INFLUENCE PERCEPTIONS OF LEADERSHIP STYLES WITH EMPLOYEE PRODUCTIVITY A Case Study of Cooperative Boarding School "Dasa Honor" Proponsi Yogyakarta Suyadi Utomo, Siswi Lastari, SE.,MM, Winanto N., SE., MM
ABSTRACT Perception research with the title of Leadership Style Effect With Employee Productivity was conducted in October 2008 until December of 2008 with respondents Employees Cooperative Boarding School "Dasa Honor" Proponsi Special Region of Yogyakarta. This study aims to determine whether leadership style affect the productivity of Cooperative Employees' Boarding School "Dasa Honor" Proponsi Special Region of Yogyakarta. Data collection methods used were interviews and questionnaires. While the methods of data analysis used in this research is descriptive analysis method and quantitative measurement method which can be expressed with numbers. Based on the analysis of multiple linear regression equation with t test results can be seen that there is leadership style has strong relationships and significant effect on the employees of Cooperative Work Productivity Boarding School "Dasa Honor" with a t value greater than t 4.871 2.011 table so that the hypothesis proved with a value of 0.624 which means that the perception of leadership style affects employee productivity Cooperative Work on Boarding School "Dasa Honor". Keywords: Leadership, employee productivity
PENGARUH PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN Studi Kasus Pada Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Proponsi Daerah Istimewa Yogyakarta Suyadi Utomo, Siswi Lastari, SE.,MM, Winanto N., SE., MM
INTISARI Penelitian dengan judul Pengaruh Presepsi Gaya Kepemimpinan Dengan Produktivitas Kerja Karyawan dilaksankan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Desember tahun 2008 dengan responden Karyawan Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Proponsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Gaya Kepemimpinan berpengaruh terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Proponsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan penyebaran kuisioner. Sedangkan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis diskriptif dan kuantitatif yaitu dengan metode pengukurannya dapat dinyatakan dengan angka-angka. Berdasarkan analisis persamaan regresi linier berganda dengan hasil uji t dapat dilihat bahwa Gaya Kepemimpinan memiliki terdapat hubungan yang kuat dan signifikan terhadap Produktivitas Kerja pada karyawan Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” dengan nilai t
hitung
4,871 lebih besar dari t
tabel
2,011 sehingga hipotesis yang diajukan
terbukti dengan nilai sebesar 0,624 yang berarti bahwa Persepsi Gaya Kepemimpinan berpengaruh terhadap Produktivitas Kerja pada karyawan Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia”. Kata kunci
: Kepemimpinan, produktivitas kerja karyawan.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Produktivitas kerja karyawan pada perusahaan merupakan masalah yang tidak ada habis-habisnya dibahas. Permasalahan yang terkait dalam Produktivitas juga merupakan isu strategis bagi perusahaan yang memprogramkan masalah sumberdaya manusia. Banyak aspek internal dan eksternal yang mendukung terciptanya produktivitas kerja yang efektif dan efisien dalam suatu perusahaan. Apalagi bila dikaitkan dengan masalah globalisasi yang melanda saat ini yang dampaknya sangat kita rasakan. Beberapa indikator yang mempengaruhi dalam upaya meningkatkan produktivitas yang efektif dan efisien salah satunnya adalah gaya kepemimpinan yang ditetapkan oleh pimpinan perusahaan. Produktivitas merupakan sikap mental yang mempunyai pandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hasil yang dicapai besok harus lebih baik dari hari ini. Secara umum produktivitas adalah perbandingan atau rasio antara output dan input. Penggunaan rasio ini harus memperhatikan aspek karyawan (kualitas dan jumlah), aspek kepemimpinan (pengarahan dan pembinaan) maupun aspek sasaran kerja yang harus dicapai disamping kapasitas mesin pengelolanya (teknologi). Karena faktor manusia merupakan faktor produktivitas yang terpenting, maka dalam pengelolaannya pun harus berbeda dari faktor produksi yang lain. Para karyawan itu adalah manusia yang mempunyai pribadi yang beranekaragam yang harus dihormati dan dihargai harkat dan martabatnya. Organisasi perlu dikembangkan dengan memperhatikan karyawan dan terus mempertimbangkan perasaan dan sikap manusia. Berdasarkan teori hubungan manusia fungsi pemimpin adalah memudahkan pencapaian tujuan secara kolektif
diantara para pengikut dan pada saat yang sama menyediakan kesempatan dan pertumbuhan serta perkembangan bagi pribadi mereka. Seorang pemimpin atau manager dalam sebuah perusahaan mempunyai tanggung jawab
untuk meyakinkan anggotanya akan perlunya ditumbuhkan,
dikembangkan dan dipraktekkan hubungan kerjasama yang sehat diantara anggota organisasi sehingga akan mendorong anggota untuk bekerjasama dengan produktif dan dengan perasaan puas. Hal ini sesuai dengan tugas seorang pemimpin yaitu mendorong kerjasama secara sukarela diantara karyawan dan dengan pimpinan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Dalam hubungannya dengan karyawan peranan para pemimpin merupakan hal yang penting, karena sikap pemimpin dalam menghadapi karyawan akan mempengaruhi sikap karyawan. Seorang pemimpin juga harus menciptakan iklim hubungan kerja yang menyenangkan diantara anggota organisasi. Dengan menerapkan prinsip gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi organisasi, maka produktivitas kerja karyawan akan dapat ditingkatkan. Gaya kepemimpinan dapat dilakukan dan dapat terjadi dalam segala situasi dan segala bidang kehidupan siapa saja, bahkan gaya kepempinan sangat penting dimiliki seorang pemimpin dalam melaksanakan komunikasi baik vertikal maupun horizontal di dalam sebuah organisasi. Bila ditinjau dari sudut keperilakuan, meningkatkan produktivitas manusia dalam organisasi tidak hanya menyangkut masalah penjadwalan pekerjaan dan keterampilan dalam menyelesaikan pekerjaan tetapi juga menyangkut kondisi dan suasana kerja serta hubungan kerja yang terjalin diantara sesama anggota organisasi. Produktivitas
organisasi
tergantung
dari
masing-masing
individu
dalam
melaksanakan kerjanya. Sukses tidaknya organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sangat tergantung pada pemimpin, bagaimana pemimpin mengarahkan dan memberi motivasi kepada karyawan untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Agar kepemimpinan efektif, pemimpin harus menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan keadaan dan situasi yang dihadapi oleh organisasi, sehingga akan didapat keterpaduan antara gaya kepemimpinan dan situasi yang dihadapi organisasi.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada kesempatan tugas akhir yang berupa skripsi dengan judul : Pengaruh Persepsi Gaya Kepemimpinan Dengan Produktivitas Kerja Karyawan Studi Kasus Pada Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang diambil yaitu: 1. Gaya kepemimpinan yang bagaimana yang sudah diterapkan pada Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ? 2. Bagaimana pengaruh persepsi gaya kepimimpinan dengan produktivitas kerja karyawan bagian kredit pada Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ? 3. Apakah persepsi gaya kepemimpinan memberikan manfaat bagi produktivitas kerja karyawan bagian kredit Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ?
C. Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Pengaruh persepsi gaya kepemimpinan yang diterapkan pada Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap tingkat produktivitas kerja karyawan di bagian kredit. 2. Pengukuran variabel hubungan persepsi gaya kepemimpinan yang dianggap dapat mewakili gaya kepemimpinan yaitu ; sikap pengambilan kebijakan, komunikasi personal,
motivasi,
pemberian
perintah
tugas
dan
pertanggungjawaban.
Sedangkan pada variabel produktivitas kerja adalah penghargaan prestasi, kenaikan gaji, lingkungan kerja.
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui persepsi gaya kepemimpinan terhadap produktivitas kerja karyawan bagian kredit pada Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui pentingya dan manfaat persepsi gaya kepemimpinan terhadap produktivitas kerja karyawan bagian kredit pada Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut 1. Bagi Penulis Penelitian ini merupakan kesempatan baik bagi penulis sebagai sarana dan media untuk menerapkan pengetahuan secara praktis tentang hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan studi ilmiah yang dipelajari. Selain itu
berguna untuk
menambah pengetahuan dan wawasan tentang sumber daya manusia khususnya tentang persepsi gaya kepemimpinan serta pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan. 2. Bagi Perusahaan Sebagai bahan masukan dan pertimbangan perusahaan yang berguna untuk mengetahui dan mengevaluasi gaya kepemimpinan dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Selain itu untuk mengetahui perkembangan perilaku karyawan terhadap produktivitas kerja yang telah dilakukan. 3. Bagi pihak lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan pengembangan dan pengetahuan lebih lanjut serta dapat digunakan sebagai perbandingan untuk permasalahan yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan dan produktivitas kerja karyawan.
F. Hipotesis 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi gaya kepemimpinan terhadap produktivitas kerja karyawan bagian kredit pada Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi gaya kepemimpinan dengan produktivitas kerja karyawan bagian kredit pada Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Skirpsi ini penulis akan membagi ke dalam 6 bab sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan Dalam bab pendahuluan ini penulis akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan hipotesis serta diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II
Landasan Teori Dalam bab ini disajikan tentang beberapa teori yang melandasi dalam penelitian ini antara lain pengertian manajemen personalia, persepsi karyawan, pimpinan dan gaya kepemimpinan serta produktivitas kerja.
BAB III
Metodologi Penelitian Bab ini berisikan tentang lokasi penelitian, waktu penelitian, obyek penelitian, jenis penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, teknik penarikan sampel, instrumen pengumpulan data, variabel penelitian, instrumen penelitian, metode analisis data.
BAB IV
Gambaran Umum Perusahaan Bab ini berisi gambaran umum Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Proponsi Daerah Istimewa Yogyakarta, struktur organisais dan diskripsi jabatan.
BAB V
Analisis Data Pada Bab analisa data ini akan dikemukakan mengenai hasil pengujian hipotesis terhadap persepsi gaya kepemimpinan terhadap produktivitas kerja bagian kredit berdasarkan variabel-variabel persepsi gaya kepemimpinan dan produktivitas kerja karyawan.
BAB VI
Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan pembahasan serta saran-saran
yang
mungkin
dapat
digunakan
sebagai
bahan
pertimbangan bagi perusahaan serta untuk meningkatkan produktivitas kerja pada karyawannya.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Manajemen Personalia 1. Pengertian Manajemen Ada beberapa pengertian manajemen menurut beberapa tokoh : a. Manajemen
adalah
“seni
dan
ilmu
perencanaan,
pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.” (Stoner, 1993 : 8) b. Manajemen adalah “seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. (H. Handoko, 1983 : 3). Pengertian ini mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan atau dengan kata lain dengan tidak melaksanakan pekerjaan itu sendiri. c. Manajemen “merupakan ilmu tentang upaya manusia untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.” (Indriyo, Agus Mulyono, 1996 : 8) Berdasarkan pengertian manajemen diatas, pengertian manajemen secara umum
adalah
proses
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
dan
pengendalian upaya anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Proses adalah cara yang sistematis untuk melakukan sesuatu. Kita mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses, karena semua manajer apapun keahliannya dan keterampilannya, terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Pengertian Manajemen Personalia Organisasi perusahaan mencakup banyak bidang yang sangat luas, untuk itu diperlukan manajemen untuk mengelolanya agar mendukung tercapainya tujuan perusahaan. Dalam manajemen, unsur manusia berkembang menjadi suatu bidang ilmu manajemen yang kita sebut dengan “manajemen personalia”.
Manajemen personalia merupakan suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi perusahaan. Manusia berperan aktif dalam kegiatan organisasi, karena manusia itu sendiri menjadi perencana dan pelaku terwujudnya organisasi. Manajemen personalia diperlukan untuk meningkatkan efektifitas sumber daya manusia dalam organisasi, tujuannya untuk memberikan kepada organisasi suatu kerja yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini, studi tentang manajemen personalia akan menunjukkan bagaimana seharusnya perusahaan dalam mendapatkan, mengembangkan, menggunakan, mengevaluasi serta memerlukan karyawan dalam kualitas dan kuantitasnya yang tepat. Adapun beberapa pengertian manajemen personalia menurut beberapa tokoh antara lain: a.
Manajemen personalia adalah “seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan dari pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian dan pemeliharaan tenaga kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat.” (M. Manulang, 1988 : 12)
b.
Manajemen personalia adalah “perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan dari pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, dan pemeliharaan tenaga kerja dengan maksud-maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat”. (Heidjrachman dan Suad Husnan, 1990). Pandangan atau filsafat yang dimiliki masyarakat menunjuk bahwa
semakin kuatnya permintan untuk memperhatikan aspek manusia dan bukan hanya aspek teknologi dan ekonomi dalam tiap usaha. Dalam berbagai keadaan, nilai manusia (human values) dapat diselaraskan secara baik dengan aspek teknologi. Adalah menjadi tugas manajemen personalia untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai jalan agar manusia bisa diintegrasikan secara efektif kedalam berbagai organisasi yang diperlukan oleh masyarakat. Bidang manajemen personalia memerlukan pengetahuan yang luas yang menyangkut bidang ilmu jiwa (psikologi), sosiologi, ekonomi, dan administrasi.
Berbagai masalah dalam manajemen personalia memerlukan studi analisis untuk memecahkannya, dan juga “judgement”. Disamping itu juga memerlukan kemampuan untuk memahami sesuatu yang tidak logis, kemampuan untuk memproyeksikan diri kedalam suatu posisi yang lain tanpa kehilangan perspektif dan kemampuan dalam memperkirakan tingkah laku dan reaksi manusia. Dengan demikian manajer personalia harus bekerja di tengah-tengah tiga kekuatan utama, yaitu: a. Perusahaan, yang berkeinginan untuk disediakan tenaga kerja yang mampu dan mau bekerjasama untuk mencapai tujuan perusahaan. b. Karyawan dan organisasinya, yang menginginkan agar kebutuhan fisik dan psikologis mereka terpenuhi. c. Masyarakat
umum
melalui
lembaga-lembaga
perwakilannya
yang
menginginkan agar perusahaan mempunyai tanggung jawab dan melindungi sumber daya manusia dari perlakuan diskriminatif. Manajemen personalia menurut Wendell French adalah “penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan dan pemeliharaan sumber daya manusia”. (T. Hani Handoko, 1993 : 3) Definisi diatas menunjukan bahwa manajemen personalia merupakan bagian dari manajemen secara umum yaitu pengadaan, pengembangaan, pemberian kompensasi, integrasi, pemeliharaan yang tidak ditujukan untuk mencapai sasaran organisasi saja, melainkan juga ditujukan untuk mencapai sasaran masyarakat, individu dan bahkan pemerintah. a. Fungsi Manajemen Personalia Adapun fungsi dari manajemen personalia adalah fungsi manajemen dan fungsi operasional, (Heidjrachman, 1990 : 6). 1) Fungsi Manajemen a) Perencanaan Perencanaan berarti menentukan lebih dulu program personalia yang akan membantu mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
b) Pengorganisasian Setelah apa yang akan dilakukan diputuskan, maka perlu dibuat organisasi untuk melaksanakannya. Organisasi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. c) Pengarahan Pengarahan berarti mengusahakan agar karyawan mau bekerja sama secara efektif. d) Pengawasan Pengawasan adalah fungsi manajemen yang menyangkut masalah pengaturan berbagai kegiatan sesuai dengan rencana personalia yang dirumuskan sebagai dasar analisa dari tujuan organisasi yang fundamental. 2) Fungsi Operasional a. Pengadaan Pengadaan adalah bagaimana memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan perusahaan atau organisasi. Fungsi pengadaan ini menyangkut: a) Penentuan kebutuhan tenaga kerja dan penarikannya. b) Seleksi tenaga kerja. c) Penempatan tenaga kerja. b. Pengembangan Tenaga Kerja Setelah tenaga kerja diperoleh, maka harus dikembangkan sesuai bidangnya, untuk meningkatkan keterampilan, agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Tujuan dari pengembangan karyawan adalah: a) Agar karyawan dapat menjalankan tugasnya dengan baik. b) Agar pengawasan dapat lebih baik. c) Untuk menstabilkan tingkat produktivitas. d) Agar karyawan dapat lebih cepat berkembang. e) Untuk memperbaiki sikap dan mental para karyawan.
c. Pemberian Kompensasi Fungsi ini diartikan sebagai pemberian penghargaan yang adil dan layak terhadap karyawan, sesuai dengan pengorbanan mereka untuk mencapai tujuan perusahaan dan sebagai pendorong utama karyawan dalam kerja. Agar karyawan bekerja lebih giat dan menghasilkan output yang baik. d. Pengintegrasian Integrasi ini menyangkut penyesuaian keinginan para individu dengan keinginan organisasi dan masyarakat. Dengan demikian kita perlu memahami perasaan dan sikap dari para karyawan dalam bekerja. e. Pemeliharaan Fungsi
pemeliharaan
adalah
untuk
mempertahankan
dan
meninngkatkan kondisi yang telah ada. Fungsi ini menitik beratkan pada: a) Pemeliharan kondisi fisik karyawan (kesehatan dan keamanan). b) Pemeliharaan
sikap
yang
menyenangkan
(program-program
pelayanan kerja). b. Tujuan Manajemen Personalia Tujuan manajemen personalia ada hubungannya dengan apa yang menjadi tujuan umum dalam perusahaan, karena manajemen personalia berusaha untuk menumbuhkan efisiensi dalam bidang tenaga kerja sebagai salah satu bentuk pemasaran. Adapun tujuan manajemen personalia adalah : a. Production minded (efisiensi dan daya guna) b. People minded (kerja sama) Tujuan pertama menyangkut soal penggunaan optimal dari sumber tenaga kerja manusia, dalam suatu perusahaan dengan penempatan tenaga kerja yang layak dan menjamin kerja yang efektif. Sasaran ini tidak dapat tercapai tanpa keputusan yang jelas, mengenai kebijaksanaan tertentu.
Tujuan kedua menyangkut kerjasama dan pertimbangan hubungan antara manajemen, kebutuhan perorangan dan kelompok. Karena manajemen personalia menyangkut usaha menciptakan kondisi-kondisi dimana setiap karyawan didorong untuk memberikan kerja sebaik mungkin kepada majikannya. Karena dia tidak dapat mengharapkan efisiensi yang maksimal tanpa kerjasama perusahaan dan para karyawan.
B. Persepsi Karyawan 1. Pengertian Persepsi Persepsi merupakan suatu aspek yang dimiliki oleh manusia yang akan mempengaruhi tingkahlakunya. Setiap individu tentu saja berbeda dalam mempersepsi suatu peristiwa dan benda yang ada disekelilingnya, demikian pula tindakannya dalam merespon sesuatu akan berbeda pula. Proses persepsi serta pembelajaran juga dipengaruhi oleh kemampuan berpikir yang dimiliki oleh seseorang. Bila sesuatu itu belum jelas, orang akan cenderung mempersepsi sesuatu itu menurut kemampuan dan pikirannya sendiri, dengan jalan menelaah dan memahami faktor apa saja yang dapat mempengaruhi persepsinya sehingga dapat memahami tingkah lakunya dan juga tingkah laku orang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persepsi seseorang mengenai suatu objek tertentu merupakan hal yang sangat penting untuk dikaji agar tingkah laku seseorang dapat memberikan suatu informasi lebih mendalam mengenai suatu objek. “Persepsi adalah suatu proses aktif untuk menyadari kebenaran objek, kejadian dan orang lain melalui indera pengelihatan, penciuman, pengecapan, peraba dan pendengaran”, (De Vito, 1995). “Perepsi sebagai suatu kemampuan untuk membedakan, mengelompokan atau sebagai kemampuan untuk mengorganisasikan pengamatan”, (Sarwono, 1987). Pengalaman dan tingkah laku merupakan kesatuan apa yang dilakukan seseorang (sebagai ucapan, ekspresi atau kegiatan) tidak terlepas dari caranya mempersepsikan suatu situasi, mengapresiasikan atau apa yang diingat mengenai suatu hal yang dihadapi.
Proses persepsi seseorang juga dibentuk oleh faktor internal dan eksternal individu itu sendiri, meliputi kepribadian, emosinya, sosialisasi, keperluan-keperluan, ingatan, pengalaman nilai-nilai hidup serta faktor-faktor psikis seseorang. Sikap, pendapat dan perasaan tidak saja menetukan tingkah laku tetapi dapat mempengaruhi persepsi dimasa yang akan datang, termasuk pembelajaran, kepercayaan serta khayalan seseorang akan mempengaruhi proses persepsinya. Dengan itulah individu memilih, menyusun, mengatur dan memberi makna yang berkisar atas dasar yang diketahuinya, yaitu apa yang pernah dialami dan pernah disaksikan sebelumnya. Persepsi adalah ”proses kognitif atau pemberian arti yang dipergunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya” Gibson, Ivan Cevich, Donnelly, 1989 : 56. Cara seseorang pegawai melihat situasi sering kali mempunyai arti yang lebih penting untuk memahami perilaku dari pada situasi itu sendiri. Jika dinyatakan lebih luas (David Krech, Recards, Crucchijield and Egerton Ballachey, 1962 : 20) gambaran kognitif dari individu bukanlah penyajian foto dunia fisiknya, melainkan suatu bagian penafsiran pribadi, dimana obyek tertentu yang dipilih individu untuk peranannya yang utama, dirasakan dalam sikap seorang individu. Karena persepsi berkaitan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang obyek atau kejadian pada saat tertentu maka persepsi terjadi kapan saja. Jadi persepsi mencakup penafsiran obyek, tanda dan orang dari sudut pangalaman yang bersangkutan.
Dengan
kata
lain
persepsi
mencakup
penerimaan
stimulus
pengorganisasian stimulus dan penterjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap. Berdasarkan berbagai pendapat dan pandangan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah bagaimana seseorang memandang, menilai ataupun mengartikan suatu harapan, nilai-nilai, keyakinan serta pengalaman yang dialami oleh seseorang tersebut.
2. Proses-proses Persepsi Ada tiga proses persepsi sehingga seseorang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas obyek yang sama. Tiga proses tersebut adalah: a. Perhatian selektif Dalam kegiatan kerja sehari-hari setiap karyawan akan dihadapkan pada problematika
di
tempat
kerjanya.
Karyawan
tersebut
akan
dapat
menyelesaikan problem tersebut secara selektif sesuai dengan pengalaman yang dimilikinya. b. Distorsi selektif Merupakan kecenderungan orang untuk mengubah informasi ke dalam pengertian dan menginterprestasikan informasi tersebut dengan cara yang akan menentang kenyataan yang sebenarnya tersebut. c. Ingatan selektif Seseorang mungkin saja akan melupakan banyak hal yang mereka pelajari namun cenderung akan mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan. Menurut New Com, 1978 dalam proses terjadinya persepsi selalu diawali dengan adanya rangsangan dan selalu diakhiri dengan munculnya respon. Proses persepsi tersebut adalah sebagai berikut: a. Tahap pertama, individu menghadapi stimulus dari suatu obyek. b. Tahap kedua, individu menyadari bahwa dihadapannya ada stimulus sehingga ia mengamati stimulus yang ada (berinteraksi). Di dalam menerimanya ada yang langsung berhadapan dengan obyek dan ada yang tidak langsung ( melalui informasi). c. Tahap ketiga, dengan melalui pengetahuan yang dimiliki individu dapat mengenal obyek yang dihadapi. Pada tahap ini tidak begitu menimbulkan perubahan yang berarti terhadap individu secara psikologis. d. Tahap keempat, individu menghadapi dan berusaha untuk menampilkan kembali apa yang diperoleh dari pengamatan. e. Tahap kelima, individu menentukan keputusan untuk menerima atau menolak obyek yang ada.
f. Tahap keenam, individu melaksanakan keputusan yang telah diambil dengan segala konskwensinya. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Walgio (Astuti, 1990) mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu : a. Keadaan individu sebagai perseptor, yang merupakan faktor dari dalam individu sendiri seperti pikiran, perasaan, sudut pandang, pengalaman masa lalu, daya tangkap kecerdasan serta harapan dan dugaan perseptor. b. Keadaan obyek yang dipersepsi, yaitu karakteristik-karakteristik yang ditampilkan oleh objek, baik yang bersifat psikis, fisik ataupun suasana. Ini menunjukkan bahwa proses terbentuknya persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman, sosialisasi, cakrawala dan pengetahuan. Pengalaman dan sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap objek yang dilihat sedangkan pengetahuan dan cakrawala memberi arti pada objek psikologis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terbentuknya persepsi dipengaruhi oleh pengalaman, sosialisasi, cakrawala, pengetahuan dan informasiinformasi dari lingkungan baik itu dari media cetak, media elektronik serta pendidikan. 4. Jenis-jenis Persepsi Jenis Persepsi menurut Jiwanto (Ariyanti, 2002) terdiri dari: a. Persepsi Positif, yaitu persepsi yang menggambarkan segala paengetahuan dan tanggapan yang selaras dengan obyek persepsi yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya. b. Persepsi Positif, yaitu persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan dan tanggapan yang tidak selaras dengan obyek persepsi. Hal ini akan diteruskan dengan kepastian untuk menerima atau menolak dan menentang segala usaha obyek yang dipersepsikan. Menurut Walgito (kurniawati 1999) ada beberapa jenis persepsi yaitu persepsi melalui indera pengelihatan, persepsi melalui indera pendengaran,
persepsi melalui indera penciuman, persepsi melalui indera pengecap dan persepsi melalui indera peraba. Dari pendapat tersebut diatas dapat dikatakan bahwa persepsi, baik itu yang positif maupun yang negatif akan selalu mempengaruhi diri seseorang dalam melakukan suatu tindakan.
C. Human Relations 1. Pengertian Human Relations Menurut Rochmadi (Bambang 2003), istilah human relations secara harfiah menyangkut semua hubungan. Interaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih dan interaksi itu khususnya dengan orang-orang dalam organisasi karyawan maupun organisasi formal. Effendy dan Onung (1993 : 48-50) mendefinisikan human relations dalam dua arti, yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit. Human relations dalam arti luas adalah komunikasi persuasif yang dilakukan seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam segala situasi dan segala bidang kehidupan, sehingga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan hati pada kedua belah pihak. Sedangkan human relations dalam arti sempit adalah komunikasi persuasif yang dilakukan seseorang kepada orang lain dalam situasi kerja (work situation ) dan dalam organisasi kekaryaan (work organization) dengan tujuan untuk menggugah kegairahan dan kegiatan bekerja dengan semangat yang produktif dan dengan perasaan yang bahagia dan puas hati. Menurut Sondang (Bambang, 2003) mendefinisikan human relations sebagai keseluruhan rangkaian hubungan, baik formal antara atasan dengan bawahan serta bawahan dengan atasan yang lain, yang harus dibina dan dipelihara sedemikian rupa sehingga tercipta suatu team work dan suasana kerja harmonis dalam rangka pencapaian tujuan. Dari definisi-definisi yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa human relations adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang harus dibina dan dipelihara dalam suatu organisasi kekaryaan dan organisasi formal sehingga tercipta hubungan yang harmonis dan memuaskan diantara kedua belah pihak yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pencapaian tujuan organisasi.
2. Prinsip Human Relations Menurut Abdurachman (Bambang, 2003), ada 8 prinsip human relations : a. Pentingnya individu (important of individual) Setiap orang harus diperlakukan sebagai individu yang memiliki harkat dan martabat serta harus diperhatikan kepentingan dan kebutuhannya. b. Saling menerima (mutual acceptance) Pemimpin, yang dipimpin dan organisasi suatu badan harus bersatu. Mereka satu sama lain harus menerima sebagai individu dan kelompok. Harus saling menghormati dan menghargai tugas dan kewajiban masing-masing. c. Kepentingan bersama (common interest) Pemimpin dalam organisasi satu sama lainnya terikat kepentingan bersama, karena mereka berada dalam organisasi, karena pencapaian tujuan organisasi merupakan pencapaian tujuan pribadi mereka juga. d. Komunikasi terbuka (open communication) Komunikasi yang sifatnya terbuka akan menimbulkan pengertian yang lebih baik dan menghasilkan keputusan-keputusan yang lebih tepat. e. Identitas setempat (local identifity) Dengan memberikan pujian yang tepat, maka orang itu akan merupakan bagian dari badan dimana ia ditugaskan. f. Pertisipasi pegawai (officer participaty) Hasil-hasil yang efisien disebabkan karena adanya keseimbangan dalam pandangan-pandangan, dan arena problem dihadapi dan dipecahkan bersama. g. Keputusan setempat (local decision) Memberi wewenang kepada orang-orang untuk memecahkan sendiri problemproblem yang timbul ditengah-tengah mereka. h. Ukuran moral yang tinggi (high morable standar) Kebenaran keadilan mengenai suatu tindakan dapat disebut benar dan adil bila didasarkan pada moralitas dan hak-hak asasi manusia.
Kunci aktivitas human relations adalah motivasi (motivation) yaitu memotivasikan para karyawan untuk bekerja giat berdasarkan kebutuhan mereka secara memuaskan, yakni kebutuhan akan upah yang cukup bagi keperluan hidup keluarganya sehari-hari, kebahagiaan keluarganya, kemajuan dirinya sendiri, dan lain sebagainya. Dengan penerapan prinsip human relations yang baik maka akan terbentuk suatu team work yang ‘intim’ dan akan terjalin suatu hubungan kerja yang harmonis diantara para karyawan, antara karyawan dengan pimpinan dan antara pimpinan serta akan tercapai suatu kerja yang menyenangkan.
D. Pimpinan dan Gaya Kepemimpinan 1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpin dalam suatu organisasi merupakan suatu faktor penentu sukses atau gagalnya suatu organisasi, sebab kepemimpinan yang sukses menunjukkan bahwa pengelolaan suatu organisasi berhasil dilaksanakan dengan sukses pula. Kualitas pemimpin sangat menentukan keberhasilan lembaga atau organisasi baik dalam dunia bisnis, pendidikan dan kesehatan. Pemimpin harus mampu
mengelola
organisasinya,
menganalisa
perubahan,
mengetahui
kelemahan-kelemahan dan sanggup membawa organisasi kepada pencapaian tujuan atau sasaran. Pada dasarnya kepemimpinan atau “leadership” tersebut merupakan inti daripada manajemen. Sedangkan inti dari kepemimpinan itu sendiri adalah “human-relations” atau “hubungan antara manusia’. Sehingga dengan demikian, maka baik buruknya manajemen, tergantung pada baik buruknya kepemimpinan, sedang baik buruknya kepemimpinan tersebut amat tergantung kepada baik buruknya
“human-relations”daripada
diri
pemimpin
atau
manajer
yang
menjalankan kepemimpinan tersebut. Gaya kepemimpinan adalah cara pimpinan untuk mempengaruhi bawahan. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, keterampilan bahkan sikap pemimpin dalam berpolitik. Gaya tersebut berbeda-beda atas dasar motifasi, kekuatan kekuasaan atau orientasi terhadap tugas dan orang.
Pemimpin yang berhasil adalah mereka yang selain memiliki kemampuan pribadi tentunya juga mampu membaca keadaan anak buah dan lingkungannya. Yang harus diketahui tentang anak buah adalah kematangan mereka, sebab ada kaitan langsung antara gaya kepemimpinan yang tepat diterapkan dengan tingkat kematangan anak buahnya, agar pemimpin memperoleh ketaatan dan pengaruh yang memadai. Pemimpin
mempunyai
sifat,
kebiasaan,
temperamen
watak
dan
keperibadian sendiri yang unik dan khas sehingga tingkah laku dan gayanya sendiri yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau style hidupnya ini pasti akan mewarnai perlakuan tipe kepemimpinannya, sehingga muncul tipe kepemimpinan. Menurut Susilo Martoyo (1990 : 150) kepemimpinan adalah “keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama”. Menurut Sugandha (1986 : 61- 62), leadership diambil dari kata to lead yang berarti memimpin. Pimpian diartikan sebagai orang yang mempunyai tugas untuk mengarahkan dan membimbing bawahan dan mampu memeroleh dukugan dari bawahannya, sehingga dapat menggerakkan mereka kearah pencapaian tujuan roganisasi. Kepemimpian merupakan proses mempengaruhi kegiatan kelompok yang terorganisir dalam suatu usaha menentukan tujuan dan pencapaiannya. Adapun rangkaian beberapa definisi kepemimpinan menurut As’ad (1981 : 2) adalah sebagai berikut: a. Menurut Koontz dan Donald, kepemimpinan adalah suatu seni atau proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerjasama dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan. b. Menurut Terry, kepemimpinan adalah kegiatan-kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang agar supaya bekerja dengan ikhlas untuk mencapai tujuan bersama. c. Menurut Falder, kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individu-individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap sekelompok orang agar bersama-sama mencapai tujuan.
d. Menurut Standili, kepemimpinan merupakan proses atau tindakan untuk mempengaruhi orang, aktivitas atau kelompok organisasi dalam usahanya mencapai tujuan yang telah ditentukan. e. Menurut
Cribar,
kepemimpinan
merupakan
kemanpuan
memperoleh
konsensus dan kaitannya pada sasaran bersama melalui syarat-syarat organisasi yang dicapai dengan pengalaman, sumbangan dan kepuasan dipihak kelompok kerja. f. Menurut Derwis, kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengajak orang lain mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan penuh semangat. g. Menurut Wexly and Yulk, kepemimpinan mengandung arti mempengaruhi orang untuk lebih berusaha mengerahkan tenaga dalam tugasnya atau merubah tingkah laku mereka. Dalam pengertian umum kepemimpinan adalah “suatu proses dimana seseorang memimpin (guides), mempengaruhi (influences) atau mengontrol (controls) pikiran, perasaan atau tingkah-laku orang lain”, (Effendi dan Onung Uchjana, 1993 : 194). Sedangkan gaya kepemimpinan didefinisikan sebagai “pola tingkah-laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu”, (Heidjrachman dan Suad Husnan, 1990 : 224). 2. Tipe Kepemimpinan Menurut Siagian (1994 : 27), meskipun belum adanya kesepakatan tentang tipologi kepemimpinan yang secara luas dikenal dewasa ini, tipe/gaya kepemimpinan yang diakui keberadaannya adalah sebagai berikut : a. Otokratis Pemimpin ini tergolong orang yang sangat egois dan mendorong memutar balikkan
kenyataan
yang
sebenarnya
sehingga
secara
subyektivitas
diinterprestasikan sebagai kenyataan. Pemimpin otokratis adalah seseorang yang egoisme dimana egoisme yang sangat besar akan merndorongnya memutar balikkan kenyataan yang sebenarnya, sehingga sesuai dengan apa
yang secara subyektif diinterprestasikan sebagai kenyataan. Sehingga seorang pemimpin yang otokratis akan menunjukkan sikap yang menonjolkan keangkuhannya antara lain : 1. Kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin. Dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka. 2. Mengutamakan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan. 3. Mengabaikan peran para bawahan dalam proses pengambilan keputusan dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan dan para bawahan diharapkan untuk melaksanakannya. b. Paternalistik Pemimpin ini banyak terdapat dilingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat yang agraris. Salah satu ciri masyarakat tradisional adalah rasa hormat yang tinggi dari anggota masyarakat terhadap seseorang yang dituakan. Popularitas pemimpin paternalis di lingkungan masyarakat yang demikian mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Kuatnya ikatan primordialisme 2. Peran adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat 3. Extended family System 4. Kehidupan masyarakat yang komunalistik 5. Hubungan pribadi yang ‘intim’ antara anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya c. Kharismatik Pemimpin kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi. Adapun jumlah pemimpin yang
tergolong kharismatik tidak terlalu besar dan mungkin jumlah yang sedikit ini yang menyebabkan tidak cukup data empiris yang dapat digunakan untuk menganalisis secara ilmiah karakteristik pimpinan yang demikian dengan rinci. Oleh karena itu yang dapat dilakukan adalah mengakui kehadiran dan keberadaannya dari waktu kewaktu dan keberuntungan organisasi yang mendapat pimpinan demikian. d. Laissez Faire Kepemimpinan ini mendasarkan pada filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan bersama, mempunyai kesetiaan pada sesama dan kepada organisasi, taat kepada norma-norma dan peraturan yang telah disepakati bersama dan tanggung jawab terhadap tugas yang diembannya. Gaya kepemimpinan Laissez Fair, memiliki kriteria perspektif nilai sikap dan perilaku, antara lain: 1. Pendelegasian wewenang terjadi secar ekstensif. 2. Pengambilan keputusan di serahkan kepada pejabat pimpinan yang lebih rendah kecuali hal tertentu yang menuntut keterlibatannya. 3. Status quo organisasi terganggu. 4. Pengembangan kemampuan berpikir inovatif dan kreatif diserahkan kepada anggota organisasi yang bersangkutan. 5. Selama anggota menunjukkan perilaku dan prestasi yang memadai, intervensi pemimpin dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimum. e. Demokratik Pemimpin ini menyadari bahwa kecenderungan dikalangan pemimpin yang lebih rendah dan kalangan para anggota organisasi untuk melihat peran satuan kerja sebagai peran yang paling penting, paling strategis, dan paling menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai berbagai sasaran organisasi. Gaya kepemimpinan ini biasanya diimplementasikan dalam berbagai hal, antara lain:
1. Besarnya sumber daya dan dana yang tersedia bagi organisasi, kesemuanya bagi dirinya tidak berarti apa-apa kacuali digunakan dan dimanfaatkan kepentingan pencapaian tujuan organisasi. 2. Dalam organisasi tidak boleh dilakukan sendiri oleh pimpinan dan selalu mengusahakan adanya pendelegasian wewenang yang mudah dipahami tanpa kehilangan organisasional. 3. Bawahan dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan. 4. Memperlakukan bawahan sebagai makhluk politik, ekonomi, sosial dan sebagai individu dengan karakteristik dan jatidiri yang mempunyai kebutuhan yang sangat kompleks. 3. Fungsi Kepemimpinan Menurut Kartono (1982 : 61), kepemimpinan adalah memandu, menuntun, memimpin, membangun, memberi atau membangunkan motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Menurut Siagian (1994 : 47), peranan para pejabat pemimpin dalam organisasi sangat sentral dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, artinya pemimpin merupakan suatu hal yang sangat didambakan oleh semua pihak yang berkepentingan dalam organisasi tersebut. Kemampuan mengambil keputusan merupakan kriteria utama dalam menilai efektivitas kepemimpinan seseorang. Adapun kepemimpinan itu sendiri mempunyai lima fungsi (Effendi dan Onung Uchjana 1994 : 6-7), antara lain: a. Pemimpin eksekutif (executive leader), seringkali disebut administrator atau manajer. Fungsinya adalah menerjemahkan kebijaksanaan menjadi suatu kegiatan, dia memimpin dan mengawasi tingkah-laku orang-orang yang menjadi bawahannya, membuat keputusan-keputusan dan memerintahkannya untuk dilaksanakan .
b. Pemimpin sebagai penengah atau pelerai. Pemimpin bertindak sebagai penengah yang setiap keputusannya dilaksanakan dengan taat. c. Pemimpin sebagai penganjur, sebagai propagandis, sebagai juru-bicara, atau sebagai pengarah opini (mobilizer of opinion). Penganjur adalah memberikan inspirasi kepada orang lain, acap kali dia sebagai pioner dan berjuang untuk perubahan-perubahan. d. Pemimpin sebagai ahli. Pemimpin mempunyai pengetahuan yang luas dan lebih terpelajar daripada orang-orang lainnya. e. Pimpinan diskusi. Pemimpin memegang peranan yang sangat penting dalam berkomunikasi, pemimpin menampilkan bakat-bakat kreatif dari anggotaanggota kelompok, membantu mereka memecahkan persoalan dan mencapai keputusan yang mereka buat. 4. Peran Kepemimpinan Peran kepemimpinan ditekankan pada sederetan tugas-tugas yang perlu dilakukan oleh setiap pemimpin hubungannya dengan bawahan atau disebut leadership fanction. Peran seorang pemimpin pada dasarnya merupakan penjabaran serangkaian fungsi kepemimpinan sesungguhnya mewujudkan salah satu sederetan fungsi manajemen. Ada beberapa teori tentang peranan kepemimpinan (leadership function). Diantaranya adalah pendapat Koontz bahwa peran kepemimpinan adalah mengajak atau menghimbau semua bawahan atau pengikut, agar dengan penuh kemauan untuk memberikan sumbangan dalam mencapai tujuan organisasi sesuai dengan kemampuan para bawahan itu secara maksimal. 5. Perilaku Kepemimpinan Menurut Wahyusumidjo (1987 : 117), berdasarkan penelitian perilaku pemimpin mempunyai kecenderungan kearah dua hal, antara lain: a. Konsiderasi (hubungan dengan bawahan) Kecenderungan kepemimpinan yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Perilaku ini mempunyai gejala-gejala seperti sikap pemimpi yang
ramah, membantu kepentingan bawahan, membela bawahan, bersedia menerima konsultasi bawahan, memberikan kesejahteraan bawahan dan sebagainya. b. Struktur inisiasi (hasil yang dicapai) Kecenderungan seorang pemimpi yang memberikan batasan-batasan antara peran pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Adapun tanda-tandanya yaitu bawahan diberikan instruksi dalam melaksanakan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil apa yang akan dicapai. Oleh karena itu pemimpin membuat berbagai standar yang harus dilakukan. Teori tersebut kemudian dikembangkan oleh Blake dan Mounton (1990 : 88), yang terkenal dalam teorinya “the manajerial leadership style”. Dalam teori ini konsiderasi disebut sebagai kecenderungan pada bawahan (concern of people) dan struktur inisiasi kecenderungan pada hasil (concern of production). Berdasarkan teori ini seorang pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang perhatiannya pada bawahan tinggi dan terhadap hasil juga tinggi. 6. Sifat Kepemimpinan Untuk memperoleh kemampuan kepemimpinan diperlukan sejumlah sifatsifat yang baik dan tepat. Sifat-sifat yang penting menurut Terry (dalam Susilo Martoyo, 1990 : 156-158) adalah sebagai berikut: a. Penuh energi Untuk tercapainya kepemimpinan yang baik memang diperlukan energi yang baik pula, baik jasmani maupun rohani. Seorang pemimpi harus sanggup bekerja dalam jangka panjang dan dalam waktu yang tidak tentu. Sewaktuwaktu dibutuhkan tenaganya, ia harus sanggup melaksanakannya, mengingat kedudukan dan fungsinya. b. Memiliki stabilitas emosi Seorang pemimpin yang efektif harus melepaskan diri dari purbasangka, kecurigaan, dan berapriori jelek terhadap bawahan-bawahannya dan tidak boleh cepat naik darah. Sebaliknya dia harus tegas, konskwen, dan konsisten
dalam tindakannya, percaya diri dan memiliki jiwa sosial terhadap bawahannya. c. Memiliki pengetahuan tentang hubungan antara manusia Seorang pemimpin harus mengetahui tentang hal ihwal manusia dan hubungan antara manusia tersebut. Pemimpin harus mengetahui banyak tentang sifat-sifat orang bagaimana mereka mengadakan reaksi terhadap suatu tindakan
atau
situasi
yang
bermacam-macam,
apa
dan
bagaimana
kemampuan-kemampuan yang dimiliki untuk melakukan tugas yang dibebankan. d. Motivasi pribadi Keinginan untuk dapat memimpin harus datang dari dorongan batin pribadinya sendiri, dan bukan dari luar dirinya. Kekuatan yang berasal dari luar hanya bersifat menstimulir saja terhadap keinginan-keinginan untuk menjadi pemimpin. Hal itu tercermin dalam keteguhan pendiriannya, kemauan yang keras dalam bekerja, kegembiraan (antusiasme) dalam bekerja dan penerapan sikap-sikap yang baik dalam pekerjaannya. e. Kemahiran mengadakan komunikasi Seorang pemimpin harus mampu dan cakap dalam mengutarakan gagasan baik lisan maupun tulisan. Hal ini sangat penting bagi pemimpin untuk dapat mendorong maju bawahan, memberikan ataupun menerima informasi bagi kemajuan organisasi dan kepentingan bersama. f. Kecakapan mengajar Mengajar merupakan jalan yang terbaik untuk memajukan orang-orang ataupun menyadarkan orang-orang atas pentingnya tugas-tugas yang dibebankan.
Pemimpin
harus
mampu
memberikan
petunjuk-petunjuk
pengkoreksian kesalahan-kesalahan yang terjadi, mengajukan saran-saran dan menerima saran-saran.
g. Kecakapan sosial Seorang pemimpin harus mengetahui benar tentang manusia atau masyarakat dan kemampuan-kemampuannya. Pemimpin harus mempunyai kemampuan bekerja sama dengan orang-orang yang mempunyai sifat yang beranekaragam sehingga mereka dengan benar-benar sepenuh kemampuan dan kesetiaan bekerja dibawah kepemimpinannya. h. Kemampuan Teknis Meskipun dikatakan bahwa makin tinggi tingkat kepemimpinan seseorang, makin kurang diperlukan kemampuan teknis ini, karena lebih mengutamakan manajerial skill, namun sebenarnya kemampuan teknis ini masih diperlukan juga karena dengan dimilikinya kemampuan teknis ini seorang pemimpin akan lebih mudah mengadakan koreksi bila terjadi suatu kesalahan pelaksanaan tugas dari bawahan. 7. Ciri Kepemimpinan Ciri kepemimpinan yang baik menurut Sondang (dalam Susilo Martoyo, 1990 :150-153). a. Pendidikan umum yang luas b. Kemampuan berkembang secara mental c. Ingin tahu d. Kemampuan analisis e. Memiliki daya ingat yang kuat f. Kapabilitas integratif g. Ketrampilan berkomunikasi h. Ketrampilan mendidik i. Rasionalitas dan obyektivitas j. Pragmatis k. Sense of urgency (sesuatu itu lebih penting dari pada yang lain) l. Sense of timing (mengetahui saat yang tepat atau tidak tepat untuk bertindak) m. Sense of cohesiveness (merasa satu dengan yang dipimpin, kolega setingkat dan atasanya)
n. Sense of relevance (keputusan yang diambil dengan tujuan yang hendak dicapai) o. Kesederhanaan p. Keberanian q. Kemampuan mendengar r. Adaptabelitas dan fleksibilitas s. Ketegasan 8. Tanggung-jawab dan Wewenang Pemimpin tanggung-jawab pemimpin menurut Heidjrachman (Susilo Martoyo, 1990 : 154156) : a. Menentukan tujuan pelaksanaan kerja realistis (dalam artian kuantitas, kualitas, keamanan dan sebagainya) b. Melengkapi para karyawan dengan sumber dana-sumber dana yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. c. Mengkomunikasikkan pada para karyawan tentang apa yang diharapkan dari mereka. d. Memberikan susunan hadiah yang sepadan untuk mendorong prestasi. e. Mendelegasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang partisipasi apabila memungkinkan. f. Menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif. g. Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya. h. Menunjukkan perhatian kepada karyawan. Wewenang pemimpin merupakan hak untuk bertindak atau mempengaruhi tingkah laku yang dipimpinnya. Wewenang tersebut dapat berasal dari atasan atau penetapan dari atas (top down authority) dan dapat pula berasal dari pilihan anggota yang akan menjadi bawahannya (bottom up authority). Pada top down authority kewenangan pinpinan atau pemerintah diberika oleh atasannya (kekuasaan puncak bawahan), sedangkan pada Bottom up authority pimpinan dipilih dan diterima oleh mereka yang akan menjadi bawahannya. Dengan demikian bawahan akan menghargai wewenang
itu karena mereka mempunyai respek pribadi untuk menghargai orang yang telah dipilih mereka menjadi pimpinan yang berkewenangan.
E. Produktifitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas Produktivitas kerja merupakan “perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan persatuan waktu” (J. Ravianto, 1985 : 27) John Kendrick mendefinisikan produktivitas sebagai “hubungan antara keluaran (output) berupa barang atau jasa dengan masukan (input) berupa sumberdaya, manusia atau bukan yang digunakan dalam proses produksi” (Stoner, 1989 : 261). Produktivitas menunjukkan rasio (perbandingan) antara output dengan input. Semakin tinggi rasio produktivitas tersebut maka hal tersebut menunjukkan semakin produktif. Produktivitas juga dapat dibandingkan antara suatu waktu tertentu dengan waktu-waktu sebelumnya yang hasilnya dapat menunjukkan peningkatan ataupun penurunan. Ada dua macam rasio produktivitas, yaitu: a. Produktivitas total, yaitu membandingkan semua output dengan input. b. Produktivitas parsial, yaitu membandingkan semua output dengan input utama tertentu dari input keluaran total atau masukan tertentu. Ada beberapa kriteria karyawan yang produktif (Timple dan Adale, 1997 : 111) a. Cerdas dan dapat bekerja dengan tepat b. Kompeten secara profesional dan teknis, selalu memperdalam pengetahuan dibidangnya. c. Kreatif dan inovatif. d. Memahami pekerjaannya. e. Selalu memperhatikan kinerja, mutu, kehandalan, pemeliharaan dan keamanan. f. Dianggap bernilai oleh pengawasnya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas J. Ravianto mengemukakan bahwa produktivitas kerja karyawan sangat dipengaruhi beberapa faktor : a. Pendidikan, pendidikan baik formal maupun non formal yang dimiliki oleh karyawan
akan
mempengaruhi
karyawan
pada
cara
berpikir,
cara
menyelesaikan masalah, cara kerja baik pekerjaan fisik maupun non fisik. b. Keterampilan, keterampilan yang dimiliki oleh karyawan akan membantu dalam menyelasaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya. c. Sikap dan etika, cara kerja dan tingkah laku maupun perkataan yang dilakukan oleh para karyawan harus dipelihara dengan baik agar tercipta kehormatan dalam bekerja. d. Motivasi, motivasi merupakan dorongan atau semangat kerja dalam bekerja atau beraktivitas. e. Gizi dan kesehatan, setiap karyawan memerlukan stamina yang prima untuk menyelesaikan pekerjaannya maka mutlak diperlukan kondisi fisik yang memadai. f. Tingkat penghasilan, imbalan yang diperoleh karyawan akan dibandingkan oleh karyawan yang bersangkutan dengan usaha yang dilakukannya untuk menyelesaikan pekerjaan. Jika imbalan yang diperoleh sesuai dengan keinginan dan kebutuhan maka karyawan akan merasa puas dan akan lebih giat untuk bekerja. g. Jaminan sosial, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan beberapa bentuk jaminan yang lain akan memberikan ketenangan kerja bagi karyawan sehingga karyawan akan merasa nyaman dalam bekerja. h. Lingkungan dan iklim kerja, suasana kerja yang nyaman baik fisik maupun non fisik akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja. Suasana kerja yang nyaman akan memberikan ketenangan bagi para karyawan sehingga para karyawan akan merasa nyaman dalam bekerja. i.
Hubungan
industrial,
hubungan
yang
harmonis
antar
pekerja,
pengusaha/perusahaan, serikat buruh, dan pemerintah selalu diinginkan oleh
semua pihak. Hubungan yang harmonis akan menghasilkan prodiktivitas yang tinggi. j. Teknologi, alat atau mesin yang digunakan oleh perusahaan dalam proses produksi akan mempengaruhi produktivitas. k. Sarana produksi, sarana penunjang produksi juga mempengaruhi produktivitas perusahaan. Perusahaan hedaknya mengusahakan agar sarana produksi yang dibutuhkan dapat tersedia secara cukup. l.
Manajemen, pengelolaan yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan akan mempengaruhi jalanya perusahaan.
m. Kesempatan berprestasi, setiap karyawan menginginkan agar terbuka jenjang karier yang lebih tinggi baginya. Umumnya karier seorang karyawan ditentukan oleh prestasi kerjanya. Kesempatan berprestasi yang lebih luas akan memberikan semangat kerja bagi para karyawan. 3. Usaha-Usaha untuk Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja Setiap perusahaan akan mengejar produktivitas yang tinggi dan menguntungkan. Peningkatan produktivitas mempunyai arti yang sangat penting baik pada individu, tingkat perusahaan maupun tingkat nasional. Pada tingkat individu meningkatnya produktivitas berarti: a. Meningkatnya pendapatan dan jaminan sosial lainnya. Hal tersebut akan memperbesar kemampuan (daya) untuk membeli barang dan jasa ataupun keperluan hidup sehari-hari yang dengan demikian kesejahteraan akan lebih baik. Dari segi lain, meningkatnya pendapatan tersebut dapat disimpan atau ditabung yang nantinya dapat bermanfaat untuk investasi. b. Meningkatnya harkat dan martabat serta penyaluran terhadap potensi individu. c. Meningkatnya produktivitas bagi perusahaan, mempunyai manfaat: 1. Memperkuat daya saing perusahaan karena dapat memproduksi dengan biaya lebih rendah dan mutu produksi lebih baik. 2. Menunjang kelestarian dan perkembangan perusahaan karena dengan peningkatan produktivitas perusahaan akan memperoleh keuntungan untuk investasi baru.
3. Meningkatkan standar hidup dan martabat karyawan beserta keluarga. 4. Menunjang terwujudnya hubungan kerja yang lebih baik. 5. Membantu pelunasan kesempatan kerja, hal ini terjadi karena keuntungan yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk ekspansi perusahaan, berarti membutuhkan tenaga kerja baru. Produktivitas ditinjau dari dua hal, yaitu: a. Output atau hasil, meliputi kualitas dan kuantitas dalam arti seberapa banyak seseorang dapat menghasilkan barang dalam jumlah dan mutu tertentu. b. Last time yang hilang percuma dalam arti seberapa sedikitnya waktu yang terbuang percuma dalam melaksanakan pekerjaan tersebut (Armosoeprapto, 1995). Peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu: a. Peningkatan pendidikan dan latihan karyawan Pendidikan karyawan akan mempengaruhi produktivitas kerjanya maka perusahaan harus salalu mengupayakan agar pendidikan karyawan meningkat, terutama yang berkaitan dengan bidang pekerjaan yang dimilikinya. Program tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan yang melibatkan para karyawan, pimpinan perusahaan, konsultan, praktisi, dan lain-lain. b.
Perbaikan pengupahan dan sistem pengupahan yang dapat menjamin kesehatan dan gizi. Perusahaan perlu melakukan kegiatan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan teknis karyawan yang diperlukan dalam menyelesaikan tugastugasnya. Pekerja yang semakin terampil akan semakin produktif. Disamping itu, perusahaan perlu pula mengupayakan agar sistem pengupahan yang ditetapkannya mampu menjamin kebutuhan minimal karyawan serta menjamin kesehatan para karyawan dan anggota keluarga. Dengan cara ini diharapkan para pekerja akan merasa aman dalam bekerja.
c. Pemilihan teknologi dan sarana produksi. Pemilihan teknologi yang tepat diperlukan perusahaan dalam meningkatkan produksinya. Perusahaan yang minim teknologinya akan mengalami kesulitan
dalam meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksinya. Begitu pula sarana pendukung harus diupayakan tersedia secara cukup agar dapat berjalan secara normal. d. Peningkatan pengetahuan managerial. Pengetahuan pimpinan perusahaan perlu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Hal ini penting dilakukan karena dunia ini selalu terjadi perubahan-perubahan dan setiap perubahan akan melahirkan peluang sekaligus ancaman bagi perusahaan. Untuk itu maka pengetahuan managerial yang berkaitan dengan pengelolaan perusahaan secara profesional perlu ditingkatkan untuk menjawab segala peluang dan ancaman tersebut. e. Kesempatan untuk berkembang. Setiap karyawan maupun pimpinan selalu menginginkan untuk dapat berkembang. Perusahaan yang baik selalu membuka kesempatan bagi para karyawannya untuk mengembangkan diri sesuai dengan pendidikan dan kemampuannya. Kesempatan yang luas ini akan direspon positif oleh karyawan yang akan ditunjukan dengan kreativitas dan motivasinya dalam bekerja yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan. 4. Hubungan antara Human Relations dengan Produktivitas kerja. Human relations merupakan keseluruhan rangkaian hubungan, baik formal antara atasan dengan bawahan serta bawahan dengan atasan yang lain, yang harus dibina dan dipelihara sedemikian rupa sehingga tercipta suatu team work dan suasana kerja yang ’intim’ dan harmonis dalam rangka pencapaina tujuan (sondang, 1985). Human relations (dalam arti sempit) merupakan komunikasi persuasif yang dilakukan seseorang kepada orang lain dalam situasi kerja (work situation) dan dalam organisasi kekaryaan (work organization) dengan tujuan untuk menggugah kegairahan dan kegiatan bekerja dengan semangat yang produktif dan dengan perasaan yang bahagia dan puas hati (Effendy, 1993 : 48-50).
Sedangkan Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan persatuan waktu, (J. Ravianto, 1985 : 29) Produktivitas merupakan rasio (perbandingan) antara uotput dengan input. Semakin tinggi rasio Produktivitas tersebut maka hasil tersebut menunjukkan semakin produktif. Sehingga dengan terjalinnya hubungan yang ‘intim’ dan harmonis yang bertujuan untuk menggugah kegairahan kerja dan kegiatan bekerja dengan semangat yang produktif dan dengan perasaan yang bahagia dan puas hati untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka produktivitas kerja akan meningkat. Sedangkan dengan pandangan bahwa suatu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini maka, semangat kerja karyawan akan terpacu sehingga produktivitas kerja karyawan akan meningkat dan semakin tinggi rasio produktivitas tersebut maka hal tersebut menunjukkan semakin produktif. 5. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan Produktivitas kerja. Gaya kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dengan merasa bersemangat demi pencapaian tujuan yang telah ditentukan (Davis, 1996 : 96). Pimpinan diartikan sebagai orang yang mempunyai tugas untuk mengarahkan dan membimbing bawahan dan mampu memperoleh dukungan dari bawahan, sehingga dapat menggerakkan mereka kearah pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan persatuan waktu, (J. Ravianto, 1985 : 29) Produktivitas merupakan rasio (perbandingan) antara output dengan input. Semakin tinggi rasio produktivitas tersebut maka hasil tersebut menunjukkan semakin produktif.
Sehingga dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan sesuai dengan harapan karyawan, yang mampu mengarahkan dan membimbing bawahan dan mampu memperoleh dukungan dari bawahan, sehingga dapat menggerakkan mereka kearah pencapaian tujuan maka semangat kerja karyawan akan terpacu, kinerja karyawan akan meningkat sehingga produktivitas kerja karyawan akan meningkat dan semakin tinggi rasio produktivitas tersebut maka hal tersebut menunjukkan semakin produktif.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian dengan metode diskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan untuk melukiskan keadaan objek atau peristiwa yang detail dan mendalam (Sutrisno Hadi, 1995 : 3). B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang penulis lakukan ini adalah penelitian mengenai persepsi gaya kepemimpinan terhadap produktivitas kerja pada Koperasi Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Proponsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang beralamatkan di Jl. Lowanu UH III No. 1361, Kecamatan Mergangsan Yogyakarta, telepon 0274 – 373113. Penelitan dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 – Desember 2008. C. Identitas Responden Wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek penelitian yang mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dianalisa kemudian disimpulkan inilah yang disebut dengan Populasi. (Sugiyono, 2000 : 97). Karyawan Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” yang berjumlah 50 orang karyawan yang akan menjadi objek penelitian. D. Variabel Penelitian 1. Gaya Kepemimpinan Variabel persepsi gaya kepemimpinan yang meliputi sikap pengambilan kebijakan, komunikasi personal, motivasi, pemberian perintah tugas dan pertanggungjawaban merupakan alat ukur untuk persepsi gaya kepemimpinan. Untuk memperoleh nilai persepsi gaya kepemimpinan ini penulis akan memberikan kuisioner atau daftar pertanyaan dan akan dinilai sesuai skor jawaban yang diperoleh seperti di bawah ini :
Jawaban Sangat Setuju
SS
diberikan nilai 4
Jawaban Setuju
S
diberikan nilai 3
Jawaban Tidak Setuju
TS
diberikan nilai 2
Jawaban Sangat Tidak Setuju
STS
diberikan nilai 1
Semakin tinggi skor yang diperoleh akan semakin tinggi persepsi gaya kepemimpinan terhadap produktivitas karyawan bagian kredit. Begitu juga sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh akan semakin menurun persepsi gaya kepemimpinan terhadap produktivitas karyawan. 2. Produktvitas Variabel produktivitas karyawan yang meliputi penghargaan, prestasi, kenaikan gaji dan lingkungan kerja merupakan alat ukur untuk variabel produktivitas kerja karyawan. Pengukuran variabel ini penulis akan menggunakan daftar kuisioner atau daftar pertanyaan untuk memperoleh bobot nilai. Pembobotan nilai dari kusioner sebagai berikut : Jawaban Sangat Setuju
SS
diberikan nilai 4
Jawaban Setuju
S
diberikan nilai 3
Jawaban Tidak Setuju
TS
diberikan nilai 2
Jawaban Sangat Tidak Setuju
STS
diberikan nilai 1
Semakin tinggi bobot nilai yang diperoleh akan semakin tinggi produktivitas kerja karyawan terhadap persepsi gaya kepemimpinan. Begitu juga sebaliknya semakin rendah bobot nilai yang diperoleh akan semakin menurunkan produktivitas kerja karyawan terhadap persepsi gaya kepemimpinan yang telah diterapkan. E. Metode Pengumpulan Data Data merupakan sumber informasi penting yang dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. 1. Jenis Data a. Data Primer Data primer merupakan data yang di dapat dari sumber pertama atau sumber asli tanpa perantara seperti hasil wawancara atau hasil pengisian
kuisioner, observasi yang disebarkan pada responden. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer yaitu dengan melakukan wawancara langsung dengan karyawan bagian tidak hanya cukup dengan wawancara saja, penulis juga memberikan kuisioner sebagai bukti jawaban atas pertanyaan yang diajukan. b. Data Skunder Data sekunder merupakan data yang pengumpulannya tidak dilakukan oleh peneliti sendiri melainkan data tersebut dikumpulkan oleh pihak lain. Data sekunder dapat berupa catatan, laporan dan dokumen yang tidak dipublikasikan. Sumber data skunder ini terdiri dari dua yaitu yang bersifat internal dimana informasi data yang diperoleh dari intern perusahaan seperti dokumen hasil penelitian, catatan atas prestasi dan record, sedangkan data eksternal penulis peroleh dari sumber lain seperti majalah, koran maupun internet. 2. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuisioner, dokumentasi dan interview. a. Kuisioner yaitu data yang diperoleh dari hasil jawaban daftar pertanyaan dengan cara menyebarkan angket pertanyaan kepada responden. b. Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data dengan cara mencatat data-data yang ada di perusahaan, berupa laporan hasil prestasi dan catatan terhadap produktivitas karyawan. c. Interview, yaitu metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara langsung dengan karyawan bagian kredit.
F. Uji Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Untuk mengetahui tingkat validitas dalam penelitian ini penulis gunakan preasen product momen. Apabila hasil uji instrumen ini menghasilkan nilai positif maka dapat dikatakan valid dan apabila hasil uji insturmen ini menghasilkan nilai negatif maka dianggab tidak valid. Untuk membuktikan uji validitas ini penulis menggunakan rumus sebgai berikut : rxy =
n Σx1x 2 - (Σx1 ) (Σx 2 ) 2 2 2 2 ( n Σx1 − (Σx1 ) (n Σx 2 − (Σx 2 )
Keterangan rxy
= Koefisien validitas
x
= Skor pada subyek item n
y
= Skor total subyek
xy
= Skor pada subyek item n dikalikan skor total
n
= Banyaknya subyek
Kriteria hasil pengujian •
r
hitung
> 0,05 > r
tabel,
maka pertanyaan yang diajukan sudah dianggap
memenuhi syarat validitas. •
r
hitung
< 0,05 < r
tabel,
maka pertanyaan yang diajukan dianggap belum
memenuhi syarat validitas. (Sugiyono, 2004 : 16)
2. Uji Reabilitas Uji reabilitas ini menunjukkan suatu pengertian bahwa instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang digunakan berkali-kali untuk mengukur suatu obyek yang sama akan tetap menghasilkan data yang sama juga. uji reliabilitas ini dapat dirumuskan alpha cronbach sebagai berikut (Sugiyono, 2003 : 282) ⎧ Σsi 2 ⎫ K ri = −⎨ ⎬ (k - 1) ⎩ st 2 ⎭
Keterangan K : Jumlah item instrumen Si : Variabel total ri
: Reliabilitas seluruh instrumen
r
: Koefisien reliabilitas yang dicari
k
: Jumlah butir pertanyaan
δi2
: Varians butir pertanyaan
δi
: Varians skor tes
Varians butir pertanyaan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus (Sugiyono, 2004 : 282) (Σxi) 2 Σxi − N 2 δi = N 2
Apabila instrumen yang diujikan memiliki nilai alpha cronbach ≥ 0,6 maka dianggap reliabel. Hasil pengujian akan mengambil keputusan : •
Jika r alpha positif dan lebih besar dari r tabel maka dikatakan reliabel
•
Jika r
alpha
negatif atau r alpha lebih kecil dari r
tabel
maka dikatakan tidak
reliabel. G. Teknik Analisis Data 1
Analisis Kualitatif Analisis kualitatif ini secara sederhana yaitu analisis yang mengunakan data bukan berupa angka. Analisis ini menjelaskan temuan secara mendalam melalui pendekatan non statistik. Analisis ini cenderung bersifat kualitatif yang mengumpulkan hasil riset eksplorasi berupa wawancara, diskusi, dan terfokus pada teknik proyeksi. Metode analisis ini dilakukan terhadap data kualitatif yang diperoleh melalui observasi dilapangan berupa daftar pertanyaan dan data kepustakaan serta pengamatan terhadap kejadian di seputar lingkungan penelitian.
2
Analisis Kwantitatif Analisis secara kualittaif sederhana, yaitu dengan menggunakan data berupa angka. Dengan pendekatan kuantitatif ini penulis memiliki beberapa manfaat yaitu hasil dari analisis ini akan menghasilkan angka yang memiliki standar sehingga mudah untuk dibandingkan nilai mana yang paling besar sehingga tidak sulit untuk diolah. (Istijanto, 2005 : 88). 1) Analisis Regresi Linier Berganda Merupakan pengujian yang digunakan untuk mengetahui berapa persen (%) variabel gaya kepemimpinan dapat dijelaskan oleh variabel produktivitas. Secara matematika hubungan tersebut dapat digambarkan dengan rumus sebagai berikut : Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + c Keterangan Y
: Produktivitas kerja
a
: Bilangan konstanta
X1
: Variabel penghargaan prestasi
X2
: Variabel kenaikan gaji
X3
: Variabel lingkungan kerja
b1,b2,b3 : Koefisien regresi berganda c
: Standar error
Untuk mengitung nilai a, b1, b2, b3 dapat dicari dengan menggunakan urmus seperti di bawah ini : : (Mustafa, 1995 : 143) ∑Y
= n.a + b1 ∑X1 + b2 ∑X2 + b3 ∑X3
∑XlY
= a ∑X1 + b1 X12 + b2 ∑X1 X2 + b2 ∑X1 X3
∑X2Y
= a ∑X2 + b1 ∑X1 X2+b2 ∑ X 22 + b2 ∑X2 X3
∑X3Y
= a ∑X3 + b1 ∑X1 X3 + b2 ∑X2 X3 + b3 ∑ X 32
2) Uji Persamaan Regresi Berganda
a. Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel produktivitas kerja karyawan dalam mempengaruhi variabel gaya kepemimpinan secara parsial atau individu. (Bawono, 2004 : 89) t hitung =
b-B sb
Keterangan b = Koefisien regresi B = Rata-rata sampel Sb = Standar error koefisien regresi Langkah-langkah pengujian hipotesis
1) Hipotesis yang diajukan Ho
: Jika t
hitung
tabel
berarti bahwa variabel gaya kepemimpinan
tidak mempengaruhi variabel produktivitas kerja karyawan. : Jika t
Ha
hitung
>t
tabel
berarti bahwa variabel gaya kepemimpinan
mempengaruhi variabel produktivitas kerja karyawan. Untuk menentukan t
tabel
dengan tingkat signifikansi sebesar α = 5%
dan tingkat kepercayaan sebesar 95% pada derajat kebebasan (dk) n-1k. Dengan ketentuan bahwa n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variabel yang digunakan. Setelah mendapatkan nilai r hitung dengan menggunakan rumus : rxy =
N (Σxy) - (Σx) (Σy)
{n . Σxi
2
}{
- (Σx) 2 n . Σy 2 - (Σy) 2
}
Keterangan r
: korelasi
n : jumlah responden x : hasil skor variabel produktivitas kerja karyawan y : hasil skor variabel gaya kepemimpinan xy : hasil perkalian antara skor x dan y x2 : hasil pengkuadratan variabel produktivitas kerja karyawan y2 : hasil pengkuadratan variabel gaya kepemimpinan
Selanjutnya mencari nilai t hitung dengan menggunakan rumus : t hitung =
r 2 x (n − 2) (1 − r 2 )
Keterangan t : pengujian koefisienkorelasi r : koefisien korelasi n : jumlah populasi 2) Pengambilan Keputusan Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima. Artinya bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel produktivitas kerja karyawan dengan variabel gaya kepemimpinan. Jika t hitung ≥ t tabel, maka Ho ditolak. Artinya bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel produktivitas kerja karyawan dengan variabel gaya kepemimpinan. Setelah membandingkan hasil dari t
hitung
dan t
tabel
maka asumsi Ho
diterima atau ditolak dapat digambarkan dalam bentuk kurva adalah sebagai berikut :
Ho ditolak
Ho ditolak Ho diterima
‐t tabel
b. Uji F tes (secara serempak)
t tabel
t hitung
Uji F dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh semua variabel produktivitas kerja karyawan (X1, X2, X3) secara bersamasama dapat mempengaruhi variabel gaya kepemimpinan. Langkah-langkah pengujiannya 1) Menentukan hipotesis Ho : b1, b2, b3 … Xn = 0,
Artinya bahwa variabel produktivitas kerja karyawan (X1, X2, X3) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (Y). 2) Menentukan F tabel Untuk menentukan F tabel dapat digunakan taraf signifikan α = 5% (0,05) dengan derajat kebebasan (dk) = n-k). 3) Mencari F hitung F hitung =
R 2 / (k - 1) (1 - R 2 ) (n − k)
Keterangan R2 = koefisien determinasi k = Banyaknya variabel produktivitas kerja karyawan n = Jumlah sampel yang diteliti 4) Kesimpulan Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima Artinya bahwa tidak terdapat pengaruh antara variabel produktivitas kerja karyawan dengan variabel gya kepemimpinan. Jika F hitung ≥ F tabel, maka Ho ditolak Artinya bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara produktivitas kerja karyawan dengan variabel gya kepemimpinan. Setelah membandingkan hasil dari F
hitung
dan F
tabel
maka asumsi Ho
diterima atau ditolak dapat digambarkan dalam bentuk kurva adalah sebagai berikut :
F
Ho ditolak Ho diteirma
3) Analisis Koefisien Determinasi
F tabel
F hitung
Analisis koefisien determinasi digunakan untuk dapat mengetahui derajat ketetapan dari analisis regresi linier R2 yang menunjukkan besarnya variasi hubungan seluruh variabel dependen dan variabel independen dengan rumus : R2 =
SSr SSe Σ ( y − y ' )2 = 1− = Σ ( y − y) SSe ssi
Keterangan SSr = Jumlah kuadrat regresi SSe = Jumlah kuadrat kesalahan Ssi
= Jumlah kuadrat total
Y
= Nilai rata-rata sampel
Implikasi dari nilai koefisien determinasi R2 a. Jika koefisien determinasi mendekati angka 1 berarti variabel terikat dapat dijelaskan secara linier oleh variabel bebas. Berarti bahwa semakin besar nilai R2 maka semakin tepat model regresi yang digunakan sebagai alat prediksi karena total variasi dapat menjelaskan variabel dependen. b. Jika nilai koefisien determinasi semakin mendekati angka 0 berarti hubungan variabel independen terhadap variabel dependen semakin kecil. Secara umum dapat dituliskan besarnya koefisien determinasi antara 0 dan 1 (0 < R2 < 1).
BAB IV GAMBARAN UMUM KOPERASI
A. Sejarah Berdirinya Koperasi “Dasa Mulia”
Penelitian ini mengenai persepsi gaya kepemimpinan dengan produktivitas kerja karyawan Koperasi Pondok Pesantren Dasa Mulia. Sejak berdirinya di tahun 1990 koperasi ini berawal dari arisan karyawan Pondok Pesantren Muhammadiyah Dassalam Yogyakarta. Dipenghujung tahun 1997 beberapa karyawan menyusulkan perkumpulan arisan ini untuk dijadikan sebuah koperasi yang memiliki kekuatan hukum dan bergerak lebih luas tidak hanya terfokus pada simpan pinjam akan tetapi lebih meluas ke pemasaran sembako. Berkat kegigihan dan semangat dari para karyawan dan para santri maka pada tahun 1998 melalui Notaris dan Departemen Koperasi Daerah Istimewa Yogyakarta resmi mendapatkan ijin untuk dikukuhkan sebagai koperasi dengan SK Kanwil Depkop Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta nomor : 273/BH/Kwt. 12/III/1998 dan berkedudukan di Jl. Lowanu MG/III nomor 1361 Yogyakarta. Koperasi yang beralamatkan di Jl. Lowanu MG/III nomor 1361 Yogyakarta cukup berkembang pesat dimana pada awal berdirinya jumlah anggotanya hanya 30 orang dan pada saat ini telah memiliki 268 anggota yang tersebar di daerah kota Yogyakarta dengan berbagai latar ekonomi yang berbeda-beda. B. Tujuan Didirikannya Koperasi “Dasa Mulia”
Berawal dari rasa kebersamaan dengan satu tujuan koperasi “Dasa Mulia” yaitu memenuhi kebutuhan para anggota dan meningkatkan perekonomi masyarakat di sekitar pondok pesantren “Dasa Mulia”
C. Kegiatan Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia”
1. Simpan Pinjam Kegiatan simpan pinjam ini dilakukan sejak awal mula berdirinya, yaitu dengan memberikan pinjaman kepada anggota dengan jasa bunga yang lebih rendah dari jasa bunga yang ada di bidang perbankan dan bidang financial lainya. Dari kegiatan simpan pinjam ini koperasi akan memperoleh jasa pinjaman yang
diakumulasikan dengan beberapa jasa yang lain, dan diakhir periode akuntansi, jasa pinjaman tadi akan dikembalikan kepada peminjam atau anggota dengan prosentase yang telah ditentukan di Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” 2. Menyediakan barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari Untuk mendapatkan harga yang lebih spesifik atau terjangkau dari para anggotanya, Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” mengadakan kerjasama multi bilateral yaitu dengan Himkopas (Himpunan Koperasi Pasar), KDI (Koperasi Dagang Indonesia), Koperasi Surorejo. Kerjasama dan jaringan multi bilateral ini Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” akan mendapatkan harga dasar sembako yang lebih murah sehingga para anggota akan mendapatkan harga yang terjangkau. D. Struktur Organisasi Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” PENASEHAT
Badan Pengawas
Ketua
Sekretaris
Unit
Ketua
Bendahara
Unit
Ketua
Unit
Ketua
Anggota
Unit
Ketua
Ketua
E. Diskripsi Jabatan
1. Penasehat Memberikan pengarahan dan membina koperasi “Dasa Mulia”. Penasehat ini dipimpin oleh ketua pondok pesantren. 2. Badan Pengawas Membina dan mengarahkan serta mengawasi atau mengontrol segala aktivitas koperasi “Dasa Mulia”, apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan aturan perkoperasian dalam konteks Pondok pesantren. 3. Ketua Memimpin kegiatan operasional atau aktivitas koperasi “Dasa Mulia” Mengambil kebijakan ekonomi dalam kaitannya permasalahan yang akan timbul dalam perkoperasian berlandaskan pada prinsip-pronsip pondok pesantren. 4. Sekretaris Mencatat agenda dan aktvitas koperasi, membuat jadwal pertemuan atau meeting dengan para karyawan, agenda bulanan, triwulan dan agenda tahunan. 5. Bendahara Sebagai pusat pertanggungjawaban keuangan, bendahara ini memberikan solusi dan mencatat penerimaan keuangan dan pengeluaran keuangan serta melaporkan dalam bentuk laporan bulanan, triwulan dan tahunan. 6. Unit Pengadaan Barang Mengkoordinasikan serta mencari solusi baru dalam penyediaan barang-barang dagangan. 7. Unit Simpan Pinjam Koordinator simpan pinjam ini mengkomunikasikan dengan para staff untuk lebih menekankan pada prinsip koperasi berlandaskan pondok pesantren. Memberikan pinjaman yang sesuai dengan perinsip perkoperasian pondok pesantren dan menerima setoran tabungan yang selanjutnya akan distorkan ke bendahara atau staff bagian keuangan.
8. Unit Pemasaran Memberikan
trobosan
pada
segmen
pemasaran
barang
dagangan,
mengkomunikasikan ke bagian pengadaan barang akan kebutuhan barang dagangan serta hasil terobosan baru berupa produk baru dari koperasi. 9. Unit Distribusi Bertanggungjawab terhadap pendistribusian atau penyaluran termasuk pengiriman barang dan menerima serta pengangkutan dari suplier yang telah menjadi mitra kerja koperasi pondok pesantren “Dasa Mulia” 10. Ketua Kelompok Memimpin dan mengkoordinasikan kepada anggotanya agar lebih giat dan bertanggungjawab
terhadap
segala
yang
menjadi
tanggungjawabnya.
Memberrikan informasi yang positif kepada anggota akan keberadaan koperasi pondok pesantren “Dasa Mulia” yang berlandaskan pada koperasi berbasis keagamaan. 11. Anggota Bagian dari koperasi yang ditunjukkan dengan aidi card keanggotaan. Mentaati
peraturan
koperasi
pondok
pesantren
“Dasa
Mulia”
dan
bertanggungjawab atas identitas yang disandangnya.
F. Keanggotaaan
Setelah mendapatkan ijin dan disahkannya sebagai bentuk badan usaha koperasi, maka koperasi pondok pesantren “Dasa Mulia” harus taat dan mematuhi peraturan yang dibuat oleh dinas perkoperasian Indonesia. Adapun salah satunya adalah penerimaan anggota koperasi 1. Calon anggota koperasi cukup menyerahkan identitas (KTP) 2. Calon anggota koperasi menyerahkan fotocopy kartu keluarga 3. Calon anggota koperasi mengisi formulir berupa kesanggupan mentaati peraturan perkoperasian Indonesia 4. Calon anggota koperasi membuat surat pernyataan kesanggupan untuk menyerahkan simpanan pokok sebesar Rp. 20.000,- dan simpanan wajib sebesar Rp. 5.000,- setiap bulannya.
5. Calon anggota koperasi harus mentaati beberapa peraturan tambahan dari prinsip keanggotaan pondok pesantren “Dasa Mulia”
G. Kegiatan Anggota Dalam Pondok Pesantren
Selain kegiatan pokok sebagai anggota koperasi, para anggota juga anjurkan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang disyaratkan dalam pondok pesantren yaitu dengan acara pengajian rutin dan pendalam iman, hal ini dilakukan agar para anggota koperasi dapat bertindak sesuai dengan ajaran agama Islam.
BAB V ANALISIS DATA
Analisis data yang disajikan penulis adalah analisis diskrisitif dengan variabelvariabel penelitian dan analisis kualitatif untuk melakukan pengujian terhadap kebenaran hipotesis penelitian. Analisa regresi korelasi berganda dan analisa korelasi berganda merupakan alat pengujian terhadap kebenaran hipotesis penelitian yang diajukan. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 50 responden adalah karyawan pada Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan jangka waktu penelitian bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Desember 2008.
A. Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan sifat yang melekat pada diri responden sebagai subjek penelitian. Adapun karakteristik yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Responden menurut jenis kelamin Dilihat dari jenis kelamin responden adalah sebagai berikut : Tabel V.1 Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah
Prosentase
Laki – laki
45
90%
Perempuan
5
10%
Jumlah
50
100%
Sumber : data olahan Berdasarkan tabel V.1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden sebanyak 50 orang dan menurut jenis kelamin didominasi oleh laki-laki sebanyak 90% atau sebanyak 45 orang dan 10% atau berjumlah 5 orang adalah perempuan.
2. Responden Menurut Kelompok Usia Dari data kuisioner dapat dilihat jumlah responden dengan kategori usia dapat dikelompokkan sebagai berikut : Tabel V.2 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Usia Umur
Jumlah
Prosentase
20 – 25 tahun
10
20%
26 – 35 tahun
34
68%
36 – 40 tahun
3
0,12%
40 – keatas
3
0,12%
Jumlah
50
100%
Sumber : data olahan Berdasarkan tabel V.2 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 26 tahun hingga 35 tahun yaitu sebanyak 34 orang atau 68% dengan demikian karyawan yang memiliki usia diantara 26 tahun sampai dengan 35 tahun adalah karyawan yang produktif. Sedangkan untuk karyawan yang memiliki usia 20 tahun hingga 25 tahun sebanyak 10 orang atau 20% dan untuk karyawan yang memiliki usia 36 tahun hingga 40 tahun sebanyak 3 orang atau 0.12% demikian juga untuk karyawan yang mamiliki usia 40 tahun ke atas 3 orang atau 0.12%. Dengan demikian usia karyawan prodduktif yang mendominasi Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2008. 3. Responden Menurut Pendidikan Data kuisioner menunjukkan bahwa jumlah responden dengan kategori Pendidikan dapat dikelompokkan sebagai berikut : Tabel V.3 Karakteristik Responden Menurut Pendidikan Pendidikan
Jumlah
Prosentase
SD
0
0%
SLTP
0
0%
SMU / Sederajat
10
20%
DIII
34
68%
S1
3
0,12%
S2
3
0,12%
Jumlah
50
100%
Sumber : data olahan Berdasarkan tabel V.3 diatas diketahui bahwa responden menurut pendidikan sangat bervariasi namun didominasi oleh lulusan Diploma III dengan jumlah 34 orang atau 68% dan responden yang memiliki pendidikan Sarjana Strata 1 sebanyak 3 orang atau 0.12% sementara yang memiliki pendidikan Pasca Sarjana sebanyak 3 orang atau 0.12%.
B. Analisis Variabel Penelitian
Dalam bagian ini disajikan deskripsi mengenai variabel-variabel penelitian, deskripsi terhadap variabel-variabel tersebut dalam hal ini dilakukan pada pengelompokan jawaban responden untuk variabel yang bersangkutan ke dalam kategori Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju, (TS), Sangat Tidak Setuju (STS) yang selanjutnya dari pengelompokan ini akan diperoleh distribusi jawaban responden. 1. Variabel Gaya Kepemimpinan Besarnya nilai variabel Gaya Kepemimpinan (Y) diperoleh dengan cara menjumlahkan skor pada masing-masing pertanyaan untuk variabel tersebut. Pertanyaan pada variabel ini terdiri dari 12 (dua belas) pertanyaan dengan penilaian bahwa apabila jawaban yang diberikan responden Sangat Setuju (SS) akan diberikan nilai 4 (empat), Setuju (S) akan diberikan nilai 3 (tiga), Tidak Setuju (TS) akan diberikan nilai 2 (dua) dan Sangat Tidak Setuju (STS) akan diberikan nilai 1 (satu).
Pada variabel dependen ini peneliti memberikan
12 (dua belas)
pertanyaan mengenai gaya kepemimpinan yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan bagian kredit dan pemasaran pada Koperasi Pondok Pesantren Dasa Mulia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukan total jumlah dari keseluruhan item pertanyaan adalah 2056. 2. Variabel Produktivitas Kerja Besarnya nilai variabel Produktivitas Kerja (X) diperoleh dengan cara menjumlahkan skor pada masing-masing pertanyaan untuk variabel tersebut. Pertanyaan pada variabel ini terdiri dari 12 (dua belas) pertanyaan dengan penilaian bahwa apabila jawaban yang diberikan responden Sangat Setuju (SS) akan diberikan nilai 4 (lima), Setuju (S) akan diberikan nilai 3 (tiga), Tidak Setuju (TS) akan diberikan nilai 2 (dua) dan Sangat Tidak Setuju (STS) akan diberikan nilai 1 (satu). Pada variabel independen ini peneliti memberikan
12 (dua belas)
pertanyaan mengenai produktivitas kerja akibat dari gaya kepemimpinan Koperasi Pondok Pesantren Dasa Mulia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukan total jumlah dari keseluruhan item pertanyaan adalah 2205.
C. Uji Instrumen Penelitian
1. Hasil Uji Validitas Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas yang digunakan. Apabila hasil dari uji ini bernilai positif maka dapat dikatakan valid dan apabila hasil dari uji ini bernilai negatif maka dapat dikatakan instrumen data tersebut tidak valid.
Tabel V.4 Hasil Uji Validitas Instrumen
Variabel
Koefis utir
Status
ien Korelasi
Perta nyaa
hitung
tabel
n
Valid .6064
.279
Valid Valid
.8590
.279
Valid Valid
.7231
Gaya
.279
Valid Valid
Kepemimpinan .6160
.279
Valid Valid
.4953
.279
Valid Valid
0 .1979
.279
.8870
.279
.0888
.279
.6900
.279
.7494
.279
.9205
.279
1 2
Valid
.2399
.279 Valid
.6788
.279
Valid Valid
.9010
.279
Valid Valid
.7440
Produktivitas Kerja
.279
Valid Valid
.7440
.279
Valid Valid
.8192
.279
Valid Valid
0 .3330
.279
.3959
.279
.8350
.279
.4953
.279
.2740
.279
.9620
.279
.9528
.279
Valid
1 2
Berdasarkan bantuan komputer Program SPSS Ver.12.0 dapat diketahui bahwa hasil uji validitas instrumen dari 12 (dua belas) butir pertanyaan yang terdiri dari variabel Gaya Kepemimpinan yang mencakup sikap pengambilan kebijakan, komunikasi personal, motivasi, pemberian perintah tugas dan pertanggungjawaban. Dari 12 (dua belas) butir pertanyaan secara keseluruhan
butir pertanyaan dinyatakan valid karena memiliki nilai koefisien korelasi r
hitung
(0,9383) yang lebih besar dari r tabel (0,279) pada sejumlah 50 responden. 2. Hasil Uji Reliabilitas Pada uji reliabel dinyatakan jika memiliki koefisien korelasi alpha cronbach melebihi 0,60. Uji reabilitas ini dilakukan untuk keterandalan instrumen data penelitian. Berdasarkan hasil pengujian dapat diketahui bahwa variabel independen yang dimiliki koefisien reabilitas (alpha cronbach) lebih besar dari 0,60 seperti yang terlihat pada tabel V.6. di bawah ini. Dengan demikian instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan reliabel dan dapat diujikan.
Tabel V.5 Hasil Uji Reliabel Instrumen Variabel
Alpha
Alpha
Status
Chronbach
disyaratkan
Gaya Kepemimpinan
0.8386
0.60
Reliabel
Produktivitas Kerja
0.9306
0.60
Reliabel
Berdasarkan tabel V.5 hasil pengujian dapat diketahui bahwa variabel independen yang diuji memiliki koefisien reliabel alpha cronbach lebih besar dari 0.60 yaitu pada variabel Gaya Kepemimpinan dengan nilai
sebesar 0.8386
sedanglan untuk variabel Produktivitas Kerja dengan nilai sebesar 0.9306. Diketahui dari hasil uji butir-butir pertanyaan yang diajukan sebagai data penelitian dinyatakan valid dan masing-masing variabel instrumen reliabel maka semua instrumen dapat digunakan dan diambil sebagai sampel penelitian.
D. Analisis Data
Analisis data diawali dengan analisis deskristif tentang tanggapan responden dari hasil kuisioner dan dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan uji t dan uji F. 1. Analisis Deskriptif Pada analisis deskristif ini analisa data berdasarkan hasil kuisioner dari responden yang diperoleh secara deskriptif. Dalam analisis ini peneliti akan menguraikan berbagai hal yang ditemukan dalam penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekwensi. Adapun penentuan indeks sikap responden digunakan skala linker yaitu bobot tertinggi 4 dikurangi dengan nilai bobot terendah 1 dibagi dengan kategori sikap (4-1)/3 = 1 dengan demikian jawaban dari responden dapat dikukur dengan interval skor sebagai berikut : 4.00 – 4.99
Sangat Setuju
(SS)
3.00 – 3.99
Setuju
(S)
2.00 – 2.99
Kurang Setuju
(TS)
1.00 – 1.99
Tidak Setuju
(STS)
Jika dilihat skala pengukuran nilai dari jawaban kuisioner responden dapat ketahui bahwa nilai 4,00 sampai dengan 4,99 adalah jawaban Sangat Setuju (SS), nilai 3,00 sampai dengan 3,99 adalah jawaban Setuju (S), nilai 2,00 sampai dengan 2,99 adalah jawaban Tidak Setuju (TS) dan nilai 1,00 sampai dengan nilai 1,99 adalah jawaban Sangat Tidak Setuju (STS). Apabila dilihat prosentase dalam daftar pertanyaan yang dijawab melalui kuisioner responden dari masing-masing variabel adalah : a. Gaya Kepemimpinan Variabel Gaya Kepemimpinan sebagai variabel dependen (Y) diukur berdasarkan 12 (dua belas) pertanyaan untuk masing-masing responden dan dapat dilihat pada tabel V.6 dibawah ini.
Tabel V.6 Jawaban Responden Gaya Kepemimpinan
SS
S
TS
Indicator
1. Pimpinan tidak memegang kekuasaan secara
ST S
Tota
4
3
2
1
l
2
0
1
47
50
37
0
8
5
50
44
0
5
1
50
35
1
10
4
50
45
4
0
1
50
48
2
0
0
50
34
0
12
4
50
50
0
0
0
50
31
1
15
3
50
39
5
5
1
50
43
0
3
4
50
47
3
0
0
50
mutlak. 2. Pimpinan tidak membuat keputusan bersamasama dengan karyawan. 3. Pimpinan membuat kebijaksanaan bersamasama dengan karyawan. 4. Komunikasi tidak terjadi timbal balik antara pimpinan dan karyawan maupun antara sesama karyawan. 5. Pemimpin melakukan pengawasan terhadap kegiatan karyawan secara wajar. 6. Prakarsa/ide dapat datang dari pimpinan maupun karyawan. 7. Pimpinan
tidak
memberikan
kesempatan
kepada karyawan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat. 8. Pimpinan memberikan tugas-tugas kepada karyawannya
dengan
lebih
bersifat
permintaan dari pada perintah. 9. Pimpinan tidak memberikan kritik dan pujian secara seimbang kepada karyawannya. 10. Pimpinan tidak melakukan paksaan dan hukuman kepada karyawannya. 11. Pimpinan
mendorong
karyawannya
dalam
prestasi batas
sempurna kemampuan
masing-masing. 12. Pimpinan tidak kasar dalam bertindak. Jumlah
455
16
59
70
600
Rata-rata
37.
1.3
4.9
5.8
50
9
3
1
3
75.
2.6
9.8
11.
8
6
3
6
Prosentase
Dari tabel V.6 dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang menjawab Sangat Setuju 75.8%, yang menjawab Setuju 2.66%, yang menjawab Kurang Setuju 9.83% sedangkan yang menjawab Sangat Tidak Setuju 11.6%. Sehingga nilai skor Gaya Kepemimpinan mempengaruhi Produktivitas Kerja pada saat penelitian ini dilakukan adalah 455 artinya bahwa Gaya Kepemimpinan berpengaruh terhadap Produktivitas Kerja hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang menyatakan Sangat Setuju dengan nilai skor 544 atau 75%. b. Produktivitas Kerja Pada variabel Produktivitas Kerja sebagai variabel independen (X) diukur berdasarkan 12 (dua belas) pertanyaan untuk masing-masing responden dan dapat dilihat pada tabel V.7 dibawah ini.
Tabel V.7 Jawaban Responden Produktivitas SS
S
TS
Indicator
ST S
Tota
4
3
2
1
l
45
0
4
1
50
42
0
5
3
50
49
0
0
1
50
45
0
3
2
50
43
0
5
2
50
38
0
8
4
50
48
0
2
0
50
36
1
8
5
50
dalam
45
4
0
1
50
9. Pimpinan memberikan teguran secara halus
46
4
0
0
50
35
1
9
5
50
1. Pimpinan memperhatikan karyawan sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat yang harus diperhatikan kepentingan dan kebutuhannya. 2. Pimpinan
tidak
menghargai
menghormati
tugas
dan
dan
kewajiban
bahwa
kemajuan
karyawannya. 3. Pimpinan perusahaan
menegaskan merupakan
tanggung
jawab
bersama antara pimpinan dan karyawan. 4. Sebelum mengambil keputusan pimpinan mengkomunikasikannya
terlebih
dahulu
dengan karyawan. 5. Pimpinan tidak memberikan pujian atas keberhasilan karyawan. 6. Pimpinan tidak melibatkan karyawan dalam memecahkan suatu masalah pekerjaan. 7. Pimpinan memberi karyawan
untuk
masalah-masalah
wewenang kepada memecahkan
yang
timbul
sendiri ditengah-
tengah. 8. Pimpinan
tidak
bersikap
adil
mengambil suatu tindakan. saat saya merlakukan kesalahan. 10. Pimpinan memberikan teguran/peringatan
39
1
7
3
50
Jumlah
511
11
51
27
600
Rata-rata
42.
0.9
4.2
2.2
50
5
1
5
5
85.
1.8
8.5
4.5
1
3
0
0
tidak didepan umum saat saya melakukan kesalahan. 11. Tidak terjalin keakraban antara saya dengan pimpinan. 12. Komunikasi terbuka antara karyawan dengan pimpinan
Prosentase
Dari tabel V.7 dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang menjawab Sangat Setuju 85.1%, yang menjawab Setuju 1.83%, yang menjawab Tidak Setuju 8.50% serta yang menjawab Sangat Tidak Setuju 4.50%. Sehingga nilai skor Produktivitas Kerja pada saat penelitian ini dilakukan adalah 511 yang artinya bahwa Produktivitas dipengaruh oleh Gaya Kepemimpinan hal ini dinyatakan dari jawaban responden Sangat Setuju dengan nilai 511 atau 85%. 2. Analisis Interensial Analisis ini dimaksudkan untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini. Alat-alat hipotesis yang digunakan meliputi : 4) Analisis Regresi Linier Analisis regresi linier adalah analisis yang menghubungkan dua variabel. Untuk mengetahui besarnya Produktivitas Kerja dilihat dari variabel independen dalam bentuk rumus matematika hubungan tersebut dapat digambarkan dengan rumus : Y = a + bx + C Keterangan : Y
= Gaya Kepemimpinan
a
= Konstanta
b
= Koefisien regresi
X
= Produktivitas Kerja
C
= Standar error
Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuisioner kemudian data tersebut diolah dengan bantuan komputer Program SPSS Ver 12.0, dan mendapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel V.8 Coefficients Produktivitas Kerja Coefficientsa
Model 1
(Constant) Produktivitas Kerja
Unstandardized Coefficients B Std. Error 13,600 3,045 ,624 ,068
Standardized Coefficients Beta ,797
t 4,467 9,155
Sig. ,000 ,000
a. Dependent Variable: Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan tabel V.8 Coefficient merupakan hasil dari proses pengolahan data dengan program SPSS Ver. 12.0 maka dapat diperoleh persamaan regresinya sebagai berikut : Y = 13,600 + 0,624X + C Dari persamaan regresi di atas, menunjukkan nilai konstanta (a) sebesar 13,600 berarti apabila variabel Produktivitas Kerja dianggap tetap, maka pengaruh Gaya Kepemimpinan sebesar 13,600. Sedangkan untuk koefisien regresi dari persamaan regresi di atas dapat diartikan bahwa variabel Gaya Kepemimpinan berpengaruh terhadap Produktivitas Kerja sebesar 0.624. 5) Analisis Regresi Linier Berganda Merupakan pengujian yang digunakan untuk mengetahui berapa persen (%) variabel-variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Berkat bantuan komputer dengan Program SPSS Ver. 12.0 didapat angka sebagai berikut :
Tabel V.9 Model Summary
b
Model 1 ,797a ,636
R R Square Adjusted R Square
,628
Std. Error of the Estimate Change Statistics
3,41957 R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change
Durbin-Watson
,636 83,807 1 48 ,000 1,649
a. Predictors: (Constant), Produktivitas Kerja b. Dependent Variable: Gaya Kepemimpinan
Nilai koefisien determinan (R2) adalah 0,797 nilai ini terletak diantara 0 (nol) dan 1 (satu) atau (0 ≤ R2 ≤ 1). Karena nilai 0,797 terletak diantara 0 (nol) dan 1 (satu) berarti variabel Produktivitas Kerja mampu menjelaskan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi terhadap Gaya Kepemimpinan Koperasi Pondok Pesantren Dasa Mulia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kriteria dari nilai R2 adalah (0 ≤ R2 ≤ 1) dan nilai 0,797 memenuhi kriteria berarti variabel Gaya Kepemimpinan berpengaruh sempurna terhadap Produktivitas Kerja Karyawan bagian Kredit dan Pemasaran pada Koperasi Pondok Pesantren Dasa Mulia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 6) Analisis Koefisien Determinasi Koefisien determinasi adalah cara utama yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara produktivitas Kerja (X) terhadap Gaya Kepemimpinan (Y). Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Rumus: R2 =
b1ΣX 1 Y + b 2 ΣX 2 Y + b 3 ΣX 3 Y ΣY 2
Dengan melihat tabel V.10 Model Summary diperoleh R2 sebesar 0,797 dimana Produktivitas Kerja (X) dipengaruhi oleh gaya Kepemimpinan (Y),
Kesempatan kerja (X2) dan Standar gaji (X3) hasil ini diperoleh dari persentase R2 (0,636) dan untuk sisanya yaitu 0,364 ini dipengaruhi oleh variabel yang lain tidak ikut di uji dalam penelitian ini. Dari perhitungan di atas dapat diartikan bahwa, Produktivitas Kerja (X) sangat dipengaruhi oleh Gaya Kepemimpinan (Y). 7) Uji Signifikan Untuk menguji apakah ada hubungan secara signifikan antara Gaya Kepemimpinan terhadap Produktivitas Kerja, dengan digunakan test of significant yaitu: df = -1,α = 0.05, dimana data tersebut diolah lebih lanjut dengan bantuan komputer Program SPSS Ver. 12.0 dan mendapatkan hasil seperti yang terdapat pada tabel V.10 coefficients. Untuk melakukan uji signiifkan pada penelitian ini penulis berlandaskan pada asumsi hipotesis dibawah ini : Dengan asumsi nilai t hitung > t tabel maka : Ho ditolak
: jika t
hitung
< t
tabel
yang berarti tidak ada hubungan antara
Produktivitas Kerja (X), terhadap Gaya Kepemimpinan (Y). Ho diterima : jika t hitung > t tabel yang berarti ada hubungan antara Produktivitas Kerja (X), terhadap Gaya Kepemimpinan (Y). Untuk mencari uji signifikan, terlihat hasil uji signifikan pada variabel Produktivitas Kerja (X), memang berpengaruh terhadap minat Gaya Kepemimpinan (Y) karena semua variabel yang diteliti signifikansinya lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian ada hubungan antara variabel Produktivitas Kerja (X), terhadap Gaya Kepemimpinan (Y). 8) Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel Produktivitas Kerja (X) terhadap minat Gaya Kepemimpinan (Y) secara parsial. Berdasarkan
dugaan
sementara
terhadap
hipotesis
penelitian
yang
menyatakan hipotesis diterima atau ditolak. Untuk melaksanakan pengujian ini penulis menggunakan uji t dengan ketentuan bahwa tarif signifikansi alpha 5% (0,05) dan tingkat kepercayaan 95% pada derajat kebabasan dk = n-k-1
yaitu sebesar 48 (50-1-1). Dengan derajat kebebasan sebesar 48 dapat diketahui t tabel adalah 2,011. (Simamora, 2004 : 329). Langkah-langkah pengujian hipotesis
Pengaruh Produktivitas Kerja (X) terhadap Gaya Kepemimpinan Hipotesis yang diajukan : Ho diterima
: Jika t
hitung
< t
yang berarti tidak ada hubungan antara
tabel
variabel Produktivitas Kerja
(X), terhadap variabel Gaya
Kepemimpinan (Y). Ho ditolak
: Jika t
hitung
>t
Produktivitas
tabel
berarti ada ada hubungan antara variabel
Kerja
(X),
terhadap
variabel
Gaya
Kepemimpinan (Y). Uji dilakukan dua sisi pada taraf signifikan alpha 5% atau tingkat kepercayaan 95% pada derajat kebebasan (dk) n-k-1 yaitu 50-1-1 = 48 diketahui t sebesar 2,011 sementara t besar dari t
tabel
hitung
adalah 4,871 dengan demikian t
hitung
tabel
lebih
(4,871 > 2,011). Jika penulis gambarkan dalam bentuk kurva
adalah sebagai berikut : Gambar V.1 Kurva Penerimaan dan Penolakan Ho Produktivitas Kerja
Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak ‐2.011
2.011
4,.871
9) Uji F Uji F dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel Produktivitas Kerja mempengaruhi terhadap Gaya Kepemimpinan (Y). Uji F digunakan sebagai uji signifikansi model dengan formulasi rumus : R 2 /k Fh = (1 - R 2 ) (n − k − 1) Dimana
Fh
= F hitung
R2
= Nilai dari koefisien determinasi
k
= Kebanyakan variabel bebas
n
= Banyaknya observasi
Langkah-langkah pengujian hipotesis
Ho diterima
: Jika Fhitung ≤ Ftabel
tidak terdapat pengaruh antara variabel
Produktivitas Kerja terhadap Gaya Kepemimpinan (Y). : Jika Fhitung > Ftabel terdapat pengaruh antara Produktivitas
Ho ditolak
Kerja terhadap Gaya Kepemimpinan (Y). Uji F ini dilakukan pada taraf signifikan alpha 5% atau tingkat kepercayaan 95% pada derajat penyebut (dk) n-k-1 yaitu 50-1-1 = 48 dan derajat kebebasan 2 (Samamora, 2005 : 51) Dengan bantuan komputer Program SPSS Ver. 12.0 hasil uji F adalah dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut ini Tabel V.10 Anova ANOVAb
Model 1 Regression Residual Total
Sum of Squares 979,995 561,285 1541,280
df 1 48 49
Mean Square 979,995 11,693
F 83,807
Sig. ,000a
a. Predictors: (Constant), Produktivitas Kerja b. Dependent Variable: Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan tabel V.10 Anova diketahui F dari t
tabel
menerima
hitung
sebesar 83,807 lebih besar
3,19 (83,807 > 3,19) dengan demikian Ho ditolak dan akan Ha,
sehingga
variabel
penelitian
mempengaruhi
Gaya
Kepemimpinan. Secara grafis daerah penerimaan dan penolakan dapat digambarkan dalam bentuk kurva.
Gambar V.3 Kurva Penerimaan dan Penolakan Uji F F
Daerah Daerah
10) Analisis Faktor Dominan
3,19
83,807
Digunakan suatu analisis faktor bobot dengan menggunakan rumus : SE%X1 =
b 1 ΣX 1 Y Σtotal
SE%X2 =
b 2 ΣX 2 Y Σtotal
SE%X3 =
b 3 ΣX 3 Y Σtotal
Analisis ini digunakan untuk bisa mengetahui besarnya kontribusi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel Produktivitas Kerja memiliki nilai 0.624 variabel ini mempengaruhi Gaya Kepemimpinan (Y).
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 208 tentang Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan dengan Produktivitas Kerja Karyawan pada Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” dengan jumlah responden sebanyak 50 orang yang menghasilkan kesimpulan : Bahwa terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara persepsi gaya kepemimpinan dengan produktivitas kerja pada karyawan Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” dengan nilai t hitung 4,871 lebih besar dari t tabel 2,011 sehingga hipotesis yang diajukan terbukti dengan nilai sebesar 0,624 yang berarti bahwa Persepsi Gaya Kepemimpinan berpengaruh terhadap produktivitas kerja pada karyawan Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia”.
B. Saran
Persepsi hubungan gaya kepemimpinan secara signifikan berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan, dengan demikian diharapkan Gaya Kepemimpinan Koperasi Pondok Pesantren “Dasa Mulia” lebih mengutamakan hubungan yang terjalin dengan baik juga akan menumbuhkan rasa memiliki, sehingga karyawan berusaha memelihara perusahaan dengan memacu untuk meningkatkan kualitas kinerjanya.