II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Belajar bukan hanya sekedar mengetahui, tetapi juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang. Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa yang bersifat individual yakni peristiwa terjadinya perubahan tingkah laku sebagai dampak dari pengalaman individu. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2).
Siswa akan memperoleh pengetahuan dengan melakukan kegiatan belajar sendiri, guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran sehingga siswa lebih aktif dalam belajar dan pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pandangan Ilmu Jiwa Modern (Sardiman, 2003: 99) yang menyatakan bahwa guru bertugas menyediakan bahan pelajaran, tetapi yang mengolah dan mencerna adalah para siswa, sehingga yang aktif dan mendominasi aktivitas belajar adalah siswa.
9 Belajar boleh dikatakan juga sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia (id-ego-super ego) dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep, ataupun teori. Hal ini menyatakan bahwa proses interaksi itu adalah proses internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar dan dilakukan secara aktif dengan segenap panca indera ikut berperan (Sardiman, 2003: 22).
Pembelajaran kooperatif yang disebut dengan pembelajaran gotong royong adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dimana dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator (Lie, 2002: 12).
Menurut Eggen and Kauchak (dalam Trianto 2007: 42), pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini berarti pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasari oleh falsafah homo socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial (Djamarah dan Zain, 1996: 63). Kegiatan belajar mengajar siswa dalam kelas kooperatif adalah belajar bersama dalam kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan akademik yang beragam. Pada penerapan pembelajaran kooperatif ini siswa akan belajar dalam kelompok kecil, saling membantu untuk memahami suatu pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai hasil belajar maksimal.
Menurut Damon dan Murray (Slavin, 2008: 117) interaksi siswa dalam kelompok terutama proses penularan pengetahuan dari siswa yang pandai ke siswa yang kurang pandai dan hal yang sering dilakukan maka akan membawa dampak positif
10 bagi prestasi belajar siswa. Oleh karena itu seorang pendidik atau guru harus dapat mensiasati fenomena ini dengan menerapkan model pembelajaran yang bersifat kooperatif, karena pembelajaran ini selain unggul dalam membuat siswa memahami konsep-konsep sulit, model kooperatif juga dapat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kerjasama.
Model kooperatif adalah pembelajaran yang melibatkan unsur siswa itu sendiri sehingga siswa dapat berinteraksi dalam menyelesaikan tugas-tugas yang sulit dan setiap anggota saling memunculkan pemecahan masalah dengan selektif dalam masing-masing kelompok, selain itu siswa juga saling mengajar sesama siswa lainnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Bahkan, banyak peneliti menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru (Lie, 2002: 31). Hal ini disebabkan oleh latar belakang pengalaman dan pengetahuan para siswa yang lebih mirip satu sama lainnya dibandingkan dengan skemata guru. Lie (2002: 31) mengemukakan bahwa terdapat lima unsur dasar kooperatif yang harus diterapkan yaitu : 1) 2) 3) 4) 5)
Saling ketergantungan positif Tanggung jawab perseorangan Tatap muka Komunikasi antar anggota Evaluasi proses kelompok.
Usaha yang dilakukan agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan, dan siswa dapat bekerja secara produktif dalam kelompok, adalah siswa perlu diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif
11 tersebut berfungsi untuk melancarkan peranan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antaranggota kelompok, sedangkan peranan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok.
Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatih keterampilanketerampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga keterampilan-keterampilan tanya-jawab (Ibrahim dalam Trianto, 2007: 45). Selanjutnya Ahmadi (2005: 63) menuliskankan bahwa : Keunggulan kooperatif adalah: (1) Melatih keterampilan intelektual, (2) Siswa terlibat secara langsung, (3) Saling tukar menukar informasi, (4) Melatih komunikasi dan keterampilan kerjasama. Kelemahan metode kooperatif (1) Latar belakang pengetahuan kematangan harus sama, (2) Menyita waktu lama, (3) Tergantung dengan kesiapan guru dalam menyiapkan diskusi, (4) Menuntut kesanggupan guru untuk mengontrol secara teliti keterlibatan siswa.
Arends (dalam Trianto 2007: 47) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) 2) 3) 4)
Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang dan rendah; Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Ibrahim (dalam Trianto 2007: 49) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dilakukan melalui enam langkah/fase, seperti yang terlihat dalam Tabel 1.
12 Tabel 1. Enam fase dalam model pembelajaran kooperatif Langkah/Fase
Kegiatan Guru
Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar Guru menyajikan informasi kepada siswa lewat bahan bacaan Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok belajar agar melakukan transisi secara efisien Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari / masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Fase 2 Menyajikan informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompokkelompok kooperatif Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase 5 Evaluasi
Fase 6 Memberikan penghargaan
B. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Think Pair Share (TPS) adalah bagian dari pembelajaran kooperatif yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor Frank Lyman di Universitas Meryland pada tahun 1981 dan diadopsi oleh banyak penulis.
TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pembelajaran yang kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. Prosedur pembelajaran yang digunakan dalam TPS ini dapat memberikan lebih banyak waktu kepada siswa untuk berfikir, untuk merespon dan saling membantu satu sama lain. TPS memiliki keunggulan dibanding dengan
13 metode tanya jawab, karena TPS mengedepankan aspek berfikir secara mandiri, tanggung jawab terhadap kelompok, kerjasama dengan kelompok kecil, dan dapat menghidupkan suasana kelas (Nurhadi dan Senduk, 2004: 67).
TPS dapat mengoptimalisasikan partisipasi siswa. Siswa diberi kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Waktu berfikir akan memungkinkan siswa untuk mengembangkan jawaban. Siswa akan dapat memberikan jawaban yang lebih panjang dan lebih berkaitan. Jawaban yang dikemukakan juga telah difikirkan dan didiskusikan. Siswa akan lebih berani mengambil resiko dan mengemukakan jawabannya di depan kelas karena mereka telah “mencoba” dengan pasangannya. Proses pelaksanaan TPS akan membatasi munculnya aktivitas siswa yang tidak relevan dengan pembelajaran karena siswa harus mengemukakan pendapatnya, minimal pada pasangannya (Lyman, 2002: 2).
Prinsip kerja dari TPS adalah sebagai berikut : 1. Saling ketergantungan positif Para siswa mampu belajar dari pasangan masing-masing 2. Tanggung-jawab individu Setiap siswa bertanggung jawab pada gagasannya karena akan dipaparkan pada pasangannya dan pada seluruh kelas. 3. Kesempatan yang sama bagi tiap siswa Masing-masing siswa mempunyai suatu kesempatan sama untuk berbagi (mengemukakan pendapat) dengan pasangannya dan pada seluruh kelas.
14 4. Interaksi bersama Siswa aktif dalam mengemukakan pendapat dan mendengarkan sehingga menciptakan interaksi tingkat tinggi.
Tahapan yang dilakukan dalam menggunakan TPS pada proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Thinking (berpikir) Guru mengajukan pertanyaan atau mengungkapkan suatu permasalahan yang berhubungan dengan materi pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau permasalahan secara mandiri. 2. Pairing (berpasangan) Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan hasil pemikiran atau gagasannya. Interaksi selama periode ini diharapkan siswa dapat berbagi jawaban atau berbagi ide dengan pasangannya untuk kemudian didiskusikan. 3. Sharing (berbagi) Pada tahap ini, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan hasil kelompoknya. Kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik TPS antara lain sebagai berikut : 1. Pendahuluan a. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
15 pada pelajaran tersebut. b. Guru menggali pengetahuan awal siswa melalui pertanyaan yang dapat mengigatkan siswa pada materi sebelumnya. 2. Kegiatan inti a. Guru memasangkan siswa dengan teman sebangkunya yang terdiri dari 2 orang setiap kelompok. b. Guru membagi LKS. c. Guru memberi waktu pada siswa untuk mengerjakan LKS secara mandiri (Thinking). d. Guru meminta siswa untuk mendiskusikan LKS bersama pasangannya (Pairing). e. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka dalam LKS. f. Beberapa kelompok ditunjuk untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka (Sharing). g. Guru memberi penguatan atas kesimpulan yang telah didapat dari diskusi. h. Guru meminta siswa mengerjakan soal evaluasi. i. Guru bersama siswa membahas soal. (Mahmuddin. 2010)
3. Penutup Siswa mengumpulkan LKS, guru menuntun siswa untuk menyimpulkan kembali pembelajaran yang telah mereka pelajari. Prosedur pelaksanaan TPS tersebut dapat membatasi aktivitas siswa yang tidak relevan dengan
16 pembelajaran, serta dapat memunculkan kemampuan atau keterampilan siswa yang positif. Pada akhirnya TPS akan mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir secara terstruktur dalam diskusi mereka dan memberikan kesempatan untuk bekerja sendiri ataupun dengan orang lain melalui keterampilan berkomunikasi.
Singkat dan padatnya aktivitas pada masing-masing tahapan membuat siswa benar-benar merasa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahannya, hal ini memberikan nilai yang positif bahwa pembatasan waktu merupakan salah satu hal yang dapat memotivasi siswa untuk dapat menyelesaikan tugas belajarnya. Pembelajaran kooperatif teknik TPS juga dapat mengatur dan mengendalikan kelas secara keseluruhan, serta memungkinkan siswa untuk mempunyai lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu. Selain itu dengan pembelajaran kooperatif teknik TPS, siswa dapat mempertimbangkan apa yang telah dijelaskan dan dialaminya selama pembelajaran (Trianto, 2007: 61). Tahapan pelaksanaan TPS tersebut efektif dalam membatasi aktifitas siswa yang tidak relevan dengan pembelajaran, serta dapat memunculkan kemampuan dan keterampilan siswa yang positif. Pada akhirnya TPS akan mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir secara terstruktur dalam diskusi mereka dan memberikan kesempatan untuk bekerja sendiri ataupun dengan orang lain melalui keterampilan berkomunikasi.
17 C. Aktivitas Siswa
Saat proses belajar mengajar, aktivitas belajar memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar. Belajar pada dasarnya merupakan aktivitas seseorang yang dapat menyebabkan perubahan pada dirinya. Belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku menjadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar (Sardiman, 2003). Kegiatan pembelajaran terjadi melalui interaksi antara peserta didik di satu pihak dengan pendidik di pihak lain. Pada kegiatan belajar kelompok, interaksi terjadi pula diantara peserta didik. Interaksi inilah yang akan menentukan aktivitas siswa.
Paul D.Dierich dalam Hamalik (2004) mengklasifikasikan aktivitas belajar dalam 8 kelompok yaitu : 1. Visual Activities (kegiatan visual), misalnya membaca, melihat gambar, demonstrasi, percobaan, mengamati orang lain. 2. Oral Activities (kegiatan lisan), misalnya menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi. 3. Listening Activities (kegiatan mendengarkan), misalnya mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik dan pidato. 4. Writing Activities (kegiatan menulis), misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. 5. Drawing Activities (kegiatan menggambar), misalnya menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram. 6. Motor Activities (kegiatan metrik), misalnya melakukan kegiatan, membuat konstruksi, model , mereparasi, bermain, berkebun, berternak. 7. Mental Activities (kegiatan mental), misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8. Emotional Activities , misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.
Aktivitas-aktivitas dalam belajar tersebut dapat dibedakan menjadi aktivitas yang relevan dengan pembelajaran (on task) dan aktivitas yang tidak relevan dengan
18 pembelajaran (off task). Aktivitas yang relevan dengan pembelajaran (on task), contohnya adalah bertanya kepada guru, mengemukakan pendapat, aktif memecahkan masalah, berdiskusi dan bekerjasama. Aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran (off task), contohnya adalah tidak memperhatikan penjelasan guru, mengobrol dengan teman, dan keluar masuk kelas. Keberhasilan siswa dalam belajar tidak terlepas dari aktivitas belajar yang dilaksanakan oleh siswa, untuk siswa yang memiliki prestasi yang tinggi biasanya didukung oleh aktivitas belajar (on task) yang tinggi pula, sebaliknya siswa dengan prestasi rendah disebabkan aktivitas belajar (on task) yang rendah pula. Adapun kaitannya dengan proses pembelajaran banyak teori belajar yang menekankan pentingnya aktivitas siswa dalam belajar. Aktivitas belajar siswa mencakup dua aspek yang tidak dapat dipisahkan, yakni aktivitas mental (emosional, intelektual, sosial) dan aktivitas motorik (gerakan fisik). Kedua aktivitas tersebut saling berkaitan satu sama lainnya, saling mengisi dan menentukan.
Setelah mengikuti proses belajar mengajar, perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dialami siswa dapat diketahui berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh guru. Bagi siswa penilaian dapat memberikan informasi tentang sejauh mana penguasaan konsep yang telah disajikan. Bagi guru, penilaian dapat digunakan sebagai petunjuk mengenai keadaan siswa, materi yang diajarkan, metode yang tepat dan umpan balik untuk proses belajar mengajar selanjutnya. Nilai yang diperoleh setelah proses belajar mengajar ini disebut sebagai hasil belajar.
19 D. Penguasaan Konsep
Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berfikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fakta yang menerangkan banyak pengalaman. Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu apli-kasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik sehingga dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung konsep tersebut.
Penguasaan konsep pada materi pokok ikatan kimia, tata nama senyawa,dan persamaan reaksi sederhana berarti kemampuan menguasai pokok utama yang mendasari keseluruhan dari materi ikatan kimia, tata nama senyawa, dan persamaan reaksi sederhana yang diukur melalui hasil tes penguasaan konsep, sebagai hasil dalam proses pembelajaran.
Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini di dukung oleh Djamarah dan Zain (1996) yang mengatakan bahwa belajar pada hakekatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas. Belajar dituntut juga adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan penguasaan materi. Penguasaan terhadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak melakukan belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran.
20 E. LKS (Lembar Kerja Siswa)
LKS merupakan alat bantu untuk menyampaikan pesan kepada siswa yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Dengan dipergunakannya LKS dalam proses pembelajaran akan memudahkan guru untuk menyampaikan materi pelajaran dan mengefektifkan waktu, serta akan menimbulkan interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Lembar kerja siswa (LKS) juga merupakan salah satu bentuk program yang berlandaskan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu mempercepat tumbuhnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Pada proses pembelajaran, LKS digunakan sebagai media pembelajaran untuk menuntun siswa dalam menemukan konsep dari suatu materi pokok atau submateri pokok mata pelajaran kimia yang sedang disajikan. Melalui LKS siswa dapat mengemukakan pendapat dan mengambil kesimpulan. Maka LKS merupakan salah satu media pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan keaktivan siswa dalam proses pembelajaran.
Kegunaan LKS sebagai sarana pembelajaran dapat digunakan pada bermacammacam metode pembelajaran, termasuk pada pembelajaran kooperatif. LKS pada pembelajaran kooperatif disusun berdasarkan kegunaannya yaitu untuk belajar kelompok secara kooperatif, LKS dalam pembelajaran kooperatif sebaiknya mampu menampung keperluan semua peserta didik untuk bekerja sama dalam kelompoknya. Untuk tujuan ini maka LKS yang akan digunakan pada pembelajaran kooperatif sebaiknya mengandung petunjuk umum pembelajaran kooperatif, tujuan
21 pembelajaran, materi umum pembelajaran, petunjuk dalam diskusi dan materi diskusi. Petunjuk umum pembelajaran kooperatif adalah petunjuk yang dapat membantu, membimbing dan mengarahkan setiap peserta didik untuk bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Dalam hal ini LKS digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Berikut ini adalah uraian mengenai jenis LKS, yaitu: a. LKS eksperimen LKS eksperimen merupakan media pembelajaran yang tersusun secara kronologis agar dapat membantu siswa dalam memperoleh konsep pengetahuan yang dibangun melalui pengalaman belajar mereka sendiri yang berisi tujuan percobaan, alat percobaan, bahan percobaan, langkah kerja, pernyataan, hasil pengamatan, dan soal-soal hingga kesimpulan akhir dari eksperimen yang dilakukan pada materi pokok yang bersangkutan. b. LKS noneksperimen LKS noneksperimen merupakan media pembelajaran yang disusun secara kronologis, dimana hanya digunakan untuk mengkonstruksi konsep pada sub materi yang tidak dilakukan eksperimen. Jadi, LKS non eksperimen dirancang sebagai media teks terprogram yang menghubungkan antara hasil percobaan yang telah dilakukan dengan konsep yang harus dipahami. Siswa dapat menemukan konsep pembelajaran berdasarkan hasil percobaan dan soal-soal yang dituliskan dalam LKS noneksperimen tersebut.