KEEFEKTIFAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN GEOTHERMAL DALAM MENINGKATKAN TARAF HIDUP WARGA KOMUNITAS PEDESAAN (Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)
Oleh
:
Nyimas Nadya Izana I34070027
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
ABSTRACT NYIMAS NADYA IZANA. Effectiveness implementation program of Corporate Social Responsibility (CSR) company geothermal in improving the living standard of rural community residents (case member community LKMS Kartini in Dusun Pamengpeuk and Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, West Java). (Supervised by: FREDIAN TONNY) This research essentially aims to look at the effectiveness implementation program of Corporate Social Responsibility in improving the living standard of rural community residents. Subjects
were
local
communities,
the
corporate
staff
department Policy, government and public affair an staff LKMS Kartini. The method of this research used purposive sampling technique to decide the sample. In this study there are two key informants and thirty respondents. The conclusion of this research
non
effectiveness
implementation
program
of
Corporate
Social
Responsibility (CSR) in improving the living standard of rural community residents.
Keywords:
CSR,
Geothermal
Company,
participation,
implementation, improving living standard, effectiveness.
program
goals,
iii
RINGKASAN NYIMAS NADYA IZANA. Keefektifan Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal Dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan (Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat). (Dibawah Bimbingan: Fredian Tonny Nasdian)
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam yang
dimilikinya. Dengan banyaknya sumberdaya alam ini, maka perusahaan yang mengeksploitasi untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Pemerintah menetapkan UU PT tahun 2007 Pasal 74 agar perusahaan yang mengeksploitasi sumberdaya alam yang ada untuk melakuan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) kepada semua pihak yang merasa dirugikan dimana tempat perusahaan beroperasi. Perusahaan Geothermal merupakan perusahaan pertambangan yang bergerak dalam bidang pertambangan gas alam dengan memanfaatkan panas yang terkandung di dalam perut bumi (Geothermal Energy). Pada tahun 1982, perusahaan melakukan kegiatan eksplorasi di area Gunung Salak, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dari catatan perusahaan, saat ini kedua daerah operasional tersebut telah membangkitkan energi listrik lebih dari 600 Megawatt (MW) yang berasal dari 108 sumur. Keberlangsungan kegiatan eksploitasi, perusahaan juga melakukan
pembayaran
pajak
dan
melakukan
kegiatan
Corporate
Social
Responsibility (CSR). Bagian yang membawahi CSR Perusahaan Geothermal yaitu Departemen Policy, Government and Public Affairs (PGPA) yang difokuskan di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan dan penguatan ekonomi lokal, lingkungan hidup, hingga dukungan ke pengembangan kebudayaan lokal. Di bidang pengembangan ekonomi komunitas, perusahaan bekerja sama dengan Permodalan Nasiona Madani (PNM) untuk membentuk suatu lembaga koperasi yaitu Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Lembaga keuangan tersebut diikuti oleh Kecamatan Kalapanunggal, Kecamatan Kabandungan dan
iv
Kecamatan Pamijahan. Pada penelitian ini difokuskan di Kecamatan Kabandungan. Desa Cihamerang, Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur. Nama lembaga koperasi tersebut adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini. Dalam melihat keefektifan suatu program CSR yaitu LKMS Kartini, dalam penelitian ini dilihat dari partisipasi anggota LKMS Kartini dan meningkatkan taraf hidup. Oleh karena ini terdapat
pertanyaan
umum
sejauhmana
keefektifan
program
CSR
dalam
meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan. Pertanyaan khusus dari penelitian ini adalah sampai sejauhmana proses pelaksanaan program melibatkan partisipasi anggota dalam program Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini, sejauhmana proses pelaksanaan program Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini diimplementasikan hingga mencapai sasaran tujuan program itu sendiri dan sejauhmana keefektifan program LKMS Kartini dilihat dari hubungan partisipasi dengan meningkatkan taraf hidup. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner kepada responden, sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk wawancara mendalam kepada informan.
Untuk menentukan responden dan informan
menggunakan teknik purposive sampling. Informan kunci dalam penelitian ini adalah manajer departemen Policy, Government and Public Affairs Salak, spesialisasi community engagement dan staf LKMS Kartini, sedangkan responden penelitian adalah anggota LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur sejumlah 30 orang. Data kuantitatif dari penyebaran kuesioner di olah menggunakan Microsoft Office Excel 2007 dan uji rankesperman dengan SPSS v.15.0. Salah satu program pengembangan masyarakat Perusahaan Geothermal yaitu mendirikan LKMS Kartini di Kecamatan Kabandungan. Untuk melihat keefektifan implementasi LKMS Kartini dilihat dari partisipasi anggota dan dapat meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan. Pelaksanaan LKMS Kartini tidak diikutsertakan partisipasi anggota kelompok LKMS Kartini dari tahap perencanaan, tahap evaluasi dan tahap pelaporan namun pada tahap implementasi
mereka
v
diikutsertakan dalam keberlangsungan berjalannya LKMS Kartini. Pada tujuan awal dimana LKMS Kartini didirikan untuk menghilangkan bank keliling dan memberikan modal kepada masyarakat yang memiliki usaha produktif, dimana indikator usaha produktif menurut LKMS Kartini adalah yang berkelanjutan meskipun usaha yang dijalankan sedikit. Dalam kenyataanya modal yang diberikan belum tepat pada sasaran. Masih terdapat responden lain yang memiiki pekerjaan lain selain usaha produktif. Pada indikator meningkatkan taraf hidup dilihat dari variable pendapatan, pengeluaran dan keadaan fisik dan fasilitas bangunan. Jika dihubungkan tingkat partisipasi dengan pedapatan dan pengeluaran, maka setiap kategori sosial mengalami perubahan kecuali kategori sosial pengusaha pertanian karena selisih antar sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini bernilai negatif dan tingkat partisipasi di hubungkan dengan keadaan fisik dan fasilitas bangunan tidak terjadi perubahan terhadap kategori sosial pengusaha non pertanian dan pengusaha pertanian. Jika tingkat partisipasi dihubungkan dengan keadaan fisik dan fasiliatas banguan di uji dengan rankspearman tidak ada hubungan karena signifikasi hitung 0,698 > 0,05 artinya hipotesis semakin tinggi tingkat partisipasi anggota LKMS Kartini dalam keberlangsungan lembaga tersebut maka semakin meningkat keadaan fisik dan fasilitas banguan di tolak, sedangkan corelation hitung 0,074 < 0,5 artinya bahwa hubungan kedua variabel yaitu tingkat partisipasi dan keadaan fisik dan bangunan memiliki hubungan yang lemah. Sehingga program LKMS Kartini belum terjadi keefektifan dalam implementasinya.
vi
KEEFEKTIFAN IMPLEMNTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN GEOTHERMAL DALAM MENINGKATKAN TARAF HIDUP WARGA KOMUNITAS PEDESAAN (Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpuek dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)
Oleh Nyimas Nadya Izana I34070027
SKRIPSI Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
vii
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasisawa NRP Program Studi Judul Skripsi
: Nyimas Nadya Izana : I34070027 : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat : Keefektifan Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan (Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS NIP: 19580214 198503 1 004 Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus: __________________
viii
LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “KEEFEKTIFAN
IMPLEMENTASI
RESPONSIBILITY
(CSR)
PRGRAM
PERUSAHAAN
CORPORATE
GEOTHERMAL
SOCIAL DALAM
MENINGKATKAN TARAF HIDUP WARGA KOMUNITAS PEDESAAN (KASUS
ANGGOTA
PAMENGPEUK KECAMATAN
DAN
KELOMPOK DUSUN
LKMS
PASIRHAUR,
KABANDUNGAN,
KARTINI DESA
KABUPATEN
DI
DUSUN
CIHAMERANG,
SUKABUMI,
JAWA
BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Februari 2011
Nyimas Nadya Izana I34070027
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nyimas Nadya Izana yang dilahirkan di Mojokerto pada tanggal 20 Desember 1988. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, berasal dari pasangan Kemas Abdul Rochim dan Niken Lila Widyawati. Penulis memiliki dua kakak laki-laki yang bernama Kemas Buyung Fikri Wardana dan Kemas Robby Wirawan. Semenjak kecil, sekolah dan sampai saat ini penulis tinggal di kawasan Mojokerto-Jawa Timur. Penulis menamatkan pendidikannya di TK Sandy Putra tahun 1995, SDN Keranggan III
Mojokerto tahun 2001, SLTP Negeri 4
Mojokerto tahun 2004 dan SMA Negeri 1 Puri tahun 2007. Setelah itu pada bulan Juli 2007 diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan formal, penulis pernah mengikuti berbagai macam organisasi, kepanitiaan, seminar dan berbagi perlombaan pada tingkat sekolah dan perguruan tinggi. Adapun organisasi yang penulis ikuti di masa sekolah adalah Organisasi Siswa Intera Sekolah (OSIS) sebagai bendahara dan ekstrakulikuler Pasukan pengibar bendera (Paskibra). Selain itu penulis juga terpilih sebagai Pasukan pengibar bendera di tingkat Propinsi Jawa Timur pada tahun 2005. Pada masa kuliah, adapun kegiatan yang diikuti oleh penulis yaitu menjadi asisten dosen dasar-dasar komunikasi, HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) sebagai divisi Public Relation tahun 2009 dan divisi Advertising and Multimedia, divisi humas pada acara Fresh 2008, divisi humas pada acara Be Good Journalist (BONJOUR), mengikuti seminar Espresso (Ekonomic Seminar and Entrepreneur Talkshow), diskusi terbuka ‘I LOVE MY WORD, CAMPAIGN’, seminar Entrepreneur Pojok BNI IPB 2009 ‘Bertahan di Tengah Krisis’, Let’s CSR on Campus ‘Corporate Social Responsibility (CSR) Discussion as Strategy Business in Global Crisies’, dan Workshop Sosialisasi Pancasila ‘Menggali Nilai-Nilai Pacasila sebagai Falsafah Hidup Berbangsa dan Bernegara’.
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, tiada daya dan upaya melainkan izin-Nya. Ungkapan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang memberikan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keefektifan Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan (Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini Di Dusun Pemangpeuk dan Dusun Pasirhaur)” sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu untuk mengetahui keefektifan impelementasi program CSR Perusahaan Geothermal dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan, sedangkan tujuan umumnya yaitu menganalisis sejauhmana proses pelaksanaan program LKMS Kartini melibatkan masyarakat, menganalisis
sejauhmana
proses
pelaksanaan
program
LKSM
Kartini
diimplementasikan hingga mencapai sasaran tujuan program, dan mengidentifikasi keefektifan program LKSM Kartini dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran bagi peneliti dalam mengetahui fenomena sosial yang terjadi di lapangan dan saran bagi perusahaan di bidang Corporate Social Responsibility (CSR).
Bogor, Februari 2011 Nyimas Nadya Izana
xi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Keefektifan Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan (Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)” ini telah diselesaikan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Insitut Pertanian Bogor. Dalam penulisan skripsi ini penulis telah memperoleh bantuan, dorongan, semangat dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung atau secara tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik, karena tanpa bantuan dan dukungan dari mereka, mungkin penulis skripsi ini tidak akan terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS, atas kesabarannya membimbing, berdiskusi dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si selaku dosen penguji utama dan Rina Mardiana, SP, M.Si selaku dosen peguji dari wakil departemen. 3. Para dosen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang memberikan ilmu kepada peneliti. 4. Kedua orangtua Kemas Abdul Rochim dan Niken Lila Widyawati serta kedua kakak laki-laki Kemas Buyung Fikri Wardana dan Kemas Robby Wirawan tercinta yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan dan semangat kepada penulis. 5. Dedy Prima Yuniardi yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
xii
6. Teman satu bimbingan Isma Rosyida yang telah sabar menerima keluhan, memberikan informasi dan saling memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Para pihak Perusahaan Geothermal yang telah memberikan informasi khususnya departemen Policy, Government and Public Affaire. 8. Para staf LKMS Kartini yang telah membantu penulis memberikan informasi dan membantu di lokasi penelitian. 9. Pemerintah Desa Cihamerang yang telah membantu peneliti dalam penelitian. 10. Sahabat-sahabatku tercinta Dyah Kusumaning Tyas, Rizky Budi Kurniawan , Ratih Justitia Kartika, Ikhsan Trinugroho, Nur Irfany Putri, Zuhaidah Khoirun Niswah, Dhanis Rahmida, Citra Muliani, Auliyaul H yang selalu berbagi cerita, berbagi informasi, canda dan tawa serta masukan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. 11. Teman-teman akselerasi Aci Cipanas, Maya, Bio, Friska, Nene, Lele, Syifa, Dina, Mbak Yun, Ummi, Jeje, Mv, Nendy, Icha Padang, Dewi Agustina yang saling memberikan semangat satu sama lain. 12. Keluarga besar KPM 44 atas perhatian, kasih sayang dan kebersamaannya sampai saat ini. Semoga kita sukses di masa depan. 13. Semua pihak yang telah membantu terselsaikannya skripsi ini. Penulis sadar bahwa penyususnan skripsi ini belum dapat disusun secara sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca senantiasa penulis harapkan, semoga penyusunan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Februari 2011 Penulis
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. DAFTAR TABEL……………………………………………………………. DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….
xiii xv xvi xvii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1.1 Latar Belakang………………………………………………………….. 1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………...... 1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………….......... 1.4 Kegunaan Penelitian……………………………………………………..
1 1 4 4 5
BAB II PENDEKATAN TEORITIS……………………………………….... 2.1 Tinjauan Pustaka…………………………………………………........... 2.1.1 Corporate Social Resposibility…………………………………….. 2.1.1.1 Definisi dan Konsep Corporate Social Responsibility............... 2.1.1.2 Pihak yang Terlibat dalam Corporate Social Responsibility…. 2.1.2 Pengembangan Masyarakat……………………………………….. 2.1.2.1 Definisi dan Konsep Pengembagan Masyarakat……………… 2.1.2.2 Model dalam Pengembangan Masyarakat…………………….. 2.1.2.3 Pengembangan Masyarakat terhadap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility…………………….............................. 2.1.3 Implementasi Corporate Social Responsibility……………………. 2.1.3.1 Menyusun Program Corporate Social Responsibility………… 2.1.3.2 Implementasi Program Corporate Social Responsibility........... 2.1.4 Lembaga Keuangan Mikro………………………………………… 2.1.5 Taraf Hidup……………………………………………………….... 2.1.6 Efektifitas Implementasi Corporate Social Responsibility………... 2.1.7 Partisipasi…………………………………………………………... 2.2 Kerangka Pemikiran…………………………………………………….. 2.3 Hipotesis Penelitian……………………………………………………... 2.4 Definisi Konseptual……………………………………………………... 2.5 Definisi Operasional……………………………………………………..
6 6 6 6 9 14 14 16 17 20 20 24 25 29 29 30 33 34 34 36
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN……………………………………... 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………… 3.2 Pendekatan Penelitian…………………………………………………... 3.3 Penentuan Responden dan Informan…………………………………… 3.4 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………… 3.5 Teknik Analisis Data…………………………………………………….
37 37 37 38 38 40
xiv
Halaman BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN LOKASI PENELITIAN………………………………………………………. 42 4.1 Profil Perusahaan Geothermal………………………………………….. 42 4.2 Profil LKMS Kartini……………………………………………………. 43 4.3 Profil Anggota Kelompok LKMS Kartini di Desa Cihamerang………... 44 4.4 Profil Desa Binaan Perusahaan Geothermal……………………………. 47
BAB V PROSES PELAKSANAAN PROGRAM LKMS KARTINI HINGGA MENCAPAI TUJUAN…………………………………. 50 5.1 Ikhtisar…………………………………………………………………... 54 BAB
VI
PARTISIPASI MASYARAKAT DAN KEEFEKTIFAN PROGRAM LKMS KARTINI………………………………… 6.1 Partisipasi……………………………………………………………….. 6.1.1 Partisipasi Perusahaan, Pemrintah dan Pengusrus LKMS Kartini… 6.1.2 Partisipasi Masyarakat……………………………………………... 6.2 Keefektifan LKMS Kartini dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan……………………………………………………. 6.3 Ikhtisar…………………………………………………………………...
57 57 57 60 61 65
BAB VII ANALISIS SINTESIS KEEFEKTIFAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM MENINGKATKAN TARAF HIDUP WARGA KOMUNITAS PEDESAAN……………………………………….. 67
BAB VIII PENUTUP………………………………………………………… 8.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 8.2 Saran…………………………………………………………………….
71 71 73
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 75 LAMPIRAN…………………………………………………………………… 78
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12.
Teks
Halaman
Kriteria Kepuasan Masing-Masing Stakeholder…………………..... Tiga Model Pengembangan Masyarakat…………………………… Karateristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial………………… Jumlah Responden LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial………………………………………………………………... Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Cihamerang Berdasarkan Jenis Kelamin……………………………………………………….. Jumlah Penduduk Desa Cihamerang Menurut Jenis Pekerjaan…….. Rata-Rata Skor Partisipasi Masyarakat Menurut Kategori Sosial….. Jumlah Rata-Rata Tingkat Partisipasi Masyarakat Pada Pelaksanaan LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial…………………………… Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Jumlah Rata-rata Pendapatan Sesudah dan Sebelum mengikuti LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial………………………………………………………………... Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Jumlah Rata-rata Pengeluaran Sesudah dan Sebelum mengikuti LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial………………..…………………………... Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Indeks Komposit Keadaan Fisik dan Fasilitas Bangunan Sesudah dan Sebelum Mengikuti LKMS Kartini………………………………………………………. Signifikansi Korelasi antara Tingkat Partisipasi dengan Kondisi Fisik dan Fasilitas Bangunan Sesudah dan Sebelum Mengikuti LKMS Kartini……………………………………………………….
14 17 20 47 49 47 60 61 62 63 63 64
xvi
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar 1. Gambar 2.
Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9.
Teks Halaman Anak Tangga Partisipasi Arnstein (1969)…………………… 31 Kerangka Pemikiran Keefektifan Implementasi Program Corporate Social Responsibility Perusahaan Geothermal dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas 34 Pedesaan………………………………………………………. Struktur Pengelolaan LKMS Kartini………………………… 45 LKMS Kartini yang Dibentuk oleh Perusahaan Geothermal Bersama Mitranya Permodal Nasional Madani (PNM)……… 52 Jumlah Rata-Rata Persentase Responden Mengetahui LKMS 51 Kartini Menurut Sumber Informasi………………………… Penarikan yang Dilakukan Oleh Pegawai LKMS Kartini 54 Setiap Minggu………………………………………………………... Alur Proses Pelaksanaan Program LKMS Kartini Diimplementasikan Hingga Mencapai Tujuan……………… 54 Surat Pendirian LKMS Kartini Berbadan Hukum Koperasi no 22/Bh/XIII.IS/V/2009………………………………………… 58 Jumlah Rata-Rata Tingkat Partisispasi Menurut Kategori 61 Sosial………………………………………………………….
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12.
Teks Daftar Nama Anggota Kelompok LKMS Kartini di Desa Cihamerang……………………………………………………… Data Responden yang Mengikuti LKMS Kartini di Desa Cihamerang…………………………………………………….... Hasil Pengolahan Data Responden Mengenai Pendapatan dan Pengeluaran Sesudah dan Sebelum Mengikuti LKMS Kartini….. Data Responden Sebelum Mengikuti LKMS Kartini…………... Hasil Pengolahan Data Responden Mengenai Pendapatan dan Pengeluaran Sebelum Mengikuti LKMS Kartini………………. Hasil Pengolahan Data Responden Kondisi Fisik dan Fasilitas Bangunan………………………………………………………… Hasil Pengolahan Data Responden Terhadap Pelaksanaan LKMS Kartini…………………………………………………… Indeks Komposit Keadaan Fisik dan Fasilitas Bangunan Sesudah dan Sebelum Mengikuti LKMS Kartini…………………………. Panduan Pertanyaan……………………………………………... Kuesioner………………………………………………………... Sketsa Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukambumi Tahun 2010………………………………………… Data Kependudukan Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi Tahun 2010……………….
Halaman 79 81 83 85 86 88 89 91 92 93 99 100
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang kaya akan sumberdaya alam. Dengan kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki, banyak isu-isu yang dibicarakan salah satunya adalah adanya kerusakan lingkungan, yang diakibatkan adanya industri atau perusahaan dalam mengeksploitasi sumberdaya alam yang ada. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan berkontribusi dalam perekonomian baik daerah maupun negara, tetapi pada kenyataanya banyak perusahaan yang belum dapat bertangggung jawab terhadap daerah, lingkungan dan masyarakat disekitar perusahaan khususnya dimana perusahaan tersebut beroperasi. Pemerintah telah mengeluarakan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Setiap perusahaan yang berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Untuk menarik simpati masyarakat beberapa perusahaan melakukan kegiatan tanggung jawab sosial atau yang biasanya disebut Corporate Social Responsibility (CSR). Adanya undangundang yang telah dikeluarkan pemerintah membuat beberapa perusahaan masih melakukan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) secara terpaksa tanpa ada rasa sukarela. Menurut Elkington (1997) dalam Susanto (2009) Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profit); masyarakat, khususnya komunitas sekitar (people); serta lingkungan hidup (planet). Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat memberikan keuntungan kepada perusahaan jika kegiatan dilakukan dengan baik sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada. Implementasinya masih banyak perusahaan hanya untuk formalitas dan untuk mentaati undang-undang yang telah di buat oleh pemerintah dalam melakukan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR), perusahaan hanya memikirkan kuntungan dan citra perusahaan tanpa memperhatikan apa yang telah
2
dirusak yaitu lingkungan dan masyarakat sekitar yang dirugikan oleh perusahaan. Ini membuat pola pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) tidak efektif. Energi panas bumi adalah energi yang diekstraksi dari panas yang tersimpan di dalam bumi. Energi panas bumi ini berasal dari aktivitas tektonik di dalam bumi yang terjadi sejak planet ini diciptakan. Panas ini juga berasal dari panas matahari yang diserap oleh permukaan bumi. Energi ini telah dipergunakan untuk memanaskan (ruangan ketika musim dingin atau air) sejak peradaban Romawi, namun sekarang lebih populer untuk menghasilkan energi listrik dan sekitar 10 Giga Watt pembangkit listrik tenaga panas bumi telah dipasang di seluruh dunia pada tahun 2007, dan menyumbang sekitar 0.3% total energi listrik dunia1. Menurut Anonim (2007), energi panas bumi (geothermal) adalah energi yang dihasilkan oleh tekanan panas bumi, para peneliti dan ilmuan memberikan perkiraan bahwa Indonesia memiliki potensi energi panas bumi yang dapat memproduksi listrik hingga 27.000 Megawatt (MW) dan terletak di tiga wilayah yaitu Sumatera, Jawa dan Bali. Perusahaan Geothermal merupakan perusahaan pertambangan yang bergerak dalam bidang pertambangan gas alam dengan memanfaatkan panas yang terkandung didalam perut bumi (Geothermal Energy). Anonim (2007) mengungkapkan bahwa sejak tahun 1976 Perusahaan Geothermal melakukan kegiatan eksplorasi panas bumi di daerah Drajat, Kabupaten Garut, Jawa Barat dan pada tahun 1982 melakukan kegiatan eksloprasi di area Gunung Salak, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dari catatan perusahaan, saat ini kedua daerah operasional tersebut telah membangkitkan energi listrik lebih dari 600 Megawatt (MW) yang berasal dari 108 sumur. Keberlangsungan perusahaan ini tidak terlepas dari kewajibannya untuk membayar pajak dan melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) yang dalam prosesnya diurusi oleh bagian eksternal perusahaan atau yang biasa disebut kehumasan yang berhubungan dengan pihak-pihak luar perusahaan atau yg dapat disebut dengan community engagement (CE). Bagian yang membawahi CSR Perusahaan Geothermal adalah departemen Policy, Government and Public Affairs 1
http://id.wikipedia.org/wiki/Energi_panas_bumi di akses pada hari Jumat, 7 Januari 2011 pukul 18.59
3
(PGPA) yang difokuskan di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan dan pengutan ekonomi lokal, lingkungan hidup, hingga dukungan ke pengembangan kebudayaan lokal. Dalam Anonim (2008) Perusahaan Geothermal mendapakan penghargaan daru Bupati Kabupaten Bogor atas pelaksanaan dan komitmen dalam melaksanakan program pengembangan masyarakat pada sektor Pendidikan, Kesehatan dan perekonomian masyarakat, selain itu juga mendapatkan predikat proper hijau Indonesia, dimana pada penilaian predikat hijau adalah salah satunya selain memenuhi standar nilai-nilai lingkungan, juga dinilai komitmennya dalam pelaksanaan
program
pengembangan
dan
pemberdayaan
masyarakat
yang
berkelanjutan. Dalam pegembangan ekonomi komunitas Perusahaan Geothermal bekerjasama dengan mitra yaitu Permodalan Nasional Madani (PNM) untuk membentuk suatu program Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Lembaga keuangan tersebut diikuti oleh tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kalapanunggal, Kecamatan Kabandungan, dan Kecamatan Pamijahan. Penelitian ini difokuskan di Kecamatan Kabandungan, Desa Cihamerang, Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur yang menjadi anggota LKMS Kartini Keefektifan program CSR yaitu LKMS Kartini hendaknya ditinjau dari partisipasi dan dapat meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan. Program CSR berbasis community development pada tahap perencanaan sampai dengan evaluasi
membutuhkannya
partisipasi.
Dengan
berpartisipasi
terhadap
keberlangsungan LKMS Kartini, nantinya dapat memberikan dampak peningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan pendapatan, pengeluaran dan keadaan fisik dan fasilitas bangunan. Dari program tersebut dapat dilihat keefektifan suatu program yang dilakuan oleh Perusahaan Geothermal . Penelitian ini terdapat pertanyaan besar yaitu sampai sejauhmana keefektifan program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan.
4
1.2 Perumusan Masalah Banyak isu-isu yang beredar tentang sosial dan lingkungan. Karena datangnya perusahaan yang ingin mengeksploitasi sumberdaya alam. Dengan keadaan seperti ini diperlukannya suatu tindakan tanggung jawab perusahaan untuk menanggulangi masalah yang ada, baik masalah sosial dan masalah lingkungan. Tindakan tanggung jawab perusahan yaitu sebuah kegiatan yang dinamakan Corporate Social Respnsibility (CSR). Salah satu isu CSR adalah pengembangan masyarakat. Dalam pembentukan suatu program CSR yang berbasis pengembagan masyarakat
dibutuhkannya
beberapa
tahap
partisispasi
yaitu
perencanaan,
implementasi, evaluasi dan pelaporan. Pada proses pelaksanaan program ini dibutuhkannya partisipasi anggota kelompok Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini, maka yang dilihat adalah sampai sejauhmana proses pelaksanaan program melibatkan partisipasi anggota dalam program LKMS Kartini. Setelah mengetahui bahwa proses pelaksanaan program yang dilakuakan melibatkan anggota maka yang dilihat tahap berikutnya adalah sejauhmana proses pelaksanaan program LKMS Kartini diimplementasikan hingga mencapai sasaran tujuan program itu sendiri dan pada tahap terakhir adalah yang dilihat yaitu sejauhmana keefektifan program LKMS Kartini meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini yaitu untuk menggambarkan sejauhmana keefektifan program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan. Adapun tujuan utama tersebut dapat dijawab melalui tujuan-tujuan khusus penelitian yaitu: 1. Menganalisis sejauhmana proses pelaksanaan program LKMS Kartini telah melibatkan partisispasi anggota kelompok. 2. Menganalisis sejauhmana proses pelaksanaan program LKMKS Kartini telah mencapai sasaran tujuan program.
5
3. Mengidentifikasi keefektifan program LKMS Kartini dalam meningkatkan taraf hidup menurut warga komunitas pedesaan. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan masalah Corporate Social Responsibility (CSR), khususnya kepada: 1. Peneliti yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai CSR dalam rangka pengembangan masyarakat. 2. Kalangan akademik, dapat memberikan literatur dalam mengkaji CSR. 3. Kalangan non akademik, pemerintah dan swasta dapat bermanfaat sebagai sebuah
bahan
pertimbangan
pengembangan masyarakat.
dalam
penerapan
CSR
yang
berbasis
6
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Corporate Social Responsibility 2.1.1.1 Definisi dan Konsep Corporate Social Responsibility Menurut Maiganan dan Farel (2004) dalam Susanto (2009) mendefinisikan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai “ a business act in socially responsible manner when its decision and action account for and balance diverse stakeholder interests”. Definisi ini menekankan bahwa perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan sebagai stakeholder yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara bertanggung jawab. Definisi CSR sangatlah beragam, tergantung dari visi dan misi perusahaan yang disesuaikan dengan need, desire, wants dan interest komunitas. Berikut merupakan beberapa definisi CSR dalam Rahman (2009b), yaitu: 1. Melakukan tindakan sosial termasuk kepedulian terhadap lingkungan hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut peraturan undang-undang (Chambers dalam Irantara, 2004:49) 2. Komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk meningkatkan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat yang lebih luas (Trinidads dan Tobacco Bureau of Standards) 3. Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup (The World Business Council for Sustainable Development) Meskipun banyak definisi, secara esensial CSR merupakan wujud dari giving back dari perusahaan kepada komunitas. Perihal ini dapat dilakukan dengan cara
7
melakukan dan menghasilkan bisnis berdasarkan pada niat tulus guna memberi kontribusi yang paling positif pada komunitas (stakeholders). Di Indonesia, CSR secara gencar dikampanyekan oleh Indonesia Business Link (IBL). Disini terdapat lima pilar aktivitas CSR menurut Wahyudi dan Azheri (2008:37) dalam Rahman (2009b), yaitu: 1. Building human capital Berkaitan dengan internal perusahaan untuk menciptakan SDM yang handal, di sisi lain, perusahaan juga dituntut melakuan peberdayaan masyarakat. 2. Strengtening economies Perusahaan harus memberdayakan ekonomi masyarakat sekitarnya, agar terjadi pemerataan kesejahteraan. 3. Assessing social chesion Upaya menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar, agar tidak menimbulkan konflik. 4. Encouraging good governance Persahaan dalam menjalankan bisnisnya mengacu pada Good Corporate Governance (GCG). 5. Protecting the environment Mengharuskan perusahaan untuk menjaga lingkungan sekitarnya. Dalam prakteknya dilapangan, suatu kegiatan disebut CSR ketika memiliki sejumlah unsur berikut: a. Continuity and sustainability atau berkesinambungan dan berkelanjutan merupakan unsur vital dari CSR. CSR adalah suatu mekanisme kegiatan yang terencanakan, sitematis, dan dapat dievaluasi. b. Community empowerment atau pemberdayaan komunitas salah satu indikasi dari suksesnya sebuah program CSR adalah adanya kemandirian yang lebih pada komunitas, dibandingkan dengan sebuah program CSR sebelumnya
8
yaitu bersifat charity atau philantrophy semata yang tidak menjadikan komunitas menjadi mandiri. c. Two ways merupakan program CSR bersifat dua arah. Perusahaan bukan hanya menjadi komunikator semata, tetapi juga harus mampu mendengarkan aspirasi dari komunitas. Menururt Samuel dan Saarf dalam Rahman (2009b), ada tiga perspektif terkait dengan CSR, yaitu: 1. Capital reputasi Memandang penting reputasi untuk memperoleh dan memperhatikan pasar. CSR dipandang sebagai strategi bisnis yang bertujuan untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan keuntungan dengan menjaga kepercayaan stakeholder. 2. Ekososial Memandang stabilitas dan keberlanjutan sosial dan lingkungan sebagai strategi untuk menjaga keberlanjutan bisnis perusahaan. 3. Hak-hak pihak lain Memandang konsumen, pekerja, komunitas yang terpengaruh bisnisnya dan pemengang saham, memiliki hak untuk mengetahui tentang perusahaan dan bisnisnya. Hess dan Siciliano (1996) dalam Soemanto dkk. (2007) memberikan penjelasan mengenai CSR dengan membedakannya melalui dua pendekatan, yakni classical economy approach dan activits approach. Pendekatan classical economy approach melihat bahwa CSR dilakukan dengan mematuhi peraturan dan kode etik yang berlaku dalam masyarakat yaitu tidak menyebabkan kerugian konsumen, pekerja, atau lingkungan sekitar, tetapi dengan mengupayakan keuntungan perusahaan. Sedangkan activist approach menginginkan perusahaan bertanggung jawab tidak hanya kepada pemilik perusahaan, tetapi juga kepada semua pihak yang memiliki kepentingan atas perusahaan. Banyak berbagai definisi yang diberikan tentang CSR namun masing-masing perusahaan memiliki dasar argumentasi
9
kebenaran yang berbeda-beda dan perbedaan itu berimplikasi pada perbedaan persepsi terhadap CSR.
2.1.1.2 Pihak yang Terlibat dalam Corporate Social Responsibility Istilah triple bottom line oleh Jhon Elkington (1997) dalam Wibisono (2007) memberikan pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memperhatikan 3P (profit, people, planet). Selain mengejar profit, perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Maka dari itu perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi finansial-nya saja, namun juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Profit (keuntungan) merupakan unsur penting dan menjadi rujukan utama setiap kegiatan usaha. Maka tidak heran fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah menjadi profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung ataupun tidak langsung. People (masyarakat) menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan,
karena
keberadaannya,
dukungan
kelangsungan
masyarakat hidup
dan
sekitar
sangat
perkembangan
diperlukan perusahaan,
bagi maka
perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar mungkin kepada masyarakat. Planet (lingkungan) jika perusahaan ingin eksis dan akseptabel maka harus disertakan pada tanggung jawab kepada lingkungan. Hubungan masyarakat dengan lingkungan adalah hubungan yang sebab akibat, dimana jika merawat lingkungan, maka lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada kita, begitu juga sebaliknya. Menurut Emirzon (2006) di era pasar bebas, dalam kaitan bisnis mulai dituntut mengembangkan, menerapkan sistem, dan paradigma baru dalam pengelolan bisnis yaitu dengan melakukan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, disingkat GCG). Konsep dasar dan pengertian Good
10
Corporate Governance yaitu sebagai sistem yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola kegiatan perusahaan. Definisi Good Corporate Governance yang disampaikan diatas, memiliki kesamaan makna yang menekankan pada bagaimana mengatur hubungan antara pihak yang berkepentingan dengan perusahaan yang diwujudkan dalam satu sistem pengendalian perusahaan. Terdapat lima prinsip dalam GCG dalam Emirzon (2006) yaitu: 1. Transparancy,
sebagai
keterbukaan
informasi,
baik
dalam
proses
pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. 2. Accountability, kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 3. Responsibility, kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. 4. Independency, suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5. Fairness, perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Samroni (2007) mengungkapkan bahwa, dalam menerapkan GCG untuk mencapai kesuksesan yaitu mensinergikan antara pihak penyelenggara negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), komunitas bisnis (terutama perusahaan publik dan BUMN), serta masyarakat (terutama lembaga swadaya masyarakat, civil society organizations, dan media massa). Sinergitas dimaksud adalah dengan kaidah konvergensi, yaitu membesarnya lingkaran dan meluasnya irisan ketiga elemen tersebut (Negara, komunitas bisnis dan masyarakat). Penyelenggara yaitu Negara, komunitas bisnis dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang secara ideal. Ketiganya memiliki kedudukan, peran serta fungsi tersendiri dan sekaligus tidak akan mampu berdiri dan berkembang sendiri-sendiri.
11
Setelah mengetahui bagaimana perusahaan melakukan kegiatan tanggung jawab sosialnya. Secara singkat perusahaan bertanggung jawab kepada siapapun yang terpengaruh operasinya yaitu pemangku kepentingan “stakeholder”. Teori pemangku kepentingan,
semakin
kuat
hunbungan
perusahaan
dengan
pemangku
kepentingannya, semakin besar kemungkinan tujuan perusahan dapat tercapai. Akan halnya derajat kedekatan hubungan itu, setidaknya dibagi menjadi: 1. Inactive
: perusahaan tidak mempedulikan pemangku kepentingannya
2. Reactive
: hubungan hanya terjadi bila perusahaan merasa terpaksa melakukan dan biasanya dalam suasana defensif.
3. Proactive
: perusahaan bersifat antisipatif terhadap berbagai
kepentingan
yang memiliki legitimasi, hingga tidak pernah dikagetkan oleh krisis hubungan. 4. Interactive
: perusahaan pemangku
secara
terus
kepentingan
menerus dalam
berhubungan suasana
yang
dengan saling
menghormati, terbuka dan saling percaya. Kemitraan tiga sektor dalam konteks wacana dan praktik CSR mengandung arti kerjasama berdasarkan pengalokasian sumberdaya secara efisien dan saling melengkapi antara perusahaan, pemerintah, serta masyarakat sipil, berkenaan dengan tercapainya keberlanjutan. Konsep pemangku kepentingan lebih menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat yang dilakukan berhubungan dengan setidaknya kelompok masyarakat dimana program diselenggarakan yaitu kemitraan tiga sektor. Membangun kemitraan dengan para pihak yang diawali dengan indentifikasi terhadap para pemangaku kepentingan perusahaan. Relevannya adalah memahami kebutuhan dan kekuatan untuk menekankan kepentingan mereka. Kegagalan mengidentifikasi berarti gagal dalam melibatkan berbagai pihak saat membangun kemitraan. Perusahaan tidak dapat dikatakan eksis tanpa adanyan hubungan dengan pemangku kepentingan. Organisasi bisnis memiliki dua kategori pemangku kepentingan, yakni primer dan sekunder. Pemangku kepentingan primer yaitu
12
pemilik, konsumen, karyawaan, pemasok, dan mitra bisnis, sedangkan pemangku kepentingan sekunder keberadaannya berperan penting terhadap keberlangsungan operasionalnya. Karya Mitchell dan kawan-kawan dalam Sukanda (2007) mengungkapkan bahwa derajat relevansi pemangku kepentingan terhadap aktivitas perusahaan ditimbang dengan tiga hal, yaitu kekuasaan, legitimasi dan urgensi. Kekuasaan adalah derajat kemampuan pemangku kepentingan untuk mempengaruhi perusahaan melalui penggunaan unsur-unsur pemaksaan; insentif atau disentif material; dan normatif atau simbolik. Legitimasi operasional berasal dari pelaku yang disetujui norma-norma yang berlaku setempat. Urgensi dalah klaim pemangku kepentingan untuk tindakan segera yang didasarkan pada sensitivitas waktu atau sejauhmana keterlibatan dapat diterima. Jika penyelenggaraan kegiatan CSR dimulai akibat dari tekanan masyarakat sipil atau pemerintah, serta tanggapan yang diberikan perusahaan masih bersifat reaktif, maka pelibatan pemangku kepentingan belum dianggap berlandaskan kesukarelaan. Sehingga keterlibatan dan kemitraan dengan para pihak sebagai korelasi berdasarkan kepercayaan antara individu atau institusi yang perbedaan tujuannya dapat dicapai bersama. Kemitraan tidak pihak dibangun dari pemikiran bahwa setiap pihak memiliki kopetensi dan sumber yang saling melengkapi satu sama lain. Pemahaman mengenai peran masing-masing pihak merupakan kekuatan saat muncul keinginan berkolaborasi. Dalam konteks pengelolaan isu sosial dalam Sukanda (2007), peran masing-masing pihak menyangkut antara lain: 1. Perusahaan memainkan peran sebagai penyedia peluang ketenagakerjaan, bisnis, infrastruktur lokal, keterampilan teknis, dan kapasitas bagi penyelanggara advokasi untuk pihak lain. Kebanyakan peran perusahaan ini terkait dengan inti bisnisnya. 2. Pemerintah berperan melakukan koordinasi strategis melalui perencanaan pembangunan pemerintah lokal, pembiayaan pelayanan publikasi, dan sebagai pengembangan kapasitas.
13
3. Organisasi masyarakat sipil berperan terkait dengan kemampuannya menyelanggarakan partisipasi komunitas, memastikan relevansi program rancangan perusahaan dengan kebutuhan lokal, sebagai pengawas independen kreativitas perusahaan, serta memberikan nasihat untuk penggunaan pengetahuan teknologi lokal. Tujuan perusahaan tidak akan tercapai jika tidak adanya kerjasama yang sinergis antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah. Sebab perusahaan adalah agen yang melakukan aksi, masyarakat adalah agen sasaran dan sekaligus stakeholders, sedangkan pemerintah adalah agen yang berposisi sebagai regulator. Bagi masyarakat kehadiran CSR merupakan ruang akuntabilitas pengembangan sumberdaya yang pada akhirnya dapat mendukung peningkatan kesejahteraan. Bagi pemerintah dengan adanya CSR perusahaan menjadi patner dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial yang menjadi agenda pemerintah, seperti kemiskinan, pengangguran, dan kerusakan lingkungan. Sedangkan bagi perusahaan, CSR bermanfaat untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat dan pemerintah dan pada saat yang sama berguna untuk mendukung kinerja melalui citra korporasi. Stakeholder yang jamak diterjemahkan dengan para pihak Wheelen dan Hunger dalam Wibisono (2007) adalah pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsusng, terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan karenannya kelompok-kelompok tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perusahaan. Definisi yang dilontarkan oleh Rhenald Kasali dalam Wibisono (2007) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pihak adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun diluar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan. Apapun definisi tentang stakeholder bahwa stakeholder memiliki hubungan yang saling mempengaruhi terhadap perusahaan sehingga perubahan pada salah satu pihak akan memicu dan mendorong terjadinya perubahan pada pihak yang lainnya. Secara garis besar kriteria kepuasan masing-masing stakeholder dalam Wibisono (2007) pada (Tabel 1)
14
Tabel 1. Kriteria Kepuasan Masing-Masing Stakeholder Stakeholders
Kriteria Kepuasan
Pemegang saham
Prestasi keuangan
Karyawan
Kepuasan kerja
Konsumen
Kualitas, pelayanan, lokasi, harga
Kreditor
Creditwothiness
Komunitas
Konstribusi terhadap komunitas
Pemasok
Transkasi yang memuaskan
Pemerintah
Kepatuhan terhadap hokum
Sumber: Wibisono (2007)
2.1.2 Pengembangan Masyarakat 2.1.2.1 Definisi dan Konsep Pengembangan Masyarakat Pengembangan masyarakat adalah salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan
utamanya
untuk
memperbaiki
kualitas
hidup
masyarakat
melalui
pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Menurut Johnson (1984) dalam Suharto (2005), pengembangan masyarakat merupakan spesialisasi atau setting praktik pekerjaan sosial yang bersifat makro (macro practice). Meskipun pengembangan masyarakat memiliki peran penting dalam pekerjaan sosial, pengembangan masyarakat tidak dilakukan oleh para pekerja sosial. Pengembangan masyarakat juga menjadi bagian dari kegiatan profesi lain, seperti perencanaan kota, pengembangan perumahan, dan bahkan kini sangat populer diterapkan oleh para industriawan di perusahaan-perusahaan besar, seperti Caltex, Rio Tinto, Freeport, dan Pertamina melalui pendekatan yang dikenal dengan nama corporate social responsibility atau corporate social investment. Pengembangan
masyarakat
didefinisikan
sebagai
metode
yang
memungkinkan orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu memperbesar
pengaruhnya
terhadap
proses-proses
yang
mempengaruhi
kehidupannya (AMA 1993 dalam Suharto 2005). Secara khusus pengembangan
15
masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, gender, jenis kelamin, usia dan kecacatan. Pengembangan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang memilki kesamaan minat bekerja sama, mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sebagaimana asal katanya, yakni pengembangan masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu “pengembangan” dan “masyarakat”. Secara singkat pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya. Sementara itu, masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu (Mayo, 1998:162 dalam Suharto 2005): 1. Masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografis yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah pedesaan. 2. Masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya kasus para orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus (anak cacat fisik) atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental. Pemberdayaan masyarakat intinya adalah bagaiman individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka (Shadlow 1998 dalam Ambadar 2008). Community development diimplementasikan dalam bentuk (a) proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhan atau melalui (b) kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain
16
yang bertanggung jawab (Payne 1995:165 dalam Ambadar 2008). Prinsip-prinsip yang sebaiknya dipegang dalam pengembangan masyarakat (berdasarkan acuan dari ICSD 2004 dalam Ambadar 2008), anatar lain: 1. Kerjasama, bertanggung jawab, mengetengahkan aktivitas komunitas yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan, dan mobilitas individu-individu untuk tujuan saling tolong-menolong diri sendiri, memecahkan masalah, integritas sosial dan atau tindakan sosial. 2. Sebanyak mungkin adanya kemungkinan dan kesesuaian. Community development harus mempercayakan dan bersandar pada kapasitas dan inisiatif dari kelompok relevafan dan komunitas lokal untuk mengidentifikasi kebutuhan, masalah dan merencanakan serta melaksanakan pelatihan tentang tindakan. 3. Sumberdaya komunitas dan kemungkinan sumberdaya dari luar komunitas harus dimobilisasi dan kemungkinan untuk diseimbangkan dalam bentuk kesinambungan dalam pembangunan.
2.1.2.2 Model dalam Pengembangan Masyarakat Jack Rothman dalam karya klasiknya yang terkenal, Three Models of Community Organization Practice (1968) dalam Suharto (2005), mengembangkan tiga model yang berguna dalam memahami konsep tentang pengembangan masyarakat: (1) pengembangan masyarakat lokal (locality development), (2) perencanaan sosial ( social planning) dan (3) aksi sosial (social action) lihat Tabel 2. Paradigma ini merupakan format ideal yang dikembangakan terutama untuk tujuan analisis dan konseptualisasi. Dalam praktiknya, ketiga model tersebut saling bersentuhan satu sama lain. Setiap komponennya dapat digunakan secara kombinasi dan simultan sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang ada. Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai klien yang bermasalah melainkan sebagai
17
masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum dikembangkan. Pengembangan masyarakat lokal pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Tabel 2. Tiga Model Pengembangan Masyarakat Parameter Orientasi tujuan
Pengembangan Masyarakat Lokal Kemandirian, integrasi dan kemampuan masyarakat (tujuan proses)
Perencanaan Sosial
Aksi Sosial
Pemecahan masalah sosial yang ada di masyarakat (tujuan tugas/hasil)
Perubahan struktur kekuasaan proses, lembaga dan sumber (tujuan proses dan tugas) Ketidakadilan, kesengsaraan, ketidakmerataan, ketidaksetaraan. Konflik kepentingan yang tidak dapat diselaraskan: ketiadaan sumber
Asumsi mengenai struktur masyarakat dan kondisi masalah Asumsi mengenai kepentingan masyarakat
Keseimbangan, kurang kemamupan dalam relasi da pemecahan masalah
Konsepsi mengenai kepentingan umum Orientasi terhadap struktur kekuasaan
Rationalist-unitary
Masalah sosial nyata: kemiskinan, pengganguran, kenakalan remaja Kepentingan yang dapat diselaraskan atau konflik kepentingan Idealist-unitary
Struktur kekuasaan sebagai kolaborator, perwakilan
Struktur kekuasaan sebagai pekerja dalam sponsor
Sistem klien atau sistem perubahan
Masyarakat keseluruhan
Konsepsi mengenai klien atau penerima pelayanan Peranan masyarakat Peranan pekerja sosial
Warga masyarakat atau Negara
Seluruh atau sekelompok masyarakat termasuk masyarakat fungsional Konsumen
Media perubahan Strategi perubahan
Teknik perubahan
Kepentingan umum atau perbedaa-perbedaan yang dapat diselaraskan
secara
Partisispasi dalam proses pemecahan masalah Pemungkinan, koordinator, pembimbing Mobilisasi kelompokkelompok kecil Pelibatan masyarakat dalam pemecahan masalah
Konsensus dan diskusi kelompok, partisispasi, brainstorming, role playing, bimbingan dan penyuluhan Sumber: Suharto (1997) dalam Suharto (2005).
Konsumen atau penerima pelayanan Peneliti, analis, fasilitator, pelaksana program Mobilisasi organisasi formal Penentuan maslah dan keputusan melalui tindkan rasional para ahli Advokasi, andragogy, perumusan kebijakan, perencananan program
Realist-individualist Struktur kekuasaan sebagai sasaran aks, dominasi elit kekuasaan harus dihilangkan Sebagian atau sekelompok anggota masyarakat tertentu Korban Pelaku, elemen, anggota Aktivis, advokasi: agitator, broker, negotiator Mobilisasi organisasi massa dan politik Katalis dan pengorganisasian masyarakat untuk mengubah struktur kekuasaan Konflik atau unjuk rasa, konfrontasi atau tindakan langsung, mobilisasi massa, analisis kekuasaan, mediasi, agitasi, negosasi, pembelaan
18
Pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan mengembangakan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapakan. Pengembangan masyarakat lokal berorientasi pada “tujuan proses” (process goal) daripada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product goal). Setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan.
Pengembangan
masyarakt
lokal,
peningkatan
strategi
kemandirian,
peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat lokal yang bernuansa bottomup. Perencanaan sosial menunjuk pada proses pragmatis untuk menetukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, dan kesehatan masyarakat buruk. Perencanaan sosial lebih berorientasi pada “tujuan tugas” (task goal). Sistem klien perencanaan sosial umumnya adalah kelompok-kelompok yang kurang beruntung atau kelompok
rawan sosial-ekonomi. Aksi sosial dalah perubahan-
perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan, sumber dan pengambilan keputusan. Pendekatan aksi sosial didasari suatu pandangan bahwa masyarakat adalah sistem klien yang seringkali menjadi ‘korban’ ketidakadilan struktur.
2.1.2.3 Pengembangan Masyarakat terhadap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Untuk meningkatkan peran serta anggota masyarakat dalam kegiatan perusahaan atau paling tidak untuk menjaga kemunculan ketidaksetaraan sosial ekonomi anggota komunitas lokal dengan perusahaan atau dengan pendatang lainnya diperlukannya suatu cara untuk meningkatkan daya saing dan mandirinya komunitas lokal. Untuk itu diperlukan suatu wadah program yang berbasis pada masyarakat yang sering disebut sebagai community development untuk menciptakan kemandirian komunitas lokal untuk menata sosial ekonomi mereka sendiri.
19
Rudito dan Budimanta (2003) Communitry development merupakan suatu proses adaptasi sosila budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap kehidupan komunitas-komunitas lokal. Artinya bahwa industri adalah sebuah element dari serangkaian element hidup yang berlaku di masyarakat. Kesetaraan sebagai suatu kesatuan komunitas, saling menghargai dan mengakui adanya perbedaan yang berarti tidak adanya usaha untuk saling mendominasi antara masing-masing stakeholder yang didalamnya terkandung pengutamakan hak asasi manusia (Prasetijo, 2003 dalam Rudito dan Budimanta, 2003). Prinsip dasar pengembangan masyarakat (community develompment) yang bersumber dari dunia usaha dan pemerintah pada dasarnya masih memandang komunitas lokal, sebagai obyek yang harus diperhatikan dan dirubah agar dapat setara dengan kehidupannya komunitas lainnya dan mandiri. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah dan pihak industri seharusnya memastikan keberlanjutan investasinya melalui program-program keterlibatan komunitas lokal, pendekatan kemitraan, mengembangakan pola-pola adaptasi dunia usaha terhadap komunitas lokal dan menggabungkan pemikiran komunitas lokal. Dalam melakukan aktivitas CSR kepada masyarakat melakukannya dengan konsep community development dalam Susanto (2009), yaitu kesadaran yang memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara satu dengan yang lain tanpa adanya tumpang tindih, yang berada di dalam lingkungan sekitar perusahaan. Masyarakat mengharapkan perusahaan dapat membantu dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dialaminya, sedangkan perusahaan berharap kepada masyarakat sekitar untuk berperilaku secara adil baik dalam bertingkah laku dan berpikir. Aktivitas CSR yang berdasarkan konsep community development harus mengetahui
bahwa
aktivitas
yang
dilakukan
dengan
mengandung
unsur
pemberdayaan dan tidak mendidik masyarakat menjadi ketergantungan dengan perusahaan. Community development diyakini merupakan sebuah aktualisasi dari CSR yang lebih bermakna daripada hanya sekedar aktivitas charity. Dalam pelaksanaan community development, terdapat kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan
20
dengan komunitas, adanya partisispasi, produktifitas dan keberlanjutan. Kontribusi dunia usaha untuk turut serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus mengalami metamorphosis, dari aktivitas yang bersifat charity menjadi aktivitas yang lebih menekankan pada penciptaan kemandirian masyarakat, yakni program pemberdayaan. Karakteristik tahap-tahap kedermawanan sosial yang pernah diungkapkan oleh Za’im Zaidi (2003) dalam Ambadar (2008) yaitu (Tabel 3). Tabel 3. Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Paradigma
Charity
Motivasi
Agama, adaptasi
Tradisi,
Norma, etika dan hukum universal
Misi
Mengatasi setempat
masalah
Mencari dan mengatasi akar masalah
Pengelolaan
Jangka pendek, mengatasi masalah sesaat Kepanitiaan
Terencana, terorganisir dan terprogram
Pengorganisasian
Philanthropy
Good Corporate Citizenship (GCC) Pencerahan diri & reaksional dengan ketertiban sosial Memberikan kontribusi kepada masyarakat Terinternalisasi dalam kebijakan perusahan
Yayasan/dana abadi/profesionalitas
Keterlibatan baik maupun sumber lain Penerima Manfaat Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas perusahaan Kontribusi Hibah sosial Hibah pembangunan Hibah (sosial pembangunan) leterlibatan sosial Inpirasi Kewajiban Kepentingan Bersama Sumber Za’im Zaidi (2003) dalam Ambadar (2008)
dana daya dan & serta
Dengan demikian tampak bahwa community development merupakan ruh pelaksanaan aktivitas CSR perusahaan. Diharapakn dengan aktivitas CSR yang bernapaskan community development dapat mencapai tujuan strategi perusahaan, disamping mencapai profit optimum, juga dapat bermanfaat bagi komunitas. 2.1.3 Implementasi Corporate Social Responsibility 2.1.3.1 Menyusun Program Corporate Social Reponsibility Tahapan-tahapan dalam menyusun program CSR yaitu identifikasi masalah, menyusun perencanaan, pelaksanaan, hingga tahap evaluasi adalah hal yang mutlak ada. Terdapat perbedaan penyusunaan program CSR antara perusahaan nirlaba
21
dengan lembaga bisnis. Menurut DeMartinis dalam Rahman (2009b) menyebutkan beberapa langkah yang dilakukan oleh perusahaan nonprofit dalam menyusun program CSR, yaitu: 1. Merumuskan Komunitas Organisasi Yaitu dengan melakukan penyusunan pembatasan kategori masyarakat lokal, mengidentifikasi norma, adat, nilai dan hukum setempat, mengidentifikasi pemuka pendapat yang berpengaruh dan memiliki komunitas primer dan sekunder. 2. Menentukan tujuan Menentukan tujuan dapat dilakukan dengan menemukan data yang terdapat dilapangan kemudian diformulasikan menjadi tujuan program CSR, atau dapat juga diarahkan dalam upaya aplikasi dari visi dan misi organisasi yang bersangkutan. 3. Menyusun pesan yang hendak disampaikan. Program CSR mengandung sejumlah isu yang menjadi fokus kegiatannya, maka perlu disampaikan kepada khalayak. Kesuksesan program CSR sangat ditentukan oleh pemilihan isu yang tepat. 4. Memilih metode yang paling baik dalam penyampaian pesan Pemilihan metode merupakan sebuah tahap eksekusi dari mekanisme pemilihan pesan. Eksekusi dalam hal ini, berkaitan dengan pemilihan apakah akan menggunakan media atau tidak (mediated communication/non mediated communication), maupun penggabungannya dan metode komunikasi seperti apa yang digunakan. Cara penyampaian pesan harus selaras dengan kemampuan audiens dalam memahami pesan. 5. Realisasi program Realisasi dari sejumlah perencanaan yang dilakukan merupakan tahapan berikutnya. Menjalankan sejumlah aktivitas dan isu yang telah disepakati, merupakan hal wajib dilakukan.
22
6. Analisis hasil/evaluasi Evaluasi harus dilakuan, untuk
mengetahui efektifitas dan
tingkat
keberhasilan program CSR yang dijalankan. Sementara itu Brown (Iriantara 2004:88 dalam Rahman 2009b) menunjukkan langkah yang dilakukan korporat bisnis dalam menyusun program CSR sebagai berikut: 1. Segmentasi Segmentasi merupakan mekanisme penggolongan berdasarkan sejumlah faktor tertentu yang membedakan karakter audiens. Faktor yang dapat digunakan antara lain faktor demografi, psikografi dan geografi. 2. Skala prioritas Penentuan skala prioritas mengkategorikan audiens dalam kelompok primer, sekunder dan tersier. Kelompok primer merupakan kelompok yang menjadi sasaran utama dari aktivitas CSR, disusul kelompok sekunder dan kelompok tersier. Kelompok tersier bias jadi hanya terpaan (exposure) karena perannya yang sangat kecil. Kelompok sekunder sering kali diinterprestasi sebagai kelompok “tetangga” yang mempunyai relevansi dengan kelompok primer. 3. Penelitian tentang need, desire, wants dan interest komunitas Tahap ini merupakan langkah yang mutlak dilakukan guna mendapatkan data tentang komunitas yang nantinya digunakan sebagai dasar pertimbangan penyususnan program CSR. 4. Dialog dengan opinion leader dalam komunitas Salah satu metode yang dapat ditempuh utnuk mendapatkan data asli tentang komunitas. Selain pengumpulan data dengan dialog langsung dengan anggota masyarakat, dialog dengan pemuka pendapat juga dianggap representatif untuk mewakili aspirasi komunitas. 5. Penyelarasan Sinkronisasi jenis program dengan target, pilihan pesan/isu, pemilihan media dan metode komunikasi yang digunakan dalam CSR
dilakukan guna
meningkatkan efektivitas program CSR yang diselenggarakan.
23
Wibisono (2007) menyatakan ada empat tahapan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam melaksanakan program CSR, yaitu: 1.
Tahap perencanaan Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama yaitu Awareness Building, CSR
Assesment, dan CSR Manual Building. Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Pada tahap membangun CSR manual, perencanaan merupakan inti dalam memberikan petunjuk pelaksanaan CSR bagi konsumen perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif dan efisien. 2.
Tahap implementasi Tahap
ini
terdapat
beberapa
poin
yang
harus
diperhatikan
seperti
pengorganisasian, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah utama yaitu sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi. 3.
Tahap evaluasi Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk
mengukur sejauhmana efektivitas penerapan CSR. 4.
Pelaporan Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk
keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
24
2.1.3.2 Implementasi Program Corporate Social Responsibility Untuk mempermudah implementasi program dalam Soemanto (2007), pemilihan dampak dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1. Ring 1 yaitu daerah yang menerima dampak paling besar. Daerah yang menjadi prioritas pertama ini tidak selalu berada dekat dengan perusahaan. Misalnya, daerah yang jauh dari aktivitas produksi perusahaan, tetapi menjadi daerah pelintasan truk membawa bahan mentah. Tidak bisa dipungkiri bahwa aktivitas pengangkutan bahan mentah menimbulkan debu yang merugikan masyarakat. 2. Ring 2 yaitu daerah yang menjadi tempat pembanguan infrastruktur pendukung perusahaan seperti pipa air atau sarana lainnya. Adanya pemabangunan infrastruktur ini menimbulkan dampak fisik maupun psikologi. 3. Ring 3 yaitu wilayah yang menerima dampak paling kecil atau sama sekali tidak ada dampak negatif. Selain ketiga ring tersebut, perusahaan juga memiliki komitmen untuk membantu masyarakat di berbagai daerah Indonesia. Dalam pelaksanaan CSR harus mengetahui daerah-daerah yang akan diberikan suatu program agar program yang diberikan sesuai dengan apa yang dialami oleh masyarakat setempat. Terdapat tiga pilar utama yang harus diperhatikan dalam Mapisangka (2009), yaitu pertama, format CSR yang sesuai dengan nilai lokal masyarakat; kedua, kemapuan diri perusahaan tekait dengan kapasitas SDM dan institusi dan ketiga, adalah peraturan dan kode etik dalam dunia usaha.
2.1.4 Lembaga Keuangan Mikro Istilah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atau juga sering disebut dengan kredit mikro dalam Susanti (2009) pertama kali didefinisikan dalam penemuan The World Summit on Micro Credit di Washington tanggal 2 sampai 4 Februari 1997, yang menyatakan bahwa kredit mikro adalah program/kegitan yang memberikan
25
pinjaman dengan jumlah kecil kepada masyarakat miskin untuk kegitan usaha dalam meningkatkan pendapatan, pemberian pinjaman untuk mengurus diri sendiri dan keluarganya. Menurut Asian Development Bank (ADB) dalam Rahman (2009a), LKM adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposito), kredit (loan), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment service) serta bantuan yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil. Wijono (2005 dalam Rahman 2009a) menyatakan bahwa lembaga keuangan mikro dapat berupa (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semi formal misalnya organisasi nonpemerintahan dan (3) sumber-sumber informal. Ada prinsip-prinsip kunci keuangan mikro2, yaitu 1. Masyarakat miskin membutuhkan aneka ragam jasa keuangan, tidak hanya pinjaman. Sebagaimana halnya dengan banyak orang lainnya, orang miskin juga membutuhkan bermacam-macam jasa keuangan yang nyaman, fleksibel, dan penetapan harga yang wajar. Tergantung keadaan mereka, orang miskin tidak saja membutuhkan kredit, tetapi juga tabungan, transfer uang, dan asuransi. 2. Keuangan mikro adalah instrumen yang berdaya guna untuk melawan kemiskinan. Akses terhadap jasa keuangan berkelanjutan memungkinkan masyarakat miskin meningkatkan pendapatan, meningkatkan aset, dan mengurangi kerentanan mereka terhadap goncangan eksternal. Keuangan mikro memungkinkan rumah tangga berpendapatan rendah untuk beralih dari sekedar perjuangan untuk bertahan hidup dari hari ke hari menuju perencanaan masa depan, investasi untuk gizi yang lebih baik, peningkatan kondisi kehidupan, serta peningkatan kesehatan dan pendidikan anak-anak. 3. Keuangan mikro artinya membangun sistem keuangan untuk melayani masyarakat miskin. Orang miskin merupakan mayoritas luas dari penduduk dikebanyakan Negara berkembang. Namun, orang miskin yang jumlahnya sangat besar terus kekurangan 2
. http://www.cgap.org/gm/document-1.9.2751/KeyPrincMicrofinance_in.pdf diakses pada tanggal 4 Desember 2010 pukul 12.42
26
akses terhadap jasa keuangan mendasar. Dibanyak negara, keuangan mikro masih terus dipandang sebagai sektor marjinal dan terutama menjadi kepedulian pengembangan untuk lembaga donor, pemerintahan, dan investor dengan tanggung jawab sosial. Agar dapat mencapai potensi keuangan mikro secara penuh dalam menjangkau sejumlah besar orang miskin, keuangan mikro harus menjadi bagian yang utuh dari sektor keuangan. 4. Keberlanjutan keuangan sangat diperlukan agar mampu menjangkau orang miskin dalam jumlah besar. Kebanyakan orang miskin tidak bisa mengakses jasa keuangan karena kurangnya perantara keuangan yang kuat. Membangun lembaga keuangan yang berkelanjutan bukanlah tujuan akhir itu sendiri. Lembaga keuangan yang berkelanjutan merupakan satu-satunya cara untuk menjangkau orang miskin dalam skala dan dampak yang lebih berarti melampaui apa saja yang sanggup didanai oleh lembaga donor. Berkelanjutan adalah kemampuan penyedia keuangan mikro untuk menutupi seluruh biaya yang diperlukan. Kemampuan ini memungkinkan keberlanjutan operasional penyedia keuangan mikro dan penyediaan jasa keuangan yang terus menerus bagi masyarakat miskin. Mencapai keberlanjutan keuangan artinya mengurangi biayabiaya transaksi, menawarkan produk dan jasa lebih baik yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dan menemukan cara-cara baru untuk menjangkau masyarakat miskin yang belum mendapatkan pelayanan dari bank. 5. Keuangan mikro itu mengenai pembangunan lembaga keuangan lokal yang permanen. Pembangunan sistem keuangan bagi masyarakat miskin artinya pengembangan perantara keuangan domestik yang sehat yang dapat menyediakan jasa keuangan untuk orang miskin secara tetap. Lembaga perantara tersebut harus mampu memobilisasi dan mendaur ulang tabungan domestik, menyalurkan kredit, dan menyediakan beragam pelayanan. Ketergantungan pada pendanaan dari donor dan pemerintah – termasuk bank pembangunan yang dibiayai pemerintah – berangsurangsur akan berkurang ketika berbagai lembaga keuangan lokal dan pasar modal swasta beranjak dewasa.
27
6. Kredit mikro tidak selau merupakan jawaban. Kredit mikro tidak sesuai bagi setiap orang atau setiap situasi. Orang melarat dan lapar yang tidak memiliki pendapatan atau uang untuk mengembalikan pinjaman, membutuhkan bentuk bantuan lain sebelum mereka dapat memanfaatkan pinjaman. Dalam banyak hal, hibah dalam jumlah kecil, peningkatan infrastruktur, program lapangan kerja dan pelatihan, dan jasa bukan keuangan lainnya mungkin adalah alat yang lebih sesuai bagi pengentasan kemiskinan. Dimana memungkinkan, jasa bukan keuangan seperti itu harus digabungkan dengan membangun tabungan. 7. Pembatasan suku bunga bisa merugikan akses masyarakat miskin terhadap jasa keuangan Biayanya lebih besar jika memberikan banyak pinjaman kecil daripada memberikan beberapa pinjaman besar. Kecuali para penyalur kredit mikro dapat membebankan suku bunga jauh diatas rata-rata suku bunga pinjaman bank, mereka tidak akan mampu menutupi biaya mereka, dan pertumbuhan serta kesinambungan mereka akan terbatas karena pasokan pendanaan bersubsidi yang langka dan tak menentu. Ketika pemerintahan mengatur tingkat suku bunga, mereka biasanya menetapkannya pada tingkat yang terlampau rendah untuk memungkinkan kredit mikro berkelanjutan. Pada saat yang sama, para penyalur kredit mikro tak seharusnya meneruskan operasional yang tidak efisien kepada para pelanggan dalam bentuk harga (tingkat suku bunga dan provisi lainnya) yang jauh lebih tinggi dari semestinya. 8. Peran pemerintah adalah sebagai pemberi kemudahan, bukan sebagai penyedia jasa keuangan secara langsung. Pemerintahan nasional memainkan peran penting dalam membentuk lingkungan kebijakan yang mendukung yang mendorong pengembangan jasa keuangan serta melindungi tabungan masyarakat miskin. Langkah-langkah kunci yang bisa ditempuh sebuah pemerintah untuk keuangan mikro adalah mempertahankan stabilitas keuangan makro, menghindari penetapan ambang batas suku bunga, dan menahan diri dari mengubah kondisi pasar dengan berbagai program pinjaman bersubsidi yang rawan akan tunggakan dan tak berkelanjutan. Pemerintah juga dapat mendukung penyediaan jasa keuangan untuk masyarakat miskin dengan menyempurnakan
28
lingkungan bisnis bagi para pengusaha, membasmi korupsi, dan memperbaiki akses pasar dan infrastruktur. Dalam beberapa situasi istimewa, pendanaan dari pemerintah untuk lembaga-lembaga keuangan mikro yang sehat dan independen bisa dibenarkan manakala dana lainnya tidak tersedia. 9. Subsidi donor harus bersifat melengkapi, tidak bersaing dengan modal sektor swasta. Para donor harus memanfaatkan penyediaan hibah, pinjaman dan perlengkapan modal yang tepat untuk sementara waktu bagi membangun kapasitas kelembagaan para penyedia jasa keuangan, mengembangkan infrastruktur pendukung (seperti lembaga penilaian, biro kredit, kapasitas audit, dll.), dan mendukung berbagai jasa dan produk percobaan. Dalam beberapa kasus, subsidi donor jangka panjang mungkin dibutuhkan untuk menjangkau sejumlah wilayah dengan jumlah penduduk sedikit dan sukar didatangi. Untuk menjadi efektif, pendanaan donor harus berupaya mengintegrasikan jasa keuangan bagi masyarakat miskin kedalam pasar keuangan setempat; menerapkan keahlian khusus pada perancangan dan pelaksanaan proyek; mempersyaratkan lembaga keuangan serta mitra lainnya memenuhi ukuran kinerja minimum sebagai syarat untuk kelangsungan dukungan; dan merencanakan jalan keluar sejak awal. 10. Kurangnya kemampuan kelembagaan dan manusia adalah kendala kunci. Keuangan mikro merupakan sebuah bidang khusus yang menggabungkan perbankan dengan tujuan sosial, dan kapasitas perlu dikembangkan pada semua tingkatan, mulai dari berbagai lembaga keuangan sampai badan pembuat kebijakan dan pengawasan serta sistem informasi, hingga instansi-instansi pengembangan pemerintah dan donor. Kebanyakan investasi didalam sektor keuangan, baik publik maupun swasta, harus memusatkan perhatian kepada pengembangan kapasitas ini.
29
11. Pentingnya transparansi keuangan dan jangkauan. Informasi yang akurat, standar, dan informasi kinerja keuangan dan sosial yang dapat diperbandingkan dari lembaga-lembaga keuangan yang menyediakan pelayanan untuk orang miskin adalah sangat penting. Badan pengawas dan penyusun peraturan bank, donor, investor, dan lebih penting lagi, masyarakat miskin yang merupakan para pelanggan keuangan mikro membutuhkan informasi ini agar dapat menilai risiko dan hasilnya secara memadai.
2.1.5 Taraf Hidup Tarah hidup dilihat dari Data BPS tahun 2005 dalam Rahman (2009a) yaitu variabel kemiskinan yaitu luas lantai bangunaan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, fasilitas tempat buang air besar, sumber penerangan rumah tangga, sumber air minum, bahan bakar ungtuk memasak, konsumsi daging/ayam/susu/perminggu, pembeliaan pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun, frekuensi makan dalam sehari, kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter, lapangan pekerjaan kepala rumah tangga, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga dan kepemilikan asset/harta bergerak maupun tidak bergerak. Taraf hidup adalah tingkat kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.1.6 Efektivitas Implementasi Corporate Social Responsibility Wibisono (2007) mengungkapkan, untuk melihat sejauhmana efektivitas program CSR, diperlukan para meter atau indikator unutk mengukurnya. Setidaknya ada dua indikator internal dan indikator eksternal. Indikator internal yaitu terdapat ukuran
primer/kualitatif
primer/kualitatif
(M-A-O
(M-A-O terpadu)
terpadu)
dan
ukuran
skunder.
yaitu
(1)
Minimize,
Ukuran
meminimalkan
perselisihan/konflik/potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat, dengan harapan terwujudnya hubungan yang harmonis dan kondusif; (2) Asset, aset perusahaan yang terdiri dar pemilik/pemimpin perusahaan, karyawan, pabrik, dan
30
fasilitas pendukungnya terjadi dan terpilihnya dengan aman, (3) Operasional, seluruh kegiatan perusahaan berjalan aman dan lancer, sedangkan ukuran skunder yaiu (1) tingkat penyaluran dan kolektibilitas (umumnya untuk PKBL BUMN) dan (2) tingkat compliance pada aturan yang berlaku. Indikator eksetranal terdiri dari indakator ekonomi yang terdiri dari tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum, tingkat
peningkatan
kemandirian
masyarakat
secara
ekonmis
dan
tingkat
pengingkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara berkelanjutan, sedangkan indikator sosial terdiri dari frekuensi terjadinya gejolak/konflik sosial, tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat, dan tingkat kepuasan masyarakat (dilakukan dengan survey kepuasan) Nurdiana (2008) dalam Rahmawati (2010) mengekukaan bahwa implementasi CSR merupakan pelaksanaan programprogram aktivitas CSR yang telah dibuat dan direncanakan oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan pada lingkungan dan masyarakat.
2.1.7 Partisipasi Nasdian (2003) mengungkapkan selama ini, peranserta masyaraat hanya dilihat dalam konteks yang sempit, artinya manusia cukup dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan. Dengan kondisi ini, partisipasi masyarakat “terbatas” pada implementasi atau penerapan program. Masyarakat tidak dikembangkan dayanya, menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusa yang sudah diambil “pihak luar”. Cohen dan Uphoff (1980) dalam Nasdian (2003) melihat keterlibatan masyarakat mulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmat hasil dan evaluasi. Arstein (1969)3 menggambarkan delapan tingkatan yang setiap tingkatannya menggambarkan peningkatan pengaruh masyarakat dalam menentukan produk akhir pembangunan, yaitu dari tingkat terendah hingga tertinggi adalah manipulation (manipulasi), therapy (terapi), information (informasi), consultation (konsultasi), placation (penentraman), partnership (kemitraan), delegated power (pelimpahan 3
http://www.scn.org/mpfc/modules/par-bein.htm hari 21 november 2010 pukul 9.13.
31
kekuasaan) dan citizen kontrol (kontrol masyarakat). Partisispasi mendukung masyarakat untuk mulai “sadar” akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis) dan partisispasi juga membantu masyarakat miskin untuk melihat realitas sosial ekonomi yang mengelilingi mereka (Lihat Gambar 1).
Sumber : Mengawal PP tentang CSR, Berharap “ Bubur yang Enak dan Sehat” oleh CSR Indonesia4
Gambar 1. Anak Tangga Partisipasi Arnstein (1969) Dalam Septiani, dkk5 Tingkatan terendah adalah manipulation dan therapy yang dideskripsikan sebaga non-participation atau tiadanya partisipasi. Pada tingkatan ini tidak ada partisipasi dari masyarakat dalam merencanakan maupun melaksanakan program. Pemegang kekuasaan mendikte masyarakat dimana tidak ada dialog diantara mereka. Tingkatan tiga, empat dan lima merupakan peningkatan pada 4
5
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=6&ved=0CDsQFjAF&url=http\\%3A%2F%2F www.csrindonesia.com%2Fdata%2Farticles%2F20080208131154a.pdf&rct=j&q=tangga%20partisipasi%20arstein&ei=DnPoTPCoBoWivgOnv_zCCA&usg=AF QjCNGmsG_OiqzDDsW_cj7p_gOhBb5hFw&cad=rja di akses pada tanggal 21 Novmber 2010 pukul 9.00
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10255-Paper.pdf di akses pada tanggal 4 Desember 2010 pukul 12.56
32
level tokenism atau partisipasi semu yang memungkinkan masyarakat yang semula tidak didengarkan menjadi didengarkan dan memiliki suara. Ada tindakan dari masyarakat untuk mulai terlibat dalam partisipasi. Namun pada tingkatan ini, tidak ada jaminan bahwa suara mereka akan didengarkan oleh pemegang kekuasaan. Pada tingkatan citizen power atau terdapat partisipasi aktif, masyarakat dapat bermitra dengan pemegang kekuasaan yang memungkinkan mereka bernegoisasi. Dan jika tingkat partisipasi diperdalam hingga level tertinggi yaitu citizen control, masyarakat memiliki kekuasaan penuh untuk membuat keputusan. Tingkatan partisipasi masyarakat dapat diidentifikasikan dengan mengkaji darimana asal partisipasi apakah dari pemerintah, masyarkaat ataukah bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Menurut Nasdian (2003) ada beberapa cara untuk mengembagkan pertisispasi di tingkat komunitas. Pada dasarnya orang-orang akan berpartisipasi dalam kegitan komunikasi apabila kondisi-kondisinya kondusif melakukan kegiatan tersebut. Kondisi-kondisi tersebut adlah seperti berikut : 1. Warga komunitas akan berpartisipasi kalau merea memandang penting issue-issue atau aktifitas tertentu. Untuk menentukan issue atau tindakan mana yang penting, warga komunitaslah yang menentukan dan bukan orang lain. Biasanya isu-isu yang menyentuh kebutuhan merupakan prioritas komunitas. 2. Warga komunitas berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa tindakannya akan membawa perubahan, khususnya di tingkat rumah tangga atau individu, kelompok dan komunitas. 3. Perbedaan bentuk-bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. Jenis partisipasi yang harus dihargai tidak hanya keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan formal (kepanitiaan, pertemuan dan lain-lain), tetapi juga kegitan-kegiatan yang lainnya (menyiapkan konsumsi, membuat notulen, kegiatan kesenian dan lain-lain). 4. Orang
harus
dimungkinkan
untuk
berpartisipasi
dan
didukung
dalam
partisipasinya. Ini berarti bahwa isu-isu seperti ketersediaan transportasi, keamanan, waktu dan lokasi aktifitas serta lingkungan tempat aktifitas terjadi
33
merupakan sesuatu hal yang penting dan perlu dipertimbangkan proses yang didasarkan pada komunitas. 5. Struktur dan proses partisipasi hendaknya tidak bersifat menjauhkan. Sebagai contoh prosedur pertemuan dan teknik-teknik pengambilan keputusan seringkali menyingkirkan orang-orang tertentu, terutama orang-rang yang cenderung pendiam, tidak ingin menginterupsi orang lain, kurang percaya diri dan tidak mempunyai kemampuan verbal.
2.2 Kerangka Pemikiran Pada penelitian ini melihat suatu keefektifan implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan. Keefektifan program LKMS Kartini dilihat dari indikator parisipasi anggota LKMS Kartini dan dapat meningkatkan taraf hidup warga masyarakat. Pada indikator partispasi anggota LKMS Kartini, variable yang dihitung adalah tahap perencanaan, tahap implementasi, tahap evaluasi dan tahap pelaporan. Pada indikator meningkatkan taraf hidup, variable-variabel yang dihitung adalah pendapatan, pengeluran dan keadaan fisik dan fasilitas banguan sebelum dan sesudah mengikuti LKMS Kartini. Pembentuk suatu program Corporate Social responsibility (CSR) dipengaruhi oleh kehadiran stakeholder yaitu masyarakat, pemerintah dan perusahan itu sendiri. Dimana partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program CSR yaitu LKMS Kartini dilihat dari tahap perencanaan, tahap implementasi, tahap evaluasi dan tahap pelaporan yang nantiya dapat mengetahui sejauhmana partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program yang telah dibuat, sedangkan pada pemerintah, perusahaan dan mitra sejauhmana pengaruh mereka didalam program CSR tersebut. Dari ketiga pengaruh stakeholder tersebut di dalam program CSR yang telah dibuat, akan mempengaruhi keefektifan program CSR yaitu LKMS Kartini karena pengaruh partisipasi digunakan untuk melihat peningkatkan tarah hidup.
34
Pemerintah - Regulator
Tingkat Partisipasi Masyarakat
Program CSR LKMS Kartini Perusahaan Geothermal
‐ Tahap perencanaan ‐ Tahap implementasi ‐ Tahap evaluasi
Tingkat Partisipasi Perusahaan dan Mitra
Keefektifan Program CSR yaitu LKMS Kartini • Partisipasi anggota kelompok LKMS Kartini • Meningkatkan Taraf hidup: ‐ Pendapatan ‐ Pegeluaran ‐ Keadaan Fisik dan Fasilitas bangunan (indeks komposit)
Keterangan
: = mempengaruhi
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keefektifan Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan 2.3 Hipotesis Penelitian Semakin tinggi keefektifan program Corporate Social Responsibility (CSR) maka semakin meningkatkan taraf hidup masyarakat.
2.4 Definisi Konseptual 1. Perusahaan Geothermal merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan gas bumi yang kemudian dipergunakan sebagai pembangkit tenaga listrik.
35
2. Mitra merupakan suatu individu/kelompok/organisasi/perusahaan yang menjadi patner untuk bekerjasama. 3. Pemerintah merupakan suatu bentuk organisasi yang bekerja dengan tugas menjalankan suatu sistem pemerintahan. 4. Regulator merupakan tata aturan yang telah dibentuk oleh pemerintah untuk melakukan suatu sistem pemerintahan. 5. Tingkat
partisipasi
masyarakat
tingkatan
merupakan
partisipasi
sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. 6. Program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam melakuakan tanggung jawab sosial kepada masyarakat sesuai dengan daerah yang akan diberikan program. 7. Tahap
perencanaan merupakan
inti
dalam
memberikan
petunjuk
pelaksanaan CSR bagi konsumen perusahaan. 8. Tahap Implementasi merupakan beberapa poin yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. 9. Tahap evaluasi merupakan dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana efektivitas penerapan Corporate Social Responsibilitiy (CSR). 10. Tahap pelaporan merupakan untuk membangun sistem informasi, baik untuk
keperluan
proses
pengambilan
keputusan
maupun
keperluan
keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. 11. Taraf hidup merupakan kebutuhan tingkat kemampuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 12. Keefektifan program merupakan suatu program efektif dilihat dari sejauhmana anggota program berpartisipasi mempangaruhi meningkatnya taraf hidup.
36
2.5 Definisi Operasional 1. Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan atau individu dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk dan/atau jasa kepada pelanggan. Dilihat dari sesudah dan sebelum mengikuti program CSR yaitu LKMS Kartini. 2. Pengeluaran adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh perusahaan atau individu dari aktivitasnya. Dilihat dari sesudah dan sebelum mengikuti program CSR yaitu LKMS Kartini. 3. Kepemilikin asset adalah barang yang dimiliki rumah tangga yaitu jenis lantai, fasilitas MCK, sumber penerangan, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak dan barang yang dimiliki sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini. Tidak meningkat apabila skor 0 < x ≤ 4 Meningat apabila skor 4 < x ≤ 8 4. Tingkat partisipasi adalah jenjang peran serta masyarakat terhadap implementasi CSR perusahaan. Tingkat partisipasi akan dilihat dari peran serta masyaraat dalam tahapan CSR. Jika skor bernilai 1 jika jumlah nilai 0 < x ≤ 7,5 Jika skor bernilai 2 jika jumlah nilai 7,5 < x ≤ 15
37
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian keefektifan implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan dilaksanakan di Perusahaan Geothermal dengan desa binaan yaitu Desa Cihamerang khusunya di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur yang berlokasi Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2010. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive). Pemilihan lokasi dilakukan dengan berdasarkan hasil diskusi dengan dosen pembimbing dan rekan satu bimbingan, hal tersebut diperkuat setelah mengetahui Perusahaan Geothermal adalah perusahaan yang menjalankan usaha di bidang pemanfaatan sumberdaya alam secara langsung dan telah menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) sehingga relevan untuk mengkaji keefektifan program Corporate Social Responsibiity (CSR) dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan.
3.2 Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survei. Metode survei dilakukan melalui kuesioner sebagai alat pengumpulan data penelitian untuk mengambil sampel dari satu populasi. Selain itu, pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu keefektifan implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan. Sedangkan pada pendekatan kualitatif diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan terkait.
38
3.3 Penentuan Responden dan Informan Responden adalah pihak yang memberi keterangan mengenai diri dan keluarganya. Sedangkan informan merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang pihak lain dan lingkungannya. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Dusun Pamegpeuk dan Dusun Cihamerang, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dimana program CSR bidang pengembangan masyarakat Perusahaan Geothermal dilakukan. Sedangkan informan diambil dari pihak Perusahaan Geothermal itu sendiri yaitu tim manajer policy, government and public affairs (PGPA) Salak, spesialis community engagement, dan staf LKMS Kartini Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini sejumah 30 orang dari 54 orang di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirharu dari 75 orang masyarakat Desa Cihamerang yang menjadi anggota LKMS Kartini. Responden dan informan dipilih dengan teknik purposive sampling. Anggota LKMS Kartini khususnya kelompok ibuibu menjadi responden karena kelompok tersebut mendapatkan bantuan yaitu pinjaman modal yang diberikan oleh LKMS Kartini. Kelompok ibu-ibu anggota LKMS Kartini yang diambil adalah kelompok yang berada di Dusun Pameungpeung dan Dusun Pasirhaur, Karena kelompok tersebut adalah kelompok yang mendapatkan dua kali pinjaman modal dan selalu berkumpul pada waktu penarikan yang dilakukan oleh staff LKMS Kartini. Informan terdiri dari tim manajer PGPA Salak, spesialis community engagement, dan staf LKMS Kartini, dan warga masyarakat.
3.4 Teknik Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif kepada para informan dan responden.Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian kuantitatif yakni dengan penyebaran kuesioner. Metode pengumpulan data untuk penelitian kualitatif yang diterapkan dalam penelitian adalah metode triangulasi untuk memperoleh kombinasi data yang akurat berupa wawancara
39
mendalam, pengamatan berperanserta dan penulusuran dokument. Data primer yang dikumpulkan meliputi: 1. Implementasi CSR Perusahaan Geothermal. 2. Program CSR di bidang pengembangan masyarakat yang dijalankan Perusahaan Geothermal yaitu LKMS Kartini. 3. Tingkat partisispasi masyarakat dalam pelaksanaan program di bidang pengembangan masyarakat yaitu LKMS Kartini. 4. Pendapatan dan pengeluaran sebelum dan sesudah rumah tangga kelompok ibu-ibu anggota LKMS Kartini dimana data diambil dari penelitian Rosyida (2011). 5. Keadaan fisik dan keadaan rumah kelompok ibu-ibu sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini. Data sekunder dikumpulkan merupakan dokumen-dokumen yang terkait dengan keefektifan implementasi program CSR Perusahaan Geothermal dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan, yaitu meliputi: 1. Kondisi demografi masyarakat Desa Cihamerang. 2. Laporan Kegiatan CSR Perusahaan Geothermal. Untuk mendapatkan data primer dan sekunder digunakan berbagai metode pengumpulan data. Metode pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan metode survei dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner dan diberikan kepada 30 responden kelompok ibu-ibu anggota LKMS Kartini yang berada di Dusun Pemeungpeug dan Dusun Pasirhaur. Kemudian data responden sebelum diolah, digolongkan menjadi empat kategori sosial yaitu pengusaha pertanian, pengusaha non pertanian, buruh tani dan buruh tani. Sedangkan metode pengumpulan data kualitatif digambarkan dengan metode triangulasi berupa wawancara mendalam kepada pihakpihak yang repesentatif, pengamatan berperan serta dan penelusuran dokumen laporan Perusahaan Geothermal dan dokumen Desa Cihamerang.
40
3.5 Teknik Analisis Data Teknis analisis data yang dilakukan adalah analisis data kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif baik data primer maupun sekunder yang telah didapatkan akan diolah menggunakan tiga tahap kegiatan analisis data dan dilakukan secara bersamaan, yatu reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Sitorus. 1998). 1. Mereduksi data, bertujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi data-data yang tidak diperlukan dan mengorganisir data sedemikian sehingga didapatkan kesimpulan. 2. Data yang telah direduksi akan disajikan dalam bentuk deskriptif yang menggambarkan proses dan keefektifan implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR) yang sedang dilakukan perusahaan dan masyarakat. Sehingga diharapkan dapat menjawab perumusan masalah yang telah ditetapkan. 3. Kesimpulan, menarik simpulan yaitu diambil dari data-data primer dan sekunder dengan mereduksi bagian-bagian terpenting. Sedangkan untuk analisis data kuantitatif yang mengukur keefektifan program CSR bagi masyarakat melalui hasil penyebaran kuesioner kepada responden. Data yang diperoleh akan diolah dengan proses editing dan scoring dengan menggunakan program Microsoft Excel for Windows dan uji ranksperman dengan menggunakan SPSS v.15.0. Data yang dilakukan sistem editing untuk mengecek kelengkapan pengisisan kuesienr dan sistem scoring dibuat konsisten yaitu semakin tinggi skor semakin tinggi kategorinya. Dengan menggunakan sistem scoring digunakan untuk menghitung tingkat partisipasi responden setiap kategorinya dan menghubungkan antara tingkat partisipasi dengan keadaan fisik dan fasilitas banguan. Setelah didapatkan scor setiap kategori sosial. Pada pendapatan dan pengeluaran yang dimiliki
responden
juga
dikelompokkan
menurut
kategori
sosial.
Setelah
dikelompokkan menurut kategori sosial, jumlah sesudah dan sebelum dari pendapatan, pengeluaran dan keadaan fisik dan fasilitas bangunan mengikuti LKMS Kartini di rata-rata dan kemudian dikurangi antara sesudah dan sebelum, hal ini digunakan untuk mengetahui perubahan taraf hidup yang dialami responden.
41
Pengolahan data
hasil penyebaran kuesioner ini juga digunakan untuk melihat
kategorisasi aspek-aspek yang mempengaruhi kedua variabel yaitu tingkat partisipasi dengan keadaan fisik dan fasilitas banguan yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu kategori tinggi dan rendah pada tingkat partisipasi dan kategori mengingkat dan tidak meningkat pada keadaan fisik dan fasilitas banguan setelah dan sebelum mengikuti LKMS kartini. Rumus kategorisasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: Rentang
= (Jumlah pertanyaan x 1)-(Jumlah Pertanyaan x 0)
Banyak kelas = Jumlah kategori Panjang kelas = Jumlah pertanyaan yang dimasukkan ke dalam kuesioner mempengaruhi rentang nilai pada masing-masing aspek dari kedua variabel tersebut.
42
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Perusahaan Geothermal Terdapat perusahaan energi terbesar di dunia yang terletak di San Ramon, California. Perusahaan ini terlibat dalam setiap aspek industri minyak mentah dan gas alam, termasuk eksplorasi dan produksi, manufaktur, pemasaran dan transportasi, manufaktur dan penjualan bahan kimia, energi panas bumi dan pembangkit listrik. Perusahaan juga berinvestasi dalam energi terbaru dan teknologi yang maju6. Perusahaan Geothermal mulai melakukan operasi panasbumi sejak tahun 1980-an. Kontrak Operasi Bersama (KOB) atau Joint Operation Contract (JOC) Perusahaan Geothermal-PERTAMINA mengoperasikan Pembangkit Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Salak, dimana PLTP Gunung Salak dinyatakan resmi beroperasi oleh pemerintah pada tanggal 15 Desember 1994 dalam Anonim (2009). PLTP Gunung Salak masuk ke dalam proyek strategis negara untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Perusahaan Geothermal ini mengelolah panasbumi menjadi energi listrik. Energi panas bumi merupakan energi bersih (clean energy) dalam rumah tangga hingga kini tercatat Perusahaan Geothermal menghasilkan daya listrik dari panasbumi sebesar 600 Megawatt (MW) berasal dari 108 sumur dalam Anonim (2007). Dalam melakukan kegiatan usahanya, Perusahaan Geothermal menetapkan visi bahwa perusahaan ini berkembang menjadi perusahaan energi global. Para pemimpin manajemen puncak Perusahaan Geothermal telah berkomitmen bahwa seluruh kebijakan yang ada akan mengarah kepada visi tersebut. Perusahaaan ini pun telah berkomitmen untuk dapat menyediakan sumber energi listrik yang bersih, terpercaya, dan terjangkau dalam Anonim (2007). Peusahaan Geothermal berkomitmen bekerjasama dengan komunitas sekitar dan pemangku kepentingan lainnya dalam pelaksanaan community engagement yang dibawahi oleh Departemen Policy Government and Public Affairs (PGPA) di wilayah 6
http://www.chevron.com/about/leadership/ di akses pada tanggal 7 Januari 2011 pukul 21.00
43
Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor. Untuk Kabupaten Sukabumi, program community engagement difokuskan dan dilaksanakan secara terbatas di Kecamatan Kalapanunggal dan Kecamatan Kabandungan, sedangkan di Kabupaten Bogor, dilakukan hanya di Kecamata Pamijahan. Pada tahun 1999 dalam Anonim (2009), Perusahaan Geothermal melaksanakan program community engagement yang terfokuskan di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan dan pengunaan ekonomi lokal, lingkungan hidup, hingga dukungan pengembangan kebudayaan komunitas setempat. Visi dan misi community engagement Perusahaan Geothermal ini dalam Anonim (2008) adalah visi, tumbuh bersama masyarakat yang mandiri untuk mendukung
kegiatan
operasi
Perusahaan
Geotehrmal
melalui
pemanfaatan
sumberdaya lokal secara berkenjutan, sedangkan misi yaitu memfasilitasi transformasi sosial dalam meningkatkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan melalui asistensi teknis, tukar informasi dan diskusi publik, peningkatan kapsitas, serta penerapan hasil-hasil penelitian secara berkelanjutan. Dalam Anonim (2009) untuk pembentukan suatu program community engagement membutuhkan proses perancanaa sampai dengan pelaksanaan. Proses perencanaan program community engagement dilaksanakan berdasarkan evaluasi kegiatan tahun sebelumnya. Selain itu, perencanaan juga melalui proses isu dengan komunitas masyarakat tokoh dan aparat setempat bersama muspika, kepala desa dalam musrenbang untuk membahas evaluasi dan perencanaan community engagement. Kesepakatan dari musrenbang akan menjadikan usulan kepada Perusahaan Geothermal dan ditentukan berdasarkan prioritas dan kemampuan dan batasan yang dimiliki Perusahaan Geothermal. Proses pengawasan dan pelaksanaan program community engagement dilaksanakan bersama-sama dengan komunitas masyarakat. 4.2 Profil LKMS Kartini Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini ini lahir diawali dari diselenggarakannya kegiatan pelatihan operasional Lembaga Keuangan Mikro (LKM) pada tanggal 12-14 Agustus 2008 yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan
44
program community development Perusahaan Geothermal sebagai wujud dari Corporate Social Responsibility. PT. Permodalan Nasional Madani (persero) telah menjadi mitra Perusahaan Geothermal dalam memfasilitasi dan mendampingi masyarakat untuk memiliki kemauan dan kemampuan mengelola Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ini. Visi dan misi Lemaga Keuangn Mikro Syariah (LKMS) Kartini ini adalah sebagai berikut : 1. Visi “Menjadi Lembaga Keuangan Syariah yang terbaik dan terdepan secara regional dalam membangun kekuatan ekonomi umat yang dapat meningkatkan kesejahteraan bersama secara adil dan merata sesuai dengan prinsip-prinsip syariah serta menjadi mitra dan memberi solusi yang bermakna bagi kaum dhuafa, pengusaha mikro dan kecil secara berkelanjutan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip fathonah, amanah, shiddiq dan tabligh.” 2. Misi 1.
Meningkatkan akses permodalan bagi masyarakat kecil baik finansial maupun nonfinansial.
2.
Membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas masyarakat kecil demi kesejahteraan dan keadilan ekonomi.
3.
Membantu mencari dan menciptakan pasar yang dapat menyerap hasil produksi masyarakat.
4.
Menjadi Lembaga Keuangan Syariah yang tumbuh secara berkelanjutan seiring dengan pertumbuhan usaha nasabahnya.
5.
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan ekonomi syariah dalam rangka mendukung penguatan ekonomi syariah dalam praktik, baik melalui institusi keuangan maupun melalui kegiatan bisnis dan usaha riil.
Selain visi dan misi, struktur pengelolaan pada gambar 4 dan juga memiliki target budaya lembaga sebagai faktor kunci keberhasilan, yaitu : (1) SDM yang amanah, kompeten, terpercaya dan profesioal; (2) Permodalan yang kuat; (3) Memberikan keuntungan secara berkelanjutan; (4) Proses bisnis yang efektif dan efisien; (5)
45
Pelayanan yang cepat dan memuaskan; (6) Sistem informasi manajemen yang berkualitas; (6) Jaringan (networking) yang luas, dan (7) Akreditasi dari lembaga yang kredibel.
MANAGER
Lili Suciati
BAGIAN PELAYANAN
- Sendy Nuraeni - Feni Bauti F
BAGIAN MARKETING - Asep Saepuloh - LIlis Maryatun
Sumber: Company Profile LKMS KARTINI 2010
Gambar 3. Struktur Pengelolaan LKMS Kartini Kegiatan usaha KARTINI bergerak dalam bidang Jasa Keuangan Syariah yang diperkenalkan kepada masyarakat dengan nama Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Kantor operasional saat ini beralamat di Jl. Babakan Jayanegara-Gn. Salak RT 08/04 Desa Kabandungan Kecamatan Kabandungan. Lembaga ini memiliki badan hukum Koperasi no. 22/BH/XIII.15/V/2009 pada tanggal 22 Mei 2009. LKMS KARTINI saat ini memiliki produk Tabungan dan produk Pembiayaan sebagai berikut : tabungan pembiayaan yaitu (a) Kartini Ummat, adalah simpanan biasa anggota/non anggota dengan mendapatkan bagi hasil dari LKMS setiap bulan sesuai dengan pendapatan yang diperoleh lembaga; (b) Simpanan sahara, adalah tabungan titipan yang dibagikan pada saat menjelang hari raya; (c) simpanan pendidikan, adalah tabungan untuk kepentingan pendidikan, (d) simpanan pelajar, adalah tabungan titipan pelajar oleh para guru, dan (e) simpanan qurban, adalah tabungan persiapan hari raya Idul Qurban. Sedangkan pada produk pembiayaan yaitu murabahah (jual-beli), mudharabah (bagi-hasil), ijarah (sewa) dan rahn (gadai).
46
4.3 Profil Anggota Kelompok LKMS Kartini di Desa Cihamerang Kelompok LKMS Kartini adalah kelompok ibu-ibu simpan-pinjam dimana anggotanya terdiri dari lima orang setiap kelompoknya terdapat satu orang sebagai ketuanya sebagai penanggung jawab. Kelompok ini dibentuk untuk menggunakan fasilitas yaitu murabahah (Jual-Beli) atau peminjaman modal kepada LKMS Kartini untuk usaha yang telah dijalankan dan untuk siapa saja yang membutuhkan. Cara untuk menjadi anggota LKMS Kartini, yaitu: 1. Mengisi form pendaftaran 2. Membayar simpanan pokok sebesar Rp.100.000,3. Membayar simpanan wajib sebesar Rp. 10.000,- (setiap bulan selama menjadi anggota) 4. Administrasi Rp 5.000,5. Fotocopy KTP suami dan istri 6. Fotocopy Kartu Keluarga 7. Foto 3x4 (2 lembar) dan 3x4 (2 lembar) Untuk menjadi anggota LKMS Kartini dalam bentuk kelompok tidak diperlukan suatu jaminan, namun jaminannya adalah ucap janji biasa dikatakan kepercayaan sebagai jaminan. Kecuali peminjaman secara individu, harus memberikan jaminan seperti akta tanah. Karena peminjaman secara individu jumlah yang diberikan cukup banyak, sedangkan kelompok Tahap I Rp. 500.000 dengan cicilan selama 25 minggu dan perminggunya Rp 23.500. Apabila cicilan setiap minggu lancar dan selalu hadir pada saat penarikan, LKMS Kartini akan memberikan kebijakan untuk penambahan peminjaman maksimal Rp. 1.000.000 pada Tahap II dengan cicilan selama 25 minggu dan perminggunya Rp. 46.000. Pada kelompok di Desa Cihamerang diberikan nama kelompok tani, binatang dan wayang. Responen penelitian yaitu yang bertempat tinggal di Dusun Pameungpeuk dan Pasirhaur. Jumlah responden menurut kategori sosial dapat dilihat pada Tabel 4.
47
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial Kategori Sosial Pengusaha pertanian Pengusaha non Pertanian Buruh tani Buruh non tani Total
Jumlah (Orang) 6 7 4 13 30
Persentase (%) 20 23 13 44 100
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2010
Dari Tabel 4 dapat terlihat bahwa pada kategori Sosial, banyak jumlah responden yang mengikuti program LKMS Kartini dengan kategori non farm buruh yang memiliki jumlah yang paling banyak dibandingkan yang lain yaitu 13 orang. Kategori buruh non tani rata-rata pekerjaan rumah tangga adalah bukan rumah tangga yang memiliki usaha yang produktif, melainkan sebagai PNS, sekertaris desa, tukang cuci, supir, serabutan, dan ojek. Pada kategori pengusaha pertanian adalah pekerjaan rumah tangganya memeiliki usaha produktif yang sudah berskala besar, pengusaha non pertanian adalah pekerjaan rumah tangganya usaha produktif yang berskala kecil namun dapat berjalan secara berkelanjutan, dan kategori buruh tani adalah pekerjaan rumah tangga yang memang sebagai buruh tani.
4.4 Profil Desa Binaan Perusahaan Geothermal Perusahaan Geothermal memiliki tiga daerah tanggung jawab perusahaan yaitu Kecamatan Pamijahan, Kalapanunggal dan Kabandungan. Kecamatan tersebut menjadi tanggung jawab perusahaan karena letaknya berada disekitar lokasi operasi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang juga turut menunjang kelangsungan operasi perusahaan. Didalam penelitian ini hanya difokuskan di Kecamatan Kabandungan khusunya di Desa Cihamerang, dimana melihat keefektifan implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan . Desa Cihamerang merupakan salah satu desa binaan Perusagaan Geothermal yang terletak di Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Desa Cihamerang
48
memiliki tinggi dari pusat permukaan 700-800 mm dan suhu 20-25 derajat celcius. Jarak Desa Cihamerang dengan ibu kota Kecamatan 7 km, sedangkan 60 km ke pusat pemerintahan Kabupaten Sukabumi. Luas wilayah Desa Cihamerang adalah 9712,4 Ha yang terdiri dari tanah sawah 2687,5 Ha, tanah kering 1941 Ha, tanah hutan 2817 Ha, tanah perkebunan 61 Ha, tanah untuk fasilitas umum (tanah desa dan tanah perkantoran) 25 Ha dan lain-lain 0,5 Ha. Desa Cihamerang terdiri dari 4 Dusun/lingkungan, 4 Rukun Warga dan 30 Rukun Tetangga. Desa ini juga berbatasan dengan beberapa wilayah yaitu: sebelah utara Desa Cipeuteuy dan Kecamatan Kabandungan, sebelah selatan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, sebelah timur Sungai Citarik dan sebelah barat Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Berdasarkan Data Demografi Desa Cihamerang tahun 2009, penduduk Desa Cihamerang terdiri dari 1761 kepala keluarga dengan jumlah penduduk mayoritas adalah laki-laki, yaitu 3369 orang (50,2%) sedangkan perempuan sebanyak 3346 orang (49,8%) dari total keseluruhan penduduk 6715 orang. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5. Selain itu, mayoritas penduduk Desa Cihamerang menganut agama Islam, yaitu sebanyak 6714 orang dan hanya satu orang perempuan yang menganut agama Kristen. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Cihamerang Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Laki-Laki
3369
50,2
Perempuan
3346
49,8
6715
100,0
TOTAL
Sumber: Data Demografi Desa Cihamerang Tahun 2009
Dari Tabel 6 dapat dikatakan bahwa masyarakan Desa Cihamerang mata pencaharian atau sumber penghasilan utama adalah petani dan buruh tani. Penduduk usia produktif di Desa Cihamerang berjumlah 1886 orang laki-laki dan 1911 orang perempuan. Komoditi pertanian utama adalah padi, karena lahan pertanian yang terdapat di Desa Cihamerang khususnya sawah adalah seluas 2687,5 Ha
49
Tabel 6. Jumlah Penduduk Desa Cihamerang Menurut Jenis Pekerjaan No
Mata Pencaharian
Jumlah (Orang)
1
Petani
810
2
Buruh tani
810
3
Pegawai negeri sipil
9
4
Pengrajin industri rumah tangga
5
5
Pedagang keliling
6
Montir
2
7
Prawat swasta
1
8
Pembantu rumah tangga
9
Pensiunan PNS/TNI/POLRI
9
10
Pengusaha besar
5
Sumber: Data Demografi Desa Cihamerang Tahun 2009
25
50
50
BAB V PROSES PELAKSANAAN PROGRAM LKMS KARTINI DIIMPLENTASIKAN HINGGA MENCAPAI TUJUAN Perusahaan Geothermal melakukan eksplorasi sejak tahun 1982 di area Gunung Salak, Kebupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogro. Seiring dengan itu perusahaan juga melakukan kegitan Corporate Social Responsibility (CSR). Perusahaan melakukan CSR merupakan strategi perusahaan untuk berkembang bersama masyarakat. Dari kegiatan CSR, perusahaan melaksanakan program community engagement (CE) yang difokuskan di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan dan penguatan ekonomi lokal, lingkungan hidup, hingga dukungan ke pengembangan kebudayaan komunitas setempat. Dalam penelitian ini, fokus program yang diteliti adalah pemberdayaan dan penguatan ekonomi lokal melalui LKMS Kartini. Program LKMS Kartini berawal pada tahun 2006 yang diawali Perusahaan melakukan social mapping yang bertujuan untuk memotret kondisi sosial masyarakat di sekitar perusahaan beroperasi. Hasil dari social mapping adalah (1) secara demografis jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah laki-laki; (2) tingkat pengangguran tinggi; dan (3) banyak rentenir sehingga usaha kurang berkembang. Dengan keadaaan masyarakat yang seperti itu tokoh masyarakat yaitu sekolompok ibu guru memberikan ide kepada Perusahaan Geothermal untuk mendirikan koperasi. Kemudian pihak perusahaan berbicara dengan mitra yaitu PNM, akhirnya ditemukannya solusi yaitu mendirikan koperasi di wilayah operasi perusahaan. Dimana koperasi ini menjadi suatu lembaga yang dapat memfasilitasi warga untuk dapat meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat. Hal ini diperkuat dengan pernyataan manager LKMS Kartini yaitu: “LKMS Kartini adalah suatu program dan tujuan dari Perusahaan Geothermal sendiri mungkin pemberdayaan di bidang ekonomi karena selama ini danadana yang dikatakan pemberdayaan atau community development di bidang ekonomi tidak ada hasilnya mungkin Perusahaan Geotehrmal bekerja sama dengan PNM, dia mengharapkan adanya LKMS Kartini ini uang yg diberikan oleh Perusahaan Geothermal ini berjalan terus. Tujuan dari LKMS Kartini itu
51
sendiri untuk menghilangkan bank keliling. Awalnya LKMS Kartini untuk para usaha yang produktif tapi sekarang sebagianpun untuk konsumsi sendiri, namun LKMS kartini menitikberatkan untuk konsumen yang memiliki usaha” Dari pernyataan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa tujuan yang dinyatakan oleh manajer LKMS Kartini dana yang diberikan untuk usaha produktif belum tepat sasaran karena jumlah responden dalam penelitian ini masih banyak yang tidak memiliki usaha produktif. LKMS Kartini mengatakan bahwa indikator usaha produktif yaitu usaha yang berkelanjutan, walaupun usaha yang dijalankan sedikit tetapi masih tetap berjalan. Perusahaan Geothermal tidak pernah memberikan dana langsung kepada LKMS Kartini, perusahaan memberikan dana kepada PNM dan kemudian PNM yang mengolahnya dari fase pendirian, pelatihan, pendampingan, kantor dan kebutuhan modal. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan staf PGPA Perusahaan Geothermal yang memiliki spesialisasi di bidang community engagement, yaitu: “Perusahaan Geothermal hanya memberikan dana kepada PNM pada fase pendirian (pelatihannya, bangunannya, dan operasi awal), namun untuk modalnya Perusahaan Geothermal mendidik LKMS Kartini untuk mencari modal sendiri. Saat ini hampir 50% dana dari masyarakat dan 50% lagi dana yang diberikan oleh PNM yang bersifat lunak dan jangka panjang” Dalam perjalanannya LKMS Kartini dapat merekrut beberapa anggota khususnya dari ibu-ibu yang berlokasi di Kecamatan Kabandungan karena LKMS Kartini difokuskan untuk Kecamatan Kabandungan yang terdiri dari Desa Kabandungan, Desa Cihamerang, Desa Cipeteuy, Desa Tugu Bandung, Desa Mekarjaya kecuali Desa Cianaga dan penelitian ini difokuskan di Desa Cihamerang. Untuk mengajak ibu-ibu menjadi anggota LKMS Kartini yaitu dengan cara bersosialisasi ke Kantor Desa untuk memperkenalkan LKMS Kartini dikalangan pemerintahan desa setelah itu staf LKMS Kartini meminta tolong kepada pemerintah desa untuk mengantar ke Ketua RT agar sosialisasi ke masyarakat dapat dilakukan. Namun sayangnya manager LKMS Kartini tidak pernah langsung turun ke lapangan.
52
Dari 30 responden, mereka mengetahui LKMS Kartini rata-rata dari tetangga/kerabat dan sisanya dari pemerintah desa dan pihak LKMS Kartini itu sendiri.
Gambar 4. LKSM Kartini yang Dibentuk Oleh Perusahaan Geothermal bersama mitraya yaitu Permodalan Nasional Madani (PNM) Pada Gambar 5 dapat dikatakan bahwa informasi yang didapatkan responden mengenai LKMS Kartini lebih banyak didapatkan dari tetangga/kerabat sebesar 83.33%, sedangkan dari pihak LKMS Kartini itu sendiri sebesar 13.33% dan pemerintah desa 3.33%. Hal tersebut terjadi karena penyebaran informasi tentang LKMS Kartini lebih kepada mulut ke mulut untuk menjadi anggota. 13.33%
3.33%
Tetangga/Kerabat 83.33%
LKMS Kartini Pemerintah Desa
Gambar 5. Jumlah Rata-Rata Persentase Responden mengetahui LKMS Kartini menurut Sumber Informasi Untuk menjadi anggota LKMS Kartini ada yang berbentuk kelompok dan individu. Dalam berbentuk kelompok harus terdiri dari lima orang dan terdapat ketua
53
kelompok. Persyaratan menjadi anggota LKMS Kartini antara individu dan kelompok sama saja namun terdapat satu perbedaan yaitu individu adanya jaminan yang harus diberikan apabila, sedangkan kelompok jaminan yang diberikan hanya ucap janji, yang berbunyi sebagi berikut: Demi keberhasilan kami, kami berjanji : 1. Selalu hadir tepat waktu pada setiap kumpulan 2. Membayar setoran mingguan 3. Pinjaman hanya untuk usaha yang telah disetujui 4. Hasil Usaha untuk kesejahteraan keluarga 5. Bertanggungjawab bersama apabila ada anggota yang tidak memenuhi janjijanji tersebut. Karena pinjaman yang diberikan kepada kelompok lebih sedikit yaitu pada tahap I Rp.500.000,- sedangkan individu pinjaman yang diberikan yaitu minimal sebesar Rp.1.000.000,- dan maksimal sebesar Rp. 15.000.000,-. Penarikan yang dilakuan oleh LKMS Kartini adalah stiap seminggu sekali pada anggota yang berbentuk kelompok. Adanya LKMS Kartini menjadi lebih mudah untuk meminjam modal karena bunga yang diberikan tidak besar yaitu 2,5% dibandingakan bunga yang diberikan oleh bank keliling sebesar 5%. Hal ini diperkuat oleh pernyataan manager LKMS Kartini, yaitu: “Program ini memberikan dampak yang sangat bagus karena banyak kelompok ibu-ibu yang terbantu baik bagi nasabah dan para anggotan dan yang pasti dari adanya Kartini sudah ada sebagian dusun yang tidak dimasuki oleh bank keliling lagi.”
54
Gambar 6. Penarikan yang Dilakukan oleh Pegawai LKMS Kartini Setiap Minggu
5.1 Ikhtisar Bab ini berjudul proses pelaksanaan LKMS Kartini diimplementasikn hingga tujuan program. Secara ringkas bab ini membahas tentang sejauhmana proses pelaksanaan LMKS Kartini diimplementasikan hingga mencapai sasaran tujuan program itu sendiri. Dapat dilihat pada gambar 7. Perusahaan Geothermal memiliki pandangan terhadap CSR yaitu lebih kepada strategi perusahana untuk bisa berkembang bersama masyarakat dan startegi tersebut harus memberi dampak langsung kepada masyarakat dan lingkungan. Maka dari itu Perusahaan Geothermal melakukan social mapping untuk mengetahui keadaan masyarakat disekitar daerah operasi perusahaan. Ternyata hasil dari social mapping itu sendiri adalah (1) secara demografi jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah laki-laki; (2) tingkat pengangguran tinggi; dan (3) banyak rentenir sehingga usaha kurang berkembang. Dengan keadaan ini Perusahaan Geothermal berusaha untuk membuat suatu program yang dapat menanggulangi masalah yang ada, yaitu mendirikan LKMS Kartini dengan tujuan pemberdayaan di bidang ekonomi, dimana program tersebut berasal dari ide tokoh masyarakat yaitu sekumpulan ibu guru. Kemudian Perusahaan Geothermal berkerjasama dengan Permodalan Nasional Madani (PNM) untuk mendirikan Koperasi yaitu LKMS Kartini. Tujuan LKMS Kartini sendiri menurut manajernya bahwa program ini dilakukan untuk mengurangi
55
bank keliling dan untuk para usaha yang produktif tapi sekarang sebagianpun untuk konsumsi sendiri, namun LKMS Kartini menitikberatkan untuk konsumen yang memiliki usaha. Dalam pembentukan LKMS Kartini ini, Perusahaan Geothermal menggandeng mitra yaitu PNM (Permodalan Nasional Madani). Di dalam tahap implementasi hal yang paling penting adalah sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi.
Pada
sosialisai
masyarakat
mengetahui
LKMS
Kartini
dari
tentangga/kerabat karena informasi disampaikan melalui mulut ke mulut. Perusahaan Geothermal memang tidak terjun secara langsung, namun semuanya diberikan kepada pihak mitra yaitu PNM. Perusahaan Geothermal
CSR Strategi perusahaan
Tahun 2006 social Mapping
- Hasil social mapping - Ide sekelompok ibu guru Mendirikan LKM
Perusahaan berdiskusi dengan mitra yaitu PNM
Tidak pernah memberikan modal langsung
LKMS Kartini - Tujuan : menghilangkan bank keliling dan memberikammodal usaha produktif - Bunga yang diberikan > rendah - Indikator usaha produktif, yaitu berkelanjutan.
PNM
Cara sosialisai LKMS Kantor Desa
Ketua RT
Masyarakat
Gambar 7. Alur proses pelaksanaan LKMS Kartini diimplentasikan hingga mencapai tujuan program
56
Program LKMS Kartini memiliki tujuan untuk pemberdayaan ekonomi, mengurangi bank keliling dan untuk memberikan modal kepada usaha produktif. Dari hasil penelitian bahwa sesuai dari tujuan awal program LKMS Kartini masih belum tepat sasaran karena masih terdapat responden yang belum bisa dikatakan memiliki usaha yang produktif, melainkan pekerjaan rumah tangga sebagai PNS, sekertaris desa, tukang cuci, supir, serabutan, dan ojek. Adanya LKMS Kartini menjadi lebih mudah untuk meminjam modal karena bunga yang diberikan tidak besar yaitu 2,5% dibandingakan bunga yang diberikan oleh bank keliling sebesar 5%.
57
BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DAN KEEFEKTIFAN PROGRAM LKMS KARTINI
6.1 Partisipasi Nasdian (2003) mengungkapkan selama ini, peranserta masyarakat hanya dilihat dalam konteks yang sempit, artinya manusia cukup dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan. Dengan kondisi ini, partisipasi masyarakat “terbatas” pada implementasi atau penerapan program. Masyarakat tidak dikembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusa yang sudah diambil “pihak luar”. Cohen dan Uphoff (1980) dalam Nasdian (2003) melihat keterlibatan masyarakat mulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmat hasil dan evaluasi. Penelitian ini akan melihat tentang seberapa besar partisipasi anggota kelompok dalam keterlibatannya program LKMS Kartini. Awal mula LKMS Kartini dibentuk karena ide tokoh masyarakat yaitu sekumpulan ibu guru. Dimana pada waktu itu sedang terdapat pelatihan UKM yang dilakukan oleh perusahaan dan bekerjasama dengan mitra yaitu PNM. Hal ini diperkuat dengan pernyataan oleh manager LKMS Kartini, “Awalnya pelatihan UKM-UKM kemudian setelah pelatihan mau dikemanakan proposal yang diajarkan oleh PNM, setelah mereka diajarkan dicobalah UKM untuk membuat Proposal dan kemana proposal diajukan kemana . dengan keadaan seperti itu ada sekumpulan ibu-ibu guru membuat ide mengapa tidak untuk membuat LKM.” Dari pernyataan tersebut didirikanlah LKMS yang dikuti oleh Kecamatan Kalapanunggal, Kecamatan Kabandungan dan Kecamatan Pamijahan.
6.1.1. Partisipasi Perusahaan, Pemerintah dan Pengurus LKMS Kartini Pada tahap perencanaan pihak LKMS Kartini tidak mengetahui bagaimana pertama didirikannya LKMS Kartini karena pada tahap perencanaan pengurus
58
LKMS Kartini sudah menerima lembaga tersebut dan adanya pelatihan-pelatihan. Pada pendirian lembaga ini memang tidak dilibatkannya masyarakat namun ide untuk mendirikan LKM adalah dari tokoh masyarakat yaitu sekumpulan ibu guru. Pemerintah dilibatkan hanya dalam penentuan regulator dan sosialisasi keberadaan lembaga koperasi di Kecamatan Kabandungan yaitu LKMS Kartini. Menurut Perusahaan Geothermal stakeholder yang terkait dalam pembentukan sampai pelaksanannan program LKMS Kartini yaitu 1. PNM 2. Pemerintah setempat dan Dinas Koperasi. 3. Tokoh masyarakat 4. Warga masyarakat Perusahaan Geothermal menggandeng Dinas Koperasi dan pemerintah kecamatan dan desa dalam melakukan hanya sebatas pengeluaran izin (regulator) dan pembimbingan awal, karena untuk membangun sebuah lembaga koperasi harus dari Dinas Koperasi dikarenakan
pendirian
lembaganya
berbadan
hukum
Koperasi
no.
22/BH/XIII.15/V/2009 sampai ke tingkat kabupaten. Sedangkan mitranya yaitu PNM, Perusahaan Geothermal hanya memberikan dana dan pelakasanaannya kepada PNM pada fase pendirian (pelatihan, bangunan, dan operasi awal), namun untuk modalnya Perusahaan Geothermal mendidik LKMS Kartini untuk mencari modal sendiri.
Gambar 8. Surat pendirian LKMS Kartini Berbadan Hukum Koperasi No. 22/BH/XIII.15/V/2009
59
Pada tahap implementasi PNM ke masyarakat untuk memberikan arahan bagaimana cara untuk menjadi anggota LKMS Kartini dan masyarakat dilibatkan dengan mengikuti pelatihan untuk LKMS ini. Pada saat pelatihan siapa saja diperbolehkan untuk mengikutinya, dimana 15 orang mewakili dari lima desa dari Kecamatan Kabandungan. PNM mempunyai fungsi pendampingan kepada pengurus LKMS Kartini yaitu modal Madani Microbanking System (MMS), modal accounting, kegitan transaksi harian dan seluruhnya kegitan di LKMS Kartini dari sebelum pengurus dapat melakaukan hal tersebut sampai pengurus dapat melakukannya sendiri. Tahap implementasi LKMS Kartini itu sendiri, dapat merekrut masyarakat untuk menjadi anggota sebanyak 226 orang dari lima desa. Kemudian dana yang diberikan oleh PNM dari Rp.86.100.000 sekarang di masyarakat ada Rp.182.692.764. Terdapat dana yang diberikan oleh Perusahaan Geothermal langsung kepada kelompok, dimana kelompok tersebut memberikan proposal kepada Perusahaan Geothermal kemudian diterima oleh perusahaan dan yang menagih adalah LKMS Kartini. Disini LKMS Kartini sebagai kolektor, jika tertagih berarti uang tersebut dijadikan modal sebagai LKMS Kartini sendiri kalau tidak LKMS Kartini tidak dirugikan karena uang tersebut digulirkan bukan langsung dari pihak LKMS Kartini. Pada tahap evaluasi pihak mitra yaitu PNM melakuan pendampingan dan mengontrol LKMS Karini sampai sejauhmana perkembangan yang dilakukan yaitu seperti bagaimana kenaikan pembiayaan, tambahan anggota, pembiayaan yang menghambat perkembagan LKMS Kartini, kenaikan pendapatan dan kinerja pengurus LKMS Kartini itu sendiri. Pada evaluasi ini Perusahaan Geothermal hanya mendengarkan laporan yang telah dibuat dan memberikan solusi jika terjadi kesulitan di lapangan. Sedangakan LKMS Kartini sendiri mengevaluasi semua yang ada di dalam LKMS Kartini dan evaluasi ini hanya dilakuan oleh pengurus saja tanpa ada campur tangan masyarakat dan pemerintah. Pada tahap pelaporan pihak LKMS Kartini membuat laporan yang nantinya diserahkan kepada mitra yaitu PNM kemudian PNM menyerahkan laporan kepada Perusahaan Geohermal.
60
6.1.2 Partisipasi Masyarakat Peran serta anggota kelompok LKMS Kartini sangatlah penting untuk keberlangsungan lembaga tersebut. Tingkat pasrtisipasi di dalam penelitian dilihat dari tingkat perencanaan, implementasi, evaluasi dan pelaporan. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa secara umum tingkat pasrtisipasi masyarakat berasal dari komunitas pengusaha non pertanian dengan rata-rata skor terbesar
yaitu 7,86
dibandingkan yang lain. Kerana yang digolongkan dalam kategori sosial non farm pengusaha adalah sebagai pedagang, sehingga modal yang diberikan oleh LKSM Kartini dapat memberikan tambahan modal dalam dagang yang dimilikinya. Dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-Rata Skor dan Peringkat Paritisipasi Masyarakat Menurut Kategori Sosial Kategori Sosial Pengusaha non pertanian Buruh non tani Pengusaha pertanian Buruh tani
Rata-Rata Skor 7,86 6,61 6,48 4,75
Peringkat 1 2 3 4
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2010
Partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan program LKMS Kartini dapat dilihat pada Tabel 8. Pada tahap perencanaan tidak dilibatkannya anggota kelompok dalam pembentukan LKMS Kartini, meskipun ide untuk mendirikannya dari masyarakat yaitu sekelompok ibu guru. Nilai rata-rata setiap kategori sosial paling tinggi berada pada tahap implementasi, dimana anggota kelompok menggunkan fasilitas yang disediakan oleh LKMS Kartini dan mengajak anggota keluarga lainnya untuk ikut menjadi anggota dan menggunakan fasilitas yang terdapat di LKMS Kartini. Pada tahap evaluasi disini anggota kelompok hanya mengemukakan bahwa program yang diberikan oleh Perusahaan Geohermal dapat mempengaruhi keadaan ekonomi rumah tangga, sedangkan pada tahap pelaporan anggota kelompok LKMS Kartini tidak dilibatkan untuk pembuatan laporan, karena pada tahap ini hanya dilakukan oleh staf LKMS Kartini. Jika di kategori sosial pengusaha non pertanian dan buruh non tani terdapat rata-rata skor sebesar 0,57 dan
61
0,08 karena dari dua kategori sosial tersebut, merupakan ketua kelompok yang bertanggung jawab atas kelompoknya dan hanya menanyakan hubungan mereka dengan perusahaan menjadi lebih baik atau tidak setelah mengikuti LKMS Kartini. Tabel 8. Jumlah Rata-Rata Tingkat Pasrtisipasi Masyarakat Pada Pelaksanaan LKMS Karini Menurut Kategori Sosial Tingkat Partisipasi Setiap Tahap Impelemtasi CSR Tahap Perencanaan
Farm Pengusaha
Non Farm Pengusaha
Farm Buruh
Non Farm Buruh
0
0
0
0
Tahap Implementasi
3,31
4
2,5
3,15
Tahap Evaluasi
3,17
3,29
2,25
3,38
Tahap Pelaporan
0
0,57
0
0,08
6,48
7,86
4,75
6,61
TOTAL
Jumlah Rata-rata Tingkat Patisipasi
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2010 5 4 3
tahap perencanaan
2
tahap implementasi
1
tahap evaluasi
0 pengusaha pertanian
pengusaha non pertanian
buruh tani
buruh non tani
tahap pelaporan
Kategori Sosial
Gambar 9. Jumlah Rata-Rata Tingkat Partisipasi Menurut Kategori Sosial
6.2 Keefektifan LKMS Kartini dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan Meningkatkan taraf hidup komunitas pedesaan adalah suatu perubahan yang terjadi bagi masyarakat sesudah mengikuti program LKMS Kartini dan sebelum mengikuti LKMS Kartini. Adapun indikator untuk mengukur meningkatnya taraf hidup yang digunakan diantaranya pendapatan, pengeluaran, dan kondisi fisik dan bangunan.
62
Dari Tabel 9 dapat dikatakan bahwa hubungan antara tingkat partisipasi terhadap keberlangsungan LKMS Kartini dengan meningkatkan taraf hidup dalam indikator pendapatan sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini terlihat bahwa perubahan pendapatan paling tinggi berada pada kategori sosial pengusaha non pertanian dimana selisihnya adalah Rp 1.336.428,-. Karena kategori sosial pengusaha non pertanian adalah anggota kelompok LKMS Kartini yang memiliki usaha produktif sehingga modal yang diberikan oleh LKMS Kartini memberikan hubungan terhadap usahanya sehingga pendapatan yang dimiliki menjadi meningkat. Pada kategori sosial pengusaha pertanian
hubungan partisipasi dengan perubahan
pendapatan tidak terdapat hubungan setelah mengikuti LKMS Kartini karena bernilai negatif. Tabel 9. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Jumlah Rata-rata Pendapatan Sesudah dan Sebelum Mengikuti LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial No 1 2 3 4
Tingkat partisipasi Pengusaha non pertanian Buruh non tani Buruh tani Pengusaha pertanian
Pendapatan Sesudah Sebelum 2.211.428 875.000 1.601.538 908.000 950.000 379.167 2.601.667 4.750.000
Selisih 1.336.428 693.538 570.833 -2.148.333
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2010
Pada indikator kedua yaitu pengeluran sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini dapat dilihat pada Tabel 10. Dari segi pengeluaran dapat dilihat pada Tabel 10 bahwa perubahan pengeluaran sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini yang paling tinggi berada pada kategori sosial buruh non tani yaitu sebesar Rp. 580.538,dibandingkan kategori sosial lainnya, namun pada kategori sosial farm pengusaha tidak terdapat perubahan pengeluaran karena bernilai negatif. Pengeluaran yang terjadi pada buruh non tani besar karena dengan pekerjaan sebagai PNS, sekertaris desa, tukang cuci, supir, serabutan, dan ojek, sehingga pendapatan yang sudah didapatkan kemudian di tambah dengan modal yang diberikan oleh LKMS Kartini menjadi bertambah. Dengan pertambahan pendapatan maka mempangaruhi pengeluran untuk memenuhi kebutuhan rumah tanggannya.
63
Tabel 10. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Jumlah Rata-rata Pengeluaran Sesudah dan Sebelum Mengkuti LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial No 1 2 3 4
Tingkat partisipasi Pengusaha non pertanian Buruh non tani Buruh tani Pengusaha pertanian
Pengeluaran Sesudah Sebelum 750,000 525,000 1,066,538 486,000 418,750 229,167 482,500 1,937,500
Selisih 225,000 580,538 189,583 -1,455,000
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2010
Pada tabel 11 dapat dikatakan bahwa hubungan antara tingkat partisipasi dengan keadaan fisik dan fasilitas bangunan sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini dengan menggunkan indeks komposit terlihat bahwa perubahan keadaan fisik dan fasilitas bangunan terjadi pada kategori sosial buruh non tani dan buruh tani, sedangkan pada kategori farm non pertanian dan farm pertanian tidak terjadi perubahan sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini karena selisihnya bernilai negatif. Tabel 11. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Indeks Komposit Keadaan Fisik dan Fasilitas Bangunan Sesudah dan Sebelum Mengikuti LKMS Kartini menurut Kategori Sosial No 1 2 3 4
Tingkat partisipasi Pengusaha non pertanian Buruh non tani Buruh tani Pengusaha pertanian
Sesudah 224 250 53 271
Sebelum 257 226 25 293
Selisih -33 24 28 -22
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2010
Untuk melihat hubungan antara partisipasi dengan perubahan kondisi fisik dan fasilitas bangunan sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini, dihitung menggunakan uji korelasi rankspearman dan menggunakan alat bantu SPSS v.15.0 dengan hipotesis uji yaitu semakin tinggi partisipasi anggota LKMS Kartini terhadap keberlangsungan lembaga tersebut maka adanya hubungan antara tingkat partisipasi dengan keadaan fisik dan fasilitas bangunan. Berdasarkan hipotesis tersebut, maka
64
terdapat dua variabel yang diuji dalam penelitian ini, yaitu variabel partisipasi dengan variabel kondisi fisik dan fasilitas bangunan. Diperoleh hasil yang di sajikan pada Tabel 12. Signifikansi Korelasi antara Tingkat Partisipasi dan Kondisi fisik dan Fasilitas Sebelum dan Sesudah Mengikuti LKMS Kartini
Spearman's rho
1 Tingkat Partisipasi Keadaan fisik dan fasilitas bangunan
Tingkat partisipasi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Keadaan fisik dan fasilitas bangunan
1.000
.074
. 30
.698 30
.074
1.000
.698 30
. 30
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian hipotesis yang tertera pada tabel 12, didapatkan korelasi antara variabel tingkat partisipasi dengan variabel kondisi fisik dan fasilitas bangunan sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini adalah sebesar 0,074. Artinya hubungan anatar variabel tingkat partisipasi dan variabel kondisi fisik dan fasilitas bangunan adalah lemah. Karena hasil menunjukan signifikasi hitung 0,698 > 0,05 artinya bahwa hipotesis semakin tinggi tingkat partisipasi maka ada hubungan dengan kondisi fisik dan fasilitas banguan sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini di tolak dan tidak ada hubungan, sedangkan correlation hitung 0,075 < 0,5 artinya hubungan antara variabel adalah lemah.
65
Gambar 8. Keadaan Rumah Anggota LKMS Kartini
6.3 Ikhtisar Tingakat partisipasi merupakan tahapan dimana peranan anggota Kelompok LKMS Kartini dalam perencanaan sampai dengan pelaporan diikut sertakan dalam keberlangsugannya lembaga tersebut. Nilai yang paling tinggi dalam tingkat partisipasi adalah pada kategori sosial pengusaha non pertanian dengan nilai rata-rata 7,86. Kerana pada tahap perencanaan memang semua stakeholder tidak dilibatkan hanya pihak Perusahaan Geothermal dan mitra yaitu PNM yang mengetahuinya dan perusahaan menggandeng pemerintah lokal untuk penenutuan regulator dan Dinas Koperasi untuk mengeluarkan surat keputusan bahwa Lembaga Keuangn Mikro Syariah (LKMS) Kartini berbadan hukum. Pada tahap implementasi anggota kelompok LKMS Kartini berperan aktif didalamnya karena mereka mengajak keluarga lain untuk menjadi anggota dan menikmati fasilitas yang ada. Pada tahap evaluasi anggota kelompok LKMS Kartini hanya mengungkapkan apakah keberadaan LKMS Kartini dapat mempengaruhi ekonomi ruamh tangga. Pada tahap pelaporan yang melakukannya hanya pengurus LKMS Kartini, jika terdapat nilai di kategori sosial pengusaha pertanian dan buruh non tani, karena mereka adalah ketua kelompok yang harus bertanggung jawab terhadap kelompoknya dan hanya mengungkapkan
66
apakah setelah adanya LKMS Kartini hubungan anggota LKMS Kartini menjadi lebih baik atau tidak dengan Perusahaan Geothermal. Meningkatkan taraf hidup yaitu selisih yang diukur dari sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini. Pada meningkatkan taraf hidup dihubungkan tingkat partisipasi dengan pendapatan, pengeluran, dan kondisi fisik dan fasilitas banguan. Pada indikator pertama yaitu pendapatan perubahan yang terjadi pada kategori sosial pengusaha non pertanian dapat diartikan bahwa modal yang diberikan oleh LKMS memberikan pengaruh kepada usaha yang dimilikinya. Nilai negatif pada kategori sosial pengusaha pertanian diartikan bahwa modal yang diberikan oleh LKMS Kartini tidak berdampak pada perubahan pendapatan mereka. Pada indikator pengeluaran rata-rata yang paling tinggi menurut kategori sosial adalah buruh non tani dimana pendapatan mereka juga berubah setelah meminjam LKMS Kartini yaitu Rp. 693.538,- dan pengeluaran menjadi Rp. 580.538,-. Indikator pengeluaran juga tidak berdampak pada kategori sosial pengusaha pertanian karena bernilai negatif. Pada indikator kondisi fisik san fasilitas bangunan jika menggunakan indeks komposit terjadi perubahan dengan kategori sosial buruh non tani dan buruh tani dan tidak terjadi perubahan pada kategori sosial farm non pengusaha dan farm pengusaha karena selisihnya ernilai negatif. Jika dihubungkan dengan tingkat partisipasi dan di uji menggunakan rankspearman, hasilnya adalah hipotesis antara partisipasi dengan keadaan fisik dan fasilitas bangunan di tolak dan tidak ada hubungan.
67
BAB VII ANALISIS SINTESIS KEEFKETIFAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM MENINGKATKAN TARAF HIDUP WARGA KOMUNITAS PEDESAAN
Visi dan misi community engagement Perusahaan Geothermal ini adalah visi, tumbuh bersama masyarakat yang mandiri untuk mendukung kegiatan operasi Perusahaan Geotehrmal melalui pemanfaatan sumberdaya lokal secara berkenjutan, sedangkan misi yaitu memfasilitasi transformasi sosial dalam meningkatkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan melalui asistensi teknis, tukar informasi dan diskusi publik, peningkatan kapasitas, serta penerapan hasil-hasil penelitian secara berkelanjutan. Melalu visi dan misi community engagement fokus program yang dilakukan dimasyarakat yaitu bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan dan penguatan ekonomi lokal, lingkungan hidup, hingga dukungan pengembangan kebudayaan komunitas setempat. Salah satu bentuk tanggung jawab sosial Perusahaan Geothermal di bidang pemberdayaan dan penguatan ekonomi lokal yang bekerjasama dengan Permodalan Nasional Madani (PNM) yaitu mendirikan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) yang diikuti oleh Kecamatan Kalapanunggal, Kecamatan Kabandungan dan Kecamatan Pamijahan. Penelitian ini dikhususkan di Kecamatan Kabandungan yaitu LKMS Kartini. Hasil dari penelitian dan interpretasi pihak community engagement bahwa LKMS Kartini merupakan fokus dari pemberdayaan dan pengutan ekonomi lokal. Dimana tujuan didirikannya LKMS Kartini ini untuk mengurangi bank keliling dn dan dapat memberdayakan masyarakat di bidang ekonomi di desa-desa binaan Perusahaan Geothermal. Karena setiap diberikannya dana oleh Perusahan Geothermal tidak ada keberlanjutan dana bergulir kemana. Dalam pelaksanaannya program ini dibutuhknnya sosialiasasi,pelaksanaan dan internalisai. Pada sosialisasi masyarakat mengetahui LKMS Kartini dari tentangga/kerabat karena informasi disampaikan melalui mulut ke mulut. Pihak dari Perusahaan Geothermal tidak terjun secara langsung, namun semuanya diberikan kepada pihak mitra yaitu PNM.
68
Visi dan misi community engangement menjadi landasan dalam melakukan suatu program tanggung jawab sosial perusahan yang akan memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dan meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan. Community development dalam Susanto (2009), yaitu kesadaran yang memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara satu dengan yang lain tanpa adanya tumpang tindih, yang berada di dalam lingkungan sekitar perusahaan. Adapun yang dirasakan dengan adanya LKMS Kartini ini adalah dapat meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan khususnya di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Berdasarakan hasil penelitian dapat dilihat hubungan antara partisipasi anggota LKMS Kartini dan meningkatnya taraf hidup warga komunitas pedesaan khususnya Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur yang nantinya terjadi keefektifan implementasi program CSR.
Dari hasil penelitian dapat dilihat pada
tingkat
partisispasi masyarakat dalam pelaksanaan program LKMS Kartini melalui empat tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap implementasi, tahap evaluasi dan tahap pelaporan. Melalui empat tahapan partisipasi ini dapat dilihat sejauhmana masyarakat berpartisipasi dalam pelaksanaan program LKMS Kartini. Dimana nilai rata-rata pertisipasi yang terbesar berada pada kategori sosial pengusaha non pertanian sebesar 7,86. Pada tahap perencanaan setiap kategori sosial bernilai nol karena pada program ini memang tidak dilibatkan, meskipun ide untuk mendirikan LKMS ini adalah dari sekumulan ibu guru. Pada tahap ini yang mengetahui hanya perusahaan dengan mitra yaitu PNM dan menggandeng pemerintah lokal untuk menentukan regulataor dan Dinas Koperasi untuk mengeluarkan bahwa lembaga tersebut adalah berbadan hukum. Pada tahap implementasi dimana anggota kelompok LKMS Kartini menggunakan fasilitas yang disediakan oleh LKMS Kartini dan mengajak anggota keluarga lainnya untuk ikut menjadi anggota dan menggunakan fasilitas. Pada tahap evaluasi disini anggota kelompok LKMS Kartini hanya mengemukakan apakah program yang diberikan oleh Perusahaan Geohermal dapat meningkatkan keadaan ekonomi rumah tangga, sedangkan pada tahap pelaporan masyarakat tidak dilibatkan untuk pembuatan
69
laporan, yang terlibat hanya pengurus LKMS Kartini. Jika pada kategori pengusaha non pertanian dan buruh non tani terdapat jumlah rata-rata skor sebesar 0,57 dan 0,08 karena dari dua kategori sosial tersebut, merupakan ketua kelompok yang bertanggung jawab atas kelompoknya dan hanya menanyakan hubungan mereka dengan perusahaan menjadi lebih baik atau tidak setelah mengikuti LKMS Kartini. Tujuan utama didirikannya LKMS Kartini menurut Perusahaan Geothermal untuk pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi dan tujuan adanya LKMS Kartini menurut pengurus terutama manager LKMS Kartini untuk mengurangi bank keliling dan memberikan modal kepada masyarakat yang memiliki usaha produktif. Indikator usaha produktif bagi LKMS Kartini adalah usaha yng berkelanjutan, walaupun usaha yang dilakukan sedikit tetapi masih berjalan terus. LKMS Kartini juga memberikan bunga yang lebih rendah dibandingkan bank keliling sebesar 2,5% dan bank keliling sebesar 5%. Dalam kenyataannya LKMS Kartini menggulirkan dana kepada anggota yang tidak memiliki usaha produktif, sehingga modal yang digulirkan oleh LKMS Kartini belum tepat sasaran karena responden yang terbanyak dari penelitian ini adalah kategori sosial buruh non tani dimana pekerjaan rumah tangga sebagai PNS, sekertaris desa, tukang cuci, supir, serabutan, dan ojek. Dalam hal meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan diukur dari tingkat pendapatan, pengeluaran dan keadaan fisik dan fasilitas bangunan. Pada tingkat pendapatan jumlah rata-rata terbesar yang mengalami perubahan sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini di hubungkan dengan tingkat partisipasi adalah kategori sosial pengusaha non pertanian karena yang dimasukkan ke dalam kategori adalah rumah tangga yang memiliki usaha produktif, sehingga modal yang dipinjamkan dari LKMS Kartini dapat meningkatkan pendapatan mereka. Pada kategori buruh tani dan buruh tani mereka juga mengalami perubahan meskipun tidak besar. Pada pengeluaran jumlah rata-rata jika dihubungkan dengan tingkat partisipasi yang mengalami perubahan adalah kategori sosial buruh tani, bahwa modal yang diberikan oleh LKMS Kartini memberi dampak pada kategori sosial buruh non tani karena dari pengeluran yang dikeluarkan untuk rumah tangga meningkat setelah mengikuti LKMS Kartini ini begitu juga dengan kategori sosial pengusaha non
70
pengusaha dan buruh tani. Sedangkan kategori farm pengusaha tidak mengalami perubahan dalam pendapatan dan pengeluaran karena jumlah rata-rata sesudah dan sebelum menjadi anggota LKMS Kartini bernilai negatif. Pada keadaan fisik dan fasilitas banguna jika dihubungkan dengan tingkat partisipasi dan di uji dengan rankspearman tidak ada hubungan antara tingkat partisipasi dengan keadaan fisik dan fasilitas bangunan sebelum dan sesudah mengikuti LKMS Kartini. Tabel 13. Peringkat Keefektifan Program CSR Dilihat dari Tingkat Partisipasi dengan Taraf Hidup Tingkat Partisipasi Pendapatan Pengeluaran Keadaan fisik dan fasilitas bangunan Pengusah non 1 2 4 pertanian Buruh non tani 2 1 2 Buruh Tani 3 3 1 Pengusaha pertanian 4 4 3 Berdasarkan hasil analisis tersebut maka sebaiknya sistem dan pola pelaksanaan LKMS Kartini yang ada sekarang ditingkatkan guna dapat mencapai tujuan awal LKMS ini didirikan yaitu memberikan modal kepada anggota kelompok LKMS Kartini yang memiliki usaha produktif dan sebaiknya pada tahap-tahap pelaksanaan suatu program CSR dilibatkannya masyarakat dan pemerintah pada tahap perencanaan sampai dengan tahap pelaporan. Pada akhirnya program tersebut yaitu program pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi yang diinginkan masyarakat dan pemerintah. Sehingga program LKMS Kartini ini dapat berjalan secara optimal dan berkelanjutan secara merata.
71
BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan Penelitian ini meninjau keefektifan implementasi program Corporate Social Responsibility Perusahaan Geothermal yaitu LKMS Kartini. dilihat dari tujuan program dan program tersebut dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Taraf hidup masyarakat dilihat dari pendapatan, pengeluran dan keadaan fisik dan fasilitas bangunan sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini. Tujuan program, LKMS Kartini memiliki tujuan utama untuk menghilangkan bank keliling dan memberikam modal kepada usaha produktif, namun masih belum tepat sasaran dimana modal diberikan tidak hanya anggota kelompok yang memiliki usaha produktif saja. Sedangkan untuk menghilangkan bank keliling, LKMS Kartini memberikan bunga lebih rendah dibandingkan bank keliling, sehingga keberadaan bank keliling dapat berkurang. Pada indikator pertama yaitu tingkat partisipasi anggota LKMS Kartini dalam keberlangsungan lembaga tersebut, anggota dilibatkan dalam tahap implementasi saja daripada pada tahap perencanaan, evaluasi dan pelaporan. Pada indikator kedua yaitu LKMS Kartini dapat meningkatkan taraf hidup. Jika dihubungkan dengan tingkat partisipasi dengan pendapatan dan pengeluran terjadi perubahan pada kategori sosial, namun tidak terjadi pad kategori sosial pengusha pertanian karena selisih antara sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini bernilai negatif. Pada keadaan fisik dan fasilitas banguan jika dihubungkan dengan tingkat partisipasi dan di uji menggunakan rankspearman tidak ada hubungan antara partisispasi dengan kadaan fisik dan fasilitas banguan karena signifikasi hitung 0,698 > 0,05 artinya hipotesis dimana semakin tinggi tingkat partisipasi maka semakin meningkat keadaan fisik dan fasilitas bangunan di tolak atau tidak ada hubungan, sedangkan nilai corelation hitung 0,074 < 0,5 artinya hubungan antara tingkat partisipasi dengan keadaan fisik dan fasilitas bangunan hubungannya lemah. Jadi keefektifan program Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal belum dapat dikatakan efektif karena tingkat partisipasi belum dapat memberikan
72
hubungan terhadap keadaan fisik dan fasilitas bangunan, meskipun tingkat partisipasi mempengaruhi pada pendapatan dan pengeluaran anggota LKMS Kartini sebelum dan sesudah mengikuti LKMS Kartini. Pelaksanaan program LKMS Kartini masih belum ada keterlibatan anggota kelompok dalam tahap perencanaan, tahap evaluasi dan tahap pelaporan, namun masyarakat dilibatkan pada tahap implementasi. Meskipun ide untuk mendirikan LKMS adalah ide dari masyarakat yaitu sekumpulan ibu guru, namun keputusan untuk mendirikan LKMS Kartini masih berada di tangan Perusahaan Geothermal. Implementasi program LKMS Kartini yaitu dengan melakukan sosialisasi kapada masyarakat dengan datang ke kantor kepala desa untuk mengenalkan LKMS Kartini, kemudian meminta tolong diantarkan ke RT dan disitulah LKMS Kartini dapat bersosialisasi, namun dalam kenyataannya manager LKMS Kartini sendiri tidak terjun langsung kepada masyarakat. Dari penelitian ini banyak masyarakat mengetahui LKMS Kartini tidak langsung dari pengurus LKMS Kartini itu sendiri namun dari tetangga/kerabat. Jadi masyarakat mengetahui LKMS Kartini lebih tahu dari mulut ke mulut. Untuk menjadi anggota LKMS Kartini ada yang berbentuk kelompok dan individu, namun terdapat perbedaan, jika pinjaman berbentuk individu terdapat jamianan yang harus diberikan karena modal yang diberikan oleh LKMS Kartini antara Rp 1.000.000,- hingga Rp. 15.000.000,- pada pinjaman kelompok tidak ada jaminan yang harus diberikan hanya ucap janji yang harus diucapkan. Dimana modal yang diberikan pada kelompok lebih sedikit dibandingkan kepada individu. Dalam mencapai tujuan program dimana tujuan memberikan modal kepada usaha produktif masih belum tepat sasaran karena masih terdapat responden yang tidak memiliki usaha produktif, indikator usaha produktif menurut LKMS Kartini yaitu yang berkelanjutan walupun usahanya sedikit tapi masih berjalan terus. Pada peningkatan taraf hidup dilihat dari pendapatan, pengeluaran, dan kondisi fisik dan fasilitas bangunan sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini. Jika dihubungkan antara tingkat partisipasi dengan pendapatan dan pengeluaran pada setiap kategori sosial terjadi perubahan kecuali kategori sosial pengusaha pertanian karena selisih antara sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini bernilai negatif.
73
sedangakan jika dihubungkan antara tingkat partisipasi dengan keadaan fisik dan fasilitas banguan di uji dengan rankspearman tidak ada hubungan, karena signifikasi hitung 0,698 > 0,05 artinya hipotesis dimana semakin tinggi tingkat partisipasi maka semakin meningkat keadaan fisik dan fasilitas banguan ditolak, sedangkan nilai corelation hitung 0,074 < 0,5 artinya hubungan antara tingkat partisipasi dengan keadaan fisik dan fasilitas bangunan hubungannya lemah. Jika di hitung menggunkan indeks komposit keadaan fisik dan fasilitas bangunan sesudah dan sebelum mengikuti LKMS Kartini terjadi perubahan pada ketegori sosial burun non tani dan buruh tani tetapi tidak terjadi pada kategori sosial farm non pengusaha dan farm pengusaha.
8.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka terdapat
beberapa hal yang dapat
dijadikan masukan atau saran diantaranya adalah : 1. Sebaiknya perusahaan khususnya Departemen Policy, Government and Public Affairs terjun langsung untuk mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan masyarakat yang ada disekitar perusahaan beroperasi, adanya keterbukaan satu sama lain agar tidak terjadi tumpang tindih dan adanya sosialisasi keberadaan perusahaan khusunya di Desa Cihamerang. 2. Adanya pendekatan secara langsung tentang keberadaan LKMS Kartini oleh staff dan manajer, karena masyarakat khususnya Cihamerang tidak mengetahui bahwa manajer dari modal yang dipinjam oleh mereka itu siapa. Jika saff menagih kepada komunitas sebaiknya tidak hanya menagih saja namun dengan memberikan suatu solusi jika masyarakat mengalami kesulitan dalam keberlangsungan berjalannya LKMS Kartini. 3. Sebaiknya LKMS Kartini meninjau ulang masyarakat yang akan mengikuti program tersebut, agar tujuan awal yang telah ditetapkan tercapai tepat pada sasarannya. 4. Dilibatkannya masyarakat dalam tahap perencanaan sampai dengan pelaporan pada program LKMS Kartini agar terjadi saling keterbukaan
74
melalui suatu acara temu wacana seluruh masyarakat yang menjadi anggota LKMS Kartini itu sendiri. 5. Sebaiknya perusahaan mengadakan suatu kegiatan yang dapat menjangkau semua masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan bersama-sama
75
DAFTAR PUSTAKA Ambadar, Jackie. 2008. CSR dalam Praktik Di Indonesia wujud Kepedulian Dunia Usaha. PT Elex Media Komputindo: Jakarta. Anonim. 2007. Berkembang Bersama Komunitas Laporan Community Engagement Tahun 2007. Chevron Geothermal Salak, Ltd _______. 2008. Maju Bersama dalam Pengembangan Perekonomian Setempat dengan Tetap Menjaga Lingkungan Laporan Community Engagement Tahun 2008. Chevron Geothermal Salak, Ltd _______. 2009. Laporan Community Engagement dan Local Business Develeopment Chevron Geothermal Salak, Ltd Tahun 2009. Chevron Geothermal Salak, Ltd _______, 2010. Company Profile Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini. _______. Membangun Sistem Ekonomi Keuangan bagi Masyarakat Miskin: CGAP. http://www.cgap.org/gm/document1.9.2751/KeyPrincMicrofinance_in.pdf di akses pad tanggal 4 Desember 2010 pukul 12.42 _______. Mengawal PP tentang CSR, Berharap “Bubur yang Enak dan Sehat” : CSR Indoensia. http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=6&ved=0CDsQF jAF&url=http%3A%2F%2Fwww.csrindonesia.com%2Fdata%2Fartic les%2F20080208131154a.pdf&rct=j&q=tangga%20partisipasi%20arstein&ei=DnPoTPCoBo WivgOnv_zCCA&usg=AFQjCNGmsG_OiqzDDsW_cj7p_gOhBb5h Fw&cad=rja di akses pada tanggal 21 Novmber 2010 pukul 9.00
Emirzon, Joni. 2006. Regulatory Driven dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada Perusahaan di Indonesia. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006. Mapisangka, Andi. 2009. Implementasi CSR terhadap Kesejahteraan Hidup Masyarakat. Jurnal Ekonomi Sosial Politik Vol 1, No. 1, 2009.
76
Nasdian, Fredian Tonny. 2003. Materi Kuliah Pengembangan Masyarakat. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Rahman, Aditya. 2009a. Evaluasi Tanggung Jawab Sosial PT HOLCIM Indonesia Tbk (Studi Kasus Baitul Maal Wa Tamwil Swadaya Pribumi, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). [skripsi]. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Rahman, Reza. 2009b. CSR Antara Teori dan Kenyataan. Yogyakarta. MedPress Rosyida,
Isma. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Menyelenggarakan Program CSR dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan (Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat). [skripsi]. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Rudito, Bambang dan Arif Budimanta. 2003. Metode dan Teknik Pengelolaan Community Development. ICSD : Jakarta. Samroni, Imam. 2007. Rakyat dalam “Good Corporate Governance”: Posisi, Relasi dan Skema Keadaban. Jurnal Studi Agama Millah, Vol. VII No. 1, Agustus 2007. Septiani, Melly dkk. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan (Studi Kasus Kelurahan Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang). http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10255Paper.pdf di akses pada tanggal 4 Desember 2010 pukul 12.56 Sitorus, Felix. 1998. Penelitian Kualitatif “Suatu Perkenalan. Kelompok dokumentasi Ilmu-Ilmu sosial untuk Laboratorium Sosiologi, Antropologi dan Kependudukan”. Jurusan Ilmu Sosial Dan Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Soemanto, Bakdi dkk. 2007. Sustainable Corporate Implikasi Hubungan Harmonis Perusahaan dan Masyarakat. PT. Semen Gersik (persero) Tbk: Gersik.
77
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kejian Strategis Pembanguna Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. PT Refika Aditama: Bandung Sukanda, Sonny, dkk. 2007. Membumikan Bisnis Berkelanjutan Memahami Konsep dan Praktik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Indonesia Business Links: Jakarta. Susanti, Lussi. 2009. Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dalam Pelaksanaan CSR ( Studi Kasus Perushaan Geothermal di Kecamatn Sukabumi, Provinsi Jawa Barat). [skripsi]. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Susanto, A. B. 2009. Reputation-Driven Corporate Social Resonsibility Pendekatan Strategic Management dalam CSR. Esensi: Jakarta. Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR Corporate Social Responsibility. Fascho Publishing: Gersik.
78
LAMPIRAN
79
Lampiran 1. Daftar Nama Anggota Kelompok LKMS Kartini di Desa Cihamerang NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
NAMA
Tita Cicih Juju Julaeha Susi Susilawati Yeni Artisah Rumnati Uun Pipih Setianingsih Ipon Yayat Yeni Nunung Sarnah Rumnasih Rohayati Iim Ayum Nemi Yeni Eli Marsih Murti Enas Marsih Ati Adah Ida Erum Uun Ipah Ion Eem Nurpitriyana Yoyoh Iis.B Iyon Jumriah Yuyu Wahyunie Eneng Nining(Lili) Yayat maryati Hami Juarsih Ihat
JENIS USAHA
Dagang Dagang Dagang Keliling Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Keliling Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Keliling Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Tani Dagang Dagang Dagang Ternak Ternak Tani Tani Tani Tani Tani Tani Tani Dagang + Tani Dagang Tani Dagang Dagang Warung Dagang Tani Tani
ALAMAT
RT.02/02 Pajagan RT.02/01 Pajagan RT.02/01 Pajagan RT.05/02 Pajagan RT.05/02 Pajagan RT.02/02 Pajagan RT.06/02 Pajagan RT.06/02 Pajagan RT.02/01 Pajagan RT.07/03 Pasir Haur RT.04/02 Pajagan RT.04/02 Pajagan RT.04/02 Pajagan RT.04/02 Pajagan RT.04/02 Pajagan RT.02/03 Pasir Haur RT.06/03 Pasir Makam RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.01/03 Pasir Haur RT.03/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.03/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.02/03 Pasir Haur RT.07/03 Pameungpeuk RT.02/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Cibeureum RT.03/01 Pameungpeuk RT.02/01 Pameungpeuk RT.07/01 Pameungpeuk RT.07/01 Pameungpeuk RT.07/02 Pameungpeuk RT.07/01 Pameungpeuk
80 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Iis.A Nani Acih Yayah Mawar Suarti Diyah Nina Marlina Ala Ikah Sulastri Rita Arsih Eka Susanti Emis Nining Sukarmi Ocah Erna Ipah.B Kokom komalasari Otih Yayah.B Lilis Neng Iceu Iin Surtinah Dede Sri D Eka Rani Budiarti Ulang Isah Karsih bin Awit Nining
Tani Tani Tani Tani Warung Tani Dagang (Pulsa) Tani Tani Dagang Dagang Dagang Warung Tani Dagang Tani Warung Tani Tani Dagang Dagang Dagang Dagang Tani Tani Dagang Dagang Dagang Dagang Dagang Tani
RT.07/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.02/01 Pameungpeuk RT.07/01 Pameungpeuk RT.01/01 Pameungpeuk RT.07/01 Pameungpeuk RT.18/03 Kebon Genep RT.02/01 Pameungpeuk RT.02/03 Pasir Haur RT.023/01 Pameungpeuk RT.02/03 Pasir Haur RT.02/01 Pameungpeuk RT.02/01 Pameungpeuk RT.03/01 Pameungpeuk RT.02/01 pamengpeuk RT.07/01 pamengpeuk RT.02/01 pamengpeuk RT.07/01 pamengpeuk RT.03/01 pamengpeuk RT.02/01 pamengpeuk RT.03/01 pamengpeuk RT.06/02 Pajagan RT.06/02 Pajagan RT.02/01 pamengpeuk RT.02/01 pamengpeuk RT.05/01 pamengpeuk RT.02/03 pamengpeuk RT.03/01 pasir haur RT.01/01 pamengpeuk
81
Lampiran 2. Data Responden yang Mengikuti LKMS Kartini di Desa Cihamerang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Nama Yayat Marryati Nemi Suwardani Ida Royani Adah Jubaedah Julaeni Rum Atik Ayum Sukarmi Ipah Iis Yayah Hamiyati Otih Ocah Sumiati Rita Eka Susanti Iis C Yayah Ihat Erna Sulastri Ala Ion
Pekerjaan Rumah Tangga Dagang Dagang Kayu Ternak Ayam Penjaga Rental Ojek Kuli Dagang Bakso Dagang Bakso PNS Cuci Dan Paud Sekdes Buruh Tani Dagang Tani Sayur Tani Kebun Sendiri Buruh Tani Supir Angkot Tukang Cuci Tani Tanah Sendiri Jual Kayu Serabutan Pembantu Rumah Tangga Buruh Tani
Pendapatan 2100000 1000000 10000000 1700000 900000 1200000 900000 9000000 5300000 150000 2500000 450000 1350000 300000 1950000 1150000 2700000 90000 610000 530000 1000000 400000 1200000
Pengeluaran 600000 700000 200000 100000 300000 600000 800000 1500000 900000 50000 2000000 450000 750000 900000 30000 450000 600000 15000 15000 300000 450000 450000 750000
Kategori Sosial Non Farm Pengusaha Non Farm Pengusaha Farm Pengusaha Non Farm Buruh Non Farm Buruh Non Farm Buruh Non Farm Pengusaha Non Farm Pengusaha Non Farm Buruh Non Farm Buruh Non Farm Buruh Farm Buruh Non Farm Pengusaha Farm Pengusaha Farm Pengusaha Farm Buruh Non Farm Buruh Non Farm Buruh Farm Pengusaha Non Farm Pengusaha Non Farm Buruh Non Farm Buruh Farm Buruh
82
24 25 26 27 28 29 30
Neng Lis Karuna Acih Nining Siti Masitoh Rina Sri Damayanti Nanik
Pegawai Toko Tani Tanah Kehutanan Tani Tanah Sendiri Buruh Chevron Wiraswasta Tani Tanah Sendiri Supir
900000 1000000 750000 2300000 600000 2000000 800000
1500000 25000 750000 900000 600000 1000000 600000
Non Farm Buruh Farm Buruh Farm Pengusaha Non Farm Buruh Non Farm Pengusaha Farm Pengusaha Non Farm Buruh
83
Lampiran 3. Hasil Pengolahan Data Responden Mengenai Pendapatan dan Pengeluaran Sesudah Mengikuti LKMS Kartini Rata-Rata Pengeluaran dan Pendapatan Pengusaha Pertanian No Nama Pendapatan Pengeluaran 1 Ida Royani 10000000 200000 2 Ocah 300000 900000 3 Sumiati 1950000 30000 4 Yayah 610000 15000 5 Nining 750000 750000 6 Sri Damayanti 2000000 1000000 Rata-Rata Pengeluaran Dan Pendapatan Pengusaha Pertanian 2601666.667 482500
Rata-Rata Pengeluaran dan Pendapatan Pengusaha Non Pertanian No Nama Pendapatan Pengeluaran 1 Yayat Maryati 2100000 600000 2 Nemi Suwardani 1000000 700000 3 Atik 900000 800000 4 Otih 1350000 750000 5 Ihat 530000 300000 6 Rina 600000 600000 7 Ayum 9000000 1500000 Rata-Rata Pengeluaran dan Pendapatan Non Farm Pengusaha 2211428.571 750000
Rata-Rata Pengeluaran dan Pendapatan Buruh Tani No Nama Pendapatan Pengeluaran 1 Yayah Hamiyati 450000 450000 2 Rita 1150000 450000 3 Ion 1200000 750000 4 Acih 1000000 25000 Rata-Rata Pengeluaran Dan Pendapatan Buruh Tani 950000 418750
84
Rata-Rata Pengeluaran dan Pendapatan Buruh Non Tani No Nama Pendapatan Pengeluaran 1 Adah Jubaedah 1700000 100000 2 Julaeni 900000 300000 3 Rum 1200000 600000 4 Sukarmi 5300000 900000 5 Ipah 150000 50000 6 Iis 2500000 2000000 7 Eka Sulastri 2700000 6000000 8 Ala 500000 450000 9 Neng Lis K 870000 1500000 10 Siti Masitoh 2300000 900000 11 Nanik 800000 600000 12 Iis C 900000 15000 13 Erna Sulastri 1000000 450000 Rata-Rata Pengeluaran Dan Pendapatan Buruh Non Tani 1601538.462 1066538.462
85
Lampiran 4. Data Responden Sebelum Mengikuti LKMS Kartini No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama Ana Ida Royani Sayi Iyen Eka Susanti Cucun Omay Mamah Diara Mimin Ela Dede Asih Suryati Neneng Atik Aihroswati
Pekerjaan Dagang Bakso Pegawai Restoran Tani Padi Kuli Bangunan Tani Tanah Sendiri Tani Dagang Tani Buruh Tani Buruh Masak Tani Tanah Sendiri Buruh Buruh Tani Buruh Tani Tani Tani Tanah Sendiri
Pendapatan 1200000 1200000 125000 500000 1050000 14500000 550000 350000 990000 350000 1550000 2000000 300000 450000 650000 350000 1450000
Pengeluaran 600000 600000 100000 500000 300000 6000000 450000 450000 400000 30000 900000 1000000 20000 20000 750000 25000 450000
Kategori Sosial Non Farm Pengusaha Non Farm Buruh Farm Buruh Non Farm Buruh Farm Pengusaha Farm Pengusaha Non Farm Pengusaha Farm Buruh Non Farm Buruh Farm Buruh Non Farm Buruh Farm Pengusaha Non Farm Buruh Farm Buruh Farm Buruh Farm Buruh Farm Pengusaha
86
Lampiran 5. Hasil Pengolahan Data Responden Mengenai Pendapatan dan Pengeluaran Sebelum Mengikuti LKMS Kartini Rata-Rata Pendapatan dan Pengeluaran Pengusaha Pertanian No Nama Pendapatan Pengeluaran 1 Eka Susanti 1050000 300000 2 Cucun 14500000 6000000 3 Dede 2000000 1000000 4 Aihroswat 1450000 450000 Rata-Rata Pendapatan dan Pengeluaran Pengusaha Pertanian 4750000 1937500
Rata-Rata Pendapatan dan Pengeluaran Pengsusaha Non Pertanian No
Nama 1 Ana 2 Omay Rata-Rata Pendapatan dan Pengeluaran Pengsusaha Non Pertanian
Pendapatan Pengeluaran 1200000 600000 550000 450000 875000
525000
Rata-Rata Pendapatan dan Pengeluaran Buruh Tani No Nama Pendapatan Pengeluaran 1 Sayi 125000 100000 2 Mamah 350000 450000 3 Mimin 350000 30000 4 Suryati 450000 20000 5 Neneng 650000 750000 6 Atik 350000 25000 Rata-Rata Pendapatan dan Pengeluaran Buruh Tani 379166.6667 229166.6667
87
Rata-Rata Pendapatan dan Pengeluaran Buruh Non Tani No Nama Pendapatan Pegeluaran 1 Ida Royani 1200000 600000 2 Iyen 500000 500000 3 Diara 990000 400000 4 Ela 1550000 900000 5 Asih 300000 30000 Rata-Rata Pendapatan Dan Pengeluaran Buruh Non Tani 908000 486000
88
Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data Responden Korelasi antara Tingkat Partisipasi dengan Kondisi Fisik dan Fasilitas Bangunan Your trial period for SPSS for Windows will expire in 14 days. NONPAR CORR /VARIABLES=Partisipasi keadaan fisik dan fasilitas bangunan /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE .
Nonparametric Correlations Correlations Keadaan Fisik dan Fasilitas Bangunan
Partisipasi Spearman's rho
Partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.074
.
.698
30
30
Correlation Coefficient
.074
1.000
Sig. (2-tailed)
.698
.
30
30
Sig. (2-tailed) N Keadaan Fisik dan Fasilitas Bangunan
N
89
Lampiran 7. Hasil Pengolahan Data Partisipasi Responden Terhadap Pelaksanaan LKMS Kartini Jumlah Rata-Rata Partisispasi Pada Kategori Sosial Pengusaha Pengusaha Pertanian No
Nama 1 2 3 4 5 6
Jumlah
Ida Royani Ocah Sumiati Yayah Nining Sri Damayanti Rata-Rata
8 8 3 4 9 7 6,5
Jumlah Rata-Rata Pertisipasi Pada Kategori Sosial Pengusaha Non Pertanian No
Nama 1 2 3 4 5 6 7
Jumlah
Yayat Maryati Nemi Suwardani Atik Otih Ihat Rina Ayum Rata-Rata
8 7 9 6 5 10 10 7,86
Jumlah Rata-Rata Partisipasi Pada Kategori Sosial Buruh Tani No 1 2 3 4
Nama Yayah Hamiyati Rita Ion Acih Rata-Rata
Jumlah 3 5 3 8 4,75
90
Jumlah Rata-Rata Partisipasi Pada Kategori Sosial Buruh Non Tani No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Nama Adah Jubaedah Julaeni Rum Sukarmi Ipah Iis Eka Sulastri Ala Neng Lis K Siti Masitoh Nanik Iis C Erna Sulastri Rata-Rata
Jumlah 6 7 9 5 9 7 6 3 6 6 7 6 9 6,62
91 Lampiran 8. Indeks Komposit Keadaan Fisik dan Fasilitas Bangunan Sesudah dan Sebelum Mengikuti LKMS Kartini Sebelum
no 1 2 3 4
kategori sosial pengusaha pertanian pengusaha non pertanian buruh tani buruh non tani
(n)
1
2
3
taraf hidup 5
4
6
7
8
total
6
2
33%
27
1
17%
53
1
17%
31
4
67%
39
6
100%
30
1
17%
37
1
17%
44
5
83%
32
293
7 4
4 0
57% 0%
47 0
0 0
0% 0%
0 0
1 0
14% 0%
26 0
3 0
43% 0%
25 0
6 2
86% 50%
26 15
2 0
29% 0
63 0
1 0
14% 0
36 0
6 1
86% 25%
34 10
257 25
13
4 10
31% 121%
26
2 3
15% 32%
47
3 4
23% 54%
42
8 15
62% 172%
36
13 27
100% 336%
30
0 3
0 46%
0
1 3
8% 39%
21
8 20
62% 256%
24
226 1056%
Sesudah kategori sosial
no
1 1 2 3 4
pengusaha pertanian pengusaha non pertanian buruh tani buruh non tani
taraf hidup 5
(n) 2
3
4
6
7
total
8
6
3
50%
36
1
17%
53
1
17%
31
3
50%
27
6
100%
26
1
17%
31
5
83%
40
6
100%
27
271
7 4
4 0
57% 0%
41 0
0 0
0% 0%
0 0
1 0
14% 0%
26 0
4 0
57% 0%
31 0
6 4
86% 100%
22 26
2 0
29% 0%
54 0
4 0
57% 0%
27 0
6 4
86% 100%
23 27
224 53
13
4 11
31% 138%
22
2 3
15% 32%
47
3 4
23% 54%
42
10 17
77% 184%
42
13 29
100% 386%
26
1 4
8% 54%
15
9 18
69% 209%
33
11 27
85% 371%
23
250 1428%
92
Lampiran 9. Panduan Pertanyaan PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DEPARTEMENT Informan: LKMS Kartini
Hari/tanggal wawancara Lokasi wawancara Nama dan umur informan Jabatan 1. 2. 3. 4.
: : : :
Bagaimana pertama kali LKMS Kartini terbentuk? Apakah tujuan LKMS Kartini didirikan? Apakah Visi dan Misi LKMS Kartini? Pada tahap perencanaan apakah melibatkan masyarakat setempat? Jika tidak, kenapa? 5. Bagaimana tahap implementasi LKMS Kartini dilakukan? 6. Bagaimana tahap evaluasi LKMS Katini dilakukan? 7. Bagaimana pelaporan dilakukan oleh LKMS Kartini? 8. Bagaimana pandangan LKMS Kartini terhadap Chevron Geothermal Salak,Ltd? 9. Bagaimaa caranya untuk menjadi anggota LKMS Kartini? 10. Bagaimana tindakan LKMS Kartini jika terdapat anggota yang membayar tidak sesuai dengan waktu penagihan? 11. Apakah dari pihak manager LKMS Kartini turun langsung ketempat anggotaanggota LKMS Kartini? 12. Bagaimana cara sosialisai LKMS Kartini kepada masyarakat yang akan menjadi anggota? 13. Apakah keberadaan LKMS Kartini sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kecamatan Kabandungan khususnya Desa Cihamerang?
93 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DEPARTEMENT Informan: Pihak Perushaan Geothermal Hari/tanggal wawancara : Lokasi wawancara : Nama dan umur informan : Jabatan : 1. Apakah visi dan misi serta tujuan Perusahaan Geothermal? 2. Apakah definisi CSR menurut Perushaan Geothermal? 3. Apakah visi dan misi serta tujuan pelaksanaan CSR oleh Perusahaan Geothermal? 4. Apakah visi dan misi serta tujuan Perusahaan Geothermal memiliki keterkaitan dan mendukung implementasi program CSR? 5. Bagaimana pengaruh UUPT pasal 74 dalam melaksanakan CSR? 6. Bagaimana pandangan dan kebijakan perusahaan terhadap CSR? 7. Bagaimana pengaruh stakeholder internal dan eksternal dalam kebijakan CSR perusahaan? 8. Bagaimana posisi struktural CSR dalam perusahaan? Berada dibawah apa? Dan terdiri dari berapa orang bagian CSR? Mengapa? 9. Apa bentuk, jenis, dan program CSR yang selama ini dilaksanakan perusahaan? 10. Bagaimana mekanisme survei dalam melaksanakan CSR disuatu tempat? Berapa lama? Dibantu dengan siapa? 11. Cara apa saja yang biasa digunakan dalam mencari kebutuhan masyarakat? Kendala apa saja yang dialami saat hendak melaksanakan CSR di suatu tempat? 12. Berasal dari mana dana untuk melaksanakan CSR? Berapa persen dana yang dialokasikan? Apakah setiap tahunnya sama ataukah tidak? Mengapa? 13. Apakah terdapat anggaran khusus untuk pelaksanaan program CSR dari Perusahaan Geothermal setiap tahunnya? 14. Bagaimana mekanisme persetujuan perencanaan program CSR oleh perusahaan agar dapat diimplementasikan? 15. Program apa saja yang pernah dilakukan oleh perusahaan? Kapan? Apa namanya? Apa saja bentuk programnya? Dimana dan siapa sasarannya? 16. Apakah program yang dijalankan telah sesuai dengan tujuan perusahaan sebelumnya? 17. Sektor apa saja yang menjadi prioritas atau sering dilakukan perusahaan dalam menjalankan CSR? Mengapa? 18. Apakah ada pihak yang membantu/bermitra dalam pelaksanaan CSR? Siapa dan mengapa? 19. Bagaimana cara perusahaan menilai tingkat keberhasilan program CSR yang dilaksanakan?
94
Lampiran 10. Kuesioner KUESIONER PENELITIAN Keefektifan Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal dalam meningkatkan Taraf Hidup KomunitasPedesaan
Responden Yang Saya Hormati, Terimakasih atas partisipasi Anda menjadi salah satu responden penelitian ini. Kuesioner ini merupakan salah satu instrument penelitian yang dilakukan oleh: Nama NRP Fakultas/Departemen
: Nyimas Nadya Izana : I34070027 : Fakultas Ekologi Manusia/Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor Saya menjamin kerahasiaan identitas Anda. Bacalah baik-baik dan jawablah dengan jujur setiap pertanyaan di bawah ini. I. Identitas Pribadi 1. Nama 2. 3. 4. 4.
Jenis Kelamin Usia Jumlah Kelurga Agama
5.
Pekerjaan Umum
6. 7.
Pedapatan/Bulan Pendidikan Terakhir
8. Status Keanggotaan
Diisi oleh Responden 1. Laki-Laki ………… Tahun
2. Perempuan
1. Islam 4. Hindu 2. Katolik 5. Budha 3. Peotestan 1. Petani dengan tanah sendiri 2. Buruh tani 3. Pegawai Negeri 4. TNI/Polri 5. Pengusaha dengan pengelola sendiri 6. Mengelola usaha orang lain 7. Lainnya……………… Rp………………….. 1. TK/SD 4. S1 2. SMP/SMA/SMK 5. S2/S3 3. Akademik/Diploma 6. Lainnya………………. 1. Pengurus 2. Anggora Luar Biasa Lama anggota: ………. Bulan
3. Anggota 4. Bukan Anggota
95 a. Manajemen Program 9. 10. 11.
12.
13. 14.
15. 16.
17.
18 19.
20. 21.
Sosialisasi 1. Ya (jika ya, lanjutkan ke pertanyaan berikutnya) 2. Tidak 1. Ya, jelaskan……………… 2. Tidak 1. Pihak Chevron Geothermal Salak, Ltd 2. Tokoh Masyarakat 3. Pemerintah Desa 4. Tetangga/Krabat 5. Tahu Sendiri 6. Lainnya………………….. Sejak kapan anda mengetahui 1. ≤ 1 bulan tentang LKMS Kartini? 2. 1-3 bulan 3. 3-5 bulan 4. > 5 bulan Apakah anda pernah 1. Ya (jika ya, lanjutkan ke pertanyaan berikutnya) mengikuti sosialisasi 2. Tidak mengenai LKMS Kartini? Apakah menurut anda 1. Ya sosialisasi LKMS Kartini 2. Tidak sudah sesuai dengan kebutuhan? Apakah anda menyukai cara 1.Ya,jelaskan…………………………………….. sosialisasi LKMS Kartini? 2.Tidak, jelaskan…………………………………. Tahap Perencanaan Apakah anda diberi 1. Ya kesempatan untuk terlibat 2.Tidak, jelaskan…………………………………. dalam proses perencanaan pendirian LKMS Kartini Apakah anda ikut serta dalam 1. Ya menganalisis permasalahan 2. Tidak yang dihadapi Desa Cihamerang? Apakah anda ikut serta dalam 1. Ya perencanaan pendirian 2. Tidak LKMS Kartini? Apakah anda ikut 1. Ya memberimasukkan atau 2. Tidak pendapat dalam perencanaan pendirian LKMS Kartini Tahap Implementasi Apakah menurut anda LKMS 1. Ya Kartini sesuai dengan 2. Tidak kebutuhan? Apakah anda ikut serta dalam 1. Ya pelaksanaan LKMS Kartini? 2. Tidak Apakah anda mengetahui adanya LKMS Kartini? Apakah anda memahami tentang LKMS Kartini? Darimana anda mengetahui tentang LKMS Kartini?
96 22.
23. 24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Apakah anda mengajak anggota keluarga yang lain dalam pelaksanaan LKMS Kartini? Apakah anda ikut serta dalam memanfaatkan fasilitas LKMS Kartini? Apakah anda mengajak anggota keluarga yang lain dalam pemanfaatan fasilitas LKMS Kartini? Apakah menurut anda LKMS Kartini dapat memberikan keuntungan bagi rumah tangga anda? Pelaksanaan LKMS Kartini telah membantu masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup rumah tangga? Pelaksanaan LKMS Kartini telah membantu masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rumah tangga? Kerjasama antara warga masyarakat dengan Perusahaan Geothermal lebih meningkat setelah adanya LKMS Kartini? Apakah setelah program selesai anda dilibatkan dalam pembuatan laporan LKMS Kartini? Adanya LKMS Kartini hubungan dengan Perusahaan Geothermal menjadi lebih baik?
II. Input 31. Sumber Informasi
1. Ya, sebutkan…………………………………. 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya, sebutkan………………………………….. 2. Tidak
Tahap Evaluasi 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak
1. Ya 2. Tidak
Tahap Pelaporan 1. Ya 2. Tidak 1. Ya, jelaskan……………………………….. 2. Tidak, jelaskan…………………………….
Diisi oleh Responden 1. Pihaka Chevron Geothermal Salak, Ltd 2. Tokoh Masyarakat 3. Pemerintah Desa 4. Tetangga/Krabat 5. Tahu Sendiri 6. Lainnya…………………..
97 32.
33.
34.
35.
Kehadiran dalam rapat
Pendirian/Pembentukan …………. Kali Rutin (Mingguan/Bulanan adalam 1 tahun terakhir …….. Kali Akhir Tahun ……… Kali Kelengkapan Persyaratan Kartu identitas WNI (paling sering dalam satu tahun terakhir) 1. KTP 2. SIM 3. Paspor Jaminan (paling sering dalam satu tahun terakhir) 1. Ternak 4. Sertifikat tanah/rumah 2. Emas 5. Lainnya……. 3. BPKB Kepemilikan usaha 1. Tani 2. Berdagangan 3. Jasa 4. Industri kecil 5. Lainnya……. Administrasi Rp………………….. Simpanan pokok Rp………………….. Biaya yang harus Simpanan wajib Rp………………….. dikeluarkan Zakat Rp………………….. Pajak Rp………………….. Status pengembalian kredit Lunas Rp………………….. terakhir Menunggak Rp…………………..
III. Output 36. Layanan yang digunakan (paling sering dalam satu tahun) 37. Sistem Pembiayaan
38. 39.
Cicilan/minggu Jangka waktu kredit
IV. Outcome 40. Penghasilan/bulan 41. Pendapatan Usaha . Impact Kondisi Fisik dan Fasilitas Bangunan 42. Luas lantai hunian
Diisi oleh Responden 1. simpanan ummat 4. Simpanan pelajar 2. simpanan sahara 5. Simpanan qurban 3. simpanan pendidikan 1. Murabahah (Jual-Beli) 2. Mudharabah (Bagi-Hasil) 3. Ijarah (Sewa) 4. Rahn (Gadai) Rp…………………. …………………….. Minggu Diisi oleh Responden Rp……………………………….. Omset Rp……………………… Keuntungan Rp……………………… Diisi oleh Responden Sebelum
………………………m²
Sesudah ……………………….m²
98 43.
Jenis lantai terluas
44.
Jenis dinding terluas
45.
Fasilitas MCK
46.
Sumber penerangan
47.
Sumber air minum
48.
Bahan bakar untuk memasak
49.
Barang yang dimiliki
1. Tanah 2. Bambu 3. Kayu murah 4. Kramik 5. Lainnya……. 1. Rumbia 4. Tembok 2. Bambu 5. Lainnya.. 3. Kayu 1. Sendiri 2. Bersama 3.Umum 4. Tidak Ada 1. Listrik PLN 2. Listrik non-PLN 3. Petromak 4. Obor/senter 5. Lainnya…. 1. Air dalam Kemasan 2. Pompa 3. Sumur 4. Mata air 5. Sungai 6. Lainnya………… 1. Listrik 2. Gas 3. Minyak Tanah 4. Kayu Bakar 5. Lainnya………
1. Tanah 2. Bambu 3. Kayu murah 4. Kramik 5. Lainnya……. 1. Rumbia 4. Tembok 2. Bambu 5. Lainnya… 3. Kayu 1. Sendiri 2. Bersama 3.Umum 4. Tidak Ada 1. Listrik PLN 2. Listrik non-PLN 3. Petromak 4. Obor/senter 5. Lainnya….. 1. Air dalam Kemasan 2. Pompa 3. Sumur 4. Mata air 5. Sungai 6. Lainnya…………… 1. Listrik 2. Gas 3. Minyak Tanah 4. Kayu Bakar 5. Lainnya…………
1. Radio 2. Televisi 3. Komputer 4. Lemari es 5. Telepon genggam 6. Sepeda motor 7. Mobil
1. Radio 2. Televisi 3. Komputer 4. Lemari es 5. Telepon genggam 6. Sepeda motor 7. Mobil
99
Lampiran 11. Sketsa Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi Tahun 2010
100
Lampiran 12. Data Kependudukan Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi Tahun 2010