1
INTERFERENSI LEKSIKAL BAHASA MELAYU SALUAN TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA LISAN PADA ANAK USIA 9-10 TAHUN
Dian Arini Lapai Sance A Lamusu Supriyadi
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Jl. Jenderal Sudirman No. 06 Kota Gorontalo ABSTRAK Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan interferensi bahasa Melayu Saluan terhadap penggunaan bahasa Indonesia lisan pada anak 9-10 tahun di desa Longkoga Barat Kecamatan Bualemo Kabupaten Banggai sedangkan tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk dan faktor-faktor penyebab terjadinya interfernsi bahasa Melayu Saluan terhadap penggunaan bahasa Indonesia anak 9-10 tahun di desa Longkoga Barat Kecamatan Bualemo Kabupaten Banggai. Metode yang digunakan untuk menganalis interferensi bahasa Melayu Saluan pada penggunaan bahasa Indonesia anak 9-10 tahun yaitu adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik yang digunakan yaitu teknik catat dan teknik rekaman. Analisis yang data dilakukan dengan cara mentranskripsi hasil rekaman, mengklasifikasikan data yang berhubungan dengan masalah penelitian, yakni interferensi leksikal bahasa Melayu Saluan terhadap penggunaan bahasa Indonesia lisan pada anak usia 9-10 tahun di lingkungan keluarga, membahas dan menganalisis data penelitian, dan menyimpulkan. Melalui analisis dan pembahasan interferensi leksikal terbagi atas lima kelas kata yaitu kelas kata verba, kelas kata adjektiva, kelas kata nomina, kelas kata pronomina, kelas kata numeralia. Interferensi kelima kelasa kata tersebut hadir di awal, di tengah dan di akhir kalimat bahasa Indonesia. Kata kunci: Interferensi, Melayu Saluan, Bahasa Indonesia, Usia 9-10 Tahun.
2
Bahasa merupakan alat komunikasi bersifat universal. Artinya, hampir tidak ada seorang manusia di dunia yang tidak mampu berkomunikasi melalui bahasa. Bahasa adalah bunyi-bunyi yang keluar dari alat ucap manusia, memiliki pesan atau makna. Berkaitan dengan bahasa, Alisjahbana (dalam Pateda dan Pulubuhu, 2005: 9), mengatakan bahasa adalah ucapan pikiran dan perasaan manusia dengan teratur dengan memakai alat bunyi. Alat ucap yang mengeluarkan bunyi tidak hanya sekadar mengeluarkan bunyi, akan tetapi bunyi-bunyi tersebut memiliki makna dalam berbahasa. Bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat BI) merupakan bahasa Nasional, dijadikan sebagai bahasa pemersatu bangsa. Dikatakan sebagai pemersatu bangsa karena bahasa Indonesia mampu menyatukan masyarakat Indonesia yang memiliki latar budaya berbeda. BI digunakan sebagai media baik di lingkungan formal, non formal maupun informal. BI yang baik dan benar adalah BI yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku dan sesuai dengan kaidah BI yang berlaku, sedangkan BI yang baik adalah BI yang digunakan sesuai norma kemasyarakatan yang berlaku, contohnya di pasar, di lingkungan keluarga, dan lain sebagainya. Di lain pihak, masyarakat Indonesia juga menggunakan bahasa daerah yang berbeda-beda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Bahasa daerah dijadikan sebagai bahasa penghubung oleh masyarakat penuturnya, yang bertujuan agar masyarakat tersebut bisa saling berkomunikasi dan dapat menjaga kelestarian bahasa yang ada. Dalam berkomunikasi dengan menggunaan bahasa daerah, tidak saja dituturkan oleh orang dewasa, melainkan juga anak-anak. Saat anak berusia 9-10 tahun, anak tesebut telah mampu bertutur dengan menggunakan dua bahasa, misalnya bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Penggunaan bahasa yang lebih dari satu dapat menyebabkan penggunaan kosakata yang beragam. Dikatakan penggunaan kosakata beragam karena anak bergaul dan beriteraksi dengan sesamanya baik di formal, non formal maupun di lingkungan keluarga (informal).
3
Dalam berkomunikasi dengan menggunaan bahasa daerah, tidak saja dituturkan oleh orang dewasa, melainkan juga anak-anak. Saat anak berusia 9-10 tahun, anak tesebut telah mampu bertutur dengan menggunakan dua bahasa, misalnya bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Penggunaan bahasa yang lebih dari satu dapat menyebabkan penggunaan kosakata yang beragam. Dikatakan penggunaan kosakata beragam karena anak bergaul dan beriteraksi dengan sesamanya baik di formal, non formal maupun di lingkungan keluarga (informal). Lingkungan keluarga bagi anak usia 9-10 tahun merupakan wadah pembelajaran bahasa daerah secara efektif dan efisien. Selain itu, bahasa yang digunakan anak usia 9-10 tahun sama dengan bahasa yang digunakan oleh orang dewasa. Dalam perkembangannya, anak juga mempelajari bahasa lain selain bahasa daerah, misalnya BI. Kedua bahasa itu kadangkala digunakan secara bersamaan dalam berkomunikasi dan tidak mendapat kendala bagi petutur untuk merespon tuturan yang menggunakan dua bahasa itu. Walaupun pada dasarnya terjadi penyalahgunaan bahasa sebenarnya. Penyalagunaan bahasa disebut sebagai interferensi. Menurut Weinreich (dalam Aslinda dan Yahya, 2007: 66), interferensi merupakan penyimpanganpenyimpangan dari norma-norma suatu bahasa yang terjadi dalam tuturan para dwibahasawan sebagai akibat dari pengenalan mereka lebih dari satu bahasa, yaitu sebagai hasil dari kontak bahasa. Interferensi bahasa anak usia 9-10 tahun dapat menyebabkan penyimpangan berkelanjutan sampai mereka berada pada lingkungan formal (sekolah). Dikatakan demikian karena anak diperkenalkan tentang bahasa dimulai dari lingkungan keluarga. Selain lingkungan keluarga, lingkungan tempat bermain anak pun menjadi penguat terbentuknya interferensi bahasa anak. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian berkaitan dengan interferensi BMS pada anak usia 9-10 tahun.
4
Sehubungan
dengan
itu
masalah dalam
penelitian ini
adalah
(1)
Bagaimanakah interferensi leksikal BMS terhadap penggunaan BI lisan pada anak usia 9-10 tahun di lingkungan keluarga di Desa Longkoga Barat Kecamatan Bualemo Kabupaten Banggai? (2) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya interferensi leksikal BMS terhadap penggunaan BI lisan pada usia 9-10 tahun di Desa Longkoga Barat Kecamatan Bualemo Kabupaten Banggai? Tujuan penelitian ini adalah memperoleh (1) Interferensi leksikal BMS terhadap penggunaan BI lisan pada anak usia 9-10 tahun di lingkungan keluarga di Desa Longkoga Barat Kecamatan Bualemo Kabupaten Banggai. (2) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya interferensi leksikal BMS terhadap penggunaan BI lisan pada usia 9-10 tahun di Desa Longkoga Barat Kecamatan Bualemo Kabupaten Banggai. Manfaat dari penelitian ini terbagi atas manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di bidang bahsa khusunya interferensi pada tataran leksikal. Manfaat praktis penelitian ini penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa yang berada pada tingkatan pendidikan sekolah dasar agar dapat meningkatkan pemahaman dalam menggunakan BI, sebagai bahan ajar untuk meningkatkan dan memperbaiki BI lisan pada anak khususnya anak yang berada pada tingkatan pendidikan dasar, dan untuk lebih meningkatkan perhatian pada penggunaan bahasa Indonesia lisan khususnya pada anak usia 9-10 tahun, karena BI sangat penting ditanamkan sejak anak mulai memasuki masa-masa sekolah. METODE Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Melalui penggunaan metode ini, telah dideskripsikan bentuk inteferensi dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi bahasa Melayu Saluan terhadap penggunaan bahasa Indonesia pada anak usia 9-10 tahun. data ini di ambil tanggal 04 Juli 2013 sampai dengan tanggal 04 September. Meskipun demikian, tidak semua
5
data dijadikan sebagai objek penelitian atau rekaman yang mengandung interfrensi bahasa Melayu Saluan saja yang dipilih dan dikumpulkan dan selanjutnya dianalisis sesuai rumusan masalah penelitian. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian adalah teknik rekaman dan teknik catat. Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan data, maka teknik analisis data interferensi bahasa Melayu Saluan terhadap penggunaan bahasa Indonesia lisan pada anak 9-10 tahun yaitu sebagai berikut, (1) mentranskripsi hasil rekaman, (2) mengklasifikasikan data yang berhubungan dengan masalah penelitian, yakni interferensi leksikal BMS terhadap penggunaan BI lisan pada anak usia 9-10 tahun di lingkungan keluarga. (3) membahas dan menganalisis data penelitian, (4) Menyimpulkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang terkumpul dari penelitian ini, maka data yang ada dapat diklasifikasin menjadi beberapa karakteristiknya. Dilihat dari interferensi leksikal, maka leksikal dibagi menjadi lima kelas kata yaitu (1) Kelas kata verba, (2) Kelas kata adjektiva (3) Kelas kata nomina (4) Kelas kata pronomina (5) Kelas kata numeralia. 1.
Bentuk Interferensi leksikal
a)
Kelas Kata Verba Verba atau kata kerja biasanya dibatasi dengan kata-kata yang menyatakan
tindakan. Verba merupakan kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan. Pada bagian ini, dideskripsikan penggunaan BI lisan yang mengalami interferensi BMS pada tataran kelas kata verba. Adapun hasil penelitian tentang kelas kata verba tersebut sebagai berikut. Data P1 : “La, jangan ambe yang di pinggir itu.” ‘La, jangan ambil yang di pinggir itu’
(P1Tt1) 6
Mt1 : “Ini? ‘ini?’ (P1 Tt2) P1 pada Tt1 La, jangan ambe yang di pinggir itu, dituturkan oleh P1 (Rahma, anak yang beusia 10 tahun) kepada Mt1 (Lila, anak yang berusia 10 tahun). Kalimat yang diujarkan P1 merupakan kalimat BI yang dituturkan secara spontan, mengandung interferensi leksikal pada kelas kata verba. Interferensi leksikal kelas kata verba tampak jelas pada kalimat tersebut yaitu pada kata ambe. Kata ambe merupakan kata kerja atau verba yang berasal dari BMS. Dapat dilihat dengan jelas bahwa kata ambe hadir di tengah kalimat BI, yang dituturkan P1 sehingga menyebabkan kalimat tersebut mengalami interferensi leksikal pada kelas kata verba. BI yang benar dari kata ambe yakni kata ambil. Apabila kata ambe digantikan dengan kata ambil, maka kalimat tersebut akan berubah menjadi La, jangan ambil yang dipinggir itu. Keseluruhan kata tersebut merupakan kata baku yang digunakan ketika berbahasa Indonesia. Data : “Tidak perlu. Panjat pohon, dan jatong, enak kan?” ‘Tidak perlu. Panjat pohon dan jatuh, enak kan?’ (P2 Tt13) Mt1 : “So gila apa, buta ngana?” ‘sudah gila atau buta kau?’ (P2 Tt14) Pada Tt13, Tidak perlu. Panjat pohon, dan jatong, enak kan? Merupakan P1
kalimat yang dituturkan oleh P1 (Andini, anak yang berusia 10 tahun) kepada Mt1 (Rara, anak yang berusia 10 tahun). Kalimat tersebut merupakan kalimat penggabungan antara BMS dan BI yang dituturkan secara spontan. Interferensi BMS tampak jelas pada kelas kata verba terjadi pada kata jatong. Kata jatong bukanlah kata yang berasal dari BI, akan tetapi kata jatong merupakan kata yang berasal dari BMS yang sering digunakan oleh masyarakat Saluan. Berdasarkan data, jelas kata jatong yang berarti jatuh berada dalam kalimat BI yang di ujarkan P1 sehingga menyebabkan kalimat tersebut mengalami interferensi leksikal kelas kata verba. Sengaja atau tidak, penggabungan BMS dan BI dalam satu tuturan turut mempengaruhi tercapainya BI lisan yang baik. Oleh sebab itu, anak usia 9-10 tahun memiliki kendala juga untuk memilah penggunaan BMS dan BI pada tempatnya. Di satu sisi, penggunaan kata-kata yang sifatnya pinjaman dari BMS ke dalam BI 7
diakibatkan karena keterbiasaan anak bertutur dengan mencampuradukan kedua bahasa itu. Bagi anak, penyimpangan adalah satu jalan penggunaan bahasa yang komunikatif. Hal tersebut dapat dilihat pada data berikut. b) Kelas Kata Adjektiva Adjektiva dikenal sebagai kata yang mengungkapkan kualitas atau keadaan suatu benda. Alwi et al (2003:171), berpendapat bahwa adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan. Pada pembahasan ini, akan dideskripsikan penggunaan BI lisan yang mengalami interferensi BMS pada tataran leksikal kelas kata adjektiva. Adapun hasil penelitian tentang kelas kata adjektiva tersebut sebagai berikut. Data P1 Mt1
: Ada, tapi tinggal sadikit. ‘Ada, tapi tinggal sedikit’ (P1 Tt11) : Oh, so kurang juga orang yang ada bagini. ‘Oh, sudah kurang juga orang yang ada begini.’ (P1 Tt12) Percakapan 1 pada Tt11 dituturkan oleh P1 (Rahma, anak usia 10 tahun) dalam bentuk kalimat Ada, tapi tinggal sadikit kepada Mt1 (Lila, anak yang berusia 10 tahun). Tuturan tersebut menandakan bahwa P1 mengomunikasikan sesuatu kepada Mt1 dengan menggunakan BI, namun kalimat tersebut memiliki interferensi pada akhir kalimat. Kata sadikit merupakan kata yang terdapat dalam BMS yang merujuk pada kata sedikit dalam BI. Dalam BI tidak mengenal kata sadikit melainkan kata sedikit yang berarti tidak banyak. Kalimat yang dituturkan oleh P1 merupakan kalimat BI yang dituturkan secara spontan. Interferensi leksikal kelas kata adjektiva tampak pada kata sadikit dengan pemahaman P1 bahwa kata sadikit merupakan kata dalam BI. Dalam tuturan juga sebetulnya antara kata sadikit dan kata sedikit tidak terlalu tampak penyimpangannya, sebab kedua kata tersebut mirip. Perbedaannya hanya terletak pada penggunaan fonem /a/ pada kata sadikit dan /e/ pada kata sedikit. Untuk melihat lebih lanjut interferensi leksikal kelas kata adjektiva dapat dilihat pada data berikut. Data Mt1 P1
: Tidak sama. Kalau itu capat melekat di kuku. ‘Tidak sama. Kalau itu cepat melekat di kuku.’ (P1 Tt20) : Oh, warna apa? ‘Oh, warna apa?’ (P1 Tt21)
8
Berdasarkan data tersebut, Mt1 melakukan interferensi pada kata capat yang terdapat dalam kalimat Tidak sama. Kalau itu capat melekat di kuku. Kata capat merupakan kata yang terdapat dalam BMS bukan terdapat dalam BI. Maksud Mt1 menuturkan kata capat merujuk pada kata cepat dalam BI, yang berarti dalam waktu singkat. Antara kata capat dalam BMS dan kata cepat dalam BI memiliki kemiripan kata. Perubahannya terletak pada perbedaan fonem /a/ dan fonem /e/. Kasus ini sama dengan contoh sebelumnya pada kata sadikit. Tampaknya, dalam BMS penggunaan fonem /e/ dalam BI selalu diucapkan /a/ dalam BMS. Di lain kasus, interferensi juga terjadi seperti tampak pada data berikut. c)
Kelas Kata Nomina Nomina sering juga disebut kata benda, dapat dilihat dari dua segi, yakni segi
semantik dan segi sintaksis (Moelino dan Dardjowidjojo, 1997: 152). Dari segi semantik kita dapat mengatakan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Pada pembahasan ini, akan dideskripsikan penggunaan bahasa Indonesia lisan yang mengalami interferensi BMS pada tataran leksikal yakni pada kelas kata nomina. Adapun hasil penelitian tentang kelas kata nomina tersebut sebagai berikut. Data : Di skola, di sebelah mana? ‘Di sekolah di sebelah mana?’ (P1 Tt14) : Di pinggir ruang guru. Yang tacampur dengan bunga putri malu. ‘Di dekat ruang guru. Yang bercampur dengan bunga putri malu.’ (P1Tt15) Percakapan 1 pada tuturan 14 pada kalimat Di skola, di sebelah mana? Mt1 P1
Menandakan bahwa kalimat tersebut mengalami interferensi. Interferensi yang dimaksud adalah interferensi leksikal kelas kata nomina. Interferensi Leksikal kelas kata nomina terdapat pada kata skola. Kata skola merupakan kata dalam BMS yang sepadan dengan kata sekolah dalam BI. Dalam BI yang benar dari kata skola yaitu sekolah. Sehingga, kalimat yang benar seharusnya menjadi kalimat Di sekolah, di sebelah mana? Keseluruhan kata dalam kalimat tersebut merupakan kata baku yang digunakan ketika berbahasa
9
Indonesia. Data lain yang menunjukkan adanya interferensi leksikal kelas kata nomina tertuang pada data selanjutnya Data Mt1 : Calana yang agak sempit. ‘Celana yang agak sempit.’ (P2 Tt8) P1 : Bagimana so talalo basar. ‘Bagaimana sudah terlalu besar.’ (P2 Tt9) Beranjak dari data tersebut, tuturan pada kalimat Calana yang agak sempit menandakan bahwa kalimat tersebut memiliki interferensi. Interferensi terletak pada kata calana. Kalimat tersebut dituturkan oleh Mt1 (Rara, anak yang berusia 10 tahun) kepada P1 (Andini, anak yang berusia 10 tahun). Interferensi kata calana yang bermaksud untuk menyebutkan nomina celana dalam BI merupakan interferensi leksikal kelas kata nomina. Kata calana tidak terdapat dalam BI. Kata calana hanya terdapat dalam BMS. P1 bermaksud menyebutkan nomina celana, namun keterbiasaan menyebut celana menjadi calana, sehingga pemahamannya antara kata celana dan kata calana sama saja. BI yang benar dari kata calana yaitu celana. Apabila kata calana digantikan dengan kata celana, maka kalimat tersebut akan berubah menjadi Celana yang agak sempit. Keseluruhan kata tersebut merupakan kata baku yang digunakan ketika berbahasa Indonesia. Interferensi leksikal kelas kata nomina terlihat juga pada data berikut. d) Kelas Kata Pronomina Pronomina merupakan kata ganti yang dapat menggantikan bagian kalimat, kalimat, atau kata. Menurut Chaer (2008: 87), pronomina lazim disebut kata ganti karena tugasnya memang menggantikan nomina yang ada. Pada pembahasan ini, akan dideskripsikan penggunaan bahasa Indonesia lisan yang mengalami interferensi BMS pada tataran leksikal yakni pada kelas kata pronomina. Adapun hasil penelitian tentang kelas kata pronomina adalah sebagai berikut. Data P1
: Te mungkin ada yang warna hijau. Sa suka warna biru. ‘Tidak mungkin ada yang warna hijau. Saya suka warna biru.’ (P1 Tt25)
10
Mt1 : Ibii te juga ada yang warna biru. ‘Ih, tidak ada juga yang warna biru.’ (P1 Tt26) Percakapan 1 pada tuturan 25, ‘Sa suka warna biru’. Kalimat tersebut dituturkan oleh P1 (Rahma, anak yang beusia 10 tahun) kepada Mt1 (Lila, anak yang berusia 10 tahun). kalimat yang dituturkan oleh P1 merupakan kalimat bahasa Indonesia yang mengandung interferensi bahasa Melayu Saluan. Interferensi Leksikal kelas kata pronomina nampak jelas pada kalimat tersebut yaitu pada kata sa yang hadir di awa kalimat. Kata sa bukanlah kata yang berasal dari bahasa Indonesia, akan tetapi kata sa merupakan kata yang berasal dari bahasa Melayu Saluan yang digunakan oleh masyarakat Saluan. Bahasa Indonesia yang benar dari kata sa yaitu saya. Apabila kata sa digantikan dengan kata saya, maka kalimat tersebut akan berubah menjadi ‘Saya suka warna biru’. Keseluruhan kata tersebut merupakan kata baku yang digunakan ketika berbahasa Indonesia. Data P1 : “Komiu tidak makan?” (P5 Tt20) Mt1 : “So makan.” (P5 Tt21) Percakapan 5 pada tuturan 20, Komiu tidak makan? yang dituturkan oleh P1 (Tiwi, anak yang beusia 10 tahun) kepada Mt1 (Rara, anak yang berusia 10 tahun) termasuk kalimat yang mengandung interferensi. Interferensi yang terjadi pada kalimat tersebut adalah interferensi leksikal kelas kata pronominal. Tampak jelas pada kata komiu. Kata komiu bukanlah kata yang berasal dari BI, akan tetapi kata komiu merupakan kata yang berasal dari BMS yang digunakan oleh masyarakat Saluan. Dapat dilihat bahwa kata komiu hadir di awal kalimat BI. Tuturan P1 tersebut menyebabkan kalimat (P5 Tt20) mengalami interferensi leksikal pada kelas kata pronomina. Dalam BMS kata komiu sama dengan kata dalam BI yakni kata kalian. Apabila kata komiu digantikan dengan kata kalian, maka kalimat menjadi Kalian tidak makan? 11
e)
Kelas Kata Numeralia Numeralia atau kata bilangan adalah kata-kata yang menyatakan bilangan,
jumlah, nomor, urutan dan himpunan (Chaer, 2008:93). Menurut bentuk dan fungsinya biasanya dibicarakan adanya kata bilangan utama, bilangan genap, bilangan ganjil, bilangan bulat, bilangan pecahan, bilangan tingkat, dan kata bantu bilangan. Pada pembahasan ini, akan dideskripsikan penggunaan BI lisan yang mengalami interferensi BMS pada tataran leksikal yakni pada kelas kata numeralia. Adapun hasil penelitian tentang kelas kata numeralia tersebut diuraikan berikut ini. Data P1
: “Yang ini saribu. Kalo yang ini mahal. Yang gambar prinses mungkin so abis.” Yang ini seribu. Kalau yang ini mahal. Yang gambar prinses mungkin sudah habis.(P4 Tt13) Mt1 : Eh, te ada uang. ‘Eh tidak ada uang.’ (P4 Tt14) Percakapan 4 pada tuturan 13, Yang ini saribu?. Kalimat tersebut dituturkan oleh P1 (Rahma, anak yang berusia 10 tahun) kepada Mt1 (Tiwi, anak yang berusia 10 tahun). Interferensi leksikal kelas kata numeralia tampak jelas pada kalimat tersebut yaitu pada kata saribu. Kata saribu bukanlah kata yang berasal dari BI, akan tetapi kata saribu merupakan kata yang berasal dari BMS yang sering digunakan oleh masyarakat Saluan. Dapat dilihat dengan jelas bahwa kata saribu hadir di akhir kalimat BI, yang diujarkan P1 sehingga menyebabkan kalimat tersebut mengalami interferensi leksikal pada kelas kata numeralia. BI yang benar dari kata saribu yaitu seribu. Apabila kata saribu digantikan dengan kata seribu, maka kalimat tersebut akan berubah menjadi Yang ini seribu? Keseluruhan kata tersebut merupakan kata baku yang digunakan ketika berbahasa Indonesia. Data Mt1 P1
: Yee, sambarang skali nga ini. saya dapat juara anam. ‘Yah, sembarang sekali kau ini. Saya dapat juara enam’ (P4 Tt28) : “Anam dari Hongkong. Nga kira sa te tau nga juara barapa?” ‘Enam dari Hongkong. Kau kira saya tidak tau kau juara berapa?’ (P4 Tt29)
12
Berdasarkan data tersebut, kalimat Saya dapat juara anam dan kalimat Anam dari Hongkong yang dituturkan oleh Mt1 dan P1 merupakan kalimat interferensi. Interferensi leksikal kelas kata numeralia tampak pada kata anam. Antara P1 dan Mt1 sama-sama melakukan interferensi leksikal kelas kata numeralia sebagaimana tampak pada data percakapan. BI yang benar dari kata anam yaitu enam. Apabila kata anam digantikan dengan kata enam, maka kalimat Mt1 menjadi Saya dapat juara enam. Demikian juga jika kata anam diganti dengan kata enam pada tuturan P1, akan menjadi Enam dari Hongkong. Keseluruhan kata tersebut merupakan kata baku dalam BI. Peluang interferensi pada bagian selanjutnya terpadat pada tuturan P1 seperti tampak berikut. 2.
Faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi leksikal apada anak 9-10 tahun di lingkungan keluarga Faktor penyebab terjadinya interferensi leksikal bahasa Melayu Saluan
terhadap penggunaan BI lisan pada anak usia 9-10 tahun yaitu faktor lingkungan, faktor kebisaan dan faktor mampu menggunakan BMS dan BI. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi penggunaan bahasa anak usia 9-10 tahun. Lingkungan adalah tempat untuk berinteraksi bagi mereka. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan keluarga yang di dalamnya terjalin komunikasi dengan orang tua, teman sebaya anak. Lingkungan yang bersifat naturalistik atau bersifat alamiah merupakan lingkungan yang memberikan kebebasan bagi seorang anak untuk menggunakan bahasa yang ingin digunakan, baik BMS maupun BI. Faktor kebiasaan adalah faktor kedua terjadinya interferensi leksikal BMS terhadap penggunaan BI. Penggunaan bahasa yang lebih dari satu, akan menjadikan kebiasaan hingga dapat menimbulkan kekacauan penggunaan suatu bahasa yang dilakukan oleh anak tersebut baik di lingkungan informal bahkan di lingkungan formal, yakni sering menggunakan BMS, sehingga kebiasaan dalam menggunakan BMS terbawa hingga pada situasi formal, yakni pembelajaran di kelas. Faktor mampu menggunakan BMS dan BI adalah faktor terakhir yang menyebabkan interferensi BMS terhadap penggunaan BI. Adanya 13
faktor kemampuan penutur menggunakan bahasa lebih dari satu menyebabkan penutur akan menggunakan kedua bahasa yang dikuasai ketika berkomunikasi. SIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan maka peneliti menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat lima kelas kata yaitu kelas kata verba, kelas kata adjektiva, kelas kata pronomina, kelas kata nomina, kelas kata numeralia. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi Melayu Saluan yaitu faktor lingkungan dan faktor kebiasaan. a)
Kelas kata verba yaitu ambe, so, jatong, dibeken, jang, bulum, amper, sampe, carita, blakang, nae, katawa, dialin, brenti, mahaik, intamo, minsule, bilako, paya, sabantar, turus, pangge, pigi, pete, ikot, ilang, bale.
b) Bentuk kelas kata adjektiva yaitu, sadikit, capat, ijo, pamalas, jao, suak, maidek, takot, bangkaknya, alus, lekos, matongot, ponga, barat, manganto, manangis, majoko, itom. c)
Bentuk kelas kata nomina yaitu skolah, calana, rambut kariting, apu, momot, lante, idong, manuk, balan, kartas, biwi, bonua, me’, bitis besar, dedeng, jonga, lepak, ubak, leper, piso, tolor, mian, parampuan, pakit.
d) Bentuk kelas kata pronominal yaitu sa, komiu, torang, nga, de. e)
Bentuk kelas kata numeralia yaitu saribu, anam opat, seblas, lapan, saratus, anamlas, ampat puluh lapan.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dapat disarankan kepada pihak-pihak sebagai berikut 1) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru di sekolah sebagai pembinaan dalam proses pembelajaran agar tidak terjadi interferensi yang disebabkan oleh penggunaan bahasa.
14
2) Penetian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dalam menggunakan bahasa Indonesia. 3) Penelitian ini diharapkan akan menjadi perhatian untuk kedepannya, sehingga peristiwa interferensi dapat dikendalikan. 4) Adanya penelitian ini diharapkan dapat diterima oleh semua pihak dan menjadikan penelitian ini sebagai penambah wawsan dan pengetahuan akan pentingnya bahasa Indonesia untuk digunakan dalam berinteraksi baik dalam situasi formal maupun nonformal.
DAFTAR RUJUKAN Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Aslinda dan Leni Syak Yahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Refika Aditama Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Agustina Leonie. 2010. Sosilinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Moeliono, Anton M dan Soejono Dardjawidjojo. 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Soetjiningsih, Christiana Hari. 2012. Perkembangan Anak Sejak Pembuahan sampai dengan Kanak-kanak Akhir. Jakarta: Prenada Media Group. Sumarsono dan Partana. P. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta. Sabda. Pateda, Mansoer. 2005. Sosiolinguistik. Gorontalo: Viladan.
15