JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KETAHANAN PANGAN TINGKAT KELUARGA DAN TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI DENGAN STATUS GIZI BATITA DI DESA GONDANGWINANGUN TAHUN 2012 LuciaDestri Natalia1, Dina Rahayuning P, STP, M.Gizi2, dr. Siti Fatimah, M.Kes2 1.
Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro 2.
Staf Pengajar Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
ABSTRAK Kekurangan gizi yang menjadi masalah kesehatan umumnya terjadi pada balita karena merupakan kelompok rentan gizi. Status gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tingkat kecukupan zat gizi dan ketahanan pangan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui analisis hubungan ketahanan pangan tingkat keluarga dan tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi batita di Desa Gondang Winangun, Temanggung. Jenis penelitian ini bersifat Explanatory Research dengan pendekatan Cross Sectional. Jumlah sampel sebanyak 57 orang diambil dengan metode purposive sampling dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil analisis uji statistik Rank Spearman menunjukkan tidak ada hubungan ketahanan pangan tingkat keluarga dengan tingkat kecukupan energi (p=0,826), ada hubungan ketahanan pangan tingkat keluarga dengan tingkat kecukupan protein (p=0,016), tidak ada hubungan tingkat kecukupan energi dengan status gizi batita (p=0,720), ada hubungan tingkat kecukupan protein dengan status gizi batita (p=0,004) dan ada hubungan ketahanan pangan tingkat keluarga dengan status gizi batita (p=0,001). Saran bagi masyarakat diharapkan ikut aktif dalam kegiatan posyandu agar dapat memantau status gizi batita dalam keluarga.
Kata kunci
: ketahanan pangan, tingkat kecukupan zat gizi, status gizi
Kepustakaan : 46, 1989-2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm PENDAHULUAN
masyarakat
Masalah gizi masih merupakan
khususnya
menangani
masalah gizi balita karena hal itu
masalah kesehatan masyarakat utama
berpengaruh
di Indonesia. Kekurangan gizi pada
salah
umumnya terjadi pada balita karena
Development Goals
pada umur tersebut anak mengalami
Tahun 2015 yaitu mengurangi dua per
pertumbuhan
tiga tingkat kematian anak-anak usia di
yang
pesat.
Balita
satu
pencapaian
tujuan
Millennium (MDGs) pada
termasuk kelompok yang rentan gizi di
bawah
suatu kelompok masyarakat di mana
kekurangan gizi pada anak balita
masa itu merupakan masa peralihan
menurun dari 25,8 % pada Tahun
antara
2004 menjadi 18,4 % pada Tahun
saat
disapih
dan
mulai
mengikuti pola makan orang dewasa. Diperkirakan
masih
i
terdapat
lima
terhadap
2007,
tahun.
Prevalensi
sedangkan
Pembangunan
Rencana
Jangka
Menengah
sekitar 1,7 juta balita terancam gizi
Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014
buruk yang keberadaannya tersebar di
menargetkan
pelosok-pelosok
kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi
balita
di
Indonesia.
Indonesia
Jumlah
menurut
data
buruk)
pada
penurunan
anak
balita
<15,0%
Nasional
(BKKBN)
Tahun
2007
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
mencapai
17,2%
dengan
laju
Dasar Indonesia (RISKESDAS) 2010
per
prevalensi gizi kurang pada tahun
tahun. United Nations Children’s Fund
2010 menurun menjadi 17,9%, yaitu
(UNICEF)
Indonesia
ada 900 ribu diantara 2,2 juta balita di
berada di peringkat kelima dunia untuk
Indonesia mengalami gizi kurang atau
negara dengan jumlah anak yang
gizi buruk.iii Indonesia termasuk di
terhambat
paling
antara 36 negara di dunia yang
besar dengan perkiraan sebanyak 7,7
memberi 90% kontribusi masalah gizi
juta balita. Masalah gizi yang sering
dunia. Saat ini Indonesia menduduki
terjadi pada Balita antara lain adalah
peringkat kelima dalam status gizi
masalah
(BB/U),
buruk. Status ini merupakan akibat
kependekan (TB/U), gizi lebih atau
instabilitas pangan karena kurangnya
penduduk
melaporkan
2,7%
pertumbuhannya
gizi
kurang ii
obesitas dan kurang vitamin A. Pemerintah meningkatkan
terus
berupaya
derajat
kesehatan
Tahun
adalah
Badan Koordinasi Keluarga Berencana
pertumbuhan
pada
prevalensi
2014.
nilai gizi dalam konsumsi balitanya. Status gizi balita dipengaruhi oleh beberapa
faktor
yang
dibedakan
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm menjadi faktor langsung dan tidak
kecukupan pangan di tingkat rumah
langsung. Faktor langsung meliputi
tangga.
tingkat konsumsi gizi, penyakit infeksi,
Ketahanan
pangan
keluarga
kemampuan
keluarga
dan adanya riwayat Bayi Berat Lahir
merupakan
Rendah (BBLR). Sedangkan faktor
untuk memenuhi kebutuhan pangan
tidak
anggota
langsung
pangan
meliputi
keluarga,
kesehatan
ketahanan
pola
lingkungan,
merupakan
dari
segi
jumlah, mutu, dan ragamnya sesuai
tingkat
dengan budaya setempat.v Sedangkan ketahanan pangan keluarga tercermin
kebutuhan
dari ketersediaan, kemampuan daya
mendasar bagi manusia untuk dapat
beli,
mempertahankan
dalam
hidup
tangga
asuh,
pendidikan, dan kondisi ekonomi.iv Pangan
rumah
dan
dan
keterjangkauan
keluarga
memenuhi
pangan.
kecukupan pangan bagi setiap orang
Ketersediaan pangan keluarga akan
pada setiap waktu yang merupakan
dipengaruhi oleh faktor keterjangkauan
hak azasi yang layak dipenuhi. Sesuai
(jarak) dan kemampuan daya beli
Undang-Undang No 18 Tahun 2012,
keluarga terhadap bahan makanan.
pangan dalam arti luas segala sesuatu
Bila
yang
dalam memenuhi kebutuhan pangan
berasal
produk
dari
sumber
pertanian,
kehutanan,
hayati
keluarga
kesulitan
perkebunan,
yang
peternakan,
ketidakmampuan dalam menyediakan
perikanan,
disebabkan
perairan, dan air, baik yang diolah
makanan
maupun
mendapatkan
tidak
mengalami
diolah
yang
oleh
karena jarak tepuh untuk makanan
tidak
diperuntukkan sebagai makanan atau
terjangkau atau tidak mampu membeli
minuman
manusia,
karena segi ekonomi, maka keluarga
termasuk bahan tambahan Pangan,
tersebut dikatakan tidak tahan pangan.
bahan
Kondisi
bagi
baku
konsumsi
Pangan,
dan
bahan
ketahanan
menurun,
penyiapan,
dan/atau
kurangnya pemenuhan gizi anggota
pembuatan makanan atau minuman.
keluarga.vi Hal ini juga diungkapkan
Meskipun secara umum ketersediaan
Soekirman pada tahun 2000, bahwa
pangan
ketahanan
telah
melebihi
standar
pangan
tidak
berakibat
yang
lainnya yang digunakan dalam proses pengolahan,
akan
pangan
yang
menurun
kecukupan pangan, namun kecukupan
secara
di tingkat nasional tidak menjamin
penyebab terjadinya status gizi kurang atau buruk
langsung
pada
merupakan
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm Berdasarkan masalah
gizi
uraian
di
atas,
Winangun yaitu sebanyak 155 batita.
dipengaruhi
oleh
Pengambilan
sampel
dengan
beberapa faktor yang kompleks yang
purposive sampling dan proporsional
diantaranya adalah faktor ketahanan
random sampling diperoleh 60 sampel.
dan tingkat konsumsi. Temanggung
Data yang dianalisis adalah: a)
merupakan salah satu Kabupaten di
data
Popinsi Jawa Tengah yang mengalami
keluarga. b) data tingkat kecukupan
rawan gizi. Hal ini terlihat dari 13 dari
energi. c) data tingkat kecukupan
20 Kecamatan mengalami rawan gizi.
protein. d) data status gizi batita di
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
Desa Gondang Winangun. Analisis
mengetahui
Ketahanan
hubungan menggunakan program uji
Pangan Tingkat Keluarga dan Tingkat
statistik SPSS dengan uji korelasi
Konsumsi dengan Status Gizi pada
Rank Spearman.
hubungan
ketahanan
pangan
tingkat
Balita di Kabupaten Temanggung. HASIL DAN PEMBAHASAN MATERI DAN METODE Jenis
penelitian
A. Ketahanan Pangan ini
bersifat
Berdasarkan penelitian diperoleh
Explanatory Research yang bertujuan
hasil
untuk mengetahui hubungan variabel-
Tingkat Keluarga yaitu sebagian besar
variabel penelitian dengan menguji
sampel
hipotesis
dirumuskan
keluarga yang tahan pangan (78,3%),
sebelumnya. Metode yang digunakan
dan selebihnya berada dalam keluarga
dalam penelitian ini adalah metode
kurang
survey
untuk
lengkap dapat dilihat dalam table 1.
mengumpulkan data dari sejumlah
Tingkat ketahanan pangan keluarga
individu mengenai variabel tertentu
dikelompokkan
melalui kuesiner, serta menggunakan
kemampuan
pendekatan cross sectional
kebutuhan pangannya, yang tercermin
yang
telah
yang
bertujuan
yaitu
tentang
penelitian
pangan
suatu penelitian dimana pengumpulan
dari
data
penurunan
variabel
bebas
dan
terikat
Ketahanan
ada
Pangan
berada
(21,7%).
dalam
Informasi
berdasarkan keluarga
atau
tidaknya
frekuensi
kejadian
dan
ukuran
dilakukan secara bersama-sama atau
makan,
sekaligus
dalam
kesulitan pemenuhan makanan. Hasil
bersamaan.
Populasi penelitian ini
waktu
yang
adalah semua batita di Desa Gondang
penelitian
kejadian
mencukupi
kelaparan
menunjukkan
dan
sebanyak
78,3% keluarga di Desa Gondang
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm Winangun tergolong tahan pangan, yang
artinya
mampu
mencukupi
6) kurang
kebutuhan pangan keluarganya. Hal
pangan (2 –
tersebut dipengaruhi oleh banyaknya
4)
penduduk di Desa Gondang Winangun
tahan pangan
yang bermata pencaharian sebagai
(0 – 1)
petani. Banyak diantara mereka yang
Total
memperoleh makanan pokok seperti
13
21,7
47
78,3
60
100,0
Dalam penelitian tidak ditemukan
beras atau sayuran dari produksi
adanya
sendiri. Keluarga yang memiliki sawah
rawan pangan, namun di desa ini
atau ladang sendiri dapat memenuhi
masih ada sebagian keluarga (21,7%)
kebutuhan
yang tergolong kurang pangan, yang
pangan
dengan
cara
keluarga
yang
mengalami
produksi sendiri, maka dari segi jarak
artinya
pun
mencukupi kebutuhan pangan setiap
keluarga
mudah
untuk
tersebut
tergolong
mendapatkan
bahan
masih
dikarenakan
yang
Gondang
mempunyai
lahan
mampu
anggota keluarganya. Hal tersebut
makanan. Berbeda dengan keluarga tidak
belum
sistem
pertanian
di
Winangun
tidak
hanya
bahan
pangan,
tetapi
pertanian, maka keluarga ini harus
berproduksi
mencari bahan makanan dan akan
lahan pertanian juga dimanfaatkan
mendapatkannya
untuk
dengan
cara
produksi
tembakau.
membeli. Jarak tempuh yang jauh
Kemungkinan lain yang menyebabkan
untuk mendapatkan makanan akan
keluarga mengalami kurang pangan
menjadi hambatan bagi keluarga untuk
adalah rendahnya daya beli keluarga
vii
memenuhi kebutuhan pangannya.
karena
faktor
ekonomi.
Keluarga
Tabel
merasa
tidak
mampu
membeli
1.
Distribusi
Frekuensi
Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga
makanan karena tidak mempunyai
di
uang. Namun tidak hanya itu, faktor
Desa
Gondang
Winangun,
Kabupaten Temanggung.
jarak
Kategori ketahanan
pangan (5 –
terlalu
jauh
untuk
mendapatkan makanan juga dapat n
%
pangan Rawan
yang
menyebabkan
ketahanan
pangan
keluarga menurun. 0
0
B. Tingkat Kecukupan Energi Hasil
penelitian
menunjukan
bahwa rata-rata tingkat kecukupan
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm energi
batita
di
desa
Gondang
batita. Hasil recall makanan pada
Winangun adalah 102,5% AKG. Angka
penelitian ini diketahui bahwa seluruh
tersebut menunjukkan rata-rata tingkat
responden
kecukupan
energi
penelitian
batita
baik.
bahwa
maksimal
yang
adalah beras (nasi). Sumber energi
ditunjukkan adalah 112,58% AKG dan
dari karbohidrat lainnya berasal dari
angka minimal adalah 92,73% AKG.
jagung, singkong, mi, roti atau biskuit.
Sebaran distribusi tingkat kecukupan
Sumber energi dari protein diperoleh
energi sampel yang dipilih dalam
dari
penelitian ini disajikan dalam tabel 2.
ayam/sapi. Sedangkan sumber energi
berikut :
dari
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat
goreng
Konsumsi Energi pada Batita di Desa
memasak.
Jagung
Gondang
diperoleh
dari
Sedangkan
angka
Wiangun,
Kabupaten
Temanggung.
telur,
pokok
tahu,
lemak
tempe,
diperoleh
yang
keluarga
daging
dari
minyak
digunakan
untuk
dan
singkong
produksi
sendiri.
Kebanyakan dari penggarap sawah menanam
Tingkat Kecukupan
makanan
mengatakan
n
%
merekan
bagian dengan
pinggir
sawah
tanaman
seperti
jagung dan singkong serta berbagai
Energi Sedang
12
20,0
jenis sayuran. Sedangkan untuk umur
Baik
39
65,0
dibawah
Lebih
9
15,0
didapatkan dari Air Susu Ibu yang
Total
60
100,0
dihitung berdasarkan frekuensi dan
Berdasarkan
tabel
2.
dapat
2
tahun,
energi
juga
lama menyusui. Asumsi peneliti dalam
diketahui bahwa tingkat kecukupan
mengukur
energi sampel sebagian besar (65%)
dikonsumsi yaitu kurang lebih 5 ml ASI
adalah
AKG).
dikonsumsi oleh batita dalam sekali
Sebanyak 20% menunjukkan tingkat
minum selama 1 menit. Bila anak
kecukupan energi sedang
(<100%
menyusu rata- rata selama 15 menit
AKG) dan 15% menunjukkan tingkat
dalam sekali minum dan 8 kali dalam
kecukupan energi lebih (>105% AKG).
sehari
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dikonsumsi sebanyak 600 ml.
rata-rata
baik
tingkat
(100-105%
konsumsi
energi
meningkat sesuai peningkatan umur
banyaknya
maka
Setiap
jumlah
orang
ASI
ASI
dalam
yang
yang
siklus
hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi
berbagai
jenis
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm makanan. Nilai yang sangat penting
Winangun adalah 86,55% AKG. Hal
dari bahan makanan atau zat makanan
tersebut sama artinya dengan rata-rata
adalah
dan
tingkat kecukupan protein sampel baik.
perkembangan fisik serta perolehan
Nilai maksimal yang diperoleh adalah
energi
101,6% AKG dan nilai minimal yaitu
bagi
untuk
pertumbuhan
melakukan
kegiatan
sehari-hari.viii Penelitian
71,88%
tentang
Informasi
tentang
konsumsi
distribusi tingkat kecukupan protein
pangan yang dilakukan oleh Wora di
sampel pada penelitian dapat dilihat
Timor
pada tabel 3..
Tengah
adanya
pola
AKG.
juga
energi
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tingkat
kurang pada balita sebanyak 13,3%.
Kecukupan Protein pada Batita di
Bahkan
Desa Gondang Wiangun, Kabupaten
tergolong
tingkat
menunjukkan
kecukupan
ada
50%
defisit
diantaranya
energi.
Tingkat
Temanggung.
kecukupan energi pada kategori defisit
Tingkat
dikarenakan kurangnya pengetahuan
Kecukupan
dari masyarakat khususnya para ibu
Protein
tentang kecukupan gizi. Penyediaan
N
%
Kurang
10
16,7
makanan dalam keluarga dilakukan
Baik
49
81,7
oleh
Apabila
Lebih
1
1,7
pengetahuan ibu tentang kecukupan
Total
60
100,0
seorang
ibu.
gizi kurang, maka banyak diantara mereka
yang
Berdasarkan tabel 3. diketahui
dapat
bahwa
memanfaatkan bahan makanan yang
sampel
bergizi
adalah baik (80-100% AKG). Sampel
yang
tidak
berakibat
timbulnya
tingkat
kecukupan
sebagian
besar
protein (81,7%)
gangguan gizi. Selain itu, rendahnya
dengan
pendapatan dan banyaknya anggota
lebih (>100% AKG) sebanyak 1,7%
keluarga
dan
juga
menjadi
pemicu
tingkat
16,7%
kecukupan
mengkonsumsi
protein
protein
kurangnya penyediaan makan bagi
kurang dari angka kecukupan gizi
anggota keluarga yang mempengaruhi
(<80% AKG).
tingkat konsumsi energi.ix
D. Status Gizi Batita
C. Tingkat Kecukupan Protein Dari
hasil
penelitian
diketahui
bahwa rata-rata tingkat kecukupan protein
batita
di
Desa
Gondang
Gambaran distribusi frekuensi sampel berdasarkan status gizi batita dapat dilihat dalan tabel 4.
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm Data dalam tabel 4. diketahui bahwa
suatu penyakit juga menjadi salah satu
sebanyak (61,7%) sampel memiliki
penyebab batita tersebut mengalami
status gizi baik. Persentase terendah
gizi kurang. Kemungkinan
(6,7%) menunjukkan sampel dengan
adanya
status gizi lebih (>+2 SD), sedangkan
kecacingan, sehingga meskipun dipicu
sampel yang status gizinya kurang,
dengan tingkat kecukupan zat gizi
yaitu antara <-2 SD s/d -3 SD diketahui
yang
sebesar (31,7%).
meningkatkan status gizinya.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Status
Status gizi merupakan indikator dalam
Gizi
menentukan derajat kesehatan anak.
Batita
di
Desa
Gondang
Winangun, Kabupaten Temanggung.
batita
baik
tetapi
Gizi
n
%
mengalami
belum
mampu
Status gizi yang baik dapat membantu proses
Status
yang
adalah
pertumbuhan
dan
perkembangan yang optimal. Gizi yang cukup dapat memperbaiki ketahanan
Batita Buruk
0
0
tubuh, sehingga tubuh akan terhindar
Kurang
19
31,7
dari berbagi penyakit. Status gizi dapat
Baik
37
61,7
membatu mendeteksi lebih dini resiko
Lebih
4
6,7
terjadinya masalah kesehatan.viii
Total
60
100,0
Hasil uji statistik dalam penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sampel penelitian (61,7%) memiliki status gizi baik yaitu antara -2 SD s/d +2 SD pada tabel z-score. Persentase terendah
(6,7%)
merupakan
batita
dengan status gizi lebih (>+2 SD dalam
tabel
z-score),
sedangkan
sampel dengan status gizi kurang (<-2 SD s/d -3 SD dlam tabel z-score) sebanyak
31,7%.
dengan
status
Adanya gizi
batita kurang
kemungkinan disebabkan oleh proses kurang makan. Batita yang terinfeksi
Hasil penelitian ini ternyata sangat berbeda dengan penelitian Tambunan di
Toba
Simosir.
Tambunan
menyatakan bahwa status gizi balita di daerah Toba Samosir masih sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dengan balita
gizi
buruk
di
kecamatan
Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir
sebesar
40%.
Tingginya
angka gizi buruk balita di daerah tersebut asupan
dikarenakan gizi
protein,
seperti
lemak,
Rendahnya
kurangnya karbohidrat,
dan
ketahanan
vitamin. pangan
di
daerah Toba Simosir juga menjadi pemicu
banyaknya
balita
yang
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm mengalami
gizi
kurang.
Frekuensi
makan penduduk juga tidak sesuai dengan
standar
kesehatan,
yaitu
Berdasarkan
tabel
5.
diketahui
6
masyarakat di Toba Simosir hanya
(15,4%) batita yang memiliki tingkat
makan dua kali sehari. Kecukup
kecukupan energi baik dan 6 (66,7%)
an pangan yang minim dalam rumah
batita
tangga pun ikut berpengaruh dalam
energi lebih berasal dari keluargatahan
x
frekuensi makan balita. E. Hubungan
dengan
pangan.
Ketahanan
Pangan
tingkat
Ini
kecukupan
berarti
tidak
ada
kecenderungan keluarga yang kurang
Tingkat Keluarga dengan Tingkat
pangan
tidak
Kecukupan Energi
kebutuhan
Hasil uji statistik menunjukkan
energi
mampu
mencukupi
energinya.
batita
dari
Pemenuhan
kelurga
kurang
bahwa p = 0,826 (p > 0,05), maka Ho
pangan didukung dari akses selain
diterima
dalam keluarga seperti dari pemberian
dan
Ha
ditolak.
Hal
ini
menunjukkan tidak adanya hubungan yang
bermakna
pangan
tingkat
antara
ketahanan
keluarga
dengan
tingkat kecukupan energi. kategori tingkat kecukupan
ketahanan
energi sedang
Kurang
4
pangan
(33,3%)
Tahan
8
pangan
(66,7%)
Total
12 (100%)
Hasil
baik 6 (15,4 %) 33 (84,6 %) 39 (100% )
statistik tidak
ketahanan
ada
penelitian hubungan
pangan
tingkat
keluarga dengan tingkat kecukupan energi.
Lebih
uji
menunjukkan antara
Kategori
pangan
orang lain.
Tidak
adanya
hubungan
antara ketahanan pangan tingkat keluarga dengan tingkat kecukupan
3
energi ini kemungkinan dikarenakan
(33,3%)
adanya batita dalam keluarga yang kurang
pangan
mendapatkan
6
bantuan makan atau asupan energi
(66,7%)
dari orang lain. Sehingga meskipun berasal dari keluarga kurang pangan
9
tetapi batita tersebut tetap tercukupi
(100%)
kebutuhan energinya. Sebanyak 6 (10%) keluarga mengatakan sering mendapatkan makanan pokok berupa beras
dari
pemberian
orang
lain.
Namun prioritas pemberian makanan
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm adalah bagi batita, sehingga meskipun
maka menunjukkan adanya hubungan
keluarga tergolong kurang pangan,
kedua variabel yaitu antara tingkat
kebutuhan makanan atau energi batita
kecukupan
masih dapat tercukupi.
pangan
Tabel 5. Crostabs Ketahanan Pangan
korelasi menunjukkan angka r = 0,310,
Tingkat Keluarga dengan Tingkatan
maka artinya hubungan antara kedua
Kecukupan Energi
variabel
Sebanyak 15,4% keluarga kurang
protein
tingkat
dan
kelurga.
tersebut
hubungan
ketahanan
kedua
Koefisien
lemah.
Arah
variabel
adalah
pangan memiliki batita dengan tingkat
positif, sama artinya dengan semakin
kecukupan energi yang baik. Tetapi
baik
ada 66,7% keluarga dengan tahan
keluarga
pangan justru memiliki batita dengan
protein
tingkat
sebaliknya.
kecukupan
Sebanyak
29
energi
(48,3%)
kurang. keluarga
ketahanan
pangan
maka juga
tingkat semakin
tingkat
kecukupan baik
dan
Tabel 6. Crostabs Ketahanan Pangan
memperoleh makanan pokok berupa
Tingkat
Keluarga
beras dari produksi sendiri. Hal ini
Kecukupan Protein
dengan
Tingkat
berarti ketahanan pangan tergolong
Kategori
kategori tingkat kecukupan
tahan. Keluarga yang tahan pangan
ketahanan
protein
tetapi tingkat kecukupan energi batita
pangan
kurang dapat dipengaruhi oleh pola
Kurang
makan batita dan pola asuh terhadap
pangan
batita
Tahan
yang
tidak
diteliti
dalam
penelitian ini. Pola asuh berpengaruh
pangan
Kurang 5 (50%)
batita dan kondisi kesehatan batita.
8 (16,3%)
Lebih 0 (0%)
41
1
(83,7%)
(100%)
10
49
1
(100%)
(100%)
(100%)
5 (50%)
tidak langsung terhadap pola makan Total
baik
Pola suh berpengaruh terhadap pola
Berdasarkan tabel 6. diketahui5
makan yang meliputi frekuensi, ukuran
(50%) batita dengan tingkat kecukupan
dan variasi makanan yang diberikan.
protein kurang berasal dari keluarga
F.
kurang pangan dan 41 (83,7%) batita
Hubungan
Ketahanan
Pangan
Tingkat Keluarga dengan Tingkat
yang
Kecukupan Protein
protein baik berasal dari keluarga
memiliki
tingkat
kecukupan
Berdasarkan hasil uji statitik diketahui
tahan pangan. Hal ini berarti ada
bahwa bersar p = 0,016 (p < 0,05). Hal
kecenderungan keluarga yang tahan
ini berarti Ha diterima dan Ho ditolak,
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm pangan mampu mencukupi kebutuhan
dikonsumsi meningkatkan kecukupan
protein batita dalam keluarganya.
protein dalam keluarga. Selain itu
Berdasarkan hasil penelitian diketahui
tingginya
ada hubungan yang bermakna antara
terhadap pemberian susu kepada anak
ketahanan pangan tingkat keluarga
untuk
dengan tingkat konsumsi protein. Ada
menyebabkan konsumsi protein yang
kecenderungan keluarga yang tahan
diperoleh dari susu tinggi. Meskipun
pangan
susu yang diberikan kepada batita
maka
kebutuhan
protein
kepercayaan
masyarakat
meningkatkan
merupakan
statistik
kepercayaab tersebut menyebabkan
bahwa
arah
formula,
gizi
batitanya dapat terpenuhi. Hasil uji menunjukkan
susu
status
hubungan ketahanan pangan tingkat
keluarga
keluarga
konsumsi
memenuhi kebutuhan susu bagi batita.
Kekuatan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
tersebut
dilakukan oleh Esta Tsania Soblia
pangan
tingkat
yang menyatakan bahwa ketahanan
mendukung
tingkat
pangan tingkat rumah tangga memiliki
dengan
protein
adalah
hubungan lemah.
tingkat positif.
kedua
variabel
Ketahanan
keluarga
akan
Semakin
baik
ketahanan
pangan
keluarga
maka
protein.viii Hal ini senada pula dengan
tingkat konsumsi protein juga akan
kerangka pikir UNICEF, bahwa tingkat
membaik.
Keluarga
pangan
konsumsi individu dipengaruhi oleh
tentunya
mampu
menyediakan
ketahanan pangan dalam keluarga.
makanan
bagi
anggota
Efektifitas
tingkat
untuk
protein.
setiap
dengan
keras
konsumsi
tahan
korelasi
berusaha
tetapi
konsumsi
penyerapan
makanan
keluarganya. Maka bila persediaan
tergantung dari pangan yang tersedia
makan cukup, keluarga juga mampu
dalam keluarga.
memenuhi kebutuhan gizinya. Hal ini
G. Hubungan
Tingkat
Kecukupan
didukung dengan data bahwa 83,7%
Energi dengan Status Gizi Batita
keluarga yang tahan pangan memiliki
Berdasarkan
batita
dengan
tingkat
kecukupan
menggunakan
hasil
uji
Korelasi
statistik Rank
protein yang baik.
Spearman pada, didapatkan nilai p =
Adanya responden yang memelihara
0,720 (p > 0,05). Hal ini berarti Ho
ternak
memperoleh
diterima dan Ha ditolak. Sehingga
sumber protein keluarga juga dapat
dapat ditaril kesimpulan bahwa tidak
meningkatkan
ada hubungan yang bermakna antara
selain
untuk
status
gizi
batita.
Karena pemeliharaan ternak untuk
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm tingkat
kecukupan
energi
dengan
memiliki status gizi yang baik. Hasil
status gizi batita.
penelitian
Tabel 7. Crostabs Tingkat Kecukupan
73,7%
Energi dengan Status Gizi Batita
kecukupan energi baik memiliki status
Kategori
Kategori status gizi batita
kecukupan
kurang
Baik
lebih
Sedang
Total
dengan
tingkat
gizi kurang dan 10,5% batita dengan
status gizi kurang. Hal ini dapat disebabkan
energi
Lebih
batita
sebanyak
kecukupan energi lebih masih memiliki
tingkat
Baik
menunjukkan
kecacingan
adanya pada
infeksi
batita.
atau
Sehingga
3
9
(15,8%)
(24,3%)
14
22
(73,7%)
(59,5%)
2
6
(10,5%)
(16,2%)
19
37(100%
4
kalori. Energi yang berasal dari protein
(100%)
)
(100%)
menghasilkan 4 kkal/gram, lemak 9
0 (0%)
3 (75%)
1 (25%)
Tabel 7. menunjukkan bahwa 3
asupan energi dan gizi tidak dapat diserap secara optimal oleh tubuh, maka belum mampu meningkatkan status gizi. Energi diukur dalam satuan kilo
kkal/gram
dan
karbohidrat
4
(15,8%) batita yang memiliki tingkat
kkal/gram.iv Tidak adanya hubungan
kecukupan
antara kedua variabel tersebut dapat
energi
sedang
tetapi
memiliki status gizi kurang dan 6
pula
(16,2%) batita yang tingkat kecukupan
melakukan recall konsumsi makanan.
energinya lebih memiliki status gizi
Keterbatasan
yang baik. Ini disebabkan adanya
mengingat makanan yang dikonsumsi
infeksi atau kecacingan pada batita
menyebabkan
sehingga
kecukupan
konsumsi
energi
dalam
disebabkan
oleh bias
responden
bias
dalam
energi. status
Faktor gizi
ketika
dalam
tingkat yang
jumlah cukup maupun lebih belum
mempengaruhi
secara
mampu meningkatkan status gizi batita
langsung selain tingkat kecukupan gizi
tersebut.
adalah pola asuh terhadap batita. penelitian
Kegiatan yang dilakukan oleh batita
korelasi
juga menjadi faktor dalam menentukan
(hubungan) antara tingkat konsumsi
status gizi batita. Batita yang aktiv
energi dengan status gizi batita. Tidak
tentu saja memiliki kebutuhan energi
ada
Berdasarkan diketahui
hasil
tidak
ada
kecenderungan
mengkonsumsi
energi
batita
yang
yang berbeda dengan batita yang tidak
tinggi
akan
banyak melakukan kegiatan. Energi
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm lebih banyak dibutuhkan bagi batita
Tabel 8. Crostabs Tingkat Kecukupan
dengan kegiatan yang aktiv, seperti
Protein dengan Status Gizi Batita
senang
berlarian,
memanjat,
atau
Kategori
kegiatan lain. Asupan energi yang
tingkat
sedang dengan kegiatan yang aktiv
kecukupan
oleh
batita
tentu
belum
mampu
Kategori status gizi batita
Baik
kurang
lebih
33
12
4
(89,2%)
(63,2%)
(100%)
3
7
(8,1%)
(36,8%)
Protein
meningkatkan status gizi batita yang ditinjau dari berat badan menurut
Baik
umurnya. H. Hubungan
Tingkat
Kecukupan
Kurang
Protein dengan Status Gizi Batita Hasil uji statistik Korelasi Rank
1
Lebih
0 (0%)
0 (0%)
37
19
4
(100%)
(100%)
(100%)
(2,7%)
Spearman antara tingkat kecukupan protein dan status gizi batita diperoleh p = 0,004 (p <0,05), maka Ha diterima.
Total
0 (0%)
Hasil uji statistik menunjukkan
Hal tersebut berarti antara kedua
bahwa
variabel
antara tingkat konsumsi protein dan
memiliki
hubungan
yang
bermakna. Koefisien korelasi yang
status
bernilai
bahwa
0,363
menggambarkan
terdapat
gizi
hubungan
batita.
sebagian
positif
Diperoleh besar
hasil
(81,7%)
korelasi atau hubungan kedua variabel
responden dalam penelitian memiliki
tersebut lemah. Arah hubungan yang
tingkat kecukupan protein yang baik
ditunjukkan adalah positif yang artinya
yaitu antara 80% sampai 100% AKG.
apabila
protein
Konsumsi protein menjadi pendorong
sebakin tinggi maka status gizi batita
dalam peningkatan status gizi batita.
pun
Semakin tinggi konsumsi protein maka
tingkat
akan
kecukupani
semakin
tinggi
(baik),
demikian pula sebaliknya.
status gizi batita akan semakin baik.
Tabel 8. menunjukkan 33 (89,2%) batita
dengan
tingkat
kecukupan
Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan sebanyak 89,2%
protein baik juga memiliki status gizi
batita
yang
ada
protein baik memiliki status gizi baik.
kecenderungan status gizi baik pada
Meskipun konsumsi lauk pauk yang
batita
sering dikonsumsi hanya tempe dan
baik.
Hal
disebabkan
ini
berarti
oleh
tingkat
kecukupan protein yang baik pula.
dengan
tingkat
kecukupan
telur, namun telah mampu mencukupi kebutuhan protein batita di Desa ini.
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm Konsumsi protein didukung dengan
I.
Hubungan
Ketahanan
Pangan
adanya responden yang memelihara
Tingkat Keluarga dengan Status
ternak
Gizi Batita
untuk
dikonsumsi.
Pemeliharaan ternak mempermudah responden
dalam
Berdasarkan
hasil
uji
statistik
menyediakan
dengan menggunakan Korelasi Rank
makanan dengan nilai protein tinggi.
Spearman diperoleh nilai p = 0,001
Konsumsi susu baik konsumsi ASI
(p<0,05), maka Ho ditolak dan Ha
maupun susu formula pada batita juga
diterima yang artinya ada hubungan
menunjukkan
konsumsi
atau korelasi antara ketahanan pangan
protein oleh batita. Hal ini tentunya
tingkat keluarga dengan status gizi
akan mempengaruhi status gizi batita
batita. Arah hubungan kedua variabel
tersebut. Konsumsi protein yang tinggi
tersebut adalah positif (
dapat
pertambahan
Kekuatan hubungan yang ditunjukkan
berat badan sehingga status gizi batita
oleh nilai r tersebut berarti hubungan
juga akan meningkat.
antara kedua variabel lemah.
tingginya
mempercepat
Penelitian dilakukan
sebelumnya
oleh
Rieuwpassa
= 0,421).
yang
Tabel 9. Crostabs Ketahanan Pangan
juga
Tingkat Keluarga dengan Status Gizi
menyatakan ada hubungan antara
Batita
tingkat konsumsi protein dengan status
Kategori
gizi balita. Konsumsi protein sangat
ketahanan
kategori status gizi Kurang
Baik
Kurang
9
4
maka
pangan
(47,4%)
(10,8%)
tubuh juga dapat memperbaiki sel-sel
Tahan
10
33
4
dan jaringan dengan baik. Sehingga
pangan
(52,6%)
(89,2%)
(100%)
19
37
4
(100%)
(100%)
(100%)
penting
untuk
pembangun
dan
pangan
perbaikan sel-sel dan jaringan. Apabila konsumsi
protein
terpenuhi
bila tubuh dalam kondisi yang sehat, status gizi pun akan normal atau baik. Berat dengan
badan
erat
kecukupan
hubungannya
0 (0%)
Berdasarkan tabel 9. diketahui
Berat
bahwa 33 (89,2%) batita yang memiliki
badan sangat mempengaruhi status
status gizi baik berasal dari keluarga
gizi balita. Oleh karena itu protein
tahan
sangat
untuk
kecenderungan keluarga yang tahan
dan
pangan mampu mencukupi kebutuhan
diperlukan
meningkatkan
protein.
Total
lebih
tubuh
berat
meningkatkan status gizi.
badan xi
pangan.
Ini
berarti
ada
gizi batita dalam keluarga sehingga
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm dapat meningkatkan status gizi batita
makan.
tersebut.
terpenuhi
Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan diketahui adanya hubungan antara
ketahanan
pangan
tingkat
Bila
kedua
maka
hal
dapat
tersebut dipastikan
bahwa status gizinya pun akan baik. Banyaknya
responden
yang
bermata pencaharian sebagai petani
keluarga dengan status gizi batita yang
tentunya
dibuktikan dengan hasil uji statistik. Uji
untuk meyediakan makanan dari hasil
statistik
menunjukkan
produksi sendiri. Produksi pertanian
hubungan atau korelasi positif, yang
yang biasa dipanen antara lain beras,
artinya ketahanan pangan dan status
jagung, singkong, dan berbagai jenis
gizi berjalan beriringan. Bila ketahanan
sayuran.
Produksi
pangan meningkat maka status gizi
tentunya
meningkatkan
batita pun akan meningkat, begitu pula
pangan
sebaliknya.
Hasil
penelitian
mempermudah akses keluarga dalam
menunjukkan
sebanyak
89,2%
menyediakan pangan bagi anggota
keluarga yang tahan pangan memiliki
keluarga. Pemeliharaan hewan ternak
batita dengan status gizi baik. Kondisi
untuk dikonsumsi seperti ayam, itik
ketahanan
atau
tersebut
pangan
keluarga
yang
mempermudah
dalam
kambing
keluarga
pertanian
ini
ketahanan
keluarga,
karena
juga mempermudah
tercermin dari ketersediaan pangan
keluarga dalam memperoleh makanan
yang
sumber protein.
dapat
anggota
mencukupi
keluarganya
kebutuhan berpengaruh
Kemudahan
keluarga
dalam
positif terhadap tingkat konsumsi dan
memperoleh sumber pangan ini akan
secara
akan
mempengaruhi tingkat kecukupan gizi
berpengaruh terhadap status gizi. Bila
keluarga. Bila pola makan keluarga
ketahanan pangan keluarga baik, yang
baik artinya tidak ada pengurangan
artinya ketersediaan pangan mampu
frekuensi dan ukuran makan, variasi
mencukupi
anggota
makanan juga beragam dan tidak
keluarga terutama batita maka tingkat
menderita penyakit atau infeksi maka
konsumsi pun juga akan baik. Tingkat
dapat dipastikan tingkat kecukupan
konsumsi
apabila
gizi keluarga juga baik. keluarga yang
memenui kebutuhan sesuai angka
sehat atau tidak menderita penyakit
kecukupan dan tidak ada perubahan
atau infeksi dengan tingkat kecukupan
konsumsi
gizi yang baik akan dapat memperbaiki
tidak
langsung
juga
kebutuhan
dikatakan
pangan
baik
yang
mengarah
pada penurunan frekuensi dan ukuran
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm atau
meningkatkan
dan
4.
mempertahankan status gizi yang baik. Dalam
kerangka
UNICEF
digambarkan
tahapan
timbulnya
masslah
kurang
gizi
Kerangka
anak
tersebut
Sebagian besar batita (61,7%) di Desa Gondang Winangun memiliki Status gizi baik (2 SD s/d +2 SD).
5.
balita.
Tidak
ada
hubungan
bermakna
antara
yang
ketahanan
memberikan
pangan tingkat keluarga dengan
informasi tentang penyebab langsung
tingkat kecukupan energi batita
maupun
(p=0,826; r=0,029).
penyebab
tidak
langsung
terjadinya gizi kurang pada balita.
Terdapat
hubungan
bermakna
antara
tingkat
ketahanan
kecukupan
protein
dengan
pangan. Sejalan dengan kerangka pikir
ketahanan
pangan
tingkat
UNICEF, Soblia juga mengungkapkan
keluarga
bahwa terdapat dua faktor yang terkait
Winangun (p=0,016, dan r=0,310).
langsung
Arah hubungan kedua variabel
Salah
satu
penyebab
langsungnya
adalah
dengan
6.
tidak
masalah
gizi
di
Desa
Gondang
terutama gizi kurang, yaitu asupan
tersebut
makanan dan infeksi penyakit. Kedua
kekuatan hubungannya lemah.
faktor tersebut terkait dengan faktor tidak
langsung
pangan.
yaitu
7.
ketahanan
Tidak
2.
3.
positif,
hubungan antara
tetapi
yang tingkat
kecukupan energi dengan status
SIMPULAN
batita
di
Desa
Gondang
Winangun (p=0,720, dan r=0,047).
Sebagian besar (78,3%) keluarga di
ada
bermakna
viii
gizi
1.
adalah
yang
Desa
Gondang
8.
Winangun
Terdapat
hubungan
bermakna
antara
yang tingkat
tergolong tahan pangan.
kecukupan protein dengan status
Tingkat kecukupan energi pada
gizi
batita di Desa Gondang Winangun
Winangun (p=0,004, dan r=0,363).
sebagian besar (65%) adalah baik
Arah hubungan kedua variabel
(100-105%AKG).
tersebut
Tingkat kecukupan protein pada
kekuatan hubungannya lemah.
batita di Desa Gondang Winangun dengan
persentase
terbesar
9.
batita
di
Desa
adalah
Gondang
positif,
tetapi
Ada hubungan bermakna antara ketahanan
pangan
tingkat
(81,7%) adalah baik yaitu 80-
keluarga dengan status gizi batita
100%AKG .
di
Desa
Gondang
Winangun
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm (p=0,001;
r=0,421).
Kekuatan
seperti
pengaruh
infeksi
tingkat
dan
hubungan antara kedua variabel
kecaingan,
ekonomi,
tersebut lemah.
kebersihan diri pengasuh atau variabel lainnya yang selanjutnya
SARAN
melakukan uji pengaruh sehingga
1.
dapat diketahui besar pengaruh
Bagi Masyarakat
a. Dalam
penelitian
diketahui
di
lapangan
masih
masyarakat
yang
variabel
adanya kurang
Status Gizi Batita.
dalam kegiatan posyandu, maka
DAFTAR PUSTAKA
sebaiknya
1.
ikut
berperan
dalam
kegiatan
terutama
bagi
aktif
posyandu,
keluarga
dengan
aktif
Gultom.
Pengaruh
Karakteristik
Ibu Balita Terhadap Partisipasi
yang
Posyandu di Kota Medan tahun
memiliki bayi, batita, dan balita.
2010
Sehingga status gizi anak dalam
Sumatera Utara. 2011
keluarga dapat terpantau setiap
2.
bulannya.
(Skripsi).
Badan
Universitas
Perencanaan
Pembangunan
b. Menambah pengetahuan melalui
(BAPPENAS).
Nasional Rencana
Aksi
media yang ada, misalnya melalui
Nasional Pangan dan Gizi (RAN-
diskusi sekelompok orang, media
PG)
televisi,
Perencanan Nasional.
tenaga
tanya
jawab
kesehatan
dengan
atau
media
lainnya tentang status gizi anak dan
2.
berhubungan
faktor-faktor
2011-2015.
Kementerian Jakarta:
2011 3.
yang
Badan
Penelitian
Pengembangan
dan
Kesehatan.
mempengaruhinya.
Laporan Nasional Riset Kesehatan
Bagi Peneliti Lain
Dasar
a. Bagi peneliti yang ingin mengambil penelitian sama
dengan
diharapkan
tema
yang
(RISKESDAS)
2010.
Departemen Kesehatan RI; 2011 4.
mengambil
Soekirman. Masalah Pangan dan Gizi, dalam Baliwati, khomsan dkk.
sampel dari tempat dan kondisi
Pengantar
desa yang bervariasi.
Jakarta; Penebar swadaya hlm 19-
b. Perlu
dilakukan
selanjutnya
penelitian dengan
menambahkan variabel penelitian
pangan
dan
gizi
.
28. 2000 5.
Santoso, R. Info Pangan. Jakarta; Departemen Pertanian. 2005
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm 6.
Dewan
Ketahanan
Kebijakan Pangan
7.
8.
Umum
Pangan. Ketahanan
2010-2014.
Jakarta;
FKM Undana. 2011 10. Tambunan, Martinus S. Gambaran
Dewan Ketahanan Pangan. 2011
Ketahanan Pangan Keluarga dan
Djogo, A.P.Y. Diversifikasi
Status Gizi Balita di desa
Komoditi Pangan dari Sudut
Tertinggal Kecamatan Pintipohan
Pandang Agroekosistem. Jakarta;
Meranti Kabupaten Toba Simosir
Puslitbang bulog. 1994
tahun 2010. Sumatera Utara; IKM
Soblia, T.E. Tingkat Ketahanan
USU. 2011
Pangan Rumah Tangga, kondisi Lingkungan,
9.
Tengah Utara. Timor Tengah;
Morbiditas
dan
11. Rieuwpassa. Biskuit konsentrasi protein ikan dan prebiotik sebagai
hubunganya dengan status gizi
makanan
anak
meningkatkan antibodi IgA dan
balita
di
Banjarnegara
tambahan
untuk
(skripsi). Bogor; IPB. 2009
status gizi anak balita (disertasi).
Wora, Vianex. M. Studi Pola
Bogor; Institut Pertanian Bogor.
Konsumsi dan Status Gizi
2005
Masyarakat Kabupaten Timor
Gultom. Pengaruh Karakteristik Ibu Balita Terhadap Partisipasi Posyandu di Kota Medan tahun 2010 (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. 2011 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010. Departemen Kesehatan RI; 2011 Soekirman. Masalah Pangan dan Gizi, dalam Baliwati, khomsan dkk. Pengantar pangan dan gizi . Jakarta; Penebar swadaya hlm 19-28. 2000 Santoso, R. Info Pangan. Jakarta; Departemen Pertanian. 2005 Dewan Ketahanan Pangan. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014. Jakarta; Dewan Ketahanan Pangan. 2011 Djogo, A.P.Y. Diversifikasi Komoditi Pangan dari Sudut Pandang Agroekosistem. Jakarta; Puslitbang bulog. 1994 Soblia, T.E. Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga, kondisi Lingkungan, Morbiditas dan hubunganya dengan status gizi anak balita di Banjarnegara (skripsi). Bogor; IPB. 2009 Wora, Vianex. M. Studi Pola Konsumsi dan Status Gizi Masyarakat Kabupaten Timor Tengah Utara. Timor Tengah; FKM Undana. 2011
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
Tambunan, Martinus S. Gambaran Ketahanan Pangan Keluarga dan Status Gizi Balita di desa Tertinggal Kecamatan Pintipohan Meranti Kabupaten Toba Simosir tahun 2010. Sumatera Utara; IKM USU. 2011 Rieuwpassa. Biskuit konsentrasi protein ikan dan prebiotik sebagai makanan tambahan untuk meningkatkan antibodi IgA dan status gizi anak balita (disertasi). Bogor; Institut Pertanian Bogor. 2005