1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Infeksi yolk sac merupakan suatu penyakit yang umum ditemukan pada anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. Infeksi yolk sac dapat ditemukan secara bersamaan dengan omfalitis (radang umbilikus) karena kedekatan hubungan anatomi antara yolk sac dan umbilikus. Omfalitis dapat meluas ke peritoneum dan menimbulkan peritonitis untuk selanjutnya menyebabkan infeksi yolk sac. Demikian juga infeksi yolk sac yang berat dapat menimbulkan peritonitis dan selanjutnya mengakibatkan timbulnya omfalitis. Meskipun demikian omfalitis atau infeksi yolk sac dapat saja terjadi secara terpisah. Berbagai jenis bakteri dapat berperan sebagai penyebab infeksi yolk sac dan/atau omfalitis. Escheriachia coli merupakan bakteri yang paling sering ditemukan, diikuti dengan Salmonella dan Staphylococcus. Genus bakteri lainnya yang sering terlibat dalam infeksi yolk sac adalah Pseudomonas, Klebsiella, Clostridium, Micrococcus, Yersinia, Enterobacter, Aerobacter, Citrobacter, Achromobacter, Enterococci, dan Alcaligenes. Selain itu, Aspergillus fumigatus pernah juga dilaporkan terlibat dalam infeksi yolk sac (Amare et al., 2013; Munang’andu et al.,2012; Husseina et al., 2008; dan Iqbal et al.,2006; Khan et al., 2004; Utomo dkk., 1990). Sumber infeksi bakterial yang terpenting pada yolk sac adalah kontaminasi tinja pada telur tetas. Disamping itu, pencemaran bakteri pada telur dapat juga
1
2
terjadi akibat nest box (sangkar bertelur) yang kotor di breeding farm, adanya telur tetas di latai (floor eggs), pencemaran pada inkubator, kerabang telur yang retak, kondisi penyimpanan telur tetas (cooling room) yang kurang memadai di unit hatchery, tingkat kelembaban yang tinggi selama proses inkubasi, dan penetrasi bakteri melalui umbilikus yang tidak menutup dengan sempurna. Infeksi yolk sac dapat juga terjadi melalui pencemaran pada telur akibat ooforitis dan salpingitis pada induk (Parent Stocks, PS) dan akibat translokasi bakteri dari usus atau aliran darah (Giovanardi et al., 2005; Barnes et al., 2008; Kehler, 2008). Anak ayam yang menderita infeksi yolk sac biasanya terlihat lesu, lemah, perut membesar, tubuh terasa empuk, cenderung untuk bergerombol di dekat pemanas dan dapat berakibat dengan kematian. Kerapkali umbilikus tampak membuka, basah, berwarna kemerahan dan terlihat kotor (mushy chick disease); kadang-kadang menebal, menonjol, dan berwarna merah tua. Gejala lain yang bersifat umum, meliputi penurunan atau hilangnya nafsu makan, gangguan pertumbuhan, bulu berdiri, dan kadang-kadang disertai oleh diare dengan kotoran yang menutupi daerah kloaka (Barnes et al., 2008; Kehler, 2008). Pada umumnya, infeksi yolk sac sulit untuk diobati oleh karena proses penyakit cepat memburuk, meskipun pada sejumlah kasus pengobatan dengan antibiotik dapat berhasil dengan baik. Sehubungan dengan banyaknya jenis antibiotik yang beredar di pasaran disertai dengan kemudahan dalam mengakses obat-obatan tersebut membuat peternak bebas memilih dan menggunakan antibiotik tersebut untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi di kandang. Hal ini merupakan salah satu faktor yang berperan dalam memunculkan bakteri yang
3
resisten terhadap antibiotik sehingga menyebabkan penyakit lebih sulit untuk diobati. Demikian juga, jika penyakit ini ditangani secara tidak efektif dapat menyebabkan agen penyakit menjadi resisten, menyebar ke lingkungan, dan berpotensi menyebabkan penyakit pada unggas lainnya di kemudian hari. Munculnya organisme yang resisten terhadap antibiotik membuat penyakit lebih sulit untuk diobati sehingga meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas pada anak ayam dalam suatu peternakan. Penyakit yang berlangsung lama akan memberi kesempatan kepada bakteri untuk menyebar ke lingkungan dan menyebabkan sakit pada unggas lainnya. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan juga bertambah mahal sehingga munculnya bakteri resisten di lingkungan dapat menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi peternak. Data dari lapangan menunjukkan bahwa jenis bakteri penyebab infeksi yolk sac pada anak ayam sangat beragam, demikian juga kasus resistensi bakteri terhadap antibiotik tergolong tinggi. Para peneliti melaporkan bahwa resistensi E. coli yang diisolasi dari kasus infeksi yolk sac terhadap amoksisilin, enrofloksasin, tetrasiklin, dan eritromisin, yaitu sebesar 63,7 - 93,1% (Amare et al., 2010; AlKhalaf et al., 2010; Iqbal et al., 2006). Klebsiella spp. juga menunjukkan tingkat resistensi yang cukup tinggi terhadap amoksisilin, tetrasiklin, dan eritromisin sebesar 60 – 86,9% (Al-Khalaf et al., 2010; Husseina et al., 2008). Tingkat resistensi terhadap antibiotik yang cukup tinggi juga ditunjukkan oleh S. aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Persentase resistensi Staphylococcus aureus terhadap enrofloksasin, kolistin sulfat, dan tetrasiklin, sebesar 46,7 – 92,5% (Amare et al., 2013; Al-Khalaf et al., 2010), sedangkan persentase resistensi P.
4
aeruginosa terhadap amoksisilin, eritromisin, kolistin sulfat, dan tetrasiklin sebesar 46,7 – 100% (Al-Khalaf et al., 2010; Husseina et al., 2008). Sehubungan dengan berbagai fakta di atas, maka isolasi dan identifikasi bakteri yang berasal dari yolk sac yang terinfeksi pada anak ayam pedaging penting untuk dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bakteri patogen apa saja yang menjadi penyebab penyakit ini, sehingga penyakit dapat ditanggulangi lebih dini. Selanjutnya, penting juga untuk dilakukan uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik untuk mendapatkan informasi mengenai pengobatan yang paling efektif dalam menanggulangi penyakit ini, sehubungan dengan makin banyaknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik.
B. Perumusan Masalah Infeksi yolk sac biasa ditemukan pada unggas berumur kurang dari satu minggu, dan kerapkali ditemukan bersamaan dengan omfalitis (radang umbilikus). Berbagai jenis bakteri dapat berperan sebagai penyebab infeksi yolk sac dan/atau omfalitis. Escheriachia coli merupakan bakteri yang paling sering ditemukan, diikuti dengan Salmonella dan Staphylococcus. Genus bakteri lainnya yang sering terlibat dalam infeksi yolk sac adalah Pseudomonas, Klebsiella, Clostridium, Micrococcus, Yersinia, Enterobacter, Aerobacter, Citrobacter, Achromobacter, Enterococci, dan Alcaligenes. Selain itu, Aspergillus fumigatus pernah juga dilaporkan terlibat dalam infeksi yolk sac (Amare et al., 2013; Munang’andu et al.,2012; Husseina et al., 2008; dan Iqbal et al.,2006; Khan et al., 2004; Utomo dkk., 1990).
5
Sumber infeksi bakterial yang terpenting pada yolk sac adalah kontaminasi tinja pada telur tetas. Di samping itu, pencemaran bakteri pada telur dapat juga terjadi akibat nest box (sangkar bertelur) yang kotor di breeding farm, adanya telur tetas di latai (floor eggs), pencemaran pada inkubator, kerabang telur tetas yang retak, kondisi penyimpanan telur (cooling room) yang kurang memadai di unit hatchery, tingkat kelembaban yang tinggi selama proses inkubasi, dan penetrasi bakteri melalui umbilikus yang tidak menutup dengan sempurna. Infeksi yolk sac dapat juga terjadi melalui pencemaran pada telur tetas akibat ooforitis dan salpingitis pada parent stocks (PS) dan akibat translokasi bakteri dari usus atau aliran darah (Giovanardi et al., 2005; Barnes et al., 2008; Kehler, 2008). Anak ayam yang menderita infeksi yolk sac biasanya terlihat lesu, lemah, perut membesar, tubuh terasa empuk, cenderung untuk bergerombol di dekat pemanas dan dapat berakibat dengan kematian. Kerapkali umbilikus tampak membuka, basah, berwarna kemerahan dan terlihat kotor (mushy chick disease); kadangkadang menebal, menonjol, dan berwarna merah tua. Gejala lain yang bersifat umum, meliputi penurunan atau hilangnya nafsu makan, gangguan pertumbuhan, bulu berdiri, dan kadang-kadang disertai oleh diare dengan kotoran yang menutupi daerah kloaka (Barnes et al., 2008; Kehler, 2008). Pada umumnya, infeksi yolk sac sulit untuk diobati oleh karena proses penyakit cepat memburuk, meskipun pada sejumlah kasus pengobatan dengan antibiotik dapat berhasil dengan baik. Sehubungan dengan banyaknya jenis antibiotik yang beredar di pasaran disertai dengan kemudahan dalam mengakses obat-obatan tersebut membuat peternak bebas memilih dan menggunakan
6
antibiotik tersebut untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi di kandang. Hal ini merupakan salah satu faktor yang berperan dalam memunculkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik sehingga menyebabkan penyakit lebih sulit untuk diobati. Demikian juga, jika penyakit ini ditangani secara tidak efektif dapat menyebabkan agen penyakit menjadi resisten, menyebar ke lingkungan, dan berpotensi menyebabkan penyakit pada unggas lainnya di kemudian hari. Sehubungan dengan berbagai kondisi tersebut, maka timbul permasalahanpermasalahan, sebagai berikut: 1. Apa jenis bakteri yang menimbulkan infeksi yolk sac pada anak ayam pedaging komersial di Indonesia? 2. Apa jenis antibiotik yang masih efektif dalam membunuh bakteri yang terlibat dalam kasus infeksi yolk sac pada anak ayam pedaging komersial?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri yang terlibat dalam kasus infeksi yolk sac pada anak ayam pedaging komersial. 2. Mengetahui bakteri yang masih sensitif terhadap berbagai antibiotik yang umum digunakan di lapang, yang diisolasi dari kasus infeksi yolk sac pada anak ayam pedaging komersial.
7
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat disumbangkan oleh penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam memilih jenis antibiotik yang paling efektif untuk mengatasi infeksi yolk sac pada anak ayam pedaging komersial. 2. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah memperketat
pengawasan
peredaran
antibiotik
untuk
menekan
berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik. 3. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh bidang kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet) untuk menginformasikan penggunaan antibiotik secara rasional agar tidak timbul bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang mungkin dapat menular ke manusia. 4. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para peneliti sebagai fondasi awal untuk penelitian lanjutan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan masalah penyakit infeksi pada hewan, bakteri patogen, serta resistensi terhadap antibiotik. Penelitian tentang infeksi yolk sac pada ayam pedaging komersial dan uji sensitivitas antibiotik pada bakteri penyebab penyakit tersebut masih sangat terbatas di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, saat ini hanya ada satu publikasi mengenai bakteri penyebab infeksi yolk sac yang dilaporkan oleh
8
peneliti di Indonesia, yaitu Utomo dkk. (1990). Para peneliti tersebut mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri penyebab infeksi yolk sac pada anak ayam, tanpa menyebutkan jenis ayam yang digunakan sebagai sampel. Selain itu, Utomo dkk. (1990) tidak melakukan uji sensitivitas bakteri yang diisolasi terhadap berbagai jenis antibiotik. Bakteri yang berhasil diisolasi dalam penelitian tersebut, meliputi Escherichia coli, Proteus mirabilis, Pseudomonas sp., Enterobacter sp., Alcaligenes sp., Citrobacter sp., Klebsiella sp., Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Micrococcus sp., dan Bacillus sp. Amare et al. (2013) meneliti prevalensi kejadian infeksi yolk sac pada ayam strain white leghorn dan Rhode Island red berumur 1 – 7 hari, serta mengidentifikasi dan mengevaluasi sensitivitas bakteri penyebab infeksi yolk sac. Antibiotik yang digunakan adalah tetrasiklin, streptomisin, gentamisin, baktersin, eritromisin, ampisilin, kloramfenikol, dan penisilin, sedangkan bakteri dominan yang ditemukan adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Proteus mirabilis. Munang’andu et al. (2012) mengidentifikasi bakteri patogen penyebab kematian anak ayam pedaging dan petelur yang diisolasi dari yolk sac dan organ viseral. Bakteri yang berhasil diisolasi adalah Escherichia coli, Salmonella gallinarum, dan Proteus spp. Al-Khalaf et al. (2010) mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri patogen yang mengkontaminasi permukaan telur, ruang penyimpanan telur, setter, hatchery, telur yang tidak menetas (unhatched eggs), dan anak ayam yang baru menetas, serta mengevaluasi sensitivitas antibiotik terhadap bakteri tersebut. Bakteri yang ditemukan adalah Escherichia coli, Salmonella spp., Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris, Pseudomonas
9
aeruginosa, Citrobacter diversus, dan Enterobacter cloacae, sedangkan antibiotik yang digunakan adalah amoksisilin, kloramfenikol, kolistin sulfat, eritromisin, gentamisin, oksitetrasiklin, asam nalidiksik, neomisin, enrofloksasin, dan streptomisin. Husseina et al. (2008) menginvestigasi perubahan patologik pada anak ayam pedaging yang menderita infeksi yolk sac, serta mengidentifikasi dan menguji sensitivitas bakteri
penyebab infeksi yolk sac terhadap antibiotik.
Antibiotik yang digunakan adalah amoksisilin, sefaleksin, florfenikol, komibinasi trimoksasol, enrofloksasin, eritromisin, flumequin, dan tetrasiklin, sedangkan bakteri yang diisolasi adalah E. coli, E. aerogenes, S. aureus, K. pneumoniae, Streptococcus spp., P. mirabilis, B. cereus, dan P. aeruginosa. Iqbal et al. (2006) mengisolasi bakteri pada yolk sac dan organ viseral anak ayam pedaging dan petelur berumur 1 – 7 hari, serta mengevaluasi sensitivitas bakteri tersebut terhadap antibiotik. Bakteri Streptococcus,
Klebsiella,
yang ditemukan adalah E. coli, Proteus, Salmonella,
Staphylococcus,
Pseudomonas,
Pasteurella, dan Yersinia. Rad et al. (2003) meneliti prevalensi bakteri Gram positif pada ayam pedaging yang menderita infeksi yolk sac. Bakteri yang ditemukan adalah Streptococcus, Staphylococcus, B. cereus, dan Cl. perfringens. Sampai saat ini isolasi dan identifikasi bakteri penyebab infeksi yolk sac pada anak ayam pedaging komersial umur 1 – 3 hari dan uji sensitivitas bakteri yang diisolasi terhadap beberapa jenis antibiotik belum pernah dilakukan Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada jenis dan umur ayam yang digunakan,
uji sensitivitas antibiotik yang
10
dilakuan, jenis antibiotik yang digunakan, dan bakteri yang teridentifikasi yang digunakan untuk uji sensitivitas antibiotik.