HUKUM KEPAILITAN
KELOMPOK 2 C 301
Ahmad Jamaludin : 2014120967 Fitri Susilowati
: 2014122641
Nisrofah
: 2014122504
Reni Jayusman
: 2014122134
Wiwik Alawiyah
: 2014122482
HUKUM BISNIS FAKULTAS EKONOMI PRODI AKUNTANSI UNIVERSITAS PAMULANG 2015
KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah hukum kepailitan ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tersusunnya tugas makalah ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Achmad Luthfi Prawirayudha selaku Dosen Mata Kuliah Hukum Bisnis yang telah memberikan tugas dan arahan, sehingga ilmu kami semakin berkembang atas tugas dan arahan yang telah diberikan. 2. Orang Tua kami atas dukungan doa yang tidak henti-hentinya. 3. Teman-teman kelas C301/2 SAKEH dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu atas bantuan nya sehingga terselesaikannya tugas kelompok ini. Dalam mencari bahan dan materi untuk melengkapi tugas dengan tema Hukum Kepailitan kami melakukan studi pustaka, yaitu dengan megunjungi, membaca serta mengambil beberapa pembahasan serta contoh kasus yang sesuai dengan tema di beberapa situs internet dan perpustakaan kampus. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan dari semua pihak baik saran maupun kritikan yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Pamulang, 7 Agustus 2015
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................................. 1 1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................................................ 2 1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................................... 2 1.4 Kegunaan Masalah .......................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ISI ................................................................................................... 3 2.1 Pengertian Kepailitan ...................................................................................................... 3 2.2 Syarat - Syarat Yuridis Agar Debitor Dapat Pailit ............................................................ 3 2.3 Pengaruh Permohonan Pailit .......................................................................................... 6 2.3 Pengertian Kurator.......................................................................................................... 8 2.4 Tugas Kurotur Dalam Perkara Kepailitan ........................................................................ 9 2.5 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang..................................................................... 9 2.6 Konsekuensi Yang Dicapai Perdamaian Dalam Hukum Kepailitan ............................... 12 2.7 Analisis Kasus Kepailitan ............................................................................................... 13 BAB 3 KESIMPULAN................................................................................................................. 26 3.1 KESIMPULAN ................................................................................................................. 26 3.2 SARAN ........................................................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 27
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Bisnis tidak dapat ditebak apakah untung atau rugi, seperti perumpamaan kadang diatas, suatu ketika ada di bawah. Seperti itulah kondisi bisnis sekarang ini, apalagi ditengah persaingan yang sangat ketat apalagi dan iklim ekonomi yang tidak menentu bisa menjadikan bisnis yang sedang dijalani terjerebab dalam ranah kerugian. Acapkali seorang pengusaha mengalami kerugian sehingga tidak sanggup mengembalikan hutang-hutangnya yang sudah jatuh tempo. Dalam hal ini si pengusaha berhenti membayar hutang-hutangnya maka diperlukan lembaga kepailitan untuk menanggulangi hutang-hutangnya sehingga dapat memberi perlindungan hukum bagi kreditur. Hal ini lebih efesien dari pada kreditur menggugat si berhutang melalui gugatan perdata dipengadilan niaga. Kepailitan menurut Undang Undang No. 37 Tahun 2004 sita umum atas semua kekayaan Debitur pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Dalam struktur proses acara perdata, kepailitan termasuk dalam kategori bentuk permohonan, yaitu permohonan yang diajukan oleh debitur maupun oleh kreditur yang bertujuan untuk memperoleh pernyataan pailit oleh pengadiln yang sifatnya konstitutif baik bagi debitur maupun bagi kreditur, yaitu suatu putusan yang menyatakan seorang atau badan usaha dalam keadaan pailit.1
1
Prof. Dr. Santiago.SH.,MM, Pengantar Hukum Bisnis, Hukum Kepailitan, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, hlm. 89
1
2
1.2 Identifikasi Masalah 1. Apa pengertian hukum kepailitan? 2. Apa syarat yuridis agar debitor dapat di nyatakan pailit? 3. Bagaimana pengaruh permohonan pernyataan pailit dapat diajukan kepada pengadilan melalui panitera? 4. Apa konsekuensi dicapainya perdamaian dalam hukum kepailitan? 5. Lembaga apa saja yang menanggulangi hukum kepailitan? 6. Kasus-kasus apa saja yang mengalami kepailitan?
1.3 Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui pengertian kepailitan. 2. Untuk mengetahui syarat agar debitor dapat dinyatakan pailit. 3. Untuk mengetahui permohonan pailit yang diajukan kepada pengadilan. 4. Untuk mengetahui konsekuensi dicapainya perdamaian dalam hukum Kepailitan. 5. Untuk mengetahui lembaga apa saja yang menanggulangi hukum Kepailitan. 6. Untuk mengetahui apa saja kasus kepailitan.
1.4 Kegunaan Masalah 1. Untuk memenuhi tugas kelompok mengenai Hukum Kepailitan. 2. Untuk mengetahui hukum kepailitan. 3. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dari Hukum Bisnis 4. Memperbanyak informasi dan mengenal lebih pada kasus kepailitan yang terjadi.
BAB II PEMBAHASAN ISI
2.1 Pengertian Kepailitan Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah pengadilan niaga, dikarnakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, harta debitur dapat dibagikan kepada kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Definisi Definisi pailit atau bangkrut menurut Blacks Law Dictionary adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung mengelabuhi pihak kreditornya. Sementara itu, dalam pasal 1 butir 1, kepailitan adalah sita umum atas semua Kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini pasal 1 butir 4, debitor pailit adalah debitor yang dinyatakan pailit dengan keputusan pengadilan. (Wikipedia, 2014)2
2.2 Syarat - Syarat Yuridis Agar Debitor Dapat Pailit Sifat pemeriksaan kepailitan adalah singkat dan sederhana (summier), yaitu para debitur cukup membuktikan bahwa debitur memenuhi syarat-syarat untuk dinyatakan pailit sebagaiman syarat yang ditentukan dalam pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004 secara sederhana dalam persidangan. Sehingga tidak pernu acara jawab menjawab seperti replik dan duplik sebagaimana yang bisa dilakukan dalam persidangan acara perdata biasa. Proses pengadilan dilakukan secara singkat dan pengadilan niaga harus segera mengabulkan permohonan pailit apabila syarat terpenuhi. 1. Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan 2
Wikipedia, “Pengertian Kepailitan”, diakses dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/pailit , tanggal 3 Agustus 2015 pukul 18:56
3
4
pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya. 2. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan ntuk kepentingan umum. 3. Dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. 4. Dalam hal debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat dilakukan oleh Bapepam. Dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana pensiun atau BUMN yang bergerak dibidang kepentingan publik, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Mentri Keuangan. Dari ketentuan tersebut diperoleh syarat yuridis agar debitur dapat dinyatakan pailit, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Adanya utang. Ada dua utang atau lebil. Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Adanya debitor. Lebih dari dua kreditor. Pernytaan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan “Pengadilan Niaga”. 7. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh hak yang berwenanag yaitu pihak debitor, satu atau lebih kreditor, Jaksa untuk Kepentingan Umum, Bank Idonesia jika debitornya Bank, Babepam jika debiturnya Perusahaan Efek, dan mentri Keuangan jika debitornya Perusahaan Asuransi. 8. Dan syrat-syatrat lainnya yang disebutkan dalam undang-undang kepailitan. 9. Apabila syarat-syarat terpenuhi “Hakim menyatakan pailit”, bukan dapat dinyatakan pailit. Sehingga dalam hal ini kepada hakim tidak diberikan ruang untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada kasus-kasus lain, sesungguhnya liliter defence masih dibenarkan mengingat yang berlaku adalah prosedur pembuktian yang sumir (pasal 8 ayat(4) undang-undang no 37 Tahun 2004). Dari 9 (sembilan) Syarat tersebut terlihat bahwa syarat pertama untuk dapat dipailitkan adalah harus ada utang. Utang dapat didefinisikan sebagai kewajiban pembayaran yang terbit dari adanya hubungan hukum pinjam meminjam/ perikatan utang piutang dan pihak Debitor yang memiliki utang. Pengertian utang menurut Undang-undang No. 37 Tahun 2004 adalah: kewjiban yan dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang indinesia maupun matauang asing, baik secara langsung maupun
5
yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karna perjanjian atau undang-undangdan yang wajib dipenuhi oleh Kreditor dan bil tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan dari Kreditor.3 Sehingga dapat dikatakan pengertian utang sebagai dasar pailit: 1. segala bentuk kewajiban membayar baik yang timbul dari aktivitas pinjam meminjam uang ataupun akibat wan prestasi. 2. Telah jatih tempo dan dapat ditagih. 3. Tidak dipermasalahkan keberadaannya akan tetapi jikapun ditolak, utang tersebut dapat secara mudah dibuktikan keberadaannya. 4. Debitur tidak melunasinya Dengan demikian utang adalah kewajiban pembayaran yang terbit dari adanya hubungan hukum pinjam meminjam/perikatan utang piutang dimana pihak Kreditor yang memiliki piutang dan pihak Debitor yang mempunyai utang, berupa kewajiban melakukan ppembayaran kembali utang yang telah diterima dari kreditur berupa utang pokok ditambah bunga. Dari uraian tersebut dimuka, yang dimaksud dengan utang,berhubungan dengan kepailitan adalah: 1. 2. 3. 4.
terdiri dari utang pokok atau bunganya. Kewajiban pembayaran sejumlah uang oleh Debitur terhadap Kreditur. Timbul karena undang-undang maupun karena perikatan, dan Bersifat pinjam meminjam dengan perjanjian.
Akibat terjadinya Pailit: 1. harta debitur pailit dalam sita umum. 2. Debitur kehilangan haknya untuk menguasai atau mengurus kekayaan harta pailit. 3. Semua perikatan debitur setelah pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit. 4. Tuntutan terhadap data pailit diajukan ke kurator. 5. Seluruh perkara yang sedang berjalan di tangguhkan. 6. Gugatan perdata terhadap harta debitur gugur. 7. Sita terhadap debitur diangkat. 8. PHK dapat dilakukan.
3
Prof. Dr. Faisal Santiago, SH., MM, Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No 37 Tahun 2004, Mitra Wacana Media, 2012, hlm. 91
6
2.3 Pengaruh Permohonan Pailit Pengajuan permohonan pailit dapat dilkukan kepada pengadilan melalui panitera sebagaimana telah diatur yaitu: 1. Permohonan pernytaan pailit diajukan kepada Ketua pengadilan. 2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit tanggal perermohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. 3. Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut. 4. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada ketua pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. 5. Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang. 6. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (duapuluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. 7. Atas permohonan debitur dan alasan yang cukup, pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) sampai dengan paling lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.4 8. Pengadilan memanggil para pihak baik debitur dan kreditur. Pemanggilan dilakukan oleh juru sita paling lambat 7 hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan.5 9. Permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa pernyataan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 terpenuhi. 10. Putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit di daftarkan.6 11. Selain putusan pengadilan wajib disampaikan juru sita dengan surat kilat tercatat kepada debitur, pihak yang mengajukan permohonan pernyataan
4
Prof. Dr. Faisal Santiago. SH., MM, Hukum Kepailitan, Pasal 6 UU No. 37 Tahun 2004, Mitra Wacana Media, 2012, hlm. 91 5 Ibid., Pasal 8 Ayat (2) No. 37 Tahun 2004, hlm. 93 6 Ibid., Pasal 8 Ayat (4) No. 37 Tahun 2004, hlm. 93
7
pailit, Kutotor dan hakim pengawas paling lambat 3 hari setelah tanggal putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan.7 Terhadap perusahaan pernyataan pailit, upaya hukum yang dapat dilakukan adalah kasasi ke Mahkamah Agung: 1. Permohonan kasasi diajukan paling lambat 8 hari setelah tanggal putusan dimohonkan kasasi diucapkan dengan mendaftarkan kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkara tersebut dan panitera mendaftarkan permohonan kasasi pada tanggal permohonan bersangkutan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama tanggal penerimaan pendaftaran. 2. Pemohon kasasi wajib menyampaikan kepada panitera pengadilan memori kasasi pada tanggal permohonan kasasi didaftarkan. 3. Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi kepada termohon kasasi paling lambat 2 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan. 4. Termohon kasasi mengajukan kontar memori kasasi paling lambat 7 hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lambat 2 hari setelah kontra kasasi diterima. 5. Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi kan kontra memori kasasi beserta berkas perkara kepada Mahkamah Agung paling lambat 14 hari setelah tanggal permohonan kasasi didaftarkan. 6. Mahkamah agung wajib mempelajari permohonan kasasi dan menetapkan hari sidang paling lambat 2 hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. 7. Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima. 8. Putusan atas permohonan kasasi harus di ucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. 9. Panitera wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera Pengadilan Niaga paling lambat 3 hari setelah tanggal putusan atas permohonan kasasi diucpkan. 10. Juru sita pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada pemohon kasasi, termohon kasasi, kurotor dan hakim pengawas paling lambat 2 hari setelah putusan kasasi diterima.
7
Ibid., Pasal 9 UU No. 37 Tahun 2004, hlm. 93
8
Terhadap putusan permohonan kasasi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung yang yang diajukan dengan alasan: 1. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa dipengadilan sudah ada tetapi belum ditemukan, atau 2. Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata Putusan pailit oleh pengadilan tidak mengakibatkan debitor kehilangan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum (vilkomenhandelingsbevoegd) pada umumnya, tetapi hanya kehilangan kekuasaan atau kewenangannya untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya saja. Dengan demikian debitor dapat melakukan perbuatan hukum berupa misalnya menikah, atau membuat perjanjian kawan atau menerima hibah, atau hendak menjadi kuasa atau mewakilipihak lain, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, akibat kepailitan hanyalah terhadap harta kekayaan debitor. Debitor tidaklah berada dibawah pengampunan. Debitor tidaklah kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum yang menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum itu menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada. Tindakan pengurusan dan pengalihan harta bendanya berada pada Kurator. Apabila menyangkut harta benda yang akan diperolehnya, Debitor tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang akan diperolehnya itu, namun harta yang diperolenya itu kemudian menjadi bagian dari harta pailit8.
2.3 Pengertian Kurator Siapa yang dimaksud kurator? Adapun yang dimaksud kurator adalah Balai Harta pening-galan atau orang atau persekutuan perdata yang memiliki keahlian khusus dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia, serta diangkat berdasarkan putusan pengadilan ( pada putusan pernyataan pailit ) untuk melakukan pengurusan dan pemberesan atas budel pailit ( Pasal 69, 70 jo 15 ayat (1) UU NO. 37 Tahun 2004 ). Kurator yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus Independen tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitur atau Kreditur, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang lebih dari 3 (tiga) perkara.9 8
Prof. Dr. Santiago. SH., MM, Hukum Kepailitan, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, hlm. 92,93,94 Prof. Dr. Santiago. SH., MM, Hukum Kepailitan, Pasal 15 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, hlm. 95 9
9
2.4 Tugas Kurotur Dalam Perkara Kepailitan Tugas kurator dalam menjalankan perkara kepailitan setelah mendapat penetapan dari pengadilan adalah : 1. Mengambil alih hak debitur pailit dalam mengatur dan/atau melikuidasi debitur pailit dan pemberesan harta pailit. 2. Melakukan pengawasan terhadap budel pailit dengan segala cara yang dianggap perlu dan segera mengambil alih atas keseluruhan dokumendokumen, uang, perhiasan, saham, dan surat berharga lainnya. 3. Dengan alas an untuk melindungi budel pailit, maka budel pailit dapat disegel/sita dengan persetujuan Hakim Pengawas. 4. Segera melaksanakan inventarisasi atas seluruh budel pailit. 5. Dengan persetujuan, dapat melanjutkan usaha debitur pailit. 6. Bertindak untuk dan atas nama debitur pailit dalam menangani perkaraperkara yang melibatkan deitur pailit, baik dari kreditur, ataupun dari debitur dan debitur pailit. 7. Mempunyai hak (dengan persetujuan Hakim Pengawas) untuk mendapatkan pinjaman, dalam rangka meningkatkan harta pailit. 8. Melaporkan kondisi debitur dan pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai kurator setiap 3 (tiga) bulan. Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.10 Kurator harus menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap 3 (tiga bulan). Laporan dimaksud bersifat terbuka untuk umum dan rapat dilihat oleh setiap orang dengan Cuma-Cuma. Serta hakim pengawas dapat memperpanjang jangka waktu apabila belum selesai tugasnya.11
2.5 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menjalankan bisnis di Indonesia, sangat menyenangkan betapa tidak, pengusaha yang tidak bias membayar tagihan atau utangnya masih diberi kesempatan untuk menunda kewajibannya. Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada umumny untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur.12 10
Prof. Dr. Faisal Santiago. SH., MM, Hukum Kepailitan, Pasal 72 UU No. 37 Tahun 2004, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, hlm. 95 11 12
Ibid., Pasal 74 UU No. 37 Tahun 2004, hlm. 95 Ibid., Pasal 222 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004, hlm. 96
10
Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ditandatangani oleh debitur dan oleh penasehat hukumnya disertai dengan daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 UU No.37 Tahun 2004 adalah : 1. 2. 3. 4.
Uraian tentang harta debitur Pertelaan yang menyatakan sifat dan jumlah utang dan piutang debitur Nama dan tempat tinggal para kreditur Jumlah piutng setiap kreditur
Tata cara Pengajuan penundaan Kewajiban Pembayaran Utang : 1. Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan kepada Pengadilan Niaga melalui Panitera. 2. Panitera akan mendaftar permohonan PKPU pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani Panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. 3. Panitera menyampaikan permohonan PKPU kepada Ketua Pengadilan Negri dalam jangk waktu paling lambat 24 jam terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. 4. Dalam jangka waktu paling lambat 2x24 jam terhitung sejak tanggal permohonan PKPU didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari permohonan dan menetapkan hari siding. 5. Pengadilan harus segera mengabulkan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dan harus menunjuk seorang hakim pengawas dari hukum pengadilan serta mengankat satu atau lebih pengurus yang bersama dengan debitur mengurus harta debitur. Dalam pelaksanaan penundaan kewajiban pembayaran utang diperlukan adanya pengurus dan pengawas. Pengurus yang diangkat harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitur atau kreditur. Yang dapat diangkat menjadi pengurus adalah : 1. Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta debitur. 2. Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman. Pengurus wajib segera mengumumkan putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dalam Berita Negara dn dalam satu atau lebih surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas. Pengumuman itu juga harus memuat Undangan untuk hadir pada persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan hakim, berikut tanggal, tempat dan waktu siding tersebut, nama hakim pengawas dan nama serta alamat pengurus.
11
Debitur pada waktu pengajuan permohonan PKPU atau sesudah itu berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada mereka yang mempunyai piutangpiutang yang terhadapnya diberikan PKPU.13 Apabila pengadila menolak mengesahkan perdamaian, maka dalm putusan yang sama pengadilan wajib menyatakan debitur pailit. Putusan pengadilan tersebut harus diumumkan dalam Berita Negara dalam satu atau lebih surat kabar harian yang ditunjuk hakim. Putusan perdamaian yang sudah mempunyai kekuatan hukumtetap, sepanjang menyangkut piutang yang tidak dibantah oleh debitur, merupakan suatu alas hak yang dapat dijalankan terhadap debitur dan mereka yang telah mengikat diri sebagai penanggung perdamaian.14 PKPU dapat berakir atas permintaan hakim pengawas atau atas permohonan pengurus atau satu atau lebih kreditur atau atas prakarsa pegadilan, apabila : 1. Debitur, selama waktu PKPU bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terahadap hartanya. 2. Debitur mencoba merugikan para krediturnya 3. Debitur melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 240 ayat (1) UU NO. 37 Tahun 2004, yaitu melakukan tindakan pengurusan atau memindahkan hak atas sesuatu bagian dari hartanya tanpa diberi wewenang oleh pengurus. 4. Debitur lalai melaksanakan tinakan-tindakanyang diwajibkan kepadanya oleh pengadilan pada saat atau setelah PKPU diberikan, ataulalai melaksanakan kepentingan harta debitur. 5. Selama waktu PKPU, keadaan harta debitur ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya PKPU atau 6. Keadaan debitur tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap para kreditur pada waktunya. Dalam pengajuan pailit atau penundaan kewajiban utang, di Indonesia dibagi beberapa wilayah yuridiksi, yaitu: 1. Pengadilan Negri Jakarta Pusat; yang daerah hukumnya meliputi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Sumater Selatan, Lampung dan Kalimantan Barat. 2. Pengadilan Negri Ujung Pandang; yang daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya.
13
Prof. Dr. Santiago. SH., MM, Hukum Kepailitan, Pasal 265 UU No. 37 Tahun 2004, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, hlm. 97 14 Ibid., Pasal 278 UU No. 37 Tahun 2004, hlm. 97
12
3. Pengadilan Negri Medan; yang wilayah hukumnya meliputi wilayah Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi dan Daerah Istimewa Aceh. 4. Pengadilan Negri Surabaya; yaitu daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, NTB, NTT. 5. Pengadilan Negri Semarang, yang daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.15
2.6 Konsekuensi Yang Dicapai Perdamaian Dalam Hukum Kepailitan Perdamaian adalah salah satu cara untuk mengakhiri kepailitan. Perdamaian dapat digunakan sebagai alat untuk memaksa dilakukannya “restrukturisasi hutang” karena diluar kepailitan. Kreditur (konkuren) tidak dapat dipaksa untuk menyetujui perdamaian. Perdamaian didefinisikan sebagai “perjanjian antara Debitur dan Krediturnya, dimana klaim dari kreditur disetujui untuk dibayar sebagian atau seluruhnya”. Konsekuensi dicapainya Perdamaian: 1. Kepailitan Berakhir Dengan adanyan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (homolohasi), maka kepailitan akan berakhir (pasal 166 ayat 1 UUK). Dalam praktek, alternatif perdamaian dilakukan diluar kepailitan memungkinkan untuk dilakukan. 2. Kedudukn Kreditur separatis dalam perdamaian dan kepailitan a. Kreditur separatis mempunyai opsi dalam perdamaian, apakah akan ikut dalam voting atau tidak ikut voting. b. Jika ikut voting berarti melepaskan haknya selaku kreditur separtis (psl. 149). Beralihnya kreditur ini berlaku pula apabila perdamain tidak tercapai. c. Pasal 138 UUK memungkinkan kreditur separatis untuk memilah kedudukan klaimnya, sebagian sebagai kreditur separatis dan sebagian lagi sebagai kreditur konkuren, dalam hal aset jaminan diperkirakan tidak dapat melunasi tagihan kreditur separatis. 3. Pembatalan perdamaian a. Dimungkinkan adanya pembatalan perdamaian sebelum sidang homologasi, jika terdapat alasan alasn yang kuat dari para kreditur untuk meminta pembatalan perdamaian yang telah disetujui melalui voting. 15
Prof. Dr, Faisal Santiago. SH., MM, Hukum Kepailitan, Keputusan presiden No. 97 Tahun 1999, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, hlm. 98
13
b. Pembatalan perdamaian dapat diajukan pada sidang Majelis Hakim (psl.158). c. Majelis Hakim wajub menolak pengesahan perdamaian jika (psl.158 ayat 2). 4. Homologasi a. Homologasi pada dasarnya adalah suatu “ratification by the commercial court” atas usulan perdamaian yang telah disetujui oleh kreditur. b. Pengadilan dapat menolak membrikan “pengesahan perdamaian” dalam hal (pasal.159): 1). Nilai aset debitur jauh melebihi jumlah yang disetujui dalam perdamaian 2). Melaksanakan perdamaian tidak cukup terjamin, dan atau 3). Perdamaian terjadi karena penipuan, persekongkolan dengan kreditur atau karna upaya lain yang tidak jujur dan seterusnya.
Dokumen dan data pendukung usulan perdamaian 1. Penyusunan asumsi-asumsi keuangan dan operasional sehingga perusahaan dapat menjadi “going concern”. 2. Financial audit atas laporan keuangan perusahaan. 3. Valuation (penilai) dari harta kekayaan dan hutan perusahaan. 4. Data-data pendukung usulan penyelesaian hutang. 5. Projection (pro forma) laporan keuangan setelah perdamaian. 6. Cash flow perusahaan. 7. Penjelasan perihal kreditur separatis.
Hasil perdamaian 1. Tidak mengikat kreditur separatis. 2. Harus dihomologasi oleh Majelis Hakim baru meningkat. 3. Sebelum di homologasi oleh Majelis Hakim, perdamaian dimungkinkan untuk diajukan pembatalan (pasal.157) 4. Kepailitan berakhir (pasal.166 ayat 1) dan tugas kurator juga berakhir dan wajib membuat pengumuman (pasal.166 ayat 2) dan menyampaikan pertanggung jawaban kepada Debitur dihadapan Hakim Pengawas (psl.167 ayat 1).
2.7 Analisis Kasus Kepailitan 1. Kasus Kepailitan PT. Dirgantara Indonesia Yang Diajukan Oleh Karyawan
14
Berdasarkan Surat Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 41/Pailit/2007/PN. Niaga/jkt.Pst: Permohonan pernyataan Pailit yang diajukan pada tanggal 3 Juli 2007 oleh HERYONO, NUGROHO, dan SAYUDI adalah mantan karyawan PT. Dirgantara Indonesia sebagai Kreditor (disebut sebagai Pemohon). Terhadap PT. Dirgantara Indonesia (Persero) yang beralamat di Jl. Pajajaran No. 154, Bandung (disebut sebagai Termohon). Adapun duduk perkaranya sebagai berikut : A. Adanya Utang yang Jatuh tempo dan dapat ditagih 1. Bahwa pemohon adalah termasuk dari 6.561 orang pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya oleh termohon berdasarkan putusan Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat (P4 Pusat) No: 142/03/02-8/X/PHK/1-2004 tanggal 29 Januari 2004 yang telah berkekuatanm hukum tetap. 2. Bahwa berdasarkan amar putusan P4 pusat menyebutkan bahwa : PT Dirgantara Indonesia wajib memberikan kompensasi pension dengan mendasarkan pada upah pekerja terakhir dan jaminan hari tua sesuai dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992. 3. Bahwa perhitungan dana pensiun menjadi kewajiban termohon untuk membayar kepada pemohon. Yang besarnya adalah: pemohon I : Rp. 83.347.862,82, pemohon II: Rp. 69.958.079,22, pemohon III: Rp. 74.040.827,91. 4. Bahwa kewajiban termohon untuk membayar kompensasi pension kepada pemohon adalah merupakan hutang termohon kepada pemohon sebagimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 5. Bahwa utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih sejak Putusan P4 Pusat tanggal 29 Januari 2004. 6. Bahwa dengan tidak dilakukannya pembayaran oleh termohon, walaupun utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih, maka termohon menurut Undang-Undang dapat dinyatakan pailit. 7. Bahwa disamping pemohon, termohon juga mempunyai hutang kepada : 7.1 Nelly Ratnasari, sebesar Rp. 12.701.489,25 7.2 Sukriadi Djasa, sebesar Rp. 79.024.764,81. adapun Nelly Ratnasari dan Sukriadi Djasa dan para pekerja lain yang totalnya 3500 orang dengan total piutang sejumlah kurang lebih Rp. 200.000.000.000,00. akan hadir dan akan mengikuti persidangan selaku para kreditur dari termohon. 7.3 Bank Mandiri, dengan piutang sebesar Rp. 125.658.033. 228,00 8. Bahwa oleh sebab itu pemohon, memohon kepada ketua Pengadilan Niaga c.q. Majelis Hakim yang memeriksa dan megadili perkara ini agar termohon dapat dinyatakan pailit karena telah terpenuhinya ketentuan dalam Pasal 2
15
Ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 9. Pemohon mengusulkan Taufik Nugraha,S.H sebagai Kurator guna kepentingan pemberesan harta pailit. Dengan dasar bahwa ia cukup capable dan juga ia tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor sebagimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 10. Bahwa untuk kepentingan pemberesan harta pailit diperlukan seorang Hakim Pengawas dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 11. Bahwa apabila Termohon dalam permohonan pailit yang diajukan oleh pemohon mengajukan penundaan kewajiban membayar utang maka tetap mengangkat Taufik Nugraha,S.H sebagai pengurus harta pailit.
1. Bahwa oleh sebab itu pemohon, memohon kepada ketua Pengadilan Niaga c.q. Majelis Hakim yang memeriksa dan megadili perkara ini agar termohon dapat dinyatakan pailit karena telah terpenuhinya ketentuan dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 2. Pemohon mengusulkan Taufik Nugraha,S.H sebagai Kurator guna kepentingan pemberesan harta pailit. Dengan dasar bahwa ia cukup capable dan juga ia tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor sebagimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 3. Bahwa untuk kepentingan pemberesan harta pailit diperlukan seorang Hakim Pengawas dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 4. Bahwa apabila Termohon dalam permohonan pailit yang diajukan oleh pemohon mengajukan penundaan kewajiban membayar utang maka tetap mengangkat Taufik Nugraha,S.H sebagai pengurus harta pailit.
Berdasarkan duduk perkara hukum di atas, pemohon memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Niaga untuk memutus sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya 2. Menyatakan termohon, PT. Dirgantara Indonesia (Persero) pailit dengan segala akibat hukumnya. 3. Menunjuk Taufik Nugraha,S.H sebagai kurator untuk melakukan penyelesaian harta pailit. 4. Menunjuk Hakim pengawas dari pengadilan Niaga kepada Pengadilan Jakarta Pusat. 5. Menghukum termohon, PT. Dirgantara Indonesia (Persero) untuk membayar seluruh biaya perkara, dan apabila Majelis Hakim berpendapat lain harap diputuskan dengan putusan yang seadil-adilnya.
16
Terhadap permohonan pemohon, termohon mengajukan tertanggal 7 Agustus 2007 yang mengatakan sebagi berikut:
tanggapannya
“Termohon pailit menolak dan membantah permohonan pailit yang diajukan oleh pemohon pailit dengan 7 macam alasan“ Berdasarkan hal-hal diatas, maka Majelis Hakim mempunyai PertimbanganPertimbangan, antara lain sebagai berikut: a. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas maka, Majelis Hakim sependapat dengan pemohon bahwa termohon pailit PT. Dirgantara Indonesia tidak termasuk dalam kategori sebagai BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik yang seluruh modalnya terbagi atas saham sebagaimana yang dimaksudkan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sehingga dengan demikian pemohon pailit mempunyai kapasitas hukum untuk mengajukan permohonan pailit terhadap termohon pailit PT. Dirgantara Indonesia. b. Pertimbangan lain adalah bahwa majelis hakim menilai bahwa tidak cukup alasan untuk mempertahankan eksistensi termohon pailit, hal ini dengan mendasarkan pada kinerja keuangan Termohon belum menunjukkan perbaikan yang berarti. c. Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, debitor dapat dinyatakan pailit apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut : Mempunyai dua atau lebih kreditor Tidak dapat membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagihPutusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat ini diucapkan pada hari selasa, tanggal 4 September 2007 dalam persidangan terbuka untuk umum, Hakim Ketua Ny. Andriani Nurdin, SH. MH
Analisis Pada Kasus Kepailitan PT. Dirgantara Indonesia yang Diajukan oleh Karyawan A. Kepailitan PT. Dirgantara Indonesia Dikaitkan Dengan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
17
Peraturan yang mengatur tentang Kepailitan sekarang ini adalah UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Peratuan ini dibuat dengan cakupan yang lebih luas baik segi norma, ruang lingkup materi, maupun proses penyelesaian utang-piutang. Cakupan yang luas ini diperlukan, karena adanya perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sedangkan ketentuan yang selama ini berlaku belum memadai sebagai sarana hukum untuk menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif. Dengan adanya peraturan ini diharapkan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan seputar kepailitan dan kewajiaban pembayaran utang. Peraturan ini juga mengakomodir asas-asas dalam hukum kepailitan yaitu, asas kesinambungan, asas kelangsungan usaha, asas keadilan, asas integrasi. Berdasarkan pemaparan proses kepailitan PT. Dirgantara Indonesia di atas dan melihat tentang penerapan Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam menyelesaikan kasus kepailitan PT. Dirgantara Indonesia. Pengajuan Permohoanan kepailitan adalah harus memenuhi syarat berdasarkan Pasal 2 Ayat (1). Berdasarkan syarat yang mendasar dari pengajuan permohonan pailit tersebut, maka terhadap kasus kepailitan PT. Dirgantara Indonesia sudah bisa dikatakan memenuhi syarat dasar kepailitan tersebut. Bahwa PT. Dirgantara Indonesia mempunyai kreditor-kreditor yaitu mantan karyawan dan juga kreditor lain Bank Mandiri dan juga PT. Perusahaan Pengelola Aset (Persero). Sedangkan pengertian utang Pengertian Utang menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004: Dari pengertian utang diatas, maka pengertian lebih luasnya menyangkut kompensasi pensiun mantan karyawan PT. Dirgantara Indonesia, karena kompensasi pensiun tersebut muncul dari adanya perjanjian yang dasarnya adalah perjanjian hubungan kerja. Kewenangan yang mengajukan permohonan pailit juga harus diperhatikan. Dalam Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, apabila debitor adalah BUMN yang berhak mengajukan pailit adalah Menteri Keuangan. Menurut Rahayu Hartini, beliau juga mendefinisikan BUMN yang dapat dipailitkan yaitu BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan tidak terbagi atas saham. Peraturan UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, jika diterapkan dalam menyelesaikan kasus kepailitan PT. Dirgantara Indonesia sering terjadi perbedaan penafsiran pengertian terhadap jenis atau bentuk BUMN yang di maksud dalam Peraturan UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan dengan UU nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN. Hal ini juga terjadi perbedaan penafsiran antara Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung, khususnya dalam menilai kepemilikan modal
18
dalam PT. Dirgantara Indonesia. Akan tetapi jika dilihat dari data yang ada maka sebenarnya PT. Dirgantara Indonesia memenuhi klasifikasi sebagai BUMN yang seluruh sahamnya adalah milik Negara, dan juga merupakan perusahaan yang sangat dibutuhkan karena merupakan objek vital nasional. Kelemahan dari penerapan UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terutama dalam menghadapi kasus kepailitan BUMN adalah, karena dalam UU tersebut belum mengatur secara detail mengenai prosedur dan tata cara pemailitan suatu BUMN. B. Akibat Hukum Bagi Para Pihak Atas Putusan Kepailitan PT. Dirgantara Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Bagi PT. Dirgantara Indonesia sebagai suatu Institusi Upaya yang dilakukan PT. Dirgantara Indonesia sebagai akibat atas proses kepailitan yang telah dilalui adalah melalui upaya perbaikan secara menyeluruh di tubuh PT. Dirgantara Indonesia. Akibat hukum yang dilakukan oleh PT. Dirgantara Indonesia sebagai suatu institusi dalam hal ini sebagai suatu Badan Usaha Milik Negara adalah dengan melakukan Restrukturisasi. Hal ini berdasar pada ketentuan dalam UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara yaitu dalam BAB VIII tentang Restrukturisasi dan Privatisasi. 2. Bagi Pemegang Saham Peranan pemerintah dalam perekonomian melalui BUMN, pemerintah bertindak sebagai pemilik atau penguasa untuk atas nama rakyat. BUMN adalah merupakan pelaksana dari hak Negara untuk menguasai, bukan untuk memiliki sumber-sumber ekonomi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Sedangkan pemiliknya adalah rakyat karena kedaulatan (sicio-demokrasi) ada di tangan rakyat. Kepemilikan saham dalam PT. Dirgantara Indonesia adalah 100% (seratus persen) oleh Pemerintah. Dengan kata lain seluruh modalnya di miliki oleh Negara. Yaitu pemegang sahamnya adalah Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara dan Menteri Keuangan. Proses kepailitan pada PT. Dirgantara Indonesia hendaknya pengajuannya atas persetujuan Menteri yang terkait dalam hal ini Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara dan Menteri Keuangan. Proses kepailitan ini berakhir pembatalan kondisi pailit PT. Dirgantara Indonesia, oleh karena itu terhadap para pemegang saham tetap pada kondisi seperti semula, yaitu saham tetap dimiliki oleh Negara oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara dan Menteri Keuangan Republik Indonesia. Untuk mendukung langkah PT. Dirgantara Indonesia dalam melanjutkan kegiatan usaha,
19
maka Pemerintah dalam hal ini dikuasakan kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara dan Menteri Keuangan, maka upaya yang harus dilakukan kementerian tersebut adalah menyiapkan beberapa perangkat kebijakan dan pengawasan terhadap operasional, serta lebih mengoptimalkan kinerja PT. Dirgantara Indonesia. Pemerintah sebagai pemilik modal, harus mengontrol serta mengawasi kinerja BUMN sehingga jauh dari korupsi, kolusi di dalamnya. Pengawasan tersebut melalui mekanisme yang ditentukan dalam Undang-Undang, yang meliputi aparat pengawas intern, komite audit, dan komite lainnya. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kemandirian serta kelanjutan usaha PT. Dirgantara Indonesia dan lebih luas lagi untuk upaya penyelamatan asset Negara yang ada pada PT. Dirgantara Indonesia. Sehingga akan dapat memberikan keuntungan bagi keuangan Negara. 3. Bagi Para Kreditor Pertimbangan Aspek Yuridis Pertimbangan yang utama dipakai dalam menanggapi permohonan pernyataan pailit suatu badan usaha adalah pertimbangan secara yuridis. Hal ini merupakan suatu dasar atau landasan hukum untuk memperkuat keputusan hakim. Dasar hukum yang dipakai oleh hakim dalam memutus pailit adalah dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Utang. Karena dalam undang-undang ini mengatur syarat-syarat serta ketentuan pemailitan suatu badan usaha. Namun berkaitan dengan kasus kepailitan PT. Dirgantara Indonesia yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara, maka dalam menyelesaikan kasus tersebut juga menggunakan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Karena PT. Dirgantara Indonesia juga berbentuk Persero, juga hendaknya melihat ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Utang secara subtansial tidak mengatur secara detail tentang pemailitan suatu BUMN. Dalam Undang-undang ini hanya memaparkan tentang kewenangan pengajuan kepailitan suatu BUMN. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka apabila pengajuan permohonan pailit untuk jenis BUMN kecuali tersebut diatas adalah selain menteri keuangan. Oleh karena itu dalam memutuskan pailit suatu BUMN haruslah jeli, karena karakteristik dari BUMN itu sangat unik berbeda dengan perusahaan jenis yang lain. Apalagi dari segi pemilik modalnya, yaitu Negara melalui menteri yang terkait, maka hal ini yang sangat erat sekali dengan asset Negara, yang tidak mungkin dilakukan sita terhadap asset Negara.
20
Sehingga untuk mempertimbangkan putusasn pailit suatu BUMN, selain dengan melihat perangkat aturan yang mengaturnya, juga harus melihat lebih cermat lagi terhadap kondisi dan karakteristik BUMN tersebut.16
2. KOMENTAR ANALISI KASUS KEPAILITAN PT DIRGANTARA :
16
Muhammad Priyadi, Kasus PT. dirgantara Indonesia, Di akses dari
https://muhammadapryadi.wordpress.com/tentang-ilmu-hukum/159-2/, Pada tanggal 4 Agustus 2015 pukul 13:00
21
Setelah PT. Dirgantara Indonesia dinyatakan pailit dikarenakan tidak sanggup membayar hutang kepada lebih dari dua pihak, asset PT. Dirgantara Indonesia disita melalui kurator. Jadi negara menyita asset negara,dikarenakan kepemilikan saham PT. Dirgantara Indonesia 100% milik negara, sehingga jika terjadi kepailitan para buruh yang menuntut hak mereka tidak mendapatkan hak yang sesuai dengan apa yang mereka harapkan selama ini. Sementara menurut pasal 1 UU BUMN : “ Badan Usaha MIlik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” Arti kata “dipisahkan” menunjukkan bahwa asset PT. Dirgantara Indonesia yang merupakan BUMN tidak bisa dikatakan asset negara. Sehingga jika terjadi kepailitan semua asset PT. Dirgantara Indonesia yang disita hanya akan mengalami penurunan/penyusutan harga asset dimana hak yang selama ini dituntut oleh karyawan PT. Dirgantara Indonesia dapat terpenuhi walaupun tidak sepenuhnya
22
2. Kasus Batavia Air
1. DUDUK PERMASALAHAN BATAVIA AIR Tahun 2009 – Batavia ikut tender dalam proyek haji pemerintah, pihak Batavia telah menyewa 2 unit airbus dari ILFC seri A330 dengan nominal USD 440 ribu. Namun batavia kalah tender dan pemerintah tidak menggunakan layanan batavia dalam proyek haji. Selama kalah tender Airbus seri A330 di anggurkan dan tidak digunakan untuk melayani rute perjalanan yang lain. Tahun 2010 – Batavia mengikuti tender proyek haji lagi dan kalah lagi, akhirnya menimbulkan penumpukan tagihan dari tahun 2009 sampai 2010. Tagihan meningkat menjadi USD 470 ribu. Dari sini dapat di simpulkan bahwa batavia belum membenahi manajemen dan pelayanan nya sehingga pemerintah tidak mengambil maskapai ini. Tahun 2011 – Batavia mengikuti lagi tender dan lagi – lagi kalah lagi pada tahun ini. Tagihan ke kantor Batavia meningkat menjadi USD 500 ribu. Lagi – lagi Batavia tidak pernah belajar dari tahun – tahun sebelumnya. Tahun 2012 – Air asia mencoba mengakuisisi Batavia air tapi penawaran tersebut menjadi polemik yang cukup populer di Indonesia karena kekuatiran akan masuk nya pihak luar ke dalam industri penerbagan Nusantara. Maka Air asia membatalkan tawarannya karena alasan “risiko bisnis dan penurunan pendapatan”. Akibat gagalnya akuisisi tersebut batavia air mengalami penurunan rute penerbangan drastis dari 64 rute menjadi 44 rute saja Tahun 2013 – Penghujung Januari 2013 Batavia dinyatakan bangkrut oleh pengadilan negeri jakarta selatan.
23
ANALISIS KASUS Dari kasus yang terjadi, berdasarkan UU No. 37 tahun 2004 tentang kepailitian, putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menyatakan pailit pada PT Metro Batavia ( Batavia Air ). Keputusan pailit PT. Metro Batavia disebabkan oleh utang sebanyak USD 4,68 juta yang sudah lewat jatuh tempo namun tidak kunjung di bayar. Tuntutan pailit ini telah diajukan semenjak 20 Desember 2012 dan diputuskan pada tanggal 30 Januari 2013. Penutupan Batavia Air pada tanggal 30 Januari ini merupakan salah satu kejadian yang paling menyedihkan bagi industri penerbangan Indonesia. Di tengah pertumbuhan transportasi udara yang cukup tinggi di Indonesia, Batavia Air malah menjadi terpuruk. Permohonan pailit Batavia Air diajukan oleh International Lease Finance Corporation (ILFC) kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Melihat kasus yang terjadi yang menimpa Batavia Airlines adalah kabar buruk bagi konsumen penerbangan di Indonesia, belajar dari kasus yang ada, Adam Air dan Mandala air penutupan operasi maskapai selalu menempatkan konsumen sebagai korban. Batavia Air telah dinyatakan pailit karena tak mempu melunasi utangutang dalam jutaan Dollar itu yang muncul akibat perjanjian perbaikan pesawat yang tertuang dalam agreement on Overhaul and repair pada 19 April 2007 dan 12 Mei 2008. 1(20) memang tidak dapat di pumgkiri bahwa penggunaan utang sebagai modal operasional ataupun ekspansi usaha merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan oleh lembaga atau perusahaan. Menumpuknya utang oleh Batavia air karena ketika jatuh tempo pelunasan utang mungkin disebabkan lemahnya aspek manajemen keuangan dalam tubuh Batavia air. Karena bagaimana pun kasusnya pailitnya Batavia air di duga disebabkan oleh utang apabila di kaji dan perspektif keuangan, maka pailitnya Batavia mendeskripsikan pengelolaan keuangan yang kurang bagus yang mana dapat terindikasi dari kemampuan menghasilkan nilai lebih dari utang atau biasanya disebut sebagai cost lebih besar dari benefit. Terlebih sebagai perusahaan swasta (private corporation) Batavia Air juga tidak memiliki kewajiban untuk memberikan laporan keuangannya secara publik, sehingga dalam hal ini juga sulit untuk memberikan dan menyimpulkan kondisi keuangan Batavia Air.17
17
Tatus Lakalungkar, Kasus Batavia Air, di akses dari http://madthomson.blogspot.com/2014/06/tugas-makalahkepailitan-fakultas-hukum.html, pada tanggal 2 Agustus 2015 pukul 20:42
24
2. PROSES PENYELESAIAN PAILIT OLEH KURATOR Penyelesaian pailit Batavia Air telah diputuskan untuk diurus oleh empat kurator, antara lain Turman M Panggabean, Permata Nauli Daulay, Andra Reinhard Pasaribu, dan Alba Sumahadi. Kantor kurator bertempat di Ruko Cempaka Mas B-24, Jl. Letjen Suprapto, Jakarta Pusat. Beberapa aktifitas yang sudah terjadwal ada sebagai berikut:
15 Feb 2013 – Rapat Kreditur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pukul 09:00 18 Feb 2013 – Mengundang kreditur non-tiket dan agen untuk mengajukan tagihan kreditur dan pajak di Kantor Kurator. 18 Feb – 1 Maret 2013 – Penumpang Batavia Air bisa muendaftarkan diri sebagai kreditur Batavia Air 14 Maret 2013 – Verifikasi dan pencocokan piutang di kantor Kurator
25
Komentar : Penyewaan unit pesawat yang tidak terpakai yaitu dua airbus A330 akibat gagalnya proyek haji sebaiknya pesawat tersebut digunakan untuk melayani rute penerbangan yang lain, sehingga pesawat yang sudah disewa tidak terpakai begitu saja. Selain itu manajemen Batavia Air tidak berbenah diri untuk memperbaiki manajemen dan pelayanannya setelah dinyatakan kalah tender dari tahun sebelumnya, disini terlihat sekali buruknya manajemen yang tidak berbenah dari kalah tender proyek haji sehingga terus menerus terulang di tahun-tahun berikutnya. Barangkali yang juga kurang dipublikasikan di media cetak adalah adanya kenaikan persyaratan deposit Travel Agent di Batavia Air per bulan April 2012. Persyaratan minimum deposit yang sebelumnya sebesar 7.500.000, diubah menjadi minimum 15.000.000 rupiah. Kenaikan deposit ini hanya ditunjang dengan alasan untuk mengurangi “ribet” nya administrasi penambahan deposit. Akibat dari pailitnya Batavia Air para calon penumpang berjumlah ratusan penumpang yang sudah membeli tiket pesawat harus menerima kekecewaan karena dirugikan, oleh pihak Batavia Air yang sebelumnya menjanjikan refund dan pengalihan dengan menggunakan maskapai penerbangan lain tidak kunjung terealisasikan. Selain citra Batavia Air yang buruk, para calon penumpang tidak lagi menaruh kepercayaan pada maskapai Batavia Air. Selain itu beberapa asosiasi travel agent mencatatkan kerugian senilai miliaran rupiah, Asosiasi Travel Agent Indonesia ( ASITA ) Jakarta dengan jumlah 1500 agent memperkirakan dana deposit yang hilang sebesar 20 miliar rupiah. Dengan pailitnya Maskapai penerbangan Batavia Air, menjadi pelajaran penting bagi maskapai penerbangan lain dalam pentingnya berbenah dalam manajemen perusahaan.
BAB 3 KESIMPULAN 3.1 KESIMPULAN Dari dua kasus mengenai kepailitan, dapat disimpulkan bahwa untuk mempailitkan suatu perusahaan harus memenuhi syarat-syarat yuridis. Salah satunya terdapat utang lebih dari dua kreditor dan permohonan pailit diajukan ke Pengadilan Niaga ( kepada yang berwenang ).
3.2 SARAN Sebaiknya pemerintah membuat UU Kepailitan menjadi lebih luas lagi. Seperti halnya kasus yang di alami oleh PT Dirgantara Indonesia yang dimana kepemilikan saham PT. Dirgantara Indonesia 100% milik negara, sehingga jika terjadi kepailitan para buruh yang menuntut hak mereka tidak mendapatkan hak yang sesuai dengan apa yang mereka harapkan selama ini. Sementara menurut pasal 1 UU BUMN : “ Badan Usaha MIlik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” Arti kata “dipisahkan” menunjukkan bahwa asset PT. Dirgantara Indonesia yang merupakan BUMN tidak bisa dikatakan asset negara. Sehingga jika terjadi kepailitan semua asset PT. Dirgantara Indonesia yang disita hanya akan mengalami penurunan/penyusutan harga asset dimana hak yang selama ini dituntut oleh karyawan PT. Dirgantara Indonesia dapat terpenuhi walaupun tidak sepenuhnya
26
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. , Faisal Santiago, SH., MM;. (2012). Hukum Kepailitan (9 ed.). Jakarta: Mitra Wacana Media. Wikipedia. (2014, April 7). Wikipedia. Retrieved Agustus 3, 2015, from https://id.m.wikipedia.org/wiki/pailit: https://id.m.wikipedia.org/wiki/pailit
27