Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1Februari 2014
IMPLIKASI PERKEMBANGAN PERUMAHAN SEDERHANA PADA URBAN FRINGE AREA (STUDI KASUS : KECAMATAN MENGANTI, GRESIK) Aprilia Pridaningrum1), Purwanita Setijanti2) dan Eko Budi Santoso3) 1) Program Studi Magister Perencanaan Real Estate, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS, Sukolilo, Jl. Arif Rahman Hakim, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail:
[email protected] 2) Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 3) Jurusan Perencanaan Wilayah Kota, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Kabupaten Gresik merupakan wilayah pinggiran atau wilayah penyangga Kota Surabaya dalam mengantisipasi perkembangan permukiman yang membawa dampak positif dan negatif pada Kabupaten Gresik. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Menganti, dengan tujuan menganalisa pertumbuhan perumahan sederhana pada urban fringe area serta menganalisis implikasinya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan metode pengambilan sampel secara proportional random sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan pencatatan dokumen, kemudian dianalisa secara deskriptif-kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan perumahan sederhana di Kecamatan Menganti tumbuh seiring perkembangan kota Surabaya dalam mengatasi pertumbuhan penduduk yang membutuhkan tempat tinggal karena ketersediaan lahan permukimannya semakin berkurang. Dampak positifnya adalah menjadikan tingkat perekonomian wilayah Menganti lebih baik, dan dampak negatifnya para pengembang tidak menyediakan seluruh kebutuhan fasilitas bagi para penghuninya. Kata kunci: Pengembangan Perumahan, Urban Fringe
PENDAHULUAN Kabupaten Gresik adalah salah satu wilayah pinggiran kota atau wilayah penyangga (buffer zone) dari Kota Surabaya dalam mengantisipasi perkembangan permukiman dan industri yang membawa dampak positif dan negatif pada Kabupaten Gresik. Pengaruh yang terjadi adalah perembetan ke arah Barat (hingga daerah Menganti dan sekitarnya) yaitu terjadinya pola penyebaran permukiman yang semakin meluas/melebar ke samping kiri kanan jalur transportasi, khususnya jalur arteri primer menyebabkan kebijakan pengembangan wilayah yang tepat belum dapat dirumuskan. Hal ini awal indikasi dari mulainya perubahan pola bermukim penduduk. Suburbanisasi yang terjadi cenderung menjadikan kawasan perkotaan secara fisik meluas secara acak/terpencar (urban sprawl) yang semakin tidak terkendali dan menimbulkan berbagai dampak. Hal ini merupakan kondisi yang melatarbelakangi terjadinya pola perkembangan kota yang disebut sebagai urban sprawl. Urban sprawl dikenal sebagai peristiwa maupun fenomena terjadinya pemekaran kota yang secara acak, tidak terstruktur, tanpa diawali perencanaan. Peristiwa pertumbuhan keluar area kota pun semakin luas, hingga ISBN : 978-602-97491-9-9 B-16-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1Februari 2014
mencapai area perdesaan, yaitu area yang awalnya memiliki jumlah penduduk yang lebih rendah dibanding kota (Isnaeni, 2009). Gejala urban sprawl yang ditandai dengan ekspansi kawasan terbangun yang lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk ini pada umumnya tidak diikuti oleh desentralisasi pusat kegiatan/tempat kerja secara proporsional. Pada wilayah Gresik Selatan, terutama pada wilayah perbatasan antara Kota Surabaya dengan Kabupaten Gresik, sebagian besar penduduk bertempat tinggal di Gresik tetapi bekerja di luar wilayah, yakni Kota Surabaya bahkan Sidoarjo (Hayati, 2010). Desakan kebutuhan perumahan, yang ditandai dengan tumbuhnya kantong-kantong permukiman di daerah pinggiran kota, menunjukkan ada proses pembangunan kota yang tidak direncanakan. Seharusnya pembangunan merupakan proses terencana untuk mencapai keadaan yang lebih baik, dimana proses perencanaan harus memberikan kontribusi penting terhadap perubahan tersebut (Saefulhakim 2008). Infrastruktur yang dibangun tidak dapat mengimbangi pesat dan kompleksnya pembangunan yang berlangsung, karena penyediaan tambahan kapasitas prasarana dan fasilitas lingkungan perkotaan serta sejumlah infrastruktur tidak dapat dilakukan. METODE Dalam penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, pendeskripsian dilakukan terkait dengan perkembangan perumahan sederhana pada urban fringe area Kabupaten Gresik, tepatnya di Kecamatan Menganti serta dampak yang terjadi. Jumlah perumahan sederhana di Kecamatan Menganti sebanyak 36 perumahan. Metode pengambilan sampel yang menjadi responden menggunakan teknik proportional random sampling. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, identifikasi kondisi lapangan, serta pencatatan dokumen dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mendapatkan data dan hasil penelitian tentang perkembangan perumahan sederhana pada urban fringe area Kabupaten Gresik, digunakan metode wawancara, observasi, serta pencatatan dokumen. Hasil penelitian yang didapat yaitu: Perkembangan Perumahan di Kecamatan Menganti Kecamatan Menganti merupakan salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai buffer zone dan termasuk dalam SSWP III (Satuan Sub Wilayah Pembangunan III). Luas wilayah Kecamatan Menganti sekitar 6.871,35 Ha. Berdasarkan kondisi analisis fisik wilayah Kecamatan Menganti, sebagian besar wilayah ini merupakan tanah sawah seluas 2.994,01 Ha, dengan ketinggian daerah ± 11 meter di atas permukaan laut. Dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK), Kecamatan Menganti diperuntukkan untuk lokasi pengembangan permukiman dan perdagangan. Dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2010 – 2030, kawasan Gresik selatan tepatnya di Kecamatan Menganti akan dikembangkan untuk usaha properti atau perumahan. Sejumlah investor sudah memulai mengembangkan usahanya pada wilayah yang tidak jauh dari kawasan elit Citraland Surabaya. Perkembangan urban sprawl permukiman sederhana di Kecamatan Menganti terjadi karena dampak dari urban sprawl dari kota Surabaya yang juga dipengaruhi oleh dekatnya wilayah Kecamatan Menganti dengan Kota Surabaya. Perkembangan perumahan sederhana ISBN : 978-602-97491-9-9 B-16-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1Februari 2014
juga terjadi dengan adanya konsentrasi pertumbuhan perumahan sederhana di sepanjang jalur transportasi yang berada di daerah sekitar perbatasan Surabaya – Gresik, yaitu di Kecamatan Menganti dan sifatnya menjadi radial. Disepanjang jalur transportasi tersebut terjadi konversi lahan pertanian menjadi non pertanian. Lokasi perumahan sebagian besar berada di jalan-jalan utama dan pusat desa. Dalam perkembangannya, area permukiman baru tumbuh di areal pertanian berupa perumahan sederhana yang dibangun oleh pengembang dan permukiman yang dibangun oleh individu sehingga membentuk pola yang tidak teratur. Penggunaan lahan permukiman di Kecamatan Menganti mencapai 698,65 Ha atau sekitar 6.986.500 m2 (RDTRK Kecamatan Menganti, 2007). Perkembangan urban sprawl perumahan di Kecamatan Menganti juga dipengaruhi oleh pertumbuhan industri yang sebagian besar berada di sepanjang jalan Kepatihan, sebelah utara Kecamatan Menganti dan berbatasan dengan Kecamatan Benowo (Kota Surabaya) dan yang berada di jalan dari pasar Menganti menuju jalan raya Kepatihan. Industri tersebut mendominasi di Desa Kepatihan (40,6%) dari total penggunaan lahan. Hal tersebut juga menjadikan pertambahan luasan permukiman desa-desa lainnya di Kecamatan Menganti dengan pertambahan luasan permukiman sebesar 523.684,28 m2 atau sekitar 4,23% dari total pertambahan luas permukiman kawasan peri urban Gresik (Saputra, 2012). Perkembangan urban sprawl permukiman di desa Kepatihan juga dipengaruhi oleh berdirinya industri kecil yang tersebar hampir di tiap desa, antara lain desa Hendrosari, Desa Pelem Watu, dan desa Boboh. Pola perumahan di Kecamatan Menganti sebagian besar membentuk kantong-kantong di dalam lahan. Hal tersebuut terjadi karena harga tanah yang berada di dalam lebih murah harganya daripada tanah yang berada di pinggir jalan, sehingga para pengembang hanya menggunakan lahan pinggir jalan sebagai akses masuk perumahan saja. Gambar Peta Sebaran Perumahan Di Kecamatan Menganti
Gambar pola perumahan di Kecamatan Menganti
Sumber : Google Earth dan Hasil Analisa, 2013
Faktor yang Mempengaruhi Para Pengembang Mengembangkan Perumahan di Kecamatan Menganti Beberapa faktor yang mempengaruhi para pengembangan perumahan di Kecamatan Menganti antara lain:
ISBN : 978-602-97491-9-9 B-16-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1Februari 2014
a. Lokasi yang Strategis Dari hasil wawancara kepada pengembang, salah satu pertimbangan dalam melakukan investasi pengembangan perumahan di Kecamatan Menganti adalah lokasi yang strategis. Tersedianya fasilitas umum di lingkungan sekitar menjadi aspek yang paling dipertimbangkan oleh para pengembang, karena pengembang bisa memanfaatkan fasilitas tersebut untuk melengkapi fasilitas bagi penghuninya. Aspek lain yang dipertimbangkan oleh pengembang adalah jarak ke pusat kota, banyaknya jalur alternatif, tersedianya lapangan pekerjaan di lingkungan sekitar, dan pengembangan perumahan lain di sekitar lahan yang dapat menjadi pembanding perumahannya. b. Aksesibilitas Aksesibilitas merupakan konsep yang menggabungkan antara peraturan tata guna lahan dengan jaringan transportasi. Dari 16 responden yang diwawancara, aspek aksesibilitas yang dipertimbangkan dalam memilih lokasi pengembangan di area pinggiran kota, khususnya di Kecamatan Menganti, yang paling mempengaruhi adalah aspek jarak perumahan ke jalan raya. c. Biaya Para pengembang perumahan lebih mempertimbangkan harga tanah yang murah di kawasan Menganti dalam pengembangan perumahannya, dibandingkan dengan harga rumah yang akan ditawarkan nantinya. Mereka menganggap bahwa jika dapat membebaskan lahan sebagai lokasi pengembangan perumahan dengan harga murah, nantinya mereka akan menjual unit rumah di perumahan mereka dengan harga yang tinggi, karena mereka yakin bahwa Kecamatan Menganti akan menjadi kawasan pusat perekonomian baru atau kota mandiri di pinggiran kota d. Sarana dan Prasarana Para pengembang selalu menginginkan keuntungan yang tinggi dalam proyek perumahannya. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh sarana dan prasarana. Hal yang menjadi pilihan para pengembang memilih berinvestasi di menganti adalah kondisi air bersih yang sangat diperhatikan. Hal tersebut terjadi kiarena di wilayah Kecamatan Menganti, penyediaan air oleh PDAM belum dapat menjangkau di setiap sudut wilayah Kecamatan, sehingga terkadang masyarakat kesulitan untuk mendapatkan air bersih. e. Kenyamanan Lingkungan dan Privasi Faktor keamanan juga menjadi prioritas pengembang dalam proyek perumahannya. Di Kecamatan Menganti yang dahulu merupakan daerah yang relatif sepi dan sering terjadi tindak kriminalitas. Oleh karena itu di setiap perumahan di Kecamatan Menganti, selalu ada pos satpam untuk memantau keamanan para penghuninya. Analisa Implikasi Perkembangan Perumahan Perkembangan perumahan di Kecamatan Menganti akibat perkembangan Kota Surabaya membawa beberapa dampak bagi wilayah Menganti, antara lain: Struktur Ruang dan Pemanfaatan Lahan yang tidak Terencana Perkembangan Kota Surabaya di seluruh aspek pembangunan secara spasial merubah struktur ruang akibat tingginya aktivitas penggunaan lahan. Dalam perkembangan pemanfaatan ruang yang terjadi di Surabaya, terlihat pola perkembangannya cenderung menyebar ke wilayah Menganti akibat tingginya harga lahan di pusat kota. Peningkatan Kemacetan Lalu Lintas Bertambahnya penduduk di Kecamatan Menganti akibat perkembangan Kota Surabaya juga mempengaruhi sistem transportasi yang ada, seperti menurunnya kualitas ISBN : 978-602-97491-9-9 B-16-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1Februari 2014
jaringan prasarana transportasi yang berbanding lurus dengan semakin rendahnya pelayanan sarana transportasi karena meningkatnya jumlah pengguna sarana yang ada. Sebagian besar penghuni perumahan baru bekerja di luar Kecamatan Menganti, sehingga membutuhkan jaringan transportasi untuk mencapai tempat kerjanya, namun pihak pengembang tidak menyediakan prasarana bagi penghuni perumahannya. Tumbuhnya perumahan baru juga merangsang pertumbuhan lokasi aktivitas penduduk yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan sarana dan prasarana lalu lintas yang menimbulkan berbagai masalah, antara lain kemacetan dan tidak tertatanya sistem transportasi. Gambar Titik Kemacetan di Kecamatan Menganti
Sumber : Google Earth dan hasil analisa, 2013
Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Kebutuhan akan air bersih juga meningkat akibat pertambahan penduduk yang semakin padat. Tingkat pelayanan PDAM masih kurang dalam pemenuhannya, karena sambungan dari PDAM belum dapat menjangkau seluruh area di Kecamatan Menganti, sehingga sebagian besar masyarakat menggunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan air bersih masyarakat dan kalangan industri, Pemkab Gresik mulai menggandeng salah satu perusahaan BUMN penyedia air bersih, Kwater Consortium dari Korea. Kurangnya Lahan sebagai Area Pemakaman Makam merupakan salah satu komponen pembentuk ruang kota dan salah satu fasilitas yang harus disediakan oleh pengembang. Namun pengembang tidak menyediakan makam di kawasan perumahan. Bila penghuni perumahan ada yang meninggal sulit dimakamkan di sekitar wilayah perumahan, sebab warga sekitar perumahan menolak. Kurang tersedianya Tempat Pembuangan Akhir Sampah Salah satu permasalahan yang ada di Kecamatan Menganti adalah persampahan. Dalam pengelolaannya fasilitas persampahan kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Di beberapa wilayah, pembuangan sampah masih dibuang masyarakat secara sembarangan. Seperti dikutip dari buku Pemutakhiran dan Penyerasian Analisis dan Perencanaan RTRW Kabupaten Gresik, 2010-2030 : “Permasalahan penanganan sampah yang terjadi di Kabupaten Gresik disebabkan karena ketidakseimbangan antara jumlah sampah yang ditimbulkan dengan pelayanan penanganan yang dapat diberikan. Pelayanan pemerintah daerah belum dapat menangani sampah seluruhnya” Berdasarkan penjelasan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik, Ketidakseimbangan pengelolaan sampah yang terjadi di kawasan pedesaan di Kabupaten Gresik disebabkan oleh banyak hal, yakni kurang efektifnya peranan elemen-elemen ISBN : 978-602-97491-9-9 B-16-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1Februari 2014
pengelolaan sampah, kurangnya sarana dan prasarana seperti sarana pewadahan, sarana pengumpulan, jumlah dan persebaran TPS dan alokasi lahan TPA, serta keterbatasan pendanaan. Kawasan pedesaan di Kabupaten Gresik di dominasi oleh permukiman pedesaan yang banyak menghasilkan jenis sampah organik dari mayoritas kegiatan pertaniannya, dimana pengelolaan sampah di permukiman pedesaan banyak menerapkan pola individual. Pola pewadahan sampah secara individual dengan cara membakar, mengubur dan/atau membuangnya ke saluran air atau sungai. Hal ini terjadi akibat perbedaan karakteristik fisik, karakteristik masyrakat dan gaya hidup masyarakatnya, termasuk parsarana dan sarana pengelolaan sampah yang ada di wilayah sekitarnya. Masyarakat sebagai produsen sampah seharusnya lebih bertanggung jawab untuk memelihara lingkungannya, oleh karena itu perencanaan dan penanggulan permasalahan sampah harus melibatkan masyarakat (Pemutakhiran dan Penyerasian Analisis dan Perencanaan RTRW Kabupaten Gresik, 2011) Permasalahan sampah yang terjadi di kawasan pedesaan Kabupaten Gresik adalah karakteristik kawasan pedesaan yang mengelolah sampahnya mengubur, membakar dan membuangnya kesaluran air/lahan kosong sehingga menimbulkan dampak negatif. Dampah negatif yang ditimbulkan adalah pembakaran yang menyebabkan polusi, penanaman sampah yang dapat merusak sumber air tanah dan pembuangan sampah kesaluran air (Got, sungai, dll) dapat meningkatkan potensi bencana. Seperti saat ini, Kecamatan Menganti merupakan salah satu wilayah rawan banjir yang salah satunya di akibatkan oleh banyaknya sampah yang dibuang di saluran sehingga air tidak mengalir. Gambar Kondisi pembuangan sampah di Kecamatan Menganti
Gambar Kondisi banjir di Kecamatan Menganti
Sumber : Hasil Analisa, 2013
Berdasarkan hasil wawancara dengan Camat Kecamatan Menganti terkait dengan perkembangan real estate di Kecamatan Menganti, bahwa perkembangan perumahan yang ada di Kecamatan Menganti membawa beberapa dampak, antara lain: a. Kependudukan Dengan pembangunan perumahan, dapat menarik masyarakat untuk memilih bertempat tinggal di Wilayah Menganti. Sampai saat ini, sebagian besar penghuni yang bertempat tinggal di perumahan merupakan penduduk yang berasal dari luar wilayah Menganti. Hal tersebut membawa berbagai dampak bagi wilayah Menganti, antara lain kebutuhan sarana prasarana bertambah, aksesibilitas semakin padat, timbul perbedaan status sosial, dan lain-lain. b. Sosial Di sektor sosial, pengaruh yang terjadi adalah kecenderungan kesenjangan sosial antara masyarakat pendatang dan masyarakat asli. Masyarakat pendatang masih membawa sifat asli kekotaan mereka kedalam lingkungan tempat tinggal mereka yang baru. Masyarakat perkotaan yang cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya menyebabkan suatu ISBN : 978-602-97491-9-9 B-16-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1Februari 2014
kondisi yang kurang bisa diterima oleh masyarakat asli yang masih lekat dengan kebiasaan gotong royong, guyub, dan kebiasaan masyarakat pedesaan secara umumnya. c. Ekonomi Pada sektor ekonomi, pengaruh yang terjadi antara lain perubahan harga tanah. Harga tanah yang dahulu relatif harganya rendah, seiring dengan perkembangan daerah wilayah pinggiran akibat perluasan perkembangan kota Surabaya menjadikan harga tanah melonjak naik. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Hasil penelitian ini menunjukkan perumahan sederhana di Kecamatan Menganti tumbuh seiring perkembangan kota Surabaya dalam mengatasi pertumbuhan penduduk yang membutuhkan tempat tinggal, namun ketersediaan lahan permukiman di kota Surabaya semakin berkurang. Faktor utama yang mendasari para pengembang adalah harga tanah di Menganti yang relatif murah, sehinga memberikan keuntungan yang besar. Masyarakat yang tingkat ekonominya menengah, memilih bermukim di pinggiran kota dengan harga rumah yang terjangkau meskipun jauh dari tempat kerjanya. Dampak positif pengembangan perumahan adalah menjadikan tingkat perekonomian wilayah Menganti lebih baik, dan dampak negatifnya para pengembang tidak menyediakan seluruh kebutuhan fasilitas bagi para penghuninya, para migran yang menempati perumahan di Kecamatan Menganti menyebabkan tingkat polusi serta kemacetan bertambah tinggi. Saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengurangi tingkat kemacetan, diharapkan nantinya dapat dilakukan pengadaan jalur alternatif agar laju kendaraan tidak menumpuk pada jalan utama, khususnya jalur alternatif yang dapat menghubungkan antara satu perumahan dengan perumahan laiinnya. Para pengembang lebih meningkatkan pengadaan fasilitas bagi penghuninya. Bagi pemerintahan tingkat Kecamatan, diharapkan lebih mengontrol dan mengarahkan perkembangan perumahan di Kecamatan Menganti. DAFTAR PUSTAKA Bogart, William T. 2006. Don’t Call it Sprawl. Metropolitan Structure in The Twenty-First Century. New York: Cambridge University Press. Kuswartojo, Tjuk. 2005. Perumahan dan Permukiman di Indonesia. Bandung : Penerbit ITB. Panudju, Bambang. 2009. Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bandung : Penerbit Alumni. Sastra M, Suparno. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. Yogyakarta : Penerbit Andi. Yunus, Hadi Sabari. 1987. Permasalahan Daerah Urban Fringe dan Alternatif Pemecahannya. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
ISBN : 978-602-97491-9-9 B-16-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1Februari 2014
Djunaedi, Achmad. 2000. Pengendalian Pemekaran Fisik Kota: Belajar Dari Pengalaman Kota Lexington-Fayette (Kentucky, A.S) dan Kota-Kota Kecil di Sekitarnya. Jurnal Media Teknik No. 1 Tahun XXII Edisi Februari 2000 No. ISSN 02163012.Yogyakarta: UGM. Giyarsih, Sri Rum. 2001. “Gejala Urban Sprawl sebagai Pemicu Proses Densifikasi Permukiman di Daerah Pinggiran Kota (Urban Fringe Area) Kasus Pinggiran Kota Yogyakarta”. Jurnal PWK-40. Vol.12, No.1/Maret 2001. Hilman, Maman. 2004. Perkembangan Lokasi Perumahan di Wilayah Gedebage Kota Bandung akibat Pemekaran Kota. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur Universitas Kristen Petra Vol.32, No.2. Nilayanti, Vibi Dhika dan Brotosunaryo,PM. 2012. Pengaruh Perkembangan Aktivitas Ekonomi Terhadap Struktur Ruang Kota Di SWP III Kabupaten Gresik. Jurnal Teknik PWK Volume 1 Nomor 1 2012. Semarang: Undip. Hayati, Cucu. 2010. Tipologi Permukiman Wilayah Pinggiran Gresik-Surabaya (Studi Kasus: Kecamatan Driyorejo, Kecamatan Menganti, Kecamatan Cerme, Kecamatan Kebomas). Surabaya:Tugas Akhir PWK ITS. Hidajat, Janthy Trilusianthy. 2004. Kajian Gejala Urban Sprawl di Tiga Koridor Utama Pinggiran Kota Wilayah Jabotabek. IPB: Tesis Program Studi Arsitektur Lanskap. Mafruchah, Siti., Setijanti, Purwanita., Ratna Santosa,Happy. 2011. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Pemilihan Lokasi Perumahan di Perbatasan Kota Surabaya. Surabaya: Thesis Magister Arsitektur ITS. Saputra, Ichsan. 2012. Tipologi Urban Sprawl Kawasan Peri Urban Gresik. Surabaya: Tugas Akhir PWK ITS. Warsono, Agus., Soetomo, Sugiono,. Wahyono, Hadi. 2009. Perkembangan Permukiman Pinggiran Kota pada Koridor Jalan Kaliurang, Kabupaten Sleman. Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 1, Juli 2009. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Gresik Dalam Angka 2012 Kecamatan Menganti Dalam Angka 2012 RDTRK Menganti Tahun 2007-2017 RTRW Kabupaten Gresik tahun 2004-2014 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
ISBN : 978-602-97491-9-9 B-16-8