9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan, dari kehidupan manusia, bahkan sejak mereka lahir sampai akhir hayat. Pernyataan tersebut menjadi ungkapan bahwa manusia tidak dapat lepas dari proses belajar itu sendiri sampai kapanpun dan dimanapun manusia itu berada dan belajar juga menjadi kebutuhan yang terus meningkat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut Jean Piaget dalam Bell (1994), belajar adalah: Interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan. Artinya, memahami pengetahuan orang dituntut untuk mengenali dan menjelaskan berbagai cara bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Bruner (Dahar,1989) teori belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Menurut Piaget (Dahar 1989), dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial.
10
Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental atau pola tingkah laku. Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi. a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur. b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan, sedangkan adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Lebih lanjut, Piaget (Dahar, 1989) mengemukakan bahwa asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian ske-
11
mata melainkan perkembangan skemata. Dengan kata lain, asimilasi merupakan salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognitif merupakan pusat penggerak berbagai kegiatan kita, seperti mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya.
12
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa itu. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ideide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner. Menurut Nur (Trianto, 2010) satu prinsip yang penting dalam psikologi pendidikan menurut teori ini adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), agar siswa mampu mengkontruksi pengetahuan maka diperlukan:
13
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, hal ini sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membandingkan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman yang khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkontruksi pengetahuan. 3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain, hal ini akan menimbulkan penilaian siswa terhadap pengalaman dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas ( sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta , konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Nurhadi, Burhan Yasin, dan Senduk (2004). Menurut Trianto (2007): Setiap orang membangun pengetahuannya sendiri, sehingga transfer pengetahuan akan sangat mustahil terjadi. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan, bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa itu lewat pengalamannya. Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; 2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar; 4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa; 6. Guru adalah fasilitator Menurut Suparno (1997) ciri atau prinsip dalam belajar sebagai berikut :
14
1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. 2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus. 3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri. 4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. Pembelajaran penemuan terbimbing merupakan suatu cara penyampaian materi dimana pada proses belajar memungkinkan siswa menemukan sendiri prinsipprinsip dan konsep materi tersebut. Dalam model ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan. Siswa diharapkan terlibat aktif di dalam proses belajarnya dan guru harus memberikan bimbingan untuk mengembangkan pengetahuan siswa. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, guru membantu siswa supaya mempergunakan ide, konsep dan pengetahuan yang sudah siswa pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Model ini dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran penemuan terbimbing selaras dengan pendekatan konstruktivisme yaitu pengetahuan siswa dibangun sendiri melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Menurut teori penemuan terbimbing, belajar adalah kegiatan yang aktif di mana subyek belajar membangun sendiri pengetahuannya. Subyek belajar juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari, Sardiman (2003). Sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut, maka proses mengajar, bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke subyek belajar/siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan subyek belajar merekonstruksi sendiri pengetahuannya. Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subyek belajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan dan menentukan justifikasi. Prinsip penting,
15
berpikir lebih bermakna daripada mempunyai jawaban yang benar atas sesuatu. Karena itu guru dalam hal ini berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu optimalisasi belajar siswa. Secara garis besar, prinsip-prinsip penemuan terbimbing adalah: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial. 2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali melalui keaktifan siswa sendiri untuk menalar. Djamarah dan Zain (1996) berpendapat bahwa dalam sistem belajar ini guru menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk final, tetapi siswa diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri . Guru membimbing siswa dalam proses mencari dan menemukan, selain itu guru juga mengawasi proses tersebut. Apabila siswa mengalami kesulitan, guru membantu siswa dengan memberi pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menemukan prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang dicari. Jadi partisipasi secara aktif sangat diperlukan agar metode penemuan terbimbing ini berhasil. Model pembelajaran penemuan terbimbing selaras dengan pendekatan konstruktivisme yaitu pengetahuan siswa dibangun sendiri melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran penemuan terbimbing terdiri atas tiga kegiatan pembelajaran menurut Roestiyah (2008): 1. Kegiatan awal Menyampaikan indikator pembelajaran kepada siswa. Siswa perlu mengetahui tujuan mengapa mereka harus berperan serta pada pembelajaran tertentu. Siswa juga harus tahu apa yang dapat mereka lakukan setelah pembelajaran itu. Membuat siswa sadar dengan apa yang akan mereka pelajari membantu mereka mem-
16
buat hubungan antara satu materi tertentu dan relevansinya terhadap kehidupan sehari-hari. Kesadaran itu juga akan membantu siswa memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa dan mengaitkannya dengan pembelajaran yang akan diikutinya. Oleh karena itu, guru akan mengeksplorasi kemampuan awal siswa dengan memberikan pertanyaan/masalah yang berkaitan dengan konsep yang akan ditemukan oleh siswa sehingga kegiatan awal ini disebut juga fase eksplorasi. Kegiatan ini selain menyiapkan siswa untuk belajar juga akan memotivasi siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. 2. Kegiatan inti Kegiatan inti disebut juga fase penemuan konsep. Keterlibatan siswa dalam menemukan suatu konsep akan sangat berarti sebagai pengalaman belajar dengan syarat penemuan tersebut di bawah bimbingan dan arahan guru. Proses penemuan konsep ini dilakukan dengan melakukan penyelidikan dan pelatihan terbimbing dengan bantuan media berupa LKS. Pada kegiatan ini terjadi konflik konseptual dalam diri siswa yaitu antara konsep awal yang dimilikinya dengan kenyataan yang dilihat dari penyelidikan yang siswa lakukan. Dari konflik konseptual ini dalam diri siswa akan terbentuk konsep yang sesuai dengan keilmuan. 3. Kegiatan Akhir Kegiatan akhir disebut juga fase aplikasi konsep. Pada fase ini dilakukan evaluasi baik terhadap langkah-langkah penemuan maupun pada pengetahuan siswa, sebagai umpan balik bermakna dan pengetahuan tentang hasil latihannya. Siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan konsep yang sudah mereka temukan untuk mengerjakan latihan soal ataupun mengaplikasikan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tanpa umpan balik, siswa tidak mungkin memperbaiki kesalahannya dan tidak dapat mencapai tingkat penguasaan konsep. Dalam
17
penemuan terbimbing siswa dibiarkan menemukan sendiri atau pengalaman proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Menurut Roestiyah (2008) yang dimaksud dengan proses mental tersebut antara lain ialah mengamati, mencerna, mengerti menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Beberapa keunggulan model pembelajaran penemuan terbimbing (Roestiyah: 2008), antara lain : 1. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa. 2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/ individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. 3. Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa. 4. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing. 5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat. 6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri. 7. Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan. Selain mempunyai kelebihan model penemuan terbimbing juga mempunyai kelemahan, antara lain: (1) Keharusan adanya persiapan mental untuk belajar cara ini. (2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. (3) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional. (4) Mengajar dengan penemuan dipandang lebih mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. (5) Fasilitas yang dibutuhkan mungkin tidak ada. (6) Strategi ini mungkin tidak memberikan siswa kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang ditemukan akan diseleksi lebih dahulu oleh guru. Kelemahan penemuan terbimbing dapat diatasi dengan cara:
18
1. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing agar dapat membantu siswa menemukan suatu konsep 2. Memberikan kesempatan kepada siswa mengajukan gagasan-gagasan meskipun gagasan tersebut belum tepat 3. Suasana harus di buat sedemikian sehingga siswa merasa dirinya dihadapkan pada suatu teka-teki 4. Kegiatan harus berlandaskan objek atau prinsip yang tidak asing bagi siswa 5. Hendaknya pada waktu melakukan kegiatan yang berkaitan dengan konsep baru, guru hendaknya memberikan contoh dan aplikasi dan dirasakan pada kehidupan sehari-hari yang dilihat dan dirasakan oleh anak, sehingga kegiatan tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh anak 6. Guru harus menunjukkan antuisiasme dalam mengemukakan teka-teki dan selama kegiatan berlangsung B. Keterampilan Proses Sains Prosedur yang dilakukan para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam usaha mendapatkan pengetahuan tentang alam biasa dikenal dengan istilah metode ilmiah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para ilmuwan untuk mendapatkan atau menemukan suatu ilmu pengetahuan membutuhkan kecakapan dan keterampilan dasar untuk melakukan kegiatan ilmiah tersebut. Kemampuan dasar tersebut dikenal dengan istilah keterampilan proses IPA/sains. Untuk mengenalkan alam pada siswa, perlu diajarkan bagaimana pengetahuan alam tersebut didapat, dengan melatihkan keterampilan proses IPA pada siswa. Keterampilan proses dapat berkembang pada diri siswa bila diberi kesempatan untuk berlatih menggunakan keterampilan berpikirnya. Dengan keterampilan proses siswa dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk, dan sikap ( Rutherford and Ahlgren, 1990). Menurut Indrawati (1999) dalam Nuh (2010) mengemukakan bahwa KPS merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau
19
teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)". Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. KPS bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa, tetapi dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Menurut Moedjiono dan Dimyati (2002) KPS dapat diartikan sebagai keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang terkait dengan kemampuan-kemampuan mendasar yang telah ada dalam diri siswa Hariwibowo, dkk. (2009) berpendapat bahwa: Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuankemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lamakelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreatifitas. Menurut Esler dan Esler dalam Hartono(2007), KPS dikelompokkan menjadi 2 yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Tabel 1. Indikator KPS Dasar & Terpadu Keterampilan Proses Dasar
Keterampilan Proses Terpadu
Mengamati ( Observasi) Menyimpulkan ( Klasifikasi ) Melakukan Pengukuran
Merumuskan Hipotesis Menyatakan Variabel Mengontrol Variabel
20
Berkomunikasi Menarik Kesimpulan Memprediksi
Mendefinisikan Operasional Eksperimen Menginterpretasi Data Penyelidikan Aplikasi Konsep
Menurut Rezba (Mahmudin, 2010), keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan proses dasar merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berfikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan keterampilan proses yang lebih rumit dan kompleks. KPS yang diukur dalam penelitian ini adalah keterampilan berkomunikasi dan prediksi. 1. Keterampilan Berkomunikasi Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Adapun keterampilan komunikasi menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) adalah sebagai berikut. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan. Grafik, bagan, peta, lambang-lambang, diagram, persamaan matematik, dan demonstrasi visual, sama baiknya dengan kata-kata yang ditulis atau dibicarakan, semuanya adalah cara-cara komunikasi yang seringkali digunakan dalam ilmu pengetahuan. Komunikasi efektif yang jelas, tepat, dan tidak samar-samar menggunakan keterampilan-keterampilan yang perlu dalam komunikasi, hendaknya dilatih dan dikembangkan pada diri siswa. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua orang mempunyai kebutuhan untuk mengemukakan ide, pearasaan, dan kebutuhan lain pada diri kita. Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Mengkomunikasikan dapat
21
diartikan sebagai pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan mengkomunikasikan adalah mendiskusikan suatu masalah, membuat laporan, membaca peta, dan kegiatan lain yang sejenis. Kegiatan berkomunikasi dapat berkembang dengan baik pada diri peserta didik apabila mereka melakukan aktivitas seperti : berdiskusi, mendeklamasikan, mendramatikan, bertanya, mengarang, memperagakan, mengekspresikan dan melaporkan dalam bentuk lisan, tulisan, gambar dan penampilan. Sedangkan menurut Semiawan (1992), keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan untuk menyampaikan hasil penemuannya kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan dapat berupa penyusunan laporan, pembuatan paper, penyusunan karangan, pembuatan gambar, tabel, diagram, dan grafik. Adapun indikator keterampilan komunikasi menurut Indrawati (1999) adalah sebagai berikut: Mengutarakan suatu gagasan. Menjelaskan penggunaan data hasil penginderaan secara akurat suatu objek atau kejadian 3. Mengubah data dalam bentuk tabel kedalam bentuk lainnya misalnya grafik, peta secara akurat. 1. 2.
Menurut Funk dalam Modjiono, dkk (2002) berpendapat bahwa mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan, atau penampilan misalnya dengan berdiskusi, mendeklamasikan, mendramakan, mengungkapkan, melaporkan (dalam bentuk lisan, tulisan, gerak, atau penampilan). Kemampuan komunikasi siswa yang diamati kali ini adalah: berdiskusi aktif, mengutarakan gagasan, mengubah data narasi atau hasil pengamatan ke dalam bentuk tabel dan menjelaskan teori asam basa, menceritakan suatu gambar. 2. Keterampilan Prediksi
22
Prediksi dalam sains dibuat atas dasar observasi dan inferensi yang tersusun menjadi suatu hubungan antara peristiwa-peristiwa atau fakta yang terobservasi. Keterampilan memprediksi merupakan suatu keterampilan membuat/ mengajukan perkiraan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. Apabila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatan untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya maka siswa telah mempunyai keterampilan proses memprediksi. Prediksi merupakan keterampilan meramal tentang sesuatu yang akan terjadi, berdasarkan gejala yang ada. Keteraturan dalam lingkungan kita mengizinkan kita untuk mengenal pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat diamati. Dimyati dan Mudjiono (2002) menyatakan bahwa memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam pengetahuan. C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan sebelumnya tentang model pembelajaran penemuan terbimbing, pada fase eksplorasi siswa diberikan pertanyaan oleh guru yang bertujuan mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan awal siswa yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini, keterampilan prediksi dan berkomunikasi siswa mulai dilatih, karena siswa di ajak un-
23
tuk memprediksikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru sekali-gus dapat mengkomunikasikannya. Selanjutnya pada fase penemuan konsep, siswa dilibatkan untuk menemukan suatu konsep. Proses penemuan konsep ini dilaksanakan dengan melakukan percobaan di bawah bimbingan dan arahan dari guru untuk membuktikan pertanyaan yang diajukan guru sebelumnya di fase eksplorasi. Siswa akan berdiskusi dengan kelompoknya menggunakan LKS untuk menemukan suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya di fase eksplorasi. LKS yang digunakan dalam pembelajaran ini menggunakan LKS berbasis KPS yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkonstruk untuk melatih keterampilan berkomunikasi dan prediksi siswa. Siswa diajak untuk menjawab pertanyaan berdasarkan hasil pengamatan, menyajikan data dalam bentuk tabel atau grafik, menjelaskan data hasil pengamatan, menceritakan suatu gambar tentang peristiwa pelarutan suatu zat, serta memprediksikan apa yang mungkin terjadi dari pola pengamatan yang sudah ada. Dengan diskusi ini, keterampilan berkomunikasi dan prediksi siswa dapat terlatih sehingga siswa akan lebih mudah menemukan konsep. Fase yang terakhir yaitu fase aplikasi konsep. Pada tahap ini, siswa diajak untuk menerapkan pemahaman konsepnya berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari tahap sebelumnya. Siswa mengerjakan soal evaluasi yang ada di LKS untuk melatih keterampilan berkomunikasi dan prediksi siswa. Tahap aplikasi konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar karena siswa dapat mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari. Dengan berpikir apabila pembelajaran penemuan terbimbing diterapkan pada pembelajaran kimia di kelas, diharapkan siswa dapat meningkatkan keterampilan
24
berkomunikasi dan prediksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan keterampilan berkomunikasi dan prediksi yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. D. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: 1. Perbedaan n-Gain keterampilan berkomunikasi dan prediksi siswa semata-mata terjadi karena perbedaan perlakuan dalam proses belajar. 2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan berkomunikasi dan prediksi siswa kelas XI IPA semester genap SMA Al Azhar 3 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012 diabaikan.
E. Hipotesis Umum Dengan berpedoman pada kerangka pikir dan anggapan tersebut di atas, dirumuskan hipotesis umum sebagai berikut : Pembelajaran penemuan terbimbing pada materi asam-basa efektif dalam meningkatkan keterampilan prediksi dan berkomunikasi.