PENGARUH KONSENTRASI SUKROSA, WAKTU DAN SUHU PEMERAMAN TERHADAP KANDUNGAN ALKOHOL DAN ASAM PADA MINUMAN CIDER APEL ( Malus sylvestrisl Lie Lily Indrawati"), Lani Soegiartob), John E. Batubara")
Abstract Cider is a fermented beverage made from fruit juice. Microorganism involved in apple juice fermentatian was Soccharomyces cerevisiae (BCC 0074). Higher alcohol can be obtained by adding sucrose to the apple juice prior to the fermentation. Addition of I S% sucrose resulted in lower alcohol, total acid and volatile acid contenls than addition of 2096 suuose to the apple Juica On the other hand, addition of 25% sucrose did not show the highest alcohol, total acid and volatile acid contents as a result of catabolite repression. Aging process was required
to improve the qualily of ciden Two temperatures of aging, 10oC und 28"C were used to obsewe any changes that did occun The acidity of
cider decreased during the aging process due
to
autolysis of
S.cerevisiae's cells and carboxylation of malic acid to lactic acid. The lower the aging temperatures, the lower, total acid and volatite acid conlents as u result ofthe decreasing lactic acid bacteria activities.
I.
PENDAHULUAN
Cider adalah minuman beralkohol yang dibuat dengan adanya proses fermentasi dari sari buah. Istilah cider sendiri di Amerika biasanya lebih mengarah pada sari buah apel yang tidak mengalami proses fermentasi kecuali jika digunakan istilah hard cider (Lea, 1990). Hard cider adalah
sari buah apel yang telah mengalami proses fermentasi sehingga mengandung alkohol. Sari buah yang digunakan pada umumnya adalah hasil ekstraksi dari buah apel. Berbagai jenis sari buah lain dengan a) b) c)
Dosen tetap pada Jurusan Teknologi Pangan, FTI-UPH Dosen tetap pada Jurusan Teknologi Pangan, FTI-UPH Dosen tetap pada Jurusan Teknik Elektro, FTI-UPH
Vol.lV No.6/ FEBRUARI
2001
1
kandungan gula yang tinggi dapat digunakan dalam pembuatan c_ider, seperti: pisang, melon dan nenas. Kadar alkohol ying tinggi dapat diperoleh dengan melakukan penambahan gula pada siri buah sebelum proses fermentasi dilakukan.
_ Mikroba yang terlibat dalam proses fermentasi
sangat
bervariasi, karena pada awalnya proses fermentasi cider berjalan secara alamiah yang dilakukan oleh kontaminan awal pada buahbuahan. untuk mendapatkan cider dengan kualitas yang konsisten, industri cider tidak melakukan fermentasi secara alamiah tetapi fermentasi dilakukan dengan menambahkan kultur mikroba. Mikroba yang ditambahkan untuk melakukan fermentasi , adalah saccharomyces cerevisiae. Jumlah kultur yang ditambahkan adalah sebesar 5%,' (Hafioto, 1992).
Apel manalagi adalah salah satu produk pertanian Indonesia. Buah apel manalagi berwarna hijau muda kekuningan, pori kulitnya iarang-jarang dengan rasa yang manis. Daging buahnya berwarna putih dengan aroma yang segar, kurang berair, agak liat dan kesat. Produk cider yang beredar di pasaran Indonesia adalah produk impor dengan harga jual yang cukup tinggi. pemanfaatan aper manalagi sebagai bahan dasar pembuatan cider diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi apel manalagi sehingga dapat menjadi komoditi ekspor yang dapat meningkatkan devisa negaia dan juga untuk konsumsi dalam negeri.
II. METODOLOGI PENELITIAN Bahan-bahan yang digunakan adalah kultur saccharomyces cerevisiae yang berasal dari ragi instan dan Saccharomyces cerevisiae murni (BCC 0074). Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH 0,1N, asam oksalat, fenolftalein, natrium bisulfit, kalsium klorida (cac12) teknis, asam askorbat teknis, media untuk pertumbuhan dan penyegaran kultur (PDA), media untuk perhitungan total mikroba (PCA). Bahan baku yang digunakan adalah buah apel manalagi dan gula pasir.
2
Vol.lV No.6/ FEBRUARI200l
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah juice extractor, water bath, botol tahan panas dan tutup, labu erlenmeyer, pemanas, buret, cuvette, spektrofotometer, cawan petri, inkubator, refraktometer, alkoholmeter dan peralatan gelas lainnya.
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan tingkat pengenceran sari buah apel yang digunakan untuk pembuatan cider, melihat pengaruh penambahan asam askorbat dan jenis kultur yang digunakan trhadap mutu cider yang dihasilkan.
Penelitian utama bertujuan untuk menentukan
pengaruh
konsentrasi sukrosa, suhu pemeraman dan waktu pemeraman terhadap kadar asam dan alkohol dari produk cider yang dihasilkan.
Analisa yang dilakukan dalam penelitian pendahuluan meliputi (a) total kadar alkohol, (b) derajat keasaman (pH), (c) total asam dan (d) total asam volatile. Pada penelitian utama analisa yang dilakukan meliputi (a) total kadar alkohol, (b) derajat keasaman (pH), (c) total asam, (d) total asam volatile, (e) kejernihan, (f) derajat brix dan (g) total mikroba.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Dua jenis kultur digunakan dalam penelitian pendahuluan yaitu kultur instan kering S. cerevisiae dan kultur kering S. cerevisiae hasil pengeringan beku yang telah direaktivasi dan disimpan dengan metode continuous growth. Penggunaan kultur dari jenis penyimpanan yang berbeda tersebut tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar alkohol yang dihasilkan pada cr < 0,01 meskipun kadar alkohol yang dihasilkan oleh kultur instan kering lebih bervariasi (Tabel 3.1). Variasi tersebut dapat disebabkan oleh aktivitas dari kultur instan kering yang lebih lambat karena selama penyimpanan kultur instan kering disimpan dalam keadaan dorman, kemungkinan terj adi kerusakan sel selama proses pengeringan dan proses penyimpanan dan juga tingkat kemurnian dari kultur instan kering.
Vol.lV No.6/ FEBRUARI
2001
3
Tabel3.1.
Kadar Alkohol Rata-rata Cider Setelah Fermentasi 3 Hari (28"C) Asam
Pengenceran
askorbat
(Sari buah ape! : air)
(ppm)
1i:z
0 500 0 500
1iz 1:3 1:3
Kadar
Alkohol
Kl.,
KMtt
8,5 o/o' 9,5 %a 7,5 o/o' 9,0 %.
9,0 Yo' I,O "/o"
KII)
kultur instan KM2) kultur murni hasil pembekuan kering yang telah direaktivasi metode continuousgrowth
9,0 %" 9,5 o/o'
dan
disimpan
.
dengan
Hurufyang berbeda menyatakan tingkat perbedaan (o( 0,01)
Berdasarkan data di Tabel 3.1 juga dapat dilihat bahwa pengenceran yang dilakukan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar alkohol yang dihasilkan pada o 0,01. Hal ini disebabkan karena pada tingkat pengenceran tersebut, kadar gula dari sari buah tetap berada di dalam kisaran konsentrasi gula yang optimal untuk fermentasi alkohol oleh ,S. cerevisiae (Tabel 3.2). Menurut Reed dan Nagodawithana (1991), konsentrasi gula yang optimal untuk fermentasi alkohol oleh S. cerevisiae adalah 20-24o Brix, sedangkan penambahan asam askorbat pada sari buah apel juga tidak memberikan pengaruh yangnyata terhadap kadar alkohol yang dihasilkan pada o 0,01. Hal ini disebabkan karena meskipun tanpa penambahan asam askorbat, sari buah apel mempunyai kondisi yang cukup asam (Tabel 3.2) untuk melakukan proses inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruklosa. Penambahan asam askorbat pada sari buah apel lebih bertujuan untuk mencegah terjadinya reaksi senyawa-senyawa polifenol yang terdapat pada sari buah apel. Tabel3.2. Derajat Brix dan pH Rata-rata Sari Buah Setelah Pengenceran Sebelum Fermentasi
askorbat
(Sari buah aoel : air)
(ppm)
:z 1:2
0 500 0 500
:d
:J
4
ASam
Pengenceran
Vol.lV No.6/ FEBRUARI2001
Derajat
pH
brix 24,4276 22,4236 24,4276 23,6260
4,03 3,83 4,O4
3,88
Pengenceran terhadap sari buah apel dan penambahan asam askorbat memberikan pengaruh yang nyata pada cr < 0,01 terhadap kadar total asam dan asurm volatil yang dihasilkan selama proses fermentasi. Hal ini dapat disebabkan karena pengenceran terhadap sari buah dan penambahan asam askorbat yang dilakukan sebelum fermentasi secara langsung mempengaruhi konsentrasi asam dari sari buah (Tabel 3.3) sehingga konsentrasi asam yang dihasilkan selama proses fermentasi juga akan terpengaruh (Tabel 3.4). rotal Asam 0",
o.rl'$ilirl*","-"",a
sari Buah
Sebelum tr'ermentasi Pengenceran
Asam askorbat
(Sari buah aoel : air)
(ooml
1iz
1i2 1:3 :3
% Total
% Asam
asam
volatil
0
o,32"
500
0,380
o.o42 0,064"
0
0,24" 0,30"
500
Hurufyang berbeda menyatakan tingkat perbedaan (oS
0,034
0,04E'
0101)
Tabel3.4. Total Asam dan Asam Volatil Rata-rata Sari Buah Setelah Fermentasi 3 hari Pengenceran (Sari buah apel : air)
1i2 1iz
Asam
askorbat
% Total
aSam
% Asam
volatll
(oom) 0 500
KI"
KM''
KI"
u,t tza
u,130
u,1
1,216b
1,033^ 1,298"
o,212'.
1:3
0
0,742c
o,tot"
0,194', 0,106u
1:5
500
0,948d
1,O75"
u,105
KM''
n
0,169" 0,188
KI')
kultur instan KM') kultur murni hasil pembekuan kering yang tetah direaktivasi dan disimpan dengan metode continuous growth
Huruf yang berbeda menyatakan tingkat perbedaan (oS 0,01)
Vol.lV No.6/ FEBRUAR!2001 5
Penelitian Utama Berdasarkan hasil analisa pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap kadar alkohol, total asam dan asam volatil didapatkan bahwa penambahan sukrosa memberikan pengaruh yangnyatapada o < 0,01 ( Tabel 3.5). Tabel3.5.
Kadar Alkohol, Total Asam dan Asam Volatil Rata-rata Cider pada Tingkat Penambahan Sukrosa yang Berbeda Setelah Fermentasi 3 Hari (28.C)
Konsentrasi sukrosa
% Alkohol
pH
% Tota! asam
% Asam voiatil 0,150 0,179', o,171
15Yo
8a
3,1 8a
0,892"
2O"/o
100
3,14"
1,1750
25o/o
9"
3,1 5"
1,013"
Rata-rata dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak memiliki perbedaan yang nyata (o< 0,01)
Peningkatan konsentrasi sukrosa dai 15%ke 20% pada sari buah apel menyebabkan peningkatan kadar alkohol, total asam dan asam volatil cider, tetapi pada penambahan 25%o sukrosa menghasilkan cider dengan kadar alkohol, total asam dan asam volatil yang lebih rendah dibandingkan dengan penambahan 20% sukrosa. Hal ini disebabkan karena adanya penghambatan katabolit (catabolite repression) yang dialami oleh sel S. cerevisiae sehingga metabolisme gula menjadi terhambat (Reed dan Nagodawithana, 1991). Gambar 3.1 dan Gambar 3.2 memperlihatkan konsumsi gula oleh S. cerevisiae pada tingkat penambahan sukrosa 25%lebih lambat jika dibandingkan dengan konsumsi gula pada tingkat penambahan sukrosa 15% dan 20% yang dinyatakan dalam penurunan derajat brix selama proses pemeraman.
Dua kondisi suhu pemeraman yang digunakan dalam penelitian, yaitu suhu 28oc dan 10oc juga memberikan pengaruh terhadap pemanfaatan gula selama proses pemeraman. Suhu adalah salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme (Siliker et al., 1980). Penurunan suhu dari 28oC selama proses fermentasi menjadi suhu lO"C selama proses pemeraman menyebabkan S. cerevisiae membutuhkan waktu
untuk menyesuaikan
diri dengan
lingkungannya. Dengan demikian hal
tersebut menyebabkan metabolisme gula menjadi lebih lambat dan juga memberikan pengaruh terhadap kadar alkohol yang dihasilkan selama proses pemeraman.
6
Vol.lV No.6/ FEBRUARI 2001
t8 16 14
812 o10 L
.!
E8 o Ct6
4 2 0
07142128 Waldu (harl)
Gambar 3.1. gula oleh S. cercvlslae selama 4 minggu Pemeramsn pada suhu 28oC. Konsumsi
20
't8 16 14
.te 3 E10 l!' ob8
6 4 2
0 14
t'Yaktu (hari)
Gamber 3.2. Konsumsi gula oleh S. cerevisiae selama 4 minggu pemeraman pada suhu 10"C.
VoI.IV NO.6I FEBRUARI
2OOI
7
tGambar 3.3 dan 3.4 menunjukkan peningkatan kadar alkohol berlangsung terus sampai dengan minggu ketiga pemeraman walaupun kecepatan produksi alkohol selama pemer,rman tidak lagi setinggi pada tahap awal fermentasi.
Gambar 33. Produksi etanol selama pemeraman 4 minggu pada suhu 28oC.
18
't6 14 12
o E 10 o J
s
E
6 4 2 0
7142128 aktu (hari)
Gambar 3.4. Produksi etanol selama pemeraman 4 minggu pada suhu 10"C.
8
Vol.lV No.6, FEBRUAR|200l
Penurunan terhadap produksi alkohol dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu: (a) S. cerevisiae telah memasuki pertumbuhan statis(hasil tidak dicantumkan) , (b) adanya akumulasi etanol (D'Amore et al., 1988), dan (c) adanya akumulasi asam (Siliker et al., 1980).
Asam - asam organik, gliserol dan beberapa komponen ester dihasilkan selama proses fermentasi alkohol maupun selama proses pemeraman. Asam-asam organik tersebut memberikan peningkatan terhadap keasaman cider yang menyebabkan penurunan pH selama proses fermentasi (Berry, 1995). Produksi dan perubahan asam-asam organik selama proses fermentasi dan pemeraman dapat dilihat pada Gambar 3.5,3.6,3.7 dan Gambar 3.8. Memasuki pemeraman minggu kedua terjadi penurunan terhadap total asam dan asam volatil cider. Hal ini dapat disebabkan karena terjadi autolisis dari sel S. cerevisiae yang menyebabkan terbebasnya senyawa-senyawa peptida dan asamasam amino (Moreno et al., 1996), penguapan terhadap asam-asam volatil selama proses pemeraman dan adanya dekarboksilasi asam malat menjadi asam laktat selama fermentasi malolaktat. 1.4 1.3
1.2
I a- is"l la-zov" l+,u*)
E
8,,
I
E
.o1 s
I
0.9 0.8 o.7 14
Waktu (hari)
Gambar 3.5. Persentase total asam cider selamt pemeraman pada suhu 28oC.
Vol.lV No.6/ FEBRUAR!2001 9
1.4 1.3 1.2 E
(E
1.1
an
t!
6
1
o l- 0.9
s
0.8 0.7 0.6 ,. 14
Waktu (harl)
Gambar 3.6. Persentase total asem cider selamapemertman prda suhu l0oC.
0.26 o.24 0.22
8
0.2
g
0.18
{
o.ro
6
s
o.ta 0.12 0.1
't4 Waktu (hari)
Persentase asam votatit
'10
Vol.lV No.6/ FEBRUAR|200t
""?il1#i1"."""-ro
pada suhu 28oc.
0.19 0.18 0.17
so
0.16
la-is"z"
Ie
0.1s
E
l--+-zs"z"
a!
o 0.14
s
]
zov"] l
0.13 0.12 0.11 0.1
14
21
Waktu (hari)
Gambar 3.8. Persentase asam volatil cider selama pemeraman pada suhu 10"C.
Berdasarkan hasil pengukuran derajat keasaman (pH) dari cider didapatkan bahwa pH cider pada pemeraman minggu ketiga dan keempat telah mencapai sekitar 3,2. Menurut Costello et al. (1983), pada pH di bawah 3,5 Leuconostoc oenos adalah jenis bakteri asam laktat yang dominan untuk melakukan proses fermentasi malolaktat.
Hasil analisa terhadap koloni yang ada dan dengan kondisi pH cider, diperkirakan jenis bakteri asam laktat yang terlibat adalah jenis Leuconostoc (Tabel3.6). Tabel3.6. Hasil analisa koloni minggu ketiga dan minggu keempat pemeraman cider
Pengujian
Minggu ketiga
Minggu keempat
pemeraman
pemeraman
Bentuk
Bulat, membentuk rantai
Bulat, membentuk rantai
Pewarnaan Gram
Gram positif
Gram positif
Ujikatalase
Katalase negatif
Katalase negatif
Uji kebutuhan terhadap
Fakultatif anaerob
Fakultatif anaerob
oksigen
Vol.lV No.6/ FEBRUAR|2001
11
Selama proses pemeraman, terjadi peningkatan terhadap kejernihan cider. Gambar 3.9 dan 3.10 menunjukkan peningkatan kejernihan cider selama proses pemeraman berdasarkan hasil pengukuran absorbansi.
0.145
0.14 0.135
o 0.13 tr o l! 0.125 o 0.12 o
tt
0.115 0.11
0.105 0.1
Gambar 3.9. Pengukuran absorbansi cider selama pemeraman pada suhu 28oC.
0.'t45 0.14 0.135 0.13
g15o/o
12
G
0.125
-p-20o/o
o
0.12
-+-25oh
€o lt
0.115 0.'t1
0.'t05 0.1 14
Waktu (hari)
Gambar 3.10. Pengukuran absorbansi cider selama pemeraman pada suhu 10oC.
12
Vo!.lV No.6/ FEBRUAR!200l
Faktor yang paling berpengaruh terhadap peningkatan kejernihan cider adalah kadar alkohol dan keasaman cider. Menurut Siebert et al. (1996), pengaruh alkohol terhadap kejernihan cider disebabkan karena etanol bersifat semipolar dan lebih bersifat hidrofobik jika dibandingkan dengan air. Sifat-sifat tersebut membantu etanol dalam mengikat protein yang ada dan menyebabkan pengendapan komponen-kompoenen tersebut pada tahap akhir fermentasi. Peningkatan keasaman cider selama proses pemeraman juga membantu dalam peningkatan kejernihan cider karenapada sekitar pH 3,2, protein telah mencapai titik isoelektrik sehingga membantu dalam pengendapan protein.
IV. KESIMPULAN Peningkatan penambahan sukrosa pada sari buah apel dari 15% menjadi 20%o memberikan peningkatan terhadap kadar alkohol, total asam dan asam volatil yang dihasilkan selama proses fermentasi dan pemeraman. Peningkatan penambahan sukrosa dari 20% menjadi 25% tidak memberikan kadar alkohol, total asam dan asam volatil yang lebih tinggi selama proses fermentasi dan pemeraman. Penambahan 25oh sukrosa ke dalam sari buah apel menyebabkan Saccharomyces cerevisiae mengalami p
enghamb atan katabo
lit
(c a t a b o I i t e r ep r e s s i o n).
Konsentrasi optimal penambahan sukrosa untuk pembuatan cider dengarr menggunakan kultur S.cerevisiae (BCC 0074) adalah sebesar 20o/o. Dan waktu pemeraman yang optimal adalah selama tiga minggu. Peningkatan kadar alkohol selama pemeraman berlangsung sampai dengan minggu ketiga, sedangkan persentase total asam dan asam volatil hanya berlangsung sampai dengan minggu pertama. Seiring dengan terjadinya peningkatan kadar alkohol selama proses pemeraman, kejernihan cider juga mengalami peningkatan. Menurunnya keasaman cider selama proses pemeraman disebabkan oleh reaksi autolisis pada akhir fermentasi alkohol dan proses dekarboksilasi asam malat menjadi asam laktat.
Aktivitas S. cerevisiae berlangsung lebih lambat pada suhu rendah. Penggunaan suhu pemeraman pada 10oC memberikan peningkatan terhadap kadar alkohol dan asam yang lebih lambat dibandingkan pada suhu 28"C.
Vot.lV No.6/ FEBRUARI
2001
13
DAFTAR PUSTAKA
l. Berry, D.R. "Alcoholic beverage fermentations." Fermented Beverage Production Ed. Lea, A.G.H dan Piggott, J.G., Glasgow, UK : Chapman and
Hall, 1995.\
" Numbers and species of lactic acid bacteria in wines during vinification." Food Technologt in Australia. Vol.35. No.l (January 1983): 14-18. D'Amore, T., et al. " Intracellular ethanol accumulation in S.cerevisiae during fermentation." Applied and Environmental Microbiologgt Vol 50. No.3. 1985: 685-689. Lea, A.G.H. " The science of cider making." http // ourworld. compuserve. com / homepages / andrew-lea /ferments.htm. Reed, G dan Nagodawithana, T.W. Yeast Technologt. 2"d Ed. Westport, Connecticut: The AVI Publishing Comp any, Inc, 197 2. Siebert, K.J., et al. "Formation of protein-polyphenol haze in beverages." J. Agric. Food. Chem. Vol. 44. 1996 : 1997-2005. The International Commission on Microbiological Specification for Foods. Microbial Ecology of Foods. Ed. Siliker, J.H., et al. New York : Academic
2. Costello, P.J., et al.
3.
4. 5.
6. 7.
Press, 1980.
* rl. *
14
Vol.lV No.6/ FEBRUARI 2001
rl.
rl.