IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY BERLANDASKAN BUDAYA TRI HITA KARANA I Dewa Ayu Eka Pertiwi Unti Ludigdo Universitas Brawijaya Malang, Jl. MT Haryono 165 Malang, 65145 Surel:
[email protected] Abstract: Corporate Social Responsibility Implementation Based on Tri Hita Karana Culture. This study aims to identify and to understand the implementation of CSR based on Tri Hita Karana at the Discovery Kartika Plaza Hotel. The ethnographic methods were used to obtain deeper and complete information. The research results found Integrated of CSR. It has a sense that the company as a business group in carrying out its activities always has a harmonious relationship with community, nature, and God. It produces four forms of implementation which are synergic and related to each other, namely of the implementation in the corporate, in the community, in the environment, and the matters relating to God. Abstrak: Implementasi Corporate Social Responsibility Berlandaskan Budaya Tri Hita Karana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami implementasi CSR berlandaskan Tri Hita Karana pada Discovery Kartika Plaza Hotel. Metode etnografi digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dan utuh dari sudut pandang para informan. Hasil penelitian menemukan bahwa CSR Terpadu berarti “usaha perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya secara lebih terintegrasi, baik antara tujuan perusahaan sebagai usaha bisnis, keharmonisan hubungan dengan masyarakat, alam, dan Tuhan. CSR Terpadu menghasilkan empat sinergi implementasi, yaitu implementasi di perusahaan, masyarakat, lingkungan, dan hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan. Kata kunci: Corporate Social Responsibility, Tri Hita Karana, CSR Terpadu.
porate Social Responsibility. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep tentang tindakan yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap sosial atau lingkungan sekitar di mana perusahaan itu berada. Corporate Social Responsibility menurut Kotijah (2008) merupakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi perusahaan atau usaha bisnis itu sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat pada umumnya. Hal ini akan mendukung terjalinnya hubungan perusahaan atau usaha bisnis yang serasi, seim-
Seiring perkembangan jaman, akuntansi tidak lagi bersifat konvesional yang hanya terbelenggu dalam perhitungan angka-angka semata. Perkembangan akuntansi tersebut menyebabkan munculnya istilah akuntansi sosial. Akuntansi sosial, sebagaimana yang disampaikan Cahyati (2008), merupakan alat yang berguna bagi perusahaan dalam mengungkapan aktivitas sosialnya di dalam laporan keuangan, mengingat investor dan calon investor dalam mengambil keputusan bisnis ataupun investasi tidak saja memperhatikan aspek keuangan, tetapi juga memperhatikan aspek tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat. Salah satu bentuk dari akuntansi sosial adalah Cor430
Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 4 Nomor 3 Halaman 330-507 Malang, Desember 2013 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879
431
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
bang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Hal senada juga dikatakan oleh Elkington seperti yang dikutip oleh Pembudi (2005:19) bahwa konsep CSR merupakan kewajiban perusahaan terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, masyarakat, dan ekologis dalam semua aspeknya. Kewajiban yang dimaksud tersebut jauh lebih luas, tidak hanya menyangkut kewajiban untuk mematuhi perundang-undangan yang ada, tetapi juga kewajiban dalam arti moral. Konsep CSR memang berkaitan dengan teori legitimasi (legitimacy theory) di mana dalam mengelola perusahaan harus berorientasi atau memiliki keberpihakan kepada masyarakat untuk mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari masyarakat demi kelangsungan hidup perusahaan di masa depan. Menurut Prince of Wales International Bussiness Forum seperti yang dikutip oleh Wibisono (2007:119) terdapat lima pilar aktivitas Corporate Social Responsibility, yaitu building human capital (secara internal perusahaan dituntut untuk membentuk SDM yang handal, sedangkan secara eksternal perusahaan dituntut melakukan pemberdayaan masyarakat), strengthening economies (perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan ekonomi bagi komunitas di sekitar), assessing social chesion (upaya perusahaan untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tidak terjadi konflik), encouraging good governance (perusahaan dalam menjalankan bisnisnya harus mengacu pada good corporate governance), dan protecting the environment (perusahaan harus berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan). Kelima pilar aktivitas CSR tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan CSR bukanlah program yang bersifat jangka pendek (short term) dan sekedar membagikan kedermawanan, tetapi dilakukan secara berkelanjutan (susitanable), baik dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Melakukan program CSR secara berkelanjutan (suistanable) memiliki dampak yang positif dan manfaat yang lebih besar, baik kepada perusahaan maupun para stakeholder yang terkait. Program CSR yang berkelanjutan diharapkan dapat membentuk kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, mandiri, dan lingkungan sekitar juga tetap terjaga kelestariannya. Oleh karena itu, program Corporate Social Responsibility di sini lebih tepat dikatakan sebagai investasi dan harus dijadikan strategi bisnis suatu perusahaan,
Perkembangan Corporate Social Responsibility menyebabkan perusahaan atau dunia usaha bisnis yang dulu hanya peduli pada keuntungan (profit), kini juga memberikan perhatiannya kepada kesejahteraan manusia (people), serta keseimbangan dengan alam semesta (planet). Keseimbangan antara profit, people, dan planet, atau yang lebih dikenal dengan “konsep 3P” ini diperkenalkan oleh Elkington (1998). Konsep 3P ini, menurut Elkington dapat menjamin keberlangsungan bisnis perusahaan. Hal ini dapat dibenarkan, sebab jika suatu perusahaan hanya mengejar keuntungan semata, maka dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengabaikan masyarakat yang ada disekitar lingkungan perusahaan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan (sustainability development). Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila korporasi juga turut memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Bahkan tidak sedikit bukti yang menunjukkan beberapa perusahaan yang tidak mampu menjaga keseimbangan dari 3P ini, akan menjadi penghambat bagi kelangsungan bisnisnya (Prastowo dan Huda 2011). Pelaksanaan Corporate Social Reponsibility pada perusahaan atau usaha bisnis di Indonesia dewasa ini sudah berkaitan dengan konsep “3P” yaitu keseimbangan antara profit (laba), people (masyarakat), dan planet (lingkungan alam). Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, pelaksanaan CSR yang berlandaskan konsep ”3P” masih menyebabkan ketidakseimbangan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan, karena perusahaan masih saja terfokus pada keuntungan (profit) semata, sehingga perhatian yang diberikan kepada masyarakat (people) dan lingkungan (planet) terkesan tidak bersungguh-sungguh. Selain itu, Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan oleh perusahaan atau usaha bisnis di Indonesia kental kaitannya dengan budaya masyarakat di lingkungan perusahaan, serta spiritual (berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa). Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Asocio (2004) di mana karakter Corporate Social Responsibility, khususnya di kawasan Asia Pasifik (termasuk Indonesia) lebih dipengaruhi oleh tradisi panjang menghargai keluarga, jaringan sosial, agama, dan budaya yang bervariasi, yang membuat karakter Corporate Social Responsibility di kawasan Asia
Pertiwi, Ludigdo, Implementasi Corporate Social Responsibility...432
Pasifik berbeda dengan kawasan Eropa atau Amerika Utara. Hasil penelitian dari Wang dan Juslin (2009) juga menunjukan adanya kaitan antara suatu budaya dengan pelaksanaan CSR. Penelitian yang dilakukan ini menghasilkan suatu definisi baru mengenai CSR, yaitu Harmony Approach to CSR (HCSR). Harmony Approach to CSR muncul karena menganggap bahwa konsep CSR barat yang digunakan tidak sesuai dengan realitas pasar Cina dan tidak mempertimbangkan budaya Cina. Harmony Approach to CSR ini berakar pada budaya Tionghoa dan karakteristik Cina, yaitu konfusianisme yang berkaitan dengan harmonisasi antar pribadi dan taonisme yang berkaitan dengan harmonisasi antara manusia dan alam, sehingga pendekatan ini mempunyai arti “menghormati alam dan mencintai masyarakat”. Hasil penelitian menyatakan dengan adanya kaitan antara pelaksanaan CSR dan kearifan budaya tradisional, akan membantu perusahaan untuk melaksanakan CSR dengan inisiatifnya sendiri dan memberikan cara baru bagi perusahaan dalam usaha untuk meningkatkan kinerja CSR-nya. Selain itu, hasil penelitian ini memberikan kontribusi untuk studi CSR di masa depan, khususnya untuk menafsirkan CSR dalam berbagai konteks budaya dan mengharapkan pelaksanaan CSR disesuaikan dengan budaya dan kondisi nasional suatu negara. Kultur masyarakat Indonesia sendiri adalah masyarakat religius yang memiliki kepercayaaan dan keyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan penguasa tertinggi alam semesta ini. Manusia hanyalah salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang diberikan kehidupan untuk memanfaatkan alam semesta dalam tujuan memperoleh kemakmuran. Dalam melakukan segala kegiatannya, manusia janganlah lupa untuk selalu bersyukur atas segala rahmat yang diberikan oleh-Nya. Berhubungan dengan budaya masyarakat, biasanya perusahaan atau usaha bisnis dalam melaksanakan kegiatan CSR selalu selaras dengan budaya atau tradisi masyarakat setempat, dengan harapan masyarakat ataupun lingkungan sekitar perusahaan dapat ikut serta memberikan apresiasinya dan merasakan manfaat dari pelaksanaan CSR tersebut. Penelitian ini mencoba mengembangkan pelaksanaan Corporate Social Responsibility berlandaskan aspek spiritual dan nilai luhur budaya yang dimiliki oleh masyarakat
Bali, yaitu Tri Hita Karana. Konsep Tri Hita Karana yang menjadi filosofi keseimbangan hidup masyarakat Hindu di Pulau Bali, meliputi hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan (parhyangan), antar manusia (pawongan), dan antara manusia dengan lingkungan (palemahan). Hal ini sejalan dengan konsep TJSSP (Tanggung Jawab Sosio-Spritual Perusahaan) oleh Triyuwono (2012) menggunakan Teori Shari’a Enterprise Theory yang mempunyai pengertian sangat dekat dengan konsep Tri Hita Karana. Dalam konsep TJSSP ini mengkehendaki adanya aktivitas-aktivitas perusahaan yang membuka hubungan fisik, mental, dan spiritual antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam, dalam rangka untuk saling menyatu melalui media penciptaan dan pendistribusian kesejahteraan holistik kepada pihakpihak yang berkepentingan. Konsep Tri Hita Karana telah digunakan dalam bisnis pariwisata Bali, yang diawali dengan penganugerahan THK Award and Accreditations untuk kalangan perhotelan. Dalam penilaian THK Awards and Accreditation ini melibatkan tujuh komponen untuk menentukan para pemenang. Ketujuh komponen tersebut, yaitu komponen manajemen perusahaan selaku responden utama, masyarakat di sekitar objek ternilai (yang mencakup unsur perangkat desa/ kelurahan, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, yang terwadahi dalam focus group di masing-masing kawasan wisata strategis), komponen pariwisata (khususnya pemandu wisata/guide), komponen pers (khususnya wartawan pariwisata), wisatawan yang menikmati layanan usaha, para karyawan, dan tim penilai THK Awards. Program THK Awards and Accreditation ini telah mendapatkan pengakuan dari Pacific Area Travel Association (PATA) dan World Tourism Organization (WTO). Jadi, dapat dikatakan bahwa Tri Hita Karana merupakan salah satu budaya nasional yang mengandung nilai-nilai universal, baik dalam konsep maupun implementasinya yang tidak mengenal perbedaan suku, ras, dan agama. Gambaran mengenai Tri Hita Karana sebagai pendekatan kebudayaan dapat dilihat pada gambar 1. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) menekankan pada dua unsur, yaitu keharmonisan hubungan antara perusahaan dengan masyarakat serta keharmonisan hubungan perusahaan dengan lingkungan. Sementara itu, budaya Tri Hita Karana
433
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
Gambar 1. Pendekatan Kebudayaan Tri Hita Karana Sumber: Suja (2010:30) berisi tentang keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan (parhyangan), hubungan antara sesama manusia (pawongan) dan hubungan antara manusia dengan alam semesta (palemahan). Unsur masyarakat dalam pelaksanaan CSR memiliki keterkaitan dengan unsur pawongan dalam konsep Tri Hita Karana. Unsur alam dan lingkungan memiliki kaitan dengan unsur palemahan dalam budaya Tri Hita Karana. Akan tetapi, dalam budaya Tri Hita Karana, unsur alam dan lingkungan (palemahan) maupun unsur masyarakat (pawongan) akan selalu berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta (parhyangan). Jadi, dapat dikatakan bahwa konsep Corporate Social Responsibility yang dikenal saat ini memiliki keharmonisan hubungan dengan konsep Tri Hita Karana yang dimiliki oleh masyarakat Bali Bali merupakan salah satu tujuan utama pariwisata dunia yang didukung oleh berbagai fasilitas pendukung pariwisata. Hasil penelitian dari Henderson (2007) menyatakan bahwa pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) memiliki kontribusi berharga bagi pengembangan pariwisata berkelanjutan yang manfaat yang telah ditunjukkan serta mendapat makin banyak apresiasi. Corporate Social Responsibility merupakan instrumen yang memiliki potensi untuk membantu perusahaan mengidentifikasi dan menyadari kewajibannya untuk mencapai keseimbangan antara prioritas non-komersial dan komersial, sehingga menjadi suatu keharusan bagi industri pariwisata melaksanakan Corporate Social Responsibility jika ingin berhasil dalam usahanya. Peneliti berharap dengan nilai-nilai adat yang ada di Bali, seperti Tri Hita Karana dapat menjadi salah satu cara untuk memecahkan masalah ekonomi ke depannya.
Kesenjangan ekonomi, masalah lingkungan hidup, ataupun masalah kesejahteraan masayarakat merupakan dampak dari kegiatan bisnis pariwisata Bali. Jika tidak diimbangi dengan pelaksanaan Corporate Social Responsibility, maka dapat menjadi permasalahan besar bagi pertumbuhan ekonomi Bali kedepannya. Oleh karena itu, peneliti melihat pelaksanaan Corporate Social Responsibility berlandaskan budaya Tri Hita Karana harus dilakukan oleh seluruh insan pariwisata Bali secara berkesinambungan, sehingga akan berdampak positif bagi keajegan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi Bali di masa mendatang. Implementasi Corporate Social Responsibility berlandaskan budaya Tri Hita Karana juga diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Tanggung jawab perusahaan yang dilakukan dengan lebih memberikan perhatian kepada karyawan (unsur pawongan) diharapkan dapat meningkatkan semangat dan kenyamanan karyawan dalam bekerja. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian dari McGuire et al. (1988) yang menyatakan bahwa melaksanakan inisiatif CSR akan bermanfaat karena dapat meningkatkan semangat kerja karyawan yang akan mengarah pada peningkatan produktivitas dan akhirnya peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Selain itu, tanggung jawab sosial perusahaan yang diharmonisasikan dengan budaya Tri Hita Karana diharapkan akan meningkatkan kepercayaan dan lebih mendorong minat para investor untuk berinvestasi, sehingga dalam jangka panjang akan mempengaruhi kinerja keuangan dari perusahaan. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Rustiarini (2010) yang menyatakan apabila perusahaan memiliki kinerja sosial dan lingkungan yang baik, maka
Pertiwi, Ludigdo, Implementasi Corporate Social Responsibility...434
akan muncul kepercayaan dari investor yang direspon positif melalui peningkatan harga saham perusahaan yang bersangkutan. Hasil penelitian ini juga memberikan arti bahwa kebutuhan akan informasi tanggung jawab sosial dari suatu perusahaan merupakan salah satu bahan pertimbangan di dalam pengambilan keputusan investasi. Ekspektasi manfaat dari implementasi Corporate Social Responsibility yang dikaitkan dengan nilai budaya Tri Hita Karana diharapkan tidak hanya membuat perusahaan atau usaha bisnis berpijak pada nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja, tetapi juga perusahaan akan berpijak pada nilai sosial, lingkungan, serta agama (Tuhan sebagai pencipta segala-Nya di alam semesta ini) demi kelangsungan hidup perusahaan ke depannya (suistanability). Pelaksanaan Corporate Social Responsibility berlandaskan budaya Tri Hita Karana diharapkan akan membuat perusahaan dalam menjalankan bisnisnya secara lebih bertanggung jawab, transparan, memiliki inisiatif sendiri untuk menjaga keselestarian lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian komunitas di sekitarnya. Selain itu, diharapkan perusahaan akan secara sukarela dan ikhlas melaksanakan Corporate Social Responsibility sebagai bentuk pengabdian (bhakti) perusahaan kepada perintah Tuhan Yang Maha Esa (parama artha), yaitu kesediaan perusahaan untuk membenahi diri sendiri (swa artha) serta kesediaan perusahaan mengabdi kepada sesama dan alam (para artha), sehingga akan memberikan manfaat yang lebih dari sekedar implementasi Corporate Social Responsibility yang telah dikenal sebelumnya.
METODE Penelitian yang dilakukan ini termasuk ke dalam metodologi penelitian kualitatif. Sebagaimana dikutip oleh Moeleong (2012:4), Bogdan dan Taylor (1975) mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang sedang diamati. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif, dikarenakan penelitian yang dilakukan ini bersifat holistik (menyeluruh), sarat dengan makna karena berhubungan dengan kenyataan (realita) yang ada di situs penelitian, serta berasal dari kata-kata atapun tingkah laku para informan. Pemilihan situs atau lokasi penelitian merupakan langkah umum yang wajib dilakukan pertama kali oleh para peneliti kualitatif. Tanpa situs atau lokasi yang jelas, penelitian ini mustahil untuk dilakukan. Penelitian ini dilakukan di Discovery Kartika Plaza Hotel yang merupakan salah satu hotel berbintang di Bali dengan luas kurang lebih delapan hektar dan terletak di Jalan Kartika Plaza, Pantai Kuta Selatan-Badung. Alasan peneliti memilih Discovery Kartika Plaza Hotel sebagai situs penelitian karena memang memiliki kewajiban untuk melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Alasan lainnya karena Discovery Kartika Plaza Hotel adalah salah satu hotel yang telah mengimplementasikan Corporate Social Responsibility dengan berlandaskan nilai budaya Tri Hita Karana, meliputi hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan (parahyangan), antar manusia (pawongan), dan antara manusia dengan lingkungan (palemahan).
Gambar 2 Tri Hita Karana Award and Accreditation (Gold Medal Award)
435
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
Sebagai tambahan, hotel ini bahkan telah mendapatkan pengakuan berupa Tri Hita Karana Gold Medal Award tahun 2011 dan 2012 untuk kalangan perhotelan di Bali. Oleh karena itu, pemilihan Discovery Kartika Plaza Hotel sebagai situs penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih mendalam untuk mendukung tujuan dari penelitian ini. Etnografi merupakan metode yang memiliki posisi yang cukup penting di antara metode-metode kualitatif dan ilmu sosial. Etnografi mendeskripsikan tentang sistem atau aspek budaya berdasarkan penelitian lapangan (fieldwork) di mana peneliti terlibat langsung dalam aktivitas sehari-hari dari komunitas yang diteliti dengan tujuan untuk menggambarkan konteks sosial, hubungan, atau proses yang relevan dengan masalah yang sedang dikaji. Spradley (1997:3) memberikan definisi atas etnografi sebagai pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan dengan tujuan utama untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Dalam hal ini, etnografi mengharuskan peneliti melepaskan diri dari bias kultural pribadinya dan mencoba memahami sudut pandang orang lain. Sejalan dengan pengertian etnografi menurut Spradley (1997:3), maka etnografi digunakan karena penelitian ini ingin mengetahui implementasi Corporate Social Responsibility di Discovery Kartika Plaza melalui sudut pandang para informan, bukan sudut pandang peneliti. Hal ini dilakukan dengan cara berinteraksi dengan para informan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dan utuh (holistic), baik informan yang berasal dari intern hotel (manager, pelaksana hotel, karyawan hotel) maupun informan yang berasal dari ekstern hotel (tokoh masyarakat dan masyarakat). Menurut Rudkin (2002), penerapan metode etnografi dalam kajian akuntansi telah menempatkan peneliti dalam konteks situsnya, serta mengasah kepekaan peneliti terhadap pemahaman budaya yang khas di
sana. Jadi, pemilihan etnografi dalam penelitian ini dirasa tepat karena penelitian yang dilakukan memang menempatkan peneliti pada kenyataan dan kekhasan budaya yang dimiliki oleh situs penelitian, yaitu Discovery Kartika Plaza Hotel serta peneliti terlibat langsung dalam berbagai aktivitas keseharian komunitas untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai implementasi Corporate Social Responsibility yang diterapkan di Discovery Kartika Plaza Hotel. Sumber data utama dalam penelitian ini berasal dari para informan. Setiap informan yang dipilih memang telah berkecimpung dan memiliki pengalaman dalam implementansi Corporate Social Responsibility yang berkaitan dengan budaya Tri Hita Karana di Discovery Kartika Plaza Hotel, yaitu manager atau pelaksana hotel serta karyawan hotel, khususnya bagian HRD (Human Resources Department), accounting serta engineering. Selain itu, informan juga berasal dari masyarakat sekitar hotel, seperti tokoh adat (kelian Adat Banjar Segara) maupun masyarakat sekitar hotel untuk mengetahui bagaimana implementasi CSR dari Discovery Kartika Plaza Hotel beserta manfaatnya. Sumber data lain yang dipakai untuk mendukung sumber data utama adalah gambaran umum dari situs penelitian serta datadata ataupun penghargaan yang didapat berkaitan dengan pelaksanaan CSR ataupun Tri Hita Karana Awards. Berikut ini adalah daftar informan yang berkontribusi memberikan informasi dalam penelitian ini: Penelitian ini dilakukan pada natural setting (kondisi sesungguhnya di situs penelitian), maka teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan lebih kepada observasi partisipan (participant observation), wawancara, dan dokumentasi. Menurut Susan Stainback (1988) yang dikutip kembali oleh Sugiyono (2012:65) menyatakan bahwa dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka. Observasi par-
Tabel 1: Daftar Informan Internal Hotel
Pertiwi, Ludigdo, Implementasi Corporate Social Responsibility...436
Tabel 2: Daftar Informan Eksternal Hotel
tisipan dalam penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu sejak awal Juli 2013 sampai dengan akhir Agustus 2013 dengan melibatkan diri secara langsung di dalam pelaksanaan kegiatan atau aktivitas yang berhubungan dengan Corporate Social Responsibilty di Discovery Kartika Plaza Hotel. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstuktur (unstructured interview), bersifat informal sehingga tergantung dari spontanitas pewawancara dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara. Namun, tetap harus memberikan batasan, sehingga isi wawancara yang dilakukan tidaklah jauh menyimpang dari tujuan dan topik yang diharapkan. Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan bahasa Bali (selain bahasa Indonesia) dalam melakukan wawancara dengan para informan. Disamping peneliti berlatarkan budaya Bali, peneliti merasa dengan memakai bahasa Bali akan lebih mempermudah menjalin interaksi dan mendapatkan informasi (data) yang diinginkan. Hasil dari observasi dan wawancara akan lebih kredibel (dapat dipercaya) apabila didukung oleh gambar (foto) dan video. Dalam penelitian ini, peneliti memasukkan gambar (foto) yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan Corporate Social Responsibility di Discovery Kartika Plaza Hotel. Dokumentasi yang dilakukan, misalnya berkaitan dengan aspek palemahan (lingkungan) berupa gambar (foto) yang memperlihatkan tempat pembuangan limbah hotel, aspek parhyangan berupa gambar (foto) kontribusi hotel pada kegiatan keagamaan (sejauh mana hotel memberikan prioritas dan fasilitas kepada karyawan untuk melakukan kegiatan keagamaan), dan berkaitan dengan aspek pawongan berupa gambar (foto) kontribusi hotel kepada masyarakat sekitar. Tahapan analisis data di dalam penelitian ini menggunakan analisis data yang dikemukakan oleh Spardley (1997), dimana analisis data dilakukan bersama-sama den-
gan pengumpulan data. Model dalam proses penelitian ini digambarkan mengikuti suatu lingkaran dan lebih dikenal dengan proses penelitian siklikal (Moeleong 2012:148), seperti berikut: Model dalam proses penelitian ini tidak membedakan proses penelitian ataupun kegiatan pengumpulan datanya terlebih dahulu, tetapi menyatupadukan kegiatan pengumpulan data sampai dengan tahapan analisis data. Proses analisis data dalam penelitian ini sudah dimulai sejak peneliti melakukan observasi di lapangan. Analisis dilakukan dengan memahami perilaku atau tindakan para informan dalam aktivitas sehari-harinya, serta melakukan komunikasi langsung dengan para informan. Selanjutnya, proses lebih lanjut dibagi menjadi tiga tahapan. Tahap pertama, melakukan reduksi data sebagai proses penyederhanaan data dengan cara mengubah data berupa rekaman (hasil wawancara) menjadi tulisan atau transkip data, sehingga memudahkan untuk proses analisis selanjutnya. Tahap kedua, melakukan analisis domain berdasarkan atas kemiripan dari data yang telah tereduksi, hasil observasi di lapangan, serta dokumentasi. Analisis domain dalam penelitian ini terbagi menjadi empat kategori, yaitu implementasi di perusahaan (corporate), implementasi di masyarakat (community), implementasi di lingkungan (environment), dan hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan (God). Setelah domaindomain ditentukan, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis taksonomi yang dilakukan melalui pengamatan dan wawancara terfokus untuk mendukung domaindomain yang telah ditentukan. Analisis komponen dilakukan melalui pengamatan atau wawancara terpilih dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kontras untuk memperoleh gambaran ataupun pengertian yang lebih jelas dan menyeluruh, sehingga membentuk sebuah tema. Analisis tema merupakan
437
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
Gambar 3. Skema Analisis Data Etnografi Sumber: Moeleong (2012:148) puncak analisis data dalam penelitian ini. Setelah tema terbentuk dilanjutkan dengan melakukan interpretasi data. Tahap ketiga, melakukan interpretasi data sebagai upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam terhadap data yang telah dikumpulkan dan dianalisis, sehingga menghasilkan kesimpulan yang relevan dengan teori yang ada dan kenyataan (informasi) yang diperoleh dari Discovery Kartika Plaza Hotel. Demi memperoleh kesimpulan yang ideal, maka analisis data dari hasil observasi (pengamatan) dan wawancara yang dilakukan harus memperhatikan tiga hal. Pertama, perhatikan analisis terhadap hasil data melalui observasi (pengamatan) yang berkaitan dengan tingkah laku informan, aktivitas CSR yang dilakukan, serta budaya khas di situs penelitian. Kedua, perhatikan data yang dihasilkan dari para informan (manager atau pelaksana hotel, karyawan hotel), yang terlibat langsung dan memberikan penjelasan tentang masalah yang diteliti, yaitu implementasi Corporate Social Responsibility berlandaskan Tri Hita Karana. Ketiga, perhatikan data yang dihasilkan dari orang awam. Orang awam dimaksudkan dalam peneletian ini adalah para informan (masyarakat) di sekitar Discovery Kartika Plaza Hotel yang mengetahui atau mendapatkan manfaat dari implementasi Corporate Social Responsibility berlandaskan budaya Tri Hita Karana tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Discovery Kartika Plaza Hotel yang dikenal sebagai hotel pertama di daerah Kuta, Bali, dibuka pada tahun 1971 dan berdiri di atas lahan seluas kurang lebih empat hektar. Saat pertama kali dibuka, hotel ini tidaklah langsung menggunakan nama Discovery Kartika Plaza Hotel, melainkan dikenal dengan nama Kartika Plaza Beach Hotel. Pada saat itu hotel ini dimiliki oleh Induk Koperasi Angkatan Darat (INKOPAD) dan dikelola oleh salah satu afiliasi itu, yaitu PT. Wisma Kartika. Kartika Plaza Beach Hotel dimulai dengan mengoperasikan 52 kamar bungalow bergaya arsitektur Bali, namun dilengkapi juga dengan fasilitas untuk hotel bintang dua. Berikut ini adalah pernyataan salah satu staff HRD Discovery Kartika Plaza Hotel, Pak Arnold berkaitan dengan sejarah berdirinya Discovery Kartika Plaza Hotel. “Hotel ini berdiri tahun 1971, seperti yang anda bisa bayangkan bahwa pada saat itu Kuta masih kawasan hutan, belum ada siapa-siapa, mungkin masih ada satu atau dua rumah yang berada disekitar sini, dan hotel ini masih dikategorikan sebagai hotel bintang dua. Dan memang pada saat itu kawasan ini masih sangat luas. Keuntungan kita pada saat berdiri itu, karena kanan kiri, depan belakang belum ada apa-apa, jadi garis pantai DKPH ini adalah
Pertiwi, Ludigdo, Implementasi Corporate Social Responsibility...438
garis pantai yang terpanjang dari semua hotel di kawasan kuta selatan. Karena istilahnya kalo kita mau matok tanah untuk membangun, kalau belum ada apa2 disekitar kita, jadi suka-suka kita kan mau luasnya seberapa dulu, itulah salah satu keuntungannya”. Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa Discovery Kartika Plaza Hotel memang merupakan hotel pertama yang berdiri di daerah Kuta, khususnya di daerah Kuta Selatan. Hal inilah menyebabkan hotel ini memiliki lahan yang cukup luas karena kawasan hotel ini pada saat berdiri berupa kawasan hutan dan masih sangat sedikit masyarakat yang bertempat tinggal di sekitarnya. Oleh karena itulah, hotel ini juga mempunyai garis pantai terpanjang diantara semua hotel yang berada di daerah pantai kuta selatan. Selanjutnya, mulai tahun 1990, Discovery Kartika Plaza Hotel mengalami perkembangan yang pesat seperti yang dijelaskan oleh Pak Arnold.: “Perkembangan paling pesat yang mulai tahun 1990, pas itu kita naik kelas menjadi bintang lima. Waktu itu diresmikan oleh Presiden Indonesia saat itu, bapak Soeharto, menjadi hotel bintang lima pertama di kawasan Kuta Selatan, dengan nama Katika Plaza Beach Hotel”. Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan Discovery Kartika Plaza Hotel (saat itu masih bernama Kartika Plaza Beach Hotel) pada tahun 1990 merupakan perkembangan paling pesat karena pada saat itu hotel ini berhasil menjadi hotel bintang lima pertama di daerah Kuta Selatan. Acara peresmian hotel ini sebagai hotel bintang lima dilakukan sendiri oleh Presiden Soeharto. Hal ini sebagai langkah awal Discovery Kartika Plaza Hotel untuk menjadi salah satu hotel besar dan patut diperhitungkan di Pulau Bali. Berkaitan dengan manajemen hotel, manajemen Kartika Plaza Beach Hotel (nama hotel ini sebelum berganti nama) sempat dikelola oleh PT. Aerowisata, sebuah afiliasi dari Garuda Indonesia Airways pada tahun 1990. Setelah itu, tahun 1998, manajemennnya dikelola oleh PT. Jakarta Internasional Hotel. Selanjutnya, dari tahun 1999 sampai saat ini, manajemen hotel ini dikelola oleh Discovery Hotel Resort (DHR) sebagai
salah satu unit kecil dari big holding company, Artha Graha Network. Jadi, Kartika Plaza Beach Hotel merupakan salah satu unit perusahaan dari Artha Graha Network yang bergerak di bidang perhotelan. Sejak dikelola oleh Discovery Hotel Resort (DHR) inilah, pada tahun 2001, Kartika Plaza Beach Hotel berganti nama menjadi Discovery Kartika Plaza Hotel dan menjadi salah satu hotel bintang lima terbesar di daerah Kuta, Bali. Sampai saat ini, Discovery Kartika Plaza Hotel memiliki jumlah kamar sebanyak 312 kamar dan 8 villa, dengan beberapa fasilitas hotel antara lain: kolam renang, 6 restoran dan bar, spa dan fitness center, kids club, ballroom, meeting room, business center, helipad, serta akses langusng ke pantai. Discovery Kartika Plaza Hotel sebagai salah satu bisnis perhotelan yang mendukung pariwisata Bali, tentu dibayangi oleh beberapa dampak negatif berkaitan dengan bisnis yang dijalankan. Kerusakan lingkungan, kesenjangan sosial antara masyarakat lokal dengan pemilik bisnis pariwisata, ataupun ketidakpuasaan pekerja pariwisata akan pendapatannya, bukanlah suatu hal yang patut dikesampingkan begitu saja. Konsep Tri Hita Karana disini membantu memberikan jalan keluar dari semua permasalahan itu. Hubungan yang harmonis dari ketiga dimensi yang ada dalam konsep Tri Hita Karana mendorong kesadaran dari para pemilik bisnis pariwisata, pekerja pariwisata, dan masyarakat untuk saling menghargai dan menghormati, serta tetap taat terhadap Tuhan Yang Maha Esa (agama). Melihat dampak positif yang terkandung di dalam budaya Tri Hita Karana inilah, Discovery Kartika Plaza Hotel memiliki komitmen untuk menggunakan konsep ini dalam semua kegiatan hotel, termasuk di dalam melaksanakan Corporate Social Responsibility. Komitmen ini bisa terlihat dalam “Pasal 86 Perjanjian Kerja Bersama antara Discovery Kartika Plaza Hotel dengan Karyawan” yang berbunyi: “Perusahaan dan karyawan bersepakat untuk mengadopsi dan melaksanakan program Tri Hita Karana, dengan menekankan hubungan harmonis antara manusia dengan pencipta, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan”. Inilah menjadi bukti nyata dari komitmen Discovery Kartika Plaza Hotel untuk
439
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
melaksanakan budaya Tri Hita Karana, tidak hanya secara lisan, namun ada pernyataan tertulis yang sudah disepakati dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat yang ada dalam Discovery Kartika Plaza Hotel. Salah satu hal yang sampai sekarang menjadi komitmen dari hotel ini adalah mengimplementasikan Corporate Social Responsibility dengan berlandasakan budaya Tri Hita Karana. Komitmen yang begitu kuat dari Discovery Kartika Plaza Hotel dalam mengimplementasikan CSR yang berlandaskan budaya Tri Hita Karana menyebabkan hotel ini mendapatkan penghargaan Gold Medal Award dari Tri Hita Karana Award and Accreditation. Discovery Kartika Plaza Hotel memiliki alasan tersendiri mengapa memilih budaya Tri Hita Karana sebagai landasan dalam mengimplementasikan CSR, sebagaimana yang disampaikan oleh Bu Dewi. Bu Dewi adalah salah satu orang yang terlibat langsung dalam pelaksanaan CSR di Discovery Kartika Plaza Hotel. “Kalau CSR itu kan sistemnya ga boleh yang namanya kita membantu cuma sekali, tapi harus berkesinambungan, makanya kita pakai THK. Menurut kita THK itu sangat komplit, dimana hubungannya itu tertata jelas, yang mana kita harus menjalin hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan karyawan juga, hubungan manusia intinya, dan hubungan dengan alam. Makanya kita mengadopsi satu lembaga atau satu sistem untuk menyangkut semuanya, itulah mengapa kita pilih THK karena dasarnya kuat, komplit, dan jelas”. Berdasarkan pernyataan Bu Dewi di atas, dapat disimpulkan bahwa Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan oleh Discovery Kartika Plaza Hotel adalah program yang berkesinambungan, dilaksanakan sebagai program jangka panjang dari perusahaan. Budaya Tri Hita Karana memiliki dasar yang kuat, lengkap, dan jelas, serta hubungan yang jelas, yaitu menekankan hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan lingkungan. Hal ini tidak jauh dari konsep Corporate Social Responsibility yang menekankan kepedulian
perusahaan terhadap sesama manusia dan lingkungan sekitarnya. Pemilihan konsep Tri Hita Karana ini sangat tepat karena sudah menyangkut semua dimensi CSR yang ada, yaitu manusia dan lingkungan, serta tidak melupakan Tuhan yang Maha Esa sebagai pencipta segala-Nya di dunia ini. Ditambahkan lagi oleh Bu Dewi: “Kita lihat CSR dengan THK itu, bukan menguntungkan pihak perusahaan, tetapi kita disitu mencoba mempertahankan budaya Bali itu sendiri, bukan agamanya yang kita lihat, karena agama di sini kan sudah beraneka ragam yah. Budaya THK itu bukannya milik agama hindu saja, tapi itu milik adat atau umat Bali yang apabila diterapkan di Indonesia itu bagus untuk mempertahankan kebudayaan lokal suatu daerah, terus akan muncul hubungan yang baik, yang harmonis kayak di Bali ini”. Pernyataan dari Bu Dewi diatas mempunyai makna bahwa implementasi CSR berlandaskan budaya Tri Hita Karana yang diterapkan di Discovery Kartika Plaza Hotel, tidak sepenuhnya memberikan keuntungan kepada hotel. Namun, alasan lain Discovery Kartika Plaza Hotel memilih budaya Tri Hita Karana di dalam mengimplementasikan CSR adalah untuk mempertahankan salah satu budaya Bali. Budaya Tri Hita Karana ini bukan hanya milik agama Hindu saja, tetapi milik seluruh masyarakat Bali. Jadi, apabila budaya Tri Hita Karana ini diterapkan di Indonesia, tidak hanya dapat mempertahankan budaya lokal suatu daerah, tetapi juga dapat menciptakan keharmonisan hubungan dengan masyarakat dan lingkungan. Pendapat dari disampaikan oleh Bu Dewi memang memiliki kaitan dengan konsep yang terkandung di dalam budaya Tri Hita Karana, yaitu menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya, dan hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya. Pelaksanaan CSR berlandaskan budaya Tri Hita Karana menciptakan kesadaran perusahaan untuk mengabdi kepada sesama manusia dan lingkungan sebagai kepatuhan dan bhakti perusahaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, pemilihan budaya Tri Hita Karana sebagai landasan
Pertiwi, Ludigdo, Implementasi Corporate Social Responsibility...440
dalam mengimplementasikan Corporate Social Responsibility merupakan upaya Discovery Kartika Plaza Hotel untuk melestarikan budaya lokal masyarakat Bali di era globalisasi seperti ini. Peneliti kemudian bertanya kepada Pak Dani sebagai staff dari divisi accounting and finance Discovery Kartika Plaza Hotel mengenai keterkaitan antara penilaian THK Award, pelaksanaan CSR, dan tujuan hotel (mendapatkan keuntungan). Seperti inilah penjelasan yang diberikan oleh Pak Dani berdasarkan apa yang beliau jalani selama ini. “Untuk penilaian THK Award sendiri, yang sering bagian accounting ini ditanyakan, memang mengenai program CSR kita, seberapa alokasi kita untuk CSR, apa sih kontribusi kita untuk masyarakat, alam, yah seperti itu. Pasti kalo THK award, yang jadi barometer itu adalah apa dan bagaimana tanggung jawab kita kita untuk hal-hal sosial dan lingkungan. Tapi disini saya tekankan kalo kita bukan yayasan sosial, jadi kita harus pinter-pinter menjaga kesinambungan dari perusahaan ini. Tetap harus ada keseimbangannya, untuk profit, untuk masyarakat dan lingkungan kita, yah ownernya happy, pemegang saham happy, karyawannya enjoy kerjanya, kita ga bermasalah dengan masyarakat dan lingkungan kita, yah itulah yang harus dijaga”. Berdasarkan penjelasan dari Pak Dani maka peneliti mendapatkan gambaran bahwa setiap kegiatan bisnis yang dilaksanakan oleh Discovery Kartika Plaza Hotel, termasuk kegiatan CSR-nya telah diharmonisasikan dengan budaya Tri Hita Karana sebagai syarat dalam penilaian THK Award and Accreditation. Penilaian THK Award and Accreditation yang berkaitan dengan CSR biasanya ditanyakan mengenai apa dan bagaimana tanggung jawab hotel terhadap hal-hal sosial dan lingkungannya. Berkaitan dengan divisi accounting and finance, maka penilaiannya berkaitan dengan seberapa alokasi dana yang disiapkan hotel untuk program CSR-nya. Namun, dalam hal ini Pak Dani menekankan bahwa Discovery Kartika Plaza Hotel bukanlah yayasan sos-
ial, sehingga pelaksanaan CSR harus tetap selaras dengan kesinambungan perusahaan (hotel). Tetap ada keseimbangan antara tujuan hotel sebagai usaha bisnis (mendapatkan keuntungan), kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian alam. Jadi, pelaksanaan CSR yang diharmonisasikan dengan budaya Tri Hita Karana tidak akan membawa kerugian bagi internal hotel (pemilik, pemegang saham, dan karyawan) maupun eksternal hotel (masyarakat dan lingkungan). Berkaitan dengan penjelasan Pak Dani diatas, maka peneliti bertanya kembali mengenai alokasi dana untuk pelaksanaan CSR serta apakah biaya yang dikeluarkan untuk CSR mempengaruhi laba yang di dapat. Seperti ini penjelasan yang diberikan Pak Dani. “Alokasi dana untuk CSR memang kita sudah budgetkan seberapa. Namun, kebanyakan dana untuk CSR itu pada realisasinya ga sama setiap tahunnya. Tergantung dilapangan, sesuai dengan kebutuhan. Misalnya kayak sesuatu yang tidak direncakan kadangkadang muncul, seperti bencana alam yah. Terus ada permintaan bantuan dari masyarakat, yang berbeda permintaan bantuannya, itu juga yang membuat berbeda. Berkaitan dengan biaya yang kita keluarin untuk CSR, kalau boleh dibilang biaya CSR kita ga pernah mempengaruhi target laba kita, karena laba yang kita dapat selalu sesuai dengan yang kita harapkan”. Penjelasan yang diberikan oleh Pak Dani memberikan gambaran bahwa Discovery Kartika Plaza Hotel memang menyiapkan alokasi dana untuk pelaksanaan CSR. Namun, dalam realisasinya, jumlah dana tersebut selalu berbeda setiap tahunnya dari alokasi dana CSR yang telah disiapkan. Perbedaan alokasi dana untuk pelaksanaan CSR Discovery Kartika Plaza Hotel biasanya dipengaruhi oleh kebutuhan atau kondisi tertentu di lapangan. Misalnya saja bencana alam atau permintaan bantuan yang sewaktu-waktu datang dari masyarakat. Selain itu, dana atau biaya CSR yang dikeluarkan bisa dikatakan tidak berpengaruh terhadap laba yang didapat oleh hotel, karena laba yang didapat hotel selalu sesuai dengan apa yang diharapkan (target laba).
441
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan Pak Dani diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan CSR di Discovery Kartika Plaza Hotel tidak mengganggu tujuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Pelaksanaan CSR tidak dianggap sebagai beban atau biaya yang akan mengurangi laba (profit) yang didapat oleh hotel. Corporate Social Responsibility yang dilakukan tetap menjaga keseimbangan dengan tujuan hotel sebagai usaha bisnis (untuk mendapatkan keuntungan), sehingga kelangsungan bisnis hotel ke depannya tetap terjaga (suistanability). Selain itu, tanggung jawab dalam menjalankan bisnisnya berkaitan dengan prinsip good corporate governance (encouraging good governance) juga telah dilaksanakan oleh Discovery Kartika Plaza Hotel. Namun, karena keterbatasan waktu pengamatan, tidak semua prinsip good corporate governance (GCG) dapat peneliti amati dan jelaskan dari pelaksanaan kegiatan bisnis Discovery Kartika Plaza Hotel. Discovery Kartika Plaza Hotel telah menjalankan tiga prinsip GCG yang terdapat dalam lima pilar Corporate Social Responsibility, yaitu transparancy, accountability, dan responsibility. Selama peneliti melakukan pengamatan, ada beberapa hal yang berkaitan dengan transparancy yang telah dilaksanakan oleh Discovery Kartika Plaza Hotel. Pertama adalah manajemen hotel mengumumkan jabatan yang kosong, yaitu jabatan Public Relation (PR) Manager yang pada saat peneliti melakukan pengamatan tengah kosong karena PR Manager sebelumnya baru saja mengundurkan diri. Pengumuan kekosongan PR Manager dilakukan agar setiap pihak mengetahuinya. agar tidak terjadi pengangkatan pejabat perusahaan dengan cara-cara yang kolutif atau nepotisme. Kedua, hotel memiliki sistem akuntansi yang berbasis standar akuntansi yang diterima secara umum dan best practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang terbuka dan berkualitas. Salah satu contohnya adalah pengungkapan mengenai laporan biaya CSR yang diungkapkan secara terbuka dalam laporan keuangan hotel. Salah satu prinsip akuntabilitas yang telah dilaksanakan terlihat dari organization chart atau struktur organisasi (gambar terlampir) yang menunjukkan kejelasan tanggung jawab, kedudukan, dan uraian tugas setiap anggota divisi di Discovery Kartika
Plaza Hotel. Struktur organisasi (organization chart) berfungsi untuk mempermudah melakukan koordinasi serta membantu pihak pimpinan (manajemen) untuk melakukan pengawasan dan pengendalian, dan bagi bawahan (karyawan) akan dapat berkonsentrasi dalam melaksanakan suatu pekerjaan karena uraiannya sudah jelas. Selain itu, prinsip akuntabilitas juga terlihat dari auditor yang digunakan oleh hotel. Hal ini terlihat dari penjelasan yang diberikan Pak Dani. “Kita punya auditor, dua disini, itu ada internal audit dari kantor pusat dan eksternal audit yang dari Jakarta, itu langsung ditunjuk dari kantor pusat, terus dilakukannya sekali setiap tahunnya”. Berdasarkan penjelasan dari Pak Dani maka peneliti mendapatkan gambaran bahwa Discovery Kartika Plaza Hotel telah memiliki dua macam auditor yang selalu melakukan audit setiap tahunnya. Dua macam auditor tersebut, yaitu internal audit yang berasal dari kantor pusat (Artha Graha Network) dan jasa auditor eksternal yang profesional dari Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa Discovery Kartika Plaza Hotel telah memaksimalkan fungsi auditor internal dan auditor eksternal untuk mendukung terciptanya kegiatan bisnis yang sehat. Salah satu prinsip responsibility (pertanggungjawaban) yang telah dilaksanakan oleh Discovery Kartika Plaza terlihat dari penjelasan yang disampaikan oleh Pak Dani. “Kalau tanggung jawab kita ke pajak, yang biasa kita bayar itu kayak PPh pasal 21, PPh pasal 23, PBB juga, terus ada pajak lain-lain yang sifatnya final. Yah pajak regular saja yang kita bayar, kalau PPh badan dan tahunan itu langsung ke pusatnya, langsung ke owner kita”. Berdasarkan penjelasan dari Pak Dani maka peneliti mendapatkan pemahaman bahwa salah satu satu prinsip responsibility (pertanggungjawaban) yang telah dilaksanakan oleh Discovery Kartika Plaza Hotel adalah tanggung jawab hotel untuk membayar pajak. Pajak yang dibayar oleh hotel antara lain PPh pasal 21 (wajib pajaknya perorangan), PPh pasal 23 (wajib pajaknya bekerja atas nama perusahaan), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta pajak lainnya yang bersifat final. Sebaliknya, pajak yang berkaitan dengan PPh Badan dan Tahunan menjadi tanggung jawab Artha Graha Network sebagai owner dari Discovery Kartika Plaza Hotel.
Pertiwi, Ludigdo, Implementasi Corporate Social Responsibility...442
Selain itu, PPh pasal 21 juga tercantum pada Pasal 30 (Ajak Penghasilan/PPh pasal 21 atas Penghasilan Karyawan) dalam buku perjanjian kerja bersama antara manajemen dengan karyawan Discovery Kartika Plaza Hotel (lampiran terlampir). Selain itu, dalam buku perjanjian kerja bersama antara manajemen dan karyawan Discovery Kartika Plaza Hotel juga tercantum mengenai kesehatan karyawan (pasal 40, 49, dan 51-terlampir), serta jaminan sosial dan kesejahteraan karyawan (pasal 52,53, 54). Berkaitan dengan supplier yang ingin memasukkan atau memperkenalkan produknya ke dalam Discovery Kartika Plaza Hotel, maka hotel membuat policy and procedure (terlampir) yang harus diikuti oleh setiap supplier untuk tetap menjaga kualitas dan kuantitas produk yang masuk ke dalam kawasan hotel. Discovery Kartika Plaza Hotel menganggap biaya CSR tidaklah sama dengan biaya promosi. Hotel memiliki akun tersendiri, yaitu administration and general department expense untuk memasukkan biaya-biaya yang berkaitan dengan CSR yang berada dalam pusat biaya (cost center) hotel. Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Hotel bukanlah cara Discovery Kartika Plaza Hotel untuk mempromosikan bisnisnya, tetapi pure sebagai bentuk tanggung jawab hotel dalam melaksanakan bisnisnya kepada Tuhan, sosial (masyarakat), dan alam. Keberhasilan hotel dalam mengharmonisasikan CSR dengan budaya Bali, yaitu Tri Hita Karana memberikan dampak tidak langsung terhadap branded (nama baik) hotel serta penjualan (sales) yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah hunian kamar (room occupancy) yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan (revenue) hotel. Pelaksanaan CSR berlandaskan budaya Tri Hita Karana memberikan pengaruh terhadap inisiatif (kesadaran) hotel untuk lebih bertanggung jawab dalam penggunaan listrik dan air. Hal ini dijelaskan oleh Bu Komang dari divisi engineering sebagai divisi yang bertanggung jawab untuk mengelola penggunaan listrik dan air di Discovery Kartika Plaza Hotel. “Kalau berkaitan dengan THK, kan adannya harmonisasi dengan Tuhan, masyarakat, dan alam, maka penggunaan listrik dan air di sini, kita selalu sesuaikan dengan itu. Kayak tanggung jawab kita dalam
penggunan air. Walaupun hotel kita besar, kita sangat mengatur sekali supaya ga banyak memakai air tanah. Karena takutnya gini, kan kita hotel besar, pasti banyak membutuhkan air dong, jangan sampai kita pakai air tanah, masyarakat sekitar gak dapat air, karena air tanahnya kita ambil semua. Jadi, hanya berapa persen kita boleh pakai air tanah, selebihnya kita pake air PDAM dan air olahan STP kita”. Penjelasan Bu Komang memberikan pemahaman bahwa harmonisasi yang terkandung dalam budaya Tri Hita Karana (harmonisasi dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam) diterapkan pula dalam penggunaan air dan listrik di Discovery Kartika Plaza Hotel. Tanggung jawab hotel terhadap penggunaan air terlihat dari komitmen hotel untuk seminimal mungkin menggunakan air tanah dalam kegiatan bisnis hotel agar ketersediaan air tanah bagi masyarakat sekitar tetap terjaga. Hotel lebih memilih menggunakan air PDAM dan air olahan STP (Sawage Treatment Plan atau pengolahan air limbah) untuk mendukung kegiatan bisnis hotel. Hal ini menjadi bukti nyata tanggung jawab Discovery Kartika Plaza Hotel kepada alam dan masyarakat yang berinisiatif untuk tetap menjaga ketersedian air tanah di lingkungannya, sehingga masyarakat sekitar tidak dirugikan dan masih bisa menggunakannya. Tanggung jawab Discovery Kartika Plaza Hotel terhadap penggunaan listrik dan air juga ditunjukkan dalam laporan biaya listrik dan air. Laporan mengenai biaya listrik dan air dibuat sesuai dengan besarnya penggunaan listrik dan air. Perhitungan biaya listrik dan air di Discovery Kartika Plaza Hotel dilakukan oleh divisi accounting and finance yang dibantu oleh divisi engineering. Biaya listrik dan air di Dicovery Kartika Plaza Hotel banyak dipengaruhi oleh harga pihak ketiga, yaitu pengaruh harga listrik dari PLN dan harga air dari PDAM. Hotel tentu tidak bisa mengatur sendiri harga yang diinginkan untuk listrik dan air yang digunakan, karena tergantung pada pihak ketiga (PLN dan PDAM). Namun, hotel tetap bisa mengatur dan mengawasi kapasitas penggunaan listrik dan air yang berasal dari internal (kawasan) Discovery Kartika Plaza Hotel, sehingga laporan mengenai biaya listrik dan air masih dalam batas normal dan tidak merugikan hotel.
443
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
Bentuk tanggungjawab Discovery Kartika Plaza Hotel kepada para karyawan dilakukan dengan memberikan perhatian kepada karyawan, baik dari pengembangan karyawan (kualitas kerja dan produktivitas karyawan), serta kesehatan karyawan (tercantum dalam Perjanjian Kerja Bersama). Pengembangan karyawan (SDM) yang dilakukan oleh Discovery Kartika Plaza Hotel merupakan salah satu bentuk pelaksanaan building human capital dalam lima pilar aktivitas CSR dimana secara internal perusahaan dituntut untuk membentuk sumber daya manusia (SDM) yang handal. Pengembangan karyawan ini dilakukan dengan mengadakan pelatihan di dalam maupun diluar hotel, dimana keseluruhan biaya sudah menjadi tanggung jawab hotel yang memang memiliki dana khusus untuk hal tersebut. Namun, untuk pelatihan di luar hotel, karyawan yang sudah selesai mengikuti pelatihan harus membagi ilmu yang di dapat dengan karyawan lain dalam satu departemennya. Hal ini dilakukan agar setiap karyawan memiliki ilmu dan pemahaman yang tidak terlalu jauh perbedaannya, sehingga setiap karyawan akan memiliki peningkatan kualitas dan produktivitas dalam bekerja. Pengembangan karyawan (SDM) yang regular dilakukan setiap bulannya di Discovery Kartika Plaza Hotel adalah pelatihan DFSMS (Discovery Food Safety and Management System). Pelatihan DFSMS ini mengajarkan kepada karyawan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan manajemen dan kesehatan makanan, seperti bagaimana cara menjaga kehigienisan makanan serta penempatan makanan di dalam lemari pendingin. Selain itu, pelatihan yang sering diadakan adalah pelatihan P3K, pelatihan pemadam kebakaran, dan security awareness (keamanan sistem informasi). Semua pelatihan yang diadakan ini bertujuan untuk
menambah pengetahuan dan keterampilan karyawan, sehingga dapat memberikan perubahan positif bagi sikap dan cara karyawan dalam menjalankan pekerjaanya. Perhatian hotel terhadap karyawan juga terlihat dari pemberian penghargaan (reward) kepada karyawan yang memiliki kualitas kinerja (prestasi kerja) yang baik. Penghargaan (reward) yang diberikan tidak hanya berbentuk sertifikat, tetapi juga berupa uang tunai dan hadiah liburan bersama keluarga (yang ditanggung dari akomodasi, tiket pesaawat, dan biaya entertaint lainnya). Pemberian penghargaan (reward) ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dan semangat para karyawan untuk memberikan kinerja terbaiknya bagi Discovery Kartika Plaza Hotel. Komitmen Discovery Kartika Plaza Hotel dalam memperhatikan kenyamanan kerja dan kesehatan para karyawan jelas terlihat di dalam buku saku perjanjian kerja bersama yang di setiap pasalnya sudah mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki para karyawan. Masalah gaji dan bonus sudah diatur sesuai dengan kesepakatan bersama antara manejemn dan karyawan. Berkaitan dengan jaminan kesehatan, selain bekerja sama dengan Mandiri Health Care sebagai mitra, hotel juga menanggung biaya kesehatan dan pengobatan setiap karyawannya sebesar dua puluh satu juta per tahunnya, dimana sudah diatur pula di dalam pasal 51 (pasal terlampir). Selain itu, jaminan sosial (pasal 52), pensiun karyawan dan bantuan kematian (pasal 53), dan sumbangan suka duka untuk karyawan (pasal 54) juga sudah diatur sedemikian rupa dalam buku perjanjian kerja bersama antara manajemen dan karyawan Discovery Kartika Plaza Hotel. Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa Discovery Kartika Plaza Hotel tidak lagi menganggap karyawannya sebagai
Gambar 4 Pelatihan Karyawan
Pertiwi, Ludigdo, Implementasi Corporate Social Responsibility...444
buruh atau budak, tetapi sebagai potensi atau asset yang dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Selain itu, hubungan yang terjalin dengan para karyawan tidak lagi bersifat top-down (dari atas ke bawah), tetapi lebih bersifat kekeluargaan (kemitraan). Keharmonisan dalam Tri Hita Karana telah berpengaruh terhadap inisiatif perusahaan (hotel) untuk lebih bertanggung jawab dan memperhatikan karyawannya Salah satu buktinya adalah pelaksanaan rapat bulanan sebagai tempat komunikasi antara pemilik, manajemen, maupun karyawan. Jika muncul masalah atau atau ketidakpuasaan dari karyawan, maka akan dicarikan solusi yang terbaik untuk menyelesaikannya. Jadi, karyawan merasa dihargai dan didengar pendapatnya oleh pihak atas (pemilik dan manajemen), sehingga memberikan pengaruh terhadap semangat (totalitas) karyawan dalam bekerja. dan pada akhirnya berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan (hotel). Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian McGuire et al. (1988) yang menyatakan bahwa melaksanakan inisiatif CSR akan bermanfaat karena dapat meningkatkan semangat kerja karyawan yang mengarah pada peningkatan produktivitas dan pada akhirnya peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Discovery Kartika Plaza Hotel yang dikenal karena implementasi CSR berlandaskan budaya Tri Hita Karana (harmonisasasi dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam) memnyebabkan bisnis yang dijalankan selalu jauh dari konflik (internal maupun eksternal), tidak merusak alam sekitar, serta lebih transparan dan jujur karena hotel juga yakin memiliki tanggung jawab kepada Tuhan. Hal inilah yang dapat memberikan nilai tambah (value added) bagi kepercayaan dan minat para investor, baik investor dalam negeri maupun luar negeri, untuk berinvestasi di Discovery Kartika Plaza Hotel. Kepercayaan para investor tumbuh karena melihat kinerja hotel yang baik terhadap sosial dan lingkungan, sehingga dianggap memiliki prospek bisnis yang bagus untuk maju. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Rustiarini (2010) yang menyatakan apabila perusahaan memiliki kinerja sosial dan lingkungan yang baik, maka akan muncul kepercayaan dari investor yang direspon positif melalui peningkatan harga saham perusahaan yang bersangkutan. Unsur pawongan dalam budaya Tri Hita Karana memiliki pandangan yang ham-
pir sama dengan unsur people (masyarakat) dalam konsep 3P. Unsur pawongan memiliki pandangan bahwa manusia tidak berada sendiri di dunia ini sehingga manusia selalu mengharapkan kerja sama dari sesamanya. Konsep pawongan inilah yang selalu dipegang teguh oleh Discovery community Kartika Plaza Hotel sebagai usaha bisnis yang bergerak di bidang pariwisata. Hotel ini benar-benar menyadari bahwa tanpa adanya hubungan harmonis yang tercipta antara hotel dengan masyarakat sekitar, maka tidak akan bisa berkembang pesat seperti sekarang ini. Implementasi Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan oleh Discovery Kartika Plaza Hotel telah membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya dengan memberikan peluang kerja bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, Corporate Social Responsibility di Discovery Kartika Plaza Hotel merupakan suatu komitmen yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan ikhlas, bertujuan untuk menciptakan keharmonisan dan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat di sekitar Discovery Kartika Plaza Hotel. Pawongan dalam budaya Tri Hita Karana menekankan mengenai ajaran perbuatan sebab-akibat (karmaphala) dan tat-twam-asi (aku adalah kamu, kamu adalah aku) sebagai pegangan bagi perusahaan atau usaha bisnis Tat-twam-asi mengajarkan kesosialan tanpa batas karena diketahui bahwa “saya adalah kamu, kamu adalah saya”, yang memiliki kesamaan, sehingga menolong orang lain (sesama) berarti menolong diri sendiri, menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri pula. Dalam kegiatan CSR, ajaran tat-twam-asi dapat menimbulkan sikap saling membantu dan menghormati antara perusahaan dengan masyarakat ataupun perusahaan dengan para pesaing bisnisnya sehingga dapat menghindari konflik yang terjadi. Salah satu bentuk tanggung jawab Discovery Kartika Plaza Hotel terhadap masyarakat sekitar, yaitu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat lokal ataupun seniman lokal untuk mementaskan keseniannya setiap malam, tanpa harus dipungut biaya. Mereka diberikan kesempatan untuk menunjukan keterampilan seni budaya yang dimiliki kepada tamu-tamu asing maupun domestik yang menginap di hotel. Bahkan, hotel bersedia untuk memberikan apresiasi (berupa dana) atas setiap pertunjukan seni yang telah dibawakan. Se-
445
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
lain itu, Discovery Kartika Plaza Hotel juga memiliki komitmen untuk mengutamakan kesejahteraan pengusaha agrobisnis lokal, baik yang berasal dari Bali maupun Indonesia. Hotel selalu membeli produk lokal, baik daging, sayuran, buah-buahan untuk dikonsumsi oleh tamu, meskipun produk impor mungkin memiliki kuliatas yang lebih baik. Namun, komitmen hotel membuat hotel selalu berusaha mengutamakan produk lokal untuk masuk ke areal dapur (kitchen). Selanjutnya, Pak Sunita sebagai Kelian Adat Banjar Segara (Discovery Kartika Plaza berada di kawasan banjar Segara) memberikan penjelasan mengenai hubungan yang terjalin antara Discovery Kartika Plaza Hotel dengan masyarakat di sekitar hotel. “Saya kira masyarakat sudah terima dengan keberadaan hotel ini. Hotel ini kan sudah ada dari tahun 71, jadi sampai sekarang sudah berumur 30 tahun-lah, jadi otomatis masyarakat di sini sudah sehatilah istilahnya, sudah menyatu dengan hotel ini. Lagipula kita sudah tidak ada lagi istilahnya saling berantem, sudah saling menguntungkan-lah antara adanya hotel ini dengan masyarakat sekitar, termasuk kita sudah dapat bantuan, sudah dikelola pedagang acung, masyarakat di sini juga bisa mencari kerja di hotel ini. Saya sendiri salah satu contohnya. Disamping itu, sudah banyak hotel ini membantu lingkungan adat termasuk di purapura, banjar-banjar yang ada disekitar hotel ini, yah itu yang saya liat selama ini. Jadi, masyarakat disini sudah sangat merespon dengan keberadaan hotel ini”. Berdasarkan penjelasan dari Pak Sunita maka peneliti mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara Discovery Kartika Plaza Hotel dengan masyarakat sekitar. Hotel yang berdiri sejak tahun 1971 sampai saat ini belum pernah memiliki konflik ataupun masalah, bahkan dapat dikatakan sudah menyatu dengan masyarakat sekitar. Komitmen kuat hotel ini untuk selalu memperhatikan masyarakat sekitar jelas terlihat saat hotel ini bersedia memberikan kesempatan masyarakat sekitar untuk bekerja di dalam hotel, di mana salah satunya adalah Pak Sunita sendiri (bekerja di Divisi Engi-
neering). Selain itu, hotel juga memberikan kesempatan kepada pedagang acung untuk bekerja di dalam areal hotel. Bantuan kepada pura-pura di sekitar hotel juga selalu dilakukan oleh hotel, tidak hanya berupa materi, tetapi juga kesediaan untuk ngayah (ikut serta) menjaga kebersihan dan kenyamanan pura. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat sangat memberikan respon dan dukungannya terhadap keberadaan Discovery Kartika Plaza Hotel. Peneliti kemudian memilih satu pedagang acung yang memberikan jasa massages (pijat) sebagai salah satu informan eksternal hotel. Bu Eni, begitulah beliau disapa. Wajah keriput Bu Eni menunjukkan betapa keras perjuangan hidup beliau menghidupi keluarganya. Memang Bu Eni sudah berprofesi sebagai massages di sekitar areal pantai hotel selama lima belas tahun. Berikut ini tanggapan Bu Eni mengenai Discovery Kartika Plaza Hotel. “Saya sudah 15 tahun di sini, sudah langsung di areal sini, ga pernah pindah-pindah, kan sudah punya areal masing-masing setiap pedagang. Orang lain yang ga punya kartu hotel juga ga boleh masuk areal sini. Jadi, kita itu ada 26 pedagang acung yang dikasi kartu hotel untuk bisa masuk ke areal hotel ini, kita gratis semua kerja disini. Itu dagangnya macam-macam, ada jam, kacamata, sabuk, manicure, kalo saya yah massages. Kita juga meeting ke dalam satu bulan sekali, ketemuan antara kita sama bos, sama manager gitu. Kita kan dagang sebenarnya, tapi diminta oleh GM untuk “look at the guest”, seperti satpam-lah gitu. Kalo ada barang tamu ketinggalan, ayo kita ambil, taruh di mana pantesnya, di kantor atau di mana. Jangan sampai tamu kehilangan itu terus ga ketemu lagi sama barangnya. Dulu pernah kok saya dapat penghargaan dari dalam, waktu ada tamu ketinggalan kamera ama hp, terus di taruh di kantor, nantinya langsung dapat penghargaan”. Berdasarkan penjelasan yang peneliti dapat dari Bu Eni, peneliti mendapatkan gambaran bahwa Discovery Kartika Plaza Hotel memberikan perhatian khusus kepada
Pertiwi, Ludigdo, Implementasi Corporate Social Responsibility...446
pedagang acung di sekitar hotel. Sebanyak 26 pedagang acung, termasuk Bu Eni diberikan kesempatan untuk mencari penghasilan di dalam hotel tanpa dipungut biaya apapun. Bahkan, hotel juga mengajak seluruh pedagang acung tersebut untuk ikut rapat bulanan hotel untuk mendengar kesulitan atau masalah apa yang ditemui para pedagang. Hotel juga memberikan kepercayaan kepada para pedagang acung untuk ikut serta mengawaasi kenyamanan dan keamanan tamu hotel. “Look at the Guest”. Itulah prinsip yang ditekankan hotel kepada para pedagang acung. Bu Eni, misalnya pernah menemukan barang yang tertinggal oleh tamu dan dilaporkan ke kantor satpam. Setelah kejadian itu, Bu Eni langsung mendapatkan penghargaan dari hotel atas jasa beliau. Hal inilah bukti nyata apresiasi Discovery Kartika Plaza Hotel kepada para pedagang acung, tidak hanya ingin meningkatkan kesejahteraan mereka, tetapi juga mengajarkan nilai kejujuran dalam bekerja. Selanjutnya, peneliti bertanya kepada Bu Ketut, seorang penenun kain yang bekerja di areal lobby hotel. CSR yang dilaksanakan oleh Discovery Kartika Plaza Hotel sangat dirasakan manfaatnya oleh Bu Ketut. Seperti inilah penuturan Bu Ketut kepada peneliti. “Tiang sampun driki sejak taon 1994 sampai 2000, wenten renovasi saat itu, tiang pindah, kemudian tahun 2003 tiang balik lagi. Tenun tiang niki tenun songket, madue motifnya sendiri. Selain untuk kamen, bisa buat syal, taplak meja juga bisa. Kalo tempat di hotel niki, tiang digratiskan saking pihak hotel ten minta uang sareng tiang. Saking dumun sampun seperti itu, tiang mrasa sangat tertolong. Kalau ada acara ring hotel, tiang kadang ikut bantu, misalnya demonstrasi nenun nike, tiang biasanya ditolong oleh karyawan untuk ngangkat alat-alat tenun niki ke tempat demonstrasi. Karyawan driki juga baik-baik sareng tiang, jadi tiang mrasa betah, ten wenten masalah napi driki”. Arti: (Saya sudah 10 tahun, saya sudah disini sejak tahun 1994 sampai 2000, kan ada renovasi, hilang,
kemudian tahun 2003 saya balik kesini lagi. Tenun saya ini adalah tenun songket, ada juga motifnya sendiri. Selain untuk kain, bisa juga buat syal, taplak meja. Kalau masalah tempat di hotel ini, saya digratiskan, tidak dipungut biaya apapun, jadi saya merasa tertolong sekali. Kalau ada acara dihotel saya juga kadang ikut serta, misalnya demonstrasi tenun, saya biasanya ditolong oleh karyawan di sini mengangkat alat-alat tenun saya ke sana. Karyawan disini juga baik dengan saya, jadi saya tidak pernah ada masalah di sini). Penuturan dari Bu Ketut memberikan gambaran kepada peneliti bahwa Bu Ketut merasa sangat terbantu dengan perhatian dari Discovery Kartika Plaza. Bu Ketut sudah diberikan tempat untuk menjual hasil tenunan dan diberikan kesempatan untuk mendemonstrasikan tenunannya di acara yang diilaksanakan oleh hotel. Selain itu, karyawan hotel juga banyak membantu Bu Ketut, sehingga beliau tidak pernah memiliki masalah di hotel ini. Hal yang hampir sama juga peneliti temui dari wawancara dengan Pak Rai, seorang pengukir. Ketika peneliti berkenalan dengan beliau, beliau sangat respon dan bersahabat, bahkan beliau memperlihatkan beberapa hasil ukirannya kepada peneliti. Pak Rai sendiri sudah hampir dua puluh tahun diberikan tempat oleh Discovery Kartika Plaza Hotel untuk menjual hasil ukirannya. Seperti inilah penuturan Pak Rai kepada peneliti. “Saya di sini sudah 20 tahun kirakira dari 1993, saya sudah ada disini. Sebelum ada di hotel ini, kan ada bungalow juga dulunya, saya bukanya dekat sana. Saya buka dulu, di muka pura, Pura Tajuk namanya, saya dulu ditempatkan di sana. Nah sejak renovasi, baru saya di sini. Kalau saya sendiri nggih, merasa terbantu sekali, karena saya tidak dipungut bayaran apapun selama ini. Tapi saya juga ikut bantu kalau hotel ini membutuhkan bantuan saya. Contohnya saya bantu dengan keahlian saya, misalnya hotel ini membutuhkan untuk buat nama dari huruf-huruf untuk ke-
447
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
giatan apa, saya ikut bantu untuk ngukir namanya itu. Jadi, kayak saling bantulah”. Berdasarkan penuturan Pak Rai, peneliti mendapatkan gambaran bahwa Pak Rai sudah hampir dua puluh tahun berada di Discovery Kartika Plaza Hotel. Sebelum hotel ini direnovasi dan masih terdapat bungalow, Pak Rai mendapatkan tempat di dekat Pura Tajuk yang masih satu kawasan dengan bungalow. Namun, setelah hotel ini direnovasi, Pak Rai mendapatkan tempat di dekat kolam renang untuk menjual hasil ukirannya sampai saat ini. Pak Rai merasa sangat terbantu karena diberikan kesempatan untuk menjual hasil ukirannya tanpa dipungut biaya apapun. Akan tetapi, Pak Rai tahu diri. Pak Rai juga berusaha membalas kebaikan hotel dengan membantu sesuai kemampuan beliau, seperti membantu membuat ukiran huruf untuk acara-acara yang diadakan hotel. Manfaat yang begitu besar dari pelaksanaan Corporate Social Responsibility di Discovery Kartika Plaza Hotel tercermin dari apa yang dikatakan oleh Bu Ketut dan Pak Rai. Bu Ketut dan Pak Rai adalah warga yang tinggal di sekitar hotel, dimana oleh Discovery Kartika Plaza Hotel diberikan kesempatan untuk bekerja dan menjual hasil karyanya di dalam areal hotel tanpa dikenakan biaya apapun. Bahkan hal ini sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun. Ini merupakan langkah nyata dari Discovery Kartika Plaza Hotel untuk membuka kesempatan kerja bagi masyarakat di sekitar hotel demi terciptanya masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Selain itu, inisiatif hotel menyediakan tempat bagi para pedagang acung serta mengajarkan mereka untuk bersikap jujur kepada para tamu juga memberikan manfaat bagi hotel. Pedagang acung merasa terbantu untuk mendapatkan tempat men-
jual dagangannya, tanpa lupa akan kewajibannya untuk ikut menjaga kenyamanan dan keamanan tamu. Akibatnya tamu-tamu yang menginap merasa puas dan nyaman berada di kawasan hotel, tanpa takut kehilangan benda berharga, sehingga berpengaruh terhadap kepercayaan tamu. Hal ini tentu memberikan dampak positif bagi nama baik Discovery Kartika Plaza Hotel sebagai hotel yang nyaman dan aman untuk tamu. Unsur palemahan menekankan untuk selalu menjaga keharmonisan antara manusia dengan lingkungan (alam). Discovery Kartika Plaza Hotel sebagai usaha bisnis yang bergerak di bidang pariwisata akan selalu seiring sejalan dengan alam. Bisnis yang dijalankan bukanlah bisnis yang merusak alam. Jika berbisnis tanpa memberikan timbal balik kepada alam, memanfaatkan lingkungan tanpa menjaga kelestariannya, tentu akan berpengaruh terhadap bisnis yang dijalankan oleh hotel. Discovery Kartika Plaza Hotel dalam menjalankan bisnisnya tidak pernah menghilangkan keaslian lingkungan di sekitar hotel, yaitu tetap menjaga habitat asli tanaman yang tumbuh di sepanjang tepi pantai hotel. Selain itu, lingkungan hotel dibangun dengan menyatukan konsep modern dan tradisional Bali. Hal ini merupakan langkah nyata yang ditunjukkan Discovery Kartika Plaza Hotel dalam menghargai dan menjaga lingkungan setempat. Sebagai salah satu perhotelan di Bali, kegiatan bisnis Discovery Kartika Plaza Hotel pasti menghasilkan limbah yang cukup besar. Namun, Discovery Kartika Plaza Hotel sudah memiliki komitmen untuk mengolah hasil limbah semaksimal mungkin agar tidak mencemari alam sekitar. Berkaitan dengan pengelolaan air limbah, Discovery Kartika Plaza Hotel memiliki Sawage Treatment Plan (STP) untuk mengelola limbah yang berasal dari seluruh bangunan di Discovery Kartika
Gambar 5 Pengolahan Limbah Cair (Sawage Treatment Plan)
Pertiwi, Ludigdo, Implementasi Corporate Social Responsibility...448
Gambar 5 Pengolahan Limbah Cair (Sawage Treatment Plan) Plaza Hotel. Pengelolaan air limbah hotel ini juga ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia sedikit pun. Hasil olahan air limbah di Discovery Kartika Plaza Hotel digunakan untuk menyiram halaman hotel dan keseluruhan tanaman yang ada di lingkungan hotel. Selain itu, hasil olahan air limbah juga digunakan untuk mengisi air mancur besar yang berada di depan pintu masuk hotel, sehingga hotel tidak lagi bergantung kepada air yang berasal dari PDAM ataupun air bawah tanah. Hasil olahan air limbah juga digunakan untuk mengisi cooling tower yang dimanfaatkan untuk membantu pendingin ruangan. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar pendingin ruangan di hotel ini merupakan pendingin sentral atau berada di bawah satu pusat. Pemanfaaatan cooling tower menyebabkan sebagian besar pendingin ruangan di hotel ini tidak menggunakan freon yang dapat merusak lapisan ozon. Selain limbah cair, Discovery Kartika Plaza juga memperhatikan limbah organik seperti sampah daun dengan membuat lubang biopori di sekitar halaman hotel. Selain untuk menjaga kebersihan halaman hotel, lubang biopori digunakan untuk menin-
gkatkan kesuburan tanah. Lubang biopori dibuat dari pipa paralon yang dimasukkan kedalam tanah sebagai tempat memasukkan limbah organik. Setelah penuh, lubang tersebut ditutupi dengan beton yang dibentuk seperti jalan setapak. Discovery Kartika Plaza menargetkan lubang biopori sebanyak dua ribu buah, tetapi yang baru bisa direalisasikan sebanyak enam ratus buah. Walau masih jauh dari target, Discovery Kartika Plaza Hotel selalu melakukan penambahan lubang biopori baru setiap bulannya di halaman hotel. Berkaitan dengan limbah rumah tangga yang dihasilkan oleh Discovery Kartika Plaza Hotel, pengelolaan limbah rumah tangga dilakukan bersama dengan pihak ketiga. Keseriusan hotel ini dalam mengolah limbah rumah tangga terlihat dalam pemilihan pihak ketiga. Pihak ketiga yang dipilih adalah Jimbaran Lestari yang sudah memiliki ijin resmi dari pemerintah sebagai perusahaan pengolahan limbah rumah tangga, sehingga limbah rumah tangga yang telah diberikan, memang benar-benar diolah dan tidak dibuang secara sembarangan ke lingkungan. Sebelum dibawa ke pihak ketiga, sampah rumah tangga yang dihasilkan oleh hotel
Gambar 7 Manajemen Pengolahan Sampah
449
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
Gambar 8 Pembersihan Lingkungan sudah dipisahkan terlebih dahulu. Pemisahan antara sampah plastik, botol, atau sisa makanan dilakukan untuk mempermudah mengolah limbah tersebut. Jadi, Discovery Kartika Plaza Hotel juga memiliki manajemen pengolahan sampah untuk mempermudah pengolahannya kembali yang bekerja sama dengan pihak ketiga (Jimbaran Lestari). Discovery Kartika Plaza Hotel sebagai hotel yang telah melaksanakan Corporate Social Responsibility berlandaskan budaya Tri Hita Karana juga memberikan perhatian kepada tata letak bangunan hotel. Penataan bangunan hotel tentu memberikan dampak bagi kenyamanan kerja karyawan. Jika bangunan hotel hanya dibuat begitu saja, tanpa konsep yang jelas, tentu karyawan bekerja dengan suasana tak nyaman. Selain itu, Bali sebagai salah satu tujuan utama pariwisata dunia, selalu menekankan kepada setiap usaha bisnis untuk menjaga kekhasan bangunan Bali yang dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para tamu yang datang. Bangunan hotel sudah memiliki pemisahan bangunan dimana bagian hulu (timur) merupakan bangunan atau tempat suci, bagian tengah merupakan bangunan hotel, dan bagian hilir (selatan) merupakan tempat parkir, gudang, pengolahan air limbah (Sawage Treatment Plan), dan pengumpulan sampah. Bangunan hotel juga dibuat sedemikian rupa dengan tidak meninggalkan kekhasan bangunan Bali. Selain itu, kawasan hotel dibuat dengan tetap menjaga keseimbangan antara bangunan dan ketersediaan ruang terbuka (halaman). Lingkungan Discovery Kartika Plaza Hotel merupakan kawasan pantai kuta yang indah dan eksotis yang tentunya akan menarik minat tamu datang menginap. Pemanfaatn keindahan pantai tersebut haruslah diimbangi dengan usaha hotel ini untuk tetap
menjaga keindahan dan kebersihan pantai. Discovery Kartika Plaza Hotel memberikan kontribusi bagi pemeliharaan lingkungan sekitar dengan melakukan pembersihan pantai setiap minggu pertama dan minggu ketiga. Seluruh karyawan wajib mengikuti pembersihan pantai yang ada di belakang hotel. Walaupun pantai itu berada di areal hotel, tapi pantai itu merupakan akses jalan umum yang bisa dilewati oleh siapa saja, sehingga harus tetap dijaga keindahan dan kebersihannya. Implementasi CSR yang dijalankan oleh Discovery Kartika Plaza lebih menekankan bagaimana cara perusahaan bersahabat dengan alam (lingkungan), menjadi bagian dari alam, serta semaksimal mungkin berkontribusi dalam pemeliharaan lingkungan, tanpa merusak dan menghilangkan keaslian yang sudah ada. Discovery Kartika Plaza Hotel mau menyisihkan waktu, tenaga, dan biaya untuk melestarikan lingkungan setempat tempat perusahaan tumbuh dan berkembang. Komitmen dan kekonsistenan hotel ini dalam menjaga keharmonisan hubungan dengan lingkungan telah menciptakan iklim usaha yang kondusif demi kelangsungan bisnis hotel ke depannya. Ashrama dan Seekings (2001) menjelaskan bahwa dalam mewujudkan dimensi THK bidang parhyangan, perusahaan seharusnya mengusahakan semaksimal mungkin timbulnya nuansa Ketuhanan (religius), baik di dalam maupun diluar perusahaan. Misalnya, di lingkungan perusahaan dibuatkan tempat suci atau pemujaan Tuhan (membuat pelangkiran di ruangan tertentu, membuat pura atau palinggih di areal bangunan perusahaan), memberikan kesempatan karyawan untuk melaksanakan ibadah atau persembahyangan dan ritual keagamaan (yadnya) setiap hari, dan memberikan kon-
Pertiwi, Ludigdo, Implementasi Corporate Social Responsibility...450
tribusi terhadap kegiatan keagamaan di sekitarnya. Bu Nurmini sebagai sekretaris Sekaa Duka Hindu (SADHU) di Discovery Kartika Plaza Hotel memberikan penjelasan mengenai bentuk tanggung jawab hotel yang berkaitan dengan unsur parhyangan dalam aktivitas hotel sehari-hari. “Kalau sehari-hari, memang hotel ngasi kebebasan untuk sembahyang. Kalau biasanya, setiap pagi, pegawai pasti ngaturin banten, canang, secara rutin ke Padmasana dan Penugun Karang. Kalau karyawan agama Hindu disini sebagai mayoritas memiliki sekaa duka Hindu (SADHU) yang mengkoordinir setiap kegiatan keagamaan kita. Di Padmasana biasanya ada satu mangku yang khusus setiap hari ngaturin banten. Kalau pelangkiran kita ada di setiap divisi yah, biasanya pegawai juga ngaturin canang di pelangkiran itu. Untuk piodalan sendiri, Padmasana dan Penugun Karang itu samaan piodalan-nya, yaitu pas di Purnama Kapat, tiap tahun itu selalu kita adakan”. Berdasarkan penjelasan dari Bu Nurmini maka didapatkan pemahaman bahwa karyawan di Discovery Kartika Plaza yang didominasi oleh karyawan beragama Hindu mendapatkan kebebasan untuk menjalankan persembahyangan (ibadah). Biasanya para karyawan bersembahyang sebelum melaksanakan aktivitasnya, baik di Padmasana maupun Penugun Karang dengan memberikan banten (sesajen) atau canang (bunga-bungaan). Hotel juga memiliki satu mangku yang bertanggungjawab terhadap aktivitas keagamaan di Padmasana maupun
Penugun Karang hotel. Selain itu, di setiap ruangan (divisi) juga dibuatkan pelangkiran (tempat stana Sang Hyang Widhi, lebih kecil) untuk memberikan suasana yang nyaman dan tenang dalam bekerja. Hotel juga selalu mengadakan Piodalan (berasal dan kata wedal yang artinya ke luar, turun atau dilinggakannya dalam hal ini Ida Sang Hyang Widhi Waça dengan segala manifestasinya menurut hari tertentu yang telah ditetapkan) di Padmasana dan Penugun Karang setiap tahunnya yang bertepatan dengan purnama kapat (hari bulan penuh pada bulan keempat/sasih kapat dalam kalender Bali). Ditambahkan lagi oleh Bu Nurmini: “Terus kita juga rutin metirta yatra, paling sedikitnya kita lakukan 2 kali setahun, khususnya pas odalan di Pura Besakih dan Pura Batur. Terus kita pernah tirta yatra ke Pura Segara Rupek di Negara, terus kita juga dapat ke Lombok akhir Juli kemaren, Kalau pas Hari Raya kayak Nyepi, sehari sebelumnya kita mengarak ogoh-ogoh, kita arak keliling daerah hotel, kemudian dibakar di belakang hotel deket pantai, yang ngangkat juga para karyawan di sini”. Penjelasan yang disampaikan oleh Bu Nurmini memberikan gambaran bahwa Discovery Kartika Plaza Hotel melalui SADHU (sekaa duka Hindu) memiliki tanggung jawab untuk melakukan kegiatan yang menunjang terciptanya nuansa religius. Hotel selalu mengadakan acara tirta yatra (perjalanan spiritual ke tempat-tempat suci) minimal dua kali dalam setahun, khususnya pada saat piodalan di Pura Besakih dan Pura Batur. Selain itu, tirta yatra yang dilakukan
Gambar 9 Kegiatan Piodalan di Discovery Kartika Plaza Hotel
451
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
juga sempat ke Pura Segara Rupek di Negara, bahkan sampai ke Pura-Pura di Lombok, Nusa Tenggara Timur. Selain itu, prosesi mengarak Ogoh-Ogoh serangkaian upacara Tawur Kesanga atau pengerupukan (sehari sebelum Hari Raya Nyepi Nyepi) digunakan hotel untuk memberikan kesempatan berekspresi dan meningkatkan kebersamaan para karyawannya. Ogoh-ogoh tersebut dibawa oleh karyawan berkeliling wilayah hotel (wilayah Kuta Selatan) sebagai perlambang sifat-sifat negatif yang nantinya akan dilebur (dibakar) di pantai belakang hotel. Hal ini yang menjadi salah satu bukti Discovery Kartika Plaza Hotel dalam mendukung dan mengekspresikan nilai-nilai religius (sakral) yang terkandung dalam tradisi masyarakat Hindu Bali. Discovery Kartika Plaza Hotel juga memberikan kebebasan beribadah dan melaksanakan kegiatan keagaaman bagi karyawan beragama lain (di luar agama Hindu). Salah satu contohnya adalah menyediakan musholla untuk tempat ibadah karyawan yang beragama Islam. Musholla yang disediakan sudah memisahkan antara tempat ibadah bagi karyawan laki-laki dan perempuan. Walaupun hotel tidak menyediakan tempat ibadah khusus bagi karyawan Kristiani, tetapi hotel selalu menyiapkan ruangan untuk digunakan sebagai tempat perayaaan natal setiap tahunnya. Jadi, salah satu bentuk tanggung jawab Discovery Kartika Plaza Hotel dari segi spiritual (kepada Tuhan) dilaksanakan dengan selalu mendukung pelaksanaan dan memfasilitasi kegiatan keagamaan. Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan Discovery Kartika Plaa Hotel merupakan rasa syukur hotel atas anugerah yang diberikan Tuhan (keuntungan), sehingga sudah sewajarnya hotel juga berbagi
kepada masyarakat dan alam sekitar secara ikhlas dan sukarela. Pelaksanaan Corporate Social Responsibility sebenarnya merupakan salah satu perintah Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan dalam agama manapun, khususnya dalam hal berbagi sebagian kekayaan yang dimiliki dengan orang-orang yang tidak mampu. Menurut Prastowo dan Huda (2011:74), pelaksanaan CSR merupakan salah satu bentuk mekanisme sosial untuk mendistribusikan harta (keuntungan perusahaan) yang telah dititipkan Tuhan kepada yang lebih berhak menerima. Hal ini yang selalu menjadi komitmen Dicovery Kartika Plaza Hotel dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya. Discovery Kartika Plaza Hotel sadar bahwa keuntungan yang didapat harus dibagikan melalui kegiatan CSR. Berkaitan dengan hal tersebut, maka peneliti bertanya kepada Bu Dewi sebagai salah satu orang yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan CSR di Dicovery Kartika Plaza Hotel. “Kami punya program untuk membantu 3 panti asuhan dengan latar belakang keagaaman yang berbeda, yaitu Muslim, Kristen, dan Hindu. Di mana setiap panti asuhan, kami mengambil 10 orang anak asuh yang berprestasi untuk dibiayai SPP-nya setiap bulannya, mulai dari SD, SMP, SMA. Selain itu, tiap tahun kita juga diundang oleh mereka untuk memberikan penyuluhan bagaimana sih di hotel itu, hotel itu kerjanya apa. Mungkin saja ada anak di sana yang ingin bekerja di hotel, kita memberikan tips bagaimana bisa diterima menjadi karyawan di hotel bintang lima”.
Gambar 10 Pawai Ogoh-Ogoh Sehari Sebelum Hari Raya Nyepi
Pertiwi, Ludigdo, Implementasi Corporate Social Responsibility...452
Panti Asuhan Bala Keselamatan (Hindu)
Panti Asuhan Sidhi Astu Astu (Kristen)
Panti Asuhan Tunas Bangsa (Islam)
Gambar 11 Membantu Panti Asuhan Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh Bu Dewi maka salah satu bentuk pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh Discovery Kartika Plaza Hotel adalah membantu tiga pantia asuhan dengan latar belakang keagamaan yang berbeda, yaitu Panti Asuhan Bala Keselamatan (Hindu), Panti Asuhan Sidhi Astu (Kristen), dan Panti Asuhan Tunas Bangsa (Islam). Pemberian bantuan dilakukan dengan mengambil sebanyak 10 orang anak asuh yang berprestasi di setiap panti asuhan untuk dibiayai SPP setiap bulan, baik SD, SMP, dan SMA. Selain itu, hotel juga memberikan penyuluhan setiap tahun di setiap panti asuhan untuk menjelaskan dan memberikan gambaran tentang pekerjaan di hotel bintang lima. Pemilihan tiga panti asuhan dengan latar keagamaan yang berbeda menunjukan komitmen Discovery Kartika Plaza Hotel untuk mengabdi dan membantu sesama yang membutuhkan tanpa melihat perbedaan keyakinan. Penelitian yang telah dilakukan di Discovery Kartika Plaza Hotel menghasilkan suatu pemahaman baru mengenai pelaksanaan CSR yang disebut sebagai CSR Terpadu (Integrated of CSR). Pemahaman CSR Terpadu (Integrated of CSR) muncul karena menganggap pelaksanaan CSR dengan konsep “3P” masih menyebabkan ketidakseimbangan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan, karena perusahaan masih saja terfokus pada keuntungan (profit) semata, sehingga perhatian yang diberikan kepada masyarakat (people) dan lingkungan (planet) terkesan tidak bersungguh-sungguh. Selain itu, pelaksanaan CSR berlandaskan konsep ”3P” yang banyak digunakan tidak sesuai dengan realitas bisnis Indonesia yang memiliki kaitan erat dengan spiritual dan adat-istiadat. Apalagi penelitian yang dilakukan di Bali yang masyarakatnya masih sangat menjunjung tinggi spiritual dan adat istiadatnya.
CSR Terpadu (Integrated of CSR) berorientasi pada budaya Bali, yaitu Tri Hita Karana yang terdiri atas harmonisasi manusia dengan Tuhan (parhyangan), harmonisasi antar sesama manusia (pawongan), dan harmonisasi antara manusia dengan alam (palemahan), sehingga pemahaman ini mempunyai arti “usaha perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya secara lebih terpadu (terintegrasi), baik antara tujuan perusahaan sebagai usaha bisnis, keharmonisan hubungan dengan masyarakat dan alam, serta keyakinan perusahaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segalaNya di dunia ini”. Pemahaman CSR Terpadu (Integrated of CSR) menghasilkan empat bentuk implementasi yang saling bersinergi dan memiliki kaitan satu sama lain, yaitu implementasi di perusahaan (corporate), di masyarakat (community), di lingkungan (environment), dan hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan (God). Keempat bentuk implementasi yang saling bersinergi dan terintegrasi satu sama lain di dalam pemahaman “CSR Terpadu (Integrated of CSR)” tersebut dikonseptualisasikan ke dalam bentuk tabel berikut: Berdasarkan hasil analisis implementasi Corporate Social Responsibility berlandaskan budaya Tri Hita Karana di Discovery Kartika Plaza Hotel maka dapat disimpulkan bahwa keempat bentuk implementasi CSR, yaitu perusahaan (corporate), masyarakat (community), lingkungan (environment), dan Tuhan (God) memiliki kaitan yang erat satu sama lainnya. Masing-masing bentuk memiliki porsi yang sama dan saling melengkapi di dalam implementasi Corporate Social Responsibility Discovery Kartika Plaza Hotel. Implementasi Corporate Social Responsibility berlandaskan budaya Tri Hita Karana membuat kegiatan bisnis perusahaan (corporate) tidak lagi terfokus kepada finansial (profit)
453
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
Tabel 3. Analisis Hasil Implementasi CSR berlandaskan Budaya Tri Hita Karana
saja, tetapi secara sadar menjalankan bisnis yang dapat mensejahterakan masyarakat (community), bersahabat dengan lingkungan (environment), dan pada akhirnya sebagai bentuk kepatuhan (yadnya) dan pengadian (bhakti) perusahaan kepada Tuhan (God). Hal ini menyebabkan perusahaan atau usaha bisnis lebih memiliki kemampuan untuk mengendalikan berbagai aktivitas bisnisnya untuk memperoleh keuntungan (profit) yang sejalan dengan perintah Tuhan Yang Maha Esa, tanpa merugikan pemilik perusahaan, pemegang saham, karyawan, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Hasil dari analisis implementasi Corporate Social Responsibility berlandaskan Tri Hita Karana peneliti gambarkan dalam bentuk lingkaran berlapis-lapis dari dalam ke luar. Letak perusahaan (corporate) di bagian tengah lingkaran bukan berarti perusahaan (corporate) sebagai pusatnya. Perusahaan (corporate) dalam penelitian ini merupakan bagian dari masyarakat (community) yang sama-sama berada di dalam lingkungan (environment). Lingkaran terluar merupakan pusatnya, di mana peneliti menganggap setiap kegiatan di perusahaan, di masyarakat, maupun berkaitan dengan lingkungan akan selalu berpusat dan dikendalikan oleh Tuhan (God).
Setiap bentuk dari implementasi Corporate Social Responsibility berlandaskan budaya Tri Hita Karana di Discovery Kartika Plaza Hotel memiliki nilai tersendiri yang mengandung pemahaman yang berbeda. Keempat nilai yang muncul, yaitu nilai material, sosial, vital, dan spiritual (religius) berasal dari proses yang berbeda tetapi saling terintegrasi satu dengan yang lainnya. Nilai material merupakan nilai yang muncul dari segala bentuk tanggung jawab Discovery Kartika Plaza Hotel yang berpengaruh terhadap keberlanjutan bisnis (suistanability) hotel kedepannya, baik berkaitan dengan produktivitas kerja karyawan, image perusahaan (hotel), peningkatan kinerja perusahaan (hotel), maupun investasi dari para investor. Nilai sosial merupakan nilai yang muncul dari segala bentuk tanggung jawab Discovery Kartika Plaza Hotel yang dilandasi oleh prinsip, anggapan, dan keyakinan masyarakat setempat dalam budaya Tri Hita Karana, sehingga berdampak kepada kesejahteraan masyarakat. Nilai Vital merupakan nilai yang muncul dari segala bentuk tanggung jawab Discovery Kartika Plaza Hotel kepada sumber daya alam dan sumber energi yang berguna di dalam melaksanakan kegiatan bisnis hotel. Nilai spiritual merupakan nilai yang muncul dari segala bentuk tanggung
Pertiwi, Ludigdo, Implementasi Corporate Social Responsibility...454
Gambar 12 Lingkaran Analisis Hasil Implementasi CSR Berlandaskan Budaya Tri Hita Karana
jawab Discovery Kartika Plaza Hotel kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segalanya di dunia ini. Nilai material di dalam implementasi CSR berlandaskan budaya Tri Hita Karana berkaitan dengan tujuan dari perusahaan (hotel) sebagai kelompok bisnis di mana untuk mencapainya dibutuhkan keharmonisan dengan nilai sosial dan nilai vital. Harmonisasi ketiga nilai tersebut pada akhirnya memiliki arah menuju nilai spiritual (religius). Implementasi CSR berlandaskan budaya Tri Hita Karana telah memberikan inisiatif sendiri kepada Discovery Kartika Plaza Hotel untuk selalu mengharmonisasikan kegiatan bisnisnya dengan masyarakat, lingkungan, dan Tuhan. Discovery Kartika Plaza Hotel menyadari bahwa bisnis bukan semata-mata untuk mencari uang, tetapi merupakan bagian dari ibadah (tanggungjawab perusahaan kepada Tuhan) yang dilakukan dengan mensejahterakan sesama manusia dan bersahabat dengan alam. Jadi, dapat disimpulkan bahwa implementasi Corporate Social Responsibility berlandaskan Tri Hita Karana membuat perusahaan menjadi lebih bertanggung jawab kepada usaha bisnisnya, berorientasi kepada masyarakat dan lingkungan, yang pada akhirnya kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai penguasa segala-Nya di dunia ini.
SIMPULAN Unsur yang terkandung dalam budaya Tri Hita Karana memiliki kemiripan dengan konsep “3P” yang telah dikenal sebelumnya, khususnya yang berkaitan dengan masyarakat dan lingkungan (alam). Namun, Discovery Kartika Plaza Hotel juga memasukkan hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan (unsur Parhyangan yang terkandung dalam budaya Tri Hita Karana) di dalam mengimplementasikan Corporate Social Responsibility. Hal ini dikarenakan setiap budaya yang dimiliki masyarakat Bali (termasuk Tri Hita Karana) selalu meyakini bahwa Tuhan sebagai faktor penting dalam semua sendi kehidupan dan setiap kegiatan yang dilaksanakan (termasuk kegiatan bisnis) memiliki hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pemahaman CSR Terpadu (Integrated of CSR) dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk perkembangan konsep CSR yang seiring kemajuan jaman semakin membutuhkan nilai-nilai spiritual (berkaitan dengan nilai Ketuhanan) sebagai landasan kuat untuk menjalankan kegiatan bisnis yang lebih kondusif, nyaman, dan tidak mendatangkan kerugian bagi pihak-pihak tertentu. Tanggungjawab perusahaan kepada Tuhan Yang Maha Esa menimbulkan keyakinan bahwa apa yang telah diperoleh perusahaan merupakan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.
455
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 3, Desember 2013, Hlm 430-455
Walaupun dalam jangka pendek tidak akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, khususnnya terhadap laba (profit) yang diperoleh. Namun, dalam jangka panjang akan menciptakan mukjizat-mukjizat tidak terduga bagi perusahan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai timbal balik atas usaha perusahaan dalam membantu sesama manusia dan menjaga kelestarian alam. DAFTAR RUJUKAN Ashrama, B. dan K. Seekings. 2001. Buku Paduan/Hand Book Tri Hita Karana Tourism Awards 2001. Bali Travel News. Denpasar. Cahyati, A.D. 2008. “Corporate Social Responsibility: Perspektif Akuntansi. PARADIGMA”. Jurnal Universitas Islam 45 Bekasi, Vol. 9, No. 1, hal. 69-78. Elkington, J. 1998. Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business. London. Oxford. Henderson, J.C. 2007. “Corporate Social Responsibility and Tourism: Hotel Companies in Phuket, Thailand, after the Indian Ocean Tsunami”. International Jurnal of Hospitality Management, Vol. 26, hal 228-239. Kotijah, S. 2008. Kerusakan Lingkungan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, http://gagasanhukum.wordpress. com/2008/08/21/kerusakan-lingkungan-dan-tanggung-jawab-sosial-perusahaanan/. 21 Agustus 2008. Diunduh tanggal 25 Oktober 2012, McGuire, J. B., A. Sundgren. & T. Schneeweis. 1988. Corporate Social Responsibility And Firm Financial Performance. Academy of Management Journal, Vol. 31 No. 4, hal. 854-872.
Pembudi, T.S. 2005. CSR Suatu Keharusan dalam Investasi Sosial. Puspinsos. Jakarta. Prastowo, J. dan M. Huda. 2011. Corporate Social Responsibility: Kunci Meraih Kemuliaan Bisnis. Samudra Biru. Yogyakarta. Rudkin, K. 2002. “Applying Critical Ethnographic Methdology and Method in Accounting Research”. University of Wollongong: Faculty of Commerce-Paper. Rustiarini, N.W. 2010. “Pengaruh Corporate Governance pada Hubungan Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan”. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto 2010, Surakarta. Spardley, J.P. 1997. The Etnographic Interview. Elizabeth, M.Z. (penerjemah). Metode Etnografi, Cetakan Pertama. Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta. Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung. Suja, I.W. 2010. Kearifan Lokal Sains Asli Bali. Paramita. Surabaya. Triyuwono, I. 2012. Tanggung-Jawab Sosial Perusahaan Untuk Keseimbangan dan Kesadaran Ketuhanan (Spiritualitas Sustainability Corporate Social Responsibility). Seminar Nasional Tanggung-Jawab Sosial Perusahaan Untuk Keseimbangan dan Pengembangan Masyarakat, Universitas Mahasaraswati, Denpasar, 5 Maret 2012. Wang, L. & H. Juslin. 2009. The Impact of Chinese Culture on Corporate Social Responsibility: The Harmony Approach. Journal of Business Ethics (2009) 88, hal 433-451. Wibisono, Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility. Fascho Publisihing. Gresik.