I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Agribisnis merupakan suatu kesatuan usaha yang mencangkup kegiatan
proses pengadaan bahan baku, proses pengolahan dan pemasaran produk pertanian. Perusahaan yang masuk dalam kategori perusahaan pertanian mencangkup pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan (Firdaus, 2010). Lingkup usaha pada perusahaan perkebunan yaitu pengadaan bahan baku perkebunan, pengolahan produk perkebunan atau pemasaran hasil produk perkebunan. Indonesia memiliki lahan perkebunan yang cukup luas, tak heran bila banyak perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan dengan berbagai lingkup usaha. Ketatnya persaingan perusahaan besar di Indonesia yang diperkuat dengan banyaknya perusahaan di pasar modal indonesia atau yang lebih dikenal dengan Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan perkebunan yang ada di Indonesia harus mampu bersaing dengan perusahaan sektor lain yang lebih dominan demi mempertahankan kelangsungan usahanya. Tidak adanya batasan antar perusahaan dan masyarakat dalam mencari informasi dari masing-masing pihak, masyarakat dapat mengetahui secara langsung keadaan perusahaan dan kinerjanya dengan menganalisa laporan keuangan yang telah dipublikasikan oleh perusahaan tersebut secara online. Perusahaan tidak dapat menutupi kekurangan yang ada dalam perusahaannya. Hal ini tentu baik bagi masyarakat selaku investor yang ingin menanamkan modalnya dalam satu atau beberapa saham perusahaan yang
1
2
terdaftar di pasar modal. Investor akan lebih teliti dalam menentukan pilihannya dengan harapan mendapatkan keuntungan atas investasinya. Untuk
memenangkan
persaingan
pasar
maka
diperlukan
suatu
perencanaan dan manajemen pengelolaan yang baik dalam suatu perusahaan. Keadaan keuangan perusahaan dinilai baik tidak cukup dengan perusahaan tersebut hanya mampu menghasilkan laba yang tinggi. Namun hal tersebut perlu didukung dengan beberapa aspek seperti pengelolaan sumberdaya yang baik, kepuasaan pelanggan, manajemen keuangan yang baik, dan kesejahteraan karyawannya sehingga menghindari perusahaan dari hal yang tidak diinginkan. Kebangkrutan merupakan sesuatu yang paling menakutkan bagi pemilik perusahaan maupun karyawan yang bekerja di dalam perusahaan. Kebangkrutan merupakan suatu keadaan dimana perusahaan tidak dapat beroperasi dan menghasilkan keuntungan (profit). Tanda dini perusahaan berpotensi mengalami kebangkrutan dapat dilihat dari jumlah pendapatan bersih perusahaan tiap tahun, apabila pendapatan bersih perusahaan bernilai negatif selama beberapa tahun berturut-turut artinya perusahaan tersebut berpotensi mengalami kebangkrutan di tahun berikutnya. Pendapatan bersih perusahaan perkebunan di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1 Pendapatan Bersih Perusahaan Perkebunan di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2013-2014 No 1 2 3
Nama Perusahaan PT Astra Agro Lestari Tbk PT Austindo Nusantara Jaya Tbk PT Eagle High Plantations Tbk
Kode ALLI
Pendapatan Bersih (Rp) 2013 2014 1.903.088.000.000 2.621.275.000.000
ANJT
267.807.540.000
228.389.086.408
BWPT
(28.209.000.000)
194.638.000.000
3
Tabel 1.1 lanjutan 4 PT Golden Plantation GOLL Tbk 5 PT Gozco Plantations GZCO Tbk 6 PT Jaya Agra Wattie Tbk JAWA 7 PT Perusahaan LSIP Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk 8 PT Multi Agro Gemilang MAGP Plantation Tbk 9 PT Provident Agro Tbk PALM 10 PT Sampoerna Agro Tbk SGRO 11 PT Salim Ivomas SIMP Pratama Tbk 12 PT Sinar Mas Agro SMAR Resources and Technology Tbk 13 PT Sawit Sumbermas SSMS Sarana Tbk 14 PT Tunas Baru Lampung TBLA Tbk 15 PT Bakrie Sumatera UNSP Plantations Tbk 16 PT Dharma Satya DSNG Nusantara Tbk Sumber : Bursa Efek Indonesia (2015)
(13.580.000)
6.965.562.178
(95.845.000.000)
51.007.000.000
70.035.278.386 768.625.000.000
51.686.127.289 916.695.000.000
160.026.848
(29.136.207.048)
217.384.496.000 120.380.480.000 635.277.000.000
119.976.187.000 350.102.067.000 1.109.361.000.000
892.772.000.000
1.474.655.000.000
631.669.026.000
737.829.936.000
86.549.000.000
436.503.000.000
(2.566.042.503.000) (510.002.416.000) 215.696.000.000
649.794.000.000
Tabel 1.1 menunjukkan sebagian perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan pendapatan/laba bahkan salah satu perusahaan mengalami kerugian selama dua tahun berturut-turut dan sebagian besar lainnya mengalami peningkatan pendapatan dari tahun sebelumnya. Analisa keuangan penting dilakukan untuk menilai kinerja perusahaan terutama kinerja keuangannya. Analisa keuangan tidak hanya penting bagi investor sebelum menanamkan modalnya pada suatu perusahaan namun penting bagi perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya kebangkrutan dimasa mendatang yang tidak hanya dapat diprediksi oleh perusahaan namun dapat juga
4
diprediksi terlebih dahulu oleh investor sehingga akan memperparah kondisi perusahaan. Kinerja perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan yang dimiliki perusahaan. Analisa keuangan dapat menggunakan rasio keuangan yaitu rasio likuiditas, rasio solvibalitas, rasio aktivitas, rasio rentabilitas, maupun rasio leverage. Rasio keuangan berguna untuk memprediksi keadaan keuangan perusahaan di masa sekarang maupun masa mendatang. Selain itu rasio keuangan memungkinkan investor menilai kondisi keuangan dan hasil aktivitas perusahaan saat ini dan dimasa lalu serta sebagai pedoman para investor menilai kinerja masa lalu dan masa mendatang. Analisis rasio yang dianalisis secara terpisah mempunyai kendala dan keterbatasan sehingga diperlukan analisis lain yang mampu memprediksi kebangkrutan perusahaan lebih awal untuk mencegah kebangkrutan dimasa mendatang. Analisis kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman dan Foster dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan sebagai prediksi keadaan perusahaan di masa mendatang untuk menghindari perusahaan dari kebangkrutan. Berdasarkan permasalahan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Analisis Tingkat Kebangkrutan Model Altman dan Foster pada Perusahaan Perkebunan di Bursa Efek Indonesia (BEI) “.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
5
1.
Bagaimana tingkat kebangkrutan model Altman dan model Foster pada perusahaan perkebunan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013 – 2014?
2.
Apakah terdapat perbedaan antara tingkat kebangkrutan model Altman dengan tingkat kebangkrutan model Foster pada perusahaan perkebunan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013 – 2014?
1.3
Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui tingkat kebangkrutan model Altman dan model Foster pada perusahaan perkebunan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013 – 2014.
2.
Untuk mengetahui perbedaan antara tingkat kebangkrutan model Altman dan tingkat kebangkrutan model Foster pada perusahaan perkebunan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013 – 2014.
1.4
Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-
pihak berikut : 1.
Teoritis Penelitian ini digunakan sebagai sumbangan pemilikiran dengan
mengaplikasikan teori yang telah diperoleh di bangku kuliah dan merupakan media untuk belajar memecahkan masalah secara ilmiah 2.
Praktis
6
1) Bagi perusahaan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran berupa analisa tingkat kebangkrutan pada perusahaan dengan menggunakan model Altman dan Foster sehingga dapat dijadikan pedoman dalam pencegahan kebangkrutan di masa mendatang serta peningkatan kinerja perusahaan. 2) Bagi pihak luar Penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi pihak yang membutuhkan, misalnya investor. Penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam menentukan perusahaan yang akan dipilih untuk menanamkan modal ataupun sahamnya sebagai investasi.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menganalisis 16
perusahaan perkebunan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tentang tingkat kebangkrutan dengan menggunakan metode model Altman dan model Foster pada periode 2013 – 2014. Analisis ini menggabungkan beberapa perhitungan rasio keuangan kedalam formula atau rumus yang lebih dikenal dengan z-score model Altman dan z-score model Foster. Keempat rasio yang digunakan dalam perhitungan z-score model Altman adalah working capital to total assets ratio, retained earning to total assets ratio, earning before interest and taxes to total assets ratio, book value of equity to book value of total debt ratio. Sedangkan perhitungan yang digunakan dalam perhitungan z-score model Foster adalah transportation expense to operating revenue ratio dan time interest earned ratio.