Hubungan Antara Jenis Dan Frekuensi Makan Dengan Status Gizi (Bb) Pada Anak Usia 36 – 48 Bulan (Studi 5 Posyandu Di Desa Remen Kecamatan Jenu Tuban) Relationship Between The Type And Frequency Of Eating And The Nutritional Status (Body Weight) Of Children Ages 36-48 Months (Study 5 Ihc In The Village District Jenu Remen - Tuban) Umu Qonitun STIKES NU TUBAN ABSTRAK Kasus gizi buruk atau gizi kurang adalah masalah gizi yang seharusnya sudah tidak ada lagi. Tapi angka kejadiaannya di Indonesia masih menjadi masalah yang harus di perhatikan. Pemantauan status gizi balita di wilayah Kabupaten Tuban pada tahun 2008, dari 71.992 balita yang ditimbang, balita dengan status gizi buruk sebanyak 1,4%. Dan dari 33 Puskesmas di Kabupaten Tuban, Puskesmas Jenu menduduki urutan pertama dalam masalah gizi buruk, yaitu balita dengan status gizi buruk sebanyak 4,0%. Dari 17 wilayah kerja Puskesmas Jenu, desa Remen menduduki urutan pertama dalam hal gizi buruk yaitu dari 240 balita yang ditimbang, balita dengan status gizi buruk sebanyak 10,4%. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil dari seluruh balita di desa Remen Kecamatan Jenu-Tuban yang memenuhi kriteria. Setelah itu kita gunakan rumus besar sampel untuk menentukan jumlah sampel yang kita gunakan dengan tehnik simple random sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada responden sehingga mendapatkan data yang terkait dengan hubungan antara jenis dan frekuensi makan dengan status gizi (BB) pada anak usia 3-4 tahun di desa Remen Kecamatan Jenu-Tuban. Dan melakukan observasi penimbangan berat badan untuk mengetahui berat badan anak tersebut. Lalu dimasukkan dalam tabel distribusi dalam bentuk prosentase dan narasi. Hasil penelitian menunjukkan 56,75 % responden memiliki jenis dan frekuensi makan yang sesuai dan 43,25 % responden memiliki jenis dan frekuensi makan yang tidak sesuai. Sedangkan 64,87 % responden mempunyai status gizi baik dan 35,13 % responden mempunyai status gizi buruk. Dari hasil perhitungan chi square didapatkan X2 hitung > X2 tabel yaitu 19,63 > 3,481 hal ini berarti H1 diterima. Jenis dan frekuensi makan dengan status gizi (BB) pada anak usia 36-48 bulan mempunyai hubungan yang signifikan. Maka hendaknya petugas kesehatan memberi informasi dan penyuluhan yang lebih banyak tentang pemenuhan Jenis dan Frekuensi makan kepada orang tua untuk meningkatkan status gizi (BB) pada anak usia 36-48 bulan. Kata Kunci : Jenis Dan Frekuensi Makan, Status Gizi, Anak Usia 36-48 bulan ABSTRACT Cases of malnutrition or poor nutrition is nutrition problem should no longer exist. But figures kejadiaannya in Indonesia is still a problem that need to be noticed. Monitoring the nutritional status of children in the district of Tuban in 2008, from 71 992 infants were weighed, infants with severe malnutrition of 1.4%. And 33 health centers in the district of Tuban, PHC (Public Health Centre) of Jenu ranks first in the problem of malnutrition, ie poor nutritional status of children under five with as much as 4.0%. From 17 PHC of Jenu, Remen village ranks first in terms of malnutrition that is of 240 infants who weighed, toddlers with poor nutritional status as much as 10.4%. This research is an analytic cross-sectional study design. Samples were taken of all toddlers in the village Remen Jenu-Tuban district that meets the criteria. After that we use the sample size formula for determining the number of samples we use the simple random sampling technique. Data collection using questionnaires distributed to respondents so as to obtain data relating to the relationship between the type and frequency of meals and nutritional status (BB) in children aged 3-4 years in rural Remen Jenu-Tuban district. And weighing observations to determine the child's weight. Then included in the distribution table in the form of percentage and narrative. The results showed 56.75% of respondents have a type and frequency of meals are suitable and 43.25% of the respondents have the type and frequency of meals that do not fit. While 64.87% of respondents had good nutritional status, and 35.13% of respondents have a poor nutritional status. From the calculation of chi square obtained count X2> X2 table is 19.63> 3.481 this means that H1 is accepted. The type and frequency of meals and nutritional status (BB) in children aged 36-48 months had a significant relationship. So should health workers provide information and counseling on compliance more meal type and frequency to parents to improve the nutritional status (BB) in children aged 36-48 months Keywords: Types and Frequency of Eating, Nutritional Status, Children Age 36-48 months
PENDAHULUAN Sejak tahun 1970 para pembuat kebijakan pembangunan di dunia menyadari bahwa arti makanan lebih luas dari sekedar untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan saja. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, sebagai indikator keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Dalam hal ini gizi ternyata sangat berpengaruh terhadap kecerdasan dan produktivitas kerja manusia. Agar perencanaan upaya peningkatan status gizi penduduk dapat dilakukan dengan baik maka semua aspek yang berpengaruh perlu dipelajari termasuk
aspek pola pangan, sosio-budaya dan pengaruh konsumsi makanan terhadap status gizi.1 Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 menunjukkan Angka Kematian Balita sebesar 46 per 1.000 kelahiran hidup atau setiap hari ada 566 kematian balita. Sedangkan status gizi pada tahun 2005 jumlah anak kurang gizi sebesar 5 juta dan anak dengan status gizi buruk sekitar 1,5 juta dan 150.000 anak menderita gizi buruk tingkat berat (marasmus-kwasiorkor).2 Pemantauan status gizi balita di wilayah Kabupaten Tuban pada tahun 2008, dari 33 Puskesmas di Kabupaten Tuban, Puskesmas Jenu menduduki urutan pertama dalam masalah gizi buruk, yaitu balita dengan status gizi buruk sebanyak 4,0%, gizi kurang 17,9%,
gizi baik 72,9% dan gizi lebih 5,2%. Puskesmas Jenu memiliki 17 wilayah kerja dan desa Remen merupakan desa yang menduduki urutan pertama dalam hal gizi buruk yaitu dari 240 balita yang ditimbang, balita dengan status gizi buruk sebanyak 10,4%, sedangkan Gizi kurang 10,8%, Gizi baik 70,8%, dan gizi lebih 7,9%. Dari survey awal jenis dan frekuensi makan di desa Remen yaitu sebanyak 10 anak yang berusia 3-4 tahun didapatkan hanya 3 anak (30%) yang mempunyai jenis dan frekuensi makan yang sesuai dan 7 anak (70%) mempunyai jenis dan frekuensi makan tidak sesuai. Sedangkan 4 anak (40%) mempunyai status gizi baik dan 6 anak (60%) mempunyai status gizi kurang. Menurut penjelasan dari orang tua mereka, bahwa anak-anak tersebut rata-rata dalam sehari hanya memakan nasi, lauk berupa ikan laut, tahu, tempe dan air putih karena memang tidak menyukai sayur dan buah-buahan. Kasus gizi buruk atau gizi kurang adalah masalah gizi yang merupakan bentuk status gizi yang rendah yang seharusnya sudah tidak ada lagi. Tapi angka kejadiaan gizi buruk dan gizi kurang pada balita di Indonesia masih menjadi masalah yang harus di perhatikan. Adapun faktor utama yang mempengaruhi status gizi balita adalah kemiskinan sehingga akses pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi, ketidaktahuan orang tua karena kurang pendidikan sehingga pengetahuan gizi rendah, atau faktor pola makan dimana balita kurang mengkonsumsi makanan bergizi. Gangguan gizi yang terjadi pada bayi dan balita mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik pada masa balita maupun masa berikutnya, sehingga perlu mendapat perhatian. Pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi yang menitikberatkan pada upaya peningkatan gizi anak. Hal ini tercakup dalam Kesehatan Ibu dan Anak yang merupakan salah satu sasaran dari bidan.2 Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks Berat Badan menurut umur lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat ini. Adapun kelebihan pengukuran status gizi menggunakan berat badan menurut umur antara lain : lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, sangat sensitif terhadap perubahanperubahan kecil serta dapat mendeteksi kegemukan (over weight). Gangguan gizi yang terjadi pada balita bukan hanya ahli gizi yang berperan untuk mengatasinya tapi tenaga medis lain yang salah satunya bidan dan juga orang tua harus berperan aktif serta menguasai beberapa hal tentang ilmu pengetahuan dan gizi sebagai dasar utama program untuk intervensi masalah gizi. Pertumbuhan anak pada masa yang akan datang sangat ditentukan oleh keadaan dan status gizinya ketika masih balita. Untuk itu jenis dan frekuensi
makan yang sesuai sangat penting untuk balita terutama anak usia 3-4 tahun. Tenaga kesehatan hendaknya memberikan penyuluhan yang lebih banyak kepada orang tua tentang jenis dan frekuensi makan yang sesuai bagi anak – anaknya. Karena hal ini sangat penting untuk pertumbuhan anaknya. Makanan yang baik dan sesuai bagi anak usia 3-4 tahun yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang terdiri dari nasi, lauk, sayur, buah-buahan dan susu karena mengandung keenam zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Gizi tersebut akan membantu sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga anak tidak mudah sakit. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengambil judul “Hubungan Antara Jenis dan Frekuensi makan dengan Status Gizi (BB) Pada Anak Usia 36-48 bulan (Studi 5 posyandu di desa Remen Kecamatan Jenu – Tuban)”. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini jenis penelitiannya analitik dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, karena penelitian ini menekankan pada waktu pengukuran atau observasi variabel dependen dan independen hanya satu kali pada satu saat. Populasi dalam penelitian ini adalah Semua ibu yang mempunyai balita di desa Remen Kecamatan Jenu pada bulan maret-april 2009 sebesar 240 anak. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian balita di desa Remen Kecamatan Jenu pada bulan maret-april 2009 sebesar 40 anak. yang memenuhi kriteria Inklusi. Dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling diperoleh jumlah sampel sebanyak 37 responden (bayi). HASIL PENELITIAN Jenis Dan Frekuensi Makan Anak Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Dan Frekuensi Makan pada Anak Usia 36 - 48 bulan Studi 5 Posyandu Di Desa Remen Kecamatan Jenu -Tuban Pada Bulan MaretApril 2009
Sumber : Survey jenis dan frekuensi makan anak Maret-April 2009 Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dijelaskan bahwa dari 37 responden sebagian besar 21 ( 56,75 %) memiliki jenis dan frekuensi makan yang sesuai. Status Gizi Anak Usia 36 - 48 bulan
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (BB) Pada Anak Usia 36 - 48 bulan Studi 5 Posyandu Di Desa Remen Kecamatan Jenu Tuban Pada Bulan Maret-April 2009
Sumber : Survey observasi penimbangan BB anak, Maret-April 2009 Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 37 responden sebagian besar 24 (64,87%) memiliki status gizi baik. Hubungan Antara Jenis Dan Frekuensi Makan Dengan Status Gizi (BB) Pada Anak Usia 36 - 48 bulan Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Dan Frekuensi Makan Dengan Status Gizi (BB) Pada Anak Usia 36 - 48 bulan Studi 5 Posyandu Di Desa Remen Kecamatan Jenu Tuban Pada Bulan Maret-April 2009
Sumber : Survey Hubungan Jenis Dan Frekuensi Makan Dengan Status Gizi Anak, Maret-April 2009 Berdasarkan tabel 3 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 37 responden sebagian besar 20 (95,23%) mempunyai jenis dan frekuensi makan sesuai dan status gizi baik ANALISIS HASIL PENELITIAN Setelah dilakukan pengumpulan data mulai bulan Maret-April 2009 kemudian data tersebut diubah dalam bentuk angka, ditabulasi dan dianalisis menggunakan uji chi square. Pada uji chi square jika didapatkan X2 hitung > X2 tabel maka H1 diterima dan H0 ditolak. Dari hasil analisis uji chi square didapatkan hasil X2 = 19,63. Pada penelitian ini dk = 1 sehingga taraf kesalahan 5% akan mendapatkan tabel= 3,481. Dari hasil perhitungan chi square didapatkan X2 hitung > X2 tabel yaitu 19,63 > 3,481 hal ini berarti adanya hubungan yang signifikan antara jenis dan frekuensi makan dengan status gizi anak. PEMBAHASAN 1. Jenis Dan Frekuensi Makan Anak Usia 36 - 48 bulan Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 37 responden 21 responden (56,75 %) yang memiliki jenis dan frekuensi makan sesuai dan 16 (43,25%)
responden memiliki jenis dan frekuensi makan yang tidak sesuai. Makanan yang terdiri dari nasi, lauk, sayur, buahbuahan dan susu mengandung keenam zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Gizi tersebut akan membantu sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga anak tidak mudah sakit. Untuk menyediakan gizi yang cukup bagi balita hanya diperlukan menu seimbang. Setelah anak berusia 2 tahun sebenarnya kehadiran susu bukan hal yang wajib dalam menu sehari-hari. Frekuensi makan anak usia 3-4 tahun yang penting adalah aneka ragam makanan yang dikonsumsi secara cukup. Dengan memperhatikan 4 sehat saja antara lain nasi, sayur, lauk dan buah, anak-anak setelah usia 2 tahun dapat tumbuh secara baik. Namun kenyataannya, orang tua seolah memaksa anak agar mengkonsumsi susu banyak-banyak dan membiarkan mengurangi porsi makannya. Frekuensi makan dengan porsi 3 kali sehari lebih penting dari pada minum segelas atau dua gelas susu. Mengkonsumsi nasi, lauk, buah dan sayur saja tanpa minum susu, anak-anak setelah usia 2 tahun sudah dapat tumbuh dengan optimal.3 Jenis dan frekuensi makan pada anak usia 3-4 tahun kadang tidak sesuai dengan jenis dan frekuensi makan yang semestinya. Karena pada usia ini biasanya anakanak mengalami sulit makan yang disebabkan oleh banyak hal misalnya anak sulit makan karena menu yang disajikan tidak bervariasi atau jenis dan bentuknya kurang menarik sehingga anak mengalami kebosanan. Dan bisa juga karena anak menderita suatu penyakit atau anak dibiasakan dengan terlambat makan sehingga anak menjadi sulit makan. Pertumbuhan anak pada masa yang akan datang sangat ditentukan oleh keadaan dan status gizinya ketika masih balita. Untuk itu jenis dan frekuensi makan yang sesuai sangat penting untuk balita terutama anak usia 3-4 tahun. Tenaga kesehatan hendaknya memberikan penyuluhan yang lebih banyak kepada orang tua tentang jenis dan frekuensi makan yang sesuai bagi anak – anaknya. Karena hal ini sangat penting untuk pertumbuhan anaknya. Makanan yang baik dan sesuai bagi anak usia 3-4 tahun yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang terdiri dari nasi, lauk, sayur, buah-buahan dan susu karena mengandung keenam zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Gizi tersebut akan membantu sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga anak tidak mudah sakit. 2. Status Gizi Anak Usia 36 - 48 Bulan Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 37 responden terdapat 24 responden (64,87%) yang memiliki kriteria status gizi baik dan 13 (35,13%) responden yang memiliki kriteria status gizi buruk. Status gizi pada balita dapat diketahui dengan cara mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan berat badan sesuai standar tabel WHO-NCHS. Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.4
Seharusnya status gizi buruk atau kurang sudah tidak ada lagi di Indonesia. Tapi kenyataannya masih banyak yang mengalami gizi buruk atau pun kurang. Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita yaitu pola makan. Sedangkan pengertian pola makan adalah perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, jenis makanan, frekuensi makan, cara pengolahan dan pemilihan makanan. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa jenis dan frekuensi makan dapat mempengaruhi status gizi. Gangguan status gizi yang terjadi pada bayi dan balita mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik pada masa balita maupun masa berikutnya, sehingga perlu mendapat perhatian. Pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi yang menitikberatkan pada upaya peningkatan gizi anak).2
KESIMPULAN
3. Pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap berat badan bayi umur 4-6 bulan Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 37 responden mempunyai jenis dan frekuensi makan yang sesuai dan status gizi baik yaitu 20 responden (95,23%), sedangkan yang memiliki kriteria jenis dan frekuensi makan tidak sesuai dan status gizi buruk adalah 12 (75,00 %) responden. Dari hasil perhitungan chi square didapatkan X2 hitung > X2 tabel yaitu 19,63 > 3,481 hal ini berarti adanya hubungan yang signifikan antara jenis dan frekuensi makan dengan status gizi anak. Jenis dan frekuensi makan pada anak usia 36 - 48 bulan akan sangat mempengaruhi status gizinya yang mana salah satunya diukur berdasarkan berat badan. Apabila jenis dan frekuensi makan anak tidak sesuai dengan yang semestinya maka bisa menyebabkan status gizi anak tidak sesuai. Bisa gizi lebih, gizi kurang atau bahkan anak bisa mengalami gizi buruk. Dampak dari gizi lebih pada balita akan mengganggu sistem metabolisme dalam tubuh serta mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya. Sedangkan dampak dari gizi buruk dan gizi kurang yaitu badan anak lama kelamaan mulai kurus dan staminanya menurun. Pada fase lanjut, anak-anak dengan gizi buruk dan kurang akan rentan terhadap infeksi dan penyakit-penyakit yang lain. Dan akan mengganggu pertumbuhan dan perkembamgan di masa sekarang dan akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita diantaranya adalah Sosial-Ekonomi, Infeksi penyakit, Pengetahuan orang tua dan Pola makan. Sedangkan Pola makan adalah perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, jenis makanan, frekuensi, cara pengolahan, dan pemilihan makanan. Pada anak usia 34 tahun mulai terjadi fase negatifistik yaitu menolak makan karena menunjukkan kekakuannya. Makanan selalu ditolak, maka ibu harus menyajikan makanan semenarik mungkin. (Sutomo, 2008). Jadi jenis dan frekuensi makan yang sesuai sangat diperlukan untuk anak usia 3-4 tahun karena akan mempengaruhi status gizi anak tersebut.
1. Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka, Jakarta, 2009. 2. Depkes. RI. Instrumen Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan pada Balita dan Anak Prasekolah. EGC, Jakarta, 2005. 3. Jhon. Gizi Balita. 24 Desember 2008 http://www.medicastore.com, 2008 4. Supariasa. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta, 2002.
Sesuai dengan tujuan, maka dalam penelitian ini secara umum dapat disimpulkan antara lain : 1. Jenis dan frekuensi makan pada anak usia 36 - 48 bulan studi 5 Posyandu di desa Remen Kecamatan Jenu-Tuban sebagian besar sesuai yaitu 21 ( 56,75 %) dari 37 responden. 2. Status gizi (BB) pada anak usia 36 - 48 bulan studi 5 Posyandu di desa Remen Kecamatan Jenu-Tuban sebagian besar baik yaitu 24 (64,87%) dari 37 responden. 3. Ada hubungan yang signifikan antara Jenis dan Frekuensi makan dengan status gizi (BB) pada anak usia 36 - 48 bulan studi 5 Posyandu di desa Remen Kecamatan Jenu-Tuban. DAFTAR PUSTAKA