ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENDEGRADASI PEWARNA TEKSTIL
V. Irene Meitiniarti dan Agna S. Krave Prodi Biologi, Fak. Biologi UKSW, Jl. Diponegoro52-60, Salatiga
[email protected]
ABSTRAK
Peningkatan jumlah industri tekstil di Indonesia saat ini memberi pengaruh negatif terhadap kualitas lingkungan, khususnya perairan. Salah satu efek negatifnya adalah efluen dari proses pewarnaan yang mengandung pewarna sintetik yang resisten terhadap degradasi microbial dalam pengolahan limbah. Oleh karena itu perlu dikembangkan metode pengolahan alternative menggunakan metode biologi dengan melibatkan bakteri yang mempunyai kemampuan degradasi tinggi terhadap pewarna. Untuk kepentingan tersebut, maka penelitian dengan tujuan mendapatkan isolat-isolat bakteri pendegradasi pewarna tekstil dengan kemampuan tinggi, perlu dilakukan. Contoh diperoleh dari air limbah 3 industri tekstil yang terletak di daerah Salatiga dan sekitarnya. Air limbah yang telah diencerkan hingga 10 8 diinokulasikan secara taburan ke medium lempeng agar nutrien yang mengandung pewarna yang banyak digunakan di industri tekstil asal air limbah. Setelah inkubasi 24 jam di suhu ruang, koloni bakteri yang membentuk zona terang dimurnikan lebih lanjut. Isolat bakteri yang diperoleh diuji kemampuannya mendekolorisasi pewarna pada medium cair. Isolat bakteri yang mempunyai kemampuan degradasi pewarna tinggi dikarakterisasi sifat-sifat morfologi dan fisiologinya. Identifikasi bakteri dilakukan menggunakan Bergey’s manual determination. Dalam penelitian ini diperoleh 10 (sepuluh) isolat bakteri dengan kemampuan tinggi mendegradasi berbagai jenis pewarna. Karakteristik bakteri ini adalah gram negatif, berbentuk batang dan termasuk dalam genus Shigella (S. sonnei) dan Proteus sp., famili Enterobacteriaceae. Kata Kunci: isolasi, bakteri pendegradasi warna tekstil, Enterobacteriaceae.
ABSTRACT
Recently, the increasing of textile industry in Indonesia gives negative impacts for environmental quality, especially to water quality. One of these negative impacts is effluent of dyeing process, which contained synthetic dye was relatively resistant to microbial degradation on wastewater treatment (WWT). There was need to develop an alternative treatment used biological methods in waste water treatment involved high dye degrading bacteria. So, the objectives of this research was to isolate and characterize dye degrading bacteria with high perform. Samples were taking from three waste water treatments of textile industries in around Salatiga. Waste water were diluted to 108 and inoculated by pour plate method in nutrient agar medium contained dye used mostly in textile industries. These medium incubated in room temperature during 24 hours. The bacterial colony with clear zone was purified. Perform of dye degrading were determined. The cultures of bacteria with high dye degrading perform were characterized by observing their morphological and physiological characteristics. Identification of these bacteria were guiding by Bergey’s manual determination. In these research, we could isolate 10 isolates with high dye degrading perform. They are gram negative bacteria, rod shape, and classified as Shigella (S. sonnei) and Proteus sp., belong to familia Enterobacteriaceae Key words: isolation, textile dye degrading bacteria, Enterobacteriaceae. 1 Makalah Semnas Keanekaan Hayati & Layanan Ekosistem-UNPAD-2011
PENDAHULUAN Hingga saat ini Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia masih memainkan peran yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Pada 2006, industri ini memberikan kontribusi sebesar 11,7 persen terhadap total ekspor nasional, 20,2 persen terhadap surplus perdagangan nasional, dan 3,8 persen terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Hingga 2006, jumlah industri tekstil Indonesia mencapai 2.699 perusahaan, dengan total investasi Rp 135,7 triliun. Jumlah ini hanya mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah 2,656 perusahaan. Lokasi industri TPT terkonsentrasi di Jawa Barat (57 persen), Jawa Tengah (14 persen), dan Jakarta (17 persen). Sisanya tersebar di Jawa Timur, Bali, Sumatera dan Yogyakarta (Miranti 2007). Perkembangan industri tekstil saat ini selain memberi pengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia, juga memberi pengaruh negatif terhadap kualitas lingkungan (air dan tanah) di daerah industri tekstil tersebut berada. Meskipun beberapa di antaranya telah memiliki Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) namun banyak industri berskala kecil yang tidak memiliki IPAL (Farodlilah 2007). Hal ini berakibat buruk terhadap kualitas air sungai karena air menjadi berwarna gelap dan berbau. Selain itu juga tidak terlepas dari kenyataan bahwa umumnya bahan pewarna yang digunakan merupakan pewarna sintetik, yang mempunyai struktur kimia kompleks sehingga bersifat tahan terhadap biodegradasi. Dalam industri tekstil, jenis pewarna yang paling banyak digunakan adalah pewarna azo yang merupakan pewarna sintetik terbesar yang paling banyak digunakan industri saat ini (Carliell et al. 1994). Selama proses pewarnaan tekstil diperkirakan sekitar 10-15 % pewarna tercuci dan masuk dalam limbah cair (Vaidya & Datye 1982). Padahal beberapa pewarna azo dan hasil degradasinya bersifat toksik, mutagenik atau karsinogenik, sehingga berpotensi membahayakan kesehatan (Chung et al. 1981; Sweeney et al. 1994). Pewarna azo tidak mudah mengalami perubahan selama proses pengolahan air limbah secara biologi aerobik menggunakan lumpur aktif (Carliell et al. 1994) sehingga biasanya masih dijumpai dalam efluen dari unit pengolah limbah. Keberadaan pewarna azo dan hasil degradasinya di lingkungan berpotensi membahayakan kesehatan sehingga dibutuhkan metode pengolahan alternatif, antara lain metode biologi dengan melibatkan bakteri tertentu yang mempunyai kemampuan degradasi tinggi terhadap pewarna. Walaupun
secara
umum
pewarna
azo
bersifat
“recalcitrants”,
ada
golongan
mikroorganisme tertentu yang mampu menguraikan senyawa pewarna tersebut. Beberapa bakteri yang telah dilaporkan mampu mendekolorisasi beberapa pewarna azo pada umumnya termasuk genera Pseudomonas, Bacillus, dan Sphingomonas (Keck et al., 1997; Stolz, 1999; Suzuki et al., 2001; Zissi et al. 1997, Blümel et al. 1998; Chang et al. 2001). Chryseobacterium indologenes ID6016 dan Enterococcus faecalis ID6017 merupakan dua isolat bakteri yang mampu mendekolorisasi pewarna azo (Liem 1997). Beberapa pewarna yang dapat didekolorisasi oleh kedua isolat ini pada kultur campur, pH 7, kondisi statis adalah Amaranth (Oei & Meitiniarti, 1999; 2 Makalah Semnas Keanekaan Hayati & Layanan Ekosistem-UNPAD-2011
Meitiniarti & Rahayu, 2002; Handayani et al 2007), Merah Reaktif (Mangimbulude et al., 2002), Kuning dan Biru Reaktif (Meitiniarti & Alexandra, 2001). Degradasi pewarna oleh kultur campur umumnya lebih baik dibanding kultur tunggal (Fang et al. 2004) mengingat kemampuan tiap bakteri beragam dan macam pewarna yang digunakan juga beragam. Oleh karena itu penggunaan kultur campur bakteri atau mikroorganisme dalam proses degradasi pewarna lebih dianjurkan. Bakteri-bakteri pendegradasi warna umum dijumpai di limbah yang mengandung pewarna (Coughlin et al 1997; Blümel et al. 1998). Dengan memperoleh berbagai isolat bakteri dapat dipilih isolat-isolat yang mempunyai kemampuan degradasi tinggi serta memungkinkan dibuat kultur campur bakteri pendegradasi pewarna. Pengolahan limbah yang mengandung pewarna secara biologi umumnya lebih sempurna jika dilakukan secara kultur campur. Melihat pentingnya mendapatkan isolat-isolat bakteri pendegradasi pewarna azo dan potensi bakteri tersebut pada pengolahan air limbah tekstil, maka penelitian Isolasi dan karakterisasi bakteri pendegradasi pewarna sebagai agen pendegradasi pewarna pada limbah tekstil ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan isolat-isolat bakteri pendegradasi pewarna tekstil dari berbagai industri tekstil dengan kemampuan tinggi sehingga memungkinkan dibuat kultur campur bakteri pendegradasi pewarna.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dirancang dalam dua tahap, yaitu: (i) melakukan inventarisasi jenis-jenis pewarna azo yang digunakan dalam proses pewarnaan tekstil dan (ii) melakukan isolasi dan karakterisasi bakteri pendegradasi pewarna azo dari sampel limbah atau lumpur aktif limbah tekstil pada medium nutrien agar yang mengandung salah satu pewarna azo yang umum digunakan. Bahan dan alat: Sampel yang digunakan adalah air limbah dan lumpur aktif dari IPAL industri tekstil di beberapa kota di sekitar Salatiga. Bahan yang digunakan dalam isolasi dan pengujian adalah berbagai pewarna azo yang diperoleh dari industri tekstil. Bahan-bahan yang digunakan dalam identifikasi adalah bahan-bahan kimia untuk reagen dan medium pengujian bakteri yang diperoleh dari laboratorium. Alat-alat yang digunakan adalah mikroskop, elektroforesis, peralatan gelas, autoklaf, inkubator, alat timbang, shaker, magnetic stirer, dan anaerobic jar. Metode dan analisis: Isolasi bakteri. Sampel limbah atau lumpur aktif limbah tekstil diencerkan menggunakan larutan garam fisiologis (0,9% NaCl) steril hingga 10 8. Sebanyak 0,1 ml dari pengenceran sampel 3 Makalah Semnas Keanekaan Hayati & Layanan Ekosistem-UNPAD-2011
(mulai 106 sampai 108) diinokulasikan pada medium nutrien agar yang mengandung pewarna tekstil dengan konsentrasi 80 mg/l. Media diinkubasikan pada suhu 37 ○C selama 48 jam. Koloni yang muncul dan membentuk zona terang dimurnikan lebih lanjut. Identifikasi bakteri. Koloni yang telah dimurnikan, diidentifikasi lebih lanjut dengan mengamati karakteristik morfologi dan fisiologinya. Berdasarkan sifat-sifat morfologi dan fisiologinya, ditentukan nama jenis (genera atau spesies) bakteri tersebut menurut Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (Krieg & Holt 1984).
HASIL DAN DISKUSI Hasil inventaris jenis-jenis pewarna yang digunakan di 3 (tiga) perusahaan tekstil yang ada di Salatiga, Ungaran, dan Sragen umumnya menggunakan pewarna azo. Macam warna yang terbanyak di masing-masing perusahaan tergantung pada jenis tekstil yang dihasilkan (Tabel 1). Sebagai contoh pada industri tekstil yang produk utamanya jeans, warna-warna yang banyak digunakan adalah biru dan hitam. Sebaliknya untuk industry tekstil yang menghasilkan produk utama berupa kain berbahan dasar katun atau polyester, warna-warna yang digunakan sangat beragam. Dari jenis-jenis pewarna yang beragam tersebut, warna yang banyak dipakai adalah merah dan kuning. Tabel 1. Industri tekstil, jenis produk, dan jenis-jenis pewarna yang umum digunakan No
Lokasi industry tekstil
Produk
Jenis pewarna yang banyak digunakan
1
Ungaran
Tekstil
Hitam, biru, merah, kuning
2
Salatiga
Katun
Merah dan kuning
3
Sragen
Poliester
Merah dan kuning
Setelah dilakukan isolasi bakteri pendekolorisasi pewarna azo, dari sampel air limbah ke 3 industri tekstil tersebut dapat diperoleh 10 isolat bakteri. Ke 10 isolat bakteri ini mempunyai kemampuan degradasi yang tinggi terhadap berbagai pewarna. Ciri-ciri morfologi koloni dan sel, serta sifat gram nya dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Dari karakteristik morfologi selnya, ke 10 isolat bakteri tersebut bersifat gram negatif dan berbentuk batang. Kemampuan ke 10 (sebelas) isolat yang diperoleh tersebut secara umum dapat mendekolorisasi pewarna yang diuji (Tabel 3). Di antara 4 pewarna yang diuji, kuning paling mudah terdekolorisasi. Meitiniarti dan Alexandra (2001) juga melaporkan bahwa warna kuning lebih mudah didekolorisasi dibanding merah. Hal yang menarik terjadi pada warna biru. Pewarna biru yang diberi inokulum bakteri (semua isolat bakteri) menunjukkan perubahan menjadi kemerahan. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan perubahan pH dalam medium yang menyebabkan warna biru menjadi kemerahan.
4 Makalah Semnas Keanekaan Hayati & Layanan Ekosistem-UNPAD-2011
Tabel 2. Ciri-ciri morfologi koloni dan sel, serta sifat gram ke10 (sepuluh) isolat yang diperoleh dari pabrik tekstil di Ungaran (sandi Un), Salatiga (sandi Sa), dan Sragen (sandi Sr) Asal
Pewarna Sandi
Bentuk koloni
isolat Ungaran
Hitam,
Un1
Wenter
Putih
Tepi
Sifat
koloni
gram
Berombak Negatif
bundar
Bentuk sel
Oval/ batang pendek
Biru,
Un2
wenter
Putih
Berombak Negatif
bundar
Oval/ batang pendek
Merah
Un3
Azo
Kuning
Merah
Un4
Sa1
Sa2
Merah
Sa3
Sr1
Azo
Putih
Rata
Negatif
Batang
Kuning
Beringgit
Negatif
Batang
Putih
Rata
Negatif
Batang
Putih
Beringgit
Negatif
Batang
Rata
Negatif
Batang
Berombak Negatif
Batang
Bulat Sr3
Azo
Kuning
Batang
bundar
Azo Kuning
Berombak Negatif
bundar
Azo Sragen
Putih
bundar
Azo
Kuning
Batang
bundar
Azo
Merah
Berombak Negatif
bundar
Azo
Salatiga
Kuning
Kuning Bulat
Sr4
Kuning Membulat
Di antara semua pewarna yang diuji, umumnya tidak terjadi perbedaan kemampuan dekolorisasi. Artinya isolat bakteri yang diisolasi dengan jenis pewarna tertentu juga mampu 5 Makalah Semnas Keanekaan Hayati & Layanan Ekosistem-UNPAD-2011
mendekolorisasi pewarna lainnya. Namun jika dibandingkan bakteri berdasarkan pewarna asalnya, di antara ke empat jenis pewarna asal, bakteri yang berasal (diisolasi menggunakan) dari pewarna hitam dan biru lebih mudah mendekolorisasi pewarna merah atau kuning. Sebaliknya bakteri yang berasal dari pewarna merah atau kuning, lebih sulit mendekolorisasi pewarna hitam dan biru. Tabel 3. Kemampuan dekolorisasi pewarna azo oleh ke 10 (sepuluh) isolat Asal
Pewarna
isolat
asal
Ungaran
Hitam,
Sandi Un1
Pengamatan
Pewarna uji
T0 jam
Merah
Wenter
T24 jam
Keterangan Warna merah tua menjadi merah muda
Kuning
Warna kuning tua menjadi kuning muda (warna lebih cerah).
Biru,
Un2
Merah
wenter
Warna merah tua menjadi merah muda
Kuning
Warna kuning tua menjadi kuning muda (warna lebih cerah).
Merah
Un3
Biru
Azo
Warna biru tua menjadi merah kebiruan (jadi lebih cerah)
Hitam
Warna hitam menjadi merah kehitaman (warna lebih cerah)
Kuning
Un4
Biru
Azo
Warna biru menjadi merah kehitaman (warna lebih cerah)
Hitam
Warna kuning menjadi warna kuning muda kehitaman (lebih cerah) 6
Makalah Semnas Keanekaan Hayati & Layanan Ekosistem-UNPAD-2011
Lanjutan Tabel 3. Asal
Pewarna
isolat
asal
Salatiga
Merah
Sandi Sa1
Pengamatan
Pewarna uji
T0 jam
Hitam
Azo
T24 jam
Keterangan Warna Hitam menjadi merah kehitaman
Biru
Warna Hitam menjadi merah kebiruan
Merah
Sa2
Hitam
Azo
Warna Hitam menjadi merah kehitaman
Biru
Warna Hitam menjadi merah kebiruan
Kuning
Sa3
Hitam
Azo
Warna Hitam menjadi hitam kemerahmerahan
Biru
Warna Biru menjadi biru kemerahmerahan
Sragen
Merah
Sr1
Hitam
Azo
Warna hitam menjadi berwarna cerah
Biru
Warna biru menjadi kemerahan (lebih cerah)
Kuning
Sr3
Hitam
Azo
Warna hitam tua menjadi hitam muda
7 Makalah Semnas Keanekaan Hayati & Layanan Ekosistem-UNPAD-2011
Lanjutan Tabel 3. Asal
Pewarna
isolat
asal
Sandi
Pengamatan
Pewarna uji
T0 jam
T24 jam
Biru
Keterangan Warna biru menjadi kemerahan (lebih cerah)
Kuning
Sr4
Hitam
Azo
Warna hitam tua menjadi hitam muda
Biru
Warna biru menjadi kemerahan (lebih cerah)
Dari hasil uji fisiologi (tabel 4) dan identifikasi menggunakan Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (Krieg & Holt 1984) dapat diketahui bahwa 7 isolat di antaranya termasuk dalam genera Shigella (yaitu Shigella sonnei) dan 3 isolat lainnya termasuk dalam genera Proteus. Ke semua isolat ini termasuk dalam familia Enterobacteriaceae. Tabel 4. Karakter fisiologi dan hasilidentifikasi ke 10 isolat bakteri
8 Makalah Semnas Keanekaan Hayati & Layanan Ekosistem-UNPAD-2011
KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Jenis pewarna yang banyak digunakan di industri tekstil berbeda-beda tergantung pada jenis produk yang dihasilkan. Pada industry tekstil yang produknya berupa jean, warna yang banyak digunakan adalah biru dan hitam. Sedang pada industry yang produknya kain, warna yang banyak dipakai adalah merah dan kuning. 2. Dari hasil isolasi berhasil diperoleh 10 (sebelas) isolat bakteri yang mempunyai kemampuan mendegradasi berbagai jenis pewarna karena dalam waktu 24 jam telah terjadi dekolorisasi. 3. Dari ke 10 isolat tersebut, 7 isolat termasuk dalam genera Shigella (S. sonnei) dan 3 isolat lainnya Proteus (Proteus sp.), yang semuanya tergolong fam. Enterobacteriaceae.
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini terlaksana atas pembiayaan dana internal UKSW.
DAFTAR PUSTAKA Blümel, S., M. Contzen, M. Lutz, A. Stolz, and H-J. Knackmuss. 1998. Isolation of bacterial strain with the ability to utilize the sulfonated azo compound 4-carboxy-4’-sulfoazo-benzene as the sole source of carbon and energy. Appl. Environ. Microbiol. 64 (6): 2315-2317. Carliell, CM., SJ. Barclay, N. Naidoo, CA. Buckley, DA. Mulholland, and E. Senior. 1994. Microbial decolourisation of a reactive azo dye under anarobic conditios. Water SA 21: 61-69. Chang, J-S., C. Chou, Y-C. Lin, P-J. Lin, J-Y. Ho, and T.L. Hu. 2001. Kinetic characteristic of bacterial azo-dye decolorization by Pseudomonas luteola. Water Res. 35: 2841-2850 Chung, KT., GE. Fulk, and AW. Andrews. 1981. Mutagenicity testing of some commonly used dyes. Appl. Environ. Microbiol. 42: 641-648 Coughlin, M.F., B.K. Kinkle, A. Tepper, and P.L. Bishop. 1997. Characterization of aerobic azo dye-degrading bacteria and their activity in biofilm. Water Sci. Technol. 36: 215-220 Fang, H., H. Wenrong, and L. Yuezhong. 2004. Biodegradation mechanism and kinetics of azo dye 4BS by a microbial consortium. Chemosphere 57: 293-301. Farodlilah 2007. Hati-hati limbah batik. http://www.suaramerdeka.com/harian/0704/26/opi07 .htm Handayani, W., V.I. Meitiniarti, and K.H. Timotius. 2007. Decolorization of Acid Red 27 and Reactive Red 2 by Enterococcus faecalis under a batch system. World J. Microbiol. Biotechnol. 23: 1239-1244. Keck, A., J. Klein, M. Kudlich, A. Stolz, H-J. Knackmuss, and R. Mattes. 1997. Reduction ofazo dyes by redox mediators originating in the naphthalenesulfonic acid degradation pathway of Sphingomonas sp. strain BN6. Appl. Environ. Microbiol. 63: 3684-3690. Krieg, N.R. & Holt, J.G.1984. Bergey’s manual of systematic bacteiology. Williams & Wilkins Co., Baltimore. 9 Makalah Semnas Keanekaan Hayati & Layanan Ekosistem-UNPAD-2011
Liem, D.L. 1997. Identifikasi dan karakterisasi isolat-isolat bakteri pereduksi Amaranth yang diisolasi dari limbah industri tekstil. [Skripsi]. Fakultas Biologi, Univ. Kristen Satya Wacana. Salatiga. Mangimbulude, J.C., V.I. Meitiniarti, dan S. Haryanti. 2002. Efek beberapa macam kosubstrat terhadap degradasi merah reaktif oleh Brevibacterium sp. SWCU 96-I03 dalam kondisi aerob.
Makalah dalam Seminar Nasional Pengembangan Biologi, FMIPA, UNNES.
Semarang Meitiniarti, V.I. dan S. Alexandra. 2001 Kemampuan dekolorisasi pewarna kuning, merah, dan biru reaktif oleh isolat SWCU 96-I03 pada kondisi anaerob. Seri Penelitian Fak. Biologi Vol. 4, No. 1. Meitiniarti, V.I. dan Y.G.S.P. Rahayu. 2002. Pengaruh glukose dan ekstrak khamir terhadap pertumbuhan dan kemampuan dekolorisasi Amaranth oleh Brevibacterium sp. SWCU-96I03. Seri Penelitian FB Vol. 5, No. 1 Maret 2002 Miranti, E. 2007. Mencermati kinerja tekstil indonesia : Antara potensi dan peluang. Economic Review . No. 209 . September 2007 Oei, I. dan V.I. Meitiniarti. 1999. Pengaruh penambahan glukosa dan pengocokan media terhadap pertumbuhan Brevibacterium sp. SWCU-96-I03 dan kemampuannya dalam menurunkan warna Amaranth. Seri Penelitian FB No. 2 Th. II Maret 1999 Sweeney, E.A., Chipman, J.K., Forsythe, S.J. 1994 Evidence for direct-acting oxidative genotoxicity by reduction products of azo dyes. Environmental Health Perspective 102: 119-122. Vaidya, AA. and KV. Datye. 1982. Environmental pollution during chemical processing of synthetic fibers. Colourage 14: 3-10 Zissi, U., G. Lyberatos, and S. Povlou. 1997. Biodegradation of the p-aminoazobenzene by Bacillus subtilis under aerobic conditions. J. Ind. Microbiol. Biotechnol. 19: 49-55.
10 Makalah Semnas Keanekaan Hayati & Layanan Ekosistem-UNPAD-2011