HUBUNGAN KETERAMPILAN GERAK (MOTOR SKILL) ANAK USIA 10-12 TAHUN DENGAN KETERAMPILAN TEKNIK DASAR BULUTANGKIS. Elly Diana Mamesah1 & Syarif Hidayat2 Universitas Islam “45” Bekasi
[email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah ingin mengungkap hubungan keterampilan gerak (motor skill) terhadap keterampilan teknik dasar pada permainan bulutangkis anak usia 10 – 12 tahun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data diperoleh beberapa temuan yaitu hubungan keterampilan gerak dan keterampilan bulutangkis menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar 0,49 dan t-hitung = 2,37 yang lebih besar dari t-tabel pada α = 0,05 dan dk (n – 2) = 2,10. Hal ini berarti keterampilan gerak sebagai variable X turut mempengaruhi dalam penguasaan keterampilan bulutangkis sebagai variable Y. Besarnya kontribusi yang diberikan keterampilan gerak terhadap keterampilan bulutangkis sebesar 23,80%. Hal ini berarti sebesar 23,80% dari keterampilan bulutangkis adalah karena adanya dukungan keterampilan gerak. Sedangkan sekitar 76,20% dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor lain seperti faktor mental yang mencakup motivasi dan anxiety serta faktor keberuntungan. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara keterampilan gerak (motor skill) dengan keterampilan teknik dasar bulutangkis. Kata Kunci:
Keterampilan Gerak (Motor Skill), Keterampilan, Teknik Dasar, Bulutangkis.
Permainan Bulutangkis merupakan salah satu jenis olahraga permainan yang digemari masyarakat, baik yang ada di perkotaan maupun pedesaan, karena permainan tersebut mudah dipelajari dan aturan mainnya sederhana. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sonneville (1958:1) bahwa, “Cara mainnya sangat mudah dipahamkan, oleh karena alat122 alatnya raket serta shuttlecock enteng dan dengan sendirinya mudah digunakan. Untuk dapat bermain satu sama lain dengan reli yang menyenangkan tak perlu latihan yang lama.” Berdasar penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa bulutangkis adalah permainan yang menggunakan shuttlecock sebagai alatnya yang dimainkan dengan cara 1 2
Elly Diana Mamesah: Dosen PJKR FKIP Universitas Islam “45” Bekasi Syarif Hidayat: Mahasiswa PJKR FKIP Universitas Islam “45” Bekasi
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 dipukul dengan menggunakan raket. Permainan ini dilakukan dalam suatu lapangan yang berbentuk persegi panjang dan dibagi menjadi dua bagian oleh net sesuai aturan yang berlaku. Permainan bulutangkis dewasa ini semakin banyak diminati oleh masyarakat, yaitu dengan munculnya persatuan-persatuan bulutangkis (PB) dan diklatdiklat bulutangkis sebagai lembaga non formal yang merupakan sarana pembinaan dan pelatihan bulutangkis khususnya pada anak-anak yang berusia dini. Upaya pembinaan olahraga bulutangkis agar memperoleh prestasi yang optimal, harus dimulai sejak usia dini, sebab prestasi optimal tidak mungkin dapat diraih dalam kurun waktu yang singkat. Seperti dijelaskan Lutan dalam Mimbar Pendidikan, (1992:14) yaitu: “Pencapaian prestasi optimal itu diraih melalui pembinaan berkesinambungan dan berkelanjutan dalam waktu yang relatif lama (8–12 tahun) yang dimulai dari usia dini.” Mengenai usia dini pada olahraga diungkapkan di dalam buku Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Usia Dini (1992:55) yang diterbitkan oleh Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga sebagai berikut: “Olahraga khususnya yang diperuntukan bagi anak-anak usia dini, yaitu berusia antara 6 – 14 tahun dan yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental emosional anak dalam periode tersebut.” Dengan demikian olahraga bulutangkis sangat cocok bila diterapkan sejak sekolah dasar, sehingga dalam pelaksanaannya akan lebih mengarah pada tujuan. Usia sekolah dasar merupakan usia bermain. Anak-anak pada usia ini membutuhkan bentukbentuk permainan yang sederhana, mudah untuk dilaksanakan dan menarik, sehingga mampu menimbulkan minat dan gairah anak untuk terus berlatih. Memotivasi anak untuk mengikuti latihan merupakan modal dasar yang sangat penting untuk memulai suatu program latihan. Oleh karena itu harus dipilih bentuk-bentuk latihan yang sesuai dengan perkembangan anak. Berdasarkan pengamatan, bahwa permainan bulutangkis sarat dengan berbagai keterampilan gerak yang kompleks, seperti melakukan gerakan-gerakan yang cepat, berhenti dengan tiba-tiba dan segera bergerak lagi, meloncat, menjangkau setiap sudut lapangan, memutar badan dengan cepat, melakukan langkah lebar dengan berusaha tidak kehilangan keseimbangan tubuh. Keterampilan gerak (motor skill) merupakan kemampuan gerak seseorang yang berhubungan dengan teknik dasar pada permainan 182
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 bulutangkis, sehingga penulis ingin mengetahui berapa besar hubungan keterampilan gerak (motor skill) dengan keterampilan teknik dasar pada permainan bulutangkis. Berdasarkan hal tersebut penulis mengambil judul dalam penelitian ini adalah “Hubungan keterampilan gerak (motor skill) anak usia 10 – 12 tahun dengan keterampilan teknik dasar bulutangkis.” Konsep Gerak Dalam kegiatan olahraga, apakah itu bulutangkis, sepak bola, renang, senam, atletik, dan cabang olahraga lainnya, mempunyai ciri-ciri yang sama yaitu si pelakunya “bergerak”, jadi dalam olahraga yang menjadi pusat perhatiannya adalah gerak. Batasan mengenai gerak itu serndiri adalah “perubahan tempat, posisi dan kecepatan tubuh atau bagian tubuh manusia yang terjadi dalam suatu dimensi ruang dan waktu dan dapat diamati secara objektif” (Kiram, 1992:49). Begitu juga gerak yang dijelaskan Yusuf dan Sunaryadi (2000:62) adalah “aksi atau suatu proses perpindahan tempat, atau posisi suatu benda atau seluruh bagian tubuh”. Berkaitan
dengan
hal
yang
menyebabkan
gerak,
Hidayat
(1999:43)
mengemukakan bahwa: “Hal-hal yang menyebabkan terjadinya gerakan yaitu tulang sebagai penggerak, otot sebagai sumber gerak, persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan”. Selanjutnya Kiram (1992:48) menjelaskan mengenai motorik: Gerak dikatagorikan dalam dua tipe, menurut Ma’mun dan Saputra (1999:15) yaitu: “gerak kasar (Gross Movement) dan gerak halus (Fine Movement). Lebih lanjut kedua gerak tersebut dijelaskan: (1) Gerak kasar (Gross Movement) adalah gerak yang melibatkan otot-otot besar, sebagai dasar utama gerakannya. Contohnya: otot paha dan otot betis, otot-otot tersebut berintegrasi untuk menghasilkan gerak seperti: berjalan, lari dan loncat, (2) Gerak halus (Fine Movement) adalah gerakan yang melibatkan otot-otot kecil sebagai dasar utama gerakannya. Contohnya otot yang terdapat pada jari tangan, otot-otot tersebut berintegrasi untuk menghasilkan gerakan seperti: menggenggam, menangkap, mengetik dan lain sebagainya. Begitu juga Yusuf dan Sunaryadi (2000:63) bahwa, “Ada tiga jenis gerakan secara umum yaitu: 1) Gerakan tranlasi atau gerakan liner. 2) Gerak rotasi atau gerak menyudut dan 3) Gerak umum atau gerak kombinasi dari gerak tranlasi dengan gerak rotasi.” Dari tipe atau jenis gerakan di atas, merupakan kamampuan gerak dasar yang 183
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 sering dilakukan oleh anak usia 10 – 12 tahun dalam melakukan aktivitas olahraga khususnya dalam olahraga bulutangkis. Kemampuan Gerak (Motor Ability) Gerakan-gerakan seperti: berjalan, lari, loncat dan lempar, itu semuanya merupakan kemampuan gerak dasar yang melandasi terbentuknya suatu keterampilan khususnya dalam kegiatan bulutangkis. Sesuai dengan pendapat Lutan (1988:98) bahwa, “Kemampuan motorik dasar inilah yang kemudian berperan sebagai landasan bagi keterampilan”. Kemampuan dapat diartikan menurut Ma’mun dan Mahendra (1998:147) adalah “Sebagai ciri individual yang diwariskan dan relative abadi yang mendasari serta mendukung
terbentuknya
suatu
keterampilan”.
Selanjutnya
Lutan
(1988:33)
menjelaskan: “Abilitas adalah semacam himpunan dari “perlengkapan” milik seseorang yang akan dipakai olehnya untuk melakukan suatu keterampilan motorik”. Berkaitan dengan kemampuan gerak (motor ability) dijelaskan menurut Singer (1998:147) yaitu: “Motor ability indicates present atletic it donetes the immediates state of the individuals to perform in wide range of motor skill”. Begitu juga kemampuan gerak (motor ability) dijelaskan oleh Ma’mun dan Mahendra (1998:147) adalah “keadaan segera dari seseorang untuk menampilkan berbagai variasi keterampilan gerak, khususnya kegiatan olahraga”. Dari beberapa pendapat di atas bahwa kemampuan gerak (motor ability) adalah kemampuan dasar yang merupakan perlengkapan milik seseorang untuk menampilkan berbagai variasi gerakan yang dirangkaikan menjadi satu kesatuan gerak yang harmoni dalam kegiatan olahraga khususnya dalam permainan bulutangkis. Adapun gerakan-gerakan yang merupakan kemempuan gerak dasar fundamental menurut Malina (1991), Dauer (1986), serta Kogan (1982) yang dikutip Ma’mun dan Mahendra (1998:156-157) yaitu, “Gerakan locomotor, gerakan non locomotor, dan gerakan manipulatif”. Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut: (1) Gerakan locomotor adalah gerakan yang menyebabkan terjadinya perpindahan tempat, seperti: berjalan, berlari, dan melompat, (2) Gerakan non locomotor adalah gerakan yang tidak menyebabkan pelakunya berpindah tempat, seperti: menekuk, membengkokan badan, membungkuk, mendorong suatu objek, memutar, mengayun, dan jongkok, dan (3) 184
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 Gerakan manifulatif adalah gerakan yang mempermainkan objek tertentu sebagai medianya, seperti: menangkap, melempar, menendang, dan memukul suatu objek. Contoh-contoh
dari
kemampuan
gerak
yang
mendasari
terbentuknya
keterampilan dalam olahraga diantaranya: “keseimbangan, kercepatan reaksi dan fleksibilitas”. (Lutan, 1988:98). Sesuai dengan pendapat Nurhasan (2000:98) mengenai aspek-aspek yang terdapat dalam kemampuan gerak (motor ability) antara lain: “kecepatan, kelincahan, keseimbangan”. Kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kecepatan, kelincahan dan keseimbangan merupakan komponen kemampuan gerak (motor ability) yang mendasari terbentuknya keterampilan gerak (motor skill) dalam kegiatan olahraga. Belajar Gerak (Belajar Motorik) Seseorang yang ingin memiliki keterampilan gerak, untuk melaksanakan suatu aktivitas tugas gerak yang baik, harus terlebih dahulu mengembangkan unsur gerak dan hal ini dapat dilakukan melalui proses belajar gerak. Sesuai dengan pendapat Lutan (1988:94) adalah “Jika suatu keterampilan itu akan terdiri dari motorik atau pelaksana suatu tugas, maka keterampilan itu akan terdiri dari sejumlah respon motorik dan persepsi yang diperoleh malalui belajar”. Sejalan dengan hal tersebut Kiram (1992:48) juga menjelaskan tentang motorik bahwa, “Motorik adalah suatu peristiwa laten yang meliputi keseluruhan proses-proses pengendalian dan pengaturan fungsi-fungsi organ tubuh baik secara fisiologis maupun secara psikis yang menyebabkan terjadinya gerakan”. Dari pendapat ketiga orang di atas, penulis menyimpulkan bahwa belajar gerak (motorik) adalah suatu proses melalui latihan atau belajar serta pengalaman untuk membentuk gerakan-gerakan terampil atau keterampilan gerak (motor skill) dalam kegiatan olahraga dalam permainan bulutangkis. Dalam suatu pembelajaran gerak terdapat fase-fase dalam pelaksanaan gerak sebagai inti dari fase-fase belajar motorik atau gerak. Fase belajar motorik adalah “Suatu fase yang menggambarkan keadaan penguasaan keterampilan motorik dalam melaksanakan gerakan –gerakan olahraga” (Meinel,1977). Meinel (1977:235) membagi tingkat belajar motorik menjadi tiga fase, yaitu: (1) Fase belajar motorik tingkat pertama yaitu penguasaan koordinasi secara kasar, (2) Fase 185
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 belajar motorik tingkat ke dua yaitu perkembangan penguasaan koordinasi halus, dan (3) Fase belajar motorik tingkat ke tiga yaitu penstabilisasian kemampuan koordinasi halus, pembentukan kemampuan automatisasi dan transfer kemampuan ke berbagai situasi dan kondisi. Fitts dan Posner (1967) yang dikutip Lutan (1988:305-307) membagi tahaptahap belajar motorik yaitu terdiri dari: “Tahap kognitif, tahap asosiatif dan tahap automatisasi”. Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa dengan belajar motorik akan terbentuk suatu keterampilan gerak (motor skill). Keterampilan Gerak (Motor Skill) Keterampilan gerak (motor skill) terbentuk dari kemampuan gerak (motor ability) melalui proses belajar gerak, keterampilan tersebut berkembang oleh penguasaan derajat pengendalian gerakan-gerakan tubuh melalui koordinasi kerja atau fungsional antara system syaraf dan otot. Keterampilan ini sering ditampilkan oleh seseorang dengan berbagai variasi gerak dalam suatu kegiatan olahraga, khususnya dalam olahraga bulutangkis. Batasan tentang keterampilan dijelaskan oleh Seidel (1975:13) adalah, “…skills it is necessary exferience movement as a change in position in time space resulting from force developed from the individual’s exspenditure of energy while interacting with the environment”. Maksud dari pendapat di atas bahwa keterampilan adalah kebutuhan pengalaman gerak dalam perubahan posisi tempat di dalam ruang waktu sebagai hasil dari perkembangan kekuatan energi seseorang yang dikeluarkan pada waktu interaksi dengan lingkungannya. Lutan (1988:95) menjelaskan bahwa, “keterampilan adalah kemampuan untuk mengeluarkan satu atau beberapa teknik secara cepat, baik dari segi waktu maupun situasi”. Berkaitan dengan keterampilan gerak (motor skill) dijelaskan oleh Goodrey dan Kephart (1969:8) yaitu, “motor skill is a motor activity limited in extaint and involping a single moment or limited group of moment which a performed with high degress of precission accuracy”. Maksudnya adalah keterampilan gerak merupakan aktivitas yang dibatasi kadar atau keleluasaannya dari gerakan atau dibatasi sekelompok gerak derajat penampilan yang tinggi dengan ketelitian dan ketepatan. Begitu juga Sugianto dan Sudjarwo (1991:249) bahwa, “keterampilan gerak adalah kemampuan dalam menyelesaikan tugas gerak tertentu dengan koordinasi dan kontrol tubuh yang baik”. 186
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa, keterampilan gerak (motor skill) adalah suatu aktivitas gerak yang dibatasi kadar dan keleluasaannya dan gerak tersebut ditampilkan dengan tingkat ketepatan dan kecermatan yang tinggi pada waktu interaksi dengan lingkungannya. Seperti yang telah dijelaskan pada sub pokok bahasan sebelumnya bahwa, untuk melakukan suatu aktivitas gerak dengan tingkat kecepatan dan kecermatan yang tinggi atau lebih dikenal dengan keterampilan gerak, keterampilan tersebut didukung oleh aspek-aspek kemampuan gerak yang mendasari terbentuknya keterampilkan gerak (motor skill). Aspek-aspek tersebut menurut Nurhasan (2000:98) antara lain: “kecepatan (speed), kelincahan (agility), dan keseimbangan (balance)”. Dalam konteks pelaksanaan aktivitas keterampilan gerak, Lutan (1988:96) mengklasifikasikan tipe-tipe keterampilan gerak sebagai berikut: “1. Tipe keterampilan motorik yang didasarkan atas ukuran besar otot, jumlah tenaga yang dikerahkan atau keleluasaan ruang gerak. 2. Tipe keterampilan motorik yang didasarkan atas saat awal dan saat berakhir gerakan. 3. Tipe keterampilan motorik yang didasarkan atas pelaksanaan gerak dan interaksinya dengan lingkungannya”. Begitu juga Ma’mun dan Mahendra (1998:133) mengklasifikasikan keterampilan gerak secara umum yang dikaitkan dengan aspek-aspek spesifik dari keterampilan tersebut. Ada 3 sistem antara lain: “1. Stabilitas lingkungan, 2. Jelas tidaknya titik awal serta akhir dari gerakan, 3. Ketepatan gerakan yang dimaksud”. Selanjutnya pengklasifikasian keterampilan gerak dijelaskan oleh Ma’mun dan Mahendra (1998:134-136) sebagai berikut: Perbedaan Motor Ability dengan Motor Skill Dalam belajar gerak terdapat istilah motor ability dan motor skill. Motor ability adalah kemampuan umum seseorang untuk bergerak. Lebih spesifik pengertian motor ability adalah kapasitas seseorang untuk dapat melakukan bermacam-macam gerakan. Lebih lanjut mengenai motor ability dikemukakan oleh Schmidt dan Wrisberg (2000:28): “Abilities: defined as inherited, relatively enduring, stable tarits of the individual that underlie or support various kinds of activites skills”. Motor ability didefinisikan sebagai bawaan dari keturunan, yang bersifat relatif lama dan stabil yang menggaris bawahi atau menopang berbagai jenis aktivitas atau keterampilan. Keterampilan gerak (motor skill) terbentuk dari kemampuan gerak (motor 187
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 ability) melalui proses belajar gerak, keterampilan tersebut berkembang oleh penguasaan derajat pengendalian gerakan-gerakan tubuh melalui koordinasi kerja atau fungsional antara system syaraf dan otot. Keterampilan ini sering ditampilkan oleh seseorang dengan berbagai variasi gerak dalam suatu kegiatan olahraga, khususnya dalam olahraga bulutangkis. Batasan tentang keterampilan dijelaskan oleh Seidel (1975:13) adalah, “…skills it is necessary exferience movement as a change in position in time space resulting from force developed from the individual’s exspenditure of energy while interacting with the environment”. Maksud dari pendapat di atas bahwa keterampilan adalah kebutuhan pengalaman gerak dalam perubahan posisi tempat di dalam ruang waktu sebagai hasil dari perkembangan kekuatan energi seseorang yang dikeluarkan pada waktu interaksi dengan lingkungannya Sebagaimana penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan (skill) dapat terbentuk dari kemampuan (ability) sebagi ciri individu yang diwariskan dan relatif abadi untuk dapat melakukan bermacam-macam gerakan. Untuk mengetahui tingkat motor skill dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa item tes, yaitu: (1) tes shuttle run yang bertujuan untuk mengukur kelincahan dalam bergerak mengubah arah, (2) tes lempar tangkap bola yang bertujuan mengukur kemampuan koordinasi mata dan tangan, (3) tes stork stand positional balance yang bertujuan mengukur keseimbangan tubuh, dan (4) tes hexagon yang bertujuan untuk mengukur keseimbangan tubuh, kelincahan dan power tungkai. Motor skill dipengaruhi oleh beberapa unsur yaitu: kelincahan, koordinasi, keseimbangan dan power. Karakteristik Anak Usia 10 – 12 Tahun Masa usia 10 - 12 tahun ini adalah masa matang untuk menerima pendidikan formal, dan pada masa ini faktor-faktor psikologis maupun fisik sedang mengalami perkembangan atau masa matang untuk menerima pendidikan di sekolah. Disebut masa matang untuk belajar, karena mereka sudah berusaha untuk mencapai sesuatu tindakan yang dianggap sebagai kebutuhannya tetapi, melalui aktivitas bermain yang hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan aktivitas itu sendiri. Disebut masa matang untuk menerima pendidikan di sekolah, karena mereka sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru dan pengetahuan (aspek kognitif) yang dapat 188
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 diberikan oleh sekolah. Perkembangan anak pada usia 10 – 12 tahun memiliki berbagai karekteristik yang harus dicermati agar dalam pelaksanaan penyampaian bahan ajar seorang guru atau pelatih dapat memahani dan mengetahui sikap yang harus diberikan kepada anak usia 10 – 12 tahun. Pada masa ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelum dan sesudahnya. Pada usia ini anak senang bermain dengan demikian kecendrungan peningkatan kemampuan fisik tersebut merupakan saat yang paling baik untuk meningkatkan kemampuan fisik yang optimal. Karakteristik psikologis atau kejiawaan siswa usia 10 – 12 tahun dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal sehingga sukar untuk dapat menentukan kesepakatan untuk menghubungkan antara kedua faktor tersebut.
Fase-fase
perkembangan
anak
secara
psikologi
umum
merupakan
perkembangan tentang kejiwaan yang mempelajari tentang tingkah laku anak yang sehat jasmani maupun rohani dan beradab menuju tingkat kedewasaan yang diharapkan. Karena, perkembangan individu melalui tahap yang relatif sama yaitu masa pembuahan, bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa. Berkenaan dengan perkembangan anak, Makmun (1982:29) menjelaskan sebagai berikut: Perkembangan psikiologis lain dari anak usia 10 – 12 tahun adalah kondisi emosionalnya kurang stabil, dimana mudah gembira akan pujian dan mudah kecewa terhadap kritikan, sehingga cenderung membandingkan dirinya dengan temannya dan memiliki rasa kebanggaan terhadap kemampuan atau ketrampilan yang dikuasai. Yusuf (2001:159) mengungkapkan, “Pada masa ini masih berkembang sikap egosentris (aku dipudat), seperti (a) semua orang harus melayani dirinya, (b) semua harus tunduk pada kehendaknya dan (c) segala sesuatu yang dikehendakinya harus ada dan harus dipenuhinya”. Pada usia 10 – 12 tahun karakteristik perkembangan gerak dasar seiring dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang. Pada masa ini perkembangan gerak atau motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Pada usia ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas fisik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik. Yusuf (2001:104) menjelaskan 189
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 pembagian keterampilan motorik sebagai berikut: (1) Keterampilan atau gerak kasar, seperti; berjalan, berlari, melompat, naik dan turun tangga, dan (2) Keterampilan motorik halus atau keterampilan manipulasi, seperti; menulis, menggambar, memotong, melempar, dan menangkap bola serta memainkan benda-benda atau alat-alat mainan. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anakanak usia 10 – 12 tahun sudah memiliki keterampilan motorik baik keterampilan kasar maupun keterampilan halus. Keterampilan berlari, berjalan, melompat dan naik-turun tangga misalnya, sering dilakukan oleh anak-anak pada saat mereka sedang bermain. Begitu pula keterampilan manipulasi atau menggunakan objek tertentu seperti bola, tali dan alat-alat mainan sering digunakan anak-anak saat sedang bermain. Ditinjau dari klasifikasi gerak yang meliputi gerak lokomotor, non lokomotor dan manipulatif, aktivitas anak-anak saat bermain pada umumnya mengandung ketiga jenis gerak tersebut, seperti pada saat mereka bermain kejar-kejaran (gerakan lokomotor) maupun bermain lompat tali (gerakan manipulatif). Hal ini berarti secara mendasar anak usia 10 – 12 tahun sudah memiliki kemampuan gerak untuk ditindaklanjuti melalui suatu proses pembinaan. Hal ini didasarkan pula pada anggapan bahwa perkembangan individu dipengaruhi oleh faktor pembawaan, lingkungan dan kematangan. Hubungan Keterampilan Gerak (Motor Skill) Anak Usia 10 – 12 Tahun dengan Keterampilan Teknik Dasar Bulutangkis Keterampilan gerak (motor skill) memiliki kedudukan penuh dalam penguasaan keterampilan teknik dasar bulutangkis, khususnya pada anak usia 10 – 12 tahun yang sedang mengalami perkembangan. Pada anak usia 10 – 12 tahun, sesuai yang dijelaskan Husein (1987:5-6) yang mengutip pendapat Enlebech at all bahwa, “otot-otot, organorgan tubuh dan persyarafan serta perkembangan motorik mencapai tingkat yang meyakinkan untuk memantapkan penguasaan teknik-teknik dasar dalam cabang olahraganya”. Begitu juga Elizabeth B. Hurlock (1993:161) yang dikutip Istiwidayanti dan Soedjarwo mengemukakan bahwa permainan pada anak usia 10 tahun adalah “Permainannya terutama bersifat persaingan dengan pokok perhatian pada keterampilan dan keunggulan”. Selanjutnya Sukintaka (1991:63) mengemukakan jenis permainan pada anak usia 11 – 12 tahun adalah “Kesenangan pada permainan dengan bola makin 190
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 bertambah dan menaruh perhatian kepada permainan yang terorganisasi”. Dari ketiga pendapat di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa, pada anak usia 10 – 12 tahun keterampilan gerak (motor skill) berhubungan erat dengan penguasaan keterampilan teknik dasar pada cabang olahraganya yaitu pada cabang olahraga bulutangkis. Keterampilan gerak (motor skill) terbentuk dari kemampuan gerak (motor ability) melalui proses belajar motorik. Ada pun aspek-aspek pada kemampuan gerak menurut Nurhasan (2000:98) diantaranya: “kecepatan, kelincahan, keseimbangan”. Aspek-aspek tersebut termasuk aspek kondisi fisik yang paling mendasar bagi penguasaan keterampilan, khususnya pada keterampilan bermain bulutangkis dan memberikan dukungan terhadap pencapaian prestasi yang maksimal. Maka mustahil prestasi maksimal akan dapat tercapai tanpa dukungan keterampilan gerak yang baik. Oleh karena itu, keterampilan gerak sangat berhubungan dengan penguasaan keterampilan teknik dasar pada permainan bulutangkis. Perkembangan kemampuan fisik terjadi sejalan dengan pertumbuhan fisik. Tubuh yang makin tumbuh makin tinggi dan makin besar bisa meningkatkan kemampuan fisiknya. Sugiyanto (1993:24) menyatakan: Kemampuan fisik yang cukup besar pada masa anak besar adalah kekuatan, fleksibilitas dan keseimbangan. Kemampuan fisik yang ada pada usia ini yang dapat dikembangkan seperti; jalan, lari, lompat, lempar, tangkap, sepak, panjat, mengguling, melipat tubuh dan lain-lain. Berkaitan dengan perkembangan fisik Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956), yang dikutip oleh Yusuf (2001:101) mengemukakan bahwa Perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1). Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan dan kecerdasan dan emosi; (2). Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3). Kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usis remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4). Struktur fisik atau tubuh, yang meliputi tinggi, berat dan proporsi. Pada usia ini anak senang bermain dengan demikian kecendrungan peningkatan 191
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 kemampuan fisik tersebut merupakan saat yang paling baik untuk meningkatkan kemampuan fisik yang optimal. Makmun (2005:97-98) menjelaskan sebagai berikut: Perilaku psikomotorik memerlukan adanya koordinasi fungsional antara neuromuscular system dan fungsi psikis. Di samping faktor-faktor hereditas, lingkungan alamiah, sosial, kultural, nutrisi dan gizi serta kesempatan dan latihan merupakan hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap proses dan produk perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan gerak seorang individu dipengaruhi oleh perilaku psikomotorik yang mencakup faktor neuromuscular, hereditas, lingkungan alamiah, sosial, kultural, nutrisi dan gizi. Keterampilan gerak (motor skill) sebagai salah satu faktor yang menggambarkan kemampuan gerak seseorang diduga mempunyai hubungan yang positif dengan penguasaan keterampilan teknik dasar bulutangkis. Hal ini didasarkan pada indikator keterampilan gerak yang meliputi kelincahan, keseimbangan, koordinasi dan power. Keempat komponen kondisi fisik ini sudah dapat dijadikan patokan bahwa seseorang akan dapat melakukan suatu keterampilan bulutangkis. Dengan keterampilan gerak yang baik maka akan lebih untuk menguasai keterampilan teknik dasar bulutangkis.
METODE Dalam setiap penelitian diperlukan suatu metode. Penggunaan metode dalam penelitian disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitiannya. Hal ini berarti metode penelitian mempunyai kedudukan yang penting dalam pelaksanaan pengumpulan dan analisis data. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Tentang metode deskriptif dijelaskan oleh Sudjana dan Ibrahim (2001:64) sebagai berikut: Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa kejadian yang terjadi pada saat sekarang. Dengan perkataan lain, penelitian deskriptif mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalahmasalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan. Hal serupa dikemukakan oleh Arikunto (2002:3014) bahwa, “Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi
192
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 mengenai suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.” Berdasar pada beberapa pendapat tersebut memberikan makna bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian dengan tujuan untuk menggambarkan suatu peristiwa pada saat sekarang yang nampak dalam suatu situasi. Data yang diperoleh itu dikumpulkan, disusun, dijelaskan, dan dianalisis untuk menetapkan kesimpulan. Hal ini untuk memperoleh gambaran yang jelas sehingga tujuan penelitian tercapai seperti yang diharapkan. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena penelitian ini ingin mengungkap masalah yang terjadi pada masa sekarang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi data dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi sampel penelitian sesuai dengan kondisi pada saat pengetesan dilakukan. Adapun mengenai kondisi sampel dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Kondisi Sampel Penelitian No.
Usia
Rata-rata Tinggi Badan
Rata-rata Berat Badan
1
10 – 12 Th
145 cm
40 Kg
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada umumnya sample penelitian berusia antara 10 – 12 tahun, mempunyai rata-rata tinggi badan 145 cm dan berat badan 40 Kg. Hal ini berarti pada umumnya sampel tergolong masih berusia anak-anak dan berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Dari hasil penelitian belum mengandung arti apa-apa tanpa terlebih dahulu data tersebut diolah. Untuk itu, agar data mengandung arti dan dapat menjawab permasalahan yang diteliti maka salah satu caranya adalah dengan mengolah dan menganalisis data tersebut. Adapun yang dimaksud mengolah data oleh Surakhmad (1998:102) dijelaskan sebagai berikut : Mengolah data adalah usaha yang kongkrit untuk membuat data itu berbicara, sebab betapapun besarnya jumlah dan tingginya nilai data yang terkumpul (sebagai hasil 193
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 fase pelaksanaan pengumpulan data). Apabila tidak disusun dalam satu organisasi dan diolah menurut sistematik yang baik, niscaya data itu tetap merupakan bahan-bahan yang membisu seribu bahasa. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini penulis menempuh prosedur dan analisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut : Dalam uji prasyarat analisis data ini dilakukan menguji normalitas data. Hal ini dilakukan untuk menetapkan pengujian hipotesis penelitian. Jika data berdistribusi normal maka pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan pengujian parametrik, sedangkan jika data berdistribusi tidak normal maka pengujian hipotesis dilakukan dengan pengujian non-parametrik. Adapun hasil uji normalitas data dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Lilliefors Data Kedua Variabel Variabel
Lo
L tabel
Kesimpulan
Keterampilan Gerak
0,071
0,190
Normal
Keterampilan Bulutangkis
0,144
0,190
Normal
Berdasarkan Tabel 2 tersebut di atas dapat diketahui bahwa Nilai L dari daftar = 0,190. Sedangkan nilai Lo variable keterampilan gerak (motor skill) = 0,071. Sedangkan nilai Lo variable keterampilan bulutangkis = 0,144. Kriteria pengujiannya adalah: terima hipotesis nol jika Lo yang diperoleh dari data pengamatan lebih kecil dari L daftar tabel. Dalam hal lainnya hipotesis nol ditolak. Dengan demikian data kedua kelompok sampel berdistribusi normal, sehingga pengujian hipotesis penelitian menggunakan pendekatan parametrik. Selanjutnya adalah mencari hubungan antara keterampilan gerak (motor skill) (X) dengan keterampilan bulutangkis (Y). Penghitungan korelasi antara variable X dengan Y menggunakan korelasi product moment. Adapun hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel berikut ini. 194
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 Tabel 3. Hubungan antara Keterampilan Gerak (X) dengan Keterampilan Bulutangkis (Y) Variabel
R
t-hitung
t-tabel
Kesimpulan
XY
0,49
2,37
2,10
Signifikan
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan korelasi antara keterampilan gerak dengan keterampilan bulutangkis sebesar 0,49. Setelah dilakukan pengujian signifikansi koefisien korelasi diperoleh t-hitung sebesar 2,37. Sedangkan harga t-tabel pada α = 0,05 dan dk (n – 2) = 2,10. Kriteria penerimaan hipotesis: terima Ho jika –t1-½α < t < –t1½α
dk (n – 2). Untuk harga lain hipotesis nol ditolak. Oleh karena itu t-hitung > t-tabel.
Kesimpulannya adalah korelasi antara keterampilan gerak dengan keterampilan bulutangkis adalah signifikan. Hal ini berarti bahwa keterampilan gerak merupakan salah satu faktor yang turut menentukan tingkat kemampuan dalam keterampilan bulutangkis. Tabel 4 Besarnya Kontribusi Keterampilan Gerak (X) Terhadap Keterampilan Bulutangkis (Y) Variabel
r
%
XY
0,49
23,80
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan besarnya kontribusi keterampilan gerak terhadap keterampilan bulutangkis sebesar 23,80%. Hal ini berarti 23,80% kemampuan bulutangkis dipengaruhi oleh keterampilan gerak dan sisanya sebesar 76,20% adalah faktor lain yang dapat meliputi kondisi fisik, latihan, dan lingkungan baik yang bersifat umum maupun khusus. Selanjutnya adalah memberikan penilaian terhadap kondisi keterampilan gerak dan keterampilan bulutangkis sample. Adapun hasil penilaiannya dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.
195
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 Tabel 5 Penilaian Kondisi Keterampilan Gerak dan Keterampilan Bulutangkis No.
Variabel
1
Keterampilan Gerak
2
Keterampilan Bulutangkis
Rata-rata Skor
Kriteria
200
Cukup
25,64
Cukup
Berdasarkan hasil penilaian di atas maka dapat dinyatakan bahwa kondisi keterampilan gerak sample berada dalam kondisi cukup dan keterampilan bulutangkis pun berada dalam kondisi cukup. Hal ini berarti pada umumnya sample mempunyai kemampuan dalam keterampilan gerak dan bulutangkis yang berada dalam level cukup.
SIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: “Terdapat hubungan yang positif antara keterampilan gerak (motor skill) dengan keterampilan teknik dasar bulutangkis.” Hal ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar 0,49 dan t-hitung = 2,37 yang lebih besar dari t-tabel pada α = 0,05 dan dk (n – 2) = 2,10. Hal ini berarti keterampilan gerak sebagai variable X turut mempengaruhi dalam penguasaan keterampilan bulutangkis sebagai variable Y. Besarnya kontribusi yang diberikan keterampilan gerak terhadap keterampilan bulutangkis sebesar 23,80%. Hal ini berarti sebesar 23,80% dari keterampilan bulutangkis adalah karena adanya dukungan keterampilan gerak. Sedangkan sekitar 76,20% dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor lain seperti faktor mental yang mencakup motivasi dan anxiety serta faktor keberuntungan.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Ilmiah Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Ateng. (1992). Pendidikan Jasmani. Jakarta: FPOK UNJ. Depdiknas. (1999). Tes Keterampilan Bulutangkis. Jakarta: Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi Depdiknas, 1999 Dwijowinoto. (1993). Dasar-dasar Kepelatihan Olahraga. Semarang. Terjemahan: 196
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 Pate, Rotella and McClenaghan (1984). Elizabeth B. Hurlock (1993). Developmental Psychology A Life-Span Aproach, Fifth Edition, Tata Mc Graw-Hill Publishing Company LTD, New Delhi, 1981. Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: CV. Tambak Kusuma. Hidayat, Imam. (1996). Isu Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga. Makalah. Bandung: FPOK IKIP. Hidayat, Imam. (1999). Kinesiologi. Bandung. FPOK IKIP. Husein (1987). Pertumbuhan Perkembangan Gerak. Jakarta: Depdikbud. Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga. (1992). Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Usia Dini. Jakarta: Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Kiram, Yanuar. (1992). Teori Belajar Motorik. Jakarta: Depdibud. Kosasih, Engkos. (1993). Olahraga Teknik dan Program Latihan. Jakarta: Akademika Pressindo. Lutan, Rusli. (1988). Pengantar Belajar Keterampilan Motorik. Jakarta: Depdikbud. Ma’mun, Amung dan Saputra, Yudha. (1999). Teori Belajar Gerak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Mahendra, Agus dan Ma’mun Amung. (1998). Teori Belajar Motorik. Bandung: FPOK IKIP Bandung. Makmun, Abin. (2005). Psikologi Pendidikan. Bandung: FIP UPI. Nasution. (1991). Metode Research. Bandung: Jemmars. Nurhasan. (2000). Tes dan Pengukuran Olahraga. Bandung: FPOK UPI. Schmidt dan Wrisberg. (2000). Motor Learning and Performance. Second Edition. Champaign. Human Kinetics. Sonneville. (1958). Bulutangkis. Jakarta. Subarjah, Herman. (2000). Bulutangkis. Bandung: FPOK IKIP Bandung. 197
Motion, Volume V, No. 2, September 2014 Sudjana, Nana. (2002). Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sudjana, Nana dan Ibrahim. (2001). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sugianto dan Sudjarwo (1991). Pertumbuhan dan Perkembangan Gerak. Jakarta: KONI. Sugiyanto. (1993). Pertumbuhan dan Perkembangan Gerak. Jakarta: PBSI. Sukintaka. (1991). Olahraga Permainan. Jakarta. Depdikbud. Surakhmad, W. (1998). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito. Tony Grice. (1996). Bulutangkis: Petunjuk Praktis Untuk Pemula dan Lanjut. Jakarta: Grafindo Persada. Yusuf, M. (2001). Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Depdiknas. Yusup, Ucup dan Sunaryadi (2000). Analisis Mekanika Olahraga. Bandung: FPOK UPI.
198