I. PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia,
karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Sebagian besar gula dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sumber energi, pemberi cita rasa, dan sebagian lagi digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman (Purwanto, 2006). Gula memegang peranan penting (setelah beras) dalam sistem ekonomi pangan Indonesia karena menyentuh kebutuhan hidup rakyat banyak. Perubahan dalam produksi, konsumsi, harga dan pemasaran gula dapat mengundang timbulnya bermacam gejolak dalam masyarakat baik dalam hal ekonomi maupun politik yang merupakan tanggung jawab pemerintah untuk mengatasinya (Hasan dan Anas, 1983). Dalam sistem pergulaan nasional kebutuhan gula dibagi dua yaitu untuk konsumsi langsung (rumah tangga) dengan kualitas gula kristal putih (GKP) dan kebutuhan tidak langsung untuk industri makanan, minuman dan farmasi dengan kualitas gula kristal rafinasi (GKR). Konsumsi langsung dapat diartikan bahwa masyarakat mengkonsumsi langsung dalam bentuk gula pasir untuk menu makanan atau minuman sehari-hari, sedangkan konsumsi tidak langsung merupakan konsumsi gula yang dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk makanan atau minuman (produk olahan) yang menggunakan gula pasir atau turunannya sebagai pemanis atau pengawet (Dewan Gula Indonesia, 2006). Gula didapatkan dari hasil olahan tanaman tebu. Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula dan juga vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman tebu termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Pada tahun 1928 tebu telah menjadikan Indonesia menjadi eksportir gula terbesar kedua setelah Kuba. Besarnya produktivitas tebu yang dihasilkan pada masa itu mencapai 3 juta ton tebu, di mana hampir separuhnya dieskpor setelah diolah menjadi gula (Sudiatso, 1983). Produksi tebu tersebut dihasilkan dari perkebunan tebu di Jawa dengan luas areal tebu kurang lebih 200.000 hektar, dan rendemen mencapai 13,8 persen (Mubyarto, 1984).
1
Grafik Produksi dan Kebutuhan Gula Nasional 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 2009
2010
Produksi (juta ton)
2011
2012
Kebutuhan (juta ton)
2013
2014
Defisit (juta ton)
Gambar 1.1. Grafik Produksi dan Kebutuhan Gula Nasional Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2015 Berdasarkan gambar 1.1 diketahui bahwa terus terjadi defisit produksi gula sepanjang tahun dari tahun 2009 hingga tahun 2014. Kebutuhan gula dalam gambar 1.1 adalah kebutuhan total gula di Indonesia yang berasal dari GKP dan GKR. Produksi gula berasal dari seluruh perkebunan tebu yang ada di Indonesia, baik yang dimiliki oleh rakyat, perusahaan, maupun pemerintah. Dengan terjadinya defisit sepanjang tahun, alangkah baiknya jika tatanan usahtani tebu diperbaiki agar makin banyak pihak yang tertarik untuk mengusahakan usahatani tebu. Defisit antara kebutuhan dengan produksi gula sempat menurun di tahun 2012. Hal ini disebabkan sejak tahn 2010 pemerintah telah mencanangkan kebijakan swasembada gula, dengan melakukan perluasan areal tanam tebu, peningkatan produktivitas dengan penggantian varietas tebu, revitalisasi dan pembangunan industri gula berbasis tebu. Total luas lahan tebu di Indonesia tersebar di Jawa Timur (43,29%), Lampung (25,71%), Jawa Tengah (10,07%), dan Jawa Barat (5,87%). Provinsi dengan luas lahan tebu terluas adalah Jawa Timur. Luas areal perkebunan tebu di Jawa Timur terus mengalami peningkatan. Kemudian lima kabupaten teratas yang memiliki luas produksi tebu terluas yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jombang, dan Kabupaten Mojokerto (Disbun Lumajang, 2013). Pabrik Gula 2
terbesar kedua di Jawa Timur dengan kapasitas giling 9000 ton tebu perhari, yaitu Pabrik Gula (PG) Djatiroto berada di Kabupaten Lumajang. Sebesar 90% petani di Kabupaten Lumajang mengusahakan usahatani tebu dan menggantungkan hidupnya pada usahatani tebu. Peran Koperasi yang menghimpun petani tebu rakyat sangatlah diperlukan. Koperasi Unit Desa (KUD) yang fokus unit usahanya pada usahatani tebu yang terbesar dan masih bertahan di Kabupaten Lumajang adalah KUD Bulusae. KUD Bulusae terletak di Kecamatan Kedungjajang yang merupakan sentra produksi tebu terbesar di Kabupaten Lumajang (Disbun Lumajang, 2013). KUD Bulusae bermitra dengan PG Djatiroto dalam pembelian tebu petani dan melakukan pelelangan gula. Tahun 2014 merupakan tahun terburuk dari usahatani tebu. Harga gula menurun tajam, hingga harga untuk 1kg gula lebih murah daripada harga 1kg beras. Harga gula ditingkat petani 1kg adalah Rp 7900,- hingga Rp 8250,-. Dan harga gula di pasar lokal telah dijual seharga Rp 9000,-/kg yang pada saat harga normal dijual seharga Rp 12.000,/kg hingga Rp 13.000,-/kg. Harga gula yang menurun tajam di tingkat petani, disebabkan antara lain kuota impor yang berlebihan, rembesnya gula rafinasi ke pasar gula lokal, dan melimpahnya produksi gula lokal. Harga gula yang turun tersebut diikuti oleh tidak lancarnya pembagian hasil panen yang berupa penghasilan uang dan natura oleh pabrik gula milik pemerintah yang merupakan mitra dari petani tebu rakyat. Pembagian hasil panen ini sangat diperlukan oleh petani untuk membiayai kehidupan petani dan keluarganya serta untuk melaksanakan usahatani tebu pada musim tanam tahun berikutnya. Pada saat musim tanam 2014 sebagian besar petani di jawa timur mengeluhkan turunnya harga gula dan ketidak lancaran pabrik gula dalam membayarkan bagian hasil panen milik petani yang menyebabkan tidak sedikit petani yang memilih untuk tidak lagi menanam tebu pada musim tanam 2015. Dikarenanakan tahun 2014 merupakan tahun terburuk dari usahatani tebu, dimana pada tahuntersebut penelitian dilakukan. Sehingga penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu tidak untuk menggambarkan usahatani tebu dalam keadaan normal pada tahun0tahun sebelumnya. Penelitian ini menggambarkan keadaan terburuk dari ushatani tebu. Dengan berbagai permasalahan yang ada pada komoditas tebu pada musim tanam 2014, bagaimana tingkat pendapatan dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi 3
pendapatan usahatani tebu di
KUD Bulusae, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Tebu Anggota KUD Bulusae Kabupaten Lumajang”.
2.
Rumusan Penelitian Usahatani tebu rakyat merupakan salah satu usahatani tebu yang diminati petani
di Indonesia. Namun sejak harga 1kg gula lebih murah daripada 1kg beras, petani mulai mengurungkan niatnya untuk menjadikan usahatani tebu menjadi usahatani pokok yang dapat menjadi sumber pendapata utama. Keadaan ini diperparah oleh terlalu banyaknya stok gula rafinasi impor yang pada tahun 2014 stok gula tersebut rembes di pasar umum sehingga sangat mengganggu pasar gula lokal. Stok gula menjadi sangat surplus, sehingga gula petani yang telah digiling PG menjadi tidak laku dijual karena harganya yang lebih mahal daripada gula impor rafinasi yang rembes ke pasar umum. Padahal tebu yang merupakan bahan utama pembuat gula merupakan tanaaman tahunan yang hanya dapat dipanen dalam satu tahun sekali. Ketidak lancaran aliran penerimaan dan juga pendapatan untuk petani merupakan keluhan yang sangat menggangu stabilitas kehidupan petani. Dari berbagai permasalahan tersebut yang terjadi pada musim tanam tebu tahun 2014, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: a. Bagaimana harga input dan struktur biaya usahatani tebu di KUD Bulusae, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. b. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani tebu di KUD Bulusae, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. c. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani tebu di KUD Bulusae, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
4
3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai
berikut: a. Mengetahui harga input dan struktur biaya usahatani tebu di KUD Bulusae, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. b. Mengetahui tingkat pendapatan usahatani tebu di KUD Bulusae, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani tebu di KUD Bulusae, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
4.
Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian sebagai masukan bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan di Koperasi Unit Desa (KUD) Bulusae, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dalam mengambil kebijakan. b. Hasil penelitian sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan bagi dinas-dinas terkait pada usahatani tebu khususnya di wilayah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. c. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti yang melakukan penelitian dengan topik terkait.
5