Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.Biomed HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN
Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.Biomed Dosen S1 Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
ABSTRACT Phlebitis is inflammation of a vein caused by either chemical or mechanical irritants. Based on the data obtained can be seen that in the year 2011 the number of inpatients in Irna Surgery, there were 312 people, in 2012 there were 317 people, in 2013 there was an increase amounted to 462 people. Intravenous therapy is an act done by inserting fluid, electrolytes, intravenous drugs and parenteral nutrition into the body through an IV. This action is often a life saving measures such as the loss of a lot of fluids, dehydration and shock, because the therapeutic efficacy and safety of administration required basic knowledge of fluid and electrolyte balance and acid-base. The purpose of this study was to determine the relationship of intravenous fluid therapy on the incidence of phlebitis in Irna Surgical Selasih Hospital Pelalawan. The study design was cross-sectional. The population in this study were all patients treated in Irna Surgery with a sample of 35 people. The sampling technique was accidental sampling. Measuring instruments used were observation sheet. Data analysis was univariate and bivariate. The survey results revealed an association between intravenous fluid therapy on the incidence of phlebitis in Irna Surgical Selasih Hospital Pelalawan. It is expected that health professionals can provide care that is good and right in hospitalized patients in the operating room, especially in the treatment of infusion, so that patients can avoid phlebitis occurrences that may interfere with the patient. Keywords: Infusion fluid type and incidence of phlebitis Reading List: 19 (2007-2012)
PENDAHULUAN Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, pembengkakan, nyeri atau rasa lunak di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena (Mulyani, 2010). Phlebitis juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang telah dianggap terlibat dalam patogenesis plebitis,antara lain: faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan, faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama
kanulasi, serta agen infeksius. Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka plebitis mencakup, usia, jenis kelamin dan kondisi qdasar (diabetes melitus, infeksi, luka bakar) (La Rocca, 2008). Phlebitis berisiko terjadi di lokasi kateter infus dengan kelebihan cairan lipid secara terus menerus dan lamanya pasien di rawat. Menurut Smith (2008), observasi dan penggantian set infus dilakukan dalam 3x24 jam setelah pemasangan terakhir sehingga dapat meminimalkan kejadian phlebitis. Hal tersebut juga menjadi standar yang diberlakukan INS (Infusion Nurses Society, 2011 ) dimana terapi infus harus diganti setiap 72 jam atau kurang jika terdapat kontaminasi, komplikasi atau terapi
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 52
HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN
dihentikan. Kejadian phlebitis menjadi indikator mutu pelayanan minimal rumah sakit dengan standar kejadian ≤ 1,5% (Depkes RI, 2008). Menurut WHO (World Health Organitation) tahun 2009, sekitar 43% seluruh Rumah Sakit di dunia melaporkan kejadian infeksi nosokomial khusus phlebitis (Maryunani & Puspita, 2013). Menurut Depkes RI (2010), jumlah kejadian phlebitis menurut distribusi penyakit sirkulasi pasien rawat inap Indonesia Tahun 2009 berjumlah 744 orang (17,11%). Sedangkan hasil laporan penelitian Widiyanto (2012), mengatakan bahwa angka kejadian phlebitis di Rumah Sakit Cipto Mangkusumo Jakarta Tahun 2009 sebanyak 53,8%. Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan Umaya (2009), mengatakan bahwa angka kejadian phlebitis di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2009 sebanyak 27,19 %. Phlebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi trombophlebitis, trombophlebitis adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembentukan bekuan darah. Perjalanan penyakit ini bersifat jinak namun jika trombus terlepas kemudian diangkut dalam aliran darah dan masuk ke jantung maka dapat menimbulkan gumpalan darah seperti katup bola yang bisa menyumbat atrioventikular jantung secara mendadak dapat menimbulkan kematian. Hal ini menjadikan phlebitis sebagai salah satu permasalahan yang penting untuk dibahas di samping phlebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan (Brunner dan Suddart, 2002) Menurut Syaifuddin (2006), lokasi pemasangan kateter intravena adalah tempat pemasangan kateter intravena berdasarkan anatomi ekstremitas atas yaitu vena perifer yang menjadi tempat pemasangan infus yaitu: vena metacarpal, vena sefalika. Secara anatomis, vena sefalika terdiri dari ukuran lumen dindingnya besar, elastisitas lapisan venanya terbentuk dari sel endothelium yang
diperkuat oleh jaringan fibrus dan dibatasi oleh selapis tunggal sel epitel gepeng. Secara anatomis, vena metacarpal terdiri dari ukuran lumen dindingnya kecil, elasitisitas lapisan venanya lebih tipis, kurang kuat dan kurang elastik. Kedua lokasi ini dapat memberikan kemudahan bagi perawat dalam pemasangan terapi intravena. Tetapi sebaliknya apabila terjadi kesalahan dalam pemasangan kateter intravena akan menyebabkan kerusakan endomethelium vena sehingga jaringan vena akan terinflamasi yang akan mengakibatkan terjadinya phlebitis. Hasil penelitian ini yang dilakukan oleh Mulyani (2010), yang menyatakan ratarata kejadian phlebitis waktu ≥ 24 jam dan ≤ 72 jam setelah pemasangan terapi intravena. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi pemasangan infus yang terletak pada vena sefalika dan tidak terjadi phlebitis sebanyak 11 responden. Sedangkan lokasi pemasangan infus yang terletak pada vena metacarpal dan terjadi phlebitis sebanyak 20 responden. Dampak yang terjadi dari infeksi tindakan pemasangan infus (phlebitis) bagi pasien menimbulkan dampak yang nyata yaitu ketidaknyamanan pasien, pergantian kateter baru, menambah lama perawatan, dan akan menambah biaya perawatan di rumah sakit. Bagi mutu pelayanan rumah sakit akan menyebabkan izin operasional sebuah rumah sakit dicabut dikarenakan tingginya angka kejadian infeksi phlebitis, beban kerja atau tugas bertambah bagi tenaga kesehatan, dapat menimbulkan terjadinya tuntutan (malpraktek), menurunkan citra dan kualitas pelayanan rumah sakit (Darmadi, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Selasih Kabupaten Pelalawan diperoleh data pada tahun 2011 jumlah pasien rawat inap di Irna Bedah tercatat sebanyak 312 orang, pada tahun 2012 tercatat sebanyak 317 orang, pada tahun 2013 terjadi peningkatan berjumlah 462 orang. Berdasarkan observasi yang dilakukan di seluruh Ruang Rawat Inap RSUD Selasih Pangkalan Kerinci Riau pada tanggal 30
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 53
Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.Biomed Januari 2014 menunjukkan 6 dari 42 pasien b. Jenis Cairan Intravena dan Kejadian yang mendapat terapi Intra Vena mengalami Phleblitis phlebitis dan sebanyak 4 orang yang Hasil penelitian didapatkan dari 35 mendapatkan cairan hipertonis dan 2 orang responden sebagian besar diantaranya mendapatkan cairan hipotonis. responden terpasang infus dengan jenis Sementara di Irna Bedah, dari 10 orang yang cairan hipertonis 7 orang (20%), dirawat dengan menjalani terapi intravena, 2 sedangkan jenis cairan hipotonis dan diantaranya mendapatkan cairan hipertonis isotonis sebanyak 28 orang (80,0%).dan mengalami phlebitis. Akan tetapi hingga saat sebanyak 11 orang (31,4%) responden ini, di ruangan tersebut belum ada penelitian mengalami phlebitis. yang secara khusus menggali masalah phlebitis, khususnya melihat berapa jumlah 2. Analisa Bivariat pasien yang mendapatkan terapi cairan IV Setelah dilakukan uji statistic antara mengalami phlebitis dan jenis cairan yang variabel independen dengan variabel paling sering menyebabkan phlebitis. Oleh dependen. Dengan menggunakan uji karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk Chi-Square (X2) dengan menggunakan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Maka Berdasarkan latar belakang diatas peneliti didapatkan tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Terapi Cairan Intravena a. Hubungan Antara Terapi Cairan Terhadap Kejadian Phlebitis Di Irna Intravena Terhadap Kejadian Bedah RSUD Selasih Kabupaten Phlebitis Di Irna Bedah RSUD Pelalawan Tahun 2014”. Selasih Kabupaten Pelalawan Tahun 2014 METODE PENELITIAN Setelah dilakukan uji chi squere Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan didapatkan dari 7 responden yang desain penelitian adalah cross mendapatkan cairan intravena dengan sectional..Populasi pada penelitian ini adalah jenis hipertonis ada 6 orang mengalami seluruh pasien yang di rawat di Irna Bedah phlebitis dan 1 orang (2,9%) tidak dengan jumlah sampel sebayak 15 orang. mengalami phlebitis. Dari 28 responden Teknik pengambilan sampel adalah yang mendapatkan cairan intravena accidental sampling. Alat ukur yang dengan jenis isotonis dan hipotonis digunakan adalah lembar observasi. diperoleh sebanyak 5 orang (14,3%) Pengumpulan data menggunakan data primer mengalami phlebitis dan 23 orang dan pengolahan data menggunakan (65,7%) tidak mengalami phlebitis. komputerisasi yang meliputi editing, coding, Berdasarkan hasil uji Fisher's Exact entri data dan cleaning. Analisa data yang Test diperoleh Pvalue yaitu 0,002 < 0,05 digunakan adalah univariat dan bivariat. artinya bahwa terdapat hubungan antara terapi cairan intravena terhadap HASIL PENELITIAN kejadian phlebitis di Irna Bedah RSUD Selasih Kabupaten Pelalawan 1. Analisa Univariat a. Karakteristik Responden Setelah dilakukan penelitian maka PEMBAHASAN didapatkan dari 35 responden sebagian A. Analisis Univariat besar berjenis kelamin laki-laki 1. Jenis cairan intravena sebanyak 23 orang (65,7%) dan Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar berada dalam kelompok dapat diketahui sebagian besar umur > 35 tahun yaitu sebanyak 22 responden terpasang infus dengan orang (62,9%). Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 54
HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN
jenis cairan hipotonis sebanyak 17 menggambarkan bahwa banyak orang (48,6%). Berdasarkan hasil pasien yang mengalami peradangan penelitian tersebut dapat disimpulkan pada suatu vena superfisial dilokasi bahwa banyak pasien yang pemasangan intravena. Kondisi ini mendapatkan cairan seperti : Ringer tentunya sangat mengganggu Laktat, dll. Dan hanya sedikit pasien kenyamanan pasien karena yang mendapat terapi cairan peradangan dapat mengakibatkan rasa hipertonis seperti Dextrose 5%, Kaennyeri dibagian tempat pemasangan MG3, Pan Amin G, Amiparen dan infus. lainnya yaitu sebanyak 7 orang Hal ini sejalan dengan (20%). pendapat La Rocca (2008), phlebitis Adapun mengenai cairan merupakan inflamasi vena yang hipertonis sejalan dengan teori disebabkan baik oleh iritasi kimia Smeltzer (2002), dekstrosa 5% maupun mekanik yang sering ditambahkan pada normal salin atau disebabkan oleh komplikasi dari larutan ringer, osmolalitas totalnya terapi intravena, phlebitis melebihi osmolalitas ekstraseluler. dikarateristikkan dengan adanya dua Meskipun demikian, dekstrosa dengan atau lebih tanda nyeri, kemerahan, cepat dimetabolisme dan hanya tersisa bengkak, indurasi dan teraba larutan isotonik. Oleh karena itu, efek mengeras di bagian vena yang kompartemen intraseluler sifatnya terpasang kateter intra vena. hanya sementara. Sama halnya dengan cairan dekstrosa yang B. Analisis Bivariat ditambahkan larutan elektrolit 1. Hubungan Antara Terapi Cairan multipel hipotonik. Dekstrosa 40% Intravena Terhadap Kejadian dalam air diberikan untuk membantu Phlebitis Di Irna Bedah RSUD memenuhi kebutuhan kalori. Larutan Selasih Kabupaten Pelalawan ini sangat hipertonis dan harus Tahun 2014 diberikan pada vena sentral. Selain Berdasarkan hasil itu, larutan salin juga tersedia dalam perhitungan Fisher's Exact Test konsentrasi osmolar yang lebih tinggi terdapat hubungan antara terapi cairan dari ekstraseluler. Larutan ini menarik intravena terhadap kejadian phlebitis cairan dari intraseluler ke di Irna Bedah RSUD Selasih ekstraseluler dan menyebabkan sel-sel Kabupaten Pelalawan Tahun 2014 mengkerut. Jika diberikan dengan yang ditunjukkan oleh nilai pvalue yaitu cepat atau dalam jumlah yang besar, 0,002 < 0,05 artinya Ho ditolak dan dapat menyebabkan kelebihan volume Ha diterima. Hasil penelitian ini ekstraseluler, kelebihan cairan sejalan dengan penelitian Diana sirkulatori dan dehidrasi. Larutan (2011), yang bertujuan untuk hipertonik menghasilkan tekanan mengetahui faktor-faktor yang osmotik lebih tinggi dari cairan berhubungan dengan kejadian ekstraseluler (Smeltzer, 2002). phlebitis di Rumah Sakit Medistra Sumatra Utara, dimana hasil penelitian diketahui terdapat 2. Kejadian Phlebitis Berdasarkan hasil penelitian hubungan yang signifikan antara jenis dapat diketahui sebagian besar cairan intravena dengan kejadian responden mengalami phlebitis phlebitis, dimana hasil penelitian chi sebanyak 11 orang (31,4%). Hal ini Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 55
Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.Biomed square diperoleh nilai p = 0,001 < 0,05. Menurut Brunner dan Suddart (2002), phlebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi trombophlebitis, trombophlebitis adal ah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembentukan bekuan darah. Perjalanan penyakit ini bersifat jinak namun jika trombus terlepas kemudian diangkut dalam aliran darah dan masuk ke jantung maka dapat menimbulkan gumpalan darah seperti katup bola yang bisa menyumbat atrioventikular jantung secara mendadak dapat menimbulkan kematian. Hal ini menjadikan phlebitis sebagai salah satu permasalahan yang penting untuk dibahas di samping phlebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan. Faktor-faktor yang telah dianggap terlibat dalam patogenesis plebitis,antara lain: faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan, faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi, serta agen infeksius. Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka plebitis mencakup, usia, jenis kelamin dan kondisi dasar (La Rocca, 2008). Menurut Syaifuddin (2006), salah satu jenis cairan intravena yang sering mengakibatkan terjadinya phlebitis adalah jenis cairan hipertonis, sedangkan larutan hipertonis dapat menghasilkan tekanan osmotik lebih tinggi dari cairan ekstraseluler, sehingga hal ini mengakibatkan sering terjadinya pembekuan atau peradangan pada lokasi pemasangan infus. Selain jenis hipertonis terdapat juga jenis cairan hipotonis dan isotonis. Jenis cairan hipotonis dan isotonis tidak begitu sering dijumpai dilapangan mengalami phlebitis, pasien yang
mengalami phlebitis tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor internal yaitu usia atau jenis kelamin pasien. Berdasarkan hasil penelitian dan teori diatas, peneliti berasumsi bahwa adanya hubungan antara jenis cairan intravena dengan kejadian phlebitis disebabkan oleh karena banyaknya pasien rawat inap yang dirawat di Irna bedah RSUD Selasih yang terpasang infus dengan jenis cairan hipertonis, seperti yang dijumpai dilapangan pasien diberikan cairan intravena dengan jenis Dextrose 5%, Kaen-MG3, Pan Amin G, Amiparen dan lainnya mengalami phlebitis. Akan tetapi dari hasil penelitian diperoleh juga beberapa responden yang tidak diberikan cairan infus berjenis hipertonis melainkan isotonis dan hipotonis namun masih mengalami phlebitis, kondisi ini dapat disebabkan oleh faktor lain, seperti faktor mekanis yang meliputi bahan dan ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi, serta agen infeksius. KESIMPULAN 1. Sebagian besar responden di Irna Bedah RSUD Selasih Kabupaten Pelalawan Tahun 2014 mendapatkan cairan intravena berjenis hipotonis
2. Sebagian besar responden di Irna Bedah RSUD Selasih Kabupaten Pelalawan Tahun 2014 yang mendapatkan terapi cairan intravena berjenis hipertonis mengalami kejadian phlebitis. 3. Terdapat hubungan antara terapi cairan intravena terhadap kejadian phlebitis di Irna Bedah RSUD Selasih Kabupaten Pelalawan Tahun 2014.
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 56
HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN
SARAN 1. Diharapkan kepada tenaga kesehatan dapat memberikan perawatan yang baik dan benar pada pasien rawat inap diruang bedah khususnya dalam perawatan infus, agar pasien dapat terhindar dari kejadian phlebitis yang dapat mengganggu kenyamanan pasien. 2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan perbandingan dan referensi bagi peneliti lain dalam meneliti masalah yang sama yaitu tentang phlebitis dengan tingkat analisa yang lebih dalam lagi yaitu secara multivariat.
INS. 2011. Manajemen Keterampilan Dasar Praktek Kerja. http//www.medicastore.com. diakses 04 Mei 2014 La Rocca, M. 2008. Seri Praktis Terapi Intra Vena. Jakarta: EGC. Mulyani. 2010. Prinsip Dasar Penangan Penyakit Nosokomial. Jakarta : Gramedia Pustaka Maryunani & Puspita. 2013. Manajemen Perawatan Dasar. Jakarta : Rineka Cipta
DAFTAR PUSTAKA Nursalam. 2012. Manajemen Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Alexander, Mary. 2006. Infusion Nursing Standard of practice. http// journal. lww.com. diakses 20 Maret 2014. Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : ECG Alfatih. 2010. Konsep Dasar Keperawatan. Riwidikdo. 2008. Statistik Kesehatan. http//www.infokesehatan.com. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press diakses 18 Mei 2014 Brunnert & Suddarth. 2002. Manajemen Smith. 2008. Manajemen Keterampilan Dasar Praktek Kerja. Keterampilan Dasar Praktek Kerja. http//www.medicastore.com. diakses http//www.medicastore.com. diakses 04 Mei 2014 04 Mei 2014 Depkes RI. 2008. Protap Pemasangan Infus.
Smeltzer. 2002. Keperawatan Bedah. Jakarta: EGC.
Medikal
Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial, Problematika dan Pengendaliannya. Sayfudin, 2006. Penyakit Nosokomial dan Pencegahannya. Jakarta : Gramedia Jakarta : Salemba Medika. Pustaka Diana. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Setiawan & Dermawan. 2011. Metodelogi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1 phlebitis di Rumah Sakit Medistra dan S2. Yogyakarta : Mulia Medika Sumatera Utara. http//www.pdf.com.jurnalpenelitian-kesehatan.Vol. 09.43. Suyanto & Salamah. 2009. Riset Kebidanan Metodologi dan Aplikasi. Jogyakarta; diakses pada 11 Agustus 2014. Mitra Cendikia Offset Hidayat,Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik STIKes Tuanku Tambusai Riau. 2014. Analisis Data. Jakarta : Salemba Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa. Medika Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 57
Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.Biomed Umaya.
2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi flebitis di RSUD Arifin Ahmad. Pekanbaru: PSIK Unri.
Widiyanto. 2012. Insiden phlebitis pada pemasangan infus di RSCM. Jakarta: FKUI
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 58