5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Rekreasi dan Wisata Secara etimologi kata rekreasi berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation
yang merupakan gabungan dari kata re yang berarti kembali dan creation yang berarti kreasi atau kreatif. Jadi secara etimologi kegiatan rekreasi dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan agar dapat mengembalikan daya kreasi (menciptakan). Sedangkan menurut Douglass (1992) rekreasi merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan konstruktif serta menambah pengetahuan dan pengalaman mental dari sumberdaya alam dalam waktu dan ruang yang terluang. Jadi dapat disimpulkan bahwa rekreasi adalah kegiatan menyenangkan yang dilakukan dalam waktu luang dengan tujuan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman mental yang akan menambah atau mengembalikan daya kreasi. Secara etimologi kata wisata berasal dari bahasa sansekerta yang artinya berkeliling atau perjalanan. Wisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk berekreasi, liburan atau urusan bisnis. Menurut WTO (1995) wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan dan tinggal pada suatu tempat di luar lingkungan tempat tinggalnya selama tidak lebih dari satu tahun baik untuk liburan, urusan bisnis dan tujuan lain yang tidak berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan yang dibayar dari dalam tempat yang dikunjungi. Menurut Gunn (1994) wisata merupakan pergerakan orang yang bersifat sementara menuju tempat yang berada di luar tempat tinggal biasa mereka bekerja dan tinggal, aktifitas yang dilakukan selama mereka tinggal di tempat tujuan dan fasilitas yang disediakan untuk melayani kebutuhan mereka. 2.2
Perencanaan Kawasan Wisata Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat
digolongkan sebagai keindahan (beauty) bila memiliki kesatuan harmoni dalam hubungan antar seluruh komponen pembentuknya dan dikatakan ugliness bila tidak
terdapat
unsur
kesatuan
(unity)
di
antara
komponen-komponen
pembentuknya (Simonds, 1983). Sedangkan Eckbo dalam Laurie (1986) mendefinisikan lanskap merupakan bagian dari kawasan lahan yang dibangun ataupun dibentuk oleh manusia, di luar bangunan jalan, utilitas dan sampai alam bebas yang dirancang terutama sebagai ruang tempat tinggal manusia.
6
Perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang beralasan
untuk memecahkan masalah-masalah tersebut
(Knudson, 1980). Perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik, dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraannya (Nurisjah, 2007). Untuk menghasilkan suatu rencana kawasan wisata yang baik ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan yaitu: potensi dan kendala, potensi pengunjung, kebijakan dan peraturan yang terkait dengan sumberdaya dan penggunanya, alternatif dan dampak dari perencanaan dan pelaksanaan ulang dilakukan dan pemantauan hasil perencanaan dan perancangan (Nurisjah dan Pramukanto, 1995). Gold (1980) mengemukakan prinsip umum dalam perencanaan kawasan rekreasi: 1. Semua orang harus dapat melakukan aktifitas dan memakai fasilitas rekreasi 2. Rekreasi harus dikoordinasikan dengan kemungkinan-kemungkinan rekreasi lain yang sama untuk menghindari duplikasi. 3. Rekreasi harus berintegrasi dengan pelayanan umum seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi. 4. Fasilitas-fasilitas harus dapat beradaptasi dengan permintaan di masa yang akan datang. 5. Fasilitas dan program-programnya secara finansial harus dapat dilaksanakan 6. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses perencanaan. 7. Perencanaan lokal dan regional harus berintegrasi. 8. Perencanaan harus merupakan proses yang berkelanjutan dan membutuhkan evaluasi.
7
9. Fasilitas-fasilitasnya harus membuat lahan menjadi seefektif mungkin untuk menyediakan tempat sebaik-baiknya demi kenyamanan, keamanan dan kebahagiaan pengunjung. 2.3
Danau dan Fungsinya Situ, danau, atau lembah topografi merupakan bentukan alam atau buatan
manusia yang berfungsi sebagai tempat penampung atau peresap air, baik air dari mata air maupun langsung dari curah hujan (Johan, 1996). Menurut Simonds (1983) lanskap perairan seperti sungai, danau, pantai, dan lain-lain memiliki banyak potensi untuk dimanfaatkan antara lain: 1. Sebagai penyedia air, irigasi, dan drainase. 2. Sebagai sarana transportasi. 3. Sebagai Pembentuk iklim mikro. 4. Sebagai habitat bagi tumbuhan dan hewan. 5. Sebagai sarana rekreasi. 6. Memiliki nilai sebagai pemandangan yang indah. Ismaun (2008) menyatakan bahwa badan air seperti danau, waduk, situ, kolam dan badan air lainnya yang tak berarus memiliki nilai ekologis yang tinggi karena dipenuhi oleh fitoplankton, algae dan tanaman air lainnya. Organisme tersebut memegang peranan penting dalam proses perombakan bahan organik, perombakan bahan pencemar menjadi senyawa esensial seperti nitrogen (N) dan phospor (P), dan sebagai perombak karbondioksida (CO2) menjadi oksigen (O2) melalui proses fotosintesis. 2.4
Daya Dukung Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan
pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari (Nurisjah, 2003). Sedangkan menurut Mathieson dan Wall yang dikutip oleh Inskeep (1991) daya dukung adalah jumlah orang maksimal yang dapat menggunakan tapak tanpa menyebabkan perubahan yang tidak bisa diterima pada lingkungan fisik, dan tanpa menyebabkan penurunan kulitas pengalaman yang diterima oleh pengunjung.
8
Menurut Gold (1980) daya dukung rekreasi merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara alami, fisik, dan sosial untuk dapat mendukung aktifitas rekreasi dan dapat memberi kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan. Penentuan daya dukung ini sangat diperlukan untuk mencegah dampak buruk bagi lingkungan sebagai akibat dari kegiatan wisata. Convention of Biological Diversity (2010) mengemukakan dampak negatif yang disebabkan oleh pariwisata antara lain: 1. Infrastruktur: kegiatan pariwisata membutuhkan banyak infrastruktur seperti tempat menginap, jalur akses yang baik, sumber air bersih, dan lain-lain. Infrastruktur ini berdampak signifikan terhadap pengalihan fungsi lahan dari habitat alami menjadi lahan terbangun. 2. Penggunaan
sumberdaya
yang
berlebihan:
kegiatan
pariwisata
membutuhkan energi dan sumberdaya. Apabila tidak terkontrol maka penggunaan sumberdaya, dan energi berlebihan akan berdampak buruk bagi lingkungan. 3. Polusi air: pembangunan infrastruktur biasanya menimbulkan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan hal ini menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan biota air. 4. Perilaku dari orang-orang yang terlibat dalam kegiatan wisata: seringkali perilaku dari wisatawan dan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan wisata dapat berdampak negatif seperti vandalisme, pengrusakan, dan lain-lain. 5. Sampah: kegiatan wisata selalu menghasilkan sampah bahkan menurut data UNEP dan CI pada tahun 2003 jumlah sampah yang dihasilkan dari kegiatan pariwisata dunia mencapai 35 juta ton pertahun, jumlahnya sama dengan jumlah sampah yang dihasilkan negara Perancis. 6. Perubahan iklim (climate change): karbon dioksida yang dihasilkan dari kegiatan pariwisata terutama dari sektor transportasi, akomodasi, dan kegiatan lainnya telah mencapai sekitar 4-6 persen dari total emisi global (UNWTO, 2007).
9
Untuk mencegah hal tersebut dibutuhkan sebuah perencanaan kawasan wisata yang sesuai dengan karakter lanskap dan daya dukung yang dimilikinya. Dengan menentukan daya dukung kawasan maka akan mencegah terjadinya kelebihan beban pada kawasan sehingga mencegah terjadinya kerusakan. Bentuk lain dari pengendalian kegiatan wisata adalah dengan membuat peraturanperaturan yang bertujuan untuk melindungi kawasan dalam menunjang kegiatan wisata.