IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN CIAMIS Oleh Wawan Heriawan 82341011040 Abstrak Penelitian ini memposisikan aparat Pemerintah Daerah sebagai sasaran penelitian dengan metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengambilan sampel purposive sampling, menggunakan wawancara dan observasi untuk pengambilan data, sedangkan untuk menguji keabsahan data menggunakan teknik analisis data kualitatif sebagai model analisis data. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Ciamis masih sangat rendah dibandingkan dengan keseluruhan pendapatan daerah yang ada. Pemerintah Kabupaten Ciamis telah melakukan upaya dalam meningkatkan PAD diantaranya dengan melakukan penyempurnaan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan telah dilakukan sosialisasi kepada pihak terkait meskipun masih belum optimal. Penggalian potensi PAD melalui intensifikasi dan ekstensifikasi juga telah dilakukan namun masih terbatas terhadap obyek-obyek tertentu, sementara di lain pihak masih banyak potensi yang dapat dioptimalkan. Sedangkan dalam melakukan pengelolaan PAD, Pemerintah Kabupaten Ciamis telah menjalankan standar pengelolaan, namun perlu lebih ditingkatkan lagi. Upaya-upaya peningkatan PAD yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis perlu terus dilakukan namun di lain pihak masyarakat sangat mengharapkan dilakukan pula adanya peningkatan pelayanan sebagai imbalan dari penyisihan hasil yang telah dikontribusikan sebagai pendapatan daerah. Untuk menjaga keseimbangan dimaksud Pemerintah Kabupaten Ciamis perlu memilih strategi yang tepat, efektif dan efisien. 1.
Kata kunci : Kebijakan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah. potensi dan kebutuhan daerah. Daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan seoptimal mungkin seluruh sumber daya yang dimiliki bagi kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini mengandung isyarat bahwa setiap Kabupaten/Kota dituntut untuk mampu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan prakarsa yang mengacu pada aspirasi masyarakat. Sedangkan peran Pemerintah Daerah harus lebih mengedepankan peran pokok dalam pembangunan, yaitu sebagai koordinator, fasilitator, katalisator dan mediator pembangunan, sehingga otonomi daerah dipandang sebagai wahana pendekatan pelayanan umum Pemerintah kepada masyarakat untuk mencapai pemberdayaan masyarakat. Dalam rangka mengemban titik berat otonomi, setiap Daerah Kabupaten/Kota dituntut untuk mempunyai kemampuan penyelenggaraan otonomi. Untuk mengukur kemampuan suatu Daerah dalam berotonomi, Fernandez (1992:28) memberikan tiga tolak
PENDAHULUAN Bergesernya sentralisme birokrasi ke arah pemberdayaan masyarakat ditandai dengan adanya pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah, pengaturan tentang peran serta masyarakat dan asas-asas umum penyelenggaraan negara yang ditetapkan. Bouman dan Hampton (dalam Supriatna, 1996:20) menyatakan bahwa pelimpahan wewenang kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri perlu dilakukan mengingat tidak ada suatu pemerintahan pun di negara yang luas mampu membuat kebijakan pemerintah (public policy) di segala bidang ataupun mampu melaksanakannya secara efisien di seluruh wilayah tersebut. Dalam arti ketatanegaraan, pelimpahan wewenang seperti ini dinamakan desentralisasi, dan suatu daerah yang memiliki wewenang mengurus rumah tangganya sendiri dinamakan daerah otonom. Kebijakan Otonomi Daerah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri sesuai dengan
67
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Volume I | Nomor 6 | Maret 2013
ukur Otonomi Daerah, yaitu : otonomi manajerial, otonomi dalam pembiayaan, dan otonomi di bidang personalia. Sedangkan Kaho (1991:60) menyebutkan bahwa sedikitnya ada empat faktor yang berpengaruh pada penyelenggaraan Otonomi Daerah, yaitu : manusia pelaksana (aparatur Pemerintah Daerah dan partisipasi masyarakat), keuangan daerah, peralatan, serta organisasi dan manajemen. Keempat faktor di atas dapat pula digunakan sebagai tolok ukur (kriteria) yang menentukan kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi. Dari beberapa faktor tersebut, sebagian ahli hukum dan pemerintahan seperti Kaho dan Fernandez berpendapat bahwa faktor yang paling menentukan pelaksanaan Otonomi Daerah adalah kemampuan keuangannya. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa ia terlepas dari faktor-faktor lainnya. Kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah, seperti tercermin dalam APBD, biasanya dijadikan sebagai tolok ukur kemampuan keuangan daerah. Dengan demikian, semakin besar kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah, semakin kuat juga kemampuan daerah tersebut dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah. Dengan PAD yang relatif kecil akan sulit bagi daerah tersebut untuk melaksanakan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara mandiri, tanpa didukung oleh pihak lain (dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Propinsi). Padahal dalam pelaksanaan otonomi ini, daerah dituntut untuk mampu membiayai dirinya sendiri. Masalah yang muncul selama ini adalah kemampuan keuangan yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota masih lemah. Mayoritas kemampuan keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia masih belum menggembirakan ditinjau dari segi penyelenggaraan Otonomi Daerah. Sebaliknya, sumber penerimaan daerah masih didominasi oleh penerimaan dari luar PAD, terutama sumbangan dan bantuan dari Pemerintah Pusat. Padahal menurut Cochran (dalam Fernandez, 1992:32), bahwa: apabila penerimaan Pemerintah Daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) kurang dari 20% dari total penerimaan, maka keputusan-keputusan di tingkat lokal akan didominasi oleh Pemerintah Pusat. Hal ini pada gilirannya
akan mengurangi kredibilitas dan otonomi Pemerintah Daerah. Keadaan seperti di atas dialami pula oleh Kabupaten Ciamis. Dari data yang penulis peroleh menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Ciamis masih jauh dari yang diharapkan. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah serta Dana Perimbangan dari tahun anggaran 2007 s.d. tahun anggaran 2011 di Kabupaten Ciamis, terlihat dalam Tabel 1.1. sebagai berikut.
Dari tabel di atas terlihat bahwa rata-rata kontribusi PAD terhadap Total Pendapatan Daerah hanyalah 4,15 %, yang berarti kemampuan keuangan (PAD) Kabupaten Ciamis masih lemah, dan masih didominasi oleh Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan kontribusi rata-rata 77,81%. Implementasi kebijakan sebagai sebuah proses yang dinamis, menuntut para pelaksana kebijakan melakukan aktivitas atau kegiatan untuk mendapatkan hasil. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah salah satunya ditentukan oleh faktor kemampuan daerah dalam memenuhi keuangannya, meskipun tidak terlepas dari faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi. Salah satu indikator untuk mengukur kemampuan keuangan daerah yang betul-betul merupakan hasil prakarsa daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersangkutan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah yang merupakan Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari; hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan dan
68
Wawan Heriawan
Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Ciamis
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Kewenangan penggalian dan pengelolaan potensi sumber-sumber pendapatan daerah tersebut tidak terlepas dari adanya desentralisasi kewenangan yang diharapkan memiliki hubungan tegak lurus dengan desentralisasi fiskal sebagai prasyarat keberhasilan otonomi daerah. Pemerintah Kabupaten Ciamis dengan kewenangan yang dimilikinya telah melaksanakan kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan Pendapatan Asli Daerah. Berdasarkan data yang ada dari tahun ke tahun PAD Kabupaten Ciamis terus mengalami peningkatan. Hal ini sudah barang tentu tidak terlepas dari faktor pendukung baik internal maupun eksternal. Apabila dikaitkan dengan tujuan otonomi daerah, peningkatan PAD tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan peningkatan PAD suatu daerah tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu Tesis ini akan menjelaskan kebijakan-kebijakan Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat keputusan (decisionmakers) sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Komunikasi (atau pentransmisian informasi) diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan dipakai (atau digunakan) dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut, yaitu: 1. Transmisi; penyaluran komunikasi yang ‘baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. 2. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-levelbureuacrats) harus jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu/mendua). 3. Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah sumberdaya. Sumberdaya merupakan hal penting lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan dengan baik. Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauhmana sumberdaya dapat berjalan dengan rapih dan baik, yaitu: 1. Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf/pegawai atau lebih tepatnya street-level bureaucrats. 2. Informasi; dalam implementasi kebijakan informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. 3. Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. 4. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan, tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil. Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik, adalah disposisi. Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu
Implementasi Kebijakan Pemerintah Implementasi kebijakan menyangkut (minimal) tiga hal, yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan (3) adanya hasil kegiatan. Implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C. Edward III disebut dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan yang diteoremakan oleh Edward III, terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu: (1) komunikasi; (2) sumberdaya; (3) disposisi; dan (4) struktur birokrasi. Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi dari suatu kebijakan, adalah komunikasi. Komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan
69
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Volume I | Nomor 6 | Maret 2013
kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, adalah: 1. Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakankebijakan yang diinginkan oleh pejabatpejabat tinggi. 2. Insentif; salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi. Dan variabel keempat, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, tetapi kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi masih tetap ada karena terdapat kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumber-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah melakukan Standard Operating Prosedures (SOPs) yaitu suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksana kebijakan/administrator/birokrat) untuk
melakdite-tapkan (atau standar minimum yang dibutuhkan warga). Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana pasal 157 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut : 1. Hasil Pajak Daerah 2. Hasil Retribusi Daerah 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan (Perusahaan Daerah/Badan Usaha Milik Daerah) 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dapat dilakukan dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Program Intensifikasi adalah upaya meningkatkan penerimaan dari sumber-sumber yang telah ada selama ini. Program Intensifikasi dapat dilakukan dengan merubah sistem pemungutan, meningkatkan efisiensi pemungutan dan efisiensi administrasi pajak daerah, perbaikan sistem kontrol terhadap petugas pemungutan dalam rangka mengurangi kebocoran, dan profesionalisasi dalam perusahaan Daerah. Sedangkan Program Ekstensifikasi adalah upaya mencari dan menggali sumber-sumber pendapatan yang baru dalam batas ketentuan perundang-undangan yang selama ini masih belum terlaksana dan diperkirakan memiliki potensi untuk digali. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2000:3) metode kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan itu Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2000:3) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Metodologi kualitatif dipilih dengan pertimbangan bahwa dengan metodologi ini diharapkan dapat diperoleh data yang sebenarnya dan mampu mengkaji masalah penelitian lebih mendalam
70
Wawan Heriawan
Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Ciamis
dan teliti terhadap objek penelitian sehingga data yang didapatkan berupa data yang akurat. Dengan alasan-alasan di atas, maka penulis memilih metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Melalui metode ini diharapkan dapat mengetahui secara mendalam implementasi kebijakan Pemerintah Daerah dalam peningkatan PAD di Kabupaten Ciamis. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer menurut Surakhmad (1990:163) adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh peneliti untuk mencapai tujuan penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang terlebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang di luar peneliti sendiri walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data yang asli. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh melalui studi lapangan Studi lapangan digunakan untuk mendapatkan data objektif di lapangan.. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka yang digunakan untuk mendapatkan berbagai data yang bersifat teori, literatur, peraturan perundang-undangan dan naskah-naskah/dokumen-dokumen lainnya yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Menurut Lofland sebagamana dikutip oleh Moleong (2005:157) bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data tersebut melalui observasi (pengamatan), wawancara, dokumen tertulis, data statistik. Dari pendapat tersebut, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk membuktikan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan responden. 2. Wawancara, yaitu suatu kegiatan mengumpulkan data dan informasi melalui tanya jawab langsung dan berstruktur kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan objek penelitian. Teknik wawancara yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka dan wawancara terstruktur. 3. Studi Dokumentasi, yaitu pengambilan data dari objek penelitian yang diperlukan, berupa dokumen-dokumen ataupun
laporan-laporan dari Lembaga yang berkaitan dan menunjang tujuan penelitian ini. Analisis data menggunakan Teknik Analisis Data Kualitatif. Pengertian Teknik Analisis Data Kualitatif menurut Moleong (2005:247), yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari hasil wawancara, observasi/pengamatan yang sudah dituliskan pada catatan lapangan, dokumen pribadi, dukumen resmi, dan hasil angket. Setelah data ditelaah kemudian mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi yaitu membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan, kemudian satuan-satuan itu dikategorisasikan. Kategori-kategori itu dibuat sambil melakukan koding. Tahap akhir dari analisis data yaitu dengan mengadakan pemeriksaan keabsahan data dan penafsiran data. Miles dan Huberman sebagaimana dikutip oleh Moleong (2005:287-289) menyebutkan bahwa dalam proses analisis data, ada empat unsur pokok kegiatan bagi seorang penganalisis, yakni: pengumpulan data, reduksi data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Berdasarkan pendapat di atas, maka datadata penelitian yang sudah terkumpul akan dialisis melalui tiga tahap, yaitu : 1. Penilaian Data Dilakukan untuk memilah data dan menentukan status data apakah relevan atau tidak dengan permasalahan penelitian. Dalam tahapan ini semua data yang terkumpul terlebih dahulu diklasifikasikan berdasarkan kategori, tema atau pola tertentu sesuai dengan kebutuhan sehingga mempermudah penganalisaan. 2. Interpretasi atau Penafsiran Data Dilakukan untuk memberikan arti terhadap semua data yang diperoleh sehingga mampu menjelaskan permasalahan penelitian. Data yang diperoleh melalui wawancara dan angket
71
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Volume I | Nomor 6 | Maret 2013
terlebih dahulu akan disajikan dalam bentuk aslinya kemudian diinterpretasikan dengan mengacu pada landasan teoritis yang dikemukakan oleh para ahli. Hasil interpretasi ini menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan. 3. Penarikan Kesimpulan Dilakukan setelah semua data dinilai dan diinterpretasikan. Kesimpulan merupakan jawaban akhir terhadap semua masalah penelitian.
Ciamis Yang Berkaitan Dengan Retribusi Yang Tidak Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam implementasi kebijakan tersebut diperlukan adanya kerjasama antara Pemerintah, dan masyarakatnya. Tidaklah mudah untuk menyamakan persepsi antara keduanya, apalagi masyarakat sendiri terdiri dari berbagai tingkat kemampuan ekonomi dan sosial yang berbeda, yang notabene tidak mudah memahami dan menerima berbagai Peraturan Daerah tentang Pajak/Retribusi/Perizinan yang digulirkan Pemerintah Kabupaten Ciamis. Agar Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2011 tersebut dapat ditaati dan dilaksanakan oleh semua elemen yang ada, baik aparat pemeritah, pengusaha maupun masyarakat, maka Pemerintah Kabupaten Ciamis telah melakukan langkah-langkah sebaga berikut : 1) Transmisi Dalam rangka transmisi kebijakan yang telah ditetapkan, Pemerintah Kabupaten Ciamis telah melakukan upaya penyebarluasan informasi melalui kegiatan sosialisasi kepada elemen terkait. Sasaran Sosialisasi yang pertama adalah ditujukan kepada aparat pelaksana yang mengelola pajak dan retribusi dan selanjutnya terhadap masyarakat dan para pengusaha. Dikarenakan anggaran yang terbatas maka tidak semua elemen terkait dapat diikutsertakan dalam kegiatan sosialisasi tersebut. Sedangkan tanggapan dari masyarakat dan beberapa pengusaha pada umumnya mereka dapat mengerti terhadap substansi kebijakan yang disampaikan, meskipun secara teknis perlu penjelasan lebih lanjut. Selain melakukan pertemuanpertemuan, sosialisasi juga dilakukan melalui media masa dan spanduk serta papan pengumuman yang diharapkan semakin banyak elemen yang memahami. 2) Kejelasan Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pajak dan retribusi telah sangat jelas dan tegas, akan tetapi untuk lebih memperjelas dan dapat dilaksanakan di lapangan diperlukan adanya penjabaran dari peraturan tersebut yaitu dengan menetapkan Peraturan Bupati dan peraturan lain untuk memperjelasnya. Beberapa Peraturan Bupati sebagai
PEMBAHASAN Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Otonomi Daerah memberikan kewenangan yang begitu luas kepada Pemerintah Daerah untuk menggali potensi yang ada dalam meningkatkan kemampuan keuangannya, terutama dari sektor Pendapatan Asli Daerah, sehingga diharapkan kebijakan otonomi daerah berbanding lurus dengan peningkatan PAD. Akan tetapi kenyataannya berkata lain, tidak semua daerah dengan mudah dapat meningkatkan PAD-nya. Bagi daerah yang memiliki potensi yang telah tersedia, hanya dengan sedikit sentuhan inovasi dan anggaran, PAD-nya dapat segera meningkat. Namun bagi daerah yang minim potensi, harus bekerja keras untuk melakukan upaya peningkatan PAD tersebut. Kebijakan peningkatan PAD di setiap daerah terus digulirkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam membiayai kebutuhan belanja pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Implementasi kebijakan peningkatan PAD di Kabupaten Ciamis, berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan dengan menggunakan beberapa variabel sebagai berikut : 1. Komunikasi Sebagai dasar dalam melaksanakan kebijakan peningkatan PAD di setiap daerah adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retriibusi Daerah. Sebagai konsekuensi dari penetapan Undangundang tersebut maka peraturan-peraturan yang ada di bawahnya, termasuk Peraturan Daerah yang telah diberlakukan harus segera disesuaikan. Pemerintah Kabupaten Ciamis bersama DPRD Kabupaten Ciamis telah melakukan penyesuaian dengan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pencabutan Atas Peraturan Daerah Kabupaten
72
Wawan Heriawan
3)
2.
Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Ciamis
penjelasan dari Peraturan Daerah telah diterbitkan meskipun belum semua Peraturan Daerah terdapat Peraturan Bupatinya. Berdasarkan hasil wawancara terhadap para pengelola pajak dan retribusi, pada umumnya mereka telah memahami tahapan dan tata cara pengelolaan pajak dan retribusi bahkan di beberapa kesempatan mereka telah menerima pelatihan dan bimbingan teknis. Akan tetapi apabila menelaah hasil wawancara terhadap masyarakat dan para pengusaha pada umumnya mereka kurang memahami teknis pengelolaan pajak dan retribusi tersebut, yang mereka pahami hanya kewajiban-kewajiban yang harus mereka patuhi. Selain itu masih terdapat pungutan ganda pada satu objek usaha, yang cukup membebani masyarakat, misalnya yang dialami oleh para pengusaha hotel dan restoran, yang harus membayar pajak hotel/restoran serta retribusi usaha sarana pariwisata, dengan berbagai pungutan di dalamnya, seperti pungutan atas penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan dan minuman yang ada di hotel. Konsistensi Implementasi dari sebuah kebijakan tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan, apabila dalam pelaksanaannya tidak konsisten terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Berkenaan dengan hal tersebut, setelah melakukan analisis terhadap data yang ada, diperoleh hasil bahwa secara umum aparat pengelola pajak dan retribusi telah konsisten melakukan ketentuan yang ada, akan tetapi beberapa diantara mereka masih mengeluhkan akan kurang efisiennya waktu, dikarenakan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut mereka harus menjelaskan secara berulang-ulang kepada beberapa wajib pajak mengenai kewajibankewajiban yang harus mereka laksanakan. Selain itu masih terdapat prosedur perizinan yang terlalu birokratis dan kurang transparan, sehingga menimbulkan kecurigaan masyarakat wajib pajak/retribusi/perizinan kepada aparat petugas, seperti dalam dalam penarikan retribusi parkir yang tidak memberikan resi pembayaran bagi para kendaraan bermotor. Sumberdaya
Kebijakan dapat berjalan dengan baik, apabila didukung oleh sumberdaya yang memadai untuk melaksanakannya. Seiring dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 17 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Ciamis dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati mengenai Tugas Pokok dan Fungsi masing-masing SKPD, maka dari sisi keorganisasian terdapat 14 SKPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi menerbitkan perijinan dan menjalankan pengelolaan PAD. Selanjutnya berdasarkan data yang ada maka berkaitan dengan sumberdaya pengelola PAD ini diperoleh gambaran sebagai berikut : 1) Staf Keberadaan staf/pegawai sangat berperan dalam menjalankan implementasi kebijakan. Peningkatan PAD sebagai sebuah tujuan harus didukung oleh para staf/pegawai yang mengelola PAD tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan dan data yang ada dari sisi ketersediaan, staf/pegawai Pemerintah Kabupaten Ciamis yang mengelola PAD dibeberapa SKPD telah mencukupi, akan tetapi masih terdapat SKPD yang belum tersedia staf/pegawai yang memadai, seperti yang terjadi di BPPT. BPPT sebagai SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi menerbitkan perijinan (HO, IMB, Ijin Usaha Perikanan, dll) sekaligus mengelola PAD masih kekurangan tenaga teknis yang menangani perijinan tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan pada saat peralihan Tupoksi dari SKPD lain tidak diikuti dengan pemindahan tenaga teknisnya, sehingga mempengaruhi terhadap proses perijinan itu sendiri. Selain itu ketercukupan staf/pegawai sebagaimana di atas masih belum proporsional karena latar belakang pendidikannya masih beranekaragam akan karena memang untuk menjadi seorang pengelola PAD tersebut tidak terdapat kriteria pendidikan khusus yang penting pegawai yang ditugaskan dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Meskipun dengan latarbelakang pendidikan yang beraneka ragam, para staf/pegawai yang ditugaskan untuk melaksanakan pengelolaan PAD senantiasa diberikan pengetahuan melalui media
73
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Volume I | Nomor 6 | Maret 2013
2)
3)
4)
koordinasi yang dilakukan paling sedikit dua bulan sekali yang dilakukan oleh SKPD masing-masing, selain pada saatsaat tertentu dilakukan pembekalan dari aparat-aparat terkait. Informasi Dalam implementasi kebijakan diperlukan informasi yang jelas mengenai bagaimana cara melaksanakan kebijakan tersebut. Di Kabupaten Ciamis telah terdapat petunjuk mengenai pelaksanakan pengelolaan PAD yang selama ini difasilitasi oleh DPPKAD, meskipun belum lengkap. Untuk memenuhi petunjuk tersebut biasanya dilengkapi dengan surat edaran dan kerangka acuan kerja agar ketentuanketentuan yang ada dapat dilaksanakan dengan baik. Berkaitan dengan kepatuhan para aparat pengelola PAD dalam menjalankan tugasnya dilakukan dengan media rapat koordinasi yang secara rutin dilaksanakan dan dengan melakukan inspeksi lapangan. Berdasarkan data yang ada secara umum aparat pelaksana telah mematuhi kebijakan yang ada, hal ini terlihat dari target-target yang telah dibebankan dapat tercapai meskipun belum seratus persen. Wewenang Implementasi kebijakan yang baik terlihat juga dari adanya kewenangan yang secara formal dituangkan dalam aturan-aturan. Berkaitan dengan wewenang tersebut, berdasarkan data yang ada di Kabupaten Ciamis telah terdapat wewenang yang secara formal dituangkan dalam aturan selain terdapat dalam tugas pokok dan fungsi yang melekat di SKPD pengelola PAD. Sebagai contoh adalah dituangkan dalam Peraturan Bupati sebagai petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Daerah yang telah ditetapkan. Terdapat pula pelimpahan kewenangan dari Bupati kepada Camat terhadap beberapa proses perijinan. Sebagai suatu langkah positif yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Ciamis adalah dengan menyatukan beberapa kewenangan perijinan di beberapa SKPD disatukan di BPPT. Fasilitas Kelengkapan sarana dan prasarana merupakan hal yang sangat penting dalam implementasi kebijakan. Sarana dan prasarana dimaksud baik berupa
kelengkapan gedung dan peralatan kantor maupun peralatan mobilitas. Berdasarkan data yang ada sarana berupa ketersediaan kelengkapan kantor dalam rangka mendukung pengelolaan PAD di Kabupaten Ciamis sudah terpenuhi meskipun dibeberapa tempat masih perlu dilengkapi. Sebagai contoh dari enam UPTD Dinas PPKAD semuanya telah memiliki bangunan sendiri dan untuk mobilitasnya dilengkapi dengan kendaraan bermotor roda dua. 3. Disposisi Disposisi atau sikap dari para pelaksana kebijakan mengenai apa yang akan dikerjakan adalah faktor penting untuk melaksanakan kebijakan secara efektif. Akan tetapi tidak terbatas hanya sikap para pelaksana kebijakan tersebut, melainkan perlu dilengkapi pula dengan kemampuan dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Hal ini tidak terlepas dari beberapa variabel sebagai berikut : 1) Pengangkatan birokrat Pemilihan dan pengangkatan pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan. Sebagaimana dijelaskan diawal, bahwa dalam pengangkatan pegawai/aparat pelaksana PAD di Kabupaten Ciamis tidak terdapat kriteria khusus para pegawai atau pelaksana yang akan menempatinya baik dari latar belakang pendidikan maupun riwayat pekerjaan secara formal. Hal ini akan mempengaruhi kinerja birokrasi itu sendiri, padahal di lain pihak masyarakat sangat mengharapkan pelayanan prima dari pemerintah daerah. 2) Insentif Insentif dilakukan dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu sebagai pendorong bagi pelaksana kebijakan dapat melaksanakan perintah dengan baik. Berkaitan dengan pemberian insentif, di Kabupaten Ciamis sudah diterapkan berupa pemberian upah pungut, biaya operasional dan insentif bagi pegawai di SKPD pengelola PAD yang difasilitasi oleh DPPKAD. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja para pengelola PAD dalam melaksanakan tugasnya. Adapun teknis pemberiannya ada yang setiap bulan ada juga yang diberikan setahun sekali. Namun berdasarkan hasil wawancara di
74
Wawan Heriawan
Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Ciamis
setiap SKPD pelaksana perijinan dan pengelola PAD, jumlah insentif yang diterima belum memadai dan masih jauh di bawah insentif yang diberikan daerah lain. 4. Struktur Birokrasi Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang dalam sebuah struktur birokrasi, sehingga diperlukan adanya koordinasi yang baik. Kinerja struktur birokrasi dapat ditingkatkan melalui penerapan Standard Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan fragmentasi. Berdasarkan data yang ada dibeberapa SKPD pengelola PAD telah diterapkan SOPs tersebut meskipun dasar penerapannya masih berbeda-beda, ada yang menggunakan Peraturan Bupati dan ada pula yang masih dengan peraturan Kepala SKPD. Akan tetapi SOPs di beberapa SKPD belum dapat dilaksanakan secara optimal dikarenakan belum didukung dengan anggaran dan sistem informasi yang memadai.
2)
Faktor Profesionalisme Aparatur Peran Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam program intensifikasi juga dilakukan dengan peningkatan kuantitas dan kualitas Aparatur. Secara kuantitas jumlah aparat Dinas Keuangan Daerah dan aparat dari Dinas/Badan/Lembaga Kabupaten Ciamis yang berstatus Pegawai Negeri (PNS) sudah cukup memadai. Namun demikian jika melihat jangkauan kerja yang sangat luas hingga ke pelosok desa, seperti pemungutan dispensasi jalan, terminal, pasar, retribusi wisata dan lainlain, maka jumlah tersebut dirasakan masih kurang. Untuk mengatasi kekurangan petugas tersebut maka mengupayakan dengan cara mempekerjakan petugas Non PNS (tenaga kontrak), yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Bupati Ciamis. Adapun pembinaan petugas nonPNS tersebut dibiayai oleh Pendapatan Asli Daerah. Secara kualitas DPPKAD Kabupaten Ciamis sebagai koordinator pengelolaan PAD masih kekurangan tenaga yang berkualitas. Upaya yang dilaksanakan oleh Dinas Keuangan Daerah dalam meningkatkan kualitas aparatnya antara lain melalui penataran Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah/Retribusi Daerah dan mengikutsertakan pegawainya dalam pendidikan teknis fungsional dan diklat struktural. 3) Faktor Pengelolaan Organisasi Peran Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam upaya program intensifikasi dapat dilihat pula dari faktor pengelolaan organisasi, dengan melakukan langkahlangkah sebagai berikut : a) Pengorganisasian dan Perbaikan Sistem Pemungutan b) Peningkatan Koordinasi dengan Pihak-pihak Terkait c) Peningkatan Fungsi Pengawasan. 2. Program Ekstensifikasi Untuk menigkatkan Pendapatan Asli Daerah, selain dengan melaksanakan Program Intensifikasi, juga melaksanakan Program Ekstensifikasi. Seperti telah disebutkan di muka, ekstensifikasi diartikan sebagai upaya untuk mencari dan menggali sumber-sumber pendapatan baru dalam batas ketentuan perundang-undangan yang selama ini masih
Peran Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan PAD di Kabupaten Ciamis Secara umum upaya Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dilakukan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi. Program intensifikasi merupakan upaya meningkatkan penerimaan dari sumber-sumber yang telah ada. Sedangkan program ekstensifikasi merupakan upaya untuk mencari dan menggali sumber-sumber pendapatan yang baru dalam batas ketentuan perundangundangan yang selama ini masih belum terlaksana dan diperkirakan memiliki potensi untuk digali. Untuk melihat peran Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program intensifikasi dan ekstensifikasi tersebut dapat dilihat dari beberapa faktor sebagaimana penjelasan berikut : 1. Program Intensifikasi Peran Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam program intensifikasi dapat diamati dari berbagai faktor, yaitu : 1) Faktor Perundang-undangan Pajak Pemerintah Kabupaten Ciamis, telah menempuh langkah-langkah sebagai berikut : a) Penyempurnaan Peraturan-peraturan Daerah tentang pemungutan jenisjenis Pendapatan Asli Daerah b) Peningkatan Penyuluhan kepada Wajib Pajak/Retribusi Daerah
75
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Volume I | Nomor 6 | Maret 2013
belum terlaksana dan diperkirakan memiliki potensi untuk digali. Berkaitan dengan ekstensifikasi ini, Pemerintah Kabupaten Ciamis berusaha menggali sumber-sumber pendapatan yang baru, yaitu dari pos Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan diberlakukannya UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Akan tetapi, menurut Penulis dari kedua unsur Pendapatan Asli Daerah tersebut, program ekstensifikasi lebih memungkinkan digali pada retribusi Daerah, karena lapangan retribusi Daerah tidak sesempit lapangan pajak Daerah, sehingga terjadinya kekembaran dalam lapangan retribusi daerah diperbolehkan. Dengan demikian, seyogyanya Pemerintah Kabupaten Ciamis melaksanakan program ekstensifikasi selain pada pajak daerah juga pada lapangan retribusi daerah. Hal ini berkaitan dengan semakin luasnya jasa yang dapat diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat. Dengan upaya ekstensifikasi ini diharapkan akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Ciamis.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Wahab, Solichin. 1991. Analisis Kebijakan : dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bina Aksara, Jakarta Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: AIPI. Davey, Kenneth J. 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah. Jakarta: UI-Press. Devas, Nick. 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta: Ul-Press. Dunn, William N. 1999. Analisis Kebijakan Publik (terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington: Congressional Quarterly Press. Fernandez, Johanes. 1992. Mencari bentuk otonomi daerah dan upaya memacu pembangunan regional di masa depan. Jumal llmu-ilmu Sosiat, no. 2, 26 - 36. Grindle, Merille S (ed). 1980. Politic and Policy Implementation in the Third World. New Jersey: Princeton University Press. Handayaningrat, Suwarno. 1986. Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Gunung Agung. Haris, Syamsudin (2005, ed.). Desentralisasi & Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, LIPI Press, Jakarta. Ibrahim, Amin. 2004. Pokok-pokok Analisis Kebijakan Publik (AKP). Bandung: Mandar Maju. Islamy, M. Irfan. 2000. Prinsip-prinsip Perumusasn Kebijaksanaan Negara. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Kaho, 1988. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Kamaluddin, Rustian. 1992. Bunga Rampai Pembangunan Nasional dan Pembangunan Daerah. Jakarta: LP3ES. Kusnardi, dan Ibrahim, Harmaily. 1991. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Bina Cipta. Lains, Alfian. 1985. Pendapatan daerah dalam ekonomi orde baru. Majalah Prisma, LP3ES, no. 4, 40 - 57. Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga. Mamesah, D.J. 1995. Sistem Administrasi Keuangan Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
SIMPULAN Kebijakan peningkatan PAD di setiap daerah terus digulirkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam membiayai kebutuhan belanja pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai dasar dalam melaksanakan kebijakan peningkatan PAD di setiap daerah adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Implementasi kebijakan peningkatan PAD di Kabupaten Ciamis, berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Implementasi kebijakan Peningkatan PAD di Kabupaten Ciamis secara umum telah memenuhi variabel komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi dan tahapan-tahapannya. 2. Peranan Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam peningkatan PAD dilakukan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi. Secara umum program tersebut sudah berjalan dengan baik, meskipun pada kenyataannya persentase kenaikan PAD dari tahun ketahun kurang memuaskan.
76
Wawan Heriawan
Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Ciamis
Manan, Bagir. 1993. Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945. Karawang: Unsika. Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi. Mazmanian, Daniel H., and Paul A. Sabatier. 1983. Implementation and Public Policy. New York: HarperCollins. Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda. Nawawi, Hadari. 1994. Penelitian Terapan. Gajah Mada University, Bandung. Osborne, David. 2004. Pemerintahan Wirausaha, Jakarta: PPM. Rusidi dan Enas, 2011. Metode Penelitian (Elaborasi Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Cetakan I, Bandung: CV Dewa Ruci. Siagian, P. Sondang. 2000. Administrasi Pembangunan : Konsep, Dimensi dan Strateginya. Bumi Aksara, Jakarta. Singarimbun, Marsi dan Sofian Effendi, 1995. Metodologi Penelitian Survei, Cetakan II, LP3ES, Jakarta. Situmorang, Victor M. 1993. Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah, Jakarta: Sinar Grafika. Soemitro (Editor). 1989. Desentralisasi dalam Pelaksanaan Manajemen Pembangunan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sujanto. 1991. Otonomi, Birokrasi, Partisipasi. Semarang: Dhana Prize. Suparmoko, M. 1997. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: BPFE. Supriatna, Tjahya. 1993. Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah . Jakarta: Bumi Aksara. Surakhmad, Winarno. 1990. Pengantar Penelitian llmiah, Bandung: Tarsito. Sutopo, H.B. 1998. Pengantar Penelitian Kualitatif : Dasar-dasar Teori dan Praktis. Pusat Penelitian UNS, Surakarta. Thoha, Miftah. 1991. Beberapa Aspek Kebijakan Birokrasi. Yogyakarta: Media Widya Mandala. Wasistiono, Sadu. 2001. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah. Bandung: Alqaprint. Widjaja, A.W. 1992. Titik Berat Otonomi Pada Daerah Tingkat II. Jakarta: Rajawali Pers. Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: MedPress.
Peraturan Perundang-undangan : Undang Undang Dasar 1945 dan Amandemen kesatu s.d. keempat, Fokusmedia, Bandung, 2004. Undang-undang Otonomi Daerah, Fokusmedia, Bandung, 2004. Himpunan Peraturan Pemerintahan Daerah, Fokusmedia, Bandung, 2007. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pencabutan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Yang Berkaitan Dengan Retribusi Yang Tidak Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
RIWAYAT PENULIS Wawan Heriawan lahir di Ciamis, 28 Januari 1969. Bekerja di Kantor Perpustakaan Umum dan Kearsipan Daerah Kab. Ciamis Thn. 2011sekarang.
77
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Volume I | Nomor 6 | Maret 2013
78