INTERFERENSI GRAMATIKAL BAHASA MANGGARAI DIALEK SATARMESE TERHADAP BAHASA INDONESIA LISAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 SATARMESE
Eduardus Mancu Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak: Bahasa Manggarai sering digunakan masyarakat Manggarai pada komunikasi lisan antara sesama masyarakat Manggarai yang berdialek Satarmese dalam kehidupan sehari-hari. Interferensi yang terdapat dalam penelitian ini, disebabkan adanya kebiasaan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese menggunakan bahasa Manggarai dialek Satarmese, sehingga mengakibatkan terjadinya interferensi gramatikal bahasa Manggarai dialek Sataremse terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada saat menceritakan pengalaman pribadi. Bahasa Indonesia bagi masyarakat Manggarai merupakan bahasa kedua. Artinya bahasa Indonesia menjadi bahasa target bagi kebanyakan masyarakat Manggarai. Hal ini disebabkan masyarakat Manggarai telah menguasai dan menggunakan bahasa Manggarai sebagai bahasa ibu. Tujuan penelitian mendeskripsikan dan menjelaskan tentang: (1) interferensi morfologi bahasa Manggarai terhadap morfologi bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese dan (2) interferensi sintaksis bahasa Manggarai terhadap sintaksis bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Hal ini disebabkan data-data yang terkumpul, dianalisis, serta dipaparkan secara deskriptif berupa kata-kata tertulis hasil kegiatan menceritakan pengalaman pribadi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese. Penelitian ini ditemukan data inteferensi morfologi bahasa Manggarai dialek Satarmese tehadap morfologi bahasa Indonesia lisan, meliputi: prefiks {N}, prefiks {ke-}, sufiks {an}, dan konfiks {ke-an}. Sedangkan data yang ditemukan pada interferensi sintaksis bahasa Manggarai dialek Satarmese terhadap sintaksis bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, meliputi: akhiran {nya}, kata sapaan hubungan kekerabatan, dan pola penggunaan frasa. Data-data tersebut merupakan interferensi gramatikal bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada saat menceritakan pengalaman pribadi. Kata-kata kunci : interferensi, morfologi, sintaksis, bahasa Manggarai, bahasa Indonesia PENDAHULUAN Bahasa Manggarai adalah bahasa yang digunakan suku Manggarai. Bahasa Manggarai (tombo Manggarai) adalah salah satu bahasa daerah di Indonesia. Penutur bahasa Manggarai terletak di tiga kabupaten yang berbeda yaitu Manggarai, Manggarai Barat, dan
Manggarai Timur. Kehadiran bahasa Manggarai memiliki variasi tersendiri bagi masyarakat Manggarai. Karena untuk masing-masing tiga kabupaten memiliki bahasa Manggarai yang berbeda dan dialek yang berbeda pula. Bahasa Manggarai termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia.
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 423
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudah kemerdekaan bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Bahasa Indonesia bagi masyarakat Manggarai merupakan bahasa kedua. Artinya bahasa Indonesia menjadi bahasa target bagi kebanyakan masyarakat Manggarai. Hal ini disebabkan masyarakat Manggarai telah menguasai dan menggunakan bahasa Manggarai sebagai bahasa ibu. Terjadinya kontak bahasa yang merupakan gejala awal interferensi. Suwito (1983: 26-27) menyatakan “adanya penyimpangan-penyimpangan bukan berarti perusakan terhadap bahasa”. Interferensi merupakan fenomena penyimpangan kaidah kebahasaan yang terjadi akibat seseorang menguasai dua bahasa atau lebih. Suwito (1983: 54) berpendapat bahwa interferensi sebagai penyimpangan karena unsur-unsur yang diserap sebuah bahasa sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap. Jadi, manifestasi penyebab terjadinya interferensi adalah kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu. Interferensi morfologi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan yaitu terdapat dalam pembentukan kata dengan afiks. Penggunaan bentukbentuk kata seperti ngantuk, kejepit, kejatuh, ketingglan, kelihatan, ketiduran, dan lain-lain. Bentuk yang baku adalah mengantuk, terjepit, terjatuh, tertinggal, terlihat, tertidur, dan lain-lain. Interferensi sintaksis bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan terjadi karena struktur kalimat bahasa Manggarai berpengaruh terhadap struktur kalimat bahasa Indonesia. Suwito (1988: 56) mengatakan interferensi sintaksis terjadi karena di dalam diri penutur terjadi kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya
dengan bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing). Dengan demikian, penyimpangan itu dapat dikembalikan pada bahasa sumber. Interferensi sintaksis dijumpai dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. Oleh karena itu, interferensi ini dapat disebut dengan interferensi struktur (Mustakim, 1994: 70). Contoh: aku ke rumahnya Dimas untuk mengerjakan PR bahasa Indonesia (aku ngone mbarude Dimas kudut pande PR bahasa Indonesia). MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: (1) manfaat teoretis pada penelitian ini ada dua yaitu manfaat teoretis bagi pembelajaran ilmu bahasa dan manfaat teoretis bagi pembaca. Manfaat teoretis bagi pembelajar ilmu bahasa secara umum pada hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembelajar ilmu bahasa untuk dapat dikembangkan dan dimanfaatkan pada kegiatan berbahasa maupun pada penelitian selanjutnya. Manfaat khusus bagi pembelajar ilmu bahasa adalah sebagai berikut: (a) pembelajar ilmu bahasa mampu memahami hasil deskripsi dan menjelaskan interferensi morfologi bahasa Manggarai terhadap morfologi bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese dan (b) pembelajar ilmu bahasa mampu memahami hasil deskripsi dan menjelaskan interferensi sintaksis bahasa Manggarai terhadap sintaksis bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese. Manfaat bagi pembaca secara umum pada hasil penelitian ini adalah memberikan pemahaman terhadap disiplin ilmu linguistik, yang berkaitan dengan interferensi bahasa Manggarai dialek Satarmese terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese. Sedangkan manfaat bagi
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 424
pembaca secara khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (a) menambah wawasan pembaca dari hasil deskripsi dan penjelasan interferensi morfologi bahasa Manggarai terhadap morfologi bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese dan (b) menambah wawasan pembaca dari hasil deskripsi dan penjelasan interferensi sintaksis bahasa Manggarai terhadap sintaksis bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese dan (2) manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah menjadi referensi bagi mahasiswa, khususnya yang berkaitan dengan inteferensi gramatikal bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia lisan. (a) bagi para guru. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan pembelajaran untuk memahami interferensi bahasa Manggarai dialek Satarmese terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, melalui kegiatan menceritakan pengalaman pribadi, (b) bagi siswa. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan pada proses pembelajaran bahasa dan dipraktikan pada penggunaan bahasa Indonesia lisan maupun tertulis, (c) bagi mahasiswa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi untuk kegiatan penelitian yang berkaitan dengan interferensi bahasa dan dipraktikan secara benar pada saat melakukan komunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis, (d) bagi masyarakat umum. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber bacaan yang dapat menambah pengetahuan berbahasa masyarakat, yang berkaitan dengan interferensi gramatikal bahasa Manggarai dialek Satarmese terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini
adalah deskriptif. Hal ini disebabkan data-data yang terkumpul, dianalisis, serta dipaparkan secara deskriptif berupa kata-kata tertulis. Penelitian ini berlokasi di SMP Negeri 2 kecamatan Satarmese kabupaten Manggarai propinsi Nusa Tenggara Timur. Objek penelitian ini adalah interferensi gramatikal bahasa Manggarai dialek Satarmese terhadap bahasa Indonesia lisan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese. Dalam penelitian ini yang dijadikan instrumen adalah peneliti sendiri sebagai alat atau instrumen kuncinya. Peneliti melakukan serangkaian kegiatan mulai dari tahap pengumpulan data, dan tahap analisis data sampai pada tahap hasil penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini meliputi: teknik observasi, teknik wawancara, teknik simak, teknik rekam, dan teknik catat. Teknik-teknik tersebut digunakan untuk menangkap fenomena khusus yang berkaitan langsung dengan masalah “Interferensi Gramatikal Bahasa Manggarai Dialek Satarmese terhadap Bahasa Indonesia Lisan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, melalui kegiatan menceritakan pengalaman pribadi. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis kontrastif. Berdasarkan pendapat Brown (1980) empat prosedur untuk menerapkan analisis kontrastif, yang diterangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (a) deksripsi, peneliti bahasa berusaha mendeksripsikan sistem bahasa yang diperbandingkan yaitu bahasa Manggarai dan bahasa Indonesia; (b) seleksi, peneliti bahasa menentukan unsur-unsur bahasa yang berbeda, baik yang berhubungan dengan fonologi, morfologi maupun sintaksis bahasa Manggarai dan bahasa Indonesia; (c) mengkontraskan unsur-unsur fonologi, morfologi maupun sintaksis bahasa Manggarai dan bahasa Indonesia; dan (d)
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 425
menentukan kesalahan yang dibuat si terdidik terhadap bahasa yang sedang dipelajari atau bahasa kedua karena pengaruh bahasa pertama. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan disajikan hasil dan pembahasan penelitian. Uraiannya adalah sebagai berikut. A. Interferensi Morfologi Bahasa Manggarai terhadap Morfologi Bahasa Indonesia Lisan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese Beberapa data yang diperoleh dalam penelitian ini, pada saat siswa menceritakan pengalaman pribadi. Hal ini dapat kita lihat dalam bahasa Manggarai ada prefiks {N-}, maka siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese sebagai penutur bahasa Manggarai menggunakannya dalam pembentukan kata bahasa Indonesia, seperti kata nunggu, nyimpan, ngikut, nyentuh, ngumpul, nyari, nyapa, ngerti, nerima, nyetir, ngajak, ngantar, ngerem, nyeberang, niru, ngejar, nari, dan nangis. Chaer (2003: 123) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk tersebut merupakan penyimpangan dari sistematik morfologi bahasa Indonesia, sebab untuk membentuk prefiks {N-} tersebut dalam bahasa Indonesia yang baku sudah ada padanan yang benar. Jadi seharusnya kata-kata tersebut dalam bahasa Indonesia yang baku menjadi menunggu, menyimpan, mengikut, menyentuh, mengumpul, mencari, menyapa, mengerti, menerima, menyetir, mengajak, mengantar, mengerem, menyeberang, meniru, mengejar, menari , dan menangis. Adanya prefiks {N-} pada kata tunggu, simpan, ikut, sentuh, kumpul, cari, sapa, erti, terima, setir, ajak, antar, rem, seberang, tiru, kejar, tari, dan tangis tersebut merupakan interferensi morfologi karena prefiks {N} dianggap sebagai afiksasi yang kurang tepat dalam kata tersebut. Suwito (1988: 66) menyatakan bahwa “interferensi morfologi terjadi
apabila bahasa lain”. terjadi
dalam pembentukan kata sesuatu menyerap afiks-afiks bahasa Inteferensi bidang morfologi pula dari afiks bahasa daerah. Chaer (2003: 123) mengemukakan sebagai berikut. Penggunaan bentuk-bentuk nunggu, nyimpan, ngikut, nyentuh, ngumpul, nyari, nyapa, ngerti, nerima, nyetir, ngajak, ngantar, ngerem, nyeberang, niru, ngejar, nari, dan nangis dalam bahasa Indonesia juga termasuk kasus interferensi, sebab prefiks yang digunakan tersebut berasal dari bahasa Manggarai dan dialek Satarmese. Bentuk yang baku adalah menunggu, menyimpan, mengikut, menyentuh, mengumpul, mencari, menyapa, mengerti, menerima, menyetir, mengajak, mengantar, mengerem, menyeberang, meniru, mengejar, menari, dan menangis. Beberapa data yang diperoleh dalam penelitian ini, pada saat siswa menceritakan pengalaman pribadi. Hal ini dapat kita lihat dalam bahasa Manggarai ada prefiks {ke-}, maka siswa kelas VII SMP Negeri VII Satarmese sebagai penutur bahasa Manggarai menggunakannya dalam pembentukan kata bahasa Indonesia, seperti kata keinjak, ketawa, dan kejatuh. Chaer (2003: 123) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk tersebut merupakan penyimpangan dari sistematik morfologi bahasa Indonesia, sebab untuk membentuk prefiks {ke-} tersebut dalam bahasa Indonesia yang baku sudah ada padanan yang benar. Jadi seharusnya kata-kata tersebut dalam bahasa Indonesia yang baku menjadi terinjak, tertawa, dan terjatuh. Adanya prefiks {ke-} pada kata injak, tawa, dan jatuh tersebut merupakan interferensi morfologi karena prefiks {ke-} dianggap sebagai afiksasi yang kurang tepat dalam kata tersebut. Suwito (1988: 66) menyatakan bahwa “interferensi morfologi terjadi apabila dalam pembentukan kata sesuatu
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 426
bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain”. Inteferensi bidang morfologi terjadi pula dari afiks bahasa daerah. Chaer (2003: 123) mengemukakan sebagai berikut. Penggunaan bentukbentuk keinjak, ketawa, dan kejatuh dalam bahasa Indonesia juga termasuk kasus interferensi, sebab imbuhan yang digunakan tersebut berasal dari bahasa Manggarai dan dialek Satarmese. Bentuk yang baku adalah terinjak, tertawa, dan terjatuh. Beberapa data yang diperoleh dalam penelitian ini, pada saat siswa menceritakan pengalaman pribadi. Hal ini dapat kita lihat dalam bahasa Manggarai ada sufiks {-an}, maka siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese sebagai penutur bahasa Manggarai menggunakannya dalam pembentukan kata bahasa Indonesia, seperti kata kantoran, kamaran, jalanan, sembilanan, dekatan, kelasan, boncengan, kelilingan, rumahan, sekolahan, emosian, siangan, lombaan, dan subuhan. Chaer (2003: 123) mengemukakan bahwa bentukbentuk tersebut merupakan penyimpangan dari sistematik morfologi bahasa Indonesia, sebab untuk membentuk sufiks {-an} tersebut dalam bahasa Indonesia yang baku sudah ada padanan yang benar. Jadi seharusnya kata-kata tersebut dalam bahasa Indonesia yang baku menjadi kantor, kamar, jalan, sembilan, dekat, kelas, bonceng, keliling, rumah, sekolah, emosi, siang, lomba, dan subuh. Adanya prefiks {-an} pada kata kantor, kamar, jalan, sembilan, dekat, kelas, bonceng, keliling, rumah, sekolah, emosi, siang, lomba, dan subuh tersebut merupakan interferensi morfologi karena prefiks {-an} dianggap sebagai afiksasi yang kurang tepat dalam kata tersebut. Suwito (1988: 66) menyatakan bahwa “interferensi morfologi terjadi apabila dalam pembentukan kata sesuatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain”. Inteferensi bidang morfologi terjadi pula dari afiks bahasa daerah.
Chaer (2003: 123) mengemukakan sebagai berikut. Penggunaan bentukbentuk kantoran, kamaran, jalanan, sembilanan, dekatan, kelasan, boncengan, kelilingan, rumahan, sekolahan, emosian, siangan, lombaan, dan subuhan dalam bahasa Indonesia juga termasuk kasus interferensi, sebab imbuhan yang digunakan tersebut berasal dari bahasa Manggarai dan dialek Satarmese. Bentuk yang baku adalah kantor, kamar, jalan, Sembilan, dekat, kelas, bonceng, keliling, rumah, sekolah, emosi, siang, lomba, dan subuh. Beberapa data yang diperoleh dalam penelitian ini, pada saat siswa menceritakan pengalaman pribadi. Hal ini dapat kita lihat dalam bahasa Manggarai ada konfiks {ke-/-an}, maka siswa kelas VII SMP Negeri VII Satarmese sebagai penutur bahasa Manggarai menggunakannya dalam pembentukan kata bahasa Indonesia, seperti kata kajauhan dan kelihatan. Chaer (2003: 123) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk tersebut merupakan penyimpangan dari sistematik morfologi bahasa Indonesia, sebab untuk membentuk konfiks {ke-/-an} tersebut dalam bahasa Indonesia yang baku sudah ada padanan yang benar. Jadi seharusnya kata-kata tersebut dalam bahasa Indonesia yang baku menjadi terjauh dan terlihat. Adanya prefiks {ke/-an} pada kata jauh dan lihat tersebut merupakan interferensi morfologi karena prefiks {an} dianggap sebagai afiksasi yang kurang tepat dalam kata tersebut. Suwito (1988: 66) menyatakan bahwa “interferensi morfologi terjadi apabila dalam pembentukan kata sesuatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain”. Inteferensi bidang morfologi terjadi pula dari afiks bahasa daerah. Chaer (2003: 123) mengemukakan sebagai berikut. Penggunaan bentukbentuk kajauhan dan kelihatan dalam bahasa Indonesia juga termasuk kasus interferensi, sebab imbuhan yang
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 427
digunakan tersebut berasal dari bahasa Manggarai dan dialek Satarmese. Bentuk yang baku adalah terjauh dan terlihat. B. Interferensi Sintaksis Bahasa Manggarai terhadap Sintaksis Bahasa Indonesia Lisan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese Suwito (1988: 56) mengemukakan bahwa “interferensi sintaksis terjadi karena di dalam diri penutur terjadi kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (B1) dengan bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing)”. Interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {-nya} dalam penelitian ini misalnya: suatu hari Ibunya saya ketemu seekor bangke tikus di dekat kamar mandi. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah ca leson endede daku ita lawo mata one ruis palang cebong. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah suatu hari ibu saya menemukan seekor bangkai tikus di dekat kamar mandi. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya: saat itu, Kakaknya saya juga belum pulang. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah du hitu ka’ede daku toe ding manga kolen. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saat itu, kakak saya juga belum pulang. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur
terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya: saya sama teman-temannya saya liburan ke pante Cepi Watu untuk senang-senang di sana. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah aku agu haelabarde daku lako-lako ne pante Cepi Watu kudut teti nai awo hitu. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saya dengan teman-teman saya liburan ke pantai Cepi Watu untuk senang-senang di sana. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya: jarak antara pante dengan rumahnya kami tidak kejauhan, hanya berjarak 10 km saja. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah tadang one mai pante agu mbarude dami toe manga tadang bail, am tadang ne 10 km kaut. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah jarak antara pantai dengan rumah kami tidak terlalu jauh, hanya berjarak 10 km saja. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 428
Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya: kaminya berangkat pukul sembilanan pagi dari salah satu rumahnyatemannya saya. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah amide lako du reme jam ciok gula one ma ca mbarude haelabarde daku. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah kami berangkat pukul sembilan pagi dari salah satu rumah teman saya. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya: kaminya sengaja tidak bawakan bekal dari rumahnya kami. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah amide pande mole toe ba wuat one mai mbarude ami. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah kami sengaja tidak membawa bekal dari rumah kami. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya: saya merasa sangat senang karena saya rasa stress yang ngumpul di kepalanya saya lenyap seketika. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah aku
rasan senang tuung ai aku rasan sangged beti sai ata kaeng one saide aku mora muing. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saya merasa sangat senang, karena saya merasa stres yang mengumpul di kepala saya lenyap seketika. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya: kami pun nyari sebuah tempat yang teduh untuk istirahat-istirahat sejenak dan sambil nikmati makanannya kami. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah ami kole kawe ndei kudut leti cekoen agu mecuk hangde ami. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah kami pun mencari sebuah tempat yang teduh untuk beristirahat sejenak dan sambil menikmati makanan kami. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya:saya kenalan dengan dia di rumahnya pamannya saya. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah aku baetau agu hia one mbarude amangde aku. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saya berkenalan dengan dia di rumah paman saya. Adanya penyimpangan unsur
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 429
struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya: setelah sudah naik motor temantemannya saya pun langsung pulang. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah poli leti montor haelabarde aku nggaruk kole. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah setelah selesai naik motor teman-teman saya pun langsung pulang. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya: tibatiba ada polisi tidur di ujung jalanan, teman-temannya saya semuanya ngerem mendadak. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah cai-cai manga pelisi toko one rahit salang, haelabarde aku sangged taung rem nggitu kaut. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah tiba-tiba ada polisi tidur di ujung jalan, teman-teman saya semua mengerem mendadak. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {-
nya} dalam penelitian ini misalnya: pada hari Selasa saat pulang dari sekolahan saya dan kakak–kakak kelasnya saya menuju halaman sekolahan. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah one leso Selasa du kole one mai sekolahan aku agu ka’e-ka’e kelasde aku ngo bolo mai sekolahan. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah pada hari Selasa saat pulang dari sekolah saya dan kakak–kakak kelas saya menuju halaman sekolah. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya: saya dan teman-temannya saya sempat beberapa kali salah, yah maklum karena awalnya belum pernah nari. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah aku agu haelabarde aku manga pisa ngkalin sala, bae kaut ai du wangkan toe poli lomes. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saya dan teman-teman saya sempat beberapa kali salah, yah maklum karena awalnya belum pernah menari. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya: sambilan hapus air mata, saya ke temantemannya saya dan kami pun masuk panggung. Kalimat tersebut mengandung
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 430
unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah curu olo koso wae lu’u, aku ngo one haelabarde aku agu ami kole masuk ndei. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah sambil menghapus air mata , saya ke teman-teman saya dan kami pun masuk panggung. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya: setelah makan saya keluar karena sudah di nunggu oleh teman-temannya saya. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalahdu poli hang aku ngo peang ai poli gereng le haelabarde aku. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah setelah makan saya keluar, karena sudah di tunggu teman-teman saya. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan akhiran {nya} dalam penelitian ini misalnya:setelah belut yang digunakan untuk lombaan, belut-belut itu diolah oleh teman-temanya saya menjadi masakan yang sangat lezat. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah du poli tuna pake kudut rie, tuna-tuna situ teneng le haelabarde aku kudut pande hang mecik tuung. Padanan struktur
kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah setelah belut yang digunakan untuk berlomba, belut-belut itu diolah teman-teman saya menjadi masakan yang sangat lezat. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Suwito (1988: 56) mengemukakan bahwa “interferensi sintaksis terjadi karena di dalam diri penutur terjadi kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (B1) dengan bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing)”. Interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan kata sapaan hubungan kekerabatan dalam penelitian ini misalnya: saat kami jalan-jalan depan rumah yang ada dua anjing itu, salah satu kakak kelasnya saya bernama ka’e Sinta niru suaranya anjing. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah du ami lako-lako bolo mai mbaru ata manga sua acu nitu, manga ca ka’e kelas aku nitu ngasang na hia ka’e Sinta pande cama runningde acu. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saat kami berjalan depan rumah yang ada dua anjing itu, salah satu kakak kelas saya bernama kakak Sinta meniru suara anjing. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan kata sapaan hubungan kekerabatan dalam penelitian ini misalnya: di sana ada ka’e Rini dan ka’e Elis yang langsung lari menuju
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 431
jalan raya. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah du nitu wan manga ka’e Rini agu ka’e Elis ata nggaruk ngo one salang mese. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah di sana ada kakak Rini dan kakak Elis yang langsung lari menuju jalan raya. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan kata sapaan hubungan kekerabatan dalam penelitian ini misalnya: sedangkan saya dan ka’e Sinta menuju depannya sekolahan. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah du aku agu ka’e Sinta ngo bolo mai sekolahan. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah sedangkan saya dan kakak Sinta menuju depan sekolah. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan kata sapaan hubungan kekerabatan dalam penelitian ini misalnya: setelah ka’e Rini dan ka’e Elis lari sampai depannya sekolahan. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah poli ka’e Rini agu ka’e Elis losi sampe bolo mai sekolahan. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah setelah kakak Rini dan kakak Elis lari sampai depan sekolah. Adanya penyimpangan unsur
struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada penggunaan kata sapaan hubungan kekerabatan dalam penelitian ini misalnya: kami langsung teriakan ka’e Sinta karena dianya yang membuat ulah ini sambil ketawa–ketawa. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah ami nggaruk ciek ka’e Sinta ai hia ata pande da’at ne ngoon lampuk reges-reges. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah kami langsung berteriak kakak Sinta karena dia yang membuat ulah ini sambil tertawa. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Suwito (1988: 56) mengemukakan bahwa “Interferensi sintaksis terjadi karena di dalam diri penutur terjadi kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (B1) dengan bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing)”. Interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada pola pembentukan frasa dalam penelitian ini misalnya: saya sama teman-temannya saya liburan ke pante Cepi Watu untuk senang-senang di sana. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah aku agu haelabarde aku tetinai one pante Cepi Watu kudut naka-naka sina hitu. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saya dengan teman-teman saya liburan ke pantai Cepi Watu untuk bersenang-senang di sana. Adanya penyimpangan unsur struktur
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 432
kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada pola pembentukan frasa dalam penelitian ini misalnya: walaupun setiap harinya disiksa sama kakak-kakak OSIS. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah maram leteng lesonde leci agu ka’e-ka’e OSIS. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah walaupun setiap hari disiksa oleh kakak-kakak OSIS. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. Bentuk interferensi bahasa Manggarai terhadap bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese, pada pola pembentukan frasa dalam penelitian ini misalnya: tapi asyik dan kami bisa kenalan sama temanteman lain. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Manggarai. Kalimat itu dalam bahasa Manggarai adalah landing di’an kole kamping ami nganceng bae agu haelabarde iwod. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah tapi asyik dan kami bisa berkenalan dengan teman-teman lain. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi, karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah. SIMPULAN Data interferensi morfologi bahasa Manggarai terhadap morfologi bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese yang ditemukan dalam penelitian ini pada saat siswa yang menceritakan pengalaman
pribadi yaitu prefiks {N} pada kata nunggu, nyimpan, ngikut, nyentuh, ngumpul, nyari, nyapa, ngerti, nerima, nyetir, ngajak, ngantar, ngerem, nyeberang, niru, ngejar, nari, dan nangis. Sedangkan bahasa Indonesia baku menjadi menunggu, menyimpan, mengikut, menyentuh, mengumpul, mencari, menyapa, mengerti, menerima, menyetir, mengajak, mengantar, mengerem, menyeberang, meniru, mengejar, menari , dan menangis. Prefiks {ke} pada kata keinjak, ketawa, dan kejatuh. Sedangkan bahasa Indonesia baku menjadi terinjak, tertawa, dan terjatuh. Sufiks {an} pada kata kantoran, kamaran, jalanan, sembilanan, dekatan, kelasan, boncengan, kelilingan, rumahan, sekolahan, emosian, siangan, lombaan, dan subuhan. Sedangkan bahasa Indonesia baku menjadi kantor, kamar, jalan, sembilan, dekat, kelas, bonceng, keliling, rumah, sekolah, emosi, siang, lomba, dan subuh. Konfiks {kean} pada kata kajauhan dan kelihatan. Sedangkan bahasa Indonesia baku menjadi terjauh dan terlihat. Data interferensi sintaksis bahasa Manggarai terhadap sintaksis bahasa Indonesia lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Satarmese pada saat menceritakan pengalaman pribadi yaitu akhiran {nya} pada data (1) suatu hari Ibunya saya ketemu seekor bangke tikus di dekat kamar mandi. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah suatu hari ibu saya menemukan seekor bangkai tikus di dekat kamar mandi, (2) saat itu, Kakaknya saya juga belum pulang. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saat itu, kakak saya juga belum pulang, (3) saya sama teman-temannya saya liburan ke pante Cepi Watu untuk senang-senang di sana. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saya dengan teman-teman liburan ke pantai Cepi Watu untuk senangsenang di sana, (4) jarak antara pante dengan rumahnya kami tidak kejauhan,
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 433
hanya berjarak 10 km saja. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah jarak antara pantai dengan rumah kami tidak terlalu jauh, hanya berjarak 10 km saja, (5) kaminya berangkat pukul sembilanan pagi dari salah satu rumahnya temannya saya. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah kami berangkat pukul sembilan pagi dari salah satu rumah teman saya, (6) kaminya sengaja tidak bawakan bekal dari rumahnya kami. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah kami sengaja tidak membawa bekal dari rumah kami, (7) saya merasa sangat senang karena saya rasa stres yang ngumpul di kepalanya saya lenyap seketika. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saya merasa sangat senang, karena saya merasa stres yang mengumpul di kepala saya lenyap seketika, (8) kami pun nyari sebuah tempat yang teduh untuk istirahat-istirahat sejenak dan sambil nikmati makanannya kami. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah kami pun mencari sebuah tempat yang teduh untuk beristirahat sejenak dan sambil menikmati makanan kami, (9) saya kenalan dengan dia di rumahnya pamannya saya. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saya berkenalan dengan dia di rumah paman saya, (10) setelah sudah naik motor teman-temannya saya pun langsung pulang. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah setelah selesai naik motor temanteman saya pun langsung pulang, (11) tiba-tiba ada polisi tidur di ujung jalanan, teman-temannya saya semuanya ngerem mendadak. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah tiba-tiba ada polisi tidur di ujung jalan, teman-teman saya semua mengerem mendadak, (12) pada hari Selasa saat pulang dari sekolahan saya dan kakak–kakak kelasnya saya menuju
halaman sekolahan. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah pada hari Selasa saat pulang dari sekolah saya dan kakak–kakak kelas saya menuju halaman sekolah, (13) saya dan teman-temannya saya sempat beberapa kali salah, yah maklum karena awalnya belum pernah nari. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saya dan teman-teman sempat beberapa kali salah, yah maklum karena awalnya belum pernah menari, (14) sambilan hapus air mata, saya ke teman temannya saya dan kami pun masuk panggung. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah sambil menghapus air mata , saya ke teman-teman saya dan kami pun masuk panggung, (15) setelah makan saya keluar karena sudah di nunggu oleh teman temannya saya. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah setelah makan saya keluar, karena sudah ditunggu teman teman, (16) setelah belut yang digunakan untuk lombaan, belut-belut itu diolah oleh teman-temanya saya menjadi masakan yang sangat lezat. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah setelah belut yang digunakan untuk berlomba, belut-belut itu diolah teman-teman saya menjadi masakan yang sangat lezat. Kata sapaan hubungan kekerabatan pada data (1) saat kami jalan-jalan depan rumah yang ada dua anjing itu, salah satu kakak kelasnya saya bernama ka’e Sinta niru suaranya anjing. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saat kami berjalan depan rumah yang ada dua anjing itu, salah satu kakak kelas saya bernama kakak Sinta meniru suara anjing, (2) di sana ada ka’e Rini dan ka’e Elis yang langsung lari menuju jalan raya. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah di sana ada kakak Rini dan kakak Elis yang langsung lari menuju jalan raya, (3) sedangkan saya dan ka’e Sinta menuju depannya sekolahan. Padanan
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 434
struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah sedangkan saya dan kakak Sinta menuju depan sekolah, (4) setelah ka’e Rini dan ka’e Elis lari sampai depannya sekolahan. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah setelah kakak Rini dan kakak Elis lari sampai depan sekolah, (5) kami langsung teriakan ka’e Sinta karena dianya yang membuat ulah ini sambil ketawa–ketawa. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah kami langsung berteriak kakak Sinta karena dia yang membuat ulah ini sambil tertawa. Penggunaan frasa pada data (1) saya sama teman-temannya saya liburan ke pante Cepi Watu untuk senang-senang di sana. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah saya dengan teman-teman saya liburan ke pantai Cepi Watu untuk bersenang-senang di sana, (2) walaupun setiap harinya disiksa sama kakak-kakak OSIS. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah walaupun setiap hari disiksa oleh kakak-kakak OSIS, (3) tapi asyik dan kami bisa kenalan sama teman-teman lain. Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah tapi asyik dan kami bisa berkenalan dengan teman-teman lain. SARAN Berdasarkan simpulan di atas dapat diajukan saran-saran sebagai berikut. (1) bagi siswa, diharapkan setelah membaca tesis ini dapat memahami interferensi bahasa, terutama yang berkaitan dengan interferensi, (2) bagi para guru, diharapkan memahami hasil penelitian ini dan dapat mempraktikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, (3) Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan agar membaca dan memperdalam hasil tesis ini, kemudian diteliti lebih lanjut, dan (4) bagi masyarakat umum, diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan penggunaan bahasa daerah pada saat menggunakan bahasa Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN Aitchison, J. 1992. Teach Yourself Linguistics. London and Sydney: Hodder & Stoughton. Arifin, Zaenal dan Tasai, Amran. 1985. Cermat Berbasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Presindo. Barnhart, Clarence, L. (ed). 1957. The American College Dictionary. New York: Harper & Brothers Publishers. Bloomfield, Leonard. 1933. Language. Diindonesiakan oleh Sutikno; I. 1995. Jakarta: PT. Gramedia. Brown. 1980. Principles Of Language Learning And Teaching. New Jersey: Prentice Hall INCH. Chaedar, Alwasilah. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. Chaer, Abdul,2004. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Chaer, A dan Agustina, L. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Fernandez, Inyo Yos. 1996. Relasi Historis Kekerabatan Bahasa Flores: Kajian Historis Komparatif terhadap Sembilan Bahasa di Flores. Ende: Nusa Indah. Fishman 1976a. The Sociology of Language, an Interdiciplinary Sosial Science Approach to Language in Society. Dalam Fishman, J.A. (ed). Advances in the Sociology of Language. Paris: Mouton The Hague Paris. Fishman 1976b. The Reletionsihih Between Micro-and MacroSosiolinguistics in the Study of
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 435
Who Speaks What Language to Whom and When. Dalam Pride, J.B dan Holmes, J. (eds) Sosiolinguistics. Middlesex England: Pinguin Books, Ltd. Halliday, M. A. K. 1968. The Context of Linguistics. Dalam Applied Linguistics Association of Australia (ALAA) Aims and Perspectives in Linguistics Occasional Papaers Number 1. Pp. 19031. Hamied, Fuad Abdul. 1987. Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: Depdiknas. Hamid, Patilima. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Hasan, Alwi. 2003. Bahasa Indonesia Tata Bahasa. Jakarta: Balai Pustaka. Haugen, Einar. 1966. Language Conflict and Language Planning. The Case of Modern Norway. Cambridge, Mass: Harvard University Press. Hudson, R.A. 1996. Sociolinguistics. Second Edition. Cambridge: Cambridge Univercity Press. Irwan. 2006. Karya Ilmiah: “Interferensi Bahasa Daerah terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia”. Medan: Universitas Sumatera Utara. Jendra, I Wayan. 1991. Dasar-Dasar Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana. Keraf, Gorys. 1994. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia. Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.Yogyakarta: Carasvatibooks.
Kridalakasana, Harimurti dan Moeliono, Anton (Ed). 1982. Pelangi Bahasa. Jakarta: Bhratara. Mackey, W.F. 1968. The Description of Bilingualism. Dalam Joshua A. Fishman (ed) 1972. First printing 1968 in The Netherlands. Readings in the Sociology of Language. The Hauge Mouton; 554-584. Maryam, Siti. 2011. Skripsi: “Interferensi Gramatikal Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia pada Proposal Program Kreativitas Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia UNY”. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Mustakim. 1994. Interferensi Bahasa Jawa dalam Surat Kabar Berbahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nababan. P. W. J. 1984. Sosiolingustik. Jakarta: Gramedia. Nababan, P. W. J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Nuraeni. 2003. Skripsi: “Interferensi Bahasa Bugis terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Berkomunikasi oleh Siswa SLTP Negeri 4 Kahu Kabupaten Bone”. Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar. Parera, Jis Daniel. 1986. Linguistik Edukasional: Pendekatan Konsep dan Teori Pengajaran Bahasa. Jakarta: Erlangga. Poerwadarminta, W. J. S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Poedjosoedarmo, Soepomo. 1989. Perkembangan Sosiolinguistik. Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa. Pramudya, Mahar. 2006. Skripsi: “Interferensi Gramatikal Bahasa Melayu Bangka dalam
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 436
Pemakaian Bahasa Indonesia: dengan Data Rubrik: “MAK PER dan AKEK BUNENG”, dalam Surat Kabar Bangka Pos”. Semarang: Universitas Diponegoro. Pranowo. 1996. Analisis Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press. Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Grasindo. Rendi. 2011. Pentingnya Bahasa Indonesia dalam Komunikasi (Online), (http://sirendi.blogspot.com/2011 /10/pentingnya-bahasaindonesiadalam.html), diakses 21 September 2012. Ridwan. 1998. Dasar-dasar Linguistik Kontrastif. Medan: USU Press. Rismiyati. 2000. Skripsi: “Interferensi Leksikal Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia Siswa Taman Kanak-kanak Budi Mulia Dua”. Samsuri. 1994. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga. Setiyowati, Avid. 2008. Skripsi: “Interferensi Morfologi dan Sintaksis Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia pada Kolom Piye ya? Harian Suara Merdeka”. Semarang: Universitas Diponegoro. Simanjuntak, Mangantar. 1987. Pengantar Psikolinguistik Modern. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Soetomo, Istiati.1985. Telaah Sosial Budaya terhadap Interferensi, Alih Kode, dan Tunggal Bahasa dalam Masyarakat Ganda Bahasa. Disertasi. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Sudaryanto, dkk. 1991. Metode Aneka Teknik Analisis Bahasa.
Yogyakarta: Duta Wacana University Perss. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Tehnik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik). Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Suhardi dan Sembiring. 2005. Aspek sosial bahasa. Jakarta. PT. Rineka Cipta. Sumarsono dan Partana. P. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta. Sabda. Sutikno, 1995. Geomorfologi dan Prospeknya di Indonesia: Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Suwito. 1982. Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problem. Surakarta: Henary Offset. Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Praktik. Surakarta: Henary Offset. Suwito. 1988. Sosiolinguistik (BPK). Surakarta: UNS Press. Tarigan, Henry Guntur.1987. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Walija. 1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press. Weinrich, Uriel. 1968. Language in Contact. The Hague-Paris: Mouton. Weinreich, Uriel. 1970. Language in Contact: Finding and Problems. Mouton, The Hauge-Paris. Wibowo, Wahyu. 2001.Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia.
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 437