HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi Tanah Pengamatan pedon seperti dikemukakan sebelumnya, dilakukan pada waktu sawah dalarn
keadaan
kering/ditanami
palawija.
Morfologi
tanah
daerah
penelitian
memperlihatkan diskontinuitas litologi yang merupakan ciri khas tanah-tanah abu volkan muda yang mengindikasikan terjadinya penambahan bahan-bahan volkan Merapi yang bentlang-ulang pada periode yang berbeda-beda.
Selain itu fenomena yang khas pada
tanah-tanah di daerah ini adalah tdentuknya lapisan padas yang bermacarn-macam pada kedalaman dan ketebalan yang berbeda-beda. Morfologi profil tanah sawah di daerah peneiitian, berbeda dengan hasil penelitian Koenigs (1950) di tanah Latosol daerah Bogor yang menemukan sekuen horison berturutturut: lapisan olah, tapak bajak, lapisan Fe, lapisan Mn dan lapisan bawah (lapisan tanah asd yang tidak dipengaruhi penyawahan).
Dalam semua kelompok tekstur tanah,
morfologi tanah sawah memperlihatkan pola yang serupa yaitu sawah yang ditanami 3 x padi dalarn setahun, sekuen horison berturut-turut: lapisan oiah, tap& bajak, dan lapisan tanah asal yang mengandung karatan. Sekuen horison pada tanah sawah yang ditanami 1
dan 2 x pa& dalam setahun, adalah: lapisan olah, padas bedmangan serta lapisan tanah
asal yang mengandung karatan. Padas besi, bukan merupakan istilah dalam Taksonomi Tanah, melainkan istilah yang digunakan oleh beberapa peneliti antara lain Grant (1965) dan Driessen dan Moormann (1985), karena padanannya tidak dijumpai dalam Taksonomi Tanah. Padas besi di daerah penelitian, berkembang dari tapak bajak, yang kemudian mengalami sementasi besi dan/atau mangan, sehingga disebut juga padas bedmangan.
Dengan
mengacu pada Soil Survey Division St&(1993), horison ini diberi simbol Bsdm. Horison AdfBd (tapak bajak) dan Bsdm dijumpai pada kedalaman antara 12 - 25
cm dari permukaan tanah. Kedua horison tersebut tidak dijumpai pada lahan kering.
Sekuen tersebut umumnya dijumpai baik pada elevasi 300 - 500 m maupun €250 m dpl,
kecuali pada tanah-tanah yang memiliki duripan, terjadi variasi.
Di daerah penelitian
duripan dijumpai setempat-setempat pada lokasi-lokasi tertentu. Pada tanah sawah di daerah penelitian, baik di horison atas maupun horison bawah tidak dijumpai warna glei dengan kroma 5 2 dan value > 4, yang menunjukkan tidak terjadinya gleisasi yang kuat sebagaimana dipersyaratkan dalam Soil Survey Division Staff (1993) dan Soil Survey Staff (1998). Hal ini disebabkan karena fraksi tanah di daerah penelitian didominasi oleh pasir dengan kandungan liat yang rendah (rata-rata < 10%) dan adanya kandungan fragmen batuan (fraksi B > 2 mm) yang cukup tinggi, sehingga tingkat gleisasi tidak sekuat seperti yang berlangsung pada tanah-tanah bertekstur liat. Hanya beberapa horison yang memberi reaksi positif dengan aa-dipiridil yang memiliki tingkat gleisasi kuat (simbul g) meskipun warna value <4. Karakteristik tanah diuraikan menurut pengelompokan tanah berdasarkan tekstur tanah seperti dikemukakan oleh Dames (1955), masing-masing pada 2 elevasi yang berbeda.
Tanah Pasir B e r k d Sketsa prof3 tanah (pedon) dan penampang melintang posisi pedon pada bentang lahan daerah penelitian pada tanah pasir berkerikil elevasi 300 - 500 m dpl dan elevasi ( 2 5 0 m dpl masing-masing disajikan dalam Gambar 7 clan 8. H a d pengamatan morfologi
tanah di lapangan disajikan dalam Tabel 5.
Dalam gambar dan tabel tersebut, terlihat
bahwa dalam semua pedon dijumpai fiagmen batuan pada berbagai lapisan, yang terdm
dari kerikil (02
- 75 mm), kerakal ( 0 75 - 250 mm) hingga batu besar ( 0 >600 mm).
Pada lapisan atas kebanyakan fiagmen batuan tersebut telah disingkirkan untuk memudafilutn pengolahan tanah dan memperluas bidang tanam pada tanah sawah. Berdasarkan persen volume fiagmen batuan maka kelas tekstur modr3er tiap horison disajikan dalam Tabel 5. Horison Bsdm dijumpai pada sawah yang ditanami 1 dan 2x padi dalam setahun, sedangkan tap& bajak (Ad/Sd) dijumpai pada sawah 3x padi (YG-13). Padas besi pada sawah 1 x padi (YG4) relatiflebih tebal(l1 cm) dan lebih dangkal dari permukaan (mulai
16-14
-
0 Llhan k8ilne A S t n h l s P1d1 S,.rh 2 Pldl
Gambar 7
s,-h
4
..
Pldl
Penampang Melintang Posisi Pedonpedon Pa& Tekstur Modifier Pasir Berkexikii, Elevasi 300 - 500 m dpl. (Faktor Eksagerasi Vertikal = 8) dan Susunan Horison Masing-masing Pedon.
1."
1-1
0
50
I00
150
A ZOO
Jar& horiiontd [m)
Gambar 8
Penampang Melintang Posisi P e d o n m n pada Tekstur Modfier Pasir Berkerikil, Elevasi ~ 2 5 m 0 9 1 . (Faktor Eksagerasi Vertikal = 2.5) dan Susunan Horism Masing-masing Pedon.
kedalaman 20 cm) dibandingkan dengan sawah yang ditanarni 2 x padi yang lebih tipis (4 cm), dan lebih dalam dari permukaan (mulai kedalaman 25 cm).
Tebalnya padas
besdmangan pada sawah 1 x padi diduga disebabkan oleh kondisi oksidasi yang lebih dominan dan lebih lama dalam setahunnya, sehingga besi dan/atau mangan lebih banyak berada dalam bentuk oksida- dan hidroksida- ~ e dadatau ~ ' lvh4'. Pada pedon YG-14 (lahan kering) tidak dijumpai padas besi maupun tapak bajak, disebabkan karena untuk pembentukan padas, perlu ada pengolahan tanah lebih dahulu, yang dilakukan dalam.keadaan basah. Pengoiahan tanah secara berulang-ulang pada saat penyiapan lahan untuk penanaman padi sawah yang dilakukan dalam keadaan basah (melumpur) pada kedalaman yang relatif sama, setiap musim penananam padi, menyebabkan agregat-agregat tanah dan ruang pori non-kapiler pada lapisan olah menjadi hancur dan butir-butir tanah halus mengendap menutupi pori-pori Lapisan tanah di bawahnya (Ghildyal, 1978; Moormann dan
van Breernen, 1978), sehingga semakin lama, lapisan di bawah lapisan olah tersebut menjadi semakin padat.
Jika tanah menjadi kering karena penggenangan sengaja
dihentikan (padi mulai menguning), di bawah lapisan olah teajadi pemadatan dan nilai bobot isi meningkat, sehingga terbentuk tapak bajak. Warna tanah dalam keadaan lembab pada lahan kering, seperti terlihat dalam TabeI 5, relatif lebih gelap dari warna tanah pada lahan sawah (meskipun semuanya mempunyai
nilai value dan lcroma lembab 5 3), ha1 ini disebabkan oleh kandungan bahan organik yang relatif tinggi di lahan kering (kecuali sawah 3 kali padi) (Tabel 12).
Warna tanah kering
pada horison atas pedon kering mempunyai value 5, yang memenuhi persyaratan warna epipedon molik, sedangkan pada lahan sawah, warna value tanah kering lapisan atas adalah 6 hingga 7, sehingga meskipun warna lembabnya memiliki value 3 bahkan ada yang 2, namun tidak memenuhi kriteria warna epipedon molik. Tekstur tanah lapisan atas dari lahan kering cenderung lebih kasar dari lahan sawah.
Kadar liat pada lahan sawah menunjukkan k d e r u n g a n lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan kering. Menumt Mohr et al. (1972) salah satu karakteristik tanah yang berubah akibat penanaman padi sawah antara lain adalah perubahan tekstur
tanah
Tanah sawah irigasi dapat mengandung liat lebih tinggi di lapisan olah disebabkan
oleh tingginya kandungan liat air irigasi
Kang dan Markert (1959 dalam Mohr et al.
1972) mengemukakan bahwa tingginya kadar liat pada profil Iahan sawah dalam jangka waktu yang lama, disebabkan oleh tingginya tingkat pelapukan dari mineral-mineral berukuran debu dan liat di bawah kondisi reduksi dan oksidasi yang berselang-seling. Grant (1964) percaya bahwa pembentukan horison B tekstur, dapat dipacu oleh penyawahan. Sebaran besar butir untuk lahan kering adalah pasir di atas berpasir-skeletal, sedangkan untuk sawah yang ditanami padi 1 dan 2 kdi dalam setahun adalah berlempung kasar di atas berpasir-skeletal.
Untuk sawah yang ditanami 3 x padi adalah berpasir-
skeletal. Kasarnya teksiur tanah pada sawah 3 x padi dibandingkan 1 dan 2 x padi pada kedalaman penggal penentu (controlsection) (25 - 100 cm) dikarenakan posisi sawah 3x padi yang tebih tinggi, dan lebih dekat dengan sumber volkan, sehingga lebih berkerikil (Gambar 7). Secara keselwuhan, pengaruh penggenangan pada kedalaman 0 - 25 cm, menyebabkan tekstur tanah relatif lebih halus dibandingkan lahan kering, hal ini terjadi karena pelapukan mineral clan penghancuran agregat akibat pengolahan tanah dan adanya kondisi reduksi dan oksidasi yang terjadi secara berselang seling, seperti d i i u k a k a n di atas. Karatan yang dijumpai di lahan sawah menunjukkan bahwa karatan Fe berada di bagian lebii atas, sedangkan karatan M n menempati lapisan lebih dalam (Gambar 7 dan 8).
Hd ini merupakan ciri tanah sawah yang bexasal dari Iahan kering berdrainase baik dengan muka air tanah dalam, iahan sawah. Di lapisan lebii dalam, suasana redoks (reduksioksidasi) lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan atas.
~ n '
seperti dikemukakan di
atas, membutuhkan potensaal redoks yang lebih tinggi untuk dapat teroksidasi menjadi
h4n4', dibandingkan dengan perubahan Fe2' menjadi Fe3'.
Pada sawah yang dltanami 3 x
padi (YG-13) karena air tanah iebih dangkal(56 cm) maka sampai dengan kedalarnan 172
cm karatan masih didominasi oleh Fe. Struktur tanah di tanah sawah maupun lahan kering, tidak menunjukkan perbedaan yang berarti mulai dari lapisan atas yaitu kersai hingga gumpal membulat dengan ukuran
sedang dan tingkat perkembangan cukup.
Pada lapisan bawah, struktur tanah adalah
gumpal membulat berukuran halus dan tingkat perkembangan lemah, serta butir tunggal pada beberapa horison (C dan BC). Konsistensi tanah umumnya gembur di lapisan atas, agak teguh sampai teguh pada lapisan padas serta lepas pada horison yang tidak berstruktur (butir tunggal). Hasil pengamatan ketahanan terhadap penetrasi (indeks penetrometer) di lapangan menunjukkan bahwa nilai indeks penetrometer di lahan kering lebih rendah dibandingkan lahan sawah (Tabel 5).
Untuk sawah yang ditanarni 3x padi (YG-13), nil& indeks
penetrometer pada lapisan padas, relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan sawah 1 dan 2 x padi, ha1 ini karena di sawah 3x padi penggenangan berlangsung Iebih lama (hampir sepanjang tahun), sehingga tidak terjadi pengerasan. Pada elevasi <250 m dpl, lahan sawah hanya ditanami 1 kali padi dalam setahun, karena keterbatasan air, maka hanya dibandingkan antara lahan kering dan sawah l x padi (Gambar 8 clan Tabel 5). Seperti halnya pada elevasi 300 - 500 m dpl, di lahan sawah juga dijumpai padas besi/mangan, yaitu pada kedalaman 26 a n dari permukaan dengan tebal 12
c m . Tebal lapisan padas besi di lahan sawah Ix padi ini cenderung sama dengan tebal pada sawah 1 x padi, elevasi 300 - 500 m dpl. Lapisan padas tidak dijumpai di lahan kering (YG-21), tetapi dalam pedon ini terdapat gejala mengeras mulai kedalaman 42 cm yaitu di horison 2Bw2 dan 2Bw3 yang ditunjukkan oleh indeks penetrometer yang cukup tinggi (>2000 ~/crn'). Hal ini diduga
karena akumulasi silikat dari lapisan atas prom tanah, ke bagian yang lebih ddam, karena tidak adanya lapisan padas (seperti yang terbentuk pada prom tanah sawah) yang dapat menghalangi pergerakan Si ke lapisan bawah. Tingginya nilai indeks penetrometer pada lapisan dalam dari YG-21, juga diduga karena pmgukwan ini sangat dipengaruhj oleh kondisi kadar air tanah. Pedon YG-21 lebih kering daripada YG-20,
diduga karena
banyaknya akar-akar pohon yang menguras air pada kedalaman tersebut. Landon (1988)
mengerndcakan bahwa variasi nilai pengukuran ketahanan tanah (kohesi dan fiiksi internal tanah) sangat tinggi karena sangat tergantung pada kadar air tanah dan gangguan fisik,
sehingga pengukuran ini tidak termasuk kegiatan survei rutin dan hanya digunakan sebagai indikasi sifat yang berkaitan dengan ketahanan tanah. Karakteristik morfologi tanah yang lain seperti warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, mengikuti pola yang sama seperti yang tejadi pada elevasi 300 - 500 m dpl.
Tekstur Pasir Berbeda dengan morfologi tanah pasir berkerikil, di dua pedon pada tekstur pasir di daerah penelitian, masing-masing di lahan kering (YG-12) dan lahan sawah (YG-lo), dijumpai duripan (Bqm) pada elevasi 300 - 500 m dpl (Gambar 9), sedangkan pada elevasi (250 m dpl (Gambar 10) tidak ditemukan duripan
Hat ini menunjukkan bahwa duripan
hanya terbentuk di tempat-tempat tertentu dan tidak dipengaruhi oleh penyawahan
Hasil
pengamatan morfologi tanah di lapangan disajikan dalam Tabel 6. Dalam Gambar 9 terlihat bahwa pada lahan sawah 1 x padi (YG-lo), dijumpai 2 macarn padas yaitu padas besi/mangan (2Bsdm) dengan tebal 5 cm pada kedalaman 17 22 cm dan
-
langsung di bawahnya dijumpai padas yang sangat keras (duripan) mulai
kedalaman 22 cm hingga lebih dari 110 cm. Karena duripan amat sangat keras, sehingga tidak mampu digali lebih lanjut. Pada sawah yang ditanami 2 x padi, hanya dijumpai padas besiknangan (Bsdm) pada kedalaman 15 c m dari permukaan dengan tebal 8 cm, tanpa duripan, sedangkan pada sawah yang ditanami 3 x padi, hanya dijumpai tapak-bajak (Ad) pada kedalaman 16 crn dengan tebal6 cm Padas besi pada sawah yang ditanami 1 x padi (YG-10) hanya setebal5 cm, karena langsung di bawahnya ditempati duripan. Padas besi ditandai oleh karatan yang sangat banyak dan akan hancur jika direndam dalam air (merupakan salafi satu s a t fiagipan), sedangkan dwipan tidak h c u r dalam air. Padas besi di daerah penelitian, meskipun hancu jika direndam dalm air, tetapi tidak memenuhi kriteria fiagipan karena selain tebalnya
(
15 cm, juga sebaran horisontal
akar dalam horison ini < 10 cm. Pada sawah 2 x padi (YG-1) juga diternukan padas besi pada kedalaman 140 cm.
Padas
besi
tersebut
diduga
merupakan
tapak
bajak
yang .kemudian
41 0
ZOO
4 W
600
d u d M r d d (a)
Gambar 9
Penampang Melintang Posisi Pedonpedon pada Tekstur Pasir, Elevasi 300 - 500 m dpl. (Faktor Eksagerasi Vertikal = 4) dan Susunan Horison Masing-masing Pedon.
Jarmk horlsord.l
(m)
Gambar 10.. Penampang Melintang Posisi Pedon-pedon pada Tekstur Pasir, Elevasi (250 m dpl. (Faktor Eksagerasi Vertikal = 5) dan Susunan Horison Masing-masing Pedon.
62 Tabel 6. Morfologi Tanah Masing-masing Pedon pada Tekstur Pasir
1
I A 2 AB 3 Bwl
W-13 13-40 40-52
IOYR22 LP IO'rR3rZ LP LOYR~IJ LP
4ZBqml 52-90 5 2BqmZ W -170 62Bv2 170-(210) Pdon YG-IO(Sawah I X @ ) 1 Apl 00-09
LOYR4/3PLsgtbsrlc~ lOYR4t2 PL sgt M a t u 10YR3/2 PL lOYRY2 LP
09-17 10YKU2 LPagdrbcr*cr*ll 3 2Bsdm 17-22 75YR314 P L M & l 4 znqm 22 (110) 75YR3/4 PL .gt k d m t d e s m P& YG-I ( S d 2 x pod,) 2 4 2
-
1-1
00-15
2Ap2 3 Bun1 4 Bwl 5 Bw2 6 2Bw3 7 2 8 ~ 4 8 2Bw5 9 2Bw6 10 ZEs-hb I I 212 3CI I 3 4C2
IOYRI113PL IOYR311 LP
15-23 23-31 31 -45 45 85 85-91 91-114 114- 131 131 140 140 152 152 163
10YW: 10YR312 IOYR3R IOYR3/4 IOYR413 IOYR413 lOYR43 lOYR313 IOYR311
-
-
163- 181 181 -@lo)
PL PL PL PL PL PL PL PL
F%
lOYR411 PL-I lOYR4/1 P
Pedan YG-2 (Sarah 3 x psdt)
I
rn
0 0 - 16 16- 22 U -34 34 69 6 9 -110 110-145 4
2Ad 3 BA
10YP.313 PL
l o w - PL IOYIUR PL lOYR3ll PL 10YR311 PL 10YR3/1PL 10YR311 P
-
4% SI 6-
7 2Cg3
-
-
PLWbcrrcrilril
-
10
LF' LF'
.
5
.
S 10
-
-
-
-
5
-
-
-
-
-
61
L
E l k Q50 m do1 Podon YG-16 (L.hmkmiQ 1 A M -16 IOYW 2 1630 IOYRUZ 3 -I 30-53 l o m n 4 Burl S3-S3 l o w 3 5 2C 83- 100 lOYRUl 100 (175) 10YR4R 6 3Bw3 P c d o n Y G - 1 9 ( S d 1 xpsdi)
-
I AP 2 BA 3-
00-08 08-24 24-35 35 55 55-77 77- 88 8 I
5 x 2 6 3-1 7 s s
~
:
-
r~
8 4-b 95BC I0 5C3 Il6Bvb
100- 110 110-130 1 M - 143 143(200) L
P
=
l
-
PLsgtPL
.
IOYR2R PL lOYR3R P L b d m i k i l lOYR3/3PL@bcrLcri*il IOYR3/1 PLsgtbcr*&l lovtun~trbcrrcrih~ 10YR3B PL r o v r u n aba*aild~
-
4 2C1
PL
l
IOYR3/4 1010YR3i3 SYR4!3 T
l
w
~
P I . & PL PL.gsLbataildl
lualnwm; w r = - , e = a R p . l = * m ) c IV
'
"
~
=
~
,
R
=
-
-
. . 20 20
-
.
.
p
-
-
-
.
.
.
-
.
l
r
-
-
-
-
-
3 10 . 10
-
-
~
-
P
-
-
.
-
-
-
L
.
-
5 . . . 1 0 1 0 10 35 10 5 15 30 5 I -
PL
MtWH.'mS.=-I(.=L.rr.
-
-
-
-
82
.
-
-
-
-
h-15
-
-
-
-
-
h-5
k~-m SJ
b9U
.
.
lie-30 . .
-
-
-
-
s-30
-
lie-10 ka-20
7.5YR414
-
5YR3R
W -
G
Gads G G
U
L
GEsl
AT
K-se
G
570
G
630
U
AT
1470 840
GBS-I GBal --I
L L AT G
G
IOYRSM
5YRU6 5~~416 SYRU6
-
-
55YR3R
G
BT
G% 5YRU
G
AT
W
T
1GEEcn
AT AT AT
GBas
= Lpmr =U =. ~ Y ~ , s # = ~ ~ = n r r r s l p l l .
8.sr=WD.or;~ : h = ~ { ~ 2 m I I o = ~ ( 2 5 ( n n } , C . = ~ ( ~ 0 ~ } : ~ - ~ = w w . - - m s m b u ~ ~ s = m m ~w u=t ~ . ~ r = t e ~ . = = ~ , h = m ~
~ G = ~ , T = y v h . r T = m g l l ( q u h , . T = ~ * ( F h , PmLq=psnCmr*r@xmpm L = ~
=
~
a
berkembang menjadi padas besi yang telah terbentuk sebelumnya, yang mengalami penimbunan oleh bahan-bahan baru. Berbeda dengan pola yang dijumpai pada kelompok pasir berkerikil dimana padas besi/mangan pada sawah 1 x padi iebih tebal dari sawah 2 x padi, sedangkan di tanah pasir padas besi pada sawah 1 x padi justru lebih tipis daripada yang dijumpai pada sawah 2 x padi. Hal ini terjadi karena di bawah padas besi pada sawah 1 x padi tersebut langsung terdapat duripan yang menghambat perkembangan ke bawah sehingga padas besi tersebut menyatu dengan duripan. Di bagian paling atas duripan terlihat karatan besi lebih banyak. Ditemukannya duripan pada YG-12 clan YG-10 diperkuat pula oleh pengamatan yang dilakukan pada suatu sekuen teras sekitar YG-10 (Gambar 11).
Dari gambar
tersebut terlihat bahwa duripan (Bqm) sejajar dengan iereng awal sekuen tersebut sehingga di teras lebih atas, tersingkap ke p-ukaan
Horison Bsdm d m Ad s&ldusejajar dengan
permukaan teras, membuktikan bahwa pembentukannya terjadi setelah tanah disawahkan, sedangkan duripan (Bqm) terbentuk sejak awal sebelum lahan tersebut disawahkan, sehingga tidak sejajar dengan permukaan teras. Meskipun duripan pada YG-12 tersebut sangat keras (nilai indeks penetrometer >3000 ~/cm'), tetapi akar masih tetap dijumpai.
Hal ini terjadi karena pengerasan
berlangsung secara perlahan-lahan, disebabkan adanya pengurasan air oleh akar-akar tumbufian yang memungkinkan tejctdi pengentalan dan penimbunan silika, sehingga terbentuk duripan Pembentukan lapisan padas yang keras juga dijumpai pada hampir semua dasar maupun dinding Saluran irigasi di daerah penelitian. Pengamatan pada beberapa saluran irigasi menunjukkan pola yang sama seperti pada Gambar 12. Ketinggian padas pada dinding saluran irigasi, sama dengan tinggi rtliran air rata-rata dalam saluran tersebut. Karena air irigasi mengandung siWca (Tabel 7) maka terjadi pengendapan pada dasar dan dinding saluran saat air melewati saluran tersebut. Oleh karena air tidak sepanjang tahun mengalir dalam saluran irigasi (sangat tergantung dari curah hujan) maka pada saat kering terjadi pengerasan silika, sehingga terbentuk lapisan yang mirip duripan. Lapisan yang sangat keras ini memiliki ketebalan yang W a s i antara 4 hingga 10 cm. Antara lapisan keras tersebut dengan lapisan tanah asalnya, terdapat suatu zona yang agak mengeras
Bsdm Bw
Bsdm = padas besi/mmgan Bw = horism tanah b m h Bqm = duripm
..
Gambar 1 1 . Penanipimg Melintang Sekuen Teras pa& Pedm YG-I0 y a ~ g Menunjukkan Posisi Horison Bsdm dan Bqm. Horison Bsdm Sejajar Teras, Sedangkan II~risonBqm Sejajar Lereng AwaI Bentang-lahan Sebefum Diteras.
Agok keras
{agak tersemnerasi) 8 - 15 c m
Gambar 12. Penampang Melintang Saluran Irigasi Sekitar YG-1
Tabel 7. Kandungan Fe, AI, h4n dan Si Contoh Air dari Beberapa Saluran Irigasi di Daerah Penelitian. Lokasi pengambilan Contoh Air pada Saluran Irigasi Saluran debt YG-1 Saluran dekat YG-10 Saluran dekat YG-8 Saluran dekat YG- 13 Saluran dekat YG-5 Saluran dekat YG- 17
ppm air bebas lumpur Mil Si
Fe
A1
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
19.60 18.84 7.64 6.68 23.37 9.55
&SO4
67.2 64.6 26.2 22.9 80.2 32.7
karena sementasi belum lanjut, diduga disebabkan oleh konsentrasi Si yang rendah atau zona tersebut tidak mengalami kekeringan seperti yang berlangsung d l bagian atasnya (Gambar 12). Pengerasan yang terjadi pada dasar saluran di daerah penelitian, selain disebabkan oleh sementasi siiika, juga disebabkan oieh pengendapan besi feri ( ~ e ~ ' ) danlatau mangani @4n4') dalam bentuk oksida dan hidroksida, terbukti oleh warna lapisan keras tersebut yang agak kuning-kemerahan hingga kecoklatan.
Hal ini ditunjang oleh
data kandungan Fe dan Mn yang hanya 0 (nol) ppm dalam semua contoh air saluran irigasi (Tabel 7), yang menunjukkan bahwa kedua unsur tersebut rnengendap d i dasar saluran, karena teroksidasi oleh oksigen yang terdapat dalam air yang rnengalir di saluran. Pengamatan mikromorfologi juga membuktikan keberadaan besi dan mangan (Gambar 19f g dan h). Wama tanah pada lahan kering relatif lebih gelap dari wama tanah pada lahan sawah, hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organik yang relatif tinggi pada lahan kering (YG-12) dibandingkan dengan pedon lahan sawah, kecudi pada sawah 3x padi (YG-13) (Tabel 18). Warna tanah dalam keadaan kering pada YG-12 hingga kedalaman 40 cm, memiliki hue 5, sedangkan pada lahan sawah wama value dalam keadaan kering
adalah 6. Tekstur tanah pada lahan kering dan lahan sawah hampir sama. Umumnya lapisan
atas bertekstur lempung berpasir sedangkan di lapisan lebih dalam adalah pasir berlempung. Sebaran besar butu pada penggal penentu (25
-
100 cm) sama untuk ke
empat pedon baik pada lahan kering maupun lahan sawah yaitu berlernpung kasar. Karatan juga dijumpai pada lahan kering (YG-12). Hal ini disebabkan oleh letak pedon yang tidak jauh (zk 15 m) dari iokasi yang dulunya dipakai sebagai kolam ikan. Karena tanah bertekstur pasir maka terjadi aliran lateral sedangkan aliran ke bawah yang terdapat pada
kolam terhambat oleh padas keras (duripan) di dasar kolam akibat
t e r j a d i i penimbunan silika.
Adanya air menyebabkan terjadinya kondisi reduksi dan
pada saat kering terjadi kondisi oksidasi sehingga terbentuk karatan. Karatan Fe dijumpai pada bagian atas, sedangkan h4n terdapat di bagian bawah karena muka air tanah pedon ini
dalarn (>ZOO cm).
Hal ini sejalan dengan yang terjadi pada kelompok tanah pasir
berkerikil, seperti diuraikan di atas. Struktur tanah lapisan atas pada iahan kering umumnya adalah kersai hingga gumpal membulat dengan ukuran sedang dan perkembangan cukup, sedangkan pada lahan sawah umumnya berstruktur gumpal dengan ukuran halus sampai sedang, dengan perkembangan lemah.
Lemahnya perkembangan struktur ini akibat pengolahan yang
intensif pada lapisan olah tanah sawah. Pada horison C yang bertekstur pasir sampai pasir berlempung, tanah tidak berstmktur (butir tunggal) dengan konsistensi gembur hingga iepas. Hasil pengamatan indeks penetrometer di lapangan, rnenunjukkan bahwa pada duripan besarnya adalah >3 000 N/cmZ (lebih besar dari batas maksimum kemampuan penetrometer), sedangkan
pada Bsdm adalab >2 250 N/cm2.
Duripan lebih keras
&bandingkan dengan padas yang didominasi oleh Fe maupun Mn, karma tersementasi terutama oleh silika. Pada elevasi < 250 m dpl, hanya dijumpai sawah dengan satu kali padi, sedangkan saw& 2 x dan 3 x padi tidak dijumpai karena terbatasnya air.
Pada sawah lx padi
kadang-kadang juga dapat ditanami 2 x pa& tetapi lebih sering hanya 1 x padi setiap tahu~ya.
Sifkt morfologi tanah pada elevasi ( 2 5 0 m dpl, tidak memiliki perbedaan dengan yang dijumpai di elevasi 300
-
500 m dpl, kecuali bahwa pada pedon di lahan sawah
maupun lahan kering, tidak dijumpai duripan (Gambar 12). Hal ini karena duripan h a n p terbentuk pada tempat-tempat tertentu. Tekstur Lern~unp Bemasir Sketsa pro6I tanah dan posisinya pada bentang lahan, p& berpasir disajikan dalam Gambar 13 (elevasi 300
- 500 m dpl)
tekstur lempung
dan Gambar 14 (elevasi
<250 rn dpl). HasiI pengamatan morfblogi tanah di lapangan disajikan dalam Tabel 8.
Dalam gambar-gambar tersebut tidak dijumpai duripan pada pedon-pedon yang diarnati,
baik pada laban sawah maupun lahan kering.
7
-
j = c
C
LEQEYDA Kwlkll N u s (2-5 ram) B d u L n s r (>600am) !KdMlr.l.n~(5-2Osn) ] t IKwdanfs Kerikil k u r ( 2 0 - W o n ) Kc.ImMn n Kerdtd (75 250 em) .a i&% T q d t bask 8dr ( W -600em) Pdm krl/m.yn
I
1
1
-
Gambar 13. Penampang Melintang Posisi Pedon-pedm pada Tekstur Lempung Berpasir, EIevasi 300 - 500 m dpl. flaktor Eksagerasi Vertikal = 8) dan Susunan Horison Masing-masing Pedon.
Ld
I
I
0
I
2
J-J(
3
4
5
Lwlarnt.l (km)
YO-I Cr[LK)
o
0
I KarlMI k w r (20 - 75 M) I 1 K u d n Mn / ~ u & . l p 5 - ~ c m ) ma ~ . ~ hfd lr A
Garnbar 14 Penampang Melintang Posisi Pedonpedon pada Tekstur Lempung Berpasir, EIevasi <250 m dpl. (Falbor Eksagerasi Vertikal = 12.4) clan Susunan Horison Masing-masing Pedcm.
Pcdon YG-22 (Laharkcring) 0 - 16 IOYR2/1 LP 16-32 IOYRUl LP AB 32 -64 IOYW2 I 2 Bw M-91 IOYR412 LPmgakbz&ml;il BC 91 - 110 lOYR313 PL bcrLcnlu1 6 2C 110- (165) IOYR314 PL bakmkil Podan YG-7 (Saw& I x p d i ) 1 Apl 00-07 10LP 2 Ap2 0 7 - 18 1OYR312 LP 3Bsmn 18-32 IOYIURLP 4 2Bwl 3 2 - 67 IOYRUZ LP 52BaZ 67-115 1 0 W 1 LPagdrbsrlrsrihl 6-3 115-(175) 75YR2/1OLPrgfbsricPskal Pcdon YG-5 (Saursh 2 x pedi) 1 2 3 4 5
All A12
11 24 2 3 Bsdm 4 Bwl 5 BwZ 6 2 B h b 72C1 8 X-2
W -12
IOYP.312 L 10L 10YR)fl LP 10YR3l3 PL IOYR312 L IOYR30 LP@bali&l IOyWI3LPbc.lrmlul IOYR3/3 IZbnLxikal
1 2 - 27 27-40 40 - 5 4 54 - 7 0 70-96 96.118 118-IS5
938C 155-(180) IOYP.312 LP ~ Y 0 4 < S ~ 3 ~ p s d i ) 1 Apl 00- I5 IOYR3n LP 2 4 2 15-25 10LP 3 Bd 25-44 IOYRUZ LF 42Bdmb 44-55 IOYR3R LP 55-67 5 2Bwbl 6 . 2 ~ 2 67-77 7 2 8 ~ n-(165)
I
.
.
.
.
.
.
I
.
.
.
.
.
.
.
. .
-
.
.
10 1 0 1 0 30
-
. .
-
. .
-
-
-
-
-
-
-
-
h-2
. .
. .
.
-
-
.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
. .
.
.
-
-
.
.
.
.
.
.
1
-
-
-
-
-
2
.
-
.
-
-
-
-
.
.
-
3
-
-
10 10
-
-
-
15
-
25
-
-
.
.
.
.
.
.
-
-
1 2
-
-
-
-
-
2 -
-
-
-
-
lOYRY2 LPbcrLcnkil 30 IOYIUA PL 7 5 ~ ~ 3 1 p4 ~ ~ b c r b w ~ .
-
-
.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- -
b 3 5 b 5
r-2 - ka-20 - h-1 ka-I0 - b70
.
-
-
-
IOYR316
.
. h-2
h-3 s-10 c3.5
-
-
-
GB~-1
M K GBsc
0 +SO ka-70
-
bSO LoM)
2.5YR4/6 . .
-
2.5YR316 2.5YR316 5YR4/6 5YR4/6 5YR416
-
-
5YR311 5YR311 5YR311
-
1-40 &SO L~SO
2.5KR3/6 2.5YK316 2.5YrUi6 2.5YR316
-
-
GBh-I GBvl GBs-l GB-sf
K-s4 GBsc GS.4 GBs-I GB-sell G&-l 2.5YR3/3 GB/GSs= 2.5KR3l2 GWCiSu-I
.
-
60
-
-
3 . 10 20 20
1
K-sz GB-rc Gasr GEL%=
G
G G
G G AT G G T AT G G
180 180 2850 825
G G
AT G
G AT G 0
BT
AT
GB-rs G W GSI= GBA4-1
G G AT T
330 930 1650 2310
2.SYR312 GBh-s 2 . 5 ~ ~ 3 1 2 GB~-I 2 . 5 ~ ~ 3 1 2 GBS-1
AT T G
270 1860
-
-
-
El& Q50 m do1 Zdon YG-18kcring) I A 00-17 IOKlW2 LP ZAB 17-56 IOYRY2 LP 3-1 56-81 10YI(3/4PLMl 4 X 81 134 IOYFSl3 PL berhrildl 5 3BR 134-(185) IOYR514 LP '& YG-3 ( S h 2 x psdi)
-
1& 00-12 IOYRIVZLP 2 Bd 12-32 lOKR3/3 LP 3 h 1 32-45 lOYR3R LP 4 2BaZ 45 - 5 4 10YR4R LP 54 - 7 5 10YR40 LP 5 2Bdmh 6 m l 75-100 1 0 W 4 LP 100- 128 5YR3R LP 7 2Bwb2 8 -3 128 -(2lo] iOYR314 L '~don~~-n(s~wshs~pedi) 14 0 0 - 12 2 M 1 2 - 18 3Bwl 18-55 4 Bw2 55-10 52Bdmb 70-82 62Bab 82-(200) T 6 3 b r ~ : l P = b
5 . 5 2 0 -
m
.
.
-
I
.
-
I 1
I
-
-
5
5
-
-
-
.
.
-
-
-
-
.
. . . - -
.
3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- . -
-
.
-
-
-
-
h-5 h-20 h-30 b 5
-
-
-
~40 0 ka-7 b 5
7.5YR414 1.5YR314 5YR3/4 SYR3/3
-
-
IOYRYZ IOYIUR 5YRZ.111 5YR2.511
GBx-E G GE-I G o S h s G BT L 1 L
K-
O B a 4
GBh-I GS1GB-K GaSl GS& GS+h.c
G AT AT G ST AT AT G
-
GS-4 AT 10YR312 LP - 0 7.SYR5/6 IOYR3i2 LP -35 5 W 6 GSIGAT lOYRUlUi . . . -30 5YR2.511 GWGS-%E AT 10YW2 LLiP Irs-30 LpYl 5YR416 5YRZ.SH GBWe.4 AT 10L . . . k 7 0 7.SYR416 GBh-c T IOYRZR LLiF' b S 0 5YR2.511 -4 AG n p m p ~ , L = * n * u n g R =t e ml l m w w p = m U I P = b n p m p a ¶ t ~ * = ~ ~ = m * ~
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
390 1290 570 780 1470
330 1230 840 930
1830
~ H s = h r * * P . Y = s U m g , i - a = * . r r .asEe=b.(lbwa: ~ : h = I W u f M n a n I , s = ~ L - 5 m n j I * . = ~ ~ 0 m I ; ~ ~ -@7Wt(%);
c=+,r=lann;
Y = ~ , B r = ~ ~ , r = ~ , h = ~ , L = L a r ~ o l * l s l e n a i ~ ~ ~ = ~ ~ = ~ , t r = m g s P(M ~L ~.=m a wrl s=p~n p ~ s.n ~ . = ~
~ K = k m W G¶=(pnpr(-GS=(FmparbmubA ,
Dalarn Gambar 13 dan 14 terlihat bahwa pada lahan kering, lapisan padas tidak dijumpai, sedangkan pada lahan sawah, baik yang ditanami 1, 2 atau 3 kali padi dalarn setahun dijumpai lapisan padas pada kedalaman 15 hingga 27 c m dari permukaan tanah. Seperti halnya pada 2 kelompok tekstur lainnya, pada sawah yang ditanami padi 1 dan 2 x padi (YG-7 dan YG-5) dijumpai padas besilmangan, sedangkan pada sawah yang ditanami 3 x padi (YG-6), dijumpai tapak bajak. Padas besi pada sawah yang ditanami 1
x padi (YG-7) relatif l e b i tebal (17 cm) dibandingkan padas pada sawah yang ditanami 2 x padi (YG-5) yang memiliki tebal 13 cm. Pada sawah 1 x padi, padas besi berada 15 cm dari permukaan, sedangkan pada sawah 2x padi mulai dari keddaman 27 c m (Bsdm) dan di kedalaman 70 c m
- 96 c m
(2Bsdrnb). Padas bedmangan pada sawah 1 x padi lebib
tebal dibandingkan pedon lainnya karena kondisi oksidasi yang lebih dominan dan lebih a, besi lebih banyak berada dalam bentuk oksida-~d'. lama dalam ~ e t a h u ~ ysehingga Pada sawah yang ditanami 3 x padi setahun (YG-6) terdapat tapak bajak di kedalaman 25 c m dari permukaan dengan tebal 19 cm. Di bawahnya langsung terdapat padas besi (2Bsdmb) dengan tebal 11 c m (kedalaman 44
-
55 cm).
Padas besi ini
merupakan padas yang terbentuk sebelumnya, kemudian tertimbun bahan volkan oleh letusan berikutnya.
Hal yang sama juga terjadi pada sawah yang ditanami 2x padi.
Terbentuknya padas besi yang tertimbun pada YG-6 (sawah 3 x padi) diduga karena sebelumnya sawah ini ditanami 1 atau 2 x padi setiap tahunnya.
Warna tanah lapisan atas pada lahan kering relatif lebih gelap dibandingkan warna tanah pada lahan sawah, ha1 ini diduga disebabkan karena terjadinya pemucatan warm akibat kondisi oksidasi dan reduksi yang bergantian pada tanah sawah.
Pada saat
tergenang (tereduksi) besi kebanyakan dalam bentuk fero yang berwarna kelabu, sedangkan saat kering (teroksidasi) besi berwarna kuning - kemerahan sehingga mempengaruhi warna tanah, sekalipun kandungan bahan organik pada lahan sawah lebih
tinggi dari lahan kering (Tabel 14). Kenyataan inilah yang juga menyebabkan warna tanah kering lapisan olah lahan sawah m memiliki value < 5 (Lampian 13).
e value > 6, sedangkan lapisan atas lahan kering
Tekstur tanah lapisan atas pada lahan sawah maupun lahan kering relatif sama (lempung berpasir), kecuali pada 2 kali padi yang bertekstur lempung. Sebaran besar butir di penggal penentu (25
-
100 cm) untuk semua pedon adalah sama yaitu berlempung
kasar, baik untuk lahan kering maupun lahan sawah. Struktur tan& pada lahan kering maupun lahan sawah tidak menunjukkan
perbedaan yang berarti yaitu berstruktur kersai pada horison paling atas dan gumpal membulat dengan perkembangan cukup clan ukuran sedang.
Di lapisan bawah
perkembangan struktur lemah. Pola karatan pada pedon lahan sawah memperlihatkan stratifikasi yang jelas yaitu karatan Fe berada di bagian atas, sedangkan karatan M n berada langsung di bawah karatan Fe. Dengan demikian karatan Mn dominan di bagian bawah prom tanah. Pada sawah yang ditanami 1 x padi (YG-7) karatan besi berada di kedalaman 18 - 32 cm, sedangkan pada sawah 2 x padi (YG-5) karatan Fe berada di keddaman 12
- 96 cm.
Pada pedon
YG-6 (3 x padi) karatan Fe mulai dari permukaan tanah hingga kedalaman 55 cm. Pola yang sama terjadi pada kelompok tekstur pasir berkerikil maupun tekstur pasir. Hal ini berhubungan dengan keadaan redoks dalam profil tanah, seperti telah diuraikan sebelumnya. Pada etevasi < 250 m d p l tidak dijumpai sawah yang ditanami 1 x padi dalam setahun, karena air cukup tersedia sehingga sawah umumnya ditanami 2 hingga 3 kali padi dalam setahun.
Seperti terIihat dalam Gambar 14, pada lahan kering, lapisan padas tidak dijumpai,
sedangkan pada lahm sawah, baik yang ditanami 2 kali padi maupun 3 kali padi dalam setahun, dijumpai 2 macam padas yaitu tapak bajak dan padas besilmangan. Pada sawah 2 kaIi padi (YG-3), tap& bajak dijumpai pada kedalaman 12 cm dengan tebal 20 cm, sedangkan pada sawah 3x padi juga mulai pada kedalaman 12 em, tetapi tebalnya hanya 6 cm.
Padas besi/mangan (Bsdmb), pada sawah 2x padi mulai pada kedalaman 54 c m
dengan tebal 21 cm, sedangkan pada sawah 3 x padi (YG-17) padas tersebut dijumpai mulai pada kedalaman 70 cm dengan tebal 12 an. Adagya tapak bajak pada sawah 2 x padi di daerah ini diduga karena air cukup banyak tersedia sepanjang tahun disertai dengan
teksturnya yang relatif lebih halus daripada 2 kelompok tekstur lainnya, menyebabkan pengerasan tidak sempat tejadi, sehingga pada lapisan atas tidak terbentuk padas besi. Padas besi (2Bsdmb) pada pedon YG-3 (sawah 2 x padi) lebih dangkal dari permukaan dan lebih tebal dibandingkan dengan padas yang sama pada pedon sawah yang
al ini berkaitan dengan masa kering yang lebih nyata pada ditanami 3 x padi (YG-17). H sawah 2 x padi, dibandingkan dengan sawah 3 x padi. Kedua padas tersebut berkembang dari tapak bajak yang telah terbentuk sebelum mengalami penimbunan oleh bafian endapdetusan volkan berikutnya. SXat ntorfologi yang lain seperti warna, tekstur, karatan dan struktur tanah mengikuti poia yang sama seperti yang dijumpai pada eievasi 300 - 500 m dpl (Tabel 8). Kesim~ulanSifat Morfologi Tanah Dari uraian
&I
atas terlihat bahwa terdapat perbedaan yang jelas antara morfologi
lahan sawah dan lahan kering terutama pada kedalaman 60 cm dari permukaan. Pada lahan sawah terbentuk tapak bajak dan padas besi, sedangkan pada lahan kering kedua padas tersebut tidak terbentuk. Pada lahan sawah yang ditanami 3 kali padi dalam setahun (baik yang berada di lembah maupun di bagian lereng), susunan horison berturut-tumt dari atas adalah: lapisan olah, tapak bajak, dan lapisan tanah bawah yang mengandung karatan, sedangkan pada
lahan sawah yang ditanami 1 dan 2 kali padi dalam setahun adalah: lapisan olah, padas besumangan dan lapisan tanah b a w d dengan karatan. Pada sawah I dan 2 x padi, tapak bajak telah berkembang menjadi padas besilrnangan, kecuali pa& tekstur lempung berpasir elevasi c250 m dpl, pada sawah 2 x padi, tapak bajak tidak berkembang menjadi padas besi/mangan, karena air cukup banyak tersedia dan tekstur relatif lebih halus, sehingga menghambat sementasi besi. Dalam prom tanah sawah pada semua tekstur dan elevasi yang diamati, karatan Fe selalu berada di atas karatan Mn. Pada semua kelompok tekstur yang diamati, semakin lama periode kering (1 x padi) semakin dangkal dan semakin tebal padas besi/mangan (Bsdm).
Pada sawah 1 x
padi, semakin halus tekstur tanah, semakin dangkal dan semakin tebal, kecuali pada YG-
10 (karena padas tersebut berada langsung di atas duripan), sedangkan pada sawah 2 x
padi, semakin halus tekstur tanah semakin daiam dan semakin tebal padas besi Duripan (Bqm) hanya terbentuk pada tempat-tempat tertentu, tanpa dipengaruhi oleh penyawahan.
Dengan perkataan lain duripan dapat dijumpai baik pada lahan sawah
maupun lahan kering. Pada elevasi (250 m dpl untuk tekstur modzfier pasir berkerikil dan tekstur pasir, hanya dijumpai sawah yang ditanami 1 kali pad1 dalam setahun (karena air terbatas), sedangkan pada tekstur lempung berpasir, sawah 1 x padi tidak &jumpai (karena air cukup banyak), sehingga tidak bisa membandingkan morfologi tanah antara sawah yang ditanami 1, 2 dan 3 x padi dalam setahun. Tetapi dari pedon-pedon yang diamati terlihat bahwa
pola karakteristik morfologi tanah, serupa dengan yang tejadi pada elevasi 300 dpl.
-
500 m
Dengan perkataan lain perbedaan elevasi tidak mernperlihatkan pengaruh yang
berbeda terhadap sifat morfologi tanah pada ketiga kelompok tekstur tanah yang diamati. Penelltian Moormann dan van Breemen (1978) menemukan bahwa tapak bajak
tidak terbentuk pada tanah berpasir, tetapi temyata di daerah penelitian ini yang bertekstur pasir bahkan pasir berkerikil clan berbatu, tapak bajak dan padas besi juga terbentuk Pernbentukannya dipengamhi oleh tingginya kandungan Si amorf. Tapak bajak dan padas besi di d a d penelitian tidak memenuhi syarat fiagipan karena satu atau dua sebab berikut yaitu ketebalannya < 15 c m dadatau akar-akar yang terdapat pada padas tersebut memiliki jarak Lateral c I 0 cm. Pada morfologi profil tanah sawah tidak terbentuk glei h a t , yaitu yang memiliki kroma (2 dan value >4 (lembab).
Pengujian dengan aa'-dipiridil, hanya memberikan
reaksi positif pada pedon bertekstur pasir yang ditanami 3 x pa& dalam setahun (YG-2). di kedalaman >69 cm dari perm-
tanah
Sifnt Fisika Tanah S a t morfologi tanah di masing-masing pedon sangat bervariasir, sehingga sulit mernbandingkan perbedaan sifat fisika dan sifit-sifat tanah lainnya, antara lahan sawah dan lahan kering. Komposisi bahan-bahan tanah masing-masing horison dalam tiap-tiap pedon
(sekuen vertikal) sangat berbeda, meskipun dalam kelompok tekstur yang sama, merupakan ciri tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkan. Berdasarkan alasan di atas, dalam membandingkan sifat tanah sawah dan lahan kering dalam uraian-uraian selanjutnya, penekanan terutama ditujukan kepada kedalaman sekitar 6 0 cm dari permukaan tanah, yaitu kedalaman yang terpengamh oleh penyawahan. Untuk lahan kering dibedakan pengertian lapisan atas (horison A dan/AB) yang mencakup kedalaman 0 - 25 cm dan lapisan bawah (25 - 6 0 cm). Kelompok Pasir Berkerikil Hasil analisis siht fisika tanah pada tekstur modifier pasir berkeriki1 di daerah penelitian disajikan dalam Tabel 9. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa bobot isi tanah lapisan atas (kedalaman 0
- 25
cm) pada lahan kering elevasi 300
-
5 0 0 m dpl, berkisar
antara 1.23 - 1.39 g/cm3 cenderung lebih tinggi daripada lapisan olah (Ap, AB) lahan sawah (0
- 25 crn) yang berkisar antara 1.03 - 1 35 g/cm3.
Tingginya bobot isi pada lahan
kering (YG-14) disebabkan oleh erosi percikan dari tajuk pohon-pohon (tinggi >5 m) yang tumbuh di lahan pekarangan ini, sehingga terjadi pemadatan akibat penyumbatan pori-pori oleh butir-butir tanah halus. Lahan pekarangan ini tidak banyak ditumbuhi rerumputan, sehingga sangat peka terhadap erosi percikan. Selain itu lahan pekarangan ini tidak pemah diolah sehingga pemadatan berlangsung terus sepanjang tahun, sedangkan lapisan atas lahan sawah setiap musim tanam mengalami pengolahan sehingga bobot isinya relatif rendah. Keadaan ini M e & dengan yang dijumpai pada elevasi <250 m dpl (Tabel 9) yang menunjukkan bahwa bobot isi lapisan atas lahan kering (YG-21) cenderung lebih rendah daripada lahan sawah (YG-20), karena pada YG-21 kerap kali ditanami tanaman s a p -
sayuran seperti lombok, tomat dan tanaman iahan kering lainnya, sehingga sering diolah dalam keadaan kering, menyebabkan bobot isinya lebih rendah.
Pada semua pedon, baik lahan sawah fnaupun lahan kering, bobot isi lapisan tapak bajak (Bd) clan lapisan padas besi/mangan (Bsdm) dari lahan sawah merupakan yang tertinggi (terpadat) dibandingkan dengan horison lainnya.
Hal ini disebabkan karena
Tabel 9. Beberapa Sifat Fisika Tanah Masing-masing Pedon pada Tekstur Modifier Pasir Berkerikil No. Simbol Kedalaman BI Penneb Hor. Hor. cm glcm3 crnllam Elevasi 300 - 500 m d d Pedon YG-14 (Lahan kering) 00 -07 1.23 I A 2 AB 07 -44 1.39 3 Bwl 44 - 62 1.35 6 2 - 110 1.42 4 Bw2 5 BC 110-180 Pedon YG4 (Sawah 1 x padi) 1 Apl 00- 14 1.21 14- 20 1.35 2 A$ 3 Bsdm 20 - 31 1.54 4Bwl 31-43 1.45 52C1 43-90 62C2 90-114 7 x 3 114-(175) Pedon YG-8 (Sawah 2 x padi) 1 Ap 00 - 12 1.03 12-25 1.26 2 AB 3 Bsdm 25 - 29 1.47 4 2Bwl 29-43 1.32 5 2Bw2 43 -73 6 3BC 73 - 109 74C 109-(175) Pedon YG-13 (Sawah 3 x padi) 00-12 1.05 I Ap 2AB 12-24 1.23 3 Bd 24-35 1.35 4 2Bwl 35 -64 1.27 5 2Bw2 64 - (172)
I
Sebann fnlul h s l r (mm), % 11 Ill N IV
19.97 24.16 24.00 22.91 22.59
8.67 12.88 16.64 16.21 14.51
5.35 5.19 2.61 2.60 5.02
Lempung Berpasir Pasir Berlmpung Pasir Berlempung Pasir Berlempung PasirBerlempung
11.11 3.40 1-86 13.02
3.23 2.46 2.09 5.48 10.43 6.58 6-18
16.53 15.14 16.43 25.33 26.56 29.36 33.50
19.07 20.74 22.53 24.11 23.76 29.92 27.12
117 6 9.69 60.28 37.08 2.65 14.04 10.95 63.33 26.19 10.48 13.63 9.72 64.40 30.52 5.09 12.24 8.89 76.05 15.97 7.98 15.88 8.39 85.02 12.48 2.50 13.68 7.61 87.15 7.71 5.14 11.32 6.93 85.05 9.91 4.99
Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir LempungBerpasir PasirBerlempung PasirBerlmpung LcmpungBerpasir
20.57 4.71 3.98 12.82
2.35 3.58 3.80 3.60 9.66 6.44 9.68
13.26 16.82 19.19 18.81 24.86 21.71 34.85
18.18 19.29 28.52 27.13 23.79 23.70 24.28
11-30 15.55 14.23 17.93 16.57 18.23 13.28
35.48 10.92 26.36 10.54 18.45 7.91 17.99 5.14 10.17 5.08 17.09 2.85 9.35 2.34
Lempung Berpasir LempungBerpasir LempungBerpasir Pasir Berlempung Pasir Berlempung PasLBerlempung PasirBerlempung
20.22 6.54 20.47 2.35 6.71 17.67 4.30 10.47 23.86 11.61 11.27 28.84 12.59 29.90
18.11 17.04 26.68 23.26 22.74
12.75 9.97 67.84 14.21 10.28 65.91 16.95 7.21 85.17 12.30 6.40 82.07 11.54 5.82 82.59
24.12 26.22 9.88 12.81 12.44
8.04 7.87 4.94 5.12 4.98
LmnpungBerpasir LempungBetpfisir PasirBerlempung Pasir Berlempung PasirBerlempung
-
13.01 12.24 11.63 19.92
5.82 9.87 6.84 8.59 10.90 2.29
21.42 30.03 16.23 27.49 28.33 14.52
18.49 22.30 18.48 24.05 22.95 27.55
13.49 9.89 69-11 11.49 8.04 81.73 18.89 16.08 76.52 15.56 9.15 84.84 14.21 8.54 84.93 23.88 13.14 81.38
23.17 10.44 18.27 10.1 1 10.05 13.30
7.72 7.83 5.22 5.05 5.02 5.32
Lempung Berpasir Pasir Bdempung Pasir Berlempung Pasir Berlempung PasirI3erlempuog PasirBcrlcmpung
-
10.47 9.07 2.90 12.03
7.12 7.47 6.87 7.62 8.47 7.80 21.70 15.55
25.21 27.54 19.83 29.52 34.74 28.04 50.76 43.87
22.40 24.54 18.40 27.00 39.15 38.55 21.25 27.81
13.41 8.47 76.61 15.59 12.92 8.45 80.92 13.63 15.12 10.68 70.90 21.15 14.76 7 6 8 86.58 5.37 15.53 1.60 99.49 2.51 20.19 2.96 97.54 2.47 2.54 1.22 97.47 0.00 7.95 2.28 97.46 2.53
7.80 5.45 7.93 8.05 0.00 0.00 2.54 0.00
h p u n g Bapasir PasirBerImnpung h p u n g Bcrpasir Pasir Berlempung Pasir Pasir Pgsu Pasir
81=bobaiisi; P m a b =perme&IiLas;
8.52 7.85 7.91 9.40 9.86 9.97 6.22
73.24 79.22 81.75 87.02 84.94
53.61 63.09 73.65 76.87 84.74 80.05 88.31
21.41 15.58 15-65 10.39 10.04
Kdaa Tekstur Tanab
31.48 9.37 29.98 17.44 8.52 26.65 7.47 10.12 22.54 3.31 13.09 26.65 11.14 29.47
E l e w i 0 5 0 m do1 P& YG-21 (Lahan kering) 1A 00 - 0 8 1.24 2 AB 08 28 1.15 3 Bwl 28 42 1.38 4 2Bw2 42 71 1.39 5 2Bw3 71-127 63C 127-(185) Pedon YG-20 (Sawah 1 x padi) 1 Ap 00 10 1.26 2 Bwl 10 26 1.32 3 Bsdm 26 38 1.46 4 Bw2 38 65 1.46 5 2CI 65-82 63C2 82-113 74C3 113-135 8 4C4 135-(175)
5.25 7.01 8.45 8.16 7.23
Sebann frabi, % Pasir Debu List
I = 1 - 2 m m . 11- 0 . 5 - l m m . l l l = 0 2 - 0 . 5 m m ; l V = 0 1 - 0 . 2 m m ; V = 0 0 5 - 0 1 m m
tejadinya pemadatan akibat pengolahan tanah dalam keadaan basah dan tekanan oleh injakan kaki manusia dan temak saat berlangsungnya pengolahan tanah di Iapisan atasnya. Terjadinya penglumcuran agregat tanah di atasnya akibat pelumpuran, menyebabkan poripori makro menurun, sehingga bobot isi meningkat. Selain itu, pada lapisan padas besi (Bsdm) terjadi sementasi yang menjadikannya lebih kompak. Bobot isi tanah lapisan atas, padas besi dan tapak bajak berturut-turut sawah 1 x padi > 2 x padi > 3 x padi. Permeabilitas tanah lapisan padas, baik tapak bajak @d) yang besarnya adalah 4.30 cm/jam maupun padas besi/mangan (Bsdm) (1.86
-
3.98 cm/jam) lebih lambat
dibandingkan dengan horison lainnya. Hal ini sangat berhubungan erat dengan bobot isi dan konsistensi tanah. Semakin tinggi bobot isi dan semakin keras tanah, semakin rendah permeabilitas tanah. Permeabilitas tanah pada lapisan olah maupun padas besi dan tapak bajak pada sawah f x padi < 2 x padi < 3 x padi. Tekstur tanah lapisan atas pedon YG-14 (lahan kering) cenderung lebih kasar (persentase fraksi pasir lebih tinggi) dibandingkan dengan lapisan olah (Ap) tanah sawah. Persentase fi-aksi liat dan debu lapisan olah lahan sawah cenderung lebih tin& dibandingkan dengan lahan kering, karena terjadinya pengolahan dalam keadaan basah dan adanya periode basah-kering dalam tanah-tanah sawah mempercepat pelapukan. Menurut MUer dan Donahue (1990) dan van Wambeke (1992) air bersama-sama dengan suhu mempakan -or
ekstemal yang mempercepat berlangsungnya pelapukan.
Sebaran besar butir dalam penggal penentu (25
- 1 0 0 cm) pada elevasi 300 - 500 m
dpl untuk lahan kering addah berpasir di atas berpasir-skeletal, sedangkan untuk lahan sawah yang ditanami 1 dan 2 x padi adalah berlempung kasar di atas berpasir-skeletal, dan untuk sawah 3 x padi adalah berpasir-skeletal. Lebih kasamya sebaran besar butir dalam penggal penentu sawah 3 x padi (YG-13) d i b a n d i i dengan sawah 1 dan 2 x padi disebabkan oleh posisinya yang lebih tinggi dan lebih dekat dengan pun&
Merapi
(Gambar 7), sehingga sebaran butirnya lebih kasar. Pada elevasi (250 cm dpl baik tahan sawah maupun lahan kering memiliki sebaran butir yang sama yaitu berlempung kasar di atas berpasir-skeletal.
Tekstur Pasir Hasif analisis sifat fisika tanah tekstur pasir disajikan dalam Tabel 10.
Dari tabel
tersebut terlihat bahwa bobot isi tanah lapisan atas lahan kering pada elevasi 300
- 500 m
dpl dan (250 m dpf, cenderung lebih rendah daripada lahan sawah. Keadaan ini berkaitan dengan tingginya kandungan bahan organik pada lahan kering (Tabel 13) akibat suplai bahan organik dari daun-daun yang jatuh dari pohon-pohon yang banyak tumbuh di lahan pekarangan ini. Selain itu karena tajuk pohon yang terdapat pada lahan pekarangan sangat rapat, maka oksidasi bahan organik berlangsung lebih lambat, dibandingkan dengan yang terjadi pada lahan sawah. Bobot isi padas besi/mangan dan tapak bajak pada tanah sawah tertinggi pada sawah 1 x padi sedangkan sawah yang ditanami 2 dan 3 x padi dalam setahun hampir
sama. Bobot isi duripan (ZBqml) dari pedon YG-12 (lahan kering) terlihat sangat tinggi yaitu 1.65 &rn3
sedangkan bobot isi duripan (2Bqm) pedon YG-I0 tidak teramati (karena
adanya kesulitan dalarn pengambilan mntoh), tetapi jelas lebih tinggi daripada horison lainnya. Bobot isi horison 2Bsdm pedon YG-10, addah 1.71 g/cm3 merupakan yang tertinggi dari data yang ada dibandingkan dengan horison lain untuk semua pedon. Tingginya nilai bobot isi ini menunjukkan bahwa pemadatan dan terutama tingkat sementasi sangat tinggi pada horison tersebut. Permeabilitas tanah pada kedua horison padas sangat lambat, hal ini berkaitan dengan bobot isi dan konsistensi yang dipengaruhi oleh ada tidaknya serta jenis padas yang ada. Tekstur tanah pada lahan kering rnaupun pada lahan sawah tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti (Tabel 10).
Umumnya lapisan atas pada elevasi 300
- 500 m dpl
bertekstur lempung berpasir sedangkan lapisan di bawahnya adalab pasir berlempung dan horison C adalah berpasir. Pada elevasi <250 m dpl, lapisan atas adalah pask berlempung, sedangkan lapisan bawah, lempung berpasir dan pasir berlempung. Tekstur Lem~unaPasir
Had analisis sifat f i s h tanah tekstur lempung berpasir disajikan dalam Tabel 11. Pada elevasi 300 - 500 m dpl, bobot isi rata-rata tanah lapisan atas pada lahan kering (YG-
Tabel 10. Beberapa Sifat F i s i k a Tanah M a s i n g w i n g Pedon pada Tekstur Pasir Yo. Simbol K d a h m Bl Permeb lor. Xor. em glcm3 e w a m !levasi 3 0 0 - 500 m d ~ l 'don YG-12 (Lahan kcring) I A 0 0 - I3 1.10 11.21 13-40 1.11 8.49 2 AB 3 Bwl 40 - 52 1.33 8.96 4 2Bqml 5 2 - 9 0 1.65 7.55 5 2Bqm2 90-170 6 2Bw2 170 (210) 'edon YG-I0 (Sawah 1 x padi) I Apl 00-09 1.07 6.13 2 Ap2 0 9 - 17 1.15 1.16 17-22 1.71 0.40 3 2Bsm 4 2Bqm 22 - (1 10) ' d o n YG-1 (Sawah 2 x padi) 0 0 - 15 1 . 5 6.10 1 Apl 2 Ap2 15 - 2 3 1.21 2.98 3Bsdm 23-31 1.42 1.95 4Bwl 31-45 1.38 21.20 5 Bw2 45 - 8 5 1.43 20.54 6 2Bw3 85 - 9 1 7 2Bw4 91 - 114 8 2Bw5 114- 131 9 2Bw6 131 - 140 10 2Bsdmb140- 152 11 2Bwb 152 163 12 3C1 163 - 181 181 -210 13 4C2 ' d o n YG-2 (Sawah 3 x padi) 00- 16 1.15 1.79 I Ap 2 Ad 16 - 2 2 1.43 2.32 22 - 3 4 0.97 9.10 3 BA 4 Bw 34-69 1.47 7.27 5 Bgl 69-110 1.49 4.10 110 - 145 6 Bg2 7 2Cg3 145 170
Sebrnn f n h i Pasir (mm).X
I
I1
Ill
IV
IV
Sebann mkrl. K Pasir Dcbu Lid
Lempung Berpasir Lempung Berpasir Pasir Berlempung Pasir Berlempung Pasir Bcrlcmpung Pasir Berlempung
-
Lempung Berpasir lmnpung B-ir Pasir Berlempnng Pasir Berlempung Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir Pasir Berlempung Pasir Berlempung Pasir Berlempung Lempung Berpasir Pasir Berlempung Lempung Berpasir Pesir Berlempung Pasir Berlempung Pasir Berlempung Pasir
-
Lempung B-ir Lempung Berpasir k m p u n g Berpasir Lempung Berpasir Pasir Berlempung Pasir Berlempung Pasir
-
Ilevasi Q50 m do1 ' d o n YG-16 m a nk g ) 1A 00 16 1.33 2 AB 16- 30 1.40 3Bwl 30-53 1.45 4Bw2 53-83 1.25 5 2C 8 3 - 100 6 3Bw3 LOO - (175) edon YG-I9 (Sawah 1 x padi) 1 Ap 00 - 08 1.34 2 BA 08 - 24 1.36 3 Bsm 24 - 35 1.62 35 55 1.35 4 2C1 5 5 - 77 5 2C2 6 3Bwl 77-88 7 3Bw2 8 8 - 100 8 4Bsdmb100 - 110 9 5BC I10 - 130 105C3 130-143 I1 6Bwb 143 (200)
-
-
Kela* Teknur Tanah
26.43 25.86 18.57 21.88
5.57 3.75 4.75 5.72 7.76 10.22
20.42 14.65. 16.02 17.70 18.44 22.93
22.55 20.68 18.23 18.80 25.33 18.81
18.49 20.99 15.64 17.70 27.02 16.57
12.14 13.48 13.00 13.81 11.24 13.68
79.17 73.55 67.64 73.73 89.79 82.21
20.83 21.15 26.97 21.01 7.66 15.25
0.00 5.29 5.39 5.25 2.55 2.54
Pasir Berlempung Pasir Berlempung LempungBerpssir LcmpungBerpasir Pasir Berlempung Pasir Berlempung
9.97 12.05 3.05 50.65
7.64 6.88 9.47 6.05 3.66 5.54 5.04 9.45 10.78 4.62 5.61
20.92 24.84 20.83 21.97 17.61 22.27 15.56 34.16 31.24 22.34 26.85
24.58 26.35 21.18 37.45 31.95 32.26 32.05 30.47 26.40 29.85 23.91
16.51 8.85 14.98 7.42 16.20 7.61 22.90 4.30 30.20 9.27 21.57 8.46 32.44 9.98 11.12 4.70 12.48 6.64 23.20 9.85 15.32 10.62
78.50 80.47 75.29 92.67 92.69 90.10 95.07 89.90 87.54 89.86 82.31
18.82 14.64 18.14 7.32 4.88 7.42 2.47 7.58 7.49 5.08 15.17
2.69 4.88 6.57 0.00 2.44 2.47 2.47 2.53 4.99 5.08 2.53
Pasir Berlempung Pasir Berlempung Lempung Berpasir Pasu Berlempung Pasir Berlempung PasirBdempung Pasir Berlempung Pssir Berlempung PasirBerlempung Pasir Berlempnng PasirBerlempung
BI=bobolisi; Pmmab.==penneabIIss; I = f - 2 m m ; 11= 0 . 5 - f m m ; 1 1 1 = 0 . 2 - 0 . 5 m m ; I V = O . f - 0 . 2 m m ; V = 0 . 0 5 - 0 f m m
22) cenderung lebih rendah daripada bobot isi tanah sawah, meskipun perbedaannya tidak terlalu tinggi. Sawah yang ditanami 1, 2 dan 3 x padi dalam setahirn, mempunyai bobot isi relatif sama pada masing-masing lapisan olah (1.0 1 - 1.11 g/cm3) maupun masing-masing lapisan padas (1.25 - 1.36 g/cm3). Lahan kering tempat dilakukannya pengamatan YG-22, merupakan lahan pekarangan yang ditanami salak varietas lokal, relatif tidak banyak terusik sehingga bobot isinya lebih rendah, bahkan horison A12 dan AB
adalah (1.0
g/cm3. Pada elevasi €250 m dpl, nilai bobot isi lebih besar, meskipun polanya hampir sama dengan yang tejadi pada elevasi 300 - 500 m dpl. Permeabilitas tanah lapisan atas lahan kering, sangat cepat dibandingkan dengan permeabilitas tanah lapisan olah dari lahan sawah karena berhubungan dengan bobot isi lapisan atasflapisan olah tersebut. Permeabilitas terendah terdapat pada horison Bsdm dan Bd (Ad), sejalan dengan tingginya bobot isi tanah dan adanya sementasi padis horison Bsdm. Dalam Tabel 11 terlihat bahwa ketujuh pedon yang diamati memiliki tekstur tanah yang lebih halus baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah, dibandingkan dengan pedon-pedon yang diuraikan sebelumnya (dalam kelompok pasir berkerikil maupun pasir). Pa& pedon-pedon sebelumnya tidak pernah dijumpai horison yang bertekstur lempung, kebanyakan adalah pasir atau pasir k l e m p u n g dan beberapa lernpung berpasir yang hanya terdapat pada lapisan olah atau lapisan atas. Hat ini mengindikasikan bahwa daerah ini mempunyai bahan induk yang l e b i halus karena terletak pada lereng bawah volkan dengan lereng landai (< 8%) hingga hampir &tar (< 3%) clan terlindung dari aliran lahar (Dames, 1955). Tekstur tanah lapisan atas pada l
h sawah maupun lahan kering relatif sama
(lempung berpasir), kecuali pada sawah 2 kali pa& pada elevasi 300 bertekstur lempung.
Kadar liat lapisan o l d pada tanah
-
500 m dpl yang
sawah menunjukkan
kecenderungan lebih tinggi dibandingkan dengan kadar liat pa& lapisan atas lahan kering.
Tabel 1 1. Beberapa Sifit FFisika Tanah Masing-masing Pedon pada Telrstur Lempung Berpasir No. Slrnbol Kedalamm 81 Permeb Hor. Hor. em @ern3 c-m
Elevasi 300 - 500 m d ~ l Pedon YG-22 (Lahan kering) 1 A1 1 00 - 16 1.03 2 A12 16 - 32 0.98 3AB 32-64 0.93 I 4Bw 64-91 1.15 5 BC 91 -110 6 2C 110-(175) Pedon YG-7 (Sawah 1 x padi) 1Apl 00-07 1.06 1.17 2 Ap2 07 - 18 1.29 3 dm 18 - 32 42Bwl 32-67 1.04 5 2Bw2 67-115 I 62Bw3 115-(175) Pedon YG-5(Sawah 2 x padi) IApl 00-12 1.01 2Ap2 12-27 1.00 3 Bsdm 27- 40 1.25 4 Bwl 40 - 54 1.04 5 Bw2 54- 70 6 2Bsmb 70 - % 72C1 96-118 8 ZC2 118- 155 9 3 B C 155-(180) Pedon YG-6 (Sawah 3 x padi) 1 Apl 00- 15 1.11 2 Ap2 15-25 1.10 3Bd 25-44 1.32 42Bsdmb44-55 1.36 5 2Bwbl 55 - 67 6 2BwbZ 67 - 77 7 ZBC 77 - (165) Elevasi U S 0 m d ~ 1 .. Pedon YG-18 (Lahm~ kering) 1 . A. 00 - -17 1.28 2 AB 17 -56 1.21 3 BwI 56 -81 1.37 4 2C 81 - 134 1.51 5 3Bw2 134 (185) Pedon YG-3 (Sawah 2 x padi) 1 Ap 00-12 1.32 2 Bd 12-45 1.55 3 Bwl 32-45 42Bw2 45-54 1.37 5 2Bsdmb 54 - 75 1.26 6 2Bwbl 75 - LOO 7 2BwbZ 100- 128 8 2Bwb3 128 - (220) Pedon YG-7 (Sawah 3 x padi) IAp 00-12 1.12 2Ad 12-18 1.54 3 Bwl 18 - 55 1.48 4Bw2 55-70 1.11 5 2Bdmb 70 - 82 6 2Bwb 82 (200)
1
,
~
-
-
-ran
I
11
fralai Paair (mm), % Ill tV N
Dabu Liat
inhi.%
58.30 60.02 62.00 59.08 85.04 87.23
KeIas T e W r Tanah
50.65 37.82 36.72 14.64
3.25 5.04 6.05 8.01 11.09 10.50
14.37 9.13 11.08 12.34 20.12 29.06
19.06 20.52 16.04 18.02 30.02 23.05
12.06 10.06 16.70 7.17 12.82 10.08
32.09 30.06 29.25 32.08 10.25 8.05
9.61 9.92 8.75 8.84 4.71 4.72
Lempung Berpasir Lempung Berpasir LempungBerpasir LempungBerpasir Pasir Berlempung Pasir Bmtempung
9.98 2.47 1.03 2.57
1.38 1.77 2.32 2.50 5.05 3.23
10.93 11.17 14.34 13.63 17-68 11.07
17.28 17.45 19.73 19.00 20.10 17.02
12.15 11-32 53.06 38.65 12.46 11.49 54.34 37.59 12.40 10.78 59.57 35.04 14.33 9.83 59.29 35.29 15-96 8.97 67.76 29.55 14.85 9.34 55.51 38.93
8.28 8 . 5.39 5.43 2.69 5.56
LempungBerpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir LempuugBerpasir Lempung-Berpasir LempungB-ir
38.41 19.14 1.17 3.84
2.82 2.23 2.97 3.71 2.49 7.50 5.26 14.20
11.12 10.15 14.11 23.53 10.27 20.04 20.08 27.53
14.06 15.84 16.77 28.46 16.73 21.40 23.77 22.13
9.68 9.74 47.42 38.74 13.84 11.15 10.43 49.80 39.04 11.15 10.16 9.11 53.12 39.06 7.81 13.89 10.18 79.77 13.49 6.74 10.85 9.37 49.71 39.70 10.59 13.85 8.59 71.38 23.43 5.21 12.80 7.74 69.65 25.29 5.06 8.75 6.79 79.40 15.44 5.15
Lempung h p u n g Bevsir Pasir Berlempung Lempung LempungBerpesir LempungBerpasir PasirBerlempung
11.74 11.10 1.49 0.52
4.09 2.95 4.07 5.09 5.52 6.78 6.67
14.80 11.59 15.15 18.00 20.48 17.% 16.76
17.54 18.45 18.90 19.24 22.98 18.64 18.10
14.27 15.88 11.88 12.40 13.08 19.81 24.40
11.29 10.89 10.40 9.26 9.28 15.63 18.05
61.99 59.76 60.40 63.99 71.34 7882 83.98
27.24 10.77 29.19 11.05 29.04 10.56 30.86 5.14 23.45 5.21 15.89 5.30 13.35 2.67
Lempung Berpasir LsmpungBerpasir h p u n g B W r hpungBerpasir LempungBerpasir PasirBalompung PasirBerIempung
22.33 12.27 7.84 18.34
4.10 3.18 3.98 4.00 2.37
18.38 13.67 17.04 15.91 9.03
24.20 22.01 25.76 30.93 11.41
17.65 21.31 21.01 21.69 17.14
9-71 12.92 11.56 10.18 28.20
74.04 73.09 79.35 82.71 68.15
18.17 21.53 18.07 14.82 26.06
7.79 5.38 2.58 2.47 5.79
LemaunaBer~asir . - Lempung Berpasir PasirBerlempung PasirBerlempung Lempung Bcwasir
3.10 0.31
3.51 2.43 1.74 2.92 6.13 3.71 1.08
12.68 11.77 1l.OI 16.19 20.78 14.33 7.94
17.10 17.78 13.95 22.75 23.01 19.19 15.88
14.19 15.41 15.32 17.67 12.68 14.38 14.26
12.08 13.03 13.22 12.30 8.83 9.15 9.51
59.56 60.42 55.24 71.83 71.43 60.76 48.67
29.67 26.39 28.96 17.93 18.18 23.54 29.71
10.79 13.19 15.80 10.25 10.39 15.69 21.61
1.60 1.36 2.28 1.41 0.89
7.44 9.54 7.99 7.85 5.92
15.70 19.38 17.56 15.76 11.45
17.85 17.25 16.63 15.02 11.11
13.33 13.93 11.79 13.01 9.21
55.92 61.46 56.25 53.05 38.58
30.30 23.71 23.34 23.47 39.08
13.77 LempungBexpasir 14.82 LcmpungBcwaSir 20.42 Lempung L i a t l h p a s i ~ 23.47 LcmpungLiatBerpasir 22.33 L~~PUW
-
1.53 0.49
8.06 0.62 0.44
BI=bobotisi; P e r r n e a b . = ~ C b s ;I =
i 2 m ; N-
9.56 15.27 12-13 13.54 10.99 14.54
-ran Paair
~
~
P
U
W
LanpungBewnsir h p u n g B 4 r LempungBdr LempungBWr kpung Innp~mgBer~as~r
mfr
~ P U ~ E !
0 . 5 1mm; 1 1 1 = 0 . 2 - 0 . 5 m m ; l V = 0 . 1 - 0 . 2 m m ~ V = 0 . 0 5 - 0 . 1 m m
Kesimpulan Sifat Fisika Tanah Sifat fisika tanah sawah di daerah penelitian menunjukkan bahwa bobot isi tanah horison AdBd dan Bsdm lebih tinggi dari horison tanah di atas dan di bawahnya (kecuali jika di bawahnya terdapat Bqm). Bobot isi duripan merupakan yang tertinggi di antara horison yang ada. Permeabifitas tanah sawah pada horison Ad/Bd d m Bsdm lebih rendah dari horison tanah di atas dan di bawahnya (kecuafi jika di bawahnya terdapat Bqm). Bobot isi dan permeabilitas tanah lapisan olah dan lapisan tapak bajaklpadas besi tidak berhubungan dengan Iamanya sawah digenangi dalam setahun. Kadar liat di lapisan atas (0-25cm) lahan kering dan lapisan olah lahan sawah cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan bawah, menunjukkan bahwa peiapukan lebih intensif berlangsung pada tanah permukaan. Pada lapisan tapak bajak (AdlBd) atau padas besi/mangan (Bsdm) kandungan liat relatif lebih tinggi daripada lapisan bawah (kedalaman > 25 c m ) lahan k e ~ g .Kandungan liat tanah sawah pada ketiga kelompok tekstur umumnya memiliki pola: sawah 2x padi > sawah 3 x padi > sawah 1 kali padi, baik di lapisan olah maupun padas besiltapak bajak.
Sifat Kimia Tanah
Hasil analisis kimia tanah disajikan dalam Tabel 12 sampai dengan Tabel 14. Ddam tabel-tabel tersebut juga disajikan d a i nisbah KTWliat masing-masing horison dari pedon yang diamati. Nisbah ini dibutuhkan untuk penentuan kelas Famili Tanah, yang digunakan &lam Taksonomi Tanah sejak edisi ke-8 (Soil Survey St&,
1998) hanya untuk
kelas mineralogi campuran dan silisius dari kelas-kelas besar butir tertentu antara lain berlempung dan berlempung-skeletal. ( O h
Nisbah KTK -0Ac
pH 7) terhadap kadar liat
bobot) dikelompokkan sbb: r 0.60(superakfrJ);0.40- 0.60(aktzj); 0.24- 0.40(senri-
a w ,dm (0.24 (sub-aktrJ).
Kelom~okPasir Berkerikil Hasil anaiisis sifat kirnia tanah, kelompok pasir berkerikil elevasi 300 - 500 m dpl dan (250 m dpl, disajikan dalam Tabel 12. Kadar C-organik lapisan atas pada lahan kering lebih tinggi dari iahan sawah (kecuaii sawah 3 x padi) disebabkan tingginya suplai bahan organik yang berasal dari dam-daun yang rontok pada lahan kering.
Di antara
pedon sawah terlihat bahwa kadar C-organik tanah lapisan olah unruk sawah yang ditanami 3 x padi
2 x padi dan 1 x padi, ha1 ini disebabkan karena penggenangan
cenderung mengawetkan bahan organik, karena dekomposisi bahan organik dalam suasana tereduksi berlangsung lebih lambat. Pa& lahan sawah maupun lahan kering, pH tanah lapisan atas maupun iapisan bawah, tidak banyak berbeda (relatif sama), diduga kmena pengambilan wntoh tanah waktu sawah dalam keadaan kering.
Nilai pH (HzO) tanah
berkisar dari 5.9
-
7.1,
sedangkan nilai pH (KCI) antara 4.4 - 5.3. Nilai delta pH adalah negatif untuk semua
contoh tanah di daerab penelitian, mengindikasikan bahwa muatan neto koloid tanah d a d penelitian adalah negatif Ndai pH NaF pada beberapa pedon yang diarnati menunjukkan bahwa pedon lahan kering cenderung lebih tinggi daripada pedon lahan sawah, hal ini disebabkan tinght pelapukan pada lahan sawah lebih intensif, terutama di lapisan olah, sehingga bahan amoxf mengalami perubahan. Nilai pH NaF > 9.4 (pada pengocokan selama 2 menit) sebelumnya telah digunakan sebagai indeks untuk menentukan dominasi bahan andik ( d o h ) dalam kompleks pertukaran seperti diusulkan oleh Fieldes clan Perrott (1966 CkrIam USDANRCS, 1995). Sistem Taksonorni Tanah sejak edisi tahun 1975 hingga edisi tahun 1992 menggunakan pH NaF >9.4 sebagai pen&
Andept (Andisol).
Oleh karena beberapa
peneliti menemukan bahwa pH NaF ini tidak spesifik untuk dofan daiam Andisol, melainkan juga NaF dapat bereaksi dengan berbagai sumber Al dalam tanah maka pH NaF
tidak lagi digunakan sebagai kriteria penciri dalSt&,
Keys to Soil Tmonomy (Soil Survey
1994) (USDA-NRCS, 1995). Pengukuran pH NaF dapat menghdikaskm adanya
dominasi bahan amorf termasuk keberadaan gugus Al-OH dan Fe-OH aktif d a l m berbagai
Tabel 12. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Pedon pada Teksturhfodifier Pasir Berkeriki No Simbol K d h r n a n Hor. Hor. (cm)
C-org
X
Elevasi 300 - 500 m dul Pedon YG-14 (Lahan kering) 1 A 00-07 1.79 07-44 1.17 2 AB 3 Bwl 44 -62 0.43 4 Bw2 62 - 110 0.30 5 BC 110- 180 0.24 P d o n YG-4 (Sawah 1 x padi) I Apl 00- 14 1.30 2 Ap2 14- 20 0.93 3 Bsdm 20 -31 0.61 4 Bwl 31 - 43 0.43 43- 90 0.31 5 2C1 6 2C2 90 - I14 0.30 7 3C3 114-(175) 0.24 Pcdon YG-8 (Sawah 2 x padi) I Ap 0 0 - 12 0.99 2 AB 12- 25 0.86 25 - 29 0.56 3 Bsdm 29-43 0.49 4 2Bwl 43 - 73 0.43 5 2Bw2 6 3BC 73 - 109 0.24 7 4C 109-(175) 0.18 Pedon YG-13 (Sawah 3 x padi) 1 AP 0 0 - 12 2.16 2 AB 12-24 1.05 3 Bd 24-35 0.36 42Bwl 35-64 0.12 5 2Bw2 6 4 - (172) 0.12 Sle-vasi Q50 m dvl 'don YG-21 (Lahan k-ng) 1A 00-08 1.09 08 - 28 2 AB 0.81 3Bwl 28-42 0.52 42 -71 4 2Bw2 0.23 52Bw3 71-127 0.35 63C 127-(185) 0.18 'don YG-20 (Sawah 1 x padi) 1.12 I AP 00-10 2 Bwl 10 -26 0.99 3Bsdm 26 -38 0.41 38-65 0.35 4 Bw2 5 2C1 65 - 82 0.29 6 3C2 82- 113 0.12 7 4C3 I13 - 135 0.12 8 4C4 135 - ( I 7 3 0.06 deItapH = p H m -pH,;
pH NaF
PH
HZ0
KCf
6.7 7.0 6.9 7.1 7.1
5.3 5.3 5.2
KTK
Katlon-Mion T u k r (rnd100g) Yg K Na Jumlah
KB
KTKl Liat
2
60'
pH7
Ca
-1.4 -1.7 -1.7 5 ~ 2 -1~9 5.1 -2.0
10.5 10.5 10.6 10.2
11.1 11.0 11.1 10 8
19.69 17.60 13.23 5 74 5.58
7.54 5.43 5.38 4-54 3.04
3.86 3.09 1.53 1.50 1.50
0.77 0.65 0.70 0.33 0.22
1.33 0.66 0.71 0.38 0.31
13.50 9.83 8.32 6.75 5.07
69 56 63 100 91
3.68 3.39 5.07 2~21 1.11
6.5 6.6 6.9 6.8 6.8 6.6 6.7
5.2 5.5 5.3 5.4 5.3 5.3 5.2
-1.3 -1.1 -1.6 -1.4 -1.5 -1.3 -1.5
9.0 9.0 9.1
9.6 9.6 9.7
9.1
9.8
12.11 11.09 10.98 7.99 9.98 7.99 10.88
5.10 5.41 5.34 3.82 3.36 3.33 3.75
0.31 1.23 0.46 0.76 1.22 0.75 0.75
1.43 1.39 1.44 1.47 1.75 1.45 1.45
1.19 1.19 1.10 1.10 1.66 1.17 1.48
8.03 9.22 8.34 7.15 7.99 6.70 7.43
66 83 76 89 80 84 68
4.57 1.06 2.16 1.00 3.99 1.55 2.18
5.9 6.1 6.5 6.6 6.6 6.7 6.8
4.2 4.2 4.6 4.8 5.0 4.9 4.8
-1.7 -1.9 -1.9 -1.8 -1.6 -1.8 -2.0
11.11 10.08 10.15 8.99 5.01 4.00 3.10
4.18 4.01 4.08 3.83 2.61 3-06 1.58
1.24 0.77 0.93 0.77 0.61 0.30 0.30
0.39 0.22 0.27 0.39 0.27 0.25 0.30
0.51 0.39 0.52 0.88 0.65 0.57 0.61
6.32 5.39 5.80 5.87 4.14 4.18 2.79
57 53 57 65 83 100 90
1.02 0.96 1.28 1.75 0.99
6.5 6.2 6.8 7.0 6.9
4.8 4.9 4.2 4.5 4.4
-1.7 -1.3 -2.6 -2.5 -2.5
4.96 7.96 9.45 4.09 5.46
2.90 3.00 6.12 2.70 2.40
0.31 0.77 0.31 0.15 2.25
0.18 0.35 0.28 0.16 0.35
0.48 0.72 0.27 0.16 0.38
3.87 4.84 6.98 3.17 5.38
78 61 74 78 99
0.62 1.01 1.91 0.80 1.10
93 93
0.83 0.76 0.75 0.59 0.30 0.38
delta
9.3 9.3 9.5 9.6
10.0 10.0 10.3 10.4
6.4 6.2 6.3 6.0 6.4 6.3
4.9 4.9 4.8 4.8 4.9 4.8
-1.5 -1.3 -1.5 -1.2 -1.5 -1.5
6.40 5.93 3.94 2.97 1.51 2.02
2.47 2.87 1.98 1.24 0.65 1.04
1.98 2.15 1.50 0.95 0.42 0.64
0.32 0.41 0.28 0.12 0.12 0.17
1.19 0.06 0.06 0.07 0.07 0.05
5.96 5.49 3.82 2.38 1.26 1.90
6.5 6.2 6.3 6.4 6.2 6.3 6.2 6.2
5.2 4.8 4.6 4.8 4.8 4.6 4.6 4.6
-1.3 -1.4 -1.7 -1.6 -1.4 -1.7 -1.6 -1.6
8.06 6.95 5.99 6.00 9.00 6.99 1.50 2.48
3.68 4.02 2.86 2.53 2.67
1.86 1.98 1.61 1.36 1.87 1.86 0.44 0.54
0.23 0.18 0.21 0.34 0.32 0.76 0.08 0.08
0.24 0.31 0.24 0.22 0.11 0.09 0.02 0.06
6.01 6.49 4.92 4.45 4.97 5.24 1.22 1.89
2.53 0.68 1.21
KTK = kapppps~rp~ atbr htzon; .W = k@mhem baa;
%
97 80 83 94 75 93 82 74 55 75 81 76
1.40
1.32
1.28 0.76 0.75
0.59
tan&, sehingga masih sering digunakan karena Lebih mudah dan dapat dilakukan dengan cepat. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah lapisan atas lahan kering terlihat lebih tinggi dari lahan sawah. Nilai KTK tanah, lahan kering (YG-14) berkisar antara 17.60 19.69 me/100g tanah (lapisan atas), sedangkan KTK tanah lapisan olah dan lapisan padas
4.96 -
besiltapak bajak tanah sawah yang ditanami 1 dan 2 kali padi, berkisar antara 10.08 12.11 me/100 g tan&
dan untuk tanah sawah yang ditanami 3 M i padi adaiah
9.45 me/100 g tanah. Nilai KTK tanah di lapisan olah maupun lapisan padas untuk tanah sawah adalah sawah 1 x padi > 2 x padi > 3 x pa&. Semakin sering dan semakin lama tanah digenangi, nilai KTK tanah lapisan olah dan Iapisan padas, semakin rendah. Hal ini
terjadi karena perubahan bahan amorf menjadi mineral kristalin (haloisit, kaolinit atau smektit) pada lahan sawah, seperti terlihat dalam hasil a d i s i s mineral fraksi liat dengan metode XRD pada beberapa contoh tanah yang diamati (Tabel 21). Hal ini sejalan dengirn nilai pH NaF yang semakin rendah dengan semakin seringnya tanah sawah ditanami padi (Tabel 12). Nilai kejenuhan basa lapisan oiah dan lapisan padas pada lahan sawah relatif lebih
tinggi (kecuali sawah 2 x padi) dibandingkan dengan kejenuhan basa lahan kering, meskipun jumlah basa-basa pada lahan kering lebih tin@ (pada elevasi 300
- 500 m dpl)
atau hampir sama (pada elevasi (250 m dpl). Hal ini berkaitan dengan semakin rendahnya nil& KTK tanah dengan makin seringnya tanah sawah ditanarni padi.
Dari Tabel 12
terlihat pula bahwa nilai kejenuhan basa lapisan atas pada semua pedon @aik lafian sawah maupun lahan kering) lebih kecil daripada nilai kejenuhan basa lapisan bawah. Hal ini disebabkan oleh karena semakin menUNnnya nilai KTK dengan keddaman.
Namun
demikian secara keseluruhan nilai kejenuhan basa untuk semua @on yang diamati lebih daxi 50%. Nilai kejenuhan basa terhadap KTK pH 7 >50% merupakan salah satu kriteria yang dipersyaratkan bagi epipedon molik d m Mollis01 (USDA-NRCS, 1995). Menurut Landon (1988) nilai kejenuhan basa dalam Klasifikasi Tanah FAO-Unesco edisi tahun 1974 digunakan sebagai i d i i status kernburan tanah yaitu jika >SO% disebut eutrik (Iebih subur) dan jika (50% disebut distrik W a n g subur). Kriteria ini juga digunakan
ddam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1975; 1998) pada kategori Great group dan Sub-group.
Tekstur Pasir Hasil analisis sifat kimia tanah untuk tekstur berpasir disajikan dalam Tabel 13. Kadar rata-rata C-organik tanah lapisan atas pada lahan kering (YG-12 dan YG-16) relatif lebih tinggi dari lahan sawah disebabkan adanya suplai bahan organik dari daun-daun yang berasal dari pepohonan di atasnya. Pada lahan sawah tejadi oksidasi bahan organik saat pengolahan tanah terutama ketika sawah diolah dan diusahakan dalam keadaan kering pada penanaman pdawija. Kandungan C-organik lapisan olah tanah sawah yang ditanami 3 x padi setahun cenderung lebih tinggi daripada yang ditanami 2 dan 1 x padi, karena suplai dan bahan organik yang tidak cepat terdekomposisi pada tanah yang makin sering ditanami padi yang b e r d dari sisa-sisa akar dan jerami padi. Pada lahan sawah maupun lahan kering, pH tanah lapisan atas maupun lapisan bawah, baik pH (HzO) maupun pH (KCI), tidak banyak berbeda. Secara umum pH lapisan
atas tanah sawah berturut-turut 3 x padi > 2 x padi > 1 x padi. Delta pH untuk semua horison adalah negatifyang menunjukkan muatan net0 koloid tanah adalah negatif. KTK rata-rata tanah lapisan atas lahan kering terlihat lebih tinggi (8.98 - 12.06
me/100 g tanah) daripada lahan sawah (5.02 makin sering tanah digenand, -akin
- 9.53 me/lOO
g tanah). Pada lahan sawah
rendah nilai KTK tanah.
Hal ini disebabkan
terjadi perkembangan mineral tanah dari bahan amorf menjadi liat kaolinit, seperti yang terjadi pada tanah bertekstur pasir berkerikil. Niiai kejenuhan basa (KB) semua horison tanah lebih dari 50% untuk semua pedon baik lahan sawah maupun yang tidak. Pada lapisan atas lahan kering nilainya cenderung lebii rendah daripada nilai kejenuhan basa lapisan olah dan lapisan padas tanah sawah. Hal ini berkaitan dengan semakin rendahnya nilai KTK tanah lapisan atas dengan
penyawahan.
Demikian pula pada tanah sawah, nilai kejenuhan basa semakin tin@
dengan semakin seringnya sawah tersebut ditanami padi yang juga berkaitan dengan semakin rendahnya nilai KTK tanah. Niai KB lapisan atas dan padas besi serta tapak
87
Tabel 13. Beberapa Sifat l m i a Tanah Masing-masing Pedon pada Tekstur Pasir %
HX)
pH KC1
delta
pHNaF 2' 60'
KTK
pH 7
Ca
K.Hon-katlon T u k r (md4W g) Hg K Na Jumlah
- 500 m d ~ l Pedon YG-12 (Lahan Icering) I A 00 - 13 1.54 2 AB 13 -40 1.42 3 Bwl 40-52 1.41 4 2Bqml 52-90 0.12 5 2Bqm2 90-170 0.12 6 2Bw2 170-(210) 0.12 Pedon YG-I0 (Sawah I x padi) 1-1 00-09 1.42 2 Ap2 09 - 17 1.24 3 2Bsm 17 - 22 1.04 4 2Bqm 22-(110) 0.61 ~edon YG-1 (Sawah 2 x padi) 1.23 1Ap1 00-15 1.01 2-2 15-23 0.33 3 Bsdm 23 - 31 4 Bwl 31 - 4 5 0.58 45 - 8 5 0.16 ' 5 Bw2 6 2Bw3 85 -91 0.16 91 -114 0.18 1 7 2Bw4 8 2Bw5 114- 131 0.12 131 140 0.12 9 2Bw6 10 2Bsdmb 140 - 152 0.14 11 2Bwb 152 - 163 12 3C1 163 - 181 13 4C2 181 -(210) Pedon YG-2 (Sawah 3 x padi) 1.58 I -% 00 - 16 16 - 2 2 0.84 2 Ad 3 BA 22 - 3 4 0.66 4 Bw 34 - 6 9 0.65 5 Bgl 6 9 - 110 0.35 0.67 6 BpZ 110 - 145
KB
KTKl
%
Liat
65 81 89 LOO LOO 77 72 61 77
1.12 0.48 0.46 0.39 0.22 0.31 0.20 0.24 0.38 0.39
70 97 54 58 LOO
0.62 0.53 0.56. 0.47 0.29
1.70 1.11 0.56 0.77 1.16
Elevasi 300
%
-
Elevasi Q 5 0 m dul P 4 o n YG-16 (Lahan kcring) 1A 0 0 - 16 1.00 2AB 16-30 1.07 30- 53 0.89 3 Bwl 4 Bw2 53- 83 0.29 5 2C 83 - 100 0.18 6 3Bw3 100- (175) 0.29 Pedon YG-19 (Sawah 1 x padi) 1.13 1 AP 00-08 0.59 2 BA 08 24 3 Bsdm 24- 35 0.70 4 2C1 35 - 55 0.47 5 2C2 55- 77 0.59 6 3Bwl 77- 88 0.35 8 8 - 100 0.29 7 3Rw2 8 4Bsmb 100 - 110 0.29 110- 130 0.38 9 5BC 10 5C3 130- 143 0.12 143 (200) 0.14 11 6Bwb
-
deita pH = p H r n - p H - ;
6.9 6.8 7.0 6.5 6.5 6.4
4.7 4.6 4.9 4.6 4.8 4.8
-2.2 -2.2 -2.1 -1.9 -1.7 -1.6
9.83 8.98 5.96 2.95 1.97 2.94
4.27 3.04 2.85 1.46 1.14 2.18
2.04 1.59 0.98 0.45 0.38 0.58
0.28 0.19 0.19 0.15 0.16 0.15
0.14 0.18 0.15 0.15 0.09 0.09
6.73 5.00 4.17 2.21 1.77 3.00
68 56 70 75 90 100
6.4 6.4 6.8 6.8 6.5 6.5 6.4 6.2 6.4 6.3 6.0
4.6 4.8 4.8 4.9 4.6 4.6 4.6 4.8 4.6 4.7 4.6
-1.8 -1.6 -2.0 -1.9 -1.9 -1.9 -1.8 -1.4 -1.8 -1.6 -1.4
10.96 6.47 6.85 2.96 3.46 4.89 2.94 2.97 1.95 1.05 3.98
3.45 3.14 2.98 1.68 1.98 2.15 1.85 1.42 1.1 I 0.46 1.26
2.18 1.68 1.21 0.83 1.02 1.05 0.59 0.73 0.61 0.22 0.69
0.78 0.72 0.38 0.14 0.11 0.23 0.15 0.31 0.12 0.11 0.24
0.28 0.52 0.21 0.11 0.11 0.25 0.12 0.35 0.36 0.27 0.11
6.69 6.06 4.78 2.76 3.22 3.68 2.71 2.81 2.20 1.06 2.30
61 94 70 93 93 75 92 95 100 100 58
KTK
=
b t ~ o nKB ; = kqenuhan h a :
4.07 1.33 1.05 1.42 1.98 1.19 1.17 0.39 0.21 1.57
bajak tanah sawah adaIah sawah 3 padi > 2 x padi > 1 x padi. Pola ini serupa dengan yang tejadi pada tanah bertekstur pasIr berkerikil. Sifat kimia tanah pada lapisan bawah menunjukkan pola yang tidak teratur.
Tekstur Lemvune: Berpasir H a d analisis sifat kimia tanah tekstur lempung berpasir pada 2 elevasi yang diamati disajikan dalam TabeI 14. Dari Tabel 14 terlihat bahwa kadar C-organik tanah pada lahan kering (YG-22 dan YG- 18) lebih rendah dari lahan sawah (kecuali untuk YG-7 yang rata-ratanya sama dengan YG-22),
disebabkan oleh rendahnya pasokan bahan
organik dari daun-daun salak yang rontok pada YG-22 maupun pada YG-18 yang berupa pekarangan yang tidak banyak ditumbuhi pohon. Pada lapisan olah lahan sawah semakin sering ditanami padi semakin tinggi kadar bahan organik tanah, karena selain mendapat suplai bahan organik dari sisa-sisa akar padi juga terjadinya pengawetan bahan organik dalam suasana reduktif.
N i pH tanah baik di lapisan atas maupun lapisan bawah pada lahan sawah cenderung lebih rendah dibandingkan lahan kering (pa& elevasi 300 - 500 m dpl), disebabkan oleh kandungan bahan organik yang relatif lebih tinggi pada tanah sawah. Nilai pH NaF pada pedon lahan kering lebih tinggi (10.7) sedangkan pada pedon sawah yang diamati relatiflebiih rendah (
Sifat Kimia Tanah Masing-masing Pedon pada Tekstur Lempung Berpasir
Tabel 14. &apa
I No
Simtrol Kedahman . C+rg Hor. (em) % Elevasi 300 - 500 m d ~ l Pedon YG-22 (Lahan kcring) 1 All 00-16 1.67 2 A12 16-32 1.35 32-64 1.23 3 AB 4 Bw 64-91 0.81 5 BC 91 - 110 0.68 6 2C 110-(175) 019 Pedon YG-7 (Sawah I x pa&) 1 Apl 00-07 1.61 2 Ap2 0 7 - 18 1.42 3 Bsdm 18-32 1.30 4 2Bwl 32- 67 0.98 67 - 115 0.79 5 2Bw2 6 2Bw3 115 -(175) 0.66 Pedon YG-5 (Sawah 2 x psdi) 1 Apl 0 0 - I2 3.22 12 - 27 2 Ap2 1.48 3 Bsdm 27 -40 1.42 4 Bwl 40 - 54 1.22 54 - 70 5 Bw2 0.86 6 2Bsdmb 70 - 96 0.67 96- 118 0.61 7 2C1 118 - 155 0.55 8 2C2 0.30 9 3BC 155 -(180) Pedon YG-6 (Sawah 3 x 1 Apl 0 0 - 15 3.34 15 -25 2.16 2 Ap2 3 Bd 25 - 44 1.11 0.73 4 2Bsdmb 4 4 - 5 5 5 2Bwbl 55 - 67 0.55 67 77 0.36 6 2Bwb2 7 2BC 77 -(165) 0.30 Elevasi -50 m d ~ l Pcdm YG-18 M a n kcring) 1A 00- 17 1.13 2 AB 17 - 56 1.07 3 Bwl 56- 81 0.64 4 2C 81 - 134 0.77 5 3Bw2 134-(185) 0.29 Pedon YG-3 (Sawah 2 x padi) 1 ‘4 00-12 1.02 2 Bd 12 - 45 0.89 3 Bwl 32-45 0.84 4 2Bw2 45- 54 0.71 0.36 5 2Bsdmb 54 - 75 75-100 0.29 6 2Bwbl 0.12 7 23wb2 100- 128 0.09 8 2Bwb3 128-(210) Pedon YG-17 (Sawah 3 x padi) Ap 1 Ad 00-12 3.00 2Bwl 12-18 1-96 3 Bw2 18-55 1.37 1.01 4 :ZBsdmb 55 - 70 70-82 0.95 5 2Bwb 6 2Bgb 82- (200) 0.60
par.
mi)
-
&If*
-
pH = pH .o pH
-
WK
HZ0
pH KC1
ddta
2'
60'
pH7
Ca
7.2 7.2 7.3 7.1 7.2 7.2
5.2 5.3 5.3 5.3 5.2 5.1
-2.0 -1.9 -2.0 -1.8 -2.0 -2.1
10.7 10.7 10.7 10.7
11.2 11.1 11.2 11.2
7.92 6.88 8.83 9.00 3.97 2.98
2.33 3.02 2.98 2.68 1.55 1.24
3.26 2.15 2.10 2.35 1.13 1.15
0.20 0.21 0.22 0.18 0.19 0.15
0.33 0.35 0.29 0.30 0.32 0.25
6.12 5.73 5.59 5.51 3.19 2.79
5.9 6.2 6.3 6.2 6.3 6.3
4.4 4.3 4.5 4.8 4.7 4.9
-1.5 -1.9 -1.8 -1.4 -1.6 -1.4
9.9 9.8 9.9 10.2
10.6 10.6 10.6 11.0
11.11 7.05 9.09 9.98 7.84 9.08
3.45 2.47 3.09 4.09 4.50 618
1.55 1.23 0.75 0.75 0.15 1.05
0.32 0.30 0.39 0.45 0.25 0.42
0.67 0.70 0.62 0.49 0.44 0.84
5.99 4.70 4.85 5.78 5.34 8.49
6.5 6.0 6.0 6.4 6.3 6.4 6.4 6.3 6.1
5.3 4.8 4.9 5.8 4.4 4.7 5.1 4.7 4.7
-1.2 -1.2 -1.1 -0.6 -1.9 -1.7 -1.3 -1.6 -1.4
9.08 12.11 12.13 11.99 9.04 8.16 9.05 4.36 5.02
4.33 3.86 4.33 5.35 4.59 2.98 2.42 1.98 2.06
1.08 0.62 0.98 0.31 0.46 0.46 0.45 0.62 0.60
1.73 1.87 1.63 1.28 1.22 1.28 1.87 1.22 1.OO
1.51 2.16 0.63 0.69 1.74 1.10 2.28 0.68 0.42
8.65 8.51 7.57 7.63 8.01 5.82 7.02 4.50 4.08
5.6 5.9 6.3 6.2 6.3 6.3 6.5
4.2 4.1 4.4 4.6 4.6 4.8 4.8
-1.4 -1.8 -1.9 -1.6 -1.7 -1.5 -1.7
14.23 12.11 10.09 9.98 6.98 7.90 4.93
4.54 5.30 3.48 4.13 3.21 3.85 3.00
0.46 0.76 0.97 0.76 0.76 0.45 0.30
1.40 1.30 0.68 0.57 0.43 0.32 0.32
1.28 1.51 0.79 0.71 0.38 0.42 0.48
pH NaF
6.2 6.1 6.2 6.2 6.1
4.8 4.8 4.6 4.8 4.2
-1.4 -1.3 -1.6 -1.4 -1.9
6.8 6.6 6.8 6.6 6.5 6.0 6.0 6
4.9 5.3 4.8 4.8 4.8 4.9 5.0 4.8
-1.9 -1.3 -2.0 -1.8 -1.7 -1.1 -1.0 -1.3
6.1 6.3 5.9 6.3 6.1 6.1
5.1 4.1 4.8 4.6 4.8 4.8
-1.0 -2.2 -1.1 -1.7 -1.3 -1.3
: KTK
=
9.7
10.4
9.7 9.5
10.4 10.2
8.4 8.4 8.7
9.2 9.2 9.3
9.0
9.6
8.8 8.8 8.9
9.4 9.4 9.5
9.1
9.7
KaHon-Mlon Tukar (me4100 g) Mg K Na Jumlah
KB %
KTKI
7.68 8.87 5.92 6.17 4.78 5.04 4.10
83
1.85
Liat
7.96 8.89 4.90 3.95 1.95
3.86 4.62 2.26 2.22 0.48
1.81 2.63 1.06 1.26 0.82
0.21 0.22 0.25 0.19 0.47
0.16 0.28 0.15 0.17 0.11
6.04 7.75 3.72 3.84 1.88
76 87 76 97 96
1.02 1.65 1.90 1.60 0.34
9.05 10.28 9.02 4.96 3.99 1.97 4.96 2.99
3.87 4.25 3.88 2.58 2.08 0.98 2.00 1.82
2.46 2.15 1.65 1.24 1.21 0.22 1.14 0.87
0.38 0.42 0.47 0.64 0.25 0.14 0.32 0.11
0.37 0.27 0.31 0.42 0.21 0.08 0.18 0.10
7.08 7.09 6.31 4.88 3.75 1.42 3.64 2.90
78 69 70 98 94 72 73 97
1.21 0.61 0.57 0.48 0.38 0.13 0.23
11.52 14.24 9.48 8.87 3.98 3.02
4.12 4.48 3.10 3.00 2.20 2.18
2.45 3.12 2.56 1.98 0.62 0.43
0.23 0.68 0.44 0.28 0.23 0.22
0.38 0.35 0.22 0.35 0.11 0.11
7.18 8.63 6.32 5.61 3.16 2.94
62 61 67 63 79 97
0.66 0.60 0.32 0.30 0.18
kq%zwrrn hJcm h i o n ; KB = kejemhmr bas=;
atas pedon-pedon tersebut yang diketahui memiliki Nlai KTK yang tinggi (>80 me/100 g liat), seperti dibuktikan dengan hasil pengamatan difraksi sinar-X (XRD) (Tabel 21). Nilai kejenuhan basa rata-rata lapisan atas pedon lahan kering cenderung lebih tinggi (kecuali pada pedon yang ditanami 2 x padi) hal ini berkaitan dengan semakin tingginya Nlai KTK tanah lapisan atas lahan sawah. Nilai KB lebih dari 50% untuk semua horison pada semua pedon yang diamati, baik lahan sawah maupun yang tidak. Pada lapisan bawah, nilai KTK dan nilai kejenuhan basa menunjukan pola yang tidak teratur, meskipun pada YG-7 (sawah 1 x padi) terlihat adanya kecenderungan kandungan Ca yang meningkat dengan kedalaman.
Kesimoulan Sifat Kimia Tanah Dari uraian di atas, terlihat bahwa sifat kima tanah sawah pada elevasi 300 - 500 m dan
-= 250 m
dpl menunjukkan pola yang serupa yang berarti bahwa perbedaan elevasi
tidak menyebabkan perubahan yang berarti dalam sifat-kimia tanah, tetapi perbedaan dalarn intensitas penanaman padi pa& lahan sawah (1, 2 dan 3 kdi padi dalam setahun) menyebabkan perbedaan dalam beberapa sifkt-sifat kimia tanah. Kandungan C-organik tanah lapisan atas lahan kering dan lapisan olah lahan sawah tergantung dari jenis dan kerapatan vegetasi pada lahan kering. Jika vegetasi yang tumbuh di lahan kering rapat, maka kandungan C-organik tanah bisa lebih tinggi daripada tanah sawah. Pada tanah sawah, untuk ketiga tekstur tanah yang diamati, umumnya kandungan
C- organik lapisan olah tanah sawah yang ditanami 3 x padi > sawah 1 x padi > sawah 2 x padi dalam setahun.
Nilai pH tanah lahan kering dan lahan sawah tidak banyak berbeda. Di antara lahan sawah, pH tanah tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dengan lamanya sawah
digenangi. Kapasitas tukar kation (KTK) pada lahan kering lebih tinggi daripada lahan sawah pada semua tekstur tanah (kecuali pada tekstur lempung berpasir) dan pada elevasi <250
m dpl, ha1 ini berhubungan dengan kandungan bahan organik tanah dan tingkat pelapukan bahan volkan.
Pada lahan kering, pelapukan b a n g intensif dibandingkan dengan
pelapukan pada tanah-sawah sehingga bahan amorf yang memiliki KTK lebih tinggi, lebih banyak pada lahan kering.
Pada tanah sawah, lebih banyak bahan amorf yang teIah
berkembang menjadi haloisit dadkaolinit (yang memiliki KTK lebih kecil)
Pada tanah
lempung berpasir, terutama pada elevasi <250 m dpl, sebagian bahan amorf berkembang menjadi mineral silikat 2 : I (smektit) yang memiliki KTK lebih tinggi. Nilai kejenuhan basa (KS) tanah pada semua lapisanlhorison untuk semua pedon baik pada lahan kering maupun lahan sawah > SO%, yang menunjukkan tanah-tanah ini mempunyai cadangan hara yang tinggi.
Fe, Al, Si dan Mn yang Diekstrak Dengan Ditionit, Oksalat dan Pirofosfat Tabel 15 s/d 17 menyajikan hasil analisis laboratorium kadar Fe, Al, Mn dan Si masing-masing yang terekstrak dengan pengekstrak ditionit-sitrat-bikarbonat, oksalat
masam dan natrium-pirofosfat, dari pedon-pedon di beberapa horison terpilih untuk setiap pengelompolcan tekstur dan 2 ketinggian yang berbeda. Untuk memudahkan maka dalam uraian selanjutnya ketiga pengekstrak tersebut berturut-turut disebut ditionit,oksalat dan
pirofosfat. Seperti
dikemukakan
sebelumnya
pengekstrak
ditionit
digunakan
untuk
menentukan oksida-oksida besi-bebas dalam tanah (Mehra dan Jackson, 1960) yang terdiri atas ferihidrit (bukan-kristal), goetit dan partikel-partikel hematit berukuran s/d 50 pm, kompleks Al- dan Fe humus dan Al-(oksi) hidroksida yang bersusunan buruk. Pengekstrak oksalat (pH 3) mengekstrak semua Al-aktif dan Fe-aktif clan juga Si
yang berasosiasi, meliputi alofkn, imogolit, kompleks Al- dan Fe-humus, oksida-olcsida amorf atau oksida-oksida bersusunan buruk seperti ferihidrit, tetapi tidak termasuk gibsit, goetit dan hematit maupun fiat sitikat (Wada, 1989). Ekstraksi dengan oksalat melarutkan Al-aktif yang meliputi alofan, irnogolit (sebagian), Al-humus, Al-antarlapis dan Al-tukar (Mizota data van Reeuwijk, 1989).
Ekstraksi dengan pirofosfat secara selektif hanya melarutkan Al- dan Fe- humus ddam tanah. Dengan demikian Alo (Al yang diekstrak dengan oksalat) dikurangi Alp (Al yang diesktrak pirofosfat) diperoleh A1 yang berada dalam alofadimogolit (Mizota dan van Reeuwijk (1989). Menurut Parfitt dan Wilson (1985), berdasarkan anggapan bahwa imogolit dalam tanah relatif kecil jumlahnya maka nisbah (Alo-Alp)/Sio dapat digunakan untuk mengestimasi komposisi alofan yang ada dalam tanah. Nisbah FeolFed yang juga disebut nisbah aktivitas telah digunakan secara luas sebagai indeks tingkat pengkristalan atau umur oksida-oksida besi.
Tanah Ando dan
tanah-tanah muda lainnya memiliki nisbah FeolFed yang tinggi (>0.75), sedangkan untuk tanah-tanah lebih tua nisbah tersebut lebih rendah (McKeague dan Day, 1966). Child (1985 &lam
Mizota dan van Reeuwijk, 1989) mengusulkan rumus untuk
mengestirnasi kadar ferihidrit dalam tanah yaitu :
O O /
fddrit
tersebut didukung oleh penelitian Child, Matsue d m
=
% Feo x 1.7. Rumus
Yoshinaga
(1990) dalam
mengestimasi jumlah ferihidrit dalam tanah-tanah abu volkan di Jepang. Schwerhnann dan Taylor (1989) mengemukakan adanya korelasi antara jumlah goetit yang ditentukan berdasarkan & h i
Feo.
sinar X atau DTA dengan selisih antara Fed
-
Dengan perkataan lain, jumlah mineral besi kristal &pat diduga dari selisih antara
kadar Fed dikurangi Feo. Data &lam Tabel 15 s/d 17 menunjukkan bahwa pada semua contoh tanah daerah penelitian, nilai Fed selalu lebih kecil dari Feo yang berarti berdasarkan rumus Schwemnann dan Taylor (1989) tersebut, di daerah penelitian tidak terdapat mineral besi
Mstal. Namun demikian rumus tersebut tidak selalu berlaku seperti ditemukan dalam penelitian Sutanto (1988), sebingga rumus tersebut hanya berupa perkiraan terhadap jumlah Fe kristal. Data dalam Tabel IS s/d 17, dimana nisbah FeolFed selalu lebih besar dari 1, menunjukkan bahwa tanah di daerah penelitian merupakan tanah muda yang belum banyak mengalami pelapukan.
Walker (1983) mengemukakan bahwa jumlah oksida besi yang dibebaskan oleh pengekstrak ditionit wed) hams sama dengan atau lebih besar dari besi yang dibebaskan
oleh pengekstrak oksalat (Feo).
Namun pada beberapa tanah dapat terjadi jumlah
Feo>Fed sehingga nisbah Feo/Fed >I, yaitu jika terdapat mineral magnetit dalam tanah. Menurut McKeague, Brydon dan Miles (1971) oksalat masarn rnengekstrak banyak Fe dari magnetit tetapi sedikit dari goetit dan hematit, sedangkan untuk ditionit addah sebaliknya. Kemampuan mengekstrak Fe dari hernatit dan goetit oleh ditionit sangat tergantung dari ukuran butir, karena pengekstrak tersebut hanya mampu melarutkan Fe dalam mineral besi kristal yang berukuran s/d 5 0 pm. Penelitian McKeague ef al(1971) yang didukung oleh penelitian Walker (1983) menemukan bahwa larutan oksalat melepaskan Fe dari magnetit sebanding dengan jumtah magnetit dalam tanah, sehingga nilai Fed akan tinggi secara abnormal jika terdapat magnetit. Luzio dan Palma (1994) menemukan bahwa pada horison padas yang disebut fierrillos dari tanah-tanah abu volkan berdrainase buruk dijumpai nisbah Feo/Fed antara 0.30
-
1 1 1 ; ini menunjukkan bahwa besi yang dominan adalah ferihidrit. Hal ini sejalan
dengan penelitian Schwertmann (1993) yang mengemukakan bahwa ferihidrit merupakan mineral Fe yang dominan dalam tanah-tanah berpadas yang berdrainase buruk. Besi fero (Fez') yang terdapat dalam tanah dengan regim lengas tanah akuik selama periode basah, bergerak ke pori aerasi yang lebih besar dengan nilai Eh.yang tinggi, maka Fe akan dengan cepat dioksidasi dan terbentuk ferihidrit, dengan nisbah Feo/Fed > 0 . 7 .
Tanah Pasir Berkerikil Tabel 15 menyajikan has3 analisis kandungan Fe, Al, Mn clan Si dari ketiga macarn pengekstrak masing-masing horison terpilih dari pedon-pedon dalam kelompok tekstur pasir berkerikil untuk elevasi 3 0 0
- 5 0 0 m dpl dan <250 m dpl.
Gambar 15 menyaj-ya
dalam bentuk kurva sebaran keempat unsur tersebut dalam prom tanah pada elevasi 3 0 0
-
500 m dpl. Dari tabel dan gambar tersebut terlihat bahwa nilai Fe, Al, M ~ dan I Si yang
diekstrak dengan oksalat selalu lebih besar daripada yang diekstrak dengan ditionit, baik untuk pedon lahan kering maupun pedon laban-sawah. Hal ini menunjukkan bahwa tanahtanah di daerah penetitian didominasi oleh bahan amorf
Tabel
dan Si- Dithionit. Oksalat dan Pirofosfat Masing-masing Pedon pa& Tekstur Modifier Pasir Berkerikil.
15. Hasil Analisis Fe-, Al-, Mn-,
No Simbol Kedeleman or
Elor.
(cm)
I
Ditionit sitrat AId
Mod
Sid
0.56
0.43
0.02
0.45
0.14
pdi) 0.60 0.66
Fed
1
I
Oksalat maram Fso
Alo
0.35
0.97
0.03
0.19
0.21
0.01
0.25
001
I
Feo
Pirofosfat
Nisbah Feri-
Alo +
hidrit 1/2Feo
Mmp
Sip
Fed
0.32
-
0.27
1.73
0.59
1.65
1.0
0.05
0.14
-
0.31
1.60
0.86
1.22
0.8
0.37
0.09
0.18
-
0.29
1.63
0.20
1.67
0.7
0.47
0.10
0.09
-
0.35
1.62
0.35
1.82
0.7
Mno
Sio
Fep
Alp
0.53
-
0.37
0.10
0.72
0.53
-
0.47
0.20
0.98
0.25
-
0.25
1.07
0.25
-
AVSi
BI,E\;ASI LlDq - 500 m dpl Pedon YG-I4 (Lahan kcring) I A 00-07 0.57 07-44 0.47 2 hB 3 Bwl 44 - 6 2 0.40 4Bw2 62-110 5 B C 110-180 'don YO-4 (Sawah 1 x padi) 1 Apl 00 - 1 4 0.42 2 Ap2 1 4 - 20 0.44 3Badm 20-31 1.11 4 Rw1 31 - 4 3 0 64 52C1 43-90 62C2 90-114 7 3C3 114-(175) ,sdon YG-8 (Sewah 2 x padi) 1 np 00 - 12 0.50 2 AB 1 2 - 25 0.45 3 Badm 25-29 1.22 4 2Bwl 29- 4: 0.94 5 2Bw2 43 - 7 3 6 3BC 73 109 7 4C 109-(175) 'cdon YG-13 (Sawah 3 x psdi) 1 A p 00-12 0.93 2 AD 12 24 3 Bd 2 4 - 35 0.57 35 - 6 4 0.57 4 ZBwl 5 2Bw2 64 -(172) 0.39
-
-
ELEVASI < 250 m dpl P& YG-21 (Lahamk-g) 1A 00-08 208 - 28 3Bwl 28-42 4ZBd 42-71 5 2Bw3 71 - 127 6 3C 127-(185) P s d o n YO-20 (Saw& 1 x 1 Ap 0 0 - 10 10-26 2 Bwl 3 8 6 26-38 38 - 6 5 4 Bw2 52CI 65-82 63C2 82-113 7 4C3 113-135 8 4C4 135 - (175) F d c d
- nuW s*UGta; Nubsh aom AUSI
= (No-ALpySio x 28/27
( P a g i f t dan Wilson I9W; KF-t
= D/Fmx 1.7
s o w 0.00 1 . 0 2.00 3.m 4.00
Legenda I
F
I
Gambar 15. Kurva Sebaran Fe, Al, M n dan Si @itionit, Oksalat dan Pirofosfat) Dalam Prom Tanah pada Tekstur M i ~ j ? e Pasir r Berkerikil Elevasi. 300 - 500 m dpl.
-
-
e
w
? A l /
Kandungan Fe (baik Feo maupun Fed) pada pedon lahan kering cenderung menurun secara teratur dengan kedalaman, sedangkan pada pedon lahan sawah, kandungan Fe lebih kecil pada lapisan olah (kecuali pada sawah 3 x padi), tertinggi pada horison Bsm, kemudian menurun dengan kedalaman (Gambar 15). Kadar Fe pada horison ~ s d m ' d a nBd pada tanah sawah berturut-turut adalah: sawah 2 x padi > 1 x padi > 3 x padi.
Pada horison Bsdm kadar Fe cenderung lebih tinggi dari horison lainnya,
menunjukkan bahwa horison Bsdm merupakan horison iluviasi besi, karena pada horison tersebut potensial redoksnya lebih tinggi sehingga memungkinkan terjadinya perubahan besi fero yang berasal dari lapisan olah, teroksidasi menjadi besi feri dan mengendap. Besi inilah yang menjadi penyemen sehingga horison ini menjadi keras jika kering. Pada horison tapak bajak (Bd) dari pedon YG-13 (sawah 3 x padi) tidak terlihat akumulasi besi yang mencolok seperti yang terjadi pada horison Bsdm. Kadar besi tidak terlalu tinggi pada horison ini, menjadikannya tidak mengeras karena tidak terjadi sementasi besi akibat selalu basah hampir sepanjang tahun. Hal ini sesuai dengan definisi bahwa tapak bajak merupakan horison yang mengalami pemadatan, tetapi tidak tersementasi (van Breemen el al. , 1992).
Dalam Tabel 15 terlihat bahwa nisbah Feo/Fed pada horison Bsdm merupakan yang terendah di antara horison yang ada, masing-masing dengan nilai 1.06 dan 1.00 pada sawah I dan 2 x padi.
Nisbah Feo/Fed < 1 mengindikaskm keberadaan mineral besi
dalam bentuk kristal. Kandungan
Mn
@aik Mno
mpun
Mnd)
pada
pedon
lahan
kering
memperiihatkan pola yang sama dengan Fe yaitu menurun secara teratur dengan kedalaman, tetapi pa& pedon lahan sawah agak berbeda. Pada lahan sawah, sernakin ke bagian bawah pedon, kadar Mn cenderung semakin meningkat. Semakin tingginya kadar
Mn dengan kedalaman menunjukkan b h w a untuk &pat mengendap, Mn memerlukan potensial redoks (Eh) yang lebih tinggi daripada besi untuk dapat teroksidasi. Pada lahan sawah berdrahase baik dm muka air tanah dalam, nilai Eh sernakin tinggi dengan
kedalaman.
Drees el a/. (1989) mengemukakan bahwa konsentrasi silika larut dalam tanah sangat dinamik.
Perubahan dalarn kandungan lengas yang berhubungan dengan siklus
basah-kering yang silih berganti seperti yang terjadi pada tanah sawah, mempengaruhi konsentrasi silika dalarn larutan tanah. Nisbah atom AVSi menurut Parfitt dan Wilson (1985) serta Mizota clan van Reeuwijk (1989) dapat digunakan untuk menilai keberadaan alofan serta dapat mengestimasi jumlahnya dalam tanah. Nisbah atom AVSi menurut Parfitt dan Wilson
(1985)diperoleh dari rumus: [(Alo-Alp)/Sio x (bobot atom Si/bobot atom Al)]. Berdasarkan analisis pada berbagai macam alofan maka kisaran nisbah atom AVSi berkisar antara 1 hingga 2.5. Parfitt dan Wilson (1985)mengusulkan rumus untuk mengestimasi kandungan alofan sbb: % alofan = (lOO/y) x %Sio
nilai y =-5.1X+23.4; X = nisbah atom AVSi
Dalam Tabel 15 terlihat bahwa besarnya nisbah atom AVSi dalam semua horison umumnya < 1 (0.14- 0.86) menunjukkan bahwa di daerah penelitian tidak terbentuk
alofan. Dengan demikian maka penghitungan d o h berdasarkan kandungan Sio menurut Parfitt dan Wilson (1985) tidak berlaku. Kenyataan ini ditunjang oleh hasil pengarnatan DTA (Tabel 22) dalam sub-bab lain.
Rendahnya ~ s b a hAVSi mencerminkan lingkungan yang relatif kaya Si misalnya karena terbatasnya pencucian atau kondisi lebih kering, sedangkan tingginya nisbah tersebut menunjukkan lingkungan miskin Si karena terjadinya pencucian yang h a t . Menurut DahIgren et al. (1993) di dalam tanah terjadi persaingan dalam pembentukan d o h . Jika terdapat kondisi kaya bahan organik maka Al akan diikat oleh bahan organik dalam bentuk Al-humus, sehingga menwnkan alctifitas Al dan mengfiambat pembentukan alofan dan imogolit, dengan berlimpahnya pengendapan Si &am
bentuk silika opal.
Parfitt dan Kimble (1989)mengukur nisbah AVSi pgda berbagai wntoh tanah yang mengandung a l o h
&I
Selandia Baru dan menemukan nilai AVSi berkisar dari 0.4hingga
4.0 dengan median 1.9. Contoh dengan nisbah AVSi 0.4 - 1.0 terdapat pada tanah-tanah aluvial yang mengandung gelas volkan dan mengalami pelapukan pada regim lengas tanah ustik.
AIofan dengan nisbah Al/Si 0.4
-
1.0 juga ditemukan oleh Farmer dan Russell
(1990) dalam pelapukan batu apung. Namun karena Parfitt et al(1980) menemukan dari pengamatan spektroskopi infra merah, membedakan hanya ada 2 macam alofan yaitu dofan dengan nisbah atom AI/Si 2 : 1 (alofan kaya-AI atau alofan proto-imogolit) dan alofan dengan nisbah AVSi 1 : 1 (alofan kaya-Si) maka alofan dengan nisbah AVSi (1 atau >2 bukanlah alofan. Pembagian atas 2 kelompok dofan ini nampaknya disepakati oleh beberapa pakar antara lain Farmer dan Russell (1990) dan Dahlgren er al: (1993). Dahlgren ef al. (1993) mengemukakan bahwa alofim dengan nisbah atom AVSi < 1 dan >2 mungkin terdapat di dam, tetapi h e individu yang jelas belum dipisahkan dan belum dudentifikasi sifat-sifatnya. Dalam Tabel 15 terlihat bahwa kadar ferihidrit dalam tanah berkisar antara 1.53% 2.91% @ada elevasi 300
-
500 m dpl) dan 1.22%
-
1.82% (pada elevasi <250 m dpl).
Kondisi pelapukan abu volkan yang ditunjukkan oleh tingginya laju pelapukan dan tingginya tingkat silikat dalam larutan tan& menunjang pembentukan ferihidrit. Dalam kisaran pH 4
- 7 (yang merupakan pH khas untuk tanah abu volkan umumnya) Fe yang
dilepaskan dalam jumlah besar sebagai hasil pelapukan gelas volkan dan olivin, sangat tidak larut dan cepat mengendap dalam bentuk ferihidrit @ahlgren et al.,1993). Ferihidrit terlihat lebih tinggi pada horison Bsdm dibandingkan horison lainnya.
Mam Tabel 15 terlihat bahwa besi dalam kompleks humus p e p ) lebih kecil (berkisar dari 0.05% - 0.17%) dibandingkan dengan kadar fkihidrit. Hal ini disebabkan oleh stabititas Fe dalam oksida l e b i besar dibandingkan dengan stabilitas Fe dalam kompleks humus, sehingga lebih sesuai bagi pembentukan oksihidroksida terutama ferihidrit (Schwerhnann dan Taylor, 1989).
Ferihidrit secara termodinamika adalah
metastabil dan dengan waktu akan berubah menjadi oksida besi yang lebih stabil, biasanya goetit (pada iklim sedang atau dingin dan basah) dan hematit (pada Mim panas dan
kering). Karena permukaan ferihidrit siEamya sangat reaktif, maka akan mengerap secara kimia (chemosorbed)Si dalam jurnlah yang relatiftinggi (2
- 6%) selain organik dan fosfat
(Dahlgren et al., 1993).
Erapan tersebut mencegah kristalisasi ferihidrit menjadi goetit
dan hematit yang lebib berkristal. Dalam Tabel 15 juga terlihat bahwa Alp Iebih besar dari Fep, h d ini karena Alhumus merupakan bentuk dominan A1 pada tanah-tanah &u volkan (terutama Andisol), sedangkan kompleks Fe-humus sangat
rendah
karena besi
lebih
stabii
sebagai
oksihidroksida dibandingkan sebagai kompleks humus ( D a g r m el aZ.,1993).
Tekstur Pasir Tabel 16 menyajikan hasil andisis Fa, Al-, Mn- dan Si- yang diekstrak dengan ditionit, oksalat dan pirofosfat pada beberapa horison terpilih dari pedon-pedon tekstur pasir elevasi 300 - 500 m dpl dan elwasi < 250 m dpl. Dalam Gambar 16 disajikan kurva sebaran keempat unsur tersebut dalam profil tanah pada elevasi 300 - 500 m dpl. Dalam tabel dan gambar tersebut terlihat bahwa kadar Fe (baik Feo maupun Fed) pada pedon lahan kering menunjukkan pola yang tidak teratur, dengan nilai tertinggi pada horison Bwl yang cukup memiliki karatan, kemudian menurun dengan kedalaman. Pada pedon lahan sawah kadar Fe pada horison Bsdm selalu lebih tinggi daripada horison lainnya, ha1 .ini serupa dengan yang texjadi pa& kelompok pasir berkerikil. Kadar Fe pada horison Bsdm danfatau Ad berturut-tumt: sawah 2 x padi > 1 x padi > 3 x padi.
Mn
menunjukkan pola yang hampir sama dengan Fe (kecuali pada sawah 1 x padi yang tidak teratur). Meskipun pola Fe mirip dengan Mh tetapi di lapangan karatan Fe pada horison
Bsdm maupun Ad terletak di bagian atas, sedangkan karatan Mn di b e a n bawah. Karatan Fe pada Bsdm baik pada YG- 10 maupun YG- I berupa garis menyambung dengan pola berombak setebal rata-rata 1 cm yang sangat tersementasi clan menyatu dengan karatan Mn di bawahnya, sehingga sulit dipi-. Pada horison Bsdm (YG-I dan YG-10) nisbah Feo/Fed < 1 (Tabel 16) yang menunjukkan bahwa di horison ini terdapat besi kristal (hematit) seperti terhhat dalam
fiasiI pengamatan dengan metode XRD (Tabel 2 1). Pada horison Bqm baik pada YG-12 (lahan kering) maupun YG-I0 (Sawah 1 x padi), kadar Si @a&
Sio maupun Sid) tidak lebih tinggi dibandingkan dengan horison
Tabel
16. Hasil Analisis Fe-,Al-,Mn-, dan Si- Dithionit, Oksalat dan Pirofosfat Masing-masing
Pedon pada Tekstur Pasir No Simbol Ksddamrm or Her. (om)
1
Dltionit sitrat
Fed
hld
hkd
Sid
1
Oksalat masam Fso
Alo
Mno
Sio
1 1
Pirofosfat
F e o i Niabah Fmi-
Fsp
Alp
hbp
Sip
Fed
WSL
hlo i
hidrit 1IZFso
-
ELEVASI 309 500 m dpl Pedon YG-12 (Lshan kering) 1 A 00 - 13 0.74 2 AB 13-40 3Bwl 40-52 1.46 4 2B-1 52-90 0.97 5 2B-2 90 170 0.52 6 2Bw2 170-(210) 0.72 Pedon YG-10 (Sawah I x padi) 1 Apl 00 -09 0.51 2 Ap2 09-17 0.84 3 2Esdm 17-22 1.30 4 2Bqm 22 (110) 0.79 Pedon YG-I (Sswah 2 x padi) I Apl 00 - 15 0.84 2 Ap2 I 5 -23 1-10 3 Bsdm 23 31 3.42 31 - 4 5 1.09 4 Bwl 5 Bw2 45 -85 0.83 6 2Bw3 85 - 9 1 1.10 7 2Bw4 91-114 8 2Bw5 114-131 131 -140 9 ZBHa Pedon YG-2 (Sawah 3 x padi) 1.43 1 A p 00-16 2 Ad 16 - 2 2 1.48 3 BA. 22-34 1.27 4 Bw 34-69 1.52 69-110 1.14 5 Bgl 110- 145 1.36 6 Bg2
2.90 2.58 1.79 1.58 2.15
-
1.10 2.89 1.42 I l l
-
0.71 0.67 0.92 0.85 0.74 0.66
-
0.95 0.81 0.73 0.76 0.61 0.60
ELEVASI QSO
m dpl P& YG-16 W a n kring) 1 A 00-16 0.56 2 AB 16- 30 3Bwl 30-53 0.60 53-83 4 Bw2 5 2C 83- 100 6 3Bw3 100 -(175) P& YG-19 (Sawah 1 x pdi) 1Ap 00-08 0.63 2 BA 08 - 2 4 3Badm 24-35 0.64 4 2Cl 35 - 5 5 5 2C2 55-77
0.23
0.02
0.18
1.03
0.31
-
0.46
0.19
0.07
-
0.36
1.84
0.54
1.75
0.1
0.17
0.02
0.10
0.92
0.21
-
0.38
0.10
0.03
-
0.37
1.53
0.49
1.56
0.6
0.18
0.00
0.15
1.07
0.30
-
0.31
0.05
0.06
-
0.31
1.70
0.80
1.82
0.8
0.18
0.00
0.15
1.16
0.34
-
0.31
0.08
0.06
-
0.30
1.81
0.94
1.97
0.9
96 D i i i i ! 0.00 0.50 1.00
:
l.w 2.00
.
Gambar 16. Kurva Sebaran Fe, Al, Mn clan Si Witionit, Oksalat d m Pirofosfht) Dalam Profil Tanah pada Tekstur Pasir Eievasi 300 - 500 m dpl.
laimya, padahal diharapkan nilai ini akan lebih besar karena pada horison Bqm, silikat rnerupakan bahan penyemen yang menyebabkan mengerasnya horison ini. Hal ini terjadi karena pengekstrak oksalat maupun ditionit, belum mampu mengekstrak Si dalam duripan (Bqm), seperti dikemukakan oleh DeKimple er al. (1972 &lam Norton, 1994) Chartres dan Norton (1994) juga menemukan pola yang sama yaitu kandungan Si yang terekstrak dengan ditionit (Sid) justru lebih tinggi pada horison atas duripan dibandingkan dengan duripan maupun horison mengeras (hardsetting horjzon). Hal ini menunjukkan bahwa Sid bukan merupakan indikator yang baik terhadap keberadaan bahan penyemen silikat dalam tanah. Hach el al. (1969) men-
sejurnlah semen silika dari duripan menggunakan
teknik pelarutan dan menemukan bahwa semen silika larut dalam 0.5 N NaOH dalam contoh yang dihaluskan ((50 pm) selama 10 menit &pat menyemen horison tanah secara efektif jika kadar Si sebagai Si(OH)4 sebesar 10
-
20%.
M e n u ~ Flach t et al. (1974),
karena perbedaan dalarn pengkristalan dari berbagai semen silika dm perbedaan kelarutan mineral-mineral tanah, maka data yang diperoleh dari teknik pelarutan tidak terlalu dapat diandalkan.
Oleh karena itu untuk m e h t sementasi dalam horison Bqm ini apakah
dilakukan oleh silika atau lainnya lebih disarankan menggunakan teknik lain seperti dengan mikromorfologi worton, 1994). Flach
et al. (1992a),
mengemukakan beberapa
mikromorfologi sangat penting dalam mengaji ke-
alasan
mengapa
t e e
duripan antara lain karena opal
yang merupakan bahan penyemen utama duripan belum dapat diekstrak oleh pengekstrak kimia yang umum digunakan selama ini. Berdasarkan atasan yang dikemukan di atas maka pembuktian keberadaan duripan akan disajikan dalam sub-bab yang lain.
Dalam Tabel 16 terlhat bahwa nisbah atom AVSi dalam semua horison umumnya < 1 (0.24 - 0.94), ha1 ini menunjukkan pola yang sama dengan pedon yang diamati pada tekstur modrfier pasir berkerikiI, yang berarti tidak terbentuk alof8n.
Tanah L e m w n ~ Berpasir Hasil analisis kandungan Fe-, Al-, Mn- dan Si- yang diekstrak dengan ditionit, oksalat dan pirofosfat pada beberapa horison terpilih dari pedon-pedon tekstur lempung berpasir pada elevasi 300 - 500 m dpl dan elevasi c 250 m dpl disajikan dalam Tabel 17 Ddam Gambar 17 disajikan h r v a sebaran keernpat unsur tersebut dalam pedon pada elevasi 300 - 500 m dpI. Dalam tabel dan gambar tersebut ter-t
bahwa pada pedon lahan kering
kandungan Fe @aik F w rnaupun Fed) cenderung menurun dengan kedalaman, sedangkan pa& pedon lahan sawah, s e p d halnya pada tekstur m&&f2er pasir berkerikil, kandungan
Fe pada horison Bsdm selalu lebih tinggi daripada horison lainnya
Kadar besi pada
horison Bsdm dan Bd pada elevasi 300 - 500 m dpl untuk lahan sawah berturut-turut sawah 1 x p a d i z 2 x p a d i > 3 xpadi. Pada pedon YG-6 (sawah 3 x padi), kadar Fed dan F w pada horison Bd lebih rendah daripada horison 2Bsdmb. Kenyataan ini memperkuat ddcungan Fe sebagai bahan penyemen utama dalam Bsdm, sedangkan dalam horison Bd (tapak bajak) tidak terjadi sementasi oleh Fe.
Nilai Fw juga selalu lebih besar dari nilai Fed baik pada pedon iahan kering maupun pedon lahan sawah, menunjukkan bahwa kandungan besi amorf lebih tinggi,
seperti terlihat dari kadar feribidrit yang berkisar antara 1.63 - 4.39%
terutama f&driit, @ada
el-
300
-
5 0 0 m dpl) dan 0.71
- 1.60 @ads elevasi (250
m
dppl)
Lebih
rendahnya kadar f d d r i t pada elevasi lebih rendah menunjukkan bahwa tingkat pelapukan relatiflebih lanjut karena suhu retatifiebih tinggi clan lebih kering, sehingga besi
amorf muIai berubah t h j a d i besi kristal dalam hal ini menjadi hematit. Sebagaimana yang terjadi pada 2 kelompok tekstur lainnya, pada horison Bsdm nisbah Feo/Fed selalu lebih rendah dibandingkan dengan horison lainnya (Tabel 17), yang mengin-
. .
adanya besi kristal pada horison ini.
Nisbah atom AySi dalam sernua horison juga < 1 (0.15 - 0.52), seperti terlihat
dalam Tabel 17, menunjukkan bahwa alofim tidak terbentuk dalam tanah-tanah pada
Tabel 17. Hasil Analisis Fe-, Al-, Mn-, dan Si- Dithionit, Oksalat dan Pirofosfat Masing-masing Pedon pada Tekstur Lempung Berpasir. No Simbol Ksdalaman or Hor. (cm)
Fed
Ditionit sitrat ALd Mnd
I Sid
]
Fec
Okaalat nuusm Alo hho
Sio
I 1 Fsp
Pirofosfai Alp M q
Sip
Feo/ Niobsh Feri- Alo + Fed AVSi hi& 1meo
-
ELEVASI 3 0 500 rn dpl Psdon YG-22 (Lahan k-gl I All 00 - 16 0.88 2A12 16-32 3 AS 32-64 0.52 4 Bw 64 -91 0.64 5 D C 91.110 6 2C 110-(175) 0.56 P d o n YG-7 (Sawah 1 x padi) 1 Apl 00-07 0.59 2 Ap2 0 7 - 18 0.61 3 Bdm 18-32 201 4 2Bwl 32-67 1.21 5ZBw2 67-115 6 2Bw3 115-(175) P d o n YG-5 ( S w a b 2 x padi) I Apl 00- 12 0.42 12-27 0.74 2 Ap2 3 Bsdm 27- 40 1.20 4 Bwl 40-54 5 Bw2 54-70 1.10 6 2Bsdmb 70 -96 Pedon Y G 6 ( S a d 3 x padi) 1 Apl 2Ap2 3 Bd 4 2Bsdmb 5 2Bwbl
~
00-15 15-25 25 -44 44-55 55 67
-
0.50 0.64 1.40 0.84
ELEVASI e 5 0 m dpl P& YG-18 (Laban kning) 00-17 0.52 17 56 3Bwl 56-81 0.46 42C 81-134 5 3Bw2 134-(185) Podon YG-3 (Sawah 2 x p d i ) 1Ap 00-12 0.45 2 Bd 12-45 0.68 3 Bwl 32-45 42Bw2 45-54 1.39 5 2Bsdmb 54 75 P& YG-17 ( S a d 3 x pa&) 1Ap 00-12 0.46 1 2 - IS 0.81 2 Ad 3 Bwl 18-55 1.82 4 Bw2 55 -70
:L
-
0.10
0.00
1.18
0.94
0.29
-
0.24
0.14
0.21
-
0.02
1.81
0.35
1.60
0.76
0.18
0.00
0.22
0.89
0.36
-
0.43
0.05
0.29
-
0.24
1.93
0.17
1.51
0.81
0.27 0.30
0.00 0.03
0.10 0.30
0.70 0.42
0.22 0.28
-
0.21 0.37
0.16 0.19
0.19 0.15
-
0.28 0.26
1.56 0.62
0.15 0.36
1.19 0.71
0.54 0.36
0.32
0.07
0.46
0.68
0.21
-
0.33
0.17
0.16
-
0.33
0.49
0.16
1.16
0.50
0.32 0.30 0.37
0.01 0.04 0.09
0.10 0.30 0.42
0.62 0.77 0.78
0.24 0.23 0.32
-
0.32 0.32 0.14
0.17 0.20 0.26
0.14 0.13 0.26
-
0.27 0.31 0.11
1.35 0.95 0.43
0.32 0.32 0.44
1.05 1.31 1.33
0.45 0.52 0.65
-
F d e d
-
-
-
-
nid-41 &fim; Nisbeh &om AVSi = (AloAlpySio x 28/27(Pa@ndmr =bar. 1985); Wcnhidrit
-
Wee x 1.7
Legenda :
...w . . -b
Gambar 17. Kurva Sebaran Fe, A,Ma dan Si @itionit, Oksalat dan Picohsfat) Dalam Pmfl Tanah pada Tekstur Lempuag Berpasir E l e ~ s300 i - 500 m dpl.
AI
-Mn
kelompok tekstur lempung berpasir di daerah penelitian ini, seperti ditunjang oleh hasil pengamatan dengan DTA (Tabel 22 dan Lampiran 11).
Kesimpulan Hasil Analisis Fe. Al. Si dan M n Dari uraian di atas, dapat disimpullcan bahwa nisbah Feo/Fed pada semua pedon dan semua horison sangat tinggi (>I) menunjukkan bahwa tanah ini merupakan tanah muda yang baru berkembang.
Tingginya nilai Feo disebabkan karena adanya mineral
magnetit ddam tanah di daerah penelitian. Di antara pengekstrak yang digunakan, hanya pengekstrak oksalat yang dapat melarutkan magnetit. Kandungan Fe (Feo dan Fed) pada pedon lahan kering cenderung menurun secara teratur dengan kedalarnan, sedangkan pada pedon lahan sawah kadar Fe lebih kecil pada lapisan olah (kecuali pada sawah 3 x padi), tertinggi pada horison Bsdm, kemudian menurun dengan kedalaman. Kandungan Fe pada horison Bsdm dan Bd pada pedonpedon dari tiga kelompok tekstur tanah yang diamati umumnya adalah sawah 2 x padi > 1
x padi > 3 x padi. Ferihidrit merupakan mineral besi amorf yang dominan dalam tanah-tanah di daerah penelitian. Alofb di daerah penelitian tidak terbentuk karena nisbah atom AVSi < 1 (0.17
- 0.86), sedangkan nisbah tersebut untuk alofirn berkisar antara
1 hingga 2. Hasil
analisis DTA juga m e n d b g ha1 ini, karena contoh tanah yang diarnati, tidak satupun yang mempunyai puncak eksotermis yang jelas pada suhu 900 - 1000 "C.
Sifat Mineralogi Tanah Mineraiogi Fraksi Pasir Hasil analisis mineral fiaksi pasir total beberapa contoh tanah terpilih disajikan dalam Tabel 18 hingga 20, masing-masing untuk pedon kelompok tanah pasir berkerikil, pasir dan lempung berpasir. Dalam tabel-tabel tersebut terlihat bahwa susunan mineral eaksi pasir pada semua pedon hampir seragam, baik pada lahan k&ng maupun tanah
sawah, meskipun dominasi dan persentase masing-masing mineral dari satu hohorison ke horison tidak menentu. batuan sekitar 35
-
Mineral fiaksi pasir pada umumnya didominasi oleh fiagmen
58%, mineral mudah lapuk yaitu mineral plagioklas intennedier
(andesin dan labradorit), piroksin (augit, hiperstin) dan gelas volkan, amfibol dan olivin dalam j u d a h sangat terbatas. Gelas voikan tunggal sangat sedikit yaitu berkisar dari 0 3% pada hampir semua horison dari pedon yang dianalisis.
Mineral resisten
(opak/magnetit, kuarsa dan konkresi besi) terdapat dalam jurnlah yang relatif kecil (3
-
18%). Pengertian fkagmen batuan dalam fiaksi pasir, merupakan kumpulan dua mineral atau lebih yang saling menempel, dalam komposisi yang hampir sebanding, berasai dari penghancuran kubah lava yang disemburkan menjadi fiagmen-fiagmen kasar maupun halus pada saat terjadinya letusan.
Dari pengamatan mikroskop polarisasi, fiagmen batuan
tersebut terdiri atas komposisi yang berbeda-beda antara lain yang dominan adalah: (a) plagioklas + augit + gelas volkan, (b) plagioklas + gelas volkan+ mikrolit, ( c ) plagioklas +
+ opak + gelas volkan, (d) plagioklas + hiperstin dan lain-lain. Rendahnya kandungan gelas volkan di daerah penelitian, sejalan dengan yang dikemukakan oleh Baak (1949) yang menganalisis mineralogi pada beberapa contoh fiaksi pasir volkan Merapi dari beberapa kali letusan yang berbeda (tahun 1920, 1930, 1942). Ia menemukan kadar gelas volkan berkisar dari amat sedikit hingga 1%. Sebagian besar bahan volkan tersebut didominasi oleh fkagmen batuan (40-80%) dan plagioklas (16
-
40%). Penelitian Sutanto (1988) dan Darea (1989) di daerah Yogyakarta pada beberapa
wntoh tanah yang juga beberapa di antaranya termasuk dalam wilayah penelitian ini menemukan hasil serupa. Menurut
Baak (1949) dan Mohr & van Baren (1960) abu
volkan andesitik ditandai oleh rendahnya jumlah gelas voHcan, sehingga menurut Sutanto (1988) peranannya dalam pelapukan kimia di daerah penelitian umumnya diabaikan. Dari pengamatan mikroskop polarisasi, terlihat bahwa beberapa gelas v o w ditemukan menyelaputi butir-butir mineral lain, terutama plagioklas, augit dan mineral opak (magnetit) clan fiagmen batuan.
Tingginya kadar fragmen batuan d m mineral-mineral mudah lapuk (MML) menunjukkan bahwa tanah di daerah penelitian menipakan tanah muda yang belum banyak mengalami pelapukan. Hal ini juga ditunjang oleh rendahnya kandungan fraksi liat pada semua contoh tanah di daerah ini (Tabel 9 s/d 11) dan juga seperti terlihat dalam hasil analisis mineral fkaksi liat yang umumnya didominasi oleh mineral primer (Tabel 21). Mineral mudah lapuk
(m) meliputi
gelas volkan, plagioklas, amfibol coklat,
a d b o l hijau, augit, hiperstin dan olivin, sedangkan mineral hasil fapukan (MHL) meliputi lapukan mineral (mineral lapuk) dan konkresi besi.
Tanah Pasir Berkerikil Hasil analisis mineral fraksi pasir total pada beberapa horison terpilih dari pedon tekstur rnod~fierpasir berkerikil disajikan dalam Tabel 18. Dalam Tabel 18 terlihat bahwa kandungan fragmen batuan pada semua pedon merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan mineral-mineral yang ada dan persentasenya umumnya semakin meningkat dengan kedalaman.
m e r a l plagioklas intermedier (andesin dan labradorit) merupakan jenis
minerd yang tertinggi (term&
&am h g m e n batuan), disusul oleh augit, magnetit,
hiperstin dan sedikit gelas volkan. Pada pedon lahan kering, persentase m e n batuan relatif lebih tinggi (ratrt-rata 50%) daripada pedon lahan sawah (rata-rata 44%), baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah. Hal ini dapat mengindikasikan terjadinya pelapukan pada lahan sawah, seperti ditunjukkan juga oleh nisbah MHL/MML yang nilainya cenderung semakin tinggi dengan penyawahan. Kecenderungan ini terjadi pada lapisan atas, sebagai akibat terpacunya proses pelapukan oIeh pengaruh air dan suasana reduksi dan oksidasi secant bergantian. Dalarn Tabel 18 terlihat bahwa nisbah MHL/h4ML pada lapisan olah tanah sawah adalah: sawah 2 x padi > 3 x padi > 1 x padi.
Tekstur Pasir
Hasif analisis mineral fiaksi pasir total pada beberapa horison terpilih dari pedon tekstur pasir disajikan dalam Tabel 19. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa jumlah total
MML tertinggi diikuti oleh kandungan fragmen batuan pada semua pedon. Dari mineral
109
Tabel 18. Susunan Mineral Fraksi Pasir Masing-masing Pedon Tekstur Modifier Pasir Berkerikil No Simbol Kedalirman Hor
Hor
Mg
(un)
Kb
Kk
Kj
Gv
1
31
2
2
11
-
1
2
-
2 6 2 25 2 29 1
-
10 10 8
2 2 1
PI A/CkA/Hj Au
c
MI
Fb
MR
-
2
48
3
47
0.04
-
2
6
sp
2
49 48 51
8
43 41 39
0.05 0.07 0.05
Hip 01 5.-.-........>
MML MHUMML
Pedon YG- 14 (Lahan keriog) 1 A 2 AB 3Bwl 4Bw2 5BC
00-07 07 - 44 44-62 62-110 110-180
1
-
2
-
3 5 4
-
2 3 4
-
6
2
1
-
2
32
1
1
10
4
-
3
38
9
50
0.10
13 7 9
-
3 I
-
-
-
1 1
2 3
29 29 30
1 1 sp
2 2 1
7 5 9
3 4 2
-
3 4 1
39 44 44
16 9 10
42 43 45
0.07 0.12 0.04
4
sd
-
-
2
31
-
-
15
-
-
2
46
4
48
0.04
3 4 4 4 5
1 2 2 1 2
2 3 I 2 3
1 2
2
2
-
10 12 9 8 7
3 2 1 3
-
-
2
4 2 3 sd
I
1 3 2
32 30 30 28 33
sd
-
4 5 2 2 1
37 38 48 46 45
7 11 7 7 12
52 46 43 45 42
0.10 0.15 0.09 0.07 0.07
3
1
2
1
3
31
-
2
9
2
-
2
44
7
47
0.06
1
2 2
1 1 2 1 1 1 9
2 3
-
-
3 2 9 2 s d 2 7 4 3 24 -
-
4 5 5
39 38 48
8 11 11
45 46 36
0.10 0.11 0.19
sd
2
1
4
-
2
45
8
45
0.09
1
-
2
3
8
P d o n Y G 4 (Sawah 1 x padi) 1 Ap1 2 Ap2
3Bsdm 4 Bwl 5 2C1 62C2 73C3
00-14 14- 20 20-31 31-43 43-90 90-114 114-(175)
Pedon YG-8 (Sawah 2 x padi) 1 AP 2 AS3 3Bsdm 42Bwl 5 2Bw2 6 3BC 7 4 C
00-12 12-25 25-29 29-43 43 - 73 73 - 109 109-(175)
-
-
-
-
Pedon YG-13 (Sawah 3 x padi) 1 AP 2 AB 3 Bd 4 2Bwl 5ZBwZ
00-12 12-24 24-35 35-64 64-(172)
2 5 8
sd 2
3 4 1
3
2
3
31
2
5
-
-
M 8 = ~ g n e M , K b =k o n h s s i ~ i ; K L = * u u s r k c r u h ; K j = b a j a n i h , ~ = ~ y o h , P I = p ~ W l s i n t e n n e d i c r , N c k = . n m b o l ~ m j = ~ l h i j r u ; h = l u g % H i p = ~ ta=olivin br; MI = mkerd Irpulr,Fb = baturn; MR = m i n d rssisrm Kk, Kj,Kb), MML m i n d mudrh hpuk (Ov, 4A/&Hj, Au, Hip. 0 1); MHL = mineral b i l IapuliM (&fl, Kb)
-
110
Tabel
19. Susunan Mineral Fraksi Pasir Masing-masing Pedon Tekstur Pasir
No Simbd Keddaman M g Hor. (cm)
Kk J Gv PI AICk AMj Au Hip 01 MI Fb MR MML MHUMML ....................................................... 5.....................................................>
Kb
Hor.
Pedon YG-12 (Lahan kering)
1 A 2 AB 3Bwl 428qml 5 2Rqm2 62Bw2
00-13 13-40 40-52 52-90 90-170 170-(210)
5 6 2 5
1 1 2
-
4 2 1 1
2
7
-
4
-
3
1
-
sp
4 5
1 sp
1
sp
-
-
9
sd
-
-
18 14 10 6 7
sd
-
-
- 32 1 3 1 3 32 - 22
2 1 1 1
2 I 2
-
1
23
-
2
38
1
44
1
1 2 1
1 -
LO
-
-
1 2 1
1
7
-
1
1
2
13
I
35
1 sp
3 2
13 7
1
36
sd
2
-
2 1 1 1 1
3 2 4 5
sd
14 18 19 19 22
1
27
sd
43 1 44 58
12 9 5 6
43 49 47 35
0.02 0.04 0.08 0.03
1
55
11
33
0.03
-
2
37
4
57
0.05
sp 2
sp
1 1
31
-
47
6 5
62 47
0.03 0.02
7
sd
-
3
42
9
46
0.07
sd sd 1
-
1
-
-
-
39 41 38 40 45
0.03
sd 1
42 45 52 53 48
18 14 10 6
2
20 20 13 15 19
3 2 3 4 Z
13 18 14 17 1 2
1 1 1
I 1 1
1
-
46 41 49 47 1
8 I0
sd
-
9 I2 I1
4
Pedon YG-10 (Sawah 1 x padi) 1 Apl 2Ap2 3 2Bsdm 4 2Bqm
00-09 09-17 17 - 2 2 22-(110)
Pedon YG-1 (Sawah 2 x padi) 1Apl 00-15 2Ap2 15-23 3Bsdm 23-31 4Bwl 31-45 5Bw2 45-85 6 2Bw3 85-91 7 2 8 ~ 4 91-114 114- 131 8 2Bw5 9 2Bw6 131 -140 10 ZBsdmb 140 - 152
-
-
sd
-
sd
-
sd
-
8 10 9 10
sd sd
-
8
-
-
d
. 1
7
0.03
Pedon YG-2 (Sawah 3 x padi) 1 AP 2 Ad 3 BA 4 Bw 5Bgl
6Bg2 7 2Cg3
00-16 16-22 22-34 34-69 69-110 110-145 >I45
-
-
1 1 1
-
1 22 sd 19 2 5 s d 26
-
2
* m;-taginct
K b = koolrrcai h i ; Kk = k-a kmuh; Kj = hama jcrrdh, Crv = gch A/Ck=.mfibo(colrin(;mj=~hij*u;~=rugi+,~=~tio 01=& . lg
MI = m i n d lrpJr;Fb = fi'wnen bahlsn; M R = mined rrniatsp Mha- = -11 mudablqulr (Ov, 4 AICk, N H j , Au, Hip, 01); MHL.=min61dh.rilhpkart(MSKb)
Kj,Kb);
=
sd 4
5
pw
LO
11 9
4
45 48 40 42 0
0.02 0.02 0.03
tunggal, mineral plagioklas (andesin dan labradorit) yang tertinggi, disusul oleh augit, hiperstin, magnetit, dan kemudian sedikit gelas volkan. Persentase fragmen batuan pedon lahan kering, relatif lebih tinggi daripada pedon lahan sawah, baik di lapisan atas maupun lapisan bawah, kecuali pada pedon YG-2. Pada pedon YG-12 (lahan kering) dijumpai olivin pada horison paling atas dan horison paling bawah masing-masing 1 %. Mineral olivin tidak terdapat pada pedon lain, meskipun juga dijumpai secara sporadis pada YG-10. Diduga minerd ini juga terdapat sebelumnya pada semua pedon dalarn jumlah yang kecil, tetapi karena mineral ini sangat mudah melapuk, menyebabkannya amat sangat sedikit ditemukan. Nisbah MHL/MML pada
lapisan atas cenderung semakin tinggi dengan
penyawahan, kecuali pada lapisan olah pedon YG-2 (sawah 3 x padi) yang menunjukkan
nilai yang sama dengan pedon lahan kering.
Hal ini terjadi karena pedon ini relatif basah
sepanjang tahun karena posisinya yang berada pada lembah dan selalu ditanami padi sepanjang tahun, menyebabkan pelapukan agak terfiambat.
Nisbah MHL/MML pada
lapisan olah sawah 2 kali padi lebih tinggi daripada sawah 1 kali padi (Tabel 19).
Tekstur Lempung Bemasir
Hasil analisis mineral fiaksi pasir total pada beberapa horison terpilih dari pedon tekstur lempung berpasir disajikan daiam Tabel 20. Dalam Tabel 20 t d i t data seperti pada kelompok tekstur pasir, namun jumlah total mined lapuk pada lapisan atas, agak lebih tinggi dibandingkan persentase fiagmen batuan, pada semua pedon.
Mineral
plagioklas (andesin dan labradorit) adalah jenis mineral yang tednggi di antara mineral tunggal, disusul oleh augit, hiperstin, magnetit, dan kemudian sedikit gelas vollcan. Pada pedon lahan kering, persentase fkagmen batuan lapisan atas lebih tinggi daripada pedon lahan sawah. Mineral olivin tidak dijumpai pada pedon-@on
daiam kelompok tekstur
lempung berpasir ini. Mineral resisten pada iapisan atas, cenderung meningkat dengan penyawahan. Nisbah pedon lahan kering.
makin tinggi pada pedon lahan sawah, dibandingkan dengan Serupa dengan yang terjadi pada kelompok tekstur pasir, nisbah
112
Tabel 20. Susunan Mineral Fraksi Pasir Masing-masing Pedon Tekstur Lempung Berpasir No Simbol Kedalaman Mg Hor Hor. (un)
,
Kb Kk Kj Gv PI A/Ck Af'Hj Au Hip 01 MI Fb MR MML MHUMML <..................................................... 5..................................................>...
Pedon YG-22 (Lahan kering) 1 2 3 4 5
All A12 AB Bw BC
00-16 16 - 32 32-64 44-91 91 - 110
4
-
-
-
2
43
sp
sp
I2
1
-
1
3 9
-
1 -
-
3 2
37 45
-
1
14
-
1
LO
1 I
-
sp
-
1
2
38 42 47
1 3 sp
1
12
2
I
I
I0
2
9
3 1
-
6 4 1
3
37
4
58
0.02
40 1
4 9
56 59
0.02
30
7
29
8
33
6
57 59 60
014 0.10 0.02
8
7
54
0.06
-
Pedon YG-7 (Sawsh I x padi)
IApl 2Ap2 3 Bsdm 4 2Bwl 52Bw2 6 2Bw3
00-07 07-18 18-32 32- 67 67-115 115 - (175)
2
-
3
-
6
2 2 sp
-
-
1
3
2
2
-
1 3 6
3
1
LO
3
-
1
4 2 4 4
4 5 3 2
4 5 3 2
sd
sd
4
-
-
1 1
3 2
11 10 10 9
4
1
sd
1 33 1 3 7 sd 35 2 32
2
-
7 8 6 3
28 26 33 41
12 12 10 8
53 54 51 48
0.21 0.24 0.12 0.10
2
2
2
1
1
sd
2
9
5
-
2
48
7
43
0.09
4
1
I
1
1
5
2
-
8
30
7
55
0.16
3 5 3
4 6 2
5
1
sd
sd
sd
-
3 1 1
11 LO 12
1 1
-
34 40 43
13 14
sd
-
5 2
1
2 1
32 30 35
-
3 2
8
48 44 49
0.19 0.18 0.04
2
2
4
1
3
36
-
1
0
-
-
-
41
9
50
0.04
3 3
3
Pedon YG-5 (Sawah 2 x padi) 1 Apl 2Ap2 3Bsdm
4Bwl 5 Bw2 6 2BsnB
00-12 12-27 27-40 40-54 54- 70 70 -96
sd
-
26
5 2
Pedon YG-6 (Sawah 3 x M i ) 1Apl 00-15 2Ap2 15-25 3 Bd 25-44 4 ZBsdmb 44 -55 52Bwbl 55-67 67 - 77 6 2Bwb2 7ZBC 77-(165)
3
5
2 1
0
1
1
M3 = magnstiS Kb = k-i h i ; Kk = k m m a ksnh, Kj =)Nus=jrmih, Gv = s l u r v o m PI = p k @ h = rmsbol m j = axt&bolHjw AU = = hiprm&, = 01I*n = m i n e d trpulu Fb = m e n b-; M R = -81 resist- @dg,Kk, Kj, Kb), MML mudah h p k ('3%PI,AfCT m j , Au, €5p,OIX M l E = m i n d h i 1 I.pu*m(MI Kb)
w,
-
huamedir,
MHL,/MML tertinggi (0.21 - 0.24) terdapat pada lapisan atas pedon YG-5 (sawah 2 kali
padi), sedangkan pada YG-6 (sawah 3 kaIi padi) nisbah tersebut lebih rendah.
Mineral Fraksi Liat
Pernahaman terhadap karakteristik mineral liat memerlukan informasi dari berbagai teknik analisis yang berbeda antara lain teknik pelarutan selektif, difraksi sinar-X, anafisis beda termal (DTA), stereoskopi i&-mere transmission electron microscopy (TEM).
scanning electron microscopy (SEW dan
Menurut Wilson (1987), masing-rnasing
metoda mempunyai kelebihan dan kelemahan, sehingga perlu mengkombinasikan beberapa metoda untuk dapat memahami tebih baik. Untuk menggambarkan jenis mineral dominan di daerah penelitian selain menggunakan metoda analisis selektif (seperti diuraikan sebelumnya), juga dictnalisis mineral dari fraksi liat (c2 pm) pada beberapa contoh tanah terpilih, untuk mengetahui mineral-mineral yang dominan terutama pada horison padas dengan menggunakan analisis
- 8) serta analisis beda termal (DTA) Dari Lampiran 2 - 8, terlihat banyak pola difiaksi tanpa
difraksi sinar-X (XRD) (Tabel 21 dan Lampiran 2 (Tabel 22 clan Lampiran 9 - 11).
bentuk yang dicirikan oleh banyaknya puncak-puncak yang Icurang jelas dengan dasar melebar dan intensitas yang sangat rendah pada semua contoh tanah. Hal ini menunjuMcan bahwa bahan yang dominan di herah ini adalah bahan amorf.
Dari beberapa puncak
difiaksi yang terdeteksi, terfihat bahwa komponen-komponen penyusun tanah didorninasi oleh mineral-mineral primer dengan hanya 1 atau 2 jenis mineral sekunder. Mineral liat sekunder yang a& memiliki pun&
difraksi tidak sempuma dengan dasar yang melebar
seperti terlihat pada Lampiran 2 - 7.
Pa& horison AB/YG-14 (tekstur pasir berkerikil), terlihat puncak difraksi tidak sempurna dengan puncak difiaksi d (001) 5.79 A yang merupakan ciri mineral metafialoisit (Widson, 1987; Tan, 1993). Mineral primer yang dijumpai adalah andesin dengan puncak
3.21 A, 3.75 A, 3.88 A dan 3.14 A (JCPDS, 1974), labradorit dengan puncak 3.20
4
3 . 7 5 4 3.474 6.481% (JCPDS, 1974), Icristobalit dengan puncak 4.04A - 4.06A (Tan,1993) dan hiperstin dengan pun&
3.18A
- 3.19A (Tan,
1993). Pada horison Bd/YG- 13, tidak
Tabel 21. Hasil Analisis Mineral Fraksi Liat dengan Metoda XRD pada Beberapa Contoh Tanah Terpilih Pedonl Horison
Puncak difraksiXRD
(A)
Tekstur Pasir Berkerikil (Elevasi 300 - 500 m dpl) YG- 14/AB (LK)
5.79CmH) 3.21: 3.75; 3.88: 3.14(An) 4.04(Kr) 3.18(Hi) 3.64:3.37(La)
YG-13Bd (3P)
3.20; 3.75; 3.47; 646(La) 4.04e) 3.18(Hi) 3.64We)
Tekstur Pasir (Elevasi 300 - 500 m dpl) YG-12/ Bqml &K)
YG-10/23sdm (1P)
YG-10/2Bqm (1P)
YG-1/Apl (2P)
YG-1IAp2 (2P)
4.47(mH); 9.92(Hh) 3.22; 3.15; 3.77; 6.46; 3.49(An) 4.(33
m)
YG-l/Bsdm (2P)
mH= meta-haloisit, Hh= haloisit hidrat; Ka = kaolinit An= andesk, La= labradoric Kr= kristobalit; Hi= hipersten-, Ac-Au= acmit-augit; Mg= magnetit; Di=di-, H e hematit; Ku= kurnsa
Tabel 21 (Lanjutan) Pedon. Horison YG-2/Ap (3P)
YG-2/Ad (3P)
YG-2/BA (3P)
Puncak difraksiXRD
(A) 7.18; 4.46(Ka) 6.38(Ac-Au) 4.26(Tr); 4.05 (Kr) 3.20; 3.72; 3.45; 3.36(La) 4.44(Ka) 6.39(Ac-Au); 5.64? 4.05 ( K r ) 3.22; 3.76; 3.91; 3.49(An) 4.41Ga) 4.05wr) 3.22; 3.76; 3.64(An)
Tekstur Lempung Berpasir (Elevasi 300 - 500 rn dpl) YG-22/AB (LK) YG-7/Bsdm (1P)
YG4/Bd (3P)
3.21; 3.76; 3.6S(An) 4.05W) 3.21; 3.13; 3.64; 3.76(An) 3.18; (HI) 4.05m) 4.40(Ka) 2.50(Mg); 2.09(Mg) 1 0 . 0 3 m ) ; 4.43(mH) 3.21;3.76(An) 4.05(K1) 3.18(Hi)
Tekstur Lempung Berpasir (Elevasi c250 rn du1) YG-17/Ad (3P)
YG-1712Bsdmb (3P)
16.53 (Sm) 3.20; 4 . 5 2 v ) ; 3.23; 3.78 (An) 4.07W) 4.43(mH); 10.39(Hh) 3.21; 3.75(An) 4.05W) 3.18W)
mH= meta-haloisit; Hh= haloisit hidrat; K a = kaolinit An= a n d e s i La= labradoric KF laistobalit; Hi= hipersten; Ac-Au= acrnit-augiS Mg-- magnetic Di-, He= hematit; Ku= kuarsa
dijumpai mineral liat sekunder, melainkan hanya dijumpai mineral labradorit, hiperstin dan kristobalit. Selain itu terdapat mineral oksida besi yaitu hematit dengan puncak difraksi 3.64A (JCPDS, 1974; Tan, 1993)(Lampiran 2 dan Tabel 21)
Dominamya mineral
plagiokfas (andesin dan labradorit) dan hiperstin dalam tanah-tanah ini didukung oleh hasil pengamatan pada fi-aksi pasir (Tabel 18 - 20). Tingginya dominasi mineral primer pada contoh-contoh tanah yang diamati mengindikasikan bahwa tanah-tanah di daerah penelitian merupakan tanah muda yang belum banyak mengalami pelapukan.
Kenyataan
ini juga diperkuat oleh rendahnya persentase fiaksi liat di hampir semua pedon di daerah penelitian (Tabel 9 - 1 1). Pada kelompok tekstur pasir terlihat bahwa pada
YG-12 dan YG-10 hanya
dijumpai mineral haloisit, sedangkan laimya merupakan mineral primer yaitu andesin, labradorit, kristobalit, hiperstin.
Dalam horison 2Bsdm/YG- 10 juga dijumpai hematit
dengan puncak diffaksi 3.54A (Tan, 1993), menunjdckan bahwa sementasi pada horison tersebut, didukung oleh kehadiran m i n e d hematit. Dari hasil analisis 3 contoh horison teratas yang masing-masing mencakup horison Bsdrn dan Ad dari YG-1 (sawah 2 x padi), dan YG-2 (sawah 3 x padi), tedihat bahwa hanya pada horison teratas dari kedua prom tanah tersebut yang dijumpai puncak m d(001) 7.18 4 dan d(002) 4 . 4 1
- 4.44 A yang merupakan ciri kaolinit (Tan,
i
1993). Pada
horison lain dari kedua pedon tersebut hanya dijumpai puncak d i i s i d(002) 4.41
- 4.44
A (Lampiran 4 d m 5; Tabel 21). Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan dari mineral
liat lain, terutarna mineral liat amorf yang banyak dijumpai pada tanah--
berasal dari gunung berapi, sehingga pun&
mu& yang
difi-aksi menjadi tidak sempurna dan sangat
tidak beraturan (highly disorder)(Wilson, 1987). Mineral lain yang dijumpai pada kedua pedon ini adalah labradorit, kristobalit, akmit-augit, tridimit, kuarsa dan hematit. Pada dasamya tidak ada p d e d a a n dalam ha1 kandungan mineral dari kedua @on
yang
diamati . Pa& pedon-pedon tekstur lempung berpasir elevasi 3 0 0
-
5 0 0 m dpt, hanya
dijurnpai mineral haloisit pada horison Bd dari YG-6, sedangkan pads horison AB/YG-22 (lahan kering) dan Bsdm/YG-7 (sawah 1 x padi) tidak dijumpai mineral bat kaolinit
maupun haloisit. Mineral yang ada hanya andesin, laistobalit, hiperstin, kuarsa, magnetit dan ferihidrit (Tabel 21 d m Lampiran 6). Selain itu, keberadaan magnetit dan hematit juga ditunjukkan oleh kurva difraksi sinar-X (XRD) yang diperluas hingga sudut 28 sarnpai dengan SO0, pada 2 contoh yang diamati, ydtu dengan puncak 2 56 A dan 2.09 A yang merupakan ciri magnetit (JCPD, 1974), serta hematit dengan puncak 2.69 A dan 3.63
A (JCPD, 1974) (Lampiran 8). Berdasarkan Larnpiran 8, dapat dianggap bahwa semua horison tanah di daerah ini mengandung mineral magnetit
dan hematit.
Keberadaan
magnetit diperkuat oleh hasil analisis mineral pasir (Tabel 18 - 20). Wada (1989) mengemukakan bahwa pembentukan haloisit dan metahaloisit dijumpai dalam tanah-tanah tua dan tanah-tanah tertimbun yang berkembang dari bahan volkan. Terdapat indikasi bahwa pembentukan haloisit sangat sesuai pada tempat-tempat yang mengalami penimbunan (overburden) bahan abu volkan yang tebal, sebagai sumber silika untuk dapat berlangsungnya resiiikasi pada alofan (Aomin dan Mizota 1973 &lam Wada, 1989) dan oleh regim lengas yang mengalami stagnasi (Dudas dan Harward, f 975) atau karena lemahnya tingkat pencucian (Parfitt el al., 1984). Pada tekstur lempung berpasir di daerah dengan elevasi lebih rendah ((250 m dpl), dianalisis 2 contoh tanah dari horison yang berasd dari pedon YG-17 (sawah 3 x padi). Pada horison Ad, dijumpai puncak 16.54 A yang dengan perlakuan Mg-gliserol menjadi 19.67 A, merupakan chi mineral smektit (meskipun merupakan puncak lemah) (Wilson, 1987). Pada horison 2Bsmb tidak dijumpai smektit, melainkan hanya terdapat haloisit. Kandungan mineral lainnya sama untuk kedua horison tersebut yaitu andesin, kristobalit
clan hiperstin.
Adanya smektit pada horison atas menunjukkan bahwa telah terjadi
pembentukan mineral 2: 1 dari bahan volkan. Menurut Wada (1985) dan Dahlgren et al. (1993) pada tahapan awal pelapukan bahan volkan dapat terbentuk smektit dan vermikulit. Jumlah mineral silikat tipe 2 : 1 biasanya lebih tinggi dalam horison A daripada horison B. Terkonsentrasinya smektit dalam horison A diperkirakan terjadi jika pembentukan kompleks Al-humus menghambat pembentukan alofkn dan imogolit. Dahlgren et al. (1993) mengemukakan bahwa sintesis smektit sangat sesuai dalam horison permukaan tanah Andisol dimana keberadaan silika opal menunjukkan lingkungan
kaya Si. Utami (1998) menemukan adanya dorninasi mineral smektit pada fiaksi mineral kristal yang berkembang dari bahan volkan di daerah Dieng (Pegunungan Dieng) dan Cangar (G. Arjuna volkan.
-G
Welirang) yang diduga terbentuk dari mineral primer atau gelas
Dahlgren ef a/. (1993) mengemukakan berbagai hipotesis tentang pembentukan
mineral liat 2 : I dari bahan volkan yang berasal dari beberapa sumber sbb: (1) merupakan produk alterasi dari mineral-mineral mask seperti piroksin, amfibol dan mika dalam bahan induk,
(2)
pelapukan,
terbentuk dari bahan-bahan amorf sebagai produk tingkat lanjut dari (3) merupakan produk alterasi hidrotemal yang terbentuk dalam kawah
sebelum letusan, kemudian diendapkan bersama dengan muntafian volkan,
dan (4)
tranformasi solidsfafe dari gelas volkan menjadi mineral liat 2 : 1 (ilit). Hasil analisis mineral fraksi liat dengan metoda beda termal (DTA) disajikan daiam Tabel 22 dan Lampiran 9
-
eksotermik pada suhu 900
11. Dalam gambar dan tabel tersebut terlihat bahwa kurva
-
1000 "C sangat lemah dan bahkan tidak jelas sehingga
memperkuat dugaan bahwa a l o h tidak terbentuk pada tanah-tanah di daerah penelitian, sebagaimana ditunjang oleh data analisis pelarutan selektif yang menunjukkan nisbah atom AVSi < I (Tabel 15 - 17). Dalam Lampiran 9 dan Tabel 22 terlihat bahwa pada tekstur modzfier pasir berkerikil terlihat puncak endotermik di antara 115
-
140 "C yang menurut Schwertmann
dan Taylor (1989) merupakan penciri ferihidrit yang mempunyai pun&
endotermik
sekitar 150 "C. Paterson dan Swaffield (1987) mengemukakan bahwa kurva untuk mineral ferihidrit, yang merupakan mineral berordo buruk,
ditandai oleh luasnya puncak
endotermik pada suhu rendah (sekitar 100 "C) tanpa indikasi reaksi dehidroksilasi yang tajam seperti yang terjadi pada besi oksida-hidroksida kristal. Selain itu terlihat puncak endotermik pada suhu 450 "C yang merupakan penciri diaspor (Tan, 1993). Pola yang sama juga terlihat pada contoh tanah dari pedon tekstur pasir (Lampiran 10 dan Tabel 22). Untuk tekstur lempung berpasir terlihat puncak endotermis yang cukup lebar terutama pada horison ABNG-22 (lahan kering), antara 110 eksotermik yang sangat lemah pada sekitar 915 (Wada, 1989), namun tidak begitu jelas.
-
-
160 "C dan puncak
970 "C yang mewpalcan ciri a l o h
Menurut Paterson dan SwaiEeld (1987) dan
Tabel 22. Hasil Analisis Minerd Fraksi Liat dengan Metoda DTA pada Beberapa Contoh Tanah Terpilih DTA ("C)
Pedon/
Horison
Endotermik
Eksotermik
Tekstur Pasir Berkerikil (Elevasi 3 0 0 - 500 m d ~ i ) YG- 14/AB (LK)
140Fe)
Tekstur Pasu (Elevasi 300 - 500 m d ~ l l
YG- l/Ap2 (2P)
95W) 450(Di)
Tekstur Lemnung Berpasir (Elevasi 300 - 500 m d ~ l ) YG-22/BA (LK)
145pe)
Dahlgren (1994) kini diketahui bahwa DTA bukanfah merupakan penciri untuk alofan yang secara umum keberadaannya ditunjukkan oleh puncak endotermik yang luas dalam daerah suhu rendah dan sering diikuti oleh puncak eksotermik pada suhu tinggi, sama seperti yang dijumpai pada mineral kaolin, tanpa adanya reaksi dehidroksilasi yang tegas pada suhu sedang. Hal ini terjadi karena kurva tersebut &an terganggu dengan adanya komponen tanah lainnya (Campbell et al., 1968 ahlam Paterson dan Swaffield, 1987), sehingga untuk alofan disarankan agar mengkonfirmasikan indentifikasinya dengan teknik lain seperti pelarutan kimia selektif, TEM atau infra merah (Paterson dan SwafEield, 1987). Kurva DTA dapat digunakan sebagai penciri untuk imogolit, yang menunjukkan reaksi yang sama dengan alofan, tetapi diikuti oleh reaksi endotermik pada suhu sekitar 400 "C dan reaksi eksotermik pada suhu tinggi yaitu sekitar 1000 "C (Paterson d m Swaflield, 1987; Dahlgren, 1994).
Menurut Wada dan Harward (1974), adanya puncak reaksi endotermik yang has antara 100 - 200 "C dan tanpa adanya reaksi endotermik antara 500
- 700 "C pada reaksi
beda t e d mineral liat, menunjukkan besarnya jumlah kelembapan higroskopis, tanpa dehidroksilasi yang tajam, membuktikan banyaknya jumiah silika amorf dalam fraksi Liat (Mitchell et al, 1964 &lam Wada dan Harward, 1974). Selain itu tidak adanya puncak eksotermik pada 900
-
1000 "C dalam DTA menurut Fieldes
(1955 ahlam Wada dan
Harward, 1974) membuktikan adanya silika dan alumina hidrus diskrit dalam liat halus amorf yang disebut alofan B. Penelitian di Jepang oleh Miyauchi dan Aomin (1964 dalam Wada dan Harward, 1974) pada fraksi liat dari tanah-tanah abu volkan muda, memperlihatkan bahwa fraksi (0.2 rnm memberikan puncak eksotermik sekitar 900 "C, sedangkan fi-aksi 0.2
- 2 mm hanya menunjukkitn reaksi eksotermik yang lemah bahkan
tidak sama sekali.
Mereka mengaitkan tidak munculnya reaksi eksotermik dengan
dominannya keberadaan kristobalit, felspar dan kuarsa serta menernukan bahwa puncak eksotermik tidak signifikan dengan keberadaan silika atau alumina diskrit. Fieldes dan Furkert (1966) mernperiihatkan bahwa kandungan sillca diskrit melebihi kandungan sililca kristalin seperti kuarsa dan kristobalit dalam fiaksi liat kasar pada beberapa tanah abu volkan Selandia Baru. Mereka meyakini keberadaan a l o h B sebagai silika amorf diskrit,
berukuran liat kasar, yang beberapa di antaranya diasumsikan berasal dari gelas volkan dzsorder dan felspar. Berdasarkan uraian di atas maka alofan tidak terbentuk di daerah penelitian. Hal ini diperkuat
pula oieh data dari metode pelarutan selektif yang menunjukkan bahwa
nisbah atom AVSi untuk semua contoh tanah yang d i d i s i s sekitar 0.17 - 0.86. Menurut beberapa pakar nisbah AVSi untuk alofan berkisar antara 1
-
2 (Parfitt et al, 1980;
Dahlgren et al.,1993). Dari analisis XRD terlihat bahwa adanya hematit pada beberapa horison agrik berlawanan dengan h a d pelarutan spesifik yang menunjukkan Nlai Feo selalu lebih besar daripada Fed. Jika Feo > Fed berarti tidak terdapat mineral besi Irristal, karena menurut Shoji et al. (1988) mineral besi kristal dapat diprediksi berdasarkan nilai selisih antara Fed
-
Meskipun prediksi iN tidak selalu benar, tetapi hal ini semakin memperkuat
Feo.
dugaan, bahwa adanya magnetit yang dilarutkan oleh pengekstrak oksalat menyebabkan tingginya nilai Feo. Selain itu, tingginya kadar ferihidrit pada tanah-tanah abu volkan kaya silika, seperti halnya pada tanah-tanah daerah penelitian ini, juga menyebabkan nil& Feo menjadi lebii tinggi, bahkan dibandingkm dengan Fed pada semua wntoh tanah yang diamati.
Kesimulan Sifat Iviinerakogi Tanah Berdasarkan hasil analisis mineral fraksi pasir diketahui bahwa susunan mineral lahan sawah dan lahan kering pada semua pedon hampir seragam. Mineral yang dominan di daerah penelitian pada tiga kelompok tekstur tanah yang diamati umumnya adalah plagioklas intermedier (andesin dan labradorit) (14
- 47%,
rerata 35%),
augit (7
- 20%,
rerata 12?40), amfibol (rerata 3%), magnetit (rerata a%), hiperstin dan kuarsa. Fragmen batuan merupakan komponen yang paling tinggi (38
-
58%, rerata 45%).
gelas volkan pada semua contoh tanah di daerah penelitian sangat rendah (0
Kandungan
- 3%).
Kandungan fiagmen batuan di lahan kering pada 3 kelompok tekstur di daerah penelitian selalu lebih tinggi daripada yang terdapat dalam tanah sawah. Semakin kasar
tekstur tanah, semakin tinggi kandungan fragmen batuan
Mineral utarna dalam fragmen
batuan adalah plagioklas. Nisbah MHL/MML. yang mencednkan tingkat pelapukan, menunjukkan bahwa pada lapisan olah tanah sawah umumnya adalah sawah yang ditanami 2 x padi > 3 x padi > 1 x padi
hlineral fraksi liat tanah, didominasi oleh mineral-mineral primer, terutama plagioklas (andesin d m labradorit), kristobalit, augit dan hiperstin. Mineral sekunder yang dijumpai adalah haloisit, kaolinit dan smektit.
Smektit hanya dijumpai pada tanah sawah
tekstur lempung berpasir, pada elevasi <250 m dpl. Alofan tidak terbentuk di daerah penelitian karena dalam contoh tanah yang dianalisis dengan metoda DTA, tidak memiliki puncak eksotermik yang jelas pada suhu 900
-
1000 "C. Data ini mendukung hasil analisis pelanttan selektif yang menunjukkan
nisbah atomik N S i < 1.
Sifat Mikromorfologi Tanah Pengamatan sifat mikromorfologi tanah memberikan sumbangan dalarn memafiami proses-proses yang berkaitan dengan pedogenesis.
DaIam penelitian ini tanah sawah
menjadi f o b s , terutama yang berkaitan dengan sifkt-sifat tanah khas seperti pembentukan tapak bajak, padas besiknangan.
Selain itu juga dikaji horison yang di lapangan
mencirikan sifat duripan, dengan mengevduasi sifat mikromorfologi untuk pembuktiannya, karena hasil kajian sifkt kimia dan mineralogi tidak memuaskan. Deskripsi sifat mikromorfologi tanah sebagaimana dikemukakan sebelumnya, mengacu pada Bullock et al. (1985). Dalam deskripsi mikromorfologi uraian terdiri atas:
(a) struktur mikro, (b) komponen mineral d a m , (c) komponen bahan organik dasar, (d) massa dasar dan (e) gejala pedologi (peabfeahrre). Hasil pengamatan mikromorfologi dari beberapa horison terpilih dari beberapa ~ e d o n disajikan , ddam Tabel 23 s/d 25. Uraian sat-sifat mikromorfologi ssecara ringkas untuk masing-maskg kelompok teksur tanah disajikan di bawah ini.
Tanah Pasir Berkerikil
Kelompok tanah pasir berkerikil ini diamati pada beberapa horison terpilih dari 3 pedon yaitu YG-4 (sawah 1 x padi), Y G - 8 (sawah 2 x padi) dan Y G - 1 3 (sawah 3 x padi). Uraian secara ringkas dikemukakan di bawah ini, dan hasil deskripsi disajikan dalam Tabel 2 3 . Beberapa kenampakan yang penting disajikan dalam Gambar 18.
La~isan Atas (AD. AB) Horison atas ketiga pedon yang diamati mernperlihatkan struktur mikro didominasi oIeh kersdgranuler (0.1 - 0.5 mm) yang terakomodasi baik - terakomodasi sebagian dengan pori planar void (0.05
packing void (0.1
-
- 1.OO mm).
Pada beberapa bagian juga dijumpai compound
1 . 0 mm), channel (0.05
-
2.5 mm).
Umumnya merniliki pedalitas
sedang. Fraksi kasar dari massa dasar lapisan atas terutama terdiri dari plagioklas, augit,
fragmen batuan dan sedikit mineral opak (magnetit) (Garnbar 18a, b). kebanyakan berwarna coklat kemerahan
fabrics.
- coklat kekuningan dengan
Fraksi halus
undrferenntianted b-
C/f related distribution adalah open porphyric dan gefirjc dengan c/f ratio
umumnya adalah 60 : 40. Komponen organik terdiri dari kotoran fauna Cfecal pellet) dan jaringan sisa akar. Gejala pedologi @edofeature)yang menonjol adalah banyaknya mineral plagioklas, augit dan fiagmen batuan yang sedang melapuk, sepexti yang terlihat pada horison Bsdm/YG-4 (Gambar 18c, d), tetapi jurnlah mineral-mineral tersebut lebih banyak.
Lavisan Bawah (Bsdm. Bw). Struktur mikro lapisan bawah umumnya gumpal membdat, tidak terakomodasi
-
terakomodasi sebagian, dengan pedalitas yang umumnya adalah lernah d m beberapa sedang. Komponen fraksi kasar hampir serupa dengan lapisan atas, tetapi umumnya didominasi oleh plagioklas dan augit (Gambar 18c,d). Fraksi halus coklat-kekuningan dan coklat-kemerahan umumnya adalah urzdfJerentiafed b-fabrics. C/f rutio berkisar antam
'Tabel 23. Desknpsi M~kromorfologiContoh Irisan Tipis Beberapa Horison pada Beberapa Pedon Terpilih Tekstur Modijier Pasu Berkerikil No. Preprat I Stnrktur-rnlkro Pedonl Horison I hregasi 1Terakorn.l Pedal. I
Void Bentuk IUkur.,
1 Massa Dasar rnd Frak. ~ 1 urn 0 IFrak. < 10 u d df 10 lPola Dist. Terkai( Kom. org
YG-4 (Sawah 1 x Padi) Pp (0 - 14 an) kersau baik sedang planavoid 50.250 plagioklas khan amwf 60 : 40 open potphyric ganulw sebqian cwnpound packing 100 - 1000 augit mikrolit pfurik magnetit fragnen batuan Bsdm (20.30 cm) gumpel wbagian - sedang .plana void 50 - 400 plagioklas bahan amorf 40 : 60 single space membulat Bdak lemah vugh 100 - 1000 liat ~wph~ric vesicle 200 - 1500 gefuric
YG-8(Sawah 2x Padi) 4-21Bsdm kersai (12 - 29 an)
Cdak
2Bwl (294un) gumpl
Cdak
kmi
gumpel
baik sedang
kotwan fauna
- banyak frapnen batuandan mineral
sisa akar
- pd hampir setiap pori terdpt selaput liat yang terimpreg. besi oksiddhidr.
- plagioklassedang melapuk, banyak
50.250 plagioklas 100 - 1000 augit
bahan wnmf 40 : 60 single space mikmlit parphyrrc gefuric
lemah planar void channel
50.250 plagiaklas 100 - 1000
bahan morf 65 : 35 closed pphyric sisa aka gefuric
sedang canpoundpacking 50 .300 plagioklas bahan morf 60 :40 gefuric void 100 - 1000 fragnen batuan mikrolil
sedang mekpuk
- neofcimasi minwal goetit pada pwi
lemah planavoid channel
YO-13 (Sawah 2x Padij
N A B (0-24 cm) kersai
Gejala Pedologi
kotwan fauna
- lwdapat s e p m i ukuran ped yg jelas pd bag. atas iriwn, ped lebih halus dibanding bagian bawah - selput besi lernah pada planar void - nodul besi - selaput liat pada pari
- bh induk terimpregnasi besi oksidd hickoksida hypocoaSng
kotwan fa- - terwat selaput liat h a h dan terna dan imptegnasi besi oksiddhidroksida sisa akar - tetdqrat butir-butirh i h dari rnagnetit - plagioklas dan augit yang melapuk
Gambar 18. Irisan Tipis Beberapa Horison pad^ Tekstur Modrfier Pasir Bderildl. (a) Fmgmen Batuan yang Sedaug Melapuk di antara \ I& PPL (YG-41.4~): (b) Seperti (a), XPL; (c) Augit Sedang Melap&. PPL (YG-7tApl (d) Sepexti (c), XPL; (e) Selaput Liat Lemah Meagid Pori,PPL (YG4Bsdm); (9 Sep~ti (e),XPL; (g)Coaring dan Hypamting Besi Oksida (h) Dkhiisi Terkait P o p b ~ ~PPL c, serta I@lling pada Chmnel, PP' (YG-41Bsdm); sI= selaput lief; (YG-812Bwl);W = freemen badrm: =@;a = aug& ob = besl OksM-Ma; hc= hyptmathgbesioksida
40
60 s/d 50 - 50
Bahan organik yang dijumpai umumnya adalah sisa-sisa akar,
sedangkan kotoran fauna tidak ditemukan atau sangat sedikit Gejala pedologi yang paling menarik pada horison Bsdm adalah pada hampir setiap pori terdapat selaput (coating) dan hypocoating serta inJili~ng liat lemah yang terimpregnasi oleh besi oksidahidroksida (Gambar 18e, f, g) berwarna cokfat-kemerahan sampai coklat kekuningan
Impregnasi besi oksidalhidroksida inilah yang menyebabkan
terjadinya pengerasan di horison Bsdm. Gejala pedologi pada 2BwUYG-8 adalah banyak dijumpai nodul membulat d m juga selaput besi, kuning-kemerafian serta adanya bahan induk (mineral plagioklas d m fkagmen batuan) yang terimpregnasi besi oksidahidroksida. Pola distribusi terkait (related disiTI'butionpattem) adalahpoiphyric (Gambar 18h), dimana butir-butir mineral dikelilingi atau di antara butir-butir tanah halus.
Tekstur Pasir Beberapa horison terpilih dari pedon YG-12 (lahan kering), YG-10 (sawah 1 x padi) dan YG-1 (sawah 2 x padi) pada tekstur pasir diamati. HasiI desicripsi disajikan ddam Tabel 24 dan diuraikan secara ringkas di bawah ini. Beberapa kenampakan yang penting disajikan dalam Gambar 19. Lapisan Atas (A
AQA
D i lapisan atas l&an kering (YG-12) terlihat struktur mikro kersai dengan 0 0.1 0.5 mm dan kubus membulat pada horison AB dan terakomodasi sedang, dengan pori compoundpacking wid. wgh, channel danptcaua void. Pedalitas baik hingga sedang. Pada YG-10 (Apl dan Ap2) struktur rnikro kersai terakomodasi sebagian dengan pedalitas baik hingga sedang, dengan baik cornpoundpacking void, serta channel.
Fraksi kasar pada kedua lapisan atas (YG-12 dan YG-10) hampir sama, terutama terdiri atas plagioklas, augit dan juga fkagmen batuan. Fraksi halus berwarna kecoklatan dengan undz3fSerentiated b-fabric.
C/frelateddistribution adalah open poiphyric (YG- 12)
dan enauiic (YG-10) seperti terlihat dalam Gambar 19a dimana agregat-agregat yang
'Tabel 24. Deslaipsi Mikromorfologi Contah Irisan Tipis Beberapa Horison pada Beberapa Pedon Terpilih Tekstur Pasu No. Preparat I Struktur-mikro PedonlHorimn Ibgregasl ITerakorn.1 Pedal. I YO-12 m a n Kni4a PIAB (0 4an) k m i
terakuncdpeckl compound packing sekgian wgh channel chwber
YG-10(Sawah Ix Padi) 41/42 (0- 17an)
kersai
Massa Dasar Void Bentuk IUkur., mm( Flak. >I0 urn IFlak. c 10 urr( dl 10 lPda Oist. Terkaid Kom. org
tmkuncd W l membulat
2Bw (22-110 an) Lapili kunpak tidak
100 - 500 plagioklas bahan mwf 70 : 30 open pphyiric kotwan fau - plqioklas dan augit &ng lOO~l50Oau@ na dan 100 1000 w e l i t sisa aka 100 500 fragnen batuan
lemah single packing vwh
melquk
-
sew campoundpacking 100.500 planavoid channel
Gejala Pedologi
plagioklas 100 - 1GUO augil 100- 1000
kotwan bahan mwf 60 :40 enaulic mikrolit ~ h ~ r i c fauna
- plagioklas dan augit sedang melapuk
50 - 250 plqioklas 1W-1000
silika mwfl 75 : 25 gefurik opal
- plagioklas dan augit melapuk - silika amwf (opal) mengimpregnasi masw d m silika amwf mengisi poci sebagai penyemen antara butir silika amarf rnengimpregnasi massa
Teneh
kompk
tidak
-
dasa
vush
50 250 plagioklas 100 1000
channel
54-90
l m h single packing
-
silika anorfl 65 .35 gefurik opal
- sana dengan lapili .tekentuk kristal baru (kristobalit?) oksida besi juga mengimpregnasi rnassa dasar
YO-I (Sawah 2x Padi) 41/42 (0 -17 an)
k m i baik gumpal sedang membulat
sedang compound packing 50 - 250 plqioklas bahan mwf 70 : 30 open paphyric sedang void fragnen batuan channel 100 - 1M)O augit
kotwan fau - plagiokias sedang melapuk na dan slsa aka
B e b e q ~Ilorkm ~ peda TeksIw P d . (a) DisIribusi Tekait Ennub, PPL (YG-lOIApl); (b) D i s t n i Takeit Ch*i PPL (YG-1OBqm); (c) S i Amorf (Opal)sobagai Pengisi di antara Butir-butir Mineral peda Lapili Dalam Duripsn, PPL (YG-1ORBqm); (d) Sepcrti (c), XPL; (e) Silika Amarf Mmg@qpd Massa Dasar
Gsmbar 19. Iriran T i *
-
S e p s b : ( g ). d e. n g a n S i a a r P a n t u l a n . m = W ~ ; v = p d . p = ~ a = ~ ; d w n = M mwgm
berbentuk tidak beraturan dari bahan-bahan halus berwarna gelap, berada di mang antar butir, yang merupakan ciri dari bahan-bahan yang tidak tersernentasi. C/f ratzo umumnya 65 : 30. Komponen organik terdiri dari kotoran fauna dan jaringan sisa akar.
Gejala pedologi yang menonjoI di lapisan atas seperti pada kelompok tekstur lainnya adalah banyaknya fiagmen batuan maupun mineral yang sedang mengalami pelapukan. Lavisan Bawah (Bsdm. Bam) Pada horison Bsdm, struktur mikro, void, massa dasar maupun gejala pedologi tidak berbeda dengam kedua kelompok tekstur lainnya.
Gejda pedologi Qxdofeature)
yang utama adalah terdapatnya selaput liat lemah ymg terimpregnasi oleh oksida dan hidroksida besi serta adanya nodul besi yang bertindak sebagai coating dan hypocoating pada pori yang menyebabkan horison ini memadas. Struktur mikro pada horison Bqm adalah kompak dan tidak terakomodasi dengan pedalitas yang sangat lemah. Komponen fiaksi kasar terdiri dari fiagmen batuan (lapili) dan mineral-mineral yang didominasi oleh plagioklas, augit, hipersten dan beberapa kuarsa. Fraksi halus berwama kekelabuan yang merupakan silika amorf (opal) dan coklat kemerahan (oksida dan hidroksida besi) yang umumnya adalah u&fferentintiated b-fabric. C/frutio berkisar antara 80 : 20 pada lapili dan 70 : 30 pada duripan. Relafed dzstrzbufion pattern umumnya adalah chitonic (Gambar 19b), dimana butir-butir mineral sebagian atau seluruhnya dikelilingi oleh bahan halus berwarna gelap.
Sebagian di antaranya adalah
gefiric. Pada lapili terlihat jelas sekali bahan silika amorf (opal) mengisi pori-pori antar mineral (Gambar 19c, d).
Seringkali tidak seluruh pori terisi oleh bahan amorf (19e).
Bahan silika amorf tersebut bertindak sebagai penyemen di antara butir-butir sebingga menyebabkan horison ini menjadi lebih padu (kompak).
Selain silika opal, oksida dan
hidroksida besi dan mangan juga bertindak sebagai penyemen, seperti yang terlihat pada lapisan padas yang terdapat di dasar d u r a n irigasi (Grunbar 19f, g, h). Sementasi yang terjadi dalam matriks duripan serupa dengan yang tejadi pada lapili yang terdapat dalam duripan tersebut (Gambar 20).
Bahkan beberapa di antara
Gambat 20. lrisan T i s pada Duipan (a) Bahan S i Amorf Sebagai Penyemen Bercampur deagan Besi Oksidahdroksida Sebagian S i Amorf Bakembang M*jadi S i Krktal, PPL (YG-IODBqm), (b) S e p d (a), XPL. Bahm Amorf Terlihat JeIas sebagai Jembatan Antar Butir Miner& (c) B a h Penyema pada Mat& Tanah, Menyebabkan m a n L e b i PaduKompak PPL (YG-IOIZBqm): (d) Se@ (c), ICPL; p = plagiddas; a = a#&so = sibla opal;k = krf.dd b a ~ .
bahan silika amorf yang mengisi pori-pori tersebut, telah berkembang menjadi kristal (kemungkinan kristobalit) (Gambar 20% b).
Silika amorf juga mengimpregnasi matriks
tanah menyebabkan duripan menjadi lebih padu d m sangat keras (Garnbar 20c, d).
Tekstur Lempung Berpasir Pada kelompok tekstur ini horison terpilih dari pedon YG-7 (sawah 1 x padi), YG5 (sawah 2 x padi) dan YG-6 (sawah 3 x padi) diamati. Hasil deskripsi disajikan dalam Tabel 25, dan diuraikan secara ringkas di bawah i d . Beberapa kenampakan yang penting disajikan ddam Gambar 2 1. Lauisan Atas (AD. AD& Horison atas ketiga pedon yang diamati memperliikan struktur mikro didominasi oleh kersai (0.2
- 0.5 mm) yang terakomodasi sebagian sampai tidak terakomodasi.
yang dominan adalah planar void (0.05
-
Pori
1.00 mm), dan pada beberapa bagian juga
dijumpai comparndpucking void (0.1 - 1.0 rnm), channel (0.05 - 1 5 rnm) dan juga w g h (0.1
- 0.5 mm).
Umumnya memiliki pedalitas lemah hingga sedang.
Fraksi kasar massa dasar lapisan atas terutama adalah plagioklas, augit dan beberapa fi-agmen batuan juga mineral opak (magnetit) Warn jumlah yang kecil. Fraksi halus kebanyakan berwarna coklat kemerahan - coklat kekuningan s/d coklat tua dengan
undrflerentiated &-fabrics. C/S rehted distribution adalah open porphyric dan gefirjc dengan Mratio umumnya adalah sekitar 50 : 50. Komponen orgadc lapisan atas terdiri
dari kotoran h n a CfecaZ pellet) dan jaringan sisa akar. Kotoran fauna sangat banyak menunjukkan tingghya alaifitas fauna (cacing) terutama pada YG-7(Gambar 21a, b). . Gejala pedologi yang menonjol seperti halnya pada kelompok tekstur pasir b e r k d adalah banyaknya mineral plagioklas, augit yang melapuk, tetapi fragmen batuan sedikit (Gambar 21c, d).
Pada horison Ap2NG-7 t e r b t jelas bahwa channel
'Tabel 25. Deskripsi MikromorfologiContoh Irisan Tipis Beberapa Horison pada Beberapa Pedon Tapilih Tekstur Lempung Berpasir No. Prepazll 1 Struklur-mlkro Pedonl Horiwn I P g q a s i ITerakom.1 Pedal. I YG-7 (Sawah lx Padi) 4 1 (0.7 cm) kersai
Void Massa Dasar Bsntuk IUkur., m d Frak. >10 urn IFrak. c 10 u d clf10 lPola Dist. ferkail Kom. org
Iwnah- plma void 50 - 400 plagioklas wdaw cwnpoundpecking 100 - 1000 augit channel 200 1500 Ap2 (7 - 15an) gumpal &ti sedang planar void 50 - 400 plagioklas m b u l a t sebagian lemah channel 100 - 1000 tidak s-ian
-
+
B s h (15 - 32 cm) rnasipl
lidak
kanpak
YG-5 (Sawah 2x Padi) 41\42 kmi (0 - 27 an) B s h (27 -40 cm)masip
lmah planar void channel
sebagian wdaq vugh channel
Mak gumpal lemah mmbulat
lemah plana void Imah vesicle d n g VUgh
-
50 - 250 pl@oklas 100 -750 aqit
bahan amwf 45 : 55 open pwphyric rnikrolit gebrik
kot, fauna - plqioklas dan augit sedang rnelapuk sisa aka - banyak butir-butirmineral
bahan maf 60 : 40 open pqhyric pfuric
kotwan fau - banyak kotwan fauna na dan -channel rusak oleh pengalah. tanah sisa aka plagioklas dan augit sedang rnelapuk - g'kt dan oksidebesi pd p u k a a n plagioklas yang rnelipuk - selaput besi hypocoatingpada planar void -clay GaGlting lemah, rnengisi poti - selaput liat terimpregnasibesi oksidd hidroksida - Qt tdeplesi besi pada bagan atas - pelapukanplqioklas dan augit
khan mwf 35 : 65 open pwphyric gefuric
100 - 500 plqoklas bahan mwf 40 : 60 gefuric 100 - 1000 augit rnikrolit f r q m n btuan 50 - 300 pl+klas 100 1000 augit 200 - 1000
-
Gejala Pedologi
bahan amwf 65 :35 @(uric
-
kotoran fau - ter+t selaput liat yg terlindungi oleh na dan olisida besi. sisa aka - selaput I& tersebut terar@at dr lap. bawah saat pengolahan - defomasi pwi, ke arah hwisontd - terdapat selaput liat lmah dan terirnpregnasibesi oksiddhibksida - nodul besi oksidalhidr, hypocoaSng - plqioklas rnelapuk dan terbtk gibsit pat% pmukaannya - t w t udara yg terperangkap pd mi caat wnmlahan tanah
lssn O& PPL MssnTipis Pada TelrsM L e m p w Ber~aaiu.(a) Kotaran Fauna psda Lap' (YG-71Apl); @) Sepati (a), 10 x (YG-7IApZ); (c) Plagioklas Sedsng MelPPL (YG-7IApl); (d) Sepati (c), W L ; (e) %bu Liat t Tmwetkaa yanB T& dsri Lapisan B a d Saat Pengolahsn Tenah, PPL (YO-SIApZ); (0S@ (e), W L ; (g) Selaput dm N d B&I pada Pori, PPL (YGd/Bsdm); @) Distribusi T a t , Gefurik, PPL (YG-61BsQI); M = lmloren feune; v = pod; p = plegioldes; sl = selaput lf& obm = besi dan
rusak oleh pengolahan tanah Pada permukaan plagioklas yang melapuk terlihat adanya neoformasi gibsit dan oksida besi amorf.
Juga dijumpai selaput liat lemah yang
terimpregnasi besi oksida/hidroksida ymg berasal dari lapisan bawah yang terangkat ke atas saat pengolahan tanah (Gambar 21e, f). Lapisan Bawah IBsdm). Struktur mikro lapisan bawah umumnya adalah masip atau kompak (tidak berstruktur), tidak terakomodasi.. Pada YG-5, juga di beberapa bagian dijumpai struktur mikro gumpal membulat yang terakomodasi sebagian hingga tidak terakomodasi, dan pedalitas yang umumnya lemah. Komponen fraksi kasar hampir serupa dengan lapisan atas, tetapi pada umumnya didominasi oleh plagioklas dan augit.
Fraksi hdus berwarna coklat-kekuningan d m
coklat-kernerahan umumnya um&fSerentiuted b-fabrics. Cflratio berkisar antara 35 : 65. Bahan organik di lapisan ini tidak dijumpai, meskipun dalam jumlah yang sangat terbatas terdapat sisa-sisa akar.
Related distribution pattern umumnya adalah gefiric (Gambar
Zlh). Gejala pedologi yang paling menonjol pada horison Bsdm, adalah deformasi pori yang mengarah ke lateral sebagai akibat pemadatan oleh pengolahan tanah di lapisan olah. Selain i t - , seperti halnya pada kelompok tekstur pasir berkerikil, pada hampir setiap pori terdapat coating dan hypocoating serta infilling liat lemah yang terimpregnasi oleh besi oksida/hidroksida berwarna coklat-kemerahan sampai coklat kekuningan sebagai penyebab terjadinya pemadatan (Gambar 21%). Selain itu terlihat jelas deplesi besi di bagian atas
irisan tipis, sehingga berwarna kekelabuan. Dari hasil pengamatan mikromorfologi di atas terlihat bahwa di lapisan atas
hampir semua pedon memiliki struktur kersai menunjukkan bahwa tingkat pelapukan masih rendah dan tingginya kandungan bahan organik serta aktivitas biologi tanah. Komponen-komponen kasar dari rnassa dasar pada hampir semua pedon mernperlihatkan komposisi mineralogi serupa yang didominasi oleh mineral plagioklas, clan
mineral-mineral feromagnesian (augit, hiperstin, dan hornblende). Tingginya kandungan
mineral-mineral tersebut rnenunjukkan bahwa tanah-tanah yang berasal dari bahan volkan ini merupakan tanah-tanah yang relatifmuda.
Komponen-komponen tanah halus terutama terdiri atas bahan
arnorf
d m besi
hidroksida yang dicirikan oleh und~flereniiafedb-fabric. Pada horison di bawah lapisan olah tanah sawah, ditemukan selaput liat (clay coating) di dalam pori dan clay infilling meskipun sangat tipis dan baur dengan birefringence
yang sangat rendah.
Seiaput liat tersebut menunjukkan terjadinya
pencucian dan akumulasi bahan-bahan halus akibat gerakan air dari lapisan olah ke lapisan bawah melalui pori.
Lemahnya selaput liat ini dapat disebabkan oleh rendahnya
kandungan liat di daerah penetitian (Tabek 12 s/d 17), terjadinya deposisi bahan-bahan tanah halus (liat dan debu halus) dari lapisan olah akibat aktivitas pengolahan tanah (Gambar 18e dan f). Pada lapisan Bsdm ditemukan besi oksidahidroksida dalam bentuk canting
-
hypocoating di pori (channel dan vugh) mencerminkan berlangsungnya kondisi reduksi d m oksidasi yang bergantian akibat penggenangan. Coating dan hipocwiing terbentuk oleh segregasi (pemisahan) besi yang disebarkan melalui matriks tanah dan pori tanah akibat pemindahan besi dari lapisan atas karena kondisi reduksi dan terjadi proses oksidasi besi yang berasal dari lapisan atas yang larut bersama air perkolasi menyebabkan terjadinya pengendapan Fe-oksihidroksida dalam pori. Rabenhorst et al. (1994) mengemukakan gejala tfeahrre) yang sangat mencolok pada tanah sawah adalah tejadinya segregasi Fe dan Mn oksihidroksida dalam massa dasar.
Dalam beberapa horison permukaan tanah terutama ditunjukkan oleh channel
typocoating yang berkaitan dengan oksidasi ion fero sekitar aka. yang menyertai transportasi
02.
Coating b hypocoating Fe-oksihidroksida di sekeliling akar hidup
disebut oxidized rhizosphere dan merupakan penciri tanah sawah. Stoop dan Eswaran (1985) memperlihatkan mobilitas Fe yang jelas pada tanah sawah yang tergenang selama beberapa hari. Bagian dalam ped berada dalam keadaan tereduksi, sehingga kebanyakan besi bergerak dari dalam ped ke permukaan clan diendapkan sebagai hypocoating p a d a p h dan channel akibat teroksidasi oleh 0
2
yang
umurnnya terdapat dalam pori-pori. Dalarn kondisi lebih basah air bergerak melalui pori, mengendapkan Fe-oksihidroksida pada dinding pori, sedangkan Mn yang lebih mudah tereduksi daripada Fe umumnya tercuci ke bawah profil atau terdapat sebagai nodul baur yang berwarna hitam. Semakin lama tanah dalam keadaan kering (sawah 1 x padi) semakin intensif proses oksidasi besi menyebabkan horison Bsdm lebih tebal dibandingkan dengan horison Bsdm pada sawah yang ditanami 2 kali padi dalam setahun (Gambar 7 , 8, 9, 12, 13 dan 14).
Pada horison Bqm terlihat jelas bahan penyemen yang mengisi pori-pori rnaupun yang meresap (berimpregnasi) ke dalam matriks tanah, yaitu silika amorf (opal) yang membuktikan bahwa padas tersebut memenuhi persyaratan sebagai duripan, sebagaimana dipersyaratkan dalam Talcsonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1975; 1998). Di daerah penelitian juga terlihat bahwa selain silika amorf oksida dan oksihidroksida besi juga mangan berperan sebagai bahan penyemen, menjadikan duripan tersebut lebih padu (kompak).
Hal inilah yang menyebabkan warna horison Bqm di
lapangan, agak kemerah-merahan.
Kesim~ulanSifat Mikromorfologi Tanah
Dari analisis mikromorfologi terlihat bahwa gejala pedologi yang menonjol pada lapisan atas adalah tingginya aktifitas biologi tanah dengan banyaknya kotoran fauna clan sisa-sisa akar. Selain itu terdapat banyak mineral primer yang sedang melapuk.
Pada hampir semua pedon yang diamati di lapisan atas baik di lahan sawah maupun bukan sawah, didominasi oleh struktur kersai (grander)
menunjukkan tingginya
kandungan bahan organik serta aktivitas biologi tanah dan tingkat pelapukan masih rendah. Pada horison Bsdm di tanah sawah yang ditanami 1 dan 2 x padi dalam setahun, terdapat selaput Liat dan selaput debu halus pada pori yang terimpregnasi oleh oksidaihidroksida besi pada hampir semua pori, bempa coating, hypocoating dan infilling, sebingga menyebabkan terjadinya pengerasan pada horison ini.
Pada duripan, bahan silika amorf (opal) merupakan penyemen utama, berupa selaput silika (silan) yang mengisi pori-pori antara partikel dan juga meresap dalam massa dasilr. Selain itu oksida dan hidroksida besi dan mangan, juga berperan sebagai bahan penyemen sehingga duripan berwarna kemerahan.
Proses Pedogenesis Tanah di daerah penelitian merupakan tanah muda yang barn berkembang, seperti terlihat dari hasil pengamatan di lapangan dan pengamatan sifat-sifkt morfologi, fisika, kimia dan mineralogi tanah seperti diuraikan sebelumnya. Tekstur tanahnya yang kasar hingga sangat kasar dengan kadar liat yang rendah (rata-rata < lo%), kandungan minerd mudah lapuk tinggi (35 - 40%) dan tingginya fiagmen batuan (35 - 45%) (Tabel 18 s/d 20) dengan fiaksi liat yang didominasi oleh mineral primer (Tabel 21 dan 22) merupakan beberapa ciri yang menunjukkan bahwa tanah-tanah di daerah ini masih baru berkembang. Proses pedogenesis tanah sawah tidak tedepas dari proses pedogenesis yang berlangsung sebelum tanah disawahkan, karena sebelum disawahkan tanah telah mengalami proses pedogenesis yang dipengaruhi oleh -or-faktor
pembentukan tanah.
Dalam tulisan ini, proses pedogenesis dibafias selain terhadap tanah sawah (dengan intensitas penanaman padi dalam setahun yang berbeda-beda) juga terhadap tanah yang tidak disawahkan (lahan kering) sebagai pembanding, berdasarkan kelompok tekstur tanah dan elevasi. Morfologi tanah sawah dan lahan kering terlihat sangat berbeda, khususnya pada kedalaman 0
- 60
cm. Perbedaan morfologi tanah tersebut disebabkan oleh pengolahan
tanah dalam keadaan basah (pelumpuran) dan pengaruh genangan air pada periode-periode tertentu sepanjang pertumbuhan tanaman padi, sehingga proses pedogenesis tanah sawah
dan Iahan kering berbeda. Dari hasil pengamatan sifat morfologi tanah yang telah diuraikan sebelumnya, terlihat bahwa pedon-pedon di daerah penelitian sudah terdapat diferensiasi horison yang jelas yang dihasilkan oleh proses pedogenesis.
Morfologi tanah di daerah penetitian
mernperlihatkan adanya diskontinuitas litologi karena berasal dari bahan letusan yang tejadi secara berulang-ulang dan merupakan ciri khas tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkan. Pada pedon dalarn kelompok tekstur pasir, baik di lahan sawah (YG-lo), maupun lahan kering (YG-12), dijumpai duripan pada kedalaman yang berbeda (Gambar 9). Pembentukan duripan jelas tidak dipengaruhi oleh penyawahan, melainkan terbentuk sebelurn tanah disawahkan, seperti terlihat dalam Gambar 11, duripan sejajar dengan lereng awal tanah, sedangkan padas besi/mangan, sejajar dengan permukaan teras sawah. Khusus pada tanah sawah, dijumpai 2 macam padas yaitu tapak bajak (Ad/Bd) dan padas besilmangan (Bsdm) (Garnbar 7, .8, 9, 10, 13 dan 14) yang pembentukannya sangat ditentukan oleh pengaruh air.
Kedua macam padas pada tanah sawah tersebut dapat
berada dalam satu pedon tetapi kebanyakan dalam satu pedon hanya dijumpai satu macam padas, kecuali pada profil tanah tertimbun (Gambar 9, 10, 13 dan 14). Perbedaan rnorfologi profil tanah dari pedon-pedon yang diamati di daerah penelitian disebabkan perbedaan faktor-faktor pembentukan tanah dominan. Faktor--or pembentukan tanah seperti pertama kali dikernukakan oleh Jenny (1941) adalah (1) bahan induk, (2) iklirn, (3) topografi, (4) organisme (vegetasi dan penggunaan lahan), dan (5) waktu.
Di daerah penelitian faktor bahan induk dianggap seragam karena berasal dari bahan letusan volkan Merapi, tetapi karena terdapat perbedaan tekstur yang mencolok seperti dipetakan oleh Dames (1955), maka dibedakan atas tekstur modafier pasir
bekerikil, tekstur pasir dan lempung berpasir.
Perbedaan tekstur tersebut diduga
berpengaruh terhadap proses-proses pembentukan tanah. Faktor iklirn ditunjukkan oleh 3 regim lengas tanah yaitu udik, ustik d m akuik (antralcuik) dengan regim suhu yang seragam yaitu isohipertermik. Topografi pada tanah sawah tidak terlalu berpengaruh karena rneskipun lereng awalnya berbeda, tetapi karena telab dilakukan penterasan atau didatarkan (lereng 0
-
1%) maka dianggap seragam.
Penganh topografi terutama
terhadap posisi pedon pada lereng asal (lembah) berpengaruh terhadap regim lengas tanah dan adanya akumulasi bahan-bahan tanah dari bagian atas.
Organisme (vegetasi dan
penggunaan Iahan) berpengaruh terhadap kondisi tanah. Dalam hal ini dibedakan antara lahan kering (umumnya berupa pekarangan danfatau kebun), dan sawah yang dibedakan atas 3 macam pola tanam (3 x padi, 2 x padi dan 1 penelitian dianggap seragam.
x
padi). Faktor waktu di daerah
Faktor-faktor pembentukan tanah tersebut, berpengaruh
terhadap proses-proses pembentukan tanah. Proses-proses pembentukan tanah menurut Simonson (1959) meliputi: (1) penambahan bahan organik dan mineral ke dalam tanah, dalam bentuk padat, cair ataupun gas,
(2)
kehilangan bahan organik dan mineral tersebut dari tanah,
(3)
translokasi
bahan-bahan tanah tersebut dari satu tempat ke ternpat yang lain, dan (4) transformasi (perubahan bentuk) bahan-bahan mineral dan organik dalam tanah.
Proses-proses
pembentukan tanah yang menunjukkan sifat dari proses tersebut oleh Buol et al. (1980) dibedakan atas 13 kelompok Di antara 13 kelompok tersebut, yang diduga berperan dalam proses pedogenesis di daerah penelitian adalah: (1) eluviusi (pemindafian bahanbahan tanah dari satu horison ke horison lain dan iZuviasi (penimbunan bahan-bahan tanah ddam satu horison),
(2) penctlcian
(hilang dari solum tanah) dan pengkayaan
(penambahan bahan terutama yang berasal dari sekitamya di dalam suatu horison), (3) erosi p e n n u h (pengikisan tapisax1 atas tanah) d m kurnuhi (penimbunan tanah atau
mineral di permukaan tanah oleh air atau angin), (4) lessivage (pencucian Liat atau debu halus dalam bentuk suspensi melalui pori-pori atau rekahan tanah), (5) dekornposisi (penghancuran bahan mineral dan bahan organik) dan s~ntesis(pembentukan partikel mineral dan bahan organik baru), (6) meCanisa5 (pembentukan wama gelap karena pencampuran dengan bahan organik), (7) braunzj?kmi (pelepasan besi dari mineral primer dan dispersi partikel-partikel besi oksida yang makin meningkat) sehingga terbent& warna coklat dan gleisasi (reduksi besi dalam keadaan m o b i k sehingga terbentuk warna kelabu dengan atau tanpa karatan atau konkresi dan (8) hardening (pengisian pori-pori tanah oLeh bahan-bahan halus sifka, besi oksida dan lain-lain atau pengurangan pori akibat pemada-1. Menurut Kanno (1978) proses-proses yang sangat penting pada tanah yang disawahkan adalah pengamh kondisi redoks, penambahan dan pemindahan komponen-
komponen kimia dan partikel-partikel tanah, perubahan sifat fisik, kimia d m mikrobiologi karena adanya irigasi
Dengm perkataan lain gleisasi dan eluviasi, pembentukan karatan
(iluviasi dalam keadaan teroksidasi dan segregasi dan separasi besi dan mangan), greisasi, pembentukan tapak bajak, degradasi, pembentukan kutan, redistribusi basa-basa tukar, akumulasi (atau dekomposisi) dan alterasi bahan organik serta proses-proses lain yang menyebabkan diferensiasi prom tanah sawah. Pada tanah-tanah sawah yang berdrainase baik, sekuen horison tipikal terdiri atas horison eluvial yang tereduksi yang meliputi lapism olah dan tapak bajak @aik pucat maupun tidak pucat); horison iluviasi yang umumnya teroksidasi; horison iluvial yang tereduksi (Koenigs, 1950, Grant, 1965; Kanno, 1978).
Tetapi karena ada perbedaan
dalam sifat tanah asal dan fkktor yang berpengaruh, maka tidak semua horisonflapisan yang disebutkan di atas dapat selalu terbentuk pada setiap profil tanah yang disawahkan Proses gleisasi di tanah-tanah sawah di daerah penelitian berlangsung lemah sehingga tidak terbentuk horison glez (Adg, Bg, Cg) karena tekstur tanahnya yang kasar (berpasir) disertai adanya fiagmen batuan (kerikil, kerakal, batu dan batu besar) dalam horison, menyebabkan drainase tidak terlalu terhambat
Selain itu tanah-tanah sawah di
daerah penelitian jika dalam 3 - 4 hari setelah diairi, tidak mendapat pasokan air baik dari
air irigasi maupun dari air hujan, maka tanah-tanah tersebut segera kekeringan, menyebabkan proses gleisasi kuat tidak terjadi.
Keadaan ini mengundang terjadinya
oksidasi besi pada lapisan padas bedmangan, maupun dalam lapisan olah, menyebabkan lapisan padas besi menjadi bertambah tebal. Hanya pada tanah sawah yang dekat dengan sumber air yang berada di lembah (YG-2) yang memiliki horison glei (Bg dan Cg) meskipun warnanya tidak mendukung
(kroma 1 tetapi value 3), namun karena horison-horison tersebut memberikan reaksi positif dengan aa-dipiridil sehingga memenuhi syarat sebagai horison glei, seperti yang ditentukan dalam Soil Survey Division Staff(1993).
tegak lurus dinding). Selanjutnya terjadi akumulasi/neoformasi mineral liat dalam rekahan (kristal sejajar dinding) dan d a l m void berdekatan. Akumulasi diduga disebabkan oleh transportasi. Menurut Mulyanto (1995) pada mineral dalam kelompok piroksin (hiperstin dan augit), pelapukan diawali dari bidang belahan dan rekahan. Bahan bentukan baru dengan warna interferensi kuning (ordo kedua) terlihat sebagai selaput pada bidang terlapuk, terutama pada rekahan.
Besi yang dibebaskan dari peiapukan piroksin
mengimpregnasi massa dasar. Hal ini juga terlihat dalam Gambar 18g. Pelapukan plagiokias dan augit terutama disebabkan oleh pengaruh air yang masuk melalui pori, terutama oleh proses hidrasi dan hidrolisis terhadap kation-kation basa dalam struktur mineral
Apabila jumlah Al dan Si yang dibebaskan dari proses pelapukan
tersebut berada dalam jumlah sebanding &an terbentuk haloisit (Buol et al., 1980). Genesis Tanah Lahan Kering Proses-proses pedogenesis yang berperan penting pada lahan kering adalah terjadinya pengkayaan bahan-bahan yang berasal dari sisa-sisa tanaman, maupun adanya suplai abu voIkan yang diendapkan oieh angin yang terjadi secara berulang-ulang saat tejadi ietusim, dekornposisi bahan-bahan mineral maupun bahan organik diikuti dengan sinieszs yaitu pembentukan partikel mineral atau bahan organik baru, serta melanisasi
yang menyebabkan tanah berwarna gelap. Proses eluviasi bertangsung lemah demikian pula halnya dengan iluviasi, sehingga berdasarkan analisis sifat fisik t
a kadar liat lebih
tinggi pada lapisan atas, dibandingkan dengan lapisan bawah (Tabel 9 s/d 11). Tingginya
nilai kejenuhan basa pada lapisan atas (rata-rata >SO%)
(Tabel 12 s/d 14) disebabkan oleh
rendahnya pencucian selain karena tingginya basa-basa yang berasal dari mineral batuan induk.
Berdasarkan analisis mineralogi fkaksi pasir (Tabel 18 s/d 20), mineral yang
dominan di daerah penelitian adalah plagioklas intermedier (andesin dan labradorit) serta augit yang kaya basa-basa. Sintesis bahan-bahan diawali dengan dekomposisi bahan-bahan mineral dan bahan organik melalui pelapukan. Dari pengamatan milcromorfologi tanah terlihat jelas banyak
sekali mineral-mineral feromagnesian yang sedang melapuk dan mulai terbentuk mineral
baru seperti gibsit, besi oksida dan hidroksida (Gambar 18a, b, c, d, 21c, d). Struktur mikro tanah, didominasi oleh kersai dengan porositas yang tinggi. Banyaknya kotoran fauna dan sisa-sisa jaringan tanaman dalam pengamatan irisan tipis menunjukkan aktivitas fauna cukup tinggi menyebabkan kadar C-organik pada lapisan atas tanah-tanah yang tidak disawahkan menjadi tinggi. Dari analisis sifht kimikimia diketahui bahwa tanah-atas lahan kering memiliki kadar C-organik rata-rata > 1.5 %- (Tabef 12 s/d 14). Proses-proses pedogenesis tersebut di atas menghasilkan epipedon moiik pada kedalaman 0
- 40
cm (Tabel 27).
Proses-proses tersebut terjadi pada semua kelompok
tekstur dan pada dua ketinggian yang berbeda. Menurut Soil Survey Staff (1999) epipedon molik merupakan horison permukaan yang relatif tebal, berwarna gelap, kaya humus,yang kation-kation bivaien dominan dalam kompleks pertukaran
dan
tingkat
perkembangan
struktur
lemah
hingga
hat.
Terbentuknya epipedon molik pada tanah-tanah a h volkan di daerah penelitian ditunjang oleh pencucian yang kurang intensif disebabkan oleh curah hujan yang tidak begitu tin&. Kation ca2+berasal dari plagioklas intermedier (andesin dan labradorit) yang mendominasi mineral fraksi pasir dan juga dari augit. Menurut Richardson (1989 &lam Fanning dan Fanning, 1989) epipedon molik seringkali dijumpai di daerah padang rumput yang berakar serabut dan rapat hingga kedalaman 75 c m dari permukaan tanah. Akar rumput menghasilkan asam humat yang tinggi dibandingkan dengan asam elvat di horison A,
sehingga tanah-tanah i d
mengandung bahan humik dengan kalsium yang tinggi. Ca-hurnat menyebabkan warna tanah menjadi hitam.
Ca-humat dapat mengikat partikel-partikel bahan organik pada
silikat sehingga membantu mengawetkan bahan organik. Tanah-tanah hutan tertentu di
iklim semi-arid atau pada daerah berbahan induk kalkareus dapat juga sesuai untuk pembentukan MoPsol, jika biota tanah mampu mencampur bahan organik cukup dalam. Dengan dernikian genesis Mollisol melibatkan dekomposisi bahan organik yang berlangsung dalam tanah terutama dari akar rumput, dalam keberadaan kalsium, phytocyclzng,
faunal
pedoturbatzon
dan
eluviasi-iluviasi
(Richardson, 1989 ahlam Fanning dan Fanning, 1989).
ddam
waktu
tertentu
Pada horison bawah, proses iluviasi liat berlangsung lernah seperti dikemukakan di atas, baik pada regim lengas udik maupun ustik, sehingga tidak terjadi peningkatan bahanbahan liat tetapi justeru kadar liat lebih tinggi pada lapisan atas, dibanding lapisan bawah (Tabel 9 s/d 11). Karena bahan-bahan didominasi oleh pasir dan pasir bercampur kerikil dan batu dengan kadar liat yang rendah serta kadar bahan organik relatif rendah, meskipun telah terbentuk struktur, tetapi perkernbangannya masih sedang hingga lemah dengan konsistensi gembur sampai lepas (Tabel 5,6,8). Proses penting yang terjadi dalam lapisan bawah lahan kering adalah dekomposisi atau pelapukan mineral terutama silikat.
Unsur-unsur yang dibebaskan mengalami
pencucian ke bagian bawah profil tanah, meskipun tidak terlalu intensif, menyebabkan tejadinya akumulasi unsur-unsur yang kurang larut temtama Fe dan Al. Meningkatnya Fe bebas (Tabel 15 s/d 17) menyebabkan warna tanah menjadi coklat (braunifikasi). Proses semacam ini menurut van Ranst (1991) mencerminkan genesis horison kambik. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah, nitai kejenuhan basa lapisan ini tinggi (> 50%), karena memiIiki sumber mineral ferornagnesian (Tabel 18 s/d 20) yang kaya basa. Pada lapisan bawah pedon YG-12 (tekstur pasir) tejadi proses pengerasan yang menyebabkan terbentuknya duripan. Karena duripan dapat dijumpai pada lahan kering, maupun lahan sawah maka akan dibahas dalam bagian akhir sub bab ini.
Genesis Tanah Sawah Dalam proses pembentukan tanah sawah, iluviasi dalam keadaan reduktif memainkan peranan yang penting dalam diierensiasi horison, terutama pembentukan tapak bajak, noda-noda karatan, selaput d m noda-noda kelabu (Gong, 1986) dan pembentukan padas besi/mangan. Tanah sawah berbahan kasar pada lereng yang diteras, memiliki drainase tanah yang baik di lapisan bawah, sehingga tidak menunjukkan gejala hidromorfisme. Drainase yang semula cepat menjadi agak terhambat akibat pembentukan tapak bajak
Setelah
periode penanaman padi berlangsung dalam waktu yang lama, horison iluviasi Fe dan Mn terbentuk ddam tapak bajak, serupa dengan horison plasik (Wada dan Neue, 1988),.
Horison tanah di bawah horison iluviasi tidak terpengaruhi oleh air perkolasi. Semua ion IWn2' dan ~ e ' ' yang bereluviasi dari lapisan olah diendapkan dalam tapak bajak dalam
bentuk oksida dan hidroksida Fe dan Mit
Hal ini sejalan dengan temuan Mitsuchi, (1974
dafam Wada dan Neue, 1988).
Dari pengamatan sifat morfologi tanah di daerah penelitian (Garnbar 7, 8, 9, 12, 13 dan 14) dapat digambarkan pola umum sekuen horison yang dijumpai dalam profil
tanah sawah di daerah penelitian adalah sbb: 1)
sawah 3x padi: Ap-A(B)d-Bw-C atau Ap-Ad-3w-Bg-Cg
2)
sawah 1 dan 2 x padi: Ap-Bsdm-Bw-C dan
3)
khusus pada YG-10 yang m e m i l i duripan: Ap-Bsdm-Bqm-C
Dari susunan tersebut terlihat adanya diferensiasi horison yang jelas pada profil tanah sawah yaitu lapisan olah, lapisan tapak bajak, lapisan padas besi.mangan, lapisan tanah asal (yang tidak dipengaruhi penyawahan).
Duripan dapat dijumpai pada lahan
sawah maupun lahan kering. Uraian genesis masing-masing horisodapisan tanah untuk semua kelompok tekstur dan elevasi yang berbeda, disajikan di bawah ini.
Genesis Lapisan Olah Lapisan olah merupakan lapisan paling atas dari tanah sawah yang diolah dalam keadaan basah dan digenangi hampir secara terns-menerus selama pertumbuhan tanaman padi, memiiiki kandungan bahan organik yang tinggi (terjadi kondisi reduksi), dan kering pada saat panen padi (tejadi kondisi oksidasi), sehingga mengalami kondisi reduksioksidasi secara bergantian.
Kondisi ini berhgsung beberapa kali dalam setahun,
tergantung dari intensitas penanaman padi cIala.cn setahun. Lapisan ini merupakan lapisan yang sangat mengalami perubahan dan gangguan setiap musim penanaman padi karena selalu &olah dalam keadaan basah (melumpur) sehingga struktur tanah menjadi rusak. Proses-proses genesis yang berlangsung pada lapisan ini &ah lessivage, dekomposisi, sintesis, melanisasi dan gleisasi.
eluviasi, pencucian,
Proses yang paling dominan
adalah proses eluviasi dalam keadaan tereduksi. Kandungan bahan organik yang tinggi
dalam lapisan olah yang berasal dari sisa-sisa akar dan jerami padi, mempercepat proses reduksi
Pengolahan tanah dalam keadaan basah menghancurkan agregat-agregat tanah
menyebabkan partikel-partikel tanah yang halus (debu dan liat) mengalami ehviasi ke lapisan bawah. Selain itu karena tanah dalam keadaan tergenang, maka sebagian besar lapisan ini berada dalam keadaan reduksi (kecuali 1
-
2 mm bagian paling atas yang
bersifat oksidasi). Mangan dan besi masing-masing sebagai h4n2' dan ~ e ' ' tercuci ke lapisan bawah bersama air perkolasi, sehingga terjadi proses eluviasi mangan dan besi dalarn keadaan tereduksi. Menurut Mitsuchi (1974 dalam Kanno, 1978) sebagian besi fero (Fez') tertinggai di iapisaan olah menyebabkan tanah berwarna kelabu (graytation). Pada saat sawah dalam keadaan kering sebagian besi fero yang tertinggal di lapisan otah mengalami oksidasi sehingga membentuk karatan Fe yang berwarna kuning-kemerahan. Pada lapisan olah juga terjadi penambahan lumpur yang berasal dari air irigasi, sehingga kandungan bat menjadi lebih tinggi di Lapisan ini, dibandingkan dengan horison di bawahnya (TabeI 9
- 11).
Dari pengamatan mikromorfologi terlihat bahwa gejala pedologi yang menonjol pada lapisan ini adalah tingginya jumlah mineral plagioklas dan augit serta fragmen batuan yang sedang melapuk (Gambar 18%b, c, d, 21c, d), dan tingginya aktivitas biologi yang ditandai oleh kotoran fauna (Gambar 21% b) dan sisa akar, serta hancumya pori-pori berbentuk cAmrnel akibat pengolahan tanah. Karena tekstur tanahnya yang kasar maka tanah-tanah di daerah penelitian tidak dijumpai warna g l zyang nyata (kroma C2 dan value >4).
Genesis La~isanTavak Baiak Di daerah penelitian lapisan tapak bajak u m m y a dijumpai pada tanah sawah yang
ditanami padi 3 kali &lam setahun. Pada tanah sawah yang ditanami padi 1 dan 2 kali
&lam setahun, tap& bajak mengalami berkembang menjadi padas besi. Lapisan tapak bajak merupakan lapisan yang berada di bawah lapisan OM,&pat merupakan b e a n dari horison A (eluvial) atau horison B (iluvial) atau keduanya, meskipun umumnya lebih mirip dengan horison A. Lapisan ini tidak dianggap sebagai
horison genetik tersendiri dalam Taxonomi Tanah, hingga edisi kedelapan (Soil Survey Staff, 1998), maupun dQam Soil Survey StaE(1999). Proses pedogenesis yang dominan dalam lapisan tapak bajak adalah iluviasi bahanbahan yang berasal dari lapisan olah di atasnya. Penghancuran agregat-agregat tanah di lapisan olah akibat pengolahan tanah ddam keadaan basah dan terjadinya pengendapan bahan-bahan halus dari lapisan olah menutupi pori-pori makro sehingga jumlah pori makro berkurang, sedangkan pori mikro meningkat serta tekanan oleh kaki manusia dan hewan penarik bajak menyebabkan lapisan ini menjadi padat. Pembajakan di lapisan olah selalu dilakukan dengan kedalaman yang hampir sama menyebabkan lapisan tapak bajak ini menjadi semakin padat, karena tidak terganggu oleh pembajakan. Terjadinya pemadatan pada lapisan ini dibuktikan oleh tinggginya nilai bobot isi dibandingkan dengan lapisan olah, maupun horison di bawahnya (Tabel 9
-
11).
Proses pedogenesis ini mengarah
kepada pembentukan horison agrik. Dalam lapisan tapak bajak juga terjadi pencucian mangan dan besi ke lapisan di bawahnya.
Di Iapisan ini juga dijumpai karatan yang menunjukkan terjadinya proses
oksidasi besi yang berasal dari besi fero yang tertinggai di lapisan ini. Menurut M o o m dan van Breemen (1978) tapak bajak tidak terbentuk dalam tanah bertekstur sangat berpasir karma kohesi di antara butir-butir pasir rendah sehingga sulit merekat. Namun dernikian, dalam penelitian ini tap& bajak juga terbentuk pada semua tekstur yang diamati, termasuk pada tekstur m d f i e r pasir berkerikil, ha1 ini karena terjadinya perekatan antara butir tanah oleh silika, besi dan mangan. Tingginya kandungan Si dalam tanah-tanah di daerah penelitian (Tabel 15 s/d 17) membuktikan tejadinya perekatan antar butir-butir tanah, sekalipun tidak sekuat seperti yang terjadi dalam duripan.
Genesis Horison Padas Besi/Man~an
Di daerah penelitian horison ini terletak di bawah lapisan olah, dijumpai pada tanah
sawah yang ditanami padi 1 dan 2 kali padi dalam setahun.
Horison ini merupakan
perkembangan lebii lanjut dari lapisan tapak bajak, akibat terjadinya sementasi besi dan
mangan, serta bahan-bahan lain.
Tingginya bobot isi dalam horison ini dibandingkan
dengan horison di atas dan di bawahnya (kecuali jika terdapat duripan) (Tabel 9 - 1I ) membuktikan ha1 ini.
Horison ini oleh Kanno (1978) disebut sebagai horison iluviasi
oksidatif karena terbentuk dalam kondisi oksidatif dalarn tanah sawah yang berdrainase baik dengan muka air tanah > I meter. Apabia tanah yang disawahkan berdrainase baik dengan muka air tanah dalam, seperti di daerah penelitian, maka ~e'' dan Mn2' yang tercuci dari lapisan olah, akan dioksidasi oleh oksigen yang ada dalam lapisan di bawahnya, sehingga keduanya mengendap sebagai oksida dan hidroksida - ~ e ~dan ' -Mn3'.
Pengendapan tersebut
berlangsung sejalan dengan sifat oksidasi-reduksi dari Fe dan Mn, yaitu Fe akan dioksidasi pada potensial redoks yang lebih rendah dari pada Mn, sedangkan Mn akan dioksidasi pada potensial redoks yang lebih tinggi. Akibatnya, terbentuk suatu pemisahan lapisan yang nyata yaitu di bagian atas berwama kuning kecoklatan dengan komponen Fe yang dominan, sedangkan di bagian bawah berwama kehitaman dengan komponen utama adalah M. Ddam pengamatan irisan tipis, gejala pedologi yang menonjol pada horison ini
adalah dijumpainya selaput kit l e d yang terimpregnasi oleh besi oksida-hidroksida berupa coating, hypocwting dan infilling pada pori (Gambar 18 e, f, 3 lg). Pada hampir semua pori terjadi gejala serupa sehingga menyebabkan horison ini padat dan mengeras.
Horison ini hanya dijumpai pada sawah yang ditanami 1 dan 2 kali padi, ha1 ini berkaitan dengan kondisi kering yang berlangsung l e b i lama sehingga kondisi oksidasi l e b i dominan menyebabkan Fe dan Ivfn teroksidasi dan mengendap dalam jumlah yang besar sehingga bersifat sebagai perekat butir-butir t d .
Pada Gambar 18g terlihat
adanya coding clan hypocoding besi oksidahidroksida pada channel serta terjadinya pengisian (infilling) pori oleh bahan-bahan tersebut menyebabkan terjadmya sementasi. Di daerah penelitian, horison ini sangat keras dan kokoh jika kering, tetapi hancur
jika lembab atau basah, sehingga memiliki sifat tanah fi-agik. Meskipun memiliki sifat tanah fragik, tetapi horison ini tidak termasuk firagipan karena memiliki tebal kurang dari 15 cm dadatau jarak lateral akar satu sama lain yang terdapat dalam horison ini kurang
dari 10 cm.
Sifat fiagik ini disebabkan karena tanah-tanah di daerah penelitian
berkembang dari bahan volkan yang banyak mengandung silika (Tabel 7), sehingga pa'da lokasi-lokasi tertentu dapat terbentuk duripan.
Genesis Duripan Duripan merupakan horison bawah permukaan yang tersementasi oleh silika sampai tingkatan demikan rupa sehingga fragmen yang kering-udara dari horison tersebut tidak hancur selama perendaman yang lama dalam air maupun dalam HCI atau NaOH/KOH.
D i daerah penelitian, duripan dijumpai pada Lokasi-lokasi tertentu baik pada pedon lahan sawah maupun lahan kering. Penampang melintang duripan memperlihatkan pola yang sejajar dengan lereng awal dan mempunyai ketebalan yang bervariasi, tetapi umurnnya pada bagian bawah lereng, duripan tersebut semakin tebal (Gambar 11). Menurut van Breemen et al. (1991) duripan biasanya dijumpai sebagai bagian dadatau dalam asosiasinya dengan horison kalsik. Duripan terbatas pada iklim ustik dan
iklim lebih kering, dan dijumpai pada Ustolls, Xerolls dan Aridisols. Dwipan terbentuk karma adanya pengendapan s i b amorf pada kedalaman tertentu dalam profil tanah. Semen silika biasanya berasal dari batuan vollcanik kaya-gelas atau dari hasil pelapukan mineral-mineral felspar dan ferornagnesian (Flach et al., 1969). Pengendapan silika amorf terjadi jika konsentrasi &Si04 dalam larutan lebih dari 120 mg/l (1,25
mmol/l).
Konsentrasi tersebut hanya dapat dicapai oleh evaporasi air yang
mengandung siIika. Hal ini menunjukkan bahwa duripan hanya terbentuk pada d a d dengan pexiode kering yang nyata. Di sisi lain, pembentukan duipan membutuhkan lengas yang cukup untuk pelapukan mineral primer dan untuk pengangkutan silika yang larut, tetapi iklim tidak boleh begitu basah sebingga silika yang larut dapat tercuci (van Breemen et al., 1992). Keadaan ini sesuai dengan kondisi daerah peneiitian.
Duripan terbentuk pada kedalaman pembasahan yang maksimum, oleh karena itu terdapat pada kedalaman yang dangkal dalam lingkungan yang lebih arid. Silika tidak terakumulasi dalam channel atau pori tetapi meresap (terimpregnasi) ke &am massa-
dasar, dan membentuk fabrik spongy (van Breemen et al.. 1992)
Di daerah penelitian
silika amorf juga terakumulasi dalam pori sebagai selaput silika (silan) (Gambar 19c, d, e), selain meresap dalam massa dasar (Gambar 20a, b, c, d). Silika dalam duripan yang baru terbentuk umumnya adalah opal (silika terhidrasi yang bersifat amorf), yang dapat berlaistal sebagian menjadi kalsedoni (kuarsa laiptokristalin) atau laistobatit (Gambar 20a, b).
Duripan biasanya mengandung kalsium
karbonat, tetapi beberapa hampir tidak mengandung kalsium karbonat sama sekali, sedangkan lainnya merupakan transisi menjadi horison petrokalsik. Beberapa di antaranya berasosiasi dengan akumulasi besi, terutama dalam iklim ustik (van Breemen et al., 1992). Hal ini terlihat dari warnanya yang kemerahan, seperti yang dijumpai di daerah penelitian. DaIam duripan yang tidak berkembang dengan baik, sementasinya terbatas sebagai nodul opal yang terisolir (durinodes). Duripan yang perkembangannya lemah, masih dapat ditembus dengan sekop, tersusun oleh opal yang sangat terhidrasi atau sedikit tersementasi. Dalam iklim yang lebih humid (ustik-udik), duripan mempunyai siEat hansisi dengan sifat fiagipan. Van Wambeke (1992) mengernukakan bahwa duripan sangat urnurn dijumpai
dalam tanah-tanahyang berasal dari bahan volkan yang dalam pelapukannya membebaskan sejumlah besar silika yang berakumulasi dalam tanah bawah, dimana perkolasi air terhenti.
Tanah-tanab tersebut umumnya mempunyai regim lengas ustik.
Uraian di atas juga menjelaskan perihal dijumpainya padas dalam pedon YG-12 yang merupakan lahan kering. Pembentukan duripan tidak dipengaruhi oleh penyawahan. Duripan di daerah penetitian pada pedon lahan sawah dijumpai mulai pada kedalaman 22 cm (pada YG-10) sedangkan pada lahan kering (YG-12), pada kedalaman 40 sampai dengan 170 cm, kemudian di bawahnya dijumpai horison 2Bw, menunjukkan bahwa 170 cm tersebut merupakan kedalaman maksimum pembasahan ymg &pat dicapai dalam pedon tersebut. Pembentukan padas berlangsung ke arah atas sejalan dengan penimbunan silika yang ada.
Hal ini juga menjelaskan mengapa di beberapa tempat di d a d
penelitian, tejadi bahwa kedalaman padas semrtkin dangkaI ke perm-
tanah.
Di daerah penelitian selain silika amorf, oksida dan hidroksida besi juga mangan berperan sebagai penyemen (Gambar 19f,g,h) sehingga warna duripan agak kemerahmerahan dengan bercak-bercak kehitaman. Kesimpulan Proses Pedo~enesis Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pedon-pedon di daerah penelitian telah mengalami diferensiasi horison yang jelas yang dihasitkan oleh proses pedogenesis. Proses pedogenesis tanah sawah tidak terlepas dari proses pedogenesis yang berlangsung sebelum tanah disawafikan. Proses
pedogenesis pada
lahan
kering
adalah
pengkayaan bahan-bahan,
dekomposisi bahan mineral dan bahan organik, melanisasi, eluviasi dan iiuviasi serta pencucian (meskipun lemah). Pada lapisan atas dijumpai banyak mineral yang sedang mefapuk, membentuk mineral baru seperti besi oksida dan hidroksida clan membebaskan basa-basa. T i g i n y a aktivitas fauna pada bahan volkan kaya basa-basa, di lapisan atas menyebabkan terbentuknya epipedon molik.
Pelapukan mineral, membebaskan unsur-
unsur yang kemudian tercuci ke lapisan bawah (sekalipun tidak intensif), menyebabkan akumulasi Fe dan Al-oksida, sehingga tanah bemarna coklat (braunifikasi) dan terbentuk horison kambik. Proses yang pen-
dalam lapisan olah tanah sawah addah reduksi (saat diolah
clan digenangi selama pertumbuhan padi) dan oksidasi (saat kering) yang terjadi secara bergantian.
Proses pedogenesis yang lain adalah eluviasi, pencucian, lessivage.
dekomposisi, sintesis, melanisasi dan gleisasi. Yang paling dominan adalah proses eluviasi
dafam keadaan tereduksi, selain tejaclinya pengkayaan (penambahan lumpur) dari air irigasi menyebabkan kandungan liat lapisan ini l e b i tinggi daripada horison di bawahya. Proses gleisasi tidak begitu nyata karena tanah bertekstur pasir dan berdrainase baik. Di lapisan tapak bajak terjadi iluviasi bahan-bahan yang berasal dari lapisan olah, menyebabkan terjadinya pemadatan. Selain itu juga terjadi pencucian besi dan m a n ke lapisan bawah.
Besi fero yang terthggal di lapisan ini dalam keadaan teroksidasi
membentuk karatan.
Padas besi/mangan yang merupakan perkernbangan lebih Ianjut dari tapak bajak, mengalami proses pedogenesis yang serupa dengan tapak bajak tetapi disertai sementasi oleh besi dan mangan sehingga horison ini lebih padat dan lebih keras.
Berdasarkan
pengamatan mikromorfologi, sementasi yang terjadi, berupa iluviasi hat yang lemah yang terimpregnasi oleh besi oksida-hidroksida berupa coating, hhypocoating dan ir~fiiling. Di Iapisan ini terjadi pemisahan yang jelas antara karatan dan nodul besi (di bagian atas) dan mangan (di bagian bawah).
Klasifikasi Tanah Penyempumaan klasifikasi tanah sawah telah lama diupayakan oleh USDA, melalui Komite Intemasional untuk Tanah-tanah yang memiliki Regirn Lengas Akuik (ICOMAQ) dan kini diteruskan oleh Kornite Internasional untuk Tanah-tanah Antropogenik (ICOh4ANTw).
ICOMANTH (1998) sepakat untuk memodilikasi Taksonomi Tanah
dengan penambahan kelas baru untuk tanah-tanah yang dimodifikasi oleh manusia atau yang disebut Tanah Antropogenik. Diharapkan dalam Taksonomi Tanah versi yang akan datang kiasifikasi tanah sawah sudah merniliki ordo atau sub-ordo sendiri. Klasifikasi tanah dalam penelitian ini mengacu kepada Taksonomi Tanah edisi ke-8 (Soil Survey Staff, 1998). Beberapa karakteristik tanah sawah dalam Taksonomi Tanah dalam edisi ke-8 ini, sudah mulai terlihat seperti munculnya great-grmp Epiaquept untuk Inceptisol di wilayah tropis, yang mencerrninkan sifat tanah sawah. Sebelumnya greatgroup ini termasuk dalam Tropaquept, yang tentunya sangat berbeda sifatnya dengan Inceptisol yang memiliki regim lengas akuik secara alami (bukan oleh pengaruh rnanusia melaiui irigasi). Untuk dapat mengklasifikasikan tanah menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey St&,
1998) maka terlebii dulu ditentukan jenis epipedon, horison bawah penciri serta
Meria-kriteria lainnya yang dipersyaratkan.
Epipedon Penciri Berdasarkan karakteristik tanah yang diuraikan sebelumnya, maka perubahan utama yang terjadt pada tanah sawah adalah mulai dari permukaan hingga ketebalan 60 cm dari permukaan tanah. Perubahan tersebut menyebabkan perbedaan dalam genesis tanah sawah terutama pada iapisan atas yang pada akhirnya menyebabkan perbedaan dalam klasifikasi tanah.
Dari data karakteristik morfologi, kimia, fisika tanah dan mikrornorfologi tanah seperti dibahas sebelumnya, maka epipedon-epipedon yang mungkin dijumpai dalam
tanah-tanah di daerah penelitian adalah epipedon molik, umbrik dan okrik. Hal ini karena konsentrasi C-organik lapisan atas < 8% (syarat epipedon histik) dan konsentrasi P205 meskipun tidak dianalisis, namun dipastikan tidak > 1 500 ppm (syarat epipedon plagen), mengingat masukan fosfat dari sumber pupuk oleh petani setempat sangat minim Dalam Tabel 26 disajikan persyaratan untuk ketiga macarn epipedon tersebut berdasarkan Soil Survey Staff (1998) dan Tabel 27 menyuguhkan penentuan epipedon berdasarkan data-data tanah daerah penelitian. Tabel 27 memperlihatkan bahwa epipedon pada semua pedon lahan kering termasuk molik, sedangkan lahan sawah semuanya termasuk okrik.
Tidak satupun epipedon dari pedon yang diamati, memenuhi kriteria
epipedon umbrik, karma nilai kejenuhan basa -0Ac)
untuk semua horison adalah >50
%.
Horison Bawah Penciri
Dari data-data karakteristik tanah yang dikemukakan sebelumnya, di daerah penelitian hanya dijumpai 4 macam horison bawah penciri yang mungkin yaitu agrik, kambik, fragipan dan duripan. Di lapangan sebagaimana disajikan dalam deskripsi profil tanah (Lampiran 13) tidak dijumpai selaput liat, fial ini juga ditunjang oleh data ftaksi liat yang tidak menunjukkan penambahan liat yang berarti pada horison bawah (Tabel 9 d d 11). Hal ini juga didukung oleh kenampakan mikromorfologi (Gambar 18e, f dan 21 e, f)
yang meskipun terdapat selaput liat dan debu, namun terlalu tipis. Berdasarkan fikta-hkta tersebut maka horison bawah perrnukaan semua pedon di daerah penelitian tidak
Tabel 26.
Persyaratan Epipedon Molik, Okhrik dan Umbrik Menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff( 1998)
Molik 1 Jika kering memiliki satuan struktur atau struktur sekunder dengan diameter 5 3 0 cm 2. Struktur batuan, termasuk stratifikasi halus (< 5 mm) kurang dari 50% volume 3. Salah satu dari syarat berikut: (a) Semua hams memenuhi: Wama dengan value 5 3 (lembab) dan (kering) 5 5; (1) (2) Warna dengan kroma 5 3 (lembab), clan (3) Jika tanah memiliki horison C, epipedon molik memiliki value pallng tidak 1 satuan munsel lebih rendah atau kroma paling tidak 2 satuan Munsell lebih rendah (lembab dan kering) daripada value dan kroma horison C atau epipedon memiliki paling sedikit 2 0.6% C-organik daripada horison C. (b) Fraksi tanah halus yang memiliki kdsiurn karbonat setara 15 s/d 40% dan warm dengan value dan kroma 5 3 (lembab). (c) Fraksi tanah halus yang memiliki kalsium karbonat setara Z 40% dan warna 5 3 (lembab) 4. Kejenuhan basa (dengan N W A c ) r 50% 5. Kandungan C-organik 2 0.6 atau 2.5% jika epipedon memiliki warm value 4 atau 5 (lembab) 6. Tebal 2 10 cm atau r 18 c m atau 2 25 cm tergantung karakteristik profil tanah 7. Kandungan fosht (P~05) yang larut dalam asam sitrat C 1500 ppm 8. Beberapa bagian dari epipedon lembab selama >90 hari kumulatif dalam tahun-tahun normal jika suhu tan& pada kedalarnan 5 0 cm r 5" C jika tanah tidak diirigasi 9. Nllain<0.7
Okhrik
Jika tidak memenuhi persyaratan epipedon molik dan 7 epipedon lainnya. Umbrik Memenuhi semua syarat epipedon molik kecuali kejenuhan basa (NFLOAc) < 50% Catatan: Semua contoh tanah lapisan atas pedcu lahan sawah di daerah penelitian @orison 6 Ap) memiliki warna kroma dan value 5 3 (lembab), tehpi value tanah hingga 7 (Lampiran 14).. Pada lahan kering, semua lapisan atas pedon &orism A, AB) memilki value tanah kering 5 dan value clan kroma lembab 1 3
Tabe127. Penentuan Epipedon Menurut Taksonomi Tan& (Soil Survey St*, 1998)
Pedon
Penggunaan Lahan
1
2
Persyaratan untuk molik 3a1 3a2 3a3 3b 3c 4 5 6
7
8
9
Nama Epipedon
v
+
v
+
v v
+
v v v v
Molik Okrik Okrik Okrik
Tekstur Pasir Berkerikil Elevasi Mi)- 500 m dul YG-14 Non-sawah YG-4 Sawahlxpadi YG-8 Sawah2xpadi YG-13 Sawah3xpadi EIevasi (250 m d . l YG-21 Non-sawah YG-20 Sawah I xpadi
+ + +
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+ + +
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+ +
+
+
+
+
+
+
+
+
+ +
+
+
+
+
+
+
+ +
+ +
+
-
+
Tekstur Berpasir Elevasi 300 - 500 m duI YG-12 Non-sawah + + YG-I0 Sawahlxpadi + + YG-1 Sawah2xpadi + + YG-2 Sawah3xpadi + + EIevasi <250 m dal YG-16 Nan-sawah + + YG-19 Sawahlxpadi + +
-
+
-
Tekstur Lempung Berpasir EIevasi 300 - 500 rn dol YG-22 Non-sawah + + + Sawah 1 xpadi + + YG-7 YG-5 Sawah2xpadi + + YG-6 Sawah3xpadi + + EIevusi 250 m duI YG-18 Non-siiwah + + + YG-3 Sawahlxpadi + + YG-17 Sawah2xpadi + +
-
+
-
+
+ + +
+
+
# # # #
# # # #
+
+ + + + + .+
+
+
# #
# #
+
+
+
+
+
v v
+
+
+
v v
Molik Okrik
# # # #
# # # #
+
+
v
+
v
-
v
v
+
v
+ +
v
+
v v
Molik Okrik Okrik Okrik
# #
# #
v v
+
v
+
v
# # # #
# # # #
v v v v
+ + +
v
+
v v
# # #
# # #
+ + + + -
v
+
v
v
+
v
+
v
+
v
muhiperrvaratan'
tidek -uhi
v ti* # ti&
pusyamtan
mda data t d q i dapa disinpulkrm &ri d.ta lab, -uhi
L.rrru I r P b -
krlsiwnLo-
I , 2 wmorpagy~scpatidslrunT~'.bSl26
C
15%
+ +
+
t
+ +
+ +
+
+
-
+ +
+
+
+
-t
+ + +
+ +
+
+
+
+
t
+
+ +
-
+
+
v
Molik Okrik
Molik Olaik Okrik Okrik Molik Okrik Okrik
memenuhi persyaratan horison agrik, argilik dan kandik.
Horison-horison lain seperti,
albik, kalsik, glosik, gipsik, natrik, orstein, oksik, petrokalsik, petrogipsik, plasik, saIik, sombrik, dan spodik tidak relevan dengan kondisi lingkungan di daerah penelitian sehingga diabaikan. Horison bawah tanah-tanah sawah di daerah penelitian, meskipun terbentuk dibawah pengaruh pengolahan tanah, tetapi karena kandungan debu, liat dan humus iluvial sangat rendah serta selaput liat dan debu yang sangat tipis (Gambar I8ef dan 2 1 ef), maka tidak memenuhi syarat horison agrik.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, horison-
horison tanah dari pedon yang diamati di daerab penelitian tidak termasuk fragipan karena tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Duripan dijumpai pada pedon YG-10 dan YG-12, yang diberi simbol Bqm pada horison ketiga atau keempat dari permukaan karena memenuhi kriteria duripan seperti yang dipersyaratkan dalam Soil Survey Staff (1998) yaitu: (1) tersementasi dan mengeras hampir 100% (volume), (2) mempunyai bukti adanya akurnulasi opal atau bentuk lain dari silika sebagai tudung laminar (larni~~ar cappin@, selaput, lensa, sebagian sebagai pengisi celah (interstices), sebagai jembatan antara butir-butir berukuran-pasir, atau penyelaput batuan yang ada (diperkuat oleh analisis mikromorfologi), (3) kurang dari 50% (volume), hancur dalam 1N HCl, sekalipun direndam dalam waktu yang lama, tetapi lebih dari 50% (volume) dapat hancur dalam KOH, NaOH pekat atau dalam asam d m alkali secara bergantian dan (4)
mempunyai kontinuitas lateral, sehingga akar-akar tidak dapat
menembusnya. Karakteristik Tanah Penciri Lainnya Dari beberapa karakteristik tanah penciri lainnya dalam Soil Survey St& (1998) yang relevan dengan kondisi daerah penelitian adalah sifat tanah andik dan fragik.
Sifat Tanah Andik Tanah-tanah yang berasal dari abu vokan pada umumnya memiliki sifat tanah
d i yang terutama disebabkan oleh cukup banyaknya alofan, imogolit, ferihidrit atau
kompleks alumunium-humus dalam tanah.
Bahan-bahan tersebut yang semula disebut
sebagai bahan amorf yang kemudian oleh USDA-NRCS (1995) disarankan untuk dinyatakan sebagai bahan-bahan agak ferarztr (short range order materials). umumnya terbentuk selama pelapukan bahan volkan (tefia) dan bahan induk lain yang banyak mengandung gelas volkan. Meskipun gelas volkan merupakan komponen umum dalam kebanyakan Andisol, namun menurut Taksonomi Tanah edisi ke-8 (Soil Survey Staff, 1998), bukanlah merupakan persyaratan dari ordo Andisol.
Kendati demikian, dalam persyaratan sifat
tanah andik untuk tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkan dengan bobot isi M.9 &cm3 (seperti yang terdapat dalarn tmah-tanah daerah penelitian) yang dalam fiaksi tanahhalusnya memiliki retensi fosfat r 25%,
dan merniliki 2 30% partikel berukuran 0.2
- 2.0
mm, jumlah persentase geias volkan menjadi salah satu persyaratan, yaitu paling sedikit 5%.. Hasil analisis mineral fiaksi pasir seperti yang disajikan dalam Tabel 18 s/d 20 dalarn uraian sebelumnya, memperiihatkan bahwa persentase gelas volkan di daerah peneiitian sangat rendah (< 3%) sehingga tidak memenuhi kriteria sifat tanah andik yang mensyaratkan kandungan gelas volkan paling sedikit 5%; meskipun pada beberapa contoh tanah yang diamati, memiliki kandungan Al+1/2Fe (oksalat) lebih dari 2%, dan retensi P > 25%
Sifat Tanah Fragik Sifkt tanah fragik merupakan sifat utama fi-agipan. S f i t tanah ini diberlakukan pa& horison mirip fiagipan, tetapi tidak memenuhi persyaratan tebal atau volume yang dipersyaratkan untuk fragipan. Beberapa horison tanah di daerah peneiitian memiliki sifat yang mirip ffagipan, tetapi karena pemisahan antara satuan struktur < 10 c m , sehingga tidak memenuhi syarat fragipan. Selain itu jarak lateral alrar-aka yang terdapat dalam horison ini berjarak < 10 cm. Menurot Soil Survey St& (1998), agregat tanah dengan sifkt tanah fkagik hams memenuhi s f i t berikut yaitu: (1) menunjukkan bukti pedogenesis dalam agregat, paling
tidak pada permukaan agregat, dan (2) fiagmen fabrik alami kering-udara berukuran 5
-
10
cm hancur jika direndam dalam air, dan (3) memiliki kelas ketahanan terhadap hancuran (rupture resistance class) teguh atau lebih teguh dan rapuh pada kadar air tepat pada atau sekitar kapasitas lapangan dan (4) menghambat masuknya akar ke dalam matriks tanah jika kadar air tanah berada pada atau sekitar kapasitas lapangan. Di daerah penelitian sifat tanah fragik ini umumnya dimiliki oleh lapisan padas besi/mangan (Bsdm).
Regim Lengas Tanah dan Regim Suhu Tanah Dalam bab Keadaan Umum Daerah Penelitian, telah dikemukakan bahwa regim lengas tanah di daerah penelitian adalah ustik, udik dan akuik (antrakuik)
Pola sebaran
regim lengas tanah udik dan ustik berdasarkan perhitungan dari data iklim disajikan dalam Gambar 3.
Sebaran regim lengas tanah akuik tidak disajikan dalam gambar tersebut
karma letalcnya setempat-setempat dan sangat tergantung dari karakteristik profil tanah, sesuai dengan persyaratan yang ada Tiditk sernua pedon yang disawahkan memiliki regim lengas akuik. Berdasarkan data suhu dari beberapa stasiun iklim di daerah penelitian, maka hanya dijumpai satu regim suhu tanah di daerah ini yaitu isohipertermik. Beberapa contoh hasil perhitungan regim lengas tanah dan regim suhu tanah daerah penelitian, menggunakan program Newhall Simulation Model (NSM) disajikan dalam Lampiran 1.
Unsur-unsur Pembeda Famili Tanah Tanah di daerah penelitian diklasifikasikan sampai pada kategori/tingkat famili tanah. Menurut Soil Survey Staff(1998) nama famili terdiri atas fa) kelas besar butir @) kelas mineralogi, ( c ) kelas aktivitas tukar kation (d) kelas kalkareus dan reaksi tanah, (e) kelas suhu tanah, ( f ) kelas kedalaman tanah, (g) kelas kerapuhan, (h) kelas penyelaputan butir, dan (i) kelas rekahan. Unsur-unsur penamaan Wli tersebut tidak selalu disebutkan semuanya, tergantung dari jenis tanah pada tingkat ordo atau sub-ordo atau great-grmp tertentu, sesuai ketentuan dalam Soil Survey StafF(1998).
Untuk kelas ukuran butir rnasing-masing pedon dalam penelitian ini sudah dibicarakan dalam pembahasan Sifat Fisika Tanah. Kelas mineralogi pada semua pedon di daerah penelitian ini adalah sama yaitu
campuran, karena tidak memiliki sifat yang dipersyaratkan untuk kelas mineralogi mikasius, paramikasius, isotik, dan silisitls. Hai ini juga dibuktikan oleh beragamnya mineral yang ada berdasarkan hasil analisis fraksi liat dengan metoda XRD dan DTA. Mineral-mineral yang dijumpai dalam penggal penentu (control section) untuk penamaan famili di daerah penelitian antara lain haloisit, smektit, diaspor, goetit, hematit, plagioklas, kuarsa dan kiistobalit. Dalam tiap pedon, jenis dan komposisi mineral-mineral tersebut berbeda-be&. Data kelas aktivitas tukar kation masing-masing pedon disajikan bersama-sama dengan data sifkt kimia tanah laimya dalam Tabel 12 s/d 14. Kelas aktivitas tukar kation hanya digunakan untuk kelas mineralogi campuran dan silisius antara lain untuk kelas besar butir lempung d m berlempung-skeletal.
Kelas ini tidak digunakan untuk kelas
partikel tanah berpasir, berpasir-skeletal atau fragmental, karena memiliki kandungan liat yang rendah, sehingga kurang bermanfaat. Kelas Mkareus dan reaksi tanah untuk semua pedon di daerah penelitian hanya memiliki satu kelas yaitu ti&k masam, karena semua pedon dalam semua lapisan dalam penggal penentu memiliki pH 2
5.5.
25
dalam 0.01 M CaCL (1 : 2) atau sekitar pH (HzO, 1 : 1)
Kelas ini hanya digunakan pada famili Entisol, Aquand (kecuali Duraquand dan
Placaquand) serta Aquept (kecuali Sulfaquept, Fragiaquept dan Petraquept).
Selain itu
juga tidak digunakan pada famili berpasir, berpasir-skeletal, bersinder, berbatuapung atau berfkagmentat. Kelas suhu tanah semua pedon di daerah penelitian addah isohzpertermik seperti telah dikemukakan di atas. Kelas kedalaman tanah hanya untuk famili yang memiiiki lapisan pembatas perakaran, seperti duripan.
ciangkai, sedangkan jika
Dalam hat ini jika
kedalaman duripan < 50 cm disebut
50 cm, tidak perlu disebut. Dengm d w a n kelas kedalaman
ini hanya berlaku untuk pedon YG- 10 dan YG- 12.
Untuk 3 kelas unsur pembentuk nama lainnya, hanya berlaku untuk tanah-tanah tertentu. Kelas kerapuhan hanya untuk Spodosol, kelas penyelaputan butir hanya untuk Quartzipsamment, sedangkan kelas rekahan permanen hanya diterapkan pada Fluvaquent atau Humaquept. Tanah-tanah tersebut tidak dijumpai di daerah penelitian.
Klasifikasi Tanah di Daerah Penelitinn Ikhtisar deskripsi fngkungan tiap-tiap pedon di daerah penelitian disajikan dalam Lampiran 12, sedangkan deskripsi lengkap masing-masing pedon disajikan dalam Lampiran 13. Horison penciri permukaan dan bawah permukaan serta sifat-sifat penciri lainnya untuk klasifikasi tanah disajikan dalam Tabel 28. Tabel 29 menyuguhkan hasil klasifikasi tanah pada tingkat famili di daerah penelitian menurut Talcsonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1998).
Dari Tabel 29 terlihat bahwa klasifikasi tanah untuk sernua kelompok
tekstur tanah baik yang berada pada elevasi 3 0 0
- 500 m dpl maupun elevasi (250
m dpl,
untuk lahan kering termasuk ordo Mollisol, sedangkan untuk lahan sawah termasuk ordo Inceptisol. Tanah Pasir Berkerikil Pedon lahan kering menunjukkan susunan horison yang sangat berbeda dengan susunan horison pedon lahan sawah, sehingga jenis horison pencirinya juga berbeda (Tabel 28). Epipedon YG-I4 d m YG-2 1 (lahan kering) memenuhi kriteria epipedon molik antara lain karena memiliki warna gelap (value dan kroma lembab 5 3; value kering 5 5), kandungan C-organik r 0.6 %, satuan struktur berdiameter 5 30 cm, m d k i ketebalan 218 cm dan kejenuhan basa 1 50% (Tabel 27). Keduanya dikelompokkan ke dalam ordo Mollisol, karena memiliki epipedon molik dan memiliki kejenuhan basa (NH,OAc) sebesar r 50% pada semua horison tanah pada kedalaman 0 sld 180 cm.
Regim lengas tanah ke dua pedon adalah udik sehingga
termasuk sub-ordo Udoll. Pada kategori great-gmp kedua pedon termasuk Hapludoll, @ma tidak memiliki (a) horison natrik, kalsik atau petrokdsik, argilik, @) tidak memiliki kontak densik, litik
atau paralitik,
(c) tidak memiliki regim suhu fiigid, (d) tidak memiliki epipedon molik
yang mengandung > 50% (volume) lubang cacing, kotoran cacing atau hbang galian hewan yang terisi oleh bahan-bahan epipedon molik. Kedua pedon tersebut termasuk sub-grup Typic Hapludoll karena tidak memiliki: (a) kontak litik pada kedalaman (50 cm dari permukaan tanah, @) kondisi akuik,
(c) rekahan pada kedalaman 125 cm dari permukaan tanah mineral (d) bobot isi < 1.0 g/cm3
yang diukur pada retensi air 33 kPa, (e) fragmen kasar > 35% (volume) yang sebanyak 66% merupakan sinder, batuapung dan fragmen mirip-batuapung (f) epipedon yang tebafnya > 60 cm, (g) kondisi akuik (h) horison yang jenuh air selama r 20 hari bertumtturut dalam tahun-tahun normal, (i) tidak memiliki lereng > 25%, dan (i) horison kambik yang memenuhi warna epipedon molik. Pedon YG-14, termasuk farnili Typic Hapludoll, berpasir di atas berpasir-skeletal, campuran, isohipertennik, sedangkan YG-21 adalah Typic Hapludoll, berlernpung kasar di atas berpasir-skeletal, campuran, isohipertermik. Pada tanah sawah baik pada elevasi 300
-
500 m dpl (YG-4, YG-8 dan YG-13)
rnaupun elevasi c 250 m dpl (YG-20), tidak ada epipedon yang memenuhi syarat epipedon molik karena wama tanah kering (seteiah dicampur hingga kedalaman 18 cm) memiliki value 6 hingga 7 (Tabel 27 dan Lampiran 14), sehingga termasuk epipedon okrik. Horison bawah penciri yang dijumpai umurnnya adalah kambik.
Berdasarkan kedua
penciri tersebut, rnaka semua profil tanah sawah pada kelompok tekstur ini tennasuk ordo Inceptisol. Pada kedalaman 40
-
50 cm dari permukaan tanah di semua pedon lahan sawah
dijumpai horisodapisan dengan kondisi akuik, baik langsung di bawah epipedon ataupun pada kedalaman 50 c m dari permukaan tanah dan terdapat permukaan ped atau matriks
(iika tidak terdapat ped), yang >SO0? kroma adalah I 1 atau I 2 (iika terdapat konsentrasi redoks). Dengan demikian semua pedon tersebut termasuk sub-ordo Aquept. Pada tingkat great group dikelompokkan ke dalam Epiaquept, karena tidak
memiliki: (a) horison sulfbrik, (b) plintit,
(c) horison salik atau salah satu atau lebih
horison yang mempunyai persentase nahiurn-tukar r 15%,
(d) fiagipan, (e) regim lengas
Tabel 28. Horison Penciri Permukaan dan Bawah Serta Sifat Penciri Lainnya untuk Klasifikasi Tanah Nornor Pedon
Penggunaan Lahan
Nama Epipedon
Horison Barvah Regim Utama Lainnya Lengas Tanah Suhu Tannh
Tekslur Pasir Berkerikil (Elevasi 300 - SO0 rn dpl) YG14 Lahan Kering Molik Kambik Sawah 1 xpadi Okhrik Kambik YG4 YG-8 Sawah2xpadi Okhrik Kambik YG13 Sewah 3 xpadi Okhrik Kambik 'I'ckstur I'nsir I3mkerikil (Iilevasi (250 m dpl) YG-21 Lahan Kering Molik Kambik YG.20 Sawah Ix padi Okhrik Kambik
-
Kelns UkuranBesat Butu
Kelas Mineralogi
-
Udik Akuik Akuik Akuik
lsohiperlermik lsohipertermik lsohipertermik lsohipertermik
Bepasir di atas bepasir-skeletal Berlempung kasar di atas bepasir-skeletal Berlempung kasar di atas bepasir-skeletal Berpasir-skeletal
Campuran Campuran Campuran Campuran
-
Udik Akuik
lsohipertermik lsohipertermik
Berlempung kasar di alas bepasir-skeletal Berlempung kasar di atas bepasir-skeletal
Campuran Campuran
Dutpan Udik - Udik - AkuiklAntrakuik - Akuik
lsohipertermik lsohiperterrnik lsohipertermik lsohipertermik
Berlempung kasar Berlempung kasar Berlempung kasar Bedempung kasar
Campuran Campumn Campuran Campuran
Tekstur Pasir (Elevasi 300 - 500 m dpl) YG-12 YG-10 YG-1 YG-2
Lahan Kering Sawah 1 xpadi Sawah 2 x padi Sawah 3 x padi
Molik Okhrik Okhrik Okhrik
Kambik Duripan Kambik Kambik
Tekshrr Pasir (Elevasi ~ 2 5 m 0 dpl) -
Udik Akuik
lsohipertermik lsohipertermik
Berlempung kasar Berlempung kasar
Campuran Campuran
Tekstur Lempung Berpasir (Elevasi 300 500 m $1) YG-22 Lahan Kering Molik Kambik YG-7 Sawah Ixpadi Okhrik Kambik YG-5 Sawah 2 x padi Okhrik Kambik YG-6 Sawah 3 x padi Okhrik Kambik
-
-
Udik Akuik Akuik Akuik
lsohipertermik lsohipertermik isohipertermik lsohipertermik
Berlempung kasar Berlempung kasar Berlempung kasar Berlempung kasar
Campuran Campuran Campuran Campuran
Tekstur Lempung berpasii (Elevasi <250 m dpl) YG18 Lahan Kering Molik Kambik Sawah 1 x padi Okhrik Kambik YG-3 Sawah 2xpadi Okhrik Kambik YG17
-
Ustik Akuik Akuik
lsohipertermik lsahipertermik lsohipertermik
Berlempung kasar Berlernpung kasar Berlempung halus
Campuran Campuran Campuran
YG-16 YG-19
Lahan Kering Sawah 1 xpadi
Molik Okrik
Kambik Karrbik
-
-
Tabel 29. Klasifikasi Tanah pada Tingkat Famili, di Daerah Penelitian
Tekstur ilcdi/ier Pasir krkaikil (elev. 300 - 500 m $1) 1 YG-141Sembungan, Cangknngan Pekmngan Typic @ !l pvldohl, becpasir di alas berpasir-skeletal, canpuran, isohiirtmik 2 Y G 4 Meces,N g q l a k i x Padi Aecic Epiaguept,kkmpung kaw di atas berpmir-skdetal,camputan,s m t i f ,6dak masam, isohiperlermik 2x Padi Aeric Eptaquept, Mempung k w di atas b~ir-skeletal,mpuran, superaktif, tjdak masam, isohipwtmik 3x Padi Aeric Epiaquept, berpasir-skeletal, cmpuran, isohipertmik
8 YG-1W Kalmglu, Pakem 9 YG-lIKdiwanglu,Pakem 10 YG-2lKaliwanglu, Pakem
Pekmngan 1x Padi 2x Padi 3x Padi
Typic Hapludoll, b p u n g kasa, campuran, superaktif, isohipertwnik Aquic Dwudept, Mempung k m , cmpuran, superaktif, isohipwtemik Anthraquic Eutrudept, Mempung kasar, mpuran, aktif, isohipertmik Typic Epiaquept, berlempungk m , canpuran,&+if, &it masam, isohlpwtennik
13 YG-UKemhgrrum, Turi 14 YG-71 -La, Ngaglik 15 YG-Y Ngepos-lw, Ngaglik 16 YGGI Nwos-la, Ngagllk
Peltlrangan l x Padi 2x Padi 3x Padi
Andic Hapludoll, Mempung kasar, cmpmn, s u w t i f , isohipertenik Fragic Epiaquept, Mempung kasar, cmpuran, superaktif, lidak rnasm, isohipertmik Fragic Epiaquept,berlmpung kasa, cmpuran, superaktif, tidak rnasrvn, isohipertermik Typic Epiaquept,Mempung k m , cmpuran, superaktif, lidak masam, isohipertmik
Tekstur Lempung Berpasu (elev. a50 m $1) Pekarangan Typic Haplustoll, berlempungkaw, canpuran, superaktif, isohipertmik 17 YG-181Cokrokijayan, Ganping 2x Padi Fragic Epiaquept, bwlempung kasar, cmpuran, aktif, tidak rnasan, isohipertemik 18 YG-31 Trini, Gamping . ~
tanah kriik, (f) lapisan setebal 25 cm (kumulatif) dalam 100 cm dari permukaan tanah, sebanyak >25% bioturbasi, lubang cacing atau kotoran cacing, (g) epipedon histik, melanik, molik atau umbrik. Pedon-pedon tersebut memiliki episaturasi yaitu tanah jenuh air dalarn I atau lebih lapisan pada kedalaman 200 cm dari permukaan serta satu atau lebih lapisan tanah tidak jenuh air dalam batas atas di atas kedalaman 200 cm yang terletak di bawah lapisan jenuh air. Termasuk dalam pengertian ini adalah kondisi ar~trakuikyang berkaitan dengan penggenangan yang terkendali (seperti pada penanaman padi sawah) yang menyebabkan proses reduksi dalam tanah atas yang dilumpurkan dan tejadinya oksidasi besi dan mangan yang berpindah dari lapisan atas, dalam tanah-bawah yang tidak jenuh air. Pedon-pedon tersebut termasuk dalam sub-grup Aeric Epiaquepf, karena tidak memiliki: (a) rekahan pada kedalaman 125 cm dari permukaan atau pemuaian linier
2 60
cm atau kontak densik, litik maupun paralitik, @) bobot isi 5 1 .O &cm3 yang diukur pada retensi air 33 kPa, atau fragmen kasar > 35% (volume) yang sebanyak 66% merupakan sinder, batuapung dan fragmen mirip-batuapung (f) kadar gelas volkan > 5%, (g) pada keddaman 125 cm dari permukaan C-organik r 0.2% atau kandungan C-organik yang menurun secara teratur pada kedalaman antara 25 - 125 c m di bawah permukaan tan* (h) sifat tanah fi-agik yang memiliki tebal > 15 cm. Pedon-pedon tersebut memiliki 1 atau iebih horison
antara A atau Ap dan kedalaman 75 cm dari permukaan matriks yang
>SO% hue adalah 10 YR atau lebih kuning dan value (lernbab) dan kroma r 3. Phedaan dalam famili tanah (Tabel 29), disebabkan oleh perbedaan kelas besar butir pada penggal penentu (kedalaman 25
-
100 cm).
Hal ini sangat berkaitan dengan
posisi @on dalam bentang lahan, seperti terlihat dalam Gambar 7 dan 8. Dari penamaan sub-grup yaitu Aeric Epiaquept ter-n
bahwa tanah di daerah
penelitian memiliki regim lengas akuik yang dipengaruhi oleh penggenangan karena penanaman padi sawah, jadi bukan karena air tanah yang dangkal.
Tanah yang
disawahkan pada tekstur pasir berkerikil memiliki subgrup yang sama, baik pada elevasi 300 - 500 m dpl maupun elevasi (250 m dpl, sehingga dapat dikatakan bahwa proses yang
tejadi pada lahan sawah maupun lahan kering tidak dipengaruhi oleh elevasi.
Tanah Pasir Klasifikasi tanah pada tingkat sub-grup untuk lahan kering pada kelompok tanah pasir, sama dengan sub-grup pada kelompok tekstur pasir berkerikil. Namun pada lahan sawah, meskipun semua pedon termasuk dalam sub-ordo yang sama, tetapi klasifikasi tanah pada kategori lebih rendah berbeda. Dalam Tabel 28 terlihat bahwa pedon lahan kering pada kedua elevasi (300
-
500
m dpl d m <250 m dpl) memiliki epipedon dan horison serta penciri lain yang sama, sehingga keduanya termasuk dalam famili Typic Hapludoll, beriempung kasar, campuran isohipertermik (Tabel 29). Kedua pedon tersebut t m a s u k dalam ordo Mollisol, karena memiliki epipedon molik dan kejenuhan basa -0Ac)
semua horison tanah pada
kedalaman 0 s/d 180 cm adalah r 50%. Alasan pengelompokkan kelas tanah sampai tingkat sub-grup, sama seperti yang dikemukakan untuk kelompok tekstur pasir berkerikil. Pada pedon lahan sawah, terjadi perbedaan dalam sifat-sifat horison maupun regim lengas tanah, sehingga larnanya penggenangan berpengaruh pada klasifikasi tanah pada tingkat sub-ordo. Pada tanah sawah yang ditanami 1 x padi (YG-10 dan YG-19) dan 2 kali padi setahun (YG-1) sama-sama termasuk sub-order Udept, sedangkan sawah yang ditanami padi 3 kali setahun termasuk sub-ordo Aquept. Sawah yang ditanami 1 dan 2 kali padi dalam setahun pada kelompok tekstur tanah ini, belum mampu mengubah regim lengas tanah dari udik menjadi akuik, hal ini ditunjukkan oleh tidak dijumpainya sifat kondisi akuik pada kedalaman 40 memenuhi sub-ordo Aquept.
-
50 cm, pada kedua pedon tersebut, sehingga tidak
Selain tidak memiliki kondisi akuik pada kedaiaman
tersebut, ketiga pedon tidak memiliki: (a) epipedon plagen atau antropik, (b) regim suhu tanah kriik, (c) regim lengas tanah ustik, (d) regim lengas tanah xerik. Ketigrr pedon tersebut memiliki regim lengas tanah udik. Pada YG-I0 (sawah l x padi) dijumpai duripan di kedalaman 17 cm hingga kedalaman >130 cm, tepat di bawah padas besi (Bsdm), sehingga termasuk great-group Duraquept, sedangkan YG-1 dan YG-19 tidak dijumpai duripan dalam pedonnya sehingga termas.uk Eutrudept.
Selain itu karena kedua pedon tersebut tidak memiliki
horison
sulfbrik maupun fi-agipan. Kedua pedon merniliki kejenuhan basa (NH.+OAc)2 60% pada semua horison pada kedalaman antara 25 dan 75 cm dari permukaan tanah. Pada tingkat famiIi, semua pedon memiliki kelas besar butir, kelas mineralogi dan regim suhu yang sama yaitu berlernpung kasar, campuran dan isohiperterrnik.
Tanah Lem~uneBemasir Pada TabeI 28 terlihat bahwa pedon lahan kering pada kedua elevasi (300 - 500 m dpl dan (250 m dpl) memiliki epipedon molik dan horison karnbik, tetapi regim lengas tanah kedua pedon b d e d a .
Pedon YG-22 (elevasi 300
-
500 m dpl) memilki regim
lengas tanah udii yang diwakili oleh stasiun pengamat hujan Turi, sedangkan pedon YG18 adalah ustik (stasiun meteorologi UGM), sehingga termasuk sub-order Udoll (YG-22) d m Ustoll (YG-18). Pada tingkat great group, masing-masing pedon termasuk Hapludoll dan Haplustoll, karena kedua pedon tidak memiliki tambafian sifat pembeda pada tingkat great group. Untuk pedon YG-22 (lahan kering), karena bobot isi pada kedalaman 16 - 64 cm
< 1.0 g/cm3 (0.93 - 0.98 g/cm3; Tabel 11) dan kadar Al+i/2Fe adalah >1% maka menurut Soil Survey Staff (1998) termasuk .sub-grup Andic Hapludoll, sedangkan pedon YG-18 termasuk Typic Haplustoll (Tabel 29). Pada tanah sawah dan ditanami padi 1 dan 2 x padi dalam setahun, baik pada elevasi 300
- 500 m dpl (YG-7 dan YG-5)rnaupun
great group
250 m dpl (YG-3), tennasuk dalam
Epiaquept dengan alasan seperti yang diuraikan dalam kelompok tekstur
pasir berkerikil.
Pada tingkat subgrup, juga mexdiki kelas yang sama yaitu Fragic
Epiaquept (Tabel 29), karena memiliki horison setebal 2 15 c m yang sejumlah 30% volume mempunyai sifat tanah fiagik yang batas atasnya berada pada kedalaman 100 cm. Horison Bsdm merniliki sifat tanah ftagik sesuai dengan definisi dalam Soil Survey Staff (1998). Untuk tanah sawah yang ditanami 3 kali padi baik pada ketinggian 300 - 500 m dpf (YG-6) maupun (250 m dpl (YG-17), keduanya termasuk Typic Epiaquet, tetapi berbeda f h d i (Tabel 29).
Pada semua pedon lahan sawah, regim lengas tanah untuk kedua ketinggian adalah sama yaitu akuik, sedangkan regim lengas tanah pada lahan kering berbeda yaitu udik dan ustik, sehingga pada lahan kering terjadi perbedaan klasifikasi tanah pada tingkat subordo.
Kesimpulan Klasifikasi Tanah
Dan uraian di atas terlihat bahwa kIasif&asi tanah sawah dalam Taksonomi Tanah masih dalam proses penyempurnaan. Namun demikian, klasifikasi tanah sawah menurut Keys to Sojl Tmconomy edisi ke-8 (Soil Survey Staff, 1998) untuk di daerah tropis lebih
mencerminkan sifat tanah sawah dibandingkan dengan edisi-edisi sebelumnya. Epipedon untuk semua pedon lahan kering pada kelompok tekstur dan elevasi yang berbeda, termasuk molik, sedangkan untuk tanah sawah adalah okrik.
Horison
bawah yang dijumpai di daerah penelitian baik pada lahan kering maupun lahan sawah adalah karnbik danlatau duripan. Fragipan tidak dijumpai di daerah penelitian. Tidak satupun pedon di daerah penelitian yang memenuhi sifht t
d andik,
disebabkan tidak terpenuhinya persyaratan kandungan gelas volkan (minimal 5%), meskipun beberapa pedon' menunjukkan retensi P dan kandungan A1 +
112
Fe, yang
memenuhi persyaratan sifat tanah andik. Regim lengas tanah di daerah penelitian adalah ustik, udik dan akuik (antrakuik). Tidak semua pedon lahan sawah memenuhi regim lengas akuik. Semua pedon di daerah penelitian termasuk dalam regim suhu tanah isohipertermik. Klasifikasi tanah untuk semua pedon lahan kering termasuk dalam ordo Mollisol, sedangkan semua pedon tanah sawah termasuk ordo Inceptisol.
Pada tanah pasir
berkerikil sernua tanah sawah termasuk Warn subgnip Aeric Epiaquept. Klasifikasi tanah sawah tanah pasir pada tingkat subgrup addah Aquic Durudept (sawah I x padi), Anthraquic Eutrudept (sawah 2 x padi) dan Typic Epiaquept (sawah 3 x padi), sedangkan pada tanah lempung berpasir adalah Fragic Epiaquept (sawah 1 dan 2 x padi) dan Typic Epiaquept (sawah 3 x padi).
PEMBAHASAN UMUM Dari uraian terdahulu terlihat ada beberapa masalah yang berkaitan dengan dengan genesis dan klasifikasi tanah yang periu pembahasan lebih rinci. MasaIah-masalah tersebut meliputi : (1) karakteristik morfologi dan pedogenesis tanah sawah, (2) persoalan dalam klasifikasi tanah di daerah penelitian, (3) regim lengas tanah dalam kaitamya dengan pembentukan duripan.
Karakteristik Morfologi dan Genesis Tanah Sawah Tanah sawah di daerah penelitian umumnya dibuat pada teras-teras di lereng selatan Merapi dengan kemiringan lereng awal yang berkisar dari 3 hingga 8%. Di daerah penelitian tidak ditemukan hubungan antara posisi teras dengan intensitas penanaman padi dalam setahun, karena hal ini sangat tergantung pada sumber air setempat. Dalam hal ini sawah pada teras yang berada di posisi lebih rendah tidak selalu dapat ditanami 3 x padi dalam setahun, demikian pula sebaliknya. Pada elevasi <250 m dpl hanya dijumpai sawah yang ditanami 1 x padi dalam setahun (pada tanah pasir berkerikil dan pasir), dan minimal 2 x padi dalam setahun (tanah lempung berpasir).
Dalam Gambar 7 s/d 14 dan data morfologi tanah (Tabel 5 s/d 7) terlihat adanya perbedaan karakteristik tanah pada masing-masing kelompok tekstur tanah dengan intensitas penanaman padi yang berbeda. Perbedaan elevasi tidak banyak menunjukkan perbedaan karakteristik morfologi tanah dalam kelompok tekstur yang sama Dalam Tabel 3 0 disajikan rangkuman perbedaan karakteristik morfologi tanah sawah berdasarkan intensitas penanaman padi untuk masing-masing kelompok tekstur tanah. Karena pada kelompok tekstur modifier pasir berkerikil dan pasir, elevasi € 2 5 0 m dpl, hanya dijumpai sawah yang ditanami 1 x padi dalam setahun, dan memiliki pola karakteristik yang sama dengan sawah 1 x padi elevasi 3 0 0 tersebut tidak disajikan.
- 5 0 0 m dpl, maka dalam tabel
Tabel 30. Perbedaan Karakteristik Morfologi Tanah Sawah Berdasarkan Intensitas Penanaman Padi, pada Tekstur Mod@er Pasir Berkerikil, Pasir dan Lempung Berpasir
KARAKTERISTM PEDON
SAWAH 1 X PAD1
SAWAH 2 X PAD1
SAWAH 3 X PAD1
Pasir Berkerikil YG-4 Susunan horison Apl-Ap2-Bsdm-Bw-2C Kedalaman Padas Bsdm: 20-31 cm Tebal Padas 11 cm Wama lap, atas (lembab) 1OYR212 1OYR312 Glei pennukaan dm bawah (kedalaman)
YG-8 YG-13 Ap-AB-Bsdm-2Bw-3BC-4C Ap-AB-Bd-2Bwl-2Bw2 Bsdm: 25-29 cm Bd: 24-35 cm 4 cm 11cm 1OYR312 lOYR212
Pasir -
YG-1 YG-2 Apl-Ap2-Bsdm-Bw-2Bsdmb ApAd-BA-Bw-Bg Bsm: 23-31 cm Bd: 16-22 an 8 cm 6 cm
-
-
-
YG-I0 Apl-42-Bsdm-2Bqm B~dm:17-22 cm 5 cm Bqm: 22-1 10 >88 cm Wama lap. atas (lembab) 1OYR212 Glei pennukaan dan bawah (kedalaman)
- Susunan horison - Kedalaman Padas - Tebal Padas - Kedalaman Duripan - Tebal Duripan +
-
-
L e m m Bemsir Elwasi 300-500 m YG-7 - Susunan horison Apl-42-Bsdm-2Bw Kedalaman Padas Bsdm: 18-32 cm - Tebal Padas 14 cm - Wama lap. atas (lembab) 1OYR312 Glei permukaan dan bawah (kedalaman) -
-
L e m m g Bemsir (Elevasi <250 m dull
KETERANGAI~
2P3PlP
lp=3P>2P
2PlP23P 2P3PlP
10YR313; lOYR311
10YR313; 1OYR312 69 >145 cm
YG-5 Apl-Ap2Bsdm-Bw-2Bsdmb Bsdm 27-40 cm 13 cm 1OYR312
YG-6 Apl-Ap2-Bd-2Bsdmb-2Bwb Bd 25-44 cm 3P2PlP 19 cm 3PlP22P 1OYR312
YG-3
-
-
YG-17
Dalarn penelitian ini, terlihat bahwa sifat morfologi tanah sawah yang ditanami 3 kali padi dalam setahun, berbeda dengan sawah yang ditanarni 1 dan 2 kali padi dalam setahun. Pada sawah 3 kali padi, susunan horison sbb: lapisan olah, tapak bajak, dan Iapisan tanah asal yang disertai karatan Fe dan Mn. Sawah 1 clan 2 x padi menunjukkan morfologi profil yang sarna yaitu lapisan olah, lapisan padas besi/mangan, lapisan tanah asal yang disertai karatan Fe dan Mn. Sifat ini terjadi pada ketiga tekstur tanah yang diamati. Pada sawah yang ditanami 1 dan 2 x padi dalam setahun, tidak dijumpai tapak bajak dalam pedon, karena tapak bajak tersebut telah berkembang menjadi lapisan padas besi/mangan. Mengacu pada Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1975; 1998), maka lapisan padas besi yang berkembang dari tapak bajak ini dilambangkan dengan simbol
a. Pada pedon lahan sawah semua kelompok tekstur yang ditanarni padi 3 kali setahun, baik yang posisinya berada di lembah (YG-2 dan YG-6) maupun yang berada di lereng (YG- 13 dan YG- 17), tidak terbentuk padas besi/mangan, karena hampir sepanjang tahun tanah dalarn keadaan tergenang sehingga tidak terjadi pengerasan.
Tingginya
kandungan bahan organik pada sawah 3 x padi menyebabkan kondisi reduksi lebii dominan. Perlu dikemukakan bahwa tapak bajak tidak hanya dijumpai pada sawah 3 x padi, melainkan juga pada sawah 2 x padi di kelompok tekstur yang lebih halus (lempung berpasir) elevasi (250 m dpl (YG-3), seperti terlihat dalam Tabel 30. H al ini menunjukkan bahwa tapak bajak di daerah penelitian, dijumpai pada tanah yang selalu lembab sepanjang tahun, sehingga tidak dimungkinkan terjadinya sementasi yang membentuk padas besilmangan. Proses pembasahan dan pengeringan yang berlangsung secara berulang-ulang pada suatu siklus penanaman padi disertai tekanan pembajakan (oIeh injakan kaki manusia dan hewan) selama pengolahan tanah pada kipisan olah, menyebabkan terbentuknya lapisan tapak bajak
&I
bawah lapisan olah. Di lapisan olah proses reduksi dan oksidasi secara
bergantian berlangsung sepanjang tahun. Sawah yang ditanami pa& 3 kali dalam setahun mengalami masa reduksi yang lebih lama dibandingkan dengan sawah yang &tan&
2 x padi dalam s e t a h .
1 dan
Proses yang dominan di lapisan olah adalah eluviasi bahan-bahan larut terutama Fe dan Mn dalam keadaan tereduksi, ke lapisan bawah. Besi fero yang tertinggal ddam horison ini menyebabkan tanah berwarna kelabu Cgrqvzafion). Tanah-tanah di daerah penelitian tidak memberikan warna kelabu yang nyata, karena bertekstur kasar. Ddam Tabel 3 1 disajikan proses genesis tanah yang dominan pada lapisan olah, tapak bajak dan padas besilmangan tanah sawah. Proses-proses tersebut berlangsung untuk semua tekstur tanah tetapi laju dari proses-proses berbeda-beda dengan intensitas penanaman padi sawah. Moormann dan van Breemen (1978) mengemukakan bahwa tapak bajak tidak terbentuk pada tanall berpasir karma kohesi butir-butir pasir rendah sehingga sulit
i daerah penelitian meskipun tanah bertekstur pasir, bahkan berikatan satu sama lain. D juga berkerikil dan berbatu, masih ditemukan tap& bajak karena pengolahan tanah selalu dilakukan secara intensif dalam keadaan basah, pada kedalaman pengolahan yang sama dan berlangsung bertahun-tahun, menyebabkan butir-butir halus tanah menyumbat pori di lapisan bawahnya, sehingga terjadi pemadatan.
Adanya sementasi lemah oleh besi clan
mangan maupun oleh silikat (meskipun tidak terlalu kuat), menunjang pernbentukan tapak bajak. Grant (1964) juga menemukan ha1 yang sama. Tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkan terutama yang banyak mengandung gelas volkan dadatau felspar kaya akan silikat (Kamthanasis, 1989, Norton, 1994), seperti terlihat &am
Tabel 15 s/d 17.
Pengerasan hanya dapat tejadi jika terdapat kondisi kering yang menyebabkan terjadinya polimerisasi silikat yang membentuk ikatan antara butir-butir yang berdekatan tanpa menyumbat void antar parkikel (Norton, 1994).
Dalarn hid ini, silika juga kxperan baik
dalam pembentukan tapak bajak, maupun dalam pembentukan padas besilmangan. Proses pedogenesis yang berlangsung dalam lapisan tapak bajak disajikan dalam Tabel 31 . Moormann dan van Breemen (1978) juga mengemukakan bahwa
tapak bajak
bukanlah akibat dari iluviasi liat karena tidak memilikj tekstur yang lebih halus dari horison di atas atau di bawahnya, dan dari hasil pengamatan mikromorfologi yang mereka lakukan rnenunjukkan tidak terjadi pemindahan liat ke lapisan ini.
Hasil pengamatan
mikromorfologi pada lapisan tapak bajak di daerah penelitian rnenunjukkan adanya selaput
Tabel 3 1. Proses Pedogenesis yang Dominan pada Beberapa Lapisan Tanah Sawah Berdasarkan htensitas Penanaman Padi Sawah PROSES GENESIS PADA LAPISAN lapisan Olah - Eluviasi &lam keadaan tereduksi Pengkayaan bahan (abu dan lumpur) Dekomposisi bahan organik Pelapukan mineral - Gleisasi Lessivage - Sintesis Pencucian basa
-
-
Lapisan Ta~akBajak Iluviasi dalam keadaan teroksidasi Pemadatan - Eluviasi dalam keadam reduksi - Pencucian basa - Gleisasi - Lessivage Sintesis
-
-
Lapisan Pad's Besi (Manpan)
SAWAH 1 X PAD1
SAWAH 2 X PAD1
SAWAH 3 X PAD1
t
tt
+t+
t
tt tt
+tt t
t t t
u t tt tt tt tt
tt ttt ttt
ttt
-H
t
t
tt
ttt
t
+
tt tt
fss
t
u
ttt
t
+t
ttt
t
ft
ttt
ttt
+ t
ftt
ttt
ttt
liat dan debu (meskipun tipis) yang berasal dari lapisan olah di atasnya. Pada padas besi, selaput liat dan debu tersebut diimpregnasi oleh besi oksida dan hidroksida pada harnpir semua pori sehingga lapisan padas besi lebih keras karena tersementasi selain oleh besi dan mangan, juga oleh silika (Gambar 18e,f,g). Pembentukan padas besitmangan dapat dijelaskan sebagai berikut.
Besi dan
mangan dalam keadaan tereduksi masing-masing berada dalam bentuk ~ e dan ~ Mn2* ' yang mudah larut sehingga mudah bergerak. Bersama dengan air perkolasi keduanya terangkut ke lapisan bawah sehingga terjadi proses eluviasi dalam keadaan tereduksi, sampai mencapai kedalaman tertentu yang berada pada kondisi oksidasi, sehingga ~ e ' ' teroksidasi menjadi ~ e sedangkan ~ ' Mn2' menjadi Mn3' dan Mn4'.
Besi dan mangan dalam bentuk
teroksidasi tersebut akan mengendap ddam tanah (dalam bentuk oksida- dan hidroksida~ e dan ~ Mn4') ' dan disebut iluviasi dalam keadaan teroksidasi (Kanno, 1978; Koga, 1992) (Tabel 3 1). Pada tanah-tanah berdrainase baik dan air tanah dalam, lapisan tanah di bawah lapisan olah berada dalam keadaan teroksidasi (Koenigs, 1950; Moorman dan van Breemen, 1978).
Mangan (hb2+)untuk dapat mengendap (dalam bentuk Mn4')
membutuhkan nilai redoks potensial lebih tinggi yaitu sekitar +0.41 Volt (Ponnamperuma, 1964). Mangan
m2') bergerak lebih jauh ke bawah, hingga tercapai kondisi redoks yang
tinggi yaitu di bagian profil tanah leg& dalam.
Besi fero (J?e23 yang menurut
Pomamperuma (1964) pada -0.13 Volt telah mampu dioksidasi
~ ' menjadi ~ e akan
diendapkan lebih dahulu di lapisan lebih atas daripada hh. Besi dan mangan masingmasing dalam bentuk oksida- dan hidroksida- ~ e dan ~ ' ~ n 4berupa ' karatan dan dapat pula merupakan penyemen dalam horison di bawah lapisan olah tersebut.
Proses
pedogenesis yang berlangsung di lapisan padas besilmangan, s m p a dengan yang berlangsung dalam lapisan tapak bajak, tetapi disertai oleh sementasi besi d m mangan,
sehingga selain mengalami pemadatan, juga mengalami sementasi, sehingga lebih keras. Meskipun sawah 1 dan 2 kali padi memiliki morfologi yang sama, tetapi tebal padas besi berbeda. Umumnya pada sawah 1 x padi selalu lebih tebal dari sawah 2 x padi (Tabel 30). Pada sawah 1 x padi semakin halus .tekstur tanah (dalam hal ini lempung berpasir lebih halus dari pasir dan pasir berkerikil), semakin dangkal dan semakin t a d
padas besi. Terjadi pengecualian pada YG-10 (pasir) yaitu padas besi lebih tipis karena di bawah padas besi terdapat duripan yang menghalangi perkembangan padas besi tersebut. Pada sawah 2 x padi, semakin halus tekstur tanah semakin dalam dan semakin tebal padas besi. Hal ini disebabkan karena pada tanah yang bertekstur lebih halus, pelapukan mineral berlangsung lebih cepat menyebabkan ketersediaan Fe, Mn dan Si lebih tinggi sehingga pada sawah 1 x padi yang masa keringnya lebih lama, padas yang terbentuk lebih tebal, tetapi lebih dangkd.
Kondisi oksidasi pada lapisan dekat permukaan menjadi lebih
dominan, menyebabkan besi feri terakumulasi semakin dekat ke permukaan. Pada sawah bertekstur lebih kasar yang ditanami 2 x padi dalam setahun, di bagian atas cenderung lebih kering karena air mudah berperkolasi ke bawah.
Suasana kering tersebut
menyebabkan oksidasi Fe dan M n lebih cepat terjadi sehingga pada tanah bertekstur kasar, padas lebih dangkal, sedangkan tanah bertekstur halus, padas tersebut lebih dalam. Uraian di atas sekaligus rnenjelaskan tentang perbedaan morfologi antara tanah sawah dan lahan kering. Selain itu juga menerangkan alasan mengapa pada tanah yang berdrainase baik dan air tanah dangkal, karatan besi selalu dijumpai di bagian atas, sedangkan karatan mangan dominan di bagian bawah profil tanah. Ketebalan padas besi dan mangan dalam suatu teras sawah memperlihatkan kecendemngan bahwa padas tersebut semakin tebal mengikuti arah lereng bawah, s e p d pada pengamatan yang dilakukan dalam beberapa petak sawah di daerah penelitian (Gambar 22). Hal ini diduga berkaitan dengan sistem irigasi sawah yang berada pada lereng yang diteras, yang berlangsung antar petak. Air irigasi dialirkan dari petak atas ke petak bawah, mengikuti arah Lereng awal. Air yang mengalir mengangkut bahan-bahan yang larut t m u k besi dan mangan. Di ujung pet& (dekat pematang yang memotong bagian bawah lereng awal), bahan-bahan yang terkandung dalam air lebih terkonsentrasi dibandingkan dengan bagian awal petak sawah (dekat pematang yang memotong bagian atas lereng awal) maupun di bagian tengah teras, sehingga besi dan mangan dalam pedon yang terletak di ujung petak, lebih tebal.
Oleh karena iidah dalam penelitian ini,
pembuatan profil tanah selalu dilakukan di bagian tengah petak sawah.
teras
teras
3 c-l
4 cm
8 cm
Gambar 22. Pola ketebalan padas besi (mangan) pada suatu teras sawah
Dari uraian di atas terlihat bahwa intensitas penanaman padi yang k b e d a menyebabkan perbedaan dalam susunan morfologi tanah sawah dan berlaku untuk semua tekstur tanah.
Semakin rendah intensitas penanaman padi dalam setahun umumnya
semakin dangkal dan semakin tebal padas besi yang terbentuk, tetapi jika terdapat duripan langsung di bawah padas besi, terjadi penyimpangan. Tekstur tanah yang berbeda menyebabkan perbedaan dalam ketebalan horisonhorison yang ada dalam tanah sawah.
Perbedaan elevasi tidak berpengaruh terhadap
morfologi tanah. Dengan perkataan lain morfologi tanah sawah pada elevasi 300 - 5 0 0 m dpl dalam tekstur d m intensitas penanaman padi yang sama memperlihatkan pola yang sama dengan sawah pada elevasi -= 250 m dpl. Tapak bajak di daerah penelitian yang bertekstur pasir, tetap dapat terbentuk. meskipun beberapa penefiti mengatakan bahwa pada tanah berpasir tidak mungkin terbentuk tapak bajak (Kanno, 1978; Moormann dan van Breemen, 1978).
Dalam
penelitian ini juga teriihat indikasi bahwa dalam tapak bajak dijumpai selaput liat, meskipun Moormann dan van Bremen (1978) menganggap bahwa tapak bajak bukanlah akibat iluviasi liat .
Persoalan dalam Klasifikasi Tanah di Daerah Penelitian Tabel 29 menyajikan klasifikasi tanah pada tingkat famili di daerah penelitian. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa tanah-tanah di daerah penelitian termasuk ordo hceptisol untuk tanah sawah pada semua tekstur tanah dan semua intensitas penanaman padi serta untuk dua elevasi yang berbeda.
Semua pedon iahan kering untuk semua
tekstur tanah dan elevasi yang diamati termasuk ordo MoiBsol. Dengan demikian terlihat bahwa penggunaan Iahan (sawah dan lahan kering) berpengaruh terhdap genesis tanah yang menyebabkan perbedaan klasifikasi tanah pada tingkat ordo. Tanah-tanah di daerah penelitian yang berkembang dari bahan volkan kasar, dari segi Taksonomi Tanah, merupakan tanah-tanah yang berada pada batas pedihan antara ordo Andisol, MoIlisol dan Inceptisol. Batas di antara ketiga ordo tanah tersebut pada
tanah di daerah penelitian sangat tipis (Gambar 23) sehingga memerlukan kecermatan tersendiri dalam pengamatan dl lapangan maupun di laboratorium. Tanah-tanah di daerah penelitian tidak satupun yang termasuk daIam ordo Andisol, karena tidak memiliki sifat tanah andik, hanya karena kandungan gelas volkan yang kurang dari 5%, meskipun retensi P dan kadar A1 + 1/2Fe pada beberapa pedon memenuhi kriteria sifat tanah andik. Oleh karena itu dalam survei tanah yang kadang-kadang tidak melakukan analisis mineral pasir untuk menghitung jumlah gelas volkan, seringkali keliru dalam menentukan sifat tanah andik, karena umurnnya hanya didasarkan pa& hasil pengamatan di lapangan dan hasil andisis sZtt kimia tanah semata.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1994)
mengklasifikasikan sebagian dari tanah-tanah yang tidak disawahkan (lahan kering), ke
dalam ordo Andisol. Penghitungan gelas volkan sendiri mash menjadi masalah, terutama menyangkut gelas volkan yang menyelimuti mineral primer seperti yang umum tertihat dalarn tanahtanah di daerah penelitian. Dalam penelitian ini, gelas volkan yang menyelimuti mineral primer tidak dibitung sebagai gelas volkan, sehingga jumlah gelas volkan < 5%.
Hasil
penghitungan gelas volkan di daerah peneiitian yang menyatakan bahwa kandungannya rendah (0
-
3%) juga dikemukakan oleh Baak (1949), Mohr d m van Baren (I960),
Sutanto (1988) dan Darea (1989). Shoji et al. (1990) menemukan beberapa pedon yang berasal dari bahan vollcan di Hokaido memperlihatkan sifat transisi dari Andisol ke MoEsol.
Hal ini erat kaitannya
dengan tejadinya perubahan liat amorf menjadi haloisit yang tejadi di bawah kondisi pencucian yang lemah.
Pedon yang fraksi liatnya didominasi oleh haloisit dari horison
teratas hingga ke bagian bawah profil tanah memenuhi syarat sifat andik dan molik. Dijumpainya epipedon molik dengan kejenuhan basa >50% pada kedalaman 0 I80 crn dari permukaan tanah yang menyebabkan pedon lahan k&g
-
terrnasuk dalam ordo
MoIIisol di daerah penelitian, dikarenakan bahan induk tanah mengandung cukup basabasa terutama Ca (Tabel 12 s/d 14) yang berasal dari pelapdcan plagioklas intermedia (andesin dan labradorit) dan d b o l (Tabel 18 s/d 20) yang didukung oleh curah hujan yang tidak terlalu thggi, sehingga pencucian di daerah penelitian b a n g intensif.
r
+
Lahan Sawah Andisol
Mollisol
t
Andisol
lnceptisol
- gelas wlkan
Garnbar 23.
Mollisol
- warna tanah kering
Hubungan antara Penggunaan Lahan dengan Klasifikasi Tanah pada Tingkat Ordo
Dalam Tabel 27 terlihat bahwa pedon dari tanah sawah tidak satupun yang memenuhi sifat epipedon molik, terutama karena warna tanah kering yang tidak memenuhi value 5 atau kurang
(meskipun beberapa pedon tidak memenuhi syarat ketebalan).
Keadaan ini bisa menyebabkan kekeliruan dalam klasifikasi tanah, jika tidak dilakukan pengamatan wama tanah kering secara cermat.
Seandainya dianggap wama value tanah kering dari epipedon lahan sawah (>5) bukan alasan kuat yang menyebabkan tidak terpenuhinya persyaratan epipedon molik, diabaikan, sehingga epipedon lahan sawah dianggap memenuhi epipedon molik (selain
yang tidak memenuhi kedaiaman), maka klasifikasi tanah menjadi berubah seperti dalam Tabel 32.
Dari tabei tersebut terlihat bahwa sifat tanah sawah kurang tercermin. Misalnya pada kelompok tekstur pasir berkerikil, semua tanah sawah t m a s u k Typic Epiaquoll yang tidak mencerminkan aerasi yang baik. Berbeda dengan Aeric Epiaquept (Tabel 29), yang lebih mencerminkan keadaan di lapangan.
Selain itu, dalam Tabel 32 juga tidak
terlihat munculnya sifat tanah h g i k yang merupakan cerminan padas besilmangan yang dijumpai di daerah penelitian, sedangkan jika tanah-tanah sawah diketompokkan kedalam ordo fnceptisol (Tabel 29) sifat tersebut muncd pada tingkat subgnrp @ragic Epiaquept).
Tabel 32. Klasifikasi Tanah pada Tingkat Famili di Daerah Penelitian jika Beberapa Epipedon Tanah Sawah dianggap memenuhi Moli
TeksturMalifierPasir Berkaikil (elev. 300 - 500 m dpl) Pekaangan Ix Pad b Pad 3x Pad
1 YG-141 S h n g a n . Can&ingan
4 Y G 1 3 1 W u k ' ~Cangkringan ,
Typic Hapludolls, b e q w d at@ bacpasinkeletal,canpuan,i s o h i i m i k Typk Epiaquoll, m g k a w di atas hp&-skeletal, canpm,supedtif, ischipa-tmik Typk Epiaquol, Mempung kasa di alas Wr-skelehl, canpm,suparaktif, iwhipertmik Typic Epiaquol, bqm-skeletal, campuran, isohipertermik
TekstutModifierPasir Baketikil (elev. Q S O mdpl) Pekmgan Typic Hapluddl, Mempung kaca di atas kpsi-skeletal, ampvan, superaktif, i s o h i i i k
-
Tekstur Pasi (elev. 300 500 m dpl) 7 YG-1Z K a l i i u , Pakem 8 YO-101 K a l i i u , P&m 9 YG.lIKalkvanglu, Pakem 10 YG-2Kalinglu, Pakem
Pekmgan lx Padi 2x Padi 3x Padi
Typic Hqluddl, Mempung W,c a m p m ,superaklir, iwhipwtermik Aquic Duudept, berlempung kasa, campwan, superaktif, iwhipwtermik Oxyaquic Hapludall,berlwnpungkaw,campuran, aktif, iwhiieimik Typic Epiaquepl, Mempung kaw, cmpwan, aktif, ldak m m , isohipertermik
stur Pasu (elev. U50 m dpl) Pekmngan Typic H@udoll, b&mpung kaw, canpvan, superak$ isohi
-
(elev. 300 500 m dpl) Tekstur Lempuns Pekmngan Antk Hapluddl, Mempung kasa, canpvan, superaktif, i s o h i i i k 13 YG-221KmbangaMI, TWi lx Padi Flwaquenlk Epmpdl, berlempung kaw,campuran, superaklif, i s o h i ~ m i k 14 YG-71 NgqwLw, Npglik M a u n a k a s a . mnwran. s d l . isahiwtermik 2x Pacb Flwanrenlic &dl. 15 Y W Noamla.W i k
Oleh karena itu warna value tanah kering bisa merupakan penyekat yang baik sehingga tanah-tanah sawah di daerah penelitian tidak memenuhi epipedon molik. Adanya tapak bajak, padas besilrnangan d m duripan di daerah penelitian juga memerlukan perhatian tersendiri, karena sangat menentukan klasifikasi tanah.
Duripan
identik dengan padas curi, sedangkan padas besilmangan identik dengan padas hidup menurut istilah Dames (1955). Dalam penelitian ini, duripan (padas curi) dijumpai dalam pedon bertekstur pasir, sedangkan Dames (1955) menjumpai Duripan kebanyakan pa& tanah-tanah bertekstur modifier pasir berkerikii. Perbedaan lokasi ditemukannya duripan ini tejadi karena seperti diuraikan sebelumnya, duripan terbentuk hanya pada lokasi-lokasi tertentu, yang memungkinkan terjadinya pengendapan silika, sehingga tidak dipengaruhi oIeh tekstur tanah. Pusat Penelitian Tanah clan Agroklimat (1994) yang mempublikasi hasil survei dan pemetaan tanah di Yogyakarta (termasuk di daerah penelitian), mengidentifikasi padas curi sebagai kontak litik, sedangkan padas besilmangan, sebagai fkagipan. Dalam penelitian ini kontak litik tersebut diyakini sebagai duripan karena padas ini tidak hancur jika direndam dalam air sekalipun dalam waktu yang lama, tetapi < 50% hancur jika direndam dalam HCl
IN (50% dan >50°/0 hancw jika direndam dalam waktu yang lama, dalam KOH pekat. Pengamatan irisan tipis terhadap contoh lapisan padas i ni menunjukkan tejadinya sementasi oleh silika amorf (opal) yang mengisi pori sebagai penyemen antar butir, (Garnbar 19c,d, dan 20), sehingga memenuhi syarat sebagai duripan. Beberapa persyaratan fragipan dirniliki oleh padas bedmangan di daerah penelitian, antara lain fragmen kering udara berukuran 5
-
10 c m dari hampir selunrh
massa tanah dalam horison tersebut hancur j i b direndam dalam air, tetapi akar-akar tanaman yang terdapat dalam padas ini bejarak lateral (dimensi horisontal) < 10 cm, sehingga tidak memenuhi persyaratan fiagipan. Padas besilmangan yang m d k i sifht mirip fkagipan tetapi tidak memenuhi syarat ketebalan maupun sifat lainnya (dalam ha1 ini
jarak horisontal antar akar), menurut Soil Survey StaE(1998) disebut memiliki sifat tanah fragik.
Karena semua tanah sawah termasuk dalam ordo Inceptisol, maka klasifikasi tanah di tingkat subordo ditentukan oleh regim lengas tanah. Regim lengas tanah di daerah penelitian berdasarkan perhitungan dari data iklim menggunakan N e w W Simulation Model, seperti terlihat dalam Tabel 1 dan Gambar 3 umumnya pada elevasi < 200 m dpl termasuk ustik (kecuali untuk poiigon yang diwakili oleh stasiun iklim Ngaglik), sedangkan di daerah dengan elevasi > 200 m dpl termasuk udik.
Tidak semua tanah
sawah termasuk dalam regim lengas tanah akuik, karena sangat tergantung dari kondisi setempat, tetapi yang jelas semua tanah sawah yang ditanami 3 kali padi dalam setahun termasuk regim lengas tanah akuik, untuk semua tekstur tanah dan dua elevasi yang diamati. Dengan demikian untuk tanah-tanah sawah yang ditanami 3 x padi dalam setahun termasuk greaf group Epiaquept . Regim lengas tanah sawah yang bertekstur rnadz;fier pasir berkerikil dan lempung berpasir yang ditanami 1 dan 2 x padi dalam setahun pada kedua elevasi yang diamati, ternyata juga memenuhi syarat regim lengas akuik,tetapi tidak untuk tekstur pasir. Pada tekstur pasir, tidak terdapat kondisi alcuik di kedalaman 40
-
50 crn pada
sawah 1 x padi (YG-lo), karena pada keddaman 22 cm dari permukaan tanah terdapat duripan, yang menghalangi perkolasi air ke bagian bawah pedon.
Pada sawah yang
ditanami 2 kali padi dalam setahun, padas besilmangan yang terbentuk di bawah Iapisan olah (keddaman 23
-
31 cm) sangat tersernentasi, sehingga menghalangi perkolasi air ke
bagian bawah pedon.
Hal ini dibuktikan dengan tidak dijumpainya karatan
mulai
kedalaman 3 1 hingga 140 cm dari permukaan tanah (Gambar 9 dan Tabel 6). Adanya duripan dalam tanah sawah bertekstur pasir (YG-10) menyebabkan tanah ini termasuk dalam great group Durudept, sedangkan YG-1 yang tidak memiliki duripan tennasuk Eutrudept. Tebalnya padas besilmangan yang terbentuk ddam profil tanah sawah yang ditanami 1 clan 2 kali padi dalam setahun menentukan klasifikasi tanah pada tingkat subgrup.
Pada tekstur lempung berpasir termasuk subgrup Fragic Epiaquept, karena
memiliki tebal 15 cm atau lebih, sedangkan pasir berkerikil dan pasir, yang memillci padas
besi/manl:an lebih tipis dari 15 cm termasuk dalam Aquic Durudept (sawah 1 x padi) dan Anthraquic Eutrudept (sawah 2 x padi).
Dari uraian di atas dapat dikemukan bahwa klasifikasi tanah pada tingkat ordo untuk seniua tanah sawah pada tekstur, elevasi dan intensitas penanaman padi adalah sama yaitu Inctptisol. Pa~dasemua tanah sawah bertekstur moa'rfier
pasir berkerikil dan pasir untuk
semua intensitas penanaman padi dan elevasi yang diamati termasuk ke dalam great group Epiaquept, sedangkan untuk tekstur pasir, hanya sawah yang ditanami 3 x dalam setahun yang tenriasuk dalam greaf group tersebut. St:mua tanah sawah yang ditanami 3 x padi dalam setahun untuk sernua tekstur tanah dart eievasi yang diamati termasuk dalam subgrup Typic Epiaquept, kecuali pada tekstur ntodrfier pasir berkerikil yang termasuk dalam subgrup Aeric Epiaquept. Tidak semua pedon yang memiliki padas bedmangan, termasuk ke dalam subgrup yang sanla (Fragic Epiaquept) karena sangat ditentukan oleh ketebalan dari padas besi/mangan tersebut; yaitu hanya yang memiliki ketebalan I5 cm atau lebih tebd. Hasil penelitian ini memberikan sumbangan berarti dalam Masifikasi tanah terutarna dalam kla.sifikasi tanah sawah yang berkembang dari bahan volkan kasar, karena dapat mengidentifikasikan horisodlapisan padas yang umum terdapat dalam prom-prom tanah di daerah plsnelitian, maupun pada tanah-tanah berbahan volkan serupa yang mungkin ditemukrui di tempat lain.
Macam horison pmciri yang terdapat dalam tanah sangat
menentukan Wasifikasi tanah sehingga dapat memberikan informasi yang tepat tentang potensi tanah tersebut. Didam Keys to SoiC Taxonomy edisi ke-8 (Soil Survey St&, 1998) penamaan tanah sawah terutama pada daerah tropis sudah lebih mencerminkan sifat tanah sawah dibandingkan dengan edisi-edisi Taksonomi Tanah sebelunmya.
Hal ini karena
ditiadakaxmya greaf group Tropaquepts pada edisi ke-8, sehingga tanah-tanah di daerah tropis drui subordo Aquept yang diirigasi yang sebelumnya termasuk Tropaquept, kini menjadi .Epiaquept. Pada Keys to Soil Tmconomy edisi sebelumnya Epiaquept terletak setelah Tropaquept, sehingga tanah-tanah sawah di tropika tidak pernah termasuk ke
dalam Epiaquept
Epiaquept mencerminkan kondisi akuik pada kedalaman 40 - 50 cm
dari permukaan tanah yang disebabkan oleh pengaruh campur tangan manusia yang sengaja menjenuhkan lapisan olah dengan melakukan penggenangan permukaan tanah. Namun demikian modifikasi Taksonomi Tanah perlu dilakukan terhadap taksa tanah-tanah sawah seperti misalnya padas besvmangan, seyogyanya dijadikan horison penciri tersendiri yang setara dengan fragipan atau yang lainnya
Dibandingkan dengan
horison plasik yang hanya setebal 1 - 2 mm, maka lapisan padas besi/mangan ini, jauh lebih berpengaruh terhadap kondisi dalam profil tanah yang selanjutnya akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, karena memiliki sifat yang sangat keras, dengan tebal 5 s/d 20 cm. Sebagai padas besiimangan, keberadaannya tidak banyak berpengaruh pada klasifikasi tanah, karena hanya akan muncul pada tingkat subgrup, seperti dalam penelitian ini yaitu Fragic Epiaquept .
Regim Lengas Tanah dalam Kaitannya dengan Pembentukan Duripan dan Klasifikasi Tanah Pada lokasi-lokasi tertentu di daerah penelitian, terbentuk duripan baik pada lahan sawah (YG-10) maupun lahan kering (YG-12).
Pembentukan duripan terjadi pada
tempat-tempat tertentu yang sebelurnnya merupakan daerah yang digenangi atau dilalui air sehingga memungkinkan terjadinya pengendapan dan akumulasi silika. Silika berasal dari hasil pelapukan bahan volkan dalam kondisi lengas demikian rupa sehingga air tidak boleh terlaiu banyak untuk dapat berlangsungnya pencucian intensif maupun terlalu sedikit sehingga pelapukan yang membebaskan silika, tidak dapat terjadi. Kadar I14Si04 dalam larutan tanah >I20 mgA
memungkinkan terjadinya pengendapan silika amorf untuk
membentuk duripan (van Breemen et al., 1992). Menurut Soil Survey St& (1975 dan 1999) duripan umumnya terbentuk pada regim lengas tanah xerik atau aridik yaitu dalam tanah-tanah yang selalu kering atau mengalami kering secara musiman. Van Breemen et al. (1992) clan van Wambeke (1992)
mengernukakan bahwa duripan di daerah tropis sangat umum dijumpai dalam tanah yang berkembang dari bahan volkan di daerah dengan regim lengas tanah ustik. Di daerah penelitian, duripan justru dijumpai pada regim lengas tanah udik, sehingga terdapat 2 kernungkinan yaitu: (1) apakah duripan memang terbentuk di regim lengas udik atau (2) penentuan regim lengas tanah yang kurang tepat, dalam hal ini regim lengas ianah udik seharusnya menjadi ustik. Dari dua kemungkinan tersebut, nampaknya kemungkinan yang kedua yang lebih mungkin, mengingat regim lengas tanah di daerah penelitian diestimasi menggunakan model
NSM
(van
Wambeke,
1985)
yang
memiliki
keterbatasan
yaitu
tidak
mempatimbangkan sifat tanah dalam perhitungannya, seperti permeabilitas, kapasitas menyinlpan air tanah, konduktivtas hidrolik tanah yang tentunya sangat berbeda antara tanah ymg satu dengan tanah yang lain. Model ini hanya berlaku untuk:
(a) tanah berdrainase baik yaitu air dapat
berperkolasi secara bebas melalui profil tanah, (b) perfiitungan dibuat untuk tanah daiam tanpa ada lapisan penghambat perakaran (padas) pada kedalaman yang dangkal, sehingga profil k m a h dapat menyimpan 200 mm air tersedia (di antara titik layu dan kapasitas lapangan), ( c ) diasumsikan semua curah hujan masuk ke dalarn tanah sepanjang lengas dalam jxofil tanah di bawah kapasitas lapangan, sehingga curah hujan yang melebihi kapasitiss lapangan dianggap sebagai limpasan permukaan sehingga tidak diperhitungkan,
dan (dl' tidak mempertimbangkan masukan dari rembesan (inflm). Dalam Taksonomi Tanah, peranan regim lengas tanah sangat berpengaruh terhadap proses-;proses pembentukan tanah, sehingga menentukan klasifikasi tanah padit tingkat subordo maupun great-grup. Penentuan regim lengas tanah menurut Takmnomi Tanah (Soil Survey Staff, 1975; 1999) adalah mengukur iengas tanah pada penggd penentu (control secizon).
Kedalarnan penggd penentu tergantung tekstur yaitu untuk tanah
berpasir adalah 30 - 90 cm. Karena pengukuran ini membutuhkan waktu lama, maka diperkenankan untuk menduga regim lengas tanah berdasarkan data iklim setempat. Salah satu model yang selarna ini banyak digunakan untuk menduga lengas tanah ddam M a g a i penelitim dan survei tanah untuk Hasifikasi tanah (termasuk di Indonesia) adalah Newhall
Simulation Model (NSM) yang dikembangkan oleh van Wambeke (1985).
yang cliperlukan dalam NSM adalah curah hujan dan suhu.
Data iklim
Dalam model tersebut
evapot-anspirasi diduga dengan metoda Thornwaite. Tanah-tanah di daerah penelitian yang dalam perhitungan NSM termasuk udik, lebih tc:pat dikelompokkan ke dalam regim lengas ustik dengan pertimbagan sbb:
(a)
perkolrtsi tanah berlangsung sangat cepat karena tanah bertekstur pasir, lebih-lebih pada pedon :fang berkerikil dan berbatu, (b) selain tejadi perkolasi (aliran vertikal), juga tejadi aliran lateral yang cukup cepat seperti fakta di lapangan yang menunjukkan adanya air tanah dalarn pedon pada kedalaman sekitar 150 cm dari permukaan tanah, yang sebeIunmya tidak dijumpai, hanya karena petak sawah di atasnya yang berjarak sekitar I 0 meter clari pedon tersebut, sehari setelah penggalian profil tanah, diairi untuk diolah. (c) kenyataan di lapztngan bahwa sawah akan mengalami kekeringan, jika 2 atau 3 hari tidak mendapat pasokan air, baik dari air hujan maupun dari air irigasi. Berdasarkan pertimbangan di atas maka semua regim lengas tanah di daerah penelitim yang tidak memenuhi regim lengas tanah akuik, lebih tepat termasuk dalam regim Ltmgas ustik. Dengan demikian maka klasifikasi tanah bagi pedon-pedon yang tidak memenilhi regim lengas tanah akuik, mengalami perubahan mulai dari tingkat sub-ordo
seperti dalam Tabel 33.
Dalam Tabel 33 terlihat bahwa pedon YG-10 termasuk dalam
s u b - p p Typic Dumstept, yang tidak mencenninkan penyawahan, sehingga kurang tepat.
Hal ini tejadi, karena dalam Soil Survey St& (1998) untuk great group Durustept, sementtm ini hanya mempunyai satu sub-gmp yaitu Typic Dumstept. Untuk edisi yang akan diitang perlu diadakan sub-grup yang lain, xnisalkan Aquic Dumstept dadatau Anthracpic Dumstept, bagi tanah-tanah Durustept yang disawahkan.
Tabel 33:. Klasifkasi Tanah pada Tingkat Famili, dengan Perubahan Regim Lengas Tanah di Daerah Penelitian
-
TeksturiU0dif;er Pasir Berkerikil (elev. 300 500 m dpl) Pekmnqan Typic Haplustons, berpmir di atas betpasir-skeletal,campuran, isoh'pertermik 1 YG-14 Sembungm, Can&ringan l x Padi Typic Epiaquoll, berlempungkasa di stas berpasirskeletal, mnpum, superaktif, isohipedeimik 2 Y G 4 Meees, Ngemplak 2x Padi Typic Epiqoll, berlempung kasar di atas berpasir-skeletal,mnpum, superaktif, isohipertmik 3 YGBIGrogolsari, Ngaglik 3x Padi Typic Epiaquoll, berpasir.skeletal, campuran, isohipwtmik 4 YG-13 Wukirsai. Cangkringan
7 YG.121 Kaliwarglu, Pakm 8 YG.1M K a l i g l u , Pakem 9 YG-lIKaliwanglu, Pakem 10 YG-~IKdmglu,Pakm
Pekamgan I x Padi 2x Padi 3x Padi
Typic Duustoll, berlempungkasa, cmpuran, superakhf, isohiperlmik Typic Dwustep!, Mmpung kasar, mpuran, supraklif, i s a h i i m i k Anthraquic Haplusloll, Mempung kasar, mpuran, aktif, isohipdmik Typic E p i q q t , berlmpung kasar, campuran, aktif, tidak masam, isohipertermik
l x Padi 2x Padi 3x Padi
Flwaquentic Epiaquoll,Mmpung kasar, campuran, superaktif, isohipertmik Flwaquentic Epiaquoll,berlmpungkasar, cmpuran, superaktif, isohipwtmik Flwaquentic Epiaquoll,bwlmpung kasar, cmpuran, superaktif, isohipertwmik
Tekstur Pasir (elev, 4 5 0 m $1)
Tekstur Lempung Bepasir (elev. QSO m dpl) Pekaangan Typic Haplustoll, berlmpung kasar, mpuran, supraklif, isohiprtmik 17 YG.181 Cakrothnjayan, Gamping 2x Padi Fragic Epiaquept, Wempung kasar, camputan, aktif, tidak rnasm, isohipertermik 18 YO-31Trini, Gamping 3x Padi Fluvaquenk E p i M I , berlempunghalus, campuran, aktif, i w h i i k 19 YE171 Ngawen, Ganping