BAB IX NILAI ANAK
Bab ini akan menguraikan nilai anak dan perubahan nilai tersebut bagi
kehidupan
suami istri dalam generasi
I, I1 dan I11 yang mempunyai ciri-ciri yang berbeda, dalam ha1 ini, generasi I dan 1 1 1
mempunyai anak banyak dan generasi I1
mempunyai anak sedikit. Bertitik tolak dari
adanya perbedaan ciri tersebut, maka uraian dalam bab ini akan dimulai dengan uraian nilai keluarga besar dan nilai keluarga kecil. Uraian berikutnya adalah tentang nilai anak laki-laki dan perempuan. Uraian ini dimaksudkan untuk membandingkan
peranan yang dimainkan oleh anak
dalam
kehidupan keluarga yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrilineal.
Uraian
mengenai ha1 ini akan dirinci dalarn empat sub pokok bahasan,
yaitu peranan yang dimainkan oleh anak
dalam kehi-
dupan religius, sosial, ekonomi dan psikologis. Melalui cara ini, akan dapat dipahami nilai-nilai yang berubah dan yang tetap dipertahankan.
9.1.
Nilai Keluarga Besar dan Nilai Keluarga Kecil
Slogan banyak anak banyak rejeki yang pernah dikenal di dalam masyarakat, menunjukkan bahwa keluarga besar mempunyai nilai yang tinggi dalam kehidupan masyarakat.
Hal tersebut masih tampak adanya pada generasi I yang umumnya mempunyai anak banyak. Beberapa peranan positif yang dimainkan keluarga besar dalam kasus-kasus keluarga generasi I, dapat diketahui dari pengalaman-pengalaman mereka, seperti dalam kasus kesatu, suami istri merasakan senang mempunyai anak banyak, karena semua anaknya berhasil dalam studinya dan anak-anaknya yang telah bekerja ikut membantu biaya pendidikan adik-adiknya. Bantuan semacam ini juga dialami oleh suami istri dalam keluarga ke-9. Suami istri dalam keluarga ke-10 secara nyata telah menerima bantuan jaminan hidup setelah tua dari beberapa orang anaknya yang telah bekerja. Dalam kasus-kasus yang lain, bantuan yang diperoleh suami istri dari anak-anak, kebanyakan berupa bantuan tenaga kerja di pertanian. Bantuan tenaga kerja di bidang pertanian memang sesuai dengan keadaan pada saat itu, karena pekerjaan pertanian merupakan pekerjaan utama dan pekerjaan yang lainnya belum muncul di masyarakat.
Berbagai bantuan yang diperoleh
orang tua yang mempunyai anak banyak, antara lain, dapat digambarkan dalam keluarga ke-1, ke-9 dan ke-10. Ke luarga ke-1 Keluarga ini mempunyai anak yang hidup enam orang. Salah seorang anaknya diadopsi oleh keluarga lain, sehingga yang menjadi tanggungan adalah lima orang. Ketika suami istri menyekolahkan anak-anak tersebut, mereka terpaksa telah menjual sebagian tanah warisannya untuk membiayai anak-anak tersebut. Akan tetapi setelah anak-anak yang lebih tua tamat dan bekerja, biaya pendidik-
an dan biaya hidup suami istri ditanggung oleh anak-.anak yang sudah bekerja. Bantuan ini oleh suaml istri dirasakan sangat besar artinya, walaupun sebenarnya mereka tidak pernah mengharapkan. Dengan adanya bantuan dari beberapa anak yang sudah bekerja, beban mereka menanggung anak yang lebih muda dirasakan ringan. Keluarga ke-9 Keluarga ini mempunyai anak sembilan orang. Ketika suami istri punya anak tiga, keadaan ekonomi keluarga sudah dirasakan sulit dan untuk menyekolahkan anak-anak sebanyak itu, mereka merasa berat sehingga terpaksa menjual sebagian tanah warisan untuk biaya sekolah anak-anak tersebut. Namun setelah beberapa orang anak tersebut tamat dan bekerja, mereka ikut membantu membiayai adik-adiknya yang masih sekolah. Dengan adanya bantuan dari beberapa orang anak yang sudah bekerja, suami istri merasa lebih ringan menanggung anak-anaknya yang lebih muda, yang masih sekolah. Keluarga ke-10 Keluarga ini mempunyai anak yang hidup 11 orangsuami Ketika anak-anak tersebut masih kecil, istri hanya dapat memberi makan apa adanya dari hasil pertanian. Setelah beberapa orang anak tersebut dewasa dan bekerja, maslng-maslng memberi bantuan, ada yang memberikan uang, beras dan pakaian, sehingga di masa tuanya suami istri tersebut merasakan hidup senang, terutama di waktu Hari Raya Galungan anak-anak tersebut semuanya pulang membuat suasana rumah menjadi gembira.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman suami istri dalam generasi I, keluarga besar berperan dalam memberi bantuan tenaga kerja dan bantuan materi bagi kehidupan orang tuanya. Bantuan tenaga dapat diberikan oleh anak sejak usianya masih relatif muda, karena anak-anak tersebut kebanyakan tidak melanjutkan sekolah.
Dengan demikian,
pelayanan yang dapat diberikan oleh anak kepada tua, pada generasi ini, waktunya cukup panjang.
orang
Pandangan tentang banyak anak banyak rejeki, tampaknya ditinggalkan oleh generai I setelah dilaksanakan program KB di desa ini.
Dengan adanya program KB yang
menganjurkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera, ternyata
anjuran ini dapat dimengerti dan dapat diterima
oleh generasi I, walaupun mereka sudah telanjur mempunyai anak banyak.
Para suami istri umumnya berubah pandangan
dari memandang keluarga besar itu membawa rejeki ke pandangan bahwa keluarga kecil tersebut menguntungkan. Hal tersebut dapat diketahui dari adanya pernyataan suami istri generasi I yang menyetujui program KB dan menganggap cocok keluarga kecil cocok diterapkan pada generasi berikutnya. Keluarga kecil sudah mantap diterima dan diterapkan oleh suami istri generasi I1 yang pada umumnya telah berhenti punya anak hanya sampai dua atau tiga orang saja, dengan pengecualian beberapa kasus keluarga yang ternyata mempunyai anak lebih dari tiga orang dengan berbagai alasan. Keluarga kecil lebih mantap lagi direncanakan dan diterapkan oleh generasi 111, yang saat ini baru mempunyai satu atau dua orang anak dan
akan berhenti punya anak
apabila telah lahir dua atau tiga orang anak. Berubahnya pandangan suami istri pada generasi I dan telah diterapkan serta
direncanakannya
keluarga kecil
oleh generasi I1 dan 111, merupakan suatu petunjuk bahwa keluarga besar yang dahulu mempunyai nilai tinggi telah bergeser ke keluarga kecil yang sekarang mempunyai nilai yang tinggi.
Hal tersebut berarti bahwa gagasan keluarga
kecil dapat diterima dleh generasi yang muda maupun yang lebih tua. Keuntungan-keuntungan
yang
diharapkan
dan telah
dirasakan oleh suami istri generasi I 1 dan I11 dari mempunyai
anak sedikit, antara lain adalah: 1) pendidikan
anak-anak dapat ditingkatkan, 2) keadaan ekonomi keluarga menjadi lebih baik, dan
4)
3) mengawasi anak-anak
melakukan pekerjaan lebih leluasa.
lebih mudah
Sejalan dengan
perubahan nilai anak dari anak banyak ke anak sedikit, juga telah terjadi perubahan sikap orang tua terhadap pendidikan anak, di mana
anak-anak dipandang
perlu
diberikan pendidikan setinggi-tingginya minimal tingkat SMA.
Pening-katan pendidikan anak menimbulkan perubahan
larnanya waktu pelayanan orang tua terhadap anak dan sebaliknya.
Anak yang mengikuti pendidikan sampai tingkat S M A
berarti memerlukan pelayanan orang tua yang lebih lama. Sebaliknya pelayanan anak terhadap orang tua waktunya lebih pendek. Hal ini menimbulkan perubahan nilai yang cukup mendasar dalam keluarga,
berkaitan dengan nilai
pelayanan dalam hubungan antara orang tua dan anak. Suami istri generasi I yang umumnya mempunyai anak banyak memperoleh keuntungan berupa bantuan tenaga kerja
keluarga dalam melakukan pekerjaan bertani dan ha1 tersebut dapat dilakukan oleh anak-anak mereka mulai usia yang lebih muda, karena anak-anak tidak sekolah ataupun tidak melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Suami istri generasi I 1 dan I11 yang umumnya mempunyai anak sedikit dan berupaya menyekolahkan anak-anak tersebut ke tingkatan yang lebih tinggi dengan maksud dapat meraih peluang kerja di luar pertanian, tidak mengharapkan anak-anak tersebut memberi bantuan sebagai tenaga kerja keluarga.
Namun di balik itu, anak yang sedikit
tetapi berpendidikan lebih tinggi, diharapkan justru akan dapat memberi bantuan materi yang lebih besar.
9.2
N i l a i Anak Laki-Laki
dan N i l a i A n a k P e r e m p u a n
N i l a i A n a k yang B e r k a i t a n denqan K e h i d u p a n orang T u a atau L e l u h u r d i D u n i a A k h x r a t ( N i l a l R e l i g i u s )
9.2.1
Nilai anak bagi orang tua tidak saja penting dalam kehidupan di dunia, melainkan juga setelah berada di akhirat sebagai leluhur.
Dalam kitab Menawa Dharma Sastra
(Weda Smerti) disebut bahwa anak mempunyai peranan sebagai penyelamat arwah leluhur untuk dapat mencapai surga. Peranan ini dilaksanakan dengan cara melakukan yadnya ngaben
yang
(s a w a
wedana)
dilanjutkan
yaitu pembakaran j enasah orang tua
dengan yadnya m a m u k u r
(atma wedana)
yang fungsinya untuk menyucikan arwah, yang selanjutnya secara simbulis jan
akan ditempatkan di sanggah atau pamera-
(tempat pemujaan leluhur).
Setelah ditempatkan di
sanggah atau pamerajan, berulangkali upacara yadnya masih
perlu dilakukan oleh anak atau keturunan yang fungsinya meningkatkan kesucian arwah tersebut sehingga pada akhirnya benar-benar
dapat menyatu dengan asalnya.
Namun
demikian, tidak berarti dengan hanya dilakukannya yadnya oleh keturunan menyebabkan arwah tersebut langsung mendapat surga, karena arwah tersebut masih diliputi dosa-dosa akibat perbuatannya sendiri, yang menyebabkan harus lahir kembali (reinkarnasi)
k e dunia.
Dalam
hubungan ini,
kelahiran seorang anak dalam keluarga mempunyai peranan untuk memberi kesempatan kepada arwah leluhur kembali.
Kedua peranan religius tersebut,
menjelma
yaitu 1) anak
sebagai penyelamat arwah leluhur untuk mencapai surga dan 2) anak sebagai pemberi jalan kepada arwah leluhur untuk
menjelma kembali k e dunia,
kebenarannya tidak dapat
dibuktikan secara empiris, melainkan dengan cara percaya kepada apa yang disebutkan dalam kitab suci dan
menafsir-
kan dari simbol-simbol yang bermakna serta percaya pada hasil komunikasi dengan arwah leluhur melalui bantuan paranormal. Simbol-simbol yang bermakna tersebut, dapat dilihat dalam rangkaian upacara ngaben, antara lain sebaqai berikut :
Prakpak atau sundih (obor) yang dibuat dari daun kelapa
kering berfungsi sebagai alat penerangan yang digunakan untuk menerangi jalan yang akan dilalui oleh arwah menuju ke surga. Madik
berfungsi sebagai alat untuk menebang pepohonan
guna pembuatan jalan yang akan dilalui oleh arwah tersebut. Sapu lidi berfungsi untuk membersihkan jalan yang akan dilalui oleh arwah. Kayu pohon dedap berfungsi sebagai tongkat, yang akan dipakai oleh arwah dalam perjalanan menuju surga. Tulup atau sumpitan berfungsi sebagai alat untuk menge-
tahui secara tepat tempat yang akan dituju oleh arwah. Benang berfungsi sebagai alat penuntun Baku1 berisi uang dan beras berfungsi sebagai bekal dalam perjalanan arwah menuju surga. Angsa berfungsi sebagai kendaraan pada saat arwah menuju surga. Mengelilingi tempat pembakaran tiga kali ke arah kanan melambangkan bagaimana perjalanan arwah menuju surga.')
Pada saat jenasah di bawa ke kuburan untuk dilakukan upacara
pembakaran, iring-iringan yang mengantar
jenasah
1) Hasil wawancara dengan 1) I Made Putra, laki-laki 70 tahun, rohaniawan, banjar Baturiti. 2) Tjok Made Rana
Yadnya, laki-laki, 50 tahun, Pegawai Kantor Agama Propinsi Bali. 3) Dewa Biang Geria, umur + 65 tahun, tukang banten, 4 ) hasil pengamatan sendiri.
tersebut terdiri dari keluarqa.orang yang meninqgal, para kerabat, para sahabat dan anqqota banjar. iringan
tersebut,
-
keturunan laki-laki terdekat (cucu
atau anak) berfungsi sebaqai penatas jalan) yang
Dalam iring
jalan
(penuntun
berjalan paling depan membawa sumpitan.
Di
belakangnya, berjalan para kerabat laki-laki dan perempuan memegang tali penandanan
(benang/tali penuntun) yang
menghubungkan penatas jalan dengan tempat jenasah di belakanqnya.
Simbol ini mempunyai makna bahwa
keturunan
terdekat (anak atau cucu laki-laki di garis lurus) berfungsi mencarikan jalan dan kerabat yang lain ikut menuntun arwah dalam mencapai tujuan. Pada saat jenasah
sedang dibakar,
apabila api
berkobar dengan dahsyat dan jenasah cepat habis terbakar, keluarqa yang ditingqal merasa lega karena ada anggapan bahwa dalam ha1 seperti itu, perjalanan arwah lancar '1, Pada saat seperti itu keluarga dekat memanjatkan doa untuk perjalanan arwah menuju ke asalnya. nyalanya redup dan jenasah
susah
Sebaliknya jika
api
terbakar, ada anggapnya
1) Kalau ha1 ini dihubungkan dengan ajaran agama Hindu di mana pembakaran jenasah dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembalikan badan wadag ke unsur-unsur panca maha buta (pertiwi, apah, teja, bayu, akasa atau tanah, air, berkobar dengan sinar, angin, aether) maka api yang besar berarti akan mempercepat proses pengembalian unsurunsur panca maha buta yang ada di jasad manusia (buana alit) ke unsur-unsur panca maha buta yang ada di alam (buana agung) kembali ke asal.
bahwa perjalanan arwah tersebut tidak lancar. Dalam keadaan seperti ini, pihak keluarga umumnya merasa kurang enak dan bertanya-tanya mungkin ada sesuatu yang kurang beres dalam penyelenggaraan upacara tersebut dan orangorang sering menghubungkannya dengan kemungkinan adanya salah satu keluarga dekat almarhum yang belum hadir atau kedatangannya ditunggu-tunggu. Bagi orang Bali yang beragama Hindu, pembakaran jenasah orang tua ataupun kakek merupakan peristiwa yang amat penting bagi anak/cucu.
Oleh karena itu, anak
atau
cucu khususnya yang laki-laki, walaupun tinggal di tempat jauh akan berusaha jenasah
orang
datang pada saat upacara pembakaran
tuanya berlangsung.
Jika ha1 itu tidak
mungkin dilakukan karena sedang bertugas ditempat jauh, maka upacara pembakaran
jenasah ditunda pelaksanaanya
sampai si anak/cucu dapat kesempatan untuk pulang menghadiri upacara tersebut. jarang menyebabkan
Melalaikan kewajiban ini tidak
seorang anak mendapat beban psikologis
yang dapat mempengaruhi hidupnya, seperti halnya terungkap dalam salah satu kasus (kasus ke-20) di bawah ini. Suami istri dalam keluarga ke-20 dahulu berasal dari Karangasem (Bali bagian Timur). Pada saat pelaksanaan upacara pembakaran jenasah orang tua si suami, yang berlangsung di Karangsem, si suami tidak bisa hadir pada waktunya, karena tinggal di tempat lain, yaitu di desa Baturiti, d i tempat tinggalnya sekarang. Ia baru bisa datang pada saat jenasah ayahnya sedang dibakar. Pada saat itu, pembakaran jenasah orang tuanya
tidak berjalan lancar. Sebagai seorang anak lakilaki yang seharusnya ikut bertanggungjawab dalam penyelenggaraan upacara tersebut, ia merasa berdosa dan saat itu ia menangis menyesali dirinya di depan jenasah. Sejak kejadian tersebut ia menderita tekanan batin yang menyebabkan sering mengalami "stres".l)
Kasus ini dapat memberikan gambaran tentang
kelalai-
an seorang anak dalam melakukan kewajiban keagamaan (dalam ha1 ini kewajiban seorang anak laki-laki dalam pelaksanaan upacara pembakaran jenasah orang tuanya yang telah mempengaruhi hidupnya. Hal ini menunjukkan betapa penting artinya seorang anak dapat melakukan kewajiban kepada orang tua. Melaksanakan kewajiban suci tersebut, di satu pihak berarti
mencarikan jalan bagi arwah orang tua untuk
mencapai surga dan di pihak lain, berarti pula membuat ketenteraman dalam kehidupan sendiri sebagai anak. Untuk mengetahui apakah arwah leluhur sudah mendapat tempat yang baik atau belum,
beberapa hari setelah upaca-
ra ngaben dan memukur tersebut dilangsungkan keluarga almarhum
pergi ke paranormal untuk berkomunikasi dengan
arwah leluhurnya itu dengan perantaraan paranormal tersebut. Tindakan ini disebut meluasang.
1) Hal ini diungkapkan olehnya pada waktu wawancara riwayat hidup sedang berlangsung. Ketika akan mengakhiri ceriteranya, ia menanqis dan kemudian histeris teringat pada masa lalunya itu. Dalam keadaan seperti itu, ia mengucapkan kata-kata sedih, menyesal dan berulangkali menyebut ayahnya serta minta maaf kepadanya.
Berdasarkan pengalaman penulis ketika mengikuti orang pergi k e paranormal untuk tujuan tersebut, diperoleh kenyataan sebagai berikut: Mula-mula paranormal berdoa untuk memohon agar arwah leluhur bersedia berkomunikasi. Setelah berhasil mengadakan kontak dengan arwah tersebut, paranormal menjelaskan hubungan ke-kerabatan si arwah dan ciri-cirinya pada saat ia masih hidup sehingga keluarga yanq menanyakan itu dapat mengenal dan mempercayainya. Dalam komuni-kasi tersebut antara lain dijelaskan tentang situasi pada waktu upacara ngaben dan bahwa penyelenggaraan upacara tersebut sudah berjalan baik. Arwah tersebut sudah merasa puas atas penyelenggaraan upacara tersebut dan menyatakan bahwa ia sudah berada di sanggah/pamerajan dan minta supaya dibuatkan satu bangungan (pelinggih) di sanggah atau pamerajan tersebut.
Selain berfungsi sebaqai penyelamat arwah leluhur untuk menuju surga, kelahiran seorang anak dalam keluarga juga berfungsi memberi jalan bagi arwah leluhur yang menjelma kembali k e dunia untuk menebus dosa-dosanya. Untuk mengetahui
leluhur yang mana yang telah menjelma
kembali pada seorang bayi yang baru lahir, setempat
di masyarakat
ada tradisi yang disebut nyapatin, sama seperti
meluasang tetapi tujuannya untuk mengetahui leluhur yang telah menjelma kembali. Berdasarkan pengalaman penulis secara langsung ketika mengikuti orang pergi ke paranormal dengan tujuan untuk mengetahui reinkarnasi, dapat dilaporkan hal-ha1 sebagai berikut :
Sebelum keluarga si bayi pergi k e paranormal, terlebih dahulu mereka ngatur uning (menyampaikan maksudnya pergi ke paranormal) kepada leluhurnya di sanggah/pamerajan dengan cara mempersembahkan sesajen. Dalam acara ngatur uning tersebut, keluarga si bayi juga memohon kepada leluhurnya Setelah itu, supaya bersedia berkomunikasi. barulah keluarga si bayi tersebut pergi ke paranormal. Dengan memakai sarana sesajen, paranormal tersebut mengadakan kontak dengan arwah leluhur. Setelah berhasil mengadakan kontak, ia menyampaikan kepada keluarga si bayi, nama dan hubungan kerabat serta tanda-tanda lainnya dari Pada saat itu, leluhur k e t i k a masih hidup. dijelaskan juga bahwa ada permintaan dari leluhur tersebut agar dibuatkan sesajen tertentu dan seperangkat pakaian pada saat upacra tiga bulan (105 hari) si bayi.
Adanya kecocokan antara tanda-tanda yang dijelaskan oleh paranormal
tersebut dengam tanda-tanda yang ada
pada tubuh si bayi, dijadikan dasar oleh keluarga t e r s e b u t untuk mempercayai kebenaran dari reinkarnasi tersebut. benar
.
Berkaitan dengan kewajiban anak melaksanakan upacara ngaben dan tanggungjawab meneruskan kewajiban kepada leluhur dan memlihara tempat pemujaannya, di antara keluarga
yang satu dengan keluarga yang lainnya ada perbe-
daan dan persamaan mengenai anak yang telah dan akan diserahi tanggung jawab tersebut.
Generasi I Berdasarkan hasil wawancara terhadap suami istri dalam
10 keluarga kasus generasi I, delapan keluarga
mengatakan bahwa mereka menyerahkan tanggung jawab untuk melaksanakan
kewajiban tersebut
kandung tertua.
kepada
anak laki-laki
Pengecualian terhadap ha1 ini tampak pada
keluarga ke-3 dan 5. Keluarga ke-3 Suami istri dalam keluarga ini hanya mempunyai anak kandung seorang, perempuan, yang sudah kawin ke luar. Setelah melahirkan anak pertama tersebut si istri sakit dan berhenti haid sehingga tidak mungkin lagi melahirkan anak. Keluarga tersebut telah mengangkat tiga orang anak lakilaki. Tanggungjawab untuk melanjutkan pelaksanaan kewajiban kepada leluhur dan melaksanakan upacara ngaben setelah ia meninggal nanti, diserahkan kepada anak angkat yang tertua. Keluarga ke-5 Keluarga ini mempunyai empat orang anak, tiga orang dari istri kedua dan seorang dari istri ketiga. Tanggung jawab untuk melanjutkan pemeliharaan tempat pemujaan leluhur (sanggah) dan menyelenggarakan upacara ngaben setelah la meninggal nanti, akan diserahkan kepada anak laki-laki satu-satunya dari istri kedua dan anak perempuan sentana rajeg dari istri ketiga.
Berkaitan dengan peranan yang dimainkan oleh anak sebagai pemberi jalan bagi arwah leluhur untuk menjelma kembali, suami istri dalam 10 keluarga generasi I umumnya percaya tentang ha1 itu dan melaksanakan tradisi nyapatin setiap ada kelahiran bayi di dalam keluarga masing-masing. Suami istri dalam 10 kasus keluarga tersebut menjelaskan bahwa para leluhur yang menjelma pada anak-anak mereka adalah leluhur dari pihak laki-laki,
kecuali pada keluar-
ga ke lima yang mengatakan bahwa yang menjelma pada si
bayi adalah leluhur dari ibu si bayi, tetapi dalam keluarga ini ibu si bayi berkedudukan sebagai sentana rajeg.
Generasi 11
Suami istri dalam 10 keluarga generasi I1 yang telah mempunyai anak laki-laki,
mengatakan bahwa tanggung jawab
terhadap sanggah tempat pemujaan leluhur dan kewajiban untuk memelihara tempat pemujaan serta tanggungjawab untuk melakukan upacara ngaben setelah suami istri meninggal dunia,
akan diserahkan kepada
anak laki-laki kandung.
Keluarga yang tidak mempunyai anak laki-laki dalam perkawinannya, rajeg
mengatakan bahwa mereka akan mengangkat sentana
yang akan diserahi tanggungjawab tersebut atau
menyerahkan kepada kemenakan laki-laki.
Hal ini antara
lain dikemukakan oleh suami istri dalam keluarga ke-12. Keluarga ini mempunyai anak dua orang, keduanya perempuan yang saat ini masih sekolah. Untuk menggantikan suami istri dalam melaksanakan kewajiban kepada leluhur dan melaksanakan upacara ngaben apabila mereka telah meninggal, mereka bermaksud akan mengangkat salah seorang anak tersebut sebagai sentana rajeg yang akan diserahi tanggung jawab tersebut. Akan tetapi, apabila usaha ini tidak dapat dilakukan, suami istri akan membiarkan agar kemenakannya yang laki-laki akan mengambil alih tanggungjawab tersebut.
Berkaitan dengan peranan anak untuk memberi jalan bagi arwah leluhur menjelma kembali, ke-10
suami istri dalam
keluarga generasi ini juga percaya terhadap ha1
tersebut. Seperti halnya
generasi I, mereka juga melaku-
kan tradisi nyapatin setiap ada kelahiran bayi di dalam keluarga masing-masing.
Mereka berusaha memenuhi permin-
taan leluhur yang dijelaskan pada waktu
nyapatin. Menurut
penjelasan suami istri dalam 10 kasus keluarga generasi ini, leluhur yang telah lahir kembali tersebut adalah leluhur dari pihak suami.
Ganerasi I11
Pada generasi ini ada sembilan keluarga yang sudah mempunyai anak dan tujuh keluarga mempunyai anak lakilaki. Mereka akan menyerahkan tanggungjawab kepada anak laki-laki tersebut untuk melakukan kewajiban terhadap leluhur dan tempat pemujaannya (sanggah) serta melaksanakan upacara pembakaan jenasah (ngaben) apabila suami istri telah meninggal.
Suami istri dalam keluarga ke-25 yang
sampai saat ini belum dianugrahi anak, bermaksud akan mengangkat kemenakannya laki-laki yang akan diserahi tanggung jawab untuk melakukan kewajiban-kewajiban tersebut. Suami istri
generasi I11 juga percaya akan adanya
penjelmaan kembali dari arwah leluhur kepada keturunannya. Untuk mengetahui leluhur yang menjelma pada anak-anak yang lahir,
mereka juga melakukan tradisi nyapatin tiap ada
kelahiran bayi di dalam keluarganya.
Semua keluarga
menjelaskan bahwa leluhur yang lahir kembali ke dunia itu adalah leluhur dari pihak suami.
Mereka juga berupaya
memenuhi permintaan leluhur seperti yang dijelaskan pada saat nyapatin.
Sehubungan dengan adanya permintaan lelu-
hur yang telah lahir kernbali tersebut,
si istri dalam
keluarga ke-29 menceritrakan pengalamannya sebagai berikut : suami istri dalam keluarga ini sama-sama berpendidikan keguruan dan telah bekerja menjadi guru Sekolah Dasar. Ketika melahirkan anak pertama. anaknya itu sakit-sakitan dan terus menangis sampai mereka kewalahan meredakan tangisnya itu. Suami istri menghubungkan ha1 tersebut dengan belum dipenuhinya permintaan leluhur yang menjelma pada si bayi, untuk dibuatkan sesajen tertentu dan menyediakan seperangkat pakaian pada saat upacara tiga bulan si bayi. Setelah menyadari kelalaian tersebut, mereka berjanji akan memenuhi permintaan tersebut pada saat upacara enam bulan (210 hari) atau upacara oton si bayi. Dikatakannya bahwa sejak saat itu, si bayi jarang menangis.
Berdasarkan
kasus ini dapat diketahui bahwa leluhur
yang hidup di akhirat (di alam tidak nyata atau niskala) melakukan
kontrol terhadap
keturunannya yang hidup di
dunia (di alam nyata atau sekala). Dari hasil wawancara terhadap suami istri dalam 3 0 keluarga
kasus yang meliputi tiga generasi ( 1 , I I dan 111)
tersebut, dapat diketahui bahwa
semua suami istri menya-
takan percaya akan adanya penjelmaan kembali dari leluhur
kepada keturunan.
Semua keluarqa menyatakan
melakukan
tradisi eyapatin untuk mengetahui leluhur yang menjelma pada setiap kelahiran bayi di dalam keluarga. Semua keluarga menceriterakan bahwa yang telah lahir kembali adalah leluhur dari pihak purusha beberapa kasus penjelmaan kembali,
(laki-laki).
itu
Dalam
ada arwah leluhur yang
menjelma pada bayi laki-laki dan ada pula pada bayi perempuan,')
tetapi
menjelmaan tersebut
umumnya
pada ketu-
runan di garis laki-laki (p~rusha).~) Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penjelmaan (reinkarnasi)
itu
keturunan laki-laki,
berlangsung
kembali
rnengikuti prinsip garis
seperti dalam kekerabatan.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa ada beberapa janis anak yang akan diserahi tanggungjawab untuk melanjutkan kewajiban orang tua, 1) Di daerah lain ada pula kasus di mana arwah dari beberapa orang leluhur bersama-sama menjelma pada seorang iusaseorans Dada bavi dan sebaliknva ada - leluhur menielma beberapa orang bayi. 2) Hal ini juga dijelaskan dalam Wend Donier O'Flakerty (ed) 1983. Karma and Rebirth in Crassical Indlan Traditions. Monital Banarsidass. Delhi. Varanasi. Patna. Dalam buku ini ada dijelaskan bahwa ' jiwa leluhur itu menjelma melalui garis keturunan yang sama dengan orang yang meninggal. Diceriterakan ~ u g abahwa pada orang Trobriand seseorang itu lahir kembali pada klen yang sama. Bandingkan pula dengan penjelasan. Manuaba.yang menyatakan bahwa samsara atau re~nkarnaslmencermxnkan konsep keturunan yang meliputi unsur purusha (menyangkut masalah kejiwaan yang berkaitan dengan sifat-sifat) dan predana yang berkaitan dengan bentuk fisik (1ahir)- Ia berpendapat bahwa reinkarnasi merupakan dasar dari ilmu genetika (Manuaba. 1994. Filsafat Hindu dalam Kesehatan. Upada Sastra) .
yaitu
anak kandung
rajeg,
anak angkat
(tanpa diangkat). jiban-kcwajiban gikuti prinsip
laki-laki, laki-laki
a n a k perempuan dan kemenakan
sentana
laki-laki
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kewayang bersifat keagamaan diteruskan men-
garis keturunan
laki-laki.
Hal
ini ada
kaitannya dengan adanya pandangan para suami istri dalam k e t i g a puluh
k a s u s k e l u a r g a bahwa
dalam
hal-ha1
yang
bersifat adat d a n keagamaan,
gagasan
"anak laki-laki
perempuan samaw dalam program
Keluarga
Berencana sulit
diterapkan. 9.2.2
Nilai anak laki-laki dan perempuan bagi orang tua dalam kehidupan di dunia nyata
9.2.2.1
Nilai sosial
Yang dimaksudkan nilai sosial anak dalam uraian ini adalah peranan yang dimainkan oleh anak atau keturunan dalam menggantikan segala macam kewajiban orang tua dalam kedudukannya sebagai krama banjar masyarakat Bali, kewajiban-kewajiban
dan
desa
adat
adat.
Pada
(ayahan), dite-
ruskan atau diwariskan kepada abak laki-laki menurut pola sebagai berikut: 1)
Pada golongan tri wangsa
(brahmana, ksatria dan wesia)
atauu golongan menak,
ayahan
(kewajiban adat) di-
teruskan oleh anak laki-laki tertua. 2)
Pada golongan
su&ra.wangsa atau jaba,
ayahan (kewa-
jiban diteruskan oleh anak laki-laki termuda.
Pola semacam itu, tampaknya tidak diikuti secara konsekuen di masyarakat Baturiti. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil wawancara terhadap 30 keluarga yang memberikan informasi beragam mengenai ha1 ini.
Generasi I
Apabila diperhatikan dari segi jumlah anak laki-laki yang dimiliki oleh suami istri dalam 10 keluarga generasi I, tampak bahwa ada beberapa keluarga yang hanya mempunyi anak laki-laki seorang, seperti dalam keluarga ke-2, ke-4, ke-5 dan ke-8.
Keluarga yang lainnya, mempunyai anak
laki-laki lebih dari seorang. Keluarga ke-2, ke-4 dan ke-8 mempunyai persamaan mengenai anak yang diserahi tanggungjawab untuk meneruskan kewajiban orang tua sebagai anggota banjar ataupun desa adat, miliki.
yaitu anak laki-laki satu-satunya yang mereka Penerusan tanggungjawab orang tua oleh anak laki-
laki satu-satunya itu dapat dimengerti, karena dengan adanya anak laki-laki sendiri dalam keluarga, tidak akan ada istilah anak laki-laki tertua dan termuda. Keluarga ke-5 yang juga hanya mempunyai anak lakilaki satu-satunya dalam keluarga yang lahir dari istri kedua, ternyata
mereka
mengangkat sentana rajeg lagi,
yakni anak perempuan satu-satunya dari istri ketiga. Dalam keluarga ini,
kewajiban (ayahan) orang tua sebagai anggo-
t a banjar dan desa adat diteruskan oleh anak laki-laki satu-satunya itu dan anak perempuannya yang menjadi sentana rajeg. Hal ini
dilakukan untuk menunjukkan
sikap adil
kepada kedua istrinya itu. Pewarisan ayahan (kewajiban) dari orang kepada anak t u a dalam keluarga yang mempunyai anak laki-laki dari seorang, seperti keluarga Re-1, ke-6, ke-10
ternyata
tidak mangikuti
pola
lebih
ke-7, ke-9 dan
tertentu.
Untuk
mengetahui ha1 tersebut dapat dikemukakan kasus-kasus di bawah ini: Keluarga ke-1 dan ke-10 Keluarga ini masing-masing mempunyai anak lakilaki tiga orang dan lima orang. Mereka sama-sama menyerahkan tanggung jawab kepada salah seorang anak laki-laki yang mereka sukai, untuk melaksanakan kewajibannya di masyarakat ban jar dan desa adat. Keluarga ke-6 dan ke-7 Keluarga ini keduanya bukan dari golongan triwangsa. Mereka mempunyai anak laki-laki masingm a s i n g d e l a p a n orang d a n e m p a t orang. Mereka sama-sama menyerahkan tanggungjawab kepada anak laki-laki tertua untuk meneruskan kewajibannya di dalam masyarakat. Keluarga ke-3 dan ke-9 Kedua keluarga ini adalah keturunan brahmana. Mereka mempunyai anak laki-laki masing-masing lima orang d a n tiga orang (anak angkat). Anak laki-laki yang diserahi tanggungjawab meneruskan pelaksanaan kewajiban orang tua adalah anak angkat laki-laki tertua (keluarga ke-3) dan anak laki-laki yang paling memperhatikan orang t u a (keluarga ke-9)
.
Generasi I1 Tidak adanya pola tertentu dalam menentukan laki-laki
anak
sebagai penggant i orang tua untuk melan jutkan
pelaksanaan kewajiban orang tua di masyarakat banjar dan desa adat, tampak pula pada keluarga generasi 11. Dilihat dari anak-anak generasi 11, tampak bahwa ada keluarga yang hanya mempunyai anak perempuan saja (keluarga ke-11, 12 dan 20). Ada beberapa keluarga yang mempunyai anak laki-laki seorang
(keluarga ke-14, ke-15 dan ke-la)
dan ada beberapa keluarga yang mempunyai anak laki-laki lebih dari seorang (keluarga ke-13, 16, 17 dan 19). Anak yang akan diserahi tanggungjawab oleh orang tua untuk menggantikan melakukan kewajiban sebagai anggota
banjar dan desa adat berbeda-beda
sesuai dengan anak yang
dimiliki oleh masing-masing keluarga tersebut. Keluarga ke-11, ke-12, ke-20 Ketiga keluarga ini hanya mempunyai anak perempuan. Mereka bermaksud mengangkat salah seorang anaknya itu sebagai sentana rajeg yang akan diserahi tanggungjawab untuk meneruskan pelaksan a a n kewajiban k e masyarakat banjar d a n desa adat. Keluarga ke-14, ke-15 dan ke-18 Ketiga keluarga ini sama-sama mempunyai anak laki-laki seorang. Tanggung jawab orang tua dalam keluarga ini akan diteruskan kepada anak lakilaki satu-satunya itu. Keluarga ke-13, ke-16, ke-17 dan ke-19. Keempat keluarga ini sama-sama mempunyai anak Walaupun demikian laki-laki lebih dari seorang di antara mereka ada perbedaan dalam ha1 menentukan anak laki-laki y a n g akan menggantikannya
.
melaksanakan kewajiban ke masyarakat banjar dan desa adat. Keluarga ke-13 dan ke-16 akan menyerahkan pada anak laki-laki yang kawin duluan, sedangkan keluarga ke-17 dan ke-19 akan menyerahkannya kepada anak laki-laki yang paling memperhatikan orang tua.
Generasi 111
Ke-10 keluarga yang termasuk
generasi 111, anak-
anaknya saat ini masih kecil. Untuk menggantikan kewajiban orang tuanya di kemudian hari,
upaya yang ingin mereka
tempuh berbeda-beda. Apabila dilihat dari anak yang sudah dimiliki dalam 10 keluarga generasi ini, tampak bahwa ada keluarga yang belum mempunyai anak, ada
yang baru mempu-
nyai anak seorang dan masih akan menambah anak dan ada pula yang sudah mempunyai anak dua atau tiga dan sudah berhenti punya anak. Keluarga ke-27 Keluarga ini belum mempunyai anak walaupun sudah cukup lama menikah. Apabila seterusnya mereka tidak akan dikaruniai anak, mereka bermaksud untuk mengangkat anak laki-laki dari keluarga suami untuk menggantikannya nanti dalam melaksanakan kewajiban sebagai anggota banjar dan desa adat Keluarga ke-21 dan ke-28 Keluarga ini belum mempunyai anak laki-laki. Apabila seterusnya mereka tidak memperoleh anak laki-laki, mereka akan mengangkat salah satu anak perempuannya menjadi sentana r a j e g yang diserahi tanggungjawab untuk menggantikan sebagai anggota banjar dan desa adat. Keluarga ke-22, ke-23, ke-24, ke-25, ke-29 dan ke-30 Keluarga ini sudah mempunyai anak laki-laki satu sampai dua orang. Hereka mempunyai gagasan yang berbeda-beda dalam menentukan anak laki-laki yang
akan menggantikannya kelak sebagai anggota banjar. Dalam ha1 ini, keluarga ke-22 mempunyai gagasan untuk menyerahkan tanggungjawab kepada anak lakilaki yang kawin duluan. Keluarga ke-24 mempunyai gagasan untuk menyerahkan tanggungjawab kepada Keluarga ke-25 ingin anak laki- laki sulung menyerahkan tanggungjawab kepada anak laki-laki bungsu dan suami istri dalam keluarga ke-30 ingin mengalihkan tanggungjawabnya kepada anak lakilaki yang lebih memperhatikan orang tua.
.
Apabila diperhatikan upaya-upaya yang sudah dan akan ditempuh oleh suami istri dalam generasi I, I1 dan I11 untuk dapat memenuhi pewarisan kewajiban adat (ayahan) dari orang tua kepada anak,
dapat dibandingkan sebagai
berikut : Anak yang dimeliki oleh generasl :
Anak yang ditunjuk dan akan ditunjuk untuk meneruskan kewajiban orang tua
1.
I. Anak laki-laki satu-satunya itu.
Keluarga yang mempunyai anak laki-laki
2. Anak
Keluarga yang mempunyai anak laki-laki lebih dari seorang
1. Anak laki-laki yang disukai 2. Anak laki-laki yang tertua 3. Anak laki-laki yang paling mem-
laki-laki satu-satunya dan sentana rajeg.
perhatikan orang tua. Keluarga yang punya anak angkat laki-laki
1. Anak angkat laki-laki tertua
-LI
Keluarga yang hanya memounvai anak Derem-
push
Keluarga yang mempunyai anak laki-laki Keluarga yang mem unyai anak laki-lagi lebih dari seorang
1. Akan mengangkat
sentana rajeg Akan menyerahkan kepada kemenak an laki-laki dari pihak suaml 1. Akan menyerahkan kepada anak laki-laki satu-satunya itu.
2.
1. Akan
menyerahkan kepada anak laki-laki yang lebih dahulu menikah 2. Akan menyerahkan kepada anak laki-laki yang paling memperhatikan orang tua.
I11
Keluarga yang tidak punya anak
1. Akan mengangkat kemenakan laki-
Keluarga yang mempunyai anak perempuan
1. Akan mengangkat sentana rajeg
Keluarga yang mempunyai anak laki-laki 1-2 orang.
kkan menyerahkan kepada anak laki-laki satu-satunya 2. Akan menyerahkan kepada anak laki-laki bungsu 3. Akan menyerahkan kepada anak laki-laki yang yang kawin du luan 4 . Akan menyerahkan kepada anak laki-laki sulung 5. Akan menyerahkan kepada anak laki-lakl yang memperhatikan orang tua .
laki darl plhak suami.
i.
Berdasarkan bagan tersebut dapat dilihat adanya tiga jenis anak yang diharapkan orang tua sebagai pengganti dalam melaksanakan kewajiban adat, yaitu : I) anak kandung laki-laki, 2) anak angkat angkat laki-laki, 3) anak perempuan yang berkedudukan laki-laki (sentana r a j e g ) . Ketiga jenis anak ini berkedudukan purusha di dalam keluarga. Berdasarkan ha1 ini, maka dapat disimpulkan bahwa peranan yang dimainkan oleh keturunan laki-laki dalam hubungan dengan desa
penggantian orang tua sebagai anggota banjar dan
adat,
tidak dapat digantikan oleh anak perempuan
(kecuali sentana r a j e g ) . Oleh karena itu, beralasanlah suami istri
menganggap bahwa gagasan "anak laki-laki
perempuan sama"
dalam hubungan ini sulit diterima.
Apabila dibandingkan dengan pola umum yang ada di masyarakat Bali, tampak bahwa penyerahan kewajiban kepada
anak laki-lkai sulung dan bungsu, mengikuti pola umum di Bali, hanya saja tidak dikaitkan dengan masalah kewangsaan sedangkan penyerahan kewajiban kepada anak laki-laki yang kawin lebih dahulu maupun yang lebih memperhatikan orang tua, tampaknya merupakan gagasan baru yang belum berpola. Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kewajiban-kewajiban orang.tua dalam kaitannya sebagai krama banjar dan desa adat yang diwariskan kepada anak laki-laki masih tetap ingin dipertahankan oleh anggota masyarakat, ha1 mana berarti pula mempertahankan hukum adat.
Nilai Ekononi
9.2.2.2
Yang dimaksud nilai ekonomi anak dalam uraian ini adalah peranan yang dimainkan oleh anak yang mempunyai arti ekonomi dalam kehidupan orang tua.
Nilai ekonomi
bagi orang tua, tidak saja bersifat positif yakni
anak
manfaat yang dapat dinikmati oleh orang tua, akan tetapi juga ada yang bersifat negatif yakni yang berupa korbanan orang tua terhadap anak. Ditinjau dari alasan-alasan yang mendorong istri
mempunyai anak laki-laki,
suami
tampak adanya dua alasan
yang dapat memberi petunjuk adanya nilai ekonomi anak, yaitu:
1) alasan supaya ada yang membantu bekerja d i
pertanian
(keluarga ke-7, 20 dan 2 6 ) ,
2) alasan supaya
ada tempat bergantung di hari tua (keluarga ke-20 dan 21). Di pihak lain,
ditinjau dari alasan-alasan suami istri
ingin punya anak perempuan, dapat diketahui bahwa anak perempuan diharapkan untuk membantu pekerjaan rumahtangga (keluarga ke-3, ke-5, ke-6, ke-7, ke-14, ke-20, ke-21, ke22). Apabila dibandingkan antara peranan anak laki-laki dan anak perempuan yang diharapkan
oleh orang tua, tampak
berbeda. Dalam ha1 ini, peranan yang diharapkan dari anak laki-laki bersifat ekonomi. Di samping peranan tersebut,
yang
diharapkan oleh orang tua
secara nyata anak laki-laki dan perempuan telah
berperan dalam memberi bantuan kepada orang tuanya, khususnya pada generasi I yang anak-anaknya sudah bekerja dan beberapa keluarga generasi 11. Keluarga yang
anak-anaknya wasih kecil, belum
generasi I11
menikmati bantuan
ekonomi dari anak-anaknya itu. Bantuan ekonomi anak yang telah dinikmati secara nyata oleh suami istri generasi I dan I1 dapat diungkapkan dalam beberapa kasus, sebagai berikut:
Generasi I Keluarga ke-1 Bantuan ekonomi yang secara nyata dapat dinikmati oleh suami istri setelah beberapa orang anaknya bekerja, adalah berupa biaya sekolah untuk membantu anak-anak yanq masih sekolah. Denqan adanya bantuan tersebut,-orang tua merasaFan beban ekonominya berkuranq. Bantuan ekonoml tersebut mereka terima dari anak laki-laki maupun anak perempuan. Keluarga ke-8 Anak laki-laki dalam keluarga ini sebagai tenaga kerja keluarga sehari-harinya membantu suami
istri (orang tuanya) bekerja di pertanian dan memelihara ternak. Anak-anak perempuan yang bekerja di perusahan garmen sering memberi bantuan biaya untuk anak yang masih sekolah. Keluarga ke-10 Setelah beberapa orang anaknya beker ja, bantuan ekonomi yang sering diterima oleh suami istri berupa bahan makanan, uang untuk biaya hidup, biaya untuk anak yang masih sekolah dan tenaga untuk bekerja di pertanian. Bantuan tersebut diberikan oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Generasi I1
Keluarga ke-16 Anak perempuan tertua dalam keluarga ini telah banyak memberi bantuan kepada suami istri, terutama ketika masih gadis. Ia terpaksa berhenti sekolah sampai tingkat Sekolah Dasar karena perlu bekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Anakanak yang lain membantu sebagai tenaga kerja keluarga dalam memelihara ternak dan bertani. Pekerjaan tersebut dilakukan setelah pulang dari sekolah
.
Berdasarkan kasus-kasus tersebut dapat diketahui bahwa peranan yang dimainkan oleh anak laki-laki dan anak perempuan dalam memberikan bantuan ekonomi kepada orang tua (suami istri) tidak ada bedanya. Yang berbeda hanyalah porsinya.
Anak laki-laki lebih banyak memberi bantuan
tenaga kerja dalam pertanian dibandingkan anak perempuan. Hal ini dapat dihubungkan dengan keadaan fisik anak lakilaki yang lebih kuat daripada anak perempuan. Bantuan materi untuk
jaminan hidup di masa tua, lebih banyak
diberikan oleh anak alki-laki.
Hal ini dapat dikaitkan
dengan adanya tanggunqjawab anak l a k i - l a k i
kepada orang
tua sesuai dengan sistem kekerabatan patrilineal yang
dianut. Bantuan biaya sekolah untuk anak-anak
lebih
sering diberikan oleh anak laki-laki. Adanya perbedaan porsi bantuan anak laki-laki dan perempuan,
disebabkan karena bantuan anak laki-laki
bersifat kewajiban sedangkan bantuan anak perempuan hanya bersifat sukarela. Selain bantuan nyata yang telah diterima dan dinikmati oleh suami istri puan, di pihak lain,
dari anak laki-laki maupun peremselama memelihara anak, suami istri
telah memberi korbanan berupa berbagai pengeluaran untuk anak,
diantaranya yang dianggap paling penting adalah
pengeluaran untuk makanan, kesehatan, selamatan dan pendidikan. Pengeluaran semacam ini susah dihitung oleh suami istri, khususnya pengeluaran untuk makanan dan selamatan, karena kedua jenis pengeluaran tersebut tidak hanya dikeluarkan oleh suami #an
istri, akan tetapi juga sering
dibantu atau disumbangkan oleh orang tua suami dan anggota keluarga lainnya, terutama bagi mereka yang hidup dalam keluarga luas. Lagi pula di dalam masyarakat ada nilai yang menganggap tidak baik menghitung-hitung pengeluaran untuk anak, karena ha1 tersebut merupakan kewajiban suami istri sebagai orang tua. Walaupun suami istri tidak dapat memberi penjelasan tentang berapa jumlah pengeluaran untuk masing-masing jenis tersebut, akan tetapi, mereka
dapat membandingkan
pengeluaran tersebut menurut keutamaannya, Berdasarkan
hasil wawancara dalam 3 0 keluarga, diperoleh gambaran tentang empat jenis keutamaannya, Tabel 22.
NO.
urut klg.
pengeluaran untuk anak, menurut
yaitu sebagai berikut:
Urutan Pengeluaran untuk Anak menurut keutamaan nya dalam empat jenis pengeluaran
Jenis pengeluaran .................................................. Makanan I Kesehatan I Pendidikan I Selamatan .................................................. 11 21 31 41 11 21 31 4 x X
1
11 21 31 4
-
-
1
11 21 31 4
- x 1 - X x - - - x - x - 2 x - - x - - - - Xx - 3 - - - - x- - -- -x -- -X 4 - - - Xx - - - x - 5 -- x - - - - - X xx -- -- -- -- x 6 7 - - - x - - X X- - X - - x -x 8 - - x - - - - X xX -- -- -- -- 9 - x - - - - - X x 10 ........................................................ X x X 11 - x - - - x - - - - - X 12 - x - - - - - X xX -- -- -- -- -13 - x - - - - - X 14 - X X x 15 - X X X 16 X - - x - - - - X 17 - x - - - - - X x- - -- -- -- -18 X 19 X x - - - - - - x- - X - x X 20 ........................................................ - - x - - - x - 21 x - - - - - - - X- X - x X 22 x - - - - - x - - 23 - - - x - - XX - x - - - x -x 24 - - x - - - - X- -- X- -- -- x- 25 X 26 - - - - - - x- - - - - - - x27 - x - - - - X - - - - -- -- x 28 x - - - - - - - X 29 X x - - - - - - x - - - x30 X -I x -
X
-
-
-
-
-
-
-
X X
X
-
-
-
- - X X - X X X X X X
-
-
X
-
-
-
-
-
-
X
-
Berdasarkan prioritas generasi I, I1 dan 111,
pengeluaran dalam keluarga
tampak
bahwa
tamakan pengeluaran untuk pendidikan.
generasi I menguHal
ini menarik
dipertanyakan mengingat anak-anak generasi I relatif masih berpendidikan rendah. Adanya kenyataan bahwa generasi I mengutamakan
pengeluaran untuk
pendidikan, disebabkan
karena biaya pendidikan itu harus dibayar kontan yang relatif susah diusahakan oleh suami istri dalam generasi I yang hidup sebagai petani tradisonal. Di pihak lain, para suami istri kurang mengutamakan pengeluaran untuk makan, karena keperluan tersebut dapat dipenuhi dari hasil pertaniannya, demikian juga pengeluaran untuk selamatan yang juga tergolong tidak diutamakan karena untuk bahan perlengkapan selamatan masih dapat dipenuhi dari hasil usaha tani.
Selanjutnya biaya kesehatan tidak menjadi prioritas
bagi suami istri generasi I, karena mereka umumnya belum memperhatikan masalah kesehatan anak. Anak yang sakit cukup diobati secara tradisional atau pergi ke dukun. Pada generasi 11,
pengeluaran untuk pendidikan juga
termasuk yang diutamakan.
Pengeluaran tersebut diutamakan
karena para suami istri menyadari bahwa pendidikan anakanak dewasa ini penting dan mereka menginginkan supaya anak-anak tersebut mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Di pihak lain, pengeluaran untuk makan, kesehatan dan selamatan, tidak diutamakan karena pengeluaran ketiga ha1
-
ini
dapat diatur sendiri,
ditambah,
apakah ingin dikurangi ataukah
sedangkan biaya pendidikan sudah ditentukan
secara pasti oleh pemerrintah. Berbeda dengan generasi 111, suami istri kelihatannya mengutamakan pengeluaran untuk makan
sedangkan untuk
pendidikan tampak tidak diutamakan. Hal ini dapat dijelaskan karena anak-anak dalam keluarga generasi 111 masih kecil, banyak yang belum sekolah. Oleh karena itu mereka belum memikirkan biaya pendidikan. Pengeluaran untuk makan diutamakan, karena anak-anak dari suami istri masih dalam pertumbuhan dan menurut mereka makanan anak-anak sekarang jauh berbeda jenis dan kualitasnya dibandingkan makanan mereka dahulu ketika masih kecil. Walaupun suami istri dalam generasi ini umumnya belum memikirkan pengeluaran untuk pendidikan, akan tetapi, di antara mereka (keluarga ke-22) justru dari sekarang telah menyiapkan biaya pendidikan
untuk anak-anaknya nanti
apabila sudah sekolah, dengan cara membuat tabungan bea-
.
siswa (TBS)
Di tinjau dari herbagai jenis bantuan yang telah diberikan oleh anak dan dapat dinikmati oleh orang tua, maupun berbagai jenis korbanan yang diberikan oleh orang tua kepada anak, pada prinsipnya tidak berbeda antara anak laki-laki dan anak perempuan. Oleh karena itu, para suami istri dalam ketiga generasi,
dapat menerima "gagasan
"anak laki-laki perempuan sama" untuk
diterapkan.
9.2.2.3
Wilai psikologis
Anak di dalam keluarga ada kalanya membuat suami istri sebagai orang tua merasa senang dan bahagia, namun di pihak lain, tidak jarang lahirnya anak membuat suami istri kurang bebas. suami istri dalam
Berdasarkan hasil wawancara terhadap keluarga
generasi I,II, 111 terungkap
berbagai perasaan yang dirasakan oleh para suami istri dengan adanya anak di tengah-tengah keluarga. Perasaanperasaan yang timbul tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.
Menimbulran perasaam aman, terjamin, bangga Uan puas. Adanya anak khususnya anak laki-laki ditengah-tengah
keluarga, menyebabkan suami istri merasa aman dan terjamin, karena: 1) sudah nempunyai penerus keturunan, 2)
ada
yang akan menggantikan kewajibannya di masyarakat dan keluarga, 3) adanya
tempat bergantung
berapa suami istri menyatakan bahwa keluarga, menimbulkan perasaan nya
tercapai dan Jika
di hari tua. Beadanya anak dalam
puas karena tujuan hidup-
suatu kewajiban agama telah terpenuhi.
diperhatikan hal-ha1 yang menyebabkan timbulnya
perasaan aman dan puas pada suami istri, ternyata ada hubungannya dengan harapan merekla untuk dapat terpenuhinya kewajiban-kewajiban kepada leluhur dan masyarakat, yaitu kewajiban-kewajiban yang bersifat sosial religius.
Selain disebabkan oleh berapa kasus keluarga,
hal-ha1 tersebut,
dalam be-
adanya anak juga menimbulkan pera-
saan puas bagi suami istri karena terbukti mereka mempunyai anak yang
mampu
telah mengubah statusnya dari sekedar
suami istri menjadi orang tua. Suami istri dalam beberapa keluarga yang lain
mengatakan bahwa mempunyai anak perem-
puan juga merasa puas karena anak tersebut telaten melayaninya di saat sakit.
2. Menghibur
Istri yang sering ditinggal pergi oleh suaminya karena bekerja, anaknya dapat menghilangkan perasaan sepi, karena dapat
diajak bercanda. Sebaliknya bagi
datang dari bekerja,
suami yang
anak tersebut dapat menghilangkan
perasaan lelah karena bekerja.
3. Members dorongan
Bagi beberapa suami istri, lahirnya anak di tengahtengah keluarga, memberikan dorongan kepada mereka untuk lebih giat bekerja
dan lebih hemat, karena merasa punya
tanggungjawab.
4. Menghangatkan hubungan suami istri.
Suami istri dalam beberapa keluarga juga merasakan bahwa dengan lahirnya anak lebih hangat dan bergairah.
hubungan suami istri menjadi
5. Menimbulkan perasaan khawatir atau was-was
Selain menimbulkan berbagai perasaan tersebut, lahirnya anak dalam keluarga,
ada juga
mengakibatkan timbul-
nya perasaan was-was dan khawatir. Ada yang merasa khawatir
kalau sewaktu-waktu
anaknya meninggal.
Perasaan ini
timbul karena mereka telah mengalami kematian anak sampai tiga kali.
Dalam kasus yang lain, si istri selalu was-was
apabila anaknya pergi, merasa takut kalau terjadi kecelakaan di jalan, sehingga setiap anaknya pergi ia merasa tidak tenang. Dan dalarn salah satu kasus keluarga, si suami selalu merasa was-was kalau anaknya perempuan sewaktu-waktu diambil orang dan menikah tanpa seijinnya.
6. Merepotkan
Suami istri dalam beberapa kasus keluarga, menganggap bahwa mempunyai anak tersebut merepotkan. Dalam kasus ke25 si istri terrpaksa berhenti berdagang karena aengasuh
anak ketika masih bayi.
Istri yang lain merasa kurang
bebas kalau akan pergi, karena anaknya selalu minta ikut. Dalam keluarga yang lain, si istri benar-benar merasakan sangat payah pada waktu memelihara anaknya terutama karena cengeng dan nakal.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap suami istri dalam generasi I, II &an 111, diperoleh kenyataan bahwa
tidak ada bedanya antara anak laki-laki dan perempuan dalam ha1 meberikan kepuasaan ataupun kebahagiaan baqi mereka, hanya saja letak kepuasan yang mereka rasakan berbeda. Kepuasan yang diberikan oleh anak laki-laki terletak pada terpenuhinya tujuan hidup mereka untuk mendapat penerus keturunan dan menggantikan dalam melaksanakan kewajibannya kepada leluhur dan masyarakat, sedanqkan kepuasaan yang didapat dari anak
perempuan adalah
dalam ha1 memberi perhatian dan pelayanan yang lebih baik. Oleh karena anak laki-laki dan perempuan berikan kepuasan dalam
sama-sama mem-
kehidupan orang tuanya, ha1 terse-
but merupakan salah satu alasan bagi suami istri memandang bahwa gagasan "anak laki-laki perempuan saman dalam ha1 ini tidak menjadi masalah. Dilihat dari berbaqai peranan yang dimainkan oleh anak
dalam kehidupan orang tua, dapat disimpulkan bahwa
peranan keluarga kecil (nilai keluarga kecil) dapat diterima oleh generasi muda maupun tua. Di pihak lain "nilai anak laki-laki perempuan sama" sulit dapat diterima dalam kehidupan yang diatur oleh adat dan agama, tetapi cenderung dapat diterima dalam kehidupan yang diatur secara pribadi, seperti halnya yang menyangkut nilai ekonomi dan psikologi anak.