HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN SUMBER PURIN DENGAN KADAR ASAM URAT PADA WANITA USIA 45-59 TAHUN DI DESA SANGGRAHAN KECAMATAN KRANGGAN KABUPATEN TEMANGGUNG Evi Lestari, Sugeng Maryanto, Meilita Dwi Paundrianagari* E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Latar Belakang: Makanan sumber purin seperti (jeroan, kacang-kacangan, kangkung, bayam, kembang kol, tahu dan tempe) merupakan makanan yang dapat meningkatkan kadar asam urat. Konsumsi asupan sumber purin lebih dari 85% kecukupan dapat memicu terjadinya asam urat. Tujuan: Mengetahui hubungan konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung. Metode: Rancangan penelitian ini adalah studi korelasi dengan pendekatan crosssectional. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan dengan jumlah sampel sebesar 71 orang yang ditentukan berdasarkan teknik proportional random sampling. Pengukuran kadar asam urat responden menggunakan Blood Uric Acid Strip sedangkan asupan sumber purin menggunakan wawancara dan kuesioner FFQ Semikuantitatif. Analisis univariat dilakukan secara deskriptif, sedangkan analisis bivariat menggunakan uji korelasi Spearman rho dengan nilai α=0,05. Hasil: Hasil penelitian menunujukkan bahwa paling banyak responden yang mengkonsumsi konsumsi makanan sumber purin dengan kategori lebih yaitu 52,1%, kategori cukup sebanyak 32,1% dan responden yang mengkonsumsi makanan sumber purin dalam kategori kurang sesebanyak 15,5%. Sebanyak 39,4% responden memiliki kadar asam urat normal dan 60,6% responden memiliki kadar asam urat tinggi. Ada hubungan konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung (p= 0.0001) Simpulan: Ada hubungan konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung.
Kata kunci
: purin, kadar asam urat.
Program Studi Gizi STIKes Ngudi Waluyo
1
THE CORRELATION WITH THE CONSUMPTION OF FOOD SOURCES OF PURINES URIC ACID LEVELS IN WOMEN AGED 45-59 YEARS IN RURAL DISTRICTS SANGGRAHAN KRANGGAN REGENCY TEMANGGUNG Evi Lestari, Sugeng Maryanto, Meilita Dwi Paundrianagari* E-mail :
[email protected] ABSTRACT Background: food sources of purines such as (organ meats, nuts, kale, spinach, cauliflower, tofu and tempeh) is a food that can increase uric acid levels. consumption of dietary intake of purine sources more than 85% of the demand can trigger gout. normal purine intake per day is 500 - 1000 mg. Objective: To determine the relationship of consumption of purine rich foods with high levels of uric acid in women aged 45-59 years in rural districts Sanggrahan Kranggan Temannggung district. Methods: The study design was a correlation study with cross - sectional. population in this study were women aged 45-59 years in the village Sanggrahan as many as 178 people. sampling technique using proportional random sampling with a sample of 71 people. uric acid levels were measured by using the easy touch of blood uric acid strip. purine source food consumption habits were measured using consumption frequency questionnaire (FFQ) data analysis using Spearman's rho correlation test with a value of α=0.05. Results: purine source food consumption habits in 37 respondents with more categories that have high uric acid levels of 91.9% (n = 34), 23 respondents with enough categories that have high uric acid levels of 21.7% (n = 5) and 11 respondents with less category who have high uric acid levels by 36.4% (n = 4). bivariate analysis showed no association between the consumption of food sources of purines to uric acid levels (p = 0.0001, r = 0.500), which showed a positive correlation with the strength of the correlation is. Conclusion: there is a connection with the consumption of food sources of purines uric acid levels in women aged 45-59 years in rural districts Sanggrahan Kranggan regency Temanggung. Keywords: purines, uric acid levels.
Nutrition Study Program, Ngudi Waluyo School of Health
2
PENDAHULUAN Meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia terjadi karena peningkatan taraf hidup dan pelayanan kesehatan yang berakibat populasi lansia di Indonesia semakin meningkat. Pada tahun 2012 tercatat jumlah lansia sebanyak 28 juta jiwa, jumlah ini mengalami peningkatan 22,5% dari jumlah lansia pada tahun 2009 yaitu 19 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2012). Proses penuaan menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, biologis, mental maupun sosial ekonominya. Angka kesakitan pada penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus dan hiperurisemia memperlihatkan kecenderungan yang semakin meningkat. Salah satu penyakit yang sering di alami oleh kelompok pralansia yaitu penyakit hiperurisemia. Hiperurisemia merupakan gangguan metabolik yang di tandai dengan meningkatnya kadar asam urat (Lingga, 2012). Penyakit hiperurisemia disebabkan karena kelebihan produksi asam urat dalam tubuh atau dapat juga disebabkan karena terhambatnya pembuangan asam urat oleh tubuh. Peningkatan terjadinya hiperurisemia ditunjang dengan peningkatan supan makanan sumber purin, seperti daging, jeroan, kepiting, udang, emping, kacang kacangan, bayam, kangkung, jamur dan kembang kol, buah-buahan seperti durian, nanas, alpukat, serta hasil olahan kedelai (tempe, tahu, tauco, kecap dan susu kedelai). Purin selain didapat dari makanan juga berasal dari penghancuran sel-sel tubuh yang
sudah rusak akibat gangguan penyakit atau penggunaan obat kanker (kemoterapi), serta sintesis purin dalam tubuh dari bahan-bahan pangan seperti, CO2, glutamine, glisin, asam aspartat, dan asam folat (Indriawan, 2009). Pada dasarnya konsumsi makanan sumber purin bagi individu yang tidak memiliki kadar asam urat berlebih tidak menimbulkan masalah, namun bagi individu yang memiliki kadar asam urat berlebih dapat menimbulkan gejala hiperurisemia (Juandy, 2005). Hal ini dikarenakan tubuh telah menyediakan 85% senyawa purin untuk kebutuhan tubuh, sedangkan dari makanan hanya diperlukan 15% saja (Indriawan, 2009). Hiperurisemia yang tidak ditangani menyebabkan asam urat dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan penumpukan krisal asam urat. Apabila kristal berada dalam cairan sendi maka akan menyebabkan penyakit asam urat (Putra, 2007). Sebagian besar penyebabnya di perkirakan kelainan proses metabolisme dalam tubuh dan 10% kasus dialami oleh wanita setelah menopause karena gangguan hormon (Kaparang, 2007). Kadar rata-rata asam urat di dalam darah atau serum tergantung pada usia dan jenis kelamin. Kadar asam urat pada wanita lebih rendah daripada laki-laki, karena wanita mempunyai hormon estrogen yang dapat meningkatkan pengeluaran asam urat melalui ginjal melalui urin. Wanita umumnya mengalami hiperurisemia pada saat masa menopause karena terkait penurunan produksi estrogen. Keberadaan estrogen sangat penting untuk membantu pengaturan sekresi asam
3
urat sehingga mampu melindungi wanita dari hiperurisemia (Lingga, 2012) Menurut survey yang di adakan oleh “National Health and Nutrition Examination Survey” (NHANES) di Asia prevalensi penderita hiperurisemia Usia di atas 20 tahun sebesar 24%, usia 45-59 tahun sebesar 30%, usia lebih dari 60 tahun sebesar 40%. Terjadi peningkatan hiperurisemia pada usia 45-59 tahun karena pada saat ini wanita akan memasuki masa menopause (Lingga, 2012). Epidemiologi di Indonesia, hiperurisemia masih belum banyak diketahui, tetapi beberapa penelitian di Sinjai, Sulawesi Selatan didapatkan angka kejadian hiperurisemia pada pria 10% dan pada wanita 4% dengan kadar asam urat rata-rata pada pria 7,4 mg/dl dan wanita 5,6 mg/dl. Di Minahasa, Sulawesi Utara dan Karema sebesar 34,3% pada pria dan 23,31% pada wanita dengan kadar asam urat pada pria rata-rata sebesar 7,90mg/dl dan wanita 6,70mg/dl (Wisesa, 2009). Prevalensi hiperurisemia pada penduduk di Jawa Tengah sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada wanita dengan kadar asam urat ratarata pada pria 7,2mg/dl dan 6,10mg/dl pada wanita (Hidayat,2009). Berdasarkan data di puskesmas Kecamatan Kranggan selama bulan November dan Desember 2013 menyebutkan bahwa asam urat menjadi urutan ke 3 dari 10 besar penyakit tidak menular yaitu, hipertensi, diabetes melitus dan asam urat, sejumlah 4210 (4,22%) warga di desa Sanggrahan terdapat 178 warga
menderita asam urat . Warga yang menderita asam urat paling banyak terdapat di dusun Rowowetan terdapat 46 orang (25,84%) di dusun Madusari terdapat 38 orang (21,35%), di dusun Gunung Pring terdapat 29 orang (16,29%), di dusun Rowokulon terdapat 25 orang (14,04%), di dusun Sanggrahan terdapat 19 orang (10,67%), di dusun Krajan terdapat 21 orang (11,80%). Studi pendahuluan pada 15 warga usia 45-59 tahun di dusun Rowowetan menyebutkan bahwa terdapat 12 orang (80%) mengkonsumsi makanan sumber purin seperti jeroan, bayam, kembang kol dan produk hasil olahan kedelai (tempe, tahu, kecap) enam kali dalam seminggu, didapatkan kadar asam urat tinggi yaitu rata-rata 6,45 mg/dl dan dari 3 warga (20%) mengkonsumsi makanan sumber purin serta hasil olahan kedelai (tempe, tahu, kecap) kurang dari lima kali seminggu didapatkan kadar asam urat normal yaitu rata-rata 5,20 mg/dl. Banyaknya warga yang menderita asam urat dan tingginya konsumsi makanan sumber purin di Desa Sanggrahan menjadikan peneliti tertarik meneliti apakah ada hubungan antara Konsumsi Makanan Sumber Purin dengan Kadar Asam Urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui hubungan konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung.
4
Manfaat dari penelitian ini yaitu bagi masyarakat dan tenaga kesehatan sebagai bahan informasi dan tambahan pengetahuan dibidang kesehatan sehingga diharapkan masyarakat dapat memilih lebih bijak dalam mengkonsumsi makanan (terutama sumber purin).Sebagai bahan tambahan informasi yang berguna dalam kegiatan perencanaan dibidang kesehatan. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian studi korelasi, yang bertujuan mengetahui hubungan antara konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Pengukuran konsumsi makanan sumber purin dilakukan dengan survey wawancara, dan kuesioner, sedangkan pengukuran kadar asam urat menggunakan Blood Uric Acid Test Strip. Kriteria inklusi dalam peneletian ini adalah wanita usia 4559 tahun tidak sedang minum obatobatan diuretik, tidak mempunyai penyakit ginjal, hipertensi, dislipidemia dan diabetes melitus. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan program SPSS. Analisis univariat dilakukan secara deskriptif untuk menggambarkan konsumsi makanan sumber purin dan kadar asam urat yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi sedangkan analisis bivariatnya adalah hubungan konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat menggunakan uji statistik Korelasi Spearman rho (α= 0,05).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Gambaran umum responden meliputi usia dan jenis pekerjaan. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar usia responden adalah usia 45-49 tahun yaitu 49,30, usia 50-54 tahun sebanyak 35,21% dan usia 55-59 tahun sebanyak 15,49%. Paling banyak responden bekerja sebagai ibu rumah tangga 46 (64,8%) responden. selanjutnya petani 12 (16,9%) responden. Sisanya 10 (14,1%) responden sebagai wirausaha dan PNS 3 (4,2%). Tabel 1 Karakteristik Responden Frekuensi Karakteristik (%) Umur (tahun) 45-49 35 49,30 50-54 25 35,21 55-59 11 15,49 Jenis Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 46 64,8 Petani 12 16,9 Wirausaha 10 14,1 PNS 3 4,2 Makanan Sumber Purin Berdasarkan hasil wawancara food frequncy (FFQ) semi kuantitatif diketahui bahwa sebagian besar responden mengkonsumsi makanan sumber purin setiap kali makan yaitu 3-4 kali makan dalam sehari. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Konsumsi Makanan Sumber Purin Di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung Konsumsi Makanan Sumber Purin Lebih (>100-150 gr/hr) Cukup (≥ 50-100gr/hr) Kurang (< 50gr/hr)
Total
Frek
(%)
37 23 11 71
52,1 32,1 15,5 100
5
Pada Tabel 2 diketahui bahwa paling banyak 52,1% (n=37) responden memiliki asupan konsumsi makanan sumber purin dalam kategori lebih (>100-150 gr/hr), sisanya 32,4% (n=23) responden memiliki asupan konsumsi makanan sumber purin dalam kategori cukup (≥ 50100gr/hr dan 15,5% (n= 11) memiliki asupan konsumsi makanan sumber purin dalam kategori kurang (< 50gr/hr). Responden yang mempunyai asupan konsumsi makanan sumber purin dalam kategori lebih sebesar 52,1% menyatakan bahwa asupan makan mereka tidak banyak yang berubah selama di diagnosa asam urat. Jenis makanan sumber purin yang sering dikonsumsi responden seperti kacang-kacangan (kacang panjang, kacang tanah, buncis), sayur-sayuran (kangkung, bayam, kembang kol). Rata-rata konsumsi asupan purin yang berasal dari makanan yang sering dikonsumsi responden sebesar 91,57%, sedangkan kecukupan asupan purin dari makanan yaitu 85%. Seringnya responden mengkonsumsi makanan tersebut dikarenakan sayur-sayuran tersebut mudah didapat oleh sebagian besar masyarakat di Desa Sanggrahan. Hal tersebut didukung oleh wilayah yang berada di daerah pertanian dan sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan ibu rumah tangga yang memiliki sawah, dimana sayursayuran tersebut langsung di dapat dari hasil kebun sendiri. Jenis makanan lainnya yang sering dikonsumsi responden adalah hasil olahan kedelai (tahu dan tempe), yang mana kedua makanan
tersebut memiliki kandungan gizi seperti protein, kalsium, karbohidrat, fosfor, besi, vitamin A,B,C dan air. Protein dari tempe dan tahu tersebut terdiri atas asam-asam amino yang sebagian besar akan terbentuk menjadi purin. Rata-rata konsumsi tempe dan tahu responden dalam sehari yang diperoleh dari hasil wawancara FFQ Semikuantitatif berkisar antara 200-250 gr/hari, konsumsi tersebut termasuk dalam asupan berlebih, jika dibandingkan dengan kecukupan purin dalam sehari. Konsumsi makanan sumber purin dikatakan cukup apabila berkisar antara ≥ 50-150 gr/hari. Tingginya konsumsi nabati tahu dan tempe karena responden menyatakan tempe dan tahu memiliki cita rasa yang enak serta harganya yang relatif murah sehingga digemari oleh sebagian responden. Selain hal tersebut, tingginya konsumsi tempe dan tahu dikarenakan karena sebagian besar responden (81,7%) bermata pencaharian sebagai petani, pedagang dan sebagai ibu rumah tangga. Dilihat dari penghasilan responden yang rendah mereka lebih memilih tempe dan tahu sebagai makanan yang sering ditambahkan dalam sayuran yang mereka masak serta digunakan sebagai lauk pauk. Hal tersebut juga didukung karena tempe juga merupakan makanan khas yang diolah menjadi empisempis tempe, sehingga sebagian besar responden menyatakan lauk pauk mereka belum lengkap jika belum ada olahan dari tempe atau tahu. Ada berbagai cara yang dilakukan oleh responden di Desa Sanggrahan, Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung untuk
6
memasak tempe dan tahu, menghidangkan serta memakannya. Cara tersebut diantaranya ada yang dimasak dengan cara digoreng, yang biasanya dikonsumsi responden sebagai camilan sehari-hari seperti tempe goreng atau mendoan, keripik tempe dan kering tempe, ditumis (sambal goreng tempe, empis-empis tempe, oseng-oseng tempe) begitu pula dengan tahu, tahu biasanya diolah menjadi tahu goreng, tumis tahu, tahu bacem, tahu rebus, tahu bawang garam dan kering tahu. Responden juga menyatakan sering mengkonsumsi makanan sumber purin seperti tempe atau tahu yang digoreng dengan menggunakan minyak jelantah yang digunakan lebih dari 3 kali penggorengan hampir setiap hari dimana makanan yang digoreng dapat meningkatkan kadar asam urat darah karena lemak dapat menghambat pengeluaran asam urat melalui urin. Penggorengan yang bersuhu tinggi menyebabkan ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh akan terurai menjadi ikatan jenuh. Pada saat penggorengan akan terjadi degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng, sedangkan proses penggorengan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan reaksi dekomposisi pada minyak goreng karena panas dan terbentuk akreolin, yaitu senyawa yang bersifat racun. Hal inilah yang dapat menghambat pengeluaran asam urat melelui urin didalam tubuh. (Yulstiani, 2008). Selain itu jenis makanan sumber purin yang mengandung purin paling tinggi yaitu jeroan. Responden menyatakan mengkonsumsi jeroan dan hasil
makanan laut 2-3 kali dalam seminggu seperti usus dan ampela hati ayam serta teri yang biasanya diolah menjadi empis-empis tempe, dimana bahan makanan tersebut dicampurkan bersama tempe. Konsumsi jeroan akan menambah purin dalam tubuh, sehingga mengganggu keseimbangan purin dalam serum, hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya kadar asam urat dalam darah bahkan melebihi batas normal (diatas 7 mg/dl). Purin yang terkandung dalam jeroan akan dirubah dan disusun kembali menjadi protein-protein tubuh. Proses pengubahan purin ini melibatkan enzim HGPRT. Enzim HGPRT (hypoxantin-guanyl phosporilbosyl transferase) merupakan enzim yang memiliki hubungan yang cukup erat dengan purin sebagai bahan dari asam urat. Disamping itu responden juga sering mengkonsumsi minuman yang mengandung kafein (seperti kopi, teh) 1-2 kali perhari, dimana minuman seperti ini dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat, karena kopi, teh mengandung alkoloida turunan purin (xantin), jika dalam darah kadar alkoloida ini tinggi, maka dengan adanya enzim xantin oksidase akan terbentuk asam urat. Selain itu responden juga menyatakan sering membuat minuman kopi atau teh dengan menggunakan gula 2-3 sendok makan perhari, selain teh dan kopi responden juga sering membuat minuman dari sirup dengan penambahan gula yang dibuat minuman seperti es buah yang dicampur dengan sirup. Konsumsi karbohidrat sederhana jenis fruktosa seperti gula, permen, arum manis,
7
gulali dan sirup dapat mengganggu kinerja tubuh dalam mengatur keseimbangan asam urat. High Fructose Syrup (HFS) memicu aktifitas sintesis purin endogen sehingga kadar asam urat meningkat. Fruktosa juga menurunkan ekskresi asam urat terhadap transport protein yang dikendalikan oleh gen SLC2A9, pengaruh fruktosa terhadap penurunan ekskresi asam urat direspon positif oleh gen yang peka terhadap asam urat sehingga dapat meningkatkan asam urat serum dan memicu kenaikan kadar asam urat. selain itu HFS dalam darah mendorong percepatan proses glycation sehingga terbentuk radikal bebas yang memicu stress oksidatif yang akan menimbulkan kekacauan sistem yang mengatur keseimbangan asam urat. Responden yang mempunyai asupan konsumsi makanan sumber purin dalam kategori cukup ≥ 50100 gr/hari sebanyak 23 responden (32,14%) dikarenakan responden sudah mulai mengurangi asupan makanan yang mengandung purin sejak di diagnosa menderita asam urat seperti jeroan, ikan asin, telur, bayam, kangkung, kembang kol, tahu, tempe, ikan pindang, mereka mengkonsumsi hanya ketika mereka ingin makan makanan itu saja dan dalam jumlah yang sedikit. Responden yang mempunyai asupan konsumsi makanan sumber purin dalam kategori kurang < 50 gr/hari sebanyak 11 responden (15,5%). Hal ini dikarenakan karena responden menghindari dan menjaga pola makan karena mereka tidak ingin penyakit asam urat yang mereka derita kambuh lagi, responden menyatakan sayuran yang
sering mereka konsumsi adalah terong, pepaya muda dan daun talas, sedangkan frekuensi konsumsi tahu dan tempe adalah 2-3 kali dalam seminggu. Tabel 3 Kadar Asam Urat Pada Wanita Usia 45-59 Tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung Kadar Asam Urat Normal (≤ 6mg/dl) Tinggi (> 6mg/dl)
Frek 28 43
(%) 39,4 60,6
Total
71 100 Pada Tabel 3 Diketahui bahwa dari 71 responden yang diteliti sebagian besar 60,6% (n=43) responden memiliki kadar asam urat dalam kategori tinggi (> 6mg/dl), dan selebihnya 39,4% (n= 28) responden memilki kadar asam urat dalam kategori normal Normal (≤ 6mg/dl). Kadar asam urat pada wanita usia 45-59 tahun berkisar antara 4,80 – 8,40 dengan rata-rata 6,5 mg/dl. Pemeriksaan kadar asam urat responden menggunakan uji strip dengan metode enzimatik yaitu tes dengan metode pengambilan sampel darah kapiler dengan cara penusukan jarum diujung jari. Responden yang memiliki kadar asam urat normal ( ≤ 6 mg/dl) yaitu responden yang mengurangi asupan makanan yang mengandung purin sejak di diagnosa menderita asam urat seperti jeroan, ikan asin, telur, bayam, kangkung, kembang kol, tahu, tempe, ikan pindang, mereka mengkonsumsi hanya ketika mereka ingin makan makanan itu saja dan dalam jumlah yang sedikit. Responden yang memiliki kadar asam urat tinggi (> 6 mg/dl)
8
yaitu responden yang sering mengkonsumsi makanan sumber purin dengan kategori cukup dan lebih. Keadaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu penyebab tingginya kadar asam urat adalah makanan tinggi purin, hal ini dapat dilihat dari jumlah konsumsi makanan tersebut rata-rata diatas kebutuhan perhari yang diketahui dari wawancara FFQ (Food Frequency Questionaire). Purin adalah molekul yang terdapat didalam sel yang berbentuk nukleotida. Asam nukleat yang dilepas dari pencernaan asam nukleat dan nukleoprotein di dalam traktus intestinalis akan diurai menjadi mononukleotida oleh enzim ribonuklease, deoksiribonuklease, dan polinukleotidase. Enzim nukleotidase dan fosfatase menghidrolisis mononukleotida
menjadi nukleosida yang kemudian diserap atau diurai lebih lanjut oleh enzim fosforilase intestinal menjadi basa purin dan pirimidin. Adenosin pertama-tama mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosin deaminase. Fosforolisis ikatan Nglikosidat inosin dan guanosin, yang dikatalisis oleh enzim nukleotida purin fosforilase, akan melepas senyawa ribosa 1-fosfat dan basa purin. Hipoxantin dan guanin selanjutnya membentuk xantin dalam reaksi yang dikatalisis masingmasing oleh enzim xantin oksidase dan guanase. Kemudian xantin teroksidasi menjadi asam urat dalam reaksi kedua yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat yang terbentuk dapat diserap dan selanjutnya diekskresikan ke dalam urin (Rodwell, 2003).
Hubungan Konsumsi Makanan Sumber purin dengan Kadar Asam Urat Pada Wanita Usia 45-59 Tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung. Tabel 4 Tabulasi silang Konsumsi Makanan Sumber Purin Dengan Kadar Asam Urat Pada Wanita Usia 45-59 Tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung Kategori Konsumsi makanan sumber purin Lebih Cukup Kurang Total
Kategori Kadar asam Urat Tinggi N 34 5 4 43
% 91,9 21,7 36,4 60,6
p value
Normal n 3 18 7 28
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 37 responden (52,1%) yang mengkonsumsi makanan sumber purin dengan kategori lebih memiliki kadar asam
Total
% 8,1 78,3 63,6 39,4
n 37 23 11 71
% 100 100 100 100
0,0001
urat tinggi yaitu sebanyak 34 orang (91,9%) dan yang memilki kadar asam urat normal sebanyak 3 orang (8,1%) sedangkan terdapat 23 responden yang mengkonsumsi 9
makanan sumber purin dengan kategori cukup memiliki kadar asam urat tinggi yaitu sebanyak 5 orang (21,7%) dan yang memiliki kadar asam urat normal sebanyak 18 orang (78,3%) dan terdapat 11 responden yang mengkonsumsi makanan sumber purin dalam kategori kurang memiliki kadar asam urat tinggi sebanyak 4 orang (36,4%) dan yang memiliki kadar asam urat normal sebanyak 7 orang (63,6%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Spearman rho, didapatkan p value= 0,0001 jika dibandingkan dengan α = 0,05 maka p ≤ 0,05 dapat diinterpretasikan ada hubungan konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung, sedangkan berdasarkan nilai korelasi Spearman rho diperoleh r = 0,500 yang menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang. Peningkatan kadar asam urat dengan cepat dapat terjadi, antara lain karena asupan makanan yang tinggi purin. Dalam kehidupan sehari-hari, pembatasan konsumsi makanan tinggi purin, seperti daging, jeroan, dan berbagai jenis sayuran dan kacang-kacangan yang mengandung purin perlu dilakukan, teutama bagi penderita kadar asam urat tinggi, karena hal ini berpeluang meningkatkan metabolisme purin didalam tubuh yang menghasilkan kadar asam urat berlebih didalam darah. Hal ini dikarenakan tubuh telah menyediakan 85% senyawa purin untuk kebutuhan tubuh, sedangkan dari makanan hanya
diperlukan 15% saja (Indriawan, 2009). Seseorang dikatakan mempunyai asupan purin berlebih jika asupan purinnya lebih dari >100150 gr/hari. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa asupan makanan sumber purin responden yang diteliti sebesar 200-250 gr/hari dari total asupan purin yang dibutuhkan perhari. Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki asupan konsumsi makanan sumber purin kategori lebih dengan kadar asam urat tinggi, menyatakan bahwa responden sering mengkonsumsi makanan yang mengandung purin, selain itu dikarenakan kebiasaan makan responden tidak banyak berubah setelah mengetahui bahwa dirinya didiagnosa menderita asam urat dan responden masih tetap mengkonsumsi makanan sumber purin yang seharusnya dilarang. Hal ini dikarenakan karena faktor sosial ekonomi yang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Selain hal tersebut karena makanan tersebut sudah tersedia karena sebagian besar responden menanamnya diladang sendiri, selain lebih hemat responden akan lebih mudah dan praktis dalam menyediakan makanannya. Purin di dalam bahan pangan terdapat didalam asam nukleat berupa nukleoprotein, di usus, asam nukleat dibebaskan dari nukleoprotein oleh enzim pencernaan. Selanjutnya, asam nukleat ini akan dipecahlagi menjadi mononukleotida. Mononukleotida dihidrolisis menjadi nukleosida yang secara langsung dapat diserap oleh
10
tubuh dan sebagian dipecah lebih lanjut menjadi purin dan pirimidin. Purin dioksidasi oleh enzim xanthin oksidase membentuk asam urat yang merupakan produk akhir dari metabolisme purin (Lorrain, 2002). Responden yang memiliki asupan konsumsi makanan sumber purin dalam kategori cukup dengan kadar asam urat tinggi sebanyak 5 responden. Hal ini menunjukkan bahwa asupan konsumsi makanan sumber purin yang cukup juga cenderung berisiko memiliki kadar asam urat yang tinggi pula. Peningkatan kadar asam urat darah dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu tingginya asupan makanan sumber purin, usia, obesitas, dan aktivitas fisik atau kebiasaan olah raga (Setiati, 2009) faktor yang paling berpengaruh yaitu tingginya asupan makanan sumber purin. Makanan yang mengandung purin dapat meningkatkan produksi asam urat. pembentukan asam urat di dalam tubuh selain merupakan hasil dari proses fisiologis normal, juga terjadi akibat faktor dari luar terutama dari makanan dan minuman. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Utami (2009) Asam urat di dalam tubuh bisa berasal dari luar yaitu dari diet tinggi purin dan dari dalam yang merupakan hasil akhir metabolisme purin. Responden yang memiliki asupan konsumsi makanan sumber purin dalam kategori kurang dengan kadar asam urat tinggi sebanyak 4 responden. Hal ini menunjukkan walaupun beberapa responden memiliki kadar asam urat normal, namun masih terdapat beberapa orang yang memiliki kadar asam urat
tinggi walaupun mereka sudah menjaga pola makan. Selain itu responden juga menyatakan kurang mengkonsumsi cairan (air putih), responden menyatakan hanya mengkonsumsi air putih 3 gelas dalam sehari. Minuman memiliki kontribusi tertinggi dalam pemenuhan kebutuhan air dalam tubuh manusia. Cairan merupakan salah satu media pembuangan hasil metabolit tubuh. Jika seseorang mengkonsumsi cairan dalam jumlah yang tinggi, reabsopsi air di ginjal menurun dan ekresi zat terlarut air akan meningkat. Asupan minimal cairan perhari yaitu 2,5 liter (8 gelas). Namun kebutuhan seseorang akan air berbeda-beda tergantung tingkat aktifitas fisik, suhu dan lingkungan. Selain itu cairan juga dipengaruhi oleh usia, berat badan, asupan energi dan luas permukaan tubuh. Rata-rata asupan cairan responden yang mengkonsumsi makanan sumber purin dalam kategori kurang, namun memiliki kadar asam urat tinggi yaitu 3 gelas perhari. Sacher (2004) mengemukakan asam urat merupakan metabolisme akhir purin. Di dalam tubuh, perputaran purin terjadi secara terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan DNA, sehingga walaupun tidak ada asupan purin, tetap terbentuk asam urat dalam jumlah yang substansial. Selain itu, Sylvia (2006) menjelaskan pada wanita kadar asam urat tidak meningkat sebelum masa menopause karena estrogen membantu meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Namun pada saat memasuki masa menopause yaitu 45-59 tahun akan
11
terjadi perubahan hormonal pada organ-organ kewanitaan. Salah satu organ yang mengalami perubahan yaitu ovarium. Ovarium akan mengecil dan mengalami penurunan fungsi, yaitu untuk menghasilkan estrogen (Fitrah, 2010). Terjadi peningkatan kadar asam urat dikarenakan pada usia 40 tahun akan dimulai proses penuaan. Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat kecenderungan terjadi penurunan kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan proses menua. Akibat yang terjadi berkaitan dengan menurunnya kapasitas untuk beradaptasi terhadap lingkungan internal yang berubah yaitu cenderung membuat orang berusia lanjut mengalami kesulitan untuk memelihara kestabilan status fisikawi dan kimiawi di dalam tubuh atau memelihara homeostatis tubuh. Gangguan terhadap homeostatis tubuh tersebut dapat menyebabkan disfungsi sistem organ. Salah satunya terjadi perubahan pada ginjal, seperti penurunan kecepatan penyaringan (filtrasi), pengeluaran (ekskresi), dan penyerapan kembali (reabsorbsi) oleh ginjal, akibatnya pembuangan atau ekskresi sisa-sisa metabolisme protein dan elektrolit yang harus dilakukan ginjal menjadi beban tersendiri (Setiati, 2009). Berdasarkan penelitian, ternyata pola makan memegang peranan utama, disisi lain kebiasaan hidup tanpa olahraga. Makanan yang mengandung purin dapat meningkatkan kadar asam urat. Jika pola makan diatur dengan baik dapat membantu pengontrolan kadar asam urat dalam batas normal. Asam urat sangat erat kaitannya dengan pola
makan. Umumnya karena pola makan yang tidak seimbang (jumlah asupan protein sangat tinggi) KETERBATASAN PENELITIAN Hasil pengukuran kadar asam urat dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan alat digital yang tidak dikonversi dari hasil laboratorium sehingga hasilnya tidak sama dengan pengukuran yang dilakukan di laboratorium SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan konsumi makanan sumber purin dengan kadar asam urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung disimpulkan bahwa sebagai berikut: 1. Asupan konsumsi makanan sumber purin responden sebagian besar dalam kategori lebih sebanyak 37 responden (52,1%), dan sisanya responden yang mengkonsumsi makanan sumber purin dalam kategori cukup sebanyak 23 (32,4%) dan responden yang mengkonsumsi makanan sumber purin dalam kategori kurang sebanyak 11 (15,5%). 2. Kadar asam urat responden sebagian besar dalam kategori tinggi sebanyak 43 responden (60,6%) dan sisanya responden mempunyai kadar asam urat dalam kategori normal sebanyak 28 responden (39,4%). 3. Ada hubungan antara konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan 12
Kecamtan Kranggan Kabupaten Temanggung. Saran 1. Bagi penelitian selanjutnya Penelitian ini hanya meneliti tentang konsumsi makanan sumber purin dalam sehari yang berkaitan dengan asam urat, sehingga disarankan perlu adanya penelitian tentang lebih lanjut terutama faktor-faktor lain (obesitas, penggunaan obatobatan diuretik) yang belum diteliti dalam penelitian ini yang berhubungan dengan kadar asma urat pada wanita usia 45-59 tahun, untuk melengkapi hasil penelitian ini. 2. Bagi Dinas Kesehatan Diharapkan kepada tenaga kesehatan yang berwenang agar meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang perlunya memperhatikan asupan makanan untuk mencegah peningkatan kadar asam urat 3. Bagi Masyarakat Sebaiknya makanan sumber purin pada penderita asam urat dibatasi, untuk mencegah peningkatan kadar asam urat guna menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuh serta perlu diimbangi dengan konsumsi air putih minimal 2,5 liter (8 gelas perhari).
DAFTAR PUSTAKA Arikunto S.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Astawan. 2008. Sehat dengan Sayuran: Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan dengan Sayuran. Jakarta: Dian Rakyat. Aqilla. 2012. Rematik dan Asam Urat. Yogjakarta : PT Gramedia Pustaka Badan Pusat Statistik. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik Carter & Michael. 2006. Buku Ajar Patofisiologi edisi 6. Jakarta : EGC. Damayanti D. 2012. Mencegah dan Mengobati Asam Urat. Yogyakarta : Araska. . Hidayat. 2009.Gout dan Hiperurisemia edisi 2. Diakses 16 April 2014. Juandy & Jo. 2005. Gout Dan Diet, http :// www.depkes.go.id/0404/19 gout - dan- diet. html diakses 12 April 2014. Kaparang. 2007. Penyakit Kaum Bangsawan . Jakarta : PT Etika Media Utama Lingga. 2012. Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat. Jakarta : PT Agro Media Pustaka Lorrain, MC. 2002. Buku Kedokteran Patofisiologi:Konsep Klinis
13
Proses-Proses EGC
Penyakit.
Jakarta:
Misnidiarly. 2007. Rematik, Asam Urat, Hiperurisemia , Arthritis Gout. Jakarta : Pustaka Obor. Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Purwaningsih. 2009. Faktor-faktor Resiko Hyperurisemia. Tesis Program Studi Magister Epidemiologi, Universitas Diponegoro. Putra. 2006. Hyperurisemia Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Riwidikdo H. 2008. Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendekia.
Statistik Penerbit
Rodwell, V. W. 2003, Metabolisme Nukleotida Purin dan Pirimidin, dalam Murray R.K ., Granner D.K ., Mayes P.A .,dan
Rodwell V.W., Biokimia Harper, edisi 25,374-377, diterjemahkan oleh Andri Hartono, Jakarta : EGC. Sabri L dan Hastono SP. 2006. Statistik Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Rajawali. Sastroasmoro S & Ismael S. 2006. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Kedua. Jakarta : CV Sagung Seto. Setiati. 2009. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing. Sugiyono. 2007. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabet. Wibowo S. 31 Januari 2011. Asam Urat atau Gout. 70 Edisi 1. Diakses 26 Maret 2014. Widodo. 2008. Metabolisme Nukleotida Purin dan Pirimidin Bagian Biokomia. Universitas Wijaya Kusuma. Diakses dari http://www.fk.uwks.ac.id pada tanggal 24 Maret 2014.
14