III. PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN LAMA PEMERAMAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI SERAT SAWIT ABSTRACT Study the influe nce of NaOH concentration and immersion periode on the nutrients content of palm press fiber has been do ne to obtain the best level of NaOH concentration and immersion periode. The design used Completely Randomized Design with factorial pattern (3x3) and 2 replicates. Factor A was concentration of NaOH (A1 = 2.5%, A2 = 5%, A3 = 7.5%) and factor B was immersion periode of palm press fiber in NaOH (B1 = 6 hours, B2 = 12 hours, B3 = 24 hours). Data obtained from this study were statistically processed by analysis of variance Variables observed in this study were: (1) dry matter content of nutrients, crude protein (AOAC 1990). The content of the fiber fraction NDF, ADF, cellulose, hemicellulose, and lignin was determined by analysis of Van Soest, (2) the structure of the cell wall (scanning electron microscope) by using the ESM-JSM-5310 LV to determine the porosity occurred during NaOH treatments to determine the porosity occurred during NaOH treatments. The results of this study indicated that the NaOH concentration of 2.5% with 24-hour immersion periode showed that the NaOH concentration of 2.5% with 24-hour immersion periode showed the best results in lowering the content of NDF, ADF palm press fiber without affecting the value of crude protein. By using a scanning electron microscope (SEM), it showed that some of cell wall fractions were dissolved by NaOH treatment especially the lignin was split from the lignocellulose bond in the epidermis. Key words : palm press fiber, NaOH, nutritive quality PENDAHULUAN Latar Belakang Serat sawit (palm press fibre) adalah salah satu hasil samping pengolahan kelapa sawit. Setiap ha luasan kebun kelapa sawit dihasilkan berupa serat sawit sebanyak 2.681 kg bahan kering per tahun (Diwyanto et al 2004). Dengan luas perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia yakni 7 juta Ha (90 % nya berproduksi), jumlah serat sawit yang dihasilkan adalah sebesar 16,888 metrik ton BK/th. Tingginya kadar serat kasar terutama selulosa (48.96%) dan lignin serta rendahnya kandungan protein kasar (3.93%) dari serat sawit (Rahman et al 2007) merupakan faktor pembatas penggunaannya sebagai pakan ternak. Dilain pihak ketersediaan hjauan yang berfluktuasi terutama pada musim kemarau dapat menyebabkan masalah serius bagi ternak khususnya ruminansia, karena hijauan merupakan salah satu pakan yang sangat umum digunakan. Untuk mengatasi
44 masalah tesebut diperlukan pakan lain yang ketersediaannya terus menerus dan tidak tergantung pada musim. Serat sawit dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengganti rumput. Pemanfaatan serat sawit sebagai pakan ternak menghadapi kendala disebab-kan nilai nutrisinya yang rendah, sehingga perlu pengolahan. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut perlu dilakukan pengolahan serat sawit sebelum diberikan kepada ternak, antara lain dengan penggunaan alkali seperti NaOH. Menurut Moss et al. (1990) pengolahan dengan NaOH adalah suatu metode yang efektif untuk meningkatkan kualitas yang rendah dari jerami padi walaupun dengan penambahan NaOH membuat defisiensi nitrogen yang lebih buruk pada jerami padi. Pengolahan ini pada prinsipnya ditujukan untuk merenggangkan ikatan ligno-selulosa dan ligno-hemiselulosa, meningkatkan daya cerna bahan, daya
guna
limbah serta
memper-panjang waktu penyimpanan.
Untuk
mengoptimalkan penggunaan serat sawit sebagai pakan ternak dapat dilakukan lagi perlakuan fisik (dipotong, digiling) atau kimia. Penelitian pemeraman serat sawit dengan NaOH dilakuka n guna mendapatkan informasi level NaOH yang tepat selama pemeraman. Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan adalah perendaman dengan NaOH. MATERI DAN METODE Preparas i Serat Sawit Serat sawit diperoleh dari pabrik pengolahan kelapa sawit PT Incasi Raya di Padang.
Serat sawit dibersihkan dari kotoran dan cangkang kelapa sawit,
kemudian dikeringkan dengan panas matahari hingga kadar air ± 12%. Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH kristal (teknis) diperoleh dari toko bahan kimia di Bogor. Pembuatan Serat Sawit-NaOH Serat sawit-NaOH dibuat de ngan memodifikasi metode Sunstøl (1984). Diagram alur pembuatan serat sawit-NaOH ditampilkan pada Gambar 7.
45
Serat Sawit 200g + NaOH (2.5; 5; 7.5%)
Diperam (6, 12 dan 24 jam)
Dicuci, d itiriskan dan dikeringkan ± pH 7
Serat Sawit-NaOH
Gambar 7 Diagram alur pembuatan serat sawit-NaOH Metode Analisis Peuba h yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) kandungan nutrisi meliputi bahan kering, protein kasar (AOAC 1990). Kandungan fraks i serat NDF, ADF, selulosa, hemiselulosa, dan lignin ditentukan dengan analisis Van Soest (Van Soest 1987); (2) struktur dinding sel (scanning electron microscope) dengan menggunakan ESM-JSM-5310 LV. Rancanga n Percobaa n Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor (3x3) dan 5 ulangan (Steel & Torrie 1993). Faktor perlakuan A = Level konsentrasi NaOH (A1=2,5%, A2=5%, A3=7,5%) dan faktor perlakuan B = Lama pemeraman serat sawit dalam NaOH (B1=6 jam, B2=12 jam, B3 = 24 jam). Data yang diperoleh dari pe nelitian ini diolah secara statistik dengan analisis keragaman.
Jika analisis keragaman menunjukkan perbedaan
nyata maka dilakuka n uji Duncan`s Multiple Range Test (DMRT). Analisis Sampel 1.
Bahan kering, Protein Kasar (Analisis Proksimat metode Kjedahl)
46 2.
Kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF), Acid Detergent Fiber (ADF), Selulosa, Hemiselulosa, Lignin dan Silika (Van Soest 1994)
3.
SEM (Scanning Electron Microscope). Scanning Electron Microscope dengan menggunakan ESM-JSM-5310 LV. Sampel diambil sebanyak 2 g, kemudian diletakkan ditempat preparasi sampel terus ditutup dan dilakukan pengecekan de ngan SEM (Gambar 8).
A Gambar 8 Scanning Electron Microscope A.Tempat meletakkan sampel HASIL DAN PEMBAHASAN Scanning elektron mikroskop (SEM) SEM dimaksud untuk mengetahui porositas yang terbentuk akibat pemeraman serat sawit dengan NaOH, yaitu berupa rongga primer maupun sekunder secara detail, sangat berguna karena mampu memberi informasi jauh lebih detil daripada sekadar analisis mikroskopis. SEM sanggup memperbesar image puluha n ribu kali sehingga struktur dalam serat terlihat dengan jelas termasuk porositas (Lelono & Isnawati 2007).
47
A
B pl
Gambar 9
pr
pl
pr
Penampang dinding sel serat sawit dengan SEM A. Serat sawit pada perbesaran 1.000 x. B. Serat sawit diperam NaOH perbesaran 1.000x. pl = parenkim longitudinal, pr = parenkim jari-jari pecah terbentuk lokus- lok us
Serat sawit mengandung selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel berikatan dengan lignin dan hemiselulosa membentuk suatu lignoselulosa. Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap dinding sel serat sawit jelas sekali terlihat dengan menggunakan scanning electron microscopy (SEM) disajikan pada Gambar 9A dan 9B. Pada Gambar 9A serat sawit tanpa pemeraman dengan NaOH terlihat jaringa n dasar terjalin dengan pita parenkim longitudinal dan dengan parenkim jari- jari, pembuluh tertutup oleh tilosis. Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka aktivitas alkali akan lebih kuat dalam memutuskan ikatan antara lignin dengan hemiselulosa dan selulosa dinding sel serat sawit berupa rongga primer maupun sekunder. Pada Gambar 9B dengan bantuan scanning electron microscope (SEM) jelas terlihat prubahan porositas yang terbentuk akibat pemeraman serat sawit dengan NaOH yaitu perubahan rongga primer maupun sekunder yang pecah menjadi tidak kelihatan, yang terbe ntuk ada lah berupa lok us- lokus berarti sebagian dinding sel larut dan terjadi perubahan struktur dinding sel yang berperan untuk melonggarkan dan memecah ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa. Penga ruh konsentras i NaOH dan lama pe meraman terhadap kandungan bahan kering serat sawit Respon perlakuan menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar perlakuan, tapi masing- masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0.01) antara
48 konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan bahan kering dan protein kasar serat sawit seperti disajikan pada Tabel 6. Tabe l 6 Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan bahan kering dan protein kasar Konsentrasi NaOH (A)
6 jam
2.5% 5% 7.5% Rataan
Lama pemeraman (B) 12 jam 24 jam Kandungan bahan kering
92.31±0.08 91.69±0.57 90.47±2.60 91.49±1.46A
91.49±0.08 90.62±0.91 91.69±0.57 85.64±3.25 85.74±1.67 84.90±2.87 AB 89.42±3.06 87.05±3.42B Kandungan protein kasar AB 4.35±0.06 4.08±0.14 C 4.48±0.13A BC C 4.19±0.11 3.99±0.11 3.52±0.01DE D F 3.69±0.21 3.22±0.06 3.30±0.04EF
2.5% 5% 7.5%
Rataan a
91.47±0.86 ab 89.45±3.41 b 87.04±3.28 89.32
Keterangan: Superskrip dengan huruf kapital yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.01). Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).
Percobaan pemeraman serat sawit dengan NaOH memperlihatkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi NaOH dan semakin lama diperam terjadi penurunan bahan kering serat sawit.
Serat sawit setelah diperam dilakukan
pencucian sehingga menyebabkan berkurangnya bahan kering karena pencucian dan perlakuan NaOH. Hal ini menyebabkan turunnya persentase bahan kering serat sawit-NaOH. Hal ini sesuai dengan pendapat Arisoy (1998) yang menyatakan bahwa perlakuan alkali diharapkan berperan dalam melonggarkan ikatan hidrogen pada kristal selulosa dan silika jerami sehingga senyawa ini akan mudah terlarut. Pada pemeraman dengan NaOH akan terjadi penurunan bahan kering sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti sebelumnya (Moss et al. 1990). Konsentrasi NaOH sangat mempengaruhi persentase bahan kering yang dihasilkan.
Konsentrasi NaOH 2.5% (91.47%±0.86) nyata lebih tinggi
menghasilkan bahan kering daripada konsentrasi NaOH 7.5% ( 87.04%±3.28). Secara umum konsentrasi NaOH 2.5% dapat digunakan pada penelitian tahap selanjutnya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahan kering yang dihasilkan tinggi kemudian konsentrasi NaOH lebih rendah, bahan yang hilang akibat pencucian sedikit.
49 Respon lama pemeraman terhadap persentase bahan kering serat sawit menurun seiring dengan semakin lamanya pemeraman. Lama pemeraman 6 jam memberikan persentase bahan kering (91.49% ±1.46) yang lebih tinggi dibandingkan de ngan lama pemeraman 24 jam (87.05% ± 3.42). Persentase bahan kering yang dihasilkan dengan lama pemeraman 24 jam lebih rendah dari 6 dan 12 jam, tapi bahan yang hilang akibat pencucian sama dengan lama pemeraman 6 jam. Berdasarkan kenyataan tersebut lama pemeraman 24 jam dapat digunakan pada penelitian selanjutnya (Rahman et al 2007). Penga ruh Konsentras i NaOH dan Lama Pemeraman te rhadap Kandungan Protein Kasar Se rat Sawit Percobaan konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan protein kasar serat sawit menunjukkan interaksi antara konsentrasi NaOH dan lama pemeraman (P<0.01) seperti disajikan pada Tabe l 5. Pada percobaan ini terlihat bahwa kandungan protein kasar tertinggi adalah pada perlakuan NaOH 2.5%, 24 jam yaitu 4.48% diikuti oleh NaOH 2.5%, 6 jam tetapi antara ke duanya tidak terdapat perbedaan yang nyata. Dibandingkan dengan serat sawit yang tidak diperlakukan ternyata terdapat peningkatan protein kasar dari 3.93% vs 4.48% pada perlakuan NaOH 7.5% 24 jam (peningkatan 13.99%).
Protein juga
mengalami hidrolisis pada pH alkalis yang menghasilkan suatu campuran asam amino bebas. Asam amino tersebut akan ikut tercuci waktu pencucian serat sawit yang terlihat dari adanya sedikit penurunan kandungan protein kasar dibandingkan dengan serat sawit yang tidak dipemeraman (dari 3.93% menjadi 3.22%). Asam amino merupakan monomer yang menyusun polimer-polimer pada protein. Asam amino dapat mengalami proses hidrolisis yang menghasilkan hidrolisat protein. Pada hidrolisis dalam suasana basa, asam–asam amino akan mengalami rasemasi (kehilangan kegiatan optik) (Schumm 1992). Hidrolisis dapat menyebabkan perubahan sifat suatu senyawa kimia akibat dari perenggangan ikatan senyawa kimia. Hasil dari hidrolisat tergantung dari jenis substrat atau senyawa yang akan dihidrolisis, bahan pelarut hidrolisis, dan kondisi sekeliling (Mulyono 2001).
Perlakuan NaOH
pada
serat sawit
ternyata dapat
menurunkan kandungan protein kasar sesuai menurut penelitian Vadiveloo et al. (2009) dan Arysoi (1998), dimana kandungan protein kasar sekam padi lebih
50 rendah diba ndingka n pada jerami padi atau seperti residu pe ngolahan minyak kelapa sawit dan serat sawit di Malaysia (Vadiveloo & Fadel 1992). Perlakuan SS-NaOH dapat menyebabkan kehilangan bahan organik dan dapat diasumsikan bahwa tidak merubah bentuk komponen anti nutrisi furfural dan phenolik dari degradasi lignin. Penga ruh Konsentras i NaOH dan Lama Pemeraman terhadap Kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF) Serat Sawit Neutral detergent fiber adalah zat makanan yang tidak larut dalam detergent neutral, merupakan bagian terbesar dari dinding sel tanaman. Bahan ini terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, silica dan beberapa protein fibrosa (Van Soest 1994). Hasil analisis kandungan NDF serat sawit yang direndam dalam larutan NaOH sesuai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Hasil analisis
keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi NaOH dan lama pemeraman berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap penurunan kandungan NDF. Berbeda sangat nyatanya konsentrasi NaOH terhadap kandungan NDF disebabkan berbedanya kemampuan NaOH untuk memutuskan ikatan lignoselulosa dan lingohemiselulosa serta melarutkan sebagian lignin, silika dan hemiselulosa. Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka aktivitas alkali akan lebih kuat dalam memutuskan ikatan ligno-selulosa dan ligno hemiselulosa dan makin banyak lignin, silika dan hemiselulosa yang larut. Tabe l 7 Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan NDF dan ADF (% BK) Konsentrasi NaOH (A) 2.5% 5% 7.5%
Lama pemeraman (B) 6 jam 12 jam Kandungan NDF 90.94±0.03A 88.46±0.42B 87.05±0.31C
90.83±0.11A 88.05±0.14B 86.89±0.21C
24 jam 88.67±0.16B 87.71±1.05BC 86.74±0.01C
Kandungan ADF 2.5% 5% 7.5%
67.65±0.03A 65.53±0.03B 65.46±0.03B
67.85±0.14A 63.88±0.23C 63.13±0.21D
62.50±0.21E 60.56±0.66G 61.29±0.17F
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjuk-kan perbedaan yang nyata (P<0.01).
51 Reaksi katalisis dari selulosa dengan alkali halide disajika n pada Gambar 10. Fengel dan Wegener (1995), menyatakan bahwa alkali dapat menyebabkan perubahan struktur dinding sel yang berperan untuk melonggarkan ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa reaksi
penyabunan oleh NaOH aka n membuat hemiselulosa, lignin dan silika sebagian menjadi larut. Hal ini dapat disebabka n lebih kuatnya kemampuan NaOH dalam memutus ikatan lignoselulosa, ligno hemiselulosa serta melarutkan lignin, silika dan hemiselulosa. Skema reaksi kata- lisis alkali dari selulosa dengan alkil halide diperlihatkan pada Gambar 10. Cell
OH + NaOH
Cell
O- Na+ + Cl
Cell R
O - Na+ + H2 O Cell
O
R + NaCl
Gambar 10 Skema reaksi katalisis alkali dari selulosa dengan alkil halida Lama pemeraman juga memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan NDF.
Hal ini disebabkan semakin lamanya pemeraman
maka kesempatan NaOH semakin lama dalam memutuskan ikatan lignohemiselulosa.
Uji lanjut DMRT terhadap lama pemeraman memperlihatkan
bahwa lama pemeraman 24 jam, mengandung NDF paling rendah dibandingkan dengan lama pemeraman 6 jam dan 12 jam. Hal ini disebabkan semakin lama pemeraman
yang dilakukan, maka aktivitas alkali akan lebih lama dalam
memutuska n ikatan ligno-selulosa dan ligno-hemiselulosa dan makin banyak lignin, silika dan hemiselulosa yang larut, sehingga ka ndungan NDF makin turun. Kandungan NDF yang tinggi diperoleh pada serat sawit yang diperam dalam larutan NaOH 2.5% dengan lama pemeraman 6 jam walaupun tidak berbeda dengan perlakuan lainnya.
Hal ini dikarenakan masih rendahnya kemampuan
alkali dalam merenggangkan ikatan ligno-selulosa dan ligno-hemiselulosa, sehingga dinding sel masih dilindungi oleh ikatan lignin yang kuat.
Hal ini
membuat larutan NaOH memerluka n waktu yang lebih lama lagi untuk dapat mendegradasi dinding sel. Perlakuan serat sawit dengan NaOH 7.5%, 12 jam mengandung NDF 86.74%, menurun 9.8% dari serat sawit yang tidak diperlakukan (NDF 96.50%).
52 Penga ruh Konsentras i NaOH dan Lama Pemeraman te rhadap Kandungan Acid Detergen Fibe r (ADF) Serat Sawit Acid detergent fiber merupakan zat makanan yang tidak larut dalam detergent asam, terdiri atas selulosa, lignin dan silika (Van Soest 1994). Hasil analisis rataan kandungan ADF serat sawit yang diperam dalam larutan NaOH dapat dilihat pada Tabel 6.
Hasil analisis keragaman menunjukka n interaksi
antara konsentrasi NaOH dengan lama pemeraman sangat nyata (P<0.01) terhadap penurunan kandungan ADF. Hal ini disebabkan berbedanya konsentrasi NaOH dan lama pe meraman yang diperlakuka n.
Berdasarkan uji DMRT diperoleh
bahwa kandungan ADF serat sawit yang diperam dalam larutan NaOH 5.0% dengan lama pemeraman 24 jam menghasilkan kandungan ADF terendah (60.56%), sehingga bila dibandingkan dengan perlakuan di atas (A2B3) maka terlihat penurunan kandungan ADF sebesar 11.% dibandingkan dengan serat sawit yang tidak mendapat perlakuan (kandungan ADF nya 71.56%).
Rendahnya
kandungan ADF pada konsentrasi NaOH 5.0 % lama pemeraman 24 jam dikarenakan berbedanya lama pemeraman dan konsentrasi NaOH yang digunakan, semakin lama pemeraman dilakukan maka aktivitas alkali akan lebih besar dalam merenggangkan ikatan ligno-selulosa dan makin banyak lignin dan silika yang larut, sehingga kandungan ADF menjadi turun dan selanjutnya NaOH bersifat basa yang diduga dapat menghidrolisis karbohidrat yang sulit dicerna oleh mikroba menjadi lebih mudah dicerna. Hasil penelitian Jamarun et al (2001), jerami padi yang diperam dalam larutan NaOH selama 24 jam dapat menurunkan kandungan serat kasar jerami padi dari 42.15% menjadi 38.37%. Liu and Wyman (2005) mengemukakan bahwa alkali dapat memutuskan ikatan hidrogen inter molekul dan melarutkan sebagian lignin dan silika, tetapi apabila konsentrasi NaOH semakin tinggi maka kandungan ADF bertambah tinggi pula.
Hal ini
disebabkan adanya sebagian fraksi NDF yang mudah larut, sehingga proporsi ADF meningkat. Penga ruh Konsentras i NaOH dan Lama Pemeraman terhadap Kandungan Selulosa Serat Sawit Selulosa merupakan komponen terbanyak dari batang tanaman dan membentuk struktur dasar dari dinding sel tanaman (Fengel dan Wegener 1995).
53 Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan selulosa serat sawit disajikan pada Tabel 8. Tabe l 8 Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin (% BK) Konsentrasi NaOH (A)
Lama pemeraman (B) 12 jam 24 jam Kandungan selulosa
6 jam
2.5% 5% 7.5%
44.44±0.10B 46.82±0.10A 42.44±0.01C
2.5% 5% 7.5%
23.29±0.06 22.93±0.40 21.59±0.34 22.60±0.83A
30.55±0.01F 28.48±0.04H 41.54±0.04D
Rataan
26.64±0.14I 28.66±0.07G 33.23±0.06E
Kandungan hemiselulosa
Rataan 2.5% 5% 7.5%
22.98±0.25 24.17±0.08 23.76±0.00 23.64±0.55B
26.17±0.06 27.17±1.74 25.45±0.16 26.26±1.10C
ab
24.15±1.58 a 24.76±2.11 b 23.60±1.74
24.17
Kandungan lignin A 23.99 ±0.04 23.92AB±0.06 22.22C±0.08 23.93AB±0.04 23.81B±0.04 21.14E±0.06 22.26C±0.11 21.45D±0.03 21.18E±0.06
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.01).
Berdasarkan analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi NaOH dan lama pemeraman
sangat nyata (P<0.01) terhadap
penurunan kandungan selulosa. Hasil uji DMRT diperoleh bahwa kandungan selulosa terendah adalah pada konsentrasi NaOH 2.5% dengan lama pemeraman 24 jam (A1B3) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jika dibandingkan dengan serat sawit yang tidak diperlakukan (selulosa 31.16%) terdapat penurunan sebesar 14.51%. Kandungan selulos a yang rendah pada konsentrasi NaOH 2.5% dengan lama pemeraman 24 jam, hal ini mengindikasikan bahwa NaOH dapat memindahkan beberapa komposisi serat sawit, seperti hemiselulosa dan lignin, dan mendapatkan selulosa yang lebih tinggi dilihat dari rataan sellulosa (35.87%). Semakin lama pemeraman yang dilakukan maka aktivitas alkali akan lebih besar dalam memutus ikatan hidrogen kristal selulosa, sehingga sebagian selulosa menjadi larut. Seba liknya menurut Subkaree et al (2007) kandungan selulosa setelah pra-perlakuan NaOH meningkat
54 dibandingkan dengan kandungan selulosa pada serat sawit yang ditekan tanpa perlakuan. Umikalsom et al
(1998) menyatakan bahwa sodium hidroksida
menurunkan kristalin selulosa dan lignin ke CO 2 , H2 O dan asam karboksil. Selanjutnya Zhu et al (2006) melaporkan bahwa berat jerami padi hilang setelah pra perlakuan oleh NaOH karena kehilangan komposisinya, seperti hemiselulosa dan lignin sampai pada peningkatan selulosa.
Perlakuan NaOH diharapkan
mampu memutuska n ikatan hidrogen pada kristal selulosa dan sebagian silika menjadi larut, kristal selulosa sebagian kecil dapat larut dalam alkali encer tetapi tidak dapat larut dalam asam encer. Apabila konsentrasi NaOH semakin tinggi, kandungan selulosa semakin tinggi pula akibat besarnya kemampuan NaOH dalam memutus ikatan lignoselulosa sehingga terbebas dari lignin. NaOH mempunyai pH sangat tinggi,
sehingga dapat
meningkatkan kelarutan
hemiselulosa dan selulosa. Banyaknya selulosa terbebas dari ikatan lignin memerluka n waktu yang lebih lama untuk melarutkannya. Penga ruh Konsentras i NaOH dan Lama Pemeraman te rhadap Kandungan Hemiselulosa Serat Sawit Hemiselulosa adalah suatu nama untuk menunjukkan suatu golongan substansi yang termasuk didalamnya araban, xilan, heksosa tertentu dan poliuronat yang lebih tidak tahan terhadap reaksi kimia dibandingkan dengan selulosa (Tilman et al. 1998). Rataan analisis kandungan hemiselulosa serat sawit yang diperam dengan larutan NaOH sesuai pelakuan dapat dilihat pada Tabe l 8.
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara
konsentrasi NaOH dan lama pemeraman berbeda tidak nyata (P>0.05), namun masing- masing faktor tersebut memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap ka ndungan hemiselu- losa. Berbeda sangat nyatanya konsentrasi NaOH terhadap kandungan hemiselulosa disebabkan berbedanya kemampuan NaOH dalam melarutkan hemiselulosa.
Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka
aktivitas alkali akan lebih kuat dalam memutuskan ikatan hidrogen hemiselulosa dan makin banyak hemiselulosa yang larut.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Arysoi (1998), Subkaree et al. (2007) dan Garmroodi et al. (2009) yang
55 menggunakan berbagai jenis alkali, ternyata meningkatnya daya cerna ditentukan oleh jenis alkali dan jumlah zat kimia yang digunakan. Penga ruh Konsentras i NaOH dan Lama Pemeraman te rhadap Kandungan Lignin Serat Sawit Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang berbeda sangat nyata (P<0.01) antara konsentrasi NaOH dengan lama pemeraman terhadap kandungan lignin serat sawit yang diperam dengan NaOH. NaOH dapat melarutkan lignin, silika dan hemiselulosa tetapi tidak melarutkan selulosa, dengan NaOH menyebabkan terjadinya perombakan struktur dinding sel akibat adanya penetrasi yang kuat dari NaOH ke dinding sel sehingga meningkatkan kecernaan bahan kering da n bahan organik (Arisoy 1998). Selanjutnya pada penggunaan larutan alkali
sebagai larutan penghidrolisis, alkali yang efektif
digunakan adalah alkali kuat misalnya NaOH dan Ca(OH)2.
Pada proses
pe leburan, lignin didalam sekam akan terlepas dari ikatannya dengan selulosa, sedang pada
pemanasan lebih lanjut mengalami oksidasi dan perombakan
menjadi garam- garam oksalat, asetat dan formiat (Mastuti 2001). Reaksi yang terjadi pada peleburan adalah sebagai berikut: (C6H10O5)n + 4n NaOH + 3n O2
n (COONa)2 + n CH3COONa + n HCOONa + 5n H2O + n CO2
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses hidrolisis yaitu konsentrasi zat penghidrolisis, waktu, suhu, perbandingan reaktan, ukuran ba han dan kecepatan pengaduka n.
Dengan de mikian ko nversi aka n naik dengan naiknya suhu.
Semakin lama waktu hidrolisis, konversi yang dicapai semakin besar sampai batas waktu tertentu, dan bila waktu diperpanjang, pertambahan konversi kecil sekali karena terjadi dekomposisi hasil. Agar persentuhan antara zat- zat pereaksi berlangsung baik, maka perlu diberikan pengadukan. Pengadukan juga akan meratakan suhu pemanasan sehingga reaksi berjalan sempurna. Ukuran bahan makin halus akan memperluas bidang kontak, kecepatan reaksi bertambah dan konversi akan naik. Peningkatan konsentrasi zat penghidrolisis akan memperbesar kecepatan reaksi, tetapi konsentrasi yang tinggi kadang-kadang dapat memberikan hasil samping yang tidak diinginkan.
56 Pada Tabel 8 terlihat kandungan lignin serat sawit yang diperam dengan NaOH berkisar antara 21.14 sampai 23.99%. Rataan kandungan serat sawit yang diperam dalam NaOH adalah 22.66%, kandungan lignin terendah diperoleh pada konsentrasi NaOH 5% dengan lama pemeraman 24 jam. Hal ini terjadi karena NaOH mampu memecah ikatan antara ligno-selulosa atau ligno-hemiselulosa dan melarutkan sebagian lignin. Rahman (1990) menyatakan bahwa NaOH adalah alkali yang paling efektif dalam merenggangkan ligno-selulosa sehingga serat kasar mudah dicerna. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia. Senyawa NaOH mampu merusak atau memutuskan ikatan antara lignin dengan selulosa atau hemiselulosa, selain itu dapat menyebabkan pembengkakan matrik selulosa dan hemiselulosa yang telah terputus dengan ikatan lignin, sehingga lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen. Pada lama pemeraman
24 jam dengan konsentrasi 5% diperoleh
kandungan lignin 21.14%, menurun sekitar 2.87% dibandingkan dengan serat sawit yang tidak diperlakuka n. Secara rata-rata konsentrasi NaOH 2.5-7.5% cukup efektif untuk menurunkan kandungan lignin. Sedangkan bila dilihat dari lama pemeraman, semakin lama waktunya kandungan lignin semakin turun, hal ini disebabkan NaOH semakin lama bekerja.
NaOH berfungsi untuk mendegradasi
dan melarutkan lignin sehingga mudah dipisahkan dari selulosa dan hemiselulosa (Sihite 2008) selanjutnya menurut penelitian Subkaree et al (2007), perlakuan NaOH dapat mengurangi kandungan lignin pada pra-perlakuan serat sawit. Dengan adanya larutan NaOH ikatan dapat dilepas dan selulosa dalam keadaan bebas.
Menurut Haddad et al (1995)
mengatakan bahwa hidrolisis bahan
berserat kasar dengan NaOH, NH 4 OH, urea dan Ca(OH) 2 menurunkan kadar lignin dan peningkatan daya cerna secara proporsional dengan turunnya kadar lignin. Perlakuan NaOH pada serat sawit ternyata dapat meningkatkan bahan kering, bahan organik, abu, energi dan retensi N, namun tidak terjadi peningkatan kecernaan serat kasar (Arysoi 1998),
tetapi pada penelitian Ginting (1996)
perlakuan NaOH dengan ko nsentrasi 5 % memberikan koefisien cerna bahan kering in-vitro serat sawit yang terbaik dibanding dengan konsentrasi NaOH 2.5 dan 7.5 %.
57 SIMPULAN Konsentrasi NaOH 2.5% dengan lama pemeraman 24 jam mampu memberikan hasil yang terbaik dalam menurunkan kandungan NDF, ADF serat sawit tanpa mempengaruhi nilai protein kasar. Dengan menggunakan scanning elektron mikroskop (SEM) dapat dilihat, terjadi pemecahan dinding sel serat sawit setelah pemeraman serat sawit dengan NaOH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lignin terpecah dari lignin-selulosa.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] The Association of Official Analytical Chemists. 1990. Analysis. 16thEd. Washington DC. Assoc Agric Chemist.
Method of
Arisoy M. 1998. The effect of sodium hydroxide treatment on chemical compos ition and digestibility of straw. Tr J of Veterinary and Animal Sicences 22 p:165-170. Diwyanto K, Sitompul D, Manti I, Mathius IW, Soentoro. 2004. Pengkajian pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit-sapi. Dalam Setiadi et al. (Ed.). Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi. hlm. 11-22. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pemerintah Provinsi Bengkulu dan PT Agricinal. Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Diterjemahkan oleh Hardjono Sastrohamidjojo. Cetakan Pertama. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Garmrood i AF et al. 2009. In vitro firtsorder kinetic disappearance of dry matter and neutral detergent fiber of chemically and physically treated cottonseed hulls. Research Journal of biological Sciences 4(11):11801184. Ginting BL. 1996. Penggunaan serat sawit (palm press fiber) yang diperlakukan dengan NaOH dalam ransum domba lokal [tesis]. Padang. Program Pascasarjana, Universitas Andalas. Haddad SG, Grant RJ, Klopfenstein TJ. 1995. Digestibility of alkali-treated wheat straw measured in vitro or in vivo using Holstein heifers. J Anim Sci 72:3258-3265. Jamarun N, Nur YS, Rahman J. 2001. Pemanfaatan serat sawit fermentasi sebagai pakan ternak ruminansia. Panduan Seminar dan Abstrak.
58 Pengembangan peternakan berbasis sumberdaya lokal. Bogor. Fakultas Peternaka n Institut Pertanian Bogor.. Lelono EB, Isnawati. 2007. Peranan iptek nuklir dalam eksplorasi hidrokarbon. Puslitbang Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. JFN,Vol1 No2, p:79-92 Liu CG, Wyman CE. 2005. Partial flow of compressed-hot water through corn stover to enhance hemicellulose sugar recovery and enzymatic digestibility of cellulose. Bioresource Technology 96(18):1978-1985. Mastuti WE. 2001. Pembuatan asam oksalat dari sekam padi. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Pembuatan Asam Oksalat dari Sekam Padi.pdf Moss AR, Givents DI, Everington M. 1990. The effect of sodium hydroxide treatment on the chemical compos ition, digestibility and digestible energy content of wheat, barley and oat straws. Anim. Feed Sci. Technol. 29:7387. Mulyono. 2001. Kamus Kimia Untuk Siswa dan Mahasiswa Sains dan Teknologi. Bandung. PT. Genesindo. Rahman A. 1990. Pengantar Teknologi Fermentasi. Bahan Pengajaran. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Rahman J, Harnentis, Wiryawan KG. 2007. Biokonvesi limbah sawit menjadi komponen ransum komplit bermineral organic esensial untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan kwalitas daging domba. Padang. Laporan Penelitian Hibah Pekerti. Universitas Andalas Padang. Schumm DE. 1992. Intisari Biokimia. Diterjemahkan oleh Moch. Sadikin. 1993. Jakarta. Binarupa Aksara. Sihite O. 2008. Hubungan umur kayu Eucalyptus sp dengan kandungan pentosan bahan baku pulp pada PT Toba Pulp Lestari. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/5903/1/08E00327.pdf Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi II. Terjemahan: B. Sumantri. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
59 Subkaree Y, Boonswang P, Srinorakutara T. 2007. Palm press fibre treatment by sodium hydroxide and its enzymic hydrolysis. The 19th Annual Meeting of the Tai Society for Biotechnology. TSB2007: Biotechnology for Gross National Happiness. http://www.tistr.or.th/thesis/P8/Teerapatr/ Yuttasak/PalmPressed.pdf. Sunstøl F, Owen E. (Editors). 1984. Straw and other fibrous by product as feed. Developments in animal and Veterinary Sciences. 14 :545-546. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosukojo S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.. Umikalsom MS, Ariff AB, Karim MIA. 1998. Saccharification of pretreatment oil palm empty fruit bunch fiber using cellulase of Chaetomium globosum. Agric.Food Chem. 46:3359-3364. Vadiveloo J, Nurfariza B, Fadel JG. 2009. Nutritional improvement of rice husks. Anim.Feed Sci.Technol. 151:299-355. Vadiveloo J, Fadel JG. 1992. Compositional analyses and rumen degradability of selected tropical feeds. Anim.Feed Sci.Technol.37:265-279. Van Soest PJ. 1994. Nutritional Ecology of Ruminant Metabolism. New York Cornell University Press.. p:154-160. Zhu S et al. 2006. Microwave-assisted alkali pretreatment of wheat straw and its enzymatic hydrolysis. Biosystem Eng. 94:437-442.
60