ISSN 0000-0000
KEPAILITAN DEBITUR DITINJAU DARI KACAMATA HUKUM Soeprapti*)
ABSTRAK Dalam dunia usaha utang –piutang adalah suatu yang wajar. Suatu usaha yang ingin berkembang kemudian mencari utang, itu bukan sesuatu yang buruk, sepanjang perusahaan tersebut dapat membayarnya kembali. Berarti perusahaan tersebut dalam keadaan”Solbavel”. Sebaliknya perusahaan dalam keadaan”Insobavel”kalau perusahaan tersebut sudah tidak mampu membayar utang-utangnya. Dan jika keadaan perusahaan tersebut terus menurun sampai pada suatu”keadaan berhenti membayar”maka hakim dapat menjatuhkan pailit pada perusahaan tersebut. Kata-kata kunci : pailit, hukum kepailitan
1. KEPAILITAN DAN HUKUM KEPAILITAN
Kata ”Failiet” berasal dari Bahasa Perancis yaitu ”Failite” yang berarti pemogokan/ kemacetan pembayaran. Sedangkan orang yang mogok/berhenti membayar dalam Bahasa Perancis disebut ”Le failli”. Di negara-negara yang berbahasa inggris dipergunakan istilah ”Bangkrut” dan “Bankruptcy”. Pengertian pailit menurut pasal 1 ayat ( 1 ) UU Kepailitan adalah sebagai berikut : ”Pailit ialah keadaan si terhutang dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya.” Istilah berhenti membayar seperti yang tercantum dalam pasal 1 ayat ( 1 ) u.u. Kepailitan tersebut tidak harus diartikan bahwa si debitur berhenti sama sekali untuk membayar utang-utangnya, melainkan cukup diartikan pada waktu diajukan permohonan pailit, debitur berada dalam keadaan tidak dapat membayar utangnya. ( K.M.N. Purwosutjipto, 1984: 28 ).
*)
Soeprapti, SH. Adalah dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
Kepailitan Debitur Ditinjau dari Kacamata Hukum (Soeprapti)
51
Kepailitan adalah suatu lembaga dalam Hukum Perdata Eropa, sebagai realisasi dari dua azas pokok dalam Hukum Perdata Eropa yang tercantum dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut :”semua benda bergerak dan benda tidak bergerak dari seorang debitur, baik yang sekarang ada maupun yang akan diperolehnya, tanggung jawab atas perikatan-perikatan pribadi”. Pasal 1132 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut : Benda-benda seperti termaksud dalam pasal 1131 KUH Perdata tersebut, dimaksudkan sebagai jaminan bagi para krediturnya bersama-sama Hasil penjualan benda-benda itu dibagi diantara mereka secara seimbang. menurut imbangan / perbandingan tagihan-tagihan mereka, kecuali bilamana diantara para kreditur mungkin terdapat alasan-alasan pendahuluan yang sah. Dalam membagikan hasil penjualan harta kekayaannya itu mungkin mengakibatkan : a. Para kreditur berbenturan satu sama laiinya. b. Debitur menganak emaskan kreditur yang satu dari kreditur lain. c. Bahkan mungkin ada etiket buruk dari si debitur yaitu menyembunyikan harta bendanya sendiri. d. Juga mungkin, debitur mengibahkan harta bendanya baik kepada keluarganya sendiri atau kepada orang lain dengan catatan / suatu perjanjian nanti diminta kembali dengan diberi imbalan, dan lain-lainnya lagi dari tindakan debitur yang beretiket buruk. Untuk menghindari atau mencegah hal-hal seperti tersebut diatas, maka perlu diadakan eksekusi dari harta kekayaan debitur oleh orang-orang yang diawasi oleh pemerintah / penguasa. Dan untuk keperluan inilah maka lahir lembaga kepailitan. Dan berdasarkan undang-undang kepailitan yang terdiri dari 279 pasal itulah azas-azas sebagaimana tersebut dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata direalisasi.
2. PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN KEPAILITAN Sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) U.U. Kepailitan yang dapat mengajukan kepailitan ialah : 1. Debitur sendiri ( pasal 1 ayat ( 1 ) U.U. K. Debirur karena merasa sudah tidak dapat membayar utang-utangnya, maka ia mengajukan permohonan ke pengadilan negeri dimana ia bertempat tinggal. 2. Seorang atau lebih kreditur. Kreditur yang memohonkan kepailitan bagi debitur harus memenuhi syarat, bahwa hak menuntutnya terbuki. Tentang bagaimana hak mnuntut itu terbukti, undang
52
Ekuitas Vol.2 No.1 Maret 1998 : 51-59
undang tidak mengaturnya / tidak dapat disimpulkan dalam undang-undang. Mka jalan yang ditempuh yaitu dengan Yurispredensi, bahwa penylidikan secra sumir sudah dapat dipakai sebagai bahan pembuktian ada atau tidaknya hak menuntut tersebut ( putusan Hoge Raad, 21 Agustus 1951 ). Apabila hanya ada satu orang kreditur saja, maka kreditur tersebut tidak dapat memohonkan kepailitan bagi debitur, sebab kepailitan bertujuan membagi harta kekayaan sipailit diantara par penagihnya scara bersama-sama. 3. Jaksa / Penuntut Umum dapat memohonkan kepailitan seseorang apabila dipenuhi syarat-syarat adanya kedaan berhenti membayr dan berdasarkan kepentingan umum yang dikatagorikan kepentingan umum ini pengertiannya diserahkan kepada pendapat pengadilan. Dan Yuriprodensi menegaskan bahwa kepentingan umum itu ada, apabila tidak dapat lagi dikatagorikan ada kepentingan ada kepentingan perseorangan, melainkan ada alasan-alasan yang bersifat umum dn lebih serius yang mengesahkan penanganan oleh suatu lembaga/ alat perlengkapan negara.
3. PIHAK YANG DAPAT DINYATAKAN PAILIT Berdasarkan U.U. Kepailitan ( U.U. ) yang dapat dinyatakan pailit ialah : 1.
”Setiap berutang”berdasarkan pasal 1 ayat ( 1 ) U.U. jadi setiap si berutang entah mereka itu menjalankan perusahaan atau tidak menjalankan perusahaan dapat dinyaakan pailit.
2.
Setiap perempuan bersuami, yang dengan tenaga sendiri melakukan pekerjaan tetap atau suatu perusahaan ataupun mempunyai kekayaan sendiri ( pasal 3 PK ).
3.
Badan-badan hukum, misalnya Perseroan Terbatas, Koperasi, Perusahaan daerah, Perusahaan Negara ( pasl 2 ayat ( 7 ) U.U.K.
4.
Harta Warisan ( pasal 197 ) U.U. K. Harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia dapat dinyatakan dalam keaadan pailit, apabila seorang kreditur atau lebih mengajukan permohonan untuk itu, dan ternyata si meninggal berada dalam keadaan”berhenti membayar atau pada saat meninggalnya harta peninggalan si mati tersebut tidak mencukupi untuk membayar utang-utangnya.
Kepailitan Debitur Ditinjau Dari Kacamata Hukum (Soeprapti)
53
Tentang pasal 3 U.U. K. yang menyatakan bahwa setiap perempuan bersuami yang dengan tenaga sendiri melakukan pekerjaan tetap atau sutan perusahaan ataupun mempunyai kekayaan sendiri dapat dinyatakan pailit, mendapat tanggapan dari K.M.N. Purwosutjipto, SH. ( 1984: 56 ). Menurut hematnya bahwa isi pasal 3 U.U. K. tersebut sudah tercakup dalam pasal 1 ayat ( 1 ) U.U. K. sebab orang perempuan Indonesia bik yang bersuami atau yang belum besuami selalu cakap melakukan perbutan hukum. Sebab hukum Indonesia tidak membedahkan status perempuan dan laki-laki yang sudah dewasa dalam hal kecakapan mengerjakan suatu perbuatan hukum. Menurut Yurisprodensi bahwa orang-orang di bawah umur dan orang-orang di bawah pengampunan, dapat dinyatakan pailit, jadi yang dinyatakan pailit bukan walinya atau pengampunannya. Contoh ini adalah putusan Hoge Raad tanggal 23 September 1910 dan putusan Hoge Raad tanggal 4 Juni 1920 yang memutuskan, bahwa apabila si korandus berada dalam keadaan berhenti membayar, maka sikorandus sendiri yang dinyatakan pailit bukan kuratornya.
4. PERNYATAAN PAILIT DAN UPAYA HUKUM 1). Pernyataan Pailit. Untuk dapat dinyatakan pailit, seorang debitur harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Keadaan berhenti membayar, yakni pabila seorang debitur sudah tidak mampu atau tidak mau membayar utang-utangnya ( pasal 1 ayat ( 1 ) U.U. K. Dalam penulisan dimuka telah dijelaskan. Bahwa debitur dalam keadaan berhenti membayar, harus diartikan pada waktu diajukan permohonan pailit, debitur berada dalam keadaan tidak dapat membayar utangnya. b. Harus ada lebih dari seorang kreditur, dimana salah seorang dari mereka itu piutangnya sudah tidak dapat ditagih ( pasal 6 ayat 5 ) U.U. K. Permohonan Kepailitan dapat dilaksanakan sebagai berikut : a. Secara tertulis Apabila permohonan itu tertulis, maka permohonan tersebut harus disampaikan kepada panitia pengadilan negeri dimana debitur bertempat tinggal. b. Secara Lisan Apabila permohonan secar lisan, maka permohonan tersebut dibuat akta dan ditanda tangani oleh panitera pengadilan negeri dimana debitur bertempat tinggal.
54
Ekuitas Vol.2 No.1 Maret 1998 : 51-59
Permohonan Kepailitan dibicarakan dalam sidang Permusyawaratan Hakim, dan hakim dapat memperihtahkan debitur untuk menghadap secara pribadi atau dengan kuasanya untuk didengar. Selama pemeriksaan permohonan kepailitan, hakim / pengadilan dapat memerintahkan penyegelan harta kekayaan si debitur atas permintaan pemohon kepailitan, untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan driditur misalnya : barang-barang kekayaan debitur dijual, dihibahkan kepada keluarganya atau disimpan dan lain-lainnya, yang pada dasarnya ada etiket buruk dari si debitur. Tidak semua barang – barang debitur boleh disegel. Berdasrkan pasal 20 ayat ( 1 ) undang-undang Kepailitan maka barang-barang debitur boleh disegel ialah : a. Alat perlengkapan tidur dan pakaian sehari-hari b. Alat perlengkapan Dinas c. Alat perlengkapan Kerja d. Persediaan makanan untuk kira-kira satu bulan e. Buku-buku yang dipakai untuk bekerja. f. Gaji, upah, pensiun, uang jasa, honorarium. g. Hak mengarang ( hak Cipta ) h. Sejumlah uang yang ditentukan oleh hakim komisaris ( hakim pengawas ) untuk nafkahnya. i. Sejumlah uang yang diterima dari hasil pendapatan anak-anaknya. Putusan kepailitan harus diucapkan dalam sidang berbuka untuk umum dan dapat dijalakan terlebih dahulu, walaupun ada banding, atau perlawanan ( pasal 4 ayat 3 ) U.U.K. Dalam putusan hakim tentang debitur pailit, di dalamnya memimpin dan megawasi pelaksanaan kepailitan ( pasal 13 ayat 1 ) U.U.K. dan berdasarkan pasal 13 ayat ( 3 ) U.U.K. Maka Panitera Pengadilan Negeri yang memutuskan kepailitan tersebut harus segera memberi tahukan tentang putusan pernyataan pailit itu kepada : a. Balai Harta Peninggalan, yang berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan Negeri yang memutuskan kepailitan. b. Perum Pos dan Giro serta perum Telekomunikasi, baik yang ada di tempat hakim memutus kepailitan maupun yang ada di tempat si pailit. Balai Harta Peninggalan yang telah mendapatkan pemberitahuan putusan pailit dari pengadilan negeri tersebut di atas harus dengan segera mengumumkan putusan tersebut pada : a. Berita Negara b. Dalam satu atau beberapa buah surat kabar yang ditunjuk oleh hakim komisaris.
Kepailitan Debitur Ditinjau Dari Kacamata Hukum (Soeprapti)
55
Demikian ketentuan yang terdapat dalam pasal 13 aya ( 4 ) U.U.K. Tujuan dari pengumuman seperti diperintahkan oleh pasal 13 ayat ( 4 ) U.U. K. adalalah agar para kreditur pailit dapat mengambil tindakan-tindakan seperlunya, yang terkait dengan masalah kepailitan debitur. 2). Upaya-upaya Hukum. Dalam penulisan dimuka telah dijelaskan tentang siapa yang berhak menyatakan pailit debitur sendiri, seorang krediturnya atau lebih dan dari pihak kejaksaan demi kepentingan umum. Permintaan atau tuntutan itu akan diputus oleh hakim, dalam putusan hakim itu ada beberapa kemungkinan yaitu permintaan ditolak, permintaan dikabulkan atau juga mungkin ada pihak lain yang ingin melawan keputusan hakim yang menolak atau yang mengabulkan kepailitan debitur. Mereka mengadakan perlawanan karena keputusan hakim dianggap merugikan kepentingannya. Dan untuk memberi kesempatan kepada para pihak yang tidak puas atas putusan hakim, maka undang-undang memberikan upaya-upaya hukum untuk melawannya. Upaya-upaya hukum tersebut ditempuh oleh pihak debitur, kreditur, kejaksaan dan kreditur pihak ketiga dan orang-orang lain yang berkepentingan. Upaya-upaya hukum yang ditempuh pihak debitur adalah : a. Debitur dapat mengajukan perlawanan atau verzet, apabila ia tidak dipanggil oleh Pengadilan Negeri untuk didengar tentang adanya permintaan kepailitan atas dirinya. Perlawanan itu harus dimajukan kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 hari terhitung dari tanggal kepailitan itu dinyatakan ( pasal 8 ayat 2 ) U.U.K. terhadap putusan yang dijatuhkan perlawanannya si debitur dapat minta banding dalam janga waktu 8 hari setelah hari pengucapan putusan ( pasal 8 ayat 4 ) U.U.K. b. Debitur dapat minta banding, apabila Pengadilan Negeri menyatakan kepailitannya setelah ia didengar keterangannya. Permintaan banding harus dimajukan dalam jangka waktu delapan hari setelah hari putusan diucapkan ( pasal 8 ayat 1 ) U.U. K. c. Debitur dapat minta banding, Jika permintaannya untuk dinyatakan pailit ditolak oleh Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Dan permintaan banding ini adalah dalam jangka waktu delapan hari setelah adanya penolakan itu ( pasal 9 ayat 1 ) U.U. K.
56
Ekuitas Vol.2 No.1 Maret 1998 : 51-59
Upaya-upaya hukum yang ditempuh pihak kreditur dan kejaksaan. a. Kreditur dapat minta banding, apabila permintaan ke Pengadilan Negeri yang bersangkutan agr debiturnya dinyatakan pailit ditolak. Dan permintaan banding tersebut dalam jangka waktu delapan hari setelah penolakkan ( pasal 9 ayat 1 ) U.U. K. c. Kreditur juga dapat minta banding apabila permintaanya tentang debiturnya dinyatakan pailit dikabulkan, namun kemudian dibatalkan Pembatalan itu di karenakan si debitur yang bersangkutan tidak di dengar mengenahi permintaan pailit itu, memajukan perlawanan dan perlawanan itu dapat berhasil. Permintaan banding kreditur tersebut dalam jangka waktu delapan hari setelah penolakan. Upaya-upaya hukum yang di tempuh oleh kreditur yang merupakan pihak ketiga dan orang-orang lain yang berkepentingan. a. Kreditur – kreditur dan orang-orang yang berkepentingan yang tidak memajukan permintaan supaya debiturnya dinyatakan pailit, dapat memajukan perlawanan terhadap pernyataan pailit yang dijatuhkan atas debiturnya tersebut oleh Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Perlawanan tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Negeri yang bersangkutan dalam jangka waktu delapan hari sesudah keputusan kepailitan dinyatakan ( pasal 10 ayat 1 ) U. U. K. b. Kreditur – kreditur dan orang-orang yang berkepentingan dapat mengajukan banding, apabila permohonan perlawanan tersebut ( pasal 10 ayat 1 ) U.U. K ditolak oleh Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Permohonan banding tersebut harus diajukan delapan hari setelah hari penolakan perlawanan ( pasal 11 ayat 1 ) U.U. K. Si kreditur, si debitur dan juga pihak kejaksaan berhak minta banding apabila pernyataan pailit yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri yang bersangkutan dibatalkan, sebagai akibat dari perlawanan yang dimajukan oleh debitur pihak ketiga atau orang-orang lain yang berkepentingan ( pasal 11 ayat 2 ) U.U.K.
5. AKIBAT-AKIBAT PAILIT Yang terjadi adanya putusan pailit dari hakim/ Pengadilan Negeri adalah sebagai berikut : 1. Seluruh harta kekayaan si debitur pailit pada saat pernyataan pailit diucapkan beserta apa yang diperoleh si debitur pailit selama kepailitan dimasukan/ disebut”Harta Pailit (pasal 19 U. U. Kepailitan).
Kepailitan Debitur Ditinjau Dari Kacamata Hukum (Soeprapti)
57
2. Mulai saat diucapkannya putusan hakim tentang pernyataan pailit bagi seorang debitur, maka debitur yang pailit itu kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai harta bendanya sendiri ( pasal 22 U.U. Kepailitan ). 3. Semua perikatan yang timbul sesudah saat keputusan pailit oleh hakim, tidak menjadi tanggungan harta pailit ( boedel ), kecuali kalau perikatan-perikatan itu menghasilkan keuntungan bagi harta pailit ( pasal 23 U.U. Kepailitan ). 4. Segala tuntutan hukum yng berpangkal pada hak dan kewajiban yang mengenai harta pailit harus dimajukan oleh atau kepada Balai Harta Peninggalan ( pasal 24 ayat 1 P.K. ) 5. Jika tuntutan hukum yang berpangkal pada hak dan kewajiban yang terkait dengan harta pailit tersebut mengakibatkan penghukuman, maka penghukuman itu tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta pailit ( pasal 24 aya ( 2 ) U.U. K. ). 6. Segala tuntutan hukum, yang bertujuan untuk mendapatkan penemuhan suatu perikatan dari harta pailit selama kepailitan berlangsung, hanya dapat dimajukan dengan melapor kepada Balai Harta Peninggalan untuk diverifikasi ( pasal 25 undang-undang Kepailitan ). 7. Dalam putusan hakim, ditunjuk hakim komisaris yang bertugas untuk memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan ( pasal 31 ayat (1 ) U.U. K. ) 8. Balai Harta Peninggalan dengan segala upaya yang perlu dan patut, harus mengusahakan keselamatan harta pailit ( pasal 89 U.U. Kepailitan ). 9. Balai Harta Peninggalan harus segera memerintahkan penyegelan harta pailit, apabila dianggap perlu. Hal ini dilaksanakan jika ada dugaan bahwa si debitur pailit mempunyai etiket tidak baik ( pasal 90 Undang-undang Kepailitan ). Putusan pailit yang dinyatakan oleh hakim terhadap debitur tidak mempengaruhi terhadap pemegang hak hipotik, hak gadai dan hak ikatan panen. Hal ini disebabkan : 1. Pemegang hak hipotik dapat melaksanakan haknya sebagai yang ditetapkan pada pasal 1178 K.U.H. Perdata yaitu menjual benda jaminan untuk diambil sebagai pelunasan piutangnya, bunga serta biaya dari hasil penjualan barang jaminan tersebut ( pasal 56 ayat ( 1 ) U.U. K. ). 2. Pemegang hak gadai melaksanakan haknya sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 1150 KUH Perdata yaitu menjual benda jaminan yang ada dalam kekuasaannya untuk diambil sebagai pelunasan piutangnya ( pasal 56 ayat ( 1 ) U.U. K. ).
58
Ekuitas Vol.2 No.1 Maret 1998 : 51-59
3. Pemegang hak ikatan panen dibolehkan melaksanakan haknya, seolah-olah tidak ada kepailitan ( pasal 56 ayat ( 3 ) U.U.K. ).
DAFTAR PUSTAKA Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakata, 1985. Purwo Sutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1984. Siti Soemantri Hartono, Pengantar Pokok Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembeyaran, Penerbit Seksi Hukum Dagang Fakultas UGM Yogyakarta, 1985. Subekti R. dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang – Undang Kepailitan, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1985. Subekti R dan Tjitrosudibio, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Penerbit Pradnya Paramita, Jakata, 1983. Subekti R. Pokok-pokok Hukum Perdata, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1980.
Kepailitan Debitur Ditinjau Dari Kacamata Hukum (Soeprapti)
59