INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DAN NASIONALISME MELALUI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Sulistyanto
ABSTRACT Historically, education has played an important role in encouraging nationalism among Indonesian people. Nowadays, education, especially citizenship education plays strategic and important roles in preserving, improving, and transforming state ideology and nationalism values to young generation. In globalization era, citizenship education has missions as political education, value education, nationalism education, democratic education, multicultural education, and conflict resolution education. Citizenship education must be interpreted in maximal interpretation that means teaches students to critically and analytically solve social problems and implement state ideology and nationalism values. Hence, citizenship education is not only taught as citizenship transmission but also taught as reflective inquiry. To do this, citizenship education is suggested to integrate direct and indirect approaches in value education, so that students are expected to be able in internalizing state ideology and nationalism values as their belief. Then, several principles of powerful teaching learning process should also color Indonesia school citizenship education. Keywords: Nationalism, Pancasila, State Iideology, Internalization, Citizenship Education, and Values
I.
perjuangan pun terputus karena tidak ada kader
Pendahuluan
yang melanjutkan perjuangannya. Kita
perlu
bertanya-tanya
mengapa
bangsa Indonesia begitu lama berada dalam
Pendidikan yang rendah, menyebabkan
cengkeraman penjajah asing selama berpuluh
wawasan berfikir pun menjadi sempit. Wawasan
bahkan beratus tahun. Jika dianalisis secara
yang sempit menjadi penyebab para pejuang
mendalam,
hanya berfikir dan berjuang untuk suku atau
maka
penyebab
utama
dari
kelemahan bangsa Indonesia, sehingga begitu
daerahnya
lama berada di bawah penjajahan, adalah
terbuka, bahwa perjuangan dapat dilakukan
bersumber pada rendahnya tingkat pendidikan
secara bersama-sama.
bangsa Indonesia pada masa itu.
Rasa
Pendidikan yang rendah menye-babkan kemampuan
mengembangkan
masing-masing.
kebangsaan
Mereka
atau
belum
nasionalisme
sampai akhir abad ke-19 masih belum tumbuh.
teknologi
Ketika sebagian kecil bangsa Indonesia sudah
persenjataan pun lemah, sehingga kalah jauh
mulai bersentuhan dengan pendidikan modern
dari persenjataan milik penjajah. Pendidikan
pada pertengahan abad ke-19, sedikit demi
yang rendah, juga menyebabkan kepemimpinan
sedikit,
perjuangan hanya bergantung pada kharisma
Indonesia.
seorang pemimpin, yang ketika ia meninggal
terbuka
wawasan
berfikir
bangsa
Dari kalangan rakyat Indonesia terdidik yang
31
jumlahnya
masih
terbatas
itu
rasa
kebangsaan atau nasionalisme dan kesadaran
II. Tantangan Yang dihadapi
untuk bersatu dalam perjuangan mulai muncul
Setelah enam puluh tiga tahun merdeka
dan disebarluaskan. Pendidikan
dan seratus tahun kebangkitan nasional saat ini, besar
kita masih menghadapi berbagai tantangan yang
pengaruhnya untuk membuka fikiran dan
berkaitan dengan upaya implementasi nilai-nilai
kesadaran akan rasa persatuan, rasa kebangsaan,
dasar Pancasila dan nasionalisme pada bangsa
dan rasa kecintaan pada tanah air. Kalangan
Indonesia.
terdidiklah
yang
ternyata
begitu
mampu
merintis
rasa
Pertama, nilai-nilai Pancasila sepertinya
kebangsaan atau nasionalisme ini pada masa
masih
Kebangkitan Nasional 1908.
diamalkan secara baik oleh bangsa Indonesia.
Di awal abad ke-20, dapat dikata-kan fase pertama
tumbuhnya
nasionalisme
belum
membumi,
masih
belum
Pancasila seakan hanya menjadi simbol saja,
bangsa
tanpa terimplementasi secara nyata baik pada
Indonesia. Kaum terdidik lebih menegaskan
tataran kehidupan kenegaraan maupun pada
rasa nasionalisme itu pada Sumpah Pemuda
tataran kehidupan masyarakat.
1928, serta semakin mengukuhkannya melalui
Kedua, kehidupan masyarakat Indonesia,
Proklamasi Kemerdekaan 1945.
khususnya generasi muda pada era globalisasi
Saat-saat yang sangat penting di sekitar
ini mendapat pengaruh yang sangat kuat dari
Proklamasi Kemerdekaan, adalah ditetapkannya
nilai-nilai budaya luar, sehingga mulai banyak
Pancasila sebagai dasar negara bagi negara
sikap dan perilaku yang tidak sejalan dengan
kebangsaan Republik Indonesia. Pancasila yang
nilai-nilai Pancasila.
saat itu merupakan kesepakatan politik yang
Ketiga, nilai-nilai nasionalisme pun oleh
luhur dari berbagai komponen bangsa mampu
sebagian pihak dipandang mengalami erosi pada
mewadahi nilai-nilai nasionalisme dan nilai-
saat ini, terutama di kalangan generasi muda
nilai dasar lain-nya.
(Triantoro, 2008).
Di era global sekarang ini, ketika kita sekarang
sudah
paham
keagamaan yang tidak memandang penting
Kebangkitan Nasional dan enam puluh tiga
nasionalisme dan negara kebangsaan Indonesia,
tahun
pertanyaan pun
dan lebih memandang penting universalisme.
muncul, apakah pendidikan masih relevan untuk
Pendukung paham ini juga menolak demokrasi
menjaga perannya dalam mengaktualisasikan
sebagai sebuah sistem pemerintahan yang
nilai-nilai dasar Pancasila?
dipandang baik dan pada ujungnya tidak
beberapa
seratus
berkembangnya
tahun
merdeka,
memasuki
Keempat,
Apakah Pancasila dapat menumbuhkan,
memandang Pancasila sebagai sebuah ideologi
memelihara, dan meningkatkan rasa kebangsaan
yang penting dan tepat bagi bangsa kita. Paham
atau nasionalisme?. Dan strategi apakah yang
ini bukan hanya berkembang di masyarakat,
tepat untuk menginternalisasikan nilai-nilai
tetapi juga berkembang di kalangan mahasiswa
dasar Pancasila dan nasionalisme pada masa
di perguruan tinggi.
sekarang ini?.
32
Kelima, masih perlu dipertanya-kan peran
Azyumardi Azra dipandang sebagai fase ke-2
pendidikan baik pada jalur pendidikan formal
tumbuhnya
maupun nonformal dalam menginternalisasikan
Indonesia. Pada masa ini, upaya nation and
nilai-nilai
nilai-nilai
character building ini bukan hanya untuk
nasiona-lisme kepada bangsa Indonesia, khusus-
masyarakat luas pada umumnya, namun juga
nya kepada generasi muda.
dilakukan melalui jalur pendidikan formal,
Pancasila,
termasuk
nasionalisme
pada
bangsa
misalnya melalui mata pelajaran Civics. Sejarah mencatat, bahwa pada periode
III. Internalisasi Pancasila dan Nasi-onalisme
selanjutnya, yaitu pada masa Orde Baru, apa
dari Masa ke Masa
yang dilakukan oleh rezim Orde Lama itu Pancasila sebagai ideologi negara telah
dipandang sebagai sebuah upaya indoktrinasi.
disepakati oleh the founding fathers sejak tahun
Ketika awal Orde Baru berkuasa, yang
1945. Namun nilai-nilai Pancasila tidak berarti
pada saat itu bertekad melaksana-kan Pancasila
telah serta merta terinternalisasi dalam diri
secara murni dan konsekwen, hal yang dibenahi
bangsa Indonesia.
pertama untuk menginternalisasikan nilai-nilai
Bahkan, untuk beberapa lama, Pancasila
Pancasila dan nasionalisme adalah, melalui jalur
sepertinya hanya menjadi ungkapan simbolis
pendidikan formal.
kenegaraan tanpa jelas implementasinya, baik dalam
kehidupan
kemasyarakatan.
kenegaraan
Penafsiran
Ketika Kurikulum persekolahan diubah
maupun
Pancasila
pada tahun 1968, maka perubahan terhadap
pun
mata pelajaran yang meng-embangkan misi
kadang menjadi bermacam-macam tergantung
pembinaan warga negara yang baik, yang
golongannya bahkan tergantung pada arus
Pancasilais, juga mengalami perubahan.
politik yang berkuasa. Upaya Pancasila
Pendidikan Kewargaan Negara (PKN)
menginternalisasikan dilakukan
sebagai mata pelajaran, dan materinya berisi
pemerintahan Presiden Soekarno di tahun 1960-
Pancasila dan UUD 1945 yang telah dibersihkan
an, dalam kerangkan nation and character
dari pengaruh pandangan Orde Lama.
Upaya
mengIndonesiakan
ini orang
pada
pun masuk dalam kurkulum persekolahan
masa
building.
telah
nilai-nilai
dilakukan
untuk
Indonesia
Internalisasi
yang
nilai-nilai Pancasila
dan
nilai-nilai nasionalisme melalui jalur sekolah
disesuaikan dengan visi dan misi politik
lebih
penguasa pada masa itu. Oleh karena itu, bahan-
Kurikulum 1975, di mana terdapat mata
bahan yang diberikan pun bukan hanya tentang
pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP)
Pancasila dan UUD 1945, tetapi juga bahan-
sebagai pengganti nama PKN.
bahan yang berisi pandang-an politik penguasa mata menggelorakan
lagi
dengan
keluarnya
Dari namanya saja sudah tersirat bahwa
masa itu. Upaya
diperjelas
pelajaran
ini
dimaksudkan
untuk
semangat
menginternalisasi nilai-nilai Pancasila kepada
nasionalisme sangat tinggi, sehingga oleh
para pelajar. Upaya menginternalisasikan nilai-
33
nilai Pancasila secara meluas kepada semua
Begitu juga kurikulum pada mata kuliah
lapisan masyarakat, birokrasi, dan perseko-
umum Pendidikan Pancasila dan Pendidikan
lahan dilakukan oleh penguasa Orde Baru
Kewiraan/Kewarganegaraan
dengan ditetapkannya Pedoman Penghayatan
tinggi, mengalami perubahan. Materi yang
dan Pengamalan Pancasila (P4).
berbau Orde Baru dihapuskan dari kurikulum
di
perguruan
P4 pada awalnya dilandasi oleh upaya
dan diganti dengan materi-materi yang lebih
dari pemerintah yang menginginkan agar nilai-
sesuai dengan visi dan misi politik Orde
nilai Pancasila dapat dengan mudah dipahami,
Reformasi.
dihayati, dan diamalkan oleh seluruh warga
Kurikulum
PPKn
persekolahan
persekolahan dan perguruan tinggi.
berorientasi pada nilai-nilai Pancasila, diganti
menjabarkan
1994
nilai-nilai
sangat
lebih bersifat konseptual teoritis.
secara
jelas
Mata kuliah yang mengemban pembinaan
Pancasila
dan
mahasiswa untuk menjadi warga negara yang
nasionalisme yang telah diuraikan di dalam P4. Kurikulum
dulu
dengan Kurikulum PKn 2004 dan 2006 yang
kurikulum PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan)
yang
kuriku-lum
negara. P4 juga berpengaruh pada kurikulum
Kurikulum PMP tahun 1984 dan terutama
1994
dalam
Pancasilais,
juga
mengalami
pengecilan peran. Secara formal, mata kuliah
perguruan tinggi, juga tidak lepas dari pengaruh
Pendidikan Pancasila pada sebagian besar
P4. Diseminasi P4 melalui jalur pendidikan
perguruan tinggi, dihilangkan dan disatukan
formal
dengan
hanya
Pancasila
dan
di
bukan
Pendidikan
baik
melalui
kurikulum,
melainkan juga melalui penataran P4 untuk
mata
kuliah
Pendidikan
Kewarganegaraan.
siswa dan mahasiswa baru.
Dengan demikian, sebenarnya pada masa
Para pengembang Penataran P4 pada
ini dalam kurikulum formal baik di jenjang
masa itu, sudah mencoba mengembangkan
persekolahan maupun perguruan tinggi, upaya
berbagai cara atau metode yang lebih baik dari
internalisasi
sekedar indoktrinasi.
nilai-nilai nasionalisme, mengalami penurunan
nilai-nilai
Pancasila,
termasuk
Namun karena penataran P4 yang bersifat
intensitas. Di luar lembaga pendidikan for-mal,
massal dan penafsiran Pancasila yang dianggap
seperti di lingkungan birokrasi dan masyarakat
tunggal oleh penguasa, maka penataran P4 ini
pada umumnya, upaya internalisasi nilai-nilai
pun oleh kaum pendukung reformasi dipandang
Pancasila
sebagai sebuah upaya indoktrinasi ala Orde
reformasi, bahkan lebih tidak jelas lagi.
dan
nasionalisme
pada
masa
Baru. Ketika memasuki masa reformasi, terjadi
IV. Revitalisasi Peran PKn
pula perubahan pada upaya internalisasi nilai-
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, di
nilai Pancasila dan nasionalisme. Kurikulum
Indonesia,
PPkn di seko-lah pun mengalami perubahan
Kewarganegaraan (Civics) merupakan mata
baik dari nama maupun substansi materinya.
pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan
34
sejak
tahun
1960
Pendidikan
dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Sejak
saat
itu
pula,
PKn diharapkan lebih mampu menjadi
Pendidikan
program
pendidikan
yang
secara
teoritis,
Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran, selalu
konseptual, dan praksis memiliki konsistensi
ada dalam kurikulum yang berlaku dan dalam
atau keajegan sebagai pembina warganegara
undang-undang sistem pendidikan nasional.
yang
Dalam
dua
undang-undang
sistem
Nasional,
demokratis
Jadi pada era Reformasi saat ini, ada
Pendidikan
keinginan
baru
Kewarganegaraan selalu dinyatakan sebagai
pelajaran
Pendidikan
program atau mata pelajaran yang harus ada
Indonesia
agar
pada setiap jenjang pendidikan, dari sekolah
pengaruh politik.
dasar sampai dengan perguruan tinggi.
1960
Pendidikan sangat
sampai
dengan
Kewarganegaraan
tergantung
pada
di
konteks
untuk
mereformasi
mata
Kewarganegaraan
kurang
Selanjutnya
Jika dianalisis, perkembangannya sejak tahun
dengan
yang berkuasa.
tahun 1989 dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan
dan
meminimalisasi pengaruh mandat politik rezim
pendidikan nasional terakhir, yaitu UU No. 2
Sistem
baik
bergantung
Pendidikan
di
pada
Kewarga-
negaraan Indonesia yang baru didasarkan pada
sekarang,
pengetahuan ilmiah dan nilai-nilai demokratis
Indonesia
universal dan juga nilai-nilai Indonesia asli yang
politik.
lebih stabil dari pada perubahan politik.
Pendidikan kewarganegaraan di Indonesia tidak
Dengan
tuntutan
perkembangan
dapat bebas dari pengaruh rezim politik yang
masyarakat dan kehidupan bernegara yang
memerintah.
demikian maju dengan segala tantangannya,
Kemauan
pemerintah,
Pendidikan Kewarganegaraan tampaknya perlu
seringkali tercermin pada tujuan dan isi
memperluas misinya dari sekedar pendidikan
Pendidikan
Pendidikan
politik. Pendidikan Kewarganegaraan pada
Kewarganegaraan sering merupakan mandat
masa sekarang ini memiliki misi sebagai
politik dan alat ideologi
berikut:
akibatnya, berubah
politik
dari
Kewarganegaraan.
Pendidikan ketika
rezim
rezim. Sebagai Kewarganegaraan politik
1. PKn sebagai pendidikan politik, yang berarti
berubah
program
(Bunyamin, 1990; Winataputra, 1999). Pada
masa
reformasi
rekarang
pendidikan
ini
memberikan
pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada ini,
siswa agar mereka mampu hidup sebagai
Pendidikan Kewarganegaraan tampaknya perlu
warga
dilakukan revitalisasi dan reorientasi, baik
kemelekan politik (political literacy) dan
menyangkut tujuan, misi, kompetensi yang
kesadaran berpolitik (political awareness),
diharapkan, materi, pendekatan dan strategi
serta
pembelajarannya.
(political participation) yang tinggi.
reorientasi
ini,
Dengan
revitalisasi
diharapkan
dan
Pendidikan
2. PKn
negara
yang
kemampuan
sebagai
memiliki
berpartisipasi
pendidikan berarti
melalui
politik
(value
Kewarganegaraan tidak terjebak lagi menjadi
education),
program indoktrinasi politik penguasa.
diharapkan tertanam dan tertransfor-masikan
35
yang
nilai
tingkat
PKn
nilai, moral, dan norma yang dianggap baik
menjadi
warga
oleh bangsa dan negara kepada diri siswa,
bertanggung jawab yang dapat berpartisipasi
sehingga mendukung bagi upaya nation and
secara aktif dalam masyarakat yang demokratis.
character building. Dalam hal ini, nilai-nilai
Dalam penjelasan Undang-undang No. 20
Pancasila tetap harus menjadi rujukan utama
Tahun
dalam upaya pendidikan nilai ini.
Nasional
3. PKn sebagai pendidikan nasionalisme, yang berarti
melalui
tentang
yang
dan
Sis-tem
Pendidikan
bahwa
Pendidikan
dinyatakan
Kewarganegaraan
baik
dimaksudkan
untuk
diharapkan
dapat
membentuk peserta didik menjadi manusia yang
ditingkatkan
rasa
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
kebangsaan atau nasionalisme siswa, sehingga
Apa yang dimaksudkan atau ditujukan oleh
mereka lebih mencintai, merasa bangsa, dan
Pendidikan Kewarganegaraan menurut undang-
rela berkorban untuk bangsa dan negaranya.
undang itu ternyata sangat sederhana, yang
4. PKn sebagai pendidikan hukum, yang berarti
hanya memuat dua kompetensi yang harus
bahwa program pendidikan ini diarahkan
dimiliki warga negara, yaitu rasa kebangsaan
untuk membina siswa sebagai warga negara
dan cinta tanah air.
ditumbuhkan
PKn
2003
negara
dan
yang memiliki kesadaran hukum yang tinggi,
Tujuan ini tentu sangat relevan dengan
yang menyadari akan hak dan kewajibannya,
upaya
dan yang memiliki kepatuhan terhadap hukum
Namun
yang tinggi.
menggambarkan
5. PKn
sebagai
pendidikan
pembinaan tujuan
nilai-nilai
seperti
ini
nasionalisme. masih
tujuan
belum
Pendidikan
multikulural
Kewarganegaraan yang ideal dan komprehensif
(multiculutal education), yang berarti PKn
yang sesuai dengan tuntutan masa kini. Tujuan
diharapkan mampu meningkatkan wawasan
Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih jelas,
dan sikap toleran siswa dan mahasiswa untuk
lebih lengkap dan lebih komprehensif dapat kita
hidup
temukan pada pendapat beberapa pakar dan
dalam
masyarakatnya
yang
multikutural.
organisasi profesi pendidikan.
6. PKn sebagai pendidikan resolusi konflik
Menurut
pendapat
(conflict resolution education), yang berarti
Curriculum
PKn membina siswa dan mahasiswa untuk
Fogelman,2000:94)
mampu
ganegaraan
menyelesaikan
konflik
secara
konstruktif.
bertujuan
Council
The
National
(Edwards
Pendidikan
(Education
for
mengembangkan
and Kewar-
Citizenship) pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diper-lukan untuk Dengan
melihat
misi
Pendidikan
menggali,
membuat
keputusan
yang
Kewarganegaraan (PKn) yang demikian luas,
berpengetahuan, dan melaksanakan hak dan
maka tujuan PKn pun perlu lebih diperluas pula.
kewajiban
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (civic
demokratis.
education atau citizenship education) secara
dalam
suatu
masyarakat
yang
Sementara itu, Sanusi (1999) menyatakan
teoritis adalah untuk mendidik para siswa
bahwa
36
fungsi
dan
tujuan
pendidikan
kewarganegaraan adalah membuka peluang
mengubah gaya hidup dan kebiasaan konsumtif
seluas-luasnya
negara,
untuk melindungi lingkungan; (7) memiliki
menyatakan komitmennya dan menjalankan
kepekaan ter-hadap hak asasi dan mampu untuk
perannya
belajar
mempertahankannya (seperti hak kaum wanita,
mengenai
minoritas etnis, dsb); dan (8) kemauan dan
hubungan hukum, moral dan fungsional antara
kemampuan berpartisi- pasi dalam kehidupan
para
politik pada tingkatan lokal, nasional, dan
bagi
yang
mendewasakan
warga
para
aktif, diri,
negara
warga
untuk
khususnya
dengan
satuan-satuan
organisasi negara dan lembaga-lembaga publik
interna-sional.
lainnya.
Dalam kaitannya dengan upaya membina
Sosok warganegara yang baik yang ingin
siswa menjadi warga negara yang baik dan
dihasilkan oleh Pendidikan Kewarganegaraan
bertanggung jawab, para siswa harus mampu
menurut Sanusi adalah warga negara yang
memecahkan masalah mereka sendiri dan
merdeka yang tidak jadi beban bagi siapapun,
masalah masyarakatnya, termasuk memecahkan
yang melibatkan diri dalam kegiatan belajar,
masalah
memahami garis besar sejarah, cita-cita dan
kelompok, dalam cara-cara yang damai dan
tujuan bernegara, dan produktif dengan turut
demokratis.
memajukan
ketertiban,
keamanan,
konflik antar pribadi
Parker
perekonomian, dan kesejahteraan umum.
(1996:12)
dan
mengingatkan
antar
kita
bahwa sebenarnya ada banyak kemungkinan
Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang
bagi siswa untuk mengalami hidup dalam
pluralistik, yang sering diterpa oleh konflik
demokrasi yang nyata di lingkungan sekolah
sosial, dibutuhkan warga negara yang memiliki
mereka, seperti di kelas yang heterogen, di
karakteristik pribadi yang kuat yang dapat hidup
tempat bermain, di ruangan olah raga dan pada
secara fungsional pada masa globalisasi yang
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler.
sangat kompetitif. Cogan
Parker menyatakan, bahwa ... within and
dan
Derricot
(1998)
meng-
among these settings pro-blems of common
emukakan adanya delapan karakteristik yang
living are identified and mutual deliberation
perlu dimiliki warganegara pada masa kini
and problem-solving activity is undertaken as a
yaitu: (1) kemampuan mengenal dan mendekati
rou-tine practice of school life.
masalah sebagai warga masyarakat global; (2)
Dalam situasi seperti ini, Pendi-dikan
kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan
Kewarganegaraan
memikul tanggung jawab atas peran atau
dalam mendidik siswa untuk terlibat dalam
kewajibannya
memecahkan
dalam
masyarakat;
(3)
dapat
masalah
memainkan
termasuk
peran
masalah-
kemampuan untuk memahami, menerima, dan
masalah konflik pada kehidupan sekolah dan
menghormati perbedaan-perbedaan budaya; (4)
kehidupan sosial sehari-hari.
kemampuan berpikir kritis dan sistematis; (5)
Dari berbagai pendapat di atas dapat
kemauan untuk menyelesaikan konflik dengan
disimpulkan
cara damai tanpa kekerasan; (6) kemauan
Kewarganegaraan yang sesuai untuk masa kini
37
bahwa
tujuan
Pendidikan
adalah membina warga negara Indonesia yang
Pendidikan
baik, yaitu warga negara yang beriman dan
multidimensional dan terpadu dalam ranah
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
(domain) yang dikembangkannya.
memiliki jiwa yang merdeka, memahami dan
Kewarganegaraan
bersifat
Dengan melihat pada tiga fungsi pokok
menjalankan hak dan kewajiban dengan baik,
atau
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air,
dikembangkan
memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial,
Kewarganegaraan di atas, maka salah satu misi
berjiwa
dan
demokratis,
mampu
menghargai
tiga
kompetensi
peran
utama
yang
oleh
perlu
Pendidikan
Pendidikan
Kewarganegaraan
perbedaan etnis, budaya dan agama, mampu
Indonesia adalah sebagai pendidikan aspek
berfikir kritis, sistematis, kreatif, dan inovatif,
afektif, yaitu pendidikan budi pekerti (karakter),
mampu mengambil keputusan dan memecahkan
nilai dan moral. Misi sebagai pendidikan aspek
masalah
secara
demokratis,
afektif ini terutama berkaitan dengan fungsi
konflik
secara
damai
mematuhi
hukum,
menyelesaikan
tanpa
kekerasan,
berdisiplin,
menghargai
pengembangan civic responsibi-lity atau civic dispositions di atas.
lingkungan hidup, dan mampu berpartisipasi
Pendidikan
Kewarganegaraan
sebagai
secara cerdas dalam kehidupan politik lokal,
pendidikan afektif atau pendidikan nilai ini,
nasional, dan global.
lebih
Sejalan
dengan
misi
dan
tujuan
mirip
dengan
Kewarganegaraan
di
Pendidikan
Inggris
di
Pendidikan kewarganegaraan di atas, maka
Pendidikan
Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia perlu
bagian dari pendi-dikan moral dan nilai
memiliki
(Edwards dan Fogelman, 2000).
tiga
fungsi
pokok
dalam
pengembangan warga negara yang demokratis,
Kewarga-negaraan
mana
Nilai-nilai
yang
merupakan
diajarkan
yaitu mengembangkan kecerdasan warga negara
Pendidikan
(civic intelligence), membina tanggung jawab
adalah nilai-nilai pilihan yang dipertimbangkan
warga
dan
sebagai “nilai-nilai Indonesia yang baik”, dan
mendorong partisipasi warga negara (civic
nilai-nilai tersebut mencakup pula nilai-nilai
participation). Hal ini berkaitan erat dengan tiga
demokrasi universal.
negara
kompetensi
(civic
responsibility),
warganegara
yang
baik
yang
Kewarganegaraan
Namun
demikian,
di
dalam Indonesia
pendekatan
untuk
dikemuka- kan oleh Branson (1998), yang
mengajarkan nilai-nilai ini mesti-nya tidak
meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic
dilakukan melalui indoktrinasi nilai-nilai untuk
knowledge),
mempertahankan
keterampilan
kewarganegaraan
status
menggunakan
dispositions).
demokratis, seperti dalam tradisi reflec-tive
intelligence/civic responsibility/civic
knowledge, dispositions,
dan
yang
tetapi
(civic skills), dan sikap kewarga-negaraan (civic
Pengembangan ketiga hal ini (civic
pendekatan
quo,
lebih
inquiry.
civic
Dengan melihat misi, fungsi, dan tujuan
civic
PKn yang sudah demikian luas, maka PKn di
participation/civic skills) menunjukan bahwa
38
Indonesia perlu mengikuti interpretasi yang
Sebagaimana
maksimal. Menurut (Evans, 2000) Pendidikan
(2000),
Kewarganegaraan
(civic
pada
dinyatakan
banyak
Kewarganegaraan
oleh
negara
Pendidikan
remains
poorly
Rowe
optional,
education atau citizenship education) dapat
fragmented,
resourced,
lacking
of
diinterpretasikan dalam versi minimal dan
theoretical base and taught by reluctant or
maksimal. Interpretasi minimal berarti hanya
poorly trained teachers.
menuntut pembahasan ke dalam pengetahuan
Kondisi seperti ini terjadi juga pada
dasar dari aturan-aturan yang telah melembaga
Pendidikan kewarganegaraan sela-ma ini di
yang berkaitan dengan hak dan kewajiban
Indonesia,
warga negara.
Somantri (2001) dan Winataputra (1999, 2002).
Sementara maksimal,
itu,
dalam
Pendidikan
mengembangkan
sebagaimana
digambarkan
oleh
interpretasi
Masalah ini tentu saja menggambarkan suatu
Kewarganegaraan
tan-tangan dalam mengembangkan Pendidikan
kemampuan
kritis
dan
Kewarganegaraan di Indonesia.
reflektif, kemerdekaan fikiran tentang isu-isu
Dalam melakukan pembaruan terhadap
sosial, dan kemampuan untuk berpartisipasi
Pendidikan
secara aktif dalam proses sosial dan politik.
dengan kondisi perubahan sosial masa kini,
Penulis berpendapat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
di
dikembangkan
Indonesia
dengan
Kewarganegaraan
yang
sesuai
Sanusi (1999) menawarkan model Pendidikan
mesti
Kewar-ganegaraan
menggunakan
yang
didasarkan
pada
sepuluh pilar demokrasi.
interpretasi maksimal, karena ia akan menjadi
Kesepuluh
pilar
demokrasi
terse-but
lebih memiliki kekuatan dan lebih fungsional
meliputi: Ketuhanan Yang Maha Esa, hak asasi
untuk mengembangkan demokrasi di Indonesia.
manusia, kedaulatan rakyat, kerakyatan yang
Dengan interpretasi
menggunakan
maksimal
dan
pendekatan
melalui
cerdas, pembagian kekuasaan negara, otonomi
tradisi
daerah, rule of law, pengadilan yang merdeka,
reflektif inkuiri, Pendidikan Kewarganegaraan
kemakmuran umum, dan keadilan sosial.
sekarang lebih diharapkan mampu memecahkan
Sisi
kedua
dari
model
yang
problema implementasi nilai-nilai Pancasila dan
dikemukakannya adalah membangun visi, sikap
nasionalisme secara lebih kritis dan demo-
dan mutu perilaku para pemainnya yang
kratis.
demokratik dalam sosok warga negara yang
Meskipun
banyak
memandang
bahwa
Kewarganegaraan
sangat
ahli
pendidikan
baik, yaitu warga negara yang merdeka, yang
Pendidikan
melibatkan
penting
untuk
diri
dalam
kegiatan
belajar,
memahami garis besar sejarah, cita-cita dan
mendidik para siswa menjadi warga negara
tujuan
yang baik dan bertanggung jawab, namun tidak
membangun diri bersama jaringan kerjanya
semua negara mempunyai tingkat minat yang
menuju masyarakat belajar yang madani dan
sama
demokratik.
untuk
mengembangkan
Pendidikan
Kewarganegaraan.
39
bernegara,
dan
produktif,
dan
Pendidikan Kewarganegaraan juga perlu direvitalisasi,
berkaitan
dengan
yang lebih demokratis daripada metode yang
materinya.
indoktrinatif. Demokrasi, supremasi hukum, hak
Berbeda dengan Pendidikan Kewarganegaraan
asasi
di Barat yang materinya banyak berasal dari
menghargai orang lain adalah di antara isi
pengetahuan
(materi) Pendidikan Kewarganegaraan yang
ekstraseptif,
Kewarganegaraan
di
Pendidikan
Indonesia
banyak
dari
nilai-nilai
agama
toleransi,
kerjasama,
dan
utama.
dipengaruhi oleh pengetahuan intraseptif, yang berasal
manusia,
Merujuk pada prinsip-prinsip demokrasi,
(misalnya
guru-guru
Pendidikan
Kewarganegaraan
menyangkut masalah keimanan dan ketaqwaan)
mestinya bukan sekedar mengajar tentang
dan nilai-nilai luhur budaya bangsa (lihat
demokrasi (teaching about democracy), dan
Somantri, 2001, dan Sanusi, 1999).
mengajar untuk berdemokrasi (teaching for
Salah satu temuan dari penelitian yang
democracy), tetapi juga mengajar dalam suasana
dilakukan oleh Winataputra tentang Pendidikan
yang demokratis (teaching in democracy). Oleh
Kewarganegaraan
juga
karena itu, para guru mesti menjadi contoh
menunjukkan bahwa secara kontekstual logika
(model) yang baik untuk menerapkan nilai-nilai
internal
demokrasi di sekolah dan masyarakat.
dan
di
Indonesia
dinamika
eksternal
sistem
pendidikan kewarganegaraan dipengaruhi oleh
Dengan melihat pada revitalisasi dan
aspek-aspek pengetahuan intraseptif berupa
reorientasi misi, fungsi dan tujuan serta
agama dan Pancasila; pengetahuan ekstraseptif
karakteristik PKn di atas, maka PKn memiliki
ilmu, teknologi, dan seni; cita-cita, nilai,
peran
konsep, prinsip dan praksis demokrasi; masalah-
menjalankan misi dan fungsinya sebagai mata
masalah kontemporer Indonesia; kecenderungan
pelajaran yang dapat membinakan nilai-nilai
dan masalah globalisasi; dan kristalisasi civic
Pancasila dan nasionalisme ke dalam diri siswa.
virtue dan civic culture untuk masyarakat
Oleh karena itu PKn tetap diha-rapkan
madani
Indonesia;
kebangsaan
masyarakat
Indonesia
yang
yang
sangat
strategis
untuk
tetap
negara
memuat nilai-nilai luhur yang terkandung pada
berdemokrasi
nilai sentral (central values) bangsa Indonesia,
konstitusional.
yaitu Pancasila, termasuk di dalamnya nilai-
Pembaharuan
lain
dari
Pendidikan
nilai nasionalisme.
Kewarganegaraan Indonesia adalah keinginan untuk membuat Pendidikan Kewarganegaraan menjadi
lebih
berdaya
(powerful)
V. Kesimpulan
dalam
Secara historis, pendidikan memegang
mendorong partisipasi siswa pada kehidupan
peranan
sosial yang demokratis. Hal ini berkaitan
menumbuhkan
kesadaran
dengan upaya revitalisasi pada pendekatan,
nasionalisme
pada
metode dan strategi pembelajarannya.
Pendidikan pada saat ini, juga masih tetap
Guru-guru Pendidikan Kewarga-negaraan
yang
sangat
penting
dalam
kebangsaan
bangsa
atau
Indonesia.
diharapkan memainkan peran strategis dalam
didorong untuk menggunakan metode mengajar
membinakan
40
dan
meningkatkan
nilai-nilai
Pancasila dan nilai-nilai nasionalisme kepada
Dalam membinakan nilai-nilai Pancasila
generasi muda. PKn,
dan nasionalisme, PKn juga perlu menggunakan
sebagai
mata
pelajaran
yang
secara terintegrasi pendekatan pendidikan nilai
memegang peranan penting, baik di tingkat
secara langsung, yang didasari oleh perspektif
persekolahan maupun perguruan tinggi dalam
sosialisasi, dan pendekatan pendidikan nilai
membina nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme.
secara tidak langsung, yang didasari oleh
Namun, dalam masa-masa yang lalu, PKn selalu
perspektif sosialisasi.
mendapat pengaruh yang kuat dari kepentingan
Pembelajaran
pun
hendaknya
politik, bahkan dapat dikatakan menjadi mandat
memiliki
politik dari penguasa saat itu, sehingga baik
pembelajaran
misi, orientasi, tujuan, dan materinya sering
bermakna,
berubah sesuai dengan perubahan politk yang
kemampuan berfikir tingkat tinggi, demokratis,
terjadi.
menyenangkan, efektif, efisien, kreatif, melalui
PKn yang diharapkan saat ini perlu
pendidikan
demokrasi,
pendi-dikan
pendidikan
multikultural
dan
mengembangkan
meng-undang
hukum,
suasana pembelajaran yang memiliki kekuatan
pendidikan
seperti di atas, maka diharapkan para siswa dapat menerima dan mengamalkan nilai-nilai
PKn pun perlu menggunakan interpretasi yang
terpadu,
nilai,
itu, secara terintegrasi dan didukung oleh
resolusi konflik.
maksimal,
bermuatan
Dengan menggunakan kedua pendekatan
nasionalisme,
pendidikan
aktif,
yang
yaitu
learning), dan mengundang aktivitas sosial.
pendidikan politik, melainkan juga sebagai nilai,
PKn
(powerful),
belajar dengan bekerja sama (cooperative
memperluas misinya bukan sekedar sebagai
pendidikan
kekuatan
PKn
berarti kemampuan
PKn
Pancasila dan nasionalisme dengan penuh nalar
mesti
kritis
dan keyakinan.
dan Daftar Pustaka
reflektif, kemerdekaan fikiran tentang isu-isu sosial, dan kemampuan untuk berpartisipasi
Bodine, R.J. dan Crawford, D.K., 1998, The Handbook of Conflict Resolution Education, A Guide to Building Quality Programs in Schools. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.
secara aktif dalam proses sosial dan politik. Oleh karena itu, dengan interpre- tasi maksimal, PKn bukan sekadar melaksanakan tradisi transmisi nilai-nilai kewarganegaraan
Branson, M.S., 1998, The Role of Civic Education: a Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper from the Communitarian Network. http://www.civiced.org.
(citizenship transmission), tetapi juga mestinya lebih bersifat reflective inquiry, yang berarti mendidik siswa untuk secara kritis mengkaji dan
memecahkan
per-masalahan
Cogan, John J. dan Derricot, R., 1998, Citizenship for the 21st Century: An International Perspective on Edu-cation, London: Cogan Page.
kemasyarakatan, serta mene-rapkan nilai-nilai Pancasila dan nasio-nalisme dengan penuh keyakinan.
41
Edwards, J. dan Fogelman, K., 2000, “Citizenship education and cultural diversity”, dalam Politics, Educati-on and Citizenship, Vol. VI (Eds, Leicester, M, Modgil, C dan Modgil, S.). London and NewYork: Falmer Press, hal. 93-103.
Wahab, AA, 1996, Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik: Model Pendidikan Kewarganegaraan Indo-nesia menuju Warganegara Global. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada IKIP Bandung. Winataputra, US, 1999, Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi di Indonesia. Paper disampaikan pada Workshop on the Development of Concepts and Content of Civic Education for Indonesian Schools, 16-19 Oktober 1999 di Bandung.
Engle, S.H. dan Ochoa, A.S., 1988, Education for Democratic Citizenship, Decision Making in the Social Studies. New York: Teachers College Press. Evans, K., 2000, “Beyond the work-related curriculum: citizenship and learning after sixteen”, dalam Politics, Education and Citizenship, Vol. VI (Eds, Leicester, M., Modgil, C. dan Modgil, S.). London and New York: Falmer Press.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Maftuh, B, 1990, Studi Historis tentang Perkembangan Program Pendidikan umum dalam kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA) Sejak Tahun 1945 sampai dengan Tahun 1984. Thesis yang tidak dipublikasikan. Bandung: PPS IKIP Bandung. Maftuh, B. dan Sapriya, 2004, “Pembelajaran PKN melalui Peta Konsep,” dalam Jurnal Civicus, Jurusan PKN FPIPS UPI. Parker, WC (Ed.), 1996, Educating the Democratic Mind. Albany, New York: State University of New York Press. Rowe, D., 2000, “Value pluralism, democracy and education for citizenship”, dalam Politics, Education and Citizenship, Vol. VI (Eds, Leicester, M., Modgil, C. dan Modgil, S.). London and New York: Falmer Press. Sanusi, A., 1999, Model Pendidikan Kewarganegaraan Negara Meng-hadapi Perubahan dan Gejolak Sosial. Makalah yang dipresentasi- kan pada Conference on Civic Education for Civil Society, di Bandung 16-17 Maret 1999. Somantri, NM, 2001, Menggagas Pem-baharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosda Karya.
42