HUBUNGAN FUNGSI KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL PARA PELAJAR DI SMP JAYA SUTI ABADI KABUPATEN BEKASI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Serjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH :
Awalia Bella Rizki Pratiwi NIM : 1110104000025
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
HUBUNGAN FUNGSI KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL PARA PELAJAR DI SMP JAYA SUTI ABADI KABUPATEN BEKASI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Serjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH :
Awalia Bella Rizki Pratiwi NIM : 1110104000025
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Skripsi, Juli 2014 Awalia Bella Rizki Pratiwi, NIM 1110104000025 Hubungan Fungsi Keluarga Terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional Para Pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi xvii + 96 halaman + 14 tabel + 2 bagan + 7 lampiran
ABSTRAK Perkembangan emosional merupakan hal yang perlu diperhatikan pada usia remaja, karena pada masa ini terjadi perubahan emosional yang meliputi perasaan malu, kesadaran diri, kesepian dan depresi khususnya pada usia 12-15 tahun. Pada usia tersebut juga remaja memiliki kemandirian yang hadir bersama dengan kebutuhan keintiman dan dukungan orang tua yang dapat terwujud dalam sebuah fungsi keluarga. Namun pada masa masa ini konflik orang tua dan anak memuncak. Maka sangat dibutuhkan sebuah fungsi keluarga yang mencakup dimensi pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, dan kontrol perilaku khususnya bagi perkembangan kecerdasan emosional anak remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Fungsi Keluarga Terhadap Kecerdasan Emosional Para Pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi . Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional dengan α=0,05. Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 136 responden dan teknik yang digunakan dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner yaitu kuesioner menurut model McMaster (FAD) dan kuesioner EATQ-R. Teknik analisa yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan bantuan program aplikasi statistik dalam pengolahannya. Penelitian ini dilakukan pada bulan juni tahun 2014. Hasil analisis didapatkan bahwa dari enam hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini hasilnya ditolak. Fungsi keluarga dimensi pemecahan masalah (p=0.608), peran (0.279), komunikasi (0.466), responsivitas afektif (0.247), keterlibatan afektif (0.679), kontrol perilaku (0.239) ditolak. Peneliti menyarankan agar pihak sekolah tetap melakukan bimbingan konseling kepada para siswanya mengenai pentingnya menjalin fungsi keluarga yang baik untuk perkembangan kecerdasan emosional mereka. Kata kunci Remaja
: Fungsi Keluarga, Model McMaster, Kecerdasan Emosional
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA THE MEDICAL AND HEALTH SCIENCE NURSERY SCIENCE PROGRAM. Bachelor Theses, July 2014 Awalia Bella Rizki Pratiwi, NIM 1110104000025 The Relation Function of Family to Emotional Quotient Level for the Students in Jaya Suti Abadi Junior High District of Bekasi xvii + 96 pages + 14 table + 2 chart + 7 attachments
ABSTRACT Emotional development is the point that needs to be paid attention to the youth, because at this time there was an emotional change that would include ashamed feeling, self-consciousness, loneliness and depression especially at the age of 12 15 years At the age of adolescents also have the independence that comes along with the need for intimacy and parental support which can be realized in the affective function of family. However at this time the conflict among parents and children is going peaked. So it is needed a function of the family that includes dimension to solve the problem of communication, roles, affective responsiveness, affective involvement, and behavior control, especially for the development of youth emotional quotient. This research aims to determine the Relation function of the family to emotional Quotient for The students in Junior High School Jaya Suti Abadi District of Bekasi. This research is a quantitative study with cross sectional approach with α = 0.05. Samples used in this study as many as 136 respondents and techniques used is purposive sampling techniques. Data Collection using instrument or a questionnaire the McMaster Model (FAD) and EATQ-R. Analysis technique used is the Chi-Square test with the help of statistical application program in its processing. This research will be done in June 2014. Results of the analysis found that of the six hypothesis which is proposed in this study the results were rejected. Family functioning dimensions of problem solving (p = 0.608), role (0.279), communication (0.466), affective responsiveness (0.247), affective involvement (0.679), behavior control (0.239) rejected. Researchers suggest that the school still doing counseling to the students about the importance of establishing a good family functioning to the development of their emotional intelligence. Key words Quotient
: The McMaster Model, Family Functioning, Youth Emotional
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Awalia Bella Rizki Pratiwi
Tempat, Tanggal Lahir
: Brebes, 20 Desember 1992
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Perum. Gria Asri 2 Jl.Garuda VIII Blok H17/12B : Tambun-Bekasi
Hp
: 085781620376
Email
:
[email protected]
Fakultas/Jurusan
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan : Program Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN 1. TK Pertiwi Brebes
1997-1998
2. SD Negeri 03 Brebes
1998-2004
3. SMP Negeri 01 Tambun-Selatan
2004-2007
4. SMA Negeri 01 Tambun-Selatan
2007-2010
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2010-sekarang
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Fungsi Keluarga Terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional Para Pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan. Proses penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan yang penulis hadapi. Namun, karena mendapatkan dukungan dan bantuan yang luar biasa dari berbagai pihak, baik secara langsung dan tidak langsung, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Dengan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan, kepada: 1. Prof. DR (HC), dr M. K. Tadjuddin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Waras Budi Utomo, S. Kep, Ns., MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Ns. Eni Nur’aini Agustini, S. Kep, MSc Selaku Sekretaris Program Studi IImu Keperawatan (PSIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Karyadi, M. Kep., Ph.D., selaku pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan masukan serta dukungan demi terselesainya penulisan skripsi ini.
4. Ibu Maulina, S.Kp., M. Sc., selaku pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan dalam penulisan proposal penelitian ini. 5. Ibu Uswatun Hasanah, MNS., selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan nasihat dan dukungan selama proses pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan. 6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah mengajarkan dan membimbing penulis selama 4 tahun dibidang pendidikan keperawatan, serta staf akademik dan Ibu Syamsiyah yang telah memudahkan dalam proses birokrasi. 7. Para penguji yang telah banyak memberikan masukan dalam memperbaiki skripsi penelitian ini. 8. Kedua Orang Tua terhebat saya, Bapak Kustoro, dan Ibu Elly Prihatiningsih yang paling saya cintai dan selalu memberikan dukungan yang sangat luar biasa, do’a serta semangat yang tak pernah berhenti setiap harinya dari mereka. Kedua adik saya yang tersayang yang selalu menemani dalam proses pembuatan skripsi dan semangat yang tak pernah padam. 9. Ketua Yayasan, Staff Guru, dan siswa-siswi SMP Jaya suti Abadi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. 10. Teman-teman PSIK 2010, PSIK 2009-2012, dan sahabat-sahabat saya terutama Leilani, Sholihat, Ka Fariz, Reno, Refi, Lily, Novitasari, Shulcha, Hilma, Ariyanti, Fuji, Ersa, Indri, Fahmi, Felly yang memberi inspirasi,
menghibur, dan memberi banyak masukan selama proses pembuatan skripsi ini. Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT dan semua kesalahan diampuni oleh Allah. Amin. Penulis telah berusaha menyajikan tulisan ilmiah yang rapi dan sistematik sehingga mudah dipahami pembaca. Penulis menyadari bahwa penyajian skripsi ini jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan masih terbatasnya pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan penulis dalam melihat fakta, memecahkan masalah yang ada, serta mengeluarkan gagasan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang berguna untuk menyempurnakan skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka dan rasa terima kasih.
Jakarta,
Juli 2014
Awalia Bella Rizki Pratiwi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………… LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………….. ABSTRAK ………………………………………………………........ ABSTRACT ………………………………………………………...... PERNYATAAN PERSETUJUAN ………………………………....... LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………...... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………..... KATA PENGANTAR ……………………………………………….. DAFTAR ISI ………………………………………………………..... DAFTAR TABEL …………………………………………………..... DAFTAR BAGAN ………………………………………………....... DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………..... BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang …………………………………………….. 2. Rumusan Masalah ………………………………………… 3. Tujuan Penelitian …………………………………………. 4. Manfaat Penelitian ………………………………………… 5. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………… BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Fungsi Keluarga …………………………………………………… 1.1 Definisi Fungsi Keluarga ………………………………… 1.2 Faktor-Faktor yang Terkait dengan Fungsi Keluarga ……. 1.3 Pengukuran Fungsi Keluarga …………………………….. 1.4 The McMaster Model of Family Functioning ……………. 1.5 Dimensi Fungsi Keluarga ………………………………… 1.5.1 Pemecahan Masalah ……………………………………. 1.5.2 Komunikasi …………………………………………….. 1.5.3 Peran …………………………………………………… 1.5.4 Responsivitas Afektif ………………………………….. 1.5.5 Keterlibatan Afektif ……………………………………. 1.5.6 Kontrol Perilaku ………………………………………... 2. Remaja …………………………………………………………….. 2.1 Definisi Remaja …………………………………………... 2.2 Ciri-Ciri Masa Remaja …………………………………… 2.3 Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja ……………….. 2.4 Perubahan pada Remaja ………………………………….. 3. Kecerdasan Emosional …………………………………………......
Halaman i ii iii iv v vi viii ix xii xvi xvii xviii
1 6 7 8 9 10 10 12 13 14 17 17 19 20 22 23 24 25 25 27 30 32 34
3.1 Definisi Kecerdasan Emosional ………………………….. 3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional 3.3 Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional ……………………. 4. Hubungan antara Fungsi Keluarga dengan Kecerdasan Emosional Usia Remaja ………………………………………………………….. BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH 1. Kerangka Konsep ………………………………………….. 2. Hipotesis …………………………………………………… 3. Definisi Operasional ……………………………………….. BAB IV METODELOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ….……………………………………….. 2. Populasi dan Sampel ……………………………………… 3. Teknik Pengambilan Sampel ……………………………… 4. Pengumpulan Data ………………………………………... 5. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………. 6. Instrument Pengumpulan Data …………………………….. 7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen …………………... 8. Tahapan Penelitian ………………………………………… 9. Pengolahan Data …………………………………………… 10. Analisa Data ……………………………………………… 11. Etika Penelitian …………………………………………... BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian……………………………… B. Hasil Analisa Univariat……………………………………………. 1. Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………………………………………………………. 2. Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Usia………. 3. Gambaran Responden Berdasarkan Teori Fungsi Keluarga.. 4. Gambaran Responden Berdasarkan Kecerdasan Emosional. C. Hasil Analisa Bivariat……………………………………..
34 38 40 42
48 48 50 52 52 55 56 56 56 62 62 64 65 66
68 70 70 70 71 72 73
BAB VI PEMBAHASAN A. Analisa Univariat………………………………………….. 78 B.Analisa Bivariat ……………………………………………. 82 C. Keterbatasan Penelitian……………………………………. 90 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………………………………………………... 92 B. Saran……………………………………………………….. 93 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
3.1 Definisi Operasional ………………………………....................
50
4.1 Dimensi Alat Ukur FAD ………………………..........................
58
4.2 Item Unfavourable dan Favourable Kuesioner FAD …………..
59
4.3 Item Unfavourable dan Favourable Kuesioner EATQ-R ……...
61
5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……………..
70
5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ……………………….
71
5.3 Gambaran Responden Berdasarkan Teori Fungsi Keluarga ……
71
5.5 Hubungan antara Dimensi Pemecahan Masalah terhadap Tingkat 73 Kecerdasan
Emosional
para
Pelajar
SMP
Jaya
Suti
Abadi
KabupatenBekasi…………………………………………………………….. 5.6 Hubungan antara Dimensi Komunikasi terhadap Tingkat Kecerdasan 74 Emosional
para
Pelajar
SMP
Jaya
Suti
Abadi
Kabupaten
Bekasi……………………………………………………………………… 5.7 Hubungan antara Dimensi Peran terhadap Tingkat Kecerdasan 74 Emosional para Pelajar SMP Jaya Suti Abadi …………………………….. 5.8 Hubungan antara Dimensi Responsivitas Afektif terhadap Tingkat 75 Kecerdasan Emosional para Pelajar SMP Jaya Suti Abadi ………………… 5.9 Hubungan antara Dimensi Keterlibatan Afektif terhadap Tingkat 76 Kecerdasan Emosional para Pelajar SMP Jaya Suti Abadi ………………… 5.10 Hubungan antara Dimensi Kontrol Perilaku terhadap Tingkat 76 Kecerdasan Emosional para Pelajar SMP Jaya Suti Abadi …………………
DAFTAR BAGAN
2.1 Kerangka Teori Penelitian ………………………………………………… 46 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………………… 48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumen Perizinan Lampiran 2. Informed Consent Lampiran 3. Kuesioner Penelitian FAD Lampiran 4. Kuesioner Penelitian EATQ-R Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas Lampiran 6. Hasil Olahan Univariat Lampiran 7. Hasil Olahan Bivariat
BAB I PENDAHULAN
A. Latar Belakang Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak intrauterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Dalam proses mencapai dewasa inilah anak harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang, termasuk tahap remaja. Tahap remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2007). Perkembangan manusia menurut Monk (1994) pada dasarnya terdiri dari perkembangan motorik, perkembangan sosial, perkembangan emosi atau psikologis, dan perkembangan kognitif. Dimana keempat macam perkembangan tersebut harus berkembang secara seimbang dan proporsional. Hal
itu
sangat
diperlukan
untuk
mendukung
seorang
individu
mengembangkan pola kepribadiannya secara sehat (Martin, 2008). Salah
satu
perkembangan
yang
menarik
dari
keempat
perkembangan tersebut adalah perkembangan emosi yang perlu dipahami, dimiliki dan diperhatikan. Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO (2010) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun.
2
Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang. Di Asia Pasifik dimana penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10-19 tahun. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (2007) kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan. Hasil survei Goleman (2006) menunjukkan kecenderungan bahwa remaja saat ini lebih banyak mengalami kesulitan emosional dari pada generasi sebelumnya di seluruh dunia, khususnya pada usia 12-15 tahun. Mereka lebih kesepian, pemurung, kurang menghargai sopan santun, lebih gugup, mudah cemas, dan lebih meledak-ledak. Hal ini dapat mempengaruhi kebutuhan dalam interaksi sosial remaja. Karena pada masa remaja, mereka berusaha untuk menarik perhatian orang lain, menghendaki adanya popularitas, dan kasih sayang dari teman sebaya. Remaja pada fase ini secara psikologis dan sosial berada dalam situasi yang peka dan kritis. Peka terhadap perubahan dan mudah terpengaruh oleh berbagai perkembangan di sekitarnya (Hurlock, 2000). Remaja pada usia 12-15 tahun juga memiliki kemandirian yang hadir bersama dengan kebutuhan keintiman dan dukungan orang tua. Dimana pada masa-masa ini konflik orang tua dan anak memuncak (Dahlan, 2004). Hal ini menyebabkan remaja mudah mengalami masalah terkait kecerdasan emosional. Fakta menunjukkan bahwa kondisi kehidupan saat ini sangat kompleks dengan masalah-masalah yang menyebabkan ketidakstabilan emosi (Dagun, 2002).
Untuk mengatasi masalah tersebut remaja dituntut memiliki kecerdasan emosional. Yaitu kecerdasan dalam menjalin interaksi sosial untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain atau antar individu (Martin, 2008). Para remaja yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi atau berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja, seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, dan perilaku seks bebas. Hal ini sesuai dengan pendapat Goleman (2010) tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh individu tak terkecuali para remaja. Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, tidak bersifat menetap dan dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua sangat mempengaruhi dalam pembentukan emosional khususnya masa remaja (Gottman, 1997). The McMaster Model of Family Functioning yang terdiri dari enam dimensi meliputi pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif, dan kontrol perilaku akan membantu dalam proses pembentukan karakter kecerdasan emosional anak yang memasuki usia remaja awal (Miller et al., 2000) Salah satu tugas perkembangan remaja yang harus dilaluinya adalah mampu berpikir secara lebih dewasa dan rasional, serta memiliki pertimbangan yang lebih matang dalam menyelesaikan masalah. Mereka harus mampu mengembangkan standard moral dan kognitif yang dapat
4
dijadikan sebagai petunjuk dan menjamin konsistensi dalam membuat keputusan dan bertindak. (Walgito, 2004). Perkembangan cara berpikir ini ternyata tidak terlepas dari kehidupan emosinya yang naik-turun juga. Penentangan dan pemberontakan yang ditunjukkan dengan selalu melancarkan banyak kritik, bersikap sangat kritis pada setiap masalah, menentang peraturan sekolah maupun di rumah menjadi suatu ciri mulai meningkatnya kemampuan psikososial emosional pada remaja (Kartono, 2005). Oleh karena itu, remaja akan berjuang untuk melepaskan ketergantungannya kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga mereka dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa (Oliva, 2000). Pada fase ini, keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan remaja karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama, yang meletakkan dasar-dasar kepribadian remaja. Fungsi keluarga menurut Model McMaster yang dijalankan orang tua sangat besar pengaruhnya
bagi
remaja.
Karena
keberfungsian
keluarga
yang
mengutamakan adanya dialog antara remaja dan orang tua akan lebih menguntungkan bagi remaja, karena selain memberikan kebebasan kepada anak, juga disertai adanya kontrol dari orang tua sehingga apabila terjadi konflik atau perbedaan pendapat diantara mereka dapat dibicarakan dan diselesaikan bersama-sama (Mulyadi, 2002). Pada masa remaja sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik antara remaja dan orang tuanya. Pada saat ini ikatan emosional menjadi
berkurang dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari orang tua, misalnya dalam hal memilih teman ataupun melakukan aktifitas. Sifat remaja yang ingin memperoleh kebebasan emosional dan sementara orang tua yang masih ingin mengawasi dan melindungi anaknya (Oliva, 2000). Pertentangan antara remaja dan orang tua dapat menimbulkan terjadinya konflik, namun orang tua dalam melalui proses tersebut berusaha meminimalkan
konflik
dan
membantu
anak
remajanya
untuk
mengembangkan kebebasan berpikirnya dan kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri (Sarlito, 2002). Berdasarkan studi pendahuluan yang saya lakukan di SMP Jaya Suti Abadi kepada beberapa guru pengajar dan orang tua, banyak anak usia remaja awal yang sulit diberikan nasihat oleh guru dan orang tuanya serta peraturan dan tata tertib sekolah sering tidak dipatuhi. Dengan adanya hukuman yang nyata di sekolah ternyata tidak memberikan efek jera bagi remaja seusia mereka. Hal ini bahkan tidak dominan dilakukan oleh siswa laki-laki tetapi juga perempuan. Banyak orang tua dan guru yang mengeluhkan bahwa sangat sulit mengatur emosional yang labil di usia mereka. Perilaku sering membolos, ketahuan merokok, berkelahi di sekolah, tawuran merupakan beberapa contoh perilaku yang sulit dikontrol oleh orang tua. Usia remaja awal cenderung merahasiakan masalah-masalah mereka dari orang tua nya sehingga beberapa orang tua mengira bahwa perkembangan emosional anak mereka berlangsung biasa saja dan hilang kontrol. Saat di rumah, anak usia remaja awal memang cenderung tidak mendengarkan
nasihat orang tua. Mereka lebih percaya dan nyaman jika dekat dengan teman sebaya. Fungsi keluarga pun sulit diterapkan bagi keluarga yang mempunyai anak yang memasuki usia remaja awal. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan fungsi
keluarga dengan kecerdasan emosional para
pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.
B. Rumusan Masalah Perkembangan emosional merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan pada usia remaja, karena pada masa ini terjadi perubahan emosi yang meliputi perasaan malu, kesadaran diri, kesepian dan depresi khususnya pada usia 12-15 tahun. Pada usia tersebut juga remaja memiliki kemandirian yang hadir bersama dengan kebutuhan keintiman dan dukungan orang tua yang dapat terwujud dalam fungsi keluarga. Namun pada masa masa ini konflik orang tua dan anak memuncak.
Maka sangat dibutuhkan fungsi keluarga yang meliputi enam dimensi menurut teori The McMaster Model diantaranya pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, kontrol perilaku. Keadaan ini mendorong peneliti untuk membuktikan adakah hubungan antara fungsi keluarga terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi tahun 2014.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara fungsi keluarga terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi tahun 2014.
2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pelaksanaan fungsi keluarga berdasarkan ke-enam dimensi McMaster, yang memiliki anak remaja usia 12-15 tahun di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi tahun 2014.
b. Mengidentifikasi kecerdasan emosional anak remaja usia 12-15 tahun di SMP Jaya Suti Abadi tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, serta menjadi landasan dalam pengembangan evidence based ilmu keperawatan.
2. Bagi Remaja Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan mengenai hubungan fungsi keluarga terhadap kecerdasan emosional para pelajar SMP yang mulai memasuki usia remaja awal dan sebagai acuan untuk lebih bisa mengontrol tingkat kecerdasan emosional mereka yang
8
baru memasuki usia remaja, sehingga tidak terjerumus dalam perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku.
3. Bagi SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan sekolah untuk membimbing remaja dalam perkembangan psikososial emosional siswasiswi yang baru mulai memasuki usia remaja dengan melibatkan orang tuanya
E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif dengan pendekatan kuantitatif dan desain studi cross sectional. Pengumpulan data menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner. Penelitian ini adalah penelitian terkait hubungan fungsi keluarga terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. Subjek yang diteliti adalah siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Fungsi Keluarga 1.1 Definisi Fungsi Keluarga Keluarga adalah sistem sosial dan fundaments masyarakat yang dibentuk melalui kesepakatan bersama keluarga pria dan wanita. Keluarga memiliki efek tertinggi pada individu dan membentuk perilaku mereka setiap saat. Sebuah perilaku yang dibuat dalam kaitannya dengan anggota keluarga lainnya tidak terbatas pada perilaku menyenangkan dapat dikatakan normal, tetapi keluarga juga dapat membentuk fungsi yang abnormal juga (Epstein, Baldwin, & Bishop, 1983). Selama lebih dari dua dekade, ketertarikan para ahli terhadap terapi keluarga semakin meningkat, terbukti dengan semakin banyaknya publikasi penelitian-penelitian yang berhubungan dengan terapi keluarga dan fungsi keluarga (Epstein, Baldwin, & Bishop, 1983). Perspektif sistem keluarga telah mendominasi penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para peneliti untuk mencoba mengkonseptualisasikan dan mengukur keberfungsian keluarga (Sabateli & Bartle, 1995). Di dalam kerangka sistem keluarga, keluarga didefinisikan sebagai sebuah struktur kompleks yang terdiri dari sekelompok individu yang saling bergantung dimana memiliki latar belakang yang sama, memiliki ketertarikan secara emosi, dan memiliki strategi untuk memenuhi kebutuhan individu
9
anggota keluarga maupun keluarga secara keseluruhan (Anderson & Sabatelli, 1995; Hess & Handel, 1985; Kantor & lehr, 1975 dalam Sabatelli & Bartle, 1995). Struktur keluarga yang kompleks tersebut memiliki tujuan yang akan dicapai, tugas-tugas yang harus dipenuhi, dan strategi-strategi untuk menjalankan tugas-tugas tersebut. Beberapa peneliti yang melakukan penelitian terhadap keberfungsian keluarga memberikan definisi masing-masing. Walsh (2003) menjelaskan fungsi keluarga sebagai konstruk multidimensional yang merefleksikan aktivitas dan interaksi keluarga dalam menjalankan tugas penting yaitu menjaga pertumbuhan dan kesejahteraan dari masing-masing anggotanya dan dalam mempertahankan integrasinya. DeFrain, John, Asay, dan Olson (2009) menjelaskan bahwa keberfungsian keluarga mengacu pada peran yang dimainkan oleh anggota dalam keluarga serta sikap dan perilaku yang ditampilkan saat bersama anggota keluarga. Sementara itu, Epstein, Ryan, Bishop, Miller, & Keitner (2003) menjelaskan fungsi keluarga sebagai sejauh mana interaksi dalam keluarga memiliki dampak terhadap kesehatan fisik dan emosional anggota keluarga. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi keluarga merupakan sejauh mana interaksi keluarga dalam menjalankan tugas-tugasnya dengan tetap dapat mengupayakan kesejahteraan dan perkembangan sosial, fisik, dan psikologis masing-masing anggotanya.
1.2 Faktor-Faktor yang Terkait dengan Fungsi Keluarga Di dalam sebuah keluarga sering terjadi perubahan-perubahan yang bisa diprediksi maupun yang tidak bisa diprediksi. Seiring dengan perjalanan waktu, keluarga menghadapi perubahan-perubahan dalam setiap tahap kehidupan, sehingga dibutuhkan definisi yang jelas mengenai kebutuhan normal dalam setiap tahapan. Selain itu hubungan-hubungan dalam keluarga tidak bisa dilepaskan dari konteks budaya dan etnis yang mempengaruhi daur hidup keluarga dan proses-proses yang terjadi dalam kelompok keluarga. Bray (1995) mengemukakan empat kategori yang disarankan untuk mengorganisasi faktor-faktor yang sangat banyak terkait dengan fungsi keluarga, antara lain : a. Faktor komposisi keluarga, termasuk keanggotaan (misalnya, hanya pasangan suami istri, pasangan dengan anak, keluarga orang tua tunggal) dan struktur dari keluarga (misalnya, keluarga inti, keluarga bercerai, keluarga tiri) komposisi keluarga ini merupakan kunci utama untuk menentukan aspek-aspek lainnya dari fungsi keluarga. b. Faktor proses keluarga, mencakup tingkah laku dan interaksi yang membentuk karakteristik hubungan keluarga. Proses-proses ini mencakup factor-faktor seperti konflik, perbedaan, komunikasi, penyelesaian masalah, dan kontrol. c. Faktor afek keluarga, mencakup ekspresi emosional diantara anggota keluarga. Afek dan emosi biasanya menetukan karakter
dan konteks dari proses keluarga. Afek memiliki pengaruh yang besar terhadap bagaimana anggota keluarga berkomunikasi. d. Faktor organisasi keluarga, mengacu pada peran dan peraturan di dalam keluarga dan harapan-harapan akan tingkah laku yang berkontribusi kepada keberfungsian keluarga.
1.3 Pengukuran Fungsi Keluarga Beberapa peneliti telah merumuskan konsep mengenai fungsi keluarga dilengkapi dengan alat ukur berdasarkan konsep tersebut. Seluruh pengukuran mengenai fungsi keluarga dibuat berdasarkan konstruksi yang dibuat oleh masing-masing peneliti mengenai bagaimana terlihatnya sebuah keluarga yang berfungsi dengan efektif (Sabatelli & Bartle, 1995). Pengembangan teori mengenai fungsi keluarga merupakan tahap awal yang harus dilakukan dalam merancang pengukuran keberfungsian keluarga. Fungsi keluarga yang sangat erat kaitannya dengan sistem tugas dan strategi, dikonseptualisasikan dengan kostruk multidimensional (Sabatelli & Bartle, 1995). Pengukuran fungsi keluarga meliputi teori-teori yang berhubungan dengan tugas-tugas umum yang harus dipenuhi oleh sebuah keluarga dan strategi-strategi yang dikembangkan untuk pelaksanaan tugastugas tersebut (Sabatelli & Bartle, 1995). Beberapa model yang mengukur fungsi keluarga seperti FACES III yang mengkonseptualisasikan dua dimensi fungsi keluarga yaitu kohesi dan kemampuan adaptasi yang dikembangkan oleh Olson, Portner, dan Lavee (1985, dalam Sabatelli & Bartle, 1995);
McMaster Family Assessment Device yang dikembangkan oleh Epstein et al (1983) dengan dimensi pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, kontrol perilaku, dan keberfungsian umum; Family Environment Scale yang dikembangkan oleh Moos (1974, dalam Sabatelli & Bartle, 1995) memiliki 10 subskala; Beavers Systems Model yang mengajukan dua konstruk utama yaitu kompetensi keluarga dan corak keluarga (Beavers & Hampson, 2003). Para peneliti yang tertarik dengan fungsi keluarga telah banyak melakukan
penelitian
pada
beberapa
model
di
atas
yang
mengkonseptualisasikan fungsi keluarga, baik itu secara konsep yang digunakan maupun secara psikometri. Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk menggunakan The McMaster Model of Family Functioning dengan alat ukurnya Family Assessment Device (FAD) karena memiliki dimensi-dimensi yang bisa memberikan gambaran yang lebih detail tentang keluarga dibandingkan alat ukur lainnya.
1.4 The McMaster Model of Family Functioning The McMaster Model of Family Functioning (MMFF) merupakan konseptualisasi dari keluarga didasarkan kepada klinis. Model MMFF ini mendeskripsikan perangkat struktur dan organisasi dari kelompok keluarga dan pola-pola transaksi antara anggota keluarga yang dapat membedakan antara fungsi keluarga yang baik dan funsi keluarga yang kurang baik. (Epstein et al, 1983).
Model MMFF tidak melingkupi seluruh aspek dari fungsi keluarga, tetapi lebih berfokus pada dimensi keberfungsian yang dapat dilihat sebagai aspek yang memiliki pengaruh paling kuat terhadap kesehatan emosional dan fisik atau masalah-masalah pada anggota keluarga. Dalam perkembangannya, MMFF telah melalui proses pengembangan lebih dari 40 tahun. Model ini telah digunakan secara luas oleh berbagai klinik psikiatri dan keluarga, serta oleh para terapis yang menangani masalah keluarga (Epstein et al, 2003). Aspek-aspek yang mendasari sistem teori dari The McMaster Model of Family Functioning (MMFF) adalah sebagai berikut : a. Setiap bagian dari keluarga saling berhubungan satu sama lain b. Satu bagian dari keluarga tidak bisa dipahami jika dipisahkan dari sistem keluarga yang lain c. Keberfungsian keluarga tidak bisa dipahami secara utuh hanya dengan memahami satu bagian saja dari sistem keluarga d. Struktur dan organisasi keluarga merupakan faktor penting yang menentukan perilaku dari setiap anggota keluarga e. Pola transaksional dari sistem keluarga merupakan aspek penting yang dapat membentuk perilaku dari setiap anggota keluarga Pengembangan dari MMFF mengasumsikan bahwa fungsi utama dari keluarga
adalah
untuk
menyediakan
segala
sarana
yang
dapat
mengembangkan dan menjaga aspek sosial, psikologis, dan biologis dari semua anggota keluarga (Epstein, Levin, & Bishop, 1976). Menurut Epstein et al (2003), untuk memenuhi fungsi ini, keluarga harus menghadapi variasi
masalah dan tugas yang tercakup dalam tiga area yaitu area tugas dasar, area tugas perkembangan, dan area tugas resiko. Area tugas dasar merupakan area yang terkait dengan kebutuhan dasar keluarga seperti bagaimana keluarga harus menyediakan makanan, uang, transportasi, dan tempat tinggal. Area tugas perkembangan merupakan aspek yang berhubungan dengan proses perkembangan dalam keluarga yang biasanya terjadi secara bertahap. Perkembangan ini bisa dilihat secara individu dalam keluarga seperti perkembangan anak dari bayi hingga dewasa. Selain itu, perkembangan juga terjadi dalam keluarga secara keseluruhan seperti awal dari pernikahan, kehamilan pertama, hingga anak yang terakhir dalam keluarga meninggalkan rumah. Area tugas resiko merupakan permasalahan yang melibatkan kondisi krisis dalam keluarga seperti ada anggota keluarga yang sakit, kecelakaan, dan kehilangan pekerjaan. Keluarga yang tidak bisa menghadapi permasalahan dan memenuhi kebutuhan yang tercakup dalam tiga area diatas, maka akan mengalami masalah atau fungsi maladaptif pada satu atau beberapa area dari keberfungsian keluarga.
1.5 Dimensi Fungsi Keluarga Terdapat enam dimensi dari fungsi keluarga menurut teori The McMaster Model yaitu pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsivitas
afektif, keterlibatan afektif, dan kontrol perilaku. The McMaster Model menggunakan seluruh dimensi tersebut untuk menilai dan memahami bagian dari keluarga yang kompleks (Miller et al., 2000). Dalam alat ukur Family Assessment Device (FAD), terdapat tambahan satu dimensi yaitu dimensi fungsi keluarga secara umum yang mengukur kesehatan atau patologi dari sebuah keluarga secara keseluruhan.
1.5.1 Pemecahan Masalah Dimensi ini merujuk kepada kemampuan keluarga untuk memecahkan masalah pada setiap level sehingga dapat menjaga fungsi keluarga tetap efektif. Isu-isu dalam keluarga yang menjadi masalah dapat mengancam keutuhan dari keluarga (baik secara fisik maupun secara emosional dari setiap anggota keluarga), sehingga keluarga yang memiliki fungsi keluarga yang efektif dapat menyelesaikan masalah tersebut. Setiap keluarga bisa memiliki tingkat dan jumlah masalah yang berbeda-beda. Keluarga yang berfungsi dengan efektif dapat menyelesaikan permasalahan yang ada, sementara itu keluarga yang tidak berfungsi secara efektif hanya memperhatikan sebagian masalah dari semua masalah yang keluarga mereka hadapi (Epstein et al., 2003). Masalah yang dihadapi dalam keluarga secara konseptual dibagi menjadi dua tipe, yaitu masalah instrumental dan masalah afektif. Masalah instrumental berkaitan dengan masalah teknis dalam kehidupan sehari-hari seperti pengaturan keuangan atau memutuskan lokasi tempat tinggal. Masalah
afektif merupakan masalah yang berhubungan dengan pengalaman emosi dan perasaan (Miller et al., 2000). Dalam The McMaster Model of Family Functioning, terdapat 7 tahapan dalam proses menyelesaikan masalah (Epstein et al., 2003), yaitu : 1. Mengidentifikasi masalah 2. Mengkomunikasikan masalah dengan orang yang tepat dalam keluarga 3. Mengembangkan alternatif solusi yang mungkin untuk dilakukan 4. Memutuskan untuk melakukan salah satu alternatif solusi 5. Melaksanakan keputusan 6. Melakukan monitoring terhadap langkah yang telah dilaksanakan 7. Melakukan evaluasi terhadap keefektifan proses pemecahan masalah Keluarga yang berfungsi dengan baik akan membuat langkah-langkah yang
digunakan
untuk
menyelesaikan
masalah
terlebih
dahulu,
mendiskusikan permasalahan, mengkomunikasikan permasalahan tersebut satu sama lain, dan memutuskan tindakan yang tepat (Epstein et al., 2003).
1.5.2 Komunikasi Komunikasi dalam fungsi keluarga didefinisikan sebagai pertukaran informasi secara verbal di dalam keluarga (Epstein et al., 2003). Komunikasi disini difokuskan pada komunikasi secara verbal yang lebih dapat diukur. Bukan berarti komunikasi nonverbal dalam keluarga menjadi tidak penting,
hanya saja komunikasi nonverbal memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kesalahpahaman. Selain itu, komunikasi nonverbal secara metodologis sulit diukur menjadi data dalam penelitin (Miller et al., 2000). Fokus pada The McMaster Model of Family Functioning (MMFF) adalah melihat pola komunikasi dalam keluarga (Epstein et al., 2003). Komunikasi dalam keluarga juga dibagi menjadi dua area, yaitu komunikasi instrumental dan komunikasi afektif. Ada dua aspek lain yang bisa dilihat dalam komunikasi yaitu jelas atau terselubung, dan langsung atau tidak langsung. Pada komunikasi yang jelas atau terselubung dapat dilihat apakah isi dari pesan tersebut disampaikan melalui pernyataan yang jelas atau hanya sebagai pernyataan kamuflase, samar-samar, atau ambigu. Pada komunikasi yang dilihat dalam kontinum langsung atau tidak langsung dapat dilihat apakah pernyataan tersebut langsung ditujukan pada orang yang tepat atau dialihkan kepada orang lain. Berdasarkan pembagian area komunikasi yang dijelaskan di atas, dapat diidentifikasikan 4 cara berkomunikasi yaitu, jelas dan langsung, jelas dan tidak langsung, terselubung dan langsung, terselubung dan tidak langsung. Pada keluarga yang efektif, komunikasi dilakukan secara langsung dan jelas pada kedua area instrumental dan afektif. Sedangkan komunikasi yang tidak efektif adalah komunikasi yang kurang jelas dan tidak langsung (Epstein et al., 2003).
1.5.3 Peran Peran di dalam keluarga didefinisikan sebagai perilaku yang memiliki pola berulang yang dilakukan oleh anggota keluarga untuk memenuhi fungsi keluarga (Epstein et al., 2003). Terdapat beberapa fungsi dimana seluruh anggota keluarga dapat memahami fungsi tersebut untuk menciptakan keluarga yang sehat. MMFF menemukan adanya lima peran dasar keluarga, yaitu : a. Penyediaan sumber daya, meliputi fungsi dan tugas yang berkaitan dengan penyediaan uang, makanan, pakaian, dan tempat tinggal. b. Perawatan dan dukungan, meliputi penyediaan kenyamanan, kehangatan, rasa aman, dan dukungan untuk anggota keluarga. c. Kepuasan seksual dewasa, pasangan suami istri secara personal merasakan kepuasan dalam hubungan seksual satu sama lain. d. Pengembangan pribadi, merupakan tugas dan fungsi keluarga untuk mendukung anggota keluarga dalam mengembangkan keterampilan pribadi, termasuk perkembangan fisik, emosi, sosial, dan pendidikan
anak-anak,
serta
pengembangan
karir
dan
perkembangan sosial dewasa. e. Pemeliharaan dan pengelolaan sistem keluarga, meliputi berbagai fungsi yang melibatkan teknik dan tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan standar keluarga seperti pengambilan keputusan, batasan dan fungsi keanggotaan dalam keluarga, implementasi dan
kontrol perilaku, pengaturan keuangan rumah tangga, dan hal-hal yang berkaitan dengan pengasuhan dan kesehatan keluarga. Dalam menjelaskan dimensi peran, terdapat dua konsep yaitu alokasi peran dan akuntabilitas peran (Epstein et al., 1978). Alokasi peran dilihat dari bagaimana sebuah keluarga melakukan proses alokasi atau penyebaran tanggung jawab bagi seluruh anggota keluarga. Akuntabilitas peran dilihat dari bagaimana anggota keluarga bisa menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan secara penuh dan berkomitmen dalam melaksanakannya. Fungsi keluarga dapat dikatakan baik adalah keluarga yang dapat memenuhi semua fungsi kebutuhan keluarga. Selain itu, keluarga yang sehat adalah keluarga yang memiliki proses penyebaran dan pelaksanaan tanggung jawab yang jelas dan tepat (Epstein et al., 1978).
1.5.4 Responsivitas Afektif Responsivitas afektif didefinisikan sebagai kemampuan berespon terhadap stimulus yang ada dengan kualitas dan kuantitas perasaan yang tepat (Epstein et al., 2003). Pada dimensi ini terdapat aspek kuantitatif yang berfokus pada derajat respon afektif berdasarkan kontinum dari ketiadaan respon sampai respon yang wajar, atau respon yang cukup dapat diterima sampai respon yang berlebihan. Sedangkan pada aspek kualitatif dapat dilihat apakah anggota keluarga dapat berespon dengan menggunakan berbagai macam variasi emosi yang ada dan respon yang ditampilkan sesuai dengan stimulus dan konteks situasi yang terjadi (Miller, 2000).
Dimensi ini tidak dimaksudkan untuk melihat cara anggota keluarga menyampaikan perasaan mereka, tetapi apakah mereka memiliki kapasitas untuk merasakan emosi (Epstein et al., 2003). Afek dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu emosi sejahtera dan emosi darurat. Emosi sejahtera terdiri dari afeksi, kehangatan, kelembutan, dukungan, cinta, dan kesenangan. Emosi darurat terdiri dari marah, takut, sedih, kecewa, dan depresi. Pada keluarga yang sehat, seluruh anggota keluarga memiliki kemampuan untuk mengekspresikan berbagai macam emosi, emosi yang ditampilkan sesuai dengan konteks situasi, dan memiliki kesesuaian dalam intensitas dan durasi.
1.5.5 Keterlibatan Afektif Keterlibatan afek
merupakan sejauh mana anggota keluarga
menunjukkan ketertarikan dan penghargaan kepada aktivitas dan minat anggota keluarga lainnya (Epstein et al., 2003). Dimensi ini memfokuskan kepada seberapa banyak ketertarikan yang ditunjukkan oleh anggota keluarga satu sama lain. Berdasarkan hal tersebut, terdapat 6 tipe keterlibatan dalam anggota keluarga : a. Kurang terlibat : tidak ada keterlibatan satu sama lain b. Keterlibatan tanpa perasaan : melibatkan hanya sedikit ketertarikan satu sama lain, hanya sebatas untuk pengetahuan saja
c. Keterlibatan narsistik : keterlibatan dengan anggota keluarga lain hanya sebatas perilaku atau aktivitas tersebut memiliki manfaat bagi dirinya sendiri d. Keterlibatan empatik : mau terlibat dengan anggota keluarga satu sama lain demi kepentingan anggota keluarga yang lain e. Keterlibatan yang berlebihan : keterlibatan yang terlalu berlebihan pada anggota keluarga lain f. Keterlibatan simbiotik : keterlibatan yang ekstrem dan patologis satu sama lain terlihat mengganggu hubungan. Pada keluarga yang seperti ini, terdapat kesulitan yang jelas dalam membedakan satu anggota keluarga dengan yang lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas, pada fungsi keluarga yang berjalan dengan baik, tipe keterlibatan yang terjadi sudah pasti adalah keterlibatan empatik. Keterlibatan yang efektif bukan berarti seluruh anggota keluarga mengerjakan kegiatan bersama-sama, tetapi lebih kepada derajat keterlibatan antara anggota keluarga (Miller et al., 2000).
1.5.6 Kontrol Perilaku Dimensi ini menjelaskan mengenai pola yang diadopsi oleh keluarga untuk menangani perilaku anggota keluarga dalam tiga area beriku ini yaitu, situasi yang membahayakan secara fisik, situasi yang melibatkan pemenuhan kebutuhan dan dorongan psikobiologis, situasi yang melibatkan perilaku
sosialisasi interpersonal baik diantara anggota keluarga maupun dengan orang lain di luar keluarga (Epstein et al., 2003). Setiap keluarga memiliki aturan standar masing-masing tentang perilaku yang bisa diterima pada setiap anggota keluarga. Terdapat empat kategori kontrol perilaku dalam keluarga yang didasarkan pada variasi standar dan perilaku yang dapat diterima : a. Kontrol perilaku yang kaku : terdapat standar yang sempit dan kaku sehingga sangat sedikit negosiasi tentang berbagai situasi b. Kontrol perilaku yang fleksibel : menetapkan standar yang logis, ada kesempatan untuk berubah dan melakukan negosiasi sesuai konteks situasi c. Kontrol perilaku laisses-faire : tidak memiliki standar, setiap perubahan diperbolehkan tanpa melihat konteks d. Kontrol perilaku tidak beraturan : adanya perubahan yang terjadi secara random dan tak terduga antara tipe 1-3, sehingga anggota tidak mengetahui standar apa yang berlaku dan seberapa banyak negosiasi dimungkinkan terjadi. Berdasarkan penjelasan di atas, fungsi keluarga yang paling baik dan efektif adalah keluarga yang menerapkan kontrol perilaku yang fleksibel, sedangkan fungsi keluarga yang paling tidak efektif adalah keluarga dengan tipe kontrol perilaku yang tidak beraturan.
2. Remaja 2.1 Definisi remaja Remaja (adolescence) berasal dari bahasa latin, adolescence yang artinya “tumbuh untuk mencapai kematangan”, secara umum berarti proses fisiologis, sosial, dan kematangan yang dimulai dengan perubahan pubertas (Wong dkk, 2008). Remaja adalah individu baik perempuan maupun laki-laki yang berada pada usia antara anak-anak dan dewasa (Sarlito, 2002). Secara psikologis remaja merupakan usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa dan tidak lagi merasa dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan sama atau sejajar (Hurlock, 2003). Menurut WHO (2013) remaja mencakup individu dengan usia 10-19 tahun, sedangkan remaja menurut SKKRI adalah perempuan dan laki-laki belum kawin yang berusia 15-24 tahun (Depkes, 2006). Menurut BKKBN (2011) batasan usia remaja adalah 10-21 tahun. Masa remaja dibagi menjadi remaja awal dan remaja akhir. Masa remaja awal (early adolescence) kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama yang berlangsung antara usia 13 tahun sampai 16-17 tahun (Santrock, 2003). Saat masa inilah dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran. Bukan saja kesukaran bagi individu, tetapi juga bagi orang tuanya, masyarakat bahkan seringkali pada aparat keamanan. Hal ini disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara kanak-kanak dan masa dewasa. Masa transisi ini sering kali menghadapkan individu yang
bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, disatu pihak ia masih kanak-kanak, tetapi dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa (Steinberg, 1993). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan proses pencapaian menjadi dewasa dengan segala perubahan yang terjadi pada rentang usia 10-24 tahun dan belum menikah.
2.2 Ciri-ciri masa remaja Menurut Hurlock (1999), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang menbedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain : a. Masa remaja sebagai periode yang penting Periode remaja dianggap sangat penting daripada beberapa periode lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku. Akibat fisik dan psikologis mempunyai persepsi yang sangat penting. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru (Hurlock, 1999). b. Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya, tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang terjadi
sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan akan datang. Bila anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan (Hurlock, 1999). c. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat maka perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga. Ada empat perubahan yang sama dan hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku maka nilai-nilai juga berubah. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan (Hurlock, 1999). d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang suit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yaitu sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga
kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah, serta para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya
sendiri,
menolak
bantuan
orang
tua
dan
guru.
Ketidakmampuan remaja untuk mengatasi sendiri masalahnya, maka memakai menurut cara yang mereka yakini. Banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaian tidak selalu sesuai dengan harapan mereka (Hurlock, 1999). e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat, apakah ia seorang anak atau dewasa, apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang rasa tau agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya. Secara keseluruhan, apakah ia akan berhasil atau akan gagal (Hurlock, 1999). f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku
merusak,
menyebabkan
orang
dewasa
yang
harus
membimbing dan mengawasi kehidupan remaja yang takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal (Hurlock, 1999).
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan temantemannya, menyebabkan meningkatnya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri (Hurlock, 1999). h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan (Hurlock, 1999).
2.3 Tugas perkembangan pada masa remaja a. Menerima citra tubuh Seringkali sulit bagi remaja untuk menerima keadaan fisiknya bila sejak kanak-kanak mereka telah mengagungkan konsep mereka tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Diperlukan waktu untuk memperbaiki konsep ini dan untuk mempelajari cara-cara memperbaiki penampilan diri sehingga lebih seuai dengan apa yang dicita-citakan (Hurlock, 1999). b. Menerima identitas seksual Menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat tidaklah mempunyai banyak kesulitan bagi anak laki-laki, mereka telah didorong dan diarahkan sejak awal masa kanak-kanak. Tetapi berbeda bagi anak perempuan, mereka didorong untuk memainkan peran sederajat sehingga usaha
untuk
mempelajari
peran
feminin
dewasa
memerlukan
penyesuaian diri selama bertahun-tahun (Hurlock, 1999). c. Mengembangkan sistem nilai personal Remaja mengembangkan sistem nilai yang baru misalnya remaja mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti harus mulai dari nol dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana harus bergaul dengan mereka (Hurlock, 1999). d. Membuat persiapan untuk hidup mandiri Bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian, usaha untuk mandiri harus didukung oleh orang terdekat (Hurlock, 1999).
e. Menjadi mandiri atau bebas dari orang tua Kemandirian emosi berbeda dengan kemandirian perilaku. Banyak remaja yang ingin mandiri, tetapi juga membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari orang tua atau orang dewasa lain. Hal ini menonjol pada remaja yang statusnya dalam kelompok sebaya yang mempunyai hubungan
akrab dengan
anggota
kelompok
dapat
mengurangi
ketergantungan remaja pada orang tua (Hurlock, 1999). f. Mengembangkan keterampilan mengambil keputusan Keterampilan
mengambil
keputusan
dipengaruhi
oleh
perkembangan keterampilan intelektual remaja itu sendiri, misal dalam mengambil keputusan untuk menikah di usia remaja (Hurlock, 1999). g. Mengembangkan identitas seseorang yang dewasa Remaja erat hubungannya dengan masalah pengembangan nilainilai yang selaras dengan dunia orang dewasa yang akan dimasuki, adalah tugas untuk mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab (Hurlock, 1999).
2.4 Perubahan pada remaja a. Perubahan fisik pada remaja Menurut Suntrock (2007) terjadi pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja, termasuk pertumbuhan organ reproduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan sehingga mampu melangsungkan fungsi reproduksi. Perubahan ini ditandai dengan munculnya tanda-tanda yaitu :
1) Tanda-tanda seks primer yaitu yang berhubungan langsung dengan organ seks. Terjadinya haid pada remaja putri (menarche) dan terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki. 2) Tanda-tanda seks sekunder yaitu : pada remaja laki-laki terjadi perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis, dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih lebar, badan berotot, tumbuhnya kumis, jambang dan rambut di sekitar kemaluan dan ketiak. Dan pada remaja putri terjadi perubahan pinggul lebar, pertumbuhan Rahim dan vagina, payudara membesar, tumbuhnya rambut di sekitar kemaluan (pubis) dan ketiak. b. Perubahan kejiwaan pada remaja Proses perubahan kejiwaan berlangsung lebih lambat dibandingkan perubahan fisik yang meliputi : 1) Perubahan emosi, sehingga remaja menjadi : a) Sensitif (mudah menangis, cemas, frustasi, dan tertawa) b) Agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan luar yang berpengaruh, sehingga misalnya mudah berkelahi. 2) Perkembangan intelegensia, sehingga remaja menjadi : a) Mampu berpikir abstrak, senang memberikan kritik b) Ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin coba-coba.
3. Kecerdasan Emosional 3.1 Definisi Kecerdasan Emosional Semua emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e“ untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak
merupakan
hal
mutlak
dalam
emosi.
Bahwasannya emosi memancing tindakan. Selain itu emosi dapat didefinisikan sebagai perasaan, afek, yang terjadi ketika seseorang berada dalam sebuah kondisi atau sebuah interaksi yang penting baginya, khususnya bagi kesejahteraannya (Campos dkk, 2004). Emosi
dapat
ditandai
oleh
perilaku
yang
merefleksikan
(mengekspresikan) kondisi senang atau tidak senang seseorang atau transaksi yang sedang dialami (McBurnett dkk, 2005). Emosi juga dapat bersifat lebih spesifik dan terwujud dalam bentuk gembira, takut, marah, dan
seterusnya,
tergantung
pada
bagaimana
transaksi
tersebut
mempengaruhi orang tersebut. Sebagai contoh, transaksi dalam bentuk ancaman, frustasi, kelegaan, penolakan, sesuatu yang tidak terduga. Disamping itu, emosi dapat memperlihatkan kemarahan yang intens hanya dalam situasi khusus.
Oleh karena itu, emosi sangat penting bagi rasionalitas. Dalam liku-liku perasaan dengan pikiran, kemampuan emosional membimbing keputusan kita dari waktu ke waktu, bekerja bahu-membahu dengan pikiran rasional, mendayagunakan atau tidak mendayagunakan pikiran itu sendiri. Demikian juga, otak nalar memainkan peranan eksekutif dalam emosi kita, kecuali pada saat-saat emosi mencuat lepas kendali dan otak emosional berjalan tak terkendalikan. Sedangkan menurut Stein & Book (2002) menyatakan bahwa istilah “kecerdasan emosi” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas ini antara lain adalah empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sifat hormat. EQ adalah ukuran kompetensi emosional dan sosial atau kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi ekspresi emosi dalam diri sendiri dan orang lain (Goleman, 2001; Hettich, 2000). EQ adalah kemampuan seseorang untuk mengatur emosi dalam menanggapi rangsangan lingkungan (Sutarso, 1996; Bar-On, 1997). EQ telah dipopulerkan sebagai keterampilan yang dipelajari yang merupakan
prediktor yang lebih baik dari kesuksesan hidup dari pencapaian intelektual atau kemampuan teknis (Goleman, 2000). Menurut Shapiro (1998) kecerdasan emosi merupakan kemampuan memantau diri sendiri atau orang lain yang melibatkan pengendalian diri, semangat serta kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain. Sedangkan menurut Coper dan Sawaf (2002) mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber emosi serta pengaruh yang manusiawi. Dimana kecerdasan emosi menuntut pemilikan perasaan, belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri sendiri atau orang lain serta menanggapinya dengan tepat. Salovey dan Mayer (1993) mendefenisikan kecerdasan emosi sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. Howes dan Herald (dalam Zainun, 2002) mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi karena dengan kecerdasan emosi seseorang dapat memahami diri sendiri dan orang lain. Menurut Richard Herrnstein dan Charles Murray (2002), yang dalam bukunya The Bell Curve, beberapa ciri-ciri seseorang yang
mempunyai kecerdasan emosional adalah memiliki kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berdoa. Orang dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka dan orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan dan memiliki pikiran yang jernih. Goleman (2006) mendefinisikan EQ dalam model perkembangan kecerdasan. Model mereka dari EQ terdiri dari empat tingkatan hirarki yang menentukan kemampuan seseorang untuk mengenali emosi dan kelompok.
Dalam
tahap
pertama,
orang
belajar
bagaimana
mengidentifikasi emosi dalam diri mereka sendiri dan orang lain serta bagaimana membedakan antara ekspresi emosi. Pada tahap kedua, individu menggunakan emosi untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan dan mengelola emosi mereka. Tahap ketiga ini ditandai dengan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan emosional dan memotivasi diri sendiri. Tahap keempat adalah proses untuk mengenali emosi orang lain dan membina hubungan yang baik dengan orang lain.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan yang mencakup memantau perasaan diri sendiri atau orang lain, pengendalian diri, mampu membaca, dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif, menguasai kebiasaan pikiran yang dapat mendorong produktifitas dan mampu mengelola emosi yang dapat digunakan untuk membimbing pikiran dan tindakan yang terarah.
3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang. Menurut Goleman (2006) faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang salah satunya adalah otak. Otak adalah organ yang penting dalam tubuh manusia. Otak yang bertugas mengatur dan mengontrol seluruh kerja tubuh. Struktur otak manusia adalah sebagai berikut : a. Batang otak, merupakan bagian otak yang mengelola insting untuk mempertahankan hidup. b. Amigdala,
merupakan
tempat
penyimpanan
semua
kenangan
baiktentang kejayaan, kegagalan, harapan, ketakutan, kemarahan, dan frustasi. c. Neokorteks atau otak pikir, tugas dari neokorteks adalah melakukan pelanaran, berpikir secara intelektual, dan rasional dalam menghadapi setiap persoalan.
Goleman (2006) juga mengatakan faktor dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional adalah sebagai berikut : a. Lingkungan keluarga Lingkungan
keluarga
merupakan
sekolah
pertama
dalam
mempelajri emosi. Orang tua adalah subjek pertama yang perilakunya diidentifikasi oleh anak kemudian diinternalisasi yang akhirnya akan menjadi bagian kepribadian anak. Orang tua yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan mengerti perasaan anak dengan baik. b. Lingkungan non-keluarga Lingkungan masyrakat dan lingkungan pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang. Kecerdasan emosi dapat ditingkatkan melalui berbagai macam bentuk pelatihan, misalnya pelatihan asertivitas. Shapiro (1998) mengemukakan bahwa bagian yang paling menentukan dan berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi syaraf emosinya atau dengan kata lain otaknya. Bagian otak yang digunakan untuk berpikir yaitu neokorteks sebagai bagian yang berbeda dari bagian otak yang mengurus emosi emosi yaitu sistem limbik. Akan tetapi sesungguhnya hubungan antara kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang. Gharawiyan (2002) mengatakan bahwa lingkungan keluarga turut berperan dalam kecerdasan emosi seorang anak. Apabila suasana yang
berkembang dalam keluarga bersifat positif, sehat, berakhlak, dan manusiawi maka akan menghindarkan anak dari sikap emosional. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang adalah lingkungan keluarga, lingkungan non-keluarga, serta struktur otak seseorang.
3.3 Aspek-aspek kecerdasan emosional Goleman (2000) mengadaptasi aspek-aspek kecerdasan emosi yang telah diungkap oleh Salovey dan Mayer pada yahun 1991 dalam lima aspek sebagai berikut : a. Kesadaran diri, merupakan kemampuan untuk mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. b. Pengaturan diri, merupakan kemampuan untuk menangani emosi kita sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan emosi. c. Motivasi, merupakan kemampuan untuk menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif sehingga bertindak efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan.
d. Empati, merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacammacam orang. e. Keterampilan sosial, merupakan kemampuan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi, mampu berinteraksi dengan baik, menggunakan keterampilan sosial untuk bekerja sama dalam satu tim. Cooper dan Sawaf (2002) membagi kecerdasan emosi dalam empat aspek, meliputi : a. Keterampilan emosi, adalah kemampuan untuk mengelola emosi secara tepat dan efektif. b. Keyakinan diri, kepercayaan yang besar yang dimiliki seseorang terhadap dirinya sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangannya, sehingga individu dapat menerima keadaan dirinya sendiri. c. Sudut pandang, adalah bagaimana seorang individu memandang atau mempersepsikan sesuatu yang berkaitan dengan dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya. d. Kreativitas, adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan hal-hal baru, menghasilkan ide-ide baru, mencari alternative baru sehingga dapat merubah sesuatu menjadi baik. Martin (2008) juga menyatakan ada beberapa aspek dalam kecerdasan emosi antara lain penyadaran diri, manajemen emosi, motivasi
diri, empati, mengelola hubungan, komunikasi interpersonal, dan gaya hidup. Menurut Goleman (2002) menyatakan bahwa aspek-aspek kecerdasan emosi meliputi tanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan kemampuan adaptasi.
4. Hubungan antara fungsi keluarga dengan kecerdasan emosional usia remaja Sudah sejak lama masa remaja dinyatakan sebagai masa badai emosional (Goleman, 2006). Dalam bentuknya yang ekstrim, pandangan ini terlalu bersikap stereotip karena remaja tidak selalu dalam kondisi “badai dan stress”. Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa masa remaja awal merupakan suatu masa dimana fluktuasi emosi (naik dan turun) berlangsung lebih sering (Dacey & Kenny, 1997). Remaja awal dapat merasa sebagai orang yang paling bahagia di suatu saat dan kemudian merasa sebagai orang yang paling malang di saat lain. Dalam banyak kasus, intensitas dari emosi mereka agaknya berada diluar proporsi dari peristiwa yang membangkitkannya. Remaja awal juga dapat merajuk, tidak mengetahui bagaimana caranya mengekspresikan perasaan mereka secara cukup. Dengan sedikit atau tanpa provokasi sama sekali,
mereka dapat
menjadi sangat
marah ke orang tuanya,
memproyeksikan perasaan-perasaan mereka yang tidak menyenangkan kepada orang lain (Suntrock, 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika terhadap para guru dan orang tua, rata-rata anak dengan usia 12-15 tahun semakin parah dalam masalah spesifik berikut ini : (1) Menarik diri dari pergaulan atau masalah sosial, mereka lebih suka menyendiri; kurang bersemangat; merasa tidak bahagia. (2) cemas dan depresi, merasa sering takut dan cemas; merasa tidak dicintai, gugup, sedih, dan depresi. (3) memiliki masalah dalam hal perhatian atau berpikir, tidak mampu memusatkan perhatian atau duduk tenang; melamun; bertindak tanpa berpikir; bersikap terlalu tegang untuk berkonsentrasi. (4) nakal atau agresif, bergaul dengan anak yang bermasalah; bohong dan menipu; sering bertengkar; bersikap kasar terhadap orang lin; menuntut perhatian; membandel di sekolah dan di rumah. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari emosi; dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar bagaimana merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain menanggapi perasaan kita; bagaimana berpikir tentang perasaan ini dan pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi; serta bagaimana membaca dan mengungkapkan harapan dan rasa takut. Orang tua perlu mengetahui bahwa kemurungan merupakan aspek yang normal dialami remaja awal dan bahwa sebagian besar remaja dapat mengolah masa mereka tersebut dan akhirnya menjadi seorang remaja yang kompeten. Tidak dapat dipungkiri bahwa bagi beberapa remaja, emosi semacam itu dapat merefleksikan masalah yang serius. Misalnya
angka suasana hati depresi menjadi lebih meninggi untuk remaja perempuan (Nolen-Hoeksema, 2007) Pembelajaran emosi ini bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara langsung kepada anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu menangani perasaan mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul antara suami dan istri. Tiga gaya mendidik anak yang secara emotional pada umumnya tidak efisien, berdasarkan riset yang dilakukan Carole Hooven dan John Gottman dari University of Washington, adalah : (1) samasekali mengabaikan perasaan (2) terlalu membebaskan (3) menghina, tidak menunjukkan penghargaan terhadap perasaan anak. Dampak pendidikan keluarga semacam ini terhadap anak sangatlah luas. Tim dari University of Washington telah menemukan bahwa bila dibandingkan dengan orang tua yang tidak terampil menangani perasaan, orang tua yang terampil secara emosional memiliki anak-anak yang pergaulannya lebih baik dan memperlihatkan lebih banyak kasih sayang kepada orang tuanya, serta lebih sedikit bentrok dengan orang tuanya. Selain itu, anak-anak ini juga lebih pintar menangani emosinya, lebih efektif menenangkan diri saat marah, dan secara biologis, anak-anak ini memiliki kadar hormone stress dan indicator fisiologis pembangkitan emosi yang lebih ren
Kerangka Teori
Remaja : 1. 2. 3. 4.
Perkembangan motorik Perkembangan kognitif Perkembangan sosial Perkembangan emosional / psikologis (Zahra,2005)
Fungsi Keluarga The McMaster Model 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pemecahan masalah Komunikasi Peran Respon afektif Keterlibatan afektif Kontrol Perilaku
Kecerdasan Emosional 4 Prinsip : Identifikasi, Pengelolaan, Memahami, Mengatur emosi (Goleman, 2006)
Perilaku, sikap, tindakan
Baik
1. Mempunyai kemampuan memotivasi diri 2. Bertahan menghadapi frustasi 3. Mengendalikan dorongan hati 4. Tidak melebihlebihkan kesenangan 5. Mampu mengatur suasana hati 6. Berempati 7. Berdoa Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Kurang Baik
1. Menarik diri dan pemurung 2. Mudah cemas, depresi, gugup, sedih 3. Bertindak tanpa berpikir 4. Nakal dan agresif 5. Bohong dan menipu 6. Sering bertengkar 7. Membandel di sekolah dan di rumah
BAB III DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti (Nursalam, 2003). Berdasarkan kerangka teori yang telah dibuat sebelumnya, bahwa enam
dimensi
fungsi
keluarga
menurut
teori
Model
McMaster,
mempengaruhi faktor presipitasi atau faktor pencetus yang mana dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional terutama remaja yang mulai memasuki usia remaja awal. Karena pada masa ini terjadi perubahan emosi yang meliputi perasaan malu, kesadaran diri, kesepian, dan depresi. Pada usia tersebut juga remaja memiliki kemandirian yang hadir bersama dengan kebutuhan keintiman dan dukungan orang tua yang dapat terwujud dalam fungsi keluarga. Berdasarkan hal tersebut, maka variabel yang akan diteliti adalah enam dimensi fungsi keluarga sebagai variabel independen dan kecerdasan emosional usia remaja awal 12-15 tahun sebagai variabel dependen. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan pada skema 3.1 :
Variabel independen
Fungsi keluarga menurut teori Model McMaster terdiri dari enam dimensi : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Problem solving Communication Roles Affective responsiveness Affective involvement Behavior control
Variabel dependen
Kecerdasan emosional para pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi
Bagan 3.1. Kerangka Konsep B. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Setiadi, 2007). Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat, maka hipotesis penelitian yang mucul adalah : 1. Ada hubungan antara problem solving terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMA Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. 2. Ada hubungan antara communication terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMA Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. 3. Ada hubungan antara roles terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMA Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. 4. Ada hubungan antara affective responsiveness terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMA Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. 5. Ada hubungan antara affective involvement terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMA Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.
6. Ada hubungan antara behavior control terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMA Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Operasional
Ukur
Variabel
Ukuran kompetensi
Menggunakan
dependen:
emosional dan sosial
alat / instrument
Tingkat Kecerdasan atau kemampuan
EATQ-R
Emosional para
(Revision of the
seseorang untuk
pelajar di SMP Jaya mengidentifikasi
Early Adolescent
Suti Abadi
ekspresi emosi
Temperament
dalam diri sendiri
Questionnaire)
dan orang lain.
Skala
Kuesioner istrument kecerdasan emosional yang berisi 65 peryataan, skor terendah 65 dan skor tertinggi 325. Menggunakan Skala Likert, Favorable : 1 = hampir selalu tidak tepat 2 = biasanya tidak tepat 3 = terkadang tepat, terkadang tidak tepat 4 = biasanya tepat 5 = hampir selalu tepat
Hasil ukur yang digunakan pada kuesioner EATQ-R adalah dengan menggunakan mean, karena data berdistribusi normal. Tingkat kecerdasan emosional Baik jika ≥ 238. Tingkat kecerdasan emosional Kurang Baik jika <238.
Nominal
Variabel Variabel independen: Fungsi Keluarga menurut teori Model McMaster
DO Wadah untuk pengembangan sosial, psikologis, biologis, dan sebagai pemeliharan anggota keluarga, yang dibagi ke dalam enam dimensi dan satu keberfungsian keluarga secara umum. Enam dimensi tersebut diantaranya adalah pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, kontrol perilaku.
Alat Ukur Menggunakan alat / instrument FAD (Family Assessment Device)
Cara Ukur Kuesioner instrument fungsi keluarga menurut teori Model McMaster berisi 53 pernyataan, yang terbagi menjadi : #PM skor ↑20 & ↓5 #komunikasi skor ↑30 & ↓6 #peran skor ↑36 & ↓8 #RA skor ↑24 & ↓6 #KA skor ↑28 & ↓7 #KP skor ↑36 & ↓9 Menggunakan skala Likert. Favorable : 1 = STS (Sangat Tidak Setuju) 2 = TS (Tidak Setuju) 3 = S (Setuju) 4 = SS (Sangat Setuju)
Hasil Ukur
SkalaUkur
Hasil ukur yang digunakan untuk kuesioner FAD adalah dengan menggunakan median pada tiap-tiap dimensi. - Pemecahan masalah : baik jika ≥14. Kurang baik jika <14. - Komunikasi : baik jika ≥17. Kurang baik jika <17. - Peran : baik jika ≥24. Kurang baik jika <24. - Responsivitas afektif : baik jika ≥17. Kurang baik jika <17. - Keterlibatan afektif : baik jika ≥21. Kurang baik jika <17. - Kontrol perilaku : baik jika ≥27. Kurang baik jika <27. - Keberfungsian umum : baik jika ≥35. Kurang baik jika <35.
Nominal
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun agar bisa menuntun peneliti untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan penelitian yang dilakukan. Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan desain penelitian Deskriptif Analitik dan metode pendekatan Cross Sectional. Pada penelitian dilakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan dan seberapa besar hubungan antar variable (Setiadi, 2007). Pendekatan cross sectional merupakan penelitian yang dikumpulkan dan diukur secara simultan pada waktu yang sama terhadap variabel-variabel yang diteliti (Hidayat, 2008). Penelitian ini memiliki variabel independent yaitu fungsi keluarga berdasarkan teori Model McMaster dan variabel dependen yaitu kecerdasan emosional.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik yang ditentukan oleh peneliti untuk ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2008). Populasi penelitian ini adalah para pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi kelas VII dan kelas VIII pada bulan Juni tahun 2014. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 204 siswa.
2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian keperawatan, kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan ada dan tidaknya sampel tersebut yang digunakan (Hidayat, 2008). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling sehingga sampel yang digunakan hanya kelas VII dan kelas VIII yang berusia 12-15 tahun dengan jumlah siswa 190 orang (terdapat 14 siswa yang usianya kurang dari 12 tahun dan lebih dari 15 tahun dari total populasi 204 siswa). Peneliti tidak menggunakan kelas IX sebagai sampel karena siswa-siswi kelas IX sedang sibuk UN dan sering tidak berada di sekolah karena masa ajar sudah hampir berakhir. Peneliti menggunakan beberapa kriteria inklusi dan eksklusi pada populasi yang menjadi responden dalam penelitian ini. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel, sedangkan kriteria eksklusi adalah karakteristik subjek penelitian yang tidak dapat mewakili syarat sebagai sampel (Hidayat, 2008). a. Kriteria sampel Kriteria inklusi: 1) Siswa-siswi kelas VII dan kelas VIII yang berusia 12-15 tahun yang bersekolah di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. 2) Bersedia menjadi responden.
Kriteria ekslusi: 1) Siswa-siswi yang tidak hadir di sekolah saat dilakukan penelitian. b. Jumlah sampel Jumlah populasi usia remaja awal 12-15 tahun di SMP Jaya Suti Abadi kelas VII dan kelas VIII adalah 204 orang. Untuk menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan rumus Slovin (Umar, 2008), yaitu : N n= 1 + N.e2 Keterangan : N = ukuran populasi n = ukuran sampel e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (tingkat kepercayaan yang diinginkan). Maka dapat diketahui hasilnya sebagai berikut : n=
204 1 + 204 (0,05)2
n=
204 1,51
n = 135,0993377. Dibulatkan menjadi 136
Pada kenyataannya, dari total jumlah 190 siswa yang memenuhi kriteria inklusi, hanya 142 siswa yang bersedia menjadi responden saat dilakukan pengambilan data. Setelah 142 siswa mengisi kuesioner dan data sudah terkumpul semua, peneliti mengambil 136 sampel secara acak atau menggunakan sistem lotere.
C. Teknik Pengambilan Sampel Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2008). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode teknik pengambilan Purposive Sampling, merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Penelitian ini tidak melibatkan siswa-siswi kelas IX, siswa-siswi kelas VII dan kelas VIII yang usianya kurang dari 12 tahun dan lebih dari 15 tahun. Dari total populasi 204 siswa di kelas VII dan kelas VIII terdapat 14 siswa yang usianya kurang dari 12 tahun dan lebih dari 15 tahun. Sehingga berdasarkan perhitungan Slovin, untuk mencari sampel sebanyak 136 siswa dari jumlah siswa yang akan dijadikan sampel sebanyak 190, diperlukan teknik pengambilan data yaitu simple random sampling. Teknik simple random sampling dilakukan ketika anggota populasi dianggap homogen kemudian sampel diambil secara acak.
Pengambilannya dapat dilakukan lotere, akan tetapi pengambilannya diberikan nomor urut tertentu. (Hidayat, 2008). D. Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 Juni 2014 dimana peneliti melakukan pengumpulan data di SMP Jaya Suti Abadi dengan membagikan dua kuesioner kepada sampel yang sudah ditentukan dengan kriteria siswa-siswi kelas VII dan kelas VIII yang berusia 12-15 tahun. Pengambilan data ini hanya dilakukan selama satu hari, dengan bantuan guru
bidang
kesiswaan.
Kuesioner
yang
terkumpul
akan
diikutsertakan dalam tahap analisa data.
E. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi yang terletak di jalan Raya Tambun Tambelang KM. 3 2. Waktu penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014, dimulai dari pengambilan data sampai penyusunan hasil.
F. Instrument Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui data sekunder. Data sekunder adalah data siswa-siswi yang berusia 12-15 tahun yang diperoleh dari data profil sekolah SMP Jaya Abadi kabupaten Bekasi.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang dibuat untuk mengetahui adanya hubungan fungsi keluarga terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian, yaitu : Kuesioner fungsi keluarga berdasarkan The McMaster Model Alat ukur keberfungsian keluarga yang digunakan pada penelitian ini adalah Family Assessment Device (FAD) yang dikembangkan berdasarkan konsep The McMaster Model of Family Functioning (Epstein et al., 1983). Konsep ini mendeskripsikan perangkat organisasi dan struktural dari kelompok keluarga serta pola-pola transaksi antara anggota keluarga dalam menjalankan tugas-tugasnya, sehingga bisa digunakan untuk membedakan antara fungsi keluarga yang baik dan kurang baik. Alat ukur ini telah diuji cobakan oleh Epstein et al. (1983) pada 503 orang responden yang berusia di atas 12 tahun dengan berbagai kondisi keluarga yang berbeda-beda, seperti keluarga pasien penderita stroke maupun beberapa keluarga pasien yang menderita gangguan psikologis. Hasil uji reliabilitas yang menghasilkan nilai koofisien alpha 0,7 menunjukkan bahwa alat ukur ini memiliki reliabilitas yang baik. Selain itu, alat ukur ini juga sudah dinyatakan valid untuk membedakan antara fungsi keluarga yang baik dan kurang baik (Epstein et al., 1983). Family Assessment Device (FAD) dibuat sebagai alat ukur yang mengidentifikasi adanya masalah pada beberapa area tertentu dalam keluarga (Epstein et al., 1983). Seperti kebanyakan instrument yang mengukur tentang
keluarga lainnya, alat ukur ini juga mengukur persepsi seseorang terhadap keluarga mereka (Epstein et al., 1983). Pada alat ukur FAD ini terdapat 7 dimensi, dimana 6 dimensi berdasarkan MMFF yaitu, pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, dan kontrol perilaku, sedangkan satu dimensi tambahan lainnya yaitu fungsi keluarga secara umum yang mengukur kesehatan atau patologi dari sebuah keluarga secara keseluruhan. Jumlah item mencakup seluruh dimensi adalah 53 item dengan rentang jumlah item setiap dimensi berjumlah 5-12 item. Pembagian dimensi dan jumlah item setiap dimensi dapat dilihat pada table Tabel 4.1 Dimensi Alat Ukur FAD No
Dimensi
No. Item
1
Pemecahan Masalah
1, 8, 15, 22, 29
Contoh Item Kami mencoba memikirkan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah. (29)
2
Komunikasi
2, 9, 16, 23, 30, 37
Di dalam keluarga, kami berterus terang terhadap satu sama lain. (23)
3
Peran
3, 10, 17, 24, 31, 38,
Kami memastikan setiap anggota
44, 48
keluarga menjalankan tanggung jawabnya masing-masing. (10)
4
ResponsivitasAfektif
4, 11, 18, 25, 32, 40
Saya merasa, keluarga saya sulit menunjukkan kasih saying kepada satu sama lain. (4)
5
Keterlibatan Afektif
5, 12, 19, 26, 33, 41, 45
Menurut saya, anggota keluarga saya terlalu memikirkan diri sendiri. (19)
6
Kontrol Perilaku
6, 13, 20, 27, 34, 42,
Di dalam keluarga saya, kami dapat
46, 49, 51
dengan mudah melanggar aturan(6)
7
Keberfungsian
7, 14, 21, 28, 35, 36,
Umum
39, 43, 47, 50, 52,
Dalam keluarga saya, setiap individu diterima apa adanya. (28)
53
Alat ukur FAD ini menggunakan format skala Likert dengan 4 pilihan jawaban. Hal ini sesuai dengan alat ukur asli yang dikembangkan oleh Epstein et al. (1983). Pilihan jawaban yang digunakan adalah SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Item-item yang ada pada alat ukur ini terdiri dari item favorable dan item unfavorable. Pemberian skor bagi item-item favorable dilakukan dengan memberikan nilai 1 untuk pilihan “Sangat Tidak Sesuai (STS)” hingga nilai 4 untuk pilihan “Sangat Sesuai (SS)”. Sedangkan bagi item-item unfavorable diberikan nilai 1 untuk pilihan “Sangat Sesuai (SS)” hingga 4 untuk pilihan jawaban “Sangat Tidak Sesuai (STS)”. Dengan skor total minimum alat ukur FAD adalah 53 dan skor total maksimum adalah 212. Pembagian item-item favourable dan unfavourable dapat dilihat pada table 4.2 Tabel 4.2 item unfavorable dan favorable Item Unfavorable
Item Favorable
4, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 17, 18, 19, 20, 1, 2, 3, 5, 8, 10, 14, 15, 16, 22, 23, 27, 21, 24, 25, 26, 30, 31, 33, 34, 35, 39, 28, 29, 32, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 48, 43, 44, 45, 46, 47, 49, 52
50, 51, 53
Skala ukur yang digunakan dalam variabel ini adalah skala nominal. Perhitungan jumlah hasil ukur menggunakan rumus Chi-Square. Dengan
hasil ukur fungsi keluarga berjalan dengan baik atau fungsi keluarga berjalan kurang baik (dikotomi). Penentuan pengukuran fungsi keluarga berjalan baik dan kurang baik adalah berdasarkan uji normalitas Kolmogorov Smirnov. Jika hasil Kolmogorov Smirnov <0.05 maka data berdistribusi tidak normal, sedangkan jika hasil Kolmogorov Smirnov >0.05 maka data berdistribusi normal. Hasil pengukuran fungsi keluarga berdasarkan uji normalitas Kolmogorov Smirnov tiap dimensi adalah sebagai berikut (1) pemecahan masalah 0.000 (2) komunikasi 0.001 (3) peran 0.000 (4) responsivitas afektif 0.000 (5) keterlibatan afektif 0.010 (6) kontrol perilaku 0.001 (7) keberfungsian umum 0,002. Berdasarkan semua hasil yang didapat menunjukkan bahwa nilai KS <0.05 sehingga data berdistribusi tidak normal. Peneliti
menggunakan
kuesioner
(Yolanda,2012)
yang
sudah
dinyatakan valid dan reliabel. Hasil uji validitas dengan menggunakan konsistensi internal menghasilkan nilai corrected item-total correlation yang berkisar antara 0.385 sampai 0.745 dinyatakan valid. Uji reliabilitas alat ukur secara keseluruhan menghasilkan nilai koofisien alpha sebesar 0,927. Sedangkan nilai reliabilitas masing-masing dimensi didapatkan nilai untuk dimensi pemecahan masalah 0.583, dimensi komunikasi 0.605, dimensi peran 0.647, dimensi responsivitas afektif 0.682, dimensi keterlibatan afektif 0.678, dimensi kontrol perilaku 0.535, dan dimensi keberfungsian umum 0.890.
Kuesioner kecerdasan emosional usia remaja awal Kuesioner ini berisi beberapa pertanyaan mengenai tingkat kecerdasan emosional anak usia remaja awal khususnya 12-15 tahun yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana anak yang mulai memasuki usia remaja bisa mengontrol emosi dengan baik. Kuesioner ini menggunakan EATQ-R (Early adolescent Temprament Questionnaire – Revised Short Form. EATQ-R terdiri dari 65 butir pertanyaan dan menggunakan skala Likert yang terdiri dari jawaban yaitu 5 = hampir selalu tepat, 4 = biasanya tepat, 3 = terkadang tepat dan terkadang tidak tepat, 2 = biasanya tidak tepat, 1 = hampir selalu tidak tepat. Terdiri dari 2 jenis pertanyaan, yaitu 55 favourable dan 10 unfavourable. Berikut ini akan pembagian item favorable dan item unfavorable akan disajikan dalam tabel 4.3 : Tabel 4.3 item favorable dan item unfavorable
Item favorable
Item unfavorable
1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 27, 29, 30, 31, 32, 33, 35, 36, 37, 39,
7, 10, 18, 19, 26,
40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53,
28, 34, 38, 49, 61
54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 62, 63, 64, 65
Skala ukur yang digunakan dalam variabel ini adalah skala nominal dan
hasil
ukur
kuesioner
mempunyai
distribusi
normal
sehingga
menggunakan nilai mean. Dengan hasil “semakin tinggi hasil skor dari nilai
mean maka semakin baik tingkat kecerdasan emosional remaja tersebut”, begitupun sebaliknya. Penentuan pengukuran kecerdasan emosional baik dan kurang baik (dikotomi) berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorov Smirnov yang didapatkan hasil 0.085. Karena hasil perhitungan variabel kecerdasan emosional dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov >0.05 maka data berdistribusi normal. Untuk kuesioner EATQ-R peneliti menggunakan kuesioner (Asrori, 2009) yang mempunyai nilai validitas sebesar 0.363 – 0.696 dengan p <0.05 dan nilai reliabilitas sebesar 0.942.
G. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen 1. Validitas dan Realibilitas Berdasarkan data yang sudah diungkapkan di atas, peneliti tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas, melainkan menggunakan instrument penelitian yang terdahulu. Untuk instrument fungsi keluarga FAD (Yolanda,2012) dan EATQ-R (Asrori, 2009) sudah mempunyai nilai validitas dan reliabilitas yang cukup baik, dan bisa digunakan untuk penelitian yang selanjutnya.
H. Tahapan Penelitian 1. Pengambilan data dilakukan setelah proposal penelitian mendapat persetujuan dari pembimbing dilanjutkan dengan mengajukan surat
permohonan penelitian di ruang akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah yang diperuntukan kepada Kepala Sekolah SMP Jaya Suti Abadi sebagai tempat penelitian. 2. Setelah mendapatkan izin penelitian dari Kepala Sekolah SMP Jaya Suti Abadi dan memperoleh kesepakatan waktu untuk dilakukan penelitian, Kepala Sekolah menunjuk salah satu guru bidang kesiswaan untuk membimbing peneliti selama berlangsungnya penelitian di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. 3. Awal Juni setelah berlangsungnya UN SMP kelas IX dan UKK kelas VII dan kelas VIII, peneliti melakukan penelitian di SMP Jaya Suti Abadi, dengan ditemani oleh guru bidang kesiswaan di SMP yang bersangkutan, peneliti dan guru bidang kesiswaan masuk ke masing-masing kelas VII dan kelas VIII, meminta kepada seluruh siswa kelas VII dan kelas VIII yang tidak mengikuti remedial UKK supaya berkumpul di aula sekolah SMP Jaya Suti Abadi. 4. Setelah siswa-siswi berkumpul di aula, peneliti menjelaskan kepada responden mengenai inform consent terlebih dahulu, lalu mulai membagikan kuesioner kepada 142 siswa-siswi yang sudah bersedia menjadi reponden penelitian. 5. Pengisian kuesioner diberikan waktu selama 45 menit. Setelah semua selesai, kuesioner dikumpulkan kembali kepada peneliti dan guru bidang kesiswaan. Pengumpulan data hanya dilakukan satu hari saja, karena responden yang dibutuhkan sudah memenuhi syarat penelitian.
6. Selanjutnya peneliti melakukan skoring kuesioner yang sudah diisi oleh 142 siswa-siwi SMP Jaya Suti Abadi. Karena peneliti hanya butuh 136 responden, maka peneliti menggunakan sistem lotere (pemberian nomor 1136 pada kuesioner secara acak). 7. Selanjutnya peneliti melakukan input data dan pengolahan data menggunakan program computer SPSS versi 20.
I. Pengolahan Data 1. Editing Editing adalah upaya untuk melihat kembali dengan teliti kebenaran data yang diperoleh. Editing dilakukan saat tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. 2. Coding Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) dengan data yang terdiri dari beberapa kategorik. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisa data menggunakan komputer. 3. Entry data Entry data adalah kegiatan memasukkan data yang telah terkumpul kedalam tabel atau database komputer, kemudian mebuat distribusi frekuensi sederhana. 4. Melakukan teknik analisis Melakukan analisis khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dianalisis. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik, sehingga analisis yang digunakan statistika inferensial (menarik kesimpulan) yaitu statistika yang digunakan untuk menyimpulkan parameter (populasi) berdasarkan statistik (sampel) atau lebih dikenal dengan proses generalisasi dan inferensial. 3. Cleaning data Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah di-entry, agar terlihat adanya kesalahan atau tidak. Mungkin dapat terjadi kesalahan pada saat meng-entry.
J. Analisa Data Analisa data menggunakan software komputer, meliputi: 1. Analisa univariat Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran data yang dikumpulkan. Analisis univariat dilakukan secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsi dari masing-masing variabel (Amran, 2012). Analisis univariat pada penelitian ini meliputi : jenis kelamin, usia, kecerdasan emosional, keberfungsian keluarga. 2. Analisa bivariat Berdasarkan data yang dikumpulkan dan hasil ukur yang didapat yaitu ordinal dan ordinal maka peneliti melakukan analisa data dengan menggunakan uji statistik dengan derajat kepercayaan 95%, sehingga jika nilai P (p value) <0.05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna
(signifikan) atau menunjukkan adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Sebaliknya jika p value >0.05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Tiap variabel dari hasil penelitian dengan cara membuat distribusi dan frekuensi dari setiap variabel, hasil analisis ini disajikan dalam bentuk table dan narasi. Tabel distribusi frekuensi digunakan untuk mengetahui sebarapa nilai rata-rata, simpangan baku, median, nilai minimum dan maksimum. Dalam penelitian ini analisa digunakan untuk mengetahui hubungan fungsi keluarga terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP di Jaya Suti Abadi.
K. Etika Penelitian 1. Prinsip-Prinsip Etika Penelitian Penelitian yang dilakukan khususnya jika yang menjadi subjek penelitiannya adalah manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar manusia. Hamid (2007) mengatakan terdapat tida prinsip utama etika penelitian yang perlu diterapkan oleh peneliti, antara lain: a. Prinsip manfaat (beneficence) Prinsip ini mengandung banyak mengadung yaitu bebas dari bahaya, bebas dari eksploitasi, manfaat dari penelitian, memberikan manfaat, dan mempertimbangkan antara aspek resiko dengan aspek manfaat.
b. Prinsip menghargai martabat manusia Hak untuk self determination (subjek penelitian) dan hak untuk mendapatkan penjelasan lengkap merupakan dua elemen utama yang menjadi dasar inform consent. Dengan dua hal ini manusia dapat membuat keputusannya secara sukarela tentang partisipasinya menjadi subjek penelitian. c. Prinsip mendapatkan keadilan Subjek memiliki hak untuk mengharapkan bahwa setiap data yang dikumpulkan selama masa penelitian akan disimpan dan dijaga kerahasiannya, yang dilakukan baik melalui tidak menggunakan identitas subjek atau melalui prosedur kerahasiaan lainnya. 2. Inform consent Inform consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Inform consent ini diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Profil SMP Jaya Suti Abadi 1. Identitas Sekolah Tempat dilakukan penelitian adalah SMP Jaya Suti Abadi, Yayasan Jaya Suti Abadi. SMP ini sudah berdiri sejak 16 desember 1996 dan sekarang status sekolah ini adalah terakreditasi “A”. Alamat SMP Jaya Suti Abadi berada di jalan Raya Tambelang KM. 3 TambunSelatan, Kabupaten Bekasi, Jawa-Barat 17510.
2. Visi dan Misi Sekolah SMP Jaya Suti Abadi mempunyai visi “Terdepan dalam prestasi, berakhlaq mulia, dan peduli terhadap lingkungan”. Sedangkan misi sekolah tersebut diantaranya adalah (1) Mengembangkan semangat untuk berprestasi, (2) Membentuk siswa yang bermoral dan berdisiplin, (3) Membentuk siswa yang cerdas dan berwawasan luas, (4) Meningkatkan pembelajaran yang professional, (5) Membantu mengembangkan intelektual dasar secara kreatif, inovatif, dan mengedepankan jiwa sportifitas.
3. Guru dan Tenaga Kependidikan Jumlah seluruh ketenagaan di SMP Jaya Suti Abadi adalah 25 orang, terdiri atas kepala sekolah 1 orang, guru 18 orang, 2 orang guru bimbingan konseling, tenaga administrasi 2 orang, tenaga kebersihan 2 orang, dan petugas keamanan 2 orang.
4. Siswa Jumlah peserta didik SMP Jaya Suti Abadi pada tahun pelajaran 2013/2014 berjumlah 312 orang. Peserta didik di kelas VII sebanyak 101 siswa yang dibagi menjadi 4 kelas,. Peserta didik kelas VIII sebanyak 103 siswa yang dibagi menjadi 3 kelas. Peserta didik kelas IX sebanyak 108 siswa yang dibagi menjadi 4 kelas. Jumlah peserta didik yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 148 siswa dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 164 siswa.
B. Hasil Analisa Univariat 1. Gambaran Karakteristik Responden Penelitian Gambaran karakteristik responden penelitian ini diuraikan secara rinci di bawah ini, yaitu berdasarkan jenis kelamin dan usia. 1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pengelompokan responden berdasarkan kategori jenis kelamin digambarkan pada tabel 5.1 berikut : Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Laki-Laki
52
38.2 %
Perempuan
84
61.8 %
Total
136
100 %
Data yang ada pada Tabel 5.1 di atas terlihat bahwa dari 136 responden, jumlah responden laki-laki yaitu berjumlah 52 siswa (38.2%) sedangkan jumlah responden perempuan yaitu berjumlah 84 siswi (61.8%). 1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Pengelompokan responden berdasarkan kategori usia digambarkan pada tabel 5.2 berikut :
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Usia (Tahun)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
12
23
16.9 %
13
74
54.4%
14
37
27.2%
15
2
1.5%
Total
136
100 %
Berdasarkan pada tabel di atas terlihat bahwa responden dalam penelitian ini adalah remaja yang berada pada rentang usia 12-15 tahun. Mayoritas responden dalam penelitian ini berada pada usia 13 tahun yaitu sebanyak 74 siswa (54.4%). Responden dengan usia 12 tahun yaitu sebanyak 23 siswa (16.9%). Sedangkan responden dengan usia 14 tahun yaitu sebanyak 37 siswa (27.2%). Responden dengan jumlah minoritas berada pada usia 15 tahun dengan jumlah responden sebanyak 2 siswa (1.5%). 2. Gambaran Responden Berdasarkan Teori Fungsi Keluarga The McMaster Model Tabel 5.3 Gambaran Responden Berdasarkan Teori Fungsi Keluarga Teori Fungsi
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Keluarga
Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik
Pemecahan Masalah
81
55
59.6 %
40.4%
Komunikasi
78
58
57.4 %
42.6%
Peran
97
39
71.3 %
28.7%
Responsivitas Afektif
97
39
71.3 %
28.7%
Keterlibatan Afektif
76
60
55.9 %
44.1%
Kontrol Perilaku
82
54
60.3 %
39.7%
Berdasarkan data tabel di atas menunjukkan bahwa gambaran responden berdasarkan teori fungsi keluarga The McMaster sudah berjalan dengan baik. Untuk dimensi pemecahan masalah responden yang fungsi keluarganya berjalan dengan baik adalah sebanyak 81 orang (59.6 %). Untuk dimensi komunikasi yang fungsi keluarganya berjalan dengan baik adalah sebanyak 78 orang (57.4 %). Sedangkan untuk dimensi peran dan responsivitas afektif mempunyai jumlah responden yang sama yang fungsi keluarganya sudah berjalan dengan baik, yaitu sebanyak 97 orang (71.3 %). Untuk dimensi keterlibatan afektif yang fungsi keluarganya sudah berjalan dengan baik adalah sebanyak 76 orang (55.9%). Untuk dimensi kontrol perilaku yang fungsi keluarganya sudah berjalan dengan baik adalah sebanyak 82 orang (60.3 %). Dan untuk dimensi keberfungsian keluarga secara umum yang berjalan dengan baik adalah sebanyak 81 orang (59.6 %). 3. Gambaran Responden Berdasarkan Kecerdasan Emosional
Skor EI
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Tabel 5.4
Baik
73
53,7 %
Kurang Baik
63
46,3 %
Total
136
100 %
Kategori Responden Berdasarkan Kecerdasan Emosional
DarDari tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang mempunyai hasil kecerdasan emosional yang baik adalah sebanyak 73 siswa (53,7%) dan responden yang mempunyai kecerdasan emosional kurang baik adalah sebanyak 63 siswa (46,3%).
C. Hasil Analisa Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis data dari dua variabel yang berbeda. Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dimensi-dimensi fungsi keluarga terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.
1. Hubungan
antara
Pemecahan
Masalah
terhadap
Tingkat
Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Tabel 5.5 Hubungan antara Pemecahan Masalah (1) terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Fungsi Keluarga 1 Baik
Kecerdasan Emosional Baik Kurang baik N % N % 42 30.9 39 28.7
Total N 81
% 59.6
P value 0.605
Kurang Baik Total
31 73
22.8 53.7
24 63
17.6 46.3
55 136
40.4 100
Dari tabel 5.5 di atas, hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0.605. Hal tersebut menunjukkan Ha1 ditolak yaitu tidak ada hubungan antara dimensi fungsi keluarga pemecahan masalah terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.
2. Hubungan antara Peran terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Tabel 5.6 Hubungan antara Peran (2) terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi
Fungsi Keluarga 2 Baik Kurang baik Total
Kecerdasan Emosional Baik Kurang baik N % N % 45 33.1 33 24.3 28 20.6 30 22.1 73 53.7 63 46.3
Total N 78 58 136
% 57.4 42.6 100
P value
0.276
Berdasarkan tabel 5.6 di atas, hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0.276. Hal tersebut menunjukkan Ha2 ditolak yaitu tidak ada hubungan antara dimensi fungsi keluarga peran terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi. 3. Hubungan antara Komunikasi terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Tabel 5.7 Hubungan antara Komunikasi terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi
Fungsi Keluarga 3 Baik Kurang baik Total
Kecerdasan Emosional Baik Kurang baik N % N % 54 39.7 43 31.6 19 14.0 20 14.7 73 53.7 63 46.3
Total N 97 39 136
% 71.3 28.7 100
P value
0.462
Berdasarkan tabel di atas, hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0.46. Hal tersebut menunjukkan Ha3 ditolak yaitu tidak ada hubungan antara dimensi fungsi keluarga komunikasi terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.
4. Hubungan
antara
Responsivitas
Afektif
terhadap
Tingkat
Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Tabel 5.7 Hubungan antara Responsivitas terhadap Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Fungsi Keluarga 4 Baik Kurang baik Total
Kecerdasan Emosional Baik Kurang baik N % N % 49 36.0 48 35.3 24 17.6 15 11.0 73 53.7 63 46.3
Total N 97 39 136
% 71.3 28.7 100
P value
0.244
Dari tabel 5.7 hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0.244. Hal tersebut menunjukkan Ha4 ditolak yaitu tidak ada hubungan antara dimensi fungsi keluarga responsivitas afektif terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.
5. Hubungan
antara
Keterlibatan
Afektif
terhadap
Tingkat
Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Tabel 5.8 Hubungan antara Keterlibatan Afektif terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Fungsi Keluarga 5 Baik Kurang baik Total
Kecerdasan Emosional Baik Kurang baik N % N % 42 30.9 34 25.0 31 22.8 29 21.3 73 53.7 63 46.3
Total N 76 60 136
% 55.9 44.1 100
P value
0.676
Berdasarkan tabel di atas hasil uji statistik dapat diliha bahwa nilai p value = 0.67. Hal tersebut menunjukkan Ha5 ditolak yaitu tidak ada hubungan antara fungsi keluarga keterlibatan afektif terhadap tingkat kecerdasan emosional pelajar SMP Jaya Suti Abadi.
6. Hubungan antara Kontrol Perilaku terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Tabel 5.9 Hubungan antara Kontrol Perilaku terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Fungsi Keluarga 6 Baik Kurang baik Total
Kecerdasan Emosional Baik Kurang baik N % N % 41 30.1 41 30.1 32 23.5 22 16.2 73 53.7 63 46.3
Total N 82 54 136
% 60.3 39.7 100
P value
0.289
Dari tabel 5.9 hasil uji statistik dapat dilihat bahwa nilai p value = 0.289. Hal tersebut menunjukkan Ha6 ditolak yaitu tidak ada hubungan
antara dimensi fungsi keluarga kontrol perilaku terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.
7. Hubungan antara Keberfungsian Umum terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi
Tabel 5.10 Hubungan antara Keberfungsian umum terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Fungsi Keluarga 7 Baik Kurang Baik Total
Kecerdasan Emosional Baik Kurang Baik N % N % 44 32.4 37 27.2 29 21.3 26 19.1 73 53.7 63 46.3
Total N 81 55 136
% 59.6 40.4 100
P value
0.855
Dari tabel 5.10 hasil uji statistik dapat dilihat bahwa nilai p value = 0.855. Hal tersebut menunjukkan Ha7 ditolak yaitu tidak ada hubungan antara dimensi fungsi keluarga keberfungsian umum terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat 1. Gambaran Karakteristik Responden Penelitian 1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Nolen-Hoeksema (2007) menyatakan bahwa jenis kelamin termasuk
faktor
yang
mempengaruhi
kecerdasan
emosional.
Contohnya adalah angka suasana hati depresi menjadi lebih meninggi untuk remaja perempuan dibanding remaja laki-laki. Hal ini bisa dipicu oleh meningkatnya kadar hormon yang lebih menonjol pada remaja perempuan. Perempuan juga cenderung menyalurkan emosinya dengan kemarahan melalui perilaku agresif dan perkataan yang dapat merendahkan orang lain (Goleman, 2006). Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakteristik responden berdasarkan
perbedaan jenis kelamin dapat
berpengaruh terhadap tingkat
kecerdasan emosional usia remaja awal, sehingga adanya perbedaan jenis kelamin perlu diukur oleh peneliti. Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa responden dengan jumlah 136 siswa, mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 84 orang
(61,8%), sedangkan responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 52 orang (38,2%)
1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional (Latifah, 2012). Hasil statistik pada penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas usia responden adalah 13 tahun sebanyak 74 orang (54,4%) dan usia 14 tahun sebanyak 37 orang (27,2%). Hasil survey Goleman (2006) menunjukkan kecenderungan bahwa remaja saat ini lebih banyak mengalami kesulitan emosional daripada generasi sebelumnya di seluruh dunia, khususnya pada usia 12-15 tahun. Remaja pada usia 12-15 tahun juga memiliki kemandirian yang hadir bersama dengan kebutuhan keintiman dan dukungan orang tua. Dimana pada masa-masa ini konflik antara orang tua dan anak memuncak (Dahlan, 2004). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sari (2011) yang meneliti tentang kematangan emosional pada rentang usia 16-18 tahun, didapatkan hasil bahwa tidak lagi terdapat kematangan emosional yang kurang baik pada rentang usia tersebut. Ini menujukkan bahwa usia 1618 tahun, remaja sudah mampu mengendalikan emosinya dan menunjukkan kecerdasan emosionalnya. Sehingga diharapkan setelah
melewati usia remaja 12-15 tahun, kecerdasan emosional remaja mampu lebih baik dan cerdas dalam mengontrol emosionalnya. Dari uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa masa remaja awal 12-15 tahun sedang melewati masa transisi dengan emosi yang dapat berubah-ubah dengan cepat sehingga dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional
2. Gambaran Responden Berdasarkan Kecerdasan Emosional Gambaran kecerdasan emosional pada responden dilihat dari nilai mean, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi yang didapatkan dari pengisian kuesioner EATQ-R. Nilai mean kecerdasan emosional yang didapatkan pada responden ini adalah sebesar 238 (SD = 18.23), nilai maksimum 283, dan nilai minimum 192. Gambaran kecerdasan emosional pada responden dikategorikan menjadi baik dan kurang baik. Pengkategorian dilakukan berdasarkan nilai mean dan standar deviasi. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 136 orang responden di SMP Jaya Suti Abadi diperoleh sebanyak 73 siswa (53,7%) yang mempunyai tingkat kecerdasan emosional yang baik dan 63 siswa (46,3%) yang mempunyai tingkat kecerdasan emosional yang kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa-siswi SMP Jaya Suti Abadi sudah mampu mengontrol emosionalnya dengan baik. Baik dalam hal kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati,
maupun keterampilan sosial. Namun tidak sedikit responden yang masih kurang baik tingkat kecerdasan emosionalnya. Hal ini dapat terlihat dari hampir setengah
jumlah total responden mempunyai
kecerdasan emosional yang kurang baik.
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Fungsi Keluarga Gambaran responden berdasarkan fungsi keluarga dilihat dari nilai median, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi yang didapatkan dari pengisian kuesioner FAD. Gambaran fungsi keluarga pada responden dikategorikan menjadi baik dan kurang baik. Pengktegorian dilakukan berdasarkan nilai median dan standar deviasi. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa gambaran responden berdasarkan teori fungsi keluarga The McMaster sudah berjalan dengan baik. Untuk dimensi pemecahan masalah responden yang fungsi keluarganya berjalan dengan baik adalah sebanyak 81 orang (59.6 %). Untuk dimensi komunikasi yang fungsi keluarganya berjalan dengan baik adalah sebanyak 78 orang (57.4 %). Sedangkan untuk dimensi peran dan responsivitas afektif mempunyai jumlah responden yang sama yang fungsi keluarganya sudah berjalan dengan baik, yaitu sebanyak 97 orang (71.3 %). Untuk dimensi keterlibatan afektif yang fungsi keluarganya sudah berjalan dengan baik adalah sebanyak 76 orang (55.9%). Untuk dimensi kontrol perilaku yang fungsi keluarganya sudah berjalan dengan baik adalah
sebanyak 82 orang (60.3 %). Dan untuk dimensi keberfungsian keluarga secara umum yang berjalan dengan baik adalah sebanyak 81 orang (59.6 %). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa-siswi SMP Jaya Suti Abadi, fungsi keluarganya sudah berjalan dengan baik. Walaupun tidak sedikit responden yang masih kurang baik fungsi keluarganya.
B. Analisis Bivariat 1. Hubungan
antara
Pemecahan
Masalah
terhadap
Tingkat
Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 136 siswa di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi didapatkan hasil analisa dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p value 0.605 (taraf signifikan > 0.05) yang menunjukkan bahwa hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Artinya, tidak terdapat hubungan antara dimensi pemecahan masalah terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi. Hal ini dibuktikan dengan hasil responden yang memiliki fungsi keluarga kurang baik dan kecerdasan emosional yang kurang baik adalah sebanyak
24 orang (17,6 %) dari total keseluruhan responden
sebanyak
136
orang.
Dengan
kata
lain,
rendahnya
tingkat
keberfungsian keluarga pada dimensi pemecahan masalah tidak diikuti oleh rendahnya tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP. Hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yolanda (2012) yang menemukan bahwa keberfungsian keluarga memiliki korelasi yang positif terhadap kecerdasan emosional remaja. Adanya hasil yang tidak signifikan antara keberfungsian keluarga pada dimensi pemecahan masalah terhadap kecerdasan emosional remaja, menurut peneliti dikarenakan oleh adanya variabel lain yaitu pola asuh autoritatif yang dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional remaja. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Syamsul (2000) bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh autoritatif dengan memprioritaskan kepentingan anak, memecahkan masalah anak dengan menuruti kemauannya, membimbing anak ke arah kemandirian, lebih menghargai anak yang memiliki emosi dan pendapatnya sendiri akan memberikan efek kematangan emosional
yang
baik
sehingga
remaja
memiliki
keterampilan sosial yang baik dalam menyelesaikan permasalahannya.
2. Hubungan antara Komunikasi terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 136 siswa di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi didapatkan hasil analisa dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p value
0.462 (taraf signifikan > 0.05) yang menunjukkan bahwa hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Artinya, tidak terdapat hubungan antara dimensi komunikasi terhadap kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi. Hal ini dibuktikan dengan hasil responden yang memiliki fungsi keluarga baik dan kecerdasan emosional yang baik adalah sebanyak 54 orang (39.7 %) dari total keseluruhan responden sebanyak 136 orang. Dengan kata lain,
tingginya
tingkat
keberfungsian keluarga
pada
dimensi
komunikasi tidak diikuti oleh tingginya tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP. Hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yolanda (2012) yang menemukan bahwa keberfungsian keluarga memiliki korelasi yang positif terhadap kecerdasan emosional remaja. Adanya hasil yang tidak signifikan antara keberfungsian keluarga pada dimensi komunikasi terhadap kecerdasan emosional remaja, menurut peneliti dikarenakan oleh adanya variabel lain yaitu persepsi remaja untuk melakukan penyesuaian sosial dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional remaja. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Salovey & Mayer (2000) bahwa remaja yang memiliki persepsi penyesuaian sosial yang baik seperti penerimaan diri, mempunyai hubungan yang positif dengan teman sebaya nya, dan mempunyai tujuan hidup akan memiliki
tingkat kecerdasan emosi yang baik walaupun komunikasi di dalam keluarganya masih terjalin kurang baik. 3. Hubungan antara Peran terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 136 siswa di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi didapatkan hasil analisa dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p value 0.276 (taraf signifikan > 0.05) yang menunjukkan bahwa hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Artinya, tidak terdapat hubungan antara dimensi peran terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi. Hal ini dibuktikan dengan hasil responden yang memiliki fungsi keluarga kurang baik dan kecerdasan emosional yang kurang baik adalah sebanyak 30 orang (22.1 %) dari total keseluruhan responden sebanyak 136 orang. Dengan kata lain, rendahnya nya tingkat keberfungsian keluarga pada dimensi peran tidak diikuti oleh rendahnyanya tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP. Hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yolanda (2012) yang menemukan bahwa keberfungsian keluarga memiliki korelasi yang positif terhadap kecerdasan emosional remaja. Adanya hasil yang tidak signifikan antara keberfungsian keluarga pada dimensi peran terhadap kecerdasan emosional remaja, menurut peneliti kecerdasan emosional dapat
ditingkatkan melalui berbagai macam bentuk pelatihan, misalnya pelatihan asertivitas. Pelatihan asertivitas adalah upaya melatih individu untuk dapat memiliki kesadaran diri, membina hubungan yang baik dengan orang lain, kemampuan individu untuk dapat berkata tegas, dan bagaimana individu mampu melihat konflik untuk mengubah dari situasi negatif menjadi interaksi positif (Alberti dan Emmons, 2002). Sebagian besar siswa SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi mengungkapkan bahwa mereka pernah beberapa kali mengikuti pelatihan asertivitas selama 2 hari di sekolah yang memang sengaja diadakan oleh pihak sekolah dan bekerja sama oleh pihak trainer untuk proses kematangan emosional para muridnya. Jadi, individu yang peran dan tugas dalam keluarganya berfungsi kurang baik apabila sudah pernah mengikuti pelatihan asertivitas akan membentuk kecerdasan emosional yang baik dengan sendirinya.
4. Hubungan
antara
Responsivitas
Afektif
terhadap
Tingkat
Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Hasil penelitian mengenai hubungan antara responsivitas afektif terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi menunjukkan bahwa 136 orang responden yang mempunyai fungsi keluarga responsivitas yang baik ternyata ada 48
responden (35.3 %) yang tingkat kecerdasan emosionalnya baik dan 49 responden (36.0 %) yang tingkat kecerdasan emosionalnya kurang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0.244 yang berarti tidak terdapat hubungan antara dimensi responsivitas afektif terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi. Fungsi keluarga dengan dimensi responsivitas afektif adalah kemampuan berespon terhadap stimulus yang ada dengan kualitas dan kuantitas perasaan yang tepat. Dimensi ini tidak dimaksudkan untuk melihat cara anggota keluarga menyampaikan perasaan mereka, tetapi apakah mereka memiliki kapasitas untuk merasakan emosi (Epstein et al., 2003). Karakteristik responden dengan dimensi responsivitas afektif adalah setiap anggota keluarga memiliki kesadaran diri untuk saling merasakan adanya ikatan emosional dalam keluarganya (Miller, 2000). Individu dapat berespon dengan menggunakan variasi emosi dan respon yang ditimbulkan pasti akan sesuai dengan stimulus dan konteks situasi yang terjadi, sehingga ini dapat menjadi salah satu fakor yang menyebabkan tidak adanya hubungan antara dimensi responsivitas terhadap kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.
5. Hubungan
antara
Keterlibatan
Afektif
terhadap
Tingkat
Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Hasil penelitian mengenai hubungan antara keterlibatan afektif terhadap kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi menunjukkan bahwa 136 orang responden ternyata yang memiliki fungsi keluarga baik dengan tingkat kecerdasan emosional yang baik ada 42 orang (30.9 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0.676 yang berarti tidak terdapat hubungan antara dimensi keterlibatan afektif terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi. Keterlibatan afek merupakan sejauh mana anggota keluarga menunjukkan ketertarikan dan penghargaan kepada aktivitas dan minat anggota keluarga lainnya (Epstein et al., 2003). Dimensi ini memfokuskan kepada seberapa banyak ketertarikan yang ditunjukkan oleh anggota keluarga satu sama lain. Responden dengan dimensi keterlibatan afektif adalah responden yang sebagian besar menerapkan tipe keterlibatan tanpa perasaan dalam keluarganya, dimana individu dalam keluarga tersebut melibatkan hanya sedikit ketertarikan satu sama lain, dan hanya sebatas untuk pengetahuan saja. Hal ini dapat menyebabkan seorang remaja akan mencari kenyamanan di lingkungan sekitarnya dan mengikuti orang lain dalam berperilaku. Namun, meskipun lingkungan dapat
memberikan
pengaruh
pada
individu
dengan
dimensi
keterlibatan afektif, faktor lain seperti ketegasan (Costa & McCrae, 1992) dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional remaja. Individu yang tidak melibatkan keluarga dalam setiap situasi dan kondisi tetapi kecenderungan memiliki ketegasan dalam dirinya, saat dihadapkan dengan lingkungan yang memiliki kecerdasan emosional yang kurang baik, tidak akan membuat individu tersebut terpengaruh.
6. Hubungan antara Kontrol Perilaku terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Hasil penelitian mengenai hubungan antara kontrol perilaku terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi menunjukkan bahwa 136 orang responden ternyata yang memiliki fungsi keluarga baik dengan tingkat kecerdasan emosional yang baik ada 41 orang (30.1 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0.289 yang berarti tidak terdapat hubungan antara dimensi kontrol perilaku terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi. Dimensi ini menjelaskan mengenai pola yang diadopsi oleh keluarga untuk menangani perilaku anggota keluarga dalam tiga area berikut ini yaitu, situasi yang membahayakan secara fisik, situasi yang melibatkan pemenuhan kebutuhan dan dorongan psikobiologis, situasi yang melibatkan perilaku sosialisasi interpersonal baik diantara
anggota keluarga maupun dengan orang lain di luar keluarga (Epstein et al., 2003). Fungsi keluarga pada dimensi kontrol perilaku banyak dipengaruhi oleh standar masing-masing tentang perilaku yang bisa diterima dalam keluarga tersebut. Jika dalam sebuah keluarga menerapkan kontrol perilaku yang fleksibel dimana individu mengetahui standar apa yang diterapkan dan kapan waktu untuk melakukan negosiasi, mungkin tidak akan mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional seorang remaja. Selama seorang remaja tersebut memiliki ketegasan dan persepsi (Costa & McCrae, 1992) yang kuat untuk mempertahankan perilaku positif dan motivasi meningkatkan remaja, maka kematangan emosional mereka akan tetap baik walaupun kontrol perilaku kurang dijalankan dalam fungsi keluarga mereka. Individu yang memiliki ketegasan (prinsip dan tujuan hidup yang baik) akan mempertimbangkan perilaku yang dilakukan terkait dengan kecerdasan emosional mereka, contohnya ketika perilaku yang dilakukan akan melanggar norma (tawuran, seks bebas, narkoba) akan membuatnya ketakutan atau khawatir pada diri sendiri. Sehingga ini dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak terdapatnya hubungan antara dimensi kontrol perilaku terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.
C. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini. Keterbatasan penelitian tersebut antara lain adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini dilakukan hanya pada kelas VII dan kelas VIII karena kelas IX sudah libur setelah menghadapi UN, sehingga tidak menggambarkan kecerdasan emosional secara keeluruhan di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. 2. Ada kemungkinan bias dalam penelitian kecerdasan emosional para pelajar di SMP Jaya Suti Abadi. Hal ini dikarenakan peneliti tidak mengobservasi
secara
langsung
melainkan
hanya
mengajukan
pertanyaan melalui kuesioner, selain itu kecerdasan emotional tidak hanya dipengaruhi oleh fungsi keluarga melainkan juga bisa dipengaruhi oleh persepsi dan ketegasam, penyesuaian sosial, pelatihan asertivitas (lingkungan non-keluarga).
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah diantaranya sebagai berikut : 1. Gambaran distribusi remaja di SMP Jaya Suti Abadi adalah : dari 136 responden terdapat 38.2%
responden laki-laki yaitu berjumlah 52
siswa sedangkan responden perempuan yaitu berjumlah 84 siswi (61,8%). 2. Gambaran distribusi remaja di SMP Jaya Suti Abadi berdasarkan usia adalah : dari 136 responden dalam penelitian yang berada pada rentang usia 12-15 tahun, mayoritas responden dalam penelitian ini berada pada usia 13 tahun yaitu sebanyak 74 siswa (54,4%). Responden dengan usia 12 tahun yaitu sebanyak 23 siswa (16,9%). Sedangkan responden dengan usia 14 tahun yaitu sebanyak 37 siswa (27,2%). Responden dengan jumlah minoritas berada pada usia 15 tahun dengan jumlah responden sebanyak 2 siswa (1,5%). 3. Keberfungsian keluarga responden di SMP Jaya Suti Abadi adalah : dimensi pemecahan masalah 59.6%, dimensi komunikasi 57.4%, dimensi peran dan responsivitas afektif mempunyai jumlah responden
yang sama yaitu 71.3%, dimensi keterlibatan afektif 55.9%, dan dimensi kontrol perilaku 60.3%. 4. Penelitian ini menunjukkan bahwa 53.7% responden mempunyai kecerdasan emosional yang baik dan 46.3% responden mempunyai kecerdasan emosional kurang baik. 5. Hasil uji statistik bivariat menunjukkan bahawa tidak ada hubungan antara keberfungsian keluarga dengan dimensi pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, dan kontrol perilaku terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.
B. Saran 1. Bagi sekolah Pihak sekolah khususnya guru bimbingan konseling dan bagian kesiswaan diharapkan dapat lebih memperhatikan kegiatan siswanya di dalam maupun di luar sekolah, ikut mengontrol dan bekerja sama dengan orang tua siswa dalam perkembangan kecerdasan emosional mereka yang baru memasuki usia remaja awal. 2. Bagi perawat Perawat perlu meningkatkan perannya sebagai konselor dan dapat ikut terlibat dalam bimbingan konseling yang ada di sekolah sebagai suatu intervensi dari keperawatan khususnya dalam mengkaji mental dan psikis pada remaja secara menyeluruh, sehingga dapat
mengetahui perkembangan remaja terutama emosionalnya supaya remaja tidak terjerat dalam perkembangan yang salah dan melanggar norma-norma yang sudah diterapkan dalam masyarakat.
3. Bagi peneliti selanjutnya a. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut
dan
mendalam
mengenai
faktor-faktor
lain
yang
berhubungan dengan kecerdasan emosional remaja seperti pola asuh autoritatif, pelatihan asertivitas, penyesuaian sosial, persepsi dan ketegasan, dan faktor lainnya dari lingkungan non-keluarga. b. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengobservasi langsung kecerdasan emosional remaja sehingga hasil penelitian lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Alberti, Robert dan Emmons, M. 2002. Your Perfect Right. Jakarta : Elex Media Komputindo. Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan. Ciputat : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Arikunto, Suharsim. 2010. Manajemen penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Asrori, A. 2009. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Interaksi Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Kelas VII Program Akselerasi di SMP Negeri 9 Surakarta. Skripsi Fakultas Kedokteran UNS. Baron, Robert. A, Byrne .D. 2005. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Beavers, R., & Hampson, R. B. 2003. Measuring family competence: The beavers system model. In Froma Walsh (Ed), Normal Family Process: growing diversity and complexity (3rd ed.). New York: The Guilford press. BKKBN. Tanda-Tanda Anak Mulai Puber. Diakses dari ceria.bkkbn.go.id Bray, J. H. 1995. Family assessment: Current Issues in Evaluating Families. Family Relations, 44 (4), 469-477. Cooper, Robert K and Sawaf, Ayman. 2000. Kecerdasan Emosi dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta : Gramedia Putra.
Dacey, J. & Kenny, M., 1997, Adolescent Development, Second Edition, New York: WCB/Mc Graw-Hill, Inc.
Dagun, Save. M. 2002. Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta Dahlan. M. D. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Bdg. David Lee King and Michael Porter. Develop Your Emotional Intelligence. (February 2013): h. 81 DeFrain, John, Asay, S.M, & Olson, D. H. “Family Functioning”. Encyclopedia of Human Relationships. Ed. Thousand Oaks, CA: SAGE, 2009. 622-27. SAGE Reference Online. Web. 4 Mar. 2012 Epstein, N. B., Baldwin, L. M., & Bishop, D. S. 1983. The McMaster family assessment device. Journal of Marital and Family Therapy, 9(2), 171-180 Epstein, N.B., Bishop, D. S., & Levin, S. 1978. The McMaster Model of Family Functioning. Journal of Marriage and Family Counseling, 4, h. 19-31. Epstein, N. B., Levin, S. & Bishop, D. A. 1976. The family as a social unit. Canadian Family Psysician, 22, 1411-1413. Epstein, N. B., Ryan, C. E., Bishop, D. S., Miller, I. W., & Keitner, G. I. 2003. The McMaster Model A View of Healthy Family Functioning. In Froma Walsh (Ed), Normal Family Process: growing diversity and Complexity (pp. 581-607). New York : The Guilford press. Friedman, M. M. 1998. Keperawatan Keluarga. Edisi 3. Jakarta : EGC Gharawiyan, B. 2002. Memahami Gejolak Emosi Anak. Bogor : Cahaya Goleman, D. 2006. Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ. (Terjemahan : T. Hermaya). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Gottman, J. 1997. Kiat-Kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (Terjemahan : T. Hermaya). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Gunarsa, Singgih D. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta : Gunung Mulia.
Hamid, Achir Yani. 2007 . Buku Ajar Riset Keperawatan: Konsep, Etika, & Instrumentasi. Jakarta : EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Hikmanurina, Rinda. 2012. Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dan Optimisme pada Ibu yang Memiliki Anak dengan Gangguan Spektrum Autistik. Skripsi S1 Fakultas Psikologi UI Hurlock, Elizabeth B. 2010. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi 5. Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta : Erlangga.
Holland, Karen. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC.
Kartono, K. 2005. PengantarPsikologi Sosial. Bandung : Alumni Kusumaningrum, Arie. 2011. Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Terhadap Kecerdasan Emosional Remaja. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran Unsri. Latifah, Evi Lailatul. 2010. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Akhlak Siswa Kelas XI SMA Triguna Utama Tangerang Selatan. Skripsi S1 Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Martin, A. D. 2008. Emotional Quality Management. Jakarta : HR Exellency.
Miller, I. W., Ryan, C. E., Keitner, G. I., Bishop, D. S., & Epstein, N. B. 2000. The McMaaster approach to families: Theory, assessment, treatment and research. Jounal of Family Therapy, 22, 168-169. Mubarak, I.W. 2006.Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta : CV. Sagung Seto.
Mubayidh, M. 2007. Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak . Jakarta : Pustaka Al-Kautsar. Mulyadi, S. 2002. Generasi Muda Alami Kesulitan Emosional. www.kompas.com 26 Mei Moersintowarti. 2008. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : CV. Sagung Seto. Moh.Nazir. Ph. D. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : PT. Ghalia Indonesia.
Monk, F.J Knoers, A. M. Haditono. 1994. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Naghavi, Fataneh. Family Functioning and Early Adolescents’ Psychopathology. 2011. h. 1512-1517 Notoadmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Rineka. 2003. Promosi kesehatan. Jakarta : rineka Cipta. 2007.
Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Oliva, A., 2000, Personal, Social and Family Correlates of Emotional Autonomy in Adolescence, Universidad de Sevilla. Avda. San Francisco. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan – BKKBN (Pusdu-BKKBN). Kajian Profil Penduduk Remaja (10-24 tahun) : Ada Apa dengan Remaja?. Jakarta : Pusdu-BKKBN. 2011. Diunduh pada 20 Desember 2013. Sabateli, R. M., & Bartle, S. E. 1995. Survey approaches to the assessment of family functioning: Conceptual, operational, and analytical issues. Journal of Marriage and Family, 57(4), 1025-1039. Salovey, P & Mayer, J.D. 1993. The Intellegence of Emotional Intellegence. Journal of Educational Psychology, 17, 433-442.
Sarlito, WS. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Shapiro, L.E. 1998. Mengajarkan EI pada Anak. (Terjemahan : T Hermaya). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Singgih, D. Gunarsa. 2008. Psikologi Perawatan. Jakarta : Gunung Mulia. Soetjiningsih, Christiana Hari. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja. Disertasi Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Stein, S. J. & Book, H. E.2002. Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Bandung : Kaifa. Steinberg, L., 1993, Adolescence, Third Edition, New York: Mc Graw-Hill, Inc. Straubert, Helen J & Carpenter, Dona R. 1999.Qualititative Research In Nursing Advancing the Humanistic Imperative. Second Edition. Walnut Street, Philadelphia.
Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Cetakanke 6. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono.2012. Metodologi Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D. cetakan ke 17. Bandung : Alfabeta. Sunar, D. P. 2010. Edisi Lengkap Tes IQ EQ dan SQ. Jogjakarta : FlashBooks Suntrock, John W. 2007. Adolescence Eleventh Edition. Jakarta : Erlangga
Suyanto. Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Syamsul, Yusuf. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosdakarya The British Psycological Society. The Protective Role of Trait Emotional Intelligence. 2009: h. 181-193 Yolanda, Mega. 2012. Hubungan antara Keberfungsian Keluarga dan Parenting Self-Efficacy Pada Ibu Bekerja. Skripsi S1 Fakultas Psikologi UI. Walgito, B. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset Walsh, F. 2003. Changing families in a changing world: Reconstructing family normality. In Froma Walsh (Ed), Normal Family Process: growing diversity and Complexity (pp.3-26). New York : The Guilford Press Wong, D. L .dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta : EGC World Health Organization (WHO). 2010. Adolescent Development. Diunduh pada 8 Maret 2010 dari http://www.whochild_adolescent/topics/adolescence Zahra, Roswiyani P. 2005. Lingkungan Keluarga dan Peluang Munculnya Masalah Remaja. Jurnal Provitae, no. 2 (November 2005) h: 11-24.
INFORMED CONSENT Yth.
Jakarta,
Mei 2014
Calon Responden Penelitian Di Tempat Dengan hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Awalia Bella Rizki Pratiwi
NIM
: 1110104000025
Alamat
: Perum Gria Asri 2 Jl. Garuda VIII Blok H17/12B Tambun – Bekasi Saya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ssedang melakukan penelitian dengan judul penelitian “Hubungan Fungsi Keluarga Terhadap Kecerdasan Emosional Para Pelajar SMP Jaya Suti Abadi.” Dalam proses pengumpulan data, dengan segala kerendahan hati saya mengharapkan kesediaan anda meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Penelitian ini tidak akan merugikan responden. Saya selaku peneliti akan merahasiakan identitas dan jawaban saudara sebagai responden dalam penelitian ini. Bersama surat ini saya lampirkan lembar persetujuan menjadi responden. Anda dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan apabila bersedia secara sukarela menjadi responden penelitian. Besar harapan peneliti agar anda bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Atas kesediaan dan kerja samanya, peneliti mengucapkan terima kasih. Hormat saya
Peneliti
LANJUTAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh : Nama
: Awalia Bella Rizki Pratiwi
NIM
: 1110104000025
Alamat
: Perum Gria Asri 2 Jl. Garuda VIII Blok H17/12B Tambun Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang tujuan penelitian ini.
Saya mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Semua berkas yang mencantumkan identitas responden hanya digunakan untuk terkait penelitian. Saya mengerti bahwa tidak ada resiko yang akan terjadi. Apabila ada pertanyaan dan respon emosional yang tidak nyaman atau berakibat negatif pada saya, maka peneliti akan menghentikan pengumpulan data dan peneliti memberikan hak kepada saya untuk mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa resiko apapun. Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa ada paksaan. Saya bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini secara sukarela.
Jakarta,
(
Mei 2014
)
KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk : 1. Bacalah pernyataan dengan seksama sehingga dapat dimengerti. 2. Isilah semua nomor dalam kuesioner ini sesuai dengan kondisi yang anda alami selama ini dan jangan ada yang terlewatkan dengan memberi tanda silang (X) atau checklist (V) pada setiap pernyataan. Setiap nomor hanya boleh diisi oleh satu jawaban. 3. Jika anda salah mengisi jawaban, coret jawaban tersebut dan beri tanda silang atau checklist pada jawaban yang dinggap benar. 4. Dalam hal ini tidak ada penilaian benar atau salah, baik atau buruk, sehingga tidak ada jawaban yang dianggap salah. Semua jawaban adalah benar, jika anda memberikan jawaban sesuai dengan keadaan atau perasaan anda yang sebenarnya. 5. Anda dapat bertanya langsung pada peneliti jika ada kesulitan dalam menjawab isi kuesioner. 6. Atas partisipasi dan kesediaan anda untuk mengisi kuesioner ini, peneliti mengucapkan terima kasih.
SELAMAT MENGISI A. Data demografi / Identitas 1. Nama Sekolah
: SMP Jaya Suti Abadi
2. No responden
: …….. (diisi oleh peneliti)
3. Usia
: …….. tahun
4. Jenis Kelamin
: Laki-laki / Perempuan
BAGIAN III PETUNJUK PENGISIAN
Di bawah ini, terdapat sejumlah pernyataan yang menggambarkan kondisi keluarga Anda, dalam hal ini Anda dan pasangan Anda. Anda diminta untuk memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang menurut Anda paling menggambarkan kondisi keluarga Anda. Pilihan jawaban yang tersedia adalah:
SS
: Jika pernyataan Sangat Sesuai dengan keluarga Anda
S
: Jika pernyataan Sesuai dengan keluarga Anda
TS
: Jika pernyataan Tidak Sesuai dengan keluarga Anda
STS
: Jika pernyataan Sangat Tidak Sesuai dengan keluarga Anda
Contoh Pengerjaan:
Artinya: Pernyataan tersebut sangat tidak sesuai dengan kondisi keluarga Anda saat ini
Jika Anda ingin mengganti jawaban, coretlah jawaban sebelumnya, kemudian berikan tanda silang pada jawaban yang baru. Cara Mengkoreksi :
Kuisioner Perangai pada Masa Awal Remaja Seberapa tepat tiap pernyataan berikut dengan diri Anda? 1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
saya merasa mudah untuk berkonsentrasi mengerjakan soal pekerjaan rumah (PR). Saya merasakan kebahagiaan hampir setiap hari. Saya rasa akan sangat menyenangkan jika saya pindah ke kota lain. Saya menyukai angin sepoi-sepoi yang meniup wajah saya. Jika saya marah kepada seseorang maka saya akan mengatakan sesuatu yang dapat menyakiti perasaannya. Saya memperhatikan perubahan meskipun kecil di sekitar saya misalnya lampu yang lebih terang daripada biasanya. Berat bagi saya dapat menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya. Saya merasa lebih pemalu dengan teman yang berlawanan jenis. Ketika saya marah, saya memecahkan atau menghancurkan suatu barang. saya merasa tidak sabar untuk membuka kado yang diberikan orang untuk saya. Teman-teman saya lebih bisa menikmati kondisi dirinya dibanding saya. Saya cenderung memperhatikan pada halhal kecil di sekitar saya yang tidak diperhatikan orang lain. Jika saya benar-benar marah pada seseorang, saya akan memukulnya.
Hampir selalu tidak tepat
Biasanya Tidak tepat
Terkadang Tepat, terkadang Tidak tepat
Biasanya tepat
Hampir selalu tepat
14) Jika seseorang mengatakan kepada saya untuk berhenti melakukan sesuatu, saya dengan mudah akan berhenti mengerjakannya. 15) Saya merasa malu bertemu dengan orangorang baru. 16) Saya bisa menikmati nyanyian dari ocehan burung. 17) Saya ingin bisa berbagi tentang masalah pribadi saya kepada orang lain.
Seberapa tepat tiap pernyataan berikut dengan diri Anda? 18) Saya akan melakukan sesuatu yang menyenangkan sebentar sebelum mulai mengerjakan PR, bahkan meskipun saya tidak seharusnya melakukan hal itu. 19) Saya tidak ingin tinggal di kota besar meskipun itu aman. 20) hampir tidak ada sesuatu hal yang bisa membuat saya menangis 21) Saya sangat peka terhadap kebisingan. 22) Saya cenderung kasar kepada orang yang tidak saya sukai. 23) Saya menyukai jika melihat pola-pola awan di langit. 24) Saya bisa tahu jika seseorang marah melalui ekspresinya. 25) Saya merasa susah saat menelpon seseorang tapi nadanya sibuk. 26) Semakin saya berusaha menghentikan tindakan yang sebenarnya saya tidak ingin lakukan, maka semakin kuat tekad saya untuk melakukannya. 27) Saya suka saling peluk dengan orang-orang yang saya cintai. 28) Meluncur ke bawah pada lereng yang curam, sangat menakutkan bagi saya. 29) Saya sering merasa sedih lebih dari yang orang tahu. 30) Jika saya tidak diizinkan untuk melakukan sesuatu, saya tetap akan mulai melakukannya. 31) Saya akan melakukan tindakan pertolongan apa
Hampir selalu tidak tepat
Biasanya Tidak tepat
Terkadang Tepat, terkadang Tidak tepat
Biasanya tepat
Hampir selalu tepat
32)
33)
34)
35)
36)
pun bagi seorang yang paling saya pedulikan. Saya ketakutan jika berkendara bersama orang yang suka ngebut. Saya suka melihat-lihat pepohonan dan berjalan diantaranya. Sulit bagi saya menyesuaikan diri dengan teman-teman saat di kelas Saya khawatir dengan keluarga saya di saat tidak bersama mereka. Saya sangat sedih jika orang tua saya tidak mengizinkan apa yang ingin saya lakukan.
Seberapa tepat tiap pernyataan berikut dengan diri Anda? 37) Saya sedih jika segala sesuatu terasa selalu salah. 38) Ketika belajar saya kesulitan berkonsentrasi dan melepaskan diri dari kebisingan. 39) Saya menyelesaikan PR sebelum waktu tiba. 40) Saya khawatir mendapat masalah. 41) Saya bagus dalam mengingat beberapa hal yang terjadi di sekitar saya. 42) Saya tidak takut dengan olah raga yang mengandung risiko seperti menyelam di laut. 43) Mudah bagi saya menyimpan rahasia. 44) Penting bagi saya untuk menjalin hubungan dekat dengan orang lain. 45) Saya tipe pemalu. 46) Saya takut pada anakanak di sekolah yang suka iseng dan mempunyai geng.
Hampir selalu tidak tepat
Biasanya Tidak tepat
Terkadang Tepat, terkadang Tidak tepat
Biasanya tepat
Hampir selalu tepat
47) Saya merasa dongkol ketika diminta berhenti melakukan tindakan yang sedang saya nikmati. 48) Saya tidak takut untuk mencoba melakukan sesuatu misalnya naik gunung. 49) Saya berhenti melakukan suatu pekerjaan sampai orang lain melakukan hal yang benar sebagaimana seharusnya. 50) Jika saya marah besar pada seorang teman, maka saya akan meledak-ledak kepadanya. 51) Saya khawatir tentang kematian orang tua saya atau mereka meninggalkan saya. 52) Saya menyukai pergi ke tempat keramaian dan terdapat banyak hiburan. 53) Saya bukan tipe pemalu. 54) Saya termasuk orang yang cukup hangat dan ramah. 55) Saya merasa sedih bahkan ketika saat Hari Raya atau saat bepergian. 56) saya benci jika menunggu telepon terlalu lama. 57) Saya ketakutan jika masuk ruangan gelap dalam rumah saya.
Seberapa tepat tiap pernyataan berikut dengan diri Anda? 58) Saya suka iseng terhadap orang lain karena alasan yang tidak jelas. 59) Saya memperhatikan dengan sungguh-sungguh ketika seseorang mencontohkan bagaiman melakukan suatu pekerjaan. 60) Saya sangat frustasi
Hampir selalu tidak tepat
Biasanya Tidak tepat
Terkadang Tepat, terkadang Tidak tepat
Biasanya tepat
Hampir selalu tepat
61)
62)
63)
64)
65)
ketika saya membuat kesalahan pada tugas sekolah saya. Saya cenderung memilih pada sesuatu yang pertengahan, kemudian meninggalkannya dan melakukan sesuatu yang lain. Jika seseorang memotong saat saya berbicara, hal itu membuat saya frustasi. Saya bisa mencocokkan antara rencana dan tujuan saya. Saya merasa sedih jika tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik. Saya menyukai derak suara daun saat musim gugur.
Hasil Uji Normalitas
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
kecerdasan_emosional
136
100.0%
0
0.0%
136
100.0%
FK_kom1
136
100.0%
0
0.0%
136
100.0%
FK_kom2
136
100.0%
0
0.0%
136
100.0%
FK_kom3
136
100.0%
0
0.0%
136
100.0%
FK_kom4
136
100.0%
0
0.0%
136
100.0%
FK_kom5
136
100.0%
0
0.0%
136
100.0%
FK_kom6
136
100.0%
0
0.0%
136
100.0%
FK_kom7
136
100.0%
0
0.0%
136
100.0%
Descriptives Statistic Mean
95% Confidence Interval for Mean
238.29 Lower Bound
235.20
Upper Bound
241.38
5% Trimmed Mean
238.33
Median
239.00
Variance kecerdasan_emosional
18.228
Minimum
192
Maximum
283
Range
91
Interquartile Range
24
Skewness Kurtosis Mean
Mean FK_kom1
1.563
332.265
Std. Deviation
95% Confidence Interval for
Std. Error
-.053
.208
.352
.413
13.99
.159
Lower Bound
13.67
Upper Bound
14.30
5% Trimmed Mean
13.93
Median
14.00
Variance
3.452
Std. Deviation
1.858
Minimum
10
Maximum
19
Range
9
Interquartile Range
2
Skewness
.324
.208
Kurtosis
-.111
.413
Mean
23.96
.175
95% Confidence Interval for Mean FK_kom2
Lower Bound
23.61
Upper Bound
24.30
5% Trimmed Mean
23.96
Median
24.00
Variance
4.176
Std. Deviation
2.043
Descriptives Statistic FK_kom2
Std. Error
Minimum
19
Maximum
28
Range
9
Interquartile Range
4
Skewness
-.019
.208
Kurtosis
-.706
.413
Mean 95% Confidence Interval for Mean
FK_kom3
17.33 Lower Bound
17.04
Upper Bound
17.62
5% Trimmed Mean
17.35
Median
17.00
Variance
2.890
Std. Deviation
1.700
Minimum
12
Maximum
22
Range
10
Interquartile Range
3
Skewness Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for Mean
FK_kom4
-.100
.208
.454
.413
17.51
.150
Lower Bound
17.21
Upper Bound
17.80
5% Trimmed Mean
17.49
Median
17.00
Variance
3.052
Std. Deviation
1.747
Minimum
12
Maximum
22
Range
10
Interquartile Range
.146
3
Skewness Kurtosis FK_kom5
Mean
-.008
.208
.020
.413
20.83
.200
Descriptives Statistic FK_kom5
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
20.44
Upper Bound
21.23
5% Trimmed Mean
20.83
Median
21.00
Variance
5.430
Std. Deviation
2.330
Minimum
15
Maximum
26
Range
11
Interquartile Range
FK_kom6
Std. Error
3
Skewness
-.031
.208
Kurtosis
-.462
.413
Mean
26.99
.183
95% Confidence Interval for Mean 5% Trimmed Mean
Lower Bound
26.62
Upper Bound
27.35 27.04
Median
27.00
Variance
4.563
Std. Deviation
2.136
Minimum
21
Maximum
31
Range
10
Interquartile Range
3
Skewness
-.268
.208
Kurtosis
-.106
.413
Mean
35.08
.264
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
34.56
Upper Bound
35.60
5% Trimmed Mean
35.10
Median
35.00
Variance
9.453
Std. Deviation
3.075
FK_kom7
Minimum
27
Descriptives Statistic FK_kom7
Std. Error
Maximum
43
Range
16
Interquartile Range
4
Skewness
-.015
.208
Kurtosis
-.198
.413
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
kecerdasan_emosional
.072
136
.085
.986
136
.186
FK_kom1
.122
136
.000
.964
136
.001
FK_kom2
.107
136
.001
.968
136
.003
FK_kom3
.158
136
.000
.963
136
.001
FK_kom4
.136
136
.000
.967
136
.002
FK_kom5
.089
136
.010
.979
136
.033
FK_kom6
.106
136
.001
.970
136
.004
FK_kom7
.099
136
.002
.988
136
.298
a. Lilliefors Significance Correction
Hasil Analisis Bivariat
Valid
136
N Missing
0
Jenis_kel Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
laki-laki
52
38.2
38.2
38.2
perempuan
84
61.8
61.8
100.0
136
100.0
100.0
Total
umur Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
12
23
16.9
16.9
16.9
13
74
54.4
54.4
71.3
14
37
27.2
27.2
98.5
15
2
1.5
1.5
100.0
136
100.0
100.0
Total
Jenis_kel Valid
136
N Missing
0
Mean
1.62
Median
2.00
Std. Deviation
.488
umur Valid
136
N Missing
0
Variance
.238
Minimum
1
Mean
13.13
Maximum
2
Median
13.00
Std. Deviation
.697
Variance
.486
Minimum
12
Maximum
15
EI Valid
136
N Missing
0
Mean
1.54
Median
2.00
Std. Deviation
.500
Variance
.250
Minimum
1
Maximum
2
EI Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
kurang baik
63
46.3
46.3
46.3
baik
73
53.7
53.7
100.0
Total
136
100.0
100.0
Cases Valid N FK_kom1_ * EI
Missing
Percent 136
100.0%
N
Total
Percent 0
Hasil Olahan Bivariat
0.0%
N
Percent 136
100.0%
FK_kom1_ * EI Crosstabulation EI kurang baik Count
baik
24
31
55
25.5
29.5
55.0
% within FK_kom1_
43.6%
56.4%
100.0%
% within EI
38.1%
42.5%
40.4%
% of Total
17.6%
22.8%
40.4%
39
42
81
37.5
43.5
81.0
% within FK_kom1_
48.1%
51.9%
100.0%
% within EI
61.9%
57.5%
59.6%
% of Total
28.7%
30.9%
59.6%
63
73
136
63.0
73.0
136.0
46.3%
53.7%
100.0%
% within EI
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
46.3%
53.7%
100.0%
Expected Count kurang baik
Total
FK_kom1_ Count Expected Count baik
Count Expected Count Total
% within FK_kom1_
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
.268a
1
.605
Continuity Correctionb
.117
1
.732
Likelihood Ratio
.269
1
.604
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test
.726
Linear-by-Linear Association
.266
N of Valid Cases
136
1
.606
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25.48. b. Computed only for a 2x2 table
.366
Value
Asymp. Std. Errora
Lambda Nominal by Nominal
Symmetric
.000
.000
FK_kom1_ Dependent
.000
.000
EI Dependent
.000
.000
FK_kom1_ Dependent
.002
.008
EI Dependent
.002
.008
Goodman and Kruskal tau
Directional Measures Approx. Sig.a
Approx. T
Lambda Nominal by Nominal
Symmetric
.
.
FK_kom1_ Dependent
.
.
EI Dependent
.
.
FK_kom1_ Dependent
.606
EI Dependent
.606
Goodman and Kruskal tau
a. Not assuming the null hypothesis. b. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero. c. Based on chi-square approximation
Symmetric Measures Value Phi Nominal by Nominal
Approx. Sig.
-.044
.605
Cramer's V
.044
.605
Contingency Coefficient
.044
.605
N of Valid Cases
136
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Cases Valid N FK_kom2_ * EI
Missing
Percent 136
N
100.0%
Total
Percent 0
N
0.0%
Percent 136
100.0%
FK_kom2_ * EI Crosstabulation EI kurang baik Count
baik
30
28
58
26.9
31.1
58.0
% within FK_kom2_
51.7%
48.3%
100.0%
% within EI
47.6%
38.4%
42.6%
Expected Count FK_kom2_
Total
kurang baik
% of Total
22.1%
20.6%
42.6%
33
45
78
36.1
41.9
78.0
% within FK_kom2_
42.3%
57.7%
100.0%
% within EI
52.4%
61.6%
57.4%
% of Total
24.3%
33.1%
57.4%
63
73
136
63.0
73.0
136.0
46.3%
53.7%
100.0%
% within EI
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
46.3%
53.7%
100.0%
Count Expected Count baik
Count Expected Count Total
% within FK_kom2_
Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.276
.838
1
.360
1.187
1
.276
1.186
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.301 1.178
1
.278
136
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 26.87.
.180
b. Computed only for a 2x2 table
Directional Measures Value
Asymp. Std. Error
Lambda Nominal by Nominal
a
Symmetric
.017
.062
FK_kom2_ Dependent
.000
.000
EI Dependent
.032
.119
FK_kom2_ Dependent
.009
.016
EI Dependent
.009
.016
Goodman and Kruskal tau
Directional Measures Approx. Sig.a
Approx. T Symmetric Lambda Nominal by Nominal
FK_kom2_ Dependent EI Dependent
.263
.793
.
.
.263
.793
FK_kom2_ Dependent
.278
EI Dependent
.278
Goodman and Kruskal tau
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero. d. Based on chi-square approximation
Symmetric Measures Value
Nominal by Nominal
Approx. Sig.
Phi
.093
.276
Cramer's V
.093
.276
Contingency Coefficient
.093
.276
N of Valid Cases
136
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Cases Valid N FK_kom3_ * EI
Missing
Percent 136
N
100.0%
Total
Percent 0
N
0.0%
Percent 136
100.0%
FK_kom3_ * EI Crosstabulation EI kurang baik Count FK_kom3_
kurang baik
Expected Count % within FK_kom3_
Total baik
20
19
39
18.1
20.9
39.0
51.3%
48.7%
100.0%
% within EI
31.7%
26.0%
28.7%
% of Total
14.7%
14.0%
28.7%
43
54
97
44.9
52.1
97.0
% within FK_kom3_
44.3%
55.7%
100.0%
% within EI
68.3%
74.0%
71.3%
% of Total
31.6%
39.7%
71.3%
63
73
136
63.0
73.0
136.0
46.3%
53.7%
100.0%
% within EI
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
46.3%
53.7%
100.0%
Count Expected Count baik
Count Expected Count Total
% within FK_kom3_
Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
.541a
1
.462
.297
1
.586
.540
1
.463
Fisher's Exact Test
.569
Linear-by-Linear Association
.537
N of Valid Cases
136
1
.464
.292
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.07. b. Computed only for a 2x2 table
Directional Measures Value
Asymp. Std. Error
Lambda Nominal by Nominal
a
Symmetric
.010
.061
FK_kom3_ Dependent
.000
.000
EI Dependent
.016
.098
FK_kom3_ Dependent
.004
.011
EI Dependent
.004
.011
Goodman and Kruskal tau
Directional Measures Approx. Sig.a
Approx. T Symmetric Lambda Nominal by Nominal
FK_kom3_ Dependent EI Dependent
.160
.873
.
.
.160
.873
FK_kom3_ Dependent
.464
EI Dependent
.464
Goodman and Kruskal tau
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero.
d. Based on chi-square approximation
Symmetric Measures Value
Nominal by Nominal
Approx. Sig.
Phi
.063
.462
Cramer's V
.063
.462
Contingency Coefficient
.063
.462
N of Valid Cases
136
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Cases Valid N FK_kom4_ * EI
Missing
Percent 136
100.0%
N
Total
Percent 0
N
0.0%
Percent 136
100.0%
FK_kom4_ * EI Crosstabulation EI kurang baik Count FK_kom4_
Total baik
15
24
39
18.1
20.9
39.0
kurang baik Expected Count
% within FK_kom4_
38.5%
61.5%
100.0%
% within EI
23.8%
32.9%
28.7%
% of Total
11.0%
17.6%
28.7%
48
49
97
44.9
52.1
97.0
% within FK_kom4_
49.5%
50.5%
100.0%
% within EI
76.2%
67.1%
71.3%
% of Total
35.3%
36.0%
71.3%
63
73
136
63.0
73.0
136.0
46.3%
53.7%
100.0%
% within EI
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
46.3%
53.7%
100.0%
Count Expected Count baik
Count Expected Count Total
% within FK_kom4_
Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
1.359a
1
.244
.952
1
.329
1.370
1
.242
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.261 1.349 136
1
.245
.165
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.07. b. Computed only for a 2x2 table
Directional Measures Value
Asymp. Std. Error
Lambda Nominal by Nominal
a
Symmetric
.000
.000
FK_kom4_ Dependent
.000
.000
EI Dependent
.000
.000
FK_kom4_ Dependent
.010
.017
EI Dependent
.010
.017
Goodman and Kruskal tau
Directional Measures Approx. Sig.a
Approx. T
Lambda Nominal by Nominal
Symmetric
.
.
FK_kom4_ Dependent
.
.
EI Dependent
.
.
FK_kom4_ Dependent
.245
EI Dependent
.245
Goodman and Kruskal tau
a. Not assuming the null hypothesis. b. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero. c. Based on chi-square approximation
Symmetric Measures Value Phi Nominal by Nominal
Approx. Sig.
-.100
.244
Cramer's V
.100
.244
Contingency Coefficient
.099
.244
N of Valid Cases
136
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Cases Valid N FK_kom5_ * EI
Missing
Percent 136
100.0%
N
Total
Percent 0
0.0%
N
Percent 136
100.0%
FK_kom5_ * EI Crosstabulation EI kurang baik Count
baik
29
31
60
27.8
32.2
60.0
% within FK_kom5_
48.3%
51.7%
100.0%
% within EI
46.0%
42.5%
44.1%
% of Total
21.3%
22.8%
44.1%
34
42
76
35.2
40.8
76.0
% within FK_kom5_
44.7%
55.3%
100.0%
% within EI
54.0%
57.5%
55.9%
% of Total
25.0%
30.9%
55.9%
63
73
136
63.0
73.0
136.0
46.3%
53.7%
100.0%
% within EI
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
46.3%
53.7%
100.0%
Expected Count kurang baik
Total
FK_kom5_ Count Expected Count baik
Count Expected Count Total
% within FK_kom5_
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.676
.060
1
.807
.174
1
.676
.174 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.731
Linear-by-Linear Association
.173
N of Valid Cases
136
1
.403
.677
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.79. b. Computed only for a 2x2 table
Directional Measures Value
Asymp. Std. Errora
Lambda Nominal by Nominal
Symmetric
.000
.000
FK_kom5_ Dependent
.000
.000
EI Dependent
.000
.000
FK_kom5_ Dependent
.001
.006
EI Dependent
.001
.006
Goodman and Kruskal tau
Directional Measures Approx. Sig.a
Approx. T
Lambda Nominal by Nominal
Symmetric
.
.
FK_kom5_ Dependent
.
.
EI Dependent
.
.
FK_kom5_ Dependent
.677
EI Dependent
.677
Goodman and Kruskal tau
a. Not assuming the null hypothesis. b. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero. c. Based on chi-square approximation
Symmetric Measures Value
Nominal by Nominal
Approx. Sig.
Phi
.036
.676
Cramer's V
.036
.676
Contingency Coefficient
.036
.676
N of Valid Cases
136
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Case Processing Summary Cases Valid N FK_kom6_ * EI
Missing
Percent 136
N
100.0%
Total
Percent 0
N
0.0%
Percent 136
100.0%
FK_kom6_ * EI Crosstabulation EI kurang baik Count
baik
22
32
54
25.0
29.0
54.0
% within FK_kom6_
40.7%
59.3%
100.0%
% within EI
34.9%
43.8%
39.7%
% of Total
16.2%
23.5%
39.7%
41
41
82
38.0
44.0
82.0
% within FK_kom6_
50.0%
50.0%
100.0%
% within EI
65.1%
56.2%
60.3%
% of Total
30.1%
30.1%
60.3%
63
73
136
Expected Count kurang baik
Total
FK_kom6_ Count Expected Count baik
Total
Count
Expected Count
63.0
73.0
136.0
46.3%
53.7%
100.0%
% within EI
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
46.3%
53.7%
100.0%
% within FK_kom6_
Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
1.123a
1
.289
.781
1
.377
1.127
1
.288
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.299 1.114
1
.291
136
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25.01. b. Computed only for a 2x2 table
.189
Directional Measures Value
Asymp. Std. Errora
Lambda Nominal by Nominal
Symmetric
.000
.077
FK_kom6_ Dependent
.000
.000
EI Dependent
.000
.144
FK_kom6_ Dependent
.008
.015
EI Dependent
.008
.015
Goodman and Kruskal tau
Directional Measures Approx. Sig.a
Approx. T Symmetric Lambda Nominal by Nominal
FK_kom6_ Dependent EI Dependent
.000
1.000
.
.
.000
1.000
FK_kom6_ Dependent
.291
EI Dependent
.291
Goodman and Kruskal tau
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero. d. Based on chi-square approximation
Cases Valid N FK_kom7_ * EI
Missing
Percent 136
N
100.0%
Total
Percent 0
N
0.0%
Percent 136
100.0%
Symmetric Measures Value Phi Nominal by Nominal
Approx. Sig.
-.091
.289
Cramer's V
.091
.289
Contingency Coefficient
.090
.289
N of Valid Cases
136
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
FK_kom7_ * EI Crosstabulation EI kurang baik Count
FK_kom7_
baik
26
29
55
25.5
29.5
55.0
% within FK_kom7_
47.3%
52.7%
100.0%
% within EI
41.3%
39.7%
40.4%
% of Total
19.1%
21.3%
40.4%
37
44
81
37.5
43.5
81.0
Expected Count kurang baik
Total
Count baik Expected Count
% within FK_kom7_
45.7%
54.3%
100.0%
% within EI
58.7%
60.3%
59.6%
% of Total
27.2%
32.4%
59.6%
63
73
136
63.0
73.0
136.0
46.3%
53.7%
100.0%
% within EI
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
46.3%
53.7%
100.0%
Count Expected Count Total
% within FK_kom7_
Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
.033a
1
.855
.000
1
.994
.033
1
.855
Fisher's Exact Test
.863
Linear-by-Linear Association
.033
N of Valid Cases
136
1
.855
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25.48. b. Computed only for a 2x2 table
.497
Directional Measures Value
Asymp. Std. Errora
Lambda Nominal by Nominal
Symmetric
.000
.000
FK_kom7_ Dependent
.000
.000
EI Dependent
.000
.000
FK_kom7_ Dependent
.000
.003
EI Dependent
.000
.003
Goodman and Kruskal tau
Directional Measures Approx. Sig.a
Approx. T
Lambda Nominal by Nominal
Symmetric
.
.
FK_kom7_ Dependent
.
.
EI Dependent
.
.
FK_kom7_ Dependent
.855
EI Dependent
.855
Goodman and Kruskal tau
a. Not assuming the null hypothesis. b. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero. c. Based on chi-square approximation
Symmetric Measures Value
Nominal by Nominal
Approx. Sig.
Phi
.016
.855
Cramer's V
.016
.855
Contingency Coefficient
.016
.855
N of Valid Cases
136
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.