Implementasi Keselamatan Nuklir Dalam PLTN Ahmad Mulia Rambe Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Sejak awal perkembangan reactor telah diinsyafi bahwa reactor nuklir memiliki potensi yang katastropik. Oleh karena itu penelitian dan pengembangan keselamatan reactor telah dimulai sejak dini. Berbeda dengan teknologi pendahuluannnya yang perkembangan keselamatannya dimulai karena terjadi kegagalan atau kecelakaan keselamatan dan teknologi nuklir di kembangkan sebelum instalasinya sendiri di bangun. Sumber utama bahaya suatu reactor nuklir terletak pada terakumulasinya produk fisi radioaktif di dalam bahan bakar. Jika sesuatu hal kelongsong pembungkus bahan bakar rusak, maka produk fisi yang mudah menguap akan keluar atau yang mudah terlarut akan menyebar di dalam sistem pendinginan. Oleh karena itu usaha selama ini adalah untuk mempertimbangkan agar kelongsong itu todak rusak di dalam keaadan apapun. Berbagai mavam metode dikembangkan untuk menilai kelemahan desain, mulai dari perhitungan deterministic, simyulasi atau pengamatan eksprimental, sampai dengan penilaian secara probabilistic. Semua metode ini digunakan di dalam menilai desain suatu reactor baik untuk penelitian atau pembangkit listrik. Berdasarkan criteria keselamatan, desain reactor daya mengantisipasi dari kejadian abnormal oprasi sampai kecelakaan terbesar yang diperhitungkan dalam desain adalah bila pipa sistem pendingin pecah pada bagian pipa dingin sehingga teras akan kehilangan pendingin darat untuk menjamin teras tetap terbenam dalam pendingin. Diluar reactor yang dikembangkan oleh Rusia, sampai dengan saat ini belum pernah terjadi kecelakaaan reactor daya yang mengakibatkan kematian manusia. Kecelakaan tersebar yang pernah terjadi untuk reactor daya dikembangkan oleh Negara Barat adalah kecelakaan Three Mike Island, akan tetapi tidak menyebabkan kematian. Meskipun, terasnya terjadi pelelehan besar-besaran. Salah satu factor yang ternyata dominan pada kecelakaan yang pribadi akhirnya ini adalah factor manusia, Oleh karena itu studi tentang interaksi manusia dengan mesin giat dikerjakan. Makalah ini menjelaskan filosopi keselamatan nuklir yang dianut saat ini dan implementansinya didalam penggunaan energi nuklir untuk mebangkitkan energi listrik. Konsep pertahanan berlapis dan pelaksanaannya dalam desain, konseptrusi, operasi dan perawatan PLTN dijelaskan. Sebagai penutup dijelaskan bagai mana filosofi dan criteria kesleamatan itu dilaksankan untuk dua macam tipe reactor, yaitu tipe PWR dan BWR.
E-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
1
BAB II FILOSOFI KESELAMATAN NUKLIR Pemanfaatan energi nuklir di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Pokok Tenaga Atom tahun 1964 yang ditujukan untuk kesejahteraa rakyat Indonesia. Keselamatan petugas, masyarakat dan lingkungan di jamin dengan pengawasan dan pengurangan atas pemanfaatan teknologi nuklir. Badan Tenaga Atom Nasional diberi wewenang untuk melakukan peganturan dan pengawasan. Keterangan tentang keselamatan kerja maupun masyarakat disesuaikan dengan anjuran komisi Internasional Proteksi Radiasi (ICRP) dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) . Berdasarkan anjuran-anjuran ini disusun ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi berserta dengan kententuan dari derektur Jenderal Batan yang setiap kali di sesuaikan dengan perkembangan nasional maupun Internasional. Filosofi dasar keselamatan yang dianjurkan oleh IAEA dituangkan dalam publikasinya IAEA Safety Seris No. 75-INSAG-3 Tahun 1988. Saat ini keselamatan nuklir mempunyai tujuan untama: Untuk melindungi perkerjaan masyarakat dan lingkungan dengan membagun dan mempertahankan, dalam intalasi nuklir, Suatu pertahanan yang efektif terhadap bahaya radio logis. Sistem proteksi dalam tujuan umum dikatakan bila dapat mecegah penambahan yang signifikan terhadap resiko keselamatan resiko kerusakan lain yang dihadapi individu, masyarakat atau lingkungan akibat beroperasinya kegiatan industeri yang telah diterima itu. Di dalam pelaksanaannya ke selamatan nuklir dapat dibagai dalam dua katagori, yaitu ke selamatan radiasi dan keselamatan instalasi nuklir, yang masing-masing tujuannya adalah : Keselamatan Radiasi bertujuan: menjamin penyinaran radiasi di dalam instalasi nuklir yang beroperasi didalam keadaan normal dan setiap pelepasan bahan radio aktif dari instalasi nuklir dipertahakan serendah mungkin yang masih dapat dicapai (Prinsif ALARA, as low as reasonably achievable) dan dibawah batas yang telah ditentukan serta menjamin mitigasi jumlah penyinaran dalam kecelakaan, Proteksi radiasi tersedia untuk PLTN dalam operasi normal dan tindakantindakan terpisah tersebut untuk keadaan kecelakaan. Baik untuk kondisi operasi, kejadian yang diperkirakan dan keadaan kecelakaan. ICERP telah memiliki batas-batas proteksi radiasi agr memberikan perlindungan yang memadai. Keselamatan Instalai Nuklir bertujuan; mencegah dan menjamin dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, bahwa setiap keselamatan di dalam instalasi nuklir akan memberikan konsekuensi radiology yang minor dan kecelakaan yang menyebabkan konsekuensi kecelakaan yang serius memberikan kemungkinan yang sangat kecil. Pencegahan kecelakaan adalah prioritas ke selamatan yang utama baik bagi perencanan maupun maupun pengolahan PLTN. Untuk melaksanakan tujuan keselamatan, maka pembangunan instalasi nuklir mendasarkan pada tiga prinsip dasar keselamtan, yaitu tanggung jawab menejemen strategi pertahana berlapis dan prinsip teknis umum.
E-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
2
BAB III TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN Didalam tanggung jawab manajemen ada tiga prinsip yang dapat didefenisikan, yaitu pembentukan budaya keselamatan, tanggung jawab organisasi pengoperasian dan organisasi pengantura serta penilaian independen. Prinsip budaya keselamatan adalah : Suatu budaya keselamatan yang mapan akan mengatur prilaku dan interaksi antar karyawan dan organisasi yang berkecimpung dalam penggunaan energi nuklir. Budaya keselamatan mempunyai arti yang umum, dedikasi dan tanggung jawab secara peribadi untuk semua yang berkecimpung dalam aktivitas yang bersangkutan dengan keselamatan instalasi nuklir. Titik awal dimuali dari penjabat senior dalam organisasi dan diikuti penyusunan kebijakan yang menjamin tidakan yang tepat. Untuk melaksanakan ini disebut: Jalur tanggung jawab dan komunikasi yang jelas. Prosedur yang masuk akal dan beralasan serta dilaksanakan dengan konsekuen Penilaian secara internal dikerjakan pada kegiatan berkaitan dengan keselamatan. Pendidikan dan Penelitian ditekankan pada praktek-praktek keselamatan Prinsip tanggung jawab pengoperasian adalah: Tanggung jawab utama untuk keselamatan instalasi nuklir terletak pada organiasi pengoperasi, jadi tidak diperingan oleh kegiatan dan tanggung jawab perencana, pemasok, pemborong konstruksi dan pengawas/ pengatur. Sejak organisasi pengoperasi menerima instalasi, maka dia menguasai sepenuhnya instalasi dan segala tanggung jawabnya. Oleh karna itu segala tindakan dalam pengoperasian, perawatan dan perbaikan harus selalu dilandasi dengan aspek keselamatan dan memiliki pekerjaan yang terlatih baik dan kompoten semua tanggung jawab didefenisikan dengan baik dan didekumendasikan dangan baik. Organisasi Pengoperasian juga berkewajiban untuk secara rutin menilai dan mengaudit balik dangan personilnya sendiri maupun menggaji petugas, segala faktor yang menentukan ke selamatan instalasi. Prinsip badan pengaturan dan penilaian independen adalah : Pemerintah membuat peraturan perundang bagi mindustri nuklir dan organisasi pengaturan yang independen yang bertanggung jawab dalam pemberian ijin, pengendalian instalasi nuklir dan melaksanakan agar segala ketentuan perundangan ditaati oleh organisasi pengoperasian. Pemisaan antara organisasi pengatur dengan pengoperasian dimaksudkan agar pengatur itu independen dan dilindungi dari tekanan yang tidak perlu dari pihak yang lain. Organisasi pengawasan bertindak independen sampai tingkat tertentu dan perencanaan, pembangunan dan operator sehingga keselmatan satu-satunya misi dari operasional pengawasan. Agar tugas pengawasan dapat berlangsung secara efektif maka harus organisasi itu memiliki wewenang dan dimungkinkan untuk memasuki instalasi dan mencari informasi yang relevan.
E-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
3
BAB IV STRATEGI PERTAHANAN BERLAPIS Konstribusi tersebar pada filosofi keselamatan diberikan konsep pertahanan berlapis, sehingga setiap kegagalan dari setiapsatu lapis sistem pengamanan akan ditanggulangi oleh lapis berikutnya. Pertahanan berlapis disini dikenakan pada setiap aktivitas keselamatan, baik dari segi organisasi, prilaku atau yang berkaitan dengan desain, Pertahanan berlapis mepunyai prinsip dasar sebagai berikut : Untuk mengkompensasi kegagalan manusia dan mesin maka pertahanan berlapias digunalan, yang dipusatkan pada beberapa lapis proteksi termasuk penghalang ganda untuk mencegah pelepasan unsure radioaktif kelingkungan, Konsep ini termasuk perlindungan terhadap penghalang dengan mencegah kerusakan pada instalasi dan penghalang sendiri. Termasuk juga tindakan untuk melindungi masyarakat umum dan lingkungan dari kerugian bila penghalang tidak sepenuhnya efektif. Sebagai persyaratan umum adanya satu lapis pertahanan tidak mencakup untuk melakukan operasi bila ada lapis pertahanan harus ada setiap saat Pertahanan berlapis dengan dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian yang besar, yaitu pencegahan kecelakaan dan pengurangan akibat atau mitigasi. Pencegahan kecelakaan terdiri dari tiga lapis dan pengurangan akibat kecelakaan terdiri dua lapis. Jadi pertahanan berlapis terdiri 5 lapis. Pencegahan kecelakaan mempunyai perinsip: Tekanan utama diberikan pada cara untuk mencapai keselamatan yang berupa pencegahan kecelakaan, terutama segala sesuatu yang dapat menyebabkan kerusan teras. Pencegahan dirinci menjadi tiga lapis yaitu: Lapisan Pertama berupa pencegahan agar tidak terjadi deviasi dari operasi normal, yang berarti dalam desain, konstruksi dan operasi harus dikerjakan secara konservatif dan dengan kwalitas yang tinggi dengan adanya kaminankualitas. Untuk itu harus digunakan srandar dan material yang tetap.juga febrikasi harus dikendalikan dengan baik. Perhatian juga harus diberiakan kepada prosedur dalam ispeksi, perawatan dan pengujian, serata cara pengoperasian. Lapisan yang Kedua adalahmendeteksi dan mengintersepsi setiap deviasi dari operasi normal sedini mungkin dan mengembalikan kearah operasi normal. Tujuannya adalah untuk mencegah agar kejadian operasi yang diperkirakan tidak berubah menjadi kecelakaan. Lapis yang Ketiga berupa penambahan peralatan prosedur bila dua lapis yang pertama tidak dapat menahan, meskipun hal ini mempunyai kemungkinan yang sangat kecil.lapisan ini harus membawa sistem pada suatu kondisi yang dapat diterima sesudah terjadi kecelakaan. Pengurangan akibat kecelakaan berperinsip : Dimana instalasi maupun diluar tapak tindakan pengurangan akibat kecelakaan harus selalu siap dan dibuat terjadi pengurangan yang cukup besar bila terjadi penyebaran zat radioaktif karena kecelakaan. Penguarngan akibat kecelakaan juga dikenal dengan nama manajemen kecelakaan. Manajemen kecelakan ini dibagi dua lapis yaitu manajemen dalam instalasi dan manajemen diluar tapak.
E-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
4
Lapis Keempat manajemen kecelakaan dalam instalasi disini termasuk perlindungan terhadap pengunjung. Lapisan ini menekankan prosedur yang harus dikerjakan dalam instalasi pada saat kecelakaan terjadi dengan mencegah agar unsure radioaktif tidak tersebar kelingkungan. Lapis Kelima adalah manajemen kecelakaan diluar tapak seandainya empat lapis yang pertama mengalami kegagalan dan terjadi pelepasan ke lingkungan. Implementasi dari pertahanan berlapis secara fisis dilaksanakan dengan menbuat penghalang atau barier yang berurutan, dikenal denga penghalang ganda. Bila terjadi kegagalan pada penghalang yang pertama, maka penghalang yang kedua akan menahan produk fisi dari penyabaran. Dengan demikian bila hanya semua penghalang itu rusak dapat terjadi penyebaran zat radio aktif ke lingkungan. Dalam desain moderen PLTN, penghalang ganda berjumlah 4 buah, dengan perincian sebagai berikut : Penghalang pertama adalah matriks bahan bakar. Bahan bakar PLTN saat ini menggunakan serbuk U02yang dipres kemudian disenter untuk membuat pellet bahan bakar. Kerapatan massanya mencapai 90 sampai 95% dari rapat massa maksimum. Sehingga dalam pellet terjadi rongga-gongga yang merata. Ronggarongga inilah yang menampung produk fisi dan bentuk gas. Sedangkan yang berbentuk padat akan terikat dalam sistem kristal U02. pada temperatur operasi, hanya produk fisi yang terletak dibagian pinggir dan mudah menguap saja akan terlepas dari metrics bahan bakar. Penghalang yang kedua adalah kelosong bahan bakar biasanya dibuat dari paduan logam zirkonim. Produk fisi akan terlepas hanya bila kelongsong ini berlubang. Penghalang yang ketiga adalah sistem pendingin primer yang seluruhnya terletak didalam sistem pengungkung. Penghalang yang keempat adalahsistem pengungkung yang dibuat dari beton dengan lapisan baja didalamnya. Sistem ini pengungkung wadah antara lain teras reactor, bejana tekanan, pembangkit uap, pompa primer maupun sistem pendinginan darurat teras atau dikenal dengan nama nuclear island. Penyebaran kelingkan hanya dapat terjadi bila terjadi kerusakan pada keempat penghalang ini.
BAB V LANDASAN TEKNIS UMUM Beberapa hal yang mendasari landasan teknis umum yang penting untuk pemanfaatan teknologi nuklir yang aman adalah : Penggunaan Rekayasa Mapan. Teknologi PLTN didasari oleh prektek-praktek rekayasa yang sudah mapan telah diuji dan mempunyai pengalaman operasi dan ditujukkan dari penggunaan standar, pedoman dan dokumen-dokumen yang sesuai. Jaminan Kwalitas. Jaminan kwalitas digunakan pada seluruh kegiatan dalam instalasi nuklir sebagai bagian-bagian dari sistem yang komprehensif untuk menjamin, dengan tingkat
E-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
5
kepercayaan yang tinggi, segala sesuatu yang diterimakan, pelayanan dan pelaksanaan tugas memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Faktor Manusia. Semua personal yang ikut didalam kegiatan yang bersangkutan dengan keselamatan instalasi nuklir harus dilatih dan dikwalifikasikan untuk melaksanakan tugasnya. Kemungkinan kesalahan manusia dalam pengoperasian instalasi nuklir diperhitungkan dengan meniadakan kemudakan dalam pengambilan keputusan yang salah dan menyediakan sarana untuk mendeteksi dan mengoreksi atau komposisi terhadap kesalahan. Penilaian Keselamatan dan Verifikasi. Penilaian keselamatan dibuat sebelum konstruksi dan operasi suatu instalasi dimulai. Penilaian ini harus di dokumentasikan dengan baik dan dinilai ulang secara independen. Juga segera di perbaharui bila diperoleh informasi keselamatan yang baru di perkirakan ada pengaruhnya. Proteksi Radiasi Pelaksanaan sistem proteksi radiasi harus tetap saja dengan rekomodasi dari ICRP dan IAEA dan di gunakan sejak dan tahap desain, komosioning sampai operasi dari suatu instalasi nuklir. Pengalaman operasi dan Penelitian Keselamatan Organisasi-organisasi yang mempunyai kaitan diwajibkan untuk saling menukar, menilai dan menganalisa segala dan hasil penelitian yang berhubungan dengan keselamatan dan juga mempelajari serta menindak lanjuti.
BAB VI KRITERIA KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR Berdasarkan tujuan umum dan khusus keselamatan nuklir dan filosofi pertahanan berlapis, maka dibuat criteria desain umum PLTN yang terdiri dari 17 butir yaitu : Proteksi radiasi yang mensyaraakan bahwa kondisi indtalasi yang menyebabkan dosi radiasi yang tinggi atau pelapisan bahan bakar radio aktif harus mempunyai kemungkinan yang kecil dan memiliki kemungkinan yang besar harus mengakibatkan konsekuensi radiologis yang kecil. Fungsi keselamatan masyarakat bahwa untuk mencapai keselamatan yang memadai maka untuk mencapai keselamatan yang memadai maka merupakan hal yang esensial memasukkan keselamatan sebagai elemen yang melekat dalam proses desain keseluruhan. Kararteristik kesalamatan instlasi menwajibkan bahwa desain dan operasi sedemikian sehingga konsekuensi dari beerbagai penyebab kecelakaan yang dipostulasikan memberi tanggapan salah satu alternatif sebagai berikut : a. Tak menghasilkan efek yang berkaitan dengan keselamatan. b. Instalasi aman karena tindakan dari suatu sistem yan terus menerus beroperasi c. Instalasi aman karena tindakan dari suatu sistem yang harus diaktifka Dasar desain mengaruskan bahwa instalasi mampu untuk mengatasi berbagai kondisi oprasi dan kecelakaan dan masih dalam batas –batas proteksi radiasi.
E-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
6
Kondisi kecelakaan berat masyarakat bahwa peleepasan bahan radio aktif masih dibawah yang ditentukan. Kualitas instalasi menyasarakatkan semua fungasi keselamatan dari struktur, sistem dan komponen harus didefikasikan dan dikualifikasikan berdasarkan perananya dalam keselamatan. Ketentuan untuk pengujian, perawatan, perbaikan, inspeksi dan monitoring mengharuskan bahwa sistem harus memiliki keadaan kendala yang tinggi dan dapat dikerjakan pengujian, perawatan, perbaiakn dan memonitoring selama masa hidup instalasi. Keadaan sistem yang berkaitan dengan keselamatan harus tinggi yang dikaitkan dengan tiga tingkatan pertahanan berlapis. Beberapa sas yang diguanakan adalah asas berlebih (redundancy), asas beragam (diversity), criteria kegagalan tunggal, independen, fail-safe dan lain-lain. Unjuk kerja operator yang optimal dapat dari desain yang mempertimbangkan factor manusia dan interaksi manusia-mesin. Perpindahan panas ke suatu penampung panas akhir mensyaratkan bahwa tersedianya suatu sistem yang mengambil panas sisa dari struktur, sistem dan komponen yang penting untuk keselamatan. Proteksi terhadap api dan ledakan mensyaratkan agar struktur, sistem dan komponen yang penting untuk keselamatan didesain dan diletakkan sedemikian sehingga kemungkinan pengaruh api dan ledakan serendah mungkin. Efek yang berkaitan dengan kegagalan alat data desain struktur, sistem dan komponen yang penting untuk keselamatan mengakomodasi efek dari lingkungan kerja dan juga memiliki keakuran (compatide) yang baik, termasuk memperhitungkan dalam keadaan kecelakaan terbesar. Penggunaan bersama struktur, sistem dan komponen yang berkaitan dengan keselamatan tidak boleh digunakan secara bersama. Sistem mengandung bahan dapat belah dan radoaktif harus di desain dengan jaminan yang mencukupi dari keselamatan. Jalur keluar dan alat komunikasi harus ditandai secara sederhana, jelas dan tahan lama dilengkapi dengan penerangan darurat. Pengendalian masuk ke instalasi nuklir harus sedemikian sehingga instalasi terisolasi dan setiap saat pintu keluar masuk dapat dikendalikan sepenuhnya. Dekomisioning mensyaratkan bahwa pada tingkat desain perhatian perlu diberikan pada kemudahan dalam dekomisioning dan paparan radiasi pada pekerja dan masyarakat menggunakan prinsip ALARA. BAB VII KESELAMATAN DALAM PLTN TIPE PWR DAN BWR
VII. 1. PLTN TIPE PWR. Air pendingin mengambil panas dari bahan bakar dan dialirkan sistem pembangkit uap. Uap ini selanjutnya dialirkan ke turbin penggerak generator yang tetletak diluarsistem pengungkung. Bahan bakarnya uranium dioksida dengan pengayaan 235 U berkisar antara 1,5 sampai 4%. Tekanan operasi sekitar 15,5 Mpa dan temperatur pendingin keluar 325 C. Uap yang dihasilakan bertekanan 7 Mpa dalam keadaan jenuh.
E-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
7
Barier pertama untuk mencegah penyebaran produkfisi radioaktif adalah matriks bahan bakar yang memiliki rongga dengan variasi antara 5 sampai 10% dari rapat massa maksimum. Produk fisi dalam bentuk gas atau mudah menguap akan terjebak dalam rongga-rongga ini. Sedangkan yang berbentuk padat akan tetap terikat dalam kristal sebagai unsure pengotor. Hanya sebagian kecil yang terletak dekat dengan permukaan dapat lolos dari kungkungan matriks bahan bakar ini. Barier yang kedua adalah kelongsong bahan bakar yang dibuat dari logam panduan zirconium dan dikenal dengan nama Zircally-4. Pemilihan zirkonium untuk bahan kelongsong berdasarkan daya serap yang sangat rendah terhadap neutron disamping watak mekanik dan keakuran dengan fluida pendingin. Barier ketiga sistem pendingin yang terdiri dari bejan tekanan dan pipa pendingin. Produk aktivisi yang dihasilkan oleh unsure pengotor dalam pendingin dalam operasi normal akan dibersihkan oleh sistem permukaan air. Bila terjadi kerusakan dalam kelongsong dan ada produk fisi radioaktif yang lolos, maka berada dalam sistem pendingin. Kerusakan dalam sistem pendingin utama, misalnya pecah, akan diatasinya dengan adanya sistem pendingin darurat yang akan mempertahankan agar terus reactor tetap terbenam dalam fluida pendingin. Dengan demikian pengambilan panas sisa baik dari panas laten maupun panas perlukan produk fisi masih memadai untuk mempertahankan integritas kelongsong bahan bakar. Barier yang keempat adalah sistem pengungkung yang merupakan rumah bagi teras reactor, pembangkit uap dan perlengkapan lainnya. Seandainya ketiga barier yang pertama rusak, maka barulah bahan radioaktif masuk kedalam pengungkung, jadi merupakan barier yang terakhir. Pengungkung dilengkapi dengan sistem penyembur air yang bertujuan untuk mendinginkan dan mengembunkan uap yang terbentuk pada saat pecahnya pipa pendingin primer. Selanjutnya air panas terletak didasar pengungkung akan didinginkan dengan sistem pendingin air luar, sehingga air yang terkontaminasi akan tetap berada dalam pengungkung. Hanya bila keempat barier ini rusak bersamasama, maka terjadi penyebaran bahan radioaktifke lingkunhan. Dari segi instrumentasi dalam PLTN ada tiga kelompok besar, sistem pengendalian, sistem keselamatan atau protensi, dan sistem monitor. Sistem terkendali digunakan untuk menaikkan dan menurunkan daya reactor. Sistem proteksi digunakan untuk menaikkan dan menurunkan daya reactor. Sistem proteksi digunakan untuk memonitor operasi keseluruhan. Bila ada besaran yang melewati batas, atau sistem proteksi akan menghentikan operasi reactor perlu tindakan operator, bila dirasa perlu untuk menghentikan operasinya. Sistem pengendalian dan proteksi harus secara fisik terpisah sama sekali, termasuk lubang penetrasi untuk kabel ke sistem pengungkung. Disain mutakhir dalam PLTN mensyaratkan bahwa sistem instrumentasi harus mampu menangani kecelakaan pada 30 menit pertama sejak kecelakaan. Jadi operator tidak perlu melakukan tindakan apa-apa pada waktu itu, kecuali monitor perkembangan. Baru sesudah tiga puluh menit dapat melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan. Hal ini untuk menjaga kesalahan operator pada saat kecekakaan terjadi dan juga akan mempunyai reaksi yang lebih cepat dibandingkan reaksi operator.
E-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
8
VII.2. PLTN TIPE BWR Perbedaan utama dengan BWR adalah dalam pembangkitan uap. Dalam sistem BWR uap penggerak turbin dihasilkan dalam teras dan pengayaan bahan bakarnya bervariasi antara 1,5 sampai 2,5%. Oleh karena itu ukuran teras juga bejana-bejana tekananya lebih besar. Tekanan operasinya sebesar 8 Mpa dan menghasilkan uap jenuh. Karena bagian atas bejana tekanan digunakan untuk meletakkan pemisah uap dengan pencairan pendingin, maka batang kendali dimasukkan dari bawah dan digerakkan secara hidrolik. Karena uap yang dihasilkan dalam teras dilahirkan ke turbin generator dan adanya unsure pengotor yang menjadi radioaktif bila bereaksi dengan neutron. Akibat uap dapat mengandung bahan radioaktif yang relatif lebih besar bila air yang digunakan kurang bersih. Radioaktif akan sampai di tempat turbin yang dimungkinkan untuk diakses untuk perawatan selama operasi berlangsung. Oleh karena itu dosis paparan radiasi personel akan tergantung pada tingkatan kemurnian air pendingin primer. Tekanan yang darurat sehingga memiliki keandalan yang lebih besar. Sistem ini menggunakan sumuran pendingin untuk menghubungkan uap yang keluar pada saat pipa pecah. Pendingin dapat menggunakan air ataupun es diletakkan di bagian bawah dari sistem pengungkung.
DAFTAR PUSTAKA 1. IAEA Safety series no. 75-INSAG-3, Basic Safety Principles for Nuclear Power Plants, IAEA 1988. 2. IAEA Safety Series No.75-INSAG-4, Safety Culture, IAEA 1991. 3 IAEA Safety Series No,05-C-D (Rev.1), Code on Safety of Nuclear Power Plants : Design, IAEA 1988. 4. Anonymus, The Safety of Nuclear power Plants, Uranium Institute, London 1988. 5. Ma. Benyamin M, Nuclear Material and Aplications. 6. Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 1975 Kesehatan Kerja terhadap radiasi. 7. Surat keputusan Jenderal Batan Tahun 1989 tentang ketentuan Keselamatan kerja Terhadap Radiasi. 8. Surat Keputusan Jenderal Batan no.54 Tahun 1989 Tentang Pembangunan dan Pengoperasian Reaktor Nuklir.
E-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
9