mengkonversi gliserol menjadi PDO dan H2 yang merupakan bahan baku produksi poliuretan, poliéster, dan energi. Manfaat penelitian ini yaitu untuk mengembangkan teknologi pemanfaatan hasil samping sehingga dapat mendukung terciptanya industri biofuel yang kompetitif berbasiskan IPTEK. METODOLOGI Isolasi bakteri dari limbah biodiesel Ditambahkan 5 ml limbah biodiesel kedalam media stater. Sample diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Dilakukan pengenceran terhadap sample yang telah diinkubasi (inokulum), lalu di spread didalam plate agar. Sample diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Pertumbuhan koloni diamati. Jika telah didapatkan koloni tunggal maka dilakukan pemurnian bakteri. Identifikasi strain bakteri dengan uji IMVIC
Uji Indol dilkukan dengan menusukkan satu ose bakteri ke SIM médium (Pronadisa), lalu diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. SIM-Medium ditambah dengan 0,2-0,6 ml pereaksi Kovac. Satu ose yang mengandung isolat dimasukkan kedalam media MR-VP (Pronadisa). Media lalu 0 diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C. Setelah 24 jam, media ditambah dengan 3 tetes indikator MR. Diamati hasilnya, bila warna media menjadi merah maka hasil uji MR dinyatakan positif. Ose yang mengandung isolat dimasukkan kedalam media MR-VP (Pronadisa). Media lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah 24 jam, media ditambah dengan 0,3 ml pereaksi Barrit A (Fluka) dan 0,1 ml pereaksi Barrit B (Fluka). Dikocok secara perlahan lalu didiamkan hingga 30 menit agar media dan pereaksi saling bereaksi. Diamati hasilnya, bila terbentuk warna merah pada media, maka hasil uji VP dinyatakan positif. Satu ose digoreskan pada media SIM agar (Pronadisa) lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Fermentasi bakteri hasil isolasi Fermentasi gliserol oleh bakteri hasil isolasi dilakukan secara anaerob fakultatif di dalam botol fermentasi dengan volume media 50 ml (Miller et.al., 1974) selama 20 jam dengan konsentrasi gliserol dalam media adalah 0,5%. Setelah 20 jam inkubasi, kultur bakteri tersebut di sentrifuse pada 6000 rpm selama 10 menit, kemudian diambil supernatannya serta disaring dengan Ministat 0,2 µm (Sartorius). Filtrate tersebut untuk di uji HPLC. Pengukuran HPLC Pengukuran konsentrasi gliserol, asam laktat, etanol, asetat dan 2,3-butandiol dengan HPLC. Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung mikrosentrifuse steril dan kemudian disentrifugasi pada 5000 rpm selama 15 menit. Supernatan hasil sentrifugasi dipindahkan ke tabung mikrosentrifus yang lain dan kemudian disaring menggunakan mikrofilter 0.2 µm. Larutan standar asam laktat 100 mM diinjeksi ke HPLC dan setelah injeksi tersebut supernatan hasil sentrifugasi diinjeksikan ke HPLC. Sequencing bakteri hasil isolasi Reaksi sequencing dilakukan dengan menggunakan metode Sanger dkk, dengan
menggunakan mesin ABI 3130 Genetic Analyzer. Proses awal dimulai dari tahap denaturasi awal pada suhu 96OC selama 2 menit., kemudian dilanjutkan dengan tahap denaturasi yang dilakukan pada suhu 96OC selama 10 detik. Tahap annealing pada suhu 50OC selama 5 detik, dan proses polimerisasi O pada suhu 60 C selama 4 manit. Proses tersebut dilakukan berulang sebanyak 25 siklus. Hasil reaksi sequencing dipurifikasi dengan autoSEQ G-50 kit. Setelah diperoleh purifikasi hasil sequencing kemudian dimasukkan ke dalam DNA sequenser unutk mengetahui urutan nukleotida dari gen bakteri TH3. HASIL DAN PEMBAHASAN Penyaringan dan isolasi bakteri dari limbah biodiesel Dilakukan tahap isolasi dari limbah biodiesel untuk mendapatkan strain bakteri yang mampu melakukan konversi gliserol mejadi PDO dan H2l. Pengambilan sampel langsung dari limbah, diasumsikan bahwa bakteri yang hidup dalam limbah merupakan bakteri yang memiliki kemampuan dalam mempergunakan glicerol kasar yang terkandung dalam limbah sebagai sumber karbon untuk energinya. Sampel limbah diambil dari limbah cair saringan 1 (limbah) dan saringan 2 serta limbah padat yang berupa tanah yang terdapat disekitar area pembuangan limbah biodiesel. Bentuk dari bakteri batang terlihat secara mikroskofis pada Gambar 4. Dari penyaringan tersebut didapatkan 22 strain bakteri, kemudian dilakukan uji IMVIC untuk membedakan antara bakteri golongan koliform dan bakteri golongan enterobacter. Hasil dari uji IMVIC didapatkan 7 strain bakteri yang termasuk dalam golongan entrobakter yang diprediksi mampu mengkonversi gliserol mejadi PDO dan H2, yaitu berasal dari limbah cair saringan 1 sebanyak 3 strain bakteri, yaitu LSR1.8, LSR1.14 dan LSR1.15. Sebanyak 1 strain bakteri yang berasal dari limbah cair saringan 2 yaitu LRS2.13, serta 3 strain bakteri yang berasal dari sampel tanah di area pembuangan limbah biodiesel, yaitu TH1, TH3 dan TH11
memperlihatkan empat tahapan pertumbuhan yaitu fase lag atau fase lamban, fase logaritmik, fase stasioner, dan fase kematian (Pelczar, 1986). Jumlah sel bakteri dapat diukur menggunakan spektrofotometer dengan melihat kekeruhan yang terbaca melalui nilai absorbansi yang dihasilkan atau yang disebut dengan Optical Density (OD). Nilai Optical Density (OD) ini diukur dalam panjang gelombang 680 nm seperti yang dilakukan dalam Rachman (1997). Fase lag bakteri adalah fase dimana sel bakteri beradaptasi dengan media sehingga sel bakteri belum membelah. Dalam fase ini sel bakteri mengalami perubahan komposisi kimiawi dan ukuran sel bertambah besar. Fase logaritmik bakteri adalah fase dimana sel bakteri membelah dengan laju konstan, massa sel menjadi dua kali lipat, dan aktivitas metabolik sel konstan serta pertumbuhan sel bakteri dalam keadaan seimbang (Pelczar, 1986). Fase lag pada bakteri TH3 terjadi pada jam ke 0 sampai jam ke 1. Fase logaritmik TH3 terjadi pada jam ke 1 sampai jam ke-4. Fase stasioner bakteri adalah fase dimana terjadi penumpukan produk dan nutrisi dalam media semakin menipis atau habis yang menyebabkan beberapa sel mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah, sehingga dalam fase ini jumlah sel hidup menjadi tetap (Pelczar, 1986). Fase stasioner pada bakteri TH3 terjadi pada jam ke 4 sampai jam ke 8. Fase kematian (death phase) bakteri adalah fase dimana sel bakteri mengalami kematian dengan laju yang lebih cepat dari pada laju pembentukkan sel baru. Fase kematian pada bakteri TH3 mulai terjadi pada jam ke 9. Pada gambar 5 dapat dilihat hubungan antara OD (Optical Density) dan tingkat pH. Pada fase log tingkat pertumbuhan bakteri meningkat namun terjadi penurunan tingkat pH menjadi asam. Hal tersebut disebabkan karena metabolisme bakteri memasuki jalur piruvat, produk akhir dari jalur metabolisme tersebut bersifat asam, seperti asam laktat dan format. Seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi, maka pertumbuhan sel memasuki fase tetap (stationer phase) dan pH beranjak naik. pH menjadi naik disebabkan dalam fase tersebut terbentuk produk metabolik lanjutan yang berupa produk golongan alkohol yang bersifat basa, seperti etanol, 2,3-butandiol serta PDO.
Kurva pertumbuhan bakteri TH3 Selanjutnya dibuat kurva pertumbuhan bakteri TH3 dalam media pertumbuhan bakteri yang mengandung gliserol 0,5/% (Gambar 5). Kurva pertumbuhan dapat
Fermentasi bakteri hasil isolasi dan uji HPLC Dari 7 strain bakteri yang termasuk dalam golongan enterobacteria, hanya 4
strain bakteri yang memiliki pertumbuhan optimum, yaitu bakteri dengan kode TH1, TH3, TH11, dan LSR1.8 (data tidak ditampilkan). Ke empat strain bakteri tersebut di fermentasi pada media pertumbuhan bakteri dalam keadaan anaerob fakultatif selama 20 jam dengan suhu 37OC. Hasil dari fermentasi yang berupa filtrat di uji HPLC. Berdasarkan uji HPLC didapatkan data mengenai tingkat konsentrasi1,3-propandiol yang dihasil dari proses fermentasi (Gambar 6). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kadar PDO dan tertinggi dihasilkan oleh bakteri TH3, yaitu sekitar 0.0321 mol/mol. Berdasarkan data tersebut, bakteri TH3 memiliki kemampuan dalam mengubah gliserol menjadi PDO dan H2. Identifikasi tingkat molekuler Telah dilakukan amplifikasi gen 16s rRNAdan dilanjutkan dengan sequencing DNA pada isolat bakteri TH3. Hasil sequencing DNA menunjukkan bahwa bakteri TH3 memiliki kedekatan dengan Klebsiella pneumonia pada nilai 1629 bits (882), dengan identitas 887/889 (99%) (Gambar 7). Berdasarkan pohon filogenetiknyaTH3 memiliki jarak yang terdekat dengan Klebsiella pneumonia strain K23 (Gambar 8). Dengan demikian bakteri TH3 mendekati bakteri Klebsiella pneumonia strain K23.
Dari hasil isolasi bakteri dari limbah biodiesel didapatkan strain bakteri yang potensial mengkonversi gliserol menjadi PDO dan H2 Strain tersebut memiliki kemiripan 99% dengan bakteri klebsiella pneumonia strain K23. SARAN Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut, untuk dapat meningkatkan kemampuan bakteri TH3 dalam mengkonversi gliserol menjadi pDO dan H2 dengan jalan mutasi secara kimia atau dengan rekayasa genetik.
DAFTAR PUSTAKA 1. Frost and Sullivan, “What is the Global Market Outlook for Glycerine in 2006”, 2006 2. Asia Times, “Jakarta eyes palm oil for fuel”, 18. May 2007 3. Emptage, M., Sharon L. H., Lisa A. Laffend, Jeff P. Pucci, dan Gregory M. W., Process For The Biological Production Of 1,3-Propanediol With High Titer, United Stated US Patent, 2006, No 7,067,300 B2. 4. Biebl H, Zeng A-P, Menzel K, Deckwer W-D, Microbial production of 1,3propanediol, App. Microbiol Biotechnol, 1999, 52, 289-297 5. Pelczar, Michael J. dan E. C. S. Chan ; penerjemah Ratna Siri Hadioetomo, Dasar-dasar Mikrobiologi, 1986, UIPress, Jakarta. 6. Nakas JP, Schaedle M, Parkinson CM, Coonley CE, Tanenbaum SW, System development for linked-fermentation products of solvents from algal biomass, Appl Environ Microbiol 1983, 46: 1017±1023 7. SchuÈ tz H, Radler F, Anaerobic reduction of glycerol to propanediol-1,3 by Lactobacillus brevis and Lactobacillus buchneri, Syst Appl Microbiol, 1984, 5, 169±178 8. Homann T, Tag C, Biebl H, Deckwer WD, Schink, Fermentation of glycerol to 1,3-propanediol by Klebsiella and Citrobacter strains. Appl Microbioil Biotechnol, 1990, 33, 121±126 9. Forsberg C, Production of 1,3propanediol from glycerol by Clostridium acetobutylicum and other Clostridium species, Appl Environ Microbiol, 1987, 53, 639±643 10. Dabrock B, Bahl H, Gottschalk G, Parameters afecting solvent production by Clostridium pasteurianum, Appl Environ Microbiol, 1992, 58, 1233±1239 11. Barbirato F, Camarasca-Claret C, Bories A, Grivet J-P, Description of the glycerol fermentation by a new 1,3-propanediol producing microorganism: Enterobacter agglomerans, Appl Microbiol Biotechnol, 1995, 43, 786±793
Gambar 1. Proses transesterifikasi produksi biodiesel
Biodiesel
Gambar 2. Fermentasi gliserol menjadi PDO oleh bakteri
Characterisation By-product
Conversion of Glycerol
1.) 1,3-Propanediole 2.) 3-Hydroxypropionic acid
Glycerol Purification
1.) Coating resins, Coatings 2.) Thermoplasts
Gambar 3. Jalur perubahan limbah biodiesel (Emptage et.al, 2006).
Gambar 4 Bentuk koloni bakteri Enterobacter dan Klebsiella dengan perbesaran mikroskof
OD (680nm)
KURVA PERTUMBUHAN BAKTERI TH3 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
7 6.9 6.8 6.7 6.6 6.5 6.4 6.3 6.2 6.1
OD (680nm) pH
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Waktu Inkubasi (Jam)
Gambar 5. Kurva Pertumbuhan Bakteri TH3
Gambar 6. Kadar PDO dan H2 hasil fermentasi gliserol pada botol 50 ml, inkubasi 37 OC , 20 jam.
Gambar 7 Analisa pohon filogenetik yang menunjukkan tingkat kemiripan antara bakteri TH3 dan Klebsiella K.23. Query 1 AACGTCGCAAGACCAAAGTGGGGGACCTTCGGGCCTCATGCCATCAGATGTGCCCAGATG 60 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 150 AACGTCGCAAGACCAAAGTGGGGGACCTTCGGGCCTCATGCCATCAGATGTGCCCAGATG 209 Query 61 GGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACCTAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGA 120 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 210 GGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACCTAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGA 269 Query 121 GGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGG 180 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 270 GGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGG 329 Query 181 GGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTGATGCAGCCATGCCGCGTGTATGAAGAAGGCCT 240 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| |||||||||||| Sbjct 330 GGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTGATGCAGCCATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCT 389 Query 241 TCGGGTTGTAAAGCACTTTCAGCGGGGAGGAAGGCGATAAGGTTAATAACCTTGTCGATT 300 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 390 TCGGGTTGTAAAGCACTTTCAGCGGGGAGGAAGGCGATAAGGTTAATAACCTTGTCGATT 449 Query 301 GACGTTACCCGCAGAAGAAGCACCGGCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAG 360 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 450 GACGTTACCCGCAGAAGAAGCACCGGCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAG 509 Query 361 GGTGCAAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGCACGCAGGCGGTCTGTCAAGTCG 420 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 510 GGTGCAAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGCACGCAGGCGGTCTGTCAAGTCG 569 Query 421 GATGTGAAATCCCCGGGCTCAACCTGGGAACTGCATTCGAAACTGGCAGGCTAGAGTCTT 480
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 570 GATGTGAAATCCCCGGGCTCAACCTGGGAACTGCATTCGAAACTGGCAGGCTAGAGTCTT 629 Query 481 GTAGAGGGGGGTAGAATTCCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATCTGGAGGAATACC 540 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 630 GTAGAGGGGGGTAGAATTCCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATCTGGAGGAATACC 689 Query 541 GGTGGCGAAGGCGGCCCCCTGGACAAAGACTGACGCTCAGGTGCGAAAGCGTGGGGAGCA 600 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 690 GGTGGCGAAGGCGGCCCCCTGGACAAAGACTGACGCTCAGGTGCGAAAGCGTGGGGAGCA 749 Query 601 AACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCGATTTGGAGGTTGTGCC 660 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 750 AACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCGATTTGGAGGTTGTGCC 809 Query 661 CTTGAGGCGTGGCTTCCGGAGCTAACGCGTTAAATCGACCGCCTGGGGAGTACGGCCGCA 720 ||||||||||||||||||| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 810 CTTGAGGCGTGGCTTCCGGGCTAACGCGTTAAATCGACCGCCTGGGGAGTACGGCCGCA 868 Query 721 AGGTTAAAACTCAAATGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAAT 780 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 869 AGGTTAAAACTCAAATGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAAT 928 Query 781 TCGATGCAACGCGAAGAACCTTACCTGGTCTTGACATCCACAGAACTTAGCAGAGATGCT 840 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 929 TCGATGCAACGCGAAGAACCTTACCTGGTCTTGACATCCACAGAACTTAGCAGAGATGCT 988 Query 841 TTGGTGCCTTCGGGAACTGTGAGACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGC 889 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 989 GTGCCTTCGGGAACTGTGAGACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGC 1037 Gambar 8. Urutan basa nitrogen.