LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK
HEMOPHAGOCYTIC LYMPHOHISTIOCYTOSIS (HLH) PADA SEVERE SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE) DENGAN AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA) REFRAKTER
Disusun oleh:
Yunika Puspa Dewi 11/326437/PKU/12910
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK
HEMOPHAGOCYTIC LYMPHOHISTIOCYTOSIS (HLH) PADA SEVERE SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE) DENGAN AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA) REFRAKTER
Dipresentasikan tanggal: 5 Mei 2015
oleh: Yunika Puspa Dewi 11/326437/PKU/12910
Narasumber
dr. Usi Sukorini, M.Kes, Sp.PK(K) NIP. 1960061919880320
Mengetahui,
Kepala Bagian Patologi Klinik
Ketua Program Studi Patologi Klinik
Prof. dr. Budi M., Sp.PK(K), MM
dr. Umi S. Intansari, M.Kes., Sp.PK(K)
NIP. 195212261979031003
NIP. 19700110199702200
A. Identitas pasien Nama No.CM Jenis Kelamin Tanggal Lahir Usia Alamat Tgl Masuk Bangsal
: An. AUP : 01.66.26.xx : Perempuan : 1 Juli 2002 : 12 tahun 10 bulan : Purbalingga : 4 Mei 2015 : Melati 4
B. Perjalanan penyakit
Tgl 13/12/13: Pasien dirawat di RS Margono dengan keluhan utama pucat. Pasien terdiagnosis SLE dengan AIHA & Raynaud Phenomenon dan menjalani protokol SLE (Efusi pleura sinistra, anemia hemolitik, tes ANA dan anti ds-DNA positif (+)) dengan AIHA, amputasi digiti IV-V manus dextra. Tidak dilakukan transfusi darah. Tgl 12/03/14: Pasien dirawat di RSS dengan diagnosis severe SLE dengan AIHA dan menjalani protokol severe SLE bulan I dan mendapat transfusi 5 kantong Packed Red Cells (PRC) Tgl 21/08/14: Pasien kembali dirawat di RSS dan menjalani protokol severe SLE bulan VII dan mendapat transfusi 3 kantong PRC. Oktober 2014: Pasien menjalani protokol severe SLE dengan refrakter AIHA (Modifikasi Oktober 2014) Bulan VIII dan mendapat transfusi 4 kantong Washed Red Cells (WRC). November 2014: Pasien menjalani protokol severe SLE dengan refrakter AIHA (Modifikasi Oktober 2014) bulan IX dan mendapat transfusi 2 kantong WRC. Desember 2014: Kembali menjalani protokol severe SLE bulan I dan mendapat transfusi 8 kantong WRC. Januari – Februari 2015: Menjalani protokol severe SLE bulan II & III, mendapat transfusi 14 kantong PRC dan mulai mendapat Tx. Exjade tetapi tidak rutin. Maret 2015: Menjalani protokol severe SLE bulan IV dan mendapat transfusi 5 kantong PRC. April 2015: Menjalani protokol severe SLE bulan V, mendapat transfusi 7 kantong PRC dan karena Feritin > 6000 maka mendapat Tx. Exjade rutin 1x3 tab Riwayat penyakit sekarang: o 7HSMRS: Anak mulai tampak kuning, mula-mula terlihat dari mata, tidak demam, mual (+) tiap akan makan, tidak muntah, nafsu makan menurun, nyeri perut (+) o 3HSMRS: Anak muntah tiap makan, masih mau minum, nyeri di ulu hati, menurut Orang tua (OT) anak tambah kuning, napas cepat, BAK seperti teh, BAB pucat/seperti dempul tidak ada dibawa ke dokter umum, diagnosis? Terapi?
o HSMRS: Anak masih muntah tiap makan dan minum, nyeri ulu hati bertambah dan menjalar ke punggung. Anak tampak sesak rujuk RSS C. Riwayat penyakit keluarga Riwayat keganasan dalam keluarga disangkal Riwayat transfusi dalam keluarga disangkal Riwayat penyakit kelainan darah dalam keluarga disangkal. D. Riwayat penyakit dahulu Riwayat kejang disangkal Riwayat alergi disangkal Riwayat penggunaan obat-obat dalam waktu lama sebelumnya disangkal E. Pemeriksaan fisik Kesan umum : tampak lemah dan pucat, CM Nadi : 120 x/menit, teratur Pernafasan : 28 x/menit, teratur Suhu : 36.6 0C Status gizi : gizi cukup, severely stunted. Kulit : Pucat (+), ikterik (+), Ujud Kelainan Kulit (-) Leher : Limfonodi tidak teraba Dada : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-) Abdomen : Distensi (-), hernia umbilikalis (-), peristaltik normal, supel, hepar teraba 3 cm BAC dan lien tidak teraba, timpani. F. Pemeriksaan laboratorium MDT (4/5/15) o Eritrosit: Anisositosis, normosit, makrosit, sferosit, mikrosferosit, normokromik, NRBC + o Granulosit: Jumlah meningkat, granulosit imatur (mielosit, metamielosit, stab), granulasi toksik netrofil, vakuolisasi netrofil, vakuolisasi monosit o Trombosit : Jumlah meningkat, penyebaran merata, trombosit besar (+) o Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik Lekositosis, pergeseran ke kiri, reaktivitas netrofil dan monosit Trombositosis reaktif o Kesimpulan: Gambaran leukoeritroblastik ec suspek dd severe infection (adakah tanda-tanda perdarahan?) BMP o Kepadatan seluler: Kesan hiposeluler, partikel ditemukan, globul lemak (+)
o Trombopoetik: Kesan cukup, ditemukan megakariosit, clumps trombosit (+) o Eritropoetik: Kesan cukup, ditemukan pronormoblas 1%, normoblas 1%, basophilic NRBC 3%, polychromatic NRBC 16%, asidophillic NRBC 19%. Dysplasia: megaloblastoid change, budding of NRBC, binucleated of NRBC. o Granulopetik: Kesan cukup, ditemukan mieloblas 1%, promielosit 32%, mielosit 4%, metamielosit 16%, stab 13%, segmen 10%, monosit 5%. Displasia: hipergranulasi, displasia eritrosit o Lain-lain: ditemukan limfoblas 2%, limfosit 17% dan makrofag dengan penyebaran tidak merata o Kesan: Displasia eritropoetik dan granulopoetik, ditemukan makrofag o Kesimpulan: Gambaran BMP pada pasien SLE saat ini terdapat hemofagositosis o Hemosiderin: Positif (+1)
Tabel 1.Monitoring hasil laboratorium Px AL (10^3/uL) %NET %LYM Hb (g/dL) AT (10^3/uL) Retik (%) PPT (detik) APTT (detik) Fibrinogen (mg/dL) D-Dimer (ng/mL) Coombs D Coombs In Alb (g/dL) TBil (mg/dL) dBil (mg/dL) AST (U/L) ALT (U/L) GGT (U/L) Fosfatase alkali (U/L) Na (mmol/L) K (mmol/L) Cl (mmol/L) Ca (mmol/L) BUN (mg/dL) Creatinin (mg/dL) LDH (U/L) Cholesterol (mg/dL) Trygliseride (mg/dL) LDL (mg/dL) HDL (mg/dL) GDS (mg/dL) Ferritin (ng/mL) Iron (ug/dL) Saturasi (%) TIBC (ug/dL) UIBC (ug/dL)
27/5 7.77 53.3 33.5 9.1 459
24/5 2.47 48.2 35.6 9.8 392 5.43
22/5 3.54 54.9 29.7 10.4 312 5.4
19/5 3.11 78.8 11.6 10.9 266
18/5
17/5 2.57 81.3 9.6 10.5 169
15/5 4.12 91 5.1 6.8 239 1.9
12/5 8.15 76 2 9.7 283
9/5 17.52 72 7 11.2 392
7/5 21.01 76 2 12 344
7.14 6.25
9.43 8.13
3.44 17.15 14.63
6/5 25.58 72 7 9.9 388
4/5 43.62 69 7
11.2 27.4 456 240 POS NEG
POS NEG 3.59
2.45 2.0 340 644
4/5 43.62 69 7 2.3 573 8.3 20.5 28.8
419 557
178 392
3.3 2.43 223 415
5.74 4.97 71 94
235 332
154 140 3.6 102 2.3
2.7 56.4 39.71 116 137
143 2.9 104 2.4
131 5.16 92 20.8 0.76
72 2.43
818 273 197 166
221 537
124 >6000 766 90 850 84
Px. Urin rutin Glu Protein Bilirubin Urobilinogen pH BJ Blood Keton Nitrit LE Color Eri Leu Epitel Silinder Bakteri Kristal Yeast like cell Small round cell Silinder patologis
27/5
24/5
22/5
19/5
18/5 Neg +1 Neg Normal 6.5 1.010 +1 Neg Neg 75 Yellow
17/5 Neg +1 Neg Nor 5.5 1.020 Neg +1 Neg 250 Yellow
15/5 Neg +2 +1 +3 6.5 1.010 +2 Neg Neg 500 Orange
42.3 39.8 9.1 1.98 51.8 0.10.0 8.8 8.8 0.66
20.2 58.8 6.9 1.45 18.1 0.2 0.0 4.4 0.0
150 303 2.3 1.18 163 0.3 0.0 1.1 0.0
12/5
9/5
7/5
6/5
4/5 Neg +1 +4 +4 6.5 1.010 +1 Neg Neg 75 Dark yellow 69.7 18.3 5.1 0.26 639.7 2.3 0.0 4.2 0.0
4/5
G. Penegakan diagnosis SLE Kriteria diagnosis (ACR 1997)1: o Malar rash (-) o Discoid rash (-) o Fotosensitivitas (-) o Ulcerasi oral (-) o Artritis (-) o Serositis: o pleuritis : nyeri pleuritik (-), ATAU friction rub (-) atau ada bukti efusi pleura sinistra (+) ATAU o efusi perikardium (-) o Nefritis (-) o Ganggguan neurologis: kejang atau psikosis (-) o Kelainan hematologi: anemia hemolitik dg retikulositosis (+) o Kelainan imunologi: Tes ANA (+) strong 101,8 (>60) Pemeriksaan ANA IF adalah homogenous pattern yang mengindikasikan adanya autoantibodi terhadap dsDNA yang dimiliki SLE sebesar 30-90%, autoantibodi terhadap histon yang dimiliki oleh DILE sebesar 95% dan SLE sebesar 30-70% dan autoantibodi terhadap nukleosome yang dimiliki oleh SLE sebesar 40-70%. Anti dsDNA (+) (>801 u/mL)
Kriteria SLICC Klasifikasi pasien mempunyai SLE jika pasien dengan biopsi nefritis lupus dengan ANA atau anti dsDNA ATAU pasien yang memenuhi 4 kriteria, termasuk paling tidak 1 kriteria klinis dan satu kriteria imunologis2. 1. Kriteria klinis o o o o o o o
o
o
Lupus kutaneus akut atau sub akut Lupus kutaneus kronik Ulserasi oral/nasal Nonscarring alopecia Inflammatory synovitis dengan observasi dokter edema dua atau lebih sensi dengan kekakuan sendi pada pagi hari. Serositis (+) Renal: protein/kreatinin urin (atau 24 jam protein urin) dengan hasil paling tidak 500 mg protein/24 jam atau silinder eritrosit. Neurologi: seizure, psikosis, mononeuritis multiplek, mielitis, neuraopati kranial atau perifer, cerebritis (acute confusional state) Anemia hemolitik (+)
o Leukopenia (<4000/mm3 paling tidak sekali) atau limfopenia (<1000/mm3 paling tidak sekali) o Trombositopenia (<100,000/mm3) paling tidak sekali 2. Kriteria imunologis o ANA diatas nilai normal laboratorium (+) Pemeriksaan ANA IF adalah homogenous pattern yang mengindikasikan adanya autoantibodi terhadap dsDNA yang dimiliki SLE sebesar 30-90%, autoantibodi terhadap histon yang dimiliki oleh DILE sebesar 95% dan SLE sebesar 3070% dan autoantibodi terhadap nukleosome yang dimiliki oleh SLE sebesar 40-70%. o Anti-dsDNA diatas nilai normal laboratorium ( kecuali ELISA: dua kali diatas nilai normal laboratorium) (+) o Anti-Sm o Antiphospholipid antibody, lupus anticoagulant, positif palsu untuk sifilis, anticardiolipin–at least twice normal or mediumhigh titer anti-b2 glycoprotein 1 o Komplemen rendah C3 C4 CH50 o Direct Coombs test in absence of hemolytic anemia H. Penegakan diagnosis AIHA Penapisan dan identifikasi antibodi: o Golongan darah pasien O dengan Rhesus positif o Didapatkan autoantibodi dan alloantibodi yang bereaksi terhadap seluruh sel panel yang diujikan pada suhu 20oC dan 37oC. I. Ringkasan data dasar Perempuan, 13 tahun Lemah dan pucat Reynaund phenomenon Serositis? Coombs test (+) identifikasi antibodi (Mixed type Auto Imune Hemolitik Anemia) Feritin >6000 ng/mL J. Diagnosis kerja Severe SLE AIHA refrakter Hiperferitinemia ec suspek MAS
K. Permasalahan Penegakan diagnosis MAS terkait SLE L. Kerangka pikir •
Fotosensitifita s (-) • Discoid rash () • Malar rash (-) • Artritis (-) • Efusi pleura sinistra (serositis) • Oral ulcer (-) • Nefritis (-) 2004 •HLH Gangguan Kriteriahematologi diagnostik: (AIHA & - Demam (-) retikulositosis - Splenomegali ) • (-) Neuropsikiatri - Bisitopenia ((-) ) • Anti dsDNA + - Hipertriglise • rida ANA test + • dan/atau Fenomena Raynaud (+) hipofibrinog emia(+) - Hemofagosit osis (+) - Low or absent NKcell activity - Ferritin ≥500 µg/l (+) - Soluble CD25 ≥2400 U/L
Severe SLE dengan Protokol Protokol Protokol II SLE refrakter III SLE IV SLE AIHA severe mod severe
Protokol I SLE & AIHA (Des ‘13)
Transfusi (Mar’14)WRC/PRC (Oktberulang ‘14)
Hiperferritinemia (>6000) Penegakan Dx MAS Preliminary diagnostic Kriteriaguidelines lab: • • • •
Penurunan AT(< 262 x 10^9/L) Peningkatan AST (>59 U/L) Penurunan AL (< 4 x 109/L) Hipofibrinogenemia (≤2.5 g/L)
Kriteria klinis: •
•
• • •
CNS dysfunction (e.g. irritability, disorientation, lethargy, dll) Hemorrhages (e.g. purpura, easy bruising, mucosal bleeding) Hepatomegaly (≥3 cm dibawah kosta) Kriteria histopatologi adanya macrophage hemophagocytosis pada BMP
(Des ‘14)
Survei Delphy Kriteria lab: • • • • •
Penurunan AT(< 262 x 10^9/L) Peningkatan AST (>59 U/L) Penurunan AL (< 4 x 109/L) Hipofibrinogenemia (≤2.5 g/L) Hiperferitinemia
Kriteria klinis: •
•
• • •
CNS dysfunction (e.g. irritability, disorientation, lethargy, dll) Hemorrhages (e.g. purpura, easy bruising, mucosal bleeding) Hepatomegaly (≥3 cm dibawah kosta) Kriteria histopatologi adanya macrophage hemophagocytosis pada BMP
M. Pembahasan. Laporan kasus ini menjelaskan mengenai hemophagocytic lymphohistiocytosis (HLH) yang berhubungan dengan systemic lupus erythematosus (SLE). Diagnosis SLE sendiri telah ditegakan pada tahun 2014 menggunakan kriteria ARA maupun SLICC dengan adanya serositis, AIHA, tes ANA (+) dan dsDNA (+). Pasien ini menjalani berbagai protokol terapi untuk SLE akan tetapi tetap refrakter bahkan AIHA nya
cenderung memburuk yang ditandai dengan jeda kebutuhan transfusi PRC yang semakin memendek karena Hb yang semakin cepat menurun. Kondisi pasien sekarang membaik dengan dihentikannya protokol SLE sehingga menyebabkan kecurigaan adanya drug induced LE (DILE). Hasil pemeriksaan ANA IF adalah homogenous pattern yang mengindikasikan adanya autoantibodi terhadap dsDNA yang dimiliki SLE sebesar 30-90%, autoantibodi terhadap histon yang dimiliki oleh DILE sebesar 95% dan SLE sebesar 30-70% dan autoantibodi terhadap nukleosome yang dimiliki oleh SLE sebesar 40-70%. Berdasarkan hal diatas semakin mendukung diagnosis SLE dengan AIHA sebagai isolated symptom. Kasus SLE dengan AIHA sebagai isolated symptom pernah dipresentasikan dalam Annal of Pediatric Reumathology oleh legger dkk3. Transfusi PRC berulang dan inflamasi karena SLE sendiri menyebabkan hiperferitinemia yang menimbulkan kecurigaan adanya HLH, khususnya HLH sekunder karena imun yang sering disebut macrophage activation syndrome (MAS). Sampai sekarang penegakan diagnosis MAS masih merupakan suatu perdebatan karena berbagai macam kriteria yang ada. Hemophagocytic lymphohistiocytosis adalah sindroma klinis karena adanya stimulasi imun berlebihan dan hiperinflamasi jaringan yang tidak efektif dan berhubungan dengan hipersitokinemia4. Tanda dan gejala pada HLH dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Tanda dan gejala HLH dan penyebabnya5.
HLH – hemophagocytic lymphohistiocytosis; IL – interleukin; TNF – tumor necrosis factor; sIL-2R – soluble IL-2 receptor (also named sCD25).
Gambar 1. Respon imun pada subjek sehat dan respon imun inefektif tak terkontrol pada pasien dengan HLH gentik6. Hemophagocytic lymphohistiocytosis sendiri dibagi menjadi dua kelompok utama; genetika (primer) dan didapat (sekunder): 1. Genetika (primer) Kelompok ini termasuk resesif autosomal, kasus familial HLH, ditambah dengan HLH yang berhubungan dengan sindromadefisiensi imun seperti Griscelli syndrome, Chediak-Higashi syndrome, Hermansky-Pudlak syndrome dan X-linked lymphoproliferative syndrome. Kasus Familial HLH didiagnosa sebelum berumur 1 tahun pada 70-80% kasus. 2. Didapat (sekunder) Kasus HLH sekunder lebih banyak daripada HLH primer4. MAS sendiri masuk dalam HLH sekunder Ringkasan mengenai klasifikasi HLH dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi HLH5
HLH – hemophagocytic lymphohistiocytosis; EBV – Epstein-Barr virus; CMV – cytomegalovirus; HSV – herpes simplex virus; ND – not determined; sJIA – systemic onset juvenile idiopathic arthritis; NHL – non-Hodgkin lymphoma; MDS – myelodysplastic syndromes; AML – acute myeloid leukemia; ALL – acute lymphoblastic leukemia; MM – multiple myeloma; SCT – stem cell transplantation. Penegakan diagnosis MAS pada SLE merupakan sebuah tantangan tersendiri karena MAS sendiri menyerupai SLE yang sedang flare atau dapat juga dapat juga dipengaruhi komplikasi infeksi atau efek samping terapi. Sampai saat ini, kriteria diagnosis MAS yang disetujui secara universal belum ada7. Macrophage activation syndrome menyerupai sindroma HLH, sehingga sampai sekarang MAS termasuk dalam HLH sekunder atau didapat. Berdasarkan hal ini maka kriteria penegakan diagnosis MAS mengacu pada kriteria penegakan diagnosis HLH seperti pada tabel 3. Diagnosis ditegakkan apabila memenuhi paling tidak lima dari delapan kriteria kecuali pada pasien yang sudah diketahui mempunyai defek molekular yang dengan itu sendiri sudah memenuhi diagnosis familial HLH. Tabel 3.kriteria diagnositik HLH-20044
Kriteria diagnosis HLH 2004 yang dikembangkan berdasarkan penegakan diagnosis HLH primer dinilai mempunyai banyak kelamahan untuk mendiagnosis MAS karena misalnya pasien dengan penyakit autoimun biasanya angka lekosit, trombosit dan fibrinogen meningkat sehingga untuk memenuhi kriteria HLH 2004 perjalanannya sudah lanjut. Selain itu beberapa kriteria yang ada tidak rutin diperiksa. Kriteria diagnosis HLH 2004 dinilai spesifik tetapi tidak sensitif sehingga dikembangkan suatu kriteria diagnosis baru yaitu preliminary diagnostic guidelines for MAS complicating sJIA pada tahun 2005. Diagnosis MAS ditegakan bila memenuhi lebih dari 2 kriteria laboratorium atau lebih dari 2 kriteria laboratorium dan/atau klinis7.
Tabel 4. Preliminary diagnostic guidelines for MAS complicating sJIA
Kelebihan Preliminary diagnostic guidelines for MAS complicating sJIA adalah panduan ini dikembangkan dengan berbasis data dan tidak berdasarkan hanya pada konsensus ahli. Namun, penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan panduan memiliki beberapa keterbatasan, termasuk kurangnya beberapa pemeriksaan laboratorium pada sejumlah pasien dan data yang tidak mencukupi untuk dievaluasi pada beberapa parameter laboratorium. Dan yang paling penting, panduan ini belum divalidasi8. Keterbatasan dari kedua kriteria di atas yaitu HLH 2004 dan Preliminary diagnostic guidelines for MAS complicating sJIA semakin memperkuat kebutuhan untuk mengembangkan kriteria diagnosis yang baru. Baru-baru ini, sebuah upaya kolaboratif internasional dimulai, yang bertujuan untuk mengembangkan kriteria diagnostik baru berdasarkan kombinasi konsensus ahli dan analisis data pasien yang disebut survei Delphi. Hasil survey Delphi adalah Preliminary MAS guidelines paling mampu mengidentifikasi MAS pada sJIA dan dengan penambahan hiperferitinemia meningkatkan kapasitasnya dalam membedakan MAS dengan infeksi9. Sampai sekarang tidak ada kriteria diagnosis tervalidasi khusus untuk MAS, dan diagnosis awal sulit ditegakkan. Secara umum, pasien dengan penyakit rematik persisten aktif, penurunan KED, dan AT, khususnya bersamaan dengan CRP tinggi persisten dan peningkatan D-dimer seharusnya menimbulkan kecurigaan timbulnya MAS. Diagnosis MAS lebih sulit lagi pada pasien SLE dengan autoimmune cytopenias, yang sulit dibedakan apakah sitopenia karena MAS atau SLE itu sendiri. Pada pasien seperti ini, adanya hiperferritinemia ynag ekstrim dan peningkatan LDH seharusnya meningkatkan kecurigaan adanya MAS5.
N. Tinjauan pustaka 1.
Gill JM, Quisel AM, Rocca P V, Walters DT. Diagnosis of Systemic Lupus Erythematosus. Am Acad Fam physicians. 2003;68(11).
2.
Shankar S, Pathak MA. Redefining Lupus in 2012. Rheumatology. 2012.
3.
Legger G, Armbrust W, Wulffraat N. Refractory Autoimmune Hemolytic Anemia in a Pediatric SLE Patient Treated with Belimumab. Ann Paediatr Rheumatol [Internet]. 2013 [cited 2015 Jun 17];2(1):1. Available from: http://www.scopemed.org/?mno=32916
4.
Unal S. Hemophagocytic Lymphohistiocytosis: an update to diagnosis and management. Acta Medica Cordoba. 2014;3:29–32.
5.
Machaczka M, Sydor W, Rucinska M, Szostek M, Musial J. Autoimmune-Associated Hemophagocytic Syndrome/Macrophage Activation Syndrome. Autoimmune Disorders - Current Concepts and Advances from Bedside to Mechanistic Insights, Dr Fang-Ping Huang (Ed), ISBN: 978-953-307-653-9. 2011.
6.
Janka GE, Lehmberg K. Hemophagocytic lymphohistiocytosis : pathogenesis and treatment. Pediatr Hematol Insight Appl to all. 2013;605–11.
7.
Vastert SJ, Prakken BJ. Paediatric rheumatic disease: Diagnosing macrophage activation syndrome in systemic JIA. Nat Rev Rheumatol [Internet]. Nature Publishing Group; 2014;10(11):640–2. Available from: http://www.nature.com/doifinder/10.1038/nrrheum.2014.143
8.
Dav S, Lattanzi B, Demirkaya E, Rosina S, Bracciolini G, Novelli A, et al. Toward the Development of New Diagnostic Criteria for Macrophage Activation Syndrome in Systemic Juvenile Idiopathic Arthritis. Ann Paediatr Rheumatol. 2012;1(1):1.
9.
Davi S, Minoia F, Pistorio A, Horne A, Consolaro A, Rosina S, et al. Performance of current guidelines for diagnosis of macrophage activation syndrome complicating systemic juvenile idiopathic arthritis. Arthritis Rheum. 2014;1–30.