Hubungan Faktor Internal dan Faktor Eksternal Terhadap Kelelahan pada Pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9 Tahun 2014 Rahayu Puji Astuti, Robiana Modjo Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16400, Indonesia Email :
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor internal dan eksternal terhadap kelelahan yang terjadi pada pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9. Variabel yang diteliti adalah usia, IMT, dan kuantitas tidur sebagai faktor internal. Shift kerja, durasi mengemudi, dan waktu istirahat sebagai faktor eksternal. Kelelahan diukur menggunakan kuesioner kelelahan subjektif dari IFRC. Hasil dari penelitian ini adalah sebagian besar pengemudi mengalami kelelahan ringan. Umumnya kelelahan tersebut mengarah pada pelemahan aktivitas. Obesitas merupakan satu-satunya faktor dalam penelitian ini yang berhubungan dengan kelelahan yang terjadi pada pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9 tahun 2014. Kata kunci : kelelahan subjektif, kuesioner IFRC
Relationship of Internal Factors and External Factors on Fatigue on Driver in Transjakarta Corridor 9 in 2014 Abstract This study aims to determine relationship internal factor and external factor with fatigue in Transjakarta Bus driver corridor 9. Variable examined include age, IMT, and quantity of sleep as internal factors. Workshift, driving duration, and breaking time as an external factors. The instrument of this study is questionnaire subjective feeling of fatigue of IFRC. The results of this study are most driver experienced mild fatigue. The general fatigue leads to weakening activity. Obesity is the only factor in this study is related to driver fatigue which occurs in TransJakarta Bus Corridor 9, 2014. Keywords : Fatigue, IFRC’s Questionnaire
1. Pendahuluan Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu tentang mengantisipasi, merekognisi, menilai, dan mengendalikan suatu bahaya yang berasal atau terdapat di tempat kerja, yang dapat merugikan kesehatan dan kesejahteraan pekerja (ILO, 2008). Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah mendapatkan pekerja yang sehat, selamat, sejahtera, dan produktif. K3 wajib diterapkan diberbagai sektor produksi untuk meminimalisir kecelakaan atau penyakit akibat kerja dan meningkatkan kualitas suatu perusahaan, baik itu penyedia jasa ataupun barang.
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
Salah satu kebutuhan yang semakin meningkat produksinya dan masih menjadi primadona adalah alat transportasi. Tuntutan waktu dan biaya membuat masyarakat lebih memilih menggunakan alat transportasi massal daripada alat transportasi pribadi. Jalanan yang semakin padat dengan kendaraan adalah salah satu faktor penyebab masyarakat lebih memilih kendaraan umum daripada harus menyetir kendaraan sendiri. Salah satu bukti peningkatan konsumsi masyarakat terhadap kendaraan umum adalah data dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa jumlah mobil berpenumpang semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2010 jumlah mobil berpenumpang di Indonesia mencapai angka lebih dari 8,8 juta, sedangkan pada tahun 2011 jumlah mobil berpenumpang meningkat menjadi lebih dari 9,5 juta dan pada tahun 2012 mencapai lebih dari 10 juta mobil berpenumpang. Sekitar 80% - 85% kecelakaan disebabkan karena kelalaian atau kesalahan manusia (Suma’mur, 1981). David A. Colling (1990) menyebutkan bahwa kecelakaan merupakan sesuatu yang tidak direncanakan dan tidak terkendali yang disebabkan oleh manusia, situasi atau lingkungan, atau kombinasi dari faktor tersebut yang mengganggu proses kerja, yang mungkin atau tidak mungkin menyebabkan cedera, sakit, meninggal, kerugian properti, atau keadaan lainnya. Data internasional mengestimasikan bahwa 15% - 20% kematian yang terjadi di jalan raya disebabkan oleh seseorang yang sedang bekerja (ILO, 2008). Menurut National Transportation Safety Board pada tahun 2012 terjadi 12.271 kecelakaan yang melibatkan mobil atau bus berpenumpang. Angka ini lebih besar daripada kecelakaan yang melibatkan kendaraan lain seperti motor, truk, ataupun pejalan kaki. Begitupun di Indonesia, jumlah kecelakaan semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2010 di Indonesia terjadi lebih dari 66 ribu kasus kecelakaan. Meningkat pada tahun 2011 dan 2012 yang masing-masing mencatat lebih dari 108 ribu dan 117 ribu kasus kecelakaan. Di Jakarta, tingkat kecelakaan lalu lintas tahun 2011 dan 2012 cenderung menurun namun masih dikatakan tinggi. Kecelakaan lalu lintas di Jakarta pada tahun 2011 sekitar 8.144 kasus, sedangkan pada tahun 2012 sekitar 7.817 kasus kecelakaan lalu lintas (TBM UI, 2014). Kecelakaan yang disebabkan oleh pengemudi terjadi karena banyak faktor diantaranya adalah faktor jalan raya, faktor iklim atau cuaca, serta faktor individu pengemudi. Faktor terbesar penyebab kecelakaan adalah faktor individu, mulai dari kelalaian, keahlian mengemudi, maupun kurangnya konsentrasi karena pengemudi kelelahan. Penelitian yang dilakukan Pasupathy dan Barker (2011) pada Februari 2008
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
sampai April 2009 menyatakan bahwa kelelahan mental cenderung memiliki tingkat penyebab penurunan kinerja lebih tinggi daripada kelelahan fisik. Walaupun begitu kelelahan fisik juga perlu diperhatikan lebih lanjut karena juga dapat menyebabkan penurunan kapasitas dan ketahanan tubuh dalam bekerja. Kondisi fisik pengemudi yang lelah jika dipaksakan untuk bekerja akan menyebabkan pengemudi tersebut menjadi sakit dan bisa menyebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga produktivitas juga menurun. Kelelahan adalah kondisi yang menyebabkan hilangnya efisiensi dan penurunan kapasitas kerja dan daya tahan tubuh (Triyunita, 2013). Kelelahan merupakan salah satu faktor utama penyebab kecelakaan. Kelelahan dapat disebabkan karena faktor dari dalam tubuh (faktor internal) dan faktor dari luar tubuh seperti pekerjaan (faktor eksternal) (Grandjean dalam Andiningsari, 2009). Center for Accident Research & Road Safety (2011) menyebutkan 20% - 30% kematian di jalan raya diakibatkan karena kelelahan. Transjakarta merupakan salah satu moda transportasi di DKI Jakarta yang diminati masyarakat. Alat transportasi yang dikelola pemerintah DKI Jakarta ini menjadi primadona karena harganya murah dan menjangkau hampir seluruh wilayah di DKI Jakarta, sampai saat ini bus transjakarta melayani 12 koridor. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penulis adalah koridor 9 dengan rute Pinang Ranti – Pluit. Hal ini dikarenakan koridor tersebut merupakan koridor terpanjang diantara 12 koridor lain, sehingga memerlukan waktu tempuh yang lebih lama. Rute koridor 9 memiliki beberapa titik kemacetan diantaranya disekitar Grogol, Pluit, dan persimpangan pintu masuk tol. 2. Tinjauan Teoritis 2.1. Definisi Kelelahan Kelelahan adalah sebuah keadaan yang akut dan / atau berkelanjutan, kelelahan mengarah pada kelelahan mental atau fisik dan dapat menghambat orang berfungsi dalam batas-batas normal (NSW, 2008). Sedangkan Canadian Center for Occupational Health and Safety (2014) menyebutkan bahwa kelelahan adalah keadaan dimana seseorang merasa sangat lelah, bosan, dan mengantuk akibat kurang tidur, pekerjaan yang membutuhkan waktu lama dan berulang-ulang, serta stres atau kecemasan yang bekepanjangan. 2.2. Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan Menurut Center for Accident Research & Road Safety (2011) kelelahan pada pengemudi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti umur, shift kerja, kualitas dan
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
kuantitas tidur, beban mental dan fisik, stres, lingkungan, durasi mengemudi, dan waktu istirahat yang tidak cukup. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ricardo A. Stoohs, Christian Guilleminault, Anna Itoi, dan William C. Dement (1994) yang dilakukan pada pengemudi truk jarak jauh menyebutkan bahwa, penyebab dari kelelahan pada pengemudi adalah gangguan tidur dan obesitas. Kelelahan juga bisa terjadi karena faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, faktor diluar pekerjaan, kombinasi keduanya, atau kombinasi dari kedua faktor ditambah akumulasi dari waktu kerja yang berlebihan (NSW, 2008). Faktor yang berhubungan dengan pekerjaan seperti shift kerja, waktu kerja, atau beban mental dan fisik. Sedangkan faktor diluar pekerjaan seperti kualitas tidur, hubungan sosial, kebutuhan keluarga, atau waktu rekreasi. 2.3. Mekanisme Kelelahan Kelelahan merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaraan yaitu cortex cerebri, yang dipengaruhi oleh sistem antagonistik (sistem penghambat) dan sistem penggerak (aktivasi) (Suma’mur, 1992). Sistem penghambat terdapat pada bagian otak yang disebut thalamus. Bagian ini dapat menurunkan kemampuan mansia dalam berinteraksi atau bereaksi terhadap suatu rangsangan dan menyebabkan seseorang cenderung untuk tidur. Talamus merupakan bagian utama otak yang berada di bagian depan otak manusia. Talamus berfungsi menerima informasi pancaindera dan menyampaikan informasi tersebut ke korteks cerebral (Seto, 2009). Talamus juga terlibat dalam terjadinya gerakan. Sedangkan sistem penggerak terdapat pada retikularis yang dapat merangsang pusat vegetatif untuk memerintahkan sraf-saraf yang ada di otak manusia untuk melakukan kegiatan-kegiatan fisik seperti bekerja, berkelahi, dan lain-lain (Suma’mur, 1992). 2.4. Efek Kelelahan Center for Accident Research & Road Safety (2011) menyebutkan beberapa efek dari kelelahan yang dialami oleh para pengemudi. Efek terbesar adalah meningkatnya risiko tabrakan yang disebabkan oleh pengemudi yang kelelahan dan bisa menyebabkan korban luka-luka atau meninggal. Selain itu efek lainnya adalah : 1. Performa dalam mengemudi akan menurun. 2. Kurangnya perhatian atau konsentrasi selama mengemudi. 3. Reaksi lambat terhadap bahaya atau beberapa situasi.
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
4. Waktu dalam mengambil keputusan akan melambat. 5. Buruknya performa dan kemampuan dalam mengerjakan suatu tugas. 6. Tingginya kemungkinan untuk tertidur. 2.5. Pengukuran Kelelahan 2.5.1. Electroencephalography (EEG) Electroencephalography (EEG) sudah banyak digunakan dalam dunia kedokteran untuk mendiagnosa berbagai penyakit. EEG sering disebut juga rekam otak. Penyakit yang dapat didiagnosa menggunakan alat ini antara lain epilepsi, alzheimer, atau penyakit lain yang berhubungan dengan otak. Untuk pengukuran kelelahan alat ini relatif baru digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek kelelahan dapat dikurangi jika subyek dapat diajarkan untuk mengurangi aktivitas gelombang lambat kelelahan terkait seperti delta dan theta menggunakan EEG biofeedback (Lal, 2003). 2.5.2. Bourdon-Wiersma Test Tes ini merupakan tes kelelahan secara objektif. Tes ini pertama kali dikenalkan pada tahun 1982. Bourdon Wiersma test biasa digunakan untuk menguji ketelitian dan konsentrasi seseorang. Semakin lelah seseorang makan tingkat ketelitian dan konsentrasinya juga akan semakin rendah atau sebaliknya 2.5.3. Flicker Fusion Test Tes Flicker-fusion adalah tes yang menggunakan visual atau penglihatan responden. Pada tes ini responden diminta untuk membedakan flicker (kedipan) dari fusion (fusi) dan sebaliknya dalam satu dioda yang berasal dari pemancar cahaya. Tes ini mengukur titik atau frekuensi dimana persepsi kedipan terhadap stimulus cahaya yang sering menghilang. 2.5.4. Subjective Feeling of Fatigue Penilaian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari 30 pertanyaan. 10 pertanyaan pertama tentang adanya pelemahan aktivitas pada pekerja, 10 pertanyaan selanjutnya tentang pelemahan motivasi kerja, dan 10 pertanyaan terakhir tentang kelelahan fisik pekerja. 2.5.5. Reaction Timer Test Reaction Timer adalah interval waktu yang dimulai dari saat reseptor sensorik panca indera seseorang menerima rangsangan sampai dengansaat memulai respon motorik (Auweele dalam wibowo, 2007). Alat yang digunakan dalam tes reaction timer ini disebut Apparatus reaction timer. Pada
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
kedua sisi apparatus ini terdapat tiga tombol yang jika ditekan akan mengeluarkan bunyi dengan tiga tingkatan yang berbeda yaitu rendah, sedang, dan tinggi. 2.6. Faktor Internal 2.6.1. Usia Center for Accident research & Road Safety Queensland Goverment (2011) menyebutkan bahwa salah satu penyebab kecelakaan di jalan raya adalah pengendara pria yang berusia muda. Di Publikasi Internasional tersebut juga menyebutkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Legislative Assembly of Queensland: Parliamentary Travelsafe Committee (2005) menyebutkan bahwa, 75,5% kecelakaan di jalan raya pada tahun 1998 adalah pengendara laki-laki yang mengalami kelelahan. Dari persentase tersebut 35,1% diantaranya berumur 17 dan 24 tahun. Sedangkan pengendara dengan usia diatas 50 tahun cenderung mengalami kecelakaan di jalan raya pada saat sore hari sekitar pukul 12 siang sampai 6 sore. Pengemudi usia muda lebih rentan mengalami kelelahan pada pagi hari karena mengantuk dan efek dari pengonsumsian alkohol, sedangkan pengemudi usia tua lebih sering kelelahan pada sore hari (Horne dan Reyner dalam Rimadini, 2009). 2.6.2. IMT Seorang yang obesitas akan lebih berisiko terkena berbagai penyakit daripada seorang yang memiliki IMT normal. Obesitas menyebabkan orang berisiko terkena penyakit seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, sleep apnea, dan lain-lain. Sleep apnea sangat berpengaruh terhadap kelelahan seseorang. Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (2014), sleep apnea adalah gangguan umum di mana seseorang memiliki satu atau lebih jeda dalam bernapas atau napas pendek saat tidur. Keadaan tersebut bisa mengganggu tidur seseorang sehingga berdampak pada aktivitasnya pada siang hari atau pada saat bekerja. Selain itu sleep apnea juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, sehingga seseorang yang mengalami sleep apnea akan lebih mudah tersulut emosinya. 2.6.3. Kuantitas Tidur Kuantitas tidur orang dewasa selama ini dipatok paling berkualitas adalah 8 jam. Namun akhir-akhir ini sudah ada yang menyebutkan bahwa kuantitas tidur orang dewasa tidak harus 8 jam. Jam tidur dewasa (≥ 18 tahun) adalah
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
sekitar 7-8 jam (sleep foundation, nd). Kurangnya kuantitas tidur dapat menyebabkan berbagai macam masalah kesehatan, diantaranya adalah tekanan darah tinggi, pusing, kelelahan, dan lain-lain. 2.7. Faktor Eksternal 2.7.1. Shift Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Sherry L. Baron dan Sang Woo Tak (2011) menyebutkan bahwa kelelahan lebih tercermin atau sering terjadi pada shift malam. Hal ini dibuktikan dengan seringnya kesalahan yang dilakukan pekerja pada malam hari. Seperti kecelakaan terhadap pengendara motor lebih sering terjadi setelah pengendara tersebut melakukan pekerjaan dalam shift kerja yang lama. Begitu juga pada teknisi kereta api yang sering melakukan kesalahan dalam mengoperasikan perangkat keselamat mereka pada malam hari. 2.7.2. Durasi Mengemudi dan Waktu Istirahat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 90 menyebutkan bahwa, pengemudi yang mengemudikan kendaraannya selama 4 jam berturut-turut harus diberi waktu istirahat selama setengah jam (30 menit). Artinya, dalam jam kerja normal yaitu 8 jam, pengemudi harus sekali beristirahat selama satu jam atau dua kali istirahat selama setengah jam setiap 4 jam sekali. 3. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode penelitian potong lintang (cross sectional) untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yaitu usia, IMT, kuantitas tidur, shift kerja, durasi mengemudi, dan waktu istirahat dengan variabel dependen yaitu kelelahan kerja. Hal tersebut karena pengukuran atau observasi terhadap variabel-variabel dilakukan dalam satu waktu yaitu pada Juni 2014. Pengumpulan data primer menggunakan kuesioner sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan pengambilan data operasional perusahaan.
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hubungan Faktor Internal dan Faktor Eksternal Terhadap Kelelahan Pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9 Tahun 2014 Tingkat Kelelahan OR Ringan Sedang Variabel Kategori Total P-Value (95% CI) N % n % ≥ 40 14 87,5 2 12,5 16 0,268 0,152 tahun (0,048 – Usia 1,484) < 40 15 65,2 8 34,8 23 tahun IMT
Kuantitas tidur
Shift Kerja
Durasi Mengemudi Waktu Istirahat
Obesitas
5
45,5
6
54,5
11
Tidak Obesitas
24
85,7
4
14,3
28
Kurang
7
58,3
5
41,7
12
Cukup
22
81,5
5
18,5
27
Pagi
15
75,0
5
25,0
20
Siang
14
73,7
5
26,3
19
> 8 Jam
5
83,3
1
16,7
6
≤ 8 jam
24
72,7
9
27,3
33
Tidak cukup
20
69,0
9
31,0
29
Cukup
9
90,0
1
10,0
10
7,2 (1,468 – 35,317)
0,017
3,143 (0,699 – 14,132)
0,232
1,071 (0,254 – 4,512)
1
0,533 (0,055 – 5,212)
1
4,050 (0,444 – 36,944)
0,402
4.1. Gambaran Umum Kelelahan Pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9 Hal ini terjadi kemungkinan karena responden mengisi kuesioner pada saat sebelum bekerja, jadi kelelahan yang dirasakan oleh pengemudi tidak terlalu parah. Selain itu, responden juga sudah terbiasa atau sudah beradaptasi dengan pekerjaannya sehingga untuk mengalami kelelahan yang berat sangat kecil kemungkinannya.
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
Jumlah dan Presentase Tingkat Kelelahan Pada Pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9 Tahun 2014 Tingkat Kelelahan
Jumlah (orang)
Presentase (%)
Tidak lelah
0
0
Kelelahan ringan
29
74,4
Kelelahan sedang
10
25,6
Kelelahan berat
0
0
Total
39
100,0
Menurut Job dan Dalziel dalam Work-Related Fatigue : Summary of Recent Indicative Research (NSW, 2008) penyebab kelelahan paling besar adalah kegiatan yang melibatkan : otot, perhatian yang berkepanjangan, perhatian terhadap rangsangan berulang-ulang, kinerja kompleks yang berkepanjangan atau tugas yang berulang-ulang, dan kombinasi dari kegiatan tersebut. Pengemudi bus transjakarta memerlukan perhatian yang cukup intens terhadap kondisi jalan raya. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan dan mengantisipasi terjadinya kelelahan. 4.2. Hubungan Usia Terhadap Kelelahan Pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9 Hasil analisis menunjukan 15 orang pengemudi dengan usia kurang dari 40 tahun mengalami kelelahan tingkat ringan, dengan presentase 65,2% dan yang mengalami kelelahan sedang sebanyak 8 orang, dengan presentase 34,8%. Untuk pengemudi dengan usia 40 tahun atau lebih ditemukan 14 orang yang mengalami kelelahan ringan dengan presentase 87,5% dan 2 orang yang mengalami kelelahan sedang dengan presentase 12,5%. Nilai p-value dari variabel usia adalah 0,152 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan proporsi tingkat kelelahan subjektif antara pengemudi yang berumur kurang dari 40 tahun dengan pengemudi berumur 40 tahun atau lebih. Dalam literatur yang penulis dapatkan menyebutkan bahwa pengemudi dengan usia lebih muda cenderung mengalami kelelahan pada pagi hari. Hal tersebut dikarenakan rasa kantuk serta pengkonsumsian alkohol. Sedangkan pengemudi dengan usia lebih tua cenderung mengalami kelelahan pada siang hari karena aktivitasnya. Kondisi tubuh yang seseorang semakin tua akan semakin mudah lelah. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap pekerjaan atau aktivitasnya.
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
4.3. Hubungan IMT Terhadap Kelelahan Pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9 Hasil analisis menunjukan 24 pengemudi yang tidak mengalami obesitas mengalami kelelahan ringan, dengan presentase 85,7% dan sebanyak 4 orang mengalami kelelahan sedang dengan presentase 14,3%. Sedangkan pengemudi yang mengalami obesitas sebanyak 5 pengemudi mengalami kelelahan ringan, dengan presentase 45,5% dan sebanyak 6 orang mengalami kelelahan sedang dengan presentase 54,5%. Nilai p-value dari variabel obesitas adalah 0,017. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan proporsi terjadinya kelelahan subjektif pada pengemudi dengan IMT kurus dan normal dengan pengemudi yang obesitas. Nilai OR dari variabel obesitas adalah 7,2, yang artinya bahwa pengemudi yang mengalami obesitas berisiko mengalami kelelahan 7 kali daripada pengemudi yang tidak mengalami obesitas. Pengemudi bus Transjakarta yang mengalami obesitas adalah sebanyak 11 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan proporsi terjadinya kelelahan subjektif pada pengemudi bus transjakarta koridor 9 yang mengalami obesitas dan yang tidak obesitas. Dengan kata lain terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian kelelahan pada pengemudi bus transjakarta koridor 9 tahun 2014. Pengemudi yang mengalami obesitas berisiko 7 kali lebih rentan terhadap kelelahan daripada pengemudi yang tidak obesitas. Seorang pengemudi yang mengalami obesitas akan lebih rentan mengalami efek-efek ergonomi seperti pegal-pegal. Selain itu seseorang yang mengalami obesitas akan rentan terkena gangguan tidur seperti sleep apnea. Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute, sleep apnea (2014) adalah gangguan umum di mana seseorang memiliki satu atau lebih jeda dalam bernapas atau napas pendek saat tidur. Hal ini menyebabkan pengemudi dengan keadaan obesitas akan mengalami kurang tidur. Diketahui bahwa kuantitas tidur yang kurang sangat mempengaruhi kelelahan pada pengemudi. Pengemudi yang kurang tidur akan lebih cepat lelah pada bagian mata dan seluruh tubuh. Akibatnya risiko terhadap terjadinya kelelahan akan lebih besar.
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
4.4. Hubungan Kuantitas Tidur Terhadap Kelelahan Pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9 Hasil analisis menunjukan bahwa sebanyak 22 orang pengemudi yang kuantitas tidurnya cukup mengalami kelelahan ringan, dengan presentase 81,5% dan 5 orang mengalami kelelahan sedang, dengan presentase 18,5%. Sementara itu 7 orang pengemudi yang kuantitas tidurnya kurang mengalami kelelahan ringan, dengan presentase 58,3% dan 5 orang mengalami kelelahan sedang dengan presentase 41,7%. Untuk variabel kuantitas tidur, nilai p-value nya adalah 0,232. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan proporsi terjadinya kelelahan subjektif pada pengemudi yang kuantitas tidurnya cukup dengan pengemudi yang kuantitas tidurnya kurang. Tidur yang tidak cukup merupakan faktor nomor satu yang paling berkontribusi terhadap terjadinya kelelahan pada pengemudi (Centre for Accident Research and Road Safety – Queensland, 2011). Menurut Sleep Foundation (2014) kuantitas tidur yang cukup untuk orang dewasa berkisar antara 7 – 8 jam perhari. Selain itu, menurut vicroads (nd) seseorang yang mengemudi pada waktu dimana seharusnya dia tidur berisiko mengalami microsleep. Microsleep adalah suatu keadaan dimana seseorang sering “menguap” atau terkantuk-kantuk. Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa kelelahan pada pengemudi bus transjakarta mengarah pada pelemahan aktivitas, salah satunya berupa seringnya mengantuk. Hal ini sudah mengarah pada gejala microsleep. Seseorang yang mengalami microsleep bisa mengalami penurunan kosentrasi, kehiangan perhatian, dan sering menatap kosong. 4.5. Hubungan Shift Kerja Terhadap Kelelahan Pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9 Pada variabel shift kerja, 15 orang pengemudi dengan shift kerja pagi mengalami kelelahan ringan, dengan presentase 75% dan sebanyak 5 orang mengalami kelelahan sedang dengan presentase 25%. Untuk pengemudi dengan shift siang sebanyak 14 pengemudi mengalami kelelahan ringan, dengan presentase 73,7% dan sebanyak 5 pengemudi mengalami kelelahan sedang dengan presentase sebesar 26,3%. Pada variabel shift kerja, nilai p-value nya sebesar 1 yang berarti tidak ada makna atau tidak ada hubungan antara shift kerja dengan terjadinya kelelahan. Penelitian yang dilakukan oleh Sherry L. Baron dan Sang Woo Tak (2011) menyebutkan bahwa kelelahan pada pengemudi lebih sering terjadi pada pengemudi yang sedang dalam shift malam. Terbukti sering adanya kesalahan yang dilakukan pengemudi pada malam hari. Pada pengemudi bus transjakarta
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
koridor 9, shift pagi adalah shift yang paling rentan terhadap terjadinya kelelahan. Hal ini dikarenakan jam kerja atau jam mulai beroperasinya bus transjakarta adalah pukul 5 pagi. Sehingga pengemudi bus transjakarta yang bekerja di shift pagi harus datang sebelum jam 5 pagi, para pengemudi diharuskan berkumpul jam 4 pagi untuk melakukan cek kesehatan dan absen sebelum bekerja. 4.6. Hubungan Durasi Mengemudi dan Waktu Istirahat Terhadap Kelelahan Pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9 Hasil penelitian untuk variabel durasi mengemudi menunjukan bahwa 24 orang pengemudi dengan durasi mengemudi selama 8 jam mengalami kelelahan ringan, dengan presentase 72,7% dan sebanyak 9 orang mengalami kelelahan sedang dengan presentase 27,3%. Sementara itu sebanyak 5 orang pengemudi dengan durasi mengemudi lebih dari 8 jam mengalami kelelahan ringan, dengan presentase 83,3% dan sebanyak 1 orang mengalami kelelahan sedang dengan presentase 16,7%. Untuk variabel durasi mengemudi, nilai p-value nya sebesar 1 yang berarti tidak ada makna atau tidak ada hubungan antara durasi mengemudi dengan terjadinya kelelahan. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 9 orang pengemudi dengan waktu istirahat yang cukup mengalami kelelahan ringan, dengan presentase 90% dan sebanyak 1 orang mengalami kelelahan sedang dengan presentase 10%. Pada pengemudi dengan waktu istirahat yang kurang, terdapat 20 orang pengemudi yang mengalami tingkat kelelahan ringan, dengan presentase 69% dan 9 orang mengalami kelelahan sedang dengan presentase sebesar 31%. Pada variabel waktu tidur, nilai pvalue yang dihasilkan adalah 0,402. Hal ini menunjukan bahwa tidak adanya perbedaan proporsi terjadinya kelelahan subjektif pada pengemudi dengan waktu istirahat cukup dan pengemudi dengan waktu istirahat tidak cukup. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan pada pasal 90 ayat 2 bahwa waktu kerja untuk pengemudi kendaraan bermotor umum adalah 8 jam. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada makna atau tidak ada hubungan antara durasi mengemudi dengan kelelahan pada pengemudi bus transjakarta koridor 9. Hal ini dikarenakan jam kerja pengemudi sudah diatur oleh transjakarta. Sehingga jarang adanya pengemudi yang bekerja lebih dari 8 jam. Untuk waktu istirahat pengemudi juga sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 90 ayat 3, bahwa seriap 4 jam sekali selama mengemudi, pengemudi diharuskan istirahat selama
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
30 menit. Dengan kata lain, untuk lama mengemudi selama 8 jam, pengemudi harus istirahat dua kali masing-masing selama 30 menit. Dari hasil penelitian disebutkan bahwa tidak adanya perbedaan proporsi antara pengemudi yang istirahatnya cukup dan pengemudi yang istirahatnya tidak cukup terhadap kelelahan yang terjadi. Namun bisa kita lihat bahwa jumlah pengemudi yang mengaku istirahatnya kurang, jauh lebih banyak daripada pengemudi yang istirahatnya cukup. Hal ini menunjukan bahwa transjakarta tidak mewajibkan pengemudinya untuk istirahat selama 30 menit dalam kurun waktu mengemudi selama 4 jam. Jarak yang ditempuh pengemudi bus transjakarta koridor 9 adalah 28,8 kilometer. Dengan jarak sejauh ini, pengemudi memerlukan waktu kurang lebih 2 jam untuk sampai pada satu tujuan yaitu pinang ranti ke pluit atau sebaliknya. Sedangkan untuk satu putaran yaitu pinang ranti – pluit – pinang ranti ataupun sebaliknya, pengemudi memerlukan waktu kurang lebih 4 jam. 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil survey yang telah dijabarkan di atas, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 39 pengemudi bus transjakarta koridor 9 mendapatkan hasil bahwa pada umumnya pengemudi bus transjakarta koridor 9 mengalami kelelahan rendah dengan proporsi sebesar 74,4%. 2. Secara umum, pengemudi dengan tingkat kelelahan ringan maupun sedang mengalami pelemahan aktivitas. 3. Responden yang mengalami kelelahan ringan cenderung sering mengeluh berat pada bagian kaki dan sering menguap. Sedangkan responden dengan tingkat kelelahan sedang cenderung sering mengeluh lelah diseluruh tubuh, sering menguap, dan mengantuk. 4. Terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan kelelahan pada pengemudi bus transjakarta koridor 9 tahun 2014. Pengemudi yang obesitas 7 kali lebih rentan terhadap kelelahan daripada pengemudi yang tidak obesitas. 5. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia, kuantitas tidur, shift kerja, durasi mengemudi dan waktu istirahat terhadap terjadinya kelelahan pada pengemudi bus transjakarta koridor 9.
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
6. Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis memberikan beberapa saran, sebagai berikut : 1. Memberikan petunjuk atau pengertian kepada pengemudi untuk melakukan peregangan otot ringan yang bisa dilakukan selama jeda mengemudi. 2. Menyediakan minuman untuk pengemudi agar pengemudi tidak kehilangan cairan tubuh ataupun kekurangan oksigen. Minuman bisa berupa air mineral yang mengandung oksigen untuk mencegah kantuk pada pengemudi. 3. Mengadakan pemeriksaan kesehatan rutin yang mencakup pemeriksaan kesehatan umum dan pemeriksaan kesehatan khusus. Hal ini dilakukan untuk memantau kondisi kesehatan pengemudi. selain itu juga dapat mengontrol kondisi IMT pengemudi. 4. Pada saat penerimaan pengemudi dilakukan pengukuran obesitas, agar pengemudi yang diterima adalah pengemudi yang tidak obesitas. 5. Membentuk departemen keselamatan dan kesehatan kerja untuk memantau keselamatan dan kesehatan pengemudi selama bekerja. Kepustakaan Adi D.P, Suwondo A, Lestyanto D. (2013). Hubungan Antara Iklim Kerja, Asupan Gizi Sebelum Bekerja, dan Beban Kerja Terhadap Tingkat Kelelahan Pada Pekerja Shift Pagi Bagian Packing PT X, Kabupaten Kendal. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/2576/2571 Andiningsari, Pratiwi. (2009). Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kelelahan (Fatigue) Pada Pengemudi Travel X Trans Jakarta Trayek Jakarta – Bandung Tahun 2009. Depok : Universitas Indonesia Alli, B.O. (2008). Fundamental Principles of Occupational Health and Safety. Geneva : International Labour Office Amalia P, Yuslina, Nurlela, Febriyadi F, Prabowo P.A. (nd). Direction Change dan Sterilisasi Jalur Busway : Sebagai Solusi Alternatif Mengurangi Angka Kecelakaan dan Menertibkan Lalu Lintas di Jalur Busway. Bogor : Institut Pertanian Bogor Anonim. (2014). Emergency Fair and Festival 2013. Februari 26, 2014. http://tbmfkui.org/efast2013 Anonim. (2012). Fatigue. April 30, 2014. http://www.ccohs.ca/oshanswers/psychosocial/fatigue.html Australian Safety and Compensation Council. (2006). Work-Related Fatigue : Summary of Recent Indicative Research. Australia : Australia Govenment
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
Badan Pusat Statistik. (2014). Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun 1987-2012. Februari 26, 2014. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=17¬ab=12 Badan Pusat Statistik. (2014). Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun 1992-2012. Februari 26, 2014. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=17¬ab=14 Centre for Accident Research and Road Safety. (2014). Fatigue. Mei 05, 2014. http://www.carrsq.qut.edu.au/publications/corporate/fatigue_fs.pdf Chang F.L, Sun Y.M, Chuang K.H, Hsu D.J. (2007). Work Fatigue and Physiological Symptoms in Different Occupations of High-Elevation Contruction Workers. Februari 27, 2014. http://www.chinahumanfactors.com/public/uploads/files/References/polar/03.pdf Clemson Redfern Health Center. (2014). Blood Alcohol Concentration (BAC). Juli 29, 2014. http://www.clemson.edu/campus-life/campus-services/redfern/alcohol/bac.html Colling, D.A. (1990). Industrial Safety : Management & Technology. New Jersey : A Division of Simon & Schuster Englewood Cliff Dirjen Bina Gizi dan KIA. (2011). Tabel IMT. Juli 09, 2014. http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/747#more-747 Hallowell, M.R. (2010). Worker Fatigue : Managing Concern in Rapid Renewal Highway Contruction Projects. April 30, 2014. http://www.asse.org/professionalsafety/pastissues/055/12/018_026_F1Hallo_1210Z.pdf Hariyono W, Suryani D, Wulandari Y. (nd). Hubungan Antara Beban Kerja, Stres Kerja dan Tingkat Konflik Dengan Kelelahan Kerja Perawat di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta. Hertel O, Vormwald M. (2011). Short-Crack-Growth-Based Fatigue Assessment of Notched Components Under Multiaxial Variable Amplitude Loading. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/2580/2575 http://jurtek.akprind.ac.id/sites/default/files/32_39_joko_susetyo.pdf Hidayat, T. (2007). Bahaya Laten Kelelahan Kerja. Jakarta: Harapan Pikiran Rakyat International Labour Organization. (1983). C153 - Hours of Work and Rest Periods (Road Transport) Convention (No. 153). Mei 08, 2014. http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO::P12100_INSTRU MENT_ID:312298 Isnaini. (2014). Tabrakan Beruntun di Monas Sopir Transjakarta Jadi Tersangka. Juni 18, 2014. http://jakarta.okezone.com/read/2014/06/18/500/1000503/tabrakan-beruntun-di-monassopir-transjakarta-jadi-tersangka Johansen, Heidi. (2003). Stofat, Framework, Postresp : Fatigue Assessment. Oslo : DNV Software Kamus Besar Bahasa Indonesia Lal, Saroj. (2003). Behavioural Road Safety Management. Sydney : University of Technology
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
Levy, et al. (2011). Occupational and Environmental Health : Recognizing and Preventing Disease and Injury Sixth Edition. New York : Oxford University Press Mauludi, Mochamad Noval. (2010). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Pada Pekerja Di Proses Produksi Kantong Semen Pbd (Paper Bag Division) Pt. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Citeureup-Bogor. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah McIvor A.J. (1987). Employers, The Government, and Industrial Fatigue in Britain, 1890 – 1918. Februari 27, 2014. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1007909/ National Transportation Safety Board. (2014). Transportation Fatalities in 2012. Februari 26, 2014. http://www.ntsb.gov/data/index.html National Sleep Foundation. (2014). How Much Sleep Do We Really Need. Mei 28, 2014. http://sleepfoundation.org/how-sleep-works/how-much-sleep-do-we-really-need National Heart, Lung, and Blood Institute. (2014). What is Sleep Apnea. Mei 20, 2014. http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/sleepapnea/ Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta Pasupathy K.S, Barker L.M. (2011). Impact of Fatigue on Performance in Registered Nurses : Data Mining and Implications for Practice. Virginia : Journal for Healthcare Quality Prodia. (2014). Sindrom Kelelahan Kronis. April 30, 2014. http://prodia.co.id/penyakit-dandiagnosa/sindrom-kelelahan-kronis Putri, Duhita Pangesti. (2008). Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Pekerja Terhadap Kelelahan (Fatigue) Pada Operator Alat Besar PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkit Tenaga Suralaya Periode Tahun 2008. Depok : Universitas Indonesia Queensland Health. (2008). Fatigue Risk Management System. Queensland : Queensland Government Rimadini, Hana. (2010). Kelelahan dan Kesiapsiagaan Pengemudi Bus Transjakarta koridor 1 Tahun 2010. Depok : Universitas Indonesia Saito, Kazuo. (1999). Measurement of Fatigue in Industries. Jepang : Hokkaido University Seto, Mario. (2009). Bagaimana Otak Bekerja. Yogyakarta : Bookmarks Shahraki S, Bakar N.B. (2011). Review of Workforce Fatigue Models in Workplace. http://eresources.pnri.go.id:2056/docview/887725484/fulltextPDF?accountid=25704 Shankar, Pesudovs. (2007). Critical Flicker Fusion (CFF) Test of Potential Vision. Juli 09, 2014. https://dspace.flinders.edu.au/jspui/bitstream/2328/1427/1/Shanker.pdf Stoohs R.A, Guilleminault C, Itoi A, Dement W.C. (1994). Traffic Accident in Commercial Long-Haul Truck Drivers : The Influence of Sleep-Disordered Breathing and Obesity. USA : Standford University Medical School Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta Suma'mur. (1992). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : CV Haji Masagung
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014
Suma’mur. (1981). Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : Gunung Agung Susetyo J, Oes T.I, Indonesiani S.H. (2014). Prevalensi Keluhan Subjektif atau Kelelahan Karena Sikap Kerja yang Tidak Ergonomis pada Pengrajin Perak. http://jurtek.akprind.ac.id/sites/default/files/141_149_joko_s.pdf Susetyo J, Oesman T.I, Sudharman S.T. (nd). Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kelelahan karyawan Dengan Metode Bourdon Wiersma dan 30 Items of Rating Scale. Trew A, Searles B, Smith T, Darling E.M. (2011). Fatigue and Extended Work Hours Among Cardiovascular Perfusionists : 2010 Survey. http://eresources.pnri.go.id:2138/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=36d3edda-88d7-419a-9248e395c9d58d97%40sessionmgr4005&vid=4&hid=4212 Triyunita N, Ekawati, Lestyanto D. (2013). Hubungan Beban Kerja Fisik, Kebisingan dan Faktor Individu dengan Kelelahan Pekerja Bagian Weaving PT X Batang. Tschegg S.S. (2012). Very High Cycle Fatigue Measuring Techniques. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Universitas Brawijaya Malang. (nd). Instruksi Kerja : Penggunaan reaction Time Bunyi. Malang : Universitas Brawijaya Verdonk P, et all. (2009). Work-Related Fatigue : The Specific Case of Highly Educated Women in The Netherlands. http://e-resources.pnri.go.id:2056/docview/202610434 Vicroads. (2014). Fatigue and Road Safety. Mei 05, 2014. http://www.vicroads.vic.gov.au/Home/SafetyAndRules/SafetyIssues/Fatigue/FatigueAndRo adSafety.htm Vincent A, et all. (2012). Chronic Fatigue Syndrome in Olmsted Country, Minnesota, as Estimated Using the Rochester Epidemiology Project. Honolulu : Mayo Foundation for medical Education and Research Wedro, Benjamin. (2013). Fatigue. April 30, 2014. http://www.medicinenet.com/fatigue/page3.htm Wiarto, Giri. (2013). Ilmu Gizi dalam Olahraga. Yogyakarta : Gosyen Publishing Wibowo, Setyo Wahyu. (nd). Perbedaan Waktu Reaksi, Keseimbangan dan Kekuatan Otot Kaki Antara Mahasiswa Low Vision, Total Blind dan Mahasiswa Normal. Bandung : Universitas Padjajaran Work Safe Victoria. (2008). Fatigue Prevention in The Workplace. April 30, 2014. http://www.workcover.nsw.gov.au/formspublications/publications/Documents/fatigue_prev ention_in_the_workplace_5581.pdf Yogisutanti G, Kusnanto H, Setyawati L, Otsuka Y. (2013). Kebiasaan Makan Pagi, Lama Tidur dan Kelelahan Kerja (Fatigue) Pada Dosen. http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/2830/2891
Hubungan faktor…, Rahayu Puji Astuti, FKM UI, 2014