HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN KADAR RETINOL BINDING PROTEIN 4 SERUM PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU CORELLATION BETWEEN NUTRITIONAL STATUS AND SERUM RETINOL BINDING PROTEIN 4 LEVEL IN PATIENTS WITH PULMONARY TUBERCULOSIS
Ni Ketut sumartini1, Suryani As’ad2, Nurpudji Astuti Taslim2, R. Satriono2, Agussalim Bukhari2, Irawty Djaharuddin3 1
PPDS Ilmu Gizi Klinis, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Bagian Ilmu Gizi Klinis, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin 3 Bagian Ilmu Penyakit Paru, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin 2
Alamat korespondensi: dr. Ni Ketut Sumartini Bagian Ilmu Gizi Klinis RS Pendidikan Unhas Gedung A Lantai 5 Jl. Perintis Kemerdekaan km 10 Makassar HP: 085256248350 Email:
[email protected]
Abstrak Tuberkulosis berhubungan dengan inflamasi dan malnutrisi. Retinol Binding Protein 4 (RBP4) menurun pada kondisi inflamasi dan malnutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dan RBP4 pada penderita tuberkulosis paru. Desain penelitian adalah potong lintang dengan sampel 63 orang, terdiri dari 25 penderita TB dengan status gizi baik dan 38 dengan status gizi kurang, berumur 18-60 tahun. Parameter antropometri yang diukur adalah mengukur berat badan dan tingi badan untuk mendapatkan indeks massa tubuh. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT serta RBP4 dengan pengukuran yang terstandarisasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan bermakna kadar RBP4 pada penderita TB paru dengan status gizi baik dan status gizi kurang (p=0.009) dan analisis korelasi menunjukkan adanya korelasi sangat bermakna (p=0.000) yang positif sedang antara IMT dan kadar RBP4, dengan nilai r=0.518, serta analisis estimasi faktor risiko menunjukkan hubungan bermakna antara status gizi dan rendahnya kadar RBP4 (p=0.004) dengan nilai OR 5.83. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna kadar RBP4 pada penderita TB paru gizi baik dan gizi kurang, dan semakin rendah IMT, maka semakin rendah pula kadar RBP4 serum, serta pasien TB paru gizi kurang mempunyai kemungkinan 5.83 kali memiliki kadar RBP4 yang rendah dibandingkan pasien gizi baik. Kata kunci: RBP4, malnutrisi, TB paru
Abstract Pulmonary tuberculosis has been shown to be associated with inflammation and malnutrition. Retinol Binding Protein 4 (RBP4) is decreased in inflammation and malnutrition.The research aimed to evaluate the association between nutritional status and RBP4 in pulmonary tuberculosis patients. This is a cross sectional study conducted in 63 adolescents (25 normal BMI and 38 malnourished), aged 18-60 years. The anthropometric measurement included height and weight to define BMI. Laboratorium examined were complete blood count, ureum, creatinine, SGOT and SGPT and RBP4 using standarized measurement.The results showed significant difference between RBP4 levels in pulmonary tb patients with normal nutritional status and underweight nutritional status (p = 0.009), correlate analysis also showed very significant positif correlation (p = 0.000) between BMI and RBP4 level (r=0.518). RBP4 were associated with nutritional status which shows that it can be used as nutritional marker in pulmonary tuberculosis patients. Keyword: RBP4, pulmonary tuberculosis, nutritional status
PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu dari tiga penyakit infeksi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas terbanyak di dunia yang merupakan peringkat kedua penyebab kematian akibat infeksi setelah Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) (Amin dkk., 2009). Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-4 di dunia setelah India, China, Afrika selatan dan ditemukan kasus baru sekitr 0,4 juta – 0,5 juta per tahun, dan sekitar 75 % pasien TB di Indonesia berada pada kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-45 tahun) (Riskesdas, 2010). Infeksi M.tb menyebabkan respon inflamasi dengan pelepasan sitokin inflamasi, yang dapat menyebabkan malnutrisi melalui stimulasi lipolisis,
proteolisis dan
peningkatan leptin (Pratomo dkk., 2012). Banyak penelitian yang menunjukkan tingginya angka defisiensi retinol (Vitamin A) pada TB. Vitamin A memiliki peranan penting dalam sistem imun pada penderita TB, yang mana asam retinoat menstimulasi dan menginduksi diferensiasi monosit, sehingga menghambat multiplikasi M.tb pada makrofag, dan defisiensi vitamin A juga menginduksi ketidakseimbangan regulasi set T helper (Karyadi dkk., 2007, Tanaka dkk., 2011). RBP4 merupakan transporter protein spesifik retinol yang berperan dalam proliferasi dan, diferensiasi sel serta apoptosis. Kadar RBP4 juga ditemukan rendah pada peningkatan protein fase akut dan malnutrisi (Baeten dkk., 2004). Beberapa studi menunjukkan bahwa kadar vitamin A yang rendah kembali menjadi normal setelah terapi obat antituberkulosis (OAT) walaupun tanpa suplementasi vitamin A (Mathur, 2007). Perubahan parameter tersebut di atas berhubungan dengan status nutrisi, metabolisme dan imunitas pada penderita TB. Terganggunya kadar sirkulasi RBP4 perlu diteliti pada pasien TB sejak ditemukan sebagai mata rantai antara status nutrisi, metabolisme dan imunitas pada penyakit, sehingga diharapkan dapat memberikan intervensi nutrisi yang efisien (Keicho dkk., 2012, Amin dkk., 2009). Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara status gizi dan kadar RBP4 serum pada penderita TB paru yang belum pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Balai Pelayanan dan Pengobatan Penyakit Paru Makassar dan pemeriksaan sampel darah dan urin dilakukan di Laboratorium Prodia. Jenis penelitian yang digunakan observasional analitik dengan desain potong lintang (crosssectional). Populasi dan sampel Populasi adalah pasien yang datang berobat ke Badan Pelayanan dan Pengobatan Penyakit Paru kota Makassar
yang berusia >18-60 tahun. Sampel dipilih dengan
menggunakan consecutive random sampling yang didiagnosis sebagai TB paru baru oleh ahli paru dengan ditemukannya bakteri tahan asam pada pemeriksaan mikroskopik sputum pada minimal dua sediaan dari tiga sediaan yang diperiksa (sewaktu-pagi-sewaktu) dengan pewarnaan Ziehl Neelsen yang merupakan pemeriksaan standar WHO, ataupun berdasarkan hasil biakan, tidak menderita HIV/AIDS, laju filtrasi glomerulus (LFG) berdasarkan estimated glomerular filtration rate (eLFG) dengan menggunakan persamaan Modification of Diet in renal Disease (MDRD) > 60 ml/menit/1,72m, SGOT dan SGPT kurang dari tiga kali nilai normal (SGOT<114, SGPT<123) dan bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent. Terdapat 7 orang yang dieksklusi karena data dari anamnesis ataupun antropometri yang tidak lengkap, 1 orang karena data Hb tidak lengkap, dan 2 orang karena eLFG < 60 ml/menit. Penelitian ini mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Metode Pengumpulan Data Data biomedis (Identitas, umur, riwayat kesehatan, ) didapatkan dari wawancara oleh petugas terlatih dengan menggunakan kuesioner. Pengukuran tingi badan menggunakan stadiometer, yang sudah distandarisasi dengan kapasitas maksimum 200 cm, tingkat ketelitian 0,1 cm dan satuannya sentimeter (cm), berat badan menggunakan timbangan berat badan merk TANITA yang sudah distandarisasi dengan kapasitas 150 kg, tingkat ketelitian 100 gram dan satuannya kilogram (kg). Penimbangan dilakukan tanpa alas kaki dan memakai baju seminimal mungkin yang telah ditentukan oleh peneliti. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali untuk memperoleh hasil yang akurat, kemudian dilakukan perhitungan IMT berdasarkan berat badan dibagi dengan tinggi badan kuadrat (kg/m2). Pengambilan darah dilakukan di laboratorium pengambilan darah Balai Besar Pelayanan dan Kesehatan Paru Makassar.
Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui program Statistical Product and Services Solutions (SPSS). Batas kemaknaan (signifikansi) uji statistik adalah alpha 5% atau p < 0,05.
HASIL Karakteristik Variabel Penelitian Karakteristik sampel dari 63 orang penderita TB paru yang ikut dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 dan 2. Dilakukan analisis deskriptif terhadap umur, jenis kelamin, pekerjaan, lama merokok, IMT, Hb, leukosit, SGOT, SGPT, MDRD dan RBP4. Setelah dilakukan uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk, didapatkan 3 data yang terdistribusi normal (IMT, Hb dan leukosit), dan data yang lainnya tidak terdistribusi normal. Karakteristik demografi sampel dapat dilihat pada tabel 1. Dari seluruh sampel yang ada yaitu 63 orang terdiri dari 25 orang gizi baik (39.68%) dan 38 orang gizi kurang (60.32%), dengan 42 laki-laki (66.67%) dan 21 orang perempuan (33.33%). Pada kelompok penderita TB paru dengan status gizi baik terdiri dari 20 orang lakilaki (80%) dan 5 orang perempuan (20%), sedangkan kelompok penderita TB dengan status gizi kurang terdiri dari 22 orang laki-laki (57.90%) dan 16 orang perempuan (42.10%). Pekerjaan terbanyak pada kelompok gizi kurang adalah tidak bekerja(28.9%), dan pada gizi baik terbanyak wiraswasta (28.0%). Riwayat merokok pada kelompok gizi baik adalah terbanyak merokok selama lebih dari 10 tahun (52%), sedangkan pada kelompok gizi kurang paling banyak yang tidak pernah merokok (52.6%), sedangkan untuk kelompok umur penderita TB terbanyak pada penelitian ini adalah kelompok umur 29-39 tahun (36%), baik pada kelompok gizi baik maupun gizi kurang. Uji Beda Beberapa Variabel pada Kelompok Gizi Baik dan Gizi Kurang Untuk menilai perbedaan karakteristik antara kelompok penderita TB dengan status gizi baik dan gizi kurang, dilakukan uji Mann-Whitney dan independent T test yang dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat data yang tidak berbeda bermakna secara statistik yaitu rerata Hb, pada kelompok gizi baik adalah 12.45 dan pada kelompok gizi kurang 12.33, dengan nilai p = 0.769. Kadar leukosit pada kelompok gizi baik adalah 11284.00 dan pada kelompok gizi kurang 9795.00, dengan nilai p = 0.111, median kadar SGOT pada gizi baik adalah 30.00 dan pada gizi kurang 31.00, dengan nilai p 0.509,
median kadar SGPT pada gizi baik 22.00, dan pada gizi kurang juga 22.00 dengan nilai p 0.860. Median MDRD pada gizi kurang adalah 105.79 dan pada gizi baik 112.67, dengan nilai p 0.673. Dari tabel 2 juga dapat dilihat adanya perbedaan bermakna antara kedua kelompok, yaitu pada IMT, yang mana rerata IMT kelompok gizi kurang adalah 16.02 dan pada gizi baik 20.29 dengan nilai p 0.000, dan median kadar RBP4 pada gizi kurang adalah 11721.10, sedangkan pada gizi baik adalah 19973.40 dengan nilai p 0.009. Korelasi Antara Beberapa Variabel dan Kadar Rbp4 Serum pada Penderita TB Paru Untuk melihat korelasi dan kekuatan korelasi antara beberapa variabel dan kadar RBP4 serum dilakukan uji korelasi Spearman’s karena data tidak berdistribusi normal , tingkat kemaknaan dapat dilihat dari nilai p, kekuatan korelasi dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) serta arah korelasi berdasarkan nilai positif atau negatif yang ditunjukkan dari data statistik. Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat bermakna antara IMT dan kadar RBP4 (p = 0.000), dengan kekuatan korelasi sedang (r = 0.518), tetapi tidak terdapat korelasi bermakna antara umur, kadar Hb, kadar lekosit, kadar SGPT maupun MDRD dan kadar RBP4. Estimasi Faktor Risiko Status Gizi Terhadap Kadar RBP4 Rendah Untuk melihat estimasi risiko malnutrisi (gizi kurang) terhadap rendahnya kadar RBP4 dilakukan uji Chi Square dengan confidence interval 95%. Semua data diubah menjadi variabel kategorik, cut of point kadar RBP4 yang digunakan adalah 12700 ng/ml, karena hasil pemeriksaan kadar RBP4 pada sampel normal adalh 12700-48600 ng/ml. Tabel 4 menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara status gizi dan kadar RBP4 dengan nilai p = 0.004 dan nilai OR 5.83.
PEMBAHASAN Dari data karakteristik subyek didapatkan persentase gizi kurang (60.32%), dan lebih tinggi dibandingkan gizi baik (39.68%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dodor (2008), yang dilakukan pada penderita TB paru baru di Ghana, dengan gizi malnutrisi 51% dan gizi baik 49%, dan sesuai pula dengan pernyataan Pratomo dkk (2012), bahwa prevalensi IMT rendah pada penderita TB adalah 60% dan terdapat kemungkinan 11 kali lipat seorang TB memiliki IMT <18.5 kg/m2. Hal ini terjadi karena infeksi TB meningkatkan kebutuhan energi untuk mempertahankan fungsi normal tubuh dan mengakibatkan penurunan asupan dan malabsorpsi nutrien serta perubahan metabolisme tubuh sehingga tejadi malnutrisi energi protein (Pratomo dkk., 2012). Pada penelitian ini
kadar Hb tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok, berbeda dengan yang ditemukan oleh Karyadi ddk (2000), yang menemukan bahwa kadar Hb signifikan lebih rendah pada penderita TB dan tampak lebih jelas pada pasien TB malnutrisi. Hal ini dapat dijelaskan kemungkinan karena jumlah sampel yang kurang, karena walaupun tidak terdapat perbedaan yang bermakna, tetapi terdapat kecenderungan kadar Hb lebih rendah pada kelompok gizi kurang (rerata12.33) dibandingkan kelompok gizi baik (rerata 12.45). Hasil analisis korelasi antara IMT dan kadar RBP4 serum pada penderita TB paru menunjukkan hubungan sangat bermakna yang positif sedang dengan nilai r = 0.518 (antara 0.4 sd < 0.6) dan nilai p = 0.000. Ini berarti semakin rendah IMT, semakin rendah pula kadar RBP4. Hasil analisis hubungan (komparasi) antara status gizi dan kadar RBP4 serum pada penderita TB paru menunjukkan perbedaan bermakna dengan nilai p = 0.009 (< 0.01). Kadar RBP4 lebih rendah pada penderita TB paru gizi kurang dengan nilai median 11721.10, dibandingkan pada penderita TB paru gizi baik dengan median 19973.40, yang mana nilai rujukan pada sampel normal adalah 12700-48600 ng/ml. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanaka, 2011 pada penderita TB paru aktif di Vietnam dan Jepang dengan median kadar RBP4 17.5 µg/ml dan median RBP4 pada subyek kontrol 30.5 µg/ml. Kadar RBP4 rendah pada penderita TB karena RBP4 menurun dengan cepat pada inflamasi akut, yang merupakan protein negatif fase akut (Tanaka dkk., 2011). Sedangkan pada malnutrisi terdapat kadar RBP4 lebih rendah, sesuai dengan yang ditemukan oleh Smith dkk (1975), bahwa kadar RBP4 lebih rendah pada anak dengan protein kalori malnutrisi (PCM), dan meningkat bertahap dengan terapi kalori dan protein. Rendahnya kadar RBP4 pada malnutrisi karena konsentrasi protein plasma ditentukan oleh faktor yang kompleks: kecepatan sintesis, kecepatan sekresi, transfer intravaskulerekstravaskuler dan kecepatan katabolik. Waktu paruh RBP4 adalah 12 jam dan kecepatan sintesisnya adalah 5 mg/kgBB/hari. Ketika substrat asam amino untuk sintesis protein terbatas, seperti pada malnutrisi, maka kecepatan sintesis protein secara umum cenderung menurun (Smith dkk., 1973, Smith dkk., 1975). Teori ini dapat menjelaskan hasil pada penelitian ini bahwa pasien TB paru gizi kurang mempuyai kemungkinan 5.83 kali untuk memiliki kadar RBP4 yang rendah dibandingkan pasien gizi baik. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan yang ditemukan oleh Baeten dkk (2004), yang melakukan penelitian pada penderita HIV perempuan di Kenya menemukan adanya hubungan secara independen dan sinergis antara protein fase akut dan malnutrisi dengan rendahnya kadar RBP4, yang mana kondisi ini dianggap menekan RBP4.
Implikasi klinis dari analisis ini adalah untuk lebih berhati-hati dalam memberikan suplementasi vitamin A secara rutin pada pasien TB, dan sebaiknya dipadukan dengan pemberian energi protein yang cukup serta nutrisi antiinflamasi. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penelitian ini merupakan penelitian potong lintang (cross sectional) yang mana pengambilan sampel hanya dilakukan satu kali, sehingga hanya bisa melihat korelasi antara variabel dan tidak dapat menjelaskan hubungan kausal di antara variabel tersebut, penelitian ini juga tidak menggunakan kontrol orang sehat, sehingga hasilnya tidak dapat dibandingkan dengan kondisi normal. Beberapa faktor yang berhubungan dengan variabel ini tidak diperiksa, seperti kadar vitamin A dan penanda inflamasi. Penelitian ini juga tidak melihat kondisi klinis subyek. KESIMPULAN DAN SARAN Terdapat korelasi bermakna yang positif sedang antara IMT dan kadar RBP4 serum, kadar RBP4 serum pada kelompok gizi kurang signifikan lebih rendah dibandingkan dengan pada kelompok gizi baik. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan disain penelitian observasional dan menggunakan orang sehat sebagai kontrol, serta memperhitungkan kondisi klinis subyek, melakukan pengukuran komposisi massa otot dan lemak tubuh dengan menggunakan BIA dan melihat kadar vitamin A serta penanda inflamasi. Untuk mencegah dan mengatasi defisiensi vitamin A pada penderita TB paru harus dilakukan terapi nutrisi yang holistik, dengan pemenuhan kebutuhan energi protein dan mikronutrien untuk mengatasi inflamasi dan mencegah atau mengatasi malnutrisi.
DAFTAR PUSTAKA Amin Z, Bahar A. (2009). Tuberkulosis Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .Jakarta: Internal Publishing; p: 2211-2215 Baeten JM, Richardson BA, Bankson DD, Wener MH, Kreiss JK, Lavreys L, dkk. (2004). Use of Serum Retinol-Binding Protein for Prediction of Vitamin A Deficiency : Effects of HIV-1 Infection, Protein Malnutrition, and the Acute Phase Response. Am J Clin Nutr;79:218-25 Dodor EA. (2008). Evaluation of Nutritional status of New Tuberculosis Patients at the Effia-Nkwanta Regional Hospital. Ghana medical Journal; Vol 42,Number 1. Karyadi E, Dolmans MV, West CE, Crevel RV, Nelwan RHH, Amin Z, dkk. (2007). Cytokines Related to Nutritional status in Patients with Untreated Pulmonary Tuberculosis in Indonesia. Asia Pac J Clin Nutr;16 (2):218-226. Karyadi E, Schultink W, Nelwan RHH, Gross R, Amin Z, Dolmans MV, dkk. (2000). Poor Micronutrient Status of Active Pulmonary Tuberculosis Patients in Indonesia. J. Nutr; 130: 2953-2958. Keicho N, Matsushita I, Tanaka T, Shimbo T, Thi Le Hang N, Sakurada S, dkk. (2012). Circulating Levels of Adiponectin, Leptin, Fetuin-A and Retinol-Binding Protein in patients With Tuberculosis: Marker of Metabolism and Inflammation. PLoS ONE; 7(6), e38703. Mathur ML. (2007). Role of Vitamin A Supplementation in the Treatment of Tuberculosis. The National Medical Journal Of India Vol. 20, No. 1. Pratomo IP, Burhan E, Tambunan V. (2012). Malnutrisi dan Tuberkulosis. JIndon Med Assoc; 62:230-7. RISKESDAS. (2010). Laporan kesehatan dasar tahun 2010. Jakarta: Litbangkes depkes RI. Smith FR, Goodman DS, Arroyave G, Viteri F. (1973). Serum Vitamin A, Retinol-Binding Protein and Prealbumin Concentration in Protein-Calorie Malnutrition. II. Treatment Including Supplemental Vitamin A. Am. J.Clin Nutr 26; pp. 982-987 Smith FR, Suskind R, Thanangkul O, Leitzmann C, Goodman DS, Olson RE. (1975). Plasma Vitamin A, Retinol-Binding Protein and Prealbumin Concentration in Protein-Calorie Malnutrition. III. Response to Varying Dietary Treatments. Am. J.Clin Nutr.28; pp 732-738 Tanaka T, Sakurada S, Kano K, Takahashi E, Yasuda K, Hirano H, dkk. (2011). Identification of Tuberculosis-Associated Proteins in Whole Blood Supernatant. BMC Infectious Diseases; 11:71.
Tabel 1. Karakteristik demografi kelompok penderita TB gizi kurang dan gizi baik Karakteristik Gizi Kurang Gizi Baik
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pekerjaan Petani Nelayan PNS Wiraswasta Buruh Tukang Becak IRT Tidak bekerja Lain-lain Lama Merokok 0 1 - >5 thn 5 – 10 thn >10 thn Umur (tahun) 18 – 28 29 – 39 40 – 50 51 - 60
Frekuensi
%
Frekuensi
%
22 16
57.90 42.10
20 5
80.0 20.0
1 0 0 7 10 0 6 11 3
2.60 0 0 18.40 26.30 0 15.80 28.90 7.90
3 2 0 7 5 1 5 2 0
12.00 8.00 0 28.00 20.00 4.00 20.00 8.00 0
20 2 5 11
52.60 5.30 13.20 28.90
8 1 3 13
32.00 4.00 12.00 52.00
13 14 5 6
34.20 36.80 13.20 15.80
1 9 9 6
4.00 36.00 36.00 24.00
Tabel 2. Uji beda bebearapa variabel pada kelompok gizi kurang dan gizi baik Kelompok Variabel
P
Gizi kurang
Gizi baik
Rerata/Median
Rerata/Median 42.00 (20.00-57.00) 20.29 (± 1.78)
0.012
IMT
32.50 (20.00-59.00) 16.02 (± 1.78)
Hb Leukosit
12.33 (±1.67) 9795 (± 3561.21)
0.769 0.111
SGOT SGPT MDRD
31.00 (13.00-97.00) 22.00 (10.00-103) 105.79 (64.62-1429.23) 11721.10 (339.50-48961.40)
12.45 (±1.53) 11284 (± 3605.17) 30.00 (19.00-64.00) 22.00 (11.00-77.00) 112.67 (73.34-1338.59) 19973.40 (4586.10-43854.20)
Umur
RBP4
0.000
0.509 0.860 0.673 0.009
Tabel 3. Korelasi antara beberapa variabel dengan kadar RBP4 pada penderita TB paru RBP4 VARIABEL
r
p
IMT
0.518
0.000
Umur
0.216
0.090
Hb
0.177
0.166
Leukosit
-0.037
0.774
SGPT
-0.118
0.357
MDRD
0.053
0.680
Tabel 4. ORs (95% CIs) dengan menggunakan Chi Square untuk melihat estimasi risiko beberapa variabel terhadap rendahnya kadar RBP4 Variabel yang berpengaruh Status Gizi Kadar Hb Leukosit
OR 5.833 1.600 1.200
RBP4 CI 95% 1.680-20.249 0.572-4.472 0.430-3.351
p 0.004 0.437 0.798