9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Tinjauan Teori dan Konsep
2.1.1
Teori Perdagangan Internasional Menurut Salvatore (1997) perdagangan internasional merupakan bagian
dari ekonomi internasional yang lebih bersifat mikroekonomi yang melihat hubungan antara masing–masing negara sebagai individu yang diperlakukan sebagai unit tunggal dan berhubungan dengan harga relatif atau komoditi. Suatu negara melakukan perdagangan dengan negara lain karena dua alasan. Pertama, karena setiap negara mempunyai perbedaan dalam pemilikan sumberdaya alam dan pengolahannya.
Kedua, karena negara-negara yang
berdagang bermaksud untuk mencapai skala ekonomis (economics of scale). Perbedaan dalam kepemilikan sumberdaya memberi peluang bagi terjadinya perdagangan antar negara dan masing-masing memperoleh keuntungan dari aktivitas perdagangan (Krugman dan Obsvelt, 2000). Perdagangan internasional merupakan dasar dari aktivitas perekonomian dimana terjadi perpindahan secara fisik ataupun non fisik dari satu negara ke negara lainnya. Perdagangan bisa menjadi faktor yang penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara karena dengan perdagangan dapat meningkatkan kapasitas ekonomi suatu negara, menjadi akses ke sumberdaya yang tidak dimiliki dan pasar internasional yang potensial untuk berbagai komoditas ekspor. Menurut Todaro dan Smith (2003) jika negara miskin tidak memiliki suatu sumberdaya maka dengan adanya perdagangan ini mereka dapat melakukan kegiatan kehidupan perekonomiannya. Hal ini sependapat dengan Jhingan (2000) Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih tinggi, maka lingkaran kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan. Awal kegiatan perdagangan internasional adalah zaman merkantilisme, dasar dari aliran merkantilisme, walaupun suatu negara memiliki segala sumber daya alam dan mampu membeli barang dari negara lain namun hal tersebut
10
sifatnya dinamis dan tidak bisa dijadikan pedoman. Menurut Salvatore (1997) satu-satunya cara bagi suatu negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit impor, pada zaman merkantilisme banyak kalangan yang menerapkan hal itu. Zaman merkantilisme mengukur kesejahteraan nasional suatu negara diukur dengan stok emas dan perak yang dimiliki. Kebijakan ini dinamakan kebijakan bullionisme, dalam bullionisme terdapat aktivitas mendorong impor logam mulia dan melarang ekspor logam mulia. Sehingga pada akhirnya kebijakan ini menjadi aturan dalam perdagangan internasional yang bertujuan untuk mendapatkan logam mulia. Dalam perekonomian terbuka, output yang diproduksi oleh suatu negara sebagian dikonsumsi oleh masyarakat dalam negeri dan sebagian lain dikonsumsi oleh masyarakat luar negeri. Tindakan mengekspor barang ke luar negeri merupakan injeksi terhadap aliran pendapatan. Di sisi lain, pengeluaran masyarakat sebagian untuk membeli produk dalam negeri dan selebihnya untuk mengkonsumsi impor barang luar negeri. Besar kecilnya ekspor (X) tergantung pada harga dalam negeri (P), nilai tukar (e) dan pendapatan luar negeri (Yf): X = X (P, e, Yf)......................................................................................................(1) dimana : X’(P) < 0 ; X’(e) < 0 dan X’(Yf) > 0 Sementara impor (M) merupakan fungsi dari harga dalam negeri (P) dan nilai ukar (e) serta pendapatan dalam negeri (Y) sehingga: M = M (Y, P, e)......................................................................................................(2) dimana M’(Y) > 0 ; M’(P) > 0 dan M’(e) > 0 Selisih antar nilai ekspor dan impor mencerminkan nilai ekspor bersih (nett export). Nilai kurs pada persamaan ekspor dan impor tersebut menggunakan kurs nominal Dengan memperhitungkan nilai kurs riil ke dalam persamaan ekspor dan impor maka fungsi ekspor bersih adalah sebagai berikut: NX = NX (Y, Yf, R)................................................................................................(3) dimana NX’(Y) < 0 ; NX(Yf) > 0 dan NX’(R) < 0 NX : ekspor netto Y : pendapatan dalam negeri Yf : pendapatan luar negeri R : nilai kurs riil
11
Apabila faktor-faktor lain dianggap tetap, maka kenaikan pendapatan luar negeri (Yf) akan mendorong permintaan luar negeri sehingga dapat meningkatkan ekspor negara mitra dagangnya. Depresiasi riil yang dilakukan oleh suatu negara akan mengubah harga relatif dan menyebabkan harga dalam negeri relatif lebih murah terhadap produk luar negeri sehingga akan mendorong ekspor dan mengurangi dorongan impor. Kenaikan pendapatan dalam negeri (Y) akan meningkatkan pengeluaran impor (Dornbusch dan Fisher, 2000) . Adam Smith dalam Salvatore (1997) menyebutkan bahwa perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage), jika suatu negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain untuk suatu komoditas, namun kurang efisien dibanding atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam komoditas lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing–masing melakukan spesialisasi dalam suatu komoditas yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditas lain yang memiliki kerugian absolut. Selain itu ada keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif dikembangkan pertama kali oleh David Ricardo, dan dikembangkan oleh Heckscher dan Ohlin. Menurut Heckscher dan Ohlin dalam Salvatore (1997) menyatakan bahwa suatu negara akan mengekspor komoditas yang lebih banyak menyerap sumberdaya yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditas yang memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Secara keseluruhan terdapat tiga implikasi dari konsep keunggulan komparatif dalam perdagangan internasional. Pertama, bahwa pasar dunia memberikan kesempatan pada suatu negara untuk membeli komoditas pada tingkat harga yang lebih murah sehingga negara tersebut dapat meningkatkan pendapatannya
dibandingkan
komoditas
di
dalam
negeri
tanpa
terjadi
perdagangan.
Kedua, jika suatu negara kurang mampu menguasai akses
perdagangan, maka tetap akan memperoleh manfaat potensial dari adanya perdagangan meskipun negara lain akan memperoleh manfaat juga. Ketiga, suatu negara akan memperoleh manfaat lebih besar dari perdagangan dengan
12
mengekspor komoditas dengan sumberdaya yang melimpah yang dipunyai dan mengimpor komoditas dengan kelangkaan sumberdaya.
Panel A Pasar di Negara 1 untuk komoditi X
Px/Py
P3
Px/Py
Panel B Hubungan Perdagangan Internasional dalam Komoditi X
Px/Py
untuk Komoditi X Sx
P3
A"
A’
S
Sx
Ekspor
E*
P2 B
Panel C Pasar di Negara 2
E
E'
B’
B*
Impor D
P1 A Dx 0
Dx
A * X 0
Z
X
0
X
Gambar 2 Kurva Perdagangan Internasional Sumber: Salvatore (1997) Gambar 2 memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi ekuilibrium dengan adanya perdagangan, ditinjau dari keseimbangan parsial.
Panel A
memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P 1 . Negara 2 akan berkonsumsi di titik A’ berdasarkan harga relatif P 3 . Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif komoditi X akan berkisar antaara P 1 dan P 3 seandainya kedua negara tersebut cukup besar kekuatan ekonominya. Apabila harga yang berlaku di atas P 1 , maka negara 1 akan memasok atau penawaran komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Kelebihan penawaran itu selanjutnya akan diekspor (lihat panel A) ke negara 2. Dilain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P 3 , maka negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada penawaran domestiknya. Hal ini akan
13
mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi X itu dari negara 1 (lihat panel C). Negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X (Panel A) karena Px/Py lebih besar dari P 1 , sehingga kurva penawaran ekspornya atau S mengalami peningkatan (Panel B). Dilain pihak, karena Px/Py lebih rendah dari P 3 , maka negara 2 mengalami kelebihan permintaan untuk momoditi X (Panel C) dan ini mengakibatkan permintaan impor negara 2 terhadap komoditi X atau D, mengalami kenaikan (Panel B). Panel B juga menunjukkan bahwa hanya pada tingkat harga P 2 maka kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 akan persis sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh negara 1. P 2 merupakan Px/Py atau harga relatif ekuilibrium setelah berlangsungnya perdagangan diantara kedua negara tersebut. Tapi jika Px/Py lebih besar dari P 2 maka akan terdapat kelebihan penawaran ekspor komoditi X dan hal ini akan menurunkan harga relatifnya atau Px/Py, sehingga pada akhirnya harga itu akan bergerak mendekati atau sama dengan P 2 . Sebaliknya jika Px/Py lebih kecil daripada P 2 , maka akan tercipta kelebihan permintaan impor komoditi X yang selanjutnya akan menaikkan Px/Py sehingga akan sama dengan P 2 . Titik Z adalah titik pertemuan antara jumlah barang yang diekspor dan jumlah barang yang diimpor, atau jumlah barang yang diperjual-belikan dalam perdagangan internasional. Keunggulan–keunggulan tersebut sangat berpengaruh sekali terhadap perkembangan ekspor. Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2000). Selain itu, Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki (Todaro dan Smith, 2003).
2.1.2 Komoditas Unggulan Menurut Syafaat dan Supena (2000), konsep dan pengertian komoditas unggulan dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi
14
permintaan (demand). Dilihat dari sisi penawaran, komoditas unggulan merupakan komoditas yang paling superior dalam pertumbuhannya pada kondisi bio-fisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah tertentu. Sedangkan menurut Sambodo (2002) kriteria komoditas unggulan sangat bervariasi, hal ini didasarkan oleh besarnya peranan komoditas tersebut dalam perekonomian yaitu memiliki laju pertumbuhan tinggi, memiliki angka penyerapan kerja yang relatif besar, dan mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi. Salah satu metode untuk menentukan komoditas unggulan adalah Trade Performance Index. Metode ini digunakan untuk menentukan skala prioritas komoditas komoditas yang memiliki potensi untuk dikembangkan (International Trade Center, 2007). Keunggulan dari metode ini adalah untuk menentukan komoditas komoditas unggulan faktor–faktor yang dipertimbangkan adalah faktor dalam negeri seperti nilai tambah komoditas, efisiensi asset dan penyerapan tenaga kerja dan faktor luar negeri yang berhubungan dengan kegiatan ekspor. Sehingga selain komoditas ekspor itu berpotensi di pasar dunia, komoditas tersebut memiliki potensi sosial ekonomi yang memiliki peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja. Variabel penentu indeks komoditas makanan olahan ditampilkan pada Gambar 3. Indeks Potensi Ekspor Makanan Olahan
Potensi Internal
Potensi Eksternal
Performa Ekspor - Ekspor - Pertumbuhan Ekspor - Neraca Perdagangan Relatif - Share Perdagangan Dunia
Pasar dunia - Pertumbuhan Impor Dunia - Akses Pasar
Suplai Domestik - Nilai tambah - Efisiensi asset
Dampak Sosial Ekonomi - Penyerapan Tenaga Kerja
Gambar 3 Variabel Trade Performance Index
15
2.1.3
Teori Penawaran Secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran
(supply) dan permintaan (demand). Dalam teori perdagangan internasional disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar riil, pendapatan dunia dan kebijakan devaluasi. Sedangkan dari sisi penawaran, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar riil, kapasitas produksi yang bisa diproksi melalui investasi, impor bahan baku, dan kebijakan deregulasi. Penawaran adalah jumlah barang yang ditawarkan pada waktu dan harga tertentu. Hubungan antara harga dengan jumlah barang yang ditawarkan adalah berbanding lurus, sesuai dengan hukum penawaran: “Jika harga barang naik, maka penawaran naik dan sebaliknya jika harga barang turun maka penawaran akan turun ceteris paribus. Sehingga, dalam hal ini harga barang sangat mempengaruhi jumlah barang yang ditawarkan. Menurut Mankiw (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran yaitu: biaya produksi, jumlah produsen, teknologi, serta harga barang lain. Menurut Jean Baptiste Say (Mankiw, 2008)
Penawaran menciptakan
sendiri permintaan atasnya atau Supply creates its own demand.
Menurut
pendapatnya dalam setiap perekonomian jarang sekali masalah kelebihan produksi. Masalah kelebihan produksi, apabila hal itu terjadi, adalah masalah sementara. Mekanisme pasar akan membuat penyesuaian-penyesuaian sehingga akhirnya jumlah produksi akan turun di sektor-sektor yang mengalami kelebihan produksi dan akan naik di sektor-sektor di mana permintaan ke atas produksi mereka sangat berlebihan. Suatu negara akan mengekspor produk yang dibuatnya apabila terjadi kelebihan penawaran di dalam negeri. Kelebihan stok bisa terjadi karena berbagai hal, misalnya: konsumsi dalam negeri berkurang, pendapatan masyarakat rendah atau produk sudah tidak diminati di dalam negeri. Penawaran barang ke luar negeri dapat pula terjadi karena adanya impor barang dari luar negeri, produk yang diimpor yang memiliki permintaan di dalam negeri kecil maka sisanya akan di ekspor ke luar negeri.
16
2.1.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Menurut Batiz (1994), ekspor dipengaruhi oleh harga relatif dan pendapatan riel negara pengimpor, dimana dapat dirumuskan dalam persamaan berikut ini: X = X (q, Yd).........................................................................................................(4) dimana X adalah kuantitas ekspor negara d, q adalah harga relatif (rasio antara harga barang di negara D terhadap harga barang di negara C), dan Yd adalah pendapatan negara d. Apabila diasumsikan harga suatu barang di negara C dan D adalah sama, peningkatan harga barang di negara C, akan menyebabkan konsumen di negara C mengalihkan pembelian barangnya ke negara D dengan cara mengimpor, ini akan menyebabkan peningkatan ekspor negara D. Dengan demikian terdapat hubungan terbalik antara ekspor negara D dengan harga relatif (q). Sementara itu, apabila pendapatan negara C meningkat, ceteris paribus, maka tambahan peningkatan pendapatannya akan dialihkan untuk pembelian barangbarang dari negara D melalui impor, ini berarti variabel Yc berbanding lurus dengan ekspor negara D. Hal ini sependapat dengan Goswami dan Kazi (2010), bahwa permintaan ekspor merupakan hubungan antara harga dan pendapatan. Menurut Tinbergen (1962) jika ingin mengukur arus uang (seperti nilai ekspor dan impor) maka variabel yang dapat digunakan adalah GDP. Menurut Kalbasi (2001), GDP dari negara eksportir mengukur kapasitas produksi negara tersebut, sementara GDP negara importir untuk mengukur kapasitas absorsi. Kedua variabel tersebut diperkirakan mempunyai hubungan positif dengan perdagangan. Pendapatan per kapita menunjukkan daya beli setiap individu di dalam suatu wilayah. Hoftyzer (1984) melakukan penelitian semakin rendah tingkat pendapatan per kapita suatu wilayah, maka perdagangan juga akan mengalami penurunan. Faktor lain yang mempengaruhi ekspor adalah nilai tukar. Nilai tukar adalah mata uang asing atau alat pembayaran yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional yang mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral (Putong, 2003). Menurut Mankiw (2008) kurs terbagi menjadi dua macam yaitu (1) kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara; dan (2) kurs rill (real exchange
17
rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Pengaruh permintaan barang terhadap kurs nominal disebut sebagai apresiasi atau depresiasi. S$
e
e1 D$’
e0 D$
$
Gambar 4 Kurs Nominal Sumber: Mankiw (2008) $
Jika D bergeser ke kanan yang berarti permintaan dolar meningkat menyebabkan kurs nominal meningkatkan keadaan ini dikenal sebagai apresiasi dari dolar. Sebaliknya jika D$ bergeser ke kiri yang berarti permintaan dolar berkurang menyebabkan kurs nominal berkurang keadaan ini dikenal sebagai depresiasi dari dolar. Kurs rill menyatakan tingkat dimana barang-barang dari suatu negara dapat diperdagangkan dengan barang-barang dari negara lain. Jika kurs riil tinggi, maka barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang- barang domestik relatif lebih mahal. Secara umum kurs riil dirumuskan sebagai berikut: Kurs rill = Faktor-faktor penentu kurs riil yaitu (1) kurs riil terkait dengan ekspor neto. Jika kurs riil lebih rendah maka barang-barang domestik relatif lebih murah dibandingkan barang-barang luar negeri dan ekspor neto lebih besar; dan (2). neraca perdagangan (ekspor neto) harus sama dengan arus modal keluar neto, yang sama dengan tabungan dikurangi investasi. Menurut Mankiw (2008), dampak kebijakan perdagangan terhadap kurs riil dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya: 1. Tabungan dan investasi berada dalam perekonomian terbuka kecil;
18
Di perekonomian tertutup, suku bunga (r) menyeimbangkan tabungan (S) dan investasi (I). Di perekonomian terbuka kecil, tingkat bunga ditentukan pasar keuangan dunia. Selisih antara tabungan dan investasi menentukan neraca perdagangan. Di kasus ini, karena r* diatas r tertutup dan S melebihi I, maka terdapat surplus perdagangan. Jadi, pada perdagangan berimbang, kenaikan tingkat bunga dunia karena ekspansi fiskal luar negeri menyebabkan surplus perdagangan. Jika tingkat bunga dunia berkurang ke
r*’, maka I akan
melebihi S , yang menyebabkan defisit perdagangan (Gambar ).
Gambar 5. Tabungan dan Investasi pada perekonomian terbuka kecil
2. Ekspansi Fiskal Domestik pada perekonomian terbuka kecil; Kenaikan belanja pemerintah atau penurunan pajak mengurangi tabungan nasional dan menggeser kurva tabungan ke kiri (Gambar 5).
Gambar 6. Ekspansi Fiskal Domestik Pada Perekonomian Terbuka Kecil
19
3. Ekspansi Fiskal Luar Negeri pada perekonomian terbuka kecil; Ekspansi fiskal di perekonomian luar negeri yang cukup besar untuk mempengaruhi tabungan dan investasi dunia meningkatkan tingkat bunga dunia dari r 1 * ke r 2 * (Gambar 6).
Gambar 7. Ekspansi Fiskal Luar Negeri Pada Perekonomian Terbuka Kecil
4. Pergeseran kurva investasi pada perekonomian terbuka kecil Pergeseran ke kanan pada kurva investasi dari I(r) 1 ke I(r) 2 meningkatkan jumlah investasi pada tingkat bunga dunia r* (Gambar 7).
Gambar 8. Pergeseran Kurva Investasi Pada Perekonomian Terbuka Kecil
20
Nilai tukar merupakan faktor tambahan yang secara eksplisit turut mempengaruhi perilaku ekspor dalam satu dekade terakhir (Rajan, 2001). Hal ini dipertegas oleh Krugman dan Obstfeld (2000), untuk komoditi yang kompetitif, penawaran dan permintaan domestik akan tergantung pada harga dalam mata uang domestik, sedangkan permintaan dan penawaran asing (ekspor) akan bergantung pada harga dalam mata uang asing. Selanjutnya faktor lain yang mempengaruhi ekspor adalah populasi, menurut Rahardja dan Manurung (2008), jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi permintaan suatu barang
Kenaikan jumlah
penduduk diasumsikan akan sejalan dengan kenaikan jumlah konsumen di pasar dan sekaligus akan menyebabkan kenaikan permintaan dan kecenderungan harga juga akan naik sehingga kurva permintaan akan bergeser kekanan atas. Penurunan jumlah penduduk atau jumlah konsumen akan menyebabkan hal sebaliknya, yaitu penurunan permintaan. Populasi digunakan untuk mengukur ukuran negara. Suatu negara yang memiliki ukuran lebih besar menunjukkan bahwa negara tersebut mempunyai produksi yang lebih beragam dan cenderung untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, namun besarnya populasi dapat juga dianggap sebagai potensi pasar yang besar, sehingga besarnya populasi diperkirakan mempunyai hubungan dua arah, baik positif maupun negatif dengan perdagangan. Faktor lain yang mempengaruhi nilai ekspor adalah jarak antar negara, dikarenakan semakin jauh jarak antar negara maka akan semakin tinggi pula biaya transportasinya, hal ini dijelaskan pula oleh Roberts (2004) nilai ekspor yang menjadi komoditas ditentukan oleh transportation cost yang dalam hal ini didekati dengan menggunakan jarak relatif dari negara eksportir ke negara importir. Hal ini sependapat dengan Krugman (1991) jarak dua mitra dagang menjadi determinan penting pola perdagangan secara geografis. Dalam penelitian ini jarak yang digunakan adalah perbandingan antara jarak antara Indonesia dan negara importir dengan share gdp negara importir, perhitungan ini sering disebut sebagai Ecodistance. Diperkirakan ecodistance memiliki hubungan negatif dengan ekspor.
21
2.2
Penelitian Terdahulu Penelitian untuk melihat pola perdagangan yang dilakukan oleh setiap
propinsi dengan menggunakan pendekatan model gravitasi juga pernah dilakukan oleh Anderson dan Smith (1996). Mereka meneliti secara lebih detail dampak keberadaan perbatasan antara
US dan Canada yang telah menurunkan
perdagangan internasional pada setiap propinsi di Canada. Sementara hasil penelitian yang lain menemukan perilaku berbeda dari setiap propinsi di Canada dengan partnernya (US) di dalam perdagangan 3internasional sebagai akibat adanya border effect antara US dan Canada. Penelitian model gravitasi diterapkan oleh Zarzoso dan Lehmann (2003) penelitian menilai perdagangan negara Mercosur dengan Uni Eropa. Model diuji dari 20 negara, empat resmi anggota Mercosur ditambah Chili dan lima belas anggota Uni Eropa. Sebuah analisis data panel digunakan untuk mengurai waktu invarian spesifik efek negara dan untuk menangkap hubungan antara variabelvariabel yang relevan dari waktu ke waktu. Hasil penelitian ini menemukan bahwa model fixed effect lebih baik daripada model random effect. Selain itu, sejumlah variabel, yaitu, infrastruktur perbedaan pendapatan, dan nilai tukar ditambahkan ke persamaan gravitasi standar, ditemukan menjadi penentu penting dari arus perdagangan bilateral. Penelitian dengan model gravitasi dilakukan oleh Rehman (2003) menerapkan model gravitasi untuk menganalisis perdagangan Bangladesh dengan mitra dagang utama. Hasil menunjukkan bahwa perdagangan Bangladesh adalah positif ditentukan oleh ukuran ekonomi, pendapatan per kapita dari negara-negara yang terlibat, dan keterbukaan perdagangan negara. Penelitian dengan menggunakan model gravitasi dilakukan oleh Roberts (2004) yang menggunakan variabel–variabel trade flows (total antara ekspor dan impor), GDP, GDP per kapita dan jarak relatif yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh China–ASEAN Free Trade Area (CAFTA) terhadap negara lainnya (apakah terjadi efek kreasi atau diversi). Hasilnya adalah terjadi efek diversi dengan adanya CAFTA. Selanjutnya model gravitasi digunakan oleh Managi et al (2005) untuk mengevaluasi faktor–faktor yang mempengaruhi ekspor dan ,menganalisis efek
22
perdagangan. Variabel–variabel yang digunakan adalah volume ekspor, GDP, luas wilayah, populasi, inflasi, jarak, nilai tukar nominal, bahasa, dummy batas negara, dummy anggota NAFTA dan EU. Hasilnya adalah NAFTA lebih efektif di dalam peningkatan ekspor bila dibandingkan dengan EU dan efek integrasi ekonomi regional lebih efektif untuk komoditas pertanian bila dibandingkan sektor lain Model gravitasi digunakan juga oleh Cortes (2005) untuk menganalisis nilai barang yang diekspor melalui perdagangan antara Australia dan 9 negara Amerika Latin dengan menggunakan model gravitasi dari tahun 1998–2004. Variabel–variabel yang digunakan adalah nilai ekspor/impor, GDP, populasi, real openness, real exchange rate, dan jarak. Hasilnya adalah perdagangan dipengaruhi oleh variabel jarak, openness, populasi, dan pengaruh politik. GDP dan jarak signifikan untuk komoditas manufaktur dan pengaruh politik pada hubungan bilateral signifikan kecuali untuk Argentina, Chile dan Uruguay. Kristjandottir (2005) menggunakan model gravitasi dalam kajiannya yang bertujuan untuk menganalisis variabel–variabel yang berpengaruh terhadap ekspor Islandia. Variabe –variabel yang digunakan adalah volume ekspor, GDP, Populasi, jarak, sektor perikanan, industri, sektor lainnya, blok EFTA, NAFTA, dan Non Blok Member. Hasilnya adalah jumlah penduduk dan GDP tidak berpengaruh terhadap volume ekspor dan blok perdagangan dan sektor perikanan sensitif terhadap jarak. Montenegro dan Soloaga (2006) memperkirakan ekonometris dampak NAFTA pada AS-Meksiko dan AS-negara ketiga (kelompok negara) arus perdagangan. Menggunakan kerangka gravitasi-persamaan tradisional, kami mencoba untuk melihat sejauh mana perdagangan bilateral mengalir antara negara-negara AS dan berbeda berbeda dari spesifikasi gravitasi-jenis. Dengan menggabungkan serangkaian variabel dummy ke spesifikasi, kita menafsirkan perubahan dalam variabel dummy dari waktu ke waktu sebagai bukti apakah NAFTA mempengaruhi pola perdagangan. Kesimpulan utama adalah bahwa NAFTA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pola perdagangan AS, baik dengan Meksiko atau dengan negara-negara lain di dunia (dengan pengecualian CACM).
23
Penelitian model gravitasi digunakan oleh Kien (2009) penelitian ini membahas faktor-faktor penentu arus ekspor negara-negara di Kawasan ASEAN Free Trade (AFTA) melalui estimasi data panel dengan menggunakan model gravitasi. Secara khusus, penelitian ini menggunakan tiga puluh sembilan negara selama periode 1988-2002 didasarkan pada bentuk dua arah komponen error dari model gravitasi. Estimasi menunjukkan bahwa ekspor arus meningkat secara proporsional dengan GDP, dan bahwa pembentukan AFTA telah menghasilkan dalam penciptaan perdagangan yang signifikan di antara para anggotanya. Penelitian ini menyarankan bahwa kebijakan perdagangan fasilitasi dapat memainkan peran penting dalam menetapkan panggung untuk transisi AFTA ke Free Trade Area. Model gravitasi digunakan juga oleh Saptanto (2009) untuk menganalisis potensi ekspor perikanan Indonesia di 28 negara tujuan ekspor. Variabel–variabel yang digunakan Nilai ekspor riil, GDP Nominal, jumlah penduduk, jarak relatif, nilai tukar riil efektif dan interaksi antara tarif dengan dummy integrasi ekonomi. Hasilnya adalah seluruh variabel berpengaruh signifikan kecuali nilai tukar riil efektif Indonesia. Tanda variabel yang berlawanan dengan hipotesis adalah jumlah penduduk mitra dagang yang seharusnya bernilai positif dan interaksi antara tarif dan integrasi ekonomi yang seharusnya bernilai negatif. Peningkatan jumlah penduduk mitra dagang menyebabkan penurunan nilai ekspor. Sedangkan variabel interaksi antara tarif dan integrasi ekonomi bernilai positif karena tujuan perikanan ekspor Indonesia lebih banyak ke Amerika Serikat dan Jepang yang memang masuk ke dalam integrasi ekonomi dengan Indonesia yakni keanggotaan APEC. Kemudian terdapat 5 negara yang umumnya menjadi tujuan ekspor komoditas perikanan Indonesia yakni Amerika Serikat, China, Mesir, Inggris dan Jepang. Penelitian selanjutnya berasal dari Alam, Gazi dan Raziuddin (2009) penelitian teori gravitasi untuk impor Bangladesh dengan delapan utama mitra negara-India perdagangan, China, Singapura, Jepang, Hong Kong, Korea Selatan, Amerika Serikat dan Malaysia. Data terdiri dari data tahunan 1985-2003 dalam pendekatan panel. Hasil penelitian ini adalah Teori gravitasi konsisten dengan impor dari Bangladesh. Artinya, jarak geografis dari Bangladesh dengan yang
24
negara-negara mitra memiliki dampak signifikan pada impor. Tapi dalam waktu dekat ini dapat berubah karena faktor yang berbeda seperti profitabilitas, prosedur perdagangan, pengiriman produk dan lain-lain, waktu yang mempengaruhi keputusan impor lebih daripada jarak geografis. Makalah ini menemukan hubungan campuran antara GDP dan impor dari Bangladesh. Hal ini juga menunjukkan bahwa impor dari Bangladesh mempengaruhi produksi dalam negeri sangat sedikit karena sebagian besar Bangladesh mengimpor barang konsumen daripada barang modal. Selain itu, penduduk Bangladesh memiliki dampak signifikan terhadap impor yang pada gilirannya menunjukkan bahwa Bangladesh tidak mampu menghasilkan barang-barang konsumsi yang memadai untuk memenuhi peningkatan permintaan yang dihasilkan dari pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini juga menunjukkan bahwa negara-negara mitra PDB memiliki dampak positif yang signifikan dan negara-negara mitra populasi memiliki dampak campuran pada impor dari Bangladesh. Penelitian persamaan gravitasi selanjutnya dilakukan oleh Tulug (2010) penelitian ini menguji dengan menggunakan data panel dari 140 pengamatan selama periode 2000-2008. Ini menghasilkan spesifikasi yang memungkinkan untuk (i) respon pendapatan lebih fleksibel, (ii) daya saing suatu efek dengan umum dan komponen tertentu, dan (iii) alternatif dan konsisten ukuran keterpencilan. Ekstensi yang ditemukan menjadi faktor signifikan dalam menjelaskan intra-perdagangan Uni Eropa.
2.3
Kerangka Analisis Perdagangan internasional merupakan hal yang penting dikarenakan
dengan adanya perdagangan internasional akan menggerakkan variabel lainnya, pertumbuhan
ekonomi
meningkat
dengan
adanya
penambahan
devisa,
pengangguran berkurang dengan adanya permintaan ekspor yang tinggi serta investasi meningkat dan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal. Dalam perdagangan internasional ada tiga keunggulan yang harus dilihat suatu negara. Pertama, adalah keunggulan absolut keunggulan suatu negara mutlak menguasai perdagangan internasional karena memiliki daya saing yang lebih baik. Kedua, adalah keunggulan komparatif keunggulan suatu negara memegang peranan
25
penting dalam suatu perdagangan internasional karena negara tersebut memiliki biaya untuk komoditas suatu barang lebih murah dibandingkan negara lain. Ketiga, adalah keunggulan kompetitif keunggulan suatu negara dapat bersaing dengan negara lain karena empat faktor yaitu: kondisi faktor, kondisi kondisi permintaan, industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif, serta kondisi persaingan, struktur dan strategi industri. Salah satu ekspor yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah ekspor komoditas makanan olahan. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki kekayaan alam melimpah, namun potensi ini belum dimanfaatkan dengan maksimal oleh pemerintah. Komoditas makanan olahan seringkali diekspor dalam bentuk bahan mentah sehingga Indonesia tidak mendapatkan nilai tambah. Oleh karena itu perlu suatu analisis yang mampu melihat potensi dari komoditas makanan olahan. Potensi komoditas makanan olahan dapat dilihat dari dua sisi yakni potensi eksternal yang meliputi pangsa pasar dunia, pertumbuhan impor dunia dan tarif impor dunia. Selain itu dapat dilihat dari sisi internal yang meliputi nilai tambah industri, efisiensi aset dan penyerapan tenaga kerja. Metode untuk menganlisis potensi eksternal dan internal ini adalah dengan menggunakan Metode TPI (Trade Performnace Index) sehingga nantinya akan terlihat komoditas makanan olahan yang dapat menjadi komoditas unggulan Indonesia. Komoditas unggulan makanan olahan Indonesia harus mampu bersaing dalam perdagangan internasional oleh karena itu harus dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekspor komoditas unggulan makanan olahan ekspor Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain volume ekspor makanan olahan Indonesia, GDP negara importir, nilai tukar negara importir, serta jarak negara importir terhadap Indonesia. Hasil analisis ini bertujuan untuk pembuatan kebijakan pemerintah untuk membuat strategi kebijakan dalam rangka peningkatan ekspor.
26
Analisis Trade Performance Index (TPI)
Komoditas Makanan Olahan Indonesia
1. Indeks Performa ekspor 2. Indeks Pasar Dunia 3. Indeks Suplai Domestik 4. Indeks Dampak Sosial Ekonomi
Komoditas Unggulan Makanan Olahan Indonesia
Analisis Deskriptif Mengkaji Perkembangan Ekspor Komoditas Unggulan Makanan Olahan Indonesia
Faktor – faktor yang mempengaruhi ekspor komoditas unggulan makanan olahan Indonesia
Analisis Model Gravitasi dengan Data Panel Statis
Rekomendasi Kebijakan Untuk Meningkatkan Ekspor Komoditas Unggulan Makanan Olahan
Gambar 9 Kerangka Analisis
2.4
Hipotesis Penelitian Dari teori-teori yang ada serta kerangka pemikiran yang terbentuk maka
hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah: 1.
Volume ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor Hal ini artinya bila terjadi peningkatan volume komoditas unggulan makanan olahan Indonesia menyebabkan kenaikan nilai ekspor komoditas unggulan makanan olahan Indonesia.
2. GDP Per Kapita Indonesia berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor Hal ini artinya bila terjadi peningkatan GDP dari negara Indonesia menyebabkan penurunan nilai ekspor komoditas unggulan makanan olahan ekspor Indonesia. 3. GDP Per Kapita negara importir berpengaruh positif terhadap nilai ekspor
27
Hal ini artinya bila terjadi peningkatan GDP dari negara importir menyebabkan peningkatan nilai ekspor komoditas unggulan makanan olahan ekspor Indonesia. 4.
Jumlah penduduk negara importir berpengaruh positif terhadap nilai ekspor Hal ini artinya bila terjadi peningkatan jumlah penduduk dari negara importir menyebabkan peningkatan nilai ekspor komoditas unggulan makanan olahan ekspor Indonesia
5.
Nilai tukar negara importir berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor Hal ini artinya bila terjadi penurunan nilai tukar negara importir menyebabkan kenaikan nilai ekspor komoditas unggulan makanan olahan ekspor Indonesia.
6.
Ecodistance berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor