HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TBC TENTANG PENYAKIT TBC DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) Susilowati*, Ahmad Ridwan*; Safran Cahyono.** *) Dosen Akper Pamenang Pare – Kediri **) Perawat Magang di RSUD Pare Tuberkulosis is an infectious disease caused by Mycobacterium. These germs enter the body through the respiratory system, digestive tract and open sores on the skin (Price, 2006: 852). Tuberkulosis treatment Tuberkulosis patient is taking medicine for Anti Tuberkulosis (OAT), which overall treatment can reach 6-12 months. In this case requires knowledge about TB disease and compliance in taking drugs to treat Tuberkulosis (TB), for good compliance will also form a good behavior. The purpose of this study is to determine the relationship of knowledge about TB disease TB patients with anti-Tuberkulosis medication adherence (OAT). Design used in this study is cross sectional analytic, samples taken from TB patients who seek treatment at health centers Plemahan Puhjarak Kediri District with a large sample of 20 respondents with a total sampling techniques. Processing data using descriptive analysis test with cross tabulation and statistical test. Results from contingency coefficient statistical test obtained results (p) = 0,000 and α = 0,05 so that p < α hence H0 refused and H1 accepted as such can be said that there was a correlation between the TB patient knowledge about TB disease with adherence to drink Anti Tuberkulosis Drugs ( OAT). From the description above, it can be concluded that most respondents have good knowledge about TB disease, dutifully carrying out anti-Tuberkulosis medication (OAT) and there is a relationship between TB patient knowledge about TB disease with anti-Tuberkulosis medication kapatuhan (OAT) so that more and better knowledge of TB patients about the more obedient TB disease in TB patients taking the medicine. Keywords: knowledge, compliance, TB. kepatuhan minum obat adalah pengetahuan. Dengan adanya tingkat pengetahuan yang baik diharapkan penderita akan mengerti dan patuh terhadap program pengobatannya. Data yang dikumpulkan oleh badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2006 didapatkan bahwa terdapat 22 negara yang memiliki penderita Tuberkulosis tertinggi, dimana negara Indonesia menempati urutan ke-3 dengan setiap tahun terdapat 107 kasus baru per 100 ribu penduduk (www.gizi.net). Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri penderita TBC pada tahun 2008, terdapat 55 yang drop out dari 773 jiwa. Pada tahun 2009 masih ditemukan 471 penderita baru TBC (Laporan Triwulan I-III). Target program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua pasien tersebut serta mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga separuhnya pada tahun 2010. Data dari Puskesmas Puhjarak pada tahun 2009 terdapat 20
Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis, dimana penularan dapat terjadi melalui udara (airbone spreading) dari droplet infeksi (Alsagaf, 2006). Mycobacterium tuberculosa dapat menginfeksi organ-organ diantaranya meningen, ginjal, tulang, paru, dan nodus limfe (Brunner dan Suddarth, 2001). TBC dapat disembuhkan dengan perbaikan lingkungan, nutrisi yang baik dan dengan pengobatan. Pengobatan yang dilakukan oleh penderita TBC adalah minum Obat Anti Tuberklosis (OAT), dimana pengobatannya secara keseluruhan dapat mencapai 6-12 bulan. Agar dapat sembuh, penderita harus minum obat secara teratur sesuai petunjuk, menghabiskan obat sesuai waktu yang ditentukan (6-12 bulan) berturut-berturut tanpa terputus, serta makan-makanan bergizi dan melibatkan petugas kesehatan atau anggota keluarga untuk mengawasi dan memastikan penderita TBC minum obat dengan teratur dan benar (Sutanto, 2007: 118). Salah satu faktor yang mempengaruhi
Jurnal AKP
49
No. 6, 1 Juli – 31 Desember 2012
penderita baru TBC paru yang masih aktif dalam berobat (Laporan Triwulan IV, 2009). Pada studi awal di Puskesmas Puhjarak pada tanggal 24-25 November 2009 dari 10 penderita yang berobat yang peneliti beri kuesioner didapatkan 6 (60%) penderita berpengetahuan kurang, 2 (20%) penderita berpengetahuan cukup dimana hanya dapat menyebutkan jenis penyakit, pencegahan dan pengobatannya dan 2 (20%) penderita lain berpengetahuan baik. Pengetahuan yang dimiliki penderita berbeda-beda hal ini dikarenakan informasi penyakit TBC yang diterima kurang. Dari 10 penderita tersebut didapatkan 7 (70%) penderita patuh dalam minum obat dan 3 (30%) penderita lain tidak patuh dalam minum obat anti tuberkulosis (OAT) seperti minum obat tidak sesuai dengan jumlah dan waktu minum obat. Dari hasil studi pendahuluan tersebut masih terdapat penderita TBC yang tidak tahu apa itu TBC Paru dan tidak patuh dalam minum obat, hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang diterima. Pengetahuan yang kurang tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya seperti umur, pendidikan, pengalaman, dan lingkungan. Bila penderita mempunyai pegetahuan yang kurang tentang penyakit TBC paru maka hal ini dapat menyebabkan ketidakpatuhan dalam program pengobatan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kejadian drop out dalam pengobatan. Hal ini merupakan suatu masalah baru karena penderita TBC yang drop out atau tidak aktif dalam berobat akan membuat bakteri semakin kebal sehingga penderita sulit disembuhkan dan dapat menularkan penyakitnya ke orang lain, sehingga jumlah penderita akan semakin bertambah banyak dan resiko kematian akibat penyakit TBC meningkat. Notoatmojo mengungkapkan bahwa dengan adanya pengetahuan akan mendorong individu melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya (Notoatmojo, 2003: 21) Untuk meminimalisis penderita yang mempunyai pengetahuan kurang tentang penyakit TBC perlu diadakan pendidikan kesehatan yang meliputi pengertian TBC paru, tanda dan gejala, cara penularan, usaha pencegahan serta tujuan pengobatan. Hal ini dimaksudkan agar penderita TBC dapat merubah perilaku hidup sehat seperti tidak membuang ludah sembarangan, menutup mulut saat batuk dan bersin, dan terutama kepatuhan minum obat. Selain itu dapat mengikut sertakan keluarga dalam Hubungan Pengetahuan Pasien TBC tentang Penyakit TBC dengan Kepatuhan Minum Obat
pendidikan kesehatan tersebut sehingga keluarga ini dapat beperan sebagai pengawas minum obat (PMO) sehingga tingkat kepatuhan minum obat penderita sesuai dengan petunjuk medis (Sutanto, 2007: 123). Dengan kasus yang ada maka lebih cepat penularannya bila penderita tidak mengetahui apa itu TBC Paru, pencegahan dan pengobatannya. Untuk dapat merubah perilaku seseorang, maka yang sangat utama adalah meningkatkan pengetahuannya, sehingga dengan pengetahuannya yang tinggi diharapkan perilaku sehat akan semakin baik. Dari uraian data diatas peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang hubungan pengetahuan pasien TBC tentang penyakit TBC dengan kepatuhan minum Obat anti Tuberkulosis (OAT) di Puskesmas Puhjarak Kecamatan Plemahan Kabupaten Kediri. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara pengetahuan pasien TBC tentang Penyakit TBC dengan kepatuhan minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Puskesmas Puhjarak Kecamatan Plemahan Kabupaten Kediri ? Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pasien TBC tentang Penyakit TBC dengan kepatuhan minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Metode Desain penelitian ini adalah analitik Cross Sectional dimana variable penelitian yang diamati dalam penelitian ini masing-masing diobservasi dalam satu kali pada satu periode tertentu. Adapun variabel penelitian ini meliputi : Pengetahuan pasien (variabel independen) dan variabel kepatuhan minum obat (sebagai variabel dependen). Penelitian diselenggarakan di Puskesmas Puhjarak Kecamatan Plemahan Kabupaten Kediri pada bulan April 2010. Waktu penelitian berlangsung sekitar 1 bulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita TBC yang berobat di Puskesmas Puhjarak. Jumlah populasi sejumlah 20 orang dan sampling ditetapkan adalah teknik sampling jenuh. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang mengukur pengetahuan dan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis.
50
Pengolahan data dilakukan secara deskriptif untuk presentasi data, dan analisis hubungan antara variabel dependen dan independen dilakukan dengan menggunakan uji koefisien kontingensi dengan α = 0.05.
berpendidikan SD yaitu sebanyak 5 responden (25%). c. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Hasil Penelitian a. Karakteristik responden berdasarkan umur
35%
10% 10%
35%
65% Perempuan
Laki-laki
35%
1 0% < 20 Tahun
21-30 Tahun
41-50 Tahun
>51 Tahun
31-40 Tahun
Berdasarkan gambar 3 menunjukkan bahwa dari 20 responden sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 13 responden (76,5%), dan sebagian kecil berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 7 responden (23,5%).
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa dari 20 responden sebagian besar responden berusia 31-40 tahun yaitu sebanyak 7 responden (35%) dan usia >51 tahun sebanyak 7 responden (35%) dan sebagian kecil berusia <20 tahun, 21-30 tahun dan 41-50 tahun masingmasing sebanyak 2 responden (10%).
d. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan
35%
40%
b. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan.
25%
30%
25% Tidak bekerja
0
SLTP
SLTA
Berdasarkan gambar 2 menunjukkan bahwa dari 20 responden sebagian besar responden berpendidikan SLTP yaitu sebanyak 9 responden (45%), dan sebagian kecil
Jurnal AKP
Swasta
Berdasarkan gambar 4 menunjukkan bahwa dari 20 responden sebagian besar responden bekerja di bidang swasta yaitu sebanyak 8 responden (40%), sebagian kecil bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 5 responden (25%).
45% SD
Petani
51
No. 6, 1 Juli – 31 Desember 2012
e. Karakteristik responden berdasarkan informasi Penyakit TBC yang diperoleh
g. Pengetahuan pasien TBC tentang penyakit TBC
5%
Frekuensi
Pengetahuan baik Pengetahuan cukup Pengetahuan kurang Jumlah
13 5 2 20
Tidak
Berdasarkan gambar 5 menunjukkan bahwa dari 20 responden sebagian besar responden memperoleh informasi sebanyak 19 responden (95%) dan sebagian kecil tidak memperoleh informasi sebanyak 1 responden (5%).
h. Kepatuhan pasien TBC tentang minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Pengetahuan
f. Karakteristik responden berdasarkan sumber informasi Penyakit TBC yang diperoleh
Patuh Tidak Patuh Jumlah
15 5
Prosentase (%) 75 25
20
100
Frekuensi
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 20 responden sebagian besar responden patuh terhadap minum obat anti tuberkulosis (OAT) sebanyak 15 responden (75%), dan sebagian kecil tidak patuh sebanyak 5 responden (25%).
100%
Pelayanan Kesehatan
Prosentase (%) 65 25 10 100
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa dari 20 responden sebagian besar responden memiliki pengetahuan tentang penyakit TBC dengan kriteria baik sebanyak 13 responden (65%), dan sebagian kecil berpengetahuan dengan kurang sebanyak 2 responden (10%).
95% Ya
Pengetahuan
Media Ma ssa
i. Hubungan antara Pengetahuan pasien TBC dengan kepatuhan minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Tetangga, Saudara
Berdasarkan gambar 6 menunjukkan bahwa dari 19 responden yang mendapat mendapat informasi seluruh informasi didapat dari pelayanan kesehatan sebanyak 19 responden (100%).
Pengetahuan Pasien TBC Baik Cukup Kurang Jumlah
Hubungan Pengetahuan Pasien TBC tentang Penyakit TBC dengan Kepatuhan Minum Obat
52
Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Tidak Patuh Jumlah patuh 10 3 13 (50%) (15%) (65%) 3 2 5 (15%) (10%) (25%) 2 0 2 (10%) (0%) (10%) 15 5 20 (75%) (25%) (100%)
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa pasien yang mempunyai pengetahuan baik tentang penyakit TBC cenderung patuh terhadap minum obat anti tuberkulosis (OAT) sebanyak 10 responden (50%), sedangkan pasien TBC yang mempunyai pengetahuan cukup penyakit TBC cenderung patuh terhadap minum obat anti tuberkulosis (OAT) sebanyak 3 responden (15%) dan pasien TBC yang mempunyai pengetahuan kurang tentang penyakit TBC cenderung patuh terhadap minum obat anti tuberkulosis (OAT) sebanyak 2 responden (10%). Hal ini menujukkkan kesan adanya kecenderungan hubungan antara pengetahuan dan kepatuhan tersebut. Hasil dari uji statistik coefficient contigency didapatkan nilai (p) = 0,000 dengan (α) 5% = 0,05 sehingga p < α maka H0 ditolak dan H1 diterima dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara pengatahuan pasien TBC tentang panyakit TBC dengan kepatuhan minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
pelakunya, melalui pekerjaan dapat berbuat sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi keluarga dan dapat diperoleh suatu pengalaman. Dari beberapa fakta dan teori diatas menunjukkan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh umur dan pekerjaan. Hal ini diduga semakin matang umur seseorang maka semakin baik untuk berfikir dan menerima informasi dari luar dalam meningkatkan pengetahuan. selain itu dengan bertambah usia seseorang akan mempunyai pengalaman hidup yang lebih banyak, sehingga banyak pula yang mereka ketahui dari pada orang yang berusia lebih muda. Dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa. Dengan bekerja seseorang akan lebih banyak berinteraksi dengan orang lain sehingga seseorang akan lebih banyak mendapatkan pengetahuan dan informasi yang diperoleh dari rekan kerja maupun orang lain disekitarnya.
Pembahasan 1. Pengetahuan pasien TBC Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui dari 20 responden sebagian besar memiliki pengetahuan tentang penyakit TBC dengan kriteria baik yaitu sebanyak 13 responden (65%), kriteria cukup 5 responden (25%), dan selebihnya sebagian kecil termasuk kriteria kurang yaitu ada 2 responden (10%). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hampir sebagian besar responden berusia 31-40 tahun dan usia > 51 tahun masing-masing sebanyak 35%, sebagian besar responden bekerja di bidang swasta sebanyak 40%. Sebagian besar responden berpendidikan SLTP sebanyak 45% dan SLTA sebanyak 30%, sebagian besar responden sudah menerima informasi tentang penyakit TBC yaitu sebanyak 95% dan 100% informasi tersebut diperoleh dari pelayanan kesehatan. Dari pernyataan diatas sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Nursalam, 2001 bahwa semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bermacam-macam berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak di sadari oleh
2. Kepatuhan pasien TBC tentang minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Berdasarkan tabel 2 dapat digambarkan bahwa sebagian besar responden yang patuh terhadap minum obat anti tuberkulosis (OAT) sebanyak 15 responden (75%) dan 5 responden (25%) tidak patuh dalam minum obat tuberkulosis (OAT). Terdapat 19 responden (95%) telah mendapatkan informasi tentang penyakit TBC dan 100% informasi tersebut di dapatkan dari pelayanan kesehatan. Pernyataan diatas sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sacket dalam Niven, 2002 mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Menurut Niven, 2002 dukungan sosial merupakan faktor yang berpengaruh pada ketaatan dan kepatuhan, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap programprogram pengobatan. Pasien mungkin juga tidak mematuhi tujuan atau mungkin melupakan begitu saja atau salah mengerti instruksi yang diberikan (Neil Niven alih bahasa Waluyo, 2005: 192). Dari beberapa fakta dan teori diatas faktorfaktor yang menyebabkan kepatuhan tersebut
Jurnal AKP
53
No. 6, 1 Juli – 31 Desember 2012
antara lain karena pasien atau keluarga banyak mendapatkan penyuluhan tentang penyakit TBC di puskesmas, mengetahui komplikasi dari penyakit TBC dan melakukan pencegahan komplikasi dengan berperilaku patuh kontrol dan mematuhi dalam proses pengobatan khususnya dalam minum obat anti Tuberkulosis (OAT). Sedangkan factorfaktor yang menyebabkan ketidakpatuhan tersebut antara lain dukungan keluarga yang kurang dimana keluarga merupakan orang yang mempunyai intensitas waktu yang paling banyak untuk mengingatkan dan memantau pasien, faktor tingkat sosial ekonomi juga bisa mempengaruhi dimana biaya yang diperlukan dalam perawatan pasien juga banyak termasuk makanan/gizi bagi anggota keluarga yang sakit TBC, kejenuhan atas penatalaksanaan pengobatan. Akibatnya mungkin mudah melupakan begitu saja atau salah mengerti instruksi yang diberikan.
Berdasarkan fakta dan teori diatas menunjukkan bahwa pengetahuan pasien TBC tentang penyakit TBC mempengaruhi kepatuhan dalam meminum obat anti tuberkulosis (OAT) karena semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki seseorang maka kepatuhan seseorang akan semakin meningkat pula. Kesimpulan 1. Sebagian besar pasien TBC mempunyai pengetahuan yang baik sebanyak 13 responden dengan prosentase 65%. 2. Sebagian besar pasien TBC patuh dalam meminum obat anti tuberkulosis (OAT) sebanyak 15 responden dengan prosentase 75%. 3. Hubungan antara pengetahuan pasien TBC tentang penyakit TBC dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis (OAT) ternyata bermakna yaitu dibuktikan dengan uji statistik Coefficient Contigency diperoleh hasil (p) = 0,000 dengan (α) 5% = 0,05 sehingga p < α maka H0 ditolak dan H1 diterima dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan pasien TBC tentang penyakit TBC dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis (OAT).
3. Hubungan antara pengetahuan pasien TBC dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis (OAT). Berdasarkan hasil penelitian diatas dari 20 responden sebagian besar responden mempunyai pengetahuan TBC dengan kriteria baik sebanyak 13 responden (65%) didapatkan 10 responden (50%) yang patuh terhadap minum obat anti tuberkulosis (OAT), dan 3 responden (15%) yang tidak patuh terhadap minum obat anti tuberkulosis (OAT). Hasil dari uji statistik coefficient contigency didapatkan nilai (p) = 0,000 dengan (α) 5% = 0,05 sehingga p < α maka H0 ditolak dan H1 diterima dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara pengatahuan pasien TBC tentang panyakit TBC dengan kepatuhan minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Menurut Notoatmodjo, 2003 bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan sikap kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap, perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Teori yang dikemukakan oleh Sacket dalam Niven, 2002 mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan.
Hubungan Pengetahuan Pasien TBC tentang Penyakit TBC dengan Kepatuhan Minum Obat
Saran 1. Bagi Pasien/Keluarga Disarankan untuk sering memeriksakan diri di Pelayanan Kesehatan dan bertanya kepada petugas kesehatan yang melayani apabila ada masalah kesehatan yang belum dimengerti. 2. Kepada Tempat Penelitian Disarankan untuk tetap memberikan penyuluhan baik secara individu (konseling) atau kelompok kepada pasien TBC juga termasuk keluarga pasien/pengawas minum obat (PMO) sehingga menjadi dasar berfikir lebih baik yang akhirnya pasien TBC patuh dalam meminum obat anti tuberkulosis dan perlu adanya kunjungan rumah dari petugas kesehatan untuk memantau keadaan penderita TBC. 3. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini hendaknya bisa dijadikan tambahan atau masukan untuk melakukan penelitian lebih baik lagi sehingga dapat menyempurnakan hasil yang telah ada.
54
Hariwijaya, M, dan Sutanto. (2007). Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Kronis. Jakarta : EDSA Mahkota.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya Dapat memberikan masukan, gambaran atau informasi untuk penelitian selanjutnya.
Mansjoer, Arif (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Eusculapius FKUI.
DAFTAR PUSTAKA
Monk, F, J dan Haditoro, S.R. (2002). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Alimul, A. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Alimul, A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Niven, N. (2002). Psikologi Kesehatan. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta.
Alsagaff, Hood. dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran Universitas Airlangga. Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta : Rhineka Cipta. Brunner, Suddart (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Departemen Kesehatan RI. (2002). Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis: Jakarta.
Pariani S. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Sagung Seto.
Nursalam.
(2003). Konsep dan Penerapan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Ilmu
Suyono, S. (2007). Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3 Jilid 2. Jakarta PKUI
Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis: Jakarta.
, (2006). Angka Kejadian TBC di Indonesia. www.gizi.net (download: 23 November 2009)
Dogoes, M, E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
, (2009). Teori Kepatuhan. www.bidanlia.blogspot.com (download: 22 Desember 2009).
Entjang, L. (2000). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung :Citra Aditya Bakti.
Jurnal AKP
Nursalam,
55
No. 6, 1 Juli – 31 Desember 2012